1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fungsi pendidikan sesungguhnya membentuk karakter yang baik, berpikiran cerdas, memiliki keahlian, menerapkan teknologi tepat guna dan menguasai ilmu kimia dalam dunia pendidikan. Ilmu kimia merupakan ilmu terapan (aplikatif) yang berlandaskan eksperimen, yang berupa fakta, teori, prinsip, hukum, serta temuan saintis. Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari struktur, komposisi, reaksi, sifat dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi. Sifat dan perubahan materi ilmu kimia mencakup sifat-sifat fisis serta sifat-sifat kimia dari materi. Sifat fisis mencakup wujud dan tampilan materi, sedangkan sifat kimia yang mencakup kecenderungan materi untuk berubah, dan menghasilkan materi baru.
Oleh sebab itu, dalam pembelajaran kimia harus memperhatikan karateristik ilmu kimia sebagai produk dan proses. Yaitu pembelajaran yang menekankan pada penyampaian pengamatan langsung atau pengembangan kompetensi diri peserta didik, sehingga peserta didik dapat melihat dan mengamati sendiri keadaan alam sekitar. Dalam kaitan itu, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah yaitu membenahi kurikulum sekolah dasar dan menengah dengan menyusun acuan standar
2
isi dan standar kompetensi lulusan yang tertuang pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 dan 23 tahun 2006. Yaitu menetapkan kurikulum KTSP sebagai salah satu contoh hasil akhir pengembangan yang mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
KTSP adalah kurikulum operasional yang dirancang dan dilaksanakan oleh masingmasing sekolah di Indonesia. Perbedaan kurikulum KTSP dengan kurikulum sebelumnya adalah dalam model, strategi dan metode pembelajarannya. Pada kurikulum sebelumnya, proses belajar-mengajar mengacu pada teacher centris, sehingga siswa kurang berperan aktif, dan pada kurikulum KTSP siswalah yang harus aktif dalam membangun pengetahuannya dan guru hanya bertindak sebagai fasilitator, pembimbing belajar dan motivator. Sehingga siswa memiliki kesempatan untuk dapat mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan data, mengolah data, menafsirkan data, menyusun laporan, dan mengkomunikasikan hasil percobaan secara tertulis dan lisan.
Namun fakta dilapangan menunjukkan bahwa guru kimia dalam pembelajarannya jarang memperhatikan pengetahuan awal siswa (membangun konsep) dan kurang menggunakan model pembelajaran secara bervariasi yang bersifat membangun konsep siswa. Selain itu, pengalaman belajar yang diberikan guru pada saat pembelajaran reaksi redoks tidak disertai dengan praktikum atau demonstrasi dan diskusi sehingga interaksi antara guru dengan siswa menjadi kurang dan
3
mengakibatkan siswa menjadi pasif, dan pada saat pembelajaran siswa tidak dilibatkan dalam menemukan konsep sehingga pembelajaran reaksi redoks menjadi monoton, membosankan dan siswa kurang termotivasi untuk belajar.
Model-model pembelajaran yang berpusat pada siswa, menggunakan pengetahuan awal siswa sebagai dasar dalam merancang dan mengimplementasikan pembelajaran dan berazaskan teori kontruktivisme serta pemahaman konsep adalah model pembelajaran learning cycle (LC), model pembelajaran tersebut merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) yang terdiri dari tahaptahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pebelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif. Pembelajaran LC mengharuskan siswa membangun sendiri pengetahuannya dengan memecahkan permasalahan yang dibimbing langsung oleh guru. Saat ini pembelajaran LC sudah dikembangkan menjadi 5 fase yang terdiri dari tahap-tahap : (1) engagement, (2) exploration, (3) explaination, (4) elaboration, dan (5) evaluation. (Lorsbach, 2002). Dengan adanya kelima tahap tersebut siswa diberi kesempatan untuk mengasimilasi informasi dengan cara mengeksplorasi lingkungan, mengakomodasi informasi dengan cara mengembangkan konsep, mengorganisasikan informasi dan menghubungkan konsep-konsep baru dengan menggunakan atau memperluas konsep yang dimiliki untuk menjelaskan suatu fenomena yang berbeda. Hal ini ditunjukkan dengan data hasil penelitian Wiwit Desi Kurniawati (2010) dengan judul Penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5 Fase untuk meningkatkan aktivitas dan penguasaan konsep pada pokok bahasan asam basa.
4
(PTK pada siswa kelas 2K2 MA Diniyyah Putri Lampung TP.2009-2010), yang bertujuan untuk mendiskripsikan aktivitas belajar siswa dan penguasaan konsep asam basa siswa melalui model pembelajaran LC 5E dari siklus ke siklus. Mengalami peningkatkan aktivitas dan penguasaan konsep siswa yang tinggi dengan peningkatan sebesar 10,1% yaitu dari 72,9 pada siklus II menjadi 80,3 pada siklus III. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran lc 5-E membuat siswa dapat dengan mudah menerima dan memahami materi yang disampaikan oleh guru.
Selain model pembelajaran LC, model pembelajaran lain yang bersifat kontruktivistik adalah siklus belajar empiris-induktif. Model pembelajaran SBEI terdiri dari tiga tahap, yaitu: (1) tahap eksplorasi, (2) tahap pengenalan konsep, (3) tahap aplikasi konsep. ((Trowbridge dan Bybee, 1990:306). Model pembelajaran SBEI dapat memfasilitasi siswa untuk mengingat kembali materi yang telah diberikan sebelumnya, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki. Memberikan peluang kepada siswa untuk menemukan berbagai fakta di lapangan melalui observasi atau dengan praktikum, sehingga terjadi pengkonstruksian konsep baru di bawah arahan guru, dan dengan konsep baru tersebut siswa dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga pembelajaran lebih berpusat pada siswa. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Devi Fitriani (2010) dengan judul Penerapan Model Siklus Belajar EmpirisInduktif (SBEI) Berbasis Keterampilan Proses Sains untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Materi Pokok Laju Reaksi” (PTK Pada Kelas XI IPA 2 SMAN 1 Bandar Lampung TP 2009-2010), Yang bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan
5
model SBEI berbasis KPS dalam meningkatkan persentase rata-rata penguasaan konsep dan meningkatkan persentase ketuntasan belajar laju reaksi siswa dari siklus ke siklus. Mengalami peningkatan rata-rata persentase penguasaan konsep laju reaksi siswa sebesar 22,41% yaitu dari 59,03 dari siklus I menjadi 72,26 pada siklus II. Hal ini menujukkan bahwa Penguasaan konsep siswa SMAN 1 Bandar Lampung menggunakan model SBEI membuat siswa lebih mampu menerapkan konsepkonsep materi yang telah ia dapatkan dari pelajaran melalui arahan guru.
Berdasarkan latar belakang diatas, menunjukkan bahwa sudah peneliti yang meneliti peningkatan penguasan konsep siswa. Maka dalam penelitian ini, peneliti melakukan suatu penelitian dengan judul “ Perbedaan Penguasaan Konsep Siswa Antara model pembelajaran Learning Cycle 5-E dengan Siklus Belajar EmpirisInduktif Pada Materi Reaksi Reduksi Oksidasi”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah rata-rata penguasaan konsep siswa yang menggunakan model pembelajaran learning cycle 5-E lebih tinggi dari pada model pembelajaran siklus belajar empiris-induktif pada materi reaksi reduksi oksidasi kelas X SMA Negeri 7 Bandar Lampung.
6
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: 1. Perbedaan rata-rata penguasaan konsep siswa antara model pembelajaran LC 5-E dengan model pembelajaran siklus belajar empiris-induktif pada materi reaksi reduksi oksidasi kelas X SMA Negeri 7 Bandar Lampung. 2. Rata-rata penguasaan konsep siswa manakah yang lebih tinggi antara model pembelajaran LC 5-E dengan model pembelajaran siklus belajar empiris-induktif pada materi reaksi reduksi oksidasi kelas X SMA Negeri 7 Bandar Lampung.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Dapat memberikan kesempatan siswa untuk belajar mengunakan model LC 5-E dan SBEI 2. Dapat meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan wawasan guru tentang inovasi memilih model pembelajaran yang dipilih dan sesuai dengan karakteristik materi pokok pada pembelajaran kimia, terutama pada materi pokok reaksi redoks. 3. Memberikan informasi mengenai model pembelajaran learning cycle 5-E dan siklus belajar empiris-induktif.
7
E.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah : 1. Lokasi Penelitian SMA Negeri 7 Bandar Lampung 2. Penguasaan konsep adalah kemampun siswa-siswi menguasai materi reaksi redoks yang diukur berdasarkan nilai pretest-posttest. 3. Learning cycle 5-E, terdiri dari 5 Fase: (1) Engagement, (2) Eksploration, (3) Explaination, (4) Elaboration, (5) evaluation. 4. Model SBEI, terdiri dari 3 tahap : (1) tahap eksplorasi (siswa mendapatkan fakta-fakta), (2) tahap pengenalan konsep, (3) tahap aplikasi konsep 5. Lembar Kerja Siswa (LKS) yang digunakan dalam penelitian adalah LKS non eksperimen, yang merupakan salah satu alat bantu pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan kemampuan menemukan konsep sendiri. LKS ini berisi prosedur dan pertanyaan-pertanyaan yang membimbing siswa pada model pembelajaran learning cycle 5-e dan siklus belajar empiris-induktif.