tbAL
,
iq
f
Pelitr Perkehunan 2003. t9f 1 ), 1-16
Embriogenesis Somatik dan Regenerasi Tanaman Pada Kultur In Vitro Organ Bunga Kakao Somatic Embryogenesis and Plant Regeneration
In Vitro Culture of Cacao Flower Explant Sri Winarsih,') Dioko Santoso2) dan
of
-- -).\
Tat([ail:1-,J
Ringkasan
Terbentuknya lendir yang berlebihan dalam organogenesis kakao menghambat proses regenerasi tunas dan mikropropagasi tana[ran. Penelitian
mempelajari embriogenesis somatik kakao dari organ bunga dan teknik regenerasinya telah dilaksanakan dan disusun menurut raflcangan acak lengkap
faktorial dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah 5 klon kakao terdiri atas Sca 6, TSI{ 858, RCC 72, ICS 60, dan DR 2; faktor kedua terdiri atas 6 aras kornbinasi kousentrasi zat pengatur tumbuh yaiw 2,4-D (1 dan 2 ntglt) tlar.r adenin (0,10; 0,25 dan 0,50 rng/I) dan faktor ketiga adalah 3 macanl organ bunga terdiri atas mahkota, starninodia dan antera. Tahap pertama penelitian ini adalah inisiasi kalus kemudian inisiasi embrio somatik. Embricl somatik kenruclian diperbanyak pada media rnultiplikasi dan selanjutnya embrio dikulturkan pada media pendewasaan untuk menumbuhkan planlet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan metode loltur jaringan, telah diperr:leh elrbrio somatik dan planlet kakao. Terdapat interaksi antara fakklr-faktor yang rliuji terhadap inisiasi kalus, jurnlal.r eksplan menghasilkan embritl dan jumlah embricl. Hampir semua jaringan bunga kakao mudah berkalus, tetapi respolls clari setiap organ bunga dan klon kakao terhadap media berbeda. Staminodia mempunyai respons terbesar diikuti oleh rnahkota dan antera. Inisiasi kalus ter:baik diperoleh pada media MS diperkaya dengan ?,4-D 2 mg// dan adenin 0,25 mgll. Pada rnedia induksi, mahkota bunga memberikan respons paling tinggi dalam persentase eksplan n-renghasilkan embrio diikuti oleh staminodia clan antera. Klon Sca 6 ilan DR 2 berrurut-turut lnerupakan klon yang nrempunyai respons paling tinggi darr paling rendah. Jumlah ernbrio sornatik
l1 dan 35 tnasing-masing untuk media induksi clan rnultiplikasi, diperoleh dari starninodia dan mahkota bunga klon Sca 6 yarrg diL:ulturkan pada media MS yang diperkaya dengau 2,4-D 2 rng/l dan atlenin 0,10 rng/1. Respons setiap klon pada media multiplikasi berbeda, tnulai clari yang paling baik adalah Sca 6, TSH 858, ICS 60, RCC 72 dan DR 2. per: eksplan palin-q banyak adalah
l) 2) 3)
Peneliti (tlesearcher); Pusat Penelitian Kopi dan Klkao Indonesia, JI. PB..Sudirman 90, Jernber 68118, Indonesia. Pencliti (Researclur); Balai Pcnclitian Bioteknologi Perkebunan, Jl. Salak No. I Bogor 16151, Indoncsiii
Dosen (I.,ecturer),FakultlsPertaniandanPascasar.janaUniversitasBrawijaya,Jl.Mayjen}{aryono'163,Malang, Naskalr
Indonesil
Wirursih. S:rntoso drn Warrlrvrti
Summary Excessive production of ltucilage in cat:ao orgatggenesis hottlttr trt ltc recolcitrdnt ro in vitro slroot regcnercttion ctrtd plant tnicropruryu7(ltion. Raseorclt !0 styd\'('6(:Oo Sottt(tIit: cmltrt'ogenesis ultd plant regener(ltion hud ltcrtn L'olductatl ond orrulged in fuctoriol ro7tloni?.ed c'otnpletcl)'desigtt tt'itlt tltree rcplicotiotls. The .first.t'ttc'tor was ('ocao clotte i.e. Scd 6, T,\11 858.
RCC 72, tCS 60 otttl DR 2. the se c:ottd Jttctor v'os pluttr gr()tt't11 rc?uldt()r t:ornbirrtttiort ('oncentratiotts i.e. 2.4-D (l oul 2 mg/l) ond trdenitt (0.10:0.25 arul 0.50 mg/L) und tlrc lhird.factor *'as Jlower pdrt i.c. petilL, stclnitnrle and unther. Tlrc re.tult slroy'ed tlrcrt using tlrc ti.t.ute cttlturc til(tltod -rrtnatic enbryo.r att(l pktnlLet.t lrud been obtained. Tlrcrt v,as inteructiott otnottg llrc rltrac J.actors tasted on cdlLtt.\ inilidtittn, nurnbcr ol axpluttt prorluce ctilbrtos uttrl tuunber oJ'cmbttos. ALmo.tt all rll tltc tis.rue rtl.cttt'tut.fktwer.fbrrncl t;allrrs easiL\', ltow'cver, respon,\a rtJ codt.flowcr patt ond cbnc lariul. Sttttttinode .rlrrttt'ttl rlv ltighest re.\pon.te Jollrnt,ed bt pettl Lttttl ttttther. for r;lute .ftrctrtr, St;tr 6 unrl DR 2ltutl ttrc ltiglrc.tt ond tltc lotvest re.tpotr.\e rcspcctivel\,.'llrc bcst,n(dittttt fttr c.ollus initiati6n \t)os MS enric:herl y,itlt 2.4-D 2 mg/l tttrd rttlanitt 0.25 rtrg/1. Petul showctl tha ltil4hest respon.tc in exltlutrt protluced ctnbrt'tts .folktrverl bt'staminode dnd (Dilher. Wile Sca 6 atd Dll 2 warc tltc fiicfia'tt rrrul the lowe st re.rport.sit,c t;lttrtc, rc.lpectiv(l\'. 'l-1rc highc.tt nrrnbtr ttf- ,ttttilutir: cnbn'os v,ere l l Lu,1:l 35 cmbn,os per cxplont Jrtr erprassittrr tttrd trurlriplictrtirttr metlirtrrt, rcspcctiv(.1.t, w,erc jbund .fi'om stttrnirrode urul Pctdl ()J Stu 6 t;lrttta rit!tured on MS tnediutil anri(:ha(l yvith 2.4-D dttd odetitt 0.10 rn,q/1. Eat'lt
-:,,.,s
.'r.'
11
5hstt,crl rtifJ'erent response on tltc fitultiplicotiot't mediturt, .li'ttttt tlrc (/.( Sco 6, TSI'\ 858, ICS 60, RCC 72 orul DR 2.
Eci tords
:
ktntatit cmbnrtElanesi.;, Jlot'er 1ttrt.\, reguvrotion: 2,4*D; tulcnh, Thu.iltt'tttttl (tcQo.
PE\-D.{HULUAN
relatif sillgkai. Regenerasi tanaman tnelalui embriogenesis dalarrr waktu .valrg
*-a1 :i::: kakao dapat dilakukan sszz 3-:c: -3_ssunakan benih hibrida -,a ;i-i::r'rag3iatif nrengglrrlakan =_ ;kn:x rcE::x,,i:n setek. Perbanyakan ic:u? ltrEE: :3:2':rf mudah dan sedert.rrrr rrrrcn -e--,T3.1'] r:ns dihasilkan ri.il'grElzfl F;:: :::i:3s i an*s tinggi siE-t 1'3:3ialii lebih sulit ffri*r P:rllI nlEg --:a.:,kan seragam. f::L* ---E:rr =crxDakan salal'l jGr( Scenrmbangkan. s@. dkr-- --]:::if,n dapat U3]lfi fi i'
[email protected]: ielvak dan .
:
ba.tt
sonratik merupakan pendekatan alternati{' perbanyakan kakao secara kloual.
Knltur jaringan kakao yang melipllti organogenesis dan embriogenesis somatik sudah lama dikelnbangkan. Nanlun dalart proscs organogcrlcsis tcrbukti bahrva kakao bersifat rekalsitrall terhadap regcncrasi l"tlnas dan mikropropagasi lanaman (Orchard et o1.,1979; Flynn et (11.,1990: Figueira & Janick, 1994). Usaha perbanyakan kakao nrelalui organogenesis sudah barlyak dilakukart antara laitt kultur pucuk Ineristenl
Embriogenesis somatik dan regenerasi tanaman pada
kulnl'rn vriro organ bunga kakao
al., 1979), namlln karena memuaskan hasilnya belum
dilaporkan oleh Sondahl et al. (1993), kemudian diikuti oleh Lopez-Baez et al. (1993), Tahardi & Mardiana (1995) dan Li et aL. (1998). Sondahl et al. (1993) menggunakan klon EET 162 dan UF 667
pengkalusan, pencoklatan dan adanya lendir yang berlebihan dari jaringan vegetatif yang
menghasilkan frekuensi embriogenesis dan regenerasi tanaman yang sangat rendah.
dipakai sebagai eksplan. Untuk mengatasi kesulitan pada organogenesis maka
Dari 30.160 nuselus yang dikulturkan
(Adu-Anrpomah et al., 1992), induksi nrnas
aksiler dari kecarnbah steril (Tamin, 1991;
Winarsih
& Priyono,
1995) dan kultur
pucuk tunas (Orchat:d et
dikembangkan embriogenesis somatik, itupun dipilih eksplan tertentu saja yaitu embrio zigotik dan organ bunga karena jaringan tersebut memproduksi fenol dan lendir yang relatif sedikit. Embriogenesis somatik adalah proses dimana sel-sel somatik
bipolar berkembang menghasilkan tanarnan lengkap atau dapat juga diartikan perkembangan embrio adventif yang terjadi tanpa
nrelalui tusi garnet. Embriogenesis somatik dari ernbrio zigotik kakao telah dilaporkan oleh Esan (1975), Pence et al. (1979), Lee & Rao (1982), Tahardi (1984), dan Adu-Ampomah et al. (1998). Semula dari eksplan embrio
zigotik tersebut dapat diperoleh embrio somatik tetapi gagal untuk berkembang nrenjadi planlet. Namun hasil penelitian yang dilakukan oleh Winarsih et al. (2OAZ) menunjukkan bahwa embrio somatik yang
berasal dari ernbrio zigotik dapat berkembang nrenjadi planlet normal.
Embrio somatik atau planlet dari embrio zigotik ini kurang bernilai dalam perbanyakan tanarnan secara kotnersial
biji kakao pada umumnya dihasilkan persilangan terbuka, di samping tidak dari karena
diketahui identitas genetiknya. Oleh karenanya dikembangkan embriogenesis
somatik kakao dari organ bunga. Keberhasilan teknik
ini
pertama kali
diperoleh 948 ernbrio dan hanya 8 ernbrio yang berhasil diregenerasi menjadi tanarnar. Dui27.72I mahkota bunga yang dikulnrrkan dihasilkan 167 embrio somatik dan hanya
7 yang berhasil diregenerasi
rnenjadi
tanaman. Hasil yang hampir sama diperoleh Lopez-Baez et al. (1993) menggunakan klon
EET 48, EET 64, EET 228 dan CC 260. Dari 528 eksplan yang dikulturkan pada media MS yang diperkaya dengan 2,4-D 1,5 rng// dan 2 iP 0,25 mgll menghasilkan 11 embrio somatik (2%). Hasil yang lebih tinggi diperoleh Tahardi & Mardiana (1995) menggunakan eksplan mahkota bunga klon DR 1 menghasilkan frekuensi embriogenesis 1,7-16,8% akan tetapi embrio yang berkecambah gagal tumbuh menjadi planlet
normal. Li et al. (1998) telah menguji 19 genotipe antara lain Sca 6, Laranga. Pound 7 dan ICS pada media yang mengandung 2,4-D dan Thidiazuron. Hasihrya menun-
jukkan semua genotipe yang diuji mempunyai respons yang baik terhadap kondisi kulrur dan l'rekuensi eurbriogenesis berkisar pada i-100% dengan jumlah embrio l-46. Pada penelitian ini digunakan klon Sca 6, TSH 858, RCC 72,ICS 60 dan DR 2 serta zat pengatur tumbuh 2,4-D dan adenin.
Untdk inisiasi kalus digunakan auksin
umumnya
2,4*D saja atau
yang dikornbinasikan dengan sitokinin. Sitokinin
Winarsih, Santoso dan WardiYati
yang digunakan antara lain Thidiazuron (TDZ), adenin, benzylarninopurine (BAP) atau kinetin. Tergantung spesies dan macam jaringan yang dipakai sebagai'eksplan, dalam inisiasi kalus diperlukan auksin saja,
ketiga adalah 3 jenis organ bunga kakao yaitu mahkota, staminodia dan antera. Kuncup bunga kakao ukuran 3-6 mm diambil pagi hari dari pohon induk kemudian disterilisasi di laboratorium. Cara sterilisasi
sitokinin saja atau kombinasi auksin dan sitokinin serta senyawa organik kompleks seperti air kelapa (Gunawan, 1988).
adalah sebagai berilart: larncup bunga kakao direndam dalam larutan kloroks 5% selama
Penelitian ini bertujuan untuk mem-
kemudian dibilas dengan air suling steril 3 kali. Setelah itu mahkota. staminodia datt antera dipisahkan dari bagian bunga lainnya.
pelajari embriogenesis somatik dan regenerasi
kakao dari eksplan organ bunga
BAHAN DAN METODE Penelitian embriogenesis dari organ bunga kakao dilaksanakan di Laboratorium Kulrur Jaringan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember mulai bulan April sampai dengan bulan Novernbet 2N2.
Eksplan diambil dari organ-organ kuncup bunga kakao yang meliputi mahkota,
staminodia dan antera dari klon Sca 6, TSH 858, ICS 60. DR 2, dan RCC 72. Bahan tanam tersebut diambil dari Kebun Koleksi Kakao milik Pusat Penelitian Kopi
dan Kakao Indonesia dan Perkebunan Kalitelepak PTPN XII. Penelitian disusun menurut rancangan acak lengkap fakrorial yang diulang 3 kali. Faktor pertama adalah 5 klon kakao terdiri
atas Sca 6, TSH 858, RCC 72, ICS 60 dan DR 2. Faktor kedua terdiri atas 6 kom-
binasi zat pengatur tumbuh 2,4-D dan arlenin yaitu: 2,4-D I mgll + adenin 0,10 mgll 2,4-D I mgll * adenin 0,25 mg/ 1.2,4-D I mgll * adenin 0.50 mgll;2,4D 2 mgll * adenin 0,10 mg//; 2,4-D 2 mgll * adenin 0,25 mgll dan 2,4-D 2 mgll * adenin 0'50 mgl/. Faktor 4
sekitar
l0 menit sambil sesekali dikocok
Eksplan kemudian ditanam pada media MS (Murashige & Skoog, 1962) yang diperkaya dengan 2,4-D dan adenin sesuai dengan perlakuan, sukrosa 30 g// dan phytagel 2 g/l (Lopez-Baez et al.. 1993).
Kultur disimpan dalam ruang gelap, suhu 26-28oC selama 3 rninggu kemudian dilakukan pengamatan terhadap junllah eksplan berkalus. Eksplan berkalus kemudian
dipindah ke media induksi, komposisinya sama dengan media inisiasi tetapi tanpa zat
pengatur tumbuh, selama
3
minggu
kemudian dilakukan pengamatan terhadap jumlah eksplan menghasilkan embrio dan jumlah embrio somatik per eksplan. Embrio somatik yang diPeroleh kemudian
et
al.,
1996). Pengamatan dilakukan
Embliogenesis somatik dan regenerasi tanaman pada
terhaclap hasil embrio berakar dan jumlah
embrio bertunas.
HASIL DAN PEMBAHASAN Media Inisiasi Eksplan yang dikulturkan pada media
inisiasi mengalami
pembengkakan ' Serriinggu setelah dikulturkan, ukuran staminodia menjadi 2-3 kali lebih panjang dari ukuran semula, mahkota bunga membengkak kadang menggulung dan antera juga membengkak. Pembengkakan eksplan tersebut kemudian diikuti dengan terbentuknya kalus pada permukaan eksplan. Pada staminodia, pertumbuhan kalus umumnya dimulai dari bagian pangkal eksplan. Pada mahkota bunga, pertumbuhan kalus dimulai dari pangkal bagian yang berbentuk cakram sedangkan pada antera dimulai dari pangkal tangkainya. Pertumbuhan kalus tersebut dimulai dari permukaan bekas potongan eksplan. Kalus
kemudian terus berkembang hingga akhirnya menutup seluruh permukaan eksprlan. Setelah kalus berkembang, kadang dijumpai pencoklatan (browning) permukaan kalus akan tetapi hal tersebut tidak rnenggallggu proses proliferasi karena jumlahnya hanya sedikit. Selain itu eksplan .iuga tidak terganggu oleh lendir karena iaringan organ bunga [idak menghasilkan
lendir. Sel-sel penghasil Iendir hanya
diiumpai pada jaringan vegetatif tetapi tidak dijumpai pada .iaringan generatif.
kulltr in vilto otgan bunga kakao
kalus terbentuk karena luka/irisan pada eksplan sebagai respons terhadap hormon baik endogen maupun eksogen. Pada akhir
periode inisiasi
ini
sering dijumpai
kelompok kalus berbentuk globular pada permukaan eksplan.Media dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah MS karena mengandung garam N dalam bentuk NO" dan NHo serta vitamin dan gula. Pembelahan sel yang berlangsung dalam pertumbuhan kalus memerlukan protein dimana unsur penyusunnya adalah N. Harnpir senrua jaringart pada kakao mempunyai sifat mudah berkalus. Hal ini mungkin disebabkan kandungan hormon endogen tlalam jaringan tanaman kakao cukup untuk menginduksi kalus. Adanya perbedaan pada perlakuan tertentu mungkin disebabkan karena perlakuan zat pengatur
tumbuh yang ditambahkan ke dalam media. Respons setiap klon yang diu.ii juga bervariasi terhadap media inisiasi kalus (Gambar 1). Persentase eksplan berkalus pada klon PrCC 72 dan ICS 60 berturut-
turut adalah 38-100% dan 22-lA0%. Mahkota bunga klon RCC 72 mempunyai respons yang paling baik sedangkan mahkota bunga klon ICS 60 mernpunyai respons yang paling rendah. Urutan respons klon dimulai dari yang paling tinggi adalah RCC 72, TSH 858, Sca 6, DR 2, dan ICS 60. lnisiasi kalus terbaik
diperoleh dari mahkota bunga klon PICC 72 yang dikulturkan pada media MS
2,4 D 2 ng/l dan Perbedaan respons
yang diperkaya dengan
adenin A,25
mfll.
Ditiniau dari asal mula terbentuknya
antarklon.ini diduga disebabkan perbedaan
kalus dari ketiga eksplan tersebut menun.iukkan bahwa kalus terinisiasi dari bekas potongan eksplan. Menurut Kafuuk (1989),
faktor endogen karena sifat genetis. Sedangkan perbedaan respons antarorgan
bunga disebabkan oleh perbedaan
Winarsih. Santoso dan Wardiyati
t?0,00
Si Sr
i00.00 80.00
:d
60.m 40.00
m.00 0_m
120.m
5:N
bbrru
rm.00
bbbh
80.00 60.00
:i
Snnircdia
40.00 20.00
IV
0.00
r20.00
6r
t00.00 Ee
;i
80.00
3u
-\
ea
Antera Anther
60.00 40.00 20.00 0.00
I
sca
o !
rsH
rsa
$ ncc zz
p
rcs
lunz
oo
Gambar l. Interaksi antara klon, konsentrasi 2,4-D dan adenin serta organ bunga terhaclap inisiasi kalus.
Figure
l.
lnteraction among clones,2,4-D and adenin concentrations as well as flower parts on callus initiation.
Keterarrean fNoks)
:
A:2,4*D I mg/l t adenirt0,lOng/l D:2,4-D 2ntg/l + adenin0,t0mg/l B:2,4-D I ttg/l I adenin),Z1mg/l E: ?,4-D2iltgll + adenin0,2Smgil C:2,4-D I mg/l* udain0,Slmg/l F = 2,4-D 2nglt + adenin),SO t ntg/t
Histogranr dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata ruenurut BNJ rlilJbrenl accordtug to HSD 5%). t
6
5
% (Hi.ttograrns
fi,itlt
the same lefter ore not ,tignirtcantb'
Ernbriogenesis somatik dan regene rasi. tanaman pada kultur in vitro organ bunga kakao
kandungan hormon pada masing-masing organ dan fase fisiologis pada saat pengarnbilan eksplan.
tersebut diperoleh pada perlakuan
Faktor: genetis ini secara nyata dapat dilihat pada hasil penelitian yang diperoleh Alemanno et al. (1996). Dari 25 klon kakao yang diuji hanya 5 klon terbukti embriogenik. Bahkan kalus yang dihasilkan oleh spesies tanaman yang berbeda bervariasi tekstumya, friabilitas, warna dan mudah atau sulitnya pemisahan sel atau agregatnya dalam n:edia cair (Pierik, 1987).
Media Induksi
Ilasil analisis statistik menunjukkan ada interaksi antara klon, zat pengatur turnbuh dan organ bunga dalam inisiasi kalus (Gambar 1). Auksin (2,4-D) adalah zat pengatur tumbuh utama yang mempengaruhi pertumbuhan kalus (Katuuk, 1989; Mc Comb, 1992). Setiap bagian tanaman memerlukan zat pengatur tumbuh tertentu untuk inisiasi kalus. Respons suatu potongan jaringzrn tergantung pada level hornlon endogen pada saat pemotongan, kemampuan -iaringan untuk mensintesis hormon. dan lrormon eksogen dalanr media. Pertumbuhan kalus yang baik mungkin hanya memerlukan auksin atau sitokinin saja atau kombinasi auksin dan sitokinin (Gunawan, 1988; Mc ConLrb, 1992). Respons setiap jenis organ bunga terhadap rnedia inisiasi bervariasi. Stami-
nodia memberikan respons paling besar diik-uti oleh mahkota bunga dan antera. Mahkota bunga semua klon yang diuji menunjukkarl respons yang baik pada media MS yang diperkaya dengan 2,4D 2 mgll dar: adenin 0,10 ntg//. Untuk staminodia, resporls yang besar diperolelt dari perlakuan 2,4-D 2 mgll dan adenin 0,25 ngll, sedangkan untuk antera respons
2.4-D
1 mgll dan adenin 0,50 mg//.
Kalus yang terbentuk pada media inisiasi kemudian dipindahkan ke media induksi untuk memacu pembentukan embrioid. Pada tahun 1958, Steward menemukan bahwa pemindahan kultur dari media dengan auksin tinggi ke media dengan
auksin rendah menyebabkan sel-sel berkembang dalam bentuk gerombol yang bentuknya menyerupai ernbrio pada biji. Dua minggu setelah dipindah ke rnedia induksi,
embrio somatik mulai terbentuk. Semula pre-embryorzic muncul dari permukaan eksplan dengan suspensor melekat pada kalus
dan biasanya hal
ini terjadi dalam bentuk
gerombol. Struktur ini kemudian
berkembang menjadi embrio bentuk globu-
lar, dua minggu kernudian ernbrio ini berkembang menjadi bentuk hati dan torpedo (Garnbar 5).
' Konsentrasi zat pengatur tumbuh 2,4-
D dan adenin pada media inisiasi
sangat
berpengaruh terhadap persentase eksplan menghasilkan embrio dan jurntah ernbrio pcr eksplan yang dihasilkan. Persentase eksplan menghasilkan embrio dan jurnlah embrio per eksplan pada perlakua:o 2,4*D konsentrasi
tinggi (2 mgll) dan adenin konsentrasi rendah (0,10 mg//) lebih tinggi dibandingkan
dengan pada2,4-D konsentrasi rendah (l mgl/). Hal ini menunjukkan pentingnya
peran zat pengatur tumbuh dalam proses pembentukan embrioid. Sesuai dengan hasil
Li er al. (1998), bahrva konsentrasi thidiazuron pada media primaty callus growth (PCG) mempengaruhi penelitian
Winarsih, Santoso dan Wardiyari
persentase eksplan membenfuk embrio dan
perkembangan embrio selanjutnya. Hasil yang sama diperoleh Tahardi dan Mardiana (1995) bahwa penambahan 2,4-D dan kinetin selama 2-4 minggu cukup optimum
mahkota dan staminodia. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan hasil yang diperoleh Sondahl et al. (1993), Lopez-Baez et al.
& Mardiana (1995) lebih namun rendah dibandingkan hasil dari (1993) dan Tahardi
bagi pembentukan embrioid. Auksin
Li et al. (1998). Perbedaan respons
menyebabkan berkembangnya calon preembrioid dan embrio ini akan berdiferensiasi apabila auksin dihilangkan dari media. Bagian kalus yang embriogenik dapat
antarklon (genotip) telah dibahas pada inisiasi kalus.
menghasilkan embriogenesis melalui beberapa kali subkultur. Bagian kalus yang tidak embriogenik biasany a fluffy (seperti benang rambut halus) dan berwarna putih dan kalus yang embriogenik adalah yang
berwarna krem, halus, berbentuk nodul, mengkilat. Pada media induksi, hasil analisis menunjukkan ada interaksi antara faktorfaktor yzmg diuji (Gambar 2 dan 3). Respons setiap klon yang diuji bervariasi. Klon Sca 6 adalah klon yang paling responsif diikuti oleh TSH 858, RCC 72, ICS 60, dan DR 2. Pada semua organ bunga dan semua perlakuan, klon Sca 6 rnempunyai respons yang baik, sedangkan klon lain yang diuji respons hanya terjadi pada perlakuan tertentu. Pada perlaktan 2,4D 2 mgll dan adenin 0,1 mg//, klon Sca 6 mernpunyai frekuensi embriogenesis
somatik (persentase eksplan membentuk ernbrio) sebesar 46,67% dan 32.33% dengan jumlah embrio 8 dan 11 per eksplan berturut-turut untuk mahkota dan staminodia. Akan tetapi frekuensi embriogenesis ini lebih rendah pada klon lain yang diuji dan hasil paling rendah diperoleh pada klotr DR 2 yang hanya mempunyai frekuensi 13 ,00 % dan I 0,00 % d.engan jumlah embrio 4,33 dan 2,00 masing-masing untuk 8
Respons organ bunga terhadap media induksi agak berbeda dengan respons pada rnedia inisiasi. Pada tahap ini mahkota bunga memberikan respons paling baik diilmti oleh staminodia dan antera. Pada mahkota bunga.
persentase eksplan menghasilkan embrio
paling baik diperoleh dari media dengan 2,4-D 2mgll dan adenin 0,25 mgll. Untuk staminodia dan antera, respons paling baik diperoleh dari perlakuan2,4-D 2 mgll dan adenin 0,10 mg/1. Secara keseluruhan hasil terbaik diperoleh dari mahkota bunga kloir ICS 60 yang dikulturkan pada media yang mengandung 2,4-D 2 mgll dan adenin 0,10 mgll. Pada konsentrasi hormon tinggi. semua klon tidak rnemberikan respons kecuali Sca 6.
Media Multiplikasi Ernbrio somatik primer yang dihasilkan
pada media induksi kemudian ditransfer ke media multiplikasi untuk rnendapatkan embrio somatik sekunder dalam jumlah
yang lebih banyak. Embrio somatik sekunder tumbuh dan berkembang dari sel-
sel epidermis dan subepidermis melalui proses budding seperti yang dilaporkan oleh Pence (1989) dan Li et al. (1998'1. Terdapat interaksi antara faktor klon, konsentrasi zat pengatur nrmbuh dan organ
bunga terhadap jumlah embrio somatik
Embriogenesis somatik dan rcgenerasi tanaman pada kultul ln vlrro organ bunga kakao
60.u) ES
50.u)
.l:r =--
E,E
10.u) 30.00
9\
20.fi)
s+
t0.ff) 0.00
60.00
9-
50.00
a\ -a 9v
40.00 30.00
PA
Stunituiliu
20.00 r0.00
aN'la
a
bc
I
f---'I a a a
I
H\}-a
0.00
60.00 E\
'E
50.00 :_
o+
40.00 Antera AttJrcr
30.fi)
9\ hi
20.00 r0.00
i
a a a
I
L la
a a
I
L-la
a
a
0.00 E
I
sca
o I
rsrr
sst
$ ncc
z:
Ircsoo lnnz
Garnbar 2. Interaksi antara klon, konsentrasi 2,4-D dan adenin serta orgarl bunga terhadap eksplan nrenghasilkan ernbrio pada media induksi.
Figure
2.
Interoction among clones,2,4-D and a{lenin concentrations aS well as flower perts on the numher of explant producitlg enbryos ott i,l.duction nrcdium.
Ketelangarr (Note)
:
Sarna dengan Ganrbar
i
1 (SimiLar witlt Figure l)
Winarsih, Santoso dan Wardiyati
t2.m
l0.m =
8.m
E.s 6.m 4.m
E'
2.m
ab _ah
abablru,
,
0.00
l2_00
t0.00 a
oC' 'Ft
8.m 6.00
!so
4_00
2.00
0.m
12.(n 10.00
o
.l z! 6!, =a
=E a
8.00 ADtcra
4ntlrcr
6.00 4.00 2_00
0.00
aaaa
I Haaa
I l.--.{aaa
BC
I
s"o
E
o I rsu ssa
$ ncc zz
ffilcsoo lnnz
Gambar 3. Interaksi antara klon, konsentrasi 2,4-D dan adenin serta organ bunga terhadap jumlah enrbrio somatik pada rnedia induksi. Figure 3. Interaction among clones,2,4-D and adenin concentrations as weLl a.s flower parts ot1 lhe number oJ' somatic embryos on inductiotl mediwn. Keterangan (Nole)
:
Sama dengan Gambar
10
I
(Similar with Figure 1).
Ernbriogenesis somatik dan regenerasi tanaman pada kultnt' in vitro organ bunga kakao
40.00
35.m c
-bE
;sz
30.00 75
Mahkora Petal
t5.00 10.00
5.00 0.00
40.00 35.00
c
ot' !S fiq
30.00
25.m
Smiranlia 20.00
E*
z
r5.00 r0.00 5.00
0.m
ak\aa
lllaaa
Ill\\ITla
lltNlI
IIK\
lI
llaaa
a
40.00 35.00
o( ES
30.00 25.00
Anlera Anther
20.00 r5.00 r0.0t) 5.00 0.00
a a A a
I I la a a
| | la a
aI
a
I
la
a a
a
BCDE
Iscao flrsHass Incczz [rcsoo
lonz
Gambar 4. Interaksi antara klon. konsentrasi 2,4*D dan adenin serta organ bunga terhadap jumlah embrio somatik pada media multiplikasi. Figure 4. lnteraction among clones, 2,4*D and adenin concentrations as well as flower parts on the number oJ'somatic embryos on multiplication medium. Ketefangan (Note)
:
Sarna dengan gambar
1 (Similar with Figure
1)
11
Winarsih, Sanloso dan Wardil'ati
hasil multiplikasi (Gambar 4). Respons setiap klon yang diuji terhadap rrledia multiplikasi bervariasi. Dari 5 kJon yang diuji. Sca 6 menunjukkan respons yalg pating baik kemudian diikuti oleh TSH 858. ICS 60, RCC 72 dan DR ? dengan jumlah embrio pada perlakuan ksmbinasi 2,4-D 2 mg/l dan adenin 0.I0 mg/l pada staminodia berturut-turut adalah 33,00t 25-331 12,0O; 6.33 dan 3.67. Jumlah ernbrio ini hampir sarna dengan hasil yang diperoleh oleh Tahardi dan Mardiana {1995) tetapi sedikit lebih rendah dibanrtingkan hasil Li et al. (L998). Perbcdaan respons ar)tarklotr yang riluji disebabkan adanya falrtcr genetis dan adanya respons yang berbeda dalatn
penyerapan zat pengatur tumbuh olell setiap klon. Semua jenis organ bunga yang diuji pada klon Sca 6 mernberikan respons paling baik terhaclap semua perlakuan zat pengatur turnbuh yang diuji, seriangka* pada klon lainnya pada perlakuan tertentu tidak memberikar: rcspons. Tidak adanya respons tersebut didug:t karena keseirnbangan konsentrasi zat pengatur turnbuh di dalam media *idak sesuai.
Pada media rnultiplikasi, embrio berkembang dengan cepat. Setelslt 2*3 kali subk-ultur, sebagian besar embrio sudah mencapai fase torpedo. Konsentrasi zat pengatur tumbuh pada media inisiasi berpengaruh terhadap jumlah embrio somatik pada meelia rnultiplikitsi. Konsentrasi zat pengatur tunrbuh yang menglrasilkan kalus dan enrbrio palirrg baryak pada proses iriisiasi
(konrbinasi 2,4-D 7 mg/l dan adenin 0.10 mgi i) ternyata juga menghasilkan etnbrio paling banyak pada media multiplikasi, baik pada mahkota, staminorlia dan antera. Pada klon Sca 6, jumlah emhrio rata-rata
t2
pada mahkota dan staminodia perlakuan kombinasi 2,4-D 2 nig// dan adenin 0,10 mgli berrurut-rurut mencapai 35,33 da* 33,ffi embrio per eksplan sedangkan pada
perlakuan kornbinasi 2,4-D I mgll dan adenin 0.10 mg/I jumlah embrio per eksplan berturut-rurut hanya 7,33 dan 6.67.
Mahkota lrunga memberikan respons
paling baik diikuti oleh slaminodia darr antera. Ketiga organ b*nga tersebut pada semua klon yang diuji merxpunyai pola respons yang sarlla terhadap *:edia yang diqii.
Respons pali*g baik diperoleh pada perlakuau ?,4-D 2 nqll d*n adenin $,lG mgl/. Jumlah embrio paling ba*yak diperoteh dari mahkota bunga klor: Sca 6 yarg ditanam pada media dergarr 2.4-D 2 *rg1/ dan adenin 0.1O mgl/. Jumlah cmbricr somaaik rata-rata yang diperoleh dari mahkota, staminodia dan antera pada klorr Sca 6 dan DR 2 berturut-turut adalatr I4.171
1?.39 dan 4,39 dari 3,17: 1,56 da* 1,56. Berdasarkan data jumlah embrio pada media induksi dan multiplikasi. dapat diketahui bahwa jumlah embrio sekund*r pada mal*ota klon Sca 6 yang diperoleh elrrri
media multiplikasi 3 kali lcbih banyak dibandiagkan dengan jumiah ernbrio primcr pada media induksi. Dengan demikian media multiplikasi dapat bertungsi derrgan baik rneskipun masih perlu dipertraiki dengan mengalur komposisi hara ::lakrc, mikro dan zat pengatur run:buh.
Media Perkec*nrbahan Embrio somalik ya*g sudah mencapai thse torpedo dikumpulkan dari ssniuil ulangan dan perlakuan kemudian diseieksi
ufltuk mendapatkan fase tOrpcdo dan
Embriogenesis somatik dan regenerasi tanaman pada kultur l/r vi[ro organ bunga kakao
L
Gambar 5. Tahapan regenerasi kakao rnelalui enrbriogenesis sornatik Figure 5. Cacao regeneration steps via ,sornatic embryogenesis. a. Kalus embriogenik (Embryogenic caLh.ts) b. Ernbrio somatik fase globular dan hati (Sonutic emhryas, globular and heart phases) c. Enrbrio somatik fase globular:, hati dan torpedo (Somotic embrvos, globular, heart, and torpedo phases)
d.
Plantlet
t3
Winarsih, Santoso dan Wadiyati
'l'abel
L Jumlah embrio bcrakar l'able l. Number of rooted and Klon (Cbnes)
dan bertunas pada beberapa klon kakao sprouted embryos on several cacao clones Jumlah embrio (Number of embryos)
Iumlah embrio somatik, Number of somatic
Ber,*ar
embryos
(Rooted)
Sca 6
86
TSFI 858 RCC 72 ICS 60
60
46 (s3%) 30 (50%)
25
t5
45 24
26 (s8%)
DR2
selanjutnya dipindah ke media perkecambahan untuk menumbuhkan planlet. Perkembangan embrio yang normal dipengaruhi oleh komposisi media dan kondisi kultur selama proses perke-
21 (24%) 14 (23%) 10 (40%) t4 (3t%)
(60%)
8
16 (66Vo)
(33%)
KESIMPULAN Embrio somatik organ bunga kakao dapat diregenerasi menjadi planlet.
interaksi antara klon, zat pengatur tumbuh dan organ bunga terhadap inisiasi kalus, jumlah eksplan menghasilkan embrio dan jumlah
2. Terdapat
cambahan.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa respons embrio somatik terhadap pertumbuhan akar lebih baik dibandingkan dengan responsnya terhadap pertumbuhan tunas (Tabel 1). Persentase embrio berakar berkisar antara 50-66% sedangkan embrio bertunas berkisar antara 23-40%. Hal ini
Bertunas (Sprouted)
embrio. a
Inisiasi kalus terjadi pada semua eksplan dan perlakuan yang diuji. Semua klon
yang diuji, perlakuan zat pengatur tumbuh dan organ bunga rnempunyai
mungkin disebabkan keseimbangau
respons yang baik terhadap pengkalusan
konsentrasi auksin dan sitokinin dalam embrio kurang sesuai untuk proses
meskipun responsnya benariasi.
perkecambahan. Konsentrasi auksin dalam embrio nrungkin lebih tinggi dibandingkan
dengan konsentrasi sitokinin. Respons terhadap pertumbuhan akar dan runas juga bervariasi antarklon yang diuji. Klon Sca 6 dan RCC 72 mempunyai respons paling baik. masing-masing dalam
pertumbuhan tunas dan akar. Adanya perbedaan respons antarklon ini disebabkan oleh perbedaan sifat genetis dan perbedaan zat pen-satur hrmbuh endogen pada setiap
klon-
I4
induksi dan multiplikasi, klon Sca 6 dan DR 2 masing-masing memberikan respons paling tinggi dan paling rendah. Jurnlah embrio somatik
4. Pada rnedia
per eksplan paling banyak adalah fl dan 35 embrio per eksplan masing-masing
untuk media induksi dan multiplikasi, diperoleh dari staminodia dan mahkota bunga klon Sca 6 yang dikulturkan pada media MS yang diperkal"a dengalt2,4D 2 mgll dan a&nin O.il mg//. Mahkota bunga memberihn respons paling tinggi diikuti dengan staminodia dan antera.
Ernbliogenesis somatik dan regenerasi tanaman pada kultur ln vilro organ bunga kakao
5. Embrio yang berkecambah
tumbuh
menjadi planlet normal. Persentase perkecambahan paling tinggi terjadi pada
klon Sca 6 (tunas) dan RCC 72 (akar). Persentase embrio berakar lebih tinggi dibandingkan dengan embrio bertunas.
DAFTAR PUSTAKA Adu-Ampornah, Y.; F.J. Novak; R. Afza & M. van Duren (1992). Meristemtip culture of cocoa (Theobroma cacao L.). Trop. Agric. (trinidad),
69, 268-272. Adu-Arnpomah,
Y.;
F.J. Novak; R. Afza;
M. van Duren & M.
Perea-Dallos
(1998). Initiation and growth of somatic embryos of Theobroma cacao L Cafd, Cacao, The, 32, 187-194.
Alemanno, L.; M. BerthoulY &.
N.
Michaux-Ferriere (1996). Embryogenese somatique du cacaoYer a
partir de pieces florales on cacao (Theobroma cacao L.). Plantalions, recherche, developmenr. JulietAout 1996, 225-237.
Figueira, A.; A. Whipkey & J. Janick (1991). Elevated CO, facilities rnicropropagation of Theobroma cacao L. Proc. Int. Cocoa Conf., 36037t.
A. & J. Janick (1994).
Optimizing carbon dioxide and light levels during in vitro culture of Theobroma cacao. l. Am. Soc. Hortic. Sci., 119, 865871.
Figueira,
Flynn, W.P.; L.J. Glicenstein & P.J. Fritz (1990). Theobroma cacao L.'. An axillary bud in vitro propagation procedure. Plant Tissue Organ Cult.,
20, tt1-1r7.
A.; M. Akarez; O. Lopez-Baez; G. Labbe & V. Petiard Q0A2).
Fontanel,
Improvement of somatic embryogenesis of Theobrorua cacao L. Centre de Recherche Nestle Tours, France.
(Abstract).
Guiltinan, M.I.; Z. Li; A. Traore & S. Maximova (2000). Method and tissue culture media for inducing somatic embryogenesis, Agrobacterium-mediated transformation and efficient regeneratiort of cacao plants. United States Patent.
Gunawan, L.W. (1988). Teknik kultur jaringan tumbuhan. Laboratorium kultur jaringan tumbuhan, Pusat Antar Universitas (PAU) Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.
Hall, T.R.H.
& H.A.
Collin (1975). Ini-
tiation and growth of tissue cultures of Theobroma cacao. Ann. Bot., 39, 55-70. Kahruk, J.R.P. 1989). Teknik htltur iaringan Dalam Mikropropagasi Tanaman. Dirien Pendidikan Tinggi ProYek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Jakarta.
& A.N. Rao {1982). Induction of callus and organogenesis in cocoa tissues. p. lO7-112. In:
Lee, S.K.
s, Inte mational S mp o s i uru on Tissue Culture of Economicallv Important Plants. Singapore. P ro
c e e din g
-r*
Traore; S. Maximova & M.J. Guiltinan (1998). Somatic embryogenesis and plant regeneration from
Li, Z.; A.
floral explant of cacao (Theobroma cacao L.) using thidiazuron. In vitro Cell. Dev. Biol. Plant., 34, 293299.
15
Winarsih. Santoso dan Wardiyati
I-npez-Baez,
O.; B. Helena; E. Albertus &
P. Vincent (1993). somatique de
Embriogenese cacaoyer Theobroma
la portir de pieces'florales. C.R. Acad. Sci. Paris, Science de la vie/Life sciences, 316, 579-584. cacao
McComb, J.A. (1992). Plant Tissue Ctillure.
Murdoch University, Murdoch, Western Australia. Murashige T.
E;F.
medium assays
A
revised
for rapid grofih and bio-
with tobacco tissue
culnrres.
Physiol Plant, 15, 473-497.
& K.
Hardwick
(1979). Culn-rre of shoot apices of Theobroma cacao. Physiol. Plant.,
47, 2A7-210. Pence,
V.C.; P.M.
M.R.; S. Liu; C.M. Bellato &
A. Bragin
(1993). Cacao somatic
embryogenesis. Acta 245-248.
Hasegawa
& J. Janick
Hasegawa & J. Janick (1980). Initiation and development of asexual embryos of Theobroma cacao in vitro. Z. PJlanzenplwsiol.,
V.C.; P.M.
ql, l-4. Pence, V.C. (1989). Cocoa (Theobroma cacao L.) p. 203-221. lt: Y.P.S. Bajaj (ed) Biotechnology in Agriculfirre and Forestry. Vol. 5, Berlin: Springer-Verlag.
Tahardi, J.S. (1984). Tissue cultures of Theobroma cacao L. Menara Perkebunan, Tahardi, J.S.
52, 174-118.
& N. Mardiana (1995). Cocoa via somatik embrio-
genesis. Menara Perkebunan, 63, 3-1.
Tamin, M.S.M. (1991). Regeneration of Theobroma cacao
L.
plantlets from
axillary bud tissues cultured in ,-itro. Proc. Int. Cocoa Conf. Mala-v-sia, 381-390.
Winarsih, S.
& Priyono (1995). lnduksi tur:as
aksiler pada kakao secara
in
vitro.
Pelita Perkebunan, 11, 159-167. Winarsih, S.; D. Santoso & T. Wardiyati (2002). Embriogenesis somatik dan regenerasi dari eksplan embrio zigotik
kakao, Theobroma cacao L. Pelita Perkebunan, 18, (In press).
+********+*
16
Hortic., 336,
regeneration
(1979). Asexual embryogenesis in Theobroma cacao L. J. Am. Soc. Hortic. Sci., IO4, 145-148. Pence,
A. (1996). Pengaruh pangkasan bentuk tanaman kakao asal setek cabang plagiotrop terhadap pertumbuhan dan hasil buah. Pelita Perkebunan, 12, 119-126.
Prawoto,
Sondahl,
Skoog (1962).
Orchard, J.E.; H.A. Collin
Pierik, R.L.M. (1987)- In vitro Culture of Higher Plants. Matinus Nijhoff Publisher, Boston.