Utusan Damai di Kemelut Perang
Utusan Damai di Kemelut Perang
Peran Zending dalam Perang Toba
Berdasarkan Laporan I.L. Nommensen dan penginjil RMG lain
oleh Uli Kozok
© 2009 Uli Kozok (
[email protected]) Hak Cipta dilindungi undang-undang
Daftar Isi Prakata Pendahuluan Terjemahan Artikel BRMG Desas-desus yang Memprihatinkan Perang di Toba (Sumatra) Berita Lain dari Sumatra Perang di Toba Laporan Terakhir tentang Perang di Toba Surat Penghargaan dari Pemerintah Belanda Menaklukkan Toba
1 4 22 23 30 34 38 58 100 102
Prakata Ludwig Ingwer Nommensen adalah seorang tokoh yang oleh sebagian orang Batak tidak hanya dihormati atas jasanya menyebarkan agama Kristen di Tanah Batak, tetapi bahkan dianggap sebagai rasul atau apostel Batak. Sumbangan Nommensen dan tokoh-tokoh injil lainnya – yang namanya jarang disebut – berdampak luas pada masyarakat Batak, bukan saja di bidang kerohanian, tetapi juga di bidang pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Tokoh penginjilan dari Rheinische Missions-Gesellschaft (RMG), lembaga penginjilan asal Jerman, ini hidup di antara orang Batak selama lebih dari 50 tahun. Tentu dapat dipahami bahwa orang Batak yang beragama Kristen Protestan mengenang Nommensen dengan rasa kagum dan bangga. Namun Nommensen sesungguhnya hanya salah satu dari banyak penginjil RMG yang ditugaskan untuk menyebarkan injil di Tanah Batak. Dia bukan pemrakarsa zending Batak dan otoritasnya terbatas. Disiplin dan kepatuhan terhadap atasan sangat diutamakan dalam kalangan RMG. Sebagai pelaksana, para penginjil diwajibkan untuk setiap bulan menulis laporan. Laporan-laporan itu kemudian diolah dan diterbitkan dalam sebuah majalah yang dinamakan Berichte der Rheinische Missions-Gesellschaft, disingkat BRMG. Secara total ada sekitar 10.000 halaman yang ditulis oleh para penginjil RMG di Tanah Batak tentang segala hal yang terjadi di wilayah penginjilannya. Dengan demikian BRMG merupakan sumber historis yang teramat penting. Salah satu peristiwa penting dalam sejarah Batak adalah Perang Toba yang terjadi pada tahun 1878 dan 1883 sebagai inti 1
Peran Zending dalam Perang Toba
perlawanan Si Singamangaraja XII terhadap kekuasaan Belanda. Di dalam buku yang sederhana ini kami sajikan laporan-laporan para zendeling tentang Perang Toba Pertama. Laporan para penginjil itu kami sajikan dalam bentuk edisi faksimile agar secara mudah teks asli yang berbahasa Jerman dapat dibandingkan dengan terjemahan bahasa Indonesia, dan untuk menjaga keakuratan terjemahannya. Makalah ini mengungkap catatan perjalanan para penginjil selama masa Perang Toba, dan tidak bermaksud untuk mencari kontroversi melainkan untuk memberi sumbangan terhadap sejarah Batak di awal zaman penjajahan. Tokoh I.L. Nommensen dan tokoh penginjilan Batak lainnya berbicara sendiri dan dipandang dalam konteks sejarah sebagai anak zaman dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Hal tersebut, menurut hemat saya, perlu agar tidak terjadi pembentukan mitos dan legenda yang berkaitan dengan tokoh sejarah ini. Sesuai dengan perkembangan zaman penilaian terhadap tokoh-tokoh sejarah bisa saja terjadi, dan hal tersebut adalah sesuatu yang lumrah. Saya menyadari bahwa makalah saya yang sederhana ini oleh sebagian orang dianggap “kontroversial”. Sesungguhnya makalah ini hanya menjadi “kontroversial” karena selama ini penulisan sejarah penginjilan di Tanah Batak didominasi oleh penulis yang dekat dengan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) sebagai penerus RMG. Sayang penulisan sejarah seperti itu sangat sepihak dan tanpa adanya upaya untuk secara kritis mengevaluasi tokoh-tokoh penginjilan serta motivasi lembaga penginjilan yang berdiri di belakangnya. Medan, 23 Juni 2009, Dr. Uli Kozok
2
3
Peran Zending dalam Perang Toba
Pendahuluan “Mereka mengatakan secara blak-blakan bahwa kami pelopor pemerintah kolonial yang awalnya berbuat amal dengan cara memberi obat dsb. untuk akhirnya menyerahkan tanah dan rakyat kepada pemerintah.”1
Demikian keluhan I.L. Nommensen ketika baru membuka pos zending di lembah Sipirok. Dugaan orang Sipirok ternyata benar. Tidak lama sesudah pindah ke lembah Silindung, tepatnya pada awal tahun 1878, Nommensen berulang kali meminta kepada pemerintah kolonial agar selekasnya menaklukkan Silindung menjadi bagian dari wilayah Hindia-Belanda. Pemerintah Belanda akhirnya mengabulkan permintaan Nommensen sehingga terbentuk koalisi injil dan pedang yang sangat sukses karena kedua belah pihak memiliki musuh yang sama: Singamangaraja XII yang oleh zending dicap sebagai “musuh bebuyutan pemerintah Belanda dan zending Kristen.”2 Bersama-sama mereka berangkat untuk mematahkan perjuangan Singamangaraja. Pihak pemerintah dibekali dengan persenjataan, organisasi, dan ilmu pengetahuan peperangan modern sementara pihak zending dibekali dengan pengetahuan adat-istiadat dan bahasa. Kedua belah pihak, zending Batak dan pemerintah kolonial, saling membutuhkan dan saling melengkapi, dan tujuan mereka pun pada hakikatnya sama: Memastikan agar orang Batak “terbuka pada pengaruh Eropa dan tunduk pada kekuasaan Eropa”.3 Berkat pengetahuan bahasa dan budaya pihak zending (terutama zendeling4 Nommensen dan Simoneit) berhasil meyakinkan ratusan raja agar berhenti mengadakan perlawanan dan menyerah pada kekuasaan Belanda. Yang tidak mau menyerah didenda dan kampungnya dibakar. 4
Melalui Gubernur Sumatra pemerintah Belanda membalas budi para penginjil dengan mengeluarkan surat penghargaan yang resmi: Pemerintah mengucapkan terima kasih kepada penginjil Rheinische Missions-Gesellschaft di Barmen, terutama Bapak I. Nommensen dan Bapak A. Simoneit yang bertempat tinggal di Silindung, atas jasa yang telah diberikan selama ekspedisi melawan Toba.5
Selain surat penghargaan, para misionaris juga memperoleh 1000 Gulden dari pemerintah yang “dapat diambil setiap saat”. Kerjasama antara para penginjil RMG (Rheinische Missionsgesellschaft) dan pemerintahan kolonial berlangsung sampai musuh mereka, Singamangharaja XII, tewas dalam pertempuran dengan tentara Belanda pada tahun 1907. Walaupun peran Rheinische Missionsgesellschaft (RMG) dan penginjilnya, terutama Ludwig Ingwer Nommensen, dalam Perang Toba Pertama6 (1878) terang sekali, ada pihak yang melihat adanya ‘kontroversi’. Ada dua isu yang sering menjadi topik perdebatan yang kontroversial, terutama di kalangan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) yang merupakan penerus RMG di zaman kemerdekaan: 1. Peran para penginjil dalam menaklukkan Onafhankelijke Bataklanden (Tanah Batak yang Merdeka) dan 2. Hubungan Singamangaraja XII dengan Zending. Butir kedua menjadi persoalan yang memang peka karena sebagian besar orang Batak memeluk agama Kristen dan menganggap I.L. Nommensen sebagai apostel atau rasul sedangkan Singamangaraja XII diangkat sebagai Pahlawan Nasional oleh pemerintah pada 9 November 1961. Bagaimana kalau kedua pahlawan yang dua-duanya dianggap sakral oleh
5
Peran Zending dalam Perang Toba
orang Batak ternyata saling bermusuhan? Tentu hal itu akan menimbulkan dilema. Dr. W.B. Sidjabat yang pada tahun 1982 menulis buku berjudul “Ahu Si Singamangaraja: Arti historis, politis, ekonomis dan religius Si Singamangaraja XII” berusaha keras untuk meluruskan dilema itu dengan ‘mendamaikan’ kedua tokoh sakral tersebut, dan juga berusaha untuk mengesampingkan peran zending dalam penaklukan Tanah Batak yang masih merdeka. Sejarahwan Batak beragama Kristen Protestan ini menggunakan sumber baik primer maupun sekunder, yang tertulis dalam berbagai bahasa termasuk Jerman dan Belanda. Selain mengandalkan sumber tertulis ia juga melengkapinya dengan puluhan wawancara. Di antara sumber primer termasuk bahan arsip Belanda, dan juga bahan dari RMG itu sendiri, terutama laporan tahunan (Jahresbericht) RMG, tetapi ia tidak menggunakan laporan RMG yang lebih terinci dan yang diterbitkan sebulan sekali (Berichte der Rheinischen Missionsgesellschaft). Daripada menggunakan sumber primer, yaitu tulisan I.L. Nommensen sendiri yang terdapat dalam BRMG, khusus untuk Perang Toba I, Sidjabat menggunakan buku yang ditulis oleh J.T. Nommensen (anak I.L. Nommensen) berjudul Porsorion ni L. Nommensen yang diterbitkan pada tahun 1925 di Zendingsdrukkerij Laguboti setelah I.L. Nommensen meninggal (1918) dan menceritakan riwayat hidupnya yang sebagian berdasarkan tulisan Nommensen di BRMG, tetapi tentu sudah disadur dan diringkas. Dalam BAB VI Pertarungan rakyat Sumatra Utara bersama Si Singamangaraja XII melawan Belanda butir 1–11 (hal. 151– 186) membahas Perang Toba I, dan BAB itu sangat diwarnai oleh sumber sekunder Porsorion ni L. Nommensen. Sayang Sidjabat tidak memanfaatkan sumber primernya, yaitu laporan 6
Nommensen dalam RBMG. Padahal BRMG merupakan sumber sejarah Batak yang tak ternilai yang menceritakan sejarah Batak dari sudut pandang zending selama lebih dari 50 tahun di atas sekitar 10.000 halaman. Tampaknya hingga kini laporan lengkap I.L. Nommensen tentang Perang Toba I tidak pernah digunakan untuk penulisan sejarah Batak hingga dirasakan perlu untuk menerbitkan ulang catatan Nommensen tentang perang Toba dalam terjemahan bahasa Indonesia. Sidjabat tidak berniat menuliskan sejarah secara objektif. Dengan sangat jelas ia memperlihatkan sikap pro zending, pro Singamangaraja, dan anti Belanda. Belanda digambarkan sebagai orang yang “cerdik “(hal. 157), memiliki “tangan kotor” (158), “hendak memanfaatkan Nommensen”, menggunakan “tindakan keganasan” (171), “mengadakan kegiatan ganas” (171), tujuannya “didorong oleh keserakahan ekonomi dan militer”, dan pada pasukan Belanda, demikian ditulisnya, yang menonjol “hanya unsur kebinatangan manusia” (179). Walaupun Nommensen pada Perang Toba I mendampingi pasukan Belanda dari hari pertama sampai hari terakhir, dan walaupun ia sangat berperan dalam pecahnya perang tersebut, Nommensen dan pihak zending jarang sekali disebut oleh Sidjabat, dan kalaupun disebut maka Nommensen dan kawankawannya digambarkan secara serba positif. Sidjabat berusaha keras meyakinkan pembaca bukunya bahwa “kehadirannya [...] bukan dalam rangka penjajahan” (156), Nommensen melakukan “pelbagai usaha untuk mengelakkan pertumpahan darah” (165), “berulang kali mengatakan kesediaannya menempuh jalan damai” (166), “tidak dapat menyetujui tindakan kekerasan yang digunakan oleh Belanda” (159), dan “merasa sedih sekali” melihat kampung-kampung Batak dibakar Belanda: 7
Peran Zending dalam Perang Toba Nommensen akhirnya ‘merasa pusing kepala dan terpaksa membaringkan dirinya di dekat sebatang pohon ara dekat Paindoan’. Hasil pekerjaannya sejak tahun 1876 di Toba pastilah akan mengalami kesulitan akibat tindakan kekerasan Belanda ini. [...] Pihak Nommensen bersama zendeling lain, yang memang terjepit dalam keadaan ini [maksudnya Perang Toba, U.K.], masih berusaha untuk mengelakkan pertumpahan darah.7
Sidjabat tidak menafikan bahwa Nommensen memanggil Belanda ke Silindung tetapi ia berargumentasi bahwa Belanda bagaimana pun sudah bertekad masuk ke Silindung sehingga “Nommensen hanya bahan pelengkap saja dan bukan merupakan alasan sebenarnya mengirim serdadu ke Silindung.” Kalau pun, di samping laporan Nommensen kepada Belanda tentang rencana Singamangaraja untuk membunuh atau mengusir para penginjil dan semua orang beragama Islam, masih ada alasan lain maka Belanda mau masuk ke Silindung, tetapi kesimpulan Sidjabat “bahwa kedatangan Belanda ke Silindung itu ialah atas permintaan Nommensen, tidak benar” bertolak belakang dengan laporan Nommensen sendiri. Sidjabat lalu meneruskan argumentasinya: Nommensen masih berusaha sekuat tenaga untuk mendekati Residen Boyle dan Kontelir van Hoevel dan mengusulkan, agar jangan sampai mengadakan tindakan kekerasan.8
Pertumpahan darah dan kekerasan berlebihan memang dapat memojokkan pihak zending, namun para penginjil bukan secara mutlak anti kekerasan. Pasukan bantuan Kristen yang dipersenjatai Belanda, dan yang dikecam keras oleh surat-kabar Hindia Belanda karena tindakan mereka yang “bengis dan keji” dalam Perang Toba I, dibela pihak zending dengan katakata berikut:
8
Memang benar bahwa mereka [pasukan bantuan Kristen, UK] diperintahkan Belanda untuk membakar beberapa kampung. Kalau dalam perang memang ada pertumpahan darah, hal itu perlu dimaklumi, di Eropa pun halnya demikian, namun para penginjil selalu berusaha agar tidak ada pertumpahan darah yang berlebihan.9
Sidjabat mengakui bahwa tidak semua orang Batak berpihak pada Singamangaraja: ...semangat juang dari pihak rakyat tidak pernah mundur kecuali semangat mereka yang mengkhianati perjuangan10
Namun secara umum timbul kesan seolah-olah para raja secara bahu-membahu melawan Belanda: Pihak Singamangaraja pun segera pula mengadakan reaksi. Raja-raja dan para panglima diajak bermusyawarah untuk menentukan apakah mereka bersedia melihat daerahnya dipreteli atau mengadakan perlawanan. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1877. Mufakat pun tercapai untuk tidak membiarkan politik ekspansi Belanda berjalan terus.11
Kenyataan yang sebenarnya jauh lebih kompleks sebagaimana yang diceritakan Sidjabat. Pihak zending melaporkan bahwa “banyak daerah yang sudah berulang kali meminta kepada pemerintah Belanda agar wilayahnya dianeksasi”.12 Raja yang memeluk agama Kristen rata-rata setuju kalau Silindung dimasukkan ke dalam wilayah kolonial Belanda, dan juga di antara raja yang masih berpegang pada agama nenek moyangnya tidak semua anti Belanda. Sangat penting bagi Sidjabat adalah rekonsiliasi zending dengan Singamangaraja dan untuk upaya tersebut ia menyediakan sebuah BAB secara eksklusif: IX Sikap Sisingamangaraja XII terhadap Zending (hal. 395–411). Menurutnya ada kontinuitas sikap dari Singamangaraja X 9
Peran Zending dalam Perang Toba
hingga XII terhadap zending yang ditandai oleh rasa persahabatan: “tidak ada sikap permusuhan dari Si Singamangaraja X terhadap pihak zending” (157), melainkan “sejak tibanya pihak zendeling, hubungan dengan Singamangaraja segera dipelihara dengan baik (157), “Si Singamangaraja XI juga malah berkelakar dengan Nommensen” (158). Menurut Sidjabat Singamangaraja bukan “musuh bebuyutan pemerintah Belanda dan zending Kristen”13 sebagaimana ia dicap oleh pihak zending, melainkan anggapan zending itu hanya merupakan “godogan [sic!] pihak Kolonial Belanda.” Kalau kita percaya pada kesimpulan Sidjabat maka para penginjil terus-menerus diakali dan dimanfaatkan Belanda. Sulit untuk mempercaya bahwa Nommensen dkk., apalagi pihak pimpinan RMG yang selalu memantau pekerjaan mereka dengan sangat seksama, begitu naif. Pendekatan dikotomi hitam-putih yang sedemikian agaknya tidak sesuai dengan kenyataan, dan jelas tidak didukung oleh catatan para penginjil, terutama Nommensen dalam laporannya di BRMG. Pada tahun 1876 Nommensen masih percaya bahwa pekerjaan zending bisa lebih sukses di daerah yang merdeka: Menurut berita yang kami peroleh dari Sibolga14, tampaknya pemerintahan Belanda untuk sementara tidak ditetapkan di Silindung. Berita itu menggembirakan. Makin lama makin kami sadari bahwa keadaan di daerah merdeka lebih mendukung daripada di daerah pemerintahan betapa pun kejamnya dan liarnya orang Batak merdeka bisa menyusahkan seorang penginjil. Orang Batak merdeka lebih bersemangat dan jiwanya lebih terbuka [daripada mereka di daerah yang dikuasai Belanda]. 15
Namun alasan utama maka zending tidak menginginkan Belanda masuk karena para zendeling khawatir bahwa bersama 10
dengan orang Belanda orang Islam akan masuk ke Tanah Batak: Semoga dengan bantuan Tuhan kami berhasil mengkristenkan semua orang Batak di lembah ini [Silindung] sebelum datang pemerintahan Belanda karena pemerintahan Belanda tentu akan membawa orang Islam ke sini.16
Sikap ini berubah setelah zending memiliki basis umat Kristen yang lebih kokoh. Pada tahun 1878, setelah keadaan di Silindung menghangat, zending meminta kepada pemerintah Belanda agar Silindung segera dimasukkan ke dalam wilayah Hindia-Belanda: Kalau Belanda sekarang hendak menyelenggarakan pemerintahan maka hal ini tentu membawa berkat. [..] Apakah hal itu juga menguntungkan zending, apakah dengan pemerintahan Belanda agama Islam akan masuk adalah pertanyaan yang lain lagi. Oleh sebab itu maka para misionaris belum pernah meminta agar Silindung dianeksasi. Kalau hal itu sekarang diminta [...] jelas pemerintahan Belanda juga sangat bermanfaat bagi zending kita, dan bila kelak kita harus bersaing dengan agama Islam maka sekarang agama Kristen di Silindung sudah memiliki kemajuan yang susah terkejar.17
Ternyata zending tidak menduga bahwa permintaan mereka agar pemerintah mengirim pasukan ke Silindung akan mendapat kecaman keras. Malahan pihak di Belanda yang bersahabat dengan zending keberatan dengan kenyataan bahwa penginjil kita meminta bantuan pemerintah Belanda.18
Menurut penginjil mereka tidak bersalah memanggil bantuan Belanda karena mereka berada di wilayah yang “pada hakikatnya” (eigentlich) berada di bawah kekuasaan Belanda. Masalahnya di sini bahwa mungkin de jure (secara hukum) Si11
Peran Zending dalam Perang Toba
lindung sudah termasuk wilayah Hindia-Belanda tetapi tidak de facto (secara nyata) karena pemerintah Belanda tidak ada perwakilan apa-apa di sana dan pemerintahan sepenuhnya berada di tangan raja. Kalau ada utusan Singamangaraja datang ke Silindung untuk menghasut rakyat – yang pada hakikatnya telah berada di bawah kekuasaan Belanda – dan menyerukan agar mereka tunduk pada Aceh, dan kalau penginjil kita mendengar rencana orang Aceh itu untuk mendirikan kekuasaannya di atas kerajaan Singamangaraja, dan berusaha lagi untuk menjatuhkan kekuasaan Belanda di Angkola, Mandailing, dan Padang Bolak, apakah penginjil kita bukan berkewajiban untuk segera melaporkan hal itu kepada Residen? Bukannya tidak bertanggung jawab kalau mereka tidak melakukan apa-apa? Kalau pemerintah Belanda, berdasarkan laporan penginjil kita, mengirim pasukannya ke Silindung apakah hal itu kesalahan penginjil kita?”19
Alasan hukum sekali lagi dimanfaatkan ketika zending dikecam bersama dengan pasukan memasuki dan menduduki Bahal Batu yang termasuk wilayah Singamangaraja - hal mana sudah barang tentu merupakan provokasi. Di sini mereka menjawab bahwa 1. Bahal Batu pun sudah termasuk wilayah Belanda, dan 2. Singamangaraja hanya menjadi raja di Bangkara.20 Menarik untuk dicatat di sini bahwa hanya setahun sebelumnya, 1977, Gubernur Sumatra menyuruh penginjil untuk meninggalkan Bahal Batu karena menurutnya Bahal Batu tidak termasuk wilayah Hindia-Belanda. Pernyataan itu memang kemudian ditarik kembali, tetapi kisah ini membuktikan bahwa pemerintah Belanda sendiri tidak mengetahui dengan pasti daerah mana yang termasuk wilayahnya dan mana yang tidak karena mereka tidak berminat untuk menyelenggarakan pemerintahan di daerah Silindung. 12
Pandangan dan interpretasi Sidjabat tentang sejarah seputar Perang Toba Pertama sekarang secara umum diterima, terutama oleh kalangan HKBP. Di dalam salah satu makalah keluaran HKBP berjudul Pahlawan Nasional Indonesia Si Singamangaraja di mata HKBP oleh Pdt. Rachman Tua Munthe, Praeses HKBP Distrik III Humbang, disebutkan bahwa, ...selama timbulnya bentrokan di antara Si Singamangaraja XII dengan pemerintah Belanda, Gereja (Zending) berada pada pihak ketiga yang mencoba mengadakan perjanjian perdamaian. Dengan demikian, pemerintah kolonial Belanda tidak sejajar dengan Zending dan Gereja.
Munthe juga mengutip buku berjudul Abastraksi [sic!] Pelayanan DR. Ingwer Ludwig Nommensen di Tanah Batak21: Waktu perang Raja Sisingamangaraja XII melawan Tentara Belanda, Nommensen mengambil sikap bijaksana dan netral.
Tentu saja kepentingan zending dan pemerintah berbeda, tetapi di berbagai bidang kepentingan mereka sejajar. Baik zending maupun pemerintah kolonial melihatnya sebagai tugas mereka untuk membawa peradaban pada bangsa Batak yang mereka cap sebagai liar dan biadab. Para misionaris juga menekankan bahwa Belanda senantiasa dapat mengandalkan Batak Kristen sebagai teman yang setia: Betapa orang Batak Kristen dapat diandalkan tampak jelas sekarang, sebagai orang Islam orang Batak takkan mungkin menjadi rakyat yang patuh pada Belanda.”22 [...] memang benar bahwa orang Silindung yang Kristen adalah teman setia Belanda, dan bahwa pasukan bantuan mereka berperang bersama pasukan Belanda.”23
Kesejajaran zending dan pemerintah tampak pada bahasa 13
Peran Zending dalam Perang Toba
yang digunakan Nommensen. Ketika ia menceritakan kembali perjalanannya mengikuti ekspedisi Toba ia secara konsisten menggunakan kata ‘kami’. Kata ‘kami’ malahan digunakannya untuk kegiatan yang dilakukan tentara. Dari hal ini ternyata betapa Nommensen mengidentifikasikan diri dengan tentara: • Sesudah Residen Boyle bersama Kolonel Engel naik ke sini bersama dengan 200 pasukan lagi maka kami mulai menyerang.24 • Sekitar jam 3 sore kampung-kampung itu sudah di tangan kami. 10–12 laki-laki dan sekitar 70 perempuan jatuh ke tangan kami lalu ditawan.25 • Di pihak kami dua yang meninggal dan 12 yang cedera.26 • [...] berpura-pura menjadi teman dan mengatakan takluk pada kami.27
Sedangkan para pejuang di pihak Singamangaraja disebutnya sebagai musuh: • Belum ada berita tentang adanya gerakan dari pihak musuh.28 • Pihak musuh menyerang dua kali masing-masing sekitar 500–
• • • • • • •
700 orang. Serangan kedua lebih kuat tetapi dua-duanya dapat ditangkis dengan mudah dan tanpa jatuhnya korban di pihak Belanda sementara di pihak musuh ada 20 orang yang cedera dan 2 yang mati. [...] Kalau pasukan di Bahal Batu dapat bertahan sampai pasukan tambahan tiba maka kemungkinan pihak musuh menang sangat tipis karena Belanda unggul dalam hal persenjataan dan disiplin.29 Dari Bahal Batu mereka menuju arah barat ke Butar dan menaklukkan kampung-kampung yang berpihak pada musuh.30 Hal tersebut diutamakan oleh para zendeling supaya para musuh pun bisa melihat niat baiknya.31 Setelah kami bekerja dengan tenang selama beberapa minggu musuh kita yang jahat bergerak lagi.32 Simoneit dan Israel tinggal di sini untuk membantu kami kalau-kalau pos diserang musuh.33 Pada malam hari tanggal 16 Februari musuh menembaki kamp tentara dan meninggalkan tiga surat dari buluh yang mengumumkan perang terhadap kami.34 Setiap hari musuh datang, kadang-kadang ribuan orang.35 Kebanyakan musuh berasal dari daerah di sekitar Danau Toba,
14
dari Butar dan Lobu Siregar, digerakkan oleh Singamangaraja, seorang demagog yang menghasut dan mencelakakan rakyatnya.36 • Beberapa kali peluru masuk ke rumah pada malam hari, dua kali musuh berusaha untuk membakarnya.37
Masih banyak lagi contoh dapat disebut yang menunjukkan bahwa para misionaris jelas berpihak pada Belanda dan menganggap para pejuang yang ingin mempertahankan kemerdekaannya sebagai musuhnya. Nommensen juga memuji perwira dan pegawai administrasi Belanda: „Berkat tangan Tuhan,“ demikianlah tulisnya penginjil Nommensen, „dan hal ini menjadi tanda bahwa Tuhan menghendaki rakyat hidup dalam kedamaian, berkat tangan Tuhan ekspedisi militer dikepalai oleh seorang yang sudah bertahun-tahun mengenal orang Batak, orang yang mengetahui kepentingan rakyat, dan yang didampingi perwira yang merasa belas kasihan dengan musuh, yang disegani musuh karena keberaniannya menyerang, yang dengan lapang hati tidak mengejar mereka yang lari. Dengan demikian orang Batak dapat kesan betapa besar keagungan dan kemuliaan orang Eropa sehingga mereka tidak dapat membenci kita, apalagi karena Tuhan menunjukkannya bahwa mereka sendiri bersalah.”38
Perlu ditekankan bahwa Nommensen membantu pemerintah dan tentara Belanda dengan rela hati tanpa ada unsur paksaan apa pun. Nommensen melakukannya karena menurut apa yang dipelajarinya di seminaris RMG di Barmen para penginjil berkewajiban untuk selalu bekerjasama dengan pihak pemerintah kolonial dan karena ia percaya bahwa orang Batak hanya bisa menjadi manusia yang beradab bila berada di bawah kekuasaan bangsa Eropa. Belakangan ini saya membaca sebuah esai di internet yang 15
Peran Zending dalam Perang Toba
ditulis oleh Limantina Sihaloho, seorang teolog dari Medan: Secara pribadi, saya juga kagum pada I.L. Nommensen. Masalahnya, kagum saja tidak cukup. Menjadikan seseorang menjadi legenda bahkan mitos juga dapat berbahaya. Sayangnya manusia mempunyai kecenderungan untuk melegendakan dan memitoskan seseorang terutama yang telah lama meninggal. [...] Nommensen adalah anak zamannya, dengan segala kelebihan dan kekurangannya.39
Makalah ini tidak bermaksud untuk mengurangi rasa kagum pada laki-laki suku Frisia dari pulau Nordstrand yang bukan saja sebangsa tetapi juga sesuku dengan saya, tetapi sebagai salah satu sumbangan agar I.L. Nommensen dan tokoh penginjilan Batak lainnya dipandang sebagai “anak zaman dengan segala kelebihan dan kekurangannya” dan tidak sebagai tokoh legendaris. Seorang tokoh dari abad ke-19 tidak patut dinilai berdasarkan nilai-nilai abad ke-21. Bila seorang Jerman sekarang mengatakan bahwa bangsa Jerman lebih unggul dari bangsa lain maka orang itu pasti ditertawakan. Konsep keunggulan ras kini dianggap sebagai sesuatu dari zaman yang berlalu yang sama sekali tidak ada tempat dalam masyarakat Jerman modern. Pada awal abad ke-21 paham keunggulan ras Germania dianggap sebagai paham yang sesat sementara pada abad ke-19, zamannya Nommensen, keunggulan ras putih dianggap sebagai kenyataan. Nommensen dilahirkan pada tahun 1834 di pulau Nordstrand (yang bila diterjemahkan berarti Pantai Utara). Ketika ia berumur 14 tahun gerakan demokrasi Jerman memberontak melawan kekaisaran, namun revolusi itu gagal. Waktu Nommensen masuk seminaris RMG pada tahun 1857 Jerman belum bersatu tetapi terdiri atas puluhan negeri kecil yang masing-masing berhak untuk membuat peraturan sendiri. Ketika 16
Nommensen pindah ke Pearaja, negeri Jerman (Deutsches Reich) baru berumur dua tahun. Setelah kerajaan-kerajaan kecil akhirnya bersatu dalam Deutsches Reich maka Jerman mengalami perkembangan yang pesat dan barangkali menjadi negara yang paling maju di dunia. Namun, beda dengan negara Eropa lainnya, Jerman, yang baru menjadi sebuah negara pada tahun 1871, belum memiliki daerah penjajahan.40 Nommensen dan penginjil RMG lainnya bukan hanya anak zaman, tetapi juga dipengaruhi oleh aliran teologi yang dominan di seminaris RMG. Makalah ini hanya akan menyentuh saja kerangka teologi yang dimiliki oleh para pemimpin dan guru seminaris RMG, dan pembaca yang ingin mengetahuinya secara lebih spesifik dianjurkan membaca artikel Johann (Hans) Angerler berjudul Mission, Kolonialismus, dan Missionierte: Über die deutsche Batakmission in Sumatra. Di antara guru seminaris ada dua tokoh yang paling berpengaruh: G.L. von Rohden (1815–1889) dan F. Fabri (1824– 1891). Menurut von Rohden warna kulit suatu bangsa memperlihatkan tingkat dekadensinya. Makin hitam warna kulit makin parah kemerosotan bangsa itu baik secara moral maupun intelek.41 Menurutnya bangsa yang dipilih Tuhan adalah bangsa Israel, tetapi setelah Yesus Kristus datang ke bumi maka pusat sejarah dunia berpindah, pertama ke barat (Roma), lalu ke utara (Jerman). Bangsa Jerman dan bangsa Germania lain (Belanda, Skandinavia dan Inggris) dilihatnya sebagai bangsa yang unggul yang dikelilingi bangsa yang lebih rendah seperti Perancis dan Rusia yang hendak menghancurkannya dengan membawa “bibit setan yang tumbuh subur di negerinya” untuk memusnahkan bangsa Jerman. Ideologi itu dibawa para penginjil ke Tanah Batak. Di situ pun bangsa terpilih (Batak) dikelilingi oleh bangsa Melayu yang hina, berdosa, dan berada 17
Peran Zending dalam Perang Toba
dalam pengaruh “kekelaman agama Islam yang mengerikan” yang hendak menghancurkan bangsa Batak. Tujuan zending ialah untuk “mengubah kanibal yang kasar menjadi manusia bermartabat, mengubah gerombolan pembunuh berdarah dingin menjadi paroki Kristen, mengubah orang liar yang malas, kotor, tak senonoh dan keji menjadi abdi Tuhan yang beriman, rendah hati, dan penuh kasih sayang.” Von Rohden menjadi guru sejarah, geografi, antropologi, dan sejarah agama, dan mulai 1884 hingga 1889 ia menggantikan Fabri sebagai Direktur RMG.42 Menurut Fabri, orang Batak merupakan bangsa yang, bila dibandingkan dengan bangsa lain di Indonesia, relatif lebih unggul, dan jelas tidak serendah bangsa Melayu. Fabri malahan melihat adanya persamaan dengan ras Eropa: Dibandingkan orang Melayu, mereka [orang Batak, UK] jauh lebih mirip dengan orang Indo-Germania, baik bentuk kepala, tubuh, dan warna kulitnya. Warna kulitnya sedemikian coklat muda sehingga malahan ada yang pipinya kemerahmerahan. Rambutnya juga lebih lembut dan lebih padat daripada rambut orang Melayu, dan kadangkadang kecokelat-cokelatan. Tubuhnya tegap dan berotot. Tampaknya mereka merupakan ras menengah antara ras Eropa dan Melayu.43
Fabri yang menjadi Direktur RMG dari tahun 1857–1884 memiliki latar belakang ideologi yang mirip dengan von Rohden. Ia juga percaya pada keunggulan ras putih. Peristiwa yang membuat ras putih unggul, menurutnya, adalah pembangunan menara Babel yang melambangkan keangkuhan dan kesombongan manusia. Pembangunan menara ini diprakarsai oleh keturunan Ham maka mereka memikul dosa yang terberat sementara keturunan Yafet yang paling sedikit berdosa. Menurut buku Genesis maka Sem, Ham dan Yafet, ketiga 18
anak nabi Nuh, menjadi nenek moyang semua orang di dunia. Dalam Genesis 9:20-28 anak Ham, Kanaan, dikutuk nabi Nuh: “Terkutuklah Kanaan! Dia akan menjadi budak terhina bagi saudara-saudaranya. Pujilah Tuhan, Allah Sem! Kanaan akan menjadi budak Sem. Semoga Allah menambahkan berkat kepada Yafet dengan meluaskan tempat kediamannya. Semoga keturunannya tinggal bersama-sama dengan keturunan Sem. Kanaan akan menjadi budak Yafet.” Menurut Genesis 10 maka anak-cucu Yafet menjadi “leluhur bangsa-bangsa yang tinggal di sepanjang pantai dan di pulau-pulau” (Eropa), Sem menjadi leluhur bangsa Ibrani, sementara keturunan keempat anak Ham, yaitu Kus, Mesir, Libia dan Kanaan, tersebar paling jauh. Dengan demikian, dunia ini terbagi dalam tiga kelompok utama: Eropa atau ras putih (keturunan Yafet), Bangsa Israel (keturunan Sem), sementara semua bangsa yang lain termasuk keturunan Ham yang ditakdirkan menjadi budak keturunan Yafet. Dengan demikian, menurut ideologi para teolog RMG, maka layak keturunan Yafet (orang Eropa) menjajah tanah keturunan Ham dan membuat penduduknya menjadi budaknya. Keturunan Ham, terkutuk karena Ham melihat aurat ayahnya, dan berdosa karena mau membangun menara yang bisa mencapai langit – demikianlah ideologi Fabri yang memengaruhi para penginjil termasuk Nommensen – dihukum Tuhan dengan membuat keturunannya menjadi rusak, kekurangan dalam semua hal, rupa, warna kulit, dan intelek. Jadi bangsa putih berhak untuk menjajah dan mengeksploitasi bangsa berwarna. Penjajahan malah merupakan tindakan manusiawi untuk memajukan bangsa berkulit hitam. Salah satu cara untuk mengangkat martabat bangsa terkutuk itu adalah dengan 19
Peran Zending dalam Perang Toba
mengkristenkan mereka supaya mereka menjadi lebih beradab. Akan tetapi, kendatipun mereka sudah beragama Kristen, mereka tetap lebih rendah daripada ras Eropa yang keturunan Yafet. Dengan demikian tidak mengherankan bila para penginjil merasa lebih dekat kepada Belanda daripada kepada orang Batak. Sidjabat dan pengarang lain sering menekankan adanya jarak antara penginjil RMG dan pihak Belanda karena bangsa mereka berbeda. Para penginjil RMG berbangsa Jerman sementara pemerintah kolonial dijalankan oleh bangsa Belanda. Dengan demikian, begitu kesimpulannya, penjajahan bukan kepentingan para penginjil. Hal itu keliru karena sebagaimana dijelaskan di atas penjajahan bangsa putih terhadap bangsa yang berwarna adalah hal yang penting demi mengangkat martabat bangsa keturunan Ham. Pihak penginjil RMG sama sekali tidak anti penjajahan melainkan mendukungnya dengan penuh hati. Kita juga bisa melihat dari laporan para penginjil bahwa mereka tidak begitu membedakan antara Belanda dan Jerman dan lebih menekankan kepentingan bersama mereka dengan menggunakan istilah Eropa daripada Belanda: Hal yang paling penting adalah bahwa Toba keluar dari isolasinya, terbuka pada pengaruh Eropa dan tunduk pada kekuasaan Eropa sehingga dengan sangat mudah zending kita bisa masuk. Memang ada kemungkinan bahwa orang Toba membenci orang Eropa setelah Belanda mengalahkan dan membakar kampung mereka. Namun hal itu tidak terjadi.44
Perlu juga diingatkan bahwa orang Belanda waktu itu masih menamakan bahasanya ‘Nederduits’ (Jerman Rendah45) sementara Nommensen sendiri penutur asli bahasa Frisia yang 20
merupakan salah satu dialek Jerman Rendah yang sangat dekat dengan bahasa Belanda. Namun yang lebih penting lagi ialah kenyataan bahwa menurut ideologi rasis yang dianut di kalangan RMG, Belanda sebagai salah satu bangsa Germania merupakan bangsa yang sama unggul dengan bangsa Jerman. Sebagaimana jauh para penginjil mengidentifikasikan diri dengan para penjajah tampak pada kutipan berikut: Untuk menilai benar salahnya penaklukan Toba yang dilakukan dengan begitu cepat dan dengan sangat sedikit biaya maupun jumlah korban, maka perlu diperhatikan butir-butir berikut: [...]46
Rupanya bagi zending jumlah korban di pihak musuh mereka (pejuang Singamangaraja) tidak perlu dihitung. Tidak diketahui dengan pasti berapa banyak orang meninggal di pihak pejuang Singamangaraja dan sekutunya serta di kalangan penduduk sipil. Paling tidak puluhan namun lebih mungkin sampai beberapa ratus korban yang tewas belum lagi yang cedera. Jumlah yang tidak sedikit, tetapi yang diungkapkan zending dalam konteks ini malahan biaya perang. Kedekatan Nommensen dan para penginjil lain dengan penjajah sebenarnya tidak mengherankan mengingat pendidikan yang mereka peroleh di RMG. Fabri, Direktur RMG, menekankan agar para penginjil senantiasa menjalin kerja sama yang erat dengan pemerintah kolonial karena tujuan zending dan pemerintahan kolonial pada hakikatnya sama.
21
Peran Zending dalam Perang Toba
Terjemahan Artikel BRMG Berikut kami sajikan secara kronologis terjemahan enam artikel dari Berichte der Rheinischen Missionsgesellschaft (BRMG) yang berkaitan dengan Perang Toba I, termasuk artikel dari dua saksi mata. Artikel BRMG 1878 (7) hal. 193-202 yang pertama berjudul Perang di Toba memuat laporan penginjil Metzler dari Bahal Batu dan Silindung. Artikel di BRMG 1878 (12): 361-381 yang berjudul Laporan Terakhir tentang Perang di Toba (Endgültiger Bericht über den Krieg auf Sumatra) mengandung laporan I.L. Nommensen ketika ia mendampingi tentara Belanda dalam Perang Toba I dari Bahal Batu sampai ke Bangkara dan Balige. Kedua artikel pokok itu diawali Terjemahan artikel BRMG dilengkapi dengan catatan kaki dari U. Kozok. Teks asli dalam bahasa Jerman dapat diunduh di http://ulikozok.com
22
Desas-desus yang Memprihatinkan
BRMG 1878 115-118
Sudah di bulan Januari kami mendengar dari Belanda desas-desus yang memprihatinkan dari Sumatra, yang awalnya tidak begitu jelas, tetapi di kemudian hari menjadi semakin jelas. Terdengar orang Aceh telah menjalin persekutuan dengan orang Toba melawan pemerintahan Belanda, dan semua penginjil beserta keluarganya berada dalam keadaan bahaya, atau bahkan telah dibunuh. Setelah kami melacak asal-usul desasdesus itu, ternyata bersumber dari surat seorang sahabat kita yang bermukim di Padang. Karena itu kami yakin bahwa desas-desus itu bukan khayalan belaka. Kami sendiri sudah mengetahui dari surat-surat penginjil kami yang dikirim pada bulan November [tahun 1877] bahwa ada kabar angin tentang adanya persiapan perang, namun penginjil kita tidak menganggapnya dengan serius. Oleh sebab itu kami percaya bahwa desas-desus itu –sebagaimana layak terjadi– semakin jauh dari tempat asalnya, menjadi semakin heboh.
23
Peran Zending dalam Perang Toba
24
Selain itu kami yakin bahwa apabila terjadi hal yang paling buruk, atau apabila penginjil kita terpaksa meninggalkan posnya maka kami pasti telah dikabari melalui telegram dari Sibolga. Selain itu tampaknya mustahil bahwa orang Aceh akan bersekutu dengan orang Toba, dan untuk apa pula Aceh memutuskan untuk menyerang Silindung dan bukan Deli yang jauh lebih kaya kalau memang mereka berniat untuk menyerang wilayah pemerintah. Mempertimbangkan hal itu maka kami tidak merasa terlalu cemas, tetap percaya pada Tuhan dan menunggu adanya berita selanjutnya. Berita baru kini sudah tiba di sini –yang terakhir kami menerima pada tanggal 15 Januari [1878]– sehingga keadaan menjadi semakin jelas, dan ada harapan bahwa masalah ini tidak menjadi lebih daripada sekadar berita angin. Ceritanya begini: Di Toba, tepatnya di daerah Bangkara di pantai Danau Toba, berdiam seorang tokoh yang bergelar Singamangaraja, yang berarti, bila diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman, raja singa. Namun orang itu bukan seorang raja melainkan seorang raja-imam. Raja imam yang pertama diangkat oleh Melayu Muslim (Padri) yang datang ke sini 40 tahun yang lalu.47 Jadi raja imam yang awalnya Islam kini menjadi kafir. Kekuasaan, atau, lebih tepat, kewibawaan Singamangaraja – yang diperolehnya berkat adanya cerita-cerita yang tolol, misalnya bahwa lidahnya berbulu – dahulu kala terasa sampai di Silindung. Tata acara serta waktu pelaksanaan sajian yang setiap tahun harus diberi kepada roh-roh juga dituruti di Silindung. Dengan masuknya injil ke Silindung maka pengaruh Singamangaraja tentu merosot, hal mana juga disadarinya sehingga berulang kali ia mencoba untuk mengusir atau membunuh para misionaris.
25
Peran Zending dalam Perang Toba
26
Namun upaya itu selalu gagal karena selalu ada sesuatu yang menghalanginya, entah wabah cacar atau perang di Toba, sehingga lama-kelamaan ia tampak pasrah dengan berkurangnya kewibawaan dan pengaruhnya di Silindung. Suatu hari dia malahan mengunjungi penginjil Nommensen dan dijamu di rumahnya. Akan tetapi kini ia tidak begitu dihormati lagi di Silindung karena dia membawa lari istri seorang raja. Sejak itu tiada lagi berita darinya. Konon terdengar berita adanya Singamangaraja baru yang dengan sungguh-sungguh berusaha untuk mengembalikan pengaruhnya yang dulu – tentu saja dengan cara mengusir para misionaris. Demi mencapai cita-cita itu maka ia mendatangkan sejumlah ulubalang, menurut berita orang antara 40 hingga 50 laskar dari Singkel atau Terumon yang di antaranya termasuk sejumlah orang Aceh. Adanya orang Aceh di antaranya membuatnya menjadi berita karena paling laku ulubalang yang berasal dari tempat yang jauh. Hal ini disebabkan karena ulubalang dari tempat yang jauh tentu tidak terikat hubungan kekerabatan dengan musuhnya yang dapat menjadi penghalang dalam pekerjaan berdarah mereka. Belum ada berita tentang adanya gerakan dari pihak musuh atau upaya untuk menyerang Silindung atau Bahal Batu. Namun demikian pemerintah Belanda sudah bersiap-siap mendatangkan senjata dan amunisi ke Silindung, dan di Sibolga pasukan sudah siap siaga untuk segera naik ke Silindung apabila ada serangan dari pihak musuh. Jika hal itu terjadi maka kemungkinan Silindung berikut Sigompulan dan Pangaloan dianeksasi menjadi bagian daerah jajahan Belanda.
27
Peran Zending dalam Perang Toba
28
Bagi para pembaca yang mungkin keberatan dengan hal yang tadi kami sebut perlu kami mengemukakan kenyataan bahwa 1) Silindung secara hukum bagaimana pun sudah termasuk wilayah jajahan Belanda. Namun penyelenggaraan pemerintahan tidak pernah dilaksanakan dan perjanjianperjanjian yang telah dijalin dengan para raja yang, antara lain, melarang adanya perang di antara mereka, tidak pernah ditindaklanjuti. 2) Banyak daerah yang sudah berulang kali meminta kepada pemerintah Belanda agar wilayahnya dianeksasi – maka tuduhan penindasan dari pihak zending tidak beralasan sama sekali. Daerah-daerah itu [Silindung] secara hukum sebelum kedatangan zending sudah menjadi bagian jajahan Belanda, dan kalau Belanda sekarang hendak menyelenggarakan pemerintahan maka hal ini tentu membawa berkat bagi rakyat dan negeri-negeri [yang ada di tanah Batak]. Apakah hal itu juga menguntungkan zending, apakah dengan pemerintahan Belanda agama Islam akan masuk [di tanah Batak] adalah pertanyaan yang lain lagi. Oleh sebab itu maka para misionaris belum pernah meminta agar Silindung dianeksasi. Kalau hal itu sekarang diminta – Tuhan tentu akan menolong kita; jelas pemerintahan Belanda juga sangat bermanfaat bagi zending kita, dan bila kelak kita harus bersaing dengan agama Islam maka sekarang agama Kristen di Silindung sudah memiliki kemajuan yang susah terkejar.
29
Peran Zending dalam Perang Toba
30
Perang di Toba (Sumatra)
BRMG 1878 hal. 153–154 Pada bulan Januari 1878 muncul utusan Singamangaraja yang menghasut orang agar membunuh para misionaris dan semua orang beragama Kristen. Ketika mau ditangkap oleh para raja yang sudah memeluk agama Kristen maka utusan itu melarikan diri. Sebagai akibat dari ini serta gelagat buruk lainnya maka pasukan 100 tentara yang telah siaga di Sibolga disuruh naik ke Silindung. Kontrolir48 yang mendampingi pasukan tersebut diberi tugas untuk mengadakan perundingan damai yang tidak berhasil karena raja-raja di Silindung tidak mau sekali lagi bersumpah setia kepada pemerintah Belanda yang selama ini tidak pernah peduli dengan perjanjianperjanjian yang dahulu dijalinnya. Raja-raja dari Toba, khususnya Singamangaraja, sama sekali tidak datang kecuali satu yang berpura-pura bersahabat namun kemudian ketahuan bermusuhan. Maka pasukan maju sampai Bahal Batu, pos paling utara, lalu mendirikan benteng pertahanan di sana. Singamangaraja dan para raja dari Toba secara resmi mengumumkan perang terhadap Belanda. Penginjil Metzler menuruti nasihat Kontrolir untuk datang ke Silindung sementara penginjil Püse, Simoneit dan Staudte serta seluruh orang Batak yang Kristen bergabung dengan pasukan di benteng.
31
Peran Zending dalam Perang Toba
32
Pihak musuh menyerang dua kali masing-masing dengan sekitar 500–700 orang. Serangan kedua lebih kuat tetapi duaduanya dapat ditangkis dengan mudah dan tanpa jatuhnya korban di pihak Belanda sementara di pihak musuh ada 20 orang yang cedera dan 2 yang mati. Serangan yang lebih dahsyat diperkirakan akan dilangsungkan pada 2 Maret. Pasukan tambahan sebanyak 200 atau 300 tentara direncanakan berangkat 1 Maret dari Sibolga. Kalau pasukan di Bahal Batu dapat bertahan sampai pasukan tambahan tiba maka kemungkinan pihak musuh menang sangat tipis karena Belanda unggul dalam hal persenjataan dan disiplin. Kolonel Engel yang memimpin pasukan ini malah diberi tugas untuk melancarkan serangan bahkan sampai ke Danau Toba. Tampaknya jelas bahwa Silindung tidak lagi dapat dibiarkan tanpa pemerintahan. Selain itu perlu dipikirkan apakah bukan lebih baik bagi pemerintah Belanda untuk langsung saja menaklukkan seluruh Toba dan sekaligus menjaga agar orang Aceh yang beragama Islam jangan menguasai Toba dan mengislamkan ratusan ribu kafir Toba. Betapa orang Batak Kristen dapat diandalkan tampak jelas sekarang, sebagai orang Islam orang Batak takkan mungkin menjadi rakyat yang patuh pada Belanda.
33
Peran Zending dalam Perang Toba
34
Berita Lain dari Sumatra
BRMG 1878 hal. 170-171 Semua sahabat zending yang membaca tentang peristiwa di Sumatra pada edisi yang lalu, tentu sudah penasaran ingin mengetahui kelanjutan ceritanya. Belum banyak yang sejak itu kami ketahui, tetapi berita yang kami dengar adalah berita yang penting, dan insya Allah, baik. Pasukan tambahan di bawah Kolonel Engels yang awal Maret dikirim dari Sibolga untuk membantu pasukan yang bertempur di Bahal Batu tiba tepat pada waktu. Sebelum kedatangannya serangan Batak ketiga juga berhasil ditangkis. Sesudah pasukan tambahan tiba maka Belanda merasa cukup kuat untuk melancarkan serangan.
35
Peran Zending dalam Perang Toba
36
Dari Bahal Batu mereka menuju arah barat ke Butar dan menaklukkan kampung-kampung yang berpihak pada musuh. Pada waktu itu pasukan juga datang ke kampung kawan kita yang lama, Ompu Baliga Bosi, yang dahulu pernah memberi perlindungan kepada penginjil Heine dan Johannsen namun selanjutnya pindah ke kubu musuh. Kampungnya diserang dan dibumihanguskan. Dari situ mereka maju ke arah timur ke Lobu Siregar yang letaknya di utara dari Bahal Batu. Di situ mereka, pada tanggal 20 Maret, membakar beberapa kampung. Bersama dengan pasukan datang pula Residen dari Sibolga ke Silindung yang meresmikan aneksasi Silindung, dan, tidak bisa diragukan lagi, Pangaloan dan Sigompulan, dan Silindung dinyatakan menjadi wilayah taklukan Belanda. Kejadian selanjutnya dapat kita menanti dengan tenang. Yang penting, mara bahaya yang belakangan dihadapi oleh penginjil dan zending kita kini sudah berlalu, dan dapat diharapkan agar perang yang sudah dimulai pihak Belanda dengan penuh kemenangan dapat diselesaikan penuh kemenangan pula. Mengingat kondisi yang sekarang, para penginjil setuju dengan kita bahwa sebaiknya seluruh Toba ditaklukkan saja. Untuk zending kita hal itu berarti akan adanya perubahan secara mendasar dan kita perlu mengerahkan semua tenaga untuk memanfaatkan ketika yang mujur ini. Pada tahun yang kita merayakan hari ulang tahun zending ini barangkali misi Batak bisa mengalami kemajuan yang sama besar yang telah dialami zending Basel dengan penginjilan di Tiongkok.
37
Peran Zending dalam Perang Toba
38
Perang di Toba
BRMG 1878 (7) hal. 193-202 Berkaitan dengan perang yang sedang berlangsung di Toba maka sejumlah surat kabar Hindia-Belanda melontarkan berbagai tuduhan kepada penginjil kita. Tuduhan bahwa kita memilih wilayah penginjilan ini untuk memperkaya diri sendiri tidak perlu dihiraukan sama sekali. Namun tuduhan yang lain perlu kita tanggapi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Malahan pihak di Belanda yang bersahabat dengan zending keberatan dengan kenyataan bahwa penginjil kita meminta bantuan pemerintah Belanda. Akan tetapi penginjil kita di Silindung berada di kawasan Belanda dengan izin dari pemerintah. Jadi apa salahnya kalau mereka dalam keadaan terjepit meminta perlindungan pemerintah? Penginjil kita diberi tahu Residen Sibolga bahwa sejumlah orang Aceh dari Barus dan Singkil datang ke Toba, dan supaya mereka memperhatikan tindak-tanduknya. Kalau ada utusan Singamangaraja datang ke Silindung untuk menghasut rakyat – yang pada hakekatnya telah berada di bawah kekuasaan Belanda – dan menyerukan [194] agar mereka tunduk pada Aceh, dan kalau penginjil kita mendengar rencana orang Aceh itu untuk mendirikan kekuasaannya di atas kerajaan Singamangaraja, dan berusaha lagi untuk menjatuhkan kekuasaan Belanda di Angkola, Mandailing, dan Padang Bolak, apakah penginjil kita bukan berkewajiban untuk segera melaporkan hal itu kepada Residen?
39
Peran Zending dalam Perang Toba
40
Bukannya tidak bertanggung jawab kalau mereka tidak melakukan apa-apa? Kalau pemerintah Belanda, berdasarkan laporan penginjil kita, mengirim pasukannya ke Silindung apakah hal itu kesalahan penginjil kita? Pada surat kabar yang lain diberitakan bahwa penginjil kita mendukung kependudukan Bahal Batu dan penyerangan terhadap kerajaan Singamangaraja. Mereka mengabsahkan bantuan Belanda terhadap penginjil kita, tetapi mereka tidak setuju bahwa pasukan maju sampai ke Bahal Batu karena hal itu merupakan provokasi sehingga Singamangaraja memang punya alasan untuk membela kerajaannya dengan mengumumkan perang karena Bahal Batu merupakan bagian dari kerajaannya. Namun tuduhan itu tidak beralasan karena Bahal Batu berada di dalam kawasan yang sudah menjadi milik pemerintahan Belanda. Jelas Bahal Batu bukan bagian kerajaan Singamangaraja karena Singamangaraja hanya berkuasa di Bangkara. Di luarnya, di Toba, Silindung, dan Bahal Batu Singamangaraja hanya diakui sebagai raja imam. Memang benar bahwa penginjil kita menghancurkan dasar wibawa Singamangaraja dengan menyebarkan ajaran injil sehingga ia marah dan memusuhi kita. Dari segi itu penginjil kita memang memikul tanggung jawab atas perang itu. Selain itu diberitakan bahwa pasukan bantuan Kristen49 bertindak secara bengis dan keji yang menunjukkan bahwa tidak ada pun nilai Kristen pada orang-orang Silindung itu. Dalam hal itu perlu kita jawab bahwa memang benar bahwa orang Silindung yang Kristen adalah teman setia Belanda, dan bahwa pasukan bantuan mereka berperang bersama pasukan Belanda. Memang benar bahwa mereka diperintahkan Belanda untuk membakar beberapa kampung. [195]
41
Peran Zending dalam Perang Toba
42
Kalau dalam perang memang ada pertumpahan darah, hal itu perlu dimaklumi, di Eropa pun halnya demikian, namun para penginjil selalu berusaha agar tidak ada pertumpahan darah yang berlebihan, dan supaya manusia maupun harta benda sedapat-dapatnya dilindungi. Hal tersebut diutamakan oleh para zendeling supaya para musuh pun bisa melihat niat baiknya. Tidak ada seorang tahanan pun yang dibunuh, melainkan semua dilepaskan setelah sanak saudaranya datang membayar tebusannya. Pihak Belanda sekarang sudah sangat maju dan tampaknya seolah-olah mereka hendak menaklukkan seluruh Toba sampai pada pantai Danau Toba. Hal itu memang sangat penting demi mengukuhkan kekuasaan mereka di Sibolga dan Deli. Menurut berita terakhir selain Bahal Batu, Butar dan Lobu Siregar kini Sianjur, Pintu Bai50 dan Lintong ni Huta sudah dapat ditaklukkan. Suatu hal yang sangat menguntungkan bagi zending kita adalah bahwa baik Residen Sibolga maupun Gubernur Pantai Barat Sumatra adalah orang yang mengenal zending kita secara langsung dan selalu bersikap ramah terhadap kita. Berikut ini surat penginjil Metzler dari Bahal Batu, yang beberapa bulan yang lalu membawa istrinya yang masih muda ke pos zending. Surat yang dikirim pada bulan Maret berbunyi sebagai berikut: Pada saat saya menulis surat terakhir saya orang Bahal Batu masih bersikap baik setelah kedatangan istri saya. Namun sikapnya berubah ketika harapan mereka akan mendapatkan uang dan busana tidak terpenuhi. Hal itu membuat kami cemas sekaligus sedih. Banyak yang dulu menghadiri misa kini tidak datang lagi. Para raja yang paling parah karena baju hadiah istri saya ternyata tidak cukup bagus bagi mereka, dan yang selalu minta uang saja. Malahan Portaon Angin, kepala raja, sampai melarang kami mengambil air dan kayu bakar, membeli beras, susu, dsb. [196]
43
Peran Zending dalam Perang Toba
44
yang tentu sangat merepotkan kami. Selain itu saya juga sakit dan tidak bisa keluar rumah setelah saya mengalami kecelakaan ketika sedang bertukang. Waktu itu penginjil dari Silindung datang untuk mencari pos buat penginjil Püse di Butar. Walaupun orang Butar minta supaya kami datang mereka menyambut kami dengan tidak ramah dan malahan menembaki kami sehingga upaya itu gagal. Tetapi orang dari Lobu Siregar sudah mendesak agar penginjil Püse ditempatkan di situ sehingga hal itu langsung dikonfirmasikan. Lalu para penginjil dari Silindung memanggil Portaon Angin bertanya mengapa ia menunjukkan sikap yang begitu buruk, dan bila sikapnya tidak berubah maka pos zending ditarik kembali dan hanya seorang guru sekolah ditempatkan di kampungnya. Mendengar ini ia menyesal dan meminta maaf. Hari berikut kami ke Silindung, dan hanya Püse yang tinggal di Bahal Batu. Pedoman kami untuk hari ini adalah Kejadian 45:5 “Jangan takut atau menyesali dirimu karena kalian telah menjual saya. Sebenarnya Allah sendiri yang membawa saya ke sini mendahului kalian untuk menyelamatkan banyak orang.” Di Silindung kami berada selama sekitar enam minggu, dan keadaan kesehatan saya pulih sepenuhnya. Kami sangat berterima kasih atas kasih sayang saudara kami di sana. Kepergian kami ternyata berdampak baik pada Portaon Angin dan raja lainnya. Mereka sering menulis surat dan minta supaya kami kembali. Tanggal 19 November tahun yang lalu kami kembali ke Bahal Batu dan disambut hangat oleh saudara Püse. Portaon Angin beserta anak laki-lakinya dan raja-raja lain menyalami kami dan berjanji akan bersikap lebih ramah terhadap kami.
45
Peran Zending dalam Perang Toba
46
[197] Sampai sekarang raja tua itu menepati janjinya dan setiap hari Minggu ia datang menghadiri misa bersama dengan keluarganya. Hari kedua setelah kedatangan kami dikejutkan dengan kisah di bawah ini: Seorang anak raja yang saya berikan baju minta supaya diberi celana. Karena saya tidak punya celana yang bisa saya berikan padanya maka ia menyuluti atap rumah kami. Kami sedang makan siang ketika kami mendengar jeritan anak kecil dan salah satu di antara anak buah kami memanggil kami. Bersama dengan bantuan orang kampung kami naik ke atap. Püse dan istri saya membawa air cuci pakaian dan anak-anak lain membawa air dari sawah. Dengan bantuan Tuhan Allah kami berhasil memadamkan api walaupun angin bertiup kencang dari timur. Pelaku yang melarikan diri ditangkap dan para raja mau langsung memotong orang itu. Atas permohonan kami dia tidak dibunuh tetapi didenda seekor babi yang mereka makan bersama pada malam hari. Pada kesempatan itu mereka bersumpah akan mendenda barang siapa yang hendak berbuat jahat pada kami. Tanpa bantuan Tuhan rumah kami sekarang tinggal abu saja. Setelah kami bekerja dengan tenang selama beberapa minggu musuh kita yang jahat bergerak lagi. Kami dikabari Tuan Residen adanya 40 ulubalang (laskar) asal Aceh dari Singkel menuju ke sini, dan supaya kami waspada. Beberapa minggu yang lalu raja imam Batak51 datang ke Lobu Siregar melarang penduduk menampung para zendeling dan menyuruh mereka mengusir kami dari Bahal Batu dan dari Silindung karena masa kekafiran akan berakhir kalau mereka menjadi Kristen. Mulai saat itu orang Lobu Siregar menunjukkan sikap bermusuhan.
47
Peran Zending dalam Perang Toba
48
Kala itu Singamangaraja [198] telah diam-diam menjalin perjanjian dengan raja Lobu Siregar yang memanggil ulubalang, dan sekarang nyata bahwa dialah biang keladi kerusuhan. Desas-desus makin menjadi. Tanggal 17 Desember kami menerima surat dari Silindung bahwa para ulubalang sudah tiba di Bangkara yang berjarak hanya satu hari jalan kaki dari sini, dan kami disuruh untuk segera berangkat. Maka kami berangkat setelah membungkus pakaian dan pos zending kami serahkan kepada raja tua. Sedang di perjalanan kami dapat surat dari Silindung supaya untuk sementara kami tetap tinggal di Bahal Batu. Raja tua itu senang bahwa kami kembali dan pada hari-hari mendatang terpaksa kami ganti-gantian jaga pada malam hari. Kian hari kian mencemaskan desas-desus yang kami dengar. Lalu datanglah penginjil Nommensen, Püse, Simoneit, dan Israel. Sebagian besar Silindung berjanji untuk membela para penginjil dan melawan jika diserang. Para raja Bahal Batu pun menyatakan akan membela kami, dan Portaon Angin52 malahan mengatakan musuh terlebih dahulu harus membunuh kalau mau mengancam kami. Simoneit dan Israel tinggal di sini untuk membantu kami kalau-kalau pos diserang musuh. Minggu-minggu yang akan datang penuh dengan kecemasan dan keresahan. Namun dalam kesengsaraan ini berkat Tuhan kami menikmati suasana hangat saling mendukung satu sama lain. Sementara ini dan khusus untuk orang Kristen dan raja yang berpihak pada zending pemerintah menyediakan 50 bedil beserta amunisi serta menjamin adanya bantuan tentara karena pemerintah khawatir akan timbul musibah sebagaimana yang terjadi tahun 1859 di Kalimantan.53 Penginjil Nommensen menyuruh orang bertanya pada raja imam Singamangaraja mengapa ia memusuhi para penginjil, namun ia menyangkal memiliki sikap bermusuhan, demikian juga raja yang memanggil ulubalang itu.
49
Peran Zending dalam Perang Toba
50
[199] Namun demikian tetap ada surat dan berita dari Danau Toba ke Silindung dan Bahal Batu menyuruh kami untuk pergi sementara Singamangaraja menghasut orang untuk memusuhi kami. Di bawah rasa kecemasan tetapi percaya akan pertolongan Tuhan kami merayakan Natal dan memasuki Tahun Baru. Delapan hari setelah hari Tahun Baru para penginjil meninggalkan kami. Desas-desus yang mencemaskan itu masih tetap tidak reda. Dari Barus pun datang berita perkara itu ke Sibolga sehingga Residen di Sibolga menyuruh beberapa raja untuk menyelidikinya. Awal Februari datang 80 tentara Belanda dengan seorang Komisaris (Kontrolir) untuk menyelidiki lebih lanjut perkara itu. Selama tentara berada di Silindung suasana menjadi tenang. Lalu datang surat dari Singamangaraja. Katanya kalau tentara pergi dia akan datang mengusir kami bersama dengan raja dari Bahal Batu. Raja-raja lain dari arah pegunungan54 secara umum memberitahu di pasar-pasar akan menyembilih kami. Lalu Residen mengirim surat kepada Singamangaraja menanyakan apa tujuan dia yang sebenarnya. Dia membalas dia tidak keberatan dengan keberadaan zending, dia hanya ingin agar pasukan Belanda kembali, dan setelah itu ia bersedia untuk datang dan berbicara dengan kami. Surat balasan Residen dirobeknya dan mau memakan pengantar surat itu, namun ada seorang raja menghalanginya. Tanggal 15 Februari [1878] pasukan tiba di Bahal Batu bersama dengan penginjil dari Silindung. Selama dua hari keadaan tenang. Pada malam hari tanggal 16 Februari musuh menembaki kamp tentara dan meninggalkan tiga surat dari buluh yang mengumumkan perang terhadap kami dan bahwa mereka tidak tinggal diam sampai kepala-kepala Tuan Belanda itu ada di tangan mereka. Pada surat bambu itu mereka ikat ubi rambat yang ditusuk sebagai tanda akan menusuk serdadu dan tuan-tuan dan memakannya seperti ubi. [200]
51
Peran Zending dalam Perang Toba
52
Pada pagi hari tanggal 17 Tuan Kontrolir menjelaskan bahwa saya harus segera membawa istri saya ke Silindung karena dia tidak bisa tinggal di sini kalau perang sudah pecah. Raja tua hendak menghalanginya tetapi Kontrolir memerintah seorang perwira berpangkat letnan untuk mengawal kami sampai pertengahan jalan ke Silindung. Pada jam 10:00 kami berangkat dengan saudara Johannsen dan menjelang malam hari kami tiba, dalam hujan deras, di Pansur na Pitu. Pada hari Selasa tanggal 19 saya sendirian kembali ke Bahal Batu. Tuan-tuan sudah tinggal di kamp dan mendesak kami agar meninggalkan pos zendingnya. Pada tanggal 20 Tuan Kontrolir menyuruh kami meninggalkan pos zending. Penginjil lain pun mendesak agar saya pergi dari sana sehingga saya kembali ke Silindung. Atas keputusan para penginjil dan atas permintaan saudara Simoneit yang baik hati maka saya menempati pos Simorangkir hingga penginjil Simoneit kembali dari Toba.55 Dia secara rela memutuskan mendampingi penginjil Püse hingga perang selesai dan saya bisa kembali ke Bahal Batu bersama istri saya. Sementara itu pertempuran di Bahal Batu telah dimulai. Setiap hari musuh datang, kadang-kadang ribuan orang, tetapi setiap kali hanya sebagian dari ulubalang ikut berperang dan selalu serangan mereka dapat ditangkis dengan berjatuhan korban di pihak mereka. Kebanyakan musuh berasal dari daerah di sekitar Danau Toba, dari Butar dan Lobu Siregar, digerakkan oleh Singamangaraja, seorang demagog yang menghasut dan mencelakakan rakyatnya. Seorang yang tertangkap dalam keadaan cedera langsung mau dibunuh dan dimakan oleh penduduk Bahal Batu, tetapi mereka dihalangi oleh Simoneit dan Püse dan beberapa orang serdadu. Orang itu dibawa ke pos zending dan kemudian ke huta [kampung] Portaon Angin lalu ia ditebus oleh keluarga dengan sekitar 300 Gulden56. Setelah kami tinggalkan pos zending dijaga oleh orang Bahal Batu.
53
Peran Zending dalam Perang Toba
54
Beberapa kali peluru masuk ke rumah pada malam hari, dua kali musuh berusaha untuk membakarnya, namun cukup cepat diketahui dan para pelaku diusir. Raja Angin Solobean menawarkan 300 dolar Spanyol57 yang kira-kira sama dengan 900 Gulden bagi barang siapa yang berhasil membakar pos zending. Hal itu dilakukan karena balas dendam untuk keponakannya yang gugur di Bahal Batu. Berkat pertolongan Allah pos zending hingga kini selamat, dan di Bahal Batu belum ada seorang serdadu pun yang gugur, yang cedera pun belum ada. Pada 14 Maret Bapak Residen datang sendiri dari Sibolga bersama 250 tentara dan Kolonel Engels yang telah membuktikan keberaniannya di Aceh. Tanggal 15 Silindung dinyatakan menjadi bagian dari wilayah Hindia-Belanda, dan pada tanggal 16 para Tuan beserta dengan pasukan berangkat ke Bahal Batu. Sekali lagi Tuan Residen berusaha untuk, bersama dengan para penginjil, meyakinkan musuh untuk menyerah, akan tetapi usaha tersebut ditolak. Setelah itu Bahal Batu pun dinyatakan menjadi wilayah Hindia-Belanda dan para raja harus melakukan sumpah setia. Lalu pasukan berangkat ke Butar dengan para penginjil sebagai penerjemah. Orang Butar pun disuruh menyerah bila mau selamat. Setelah penawaran itu mereka tolak maka tentara menyerbu kelima kampung dan membakarnya. Penduduknya tidak ditangkap tetapi ada beberapa orang yang mati dan cedera di antaranya. Di pihak tentara ada seorang bintara yang luka berat dan beberapa hari kemudian meninggal di Bahal Batu. Kampung-kampung lain di Butar lalu menyerah; 11 raja ditangkap dan dibawa ke Bahal Batu, dan masing-masing diwajibkan membayar pampasan perang sebanyak 200–300 dolar Spanyol atau 600–900 Gulden. Kini mereka sudah dilepaskan. Atas permintaan para penginjil maka Butar diperlakukan dengan lunak sehingga tidak terlalu banyak kampung yang dibakar. Sayang sekali raja yang dulu pernah menyelamatkan jiwa para penginjil yang ditahan di Butar kini menjadi pemimpin musuh.
55
Peran Zending dalam Perang Toba
56
Atas permintaan penginjil [202] kampungnya tidak dibakar, hal mana semoga akan membuat dia merenungkan peristiwa yang berlalu. Semua perundingan dengan Lobu Siregar gagal, dan tentara yang masuk ke situ diserang. Lima kampung dibakar kecuali kampung seorang raja yang bersikap netral. Raja-raja yang lain semua harus membayar pampasan perang. Semoga Tuhan melimpahkan berkatNya kepada rakyat supaya mereka mau menyerah saja dan tidak menuruti pemimpinnya yang hanya mencelakakan mereka. Bagaimana pun mereka akan kalah. Barangkali seluruh Toba sekarang bisa menjadi wilayah Hindia-Belanda. Residen telah memperoleh izin untuk aneksasi dari Batavia. Bagaimana pun jadinya, zending Toba kini berada dalam krisis berat, dan bagaimana akibat perang yang tragis ini untuk zending kita masih belum diketahui. Semoga Tuhan senantiasa menolong dan memberkati kita demi berhasilnya pembangunan kerajaannya.
57
Peran Zending dalam Perang Toba
58
Laporan Terakhir tentang Perang di Toba
oleh I.L. Nommensen. BRMG 1878 (12): 361-381 Sepanjang tahun ini kita sudah berulang kali menyajikan berita tentang perang di Toba, tetapi baru sekarang kami bisa mencetak laporan lengkap oleh saudara kita Nommensen yang dengan mata sendiri melihat peristiwa yang terjadi. Perang ini dan perubahan yang terjadi akibat perang itu betapa penting sehingga dirasakan perlu untuk menulis ulang sejarah peristiwa itu sekali lagi walaupun sebagian yang sudah pernah ditulis sebelumnya diulang lagi. Penulisan sejarah perang dari penginjil Nommensen yang sesuai dengan fakta dapat kiranya membantah segala tuduhan yang dilontarkan kepada pihak zending Kristen Batak. Para penginjil kita tidak perlu merasa malu atas peranan mereka dalam perkara ini. Di tengah-tengah kemelut perang mereka menjadi malaikat perdamaian. Kami yakin bahwa perang itu akan bermanfaat bagi mereka untuk membuka jalan bagi injil dan memenangkan hati orang. Untuk memahami kisah berikut tentang berlangsungnya perang kiranya berguna bila pembaca melihat peta Toba yang terdapat di edisi ke-8 tahun ini. Berikut ini surat Nommensen:
59
Peran Zending dalam Perang Toba
60
[362] Badai yang mulai melanda kami segera sesudah konferensi terakhir dengan segala kekacauan dengan bantuan Tuhan kini sudah berlalu. Keadaan di sini berubah total, tetapi sekarang akhirnya saya punya waktu untuk menceritakan kembali rangkaian peristiwa tahun yang lalu. Segera sesudah konferensi Juni 1877 musim pesta bermula bagi orang Batak yang jatuh bertepatan dengan mulai musim tanam yang baru, dari 1 Juli hingga bulan September. Itulah musim pesta. Banyak marga mengadakan pesta horja; yang langsung memengaruhi kami ialah pesta dua marga yang tinggal dekat sini sehingga banyak anggota paroki kami mempunyai hubungan keluarga dengan mereka. Pada malam hari mereka memukul gendang, meniup serunai, makan dan minum. Pada siang hari mereka membunyikan bedil dan menari. Kemeriahan itu tentu menarik perhatian orang, terutama mudamudi. Beberapa muda-mudi, dan juga orang-orang yang mempunyai talian saudara dengan pihak pelaksana pesta, tergoda menghadiri pesta itu. Hal mana yang tiap kali disambut kaum kafir sebagai kemenangan mereka. Tahun yang lalu paroki saya menghadapi banyak percobaan. Karena pergaulan laki-laki [umat paroki Nommensen] dengan tentara maka mereka banyak dihadapkan percobaan karena pekerjaan yang mereka lakukan umumnya sebagai kuli, dan, karena mereka lebih mengetahui keadaan setempat, mereka juga menjadi calo untuk perbekalan [tentara] sehingga ada di antara mereka yang imannya menjadi rusak. Namun kesetiaan penggembala Tuhan kita yang menghibur kita. Sebabnya tahun yang lalu banyak orang jatuh sakit, hal mana dilakukan Tuhan untuk menghukum dan menegakkan disiplin di antara umatnya. Namun tahun yang lalu juga dianugerahi rahmat Allah. Banyak orang meninggal karena tifus dan disentri. Hampir semua orang Batak yang berjalan dari Silindung ke Bahal Batu kena salah satu dari penyakit itu.
61
Peran Zending dalam Perang Toba
62
[363] Banyak orang yang terpaksa ditandu pulang, lain orang membawa kumannya ke Silindung menularkan penyakit pada keluarganya. Di antara orang yang meninggal terdapat Nathanael dan Benjamin Kepergian mereka sangat menyedihkan saya. Nathanael termasuk salah satu orang yang dibaptis pada 14 Oktober 1866. Berikut ini laporan saya tentang perang. Menurut saya dalam sejarah Hindia-Belanda belum pernah ada ekspedisi militer yang begitu cepat dan begitu berhasil seperti Ekspedisi Toba, dan saya yakin pemerintah tidak akan melarang usaha kita untuk secepatnya menetap di Toba. Untuk sementara waktu para penginjil terpaksa meninggalkan Bahal Batu karena Bahal Batu menurut Gubernur [Sumatra] tidak termasuk wilayah Silindung. Namun sekarang sudah terbukti sehingga Gubernur tidak ada pilihan lain, ia harus mempercayainya. Dulu penginjil Püse hanya minta izin untuk bertugas di Pangaloan sementara penginjil Metzler hanya ada surat izin untuk menetap di Hindia-Belanda. Keduanya sekarang sudah minta izin untuk bertugas di Tapian Na Uli sehingga tidak lama lagi Püse bisa kembali ke situ. Penginjil Metzler mungkin tidak akan kembali ke sana karena keadaan kesehatan fisik maupun mental. Sekarang kita kembali pada cerita perang: Pada akhir musim gugur [akhir November–pertengahan Desember] 1877 terdengar bermacam-macam desas-desus. Orang Batak yang kembali dari pesisir membawa kabar bahwa Raja Stambul58 (Raja Konstantinopel) bersama dengan rakyatnya59 akan datang ke Sumatra untuk bersekutu dengan orang Aceh kalau Kerajaan Ottoman tidak lagi bisa bertahan menghadapi Rusia.60 Harinya bendera hijau nabi berkibar sudah ditetapkan dan umat Islam akan bangkit dan membunuh semua orang kafir dan Kristen. Setiap hari ada kabar angin baru. Terdengar orang Belanda tidak lagi mempunyai tentara dan akan kalah dalam perang Aceh.
63
Peran Zending dalam Perang Toba
64
[364] Khotbah kami tidak dipercayai oleh kaum kafir, mereka percaya pada cerita bohong itu dan saling menakuti satu sama lain. Bahkan beberapa orang Kristen meminta nasihat kepada kami. Kabar bahwa ada 40 orang Aceh masuk ke Toba membuat keadaan menjadi lebih parah lagi. Masyarakat menjadi makin resah dan mulai menggali harta bendanya. Lalu datang utusan Singamangaraja ke Silindung mengumumkan di pasar-pasar bahwa Singamangaraja akan datang bersama dengan orang Aceh dan membunuh orang Eropa dan orang Kristen. Kaum kafir tidak perlu khawatir asal bersikap netral. Raja yang beragama Kristen berunding dan mempertimbangkan menyerang utusan Singamangaraja dan membawanya ke Sibolga.61 Mereka bertanya kepada kami apakah pemerintah akan membantu mereka sekiranya mereka diserang oleh kaum kafir Silindung. Tentu saja kami tidak bisa menjaminnya. Waktu mereka berunding utusan Singamangaraja ternyata sudah pergi, barangkali karena rencana mereka tidak berhasil atau karena mereka mendengar para raja Kristen hendak menangkapnya. Beberapa raja memperlihatkan kepada mereka keuntungan yang mereka peroleh dari adanya para penginjil: 1) tiada lagi Bonjol62 (Melayu) yang datang mengganggu sejak kedatangan para penginjil, 2) para penginjil hanya berbuat baik seperti memberi obat, dan 3) sangat tolol kalau Singamangaraja sekarang mau bersekutu dengan mereka yang membunuh neneknya.63 Mereka juga mengatakan akan menjaga keselamatan para penginjil. Setelah utusan Singamangaraja kembali mereka membeberkan berita bahwa orang Bonjol akan menyerang lagi, dan bahwa orang Silindung sudah bersekutu dengan orang Bonjol.64 [365]
65
Peran Zending dalam Perang Toba
66
Maka terjadilah bahwa seorang Silindung bernama Morsait Hujur berjalan ke Toba untuk menjemput istri dan anaknya. Setiba di Naga Saribu mereka ditangkap dan dipasung karena sebuah perkara lama, demikian alasannya. Setelah kejadian itu tidak banyak orang Silindung berani berjalan ke Toba; orang Toba juga masih marah pada orang Silindung karena desas-desus tadi. Akibatnya makin banyak kabar angin yang tidak jelas atau dilebih-lebihkan perihal tindak-tanduk orang Aceh di Toba yang masih tetap ada di Bangkara dan di Muara. Beberapa orang kelahiran Toba yang menetap di Silindung membawa berita bahwa orang Aceh akan ke Silindung dulu, namun lain orang mengatakan mereka akan ke Samosir dulu. Dalam keadaan seperti itu kami sendiri tidak mungkin ke sana dan kami juga tidak berani menyuruh orang Kristen dari Silindung ke Toba karena menurut adat Batak kami yang harus menanggung mereka hal mana tidak mungkin kami lakukan. Dari Barus dan Singkel65 dikonfirmasi memang ada 40 orang Aceh yang berangkat ke Toba. Seorang raja di Silindung mengkonfirmasikan kedatangan raja-raja dari Padang Bolak ke Huta Tinggi, dan bahwa raja-raja di Huta Tinggi kembali dengan mereka ke Padang Bolak untuk merekrut pasukan bantuan. Hari keberangkatannya ke Toba juga sudah diketahui, dan memang mereka berangkat pada hari itu ke Toba, tetapi tidak lewat Silindung melainkan melalui Sipahutar ke Butar lalu ke Huta Tinggi karena sudah ada serdadu di sekitar Silindung. Keresahan makin menjadi dan kami tidak sanggup untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya karena tidak ada yang berani pergi ke Toba. Semua orang siap siaga dengan memegang senjata, dan penginjil di Bahal Batu saking ditakuti oleh orang yang datang dari Toba sehingga mereka percaya bahwa pada malam itu juga orang Aceh dan sekutunya akan datang.
67
Peran Zending dalam Perang Toba
68
[366] Surat dengan berita tadi tiba di sini pada jam 1:30 malam. Pada keesokan hari bersama dengan penginjil Simoneit yang sedang ada di sini, kami berangkat ke Bahal Batu naik kuda. Dalam perjalanan kami bertemu dengan Israel yang juga ikut dengan kami. Setiba di Bahal Batu kami mendapatkan penduduk kampung duduk di luar kampungnya dengan membawa lembing dan bedil. Setiba di pos zending datanglah Partaon Angin yang sudah tua itu dan kami memberitahu bahwa kami datang untuk menjemput Saudari Metzler sementara Penginjil Simoneit dan Israel tetap di situ dengan penginjil Püse. Namun orang tua yang cerdas itu menjawab: “Lebih baik aku mati dibunuh daripada saya membiarkan Saudari Metzler pergi karena beliaulah jiwa kami; kalau ia pergi maka seluruh isi Bahal Batu akan pergi pula. Biarkan saja dia di sini bersama suaminya. Mereka tidak perlu khawatir, kami akan melindungi mereka. Selama Saudari Metzler di sini maka Bahal Batu tetap akan ada. Dari pembicaraan selanjutnya tampak jelas bahwa dia hanya ingin memanfaatkan keberadaan Saudari Metzler. Dalam pikirannya, selama masih ada perempuan Eropa di sini mereka pasti akan berusaha agar Bahal Batu selamat, kalau dia pergi mereka tidak peduli. Sebentar kemudian ia berkata lagi: “Laki-laki itu seperti burung yang tidak bisa dijaga, pada malam hari mereka pergi.” – Walaupun demikian cara pikirannya kami tetap menasihatkan kedua saudara Metzler agar tetap di Bahal Batu karena jelas bahwa orang itu akan sangat keberatan kalau mereka pergi, dan juga karena kami percaya keadaan masih agak aman. Namun demikian desas-desus tetap ada dan ketidakpastian sangat meresahkan penduduk. Sebagian besar orang kafir memutuskan untuk bersikap netral dan beberapa di antara mengatakan [367] akan berpihak pada pihak mana yang menang, dan kalau perlu masuk Islam asal mereka dan hartanya selamat.
69
Peran Zending dalam Perang Toba
70
Hal mana, demikian penjelasannya, juga dilakukan oleh Mangkali Bonar dari Sigompulan pada masa perang Padri dan ternyata ia menjadi kaya dan terkenal. Pendapat yang sedemikian menjadi makin populer apalagi karena orang-orang tua masih mengingat cerita orang tuanya bahwa orang Batak bersaudara dengan, dan pernah membayar upeti kepada Aceh dan Inggris.66 Sampai sekarang pun orang masih memanjatkan doa kepada Soripada di Anse67. Maka dengan demikian mereka sudah membiasakan diri bakalan berada di bawah kekuasaan Aceh. Waktu itu pemerintah begitu baik hati untuk mengirim 50 bedil lengkap dengan amunisi bagi umat Kristen supaya mereka bisa membela diri kalau diserang. Minggu demi minggu berlalu namun keadaan tidak membaik juga. Lalu tiba berita bahwa beberapa utusan Kontrolir Asahan dalam perjalanan ke sini tewas dibunuh di Huta ni Tingkir, berjarak hanya satu hari berjalan kaki dari Bahal Batu. Peristiwa itu dan hubungan antara Padang Bolak dan Huta Tinggi Simamora menunjuk pada rencana Aceh yang lebih luas. Lagi pula kelompok 40 orang Aceh ternyata dipimpin oleh Willem Daut, anak seorang perempuan Eropa, dan Said Muhamed, pemberontak dan Muslim fanatik, yang dulu sudah pernah mengancam Singkel. Oleh sebab itu maka kami merasakan perlu untuk meminta agar pemerintah menunjukkan kekuatan militernya. Pemerintah yang telah mewaspadai gerombolan itu dari Barus dan Singkil, dan sama dengan kami tidak menginginkan orang Aceh menetap di Toba, ternyata sudah mengirim pasukannya. Pasukan pertama di bawah pimpinan Kapten Scheltens bersama dengan Kontrolir Hoevel sudah berangkat pada 1 Februari ketika permintaan [untuk mengirim tentara] kami sampaikan dari sini. Pada tanggal 6 Februari sekitar jam 10:00 pasukan tiba di Pearaja. Kontrolir van Hoevel dan Upas68 [368] Bartolemy bermalam di tempat kami, laki-laki yang lain tinggal bersama tentara.
71
Peran Zending dalam Perang Toba
72
Rumah di kampungnya Obaja69 sudah disediakan untuk tentara dan dilengkapi dengan tikar. Kayu api disediakan oleh anak buah Obaja. Para perwira tinggal di pusat kampung di antara tentara, di rumahnya Jesaia supaya dekat tentara kalaukalau ada sesuatu yang terjadi. Soalnya ada beberapa raja yang pada acara musyawarah berbicara blak-blakan, dan raja yang lain malahan tidak menghadiri musyawarah karena mereka pikir: Tidak ada seorang yang berhak menyuruh kami. Seusai musyawarah dan setelah upacara penaikan bendera Belanda maka tentara masuk ke Sipoholon, kampung yang letaknya dekat dengan pos zending. Di situ pun diadakan musyawarah dan maksud kedatangan tentara dijelaskan kepada para raja, dan sesudah dilakukan pengamatan maka diputuskan pergi ke Bahal Batu. Waktu itu tiba surat dari Singamangaraja70 membalas surat Residen. Katanya dia tidak datang karena ada tentara tetapi bersedia bertemu dengan saya di Pintu Bosi71 dengan syarat saya tidak ditemani lebih dari dua orang. Permintaannya ditolak oleh Kontrolir. Katanya karena ia sudah berjalan jauh dari Sibolga maka pantas Singamangaraja datang ke Bahal Batu. Ketika Singamangaraja menerima surat balasan Kontrolir ia hendak memakan pembawa surat itu, namun hal itu tidak mungkin karena pembawa surat itu masih semarga dengannya. Maka surat itu dirobek-robek dan mereka tidak membalasnya sehingga putuslah perundingannya. Sementara itu tiba kabar dari Sibolga bahwa tentara dikirim ke Bahal Batu. Tidak lama kemudian tentara naik dan sesudah beberapa hari raja-raja dari Balige membawa kabar soal perobekan surat [369] serta pengumuman perang asli Batak yang dinamakan pulas.
73
Peran Zending dalam Perang Toba
74
Pulas itu terdiri dari sebuah kentang yang agak panjang72 yang diukir hingga menyerupai manusia dan ditusuk dengan beberapa lembing kecil dan disertai tiga surat bambu dengan kata-kata cercaan dan hasutan serta sebuah sumbu yang bekas disulut. Pulas itu digantungkan pada pintu kampung lalu terdengar beberapa kali tembakan. Hal itu terjadi pada malam hari sehingga tidak jelas apakah orang yang namanya tertera pada surat tadi memang menggantungkan pengumuman perang itu ataukah sebaliknya musuh mereka yang melakukannya. Orang yang namanya tertera pada pulas itu adalah teman dari orang yang memanggil orang Aceh, namun menurut hasil penyelidikan di kemudian hari mereka ternyata tidak bersalah dan menjadi korban tipu muslihat musuh mereka. Dengan demikian tetap tidak jelas pengumuman perang itu berasal dari pihak mana. Beberapa hari kemudian seorang raja dari Lobu Siregar datang dan mengatakan bahwa pada keesokan hari orang Toba akan menyerang benteng pertahanan tempat tinggalnya tentara. Sekitar 600 orang Toba datang dan sudah mulai menembak dan berteriak ketika mereka masih jauh dari benteng. Ketika mereka lebih dekat kami dihujani peluru. Ketika berada pada jarak sekitar 200m mereka menjerit secara mengerikan sambil menembak dan bertari perang; di situlah Kapten memberi aba-aba untuk mulai menembak serta meniupkan trompet yang menghasilkan bunyi yang amat hebat. Orang Batak berdiam sejenak lalu lari. Mereka berkumpul di luar jangkauan peluru di atas bukit-bukit sampai ada granat yang meledak (yang mendarat jauh di belakang mereka) yang mengakibatkan mereka mundur. Sepertinya pada hari itu tidak ada yang cedera. Pada penyerangan kedua dan ketiga [370] ada beberapa orang Toba yang cedera, dan ada juga yang mati namun jumlahnya susah ditentukan.
75
Peran Zending dalam Perang Toba
76
Pada awalnya kami tinggal di pos zending, juga sesudah pengumuman perang, tetapi sesudah beberapa hari kami terpaksa meninggalkan pos zending dan dengan membawa harta benda kami pindah ke benteng. Sesudah Residen Boyle bersama Kolonel Engel naik ke sini bersama dengan 200 pasukan lagi maka kami mulai menyerang. Yang pertama diserang adalah Butar dan orang Batak lari semua. Di pihak pasukan ada seorang yang tewas; lima kampung dibakar. Atas nasihat kami, kampung-kampung yang lain mengibarkan bendera putih dan menyerah maka kampungnya tidak dibumihanguskan. Sekitar 50–60 kampung di Butar yang tidak dibakar namun raja-rajanya ditahan di Bahal Batu sampai mereka membayar denda yang ditetapkan oleh Residen Boyle. Sesudah beberapa hari Lobu Siregar diserang. Setelah bertempur selama 1½–2 jam lima kampung dibakar. Kampung pertama sudah dikosongkan namun makan waktu 1 jam sebelum pasukan bisa masuk karena begitu kokoh pertahanannya. Pada hari-hari pasukan tidak melakukan penyerangan sekitar 300 kampung di sekitarnya diambil sumpah setia. Rajarajanya datang ke Bahal Batu untuk menyatakan bahwa mereka menyerah. Mereka harus bersumpah 1) bahwa mereka tidak pernah melakukan tindakan memusuhi pemerintah, 2) mengakui kekuasaan pemerintah, 3) berjanji tidak akan memusuhi pemerintah atau rakyat yang berada di bawah kekuasaan pemerintah, dan 4) melarang orang melakukan tindakan melawan pemerintah di dalam wilayahnya. Silindung bersama Sipoholon dan Bahal Batu dan juga Pagar Sinondi bersumpah setia pada pemerintah dengan menjanjikan bahwa mereka sebagai rakyat setia akan melaksanakan perintah pemerintah dan kaki tangannya. Bagi mereka yang pernah melawan [371] tentara maka bunyi sumpah tentu berbeda.
77
Peran Zending dalam Perang Toba
78
Setelah acara sumpah setia masih ada enam kampung di Naga Saribu yang menolak untuk menyerah. Pagi-pagi keesokan hari kami berangkat dari Bahal Batu melewati ujung timur laut Butar dan tiba di Naga Saribu pada sekitar jam 11:30. Penduduk keenam kampung tidak mengadakan perlawanan karena sadar bahwa hal itu akan sia-sia. Ternyata mereka percaya bahwa tidak mungkin tentara bisa sampai ke kampungnya dalam tempo satu hari, dan di samping itu mereka juga berharap bahwa pemerintah tidak akan datang hanya gara-gara enam kampung mengingat bahwa kebanyakan kampung sudah menyerah dan membayar denda. Ketika mereka menyadari bahwa kampung-kampung lain selamat maka mereka sangat menyesal, tetapi terlambat sudah. Dengan sangat lelah kami tiba kembali di Bahal Batu pada jam 19:30. Sebagai misionaris kami memang tidak perlu memikul senjata dan perbekalan akan tetapi tugas kami tidak lebih ringan dibanding tugas serdadu. Pada waktu tentara istirahat –ketika pembakaran berlangsung– kami harus berjalan dari kampung ke kampung di sekitar Naga Saribu untuk mendatangi raja-raja yang sudah tunduk tetapi belum melunasi denda. Harinya panas dan kering. Pasir diterbangkan angin sehingga mata menjadi perih. Menjelang malam, ketika kami masih harus menempuh jalan selama 2½ jam lagi, hawa berubah menjadi dingin lalu turun hujan disertai halilintar dan gemuruh sehingga kami basah kuyup. Lalu ada berita dari Padang akan ada pasukan tambahan sebanyak 300 tentara dan 100 narapidana karena pemerintah bermaksud untuk maju sampai ke Danau Toba untuk mendenda mereka yang datang menyerang dari jauh. Hal itu memang perlu karena sewaktu dilakukan persiapan ekspedisi ke Toba datang pula orang Toba dari Balige, Gurgur, Si Anjur dan lain-lain tempat untuk sekali lagi menyerang Bahal Batu. Kali ini Kolonel tidak menunggui orang Batak di benteng, melainkan menyuruh pasukannya menyerang dan [372] berkubu di balik sebuah bukit. 79
Peran Zending dalam Perang Toba
80
Orang Toba tidak berani mendekat karena mereka melihat bahwa di bukit sebelah utara dari kampung Partaon Angin berkumpul ratusan orang Batak yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Ketika tentara melepaskan tembakan dan mencederai seorang di antara mereka maka mereka langsung lari karena takut akan dikejar tentara dan tidak sempat untuk menyeberang sungai Aek Simokmok. Orang Bahal Batu memang mengejar orang Toba sampai ke sana dan menembak mati seorang. Sesudah semua pasukan tiba dari Sibolga maka tanggal 30 April kami berangkat ke Bangkara. Pada hari pertama kami berjalan kaki sampai ke Lintong ni Huta dan Si Hombing. Negeri itu yang terdiri atas sekitar 70 kampung sudah bersumpah setia di Bahal Batu. Keesokan harinya kami meneruskan perjalanan ke Bangkara. Ketika kami berjarak 15 menit dari Lintong ni Huta kami bertemu dengan Ompu ni Chordopang73 dari Bangkara, raja yang memanggil orang Aceh. Ia berpura-pura seolah-olah menjadi sahabat lama. Karena saya berjalan paling depan dan saya langsung mengenalnya maka saya melaporkannya kepada Residen. Lalu dia ditangkap. Ketika kami mendekati tebing terlihat lembah Bangkara yang indah. Pemandangan yang menakjubkan! Jalannya menurun tajam ke lembah yang terletak 550–600 meter di bawah. Ketika kami tiba di kompleks kampung yang salah satu di antaranya adalah kampungnya Singamangaraja maka setengah lusin granat ditembakkan dari atas namun jaraknya terlalu jauh sehingga tidak sampai jatuh di kampung. Lalu kami turun. Tiba di bawah, kami melihat pertahanan kampung ternyata kokoh sekali. Setiap kampung dikelilingi tembok setinggi 4 meter yang terbuat dari batu besar. Tembok itu begitu kokoh dan terjal sehingga orang bisa kagum melihat kesabaran mereka membuat tembok. Di atas [373] tembok tumbuh tanaman rambat yang berduri yang tidak dapat dipegang dengan tangan telanjang.
81
Peran Zending dalam Perang Toba
82
Penduduk kampung-kampung itu melawan dengan gigih dan serdadu yang berusaha memanjat tembok dilempari dengan batu sehingga jatuh berguling. Dari atas kami bisa melihat kejadian di kampung dengan sangat jelas. Ternyata mereka membela kampungnya dengan berani dan tidak ada suatu tindakan pun yang dilakukan dengan tergesa-gesa sehingga tampak jelas bahwa mereka tidak takut. Seorang serdadu tewas ketika peluru kena kepalanya, dan beberapa lagi cedera. Sekitar jam 3 sore kampung-kampung itu sudah di tangan kami. 10– 12 laki-laki dan sekitar 70 perempuan jatuh ke tangan kami lalu ditawan. Tentara menempati empat dan kami bersama orang dari Silindung74 satu kampung. Kampung-kampung yang lain ditempati oleh mereka dari Bahal Batu, Butar, dan dari lain tempat di Toba. Laki-laki, perempuan, dan anak-anak yang ditangkap, diserahkan kepada kami. Anak-anak dan perempuan ditahan di sebuah rumah besar dan laki-laki di rumah yang satu lagi. Kami menghibur mereka dan berbuat baik kepada mereka sehingga mereka cepat menaruh kepercayaan pada kami dan mereka tenang-tenang saja dan tidak berusaha untuk melarikan diri. Mereka ditahan selama dua hari dua malam karena Residen ingin mengetahui apa di antaranya ada istri dari raja-raja yang terkemuka. Maksudnya supaya meyakinkan para raja melalui istrinya agar mereka mau menyerah. Keesokan hari serdadu berangkat pagi-pagi sekali untuk menaklukkan kampung-kampung lainnya yang berjumlah sekitar 30-40 kampung yang langsung dibakar. Bapak Residen meminta bantuan saya untuk mendampinginya. Tugas saya untuk berbicara dengan para raja yang ingin menyerah dan untuk membawa mereka kepadanya. Namun ketika api mulai berkobar di kampung-kampung yang paling dekat maka penduduk berlari-lari kepanikan berusaha memanjat tebing bukit yang tingginya sekitar 550 meter. [374]
83
Peran Zending dalam Perang Toba
84
Jerit-tangis laki-laki, perempuan, anak-anak, kakek-kakek dan nenek-nenek bergema di seluruh lembah. Lalu saya menghampiri Kapten van Berg, seorang yang dihormati dan ayah sembilan anak, dan memintanya agar jangan terlalu cepat membakar kampung supaya saya sempat berbicara dengan para raja dan meyakinkan mereka supaya menyerah dan tunduk pada Belanda. Bersama dengan beberapa orang yang kenal dengan penduduk kampung saya mengejar mereka yang memanjat tebing – hal mana berlangsung dengan sangat lambat karena banyaknya anak-anak dan orang-orang yang sudah tua. Kepala raja yang mengibarkan bendera putih berteriak “Patu ma hami!” (Kami menyerah!). Ketika melihat saya ia turun menghampiri saya dan lalu bersedia untuk dibawa kepada Kapten. Waktunya memang sudah mendesak karena kampungnya sudah dikepung tentara dan orang Batak yang suka merampas sudah mulai mengangkat padi agar tidak hangus, dan juga sudah mulai memotong ternak babi. Lalu saya beritahu kepada Kapten bahwa raja itu hendak menyerah. Ketika para serdadu pergi maka jerit-tangis semakin berkurang. Raja yang masih sangat muda itu lalu dijaga oleh tentara dan saya menyuruh Si Daut, seorang Kristen, untuk mendampinginya. Habis itu saya pergi ke kompleks kampung yang lain lagi, tetapi penduduk sudah naik ke atas dan kampung-kampung mereka dibakar semua. Saya berjalan terus dan bertemu beberapa orang yang bersedia untuk memanggil rajanya. Karena mereka langsung datang masih ada waktu untuk meyakinkan mereka agar mau tunduk pada pemerintah sebelum tentara datang. Sesudah para raja itu saya serahkan kepada Kapten saya meneruskan perjalanan dan kampung mereka tidak dibakar. Ketika kami tiba di atas bukit kami melihat sungai yang deras yang tidak sangat dalam, tetapi cukup dalam untuk menghalang kami karena arus yang deras. Para serdadu juga sudah lelah seusai melewati [375] sawah-sawah75 di terik matahari maka kami istirahat dulu.
85
Peran Zending dalam Perang Toba
86
Lalu kami melihat penginjil Simoneit yang di seberang sungai menyemaikan bibit perdamaian. Beberapa orang mengibarkan bendera putih tanda menyerah. Kapten menyuruh seorang Silindung untuk mengantar sepucuk surat kepada Kolonel meminta instruksi lanjutan. Kolonel lalu memerintah pasukannya untuk kembali karena kampung-kampung di ujung selatan lembah Bangkara juga sudah menyerah. Raja itu didenda dan diwajibkan melunasi dendanya dalam tempo 24 jam. Pada hari ketiga para raja harus bersumpah agar tunduk pada pemerintah dan semua tawanan dilepaskan. Pada hari keempat kami meninggalkan Bangkara sesudah kampung-kampung yang kami tempati dibakar oleh serdadu. Makan waktu sangat lama hingga semua tentara berikut perlengkapannya sampai di dataran tinggi. Para narapidana harus pergi dua kali karena 20–30 kuli yang ketinggalan. Peluh bercucuran dari mendaki tebing yang terjal sehingga kami menjadi basah. Karena cuaca di atas jauh lebih dingin maka Simoneit dan saya tidak mau duduk-duduk kedinginan. Kami jalan-jalan arah ke utara untuk bisa melihat Danau Toba dari berbagai sudut pandang. Setelah kami berjalan sekitar satu jam dan sudah jauh dari pasukan maka kami melihat sekelompok orang bersenjata menuju kami. Di antara kami dan mereka ada lembah yang lumayan dalam. Mereka mempercepat langkah untuk bisa menyergap kami dan kami memutuskan untuk selekasnya kembali. Ternyata mereka bukan pemberani karena mereka mendaki bukit dengan sangat lambat. Di atas bukit itu ada bekas kubu tempat kami tadi berdiri untuk menikmati pemandangan. Sewaktu kami sudah agak jauh baru mereka berani naik ke kubu itu. Sementara itu pasukan sudah siap untuk berangkat, dan setiba kami di sana kami langsung bergerak arah ke timur. [376]
87
Peran Zending dalam Perang Toba
88
Melintasi wilayah Lintong ni Huta kami berjalan ke Paranginan. Di sepanjang jalan itu dipasang bambu runcing yang pasti dilakukan pada hari sebelumnya. Ternyata mereka mau menghalang kami namun ketika kami datang mereka tampak ketakutan. Hanya satu dua di antara mereka nekad menodongkan laras senjata kepada kami. Mereka kaget mendengar kami berbahasa Batak. Mereka lebih kaget lagi melihat di antara kami orang Silindung yang mereka kenal. Orang Silindung itu segera menghadangnya lalu menepiskan laras bedilnya. Lalu kami meneruskan perjalanan ke kampung Ompuraja Hain. Beliau tidak ada karena sedang bermusyawarah dengan raja-raja lain di pasar. Rupanya mereka tidak duga kami datang begitu cepat sehingga mereka tidak sempat untuk bersekutu dan mengadakan perlawanan. Kami tinggal di Paranginan selama beberapa hari. Para raja harus melakukan sumpah setia dan sesudah mereka melihat bahwa kami tidak melukai atau merugikan mereka maka mereka mulai menaruh kepercayaan pada kami. Dari Paranginan kami meneruskan perjalanan ke Huta Ginjang. Di sini pun orang Batak berusaha menghalangi kami dengan menggali lubang di tengah jalan yang di dalamnya mereka pasang ranjau duri. Rupanya mereka kira kami datang pada malam hari hal mana sering mereka lakukan. Di Huta Ginjang kami berhenti di pasar untuk berbicara dengan para raja, kemudian kami turun ke Meat, sebuah lembah seperti Bangkara tetapi lebih kecil. Orang Meat menyerah dan perjalanan diteruskan ke Gurgur. Jalan ke Gurgur terjal sekitar 550-600 meter lebih tinggi – hampir sama keadaan seperti di Bangkara. Orang Batak sudah berkumpul di atas dan menggulingkan batu arah ke tentara. Di sinilah paling besar kerugian tentara. [377]
89
Peran Zending dalam Perang Toba
90
Di pihak kami dua yang meninggal dan 12 yang cedera. Sesudah beberapa serdadu berhasil naik ke atas mereka lari. Kami istirahat selama dua hari di Gurgur dan raja-raja di Huta Ginjang, Meat dan Tangga Batu diwajibkan melakukan sumpah setia pada Belanda. Pada hari ketiga pasukan menuju Lintong ni Huta Pohan, Panghodia, dan Tara Bunga. Hampir semua kampung di Gurgur dibakar karena membiarkan musuh menembaki kami di wilayahnya sementara mereka berpurapura menjadi sahabat dan mengatakan takluk pada kami dan menjadi pemandu jalan kami. Namun setelah kami sampai di atas, mereka tidak kelihatan lagi. Rupanya mereka yakin tentara tidak mungkin naik ke atas melainkan harus berjalan kembali. Setelah itu mereka berencana agar semua bangkit [melawan Belanda]. Namun sekarang, ketika mereka lihat bahwa teman-temannya lari mereka menjadi ketakutan. Setelah pembakaran diselesaikan kami menuju Lintong ni Huta. Orang Batak sudah berkumpul di situ dan keluar dari persembunyiannya menyerang kami dengan menembak, menjerit, dan menari. Ketika berjarak sekitar 250 m tentara menyerang dan mereka lari bersembunyi di kampung-kampung. Setelah beberapa granat ditembakkan ke arah kampungkampung itu mereka lari menurun tebing ke pantai danau dan menyelamatkan diri naik perahu. Tentara tetap menembaki mereka dan salah satu perahu kena peluru sehingga orang yang duduk di dalam terpaksa lompat ke air dan berenang ke darat. Lalu kampungnya dibakar. Hanya beberapa kampung tidak dibakar karena beberapa anak raja dari Tangga Batu yang sudah takluk minta kepada residen agar kampung-kampung itu tidak dibakar karena mereka memiliki rumah di situ. Sewaktu tentara sibuk membakar, sejumlah orang Batak, orang Silindung, orang Bahal Batu, orang Butar, [378] orang Gohan76 terjun ke ladang dan kembali dengan mengiring kerbau, lembu, dan kuda keluar dari tempat persembunyiannya ke arah tentara.
91
Peran Zending dalam Perang Toba
92
Sementara Residen dan Kolonel mendatangi kampungkampung di tanjung Tara Bunga bersama dengan tentara maka saya bersama penginjil Simoneit tetap di sini, di jalan menuju Balige. Di sinilah tampaknya kekejaman perang. Di manamana terlihat kampung yang hangus masih berasap yang penghuninya bersembunyi di jurang-jurang pegunungan dan langsung lari apabila ada yang mendekati persembunyiannya. Itulah saat yang paling menyedihkan bagi kami yang datang sebagai utusan damai dan sekarang kami harus melihat bagaimana penduduk diusir dari rumahnya. Ketika kami sampai kami disambut raja Balige yang dua tahun yang lalu menyambut kedatangan kami dengan sangat ramah. Katanya ia mau tunduk bersama dengan 60 kampungnya. Waktu kami di Gurgur dia datang ke sana meminta agar kami menyampaikan kepada Residen permohonannya agar wilayahnya tidak diganggu namun karena Residen saat itu sangat marah karena kerugian yang dideritanya di Gurgur maka kami tidak menyampaikan permohonan itu. Akhirnya Residen menerima penundukannya akan tetapi menjadi agak jengkel ketika kami mendapatkan pintu kampung-kampung pertama dalam keadaan tertutup rapat. Sesudah itu kami membawanya keliling selama kira-kira satu jam sampai pada pinggir danau di pasar Balige, dan ia puas karena pintu kampung di sana terbuka semua. Serdadu yang datang 30 menit kemudian langsung mandi sampai ke lutut di danau karena harinya sangat panas, dan kawasan pinggir danau termasuk Bangkara, Unte Mungkur, Muara, Meat, Balige dll. berhawa panas karena rendah letaknya. Tiga kampung dipilih sebagai tempat tentara dan setelah mereka merasa nyaman di tempat barunya semua terjun ke danau untuk mandi. Pertama kali di Danau Toba kata mereka semua. Banyak di antaranya mengungkapkan perasaan jengkelnya bahwa bangsa kafir yang jorok77 itu memiliki bagian dunia yang begitu indah. [379]
93
Peran Zending dalam Perang Toba
94
Pada malam hari sekitar jam 7 terdengar suara tembakan. Dikatakan seorang musuh, Raja Deang, datang dan mereka menyerang sebuah kampung yang sudah takluk kepada pemerintah. Pada keesokan hari tentara berangkat tetapi saya tidak ikut karena merasa pening dan karena bagaimana pun hanya ada acara berperang dan membakar kampung. Pada hari itu sekitar 50–60 kampung dibakar. Awalnya musuh melawan dengan gigih tetapi akhirnya lari juga. Menjelang siang saya berjalan sekitar satu jam arah ke timur. Di tempat itu Raja Deang mendirikan kubu dan pertempuran berlangsung. Di Lumban Atas, Paninduan, saya duduk di bawah pohon besar dan menonton hiruk-pikuk manusia. Orang dari Balige dan Paninduan pergi untuk menjarah kampung-kampung yang dibakar. pada sore hari sekitar jam 3 pasukan kembali dan pada jam 5 sore datanglah perahu Ompu ni Pardopur dan Ompu ni Binsara dengan membawa orang Aceh yang terjepit dan bersengketa di tanjung. Mereka menyerahkan diri kepada Residen. Setelah senjatanya dirampas mereka dijebloskan di sebuah rumah dan dijaga. Pada keesokan hari raja-raja yang menyatakan diri takluk didenda dan diambil sumpah setia. Karena mereka tidak begitu cepat bisa mengumpulkan uang untuk membayar denda maka mereka dibawa ke Bahal Batu untuk di kemudian hari ditebus oleh keluarganya. Pada hari keempat kami berjalan ke Onan Geang-Geang tempat tinggal mertua Singamangaraja. Kampung-kampung di sana pun dibakar karena penduduknya mengungsi. Masih pada hari yang sama kami pergi ke Pintu Bosi yang kampungnya besar-besar. Di sini pun penduduk mengungsi sehingga kampung-kampung mereka dibakar. Parik Sabungan, yang dekat dengan Pintu Bosi, menyerah, didenda, dan [raja-rajanya] dibawa ke Bahal Batu untuk diambil sumpahnya. Perjalanan kami lewat Lobu Siregar dan pada jam lima sore kami tiba di Bahal Batu. [380]
95
Peran Zending dalam Perang Toba
96
Ekspedisi telah selesai. Tiada yang merasa lebih lega daripada saya. Namun saya masih harus tinggal di Bahal Batu selama delapan hari lagi untuk membantu Residen sebagai penerjemah. Berangsur-angsur tentara kembali, dan tentu lewat Pearaja untuk singgah di gereja kita. Saya sangat menyesal tidak bisa berada di rumah membantu istri saya dalam masa yang kacau seperti ini. Namun dengan bantuan Tuhan mereka semua selamat dan sehat sentosa. Pada hari sesudah kami tiba diadakan musyawarah umum di Sipoholon. Para raja diberi tahu bahwa wilayah mereka telah dimasukkan ke dalam wilayah Hindia-Belanda. Mereka diharuskan bersumpah setia dan diperingatkan bahwa mereka harus mematuhi perintah Kontrolir. Di Sipoholon, sekitar setengah jam di atas pos penginjil Mohri, dibangun benteng tempat tinggalnya 80 tentara yang akan menetap di sini. Rumah Kontrolir Pluggers membangun rumah di dekat Pearaja dalam jarak sekitar 20 menit dari sini. Seluruh 306 kampung di Silindung telah tunduk pada pemerintah dan kini mereka sudah mulai membangun jalan ke Sibolga. Untuk itu setiap kampung harus menyediakan satu orang. Kontrolir adalah orang yang rajin dan cukup diberi kesempatan untuk menunjukkan kecakapannya karena begitu banyak perselisihan yang harus diselesaikannya. Perang sudah berakhir dan kami meneruskan pekerjaan sehari-hari dengan semangat baru. Hasil dari ekspedisi sangat menguntungkan pemerintah. Boleh dikatakan seluruh Toba ditaklukkan, dan hanya di Toba Humbang78 masih diperlukan beberapa wakil pemerintah untuk menetapkan pemerintahan di sana. Namun hal itu tidak terjadi karena pemerintah tidak tertarik akan Toba Humbang. Mereka terlalu repot menghadapi Aceh. Untuk zending kita pun bagus begitu karena kami kurang tenaga untuk menempatkan cukup banyak penginjil sehingga kami malahan bisa didahului Islam. Sekarang kami punya cukup waktu untuk menggarap Silindung dulu sebelum kami masuk ke Toba dalam waktu beberapa tahun mendatang.
97
Peran Zending dalam Perang Toba
98
Pemerintah tidak akan melarang karena orang Toba [381] akan makin dekat dengan pemerintah sehingga kita tidak perlu khawatir. Sekarang kita harus bersiap-siap mengerahkan tenaga maupun dana sehingga, bila waktunya datang, kita bisa menuruti petunjuk Tuhan. Sejak Silindung menjadi wilayah Hindia-Belanda dan perang telah berakhir maka datanglah ratusan orang Toba berbondong-bondong kemari. Banyak orang berimigrasi ke sini termasuk di antaranya mereka yang kehilangan rumah yang dibakar tentara, dan banyak lagi yang akan datang. Dengan demikian maka injil pun akan lebih diketahui di Toba Humbang. Sekarang saja, karena keadaan di Toba, pengaruh kita sudah mulai terasa di sana. Semoga Singamangaraja pun mau datang untuk menyerah dan tunduk pada pemerintah. Tidak lama lagi terbukalah lahan yang sangat luas. Tenaga dan dana perlu digandakan untuk, sebagai contoh, membuka pos penginjilan di Balige karena di Deli misi Katolik sudah mulai beroperasi, dan mereka sudah menjelajah sampai ke Bila. Belum tentu mereka langsung ke Balige karena masih berada jauh di utara, namun semboyan kita harus tetap: Maju! Di Silindung sudah banyak yang mendaftar mau menjadi Kristen, kian hari kian banyak orang, namun berapa di antaranya yang bersungguh-sungguh hanya akan diketahui di kemudian hari. Kami senang bahwa paling tidak mereka bisa mendengar berita yang baik namun dalam musim pancaroba seperti ini kesungguhan mereka masih perlu dipertanyakan. Banyak yang datang karena mereka kira kami akan membantu mereka sebagai penengah dalam perkara pengadilan. Masalah yang sama yang dulu dihadapi penginjil di Sipirok kini kami hadapi di sini. Hanya kami di sini lebih beruntung karena agama Islam belum ada dan agama Kristen sudah berakar di sini. Dapat diharapkan dalam dasawarsa yang akan datang seluruh Silindung menganut agama Kristen.
99
Peran Zending dalam Perang Toba
100
Surat Penghargaan dari Pemerintah Belanda
BRMG 1879 (6) 169-170 Penginjil Nommensen menulis pada 26 Februari: Dari pihak pemerintah kami menerima dokumen berikut: Atas nama Gubernur Pantai Barat Sumatra kami ingin mengucapkan terima kasih atas jasa Tuan-Tuan selama Ekspedisi Militer ke Toba . Keputusan Pemerintah No. 8 tertanggal 27 Desember tahun yang lalu [1878] berbunyi sebagaimana berikut: [170] Melalui Gubernur [Pantai Barat Sumatra] pemerintah mengucapkan terima kasih kepada penginjil Rheinische Missions-Gesellschaft di Barmen, terutama Bapak I. Nommensen dan Bapak A. Simoneit yang bertempat tinggal di Silindung, atas jasa yang telah diberikan selama ekspedisi melawan Toba. Dengan keputusan ini pemerintah memberi ganti rugi sebesar 1000fl79. Jumlah tersebut dapat diambil setiap saat. Residen Tapanuli.
101
Peran Zending dalam Perang Toba
102
Menaklukkan Toba
BRMG 1882 (7) 202–205 Setelah mengadakan perjalanan ke Danau Toba para penginjil berniat untuk menetap dan membuka pos zending di sana. Kemungkinan itu dulu sudah pernah disinggung oleh penginjil Nommensen dalam laporan tahun 1876. Perang dan penaklukan Toba sangat mendukung dan mempercepat upaya pembukaan pos penginjilan. Walaupun tidak secara langsung, para penginjil kita di Silindung memainkan peranan cukup besar dalam ekspedisi militer Belanda terhadap Toba. Upaya mereka untuk menyebarkan injil di Silindung mendapatkan perlawanan dari Singamangaraja yang dulu maupun dari Singamangaraja yang sekarang.80 Karena sudah kehilangan sebagian besar kekuasaan dua-duanya berusaha untuk memperoleh kembali pengaruhnya yang hilang dengan mengusir para penginjil. Singamangaraja terutama memusuhi agama Kristen, akan tetapi karena ia bersekutu dengan orang Aceh di utara maupun dengan orang Batak Islam di timur maka kegiatan mereka juga memusuhi pemerintah Belanda. Dengan demikian sangat bijaksana keputusan pemerintah untuk langsung bertindak memperluas dan memperkokoh kekuasaan mengingat tindak-tanduk orang Aceh dan jaringan mereka yang makin hari menjadi makin ketat dan luas. Untuk menilai benar salahnya penaklukan Toba yang dilakukan dengan begitu cepat dan dengan sangat sedikit biaya maupun jumlah korban, maka perlu diperhatikan butir-butir berikut: [1.] Secara formal Silindung sudah lama termasuk wilayah kolonial Belanda walaupun mereka memang jarang sekali melaksanakan pemerintahannya. Karena status hukum Silindung sebagai wilayah kekuasaan Belanda maka penginjil kita mendapatkan izin untuk menetap, dan berhak untuk meminta perlindungan pemerintah. [203]
103
Peran Zending dalam Perang Toba
104
[2.] Mengingat hubungan Silindung dan Toba yang begitu erat maka upaya pemerintah untuk melaksanakan pemerintahan di Silindung hanya dapat dilakukan dengan sekalian menaklukkan Toba. Hal itu penting karena Toba, yang padat penduduk, terletak di antara wilayah perkebunan yang subur di pantai timur dan Tapanuli dengan pelabuhannya yang penting di pantai barat.81 [3.] Penaklukan Toba menjadi begitu penting dan tidak dapat diundurkan lagi karena adanya unsur Aceh. Selain itu kita tidak boleh melupakan bahwa Belanda sudah lama merencanakan dan mengupayakan penaklukan seluruh bagian utara pulau Sumatra. Aceh menjadi musuh yang bertahun-tahun sangat merepotkan mereka, dan malahan sampai sekarang masih sering merepotkan pemerintah. Aceh di dahulu kala pernah menguasai hampir seluruh kawasan pesisir Sumatra. Orang Batak juga pernah berada di bawah kekuasaan Aceh dan bagian utara daerah Batak hingga kini masih berada di bawah pengaruh Aceh. Pada masa kekacauan menjelang ekspedisi terhadap Toba, orang-orang tua menceritakan bahwa mereka dengar dari orang tuanya bahwa dahulu mereka membayar upeti pada orang Aceh. Dalam doa82 sampai sekarang pun mereka masih menyembah Partuan Soripada di Atse. Oleh sebab itu maka Belanda harus secara tegas mematahkan tiap upaya Aceh untuk memperluas pengaruh atau malahan mempersatukan suku-suku yang ada di pedalaman pulau Sumatra untuk melawan Belanda. Penaklukan Toba amat penting untuk pemerintah Belanda, tetapi lebih penting lagi untuk zending kita. Sekiranya Singamangaraja beserta dengan sekutunya, baik Islam, Aceh, maupun yang lain, berhasil mengusir para penginjil dan menghapus agama Kristen di Silindung maka akibatnya bukan revitalisasi kekafiran melainkan masuknya agama Islam, dan kemungkinan agama Kristen berkembang di sana menjadi hampir sirna.
105
Peran Zending dalam Perang Toba
106
Pada masa kekacauan menjelang perang Toba banyak orang kafir di Silindung dan di kawasan arah utara dari Silindung mempertimbangkan untuk masuk Islam. [204] Waktu itulah para penginjil menyadari betapa sedikit mereka peduli pada kekafirannya dan betapa mudah mereka mempertimbangkan langkah yang sedemikian menyesatkan. Puji Allah hal itu tidak terjadi. Kemenangan Belanda dalam ekspedisi yang amat cepat dan perluasan kekuasaan mereka hingga ke Danau Toba membawa berkat kepada zending kita, dan sangat penting dalam tiga hal: 1. Pemerintahan di Silindung dilaksanakan secara semestinya sehingga para penginjil dapat beroperasi tanpa ancaman. Pemerintahan Belanda yang ditetapkan di bawah kondisi yang begitu unik, mestinya – di mata penduduk – kelihatan seperti pemerintah yang Kristen atau paling tidak ramah terhadap agama Kristen. Hal itu83 merupakan faktor yang begitu menentukan di Silindung yang juga akan berpengaruh di Toba. 2. Hal yang paling penting adalah bahwa Toba keluar dari isolasinya, terbuka pada pengaruh Eropa dan tunduk pada kekuasaan Eropa sehingga dengan sangat mudah zending kita bisa masuk. Memang ada kemungkinan bahwa orang Toba membenci orang Eropa setelah Belanda mengalahkan dan membakar kampung mereka. Namun hal itu tidak terjadi. „Berkat tangan Tuhan,“ demikianlah tulisnya penginjil Nommensen waktu itu, „dan hal ini menjadi tanda bahwa Tuhan menghendaki rakyat hidup dalam kedamaian, berkat tangan Tuhan ekspedisi militer dikepalai oleh seorang yang sudah bertahun-tahun mengenal orang Batak, orang yang mengetahui kepentingan rakyat, dan yang didampingi perwira yang merasa belas kasihan dengan musuh, yang disegani musuh karena keberaniannya menyerang, yang dengan lapang hati tidak mengejar mereka yang lari. Dengan demikian orang Batak dapat kesan betapa besar keagungan dan kemuliaan orang Eropa sehingga mereka tidak dapat membenci kita, apalagi karena Tuhan menunjukkannya bahwa mereka sendiri bersalah. 107
Peran Zending dalam Perang Toba
Kalau kejadian berlanjut sebagaimana sekarang maka di dalam beberapa tahun terbukalah lahan yang luas bagi zending kita. [205] Kalau situasi menjadi tenang kembali maka kita bisa masuk, apalagi karena kita dilihat sebagai pelindung terhadap pemerintah. Mereka melihat bahwa siapa saja yang menuruti nasihat kami tidak akan menderita, dan tidak perlu khawatir. Mereka yang menderita salah sendiri karena mereka tidak menerima nasihat kita. Usahakanlah agar sebanyak-banyaknya penginjil bisa datang ke Toba karena sekarang masa penginjilan mulai di Toba.” Dengan demikian juga terucap butir ketiga: 3. Akibat perang Toba maka orang makin percaya pada penginjil dan sudah ada yang minta agar kita datang.
108
Tanah Batak di Sumatra (Bagian Selatan). Sumber: BRMG 1906
109
1. BRMG 1864:232. BRMG (Berichte der Rheinischen Missionsgesellschaft) adalah laporan bulanan zending RMG yang diterbitkan sebulan sekali oleh pimpinan RMG. Isinya terutama laporan dari para penginjil dan pimpinan RMG tentang kemajuan di masingmasing wilayah zending serta peristiwa yang terjadi. BRMG diterbitkan khusus untuk kalangan RMG serta para sahabat zending yang sangat penting bagi RMG sebagai salah satu sumber pendanaan yang utama. Artikel BRMG yang berkaitan dengan zending Batak mulai dari hari-hari paling awal hingga tahun 1914 ketika perang dunia pertama pecah dan penerbitan BRMG dihentikan. 2. “Todfeind der holländischen Regierung und der Mission” Jahresbericht der Rheinischen Missionsgesellschaft (Laporan tahunan zending RMG) 1907:46. 3. BRMG 1882 (7): 204. 4. Dalam makalah ini saya menggunakan dua sarapan bahasa Belanda yang lazim dipakai dalam konteks penginjilan, yaitu zending (penginjilan, misi) serta zendeling (penginjil, misionaris). 5. BRMG 1879 (6): 170 6. Perang Toba juga sering disebut sebagai “Perang Batak” namun istilah Perang Batak sudah duluan digunakan untuk Perang Sunggal (1872-1895) yang juga sering disebut Perang Batak sesuai dengan istilah baku bahasa Belanda yaitu Batak Oorlog. 7. W.B. Sidjabat. Ahu Si Singamangaraja: Arti historis, politis, ekonomis dan religius Si Singamangaraja XII, Jakarta: Sinar Harapan. 1982. 8. ibid. hal.160. Sayang Sidjabat tidak menyebut dari sumber mana ia memperoleh informasi ini. 9. BRMG 1878 (7): 194 10. Sidjabat op.cit. hal.176. Rupanya Sidjabat enggan menyebut pihak mana yang dimaksud karena terutama orang Batak yang Kristen yang berkolaborasi dengan Belanda. 11. ibid. hal.159 12. RMG 1878: 118 13. “Todfeind der holländischen Regierung und der Mission” Jahresbericht der Rheinischen Missionsgesellschaft (Laporan tahunan zending RMG) 1907:46. 14. Baik di sini maupun di semua dokumen lainnya Sibolga tetap dieja Siboga – nama asli kota itu.
15. Sepucuk Surat dari Penginjil Nommensen. BRMG 1876: 68 16. ibid. hal.68 17. BRMG 1878:118 18. BRMG 1878 (7): 193 19. ibid. hal.193 20. ibid. hal.194. Bangkara kini sering salah dieja Bakara atau, sesuai dengan pelafalannya, Bakkara. Ejaan asli dalam bahasa Batak adalah b^kr ‘Bangkara’. 21. Seksi sejarah dan penggalian nilai budaya panitia napak tilas perjalanan Dr. I.L. Nommensen di Tanah Batak. 2007. 22. BRMG 1878: 154 23. BRMG 1878 (7): 194 24. BRMG 1878 (12): 371 25. ibid. hal.373 26. ibid. hal.377 27. ibid. hal.387 28. BRMG 1878: 117 29. op.cit. hal. 154 30. op.cit. hal. 171 31. op.cit. hal. 195 32. op.cit. hal. 197 33. op.cit. hal. 198 34. op.cit. hal. 199 35. op.cit. hal. 200 36. ibid 37. op.cit. hal. 201 38. BRMG 1882 (7): 204 39. Limantina Sihaloho, Kegelisahan Hati Seorang Dosen Teologi: Antara Nommensen dan TB Silalahi, 18 April 2007. http:/ /bataknews.wordpress.com/2007/04/18/teologi-kristen/ 40. Jerman baru memperoleh daerah jajahan antara tahun 1884– 1899 namun kehilangannya lagi setelah Jerman kalah dalam Perang Dunia Pertama. 41. Hans Angerler. Mission, Kolonialismus, dan Missionierte: Über die deutsche Batakmission in Sumatra. Beiträge zur historischen Sozialkunde 2. 1993 53–61. Lihat juga Lothar Schreiner, Adat und Evangelium: zur Bedeutung der altvölkischen Lebensordnungen für Kirche und Mission unter den Batak in Nordsumatra, Gütersloh: Mohn 1972, serta G. Menzel, Aus 150 Jahren Missionsgeschichte: die Rheinische Mission. Wuppertal: Verlag der Vereinigten Evangelischen Mission 1978:209–14. 42. Setelah 27 tahun mengabdi pada RMG Fabri, yang mempra-
2
karsai zending Batak, memutuskan menjadi penulis dan sepenuhnya mengabdikan diri kepada gerakan kolonial Jerman. 43. BRMG 1862:12 44. BRMG 1882 (7): 204. 45. ‘Rendah’ merujuk pada kenyataan bahwa daerahnya datar tidak bergunung, bukan pada status bahasa. 46. BRMG 1882 (7): 202. 47. Uraian keliru ini menunjukkan betapa sedikit para penginjil memahami lembaga raja imam pada orang Batak itu. 48. Pegawai pemerintah Hindia Belanda yang kedudukannya di bawah Asisten Residen. 49. Orang Batak yang beragama Kristen dipersenjatai pemerintah Belanda dengan menyediakan 50 bedil modern. Pasukan Kristen itu lalu membantu Belanda untuk melumpuhkan perlawanan musuhnya. Tidak jelas bagaimana peranan zending dalam pembentukan pasukan bantuan ini namun dapat diduga bahwa zending turut dalam penyusunan pasukan tersebut. 50. Agaknya yang dimaksud di sini adalah kampung Pintu Bosi. 51. Yang dimaksud Singamangaraja XII. 52. Kini ejaan yang lebih lazim digunakan adalah Partaon Angin. 53. Yang dimaksud adalah perang Banjar (1859-1862). 54. Yang dimaksud di sini Toba Humbang. 55. Berarti pada tanggal sekitar 20 Februari 1878 para penginjil sudah mengetahui rencana pemerintah untuk memerangi Toba dan sudah bersedia untuk mendampingi pasukan. 56. Pada tahun 1878 seorang buruh tani di Belanda memperoleh upah 50 cent per hari yang –secara sangat kasar– sekitar €4. Berarti uang tebusan itu sekitar €2.400. 57. Dolar Spanyol, dalam bahasa Spanyol real ocho, luas digunakan di Hindia Belanda dari abad ke-16 hingga abad ke-18, dan di tempat yang belum masuk Hindia-Belanda lebih lama lagi. Di Indonesia dolar Spanyol lebih umum dikenal sebagai Real Batu atau Pasmat yang merupakan singkatan dari bahasa Belanda Spaanse Mat. 58. Menurut kepercayaan orang Batak Iskandar Agung (Raja Yunani dari tahun 336–323 SM) mempunyai tiga anak. Anak yang pertama menjadi Raja Stambul (juga disebut Raja Rum), anak kedua menjadi Raja Cina, dan anak ketiga menjadi Raja Minangkabau. Stambul adalah Istanbul (Konstantinopel) yang pernah menjadi ibu kota kerajaan Roma (=Rum). Pada abad ke-19 Istanbul menjadi ibu kota Kekaisaran Turki Ottoman. 59. Yang dimaksud di sini mungkin bahwa Turki akan datang
dengan pasukannya untuk mengusir orang Belanda dari Indonesia. 60. Pada saat itu tengah berlangsung Perang Rusia-Turki (1877– 1878). 61. Pusat pemerintah saat itu di Sibolga 62. Hal ini tentu merujuk pada Perang Padri (1821-1837). Pusatnya kaum Padri di kampung Bonjol (Sumatra Barat) 63. Singamangaraja X dibunuh pada tahun 1830 oleh kaum Padri. 64. Yang dimaksud dengan orang Bonjol adalah para Padri. 65. Sibolga, Barus, dan Singkel merupakan pusat pemerintahan Belanda di pantai barat Sumatra bagian utara. Singkel pada tahun 1873 tersambung kabel telegram. 66. Secara formal sebagian pulau Sumatra berada di bawah kekuasaan Britania Raya. Dengan Perjanjian London (1824) Inggris dengan terpaksa melepas wilayah ini yang kemudian jatuh kepada Belanda. 67. an\se ‘Anse’ dalam bahasa Batak diucapkan Atse atau Ace[h]. Kata Soripada berasal dari bahasa Sanskerta sri pati. 68. Upas, dari bahasa Belanda Opzier ‘Pengawas’ adalah semacam polisi pribumi. 69. Obaja (Raja Pontas Lumban Tobing) adalah orang Batak pertama yang dibaptis dan sering menemani para penginjil dalam perjalanannya. Pada tahun 1873 ia mendampingi Heine, Johannsen, dan Mohri ke Danau Toba (lihat BRMG 1882 (7), hal. 198-202) 70. Tertulis: Singa Maharaja 71. Tertulis: Pitu Bosi 72. Yang dimaksud di sini ubi rambat yang dalam bahasa Batak disebut gadong. 73. Agaknya salah ketik untuk Ompu ni Mardopang. 74. Pasukan tambahan yang dipersenjatai Belanda. 75. “Reisfelder” bisa merujuk kepada sawah atau ladang yang ditanami padi. 76. Yang dimaksud barangkali Pohan. 77. Kata schmierig yang digunakan di sini berarti, secara harfiah, ‘licin’. Kalau digunakan untuk orang, schmierig bisa berarti jorok, tetapi juga licik, dan tak senonoh. 78. Hochtoba ‘Toba Tinggi’ adalah sebuah dataran tinggi yang terletak arah barat daya dari Danau Toba dengan ketinggian rata-rata 1100m. Arah ke barat dari dataran tinggi itu terletak pegunungan yang tertutup dengan hutan rimba. 79. Gulden 80. Singamangaraja XI dan XII. 81. Pada waktu itu daerah Tapanuli masih terbatas pada wilayah
4
yang kira-kira sama dengan kabupaten Tapanuli Tengah yang sekarang. Pelabuhan yang penting itu Sibolga. 82. Tonggo-tonggo. 83. Kaitan pemerintah Belanda dengan agama Kristen.