Jurnal komunikasi, ISSN 1907-898X Volume 8, Nomor 1, Oktober 2013
Wacana Homo Nationalis dalam Iklan Minuman NutriSari Heritage
Adek Risma Dedees Mahasiswa Kajian Budaya dan Media Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Abstract Discourse of homo nationalis or ‘nationality’ at NutriSari Heritage drinking ads is fulled by construction of ‘national identity’ as a part of Indonesian ‘nation’. This ads explains refraction or ‘pseudoisation’ of ethnicity of representation on discourse of homo nationalis as implication because of be valued majority or fulled by highest valued (luhung). The refraction might happened because of existence stereotyping toward ethnicity of nation certain. Stereotyping is produced, reproducted, guarded, keeped, and even preserved in multiple discourses, in this case at drinking advertisement. Method of this research is qualitative-interpretative within used critical discourse analysis approach. This research use Ruth Wodak critical discourse analysis modal. It is used for interpretating and elaborating homo nationalis discourse in naration constructing of ‘nationhood’ Keywords: homo nationalis, nation, ethnicity, advertisement/ads, stereotyping
Abstrak Pewacanaan homo nationalis atau ‘kebangsaan’ dalam iklan minuman NutriSari Heritage penuh akan konstruksi ‘identitas kebangsaan’ sebagai bagian dari suatu ‘bangsa’ Indonesia. Iklan ini memperlihatkan adanya bias-bias atau ke-semu-an representasi etnisitas/suku bangsa dalam mewacanakan homo nationalis sebagai implikasi karena ‘dianggap’ mayoritas atau dianggap ‘luhung’. Bias-bias ini, agaknya, terjadi dikarenakan masih adanya pelabelan tertentu (stereotype) terhadap etnisitas/suku bangsa tertentu. Pelabelan ini diproduksi, direproduksi, dijaga, dirawat, dan bahkan dilestarikan dalam berbagai pewacanaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif-interpretatif dengan menggunakan pendekatan analisis kritis. Model analisis yang digunakan ialah perspektif wacana kritis ala Ruth Wodak dkk. Analisis wacana kritis digunakan untuk menginterpretasi dan mengelaborasi wacana homo nationalis dalam pembentukan narasi ‘kebangsaan’. Kata Kunci: wacana, homo nationalis, bangsa, etnis, iklan
1
Jurnal komunikasi, ISSN 1907-898X Volume 8, Nomor 1, Oktober 2013
Latar Belakang
tarik ‘bangsa’, seperti yang didefinisikan
Bhinneka Tunggal Ika. Unity in Diversity.
Satu
kesatuan
dalam
oleh Anderson (2008: 8), bangsa sebagai "an imagined political community, adalah
keanekaragaman. Ungkapan ini mewakili
sesuatu
keberadaan Indonesia sebagai nation-
anggota bangsa terkecil sekali pun tidak
state
kepercayaan/
bakal tahu dan takkan kenal sebagian
agama, etnisitas/ras, gender, kelas sosial,
besar anggota lain, tidak akan bertatap
dan juga golongan usia. Bhinneka Tunggal
muka
Ika ini mengusung ideologi tentang pola
mungkin tidak pula pernah mendengar
hubungan kemasyarakatan dan budaya di
tentang mereka". Namun, toh di benak
nusantara.
setiap orang yang menjadi anggota bangsa
dengan
beragam
Seperti
keanekaragaman
yang
selalu
diketahui, dijaga
dan
itu
yang
terbayang
dengan
hidup
karena para
mereka
sebuah
itu,
bahkan
bayangan
tentang
dilestarikan, namun kesatuan juga selalu
kebersamaan
dikampanyekan. Keanekaragaman sebagai
dibayangkan sebagai komunitas inilah,
kondisi ‘nyata’ bangsa Indonesia, serta
sebab, tak peduli akan ketidakadilan yang
kesatuan menjadi semacam harapan guna
ada dan penghisapan yang mungkin tak
mewujudkan
terhapuskan dalam setiap bangsa, bangsa
sebagai
kehidupan
cita-cita
yang
sekaligus
damai
‘tanggung
itu
sendiri
mereka.
selalu
‘Bangsa’
dipahami
sebagai
jawab’ hidup berbangsa dan bernegara di
kesetiakawanan yang masuk mendalam
Indonesia -‘cita-cita nan mulia’. Noviani
dan melebar-mendatar. Pada akhirnya,
(2012:13) menegaskan, perbedaan budaya
selama
di Indonesia selalu berkaitan erat dengan
persaudaraan inilah yang memungkinkan
proses
‘keharmonisasian
begitu banyak orang, jutaan jumlahnya,
atau kerukunan bangsa’. Sehingga, adalah
bersedia jangankan meleyapkan nyawa
menjadi semacam ‘keniscayaan’, secara
orang lain merenggut nyawa sendiri pun
kultural
rela demi membayangkan tentang yang
pembentukan
ideologis,
Indonesia
–sudah
dua
abad
terakhir,
selaiknya- mengakui multikulturalisme,
‘terbatas’
itu,
sebagai implikasi dari Bhinneka Tunggal
Bayangan
kebersamaan
Ika.
memosisikan Kesadaran
akan
(Anderson, ‘bangsa’
rasa
2008:
11).
ini
kemudian
erat
kaitannya
‘pentingnya’
dengan ‘harkat’, ‘martabat’, dan ‘derajat’
mengelola perbedaan dan kesadaran akan
secara sosio-politik serta kultural, dalam
‘pentingnya’ bersatu dalam perbedaan itu,
‘diri’ individu serta kelompok.
terjewantah dalam frase satu ‘bangsa’.
Media kerap menampilkan ‘bangsa’
Frase ini berdaya magnet kuat guna
dalam beragam ‘kemasan’ dan berupa
menyatukan
‘paket-paket’.
perbedaan
dari
berbagai
Menghadirkan
atribut-
penjuru tanah air di bawah satu payung
atribut kebudayaan dan etnisitas adalah
bernama Garuda Pancasila. Kuatnya daya
salah
satu
bentuk
pilihannya.
Iklan 2
Adek Risma Dedees, Wacana Homo Nationalis dalam Iklan Minuman NutriSari Heritage
merupakan
satu
dari
sekian
banyak
kepentingan serta ideologi dari pembuat
wahana yang menampilkan ‘bangsa’ serta
iklan.
atributnya
sebuah iklan. Dines dan Humaz (dalam
sebagai
salah
satu
cara
menggaet calon konsumen. Kehadiran ‘bangsa’ dalam iklan tidak semata-mata sebagai atribut, ‘penghias’ serta ‘penarik’ selera. Akan tetapi, iklan juga menjadi sarana
dalam
pembentukan
‘bangsa’
Iklan
tidaklah
‘stabil’
sebagai
Noviani, 2012: 16) mengatakan. ... that advertising images are historical documents, which articulate dominant values, political ideologies and social developments as well as novelties of a given era.
yang
Iklan yang menampilkan citra dan
dihadirkan dalam iklan sebagai konstruksi
cerita tentang ‘bangsa’ ketika berjualan
dan representasi nation-state Indonesia.
untuk
Goldman (1992: 8) menjelaskan, teori
keuntungan –sebagai salah satu motor
kritik yang dipakai dalam iklan tidak
penggerak
semata-mata studi akan iklan, tetapi
penjaga kontinuitas kapitalisme- sarat
sebagai
melihat
akan muatan budaya, tradisi, serta local
bentuk
wisdom di dalamnya. Brierley (1995: 191-
melalui
–sebagian-
teori
hubungan
citra-citra
analisis
antara
dalam (iklan)
komoditas dan proses pembentukan atau reproduksi ideologi di dalamnya. Noviani (2012: 14) mengatakan. Advertising images and narratives are intricately linked to larger and broader socio-political arrangements at certain historical moments in a given society. Frith
dan
menjelaskan,
Barbara
akhirnya
(2003: iklan
38) (dan
advertisers) juga menjadi ‘kreator’ ulung
meraup
sebanyak
ekonomi
mungkin
sekaligus
media
192) mengungkapkan. This (goods as the “vehicles of cultural meanings”) involves the use of symbols, myths and metaphors to add meanings to goods and add to the meanings that the advertiser wants to convey. This means surveying the world for the culturally constituted objects, persons, contexts and motifs that make the sought after cultural meanings live in the advertisement. Jelas terlihat bagaimana posisi iklan
melalui
tidak sekadar berfungsi untuk menjual
perhatian tentang perbedaan dimensi -
produk, lebih dari itu iklan menjadi
dari satu pasar ke pasar lainnya- seperti
sarana
waktu, konteks, kuasa, jarak, binary
membayangkan,
individual versus komunal, maskulinitas
menegosiasikan, bahkan melakukan pem-
versus femininitas, serta budaya yang
bias-an pada etnisitas tertentu dalam
mana gagasan-gagasan ini merembes dan
koridor ‘kebangsaan’.
yang
menggemakan
pesan
terefleksi dalam institusi sosial sebagai produk budaya.
sebagai
Berdasarkan
pewacanaan
untuk merawat,
itulah
makalah
ini
ditulis guna melihat wacana ‘bangsa’
Iklan sebagai produk dan praktik
(dalam hal ini memakai term homo
budaya tidak terlepas dari kepentingan-
nationalis) di dalam iklan minuman 3
Jurnal komunikasi, Volume 8, Nomor 1, Oktober 2013
Heirtage.
NutriSari
Metode
yang
kelas sosial, serta budaya. Iklan ini
digunakan dalam penelitian ini adalah
berdurasi 1 (satu) menit dan beredar di
metode
media massa elektronik pada kurun waktu
kualitatif-interpretatif
dengan
menggunakan pendekatan analisis kritis.
2011.
Model analisis yang digunakan ialah
Iklan minuman NutriSari Heritage
perspektif wacana kritis ala Ruth Wodak
ini bercerita tentang kekayaan budaya dan
dkk. Analisis wacana kritis digunakan
alam Indonesia. Iklan ini menampilkan
untuk
dan
budaya dari lima etnis/suku bangsa di
mengelaborasi wacana homo nationalis
nusantara; Papua, Ambon, Jawa, Bali, dan
sebagai pembentukan narasi kebangsaan
Betawi. Kelima etnis/suku bangsa ini
dalam iklan minuman NutriSari Heritage
dihadirkan dengan khas kekayaan budaya
baik melalui bahasa, teks, visual, audio,
dan tanah masing-masing. Ada yang
gerakan tubuh (body language) maupun
menampilkan
tarian
ideologi, kekuasaan, serta konteks sejarah
menampilkan
permainan
yang dibangun.
memakai
menginterpretasi
tradisional,
pakaian
daerah, daerah,
memperkenalkan makanan dan minuman daerah,
Iklan NutriSari Heritage NutriSari adalah produk
dagang
dimiliki
oleh
Indonesia.
asli
nama Indonesia
yang
perusahaan Nutrifood
Nutrifood,
bulan Februari
merek
didirikan
1979,
minuman untuk
yang
merupakan
makanan
memberikan
kesegaran,
daerah.
Diversity yang dihadirkan ini, agaknya, menjadi penopang untuk menjual produk minuman NutriSari dengan versi heritage.
Iklan sebagai Institusi Ekonomi dan Sosial
dalam bidang industri makanan dan khususnya
ritual-ritual
pada
perusahaan swasta nasional yang bergerak minuman,
serta
dan
manfaat
kesehatan,
dan
Iklan yang hadir di tengah-tengah masyarakat pada umumnya bertujuan menarik minat
calon pembeli
untuk
mengonsumsi (membeli) produk yang
penampilan. Produk NutriSari umumnya
ditawarkan.
dijual dalam bentuk jus dalam kemasan 11
penyampai pesan dari produsen kepada
gram
calon
hingga
200
gram
Iklan
konsumen.
hadir
sebagai
Kehadiran
iklan
(wikipediaindonesia.com/NutriSari).
berkaitan
Iklan minuman NutriSari Heritage ini
akumulasi profit dari produsen. Tampilan
menggandeng Joshua, penyanyi cilik yang
iklan dapat berbagai rupa; visual, audio,
beranjak dewasa, sebagai endorser utama.
teks, atau gabungan ketiganya. Iklan
Calon konsumen produk ini adalah anak-
muncul ke masyarakat baik dalam media
anak Indonesia dan masyarakat secara
cetak maupun media elektronik. Di media
luas dari berbagai usia, jenis kelamin, 4
erat
dengan
market
dan
Adek Risma Dedees, Wacana Homo Nationalis dalam Iklan Minuman NutriSari Heritage
elektronik kehadiran iklan cenderung
berhubungan dengan materil, lebih dari
sebentar, biasanya hanya dalam hitungan
itu, iklan menurut Raymond Williams
detik hingga menit, seperti di TV, radio,
(dalam Piller, 2001: 156) mencapai sukses
dan beberapa di internet. Sementara di
dengan menyertakan pengetahuan sosial
media cetak, kehadiran iklan dibatasi oleh
dan nilai-nilai personal. Pendapat ini juga
space
diketengahkan oleh O'Barr, Goldman, &
dan
‘Grammar’
waktu iklan
yang
yang
tersedia.
hanya
hadir
Papson (dalam Piller, 2001: 156)
sebentar inilah, menuntut para pengiklan
Other theorists are equally adamant that advertising does ideological work which but tresses a particulard istribution of power in society by representing model identities and idealized images, and by reflecting and constructing social relationships.
dalam mengemas produk yang diiklankan hingga mampu menarik minat calon konsumen. Moriarty dkk (2012: 520) menjelaskan: Promotional planners develop their ideas—in fact, a Big Idea is just as important for sales promotion as it is for advertising. In many cases, the promotion is part of a bigger integrated marketing communication (IMC) plan, and one of the requirements is that the promotion’s Big Idea should support the campaign’s creative idea. Akan tetapi, kehadiran iklan tidak sekadar sebagai institusi ekonomi yakni
Oleh karena itu, iklan hadir tidak sesederhana yang dibayangkan dalam kehidupan sehari-hari. Lebih dari itu, iklan
dan
masyarakat
berhubungan
paralel seperti dua jalan raya. Agaknya, iklan merupakan representasi masyarakat, tetapi pada waktu yang sama, masyarakat juga direkonstruksi atau direproduksi oleh iklan.
sarana menjual produk dan akumulasi
Sistem referensi iklan melibatkan
profit. Iklan yang tersebar juga sebagai
dua hal, yaitu sistem referen dan sistem
institusi
yang
produk. Sistem referen cenderung diambil
akan
dari nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang
serta
ada. Sistem yang diambil ini kemudian
menarik
dilekatkan ke dalam produk yang akan
berbagai kepentingan, serta pewacanaan
dijual. ‘Memanipulasi’ yang dilakukan ini
berbagai hal dalam ‘realita’ sosial. Noviani
mengakibatkan iklan ‘kaya’ akan nilai-
(2012: 16) mengatakan.
nilai sosial baik dari budaya maupun dari
ideologis.
sosial, Artinya,
pertarungan, mensirkulasi
tidak
teks
budaya
iklan
sarat
mengonstruksi, makna,
tarik
Advertising tends to weave of the selling product and social arrangements as well as social hierarchy in a given society and time period.
agama. ‘Kekayaan’ akan nilai-nilai sosial
Iklan dalam masyarakat kapitalis
iklan.
sekedar
menjual
produk
yang
ini tidak semata-mata ‘melekat’ tetap dalam iklan. Akan tetapi, ini merupakan proses pembentukan commodity sign oleh Goldman
(1992:
21-23)
menerangkan ada tiga elemen dalam 5
Jurnal komunikasi, Volume 8, Nomor 1, Oktober 2013
proses commodity sign, yaitu abstraction sebagai exchange kualitas
use
pemisahan value;
equivalence
yang
dan
lain.
sebagai
of National Identity (Second edition,
konteks sosial dapat ditransfer pada objek
2009) Ruth Wodak dkk, memperkenalkan
dan
dipisahkan
Dalam The Discursive Construction
dari
apapun;
objek
value
luar perbatasan itu adalah bangsa-bangsa
reification
sebagai
dan menjelaskan konsep homo nationalis
transformasi nilai dan relasi sosial ke
yang merujuk kepada homo Austriacus:
dalam objek atau produk.
‘orang Austria’, ‘tipikal karakter orang Austria’,
perilaku
‘orang
nasional
Austria’,
Wacana Homo Nationalis dalam
‘mentalitas
(Volkscharakter)
Banyak Wajah
orang Austria’, keragaman budaya ‘orang
Martin Heidegger (dalam Anderson,
Austria’, teritori ‘orang Austria’, dan
2008: 8) menjelaskan dalam bahasa
fantasi sebagai ‘keturunan (asal, nasib,
manajemen modern bahwa bangsa adalah
tempat lahir, kampung halaman, tempat
proyek untuk dikerjakan, diolah, sehingga
tinggal, dan sosialisasi) orang Austria’.
bangsa menjadi suatu mode of existence.
Homo
Bangsa menjadi suatu proyek ke depan
berkaitan
dan sekaligus ke belakang. Karena itu
konstruksi
tidak pernah bisa dikatakan suatu bangsa
politik, sosial, dan kultural baik pada
"lahir", namun bangsa itu "hadir" dalam
masa lalu, sekarang, dan akan datang.
proses
"historical
Terminologi homo nationalis yang dipakai
being" . "Historical" di sini bukan masa
dalam kasus ini merujuk kepada ‘orang-
lalu akan tetapi mencakup masa depan
orang Indonesia’ yang memiliki ‘karakter’,
dengan
budaya, wilayah, ‘mentalitas nasional’,
"formasi"
sebagai
menggenggam
kuat
kekinian
nationalis erat
(homo
dengan
narasi
Austriacus) wacana
kebangsaan
narasi
atau secara
sambil memproyeksikan dirinya ke masa
konstruksi
kebangsaan
dst,
lalu. Dengan begitu warisan menjadi
(tersendiri) sebagai sebuah bangsa dan
penting, namun bukan semata-mata itulah
negara.
warisan, akan tetapi warisan yang secara
Seperti yang dijelaskan sebelumnya,
efektif menentukan relevansi kekinian.
pewacanaan akan ‘bangsa’ yang bersatu
Sementara ‘bangsa’ yang dibayangkan
dan unik pada satu sisi, dan pewacanaan
oleh Anderson (2008: 10) sebagai sesuatu
sebagai bangsa yang beranekaragam pada
yang pada hakikatnya bersifat terbatas
sisi lain selalu diagendakan, dilakukan,
secara inheren (sekaligus berkedaulatan)
dan
karena
paling
semarak dilakukan baik secara formal,
besar pun, yang anggotanya mungkin
katakanlah melalui beragam regulasi yang
semilyar manusia, memiliki garis-garis
dibuat
perbatasan yang pasti meski elastis. Di
informal
6
bahkan
bangsa-bangsa
‘dilestarikan’.
oleh
negara,
atau
Pewacanaan
maupun
budaya
dari
ini
secara tangan
Adek Risma Dedees, Wacana Homo Nationalis dalam Iklan Minuman NutriSari Heritage
masyarakat luas, seperti kesenian budaya
sosial terdapat di dalam wacana. Lebih
atau lokal. Dalam masa tertentu bahkan
lanjut Wodak dkk (2009: 8) menjelaskan
pewacanaan
‘kebangsaan’
ini
masuk
Through discourses, social actors constitute objects of knowledge, situations and social roles as well as identities and interpersonal relations between different social groups and those who interact with them. Furthermore, discursive acts are socially constitutive in a variety of ways. Firstly, they are largely responsible for the genesis, production and construction of particular social conditions. Secondly, they can con -tribute to the restoration, legitimation or relativisation of a social status quo (ante). Thirdly, discursive acts are employed to maintain and reproduce the status quo. Fourthly, discursive practice may be effective in transforming, dismantling or even destroying the status quo. In view of these social macrofunctions, we distinguish in this book between constructive, perpetuating and/or justifying discursive strategies as well as strategies of transformation and dismantlement or disparagement.
dalam ranah yang tak terduka atau tak terpikirkan
sebelumnya
seperti
yang
diungkapkan Wodak dkk (1999: 150) Apparently firmly established national and cultural identities have become contested political terrain and have been at the heart of new political struggles. Melalui
analisis
wacana,
pengkontekstualisasian dan transformasi konsep politik dengan narasi ‘kebangsaan’ baik melalui ekspresi politik, insteraksi sehari-hari, budaya, serta media massa dapat dibaca lebih kritis dan mendalam. Menurut Wodak dkk (1999: 153) ada banyak hal yang mewacanakan homo nationalis
dan
kebangsaan’,
seperti;
atau
‘identitas
bahasa,
sistem
tanda, politik, intelektual, media massa,
Melalui pewacanaan ini kemudian
sekolah, militerisasi, bahkan pertandingan
‘identitas
olahraga. Menurut Wodak dkk (2009) analisis wacana kritis berpusat pada komunikasi sehari-hari seperti media, politik, bahasa, dan tidak menutup kemungkinan terjadi pada
situasi
yang
berbeda.
Analisis
wacana kritis ini berkaitan erat dengan wacana yang dibangun di dalam tulisan dan percakapan sebagai praktisk sosial. Hal ini menerangkan hubungan dialektika antara proses pewacanaan dan situasi, institusi dan struktur sosial, yang selalu terhubung. Wacana terdapat di dalam praktik sosial dan begitu juga praktik
kebangsaan’
sebagai
homo
nationalis tidaklah stabil, tidak abadi, justru
kebalikannya
fleksibel,
dinamis,
menjadi
sangat
dan
kadang
membingungkan. Hall dan Gay (2003: 4) menegaskan, tepatnya ‘identitas’ (dalam hal
ini
‘identitas
kebangsaan’)
dikonstruksi di dalam dan tidak di luar wacana. We need to understand them as produced in specific historical and institutional sites within specific discursive formations and practices, by specific enunciative strategies. Moreover, they emerge within the play of specific modalities of power, and thus are 7
Jurnal komunikasi, Volume 8, Nomor 1, Oktober 2013
more the product of the marking of difference and exclusion, than they are the sign of an identical, naturally-constituted unity - an 'identity' in its traditional meaning (that is, an all-inclusive sameness, seamless, without internal differentiation). Pewacanaan homo nationalis ini terfragmen dalam berbagai hal, seperti; kultur masyarakat yang komunal dan kekeluargaan
di
Indonesia,
batasan
teritorial atau geografis, warisan leluhur atau budaya, tak ketinggalan keberagaman dalam kesatuan, kehadiran global dan rural, serta perbandingan masa lalu dan masa sekarang –bak Janus, dewa Romawi, yang bermuka dua; depan dan belakang. Fenomena Janus-faced ini tak terelakkan ketika membincangkan bangsa, dalam arti selalu membandingkan capaian-capaian masa lalu dan saat sekarang sebagai proyek untuk melihat pembangunan dan pendefinisian kebangsaan yang selalu berlanjut.
yang berlatar pendopo, Bali dengan tari Pendet yang berlatar pura, dan Betawi dengan
kuliner
Plethok
(ramuan
minuman khas) Betawi yang berlatar beranda
rumah.
Kelima
budaya
etnis/suku yang ditampilkan ini disertai dengan corak khas dari masing-masing budaya, seperti tato (cat tubuh) dari Papua, pakaian adat dari Ambon, Batik dari
Jawa,
ritual
di
Bali
dengan
menjunjung buah dan sayur di kepala, serta kebaya khas Betawi. Tak ketinggalan lagu-lagu daerah dari etnis/suku yang dipilih untuk mengiringi iklan ini. Penggambaran
etnisitas/suku
bangsa dalam iklan ini jika diposisikan dalam dua binary, seperti mayoritas/ minoritas;
‘bersuara/tidak
bersuara’;
urban/rural; modern/ tradisional dst, sangat terlihat. Iklan ini dibuka oleh seorang
anak
Papua
yang
meniup
semacam “sangkakala” atau ‘genderang’ dari cangkang kerang sebagai penanda atau pemberitahuan, pemanggil anggota suku, atau bisa jadi digunakan untuk aba-
NutriSari
Heritage:
Hierarki
Kebudayaan dalam Kebangsaan
aba
sebelum
berperang.
Visualisasi
berikutnya diikuti dengan indahnya alam
Iklan minuman NutriSari Heritage
Raja Ampat sebagai salah satu destinasi
ini bercerita tentang kekayaan budaya dan
wisata tanah air yang kerap disebut-sebut.
alam Indonesia. Iklan ini menampilkan
Alunan musik khas Papua mengiringi
budaya dari lima etnis/suku bangsa di
‘orang-orang
nusantara; Papua dengan tari perang yang
bernyanyi. Di tengah nyanyian dan tarian
berlatar pesisir (pantai) dan kawasan
ini hadir sepasang muda mudi sebagai
(destinasi wisata) Raja Ampat, Ambon
tourist atau pengunjung (seperti tangah
dengan permainan atau tarian Saureka-
liburan dan membawa kamera) bagi
reka yang berlatar pesisir (pantai), Jawa
‘orang-orang Papua’ yang menari dan
dengan permainan congklak atau congkak
bernyanyi.
8
Papua’
Sepasang
ini
menari
pengunjung
dan
ini
Adek Risma Dedees, Wacana Homo Nationalis dalam Iklan Minuman NutriSari Heritage
tangan,
kebaya, blangkon, kemben, sanggul, dan
tersenyum, tertawa, terharu karena diajak
sebagainya sebagai penanda masyarakat
menari dan bernyanyi. Tak ketinggalan
dari budaya Jawa. Permainan tradisional
tentunya kehadiran produk minuman
congklak/congkak hadir bagi anak-anak
NutriSari yang diminum para penari dan
perempuan dan anak laki-laki sebagai
tourist, katakanlah sebagai pengakrab dua
penonton.
Alunan
kebudayaan
mengiringi
visualisasi
terlihat
bahagia,
bertepuk
yang
berbeda
(modern/tradisional). Beranjak
gamelan ini.
juga Produk
NutriSari hadir di pendopo ini sebagai
kepada
etnisitas/suku
penyatu dan penghangat hubungan dalam
bangsa Ambon. Anak-anak diperlihatkan
keluarga besar. Sebelum scene iklan ini
bermain Saureka-reka, menari, berlarian
berakhir, seorang gadis kecil berkemben
bersama, ceria, dilengkapi dengan pakaian
oranye
adat Ambon. Keceriaan yang dibangun
mamanya yang ditanggapi oleh anak laki-
bersamaan
produk
laki “Kok, jeruk minum jeruk?”, tanggapan
minuman ini di tengah mereka. Dua orang
ini mengundang senyum dari Joshua
pengunjung
hadir,
sebagai pengunjung. ‘Jeruk kok minum
bersama dengan Joshua yang memakai
jeruk’ adalah tagline produk NutriSari.
pakaian adat dan berposisi juga sebagai
Hanya di scene inilah pelaku iklan
tourist.
berbicara (aktif), sementara di scene lain
dengan di
hadirnya
atas
kembali
Anak-anak
Ambon
juga
diperlihatkan sebagai anak-anak yang
meminta
NutriSari
kepada
tidak ditemukan.
tumbuh dan besar di alam. Mereka masih
Setelah etnisitas Jawa, selanjutnya
memainkan permainan tradisional dan
suku bangsa Bali ditampilkan. Penonton
memanfaatkan alam untuk persahabatn
digiring mengikuti arak-arakan beberapa
dan
dari
perempuan membawa berbagai jenis buah
gadis
dan sayur yang sudah disusun sedemikian
kebaikan
rupa bersama janur-janur di atas kepala
yang
mereka. Joshua dan endorser lain hadir
hiburan.
Hal
ini
terlihat
kekaguman/ekspresi pengunjung/turis gadis-gadis
terhadap
kecil
Ambon
menyisipkan bunga ke telinganya.
dengan pakaian khas Bali dan kamera
Visualisasi iklan beranjak kedalam
tergantung di leher tengah memberi salam
masyarakat dan budaya Jawa. Iklan ini
kepada para perempuan itu. Sebelum
menyambut
seutas
Joshua
senyuman manis gadis kecil berkemben
menari
yang tengah bermain congklak/congkak.
memperkenalkan NutriSari kepada anak-
Sebuah keluarga besar berkumpul di
anak Bali tersebut. Mereka meminumnya
pendopo, mulai dari kakek, ibu, tante,
dengan senang, kemudian belajar menari
ayah, anak-anak, beserta cucu. Semua
di
anggota keluarga memakai batik, jarik,
keagamaan pun diperlihatkan.
penonton
dengan
dan
sekitar
kawan-kawannya
tari
pura.
Pendet,
belajar Joshua
Ekspresi-ekspresi
9
Jurnal komunikasi, Volume 8, Nomor 1, Oktober 2013
Terakhir, Betawi.
visualisasi
Joshua
dan
budaya
di
digambarkan kaya akan keluhuran dan
teman-temannya
pengabdian kepada Sang Pencipta serta di
hadir di beranda rumah bersama seorang
sana
perempuan
tengah
kebaikan buah dan sayur, seperti yang
perjalanan
dipromosikan oleh NutriSari. Noviani
berusia
memperlihatkan mereka.
lanjut
foro-foro
Perbincangan
dan
keceriaan
banyak
kebaikan,
katakanlah
(2012: 47) mengatakan.
terlihat dari sana. NutriSari hadir di
From the commercial point of view, Java has been always a big market, where big capitals could flow rapidly. As a political result, however, it produced dictating to the non-Javanese by the Javanese in light of the media’s image setting.
tengah mereka dalam bentuk kuliner khas minuman Betawi, yakni Plethok Betawi. Scene yang diperlihatkan adalah NutriSari hadir bersama serei dan kulit manis. Iklan ini ditutup dengan ungkapan ‘NutriSari,
Sementara kehadiran Papua dan
dari alam untuk Indonesia’. Adapun secara
keseluruhan
narasi
iklan
ini
disampaikan oleh laki-laki dan diselingi lagu-lagu
daerah
dari
etsitasn/suku
bangsa yang hadir. Demikian narasinya: "Sejak
Tahun
1970
NutriSari
selalu
memberikan yang terbaik untuk anakanak
Indonesia.
Kini
NutriSari
mengkombinasikan buah dan sayuran untuk memenuhi keseimbangan nutrisi tubuh anda. Terinspirasi dari kekayaan kuliner Indonesia, hadir NutriSari Plethok Betawi.
NutriSari
dari
Alam
untuk
Ambon dalam iklan ini lebih terkait dengan alam, ketradisionalan, eksotisme, dan ‘perlu’ ditonton. Pada scene Papua dan Ambon terlihat jelas bagaimana kehadiran Joshua dan teman-temannya sebagai penatap bagi anak-anak Papua dan Ambon serta permainan dan tarian mereka sebagai objek tatapan (tourist gaze). Menurut Noviani (2012: 49): In case they were invisible, they were merely performed as a spectacle, an object to gaze at, which reproduced the dominant ethnic
Indonesia".
group’s
attitudes
amd
ideas
toward them. Pewacanaan homo nationalis dalam iklan
ini
terlihat
dari
keberagaman
etnisitas/suku bangsa yang dihadirkan (lima etnisitas/suku bangsa), meskipun pilihan-pilihan itu menimbulkan bias. Bias terhadap Jawa dan Bali, bahwa seolah-olah kehadiran dua budaya ini merupakan
‘kunci’
ketika
melihat
‘kebangsaan’ dari sudut kultur. Jawa digambarkan hangat, komunal, penuh kasih karena kelengkapan keluarga. Bali 10
Pada
konteks
bagaimana tradisonal Papua
ini
pewacanaan dalam
juga
terlihat
modern
‘kebangsaan’.
sebagai
yang
dan Posisi
tradisonal
diperlihatkan dari tarian yang mereka lakukan
sebagai
objek
tontonan.
Sementara kehadiran pengunjung atau turis
memperlihatkan
kemodernan menonton
dimana beragam
sebuah
era
pengalaman
budaya
menjadi
Adek Risma Dedees, Wacana Homo Nationalis dalam Iklan Minuman NutriSari Heritage
sesuatu yang diangan-angankan, yang
berbeda dari bangunan dan geografis
tidak
atau
ditemukan
pada
bangsa lain sehingga ‘keindonesiaan’ dana
Seperti
yang
homo nationalis dapat dibangun dan
diungkapkan Boorstin (dalam Odih, 207:
diwacanakan. Teritorial dalam konsep
43) For him (Boorstin), the ‘traveller’ was
‘kebangsaan’ menjadi penting. Karena
a member of an elite group of privileged
keberdaulatan sebuah ‘bangsa’ seperti
individuals who actively sought authentic
yang dijelaskan Anderson sebelumnya
cultural experiences in their travels
tidak berdaulat secara politis saja, tapi
abroad. Pada tataran ini, agaknya, apa
berdaulat secara teritorial juga utama.
yang dikatakan sebagai ‘pseudo-events’
Pengakuan secara de facto dan pengakuan
oleh Boorstin itu terjadi, yaitu kehadiran
secara de jure.
masyarakat
belum Papua.
ritual-ritual dan ekspresi budaya lainnya bertransformasi
menjadi
semacam
Dalam iklan minuman NutriSari Heritage juga diperlihatkan sosiol kultural Scene
‘ceremony’ sebagai produk budaya yang
masyarakat
mengedepankan
NutriSari hadir di tengah keluarga Jawa
‘event’
sebagai
yang
Indonesia.
ketika
ditonton. ‘Makna’ tidak lagi menjadi soal
memperlihatkan,
ketika ekspresi kultural berpadu dengan
‘karakter’ sebagian besar masyarakat ialah
era kemodernan dimana pemenuhan akan
berkomunal.
Hidup
bersama
dan
selera menjadi lebih utama ketimbang
berkelompok
dengan
keluarga
besar
‘pemaknaan’ kerohanian. Bisa dibaca,
sudah menjadi ‘ciri’ budaya masyarakat
kehadiran tari-tarian dari ‘orang-orang
nusantara.
Papua’ dan ‘orang-orang Bali’ dihadirkan
mengenal kerja sama atau gotong royong
sebatas
dalam melakukan pekerjaan di lingkungan
hanya
sebagai
‘penyambut’
pengunjung sebagai tamu.
sosial.
kecenderungan
Masyarakat
Tidak
saja
atau
Indonesia
berurusan
dengan
pekerjaan fisik, akan tetapi membagi The modern American tourist now fills his experince with pseudoevents. He has come to expect both more strangeness and more familiarity tha the world naturally offers, (Boorstin, 1992: 79). Narasi tentang homo nationalis juga diperlihatkan dengan tanah dan bumi Indonesia yang luas, beragam, indah, hijau, dan konon kaya raya. Raja Ampat, pesisir pantai, pura-pura, atua bahkan pendopo
dan
beranda
rumah
cerita baik suka maupun duka kepada anggota
masyarakat
lainnya
sudah
menjadi ‘tipikal’ ‘orang-orang Indonesia’. ‘Family’, in this case, does not always refer to a group of person related by blood, marriage, or adoption. In the communal society, people who belong to a certain community and share something in common, one to another, can be considered as family as well, (Noviani, 2012 36-37).
merepresentasikan keindonesiaan secara fisik. Bangunan fisik dan geografis ini 11
Jurnal komunikasi, Volume 8, Nomor 1, Oktober 2013
Slogan iklan NutriSari Heritage
nationalis pun menjadi pekerjaan rumah
‘Dari Alam untuk Indonesia’ bisa dibaca
yang penting bagi merek dagang ini. selain
dalam dua sisi. Pertama, slogan ini
itu, kehadiran Bali dengan ritual dan
menjelaskan ‘Dari Alam’ adalah Papua
budaya –representasi dari high culture-
sebagai stereotype, yang juga sebagai
yang
pembuka di iklan ini. Papua, provinsi
menjadi semacam metafora dan atau
paling timur Indonesia. Papua jauh dari
analogi, bahwa ketika mengonsumsi buah
Jakarta sebagai ibu kota negara yang sarat
dan sayur –tentunya dalam hal ini
akan kemodernan budaya dan selera.
mengonsumsi
Papua ‘identik’ dengan alam, bisa jadi
didapatkan tidak hanya kesegaran dan
alam yang ‘liar’ seperti tarian perang yang
kesehatan fisik, secara psikis pun akan
ditampilkan, ataupun alam yang ‘friendly
memperoleh ‘kedamaian’, seperti yang
dan
Papua
dilakukan oleh ‘orang-orang Bali’. Pada
tersenyum dan bermain-main dengan
tataran ini terlihat pewacanaan homo
NutriSari serta para turis. Sementara,
nationalis dalam produk yang akan dijual
‘untuk Indonesia’ adalah Betawi. Betawi
erat kaitannya dengan kultur, budaya,
merupakan ‘warga asli’ Jakarta. Mereka
bahkan
dekat dengan ibu kota. Dalam iklan ini
etnisitas/suku bangsa.
lucu’
seperti
anak-anak
menghadirkan buah
NutriSari-
kepercayaan
dan sayur
yang
suatu
akan
kelompok
Betawi digambarkan sebagai masyarakat yang cukup modern, ketika NutriSari hadir dan mengadopsi minuman khas
Kesimpulan Pewacanaan homo nationalis atau
Betawi, Plethok Betawi menjadi lebih
‘kebangsaan’
‘canggih’.
NutriSari Heritage penuh akan konstruksi
dalam
iklan
minuman
Kedua, ‘Dari Alam untuk Indonesia’
‘identitas kebangsaan’ sebagai bagian dari
bisa dibaca sebagai ‘keluhuran’ kekayaan
suatu ‘bangsa’ Indonesia. Pewacanaan ini
dan budaya yang ada di Indonesia.
dimulai
Indonesia yang tropis dan subur, kaya
etnisitas/suku bangsa; Papua, Ambon,
akan beragam tumbuhan; buah dan sayur.
Jawa, Bali, dan Betawi. Kelima etnisitas/
NutriSari mengusung kebaikan buah dan
suku bangsa ini mempertontonkan atribut
sayur
kesegaran,
kebudayaaan; pakaian, kesenian, ritual,
kesehatan, dan penampilan anak-anak
permainan tradisional, nyanyian daerah;
serta orang dewasa Indonesia. Ini menjadi
bentuk geografis (fisik); serta ‘karakter’
momentum bagaimana NutriSari hadir
sosial (komunal dan komunitas) sebagai
dan peduli pada generasi selanjutnya
representasi mereka atau afiliasi mereka
sebagai
NutriSari,
terhadap salah satu etnisitas/suku bangsa
seolah-olah, tidak melulu berorientasi
tersebut. Keberagaman ini disatukan oleh
pada 12
untuk
menjaga
pewaris profit,
tapi
‘bangsa’.
regenerasi
homo
dengan
menghadirkan
satu kata yakni Indonesia.
lima
Adek Risma Dedees, Wacana Homo Nationalis dalam Iklan Minuman NutriSari Heritage
Melalui analisis wacana kritis model Ruth
Wodak
minuman
‘canggih’ –ketika dikemas oleh NutriSari.
NutriSari Heritage ini memperlihatkan
Sementara Papua dan Ambon menempati
adanya bias-bias etnisitas/suku bangsa
posisi yang ‘sejajar’. Dua etnisitas/suku
dalam mewacanakan homo nationalis
bangsa ini pasif. Posisi NutriSari bagi dua
sebagai
‘dianggap’
etnisitas/suku bangsa ini tidak seperti
mayoritas atau dianggap ‘luhung’. Bias-
yang digemborkan sebelumnya. Slogan
bias ini, agaknya, terjadi dikarenakan
‘Dari Alam untuk Indonesia’ menjadi
masih
tertentu
semua, karena kebaikan buah dan sayur
etnisitas/suku
justru ‘diambil’ dari budaya dan ritual
implikasi
adanya
(stereotype) bangsa.
dkk,
iklan
modern, dan yang berselara lokal namun
karena
pelabelan
terhadap
Pelabelan
ini
diproduksi,
‘orang-orang Bali’.
direproduksi, dijaga, dirawat, dan bahkan dilestarikan dalam berbagai pewacanaan, salah satuanya dalam iklan.
Daftar Pustaka
Dalam iklan minuman NutriSari Heritage
‘komposisi’
dominasi
suatu
etnisitas/suku bangsa terlihat berbeda. ‘Komposisi’
dominasi
berdasarkan
banyak
etnisitas/suku
bangsa
ini sedikit tertentu
diperlihatkan dalam iklan, sejauh
mana
tidak scene yang
melainkan
etnisitas/suku
bangsa
Anderson,
Benedict.
Communities: Komunitas
Imagined
2008.
Komunitas-
Terbayang
(Cetakan
Ketiga). Yogyakarta: Insist Press. Boorstin, Daniel J. 1992. The Image: A Guide
to
Pseudo-Events
in
American. New York: Vintage Book.
tertentu diberi ruang untuk ‘berbicara’
Brierley, Sean. 1995. The Advertising
secara langsung (aktif) ketimbang hanya
Handbook. London dan New York:
sebagai objek atau pelaku dalam iklan
Routledge.
(pasif). Berdasarkan hal itu, ada tiga etnisitas/suku bangsa yang menempati posisi atau berperan utama dalam iklan ini yaitu, etnisitas/suku bangsa Jawa
Davis,
Helen.
2004.
Stuart
Hall.
Oaks,
dan
Understanding
London, New
Thousand
Delhi:
SAGE
Publications.
melalui tagline “Kok, jeruk minum jeruk?” sebagai ‘penyambung lidah’ NutriSari, etnisitas/suku
bangsa
Bali
melalui
kebaikan buah dan sayur yang berkaitan dengan ‘keluhuran’ budaya dan ritual (spiritual) mereka, serta etnisitas/suku bangsa Betawi sebagai pengejawantah dari
Frith, Katherine T dan Mueller, Barbara. 2003. Advertising and Societies: Global
Issues.
New
York,
Washington, D.C./Baltimore, Bern, Frankfurt am Main, Berlin, Brussels, Vienna, dan Oxford: PETER LANG.
etnisitas/suku bangsa yang Indonesia, 13
Jurnal komunikasi, Volume 8, Nomor 1, Oktober 2013
Goldman, Robert. 1992. Reading Ads
Odih,
Pamela.
2007.
Advertising
in
Socially. London dan New York:
Modern and Postmodern Times.
Routledge.
London, Thousand Oaks, dan New Delhi: SAGE Publications.
Hall, Stuart and Gay, Paul du (eds). 2003. Questions
of
Cultural
Identity.
Wodak, Ruth dkk. 2009. The Discursive
London, Thousand Oaks, dan New
Construction of National Identity
Delhi: SAGE Publications.
(Second
Edinburgh:
Edinburgh University Press.
Moriarty, Sandra dkk. 2012. Advertising & IMC: Principles & Practice (Ninth
edition).
Wodak, Ruth dkk. 1999. “The Discursive
Columbus,
Construction of National Identities”.
Indianapolis, dan New York, dll:
Discourse & Society, Vol 10(2): 149-
Prentice Hall.
173. London, Thousand Oaks, CA,
Edition).
Boston,
dan New Delhi: SAGE Publications.
Noviani, Ratna. 2012. Identity Politics in Indonesia
Advertising:
Ethnicity/Race,
Class,
Gender, and
Nationality in TV Advertisements during the New Order and the PostNew
Order
Era.
Sumber Internet Iklan
Ingrid.
Constructions
Heritage
FZXXGKHfwmA
diakses 26 Maret
2013. 2001. in
“Identity Multilingual
Advertising”. Jurnal Language in Society, Vol. 30, No. 2 (Jun., 2001), pp. 153-186.
Nutrisari
http://www.youtube.com/watch?v=
Yogyakarta:
Kanisius. Piller,
Minuman
Iklan
Minuman
Nutrisari
Heritage
https://www.facebook.com/NutriSa ri?fref=ts diakses 27 April 2013. NutriSari http://www.wikipediaindonesia.co m/nutrisari 2013.
14
diakses 27 April