ZAIN Aku Mencintaimu Karena Allah
a novel by:
LULU EL-KAMEL
ZAIN Aku Mencintaimu Karena Allah Oleh: Lulu El-Kamel Editor: Tamam Hasbiallah Cetakan pertama: September, 2016 Copyright © 2016 by Lulu El-Kamel
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin dari pihak penulis.
Desain Sampul: Kawanimut
156 hlm.; 19 cm
Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com
DAFTAR ISI
PROLOG ~ 6 1. Cowok Datar Tanpa Ekspresi ~ 9 2. "Vino G. Bastian" Ngajar Agama ~ 20 3. Malam Minggu yang Horor ~ 34 4. Sang Iblis dan Malaikat Penyelamat ~ 48 5. Siapa Cewek Itu? ~ 61 6. Tafakkur Alam ~ 74 7. Ma Fi Qalbi Ghairullah ~ 99 8. Kita Pacaran? ~ 115 9. Manusia Baru ~ 129 10. Aku Mencintaimu Karena Allah ~ 138 EPILOG ~ 151 TENTANG PENULIS ~ 156
PROLOG
Air conditioner di ruang keluarga yang luas ini tetap nggak mampu menyejukkan kepalaku yang terbalut kerudung putih. Berkali-kali aku menyeka dahiku yang berkeringat, atau mencoba menjejalkan anak poniku yang mulai mencuat keluar dari kerudung putihku, atau sesekali membenarkan letak kerudungku yang mulai berantakan karena seringnya aku menggaruk-garuk kepalaku yang sebenarnya nggak biasa memakai kerudung. Aku juga nggak bisa duduk tenang di tengah-tengah para ibuibu yang terdiri dari sanak saudara, kerabat dan tetangga. Aku benar-benar kayak cacing kepanasan! Di sebelah kananku, Mama berkali-kali menyenggolku dan mendesis menyuruhku untuk tetap tenang. Sementara di sebelah kiriku, ada calon ibu mertuaku (dan mungkin beberapa menit lagi status “calon” itu akan hilang) yang tampak khusyuk mendengarkan apa yang sedang terjadi di ruang depan. Aku terpaksa menenangkan diri dan ikut mendengarkan. “Ananda Ahmad Zainuddin Kamal bin Haji Kamaluddin Yunus, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan putri saya yang bernama Zainab Febri Fajriana dengan mas kawin seperangkat alat shalat dan sebuah cincin emas seberat tiga gram dibayar tunai!” Itu suara Papa. Kemudian terdengar sebuah suara datar menjawab dalam satu tarikan napas, “Saya terima nikah dan kawinnya Zainab Febri Fajriana binti Haji Royhan Fajrian dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.” “SAH! Alhamdulillah….” ♥ AKU NGGAK PERCAYA INI BENAR-BENAR TERJADI!
Wajah tanpa ekspresi itu menatapku sekilas sebelum dia menutup pintu kamarku. Perlahan, dia berjalan mendekatiku. Satu… dua… tiga… empat… lima… enam… tujuh langkah! Dan tiga langkah lagi dia berjalan, maka dia akan berada tepat di depanku yang sedang terduduk di pinggir tempat tidur. “Stop!” aku setengah berteriak, ketika dia akhirnya sampai di hadapanku. Satu tanganku terangkat dengan posisi memperingatkan. “P-papa bilang k-kamu nggak boleh…, ki-kita belum boleh… b-begitu dulu…,” aku tergagap gugup. Sial! Ke mana perginya suara cemprengku yang biasanya nggak bisa berhenti ngoceh? Dia menatapku dengan wajah datar—eh, nggak, maksudnya dengan ekspresi datar (serem dong kalau wajahnya datar alias muka rata?)—kemudian menurunkan tanganku yang terangkat. Aku cepat-cepat menarik tanganku yang disentuh olehnya. “Don’t touch me, okay?” kataku sok Inggris. Dia masih menatapku tanpa ekspresi. “Nggak usah lebay. Saya cuma mau berdoa,” katanya dengan suara dingin bernada datar yang terdengar agak malas-malasan. Ihss, niat ngomong nggak sih nih orang? Aku benar-benar nggak bisa membayangkan harus hidup dengan manusia tanpa ekspresi ini. Dan apa katanya tadi? Lebay? Dia bilang aku LEBAY?! Errrghh…! Perlahan, tangan kanannya menyentuh ubun-ubun kepalaku. Aku tersentak kaget dan sudah siap untuk protes, tetapi kemudian kudengar dia berdoa pelan, “Allahumma inni as’aluka min khairiha wa khairi ma jabaltaha wa a’udzubika min syarriha wa syarri ma jabaltaha.” Sumpah, aku nggak tahu artinya apa! Setelah menurunkan tangannya, dia menatapku sekilas, masih dengan wajah tanpa ekspresi, kemudian berbalik dan berjalan menuju pintu, keluar dari kamarku, meninggalkanku yang hanya bisa termenung sendirian memikirkan nasib.
2
Oiya, namaku Zainab Febri Fajriana. Di rumah, aku biasa dipanggil Zainab. Tapi di sekolah, aku bilang sama semua temanku untuk memanggilku Zain, biar lebih keren. Yaps, ternyata nama panggilanku sama seperti nama panggilan cowok yang baru aja keluar dari kamarku itu. Namaku Zain. Umurku 17 tahun, hampir 18. Aku sudah kelas 3 SMA, hampir lulus. Dan kini aku bersuami. Namaku Zain. Inilah kisah hidupku.
3