ZAKAT DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT (Studi Kasus Amil Ainul Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat di Dusun Bringin)
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Syari‟ah
Oleh: INDRI KARTIKA NIM 21411001
FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2015
1
2
3
4
MOTTO PENULIS “Dan laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan segala kebaikan yang kamu kerjakan untuk dirimu, kamu akan mendapatkannya (pahala) di sisi Allah. Sungguh Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. ” (Qs. al-Baqarah:110). ----------------------------------------------------------------------------------------------To help people, to help themselves (Menolong orang agar mampu menolong dirinya sendiri) -----------------------------------------------------------------------------------------------
Man Jadda wa Jada
5
PERSEMBAHAN Kupersembahkan dengan cinta dan ketulusan hati karya ilmiah berupa skripsi ini kepada : 1. Kedua Orang tuaku Bapak Sumardiyono (Alm) dan Ibu Siti Mumfangati serta nenekku tercinta, yang telah mendoakan dan memberi kasih sayang serta semangat kepadaku selama ini. 2. Kakakku Mochamad Razi, yang telah mendoakan agar selalu tetap semangat dalam menuntut ilmu dan menjalani kehidupan di dunia ini. 3. Para guru sejak Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi yang penulis sayangi dan hormati dalam memberikan ilmu dan membimbing dengan penuh kesabaran. 4. Sahabat-sahabat seperjuanganku, dan Keluarga besar Lingkar Studi S1Hukum Ekonomi Syariah 2011, yang selalu memberikan dorongan dan motivasi. 5. Almamater Tercinta Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga yang penulis banggakan.
6
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Warahmatullah Wabarakatuh Segala puji kami panjatkan hanya untuk Allah SWT. Rasa syukur yang tiada hingga kami haturkan kepada-Nya yang telah memberikan semua yang kami butuhkan dalam hidup ini. Terima kasih untuk semua limpahan berkah, rezeki rahmat, hidayat, kesehatan yang Engkau titipkan, dan kesempatan yang Engkau berikan kepada kami untuk menyelesaikan Laporan Penelitian ini dengan judul: ZAKAT
DAN
IMPLIKASINYA
TERHADAP
PEMBERDAYAAN
EKONOMI MASYARAKAT (Studi Kasus Amil Ainul Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat di Dusun Bringin). Sholawat dan salam selalu penulis sanjungkan kepada Nabi, Kekasih, Spirit Perubahan, Rasulullah Muhammad SAW beserta segenap keluarga dan para sahabat-sahabatnya, syafa‟at beliau sangat peneliti nantikan di hari pembalasan nanti. Laporan ini disusun untuk diajukan sebagai skripsi untuk memperoleh gelar sarjana Ilmu Syariah. Kami mengakui bahwa dalam menyusun Laporan Penelitian ini tidak dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Karena itulah penulis mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya, ungkapan terima kasih kadang tak bisa mewakili kata-kata, namun perlu kiranya penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.
7
2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari‟ah di IAIN Salatiga, dan selaku Dosen Pembimbing yang selalu meberikan saran, pengarahan dan masukan berkaitan penulisan skripsi sehingga dapat selesai dengan maksimal sesuai yang diharapkan. 3. Bapak Ilya Muhsin, S.H.i., M.Si, selaku Wakil Dekan Fakultas Syari‟ah Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama yang selalu memberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar dan baik. 4. Ibu Evi Ariyani, M.H, selaku Ketua Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah di IAIN Salatiga. 5. Ibu Lutfiana Zahriani, M.H, selaku Kepala Lab. Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga yang memberikan pemahaman, arahan dalam penulisan skripsi sehingga penulisan skripsi ini bisa saya selesaikan. 6. Bapak Haji Ahmad Mughni, S. H. selaku pengurus Amil Ainul Yaqin, dan Bapak Susamto selaku pengurus KBZ yang telah berkenan memberikan izin penelitian di Amil Ainul Yaqin dan KBZ Bringin serta memberikan informasi berkaitan penulisan skripsi. 7. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh staf adminitrasi Fakultas Syari‟ah yang tidak bisa kami sebut satu persatu yang selalu memberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa halangan apapun. 8. Sahabat-sahabatku tercinta Jannah, Suprihati, Munziroh, Dina, Tri Umi yang selalu mendukung penulis dalam menyusun skripsi ini.
8
9. Teman-teman Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah angkatan 2011 di IAIN Salatiga yang telah memberikan banyak cerita selama menempuh pendidikan di IAIN Salatiga. Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan balasan yang lebih dari yang mereka berikan kepada peneliti, agar pula senantiasa mendapatkan maghfiroh, dan dilingkupi rahmat dan cita-Nya. Amin. Penulis
menyadari
bahwa
karya
ini
masih
sangat
jauh
dari
kesempurnaan, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritikan yang sifatnya membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian ini. Harapan peneliti, semoga penelitian ini bermanfaat khususnya bagi peneliti sendiri dan umumnya bagi pembaca.
9
ABSTRAK Kartika, Indri. 2015. Zakat dan Implikasinya terhadap Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (Studi Kasus Amil Ainul Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat di Dusun Bringin). Penelitian. Fakutas Syariah. Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syariah. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Siti Zumrotun, M.Ag. Kata Kunci : Zakat, Pemberdayaan, Ekonomi Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengelolaan zakat di Dusun Bringin yang dilaksanakan oleh Amil Ainul Yaqin dan KBZ, yaitu mengenai bagaimana upaya sosialisasi dan pentasharufan zakat, bagaimana tingkat pemberdayaan ekonomi masyarakat, serta bagaimana persepsi umat Muslim Bringin terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat. Penelitian ini dilakukan di amil Ainul Yaqin dan KBZ dengan mengambil lokasi di Dusun Bringin Desa Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang. Sumber data yang penulis gunakan adalah data primer, yaitu data diperoleh langsung dari pihak amil Ainul Yaqin dan KBZ Bringin, dan sumber data sekunder, yaitu data ini diambil dari hasil penelitian kepustakaan yakni dengan mempergunakan dan mengumpulkan buku-buku atau kitab-kitab bacaan yang ada hubungannya atau ada relevansinya dengan pembahasan penelitian ini, serta mempergunakan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan penelitian ini, misalnya dengan melalui penelitian lapangan yang dilakukan secara langsung terhadap obyek yang menjadi sampel penelitian. Temuan yang diperoleh dari penulisan ini diantara lain: Pertama, amil Ainul Yaqin sebagai penanggung jawab pengelolaan dana zakat di dusun Bringin telah melakukan upaya dalam mensosialisasikan pembayaran zakat kepada masyarakat dengan maksimal. Upaya ini menciptakan kondisi yang kondusif serta dapat menarik partisipasi masyarakat untuk menunaikan ibadah zakat yang dilakukan secara teratur dan terus-menerus. Hal tersebut didasari dari peningkatan dalam perolehan dana zakat tiap tahunnya. Kedua, tingkat pemberdayaan ekonomi mustahiq di dusun Bringin cukup berkembang, namun masih terdapat faktorfaktor yang menjadi kendala dan kekurangan, sehingga pemberdayaan ekonomi masyarakat belum dapat berkembang pesat. Seperti, ketergantungan mustahiq terhadap dana zakat, kelalaian yang disengaja oleh pedagang penerima bantuan modal usaha KBZ, dengan menyalahgunakan penggunaan dana sehingga dana zakat habis sia-sia. Ketiga, masyarakat Bringin terutama para muzakki dan mustahiq menyatakan, bahwa pengelolaan zakat oleh amil memberikan hasil yang positif. Amil Ainul Yaqin melaksanakan penerimaan dan pentasharufan zakat dengan profesional, transparan, dan amanah. Dan juga berbagai upaya yang dilakukan amil Ainul Yaqin dalam mensosialisasikan pembayaran zakat, dapat memberikan pemahaman bagi masyarakat mengenai pentingnya zakat.
10
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN....................................................
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING..................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN......................................
iv
HALAMAN MOTO............................................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN..........................................................................
vi
KATA PENGANTAR.........................................................................................
vii
ABSTRAK...........................................................................................................
x
DAFTAR ISI.......................................................................................................
xi
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian...........................................................
1
B. Fokus Penelitian..........................................................................
6
C. Tujuan Penelitian.........................................................................
7
D. Kegunaan Penelitian....................................................................
7
E. Penegasan Istilah.........................................................................
8
F. Tinjauan Pustaka.........................................................................
9
G. Metode Penelitian........................................................................
12
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian............................................
12
2. Kehadiran Peneliti................................................................
14
3. Lokasi Penelitian..................................................................
14
4. Sumber Data Penelitian.........................................................
15
11
BAB II
BAB III
5. Prosedur Pengumpulan Data................................................
16
6. Analisis Data........................................................................
17
7. Pengecekan Keabsahan Data................................................
18
8. Tahap-Tahap penelitian........................................................
20
H. Sistematika Penulisan................................................................
21
ZAKAT DAN LEMBAGA PENGELOLA ZAKAT.......................
23
A. Tinjauan Umum tentang Zakat.....................................................
23
B. Tinjauan Umum tentang Pendayagunaan Zakat..........................
41
C. Problematika Pengumpulan Zakat...............................................
49
D. Lembaga Pengelola Zakat............................................................
51
E. Kepercayaan Masyarakat terhadap Pengelola Dana Zakat..........
55
UPAYA AMIL AINUL YAQIN DALAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT..........................................................
57
A. Gambaran Umum Tentang Amil Ainul Yaqin.............................
57
B. Gambaran Umum Tentang Kelompok Binaan Zakat (KBZ) Bringin..........................................................................................
60
C. Upaya Amil Ainul Yaqin dalam Mensosialisasikan dan Mentasharufkan Zakat.................................................................. BAB IV
62
ANALISIS UPAYA AMIL AINUL YAQIN DAN KBZ BRINGIN DALAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT..............................................................................
71
A. Analisis Upaya Amil Ainul Yaqin dalam Mensosialisasikan dan Mentasharufkan Zakat...........................................................
71
12
B. Analisis Tingkat Pemberdayaan Ekonomi Mustahiq di Amil Ainul Yaqin dan KBZ Bringin.....................................................
74
C. Persepsi Umat Muslim Bringin Terhadap Pemberdayaan Ekonomi Mustahiq di Amil Ainul Yaqin dan KBZ Bringin........ BAB V
79
PENUTUP A. Kesimpulan.................................................................................
81
B. Saran...........................................................................................
83
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................
85
LAMPIRAN-LAMPIRAN
13
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Rekapitulasi pentasharufan dana zakat oleh Amil Ainul Yaqin pada tahun 2014...........................................................................................................
66
Tabel 2.2 Data peningkatan keuntungan sebagian pedagang binaan KBZ.........
68
14
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Islam dikenal adanya dana sosial yang bertujuan untuk membantu kaum dhuafa. Salah satu sumber utama dana tersebut adalah zakat. Zakat merupakan salah satu ibadah dalam Islam yang mempunyai dimensi ganda, pertama dimensi hubungan antara hamba dengan Allah SWT (hablu minallah), dan kedua dimensi hubungan antara manusia dengan manusia lainnya (hablu minannas). Dimensi terakhir inilah yang sangat penting bagi terciptanya masyarakat adil, makmur dan sejahtera. Dengan zakat dapat menjadi salah satu usaha untuk merealisasikan hal itu. Pola pendistribusian kekayaan dari orang-orang kaya (muzakki) kepada orang-orang miskin sebagai mustahiq menjadi satu metode efektif bagi pemerataan kekayaan. Zakat adalah ibadah maaliyah ijtima’iyyah yang memiliki posisi sangat penting, strategis dan menentukan, baik dilihat dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat yaitu untuk membantu sesama umat Islam. Zakat sebagai rukun Islam yang ketiga merupakan suatu ibadah pokok dan hukumnya wajib bagi yang mampu untuk menunaikannya. Tujuan utama zakat adalah untuk meningkatkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat, serta dengan mengeluarkan sebagian harta untuk zakat, dapat membersihkan harta dan mensucikan jiwa pemiliknya. Sebagaimana dalam Q.S at-Taubah ayat 103:
15
Apabila ditinjau dari perspektif ekonomi, zakat merupakan faktor penting bagi perbaikan kondisi masyarakat khususnya perbaikan ekonomi. Dengan adanya distribusi zakat dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Zakat juga merupakan salah satu sumber keuangan yang berdasarkan asas keadilan serta memiliki perpaduan antara kepentingan umum dan kepentingan pemilik harta. Dalam ajaran Islam zakat terbagi menjadi dua jenis yaitu zakat fitrah dan zakat mal. Zakat fitrah adalah sejumlah bahan makanan pokok yang dikeluarkan pada bulan Ramadhan oleh setiap orang muslim bagi dirinya dan bagi orang yang ditanggungnya, yang memiliki kelebihan makanan pokok untuk sehari pada hari raya Idul Fitri. Sedangkan zakat mal adalah bagian harta yang disisihkan oleh seorang muslim atau badan usaha yang dimiliki sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. Dana zakat merupakan dana yang potensial untuk dikembangkan. Apabila dilihat dari faktor produksi zakat, terdapat hubungan antara muzakki (mereka yang berkewajiban mengeluarkan zakat) dan mustahiq (mereka yang berhak menerima zakat), sehingga kehadiran muzakki sangat berpengaruh bagi pertumbuhan zakat. Mayoritas masyarakat Indonesia adalah umat Islam, jika separuh saja dari jumlah itu telah membayarkan zakatnya maka dapat dibayangkan jumlah dana yang terkumpul.
16
Dana Zakat yang telah terkumpul dari muzakki harus segera disalurkan oleh pengelola zakat kepada mustahiq. Sebagaimana spirit awal pendayagunaan zakat adalah menyegerakan mengatasi problem kemiskinan. Telah dicontohkan pula oleh Rasulullah, bahwa tatkala beliau mendapatkan amanat zakat dari muzakki di pagi hari maka pada siang harinya harta zakat tersebut sudah habis dibagikan kepada warga miskin. Dalam pembagian zakat terdapat golongan mustahiq sebagai orangorang yang berhak menerima zakat. Golongan ini terbagi menjadi delapan asnaf yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, riqab (program pembebasan budak), gharim (orang-orang yang tengah dililit hutang), fi sabilillah (program pembangunan agama), dan ibnu sabil (orang-orang yang melaksanakan pembangunan agama). Pembagian ini didasarkan sebagaimana dalam Q.S atTaubah ayat 60:
Sesuai dengan perkembangan zaman, tidak selamanya zakat hanya didistribusikan kepada mustahiq melalui pemberian konsumtif. Karena pendistribusian zakat tidak hanya untuk menutupi kebutuhan konsumtif saja melainkan dapat lebih berkembang. Esensi dari zakat sendiri adalah selain untuk memenuhi kebutuhan konsumtifnya juga memenuhi segala kebutuhan hidupnya termasuk pendidikan, tempat tinggal dan pekerjaan mereka. Dari
17
sinilah timbul pola pemberian zakat yang tidak hanya bersifat konsumtif, namun dapat pula bersifat produktif. Sifat distribusi zakat yang bersifat produktif berarti memberikan zakat kepada mustahiq untuk dijadikan modal usaha yang dapat menjadi mata pencaharian mereka, dengan usaha ini diharapkan mereka akan mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri. Dengan pendistribusian zakat produktif diharapkan untuk dapat memaksimalkan peran zakat sebagai media untuk meningkatkan ekonomi umat Islam, dan perubahan dari mustahiq menjadi muzakki. Pendistribusian zakat ini disebut dengan pemberdayaan ekonomi umat. Agar pendistribusian zakat dapat mencapai tujuannya, maka penanganan zakat harus dilakukan dengan baik pula. Pengelolaan zakat harus dilaksanakan dengan profesional, hal ini harus diimplementasikan oleh lembaga khusus yang menangani tentang pengelolaan zakat. Pengelola zakat ini bertugas untuk mengelola penerima dan penyalur zakat, serta dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna. Zakat harus dikelola secara melembaga sesuai dengan syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, dan akuntabilitas sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat. Menurut hukum di Indonesia pengelolaan zakat diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 perubahan dari Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat. Dalam undang-undang tersebut pemerintah membentuk Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) sebagai pengelola dana zakat di Indonesia. Selain itu terdapat pula Lembaga
18
Amil Zakat (LAZ) yaitu pengelola dana yang dibentuk oleh masyarakat. Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah mengeluarkan fatwa MUI Nomor 8 Tahun 2011 tentang Amil Zakat, yang berisi tentang definisi, kriteria, serta tugas amil zakat. Dengan dibentuknya undang-undang dan telah dikuatkan dengan fatwa MUI, diharapkan zakat dapat dikelola dengan baik dan dapat mencapai tujuan mensejahterakan masyarakat. Di daerah Kabupaten Semarang telah dibentuk badan pengelola dana zakat oleh pemerintah yaitu Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah (BAZIS) Kabupaten Semarang yang mengelola dana zakat di daerah Kabupaten Semarang. Berdasarkan undang-undang pengelolaan zakat BAZIS Kabupaten memiliki kewajiban untuk membentuk BAZIS di Kecamatan, seperti BAZIS Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang. Untuk membantu pengelolaannya telah dibentuk pula kepanitiaan atau amil zakat pada setiap dusun di Bringin. Amil Ainul Yaqin adalah pengelola zakat di dusun Bringin yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan dari BAZIS Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang. Selain kepanitiaan ini di desa Bringin telah dibentuk pula Kelompok Binaan Zakat (KBZ) yaitu organisasi yang khusus menyalurkan dana zakat dalam bentuk produktif berupa bantuan modal usaha. Sebagai pengelola dana zakat, Amil Ainul Yaqin dan KBZ memiliki tugas yang berdampingan dalam pendayagunakan dana zakat yang berupaya untuk mengembangkan potensi dan pemanfaatan dana zakat bagi kemaslahatan dan pemberdayaan ekonomi umat. Dengan adanya Amil Ainul Yaqin, dapat membantu umat Muslim Bringin yang ingin menyalurkan zakatnya dan
19
mendistribusikannya kepada mustahiq dengan pengelolaan yang baik dan didasarkan pada prinsip syariat Islam. Upaya yang dilakukan Amil Ainul Yaqin dan KBZ dalam pemberdayaan
ekonomi
masyarakat
diharapkan
dapat
meningkatkan
kesejahteraan mustahiq di Bringin. Dari itu, maka penulis ingin mengetahui apakah upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat oleh Amil Ainul Yaqin dan KBZ telah maksimal dan sesuai dengan tujuan yaitu untuk kesejahteraan masyarakat. Dengan ini, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di Lembaga Pengelola Zakat Dusun Bringin dengan judul “Zakat dan Implikasinya terhadap Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat, Studi Kasus Amil Ainul Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat di Dusun Bringin.”
B. Fokus Penelitian Dalam penelitian ilmiah ini, penulis akan mencoba merumuskan persoalan dalam bentuk beberapa pertanyaan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah upaya Amil Ainul Yaqin dalam mensosialisasikan dan mentasharufkan zakat? 2. Bagaimanakah tingkat pemberdayaan ekonomi mustahiq oleh Amil Ainul Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat (KBZ)? 3. Bagaimana persepsi umat Muslim Bringin terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat oleh Amil Ainul Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat (KBZ)?
20
C. Tujuan Penelitian Penelitian ilmiah ini bertujuan untuk : 1. Untuk mengetahui upaya Amil Ainul Yaqin dalam mensosialisasikan dan mentasharufkan zakat. 2. Untuk mengetahui tingkat pemberdayaan ekonomi mustahiq oleh Amil Ainul Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat (KBZ). 3. Untuk mengetahui persepsi umat Muslim Bringin terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat oleh Amil Ainul Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat (KBZ).
D. Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka diharapkan dapat bermanfaat: 1. Bagi peneliti, manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang zakat serta implikasinya bagi pemberdayaan ekonomi umat, dan pengelolaannya oleh lembaga pengelola zakat. 2. Bagi akademis, diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menjadi sumber referensi dan acuan bagi kalangan akademisi dan instansi penelitian di dalam penunjang penelitian selanjutnya yang mungkin cakupannya lebih luas sebagai bahan perbandingan.
21
E. Penegasan Istilah Peneliti sampaikan bahwa judul penelitian adalah Zakat dan Implikasinya terhadap Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (Studi kasus Amil Ainul Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat di Dusun Bringin). Untuk menghindari kesalah pahaman, maka penulis kemukakan pengertian judul penelitian ini sebagai berikut: Zakat menurut hukum Islam, secara etimologi (asal kata) zakat dari kata zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih, suci, subur, dan baik. Dipahami demikian, sebab zakat merupakan upaya mensucikan diri dari kotoran kikir dan dosa, serta menyuburkan pahala melalui pengeluaran sedikit dari nilai harta pribadi untuk kaum yang mengeluarkan (Suyitno, dkk, 2005:8). Adapun pengertian zakat menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat pasal 1 ayat 2, zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Tujuan utama zakat adalah mensejahterakan masyarakat. Penelitian ini mengacu pada upaya yang dilakukan pengelola zakat dalam mensosialisasikan kewajiban zakat serta pentasharufan zakat, sehingga dapat mencapai tujuan zakat. Penyaluran zakat tidak hanya dalam bentuk konsumtif melainkan juga produktif yaitu dalam bentuk bantuan modal usaha. Dengan zakat diharapkan dapat berguna untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat, yang dalam hal ini masyarakat di Dusun Bringin.
22
F. Tinjauan Pustaka Penelitian ini tidak merupakan duplikasi atau pengulangan dari penelitian yang ada. Karena penelitian yang penulis teliti ini mendiskripsikan zakat dan implikasinya terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat ditinjau dari Amil Ainul Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat di Dusun Bringin. Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan dan perbandingan bagi penelitian ini antara lain yaitu terdapat beberapa penelitian terkait yang membahas tentang zakat diantaranya: Pertama, skripsi dari Sigit Purnomo (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga) dengan judul “Pengentasan Kemiskinan Melalui Zakat dan Shadaqah Wajib (Studi pemikiran K. H. Mahfudz Ridwan tentang zakat).” Skripsi ini memiliki fokus penelitian: bagaimana konsep pemikiran K H. Mahfudz Ridwan tentang upaya pengentasan kemiskinan melalui zakat dan shadaqah wajib, dan bagaimana pelaksanaan upaya pengentasan kemiskinan melalui zakat dan shadaqah wajib yang dilaksanakan oleh Amil desa Gedangan. Hasil dari skripsi ini, bahwa kemiskinan di Indonesia bukan sematamata dari Tuhan tetapi kemiskinan buatan atau terstruktur, seperti malasnya bekerja, juga terkadang dari kebijakan pemerintah. Konsep K. H. Mahfudz Ridwan dalam pengentasan kemiskinan yaitu dengan pemberdayaan zakat dan shadaqah wajib. Kedua, skripsi dari Arif Maslah (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga) dengan judul “Pengelolaan Zakat Secara Produktif Sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan (Studi kasus pengelolaan pendistribusian zakat oleh
23
BAZIS di Tarukan, Candi, Bandungan, Semarang).” Skripsi ini memiliki fokus penelitian: bagaimanakah sistem pengelolaan pendistribusian zakat oleh BAZIS
di
Dusun
Tarukan
sebelum
munculnya
sistem
pengelolaan
pendistribusian yang diwujudkan kambing, Seperti apakah sistem pengelolaan distribusi zakat dalam wujud kambing di BAZIS Dusun Tarukan, bagaimanakah dampak dari sistem pengelolaan pendistribusian zakat berupa kambing terhadap masyarakat Dusun Tarukan. Hasil dari skripsi ini, bahwa sistem pengelolaan pendistribusian zakat oleh BAZIS Dusun Tarukan sebelum dengan kambing, hasil pengumpulan zakat didistribusikan kepada mustahiq zakat berwujud uang tunai dan beras. Hasil pengumpulan zakat yang didistribusikan dengan kambing mulai tahun 2008, hal itu disebabkan karena dua hal, yaitu zakat untuk pemerataan kekayaan dan kegelisahan BAZIS karena kondisi para mustahiq dari tahun ke tahun tidak ada perkembangan. Maka
dengan
kambing
diharapkan
dapat
menjadi
modal
untuk
mengembangkan ekonomi. Ketiga, skripsi dari Muhammad Fauzi (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga) dengan judul “Pelaksanaan Zakat Berdasarkan UndangUndang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (Studi kasus BAZIS di desa Salamkanci, Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang).” Skripsi ini memiliki fokus penelitian: bagaimana pelaksanaan penyaluran zakat melalui Badan Amil Zakat berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat di BAZIS desa Salamkanci, bagaimana pengaruh UndangUndang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat di Kabupaten
24
Magelang tahun 2012, faktor apa saja yang menjadi penghambat dan pendukung penyaluran zakat melalui Badan Amil Zakat di desa Salamkanci tahun 2012. Hasil dari skripsi ini, bahwa pelaksanaan penyaluran zakat BAZIS di desa Salamkanci sudah sesuai dengan syariat Islam dan ketentuan undangundang. Namun,
undang-undang belum memberikan pengaruh positif di
Kabupaten magelang. BAZIS Salamkanci tidak dengan mudah mewujudkan tujuan undang-undang karena beberapa faktor salah satunya terbatasnya pengetahuan masyarakat terhadap zakat, terdapat pula faktor pendukung yang salah satunya BAZIS Salamkanci sudah mempunyai Peraturan Daerah (Perda) sehingga sudah mempunyai landasan yang jelas. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang lain: Penelitian pertama, lebih fokus pada konsep pemikiran K H. Mahfudz Ridwan tentang upaya pengentasan kemiskinan melalui zakat dan shadaqah wajib, dan pelaksanaannya oleh Amil desa Gedangan. Penelitian kedua, lebih fokus pada sistem pengelolaan pendistribusian zakat oleh BAZIS di Dusun Tarukan sebelum munculnya sistem pengelolaan pendistribusian yang diwujudkan kambing, sistem pengelolaan distribusi zakat dalam wujud kambing di BAZIS Dusun Tarukan, serta dampak dari sistem pengelolaan pendistribusian zakat berupa kambing terhadap masyarakat Dusun Tarukan. Penelitian ketiga, lebih fokus pada pelaksanaan penyaluran zakat melalui Badan Amil Zakat berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat di BAZIS desa Salamkanci, pengaruh Undang-Undang tersebut di Kabupaten
25
Magelang tahun 2012, serta faktor penghambat dan pendukung penyaluran zakat melalui Badan Amil Zakat di desa Salamkanci tahun 2012. Sedangkan penelitian ini fokus pada bagaimanakah upaya Amil Ainul Yaqin dalam mensosialisasikan dan mentasharufkan zakat, bagaimanakah tingkat pemberdayaan ekonomi mustahiq oleh Amil Ainul Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat (KBZ), serta bagaimanakah persepsi umat Muslim terhadap pemberdayaan ekonomi zakat oleh Amil Ainul Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat (KBZ).
G. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian a. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan hukum empiris, yaitu dengan mendekati masalah yang diteliti dengan sifat hukum yang nyata atau fakta sosial sesuai dengan kenyataan hidup dalam masyarakat. Penelitian hukum yang berparadigma sebagai fakta sosial yang mana data hukumnya diekplorasi dari proses interaksi hukum dimasyarakat (Utsman, 2014:2-3). Jadi, dapat dikatakan bahwa penelitian hukum ini diambil dari fakta-fakta yang ada di dalam suatu masyarakat, badan hukum atau badan pemerintahan. Dalam meneliti, peneliti harus terjun di lapangan, dengan berbagai alasan yaitu:
26
1) Karena adanya perbedaan antara teori dan fakta dalam suatu kasus sehingga perlu pendekatan yang lebih mendalam. 2) Menyebabkan adanya hubungan peneliti dengan responden sehingga informasi yang diperoleh lebih detail. 3) Metode ini fleksibel sehingga bisa menyesuaikan dengan masalah yang sedang terjadi. b. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan secara holistik. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu pengamatan, wawancara, atau penelaahan dokumen. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Hal itu disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti (Moleong, 2008:6-11). Dan pada penelitian ini penulis akan menggambarkan tentang implikasi zakat terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat oleh pengelola dana zakat yaitu Amil Ainul Yaqin dan KBZ di Dusun Bringin.
27
2. Kehadiran Peneliti Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengumpul data di lapangan
dengan menggunakan
alat penelitian
yang aktif dalam
mengumpulkan data-data di lapangan (Moleong, 2008:9). Selain peneliti, yang dijadikan alat pengumpulan data adalah dokumen-dokumen yang menunjang keabsahan hasil penelitian serta alat-alat bantu lain yang dapat mendukung terlaksananya penelitian, seperti kamera dan alat perekam. Peran peneliti dalam penelitian ini sebagai pengamat partisipan, dan dalam hal ini kehadiran peneliti di lokasi penelitian diketahui statusnya sebagai peneliti oleh subyek yang diteliti atau informan. Oleh karena itu kehadiran peneliti sangat menunjang keberhasilan suatu penelitian, alat bantu memahami masalah yang ada, serta hubungan dengan informan menjadi lebih dekat sehingga informasi yang didapat menjadi lebih jelas. Maka kehadiran peneliti menjadi sumber data yang mutlak. 3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah tempat dimana lokasi penelitian itu akan dilakukan. Dalam penelitian ini, peneliti memilih lokasi di Amil Ainul Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat (KBZ), tepatnya di dusun Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang. Alasan peneliti memilih lokasi ini, dikarenakan peneliti ingin mengetahui tentang zakat dan implikasinya terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat. Amil Ainul Yaqin dan KBZ sebagai lembaga pengelola dana zakat di dusun Bringin yang mengelola berbagai macam
28
zakat. Peneliti ingin mengetahui program pendayagunaan dana zakat untuk pemberdayaan ekonomi umat yang dialokasikan kepada masyarakat Bringin oleh lembaga amil zakat ini. Peneliti memasuki lokasi ini, dengan cara yaitu sebagai mahasiswa dalam proses skripsi yang ingin mengetahui bagaimana pemberdayaan ekonomi umat melalui zakat. 4. Sumber Data Penelitian Sumber data penelitian adalah sumber dari mana data dapat diperoleh (Arikunto, 1997:107). Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah: a. Sumber data primer Sumber data primer adalah kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai (Moleong, 2008:157). Atau sumber data yang langsung didapatkan dari lapangan atau tempat penelitian. Sumber data primer penelitian ini, penulis peroleh dari hasil wawancara langsung dengan informan. Data primer diperoleh dari: 1) Informan, adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian (Moleong, 2008:132). Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah pihak pengelola zakat Amil Ainul Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat (KBZ), mustahiq, serta masyarakat umum disekitar dusun Bringin. 2) Dokumen, meliputi buku arsip berkaitan dengan laporan dana zakat Amil Ainul Yaqin yang berisi laporan penerimaan, pendistribusian dan pendayagunaan dana zakat.
29
b. Sumber data sekunder Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh dari berbagai bacaan atau hasil penelitian sebelumnya yang bertema sama. Jadi sumber data lain yang bisa mendukung penelitian ini adalah dengan telaah pustaka seperti buku-buku, jurnal ataupun hasil penelitian sebelumnya yang meneliti hal serupa. Serta tulisan-tulisan lain atau arsip yang mendukung sumber penulisan dalam pembahasan ini. 5. Prosedur Pengumpulan Data Yaitu prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah sebagai berikut: a. Observasi Observasi merupakan metode pengamatan dan pencatatan secara jelas sistematis tentang fenomena-fenomena yang dijumpai dalam penelitian di lapangan atau obyek yang diselidiki. Observasi dalam penelitian ini dilakukan dengan cara pemeran serta sebagai pengamat yang sifatnya terbuka dan diketahui oleh umum (Moleong, 2008:177). Dalam observasi ini, data yang ingin penulis peroleh secara langsung bersumber dari Amil Ainul Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat (KBZ) untuk mengetahui proses pengelolaan zakat. b. Wawancara Wawancara adalah proses percakapan dengan maksud untuk mengkontruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, motivasi,
30
perasaan, dan sebagainya yang dilakukan dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dengan yang diwawancarai (Bungin, 2004:108). Tujuan penulis mengunakan metode pengumpulan data ini adalah untuk mendapatkan data yang kongkrit mengenai zakat dan implikasinya terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan wawancara dengan para pihak Amil Ainul Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat (KBZ) yang bersangkutan. c. Dokumentasi Setelah data terkumpul, peneliti ingin melampirkan data-data perolehan dana zakat dari muzakki, pentasharufan kepada mustahiq, hasil wawancara, dan pustaka lainnya, sehingga menjadi dokumentasi. 6. Analisis Data Maksud dari analisis data adalah mengorganisasikan data. Karena banyaknya jenis data yang diperoleh maka penulis perlu mengelompokan data-data yang diperoleh. Mulai dari catatan lapangan, hasil wawancara, hasil pengamatan, hasil diskusi serta telaah pustaka (Moleong, 2008:280). Setelah semua data terkumpul maka peneliti akan menganalisis semua data dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu teknik menggambarkan seluruh aspek penelitian yang ada, sehingga bisa mendapatkan gambaran antara yang seharusnya dan senyatanya terjadi.
31
Dengan analisa data, peneliti dapat menemukan masalah-masalah yang muncul dan mendapatkan informasi sesuai dengan tujuan penelitian. Jadi dalam penelitian ini, peneliti menggambarkan implikasi dana zakat terhadap pemberdayaan ekonomi umat yang telah dilaksanakan oleh Amil Ainul Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat (KBZ) sebagai pengelola dana zakat di dusun Bringin. 7. Pengecekan Keabsahan Data Dalam pengecekan keabsahan ada empat kriteria yang digunakan yaitu kepercayaan (credibility), keteralihan (transferbility), kebergantungan (dependability) dan kepastian (confirmability) (Moleong, 2008:324). Berikut penjelasan masing-masingnya: a. Kepercayaan (credibility), merupakan uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif yang dilakukan dengan beberapa cara yaitu: 1) Perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru. 2) Peningkatan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis. 3) Triangulasi berarti pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Triangulasi ini ada beberapa cara
32
yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data dan waktu. 4) Analisis kasus negatif, kasus negatif adalah kasus yang tidak sesuai atau berbeda dengan hasil penelitian hingga pada saat tertentu. 5) Menggunakan bahan referensi yaitu adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. 6) Mengadakan memberchek adalah proses pengecekan data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. b. Keteralihan (transferbility), merupakan validitas eksternal yang mana seorang peneliti dalam menyusun laporannya harus memberikan uraian yang rinci, jelas, sisitematis, dan dapat dipercaya. c. Kebergantungan (dependability), yaitu kriteria yang dilakukan untuk menjaga kehati-hatian dalam mengumpulkan dan mengambarkan data sehingga bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dan dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Untuk menghindari hal itu bisa dilakukan pengecekan oleh pembimbing. d. Kepastian (confirmability), hal ini hampir sama dengan dependability, sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. Kriteria ini digunakan untuk mengecek data dan informasi serta gambaran hasil penelitian. Setelah dilakukan pengecekan sebelumnya (Sugiyono, 2010:270-277).
33
8. Tahap-Tahap Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif jadi tahap-tahapnya adalah sebagai berikut: a. Tahap sebelum lapangan, yaitu hal-hal yang dilakukan sebelum melakukan penelitian seperti pembuatan proposal penelitian, mengajukan surat ijin penelitian, menetapkan fokus penelitian dan sebagainya yang harus dipenuhi sebelum melakukan penelitian. b. Tahap
pekerjaan
lapangan,
yaitu
mengumpulkan
data
melalui
pengamatan tentang zakat dan segala yang berkaitan dengannya, mengenai zakat sebagai pemberdayaan ekonomi umat dan melakukan interview dengan para pihak dari Amil Ainul Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat (KBZ) dan pihak lainnya. c. Tahap analisa data, apabila semua data telah terkumpul dan dirasa cukup maka tahap selanjutnya adalah menganalisis data-data tersebut dan mengambarkan hasil penelitian sehingga bisa memberi arti pada objek yang diteliti. d. Tahap penulisan laporan, yaitu apabila semua data telah terkumpul dan telah dianalisis serta dikonsultasikan kepada pembimbing maka yang dilakukan peneliti selanjutnya adalah menulis hasil penelitian tersebut sesuai dengan pedoman penulisan yang telah ditentukan.
34
H. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan hasil laporan penelitian adalah, sebagai berikut, pada bab pertama berisi pendahuluan, yang merupakan garis-garis besar pembahasan isi pokok penelitian yang terdiri atas; latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian yang terdiri atas; pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, tahap-tahap penelitian, serta sistematika penulisan. Pada bab kedua berisi kajian pustaka, yang merupakan konsep atau teori. Disini, akan dituliskan mengenai tinjauan umum tentang zakat, tinjauan umum tentang pendayagunaan zakat, tinjauan umum tentang problematika pengelola zakat, tinjauan umum tentang lembaga pengelola zakat dan kepercayaan masyarakat terhadap pengelola zakat. Pada bab ketiga berisi paparan data dan temuan penelitian, yang berkaitan dengan bagaimana prakteknya di lapangan, dalam hal ini mengenai gambaran umum tentang Amil Ainul Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat (KBZ), upaya Amil Ainul Yaqin dalam mensosialisasikan dan mentasharufkan zakat. Pada bab keempat berisi pembahasan, bab ini merupakan inti dari penulisan penelitian, dimana peneliti mengemukakan hasil penelitian dan pembahasan, serta analisis tentang “Zakat dan Implikasinya terhadap
35
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat studi kasus Amil Ainul Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat di dusun Bringin.” Dan pada bab kelima berisi penutup, yang merupakan bagian akhir dari isi pokok penelitian, yang terdiri dari pembahasan yaitu pertama tentang kesimpulan, dan saran.
36
BAB II ZAKAT DAN LEMBAGA PENGELOLA ZAKAT A. Tinjauan Umum tentang Zakat 1. Pengertian Zakat Menurut hukum Islam, secara etimologi (bahasa) zakat dari kata zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih, suci, subur, dan baik. Dipahami demikian, sebab zakat merupakan upaya mensucikan diri dari kotoran kikir dan dosa, serta menyuburkan pahala melalui pengeluaran sedikit dari nilai harta pribadi untuk kaum yang mengeluarkan (Suyitno, dkk, 2005:8). Sedangkan secara terminologis (istilah) di dalam fiqh, zakat adalah sebutan atau nama bagi sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah Swt. supaya diserahkan kepada orang-orang yang berhak (mustahiq) oleh orang-orang yang wajib mengeluarkan zakat (muzakki) (Khasanah, 2010:34). Dari pengertian zakat menurut bahasa dan istilah tersebut mengandung arti bahwa keduanya memiliki hubungan yang sangat nyata dan erat sekali, yaitu bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi berkah, tumbuh, berkembang dan bertambah, suci dan beres (Hafidhuddin, 2002:7). Zakat sebagai salah satu rukun Islam yang lima telah mulai diwajibkan pada tahun kedua Hijriah. Hukum zakat adalah fardhu‟ain atas tiap-tiap orang yang cukup syarat-syaratnya (Rasjid, 2005:192). Selain definisi zakat yang telah dikemukakan di atas, adapun pengertiannya dalam istilah syara‟, terdapat beberapa pemahaman, diantaranya: 37
a. Menurut Qardhawi (1991:34), zakat adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak. b. Abdurrahman al-Jaziri berpendapat bahwa zakat adalah penyerahan pemilikan tertentu kepada orang yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu pula. c. Muhammad al-Jarjani dalam bukunya al-Ta’rifat mendefinisikan zakat sebagai suatu kewajiban yang telah ditentukan Allah bagi orang-orang Islam untuk mengeluarkan sejumlah harta yang dimiliki (Suyitno, dkk, 2005:9). d. Al-Zuhayly (1995:83-84) mendefinisikan zakat dari sudut empat mazhab yaitu: 1) Madhab Maaliki, Zakat adalah mengeluarkan sebagian yang tertentu dari harta yang tertentu pula yang sudah mencapai nishab (batas jumlah yang mewajibkan zakat) kepada orang yang berhak menerimanya, manakala kepemilikan itu penuh dan sudah mencapai haul (setahun), selain barang tambang dan pertanian. 2) Madzhab Hanafi mendefinisikan zakat adalah menjadikan kadar tertentu dari harta tertentu pula sebagai hak milik, yang sudah ditentukan oleh pembuat syariat semata-mata karena Allah Swt. 3) Menurut Madzhab Syafi‟i zakat adalah nama untuk kadar yang dikeluarkan dari harta atau benda dengan cara-cara tertentu.
38
4) Madzhab Hambali memberikan definisi zakat sebagai hak (kadar tertentu) yang diwajibkan untuk dikeluarkan dari harta tertentu untuk golongan yang tertentu dalam waktu tertentu pula. e. PEMDA DKI dalam buku pedoman pengelolaan ZIS menulis bahwa zakat adalah salah satu rukun Islam; yaitu kewajiban yang dibebankan atas harta kekayaan tiap pribadi muslim wanita atau pria, bahkan anakanak yang aqil baligh (Suyitno, dkk, 2005:10). Pengertian-pengertian zakat dalam istilah syara‟ tersebut kemudian disimpulkan yaitu, bahwa zakat merupakan bagian dari harta dengan persyaratan tertentu yang Allah Swt. mewajibkan kepada pemiliknya, untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya, dengan persyaratan tertentu pula. Adapun pengertian zakat menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat pasal 1 ayat 2, zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. 2. Dasar Hukum Zakat Terdapat pula yang menjadi ketentuan dasar hukum zakat, yaitu: a. Ketentuan syar‟i: 1) Al-Qur‟an Dasar hukum diwajibkannya zakat adalah sebagaimana dalam firman Allah:
39
Q.S al-Baqarah ayat 110:
Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat, dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apaapa yang kamu kerjakan. Q.S at-Taubah ayat 103:
Ambilllah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Q.S al-Hajj ayat 41:
(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. 2) Hadist Selain terdapat dalam al-Qur‟an, dasar hukum diwajibkannya zakat juga terdapat dalam hadist Nabi, diantaranya:
40
a) Hadist riwayat Bukhari dan An-Nasa‟i, Ibnu Abbas ra. Mengemukakan, Muhammad Rasulullah saw bersabda: Ajaklah mereka bersaksi bahwa tiada Illah (Tuhan) selain Allah, dan sesungguhnya aku (Muhammad) adalah Rasul-Nya. Jika mereka mentaati hal itu, maka beritahukan kepada mereka, bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu setiap harinya. Apabila mereka mentaati hal itu, maka beritahukan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka untuk membayar zakat pada harta mereka yang diambil dari harta-harta orang kaya di antara mereka dan diserahkan kepada mereka orang-orang miskin diantara mereka (HR Bukhari dan An-Nassa’i). b) Hadist riwayat Bukhari Abu Ayyub ra. Menceritakan, ada seseorang bertanya kepada Rasulullah saw., Beritahukan kepadaku amal apa yang bisa memasukkan aku ke surga?, Harta, Harta, sabda Muhammad Rasulullah saw. Yang terpenting bagimu adalah menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, Lalu mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan menyambung tali silaturahmi (HR Bukhari) (Hamid, 2002:31-32). b. Ketentuan maslahat Dari sisi ketentuan maslahat zakat dapat menjadi dasar pengembangan aspek kebaktian dan sosial melalui investasi baitu al mal umat Islam. Disamping sebagai upaya untuk merealisasikan nilai-nilai taqwa dan keimanan, zakat merupakan ketentuan dasar memperkecil jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Dengan demikian dapat diketahui zakat merupakan suatu kewajiban (Suyitno, dkk, 2005:17-20). 3. Prinsip-Prinsip Zakat Sebagai suatu kewajiban yang harus ditunaikan, zakat mempunyai prinsip-prinsip dasar yaitu:
41
a. Prinsip keyakinan keagamaan. Prinsip keyakinan keagamaan menyatakan bahwa orang yang membayar zakat meyakini bahwa pembayaran tersebut merupakan salah satu manifestasi
keyakinan
agamanya,
sehingga
kalau
orang
yang
bersangkutan belum menunaikan zakat, belum merasa sempurna ibadahnya. b. Prinsip pemerataan dan keahlian. Prinsip pemerataan cukup jelas menggambarkan tujuan zakat, yaitu membagi lebih adil kekayaan yang telah diberikan Tuhan kepada umat manusia. c. Prinsip produktifitas dan kematangan. Prinsip produktifitas dan kematangan menekankan bahwa zakat memang wajar harus dibayarkan karena milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu. Hasil tersebut hanya dapat dipungut setelah melampaui jangka waktu satu tahun yang merupakan ukuran normal memperoleh hasil tertentu. d. Prinsip penalaran dan kebebasan. Prinsip nalar dan kebebasan menjelaskan bahwa zakat hanya dapat dibayar oleh orang yang bebas dan sehat jasmani serta rohaninya, yang merasa mempunyai tanggung jawab untuk membayar zakat untuk kepentingan bersama. Zakat tidak dipungut dari orang yang sedang dihukum atau orang yang menderita sakit jiwa. e. Prinsip etik dan kewajaran.
42
Prinsip etik dan kewajaran menyatakan bahwa zakat tidak akan diminta secara semena-mena tanpa memperhatikan akibat yang ditimbulkan. Zakat tidak mungkin dipungut, kalau karena pemungutan itu orang yang membayarnya justru akan menderita (Djuanda dkk, 2006:14-15). Selain prinsip-prinsip zakat yang telah dijelaskan, terdapat pula aturan- aturan khusus yang mengatur zakat, diantaranya: a. Zakat hanya dikenakan kepada harta yang mempunyai sifat secara potensial dapat berkembang, baik secara riil berkembang atau tengah disiapkan untuk berkembang, bahkan juga yang tidak dikembangkan, ditimbun dalam simpanan. b. Zakat dibayarkan dari harta yang terkena wajib zakat. c. Zakat dipungut dari harta yang benar-benar menjadi milik dan berada di tangan para wajib zakat. d. Zakat yang tidak dibayarkan pada waktunya tetap menjadi tanggungan para wajib zakat dan menyangkut semua harta yang terkena wajib zakat. e. Zakat tetap merupakan kewajiban disamping pajak (Anshori, 2006:1819). 4. Rukun dan Syarat-Syarat Zakat a. Orang-orang yang mengeluarkan zakat (Muzakki) Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, pada pasal 1 ayat (5) menyatakan bahwa muzakki adalah seorang Muslim atau badan usaha yang berkewajiban menunaikan zakat (Anshori, 2006:21).
43
Dalam hal ini, para ulama sepakat bahwa yang diwajibkan berzakat adalah seorang muslim dewasa, berakal sehat, merdeka, serta mempunyai harta atau kekayaan yang cukup nishab (sejumlah harta yang telah cukup jumlahnya untuk dikeluarkan zakatnya) dan sudah memenuhi haul (telah cukup waktu untuk mengeluarkan zakat yang biasanya kekayaan itu telah dimilikinya dalam waktu satu tahun). Kekayaan yang biasanya wajib dizakati karena sudah memenuhi haul antara lain emas, perak, barang dagangan, ternak sapi; kerbau; kambing dan unta. Tetapi ada juga kekayaan yang wajib dizakati tanpa menunggu jangka waktu pemilikan satu tahun adalah semacam hasil bumi, begitu dihasilkan atau panen maka dikeluarkanlah zakatnya (Khasanah, 2010:37). b. Harta yang wajib dizakati (Objek Zakat) Mengenai obyek zakat, seluruh jumhur ulama sependapat bahwa yang menjadi obyek zakat adalah harta yang mempunyai nilai ekonomi dan potensial untuk berkembang. Zakat merupakan jenis harta khusus yang wajib diserahkan kepada lembaga amil zakat atau baitu al mal setelah memenuhi nishab (masa tertentu), baik ada kebutuhan atau tidak (Khasanah, 2010:37). Sejalan dengan ketentuan ajaran Islam yang selalu menetapkan standar umum pada setiap kewajiban yang dibebankan kepada umatnya, maka dalam penetapan harta yang menjadi obyek zakat terdapat beberapa ketentuan yang harus dipenuhi. Apabila harta seorang Muslim tidak memenuhi salah satu ketentuan, misalnya belum mencapai nishab maka
44
harta tersebut belum menjadi sumber atau objek yang wajib dikeluarkan zakatnya (Hafidhuddin, 2007:18). Adapun persyaratan harta yang menjadi sumber atau objek zakat: 1) Harta tersebut harus didapatkan dengan cara yang baik dan halal.
Artinya harta yang haram, baik substansi bendanya maupun cara mendapatkannya, jelas tidak dapat dikenakan wajib zakat, karena Allah Swt. tidak akan menerimanya. 2) Harta tersebut berkembang atau berpotensi untuk dikembangkan,
seperti melalui kegiatan usaha, perdagangan, melalui pembelian saham, atau ditabungkan, baik dilakukan sendiri maupun bersama orang atau pihak lain. 3) Milik penuh, yaitu harta tersebut berada dibawah kontrol dan didalam
kekuasaan pemiliknya atau seperti menurut sebagian ulama bahwa harta itu berada ditangan pemiliknya, di dalamnya tidak tersangkut dengan hak orang lain, dan ia dapat menikmatinya. 4) Harta tersebut menurut jumhur ulama harus mencapai nishab yaitu
jumlah minimal yang menyebabkan harta terkena kewajiban zakat. Contohnya nishab zakat emas adalah 85 gram. 5) Sumber-sumber zakat tertentu, seperti perdagangan, peternakan, emas
dan perak, harus sudah berada atau dimiliki ataupun diusahakan oleh muzakki dalam tenggang waktu satu tahun, disebut haul (Hafidhuddin, 2007:20-25)
45
c. Orang-Orang yang Berhak Menerima Zakat (Mustahiq) Zakat adalah penyerahan atau penunaian hak yang wajib yang terdapat di dalam harta untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya, sebagaimana dalam Q.S at-Taubah ayat 60:
Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orangorang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Untuk menjelaskan kedelapan asnaf tersebut, Departemen Agama telah menguraikannya, sebagai berikut: 1) Fakir; yang dimaksud fakir dalam persoalan zakat ialah orang yang tidak mempunyai barang yang berharga, kekayaan dan usaha sehingga dia sangat perlu ditolong keperluannya. 2) Miskin; yang dimaksud miskin dalam persoalan zakat ialah orang yang mempunyai barang berharga atau pekerjaan yang dapat menutup sebagian hajatnya akan tetapi tidak mencukupinya.
46
3) Amil; yang dimaksud amil adalah orang yang ditunjuk untuk mengumpulkan zakat, menyimpannya, membaginya kepada yang berhak dan mengerjakan pembukuannya. 4) Muallaf; yang dimaksud muallaf disini ada 4 macam yaitu: a) Muallaf muslim ialah orang yang sudah masuk Islam tetapi niatnya atau imannya masih lemah, maka diperkuat dengan memberi zakat. b) Orang yang telah masuk Islam dan niatnya cukup kuat, dan ia terkemuka di kalangan kaumnya, dia diberi zakat dengan harapan kawan-kawannya akan tertarik masuk Islam. c) Muallaf yang dapat membendung kejahatan orang kaum kafir di sampingnya. d) Muallaf
yang
dapat
membendung
kejahatan
orang
yang
membangkang membayar zakat. Bagian ketiga dan keempat diberi zakat sekiranya mereka perlukan, sedangkan golongan pertama dan kedua maka akan diberi zakat tanpa syarat (Khasanah, 2010:41). 5) Riqab; riqab artinya mukatab ialah budak belian yang diberi kebebasan usaha mengumpulkan kekayaan agar dapat menebus dirinya untuk merdeka. Sebagai salah satu penerima zakat yang ditentukan dalam al-Qur‟an, hamba sahaya saat ini sudah tidak ada. Namun, bukan berarti pos dana untuk hamba sahaya sudah tidak ada. Dana ini dapat disalurkan untuk membebaskan orang-orang yang tertindas atau tidak berdaya menghadapi kekuatan sosial dan ekonomi yang menindasnya. Dapat
47
pula dimanfaatkan untuk mendanai upaya advokasi korban-korban penggusuran bagi masyarakat kecil (Asnaini, 2008: 131). Menurut Qardhawi (1991:592), arti perbudakan adalah meliputi perbudakan perorangan dan perbudakan bangsa. Oleh karenanya bagian riqab diperbolehkan untuk dipergunakan membebaskan tawanan muslim. Dan tawanan muslim ini tidak hanya tawanan perang bersenjata akan tetapi juga tawanan yang dilakukan oleh tuan-tuan pada tenaga kerja Indonesia Dalam dan Luar Negeri, mereka yang ditelantarkan tuannya, disiksa dan tidak diberi gaji. Ini lebih kejam dari perbudakan di zaman jahiliyah. 6) Gharim; yang dimaksud gharim ada 3 macam, yaitu: a) Orang
yang
meminjam
guna
menghindarkan
fitnah
atau
mendamaikan pertikaian atau permusuhan. b) Orang yang meminjam guna keperluan diri sendiri atau keluarganya untuk hajat yang mubah. c) Orang yang meminjam karena tanggungan misalnya para pengurus masjid, madrasah atau pesantren menanggung pinjaman guna keperluan masjid, madrasah atau pesantren ini. 7) Sabilillah; yang dimaksud sabilillah ialah jalan yang dapat menyampaikan sesuatu karena ridho Allah baik berupa ilmu maupun amal. 8) Ibnu sabil; yang dimaksud ibnu sabil ialah orang yang mengadakan perjalanan dari negara dimana dikeluarkan zakat atau melewati negara
48
itu. Akan diberi zakat jika memang menghendaki dan tidak bepergian untuk maksiat. Bagian ini tidak setiap waktu ada, akan tetapi baiknya disediakan sekadarnya (Khasanah, 2010:41-42). 5. Tujuan Zakat Zakat merupakan ibadah dan kewajiban sosial bagi para aghniya’ (hartawan) setelah kekayaannya memenuhi batas minimal (nishab) dan rentang waktu setahun (haul). Tujuannya untuk mewujudkan pemerataan keadilan dalam ekonomi. Sebagai salah satu aset lembaga ekonomi Islam, zakat merupakan sumber dana potensial strategis bagi upaya membangun kesejahteraan umat. Karena itu al-Quran memberi rambu agar zakat yang dihimpun disalurkan kepada mustahiq (orang yang benar-benar berhak menerima zakat) (Rofiq, 2004:259). Berikut akan dijelaskan secara rinci mengenai tujuan zakat. Yang dimaksud dengan tujuan zakat dalam hubungan ini adalah sasaran praktisnya, diantaranya: a. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan hidup serta penderitaan. b. Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh mustahiq. c. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama muslim dan manusia pada umumnya. d. Menghilangkan sifat kikir atau serakah para pemilik harta. e. Membersihkan sifat iri dan dengki (kecemburuan sosial) dari hati orangorang miskin.
49
f. Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin dalam suatu masyarakat. g. Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang, terutama pada mereka yang mempunyai harta. h. Mendidik
manusia
untuk
disiplin
menunaikan
kewajiban
dan
menyerahkan hak orang lain yang ada padanya. i. Sarana pemerataan pendapatan untuk mencapai keadilan sosial (Djuanda, dkk, 2006:15-16). 6. Hikmah dan Manfaat Zakat Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung hikmah dan manfaat yang demikian besar dan mulia, baik yang berkaitan dengan orang yang berzakat, penerimanya, harta yang dikeluarkan zakatnya, maupun bagi masyarakat. Hikmah dan manfaat zakat dapat dilihat dari beberapa sisi, yaitu: a. Bagi para muzakki (orang yang memberi) 1) Membersihkan jiwa dari sifat-sifat kikir dan bakhil (tamak). 2) Menanamkan perasaan cinta kasih terhadap golongan yang lemah. 3) Mengembangkan rasa semangat kesetiakawanan dan kepedulian sosial. 4) Membersihkan harta dari hak-hak (bagian kecil) para penerima zakat (mustahiq) dan merupakan perintah Allah Swt. 5) Menumbuhkan kekayaan si pemilik, jika dalam memberikan zakat dilandasi rasa tulus dan ikhlas.
50
6) Terhindar dari ancaman Allah dan siksaan yang amat pedih.
b. Bagi para mustahiq (penerima) 1) Menghilangkan perasaan sakit hati, iri hati, benci dan dendam terhadap golongan kaya yang hidup serba cukup dan mewah yang tidak peduli dengan masyarakat bawah. 2) Menimbulkan dan menambah rasa syukur serta simpati atas partisipasi golongan kaya terhadap kaum dhuafa. 3) Menjadi modal kerja untuk berusaha mandiri dan berupaya mengangkat hidup. c. Bagi pemerintah 1) Menunjang keberhasilan pelaksanaan program pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan umat Islam. 2) Memberikan solusi aktif meretas kecemburuan sosial di kalangan masyarakat (Suyitno, dkk, 2005:21-23). Kemudian hikmah dan manfaat zakat dapat disimpulkan, yaitu: a. Untuk membersihkan atau menyucikan jiwa muzzakki (orang yang mengeluarkan zakat) dari sifat-sifat tercela, seperti kikir, sangat mementingkan diri sendiri (individualisme), dan sebagainya. b. Untuk membersihkan harta bendanya dari kemungkinan bercampur dengan harta benda yang tidak 100% halal.
51
c. Untuk mencegah berputarnya harta kekayaan berada di tangan orangorang kaya saja, demi mewujudkan pemerataan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. d. Untuk meningkatkan kualitas hidup atau kesejahteraan hidup manusia (Zuhdi, tt:241-242). 7. Macam-Macam Zakat a. Zakat Fitrah Adalah sejumlah bahan makanan pokok yang dikeluarkan pada bulan Ramadhan oleh setiap orang muslim bagi dirinya dan bagi orang yang ditanggungnya yang memiliki kelebihan makanan pokok untuk sehari pada hari raya Idul Fitri (Anshori, 2006:40). Zakat fitrah itu disyariatkan pada bulan sya‟ban tahun kedua Hijriyah. Hikmahnya ialah untuk menyucikan orang yang puasa dari perbuatan dan perkataan kosong serta keji, dan untuk memberi makan orang-orang miskin. Siapa yang membayar zakat sebelum shalat, maka itu merupakan zakat yang diterima, dan siapa yang membayarnya setelah shalat, maka itu menjadi sedekah di antara bermacam sedekah (Sabiq, 1978:154). 1) Syarat-syarat wajib zakat fitrah diantaranya: a) Islam b) Lahir sebelum matahari terbenam pada hari penghabisan bulan ramadhan. Sedangkan orang yang meninggal pada waktu ifthor, tidak wajib mengeluarkan zakat ataupun orang yang lahir setelah itu.
52
c) Mempunyai kelebihan harta keperluan makanan untuk dirinya sendiri dan untuk yang wajib dinafkahinya (Rasjiq, 2005:208). 2) Waktu-waktu membayar zakat fitrah. Waktu wajib membayar zakat fitrah pada asalnya adalah sewaktu terbenam matahari pada malam hari raya Idul Fitri. Tetapi tidak ada larangan apabila membayar sebelum waktu tersebut, asalkan masih tetap dalam hitungan bulan ramadhan (Anshori, 2006:42). Kemudian akan diterangkan beberapa waktu dan hukum membayar fitrah pada waktu itu, sebagai berikut: a) Waktu yang diperbolehkan yaitu dari awal Ramadhan sampai hari penghabisan Ramadhan. b) Waktu wajib, yaitu mulai terbenam matahari penghabisan Ramadhan. c) Waktu yang lebih baik (sunat), yaitu dibayar sesudah shalat subuh sebelum pergi shalat hari raya. d) Waktu makruh, yaitu membayar fitrah sesudah shalat hari raya, tetapi sebelum terbenam matahari pada hari raya. e) Waktu haram lebih telat lagi, yaitu dibayar sesudah terbenam matahari pada hari raya (Rasjid, 2005:209-210). b. Zakat Maal Adalah bagian dari harta kekayaan seseorang juga (badan hukum) yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertentu dalam jumlah
53
minimal tertentu (Anshori, 2006:46). Adapun unsur-unsur zakat sebagai berikut: 1) Orang yang mengeluarkan zakat (muzakki). 2) Harta yang wajib dizakati meliputi emas dan perak, perdagangan dan perusahaan, hasil pertanian dan perkebunan, hasil peternakan dan perikanan, hasil pertambangan, hasil pendapatan dan jasa, dan rikaz (barang temuan) (Anshori, 2006:21-23). 3) Penerima zakat (mustahiq). Golongan orang yang menerima zakat yaitu delapan asnaf diantaranya adalah fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, sabilillah, dan ibnu sabil (Anshori, 2006:24). 4) Amil Adalah pengelola zakat yang diorganiasikan dalam suatu badan atau lembaga. Amil memiliki kekuatan hukum secara formal untuk mengelola zakat. Menurut Abdurrahman sebagaimana yang dikutip oleh Anshori (2006:25) menyatakan bahwa dengan adanya amil, maka pelaksanaan zakat memiliki beberapa ketentuan formal: a) Menjamin kepastian hukum dan disiplin pembayaran zakat. b) Menjaga perasaan rendah diri pada mustahiq zakat. c) Untuk mencapai efisien dan efektifitas zakat. d) Memperlihatkan syiar Islam dalam semangat penyelenggaraan pemerintahan yang Islami.
54
B. Tinjauan Umun tentang Pendayagunaan Zakat 1. Jenis Penyaluran Zakat Pola
penyaluran
zakat
kepada
orang-orang
yang
berhak
menerimanya menggunakan dua cara yaitu: a. Penyaluran zakat konsumtif Penyaluran zakat dalam bentuk konsumtif yaitu zakat yang disalurkan kepada mustahiq untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seperti makan, tempat tinggal meneruskan perjalanan dan lain-lain. Fungsi ini adalah asal dari fungsi zakat yaitu memberikan zakat untuk kebutuhan sehari-hari (Hafidhuddin, 2002:133). Sebagaimana dalam Q.S AlBaqarah ayat 273:
(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah, mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi, orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari mintaminta, kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.
55
b. Penyaluran zakat produktif Penyaluran zakat dalam bentuk produktif adalah zakat yang diberikan kepada fakir miskin berupa modal usaha atau lainnya yang digunakan untuk usaha produktif, hal ini akan meningkatkan taraf hidupnya, dengan harapan seorang mustahiq akan bisa menjadi muzakki jika dapat
menggunakan harta zakat
tersebut
untuk
usahanya
(Hafidhuddin, 2002:133). Penyaluran zakat dalam bentuk produktif ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim berikut, yang artinya: Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Salim bin Abdillah bin Umar dari ayahnya: bahwa Rasulullah Saw. memberikan uang zakat kepada Umar bin Al-Khatab yang bertindak sebagai amil zakat seraya bersabda: Ambilah dahulu, setelah itu milikilah (berdayakanlah) dan sedekahkan kepada orang lain dan apa yang datang kepadamu dari harta semacam ini sedang engkau tidak membutuhkannya dan bukan engkau minta, maka ambilah. Dan mana-mana yang tidak demikian maka janganlah engkau turutkan nafsumu (Hadist Riwayat Muslim).
Menurut An-Najah, berikut beberapa pendapat ulama mengenai zakat produktif: Pendapat pertama; mengatakan bahwa zakat produktif hukumnya boleh. Dalil-dalil mereka sebagai berikut:
1) Zakat Produktif mengandung maslahat besar yang akan kembali kepada para fakir dan miskin. Begitu juga kepada para pembayar zakat, karena uang yang mereka bayarkan tetap utuh sedang labanya akan terus mengalir kepada fakir dan miskin. Mereka membayar zakat dengan jumlah tertentu yang terbatas dan dalam waktu terbatas, tetapi
56
walaupun begitu manfaatnya terus mengalir tanpa mengurangi harta tersebut, dengan demikian pahala mereka terus mengalir seiring dengan mengalirnya manfaatnya. 2) Mengqiyaskan kepada perintah untuk menginvestasikan harta anak yatim. 3) Hadist-hadist yang menunjukkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam mengumpulkan unta sedekah dan digemukkan. Ini menunjukkan kebolehan menginvestasikan harta zakat.
Pendapat Kedua; mengatakan bahwa zakat produktif hukumnya tidak boleh secara mutlak. Ini adalah pendapat Majma’ al-Fiqh al-Islamy Rabithah al-Alam al-Islamy, pada pertemuannya yang ke-15, di Mekkah pada tanggal 11 Rajab1419 / 31 Oktober 1998. Dalil-dalil mereka: 1) Firman Allah: ”Dan tunaikanlah haknya (zakatnya) di hari memetiknya”. (Qs. al-An’am: 141). Ayat ini menunjukkan bahwa zakat harus segera dibayarkan ketika panen. Ini menunjukkan larangan mengundurkan pembayaran zakat kepada yang berhak, walaupun dengan alasan diinvestasikan. 2) Perintah membayarkan zakat sifatnya segera tidak boleh diundur. Ini berdasarkan kaidah ushul fiqh yang berbunyi: “Pada dasarnya perintah itu menunjukkan pelaksanaannya harus segera.“ 3) Hadist „Uqbah bin al-Harist radhiyallahu ‘anhu berkata:“Dari 'Uqbah berkata, "Aku pernah shalat 'Ashar di belakang Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di kota Madinah. Setelah salam, tiba-tiba beliau berdiri dengan tergesa-gesa sambil melangkahi leher-leher orang 57
banyak menuju sebagian kamar isteri-isterinya. Orang-orang pun merasa heran dengan ketergesa-gesaan beliau. Setelah itu beliau keluar kembali menemui orang banyak, dan beliau lihat orang-orang merasa heran. Maka beliau pun bersabda: "Aku teringat dengan sebatang emas yang ada pada kami. Aku khawatir itu dapat menggangguku, maka aku perintahkan untuk dibagi-bagikan." (HR. Bukhori) Hadist di atas menunjukkan bahwa zakat harus segera dibagikan kepada yang berhak, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam tergesa-gesa pulang ke rumah untuk membagikan harta kepada yang berhak, padahal beliau baru saja selesai sholat. Seandainya pembayaran zakat boleh diundur-undur, tentunya tidak tergesa-gesa seperti itu untuk membagikan zakat.
4) Uang zakat sebenarnya milik delapan golongan yang disebut Allah di dalam al-Qur‟an, oleh karena itu jika ingin diinvestasikan, maka dikembalikan kepada mereka, bukan kepada lembaga-lembaga zakat. 5) Di dalam investasi uang zakat terdapat ketidakjelasan pada hasilnya, bisa untung atau rugi. Jika mendapat kerugian, maka akan merugikan para fakir miskin dan golongan lain yang berhak mendapatkan zakat, sehingga hak mereka menjadi hilang.
Pendapat Ketiga: Zakat Produktif dibolehkan setelah kebutuhan pokok para fakir miskin dan golongan lain terpenuhi terlebih dahulu, kemudian sisanya bisa dinvestasikan di dalam proyek-proyek yang menguntungkan dengan hasil yang bisa segera bisa dinikmati golongan yang berhak mendapatkan zakat.
58
Pendapat ini menggabungkan dua pendapat di atas. Satu sisi tidak merugikan fakir miskin karena mereka tetap mendapatkan hak-hak mereka sesegera mungkin untuk menutupi kebutuhan pokok mereka. Di sisi lain, sisa harta tersebut diinvestasikan pada proyek-proyek yang menguntungkan,sehingga manfaatnya kembali kepada mereka juga.
Pada pertemuannya
keputusan
Majma
yang ketiga
di
al-Fiqh
al-Islamy
OKI,
pada
Amman Kerajaan Jordan,
yang
diselenggarakan pada tanggal 8-13 shofar 1407 H / 11-16 Oktober 1986 M, No 15 ( 3/3 ) menyebutkan: “Secara prinsip dibolehkan menginvestasikan uang zakat di dalam proyek-proyek investasi yang berakhir kepada kepemilikan pada orang-orang yang berhak mendapatkan zakat, atau proyek-proyek ini di bawah lembaga resmi yang bertanggung jawab terhadap pengumpulan zakat dan pembagiannya. Ini disyaratkan harus terpenuhi terlebih dahulu kebutuhan yang mendesak dan segera bagi golongan yang berhak mendapatkan zakat, begitu juga harus ada jaminan yang cukup agar proyek-proyek tersebut tidak mendapatkan kerugian. “ Keputusan tersebut dikuatkan pada an-Nadwah ats-Tsalitsah li Qadhaya az-Zakat al-Mu’ashirah di Kuwait pada tahun 1992 M (An-Najah: 2013)
Adapun penetapan Departemen Agama yang dikutip oleh Ali (1988:62-63) mengenai pemanfaatan zakat dapat digolongkan ke dalam empat kategori, sebagai berikut: 1) Kategori pertama, adalah pendayagunaan zakat yang konsumtif tradisional sifatnya. Dalam kategori ini zakat dibagikan kepada orang
59
yang berhak menerimanya untuk dimanfaatkan langsung oleh yang bersangkutan, seperti zakat fitrah yang diberikan kepada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau zakat harta yang diberikan kepada korban bencana alam. 2) Kategori kedua, adalah zakat konsumtif kreatif. Yang dimaksud dengan ini adalah zakat yang diwujudkan dalam bentuk lain dari barangnya semula seperti misalnya diwujudkan dalam bentuk alat-alat sekolah beasiswa dan lain-lain. 3) Kategori ketiga, adalah zakat produktif tradisional. Yang dimaksud dalam kategori ketiga ini adalah zakat yang diberikan dalam bentuk barang-barang produktif, misalnya kambing, sapi, mesin jahit, alatalat pertukangan dan sebagainya. Pemberian zakat dalam bentuk ini akan dapat mendorong orang menciptakan suatu usaha atau memberikan suatu lapangan kerja baru bagi fakir-miskin. 4) Kategori keempat, adalah zakat produktik kreatif. Kedalam bentuk ini dimasukkan semua pendayagunaan zakat yang diwujudkan dalam bentuk modal yang dapat dipergunakan, baik untuk membangun suatu proyek sosial maupun untuk membantu atau menambah modal seseorang pedagang atau pengusaha kecil. Pendayagunaan zakat dalam kategori ketiga dan keempat ini perlu dikembangkan karena pendayagunaan zakat yang demikian mendekati hakikat zakat, baik yang terkandung dalam fungsinya sebagai
60
ibadah maupun dalam kedudukannya sebagai dana masyarakat (Ali, 1988:63). Mengenai pendayagunaan zakat telah diatur pula dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, pada pasal 27 yang intinya zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat, hal ini dapat dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahiq telah terpenuhi. 2. Zakat sebagai Pemberdayaan Ekonomi Umat Zakat merupakan jalinan persekutuan antara yang miskin dan yang kaya. Melalui zakat, persekutuan tersebut diperbaharui setiap tahun secara terus menerus. Zakat merupakan instrumen religius yang membantu perseorangan dalam masyarakat untuk menolong penduduk miskin yang tidak mampu menolong dirinya sendiri, agar kemiskinan dan kesengasaraan hilang dari masyarakat (muslim). Ditinjau dari sistem ekonomi Islam, zakat sebagai salah satu instrumen fiskal untuk mencapai tujuan keadilan sosio ekonomi dan distribusi kekayaan serta pendapatan, secara aklamasi dipandang sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari falsafah moral Islam dan didasarkan pada komitmen yang pasti terhadap persaudaraan kemanusiaan (Khasanah, 2010:55). Menurut Arifuzzaman (2008:57) yang dikutip dari buku Didin Hafidhuddin, berjudul problematika zakat kontemporer, yang dimaksud dengan pemberdayaan adalah suatu proses yang berjalan terus menerus
61
untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat terkhusus orang
miskin,
dalam
meningkatkan
taraf
hidupnya.
Sedangkan
pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses dimana masyarakat, terutama mereka yang miskin sumber daya, kaum perempuan, dan kelompokkelompok lainnya didukung agar mampu meningkatkan kesejahteraannya secara mandiri. Dalam proses ini terdapat lembaga berperan sebagai fasilitator yang mendampingi proses pemberdayaan masyarakat. Hal ini akan meningkatkan kesesuaian program pembangunan dengan kenyataan dan memperkuat keberlanjutan program karena masyarakat mempunyai rasa memiliki dan tanggung jawab. Menurut Umar bin al-Khattab, zakat disyariatkan untuk merubah mereka yang semula mustahiq (penerima zakat) menjadi muzakki (pemberi/pembayar zakat). Sehingga dengan demikian, term pemberdayaan menjadi lebih bermakna. Zakat tidak hanya sekedar dimaknai secara tekstual, dan didistribusikan sebagai pemberian dalam bentuk konsumtif, untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek. Akan tetapi perlu dilakukan inovasi dan pembaharuan pemahaman dalam bentuk penalaran utamanya tentang harta benda atau profesi yang hasilnya dikenakan beban zakat, dan pendistribusiannya sebagian diberikan dalam bentuk dana untuk kegiatan produktif. Dengan demikian diharapkan para mustahiq dapat memutar dana tersebut,
sehingga
dapat
menjamin
kebutuhan
sehari-hari
dan
mengembangkannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam jangka panjang (Rofiq, 2004:259-260).
62
Menurut Rofiq (2004:268), menyatakan bahwa: “Pembagian zakat secara konsumtif boleh jadi masih diperlukan namun tidak semua harta zakat yang dihimpun dari para aghniya’ dihabiskan. Artinya, ada sebagian lain yang mestinya lebih besar, dikelola dan didistribusikan sebagai investasi, untuk memberikan modal kepada para mustahiq, dan selanjutnya dengan investasi tersebut, mereka dapat membuka usaha dan secara lambat laun mereka akan memiliki kemampuan ekonomi yang memadai. Dengan demikian, zakat sebagai pemberdayaan ekonomi umat dapat direalisasikan dengan sungguh-sungguh.”
Zakat
sebagai
institusi
ekonomi
umat
dapat
dikelola
dan
didistribusikan secara lebih baik. Tidak hanya diberikan dalam bentuk konsumtif, tetapi dapat dikembangkan dalam bentuk pemberian inventasi (produktif), sehingga dengan demikian misi utama zakat untuk mewujudkan pemerataan dapat terwujud (Rofiq, 2004:270).
C. Problematika Pengumpulan Zakat Dalam ekonomi modern zakat mempunyai dampak distribusional untuk mengurangi gap pendapatan antara golongan kaya dan miskin. Zakat juga menstimulasi tuntutan ekonomi kaum miskin dengan meningkatkan out put dan lapangan pekerjaan. Jadi apabila zakat ditunaikan sesuai syariah, kemiskinan dapat dihilangkan dengan mengurangi jumlah umat Muslim yang miskin (Farkhani, 2008:154-155). Namun, persoalan zakat adalah sesuatu yang tidak pernah habis dibicarakan. Wacana tersebut terus bergulir mengikuti peradaban Islam.
63
Berikut wacana yang dikutip dari Ita Permata Sari (2014), mengenai beberapa hal yang menjadi problematika zakat saat ini, yaitu: 1. Peran zakat sebagai salah satu rukun Islam yang harus ditunaikan oleh umatnya yang mampu hanya menjadi kesadaran personal. Semestinya zakat menjadi sebuah gerakan kesadaran positif. Karena, zakat bukan hanya sekedar kewajiban yang mengandung nilai teologis tetapi juga kewajiban finansial yang mengandung nilai sosial yang tinggi. 2. Kurangnya pemahaman umat terhadap makna substansi zakat. Zakat hanya sebagai suatu kewajiban agama untuk membersihkan harta milik dari kekotoran. Pada akhirnya penyaluran zakat tanpa melihat sisi kemanfaatan ke depan bagi yang berhak menerimanya. Tanpa melihat bahwa zakat memiliki peran penting dan signifikan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan serta berpengaruh nyata pada tingkah laku konsumen. 3. Meningkatnya kesadaran dalam membayar zakat tidak disertai dengan pengumpulan dan penyaluran yang terencana secara komprehensif sebagaimana zakat mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan ekonomi umat. Selain persoalan di atas, adapun beberapa kelemahan pengumpulan zakat, adalah: 1. Kurang tertibnya administrasi pemasukan dan pengeluaran zakat yang menyebabkan tidak terdatanya potensi dana yang bisa dikembangkan. 2. Ada kemungkinan zakat tersebut tidak tersalurkan kepada mustahiq secara maksimal.
64
3. Tidak adanya pengawasan terhadap proses pemasukan dan pengeluaran zakat (Asnaini, 2008:137). Maka cara untuk mewujudkan fungsi zakat dan perannya dalam membangun
perekonomian
masyarakat
adalah
dengan
memodernkan
pengelolaan zakat. Salah satunya dengan mengoptimalkan kinerja lembaga pengelola zakat, untuk menjadi sebuah lembaga yang profesional dan kompeten.
D. Tinjauan Umun tentang Lembaga Pengelola Zakat Pemanfaatan zakat harta ini sangat tergantung pada pengelolaannya. Apabila pengelolaannnya baik, manfaatnya akan dirasakan pula oleh masyarakat. Perlu pula diatur mengenai perorganisasian zakat, agar pelaksanaan zakat dapat dikoordinasikan dan diarahkan. Ini perlu untuk memantapkan kepercayaan masyarakat dan wajib zakat. Peranan pemerintah diperlukan dalam hal ini, di samping keikutsertaan pemimpin-pemimpin agama (Ali, 1988:64). Sebagaimana pada zaman pemerintahan Rasulullah saw., beliau mengirim petugas-petugasnya untuk mengumpulkan zakat dan membagibagikannya kepada para mustahiq. Khalifah Abu Bakar dan Umar juga melakukan hal yang sama, tidak ada bedanya antara harta yang jelas seperti hasil pertanian; buah-buahan; ternak; dan barang tambang, maupun yang tersembunyi seperti barang-barang dagangan; emas-perak; dan harta karun (Sabiq, 1978:135).
65
Berdirinya organisasi-organisasi pengelola zakat merupakan sebuah harapan akan tertolongnya kesulitan hidup kaum dhuafa dan pada sisi lain akan membantu mengurangi masalah kemiskinan. Dengan adanya organisasi ini, kaum dhuafa dapat terbantu dan terbina sehingga mereka biasa memenuhi tuntutan pokok hidupnya dan keluar dari kesulitan ekonomi dengan mendesak para muzakki untuk memenuhi kewajiban zakat (Khasanah, 2010:73). Berikut definisi pengelolaan zakat dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat pasal 1 (1), pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Dengan tujuan sebagaimana dalam undang-undang ini pasal 3, yaitu: 1. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat, dan 2. Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. Untuk mewujudkannya maka pengelolaan zakat wajib memakai amil sebagai pihak pengelola zakat. Adanya amil berarti adanya peraturan dan undang-undang, tertib kerja dan syarat-syarat. Baik bagi amil sendiri ataupun bagi orang-orang yang akan memperoleh zakat. Untuk menjadi amil hendaknya terdiri dari unsur-unsur: 1. Umara’ (Penguasa setempat atau pemerintah). 2. Ulama’ (orang yang paham hukum zakat dan ahli administrasi ekonomi). 3. Aghniya’ (mewakili muzakki).
66
4. Fuqara’ (mewakili mustahiq) (Al Buny, 1981:180). Sistem administrasi dan penyusunan personalia pengelola zakat harus didasarkan pada prinsip-prinsip manajemen yang sehat agar pelaksanaan zakat dapat berjalan dengan sebaik-baiknya. Supaya organisasi yang mengurus zakat dapat berkembang dengan baik, prinsip-prinsip pengorganisasian berikut perlu dilaksanakan: 1. Penganggung jawab tertinggi seyogyanya pemerintah atau pejabat tertinggi dalam strata pemerintahan setempat atau lingkungan tertentu. Unsur-unsur masyarakat Islam perlu diikutsertakan, juga bertanggung jawab. 2. Pelaksananya adalah suatu lembaga tetap dengan pegawai yang bekerja penuh secara profesional, dibiayai pada permulaan dengan subsidi pemerintah, yang kemudian, secara berangsur-angsur oleh dana amal zakat sendiri. 3. Kebijaksanaan harus dirumuskan secara jelas dan dipergunakan sebagai dasar perencanaan dan pendayagunaan zakat, sumber dan sasaran pemanfaatannya untuk suatu waktu tertentu. 4. Program pendayagunaan zakat harus terinci supaya lebih efektif dan produktif bagi pengembangan masyarakat. 5. Usulan proyek penggunaan dana untuk pelaksanaan program yang dilakukan oleh lembaga dan atau oleh organisasi masyarakat, harus didasarkan pada studi kelayakan. 6. Mekanisme
pengawasan
dilakukan
melalui
peraturan-peraturan,
administrasi, baik ketatausahaan maupun pembukuan. Tiga bulan sekali atau
67
setiap penutupan tahun buku dibuat laporan kegiatan yang diumumkan kepada masyarakat. 7. Pengembangan dasar-dasar hukum tentang zakat, pemahaman baru tentang zakat, sumber zakat, masalah pengumpulan dan pendayagunaannya dilakukan melalui penelitian, baik penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan. 8. Penyuluhan untuk menciptakan kondisi yang kondusif (mendorong dalam menarik partisipasi masyarakat untuk menunaikan ibadah zakat dilakukan secara teratur dan terus-menerus (Ali, 1988:64-66). Adapun yang menjadi tugas dari amil zakat, antara lain: 1. Pendaftaran dari para muzakki (orang yang diperkirakan telah dapat menunaikan tugas zakatnya). Mencatat secara sistematis para pembayar zakat, berhubungan erat dengan administrasi keuangan dan harta benda lainnya. Terutama dengan nishab yang akan ditunaikan. Dengan mengetahui berapa jumlah muzakki, akan mempermudah pemungutan dengan planing. Jumlah zakat sudah dapat diperkirakan dan penyaluran pada sektor-sektor produksi lebih terarah. 2. Pendaftaran para mustahiq (orang yang berhak menerima zakat). Terutama sekali fakir dan miskin. Ini pernah dilaksanakan pada zaman Khalifah kedua Umar bin Khattab ra. Suatu daftar orang-orang miskin dapat diatur menurut keadaan kadar zakat yang patut dikeluarkan. Daftar statistik yang tersusun dapat diatur untuk mengetahui para masakin yang diberi bantuan dan ditempatkan
pada
sektor
produksi.
Serta
dapat
diketahui
grafik
68
berkurangnya dan bertambahnya orang yang menerima dan membayar zakat. Terutama sekali untuk mengetahui perkembangan orang-orang yang bekerja atas modal zakat. 3. Mengatur organisasi dan administrasi zakat, akan meliputi sistem administrasi keuangan yang luas (Al Buny, 1981:179). Dengan adanya pengelolaan zakat oleh lembaga pengelola zakat, akan memiliki beberapa keuntungan: 1. Untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayar zakat. 2. Untuk menjaga perasaan rendah diri para mustahiq zakat apabila berhadapan langsung untuk menerima zakat dari para muzakki. 3. Untuk mencapai efisien dan efektivitas serta sasaran yang tepat dalam penggunaan harta zakat menurut skala prioritas yang ada pada suatu tempat. 4. Untuk memperlihatkan syiar Islam dalam semangat penyelenggaraan pemerintahan yang Islami (Hafidhuddin, 2007:126).
E. Kepercayaan Masyarakat terhadap Pengelola Dana Zakat Dikutip dari laporan BAZNAS, potensi dana zakat di Indonesia mencapai Rp 217 Triliun, namun pengumpulan zakat belum mencapai angka tersebut. Pada tahun 2014 lalu, pengumpulan zakat hanya mencapai 3,2 triliun masih jauh dari potensi yang sebenarnya. Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengelola zakat masih kurang. Hal tersebut menjadi salah satu sebab potensi dana zakat yang belum maksimal. Sebagian besar muzakki menyatakan
69
bahwa pengelolaan zakat oleh lembaga pengelola zakat belum optimal, karena tidak menghasilkan wujud yang nyata. Sehingga muzakki memberikan zakatnya secara perorangan tanpa melalui lembaga pengelola zakat. Konteks inilah yang menjadi tantangan bagi pengelola zakat untuk menimbulkan kepercayaan muzakki agar membayarkan zakatnya melalui lembaga
pengelola
zakat.
Maka
dari
itu,
pengelola
zakat
harus
mengoptimalkan pengelolaan zakat dengan baik. Dengan itu, dapat mengembalikan kepercayaan muzakki terhadap lembaga pengelola zakat. Dengan muzakki menyalurkan zakatnya melalui lembaga pengelola zakat, diharapkan dapat meningkatkan potensi dana zakat. Satu sisi untuk mengoptimalkan kepuasan muzakki, sisi lain kemaslahatan mustahiq dapat tercapai tanpa kesenjangan (Asnaini, 2008:137).
70
BAB III UPAYA AMIL AINUL YAQIN DALAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT A. Gambaran Umum Tentang Amil Ainul Yaqin 1. Sejarah Amil Ainul Yaqin Amil Ainul Yaqin adalah salah satu lembaga amil zakat yang konsentrasi pada bidang pengumpulan zakat, infaq, dan shadaqah, serta bertanggung jawab terhadap upaya penyalurannya. Kepanitiaan ini sudah didirikan sejak tahun 80-an, dan belum pernah berhenti hingga sekarang. Amil Ainul Yaqin melaksanakan kegiatannya berdasarkan pengetahuan para ulama di dusun Bringin. Kemudian pada tahun 2008 didirikanlah Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqah (BAZIS) di Kabupaten Semarang. BAZIS Kabupaten Semarang lahir sebagai implementasi Peraturan Daerah Nomor 04 tahun 2008 tentang Pengelolaan Zakat, Infaq dan Shadaqah. Perda ini disusun sebagai tindak lanjut Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Disamping amanah undang-undang yang ditindaklanjuti dengan Perda zakat di Kabupaten Semarang. Berdasarkan undang-undang pengelolaan zakat BAZIS Kabupaten memiliki kewajiban untuk membentuk BAZIS Kecamatan sebagai pengelola zakat untuk wilayah kecamatan, seperti BAZIS Kecamatan
71
Bringin Kabupaten Semarang. Lembaga-lembaga pengelola dana zakat ini melaksanakan tugasnya berdasarkan peraturan yang berlaku. Setelah BAZIS Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang didirikan, maka amil Ainul Yaqin tidak bergerak sendiri melainkan juga menjadi tanggung jawab BAZIS Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang. Dan saat ini, amil Ainul Yaqin merupakan pengelola dana zakat yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Ketua Badan pelaksana BAZIS Kecamatan Bringin Nomor 008/BAZIS/Kec.Bringin/VII/2014, tentang Panitia Zakat Fitrah Masjid Ainul Yaqin, Krajan Bringin periode 2014-2017 (hasil wawancara dengan bapak Haji Ahmad Mugni, pada tanggal 24 Februari 2015). 2. Tugas dan Wewenang Amil Ainul Yaqin Tugas dan wewenang amil Ainul Yaqin sebagai pengelola dana zakat di dusun Bringin, sebagai berikut: a. Mendata muzakki, munfiq, mutashoddiq dan mustahiq di wilayahnya. b. Mengumpulkan, mencatat, dan mentasharufkan zakat fitrah baik yang berupa beras maupun uang; zakat maal; infaq; dan shadaqah. c. Melaporkan hasil pengumpulan zakat, infaq, dan shadaqah kepada UPZIS dan BAZIS Kecamatan. 3. Struktur Amil Ainul Yaqin Struktur amil Ainul Yaqin yang telah dibentuk pada rapat takmir masjid Ainul Yaqin desa Bringin tanggal 25 Juli 2014, yaitu: Susunan amil Ainul Yaqin
72
Pelindung
: Kepala Dusun Bringin
Penasehat
: K.H. Abdul Hamid Nawawi
Ketua
: H. Ma‟ruf Drs. H. Munasir, MM.
Sektretaris
: H. Ahmad Mughni, S.H. H. Rifa‟i, S.Ag. Endardiyono, S.Pd.
Bendahara
: H. Muhamad Nizar, S.H. Susamto H. Badrun
Perlengkapan
: Jurnadi Jumhadi Abdul Halim Asrip
Anggota
: Drs. H. Damroji M.Pd. H. Zaeni H. Muri H. Sunaryo Semua Petugas Pos
Konsumsi
: Hj. Siti Zumrotun
Petugas Pos Pos I
: Mustain, Iwan, Yanto, Fathan
Pos II
: Yudi, Mahbub, Erwin
73
Pos III
: Fain, Kasrin, Pardi, Taufik, Priyanto
Pos IV
: Darmadi, Proyo, Suwarno, Pristiyanto
Pos V
: Dimyati, M. Sahidin, Sutomo, Caeri
Pos VI
: Mustain, Suwanto, Imam, H Karwanto
Pos VII
: Shohifudin, Agus Amil Ainul Yaqin sebagai pengelola zakat di dusun Bringin tidak
bergerak sendiri. Selain Kepanitiaan ini telah dibentuk pula Kelompok Binaan Zakat (KBZ) di desa Bringin. KBZ adalah organisasi yang khusus menyalurkan dana zakat dalam bentuk produktif yaitu berupa bantuan modal usaha.
B. Gambaran Umum Tentang KBZ Bringin 1. Sejarah KBZ Bringin Amil Ainul Yaqin tidak melaksanakan pengelolaan zakat sendiri, bekerja sama pula dengan organisasi pengelola zakat lain yang disebut KBZ Bringin. Kelompok Binaan Zakat (KBZ) merupakan suatu kelompok yang dibentuk untuk melakukan pembinaan zakat terhadap penerima dana zakat dalam bentuk bantuan modal usaha, sehingga tidak habis begitu saja, namun dapat benar-benar meningkatkan usahanya. Adapun yang menjadi latar belakang dibentuknya KBZ, yaitu dari hasil peninjauan BAZIS pusat Jakarta terhadap pengelolaan zakat di daerah Bringin yang dinyatakan baik dan selalu meningkat pada tiap tahunnya. Sehingga BAZIS pusat ingin membentuk suatu kelompok binaan zakat
74
khusus mengelola dana zakat yang disalurkan dalam bentuk produktif yaitu berupa bantuan modal usaha. Tujuan dibentuknya KBZ adalah untuk mengembangkan dana zakat sehingga tidak habis begitu saja, serta untuk pemberdayaan ekonomi umat. KBZ Bringin dibentuk pada tahun 2012 berdasarkan SK dari Kantor Urusan Agama Kabupaten Semarang. Calon pengurus KBZ harus mengikuti workshop tentang KBZ yang diadakan oleh BAZIS pusat di Semarang. Sehingga para pengurus KBZ mengetahui dengan jelas kewajiban yang harus dilaksanakannya. Dengan adanya KBZ Bringin, diharapkan pedagang menengah dapat mengembangkan usahanya lebih baik (hasil wawancara dengan bapak Susamto, pada tanggal 25 Mei 2015). 2. Tugas dan Wewenang KBZ Bringin Tugas dan wewenang KBZ Bringin sebagai pengelola dana zakat produktif, diantaranya: a. Mendata mustahiq penerima bantuan modal usaha di wilayahnya. b. Mencatat pembayaran dana bergulir secara tertib. c. Memantau perkembangan pedagang penerima bantuan modal usaha KBZ. 3. Struktur KBZ Bringin Struktur KBZ Bringin yang telah dibentuk pada rapat takmir masjid Ainul Yaqin desa Bringin tanggal 25 Juli 2014, yaitu: Susunan Amil Ainul Yaqin Pelindung
: Kepala Dusun Bringin
75
Penasehat
: K.H. Abdul Hamid Nawawi
Ketua
: H. Ma‟ruf Drs. H. Munasir, MM.
Sektretaris
: H. Ahmad Mughni, S.H. H. Rifa‟i, S.Ag.
Bendahara
: Susamto H. Muhamad Nizar, S.H.
Sie. Pengumpulan
: Yudi Kasta Irwan, Amin Ahsin H. Damraji, H. Mahmud Mauri
Sie. Penyaluran
: H. Badrun, H. Ahmad Zaini H. Usman Sunaryo, Habib Imam Muslim
C. Upaya Amil Ainul Yaqin dan KBZ Bringin dalam Mensosialisasikan dan Mentasharufkan Zakat 1. Upaya Amil Ainul Yaqin dalam Mensosialisasikan Pembayaran Zakat Sebelumnya telah dibahas berkenaan dengan gambaran umum tentang amil Ainul Yaqin dan KBZ Bringin. Pembahasan berikutnya mengenai gambaran umum tentang upaya amil Ainul Yaqin dan KBZ Bringin dalam mensosialisasikan dan mentasharufkan zakat. Zakat hukumnya wajib, sehingga barang siapa yang hartanya telah sampai pada nishabnya hendaklah mengeluarkan sebagian untuk diberikan kepada orang yang membutuhkan. Dalam hal ini, tidak sedikit orang yang belum mengetahui akan kewajiban zakat.
76
Amil Ainul Yaqin sebagai pengelola dana zakat di dusun Bringin selalu melakukan upaya untuk memberikan pemahaman kepada muzakki mengenai kewajiban menunaikan zakat. Berbagai upaya yang dilakukan Amil dalam mensosialisasikan pembayaran zakat, sebagai berikut: a. Sarasehan mengenai zakat ke desa. Amil mengadakan sarasehan ke desa mengenai dasar-dasar zakat. Dengan adanya program ini diharapkan masyarakat mengetahui definisi zakat, syarat dan rukunnya, batasan-batasan dalam mengeluarkan zakat, serta hukuman bagi orang yang wajib berzakat namun lalai, tujuannya agar masyarakat desa paham betul mengenai zakat. b. Penyuluhan tentang kewajiban zakat melalui pengajian. Amil Ainul Yaqin telah sering melaksanakan penyuluhan tentang kewajiban zakat melalui pengajian. Melalui penyuluhan ini menyerukan kepada para muzakki mengenai kewajiban menunaikan zakat. Serta menghimbau kepada muzakki di dusun Bringin untuk membayarkan zakatnya melalui amil. Karena melalui amil pembagian serta penyaluran zakat tersebut lebih efektif. Selain itu amil akan mengelola zakat berdasarkan ketetuan syariat Islam, dan pembagiannya kepada mustahiq lebih merata. Apabila muzakki memberikan zakat secara perorangan dirasa kurang efektif dan dikhawatirkan adanya kecemburuan dari mustahiq yang lain.
77
Adapun yang menjadi faktor penghambat amil Ainul Yaqin dalam pelaksanaan zakat di Dusun Bringin, yaitu mengenai kepercayaan muzakki pada amil zakat. Karena awal mula pengumpulan zakat di Bringin sebelum adanya amil zakat dijalankan oleh seorang Kyai, namun kenyataannya pembagian zakat tidak seperti yang diharapkan. Dana zakat yang terkumpul tidak diketahui wujud hasilnya. Hal inilah yang menjadikan kurangnya kepercayaan muzakki di dusun Bringin terhadap pengelola dana zakat. Amil Ainul Yaqin sebagai pengelola dana zakat selalu melakukan upaya
untuk
mengembalikan
kepercayaan
para
muzakki
sehingga
membayarkan zakatnya melalui Amil. Amil melaksanakan pengelolaan zakat secara optimal, dan dengan penyalurannya yang transparan. Dana zakat didistribusikan kepada mustahiq delapan asnaf dengan prosentase yang telah disesuaikan. Sehingga dana zakat tersebut dapat mewujudkan hasil yang baik yaitu untuk membantu kesejahteraan masyarakat. Upaya
yang
telah
dilakukan
Amil
Ainul
Yaqin
dalam
mensosialisasikan pembayaran zakat serta berusaha untuk mengoptimalkan pengelolaannya, menunjukkan hasil yang baik. Dari data Amil Ainul Yaqin, jumlah muzakki meningkat pada setiap tahunnya.
Dari awalnya hanya
beberapa orang, tahun 2014 lalu terdapat 27 muzakki yang menyalurkan zakat maal melalui amil. Dana zakat yang dikeluarkan muzakki bermacam jumlahnya dari 500 ribu rupiah hingga 10 juta rupiah. Adapun muzakki yang rutin mengeluarkan zakatnya kepada amil Ainul Yaqin, seperti Toko Zam-
78
Zam (hasil wawancara dengan bapak Haji Ahmad Mugni, pada tanggal 24 Februari 2015).
Rekapitulasi data Amil Ainul Yaqin tahun 2014, dana zakat yang terkumpul sebagai berikut: a. Zakat Fitrah : 1) Beras
: dari 337 orang
: 1.011 liter
2) Uang
: dari 991 orang
: Rp 19.820.000,-
b. Shadaqah
:
1) Beras
: 2 orang
2) Uang
: Rp 1.050.000,-
c. Zakat Maal : dari 27 orang
: 4 liter
: Rp 113.775.000
Jadi, jumlah penerimaan dana zakat seluruhnya 134.645.000 rupiah, dan 1.015 liter beras. 2. Upaya Amil Ainul Yaqin dusun Bringin dalam Mentasharufkan Zakat Sebelumnya telah dijelaskan bahwa upaya amil Ainul Yaqin dalam mensosialisasikan
pembayaran
zakat
cukup
berhasil.
Amil
dapat
membuktikan kepada masyarakat bahwa pengelolaan zakat memberikan perkembangan ekonomi bagi para mustahiq. Selanjutkan akan dipaparkan mengenai upaya amil dan KBZ Bringin dalam mentasharufkan zakat. Amil Ainul Yaqin melaksanakan kegiatannya minimal sekali dalam tiap tahunnya, yaitu kegiatan mengawal zakat fitrah. Namun, apabila dilain waktu terdapat muzakki yang mengeluarkan zakatnya, maka amil segera 79
bergerak sebagai penerima, dan mentasharufkan kepada yang berhak menerimanya. Adapun jenis zakat yang sudah masuk pada amil Ainul Yaqin selain zakat fitrah, terdapat zakat tijarah, zakat hasil tani, dan zakat profesi (pedagang). Dalam upaya pentasharufan dana zakat, amil Ainul Yaqin membagi dan menyalurkan dana dalam dua bentuk penyaluran zakat yaitu konsumtif dan produktif. Penyaluran zakat dalam bentuk konsumtif merupakan penyaluran zakat paling utama, yaitu yang diberikan kepada mustahiq sesuai dalam 8 asnaf, berdasarkan Q.S at-Taubah ayat 60 yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, fisabilillah, dan ibnu sabil. Sedangkan penyaluran zakat dalam bentuk produktif, sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Bapak Haji Ahmad Mugni: “Produktif berarti bukan konsumtif, bentuk konsumtif begitu zakat kemudian didistribusikan habis di makan, sedangkan zakat produktif ini merupakan suatu permodalan.” Penyaluran dana zakat dalam bentuk produktif dilaksanakan setelah kebutuhan konsumtifnya terpenuhi. Adapun rekapitulasi pentasharufan dana zakat oleh amil Ainul Yaqin pada tahun 2014, sebagai berikut: Uraian
Mustahiq
Jumlah
Keterangan
Fakir Miskin
470 orang
Rp 28.200.000,-
@ 3 liter beras dan Rp 60.000,-
KBZ
Rp 15.000.000,-
80
Usaha
Ekonomi 80 orang
Rp 16.000.000,-
@ Rp 200.000,-
Lemah dan Miskin Subsidi
Siswa
Rp 7.000.000,-
Miskin Amil meliputi ATK 47 orang
Rp 3.290.000
Sabilillah,
Rp 31.750.000,-
@ 70.000,-
Pengajian, TPQ Ghorim
Rp 26.750.000,-
Ibnu Sabil
Rp 300.000,-
Tabel: 2.1 Rekapitulasi pentasharufan dana zakat oleh Amil Ainul Yaqin pada tahun 2014.
Setelah melihat rekapitulasi pentasharufan dana zakat oleh Amil Ainul Yaqin, telah dipaparkan adanya dana yang dialokasikan pula untuk Kelompok Binaan Zakat (KBZ), berikut penjelasannya. KBZ Bringin sebagai pengelola zakat yang khusus dibidang produktif melaksanakan kegiatannya secara rutin. Awal berjalannya KBZ yaitu, mendapatkan dana dari BAZIS pusat sebesar 20 juta dan dari amil Ainul Yaqin sebesar 10 juta, maka modal awal KBZ terdapat dana sebesar 30 juta. Dan kemudian disalurkan dalam bentuk modal besar, yang ditujukan bagi pedagang menengah. Pedagang menengah maksudnya pedagang yang telah memiliki usaha dan masih kekurangan modal, serta memiliki kemampuan untuk mengembangkannya.
81
KBZ mempunyai sistem binaan yang disebut bantuan modal dana bergulir. Bentuk sistem binaan KBZ yaitu memberikan bantuan modal sebesar 3000.000 rupiah untuk tiap orangnya, dengan pembayaran 15 kali. Untuk setiap bulan para pedagang ini memiliki kewajiban untuk membayar sebesar 200.000 rupiah, ditambah membayar shadaqah sebesar 5 ribu rupiah seperti aturan yang telah disepakati. Awalnya yang menerima bantuan modal hanya 10 orang, dan saat ini pedagang menengah yang menerima bantuan modal ini sudah mencapai 30-40 orang, dan akan terus bertambah apabila dana zakat yang terkumpul juga meningkat. Selain itu, adapun keringanan bagi pedagang yang belum dapat membayar pada bulan ini, maka diberi waktu untuk membayar rangkap pada bulan berikutnya, untuk hal ini tetap disurvei supaya mengetahui sebabnya, dan sifatnya untuk pembinaan. Dengan tujuan utamaya adalah untuk mengurangi rentenir dipasar. Berikut data peningkatan keuntungan sebagian pedagang binaan KBZ: No
Nama
Jenis
Laba
Laba
Kenaikan
Usaha
Sebelum
Sesudah
Laba
800.000,-
300.000,-
1
Maryuni
Kelontong
500.000,-
2
Suratni
Warung
2.000.000,- 3.000.000,- 1.000.000,-
Makan 3
Budi Prasetyo
Sosis
400.000,-
1.200.000,- 800.000,-
4
Wiji Prihantoro Tahu
500.000,-
1.000.000,- 500.000,-
82
Campur 5
Santoso
Cilok
800.000,-
1.000.000,- 200.000,-
Tabel: 2.2 Data peningkatan keuntungan sebagian pedagang binaan KBZ.
Suatu program pasti tidak lepas dari resiko, adapun resiko yang dihadapi dari sistem bantuan modal dana bergulir ini yaitu seperti pedagang yang lalai dari kewajibannya untuk membayar. Kemudian pengurus KBZ akan mengkaji terlebih dahulu sebab kelalaiannya. Apabila diketahui karena sakit atau hal lain yang menjadikan pedagang ini tidak memungkinkan untuk membayar, maka dapat dimaklumkan. Namun, apabila diketahui sebabnya karena hal yang tidak baik atau disalah gunakan, maka pedagang tersebut akan ditegur oleh pengurus KBZ dan dihentikan dari penerima bantuan modal, kemudian dana akan dialihkan kepada pedagang lainnya. Selain itu, terdapat pula kendala pelaksanaannya yaitu pengurus KBZ belum dapat melakukan pembinaan secara langsung kepada pedagang karena kurangnya tenaga, tetapi tidak juga melepas begitu saja dan tetap ada pemantauan (hasil wawancara dengan bapak Susamto, pada tanggal 25 Mei 2015). Menurut wawancara dengan bapak Haji Ahmad Mugni, pada tanggal 24 Februari 2015, menyatakan bahwa dalam pentasharufan zakat bentuk produktif terdapat kriteria mustahiq yang menjadi sasaran bantuan modal ini. Amil Ainul Yaqin dan KBZ Bringin melakukan penyeleksian data-data dari RT di wilayah bringin. Dengan melihat dari jenis usaha
83
dagangnya dan perkiraan modalnya, kemudian dari data tersebut akan diadakan musyawarah yang menentukan pedagang kriteria menengah dan kecil. Untuk pedagang kecil mendapatkan bantuan modal usaha dari amil sebesar 200.000 rupiah tiap orangnya yang bersifat lepas, sedangkan pedagang menengah diarahkan pada KBZ. Pendataan dari pihak RT ini bertujuan untuk mengantisipasi dari kecemburuan, apabila hanya Amil yang melakukan penyeleksian.
84
BAB IV ANALISIS UPAYA AMIL AINUL YAQIN DAN KBZ BRINGIN DALAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT A. Analisis Upaya Amil Ainul Yaqin dusun Bringin dalam Mensosialisasikan dan Mentasharufkan Zakat Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang lima. Zakat juga merupakan salah satu kewajiban yang ada di dalamnya. Maka jelas bahwa zakat adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan bagi setiap umat muslim yang telah mampu untuk menunaikannya. Dalam pelaksanaan zakat telah terbentuk organisasi zakat sebagai pengelola dana zakat. Organisasi zakat dibentuk atas ketentuan undang-undang dan peraturan pelaksanaannya. Organisasi zakat ini dibentuk dari pusat pemerintahan sampai ke daerah pedesaan, dengan tugasnya dari pemungutan hingga penyaluran dana zakat. Organisasi ini bekerja untuk menentukan garisgaris besar bagi pedoman pelaksanaan zakat tersebut (Al Buny, 1974:159). Dengan adanya organisasi pengelola zakat, maka diharapkan muzakki membayarkan zakatnya melalui organisasi zakat. Sebagaimana yang dilakukan oleh amil Ainul Yaqin sebagai pengelola dana zakat di dusun Bringin yang selalu melakukan upaya untuk dalam mensosialisasikan kewajiban pembayaran zakat. Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh amil Ainul Yaqin dalam mensosialisasikan pembayaran zakat sudah maksimal. Upaya ini menciptakan kondisi yang kondusif serta dapat menarik partisipasi masyarakat untuk 85
menunaikan ibadah zakat yang dilakukan secara teratur dan terus-menerus. Hal tersebut didasari dari peningkatan dalam perolehan dana zakat tiap tahunnya. Kesadaran masyarakat untuk membayar zakat meningkat, mengingat muzakki membayarkan zakat pada kesempatan yang ada tidak hanya saat zakat fitrah. Dapat dilihat dari data penerimaan zakat amil Ainul Yaqin pada tahun 2014, jumlah muzakki meningkat dari tahun sebelumnya. Dari awalnya hanya beberapa orang, tahun 2014 lalu muzakki yang mengeluarkan zakat maal berjumlah 27 orang, dengan bermacam jumlahnya dari 500 ribu rupiah hingga 10 juta rupiah sesuai dengan nishab pendapatannya. Dana zakat yang sudah terkumpul akan didistribusikan kepada mustahiq. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Qardawi (1991:670-672) mengenai sasaran pembagian zakat yaitu: 1. Zakat mestilah dibagikan pada semua mustahiq, apabila harta zakat itu banyak dan semua sasaran itu ada, maka pembagiannya sama atau hampir sama atau tergantung kebutuhannya. 2. Diperbolehkan memberikan semua zakat, tertuju pada sasaran tertentu saja, untuk mewujudkan kemaslahatan yang sesuai dengan syara‟. 3. Hendaknya golongan fakir dan miskin adalah sasaran pertama yang harus menerima zakat, karena memberi kecukupan kepada mereka, merupakan tujuan utama dari zakat. 4. Hendaknya mengambil pendapat Imam Syafi‟i dalam menentukan batas yang paling tinggi mengenai bagian dana zakat yang diberikan kepada amil
86
zakat sebagai pengelola dana zakat, yaitu 1/8 dari harta zakat dan tidak diperbolehkan lebih dari demikian. 5. Apabila harta zakat itu sedikit, seperti harta perorangan yang tidak begitu besar, maka dalam keadaan demikian itu diberikan pada satu sasaran saja, sebagaimana dikemukakan oleh An-Nakha‟i dan Abu Tsaur, bahkan diberikan pada satu individu sebagaimana yang dikemukakan oleh Abu Hanifah. Amil Ainul Yaqin telah berusaha semaksimal mungkin untuk membagi zakat secara efektif dan adil, untuk menghindari diskriminasi antar mustahiq. Pembagian dana zakat juga telah disesuaikan menurut skala prioritas yang ada pada dusun Bringin, yaitu diuatamakan untuk warga fakir dan miskin. Dalam upaya pentasharufan zakat amil Ainul Yaqin membagi dan menyalurkan dana dalam dua bentuk penyaluran zakat yaitu konsumtif dan produktif. Setelah dibagikan dalam bentuk konsumtif kepada mustahiq, kemudian dibagikan dalam bentuk produktif berupa bantuan modal usaha. Pedagang yang mendapatkan bantuan modal ini termasuk dalam asnaf miskin yang memiliki usaha kecil. Dengan diberikannya bantuan modal diharapkan dapat mengembangkan usahanya. Pada tahun 2014, dan zakat yang dialokasikan untuk menambah bantuan modal ini sebesar 16.000.000 rupiah, yang dibagikan kepada 80 pedagang kecil, dan tiap orangnya mendapat 200.000 rupiah. Jadi, amil Ainul Yaqin tidak hanya mendistribusikan zakat dalam bentuk konsumtif, tetapi juga dalam bentuk produktif. Sehingga terdapat dana yang dibagikan bersifat langsung habis, dan dana untuk dikembangkan.
87
Selain itu, terdapat pula bagian dana zakat yang dialokasikan kepada KBZ, guna memberikan tambahan bantuan modal usaha kepada pedagang menengah. Awalnya yang menerima bantuan modal hanya 10 orang, dan saat ini pedagang yang menerima bantuan modal sudah mencapai 30-40 orang, dan akan terus bertambah apabila dana zakat yang terkumpul juga meningkat. Pada tahun 2014, sebagian dana yang terkumpul di amil Ainul Yaqin juga dialokasikan kepada KBZ sebesar 15.000.000 rupiah. KBZ memberikan dana tersebut kepada 5 orang pedagang, yang setiapnya mendapat 3.000.000 rupiah.
B. Analisis Tingkat Pemberdayaan Ekonomi Mustahiq di Amil Ainul Yaqin dan KBZ Bringin Amil sebagai pengelola dana zakat memiliki tugas yang berhubungan dengan pengaturan soal zakat. Mulai dari pendataan orang-orang yang wajib zakat dan macam zakat yang diwajibkan padanya, juga besar harta yang wajib dizakati. Kemudian pendataan mengenai mustahiq zakat meliputi jumlah mustahiq, kebutuhan, serta besar biaya yang dapat mencukupi. Dan juga halhal lain yang merupakan urusan yang perlu ditangani secara sempurna oleh para ahli dan dan petugas serta para pembantunya (Qardawi, 1991:546). Dengan pengelolaan zakat yang dilaksanakan oleh amil secara optimal, maka diharapkan dapat mencapai tujuan dari pemberian zakat kepada yang membutuhkan. Tujuan utama zakat yaitu untuk membantu kesejahteraan masyarakat yang kebutuhan hidupnya kurang mencukupi. Apabila zakat diberikan kepada sasaran penerima zakat yaitu mustahiq delapan asnaf secara
88
tepat, maka manfaat zakat akan tercapai. Sebagaimana pendayagunaan zakat yang dilaksanakan oleh amil Ainul Yaqin di dusun Bringin. Amil Ainul Yaqin dan KBZ Bringin telah berusaha melaksanakan pengelolaan zakat secara maksimal. Sehingga tingkat pemberdayaan ekonomi mustahiq di dusun Bringin cukup berkembang. Dana zakat yang diberikan kepada masyarakat di dusun Bringin dapat membantu untuk mencukupi kebutuhan harian. Selain itu, beberapa pedagang yang mendapatkan dana zakat berupa tambahan modal usaha, dapat meningkatkan keuntungan dagang daripada sebelumnya. Adapun pedagang yang telah berubah statusnya menjadi muzakki, sehingga tahun berikutnya sudah berkewajiban untuk mengeluarkan zakatnya. Namun masih terdapat kendala dan kekurangan yang dihadapi dalam pemberdayaan ekonomi mustahiq di dusun Bringin. Berikut penjabarannya, mengenai penyaluran zakat konsumtif oleh amil Ainul Yaqin sudah sesuai, karena pembagiannya berdasarkan mustahiq delapan asnaf. Amil mendistribusikan dana zakat yang terkumpul secara transparan, sehingga dapat terlihat wujudnya. Dana zakat yang dialokasikan dalam bentuk ini lebih banyak diberikan untuk kategori fakir dan miskin, seperti yang telah dipaparkan diatas pada rekapitulasi pentasharufan zakat oleh amil Ainul Yaqin. Sedangkan penyaluran dana zakat dalam bentuk produktif oleh amil Ainul Yaqin dirasa masih kurang efektif, walaupun sifatnya lepas. Pedagang yang mendapatkan bantuan modal ini hanya sebagian kecil yang menunjukkan peningkatan, bahkan dapat dikatakan jarang. Tujuan utama pemberian zakat
89
produktif adalah untuk membantu dan dapat menambah modal para pedagang supaya lebih berkembang, dan usahanya lebih maju. Namun, senyatanya beberapa pedagang menggunakan dana tersebut untuk hal lain seperti membayar hutang, atau habis untuk kebutuhan harian, sehingga tidak mewujudkan perkembangan pada usahanya. Hal tersebut juga menyebabkan ketergantungan mustahiq pada penyaluran dana zakat produktif ini. Padahal yang dimaksud dengan produktif adalah dana tersebut dapat berkembang dan tidak habis begitu saja. Seperti misalnya pedagang bensin eceran, sebelum mendapat bantuan ini labanya 25% dan habis untuk kebutuhan harian. Dengan diberinya bantuan modal dana zakat 200.000 diharapkan agar dapat menambah modalnya semisal 3 drum bensin lebih banyak dari biasanya, namun pada kenyataannya belum berhasil (hasil wawancara dengan Haji Ahmad Mugni, pada tanggal 24 Februari 2015). Lain halnya dengan KBZ, sebagai suatu kelompok yang dibentuk untuk melakukan pembinaan zakat terhadap penerima dana zakat dalam bentuk modal atau penambahan modal usaha, sehingga tidak habis begitu saja, namun dapat benar-benar meningkatkan usahanya. Penyaluran bantuan modal yang dilakukan oleh KBZ Bringin terus mengalami kemajuan. Dengan adanya bantuan modal ini dapat menambah pendapatan sebagian besar pedagang, walaupun masih terdapat resiko dan kendala. Menurut wawancara dengan Maryuni seorang pedagang warung makanan kecil, bahwa selain dapat menambah modalnya juga menambah
90
pendapatannya. Dari keuntungan awal sebelum mendapat bantuan modal sebesar 500 ribu rupiah, dan keuntungan sesudah mendapat dana ini bertambah menjadi 800 ribu rupiah, maka keuntungannya bertambah sebanyak 15% . Menurut peneliti, dana bantuan modal dari KBZ lebih efektif apabila dibandingkan dana bantuan modal dari amil, walaupun sifatnya dana bergulir. Karena pedagang yang mendapatkan bantuan modal ini sebagian besar menunjukan perkembangan, bahkan terdapat pedagang yang sudah mampu menjadi muzakki. Selain itu bantuan modal dari KBZ ini juga mengajarkan para pedagang untuk menabung tanpa bunga, serta dapat melatih pedagang untuk mengelola usahanya dengan baik. Selain itu program ini dapat menyerukan kepada para pedagang untuk dapat bersedekah sedikit demi sedikit, dan kemudian diharapkan para pedagang ini dapat menjadi muzakki kelak. Adapun manfaat utama dari program ini yaitu dapat menjauhkan para pedagang dari rentenir yang hanya memanfaatkan para pedagang lemah ini seperti yang diutarakan oleh Suratni pedagang warung makan dari hasil wawancara tanggal 19 Mei 2015. Walaupun pengelolaan zakat oleh amil Ainul Yaqin dan KBZ sudah baik, namun pemberdayaan ekonomi mustahiq belum optimal seluruhnya. Karena terdapat beberapa faktor-faktor yang menjadi penghambat, sebagai berikut: 1. Ketergantungan dan harapan mustahiq terhadap dana zakat. Menurut wawancara dengan Ahmad Mugni pada tanggal 24 Februari 2015, meski jumlah dana zakat yang ditasharufkan kepada mustahiq mengalami
91
peningkatan pada tiap tahunnya, namun ketergantungan dan harapan dari mustahiq bahwa pada saat yang lain dia akan mendapatkan bagian lagi dari dana zakat masih ada. Sehingga tidak sedikit mustahiq yang lebih mengandalkan dana zakat tanpa keinginan untuk lebih berkembang. 2. Kelalaian yang disengaja oleh pedagang. Adapun hambatan dari KBZ, menurut wawancara dengan Susamto pada tanggal 25 Mei 2015, yaitu adanya pedagang binaan KBZ yang lalai dari kewajibannya membayar, dan tidak memanfaatkan bantuan modal tersebut dengan baik. Sehingga bantuan modal yang sudah diberikan habis sia-sia. Disamping faktor penghambat yang telah dikemukakan diatas, adapun beberapa faktor pendukung amil Ainul Yaqin dan KBZ dalam melaksanakan pengelolaan zakat, antara lain: 1. Niat kerja dengan ikhlas, tanpa mengharap imbalan. Pengelola zakat harus memiliki niat yang ikhlas dalam melaksanakan kegiatannya. Karena pembagian zakat merupakan suatu pekerjaan sosial dan tidak untuk mengharap imbalan. Sehingga apabila setiap pengelola zakat memiliki sifat yang demikian maka pengelolaannya akan otomatis baik, dan sesuai dengan syariat Islam. 2. Semangat untuk mengentaskan kemiskinan masyarakat serta mengurangi rentenir. Salah satu tujuan zakat adalah untuk mengentaskan kemiskinan masyarakat, maka dengan dana zakat harus diberikan kepada yang benar-benar kepada
92
yang membutuhkan. Selain itu, dengan zakat juga sangat membantu mengurangi rentenir yang hanya memanfaatkan para pedagang di pasar. 3. Kepercayaan muzakki kepada amil sebagai pengelola zakat. Muzakki sebagai penyalur zakat dan amil sebagai pengelola zakat memiliki hubungan yang saling berkaitan. Amil harus melaksanakan kegiatannya berdasarkan prinsip pengelola zakat yaitu profesional, transparan, amanah, dan akuntabel. Sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan muzakki untuk menyalurkan zakatnya melalui amil. Kepercayaan muzakki kepada amil zakat menjadi faktor utama dari peningkatan zakat. Dari pengelolaan zakat yang baik menjadikan muzakki tidak ragu untuk menyalurkan zakatnya melalui amil zakat. Selain lebih efektif, juga menghindarkan kecemburuan diantara mustahiq. Hal ini merupakan hasil dari upaya amil dalam mensosialisasikan pembayaran zakat yang sudah maksimal.
C. Persepsi Umat Muslim Bringin Terhadap Pemberdayaan Ekonomi Mustahiq di Amil Ainul Yaqin dan KBZ Bringin Setelah mengetahui tingkat pemberdayaan ekonomi mustahiq di amil Ainul Yaqin dan KBZ Bringin, selanjutnya akan dipaparkan mengenai persepsi umat Muslim Bringin terhadap pemberdayaan ekonomi mustahiq di amil Ainul Yaqin dan KBZ Bringin. Masyarakat Bringin terutama para muzakki dan mustahiq menyatakan, bahwa pengelolaan zakat oleh amil memberikan hasil yang positif. Berbagai upaya yang dilakukan amil Ainul Yaqin dalam mensosialisasikan pembayaran
93
zakat dapat memberikan pemahaman bagi masyarakat mengenai pentingnya zakat. Amil dapat membuktikan kepada para muzakki dari pengelolaan zakat yang lebih efektif, rapi, serta transparan dikuatkan pula dengan laporan tahunan yang dapat menimbulkan kepercayaan muzakki terhadap lembaga pengelola zakat, dan kemudian menyalurkan zakatnya melalui amil ini. Menurut wawancara dengan Budi Prasetyo pedagang sosis keliling pada tanggal 25 Mei 2015, menyatakan bahwa pengelolaan dana zakat produktif oleh pengurus KBZ sangat positif. Selain pentasharufannya merata, sistem pendataannya juga rutin sehingga dapat menambah keyakinan dan semangat untuk terus mengembangkan usahanya. Menurut wawancara dengan Susamto bendahara KBZ pada tanggal 25 Mei 2015, menyatakan bahwa tidak sedikit pedagang yang menerima dana bantuan modal ini telah berubah menjadi muzakki. Maka, tidak heran jika dana zakat yang terkumpul meningkat pada tiap tahunnya dan pemberdayaan ekonomi masyarakat di dusun Bringin menjadi meningkat pula.
94
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil analisis yang ada di bab empat dapat disimpulkan yaitu sebagai berikut: 1. Amil Ainul Yaqin sebagai penanggung jawab pengelolaan dana zakat di dusun Bringin telah melakukan upaya dalam mensosialisasikan pembayaran zakat kepada masyarakat dengan maksimal. Upaya tersebut meliputi penyuluhan tentang kewajiban zakat melalui pengajian dan juga sarasehan mengenai zakat ke desa. Upaya ini menciptakan kondisi yang kondusif serta dapat menarik partisipasi masyarakat untuk menunaikan ibadah zakat yang dilakukan secara teratur dan terus-menerus. Hal tersebut didasari dari peningkatan dalam perolehan dana zakat tiap tahunnya. Kesadaran masyarakat untuk membayar zakat meningkat, mengingat pula muzakki membayarkan zakat pada kesempatan yang ada, tidak hanya saat zakat fitrah. Sedangkan pentasharufan zakat, amil Ainul Yaqin telah berusaha adil dalam menyalurkan dana zakat kepada mustahiq dari delapan asnaf meliputi fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, ibnu sabil serta fi sabilillah. Pembagian zakat juga telah disesuaikan menurut skala prioritas yang ada pada dusun Bringin, yaitu diutamakan bagi warga fakir dan miskin. Dalam pembagiannya amil berusaha semaksimal mungkin untuk membagi zakat secara efektif dan adil, untuk menghindari diskriminasi antar mustahiq.
95
2. Tingkat pemberdayaan ekonomi mustahiq di dusun Bringin cukup berkembang. Dana zakat yang diberikan kepada masyarakat di dusun Bringin dapat membantu untuk mencukupi kebutuhan harian. Selain itu, beberapa pedagang yang mendapatkan dana zakat berupa tambahan modal usaha, dapat meningkatkan keuntungan dagang daripada sebelumnya. Dari hasil wawancara, adapun pedagang yang telah berubah statusnya menjadi muzakki,
sehingga
tahun
berikutnya
sudah
berkewajiban
untuk
mengeluarkan zakatnya. Namun masih terdapat faktor-faktor yang menjadi kendala dan kekurangan, sehingga pemberdayaan ekonomi masyarakat belum dapat berkembang pesat. Faktor-faktor tersebut yaitu: a. Faktor penghambat pengelolaan zakat di amil Ainul Yaqin: 1) Ketergantungan mustahiq terhadap dana zakat, hal tersebut menimbulkan tidak sedikit mustahiq yang lebih mengandalkan dana zakat tanpa keinginan untuk lebih berkembang. 2) Penyaluran dana zakat dalam bentuk produktif masih kurang efektif, walaupun sifatnya lepas. Pedagang yang mendapatkan bantuan modal ini hanya sebagian kecil yang menunjukkan perkembangan, bahkan dapat dikatakan jarang. Karena beberapa pedagang menggunakan dana tersebut untuk hal lain seperti membayar hutang, atau habis untuk kebutuhan harian. Sedangkan yang dimaksud dengan produktif adalah dana tersebut dapat dikembangkan dan tidak habis begitu saja. b. Faktor penghambat pengelolaan zakat produktif di Kelompok Binaan Zakat (KBZ) Bringin:
96
1) Sasaran terhadap pedagang yang menerima dana bantuan modal terkadang kurang tepat, karena pedagang tersebut tidak menggunakan dana sebagaimana mestinya. 2) Kelalaian yang disengaja oleh pedagang penerima bantuan modal usaha KBZ, dengan menyalahgunakan penggunaan dana sehingga dana zakat habis sia-sia. 3. Masyarakat Bringin terutama para muzakki dan mustahiq menyatakan, bahwa pengelolaan zakat oleh amil memberikan hasil yang positif. Berbagai upaya yang dilakukan amil Ainul Yaqin dalam mensosialisasikan pembayaran zakat, dapat memberikan pemahaman bagi masyarakat mengenai pentingnya zakat. Amil juga membuktikan kepada para muzakki dari pengelolaan zakat yang lebih efektif, rapi, serta transparan deikuatkan pula dengan laporan tahunan sehingga menimbulkan kepercayaan muzakki terhadap lembaga pengelola zakat, dan kemudian menyalurkan zakatnya melalui amil ini.
B. Saran Dari kesimpulan diatas, penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Bagi Pengelola Amil Ainul Yaqin dan Kelompok Binaan Zakat (KBZ) a. Amil Ainul Yaqin untuk mensosialisasikan penggunaan dana zakat, sehingga dana tersebut tidak disalahgunakan, serta dapat lebih dikembangkan oleh para mustahiq.
97
b. KBZ agar lebih kompeten dalam pemilihan pedagang yang menerima bantuan modal sehingga bantuan modal tersebut dapat diberikan kepada pedagang yang tepat, serta baik pengelolaan usahanya. Dan juga memberikan sosialisasi lebih mengenai sistem penggunaan bantuan modal KBZ, sehingga dana tersebut tidak disalahgunakan. c. Dapat
dijadikan
sebagai
bahan
informasi
dalam
perumusan
kebijaksanaan khususnya yang berhubungan dengan zakat. 2. Bagi Mustahiq dan Muzakki Dusun Bringin a. Mustahiq sebagai penerima zakat supaya mengelola dana zakat yang telah diberikan kepadanya dengan baik, dan untuk pedagang yang menerima dana zakat dalam bentuk bantuan modal agar dapat menggunakan dananya untuk mengembangkan usahanya. Sehingga diharapkan kelak mustahiq dapat menjadi muzakki. b. Muzakki sebagai yang wajib berzakat agar selalu menunaikan zakat sesuai dengan nishab hartanya, dan supaya bersedia untuk menyalurkan zakat melalui amil yang ada, sehingga pentasharufan zakat kepada yang berhak menerimanya lebih merata.
98
DAFTAR PUSTAKA Buku: Al Buny, Djamal‟uddin Ahmad. 1974. Problematika Harta dan Zakat. Jakarta: PT. Bina Ilmu Ali, Mohammad Daud. 1988. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: UIP Al Zuhayly, Wahbah (Ed). 1995. Zakat, Kajian Berbagai Mazhab. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Anshori, Abdul Ghofur. 2006. Hukum dan Pemberdayaan Zakat. Yogyakarta: Pilar Media Arikunto, Suharsimi. 1997. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta Bungin Burhan. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Departemen Agama RI. tt. al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Media Insani Publishing Djuanda, dkk. 2006. Pelaporan Zakat Pengurangan Pajak Penghasilan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Hafidhuddin, Didin. 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani Hamid, Syamsul Rijal. 2002. Seputar Masalah Zakat dan Puasa. Jakarta: Penebar Salam Khasanah, Umrotul. 2010. Manajemen Zakat Modern Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat. Malang: UIN-Maliki Press Moleong, Lexy J. 2008. Metodologi Penelitian. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Qardawi, Yusuf (diterjemahkan oleh Harun Salman, dkk). 1991. Hukum Zakat, Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadist. Jakarta: Litera AntarNusa Rasjid, Sulaiman. 2005. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo Rofiq, Ahmad. 2004. Fiqh Konstektual dari Normatif ke Pemaknaan Sosial. Semarang: Pustaka Pelajar Offset Sabiq, Sayid. 1978. Fikih sunnah. Bandung: Pt. Al Maarif Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif. Bandung: Alfabeta Suyitno, dkk. 2005. Anatomi Fiqh Zakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Utsman, Sabian. 2014. Metodologi Penelitian Hukum Progresif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Zuhdi, Masjfuk. tt. Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung
99
Jurnal: An-Najah,
Ahmad Zain. 2013. “Hukum Zakat Produktif”. (http://ahmadzain.com/2013/06/hukum-zakat-produktif, diakses 26 Juni 2013). Arifuzzaman, Siti Napsiyah. 2008. “Membangun Kesejahteraan Umat Melalui Zakat, Infaq, dan Sadaqah”. Dialog, 66(1):51-59 Asnaini. 2008. “Maksimalisasi Fungsi Zakat dengan Sistem Tiga Arah”. Ijtihad, 2(1): 121-139 Farkhani. 2008. “Zakat (Pajak Agama) untuk Kesejahteraan Umat”. Ijtihad, 2(2):141-157 Sari, Ita Permata. 2014. “Masalah dan Solusi Zakat di Indonesia”. (http://yomata.blogspot.com/2014/12/masalah-dan-solusi-zakat-diindonesia, diakses 26 Desember 2014).
Perundang-undangan: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
100