Khutbah Iedul Fitri 1433 H di Komplek Pasir Jati, Ujung Berung, Bandung Assalamu’alaikum wr.wb. Allahu Akbar 3x, Allahu Akbar 3x Allahu Akbar 3x Laila ha illallah hu wallahu akbar Allahu akbar wa lillahil hamd ْ ﻣَﻦ،إِنﱠ اﳊَْﻤْﺪَ ﻟِﻠﱠﻪِ ﻧَﺤْﻤَﺪُهُ وَﻧَﺴْﺘَﻌِﻴْﻨُﻪُ وَﻧَﺴْﺘَﻐْﻔِﺮُهْ وَﻧَﻌُﻮذُ ﺑِﺎﷲِ ﻣِﻦْ ﺷُﺮُوْرِ أَﻧْﻔُﺴِﻨَﺎ وَﻣِﻦْ ﺳَﻴﱢﺌَﺎتِ أَﻋْﻤَﺎﻟِﻨَﺎ ُ أَﺷْﻬَﺪُ أَنْ ﻻَ إِﻟَﻪَ إِﻻﱠ اﷲُ وَﺣْﺪَهُ ﻻَ ﺷَﺮِﻳْﻚَ ﻟَﻪ،ُﻳَﻬْﺪِهِ اﷲُ ﻓَﻼَ ﻣُﻀِﻞﱠ ﻟَﻪُ وَﻣَﻦْ ﻳُﻀْﻠِﻠْﻪُ ﻓَﻼَ ﻫَﺎدِيَ ﻟَﻪ W،ُوَأَﺷْﻬَﺪُ أَنﱠ ﻣُﺤَﻤﱠﺪًا ﻋَﺒْﺪُهُ وَرَﺳُﻮْﻟُﻪ W﴿ َ﴾ ﻳَﺎ أَﻳﱡﻬﺎَ اﻟﱠﺬِﻳْﻦَ ا ﻣَﻨُﻮا اﺗﱠﻘُﻮا اﷲَ ﺣَﻖﱠ ﺗُﻘَﺎﺗِﻪِ وَﻻَ ﲤَُﻮْﺗُﻦﱠ إِﻻﱠ وَأَﻧﺘُﻢْ ﻣﱡﺴْﻠِﻤُﻮْن ﴾ ﻳَﺎ أَﻳﱡﻬَﺎ اﻟﻨﱠﺎسُ اﺗﱠﻘُﻮْا رَﺑﱠﻜُﻢُ اﻟﱠﺬِيْ ﺧَﻠَﻘَﻜُﻢْ ﻣِﻦْ ﻧَﻔْﺲٍ وَاﺣِﺪَةٍ وَﺧَﻠَﻖَ ﻣِﻨْﻬَﺎ زَوْﺟَﻬَﺎ وَﺑَﺚﱠ ﻣِﻨْﻬُﻤَﺎ W﴿ رِﺟَﺎﻻً ﻛَﺜِﻴْﺮًا وَﻧِﺴَﺂءً وَاﺗﱠﻘُﻮا اﷲَ اﻟﱠﺬِيْ ﺗَﺴَﺂءَﻟُﻮْنَ ﺑِﻪِ وَاْﻷَرْﺣَﺎمَ إِنﱠ اﷲَ ﻛَﺎنَ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ رَﻗِﻴْﺒًﺎ ْ ﻳُﺼْﻠِﺢْ ﻟَﻜُﻢْ أَﻋْﻤَﺎﻟَﻜُﻢْ وَﻳَﻐْﻔِﺮْ ﻟَﻜُﻢْ ذُﻧُﻮْﺑَﻜُﻢ.﴾ ﻳَﺎ أَﻳﱡﻬَﺎ اﻟﱠﺬِﻳْﻦَ ءَاﻣَﻨُﻮا اﺗﱠﻘُﻮا اﷲَ وَﻗُﻮْﻟُﻮْا ﻗَﻮْﻻً ﺳَﺪِﻳْﺪًا W… ُوَﻣَﻦْ ﻳُﻄِﻊِ اﷲَ وَرَﺳُﻮْﻟَﻪُ ﻓَﻘَﺪْ ﻓَﺎزَ ﻓَﻮْزًا ﻋَﻈِﻴْﻤًﺎ ﴿ أَﻣﱠﺎ ﺑَﻌْﺪ ِ وَﺧَﻴْﺮَ اﻟْﻬَﺪْيِ ﻫَﺪْيُ ﻣُﺤَﻤﱠﺪٍ ﺻَﻠﱠﻰ اﷲ ﻋَﻠَﻴْﻪِ وَﺳَﻠﱠﻢَ وَﺷﱠﺮَ اﻷُﻣُﻮر،َﻓَﺈِنﱠ أَﺻْﺪَقَ اﳊَْﺪِﻳﺚِ ﻛِﺘَﺎبُ اﷲ ْ}رْضُ أُﻋِﺪﱠت.َِْﻣُوَﺤْﺳَﺎﺪَﺛرَِﺎﺗُﻋﻬَﺎُﻮا وَإِﻟﻛَُﻰﻞﱠ ﻣُ َﻐﺤْﻔِﺪَﺮﺛَةﺔٍ ﺑِﻣِﺪْﻦْﻋَﺔٌرَﺑﱢوَﻛُﻜُﻞﱠﻢْﺑِ وَﺪْﻋَﺟَﺔٍﻨﱠﺔٍﺿَﻋﻼَﻟَﺮْﺔٌﺿُوَﻬﻛَُﺎﻞﱠاﻟﺿَﺴﱠﻼَﻟَﻤﺔٍَﺎوﻓَاِﻲتُاﻟﻨﱠﺎوَارﻷ (Ali&Imran&133)! !َﻟِﻠْﻤُﺘﱠﻘِﲔ ُاﻟﱠﺬِﻳﻦَ ﻳُﻨْﻔِﻘُﻮنَ ﻓِﻲ اﻟﺴﱠﺮﱠاءِ وَاﻟﻀﱠﺮﱠاءِ وَاﻟْﻜَﺎﻇِﻤِﲔَ اﻟْﻐَﻴْﻆَ وَاﻟْﻌَﺎﻓِﲔَ ﻋَﻦِ اﻟﻨﱠﺎسِ وَاﻟﻠﱠﻪ ! َﻳُﺤِﺐﱡ اﶈُْﺴِﻨِﲔ (Ali&Imran&134)! Ma’asyiral muslimin wal muslimat rahima kumullah..
Marilah kita pada pagi hari yang istimewa ini, dengan segala ketidakberdayaan kita sebagai seorang hamba, dengan kekelaman lumuran kesalahan dan dosa yang menyelimuti perjalanan hidup kita, kita panjatkan puji dan syukur kehadiratNya, dzat yang maha pengasih dan penyayang, dzat yang maha kaya dan maha perkasa, penguasa alam semesta baik yang berwujud maupun yang gaib, karena hanya Dia lah dzat yang berhak menerima pujian. Kita bersyukur kepadaNya atas segala kasih sayang yang selalu dilimpahkanNya kepada kita walau sebesar apapun dosa dan kemungkaran yang kita alamatkan kepadaNya. Seiring dengan itu, janganlah kita lalai dan lupa untuk menyampaikan salam dan salawat kepada junjungan alam, nabiyullah Muhammad saw, dengan penuh harapan semoga kita semua nanti termasuk umatnya yang memperoleh safaat dari beliau di yaumil mahsyar, di kala tidak ada pertolongan selain pertolongan Allah dan safaat dari Rasulullah Muhammad saw….allahumma solli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad… Allahu akbar3x, laila haillallahu allahu akbar, allahu akbar walillahilhamd.. Ma’asyiral muslimin wal muslimat rahima kumullah..
1
Hari ini adalah hari yang sangat istimewa, karena pada hari ini sejak fajar menyingsing di ufuk timur gemuruh suara takbir, tahlil dan tahmid telah memenuhi dan menggetarkan seluruh ruang atmosfir di kedua belahan bumi ini. Suara yang mengagungkan asma Allah tersebut, berkumandang dari ratusan juta mulut kaum muslimin dan muslimat yang menyongsong datangnya fajar 1 Syawal 1433H. Mereka berjalan berkelompok dengan wajah berseri-‐seri dan dibalut oleh wangi-‐wangian menuju lapangan-‐lapangan terbuka untuk menunaikan sholat Iedul Fitri. Semuanya bergembira dan bersuka cita, tidak ada yang bersedih karena sesungguhnya iedul fitri bukanlah bagi mereka yang baru bajunya, tetapi iedul fitri yang hakiki adalah bagi mereka yang meningkat ketaatannya. Sementara itu, dari ‘arasNya, Allah menatap mereka dengan tatapan penuh kasih sayang sembari memerintahkan malaikatNya untuk turun ke langit dunia untuk menyaksikan dan membawa berita gembira kepada umat Muhammad yang telah menyelesaikan kewajiban yang diperintahkan kepada mereka, yakni menunaikan ibadah shaum Ramadhan. Hari ini kesedihan dan kegembiraan bercampur aduk, membentuk adonan emosi yang berbeda antara satu orang dengan orang lainnya. Kesedihan terasa menyeruak ke permukaan dan meninggalkan aroma isak tertahan karena menyesali perpisahan dengan bulan Ramadhan. Berakhir sudah kesempatan tahun ini untuk menghimpun bekal amal ibadah yang lebih banyak karena Ramadhan 1433H telah pergi dan tidak akan pernah kembali lagi, entah kita akan dapat berjumpa lagi dengan Ramadhan di tahun depan entah tidak, sebuah ketidakpastian penuh misteri yang hanya menjadi rahasia Allah. Namun berdampingan dengan kesedihan tersebut, terbersit sebaris spektrum cahaya kegembiraan yang disandarkan pada harapan seorang hamba akan pengampunan dari Dia sang Khalik yang maha pengasih dan pengampun. Allah berseru.. "Hamba-‐hamba-‐Ku, kalian telah berpuasa untuk-‐Ku, beribadah malam hari kepada-‐Ku, maka sekarang, kembalilah kalian dalam keadaan terampuni". Harapan akan ampunan tersebut demikian dalam, terucap lirih berbentuk sebait do’a penuh harap yang menembus berbagai dimensi dunia menuju keharibaanNya, karena Rasulullah saw pernah bersabda….sungguh malang seseorang yang bertemu dengan bulan Ramadhan, tetapi dia tidak mendapatkan ampunan dari Allah swt…Kedua rasa tersebut berbaur dan berkelindan dengan campuran yang beragam dalam diri dan sanubari kita semua. Ma’asyiral muslimin wal muslimat rahima kumullah.. Sebulan penuh kita sudah melaksanakan ibadah shaum, menahan makan dan minum serta segala sesuatu yang membatalkannya, mulai dari bisa dibedakannya benang hitam dan putih di waktu dinihari hingga terbitnya spektrum merah sinar matahari di ufuk barat. Sungguh semua itu kita lakukan dengan penuh kesadaran dan kesabaran berdasarkan pada keimanan yang tak tergoyahkan, yang terpateri dalam keyakinan kita. Lalu untuk apa sebenarnya semua itu kita lakukan…apakah hanya karena sebuah warisan kebiasaan, ataukah hanya sebuah proses adaptasi sosial di tengah masyarakat ataukah itu bagian dari tujuan hidup kita yang mengejewantah dalam perintah agama yang kita yakini. Kalau kita meyakini bahwa semua ibadah yang kita jalankan adalah perwujudan ketaatan kita terhadap perintah agama, maka kita perlu memahami filosofi agama itu sendiri agar kita tidak melihat agama secara parsial, melainkan secara komprehensif dan holistik.
2
Rasulullah saw pernah ditanya oleh seorang badui…apakah yang disebut agama itu ya Rasul? Nabi saw menjawab…agama itu adalah akhlak yang mulia. Orang itu bertanya kembali…agama itu apa ya Rasul…Nabi saw menjawab dengan sabar..agama itu adalah kebaikan akhlak yang mulia..Lalu kemudian orang itu bertanya lagi…apakah akhlak yang mulia itu ya Rasul..? Nabi saw menjawab..dia bisa menyambungkan orang yang memutuskanmu, memberi kepada orang yang memutusmu atau menghalangimu dan memaafkan orang yang menganiayamu.. kemudian beliau melanjutkan..sesuatu yang paling berat dalam timbangan amal kelak di hari kiamat ialah taqwa kepada Allah dan akhlak yang mulia.. Percakapan dalam kisah tersebut menyiratkan makna yang dalam yang harus kita tangkap dan kita pahami secara benar, agar kita dapat menjalani kehidupan ini sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw. Agama, kata Rasulullah saw adalah akhlak yang mulia dan itu berarti sesungguhnya kita telah menolak agama secara implisit kalau dalam kehidupan kita, kita tidak bersikap dan berperilaku dengan akhlak yang baik. Ucapan Rasulullah saw yang menyatakan bahwa sesuatu yang paling berat dalam timbangan amal kelak di hari kiamat ialah taqwa kepada Allah dan akhlak yang mulia..telah secara eksplisit menunjukkan kepada kita korelasi linier yang tegas antara taqwa dan akhlak yang mulia. Ketaqwaan hanya bisa dicapai melalui akhlak yang baik, dan keduanya akan bermuara pada ampunan Allah yang maha luas, seperti firmanNya dalam surat Ali-‐Imran ayat 133 dan 134 yang artinya: Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada syurga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-‐orang yang bertakwa (Ali-‐Imran 133) (Yaitu) orang-‐orang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-‐orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) oran lain, Allah menyukai orang-‐orang yang berbuat kebajikan (Ali-‐Imran 134). Kedua ayat tersebut dengan lugas menyatakan, bahwa ampunan Allah hanya akan dapat kita capai dengan bertaqwa kepadaNya, tetapi ketaqwaan itu tidak akan pernah dapat kita raih tanpa akhlak yang baik, tanpa membangun hablum minannas yang ikhlas dan tanpa memupuk kesolehan sosial terhadap sesama. Orang-‐orang yang menafkahkan hartanya bukan hanya berarti memberi sesuatu yang berbentuk materi, tetapi juga perhatian, kepedulian dan solidaritas kemanusiaan dalam setiap aspek kehidupan, baik dalam bertetangga, di kantor maupun di jalan atau di tempat-‐tempat umum, adanya kebahagiaan dalam berbagi, kemampuan memaafkan serta juga kegembiraan dalam memberi. Perlu kita renungkan..sudahkah kita berupaya untuk selalu berbicara santun kepada sesama; sudahkah kita bersikap baik dan menghargai tetangga kita, sudahkah kita menghilangkan sifat buruk sangka, iri serta dengki kepada orang lain; sudah mampukah kita memaafkan orang yang menganiaya atau mendzolimi kita; sudahkah kita selalu tergerak untuk membantu saudara kita yang membutuhkan, ataukah sebaliknya yang selama ini kita praktekkan. Semua inilah yang seharusnya kita latih dan kita kembangkan dalam berbagai ibadah di bulan suci Ramadhan sehingga dengan semua latihan itu, pada hari ini, di saat fajar satu Syawal menyingsing di ufuk timur, latihan Ramadhan tersebut telah melahirkan sebuah pribadi yang berbeda pada diri kita, pribadi yang sudah hijrah dari akhlak jahiliyah menuju akhlak karimah, yang mengantarkan kita pada derajat taqwa, derajat yang diberikan Allah pada orang-‐orang yang
3
menjalankan shaum. Hanya ketaqwaan dan akhlak yang mulia lah yang akan dapat mengantarkan kita kepada ampunan Allah dan surgaNya. Rasulullah saw pernah ditanya oleh seseorang tentang hal ini…orang itu berkata..ya Rasulullah..ada seseorang yang rajin beribadah kepada Allah, dia berpuasa di siang hari dan beribadah di malam hari, tetapi dia selalu menyakiti tetangganya dengan mulutnya. Lalu Rasulullah saw bersabda…baginya tidak ada kebaikan dan ia termasuk penghuni neraka… Begitu pentingnya peranan akhlak dalam menentukan dimana tempat kita nanti setelah hari perhitungan, sehingga semua amal ibadah kita yang vertikal kepada Allah dapat menjadi sia-‐sia. Itulah sebabnya Rasulullah mencontohkan bagaimana mulianya akhlak beliau sepanjang hidupnya dan sesungguhnya Rasullullah saw di utus ke dunia ini untuk menyempurnakan akhlak manusia. Sebuah riwayat mengilustrasikan kemuliaan akhlak beliau walau kepada seorang yang non-‐muslim sekalipun. Suatu ketika, saat Rasulullah saw sedang duduk pada sebuah majelis bersama para sahabat, datanglah menghampiri seorang wanita yahudi yang kemudian memberikan sebuah jeruk kepada Rasulullah saw. Dengan tersenyum beliau menerima jeruk tersebut sembari mengucapkan terima kasih. Karena sepertinya wanita itu menunggu Rasul untuk memakannya, maka kemudian Rasulullah saw mengupas jeruk tersebut lalu memakannya seulas. Setelah habis, masih dengan tersenyum, Rasul mengambil seulas lagi dan memakannya. Demikianlah dilakukan beliau sampai jeruk tersebut habis dimakan oleh beliau. Para sahabat menjadi heran, karena tidak biasanya Rasul memakan makanan sendirian tanpa berbagi dengan para sahabat. Setelah wanita yahudi tersebut pergi, para sahabat bertanya kenapa beliau bersikap demikian. Dengan tersenyum beliau menjawab….sungguh jeruk tersebut sejak ulas yang pertama sudah terasa sangat asam, dan saya khawatir tidak semua kalian bisa memakannya tanpa mengatakan rasanya yang sangat asam dan hal tersebut pasti akan menyinggung perasaan wanita tadi. Itulah sebabnya saya memakan semuanya sendiri. Demikian mulia akhlak yang dicontohkan oleh Rasulullah saw dalam setiap interaksi beliau dengan sesama, senyum yang selalu menghiasi bibir beliau senantiasa mendatangkan keteduhan dan kenyamanan di hati siapapun yang bergaul dengan beliau. Itulah sebabnya Ali bin Abu Thalib ketika ia ditanya oleh seseorang tentang akhlak dan keteladanan Rasulullah saw, beliau menjawab….tidak mudah memulai untuk menjelaskan akhlak Rasulullah seperti tidak mudahnya kita mencoba memulai untuk menjelaskan bagaimana indahnya langit dan bumi ciptaan Allah ini… seandainya lautan dijadikan tinta dan seluruh malaikat diperintahkan untuk menuliskan akhlak Rasulullah saw, maka niscaya akhlak Rasul itu tidak akan pernah selesai untuk dituliskan dan dijelaskan… Sayangnya, kita seringkali hanyut dalam perburuan akan tujuan dunia dan di tengah sorak sorai kegembiraan setan yang berhasil memperdaya kita, kita berubah menjadi makhluk egois yang berhati dingin, berkiblat pada gemerlapnya dunia dan kadang merasa nyaman tanpa rasa malu. Kita abaikan dan tinggalkan contoh akhlak yang mulia dari Rasulullah. Sungguh semua itu hanya akan membuat diri kita akan berakhir dalam golongan orang-‐orang yang celaka. Terlalu murah kita menggadaikan akhirat kita hanya untuk sebuah kenikmatan dunia sesaat yang menipu. Oleh karena itu, di tengah gema takbir, tahlil dan tahmid yang mengagungkan asma Allah di hari yang fitri ini, marilah kita bertekad dan berniat untuk
4
menghiasi pribadi kita dengan akhlak yang mulia dalam setiap denyut nadi perjalanan kehidupan kita yang masih tersisa ini. Marilah kita berperilaku seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah saw dan yakinlah wahai saudara-‐ saudaraku bahwa akhlak yang mulia yang akan menyelamatkan kita dari dunia sampai ke akhirat kelak. Allahu akbar3x, laila haillallahu allahu akbar, allahu akbar walillahilhamd Ma’asyiral muslimin wal muslimat rahima kumullah.. Kehidupan dunia adalah kefanaan yang menipu dan tidak lain hanya sebentar saja, tetapi betapa banyaknya manusia yang tergelincir oleh godaan setan sehingga menjadikan dunia sebagai tujuan dan melupakan akhirat yang merupakan tempat kita kembali. Tidak bisa dipungkiri bahwa hampir semua orang dalam kehidupan dunia ini mencari kebaikan (al-‐khair) dan kebahagiaan (as-‐sa’adah). Namun bagaimana kebaikan dan kebahagiaan itu ditafsirkan, itulah yang membuat perbedaan dalam mencapainya. Banyak diantara kita yang melihat kebaikan dan kebahagiaan itu diukur dari harta dan pangkat atau jabatan yang dimiliki, sehingga memiliki harta yang banyak atau pangkat dan jabatan yang tinggi seolah-‐olah dijadikan tujuan yang harus dicapai dalam hidup ini. Akibatnya, kemiskinan atau ketiadaan harta atau pangkat, dinilai sebagai sebuah kegagalan dalam kehidupan ini bahkan dianggap sebagai sebuah kehinaan yang tidak tertanggungkan. Akhirnya manusia berlomba-‐lomba mengumpulkan harta dan pangkat dengan menghalalkan segala cara. Aturan agama akhirnya hanya menjadi barisan kata-‐kata usang tanpa makna yang menghiasi kitab suci, sementara itu hubungan antar manusia menjadi perdagangan untung rugi dan tidak lagi berdiri di atas landasan kasih sayang dan rasa peduli. Kemampuan untuk bersyukur kita menggelinding dengan cepat menuju titik nadir, sementara itu tuntutan akan kebutuhan materi melompat mencapai titik kulminasi dengan beban mental emosional yang melemparkan kita ke padang keputusasaan yang gersang tak bertepi. Pada ujungnya, kita menjelma menjadi makhluk yang tidak pandai bersyukur, kita selalu memikirkan apa yang kita tidak punya, kita selalu iri pada keberuntungan orang lain dan hal itu hanya akan mengantarkan kita pada kondisi yang semakin jauh dari Allah dan dari agama karena agama itu adalah akhlak yang mulia. Allah berfirman dalam Surat Ibrahim (Surat ke 14) ayat 7 yang berbunyi:
!!)) ٌوَإِذْ ﺗَﺄَذﱠنَ رَﺑﱡﻜُﻢْ ﻟَﺌِﻦْ ﺷَﻜَﺮْﰎُْ ﻷزِﻳﺪَﻧﱠﻜُﻢْ وَﻟَﺌِﻦْ ﻛَﻔَﺮْﰎُْ إِنﱠ ﻋَﺬَاﺑِﻲ ﻟَﺸَﺪِﻳﺪ
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. Sungguh Allah telah memberikan pilihan kepada kita dan Allah telah berkali-‐kali memperingatkan kita bahwa tiadalah kita mendzolimi Allah dengan kemungkaran dan maksiat yang kita lakukan, melainkan kita menzalimi diri kita sendiri dengan membiarkan diri kita masuk ke dalam azabNya yang pedih. Mungkin kita perlu bertanya dan mencermati dengan baik, apakah nikmat Allah tersebut… apakah nikmat Allah itu adalah kesenangan, sedangkan kesusahan
5
atau musibah adalah azab… atau sebenarnya nikmat Allah itu adalah realita berwajah dua seperti dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Ketika kita memaknai nikmat Allah itu dapat datang dalam bentuk kesenangan dan kesusahan, maka kita harus mampu melihat kesusahan tersebut sebagai sebuah nikmat yang harus kita sukuri, dan itu hanya bisa kita lakukan bila kita ber prasangka baik kepada Allah. Sungguh Allah maha pengasih dan maha penyayang kepada hambaNya, sehingga apapun yang dikaruniakanNya kepada setiap hamba pastilah memberi kebaikan kepada hamba tersebut, namun banyak diantara kita yang tidak menyadarinya. Akan tetapi, mungkin timbul pertanyaan di hati kita, lalu bagaimana caranya kita bisa mensyukuri sebuah kesusahan atau musibah yang datang menimpa kita yang jelas-‐jelas hal itu terlihat tidak membawa kebaikan kepada diri kita. Bukankah kesusahan itu seringkali membuat orang berputus asa dan membelakangi Allah..? Kuncinya terletak pada hati kita, karena hanya hati yang ikhlas yang dapat melihat kesusahan atau musibah sebagai sebuah nikmat. Sebuah riwayat menceritakan ada seorang pemuda yang merasa hidupnya sudah gagal, dia merasa tidak punya alasan lagi untuk melanjutkan hidupnya, semua terlihat gelap tanpa harapan secercahpun. Di ujung keputusasaannya itu, dengan setengah hati dia mendatangi seorang ahli hikmah untuk meminta nasehat. Setelah sang pemuda menceritakan seluruh keputusasaannya, ahli hikmah tersebut dengan tersenyum menyuruh si pemuda untuk membawa segelas air ke hadapannya. Kemudian, sang ahli hikmah tersebut memasukkan dua sendok besar garam ke dalam gelas tersebut dan mengaduknya, lalu dia berkata…wahai anak muda minumlah air ini dan katakan padaku bagaimana rasanya…Anak muda tersebut mencicipi air tersebut lalu memuntahkannya ke tanah seraya berkata…pahit..pahit sekali rasanya. Dengan masih tersenyum, sang ahli hikmah tersebut mengajak anak muda itu menuju ke belakang rumahnya dimana terdapat sebuah telaga yang jernih airnya. Lalu dia kemudian menuangkan lagi dua sendok besar garam ke dalam telaga itu lalu mengaduk air telaga tersebut. Setelah itu, ia berkata…wahai anak muda..sekarang ambillah segelas air telaga itu lalu minumlah dan katakan kepadaku bagaimana rasanya. Anak muda itu kemudian mencicipi air telaga tersebut dan berkata…air ini sangat segar dan menyegarkan…Sambil tersenyum ahli hikmah tersebut berkata….begitulah hakekat kehidupan ini anak muda..dua sendok besar garam yang aku masukkan ke dalam gelas dan telaga tadi ibarat kesulitan dan problema kehidupan yang pasti akan datang menghampiri siapapun. Sekarang tinggal bagaimana kita menyiapkan wadahnya, kalau kamu terima dalam wadah yang kecil seperti gelas tadi, maka problema kehidupan itu akan terasa begitu pahit tidak tertahankan, tetapi bila wadah yang kamu siapkan seluas telaga ini, maka semua persoalan itu terasa ringan dan menyadarkan. Wadah itu adalah hatimu anak muda….selama hatimu ikhlas dan bersandar pada prasangka baik kepada Allah, maka musibah yang datang akan dapat engkau syukuri sebagai sebuah nikmat yang dibaliknya akan mendatangkan balasan kebaikan yang berlipat ganda di sisi Allah. Bercermin pada kisah tersebut, maka marilah kita bersihkan hati kita, kita luaskan rasa syukur kita agar hati kita dapat menjadi telaga yang jernih dalam menerima segala nikmat berupa kesusahan atau musibah dari Allah swt, karena kita yakin di balik itu tersimpan balasan yang nyata di sisiNya. Allahu akbar3x, laila haillallahu allahu akbar, allahu akbar walillahilhamd
6
Ma’asyiral muslimin wal muslimat rahima kumullah.. Di ujung khotbah ini marilah kita menundukkan kepala kita, bermunajat memohon kepadaNya, semoga Dia berkenan mengabulkan doa dan permohonan kita. Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillahi rabbil ‘alamin Hamdan syakirin, hamdan na’imin Hamdan yuwafi ni’amahu, wa yukafi majidah Ya rabbana lakal hamdu kama yan baghi lil jala likal karim Wa ‘adzimi sulthonik Asyhadu Allah ila hailallah, wa asyhadu anna Muhammadan abduhu wa rasuluh Allahumma solli wa sallim wa barik’ala syaidina Muhammad, wa ‘ala alihi wa sohbihi ajmain. “Ya Allah, Zat yang Maha Pengasih dan Maha Penolong, Kasihilah kami dan tolonglah kami sebagaimana Engkau telah mengasihi dan menolong orang-‐orang yang sebelum kami. Elokkanlah urusan dunia kami yang merupakan tempat kami mencari kehidupan. Dan elokkan jualah urusan akhirat kami yang merupakan tempat kami kembali kelak. Jadikanlah kehidupan kami ini sebagai tambahan segala kebaikan bagi kami dan jadikanlah pulalah kematian kami kelak sebagai keselamatan bagi kami dari segala kejahatan.” “Ya Allah, Yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Pencipta langit dan bumi, Rabb segala sesuatu dan yang merajainya. Kami bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau. Sungguh kami berlindung kepada-‐ Mu dari kejahatan diri kami, dan dari kejahatan setan serta bala tentaranya. “Ya Allah yang Maha Kaya, cukupilah kami dengan rizki-‐Mu yang halal supaya kami terhindar dari yang haram, perkayalah kami dengan karunia-‐Mu supaya kami tidak meminta kepada selain Engkau.” "Ya Allah, sesungguhnya segala pujian adalah milikMu. Tidak ada yang dapat menggenggam apa yang Engkau hamparkan dan sebaliknya tidak ada yang dapat menghamparkan apa yang Engkau genggamkan. Tidak ada yg dapat memberi petunjuk kepada orang yang Engkau sesatkan dan tidak ada yang dapat menyesatkan orang yg Engkau beri hidayah. Tidak ada yg dapat memberi barang yang Engkau halangi dan tidak ada yg dapat menahan barang yg Engkau beri. Tidak ada yg dapat mendekatkan apa yg Engkau jauhkan dan tidak ada yg dapat menjauhkan apa yg Engkau dekatkan. Oleh karena itu, Ya Allah, curahkanlah kepada kami keberkahan-‐keberkahan Mu, kasih sayang, anugerah dan rezekiMu. Sesungguhnya kami bermohon kepadaMu nikmat yg kekal abadi, yg tidak berubah dan tidak akan pernah hilang. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon pertolongan kepadaMu pada hari kesusahan dan keamanan pada hari ketakutan. Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung dengan Mu dari keburukan yang Engkau takdirkan kepada kami serta keburukan yg Engkau tahan daripada kami. Hiasilah hati-‐hati kami Ya Allah, dengan ketulusan persaudaraan yang sejuk dan menyejukkan, jauh dari rasa
7
hasad, iri dan dengki, karena sesungguhnya apapun yang kami alami saat ini tidak terlepas dari kehendak dan keputusanMu. Ya Allah yang maha pemurah, kami berlindung kepada-‐Mu dari hati yang tidak khusyuk, dari doa yang tidak didengar, dari jiwa yang tidak pernah puas, dan dari ilmu yang tidak bermanfaat.” “Duhai Tuhan Pemilik segala Sifat yang Maha Sempurna, anugerahkanlah kepada kami lidah yang jujur, yang tiada berkata kecuali kebenaran; anugerahkan kepada kami hati yang ikhlas yang mampu menikmati kedermawanan-‐Mu dalam setiap kejadian, hati yang tiada berdetak kecuali dengan pujian kepada-‐Mu. Dan jadikanlah semua persoalan hidup kami menuju kepada kebaikan.” Ya Rabb, yang maha mendengar, baik yang terucap maupun yang tersembunyi. Sekarang kami telah ditinggalkan oleh bulan Ramadhan, bulanMu ya Allah, dimana hari-‐harinya, jam-‐jam dan menit-‐menitnya adalah saat-‐saat yang paling utama. Engkau jadikan tarikan-‐tarikan nafas kami dalam bulan ini sebagai tasbih, tidur kami sebagai ibadah, semua amalan kami Engkau terima dan semua doa kami Engkau ijabah. Oleh karena itu ya Allah, sampaikan umur kami hingga ke Ramadhan berikutnya ya Allah dan keluarkan kami dari bulan ini sebagai golongan orang-‐orang yang engkau ampuni semua dosa dan kesalahannya. Ya Rabb yang Maha rahman dan rahim, kabulkanlah doa dan permohonan kami ini.. Rabbana hablana min azwajina, wa zurriyyatina qurrata ‘ayun Wa ja’alna lil muttaqina imama Rabbana la tuziq qulu bana, ba’daiz hadaitana, wahablana milladung ka rahmahtan, innaka antal wahhab.. Rabbana dzalamna, anfusana, waillam taghfirlana, watarhamna La naku nanna minal chasirin Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah, waqina ‘azabannar Rabbana taqabbalminna innaka antas sami’ul ‘alim Wa tub ‘alaina innaka antat tauburrahim Wa sallallahu saidina Muhammadin, wa ‘ala alihi wa sahbihi Rasulillahi ajmain Subhana rabbika rabbil ‘izzati ‘amma yasifun, wa salamun ‘ala mursalin Walhamdulillahirrabbil ‘alamin. Assalamu’alaikum wr.wb. Pasir Jati, 18 Agustus 2012 Iskandar Zulkarnain
8