ل ق د أ ر س ل ن ار س ل ن ا ب ال ب ي ن ات و أ ن ز ل ن ا م ع ه م ال ك ت اب و ال م يز ا ن

ETIKA DALAM LINTASAN SEJARAH

1. Rehabilitasi Akhlak Oleh Para Rasul Sebagaimana halnya para Rasul Allah membawa prinsip aqidah yang sama yakni tauhid, demikianlah juga mereka mengikuti tugas yang sama yakni merehabilitasi akhlak yang rusak dengan mengantarkan ummat kepada akhlaqul karimah yang diajarkan oleh Allah SWT. Sekalipun mereka di utus pada zaman yang berlainan dan kondisi umat yang berbeda-beda, namun tugas mereka sama, yaitu: berusaha mengantarkan umat kepada jalan Allah, menyembah tiada lain kecuali Allah, dan mengerjakan perbuatan yang baik dan menjauhi perbuatan yang munkar, berdiri tegak pada kebenaran dan keadilan. QS. Al-Hadid (57): 25.

‫َﺎب وَاﻟْﻤِﻴﺰَا َن ﻟِﻴَـﻘُﻮَم‬ َ ‫َﺎت َوأَﻧْـ َﺰﻟْﻨَﺎ َﻣ َﻌ ُﻬ ُﻢ اﻟْ ِﻜﺘ‬ ِ ‫ﻟَ َﻘ ْﺪ أَ ْر َﺳ ْﻠﻨَﺎ ُر ُﺳﻠَﻨَﺎ ﺑِﺎﻟْﺒَـﻴﱢـﻨ‬ ‫ﱠﺎس َوﻟِﻴَـ ْﻌﻠَ َﻢ‬ ِ ‫س َﺷﺪِﻳ ٌﺪ َوَﻣﻨَﺎﻓِ ُﻊ ﻟِﻠﻨ‬ ٌ ْ‫ْﻂ َوأَﻧْـ َﺰﻟْﻨَﺎ اﻟْ َﺤﺪِﻳ َﺪ ﻓِﻴ ِﻪ ﺑَﺄ‬ ِ ‫س ﺑِﺎﻟْ ِﻘﺴ‬ ُ ‫اﻟﻨﱠﺎ‬

‫ي َﻋﺰِﻳ ٌﺰ‬ ‫ْﺐ إِ ﱠن اﻟﻠﱠﻪَ ﻗَ ِﻮ ﱞ‬ ِ ‫ﺼ ُﺮﻩُ َوُر ُﺳﻠَﻪُ ﺑِﺎﻟْﻐَﻴ‬ ُ ‫اﻟﻠﱠﻪُ َﻣ ْﻦ ﻳَـ ْﻨ‬

Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama) Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. Cukup banyak jumlah Rasul yang telah di utus oleh Allah SWT untuk merehabilitasi umatnya dibidang akhlak, 25 diantaranya yang di catat dalam Al Qur’an, mulai dari Nabiyullah Adam as dan ditutup dengan Rasulullah Muhammad SAW. 2. Akhlak Dalam Ajaran Hindu Ajaran Hindu berdasarkan kepada kitab Veda (1500 SM) disamping mengandung dasar-dasar ke-Tuhanan, juga mengajarkan prinsip-prinsip etika yang wajib dioegang teguh oleh pengikut-pengikutnya. Etika mereka sandarkan kepada ajaran ketuhanan yang mereka anut yang termaktub dalam kitab Veda tersebut. Prinsip tersebut ialah sifat patuh dan disiplin dalam melaksanakan upacara-upacara ajarannya sebagaimana mestinya. Manakala seseorang dapat melaksanakan kewajiban tersebut dengan sempurna, dapatlah dipandang sebagai orang yang mencapai derajat kemuliaan yang sesungguhnya. Sebaliknya barang siapa melalaikan hal tersebut, kurang hati-hati atau salah dalam mengerjakan upacara keagamaan, maka hal itu berarti dosa dan sumber terbitnya kejelekan.

Tanda-tanda lahir yang dipandang baik dalam akhlak menurut Hindu adalah : kemerdekaan, kesehatan, kekayaan, kebahagiaan, yang semuanya itu dapat dicapai manakala seseorang patuh melaksanakan upacara keagamaan dengan baik dan sempurna. Sedangkan alamat-alamat kejahatan ialah : perhambaan, sakit, fakir, dan celaka, yaitu timbul akibat tidak melaksanakan sekalipun upacara agama dengan hati yang penuh kesungguhan. Dengan demikian, jelaslah bahwa prinsip etika Hindu ialah bahwa peraturan ajarannya dipandang sebagai sumber segala kemuliaan akhlak manusia. 3. Akhlak Dalam Ajaran Budha Pengajaran Budha dikenal tokohnya dengan nama Budha Gautama yang dilahirkan lebih kurang 25 abad yang lalu hingga kini masih banyak pengikutpengikutnya terutama di Tiongkok, Burma, Jepang, dan juga di Indonesia. Pokok-pokok pengajarannya, yaitu: a. Sengsara, sakit sebagai keadaan yang lazim dalam alam ini b. Kembali ke dalam dunia (reinkarnasi) disebabkan kotornya roh dengan nafsu syahwat terdahulu c. Untuk menyelamatkan diri dalam usaha mencapai nirwana, maka hendaklah melepaskan diri dari segala pengaruh syahwat d. Wajib menjauhkan sekalian rintangan yang menghalangi seseorang dalam melepaskan nafsu syahwatnya, yakni memadamkan sekalian keinginan dan kesukaan. Untuk mencapai cita-cita tersebut diadakanlah satu pola akhlak yang meliputi 8 perkara, yaitu : melazimi kebaikan, bersifat kasih saying, suka menolong, mencintai orang lain, suka memaafkan orang lain, ringan tangan dalam kebaikan, mencabut diri sendiri dari sekalian kepentingan yang penting-penting, mogok dari jahat kalau perlu dikorbankan untuk menolong orang lain. Budha Gautama berusaha mengembangkan ajaran tersebut melalui kegiatankegiatan misinya dimana-mana dan disampaikan kepada siapa saja yang ditemuinya, rakyat maupun pembesar. Dengan ketekunannya itu maka Budha Gautama berhasil mengembangkan ajarannya di mana-mana. 4. Akhlak Bangsa Ibrani Bangsa Ibrani yang popular pula dengan nama Bani Israil, mengaku berdasarkan akhlak mereka kepada ajaran Yahudi yang disandarkan kepada ajaran Nabi Musa yang tersebut dalam Kitab Taurad. Dalam pertumbuhan bangsa ini, telah mengalami keadaan yang bersilih berganti, pernah mencatat zaman keemasan yang cemerlang, terutama karena banyak Nabi-nabi dilahirkan dari bangsa Bani Israil, sehingga menjadi bangsa yang pernah mendapat nikmat yang melebihi bangsa-bangsa lain, sebagaimana diterangkan dalam QS. Al-Baqarah (2): 122.

‫ﻀ ْﻠﺘُ ُﻜ ْﻢ َﻋﻠَﻰ‬ ‫ْﺖ َﻋﻠَﻴْ ُﻜ ْﻢ َوأَﻧﱢﻲ ﻓَ ﱠ‬ ُ ‫ﻳَﺎ ﺑَﻨِﻲ إِ ْﺳﺮَاﺋِﻴ َﻞ اذْ ُﻛﺮُوا ﻧِ ْﻌ َﻤﺘِ َﻲ اﻟﱠﺘِﻲ أَﻧْـ َﻌﻤ‬ ‫اﻟْﻌَﺎﻟَﻤِﻴ َﻦ‬ Hai Bani Israel, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Ku-anugerahkan kepadamu dan Aku telah melebihkan kamu atas segala umat. Namun demikian, akibat kemunkaran yang dilakukan oleh segolongan dari padanya maka kemudian menjadilah mereka terkutuk, porak-poranda dan mengalami kehancuran. QS. Al-Maidah (5): 78-79,

‫ﻟُ ِﻌ َﻦ اﻟﱠﺬِﻳ َﻦ َﻛ َﻔﺮُوا ِﻣ ْﻦ ﺑَﻨِﻲ إِ ْﺳﺮَاﺋِﻴ َﻞ َﻋﻠَﻰ ﻟِﺴَﺎ ِن دَا ُو َد َوﻋِﻴﺴَﻰ اﺑْ ِﻦ ﻣ َْﺮﻳَ َﻢ‬ ‫ِﻚ ﺑِﻤَﺎ َﻋﺼَﻮْا َوﻛَﺎﻧُﻮا ﻳَـ ْﻌﺘَﺪُو َن‬ َ ‫ذَﻟ‬ Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israel dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.

‫ْﺲ ﻣَﺎ ﻛَﺎﻧُﻮا ﻳَـ ْﻔ َﻌﻠُﻮ َن‬ َ ‫ﻛَﺎﻧُﻮا ﻻ ﻳَـﺘَـﻨَﺎﻫ َْﻮ َن َﻋ ْﻦ ُﻣ ْﻨ َﻜ ٍﺮ ﻓَـ َﻌﻠُﻮﻩُ ﻟَﺒِﺌ‬ Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. QS. Al-Isra’ (17): 4-5.

‫ْض َﻣ ﱠﺮﺗَـ ْﻴ ِﻦ‬ ِ ‫ْﺴ ُﺪ ﱠن ﻓِﻲ اﻷر‬ ِ ‫َﺎب ﻟَﺘُـﻔ‬ ِ ‫ﻀ ْﻴـﻨَﺎ إِﻟَﻰ ﺑَﻨِﻲ إﺳْﺮاﺋِﻴ َﻞ ﻓِﻲ اﻟْ ِﻜﺘ‬ َ َ‫َوﻗ‬ ‫َوﻟَﺘَـ ْﻌﻠُ ﱠﻦ‬ Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israel dalam kitab itu: "Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar."

‫ْس َﺷﺪِﻳ ٍﺪ‬ ٍ ‫ﻓَِﺈذَا ﺟَﺎءَ َو ْﻋ ُﺪ أُوﻻ ُﻫﻤَﺎ ﺑَـ َﻌﺜْـﻨَﺎ َﻋﻠَﻴْ ُﻜ ْﻢ ِﻋﺒَﺎدًا ﻟَﻨَﺎ أُوﻟِﻲ ﺑَﺄ‬ ‫ﻼل اﻟ ﱢﺪﻳَﺎ ِر َوﻛَﺎ َن َو ْﻋﺪًا َﻣ ْﻔﻌُﻮﻻ‬ َ ‫ﻓَﺠَﺎﺳُﻮا ِﺧ‬

Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampung-kampung, dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana. Bani Israil adalah bangsa yang telah memperoleh nikmat keutamaan dan keunggulan dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain. Dari lingkungan mereka banyak dibangkitkan Rasul dan Nabi, diberikan kitab dan hikmat, kekuasaan, rezeki, dan kecerdasan. Tetapi dari segolongan daripada bangsa ini tidak tahu menimbang rasa dan

pelupa budi serta tidak syukur atas nikmat Allah. Bahkan dengan kenikmatan itu mereka menjadi sombong dan angkuh, merubah kitab suci, dan berbuat kerusuhan di muka bumi. Mereka telah dibekali prinsip-prinsip akhlak yang bersumber dari ajaran Allah melalui Rasul-rasul dan mereka mengakui dirinya sebagai bangsa yang berakhlak yang berdasarkan ajaran Allah. Tetapi karena mereka keluar dari garis akhlaqul karimah, maka Allah menyiksa mereka dengan penderitaan-penderitaan yang luar biasa, lebih daripada yang dialami oleh bangsa-bangsa lain. Kira-kira tahun 586 SM, Yerusalem ibukota Bani Israil dihancurkan oleh Nebukadnezar dan orang-orang Yahudi ditahan. Tahun 539 SM kerajaan Babil dikalahkan oleh raja Persia, Cyrus dan orang-orang Yahudi terlepas dari penindasan. Pada tahun 520 SM dapatlah Bani Israil membangun kembali Yerusalem. Tetapi dalam tahun 70 SM Titus memasuki Yerusalem dan memusnahkan kembali Yerusalem, yang sudah dibangun oleh orang-orang Yahudi (Bani Israil). Demikianlah kehancuran Bani Israil yang berkali-kali dialaminya dan penderitaan orang-orang Yahudi yang dilakukan oleh Hitler dalam perang dunia II, adalah erat kaitannya dengan akhlak yang mereka perbuat. Dalam teori mereka mengaku menganut prinsip-prinsip akhlaqul karimah tetapi dalam prakteknya mereka lakukan akhlaqul mazmumah. 5. Akhlak Dalam Ajaran Kong Fu Tse (Konfucius) Sejak abad ke V Sebelum Masehi di Negeri Tiongkok berkemb ang suatu ajaran yang berakar pada Lao Tse yang kemudian dikembangkan oleh muridnya yang bernama Kong Fu Tse (Konfucius) (551-478 SM). Sebahagian orang memandang ajaran ini berdasarkan filsafat dan sebagian memandang bercorak agama. Menurut Konfucius kesempurnaan itu hanya dapat dicapai oleh dua golongan manusia, yaitu : a. Orang yang mendapat ilham dari langit semenjak lahirnya sampai wafatnya, yakni orang bijaksana b. Orang hakim (bijaksana) yang mencapai atau mempelajari hikmat dengan terus menerus belajar, berfikir dan memeriksa dengan tidak mengenal lebih sehingga mencapai kebenaran yang membawa kepada kesempurnaan .

Selanjutnya diajarkan bahwa tidak mungkin dapat membangun agama tanpa memperbaiki lahir manusia. Memperbaiki lahir manusia sangat susah. Ia mengukuhkan pendapat gurunya Lao Tse yang menerangkan “semakin banyak undang-undang negeri yang kerasm, semakin banyak perbuatan yang melanggar hukum dalam negeri “. Dari pandangan ini, Konfucius mengambil kesimpulan bahwa undang-undang Negara itu tidak dapat menyelamatkan Negara, juga tidak dapat mengurangi [erbuatan yang hina-dina. Sebab itu, menurut konsepsi Konfucius, tidak ada alternatif lain untuk membangun akhlak yang rusak itu selain dari 3 perkara, yaitu: 1. Pergi menyendiri beribadah kepada Tuhan seperti yang diperbuat oleh Lao Tse 2. Mengundang rakyat menghadiri pertemuan-pertemuan terbuka dan disana memberikan kursus-kursus akhlak 3. Membawa diri sendiri, baik pemerintah maupun cendikiawan para pembesar dan diplomat, melaksanakan akhlak yang setinggi-tingginya dalam kehidupan seharihari. Demikianlah Konfucius dengan segala kesanggupannya yang berusaha menarik perhatian umat ke jurusan undang-undang umum. 6. Filsafat Akhlak Pada Bangsa Yunani Selama lebih kurang seribu tahun ahli-ahli fikir Yunani dianggap telah pernah membangun “Kerajaan Filsafat” dengan lahirnya pelbagai ahli fikir dan timbulnya pelbagai macam aliran filsafat. Para penyelidik akhlak mengemukakan bahwa ahli-ahli fikir Yunanilah yang merintis etika yang semata-mata berdasarkan fikiran dan teori-teori pengetahuan, buka berdasarkan agama. Diantara sekian banyak ahli-ahli fikir Yunani yang menyingkapkan pengetahuan etika, disini dikemukakan beberapa diantaranya yang dipandang terkemuka, yaitu : a. Socrates (469-399 SM), terkenal dengan semboyan “Kenalilah diri engkau dengan diri engkau sendiri”. Dia dipandang sebagai perintis etika Yunani yang pertama. Usahanya membentuk pergaulan manusia dengan dasar ilmu pengetahuan. Tetapi suatu hal yang tidak jelas dalam etika Socrates, apa tujuan terakhir dari akhlak itu serta ukuran apa yang dipergunakan untuk menentukan baik buruknya suatu akhlak. b. Antistenes (414-370 SM), mempelopori faham “Cynics”. Ajaran etikanya yang utama ialah sebaik-baik manusia ialah yang berperangai akhlak ke-Tuhanan, mengurangi kebutuhannya sedapat mungkin, rela menerima apa adanya walaupun sedikit mungkin, menanggung penderitaan, mengingkari kelezatan, tidak takut kepada kemiskinan dan cercaan manusia asal tetap berpegang kepada keutamaan.

c. Plato (427-347 SM), murid Socrates. Bukunya yang terkenal “Republic”. Ia membangun etika melalui akademi yang ia dirikan. Pandangannya dalam etika berdasar “teori contoh”bahwa ia dibalik alam ini ada alam rohani sebagai alam yang sesungguhnya. Sistem pengajarannya kebanyakan dalam bentuk dialog antara dia dengan muridnya. d. Aristoteles (394-322 SM), murid Plato. Ia memberika kuliah sambil berjalan di tempat yang teduh. Dia memberikan penegasan bahwa tujuan etika ialah “bahagia”. Dan untuk mencapai kebahagiaan itu haruslah mempergunakan kekuatan akal dengan sebaik-baiknya. Dia pencipta teori serba tengah. Keutamaan adalah tengah-tengah diantara kedua keburukan, seperti dermawan adalah tengah-tengah antara boros dan kikir, keberanian adalah tengah-tengah antara membabi butan dengan takut. 7. Akhlak Dalam Agama Masehi Akhlak dalam agama masehi (Nashrani) bersumber dari akhlak yang diajarkan dari Nabi Isa as. Oleh karena itu, akhlak dalam agama Kristen digolongkan etika yang berdasarkan agama. Perjalanan dan perkembangan sejarah agama ini telah membawa pengaruh banyaknya perubahan dari ajaran asal dan asli, sehingga pandangan-pandangan etikanya juga banyak mengalami perubahan dari pokok pangkal yang diajarkan dari/ oleh Nabi Isa as dalam kitab Injil, sehingga tidak murni lagi. 8. Akhlak Pada Bangsa Arab Bangsa Arab pada zaman Jahiliyah tidak ada yang menonjol dalam segi filsafat sebagaimana bangsa Yunani, Tiongkok, dan lain-lainnya. Mungkin karena penyelidikan akhlak terjadi hanya pada bangsa yang sudah maju pengetahuannya. Sekalipun demikian, bangsa Arab waktu itu, mempunyai ahli-ahli hikmah yang menghidangkan syair-syair yang mengandung nilai-nilai akhlak, misalnya : Luqman, Aktsan bin Shafi’I, Zubair bin Abi Sulmaa dan Hatim at-Thai. Setelah sinar Islam memancar, maka berubahlah suasana laksana sinar matahari menghapuskan kegelapan malam. Bangsa Arab kemudian tampil maju menjadi bangsa yang unggul dalam segala bidang, berkat akhlaqul karimah yang diajarkan Islam. 9. Etika Dalam Abad Pertengahan Yang kita persoalkan disini, titik berat ilmu etika di Eropa, dimana terjadi konfrontasi antara filsafat dan gereja. Gereja pada waktu itu memerangi filsafat Yunani dan Romawi, dan menentang penyiaran ilmu dan kebudayaan kuno. Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan hakekat telah diterima dari wahyu. Namun diantara golongan gereja ada juga yang menerima percikan filsafat selama tidak bertentangan dengan ajaran gereja. Inilah yang menciptakan suasana dimana filsafat akhlak yang lahir pada masa itu

merupakan perpaduan antara ajaran Yunani dengan ajaran Nashrani. Pemuka-pemukanya yang termasyhur adalah Abelard (1079-1142) dan Thomas Aquino (1226-1276). 10. Filsafat Akhlak Dalam Zaman Baru Pandangan filsafat lama, tidak memuaskan ahli-ahli fikir pada zaman baru. Oleh karena itu timbullah reformasi pemikiran yang menonjolkan identitasnya sendiri, diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Descartes (1596-1650) seorang ahli fikir Perancis yang menjadi pembangun mazhab rasionalisme. Segala persangkaan yang berasal dari adat kebiasaan harus ditolak. Untuk menerima sesuatu akal harus tampil melakukan pemeriksaan. Dari awalnya akallah yang menjadi pangkal untuk mengetahui dan mengukur segala sesuatu b. Spinoza (1632-1677) keturunan Yahudi yang melepaskan diri dari segala ikatan agama dengan menandaskan filsafatnya kepada rasionalisme. Menurut dia untuk mencapai kebahagiaan manusia haruslah berdasarkan rasio (akal) c. Herbert Spencer (1820-1903) mengemukakan faham pertumbuhan secara bertahap (evolusi) dalam akhlak manusia d. John Stuart Mill (1806-1873) yang memindahkan faham Epicurus ke faham Utilitarisme. Pahamnya tersebut di Eropa dan mempunyai pengaruh besar disana. Utilitarisme adalah faham yang memandang bahwa ukuran baik buruknya sesuatu ditentukan oleh gunanya e. Immanuel Kant (1724-1804) ahli fikir Jerman terkemuka. Dalam bidang etika ia meyakini adanya kesusilaan. Titik berat etikanya ialah rasa kewajiban (panggilan hati nurani) untuk melakukan sesuatu berpangkal pada budi. Dapatlah dikatakan bahwa pada zaman baru ini bermunculan pelbagai mazhab etika. Ada yang memperbaharui etika lama dan ada secara radikal mengadakan revolusi pemikiran, tetapi tidak sedikit pula yang mempertahankan ethika Theologis yakni ajaran akhlak yang berdasarkan ketuhanan.