VICTORIA ALFORIDA TIANSOLER
ARSENAL I’M IN LOVE
NULISBUKU.COM VICTORIA A. TIANISOLER
Arsenal I’m In Love Oleh: (Victoria A. Tianisoler) Copyright © 2012 by (Victoria A. Tianisoler)
Penerbit (Nulisbuku.com) (WWW.Nulisbuku.com) (
[email protected])
Desain Sampul: (Asri Widayati)
Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com 2
Ucapan Terimakasih: Tak ada hal paling menguntungkan selain mengambil kesempatan. Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena dengan rahmat dan karunia-Nya sehingga buku kumpulan cerita dari saya ini dapat terselelsaikan dengan baik. Maka dari sinilah semua mimpi itu menjadi nyata. Terimakasih kepada Nulisbuku.com yang membuat buku ini ada dan tak lupa juga kepada rekan-rekan pendukung Arsenal yang menjadi inspirator, hingga saya dapat menuliskan kata demi kata di dalam buku ini. Semoga bisa bermanfaat dan juga menginspirasi. For the Brave Nothing is so Difficult.
Salam Karya, Yogyakarta, Januari 2013
3
Isi To be a Gooner…14 My Favorite Gooner…30
Gooner Stay, Goonerette Back…45 Terimakasih AIS…60 You’re Really My Gun’s Like My Dad…68
Puisi dari Sahabat…85 Arsenal I’m in Love…118
Say Goodbye Gun’s…201
4
Saat membuka ini mungkin hanya biasa Kisahnya begitu-begitu saja Karena ini hanyalah sedikit pembuktian nyata Sang pengidola yang belajar dari sebuah kecintaan Menjadi rangkaian pelajaran Yang terinspirasi dari salah satu yang berjiwa sama Dan juga semua yang terlibat di sini Maafkan Jika mungkin masih teramat amatir Inilah aku dengan segenggam diksi yang hanya dapat Aku tunjukan melalui fiksi Welcome to My Arsenal Stories
5
Kutipan Pertama Pernahkah kau merasakan dicerca, dicabik diperalat seperti mesin yang dua kali dua puluh empat jam dicaci dalam geraknya. Apakah kau pernah berpikir itu. Berintuisi bahwa sesungguhnya kau mencintai alat itu, namun kau perlahan mengosongkan hatimu tanpa cinta itu, cinta yang terabai sejenak karena kebencianmu pada sebuah hasil. Jangan. Kebencianmu sejenak dan bekas atas cemoohanmu masih tersisa. Dan apa kau pernah merasakan balasan. Bukankah yang kau lakukan adalah yang akan kau terima. Ini cinta, bukan mainmain. *** Mungkin, kini dia telah pergi. Banyak sekali sisa-sisa hari yang masih termemori dalam benak ini. Dua puluh enam yang pertama adalah dua ditambah enam sama dengan delapan. Siapa pemilik nomor punggung itu di Arsenal-ku, klub Inggris yang paling aku jagokan. Dengan sejarah, cara bermain, pelatih, dan segalanya aku suka. Mungkin kebanyakan orang berargumen. “Hanya klub bola”. Siapa kira. Kau sedang berhadapan dengan Ruben Onsu. Oh, mungkin kau masih tertawa mendengarnya, karena dia komedian. Ataukah kau ingin Tantowi Yahya, pembawa acara kuis berhadiahkan uang jutaan rupiah 6
itu, aku rasa kelas tidak dapat dibeli. Mengapa jadi seperti ini seperti film saja, maksudnya apa karena orang seperti Skandar Keynes, Robert Pattinson atau kau pernah berpikir Andrew Garfield. Mereka memainkan semua ini. Seperti kepemimpinan Ratu Elisabeth II, kah. Bahkan lebih dari itu, melebihi berita-berita yang disampaikan Najwa Shihab, karena mereka. Seperti Thierry Henry mengukir sejarah di Arsenal, terkenal di penjuru dunia seperti Robert Federer sang petenis dunia. Mereka sungguh bagian dari semua ini, satu kemungkinan dari jutaan manusia yang mengagumi Arsenal. Yang mendambakan klub ini seperti aku dan lihatlah bagaimana mereka dapat menelusuri. Oh, entah. Tetapi satu-persatu. Dimulai dari dua dikali empat menjadi delapan yang kini telah menjadi delapan lagi setelah berangsur yang satu pergi, dia berpindah mengikuti salah satu yang dikali dengan delapan pula di bulan delapan. Mungkin, ini sangat sulit ditafsirkan tetapi aku sedang membicarakan Samir Nasri dan Cesc Fabregas. Di tanggal 18 untuk Fabregas dan di tanggal 24 untuk Nasri di bulan yang sama Agustus, tahun 2011. Mereka pergi. Hijrah ke klub yang mereka rasa bisa lebih membangun mereka. Dan tak ada daya, sebuah prestasi memanglah hak mereka, lalu bagaimana dengan aku. *** Dulu, kurasakan. Pedih. Melihat mereka pergi. Diawali dari diriku. Asri. Nomor absen delapan di kelas, sejak SD. Membuatku beranggapan 7
itulah nomor keberuntungan, tetapi ketika nomor absenku berubah menjadi sembilan dan satu kali terjadi di kelas 2 SD semua menjadi berubah, prestasiku menurun. Aku tak mengerti dengan semua, aku seperti larut dalam mitos Arsenal bernomor punggung sembilan. Eduardo da Silva, lalu Park Chu Young. Iya. Eduardo, pemain Arsenal yang sangat hebat dan haus gol pada zamannya. Dalam karir terbaiknya ia harus bersanding dengan cedera yang cukup parah, Martin Taylor yang mencederainya tak dapat berbuat apa-apa. Dia beranggapan tak ada yang dapat menghentikan Arsenal kala itu, emosionalnya menjadikan dia lawan yang sangat membahayakan. Dan benar, kehebatan ini tak dapat dihentikan. Sekalipun dengan uang atau kekayaan yang lain. You can’t buy class, class is permanent. Namun, perlahan aku mulai sadar. Bahwa semua tak ada sangkut pautnya dengan semua itu. Justru di sini aku belajar lebih dari Lukas Podolski, siapakah ia. Pemain baru Arsenal yang didatangkan dari klub asal Jerman, FC Koln. Bagaimanakah ia. Bermain sangat rapi dalam berkompetisi, mudah beradaptasi dan mempunyai tujuan yang jelas untuk klub barunya. Oh…begitulah. Beginilah langkah demi langkah yang Tuhan tuntun untukku. Beranjaklah aku menuju kelas lima SD. Kelas yang mengokohkanku kembali. Tingkatan di mana aku mendapatkan semua yang aku inginkan kembali, melalui proses itu. Perjalanan yang mungkin dikisahkan seperti pemecahan mitos, tetapi benarkah.
8
Aku menjadi jawara lagi. Aku digambarakan di hari ini. Masa lalu yang terkenang itu baru terjawab ketika remajaku, kini. Aku bagai hanyut dalam cerita Arsenal. Masa lalu, masa sekarang. Semuanya. Sembilan. Nomor punggung yang sekarang dikenakan oleh Podolski di Arsenal, sungguh itu masih menjadi tanda tanya untuk masa depannya. Tetapi lihatlah aku saat kelas 5 SD, kapten Arsenal bernomor punggung lima dan semua bisa berbeda. Seperti halnya hidupku, hidupku juga bisa berbeda. Sangat berbeda dari kebanyakan perempuan. Aku menyukai sepakbola. Sepakbola yang mayoritas dipuja kaum Adam, tetapi tidak bagi salah satu bagian minoritas sepertiku. Maka dari sinilah, aku sedikit demi sedikit belajar dari perbedaan ini. “Apa kamu gak takut dijauhi laki-laki?” tanya salah satu temanku padaku. Semua sudah jelas bagaimana perbedaan ini disatukan dalam sebuah harmonisasi. Victoria Concordia Crescit. Kemenangan berasal dari keharmonisan. Pernahkah aku takut. “For the brave nothing is so difficult”. Semua telah jelas di sini, teman-temanku justru semakin dekat denganku. Secara tak langsung sebuah solidaritas muncul dari sini, tak ada kata bermusuhan untuk sesama pendukung Arsenal. Keep The Faith. Gooners dan Goonerettes selalu percaya. Kami berjalan untuk belajar banyak hal dari sini. Dari mana. Mulai dari hal kecil. Di mana para pendukung bisa menatap untuk pertama kali. Di Emirates Stadium. 9
Terpampang jelas di stadion itu, coretan-coretan dalam bentuk slogan yang membuat mereka tertegun. Mulailah mereka gunakan dengan hati mereka. Menelaah tulisan itu dengan pikiran jernih, masuklah pada relung hati menjadi sesuatu yang pantas untuk dilakukan. Seperti halnya aku. “Untuk berani tidak ada yang begitu sulit”. Seperti halnya menangis. Jika ingin menangis, menangislah. Menangis karena apapun. Tangisan itu akan berarti jika yang ditangisi juga berarti, meskipun yang kau tangisi tak pernah mengartikan lebih tangisanmu. Seperi halnya. Indonesia, 16 Agustus 2012 Surat Kecil untuk Robin van Persie Ketika merah dan putih hanya tersisa merah jangan pernah kau lupakan apa itu putih dalam dirimu. Saat berjalan menyusuri tempat yang berbeda tataplah tempat di mana engkau benar-benar tinggal dan menemukan sebuah kenyamanan. Rasa hormat, pujian, kepedulian menghiasi sebuah ruang kecil di bawah langit. Teringat kala aku menangis karenamu, wajah anehmu dan pikiranmu mungkin merasakan hal yang sama dengan kami. Kami menangis, berseru sebuah keadilan yang harus kau dapatkan, sampai kami tak percaya apa itu takdir secarik kertas merah yang memaksamu untuk pergi. Namun, apa yang kami lakukan. Menghiburmu dan memberikan sebuah kata tinggi pujian meskipun tak ada yang mengira bahwa kita telah berada dalam kemenangan yang bergaris hitam di tengah. Aku, kamu, dan semua telah bersatu kala itu sampai kemarin kau harus meninggalkan kami.
10
Aku tidak tahu-menahu apa yang ada di pikiran setiap orang yang begitu menghormatimu, aku hanya berharap kekecewaan ini tak akan memaksa mereka mencercamu. Sesungguhnya, kami menginginkanmu bertahan tetapi telah terlambat keputusanmu di dalam sebuah berkas tak dapat diubah. Dirimu telah singgah, ke ruangan tua mencekam yang begitu kami tidak sukai. Aku tak pernah mengira apakah kami sanggup melihatmu di sana. Aku kira ini tidak pernah terjadi karena kami tidak pernah bermimpi, ini begitu buruk. Kamu sudah pindah…kamu sudah pindah!!! Terima kasih selama ini atas semua yang Anda tunjukkan kepada kami dan jasa-jasa yang Anda berikan kepada semua tentang kami. Aku mengamati di mana teman Anda berdiri di sanalah Anda bisa
11