HANYA DENGAN KEIKHLASAN SUATU AMAL JADI BERMAKNA Disampaikan dalam pengajian rutin PTA Pontianak Oleh: Drs. Iri Hermansyah, SH. Alhamdulillah puji syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah swt. atas limpahan nikmat dan karunia-Nya, terutama nikmat sehat dan kesempatan sehingga kita masih bisa menghirup segarnya udara pagi dan dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari, termasuk saat ini dapat mengikuti kegiatan rutin di PTA Pontianak yaitu penajian singkat yang dilaksanakan setiap hari jum’at ba’da shalat ashar berjamaah. Sesuai dengan gilirannya, pada kesempatan ini saya bacakan hadits yang ke 7 dari Kitab Riyadhus Shalihin sebagai berikut :
ﻗﺎل رﺳول ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ:وﻋن أﺑﻲ ھرﯾرة ﻋﺑد اﻟرﺣﻣن ﺑن ﺻﺧر رﺿﻲ ﷲ ﻋﻧﮫ ﻗﺎل رواه. إن ﷲ ﻻﯾﻧظرإﻟﻰ أﺟﺳﺎﻣﻛم وﻻإﻟﻰ ﺻورﻛم وﻟﻛن ﯾﻧظر إﻟﻰ ﻗﻠوﺑﻛم:ﻋﻠﯾﮫ وﺳﻠم .ﻣﺳﻠم “Dari Abu Hurairah (Abdurrahman bin Shakhr) r.a. berkata: Bersabda Rasulullah saw.: sesunguhnya Allah tidak memandang terhadap tubuh kamu dan tidak juga terhadap rupamu, tetapi Allah memandang akan hatimu” H. R. Muslim. Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dalam kitabnya Syarah Riyadhus Shalihin menyetakan bahwa hadits tersebut berkaitan dengan/menjelaskan apa yang telah difirmankan Allah swt. dalam Al-Quran surat Al-Hujurat ayat 13 yang berbunyi sebagai berikut :
ﯾﺂأﯾﮭﺎ اﻟﻧﺎس إﻧﺎﺧﻠﻘﻧﺎﻛم ﻣن ذﻛر وأﻧﺛﻰ وﺟﻌﻠﻧﺎﻛم ﺷﻌوﺑﺎ وﻗﺑﺎﺋل ﻟﺗﻌﺎرﻓوا إن أﻛرﻣﻛم ﻋﻧد ﷲ أﺗﻘﺎﻛم إن ﷲ ﻋﻠﯾم ﺧﺑﯾر “Wahai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling kenal mengenal, sesunguhnya orang yang paling mulian diantara kamu di
sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu, sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal” Sehingga yang dimaksud dengan kalimat :
ﻗﻠوﺑﻛم وأﻋﻣﺎﻟﻛم: وﻟﻛن ﯾﻧظر إﻟﻰ ﻗﻠوﺑﻛم ـ وﻓﻰ ﻟﻔظ Dalam hadits tersebut,
artinya bahwa dalam pandangan Allah swt. tak ada
pengaruhnya/ tak ada bedanya, apakah orang itu tinggi besar ataupun kecil bogel, apakah ia jamilah (cantik/ganteng) ataupun dzamimah (buruk rupa). Demikian juga Allah tidak memandang dari nasabnya, apakah orang itu dari golongan ningrat/pejabat ataupun rakyat jelata, tidak juga memandang akan hartanya, apakah ia konglomerat ataupun orang melarat, itu semua tak berpengaruh di hadapan Allah, karena Allah hanya akan memandang hambanya dari sisi ketakwaannya. Selanjutnya beliau (Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin) mengemukakan sebagai berikut:
أﺗﻘﻰ ﻛﺎن ﻣن ﷲ أﻗرب وﻛﺎن
ﻓﻣن ﻛﺎن، ﻟﯾس ﺑﯾن ﷲ وﺑﯾن ﺧﻠﻘﮫ ﺻﻠﺔ إﻻ ﺑﺎﻟﺗﻘوى
إذن ﻻﺗﻔﺧر ﺑﻣﺎﻟك وﻻ ﺑﺑدﻧك وﻻ ﺑﺄوﻻدك وﻻﺑﻘﺻورك وﻻﺑﺳﯾﺎرﺗك، ﻋﻧد ﷲ أﻛرم وﻻﺑﺷﯾﺊ ﻣن ھذه اﻟدﻧﯾﺎ أﺑدا “Tidak ada konektifitas (no connection net work/no internet access) antara Allah dengan mahluk-Nya kecuali dengan (signal) ketakwaan. Barang siapa yang paling bertakwa kpada Allah dialah yang paling dekat dengan Allah, dan dialah yang paling mulia di sisi Allah. Oleh karena itu janganlah engkau berbangga-bangga dengan hartamu (yang berlimpah), dengan kecantikanmu (yang aduhai), dengan bentuk tubuhmu (yang gagah atau seksi), dengan anak-anakmu (yang banyak), dengan istana/rumahmu (yang megah), dengan kendaraanmu (yang mewah), dan sampai kapanpun jangan pernah engkau berbangga-bangga dengan sesuatu apapun yang bersifat duniawi”.
Saudaraku seiman rahimakumullah, memang tak selayaknya kita berbanggabangga atau menyombongkan diri dengan kemewahan duniawi, karena harta dunia itu hanyalah permainan belaka. Mungkin ada baiknya pada kesempatan ini kita mencermati kembali firman Allah dalam surat Al-Hadid ayat 20 sebagai berikut :
إﻋﻠﻣوا اﻧﻣﺎ اﻟﺣﯾوة اﻟدﻧﯾﺎ ﻟﻌب وﻟﮭو وزﯾﻧﺔ وﺗﻔﺎﺧر ﺑﯾﻧﻛم وﺗﻛﺎﺛر ﻓﻰ اﻷﻣوال واﻷوﻻد ﻛﻣﺛل ﻏﯾث أﻋﺟب اﻟﻛﻔﺎر ﻧﺑﺎﺗﮫ ﺛم ﯾﮭﯾﺞ ﻓﺗراه ﻣﺻﻔرا ﺛم ﯾﻛون ﺧطﺎﻣﺎ وﻓﻰ اﻷﺧرة . ﻋذاب ﺷدﯾد وﻣﻐﻔرة ﻣن ﷲ ورﺿوان وﻣﺎ اﻟﺣﯾوة اﻟدﻧﯾﺎ إﻻ ﻣﺗﺎع اﻟﻐرور “Ketahuilah,
sesungguhnya
kehidupan
dunia
itu
hanyalah
permainan
dan
sendagurauan, perhiasan dan saling berbangga-bangga diantara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang (dengan hujan itu) tanamtanamannya mengagumkan para petani; kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah dan keridaanNya. Dan kehidupan dunia ini tiada lain hanyalah kesenangan yang menipu” Maksudnya: jika kita berbangga-bangga dan menyombongkan diri dengan segala sesuatu yang bersifat duniawi hanya akan mendatangkan penyesalan diakhir nanti, sebagaimana menyesalnya seorang petani yang kagum dengan tanamannya yang tumbuh subur tetapi tiba-tiba menjadi kering dan hancur. Pernyataan seperti itu juga diungkapkan Allah swt dengan firman-Nya dalam surat Yunus ayat ke 24. Tentang bagaimana agar harta dunia itu tidak hanya menjadi mainan dan tidak menjadi kesenangan yang menipu, mungkin perlu pembahasan tersendiri lagi. Kembali kepada pembahasan awal sebagimana yang dimaksud oleh hadits tersebut di atas, sebagaimana juga kita ketahui bahwa amal itu sesuai dengan niatnya dan bahwa hati itu tempatnya niat, sehingga Allah hanya melihat seseorang dari hatinya (ketulusan/ keikhlasan niatnya) yang semata-mata hanya mengharap ridla Allah swt.
Di dalam syarah hadits tersebut di atas digambarkan dengan contoh sebagai berikut: “Didapati dua orang laki-laki shalat bersama-sama, berada dalam satu shaf dan bermakmun kepada satu imam, tetapi nilai shalat diantara kedua orang tersebut terdapat perbedaan yang sangat jauh dalam pandangan Allah, perbedaannya ibarat Masyrik dan Maghrib dikarenakan berbedanya apa yang ada di dalam hati kedua orang tersebut; salahsatunya hatinya lalai dalam shalatnya, boleh jadi hatinya riya atau berharap harta duniawi, sedangkan yang lainnya hatinya semata-mata mengharap wajah (ridha) Allah dan mengikuti sunnah Rasulullah”. Gambaran dari contoh tersebut di atas menunjukkan bahwa hanya yang ada di dalam hatilah (hanya yang diniatkan saja) yang akan diperhitungkan dan akan mendapat balasan di hari kiamat/hari akhirat kelak, bukan yang nampak dalam pandangan mata (dlahirnya). Sebagaimana digambarkan dalam firman Allah pada surat At-Thaariq ayat 8 – 9 sebagai berikut :
ﯾوم ﺗﺑﻠﻰ اﻟﺳّراﺋر. إﻧﮫ ﻋﻠﻰ رﺟﻌﮫ ﻟﻘﺎدر “sesungguhnya Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah mati), pada hari dinampakkan segala rahasia” Demikian juga dalam surat Al-Adiyaat ayat 9 – 10 sebagai berikut :
وﺣﺻّل ﻣﺎ ﻓﻰ اﻟﺻّدور. اﻓﻼ ﯾﻌﻠم اذا ﺑﻌﺛر ﻣﺎ ﻓﻰ اﻟﻘﺑور “Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur, dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada” Dan sabda Nabi Muhammad saw :
، وﻟﻌ ّل ﺑﻌﺿﻛم أن ﯾﻛون أﻟﺣن ﺑﺣﺟّ ﺗﮫ ﻣن ﺑﻌض، وإ ّﻧﻛم ﺗﺧﺗﺻﻣون،إ ّﻧﻣﺎ اﻧﺎ ﺑﺷر ﻟﻛن ﻓﻰ اﻵﺧرة اﻟﻌﻠم ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﻓﻰ اﻟﺳّراﺋر،وأﻗﺿﻲ ﻟﮫ ﻋﻠﻰ ﻧﺣو ﻣﻣّﺎ أﺳﻣﻊ
“bahwasanya aku adalah manusia, dan bahwasanya kamu bersengketa (di hadapanku),
boleh
jadi
sebagian
kamu
lebih
pandai
dalam
mengemukakan
hujjah/dalilnya dibanding yang lain, dan aku memutuskan terhadap sengketa itu berdasarkan apa yang aku dengar, tetapi di akhirat nanti akan tampak jelaslah apa yang rahasia (tersembunyi di dalam hatimu)” Allah swt di dalam kitab-Nya dan Rasulullah di dalam sunnahnya senantiasa menekankan untuk selalu memperbaiki/meluruskan niat. Oleh karena itu maka wajib bagi manusia untuk selalu memperbaiki/meluruskan niatnya, niscaya akan baik pula hatinya. Di akhir syarah hadits ini Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menegaskan sebagai berikut: “Yang terpenting adalah senantiasa mengobati hati. Jadilah orang yang selalu membersihkan hati sampai benar-benar bersih. Perhatikanlah firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 41 sebagai berikut:
اوﻟﺋك اﻟذﯾن ﻟم ﯾردﷲ ان ﯾّطﮭّر ﻗﻠوﺑﮭم ﻟﮭم ﻓﻰ اﻟدﻧﯾﺎ ﺣزي وﻟﮭم ﻓﻰ اﻻﺧرة.... ﻋذاب ﻋظﯾم …. mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak menyucikan hati mereka. Mereka memperoleh kehinaan di dunia, dan di akhirat mereka memperoleh siksaan yang besar. Oleh karena itu maka menyucikan hati itu adalah merupakan urusan yang sangat penting. Untuk itu saya mohon kepada Allah, kiranya Allah menyucikan hatiku dan hati anda sekalian, dan menjadikan kita semua sebagai orang yang selalu ikhlas karena Allah dan senan tiasa mengikuti (sunnah) Rasulullah” Jadi penting bagi kita untuk senantiasa menyucikan hati kita dari segala penyakit hati agar kelak kita datang menghadap Allah dengan hati yang selamat, karena pada saat kita dihadapkan kepada Allah tiada susuatupun yang memberi manfaat kecuali hati yang selamat/bersih dari segala penyakit hati. Sebagaimana Allah menjelaskan dalam salahsatu firman-Nya dalam surat Asy-Syu’ara ayat 88 - 89:
. ّإﻻﻣن أﺗﻰ ﷲ ﺑﻘﻠب ﺳﻠﯾم، ﯾوم ﻻﯾﻧﻔﻊ ﻣﺎل وﻻﺑﻧون “(yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih” Adapun tentang apa itu penyakit hati dan bagaimana mengobatinya, ini juga mungkin perlu pembahasan tersendiri lagi. Berbicara tentang keikhlasan (ketulusan hati), mungkin ada baiknya saya tambahkan pengalaman pribadi, di mana saya merasa benar-benar mendapat teguran Allah atas apa yang tersirat di dalam hati saya, ceritanya sebagai berikut : Dulu, waktu saya baru menempati rumah kecil di tempat tinggal saya sekarang, di depan rumah terdapat pohon nangka bercabang tiga; satu cabang menaungi jalan/gang (waktu itu masih jalan tanah), satu cabang lurus ke atas, dan satu cabang lagi mengarah ke halaman rumah. Ketika saya memperhatikan jalan/gang itu selalu becek karena ternaungi oleh salahsatu cabang pohon nangka milik saya, maka timbul dalam hati saya niat untuk memotong cabang nangka yang menaungi jalan/gang itu dengan prediksi bahwa jika cabang pohon itu saya potong mungkin jalan/gang itu tidak akan becek lagi, dan saya yaki waktu itu bahwa hal itu merupakan kebaikan karena sebagaimana dalam salahsatu sabda nabi dikatakan: “menyingkirkan duri/rintangan dari jalan merupakan salahsatu cabang iman”. Lalu niat itupun saya laksanakan dengan penuh keikhlasan sematamata karena Allah agar jalan tidak becek lagi. Ternyata memang betul jalan itu tidak becek lagi, tentunya saya dan warga sekitar merasa senang, tapi bukan hanya itu yang membuat saya senang karena dalam waktu yang tidak terlalu lama dari cabang yang saya potong itu muncul buah nangka yang sangat banyak, mulai dari ujung batang yang saya potong sampai ke pangkal pohon, bahkan dari pangkal akar yang timbul di permukaan tanah keluar juga buahnya. Setiap orang yang lewat mesti bertanya: “pak, dikasih apa pohon itu kok bisa berbuah sebanyak itu?” saya hanya jawab: tidak dikasih apa-apa kok. Pendek cerita buah-buah nangka itupun akhirnya sampai matang dan habis.
Terinsfirasi oleh kejadian itu, timbul dalam fikiran saya untuk memotong cabang yang mengarah ke halaman rumah dengan harapan mudah-mudahan akan berbuah sebanyak itu lagi. Tapi apa yang terjadi? –ternyata bukannya berbuah sebanyak itu, melainkan pohon itu daunnya menguning dan akhirnya mati. Astaghfirullah…….!, saya baru tersadarkan bahwa betapa beda niat saya yang pertama dengan niat saya yang kedua, maka hasilnyapun berbeda pula. Kejadian kedua ini benar-benar saya rasakan sebagai teguran dari Allah karena niat saya yang kedua itu bukan untuk kebaikan, melainkan untuk keuntungan duniawi. Kesimpulan : 1. Bahwa hanya yang diniatkan dan kesengajaan yang tersimpan di dalam hati untuk melakukan suatu perbuatan (baik atau buruk), itulah yang akan diperhitungkan di hadapan Allah di hari kemudian. 2. Bahwa jika kita meniatkan untuk kebaikan/ibadah karena Allah maka keuntungan duniawi bisa ikut diperoleh. Tapi jika kita niatkan untuk keuntungan duniawi maka pahala akhirat pasti tak akan dapat, bahkan dunianyapun belum tentu didapatkan.
واﻟﻠــﮫ أﻋﻠم ﺑﺎﻟﺻواب