UPAYA MENINGKATKAN KOHESIVITAS ANGGOTA KELOMPOK PENGURUS OSIS MELALUI TEKNIK ROLE PLAYING DI SMPN 3 SAMBIT PONOROGO
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Aditya Wahyu Hanggara NIM 11104244028
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA JANUARI 2016
UPAYA MENINGKATKAN KOHESIVITAS ANGGOTA KELOMPOK PENGURUS OSIS MELALUI TEKNIK ROLE PLAYING DI SMPN 3 SAMBIT PONOROGO
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Aditya Wahyu Hanggara NIM 11104244028
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA JANUARI 2016
i
MOTTO Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil, kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik. (Evelyn Underhill)
Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua. (Aristoteles)
v
PERSEMBAHAN
Karya ini penulis persembahkan untuk: 1. Bapak, Ibu, dan Kakak tercinta, terimakasih atas kasih sayang dan segalanya yang telah diberikan untukku. 2. Almamater tercinta, Universitas Negeri Yogyakarta 3. Agama, Nusa dan Bangsa
vi
UPAYA MENINGKATKAN KOHESIVITAS ANGGOTA KELOMPOK PENGURUS OSIS MELALUI TEKNIK ROLE PLAYING DI SMPN 3 SAMBIT PONOROGO
Oleh : Aditya Wahyu Hanggara NIM. 11104244028 ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kohesivitas anggota kelompok pengurus OSIS melalui teknik role playing di SMP Negeri 3 Sambit, Ponorogo. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model Kemmis dan Mc Taggart. Subjek penelitian pada penelitian ini adalah seluruh anggota OSIS SMP Negeri 3 Sambit dengan jumlah anggota 26 siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah skala kohesivitas kelompok, observasi, dan wawancara. Berdasarkan dari skala kohesivitas terdapat 12 dari 26 siswa memiliki kategori rendah dan sedang. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Indikator keberhasilan yang ditetapkan adalah semua siswa memiliki skor lebih dari sama dengan 108 dengan kategori tinggi atau mempunyai skor rata-rata 75%. Hasil penelitian menunjukkan skor rata-rata skala kohesivitas kelompok pada pra tindakan sebesar 106,1 dengan persentase 74%, setelah tindakan pada siklus pertama mengalami peningkatan sebesar 5,6 atau 4% sehingga skor ratarata menjadi 111,7 dengan persentase 78%, dan pada tindakan siklus kedua menjadi 116,4 atau 81% dengan peningkatan rata-rata sebesar 10,3 atau 7%. Hasil tersebut juga didukung dengan hasil observasi dan wawancara. Berdasarkan hasil observasi menunjukkan adanya peningkatan dengan adanya kerjasama antar anggota seperti menyelesaikan tugas bersama, saling menolong tanpa diminta ketua OSIS atau teman lainnya, lebih menghargai atau toleransi terhadap pendapat orang lain, dan komitmen dengan kelompok yang ditunjukkan dengan kehadiran dan kenyamanan siswa dalam mengikuti kegiatan. Berdasarkan hasil wawancara semua anggota sudah mampu mengungkapkan alasan mereka tanpa malu-malu mengenai pentingnya kerjasama, saling menolong dalam bentuk apapun, toleransi dengan menghargai usaha dan pendapat orang lain, serta berkomitmen dengan kelompok. Kata kunci : kohesivitas kelompok, role playing
vii
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat, rahmat, dan karuniaNya peneliti dapat menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul “Upaya Meningkatkan Kohesivitas Kelompok Pengurus OSIS Melalui Teknik Role Playing di SMPN 3 Sambit Ponorogo”. Proposal skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan, pada Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu peneliti menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih kepada: 1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang telah memberi kesempatan bagi peneliti untuk menempuh dan menyelesaikan studi. 2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian. 3. Bapak Fathur Rahman, M.Si. selaku Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang yang telah memberikan ijin penelitian serta saran dan masukan dalam pemilihan judul penelitian. 4. Bapak Sugiyatno, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang dengan sabar dan baik hati meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing, memberikan arahan, serta saran kepada saya dalam penyusunan proposal skripsi ini.
viii
5. Seluruh Dosen Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah memberikan wawasan, ilmu, dan pengalamannya kepada penulis selama perkuliahan hingga akhir. 6. Keluarga penulis, Bapak Sunarno dan Ibu Nunuk Sudarjati yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan proposal skripsi. 7. Semua pihak yang membantu penulis menyelesaika proposal skripsi ini yang mungkin tidak dapat disebutkan satu persatu. Demikian pengantar dari penulis, semoga proposal skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama bagi pengembangan dunia pendidikan. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan karya ilmiah ini, maka dari itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan oleh penulis guna perbaikan dalam karya selanjutnya.
Yogyakarta, 3 September 2015 Penulis,
Aditya Wahyu Hanggara NIM. 11104244028
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .....................................................................................
hal i
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................
ii
HALAMAN PERNYATAAN .......................................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................
iv
MOTTO .........................................................................................................
v
PERSEMBAHAN ..........................................................................................
vi
ABSTRAK .....................................................................................................
vii
KATA PENGANTAR ...................................................................................
viii
DAFTAR ISI ..................................................................................................
x
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xiv
LAMPIRAN ...................................................................................................
xv
BAB I PENDAHULUAN A. Lata Belakang Masalah ..........................................................................
1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................
11
C. Batasan Masalah .....................................................................................
12
D. Rumusan Masalah ...................................................................................
12
E. Tujuan Penelitian ....................................................................................
12
F. Manfaat Penelitian ..................................................................................
13
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Kohesivitas Kelompok 1. Pengertian Kohesivitas Kelompok ..................................................
15
2. Aspek-aspek Kohesivitas Kelompok ...............................................
17
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kohesivitas Kelompok ............
19
4. Ciri-ciri Kelompok yang Kohesif ....................................................
21
5. Manfaat Kelompok yang Kohesif ....................................................
23
B. Tinjauan tentang Role Playing (Bermain Peran) 1. Pengertian Role Playing (Bermain Peran) ....................................... x
24
2. Jenis-jenis Role Playing ...................................................................
27
3. Langkah-langkah Pembelajaran role playing .................................
28
4. Kelebihan Role Playing …...............................................................
30
5. Kelemahan Role Playing ….............................................................
31
C. Tinjauan tentang Perkembangan Anak SMP 1. Pengertian Remaja ...........................................................................
32
2. Ciri-ciri Masa Remaja .....................................................................
32
3. Tugas Perkembangan Masa Remaja ................................................
35
D. Kerangka Berpikir ...................................................................................
37
E. Hipotesis Tindakan .................................................................................
39
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian .............................................................................
40
B. Subjek Penelitian ....................................................................................
41
C. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................
41
D. Desain Penelitian.....................................................................................
42
E. Rencana Tindakan ...................................................................................
43
1. Pra Tindakan ....................................................................................
43
2. Pemberian tindakan (Siklus) ............................................................
44
a. Perencanaan ..............................................................................
44
b. Tindakan ...................................................................................
45
c. Observasi ..................................................................................
49
d. Refleksi .....................................................................................
50
F. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data .............................................
51
G. Uji Validitas dan Reliabilitas …………..................................................
58
H. Teknik Analisis Data ..............................................................................
63
I. Kriteria Keberhasilan Tindakan ..............................................................
65
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian .......................................................................................
66
B. Pembahasan ............................................................................................
97
C. Keterbatasan Penelitian ...........................................................................
106
xi
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .............................................................................................
107
B. Saran .......................................................................................................
108
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
110
LAMPIRAN ...................................................................................................
112
xii
DAFTAR TABEL Hal. Tabel 1. Kisi-kisi Instrument Skala Kohesivitas …………………………... 53 Tabel 2. Skor Skala Kohesivitas …………………………………………...
55
Tabel 3. Kisi-kisi Pedoman Observasi ……………………………………..
56
Tabel 4. Kisi-kisi Pedoman Wawancara …………………………………...
58
Tabel 5. Kisi-kisi Skala Kohesivitas Kelompok Setelah Uji Coba ………...
60
Tabel 6. Rangkuman Item sahih dan Item Gugur ………………………….
61
Tabel 7. Rumus Kategori Skala ……………………………………………
65
Tabel 8. Kategorisasi Skor Kohesivitas Kelompok Pengurus OSIS SMPN 3 Sambit …………………………………………………………….
65
Tabel 9. Waktu Pelaksanaan Tindakan …………………………………….
67
Tabel 10. Hasil Pre Test ……………………………………………………..
68
Tabel 11. Daftar Anggota OSIS yang Akan Diberikan Tindakan …………... 69 Tabel 12. Hasil Post Test I …………………………………………………..
78
Tabel 13. Skor Perbandingan Pre Test dan Post Test I ……………………...
80
Tabel 14. Hasil Post Test II ………………………………………………….
90
Tabel 15. Skor Perbandingan Pre Test, Post Test I, dan Post Test II ……….
93
xiii
DAFTAR GAMBAR Hal. Gambar 1. Proses Penelitian Tindakan ............................................................. 42 Gambar 2. Gafik Peningkatan Skor Rata-rata ……………………………….. 96 Gambar 3. Grafik peningkatan kohesivitas kelompok ………………………... 125
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Hal Lampiran 1. Surat Permohonan izin Penelitian FIP UNY …………………... 113 Lampiran 2. Rekomendasi Penelitian Badan KESBANGLINMAS ………...
114
Lampiran 3. Rekomendasi Penelitian BAKESBANGPOL Surabaya ……….
115
Lampiran 4. Rekomendasi Penelitian KESBANGPOLLINMAS Ponorogo ... 116 Lampiran 5. Surat Keterangan Penelitian SMPN 3 Sambit …………………. 117 Lampiran 6. Skala Kohesivitas Kelompok …………………………………..
118
Lampiran 7. Daftar Hadir Siklus I …………………………………………...
123
Lampiran 8. Daftar Hadir Siklus II ………………………………………….. 124 Lampiran 9. Grafik Peningkatan Kohesivitas Anggota Kelompok ………….
125
Lampiran 10. Lembar Observasi Siklus I …………………………………… 126 Lampiran 10. Lembar Observasi Siklus II …………………………………... 127 Lampiran 11. Lembar Wawancara …………………………………………..
128
Lampiran 12. Materi role playing siklus I …………………………………... 130 Lampiran 13. Materi role playing siklus II ………………………………...... 146
xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang pada hakikatnya tidak bisa untuk hidup sendiri. Serangkaian kegiatan yang dilakukan tentu melibatkan orang lain. Bahkan, sejak lahir seseorang memerlukan bantuan orang lain. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa manusia memerlukan orang lain dalam rangka memenuhi kelangsungan hidupnya. Dalam memenuhi kelangsungan hidupnya, manusia dituntut untuk mampu beradaptasi dan bekerjasama dengan orang lain. Oleh karena itu, diperlukan kemampuan bersosialisasi yang baik agar dapat terjalin hubungan yang baik pula antar sesama. Untuk dapat memiliki kemampuan bersosialisasi yang baik tentunya bukan merupakan suatu hal yang mudah. Perlu adanya latihan atau proses yang lama untuk membentuknya. Proses pembelajaran untuk membentuk kemampuan bersosialisasi agar lebih efektif dapat dilakukan sejak dini terutama masa remaja. Remaja merupakan masa yang sangat rawan. Sebab masa remaja merupakan masa dimana emosi dan pikiran mereka masih labil. Sama halnya yang dijelaskan oleh Hall (Santrock, 2007: 6) bahwa masa remaja merupakan masa badai dan stress (strom and stress), yaitu masa pergolakan yang penuh dengan konflik dan buaian suasana hati. Perasaan, pikiran, tindakan mengenai kesombongan dan kerendahan hati, kebaikan dan godaan, serta kegembiraan dan kesedihan. Oleh karna itu masa remaja dapat dikatakan sebagai tahap perkembangan manusia yang paling labil. 1
Menurut Hurlock (1997: 206) masa remaja berlangsung antara usia 13 tahun sampai 16 atau 17 tahun. Ditinjau dari rentang kehidupan manusia, remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Dalam tahap perkembangan sosialnya, seorang remaja membutuhkan kondisi-kondisi yang dapat membuat dirinya mampu menyalurkan kebutuhan sosialnya. Remaja dapat dikatakan labil karna remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak menuju dewasa dan mempunyai tugas perkembangan yang cukup banyak. Berdasarkan
penjelasan
diatas,
proses
pembelajaran
untuk
membentuk kemampuan bersosialisasi lebih efektif jika dilakukan pada masa remaja. Apabila masa yang begitu labil antara pikiran dan perasaan dapat ditata rapi, tidak menutup kemungkinan proses sosialisasi remaja dapat berjalan dengan efektif. Seperti yang sudah dipaparkan diatas, tahap perkembangan sosial remaja menurut Hurlock membutuhkan kondisi yang dapat membuat dirinya mampu menyalurkan kebutuhan sosialnya. Menyalurkan kebuuhan sosial salah satunya adalah membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis. Hal tersebut menunjukkan bahwa remaja memiliki tugas perkembangan dalam menjalin hubungan sosial dengan lingkungan disekitarnya. Seperti, interaksi dengan keluarga, teman sebaya, masyarakat, serta interaksi dengan organisasinya. Dengan kata lain, remaja diharuskan mampu untuk menjalin interaksi sosial atau hubungan sosial yang baik dengan lingkungan disekitarnya.
2
Proses sosialisasi pada masa remaja ini perlu mendapat perhatian lebih, sebab kemampuan remaja dalam bersosialisasi ini dapat menentukan keberhasilan seorang remaja dalam beradaptasi dan bekerjasama di masa selanjutnya. Keberhasilan remaja dalam menjalin hubungan sosial dapat mempermudah remaja dalam melanjutkan tahan atau tugas perkembangan selanjutnya. Oleh karena itu, sikap solid, saling menghargai, dan juga menyayangi harus dapat tercipta didalam suatu kelompok. Sikap tersebut dapat menggambarkan bahwa suatu kelompok itu dapat dikatakan kelompok yang kohesif atau tidak. Menurut Abu Ahmadi (2002: 117) kohesivitas kelompok yaitu perasaan bahwa orang bersama-sama dalam kelompok. Hal tersebut dapat diwujudkan apabila setiap anggota kelompok dapat bekerja bersama, saling membantu satu sama lain seperti yang sudah dipaparkan diatas. Kohesivitas kelompok juga dipertegas oleh Leon Festinger (Abu Ahmadi, 2002: 117) bahwa kohesi kelompok sebagai kekuatan yang memelihara dan menjaga anggota dalam kelompok. Sedangkan menurut Bimo Walgito (2007: 47) kohesi adalah saling tertariknya atau saling senangnya anggota satu dengan yang lain dalam kelompok.
Berdasarkan
beberapa
pemaparan
ahli
diatas,
dapat
disimpulkan bahwa kohesivitas kelompok merupakan daya rekat atau tertariknya anggota kelompok untuk tetap berada dalam kelompok dan merasa berat untuk meninggalkan kelompok tersebut. Apabila kelompok tersebut memiliki tingkat kohesivitas tinggi maka kelompok tersebut akan lebih produktif jika dibandingkan dengan
3
kelompok yang memiliki tingkat kohesivitas rendah. Seperti yang dipaparkan Bimo Walgito (2007: 51) bahwa kelompok dengan kohesi tinggi lebih produktif dari pada kelompok dengan kohesi rendah dalam mencapai tujuan kelompok. Kelompok yang kohesif akan mencoba berbuat lebih baik daripada kelompok yang tidak kohesif. Menurut Cattel (Bimo Walgito 2007: 51), kohesi menaikkan sinergi efektif pada kelompok. Dengan naiknya sinergi efektif, kelompok dapat mencapai tujuannya dengan lebih efisien. Dalam bidang pendidikan, kelompok itu penting untuk membantu siswa dalam proses belajar serta mengasah produktifitas kerja mereka didalam kelompok-kelompok yang ada. Seperti, kelompok ektrakurikuler, kelompok belajar, OSIS, dan sebagainya. Kohesivitas kelompok perlu diwujudkan dalam kelompok-kelompok tersebut agar mempermudah kinerja kelompok dan mengembangkan produktifitas kerja didalamnya. Sebab pekerjaan didalam kelompok tentu tidak dapat dikerjakan secara maksimal apabila pekerjaan tersebut dikerjakan secara individu. Namun, dalam membangun kohesivitas kelompok tersebut menemui beberapa kesulitan. Kesulitan tersebut bisa berupa kesulitan seorang remaja dalam beradaptasi dengan orang-orang yang baru, norma atau aturan yang baru, sistem kerja kelompok yang baru serta gaya kepemimpinan yang dimungkinkan berbeda dari kelompok sosial sebelumnya. Selain itu, kesulitan untuk membangun kohesivitas muncul dari pemimpin yang kurang dipandang oleh anggotanya disebabkan rentang usia yang sama
4
antara anggota dengan pemimpin. Sehingga terkadang pemimpin dipandang sebelah mata. Permasalahan diatas menyebabkan permasalahan yang baru pada diri siswa. Permasalahan yang timbul dapat berpengaruh terhadap perkembangan sosialnya di masa mendatang. Seperti, siswa menutup diri dan malu berbaur dengan temannya sehingga para siswa lebih bersikap individualis dan kurang memiliki rasa kebersamaan didalam kelompok. Komunikasi juga belum dapat terjalin dengan baik di lingkungan yang baru, sehingga tujuan kelompok tidak dapat tercapai secara optimal. Hal tersebut menyebabkan para anggota merasa kurang nyaman berada didalam kelompok, juga mempengaruhi rasa bangga individu terhadap kelompoknya semakin rendah. Dari permasalahan di atas dapat disimpulkan bahwa kelompok memiliki tingkat kohesivitas kelompok yang rendah. Kohesivitas kelompok ini perlu diwujudkan di lingkungan sekolah khususnya pada jenjang SMP. Pada jenjang SMP, seorang remaja memiliki banyak kegiatan di sekolah maupun diluar sekolah. Remaja dituntut aktif dalam kegiatan-kegiatan yang diikutinya. Kohesivitas kelompok harus diwujudkan dalam berbagai ekstrakurikuler terutama di dalam pengurus OSIS. Sebab kebanyakan pengurus OSIS tidak menginginkan jabatannya sebagai pengurus OSIS. Pengurus OSIS yang tidak menginginkan jabatan sebagai pengurus adalah siswa yang ditunjuk sebagai perwakilan dari kelas, sehingga siswa yang menjadi perwakilan
5
kelas tersebut merasa terpaksa untuk menjalani jabatan sebagai pengurus OSIS. Pengurus yang merasa terpaksa, menyebabkan banyak dari pengurus merasa tidak nyaman dan bahkan beberapa dari mereka ingin mengundurkan diri. Ditambah lagi dengan pengurus yang merasa senior atau siswa yang sudah kelas 9, mereka merasa sudah lama sehingga terkadang sikap mereka seperti pemimpin yang berkuasa dan efek yang ditimbulkan adalah kerenggangan suatu hubungan antar anggota serta pemimpin yang tidak dianggap lagi sebagai pemimpin. Pemimpin hanya dijadikan sebagai simbol saja. Lebih sering lagi dalam pengurus OSIS itu cenderung berkubu-kubu. Kelas 7 bergerombol dengan kelas 7 dan mereka lebih pendiam, kelas 8 juga dengan kelas 8 dan kadang memerintah kelas 7, dan kelas 9 terkadang lebih memimpin dan melupakan tugas seorang ketua OSIS. Hal tersebut yang membuat seorang remaja tidak betah dalam suatu organisasi dan ingin meninggalkan kelompok tersebut. Hal tersebut merupakan kelompok yang tidak kohesif. Idealnya, suatu organisasi itu harus memiliki kerjasama, saling membantu, sikap solid, saling menghargai, tanggung jawab, dan juga sikap saling menyayangi antar anggota harus dapat tercipta didalam suatu kelompok tersebut. Organisasi yang kohesif, dapat menghasilkan kinerja yang produktif dibandingkan kelompok yang tidak kohesif. Namun kejadian yang sering terjadi dilapangan, dalam kepengurusan OSIS di berbagai sekolah masih menunjukkan ciri-ciri kelompok yang kurang
6
kohesif. Bahkan di SMP Negeri 3 Sambit, Ponorogo juga terdapat siswa yang menjadi pengurus OSIS namun tidak menginginkan sepenuhnya jabatan tersebut. Hal ini diperkuat dari hasil observasi dan wawancara awal yang dilakukan terhadap pengurus OSIS, kepala sekolah dan pembina OSIS pada tanggal 18 April 2015. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan, dapat dilihat penggunaan ruang OSIS kurang berjalan efektif. Terlihat dari tidak adanya pengurus di ruang OSIS saat istirahat dan kecenderungan pengurus untuk datang ke ruang OSIS hanya pada saat rapat saja. Kehadiran yang kurang didukung oleh jadwal pertemuan rutin anggota OSIS. OSIS memiliki jadwal pertemuan rutin setiap hari jumat pukul 07.00-07.30 wib. Seharusnya dengan jadwal pertemuan rutin setiap minggu sekali dapat sedikit demi sedikit meningkatkan kohesivitas kelompok. Namun hal tersebut kurang dimanfaatkan anggota OSIS untuk menjalin keeratan. Terdapat sebagian pengurus tidak menghadiri pertemuan dan hanya duduk didepan ruangan bahkan ada yang ke kantin. Pertemuan rutin ini dihadiri semua anggota OSIS jika Pembina OSIS ikut hadir dalam pertemuan. Hal tersebut diperkuat dari hasil wawancara yang dilakukan kepada beberapa pengurus OSIS. Pengurus OSIS tersebut mengungkapkan bahwa jika tidak ada program atau kegiatan yang akan dilakukan, pengurus OSIS cenderung malas untuk datang atau sekedar mengurus ruang OSIS. Apabila ada jadwal pertemuan rutin, ada anggota yang pergi ke kantin dari
7
pada menghadiri pertemuan. Berdasarkan pengakuan pengurus OSIS juga menyebutkan bahwa pertemuan rutin dihadiri semua anggota jika Pembina OSIS ikut masuk dan memimpin acara. Selain itu kepengurusan OSIS tersebut terdapat siswa kelas 9 yang belum habis masa jabatannya, siswa kelas 9 tersebut terkadang tidak menghargai jabatan yang disandang oleh siswa kelas 8. Sebab mereka merasa labih senior atau lebih lama didalam OSIS. Hal tersebut dapat diinterpretasikan secara menyeluruh bahwa pengusus OSIS di SMP Negeri 3 Sambit Ponorogo belum memiliki kohesivitas kelompok yang tinggi. Oleh karena itu, perlu adanya kohesivitas yang baik agar kelompok tetap kompak dan menjadi lebih produktif dalam menghasilkan programprogram kerja yang bermanfaat. Untuk itu diperlukan suatu upaya khusus untuk meningkatkan kohesivitas kelompok pengurus OSIS di SMP Negeri 3 Sambit, Ponorogo. Dalam perkembangan remaja dengan kelompoknya, terdapat beberapa metode untuk meningkatkan kohesivitas kelompok. Cara yang paling efektif adalah dengan membentuk hubungan yang kooperatif antar anggota kelompok. Dalam membangun suatu hubungan yang baik, dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu cara yang dapat dilakukan dengan cara bermain peran (role playing). Role Playing atau bermain peran adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan, dan edutainment (Fogg dalam Miftahul Huda, 2013: 208). Dalam Role Playing, siswa dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di
8
dalam kelas. Menurut Miftahul Huda (2013: 209), Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pada Role Playing, titik tekannya terletak pada keterlibatan emosional dan pengamatan indra ke dalam suatu situasi permasalahan yang secara nyata dihadapi. Sedangkan menurut Fannie dan George Shaftel (Bruce Joyce, dkk, 2009: 328) mengatakan bahwa dalam Role Playing siswa mengeksplorasi masalah-masalah tentang hubungan antar manusia dengan cara memainkan peran dalam situasi permasalahan kemudian mendiskusikan peraturan-peraturan. Secara bersama-sama, siswa bisa mengungkapkan perasaan, tingkah laku, nilai, dan strategi pemecahan masalah. Melalui role playing, siswa dapat mengungkapkan perasaan dan dapat menjalin komunikasi serta kerjasama yang baik antar anggota yang akan berakibat pada meningkatnya kohesivitas kelompok tersebut. Pemilihan teknik role playing didasarkan pada kegiatannya yang berpengaruh positif terhadap kohesivitas suatu kelompok. Serangkaian kegiatan dalam role playing menurut Bruce Joyce, dkk (2009: 329) adalah menguraikan sebuah masalah, memeragakan, dan mendiskusikan masalah tersebut, sehingga permasalahan yang dialami anggota kelompok dapat diangkat menjadi bahan dalam pelaksanaan Role Playing dan diperagakan kemudian didiskusikan secara bersama-sama. Keunggulan yang diperoleh siswa dalam role playing (Miftahul Huda, 2013: 210) adalah: 1) dapat memberi kesan pembelajaran yang kuat
9
dan tahan lama dalam ingatan siswa; 2) bisa menjadi pengalaman belajar menyenangkan yang sulit untuk dilupakan; 3) membuat suasana kelas menjadi lebih dinamis dan antusiastis; 4) membangkitkan gairah dan semangat
optimism
dalam diri
siswa
serta
menumbuhkan
rasa
kebersamaan; dan 5) memungkinkan siswa untuk terjun langsung memerankan sesuatu yang akan dibahas dalam proses belajar. Berdasarkan keunggulan diatas, kohesivitas kelompok dapat ditingkatkan melalui role playing. Sebab role playing dapat membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan. Melalui role playing, diharapkan komunikasi antar pengurus dapat terjaga dengan baik serta keakraban antar pengurus dapat lebih ditingkatkan. Apabila kohesivitas kelompok meningkat setelah dipengaruhi, maka produktifitas kerja kelompok tersebut akan meningkat pula. Penggunaan teknik role playing ini telah terbukti efektif sebelumnya pada penelitian yang dilakukan oleh Rita Hermawati (2012: 147) yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar dengan Metode Role Playing pada Mata Diklat Pelayanan Prima Kelas X Busana B di SMK Ma’arif 2 Sleman”. Penelitian ini menghasilkan peningkatan pada setiap siklus pada materi bekerja dalam satu tim. Hal ini dapat dibuktikan dengan peningkatan pencapaian kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan yaitu 70, dari 39 siswa pencapaian hasil belajar pada pra siklus 43,6% siswa atau 17 siswa sudah memenuhi kriteria ketuntasan minimal, dan pada siklus pertama setelah dikenai tindakan melalui metode role playing
10
pencapaian hasil belajar kognitif siswa meningkat menjadi 79,5% siswa atau 31 siswa sudah memenuhi kriteria ketuntasan minimal dan pada siklus kedua pencapaian hasil belajar kognitif siswa meningkat lagi menjadi 100% atau seluruh siswa sudah memenuhi kriteria ketuntasan minimal. Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini menggunakan teknik role playing yang menekankan pada pencapaian tugas kelompok yang diharapkan dapat berpengaruh terhadap tingkat kohesivitas kelompok pengurus OSIS SMP Negeri 3 Sambit. Selain itu aspek yang akan dijadikan sebagai bahan pembuatan skala, pedoman wawancara dan observasi berbeda dengan penelitian sebelumnya. Adapun aspek yang dimaksud adalah kerjasama, menolong, toleransi, dan berkomitmen. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan, maka peneliti menganggap bahwa fenomena ini sangat perlu dikaji secara ilmiah dengan melakukan penelitian tentang “Upaya Meningkatkan Kohesivitas Kelompok Pengurus OSIS Melalui Teknik Role Playing Di SMP Negeri 3 Sambit”.
B. Identifikasi Masalah Dari paparan latar belakang terdapat beberapa masalah yang diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Beberapa pengurus OSIS merasa sulit beradaptasi dengan kelompok yang baru dikarenakan proses komunikasi belum terjalin dengan baik. 11
2. Sebagian pengurus OSIS yang menjadi perwakilan kelas terkadang ingin keluar dari kepengurusan karena merasa terpaksa menjalani jabatan sebagai pengurus OSIS. 3. Sebagian pengurus OSIS baru cenderung belum saling mengenal satu sama lain karena minimnya frekuensi bertemu serta rendahnya minat berkumpul sehingga menimbulkan berbagai kubu didalam kelompok. 4. Program kerja OSIS kurang dapat berjalan dengan baik karena kohesivitas antar anggota belum begitu terlihat.
C. Batasan Masalah Beberapa masalah yang ada, peneliti membatasi pada masalah kohesivitas kelompok para pengurus OSIS yang kurang, sehingga membutuhkan teknik yang dapat menyatukan kebersamaan kelompok yaitu dengan teknik Role Playing.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana upaya meningkatkan kohesivitas kelompok pengurus OSIS melalui teknik Role Playing di SMP Negeri 3 Sambit, Ponorogo?
E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kohesivitas anggota kelompok pengurus OSIS melalui teknik Role Playing di SMP Negeri 3 Sambit, Ponorogo. 12
F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik bagi kepentingan teoritis maupun praktis. 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk perkembangan ilmu dalam bidang bimbingan dan konseling, serta menambah pengetahuan tentang Role Playing untuk meningkatkan kohesivitas anggota kelompok. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Pengurus OSIS Dengan mendukung
kohesivitas
kinerja
para
kelompok pengurus
yang OSIS
baik dalam
sangat praktek
kepengurusan OSIS secara optimal. b. Bagi Pembina OSIS Tugas Pembina OSIS lebih mudah dan lancar karena para pengurus OSIS yang memiliki kohesivitas kelompok baik dapat menjalankan tugasnya secara mandiri dan lebih optimal. c. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling Guru BK dapat menerapkan teknik role playing sebagai salah satu media dalam memberikan layanan bimbingan pribadi sosial.
13
d. Bagi Peneliti Lainnya Peneliti
lainnya
diharapkan
mampu
meningkatkan
wawasan dan termotivasi untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai upaya meningkatkan kohesivitas kelompok melalui teknik role playing, atau dapat juga mengembangkan teknik-teknik lain untuk meningkatkan kohesivitas kelompok.
14
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang Kohesivitas Kelompok 1. Pengertian Kohesivitas Kelompok Kelompok menurut Bales (Yusuf dalam buku Abu Huraerah dan Purwanto, 2006: 3) mengatakan bahwa kelompok adalah sejumlah individu yang berinteraksi dengan sesamanya secara tatap muka, dimana masing-masing anggota tersebut saling menerima impresi atau persepsi anggota lain dalam waktu tertentu dan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan,
yang membuat
masing-masing
anggota
bereaksi sebagai reaksi individual. Dalam definisi tersebut, Bales menekankan bahwa kelompok itu merupakan kumpulan individu yang saling berinteraksi dengan cara tatap muka atau dalam suatu pertemuan. Selain itu, masing-masing anggota juga menerima impresi atau persepsi anggota lain dalam waktu tertentu yang bertujuan membuat masing-masing anggota bereaksi sebagai individual. Menurut Sherif and Sherif (Abu Ahmadi, 2002: 94) menyatakan bahwa kelompok adalah suatu unit sosial yang terdiri dari dua atau lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan teratur, sehingga di antara individu itu sudah terdapat pembagian tugas, struktur dan norma-norma tertentu yang khas bagi kelompok itu. Ditambahkan lagi oleh Roland Freedman cs (Abu Ahmadi, 2002: 94) bahwa kelompok adalah organisasi terdiri
15
atas dua atau lebih individu-individu yang tergantung oleh ikatanikatan suatu sistem ukuran-ukuran kelakuan yang diterima dan disetujui oleh semua anggota-anggotanya. Berdasarkan pengertian kelompok dari berbagai tokoh diatas dapat disimpulkan bahwa kelompok merupakan sekumpulan individu yang saling berinteraksi satu sama lain yang cukup intensif dan juga mempunyai daya tarik serta ikatan-ikatan antar individu. Daya tarik dalam kelompok tersebut merujuk pada kohesivitas kelompok atau suatu kekuatan untuk menjaga anggota kelompok agar terus berada dalam kelompok tesebut. Kohesivitas kelompok merupakan kekuatan yang memelihara dan menjaga individu untuk tetap berada dalam kelompok (Leon Festinger dalam Abu Ahmadi, 2002: 117). Sedangkan Shaw (Bimo Walgito, 2007: 46) menyatakan kohesi kelompok ialah bagaimana para anggota kelompok saling menyukai dan saling mencintai satu dengan lainnya. Tingkatan kohesi akan menunjukkan
seberapa
baik
kekompakan
dalam
kelompok
bersangkutan. Kemudian Carolina dan Jusman (Abu Huraerah dan Purwanto, 2006: 44) mengungkapkan bahwa kohesi kelompok dapat didefinisikan sebagai sejumlah faktor yang mempengaruhi anggota kelompok untuk tetap menjadi anggota kelompok tersebut. Dilihat dari berbagai pendapat para ahli mengenai kohesivitas kelompok,
dapat
disimpulkan
bahwa
kohesivitas
kelompok
merupakan kecenderungan anggota kelompok untuk tetap berada
16
didalam kelompok tersebut dengan
membentuk ikatan sosial,
sehingga para anggota tetap bertahan dan bersatu dalam kelompok untuk menuju suatu tujuan tertentu yang sudah disepakati.
2. Aspek-aspek Kohesivitas Kelompok Carron dan Forsyth (Hertina Wulansari, dkk., 2013: 4) mengatakan bahwa kohesivitas kelompok mencakup tindakantindakan seperti: a. Ketertarikan individu pada tugas kelompok. Setiap individu tidak merasa keberatan jika mendapatkan tugas atau menjalankan tugas yang diberikan dalam kelompok. b. Ketertarikan individu pada kelompok secara sosial. Individu merasa nyaman dengan situasi kelompok yang ada, dalam hal interaksi sosial dengan anggota lainnya. c. Kesatuan kelompok dalam tugas, yaitu saling mendukung antar anggota demi membangun kelompok untuk menjadi lebih baik. d. Kesatuan kelompok secara sosial. Saling menghargai dan merasa saling membutuhkan satu sama lain dalam menjaga keutuhan dan nama baik kelompok. e. Kerjasama dalam berbagai hal demi perkembangan dan produktivitas kerja kelompok. Menurut Veroff dan Veroff (Saryanti dalam Teguh Kurnia dan Arundati Shinta, 2015: 397) kelompok yang kohesivitasnya
17
tinggi dipersepsikan positif oleh anggota-anggotanya. Persepsi tersebut mengandung lima aspek yaitu: a. Setiap orang pada kelompok yang kohesif mempunyai rasa memiliki terhadap kelompok. Anggota akan dengan senang hati bekerja sama demi tercapainyatujuan kelompok. b. Kesadaran diri seorang anggota bahwa dia merupakan bagian dari kelompok. Hal itu menunjukkan bahwa apa yang dilakukan oleh seorang anggota kelompok akan dihayati sebagai perbuatan dari dan untuk kelompok itu sendiri. c. Toleransi yang tinggi dalam berhubungan antar individu dalam kelompok akan memunculkan kerjasama yang terbina dengan baik. d. Pemimpin jarang memberikan hukuman. Hal ini dapat dilakukan bila pemimpin memperhatikan hak dan kewajiban setiap anggota sesuai dengan porsinya. e. Anggota berkomitmen tinggi untuk menjaga keutuhan kelompok. Komitmen anggota tersebut berdasarkan kesediaan anggota untuk patuh pada norma kelompok. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat peneliti simpulkan bahwa aspek-aspek dalam kohesivitas kelompok meliputi kerjasama, menolong, toleransi, dan berkomitmen.
18
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kohesivitas Kelompok Terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi suatu kelompok berhasil menjadi kelompok dengan kohesivitas tinggi maupun rendah. Tatiek Romlah (2006: 38) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kohesivitas kelompok antara lain: a. Bahasa dan proses berfikir yang sama. Keseragaman bahasa mampu memudahkan komunikasi sehingga komunikasi dapat terjalin lebih efektif. Apa yang disampaikan satu anggota dapat dengan mudah dan tepat tersampaikan kepada kelompok yang lain. Proses berfikir yang sejalan juga mendukung tercapainya tujuan bersama dengan mudah. b. Masalah-masalah dan tujuan-tujuan yang sama. Apabila para anggota mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi kelompok secara bersama-sama sesuai dengan tujuan kelompok maka kohesivitas kelompok dapat terjalin. c. Cara berkomunikasi serta saluran-saluran komunikasi yang jelas antar sesama anggota. Para anggota melakukan kesepakatan mengenai metode komunikasi yang sesuai, efektif dan dapat diterima oleh seluruh anggota. Sehingga pesan-pesan atau hal-hal yang perlu dikomunikasikan dengan seluruh anggota dapat tersampaikan dengan baik.
19
d. Adanya rasa memiliki dan dimiliki oleh kelompok. Rasa bangga para anggota memiliki dan dimiliki kelompok terlihat dari sikap taat anggota terhadap norma yang berlaku dalam kelompok. e. Frekuensi pertemuan. Kelompok memiliki jadwal petemuan yang teratur dan dapat dihadiri oleh seluruh anggota. Dalam setiap pertemuan diharapkan memiliki kebermanfaatan bagi kelompok. f. Hubungan yang bersifat kerjasama antara anggotanya. Hubungan yang anggota mampu menempatkan kepentingan kelompok diatas kepentingan individu. g. Organisasi yang mantap dimana para anggotanya mempunyai tanggung jawab untuk bekerjasama untuk kepentingan kepuasan kebutuhan masingmasing anggota. Jadi dapat disimpulkan, faktor-faktor yang mempengaruhi kohesivitas kelompok yaitu: bahasa dan proses berfikir yang sama, masalah-masalah dan tujuan-tujuan yang sama, cara berkomunikasi serta saluran-saluran komunikasi yang jelas antar sesama anggota, adanya rasa memiliki dan dimiliki oleh kelompok, frekuensi pertemuan, hubungan yang bersifat kerjasama antara anggotanya serta organisasi yang mantap dimana para anggotanya mempunyai tanggung jawab untuk bekerjasama untuk kepentingan kepuasan kebutuhan masing-masing anggota.
20
4. Ciri-ciri Kelompok yang Kohesif Menurut Shaw (Bimo Walgito, 2007: 46) dalam kelompok, situasi interaksi para anggota kelompok dapat bervariasi, sehingga situasi kelompok satu dengan yang lain dapat berbeda. Demikian pula situasi interaksi anggota satu dengan anggota yang lain dapat berbedabeda pula. Suatu kelompok dapat solid, tetapi juga dapat kurang solid. Hal demikian berkaitan dengan kohesi kelompok. Tingkatan kohesi akan menunjukkan seberapa baik kekompakan dalam kelompok bersangkutan. Shaw (Sunarru Samsi Hariadi, 2011: 28) mengungkapkan bahwa suatu kelompok memiliki kohesivitas yang tinggi dilihat dari sikap para anggota kelompoknya. Anggota kelompok pada kelompok yang kohesinya tinggi lebih energik didalam aktivitas kelompok, jarang absen dalam pertemuan kelompok dan merasa senang apabila kelompok berhasil dan bersedih apabila kelompoknya gagal. Shaw juga menjelaskan bahwa kohesi kelompok yang tinggi ditandai dengan curahan waktu untuk perencanaan kegiatan dan semua anggota kelompok mengikuti rencana yang telah disetujuinya. Kelompok dengan kohesi yang tinggi pemimpinnya berperilaku demokratik, sedangkan pada kelompok dengan kohesi yang rendah pemimpinnya berperilaku seperti “bos” dan cenderung autokratik. Abu Huraerah dan Purwanto (2006: 47) menyebutkan bahwa anggota kelompok yang kohesif lebih siap untuk berpartisispasi
21
didalam pertemuan-pertemuan kelompok. Mereka lebih setuju terhadap tujuan kelompok, lebih siap menerima tugas-tugas dan peranan serta lebih mentaati norma-norma kelompok. Mereka juga memelihara dan mempertahankan norma-norma serta menolak orang lain yang merasa tidak sesuai dengan norma kelompok. Kelompok yang kohesif memiliki anggota yang loyal terhadap kelompok, mempunyai rasa tanggung jawab, mempunyai motivasi yang tinggi untuk melaksanakan tugas serta merasa puas atas pekerjaan kelompok. Selanjutnya anggota kelompok tersebut lebih sering berkomunikasi secara efektif. Bimo Walgito (2007: 49) menambahkan bahwa pada anggota kelompok dengan kohesi tinggi, komunikasi antar anggota tinggi dan interaksinya berorientasi positif. Anggota kelompok dengan kohesi tinggi bersifat kooperatif dan pada umumnya mempertahankan dan meningkatkan integrasi kelompok Dari pemaparan beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri kelompok yang kohesif yaitu : a. Anggota rajin menghadiri pertemuan kelompok b. Anggota senang jika kelompok berhasil dan sedih ketika kelompok gagal c. Anggota siap mencurahkan waktu, tenaga dan pikiran untuk kepentingan kelompok d. Memiliki pemimpin yang demokratis
22
e. Anggota mentaati dan menjaga norma dan nama baik kelompok f. Anggota saling berkomunikasi secara efektif
5. Manfaat Kelompok yang Kohesif Menurut Berg dan Landreth (Tatiek Romlah, 2006: 39) mengemukakan bahwa individu-individu anggota kelompok yang kohesif menunjukan perilaku sebagai berikut : a. Lebih produktif. Kondisi yang nyaman dalam kelompok memungkinkan para anggota kelompok lebih optimal dalam menghasilkan suatu karya. Kebersamaan diantara kelompok juga mendorong para anggota untuk dapat bekerjasama dan saling membantu jika menemui masalah. Karena suatu masalah akan terasa lebih ringan jika ditangani secara bersama-sama. b. Tidak mudah kena pengaruh-pengaruh negatif dari luar. Adanya rasa saling menyayangi dan menjaga satu sama lain membuat anggota aman dari pengaruh yang kurang baik. c. Lebih terbuka terhadap pengaruh dari anggota lain. Pada kelompok yang kohesif, rasa percaya juga tertanam sangat erat, sehingga para anggota mau menerima saran atau ajakan dari anggota lain. Hal ini karena mereka percaya, anggota pengajak tidak akan mengajak ke hal-hal yang merugikan baik anggota lain maupun kelompok.
23
d. Mampu mengungkapkan hal-hal yang lebih pribadi. Keterbukaan akan mudah terjalin pada kelompok yang kohesif bahkan mungkin pada masalah atau hal-hal yang bersifat pribadi. Jika hal itu sebuah masalah, maka anggota yang lain akan membantu, atau paling tidak mampu menjaga rahasia. e. Lebih mampu mengekspresikan perasaan-perasaan negatif dan mengikuti norma-norma kelompok. Jika dalam kelompok salah satu anggotanya ada yang merasa kurang cocok dengan sikap atau keputusan, ia langsung menyampaikannya di depan forum. Tentu saja dengan cara yang bijak dan sopan. Dengan demikian semua aspirasi dapat tersampaikan. f. Lebih mempunyai keinginan dan usaha untuk mempengaruhi anggota lain. Dapat disimpulkan bahwa anggota kelompok yang mempunyai
kohesivitas
tinggi,
mampu
melanjutkan
keanggotaannya dalam kelompok lebih lama. Anggota kelompok yang kohesif akan bertahan lebih lama dibanding dengan kelompok yang tidak kohesif.
B. Tinjauan tentang Role Playing (Bermain Peran) 1. Pengertian Role Playing (Bermain Peran) Andang Ismail (2006: 15) menjelaskan bahwa bermain peran adalah suatu jenis simulasi yang umumnya digunakan untuk pendidikan sosial dan hubungan antar sesama. Pada dasarnya, bermain 24
memiliki dua pengertian yang harus dibedakan. Bermain menurut pengertian yang pertama dapat bermakna sebagai sebuah aktifitas bermain yang murni mencari kesenangan tanpa mencari menang dan kalah (play). Sedangkan yang kedua disebut sebagai aktivitas bermain yang dilakukan dalam rangka mencari kesenangan dan kepuasan, namun ditandai dengan adanya menang dan kalah (game). Pada dasarnya setiap aktivitas bermain selalu didasarkan pada perolehan kesenangan. Sebab fungsi utama bermain adalah untuk relaksasi dan penyegaran kondisi fisik dan mental yang berada diambang ketegangan. Peran (role) bisa diartikan sebagai cara seseorang berperilaku dalam posisi dan situasi tertentu. Role Playing merupakan suatu tindakan pembelajaran yang dilakukan secara sadar dan disertai diskusi tentang peran didalamnya untuk mencapai tujuan bersama. Teknik
role
playing
(bermain
peran)
adalah
teknik
pembelajaran yang didalamnya menampakan adanya perilaku purapura dari siswa yang terlihat atau peniruan atau situasi dari tokohtokoh sedemikan rupa. Dengan demikian teknik bermain peran adalah teknik
yang
melibatkan
siswa
untuk
pura-pura
memainkan
peran/tokoh yang terlibat dalam pengalaman kehidupan sehari-hari (Bruce Joyce, 2009: 270). Bermain peran (role playing) menurut Made Pidarta (1990: 81) adalah melakukan permainan dengan peran tertentu, misalnya peran sebagai orang tua, sebagai siswa, sebagai guru dan sebagainya yang
25
sedang melakukan kegiatan tertentu. Bermain peran (role playing) ini dapat dipakai sebagai metode belajar mengajar di sekolah maupun perguruan tinggi. Kegiatan yang dilakukan dalam bermain peran adalah meminta anak atau siswa melaksanakan peran tertentu yang sudah ditetapkan. Hisyam Zaeni, dkk (2002: 92) mengungkapkan bahwa role playing adalah suatu aktivitas pembelajaran yang terencana untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang spesifik. Role Playing berdasar pada tiga aspek utama dari pengalaman peran dalam kehidupan sehari-hari. Aspek utama tersebut adalah: a. Mengambil peran (role-taking), yaitu tekanan ekspektasiekspektasi sosial terhadap pemegang peran. Contoh: berdasar pada hubungan keluarga (apa yang harus dikerjakan anak perempuan), atau berdasar tugas jabatan (bagaimana agen polisi harus bertindak), dalam situasi-situasi sosial. b. Membuat peran (role-making) yaitu kemampuan pemegang peran untuk berubah secara dramatis dari satu peran ke peran yang lain dan menciptakan serta memodifikasi peran sewaktu-waktu diperlukan. c. Tawar-menawar peran (role-negotiation), yaitu tingkat dimana peran-peran dinegosiasikan dengan pemegang peran-peran yang lain dalam parameter dan hambatan interaksi sosial.
26
Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahanbahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Jadi role playing merupakan cara belajar yang dilakukan dengan cara membagi siswa menjadi beberapa kelompok dan setiap kelompok memerankan karakter sesuai dengan naskah yang telah dibuat dan materi yang telah ditentukan, sehingga siswa lebih mudah memahami dan mengingat materi yang akan diperankan.
2. Jenis-jenis Role Playing Menurut Adrian Doff (Ayu Fitriana, 2014: 20), ada dua jenis dalam bermain peran yaitu: a. Scripted Role Playing (Bermain peran berdasarkan naskah) Dalam jenis ini, role playing dilakukan berdasarkan naskah yang sudah dibuat sebelumnya dengan cara membaca dan memerankan cerita yang sudah ada sehingga membentuk sebuah percakapan. Jenis ini memberikan siswa sebuah gambaran mengenai isi atau makna dari percakapan yang diperankan. Fungsi utama dari semua teks yang disampaikan memiliki makna yang mengesankan atau arti yang dapat diingat oleh pemerannya.
27
Dengan kata lain, pada jenis ini siswa memainkan peran berdasarkan naskah yang sudah dibuat sebelumnya. b. Unscripted Role Play (Bermain peran tanpa naskah) Berbeda dengan bermain peran berdasarkan naskah, jenis ini meminta siswa untuk memainkan peran dengan tidak bergantung pada naskah. Hal ini dikenal sebagai bermain peran bebas atau improvisasi. Siswa hanya mengetahui gambaran cerita mengenai peran yang akan dimainkan. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan kedua jenis bermain peran yang dikemukakan oleh Adrian Doff. Pada siklus pertama, peneliti mengunakan jenis Scripted Role Playing (Bermain peran berdasarkan naskah). Pemeran membaca dan menghafalkan naskah sebelum mempraktikkan. Pada siklus kedua peneliti menggunakan jenis Unscripted Role Play (Bermain peran tanpa naskah). Pemeran diberitahu alur cerita dan percakapan awal untuk memulainya. Selanjutnya pemeran bebas untuk berperan sesuai alur yang ada.
3. Langkah-langkah pembelajaran role playing Menurut Djamarah dan Zain (2002: 39), langkah-langkah dalam pembelajaran role playing sebagai berikut a. Pemilihan masalah, guru mengemukakan masalah yang diangkat dari kehidupan peserta didik agar mereka dapat merasakan masalah itu dan terdorong untuk mencari penyelesaiannya.
28
b. Pemilihan
peran,
memilih
peran
yang
sesuai
dengan
permasalahan yang akan dibahas, mendeskripsikan karakter dan apa yang harus dikerjakan oleh para pemain. c. Menyusun tahap-tahap bermain peran, dalam hal ini guru telah membuat dialog tetapi siswa dapat juga menambahkan dialog sendiri. d. Menyiapkan pengamat, pengamat dari kegiatan ini adalah semua siswa yang tidak menjadi pemain atau pemeran. e. Pemeranan, dalam tahap ini para peserta didik mulai bereaksi sesuai dengan peran masing-masing yang terdapat pada skenario bermain peran. f. Diskusi dan evaluasi, mendiskusikan masalah-masalah serta pertanyaan yang muncul dari siswa. g. Pengambilan kesimpulan dari bermain peran yang telah dilakukan. Tahap-tahap bermain peran yang dikemukakan oleh Djamarah dan Zain, lebih dijelaskan lagi oleh Sri Wahyuningsih, dkk (2012: 3) dalam jurnal penelitian menjelaskan tahap persiapan. Langkahlangkah penggunaan metode bermain peran yang dilakukan yaitu:
a. Menyampaikan pokok bahasan. b. Menjelaskan kompetensi dasar yang ingin dicapai.
29
c. Mempersiapkan naskah skenario pelaksanaan metode ber-main peran yang telah dibuat dan memba-gikan kepada siswa untuk dibaca.
d. Membentuk kelompok bermain peran (4-6 siswa) secara heterogen dan salah satu sis-wa menjadi ketua kelompok.
e. Membantu kelompok untuk menentukan peran yang akan dimainkan.
f. Mempersiapkan media yang. g. Menunjuk kelompok bermain peran yang telah berlatih untuk tampil di depan kelas.
4. Kelebihan Role Playing Djamarah dan Zain (2002: 42) mengemukakan bahwa terdapat beberapa kelebihan dalam penerapan role playing. Kelebihan dari teknik role playing adalah sebagai berikut: a. Siswa melatih dirinya untuk memahami dan mengingat isi bahan yang akan diperankan. Sebagai pemain harus memahami, menghayati isi cerita secara keseluruhan, terutama untuk materi yang harus diperankannya. Dengan demikian, daya ingatan siswa harus tajam dan tahan lama. b. Siswa akan berlatih untuk berinisiatif dan kreatif. Pada waktu bermain peran, para pemain dituntut untuk mengemukakan pendapatnya sesuai dengan waktu yang tersedia.
30
c. Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni drama dari sekolah. d. Kerjasama antar pemain dapat ditimbulkan dan dibina dengan sebaik-baiknya. e. Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab dengan sesamanya. f. Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang lebih baik agar mudah dipahami orang lain.
5. Kelemahan Role Playing Dalam bukunya, Djamarah dan Zain (2002: 42) juga mengemukakan
kelemahan
dalam
penggunaan
role
playing.
Kelemahan dari teknik role playing adalah sebagai berikut: a. Sebagian anak yang tidak ikut bermain peran menjadi kurang aktif. Karena hanya sebagai pengamat saja. b. Banyak memakan waktu. c. Memerlukan tempat yang cukup luas. d. Kelas lain merasa terganggu oleh suara para pemain dan tepuk tangan penonton/pengamat. Jika pelaksanaan role playing ini dilakukan saat jam pelajaran.
31
C. Tinjauan tentang Perkembangan Anak SMP 1. Pengertian Remaja Masa remaja adalah masa yang unik, yang berbeda dari masa sebelum dan sesudahnya. Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 123) menjelaskan kata remaja diterjemahkan dari kata dalam bahasa inggris adolescence atau adolecere (bahasa latin) yang berarti tumbuh untuk masak, menjadi dewasa. Adolescence maupun remaja menggambarkan seluruh perkembangan remaja baik perkembangan fisik, intelektual, emosi dan sosial. Menurut Hurlock (1991: 206) istilah adolescence seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Kathryn Geldard (2011: 5) mengatakan bahwa periode remaja adalah ketika seorang anak muda harus beranjak dari ketergantungan menuju kemandirian, otonomi, dan kematangan. Lebih lanjut Mabey dan Sorensen (Kathryn Geldard, 2011: 5) menjelaskan bahwa seseorang pada tahap remaja akan bergerak dari sebagai bagian suatu kelompok keluarga menuju menjadi bagian dari suatu kelompok teman sebaya hingga akhirnya mampu berdiri sendiri sebagai orang yang dewasa. Dari beberapa uraian di atas mengenai pengertian remaja, dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa peralihan dari anakanak ke masa dewasa yang ditandai dengan perubahan yang bersifat biologis dan psikologis. Pada masa remaja, individu mulai melakukan
32
interaksi yang lebih banyak mengenai kehidupan sosialnya. Pada masa remaja, bermain juga merupakan salah satu kegiatan yang disukai. Maka melalui metode bermain, kohesivitas dalam kelompok dapat lebih ditingkatkan.
2. Ciri-ciri Masa Remaja Menurut Hurlock (1997: 206) awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13 tahun sampai 16 atau 17 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun, yaitu usia matang secara hukum. Garis pemisah antara awal masa dan akhir masa remaja terletak kira-kira di sekitar usia 17 tahun. Hurlock (1991: 207) menyebutkan ciri-ciri khusus remaja yang membedakan masa sebelum dan sesudahnya sebagai berikut : 1. Masa remaja sebagai masa yang penting, artinya setiap hal yang terjadi pada masa remaja akan berakibat langsung pada sikap dan perilaku serta fisik dan psikologisnya untuk jangka panjang. 2. Masa remaja sebagai periode peralihan, masa remaja merupakan peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, sehingga mereka harus mampu meninggalkan sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan mulai mengenal pola perilaku dan sikap baru. 3.
Masa remaja sebagai periode perubahan, artinya pada masa remaja terjadi perubahan fisik, perilaku dan sikap yang berlangsung pesat dan sebaliknya. 33
4.
Masa remaja sebagai masa mencari identitas, artinya pada masa ini remaja berusaha mencari identitas agar berbeda dengan yang lain. Namun, pada beberapa kasus remaja ini juga mengalami krisis identitas.
5.
Usia bermasalah, artinya ketika mengalami masalah, remaja mulai menyelesaikannya secara mandiri. Mereka menolak bantuan dari orang tua dan guru lagi.
6.
Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan kekuatan/kesulitan. Artinya pada masa remaja sering timbul pandangan yang bersifat negatif. Hal ini mempengaruhi konsep diri dan sikap remaja terhadap dirinya, sehingga sulit melakukan peralihan menuju dewasa.
7.
Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik. Pada masa ini remaja
cenderung
memandang
dirinya
dan
orang
lain
sebagaimana yang diinginkan bukan sebagaimana adanya. Hal ini menyebabkan emosi meninggi dan mudah marah bila yang diinginkan tidak terpenuhi. 8.
Masa remaja sebagai ambang masa dewasa. Pada masa ini remaja sulit untuk meninggalkan usia belasan tahunnya. Mereka belum cukup berperilaku sebagai orang dewasa, oleh karena itu mereka mulai berperilaku sebagai status orang dewasa seperti cara berpakaian, merokok dll, yang dipandang dapat memberikan citra yang diinginkannya
34
Andi Mappiare (1982: 32) menyebutkan ciri-ciri remaja awal sebagai berikut: 1. Ketidakstabilan keadaan perasaan dan emosi 2. Sikap dan moral yang menonjol pada masa akhir remaja awal 3. Pada masa remaja awal kemampuan mental dan kemampuan berpikir mulai sempurna 4. Status remaja awal yang sulit ditentukan 5. Remaja awal mengalami banyak masalah 6. Masa remaja awal adalah masa yang kritis. Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa remaja usia SMP yang berkisar antara usia 12-17 tahun termasuk remaja awal yang memiliki beberapa karakteristik, yaitu memiliki perasaan dan emosi yang tidak menentu. Dari hal tersebut dapat mempengaruhi hubungan didalam kelompok sosialnya. Kecenderungan emosi yang masih labil, membuat hubungan remaja dalam kelompok ikut labil juga. Baik keinginan remaja yang masih berubah-ubah tidak menentu dan juga perasaan yang belum menentu pula. Karena apapun yang terjadi ketika remaja dalam kelompoknya akan berdampak langsung pada fisik dan psikologis serta sikap dan perilakunya di lingkungan sosialnya. Peningkatan kohesivitas kelompok ini diperlukan agar siswa dapat menjalin interaksi dengan baik di dalam kelompoknya. Diharapkan melalui peningkatan kohesivitas kelompok, remaja tidak melakukan perbuatan yang merugikan bagi dirinya dan orang lain.
3. Tugas Perkembangan Masa Remaja Tugas perkembangan yang harus dilalui dalam masa remaja menurut Havighurst (Hurlock 1997: 10) yaitu:
35
a. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita. b. Mencapai peran sosial pria dan wanita. c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif. d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab. e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya. f. Mempersiapkan karir ekonomi. g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga. h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideology. Perkembangan peran sosial juga dibutuhkan oleh remaja. Dimana remaja ingin dilihat mandiri oleh orang disekitarnya. Dengan kata lain remaja memiliki keinginan untuk mencari identitas diri. Hal tersebut senada dengan pendapat Rudi Mulyatiningsih, dkk. (2004: 7) yang mengatakan bahwa remaja dalam mencari identitas diri tersebut didorong oleh rasa ingin diakui orang lain dengan menonjolkan diri dalam kegiatan positif. Salah satu cara menonjolkan diri dalam hal positif adalah melalui pengembangan kemampuan yang dimiliki seperti kegiatan dalam organisasi dan juga sesuai dengan bakat yang dimiliki. Perkembangan peran sosial remaja banyak dipengaruhi oleh faktor dari luar diri, seperti teman sebaya, media masa, dan media elektronik. Oleh sebab itu, perkembangan peran sosial remaja perlu mendapat pengawasan. Tanpa pengawasan, remaja dapat menonjolkan diri dalam hal yang negatif karena ingin dilihat oleh orang lain. Seperti, mabuk-mabukan, kebut-kebutan, dan sebagainya. Dari pemaparan di atas, yang termasuk aspek perkembangan sosial remaja yaitu : 36
a. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita. b. Mencapai peran sosial pria dan wanita. c. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.
D. Kerangka Berpikir Remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.
Dalam
tahap
perkembangan
sosialnya,
seorang
remaja
membutuhkan kondisi-kondisi yang dapat membuat dirinya mampu menyalurkan kebutuhan sosialnya. Dengan mengikuti organisasi sosial memberikan keuntungan bagi perkembangan sosial remaja. Banyak sekali organisasi yang ditawarkan disekolah, salah satunya yaitu Organisasi Siswa Intra Sekolah atau yang biasa disingkat OSIS. Kenyataan di lapangan, tidak semua remaja mampu berinteraksi dengan baik antara teman sebayanya terutama di lingkungan sosial yang baru. Permasalahan itu antara lain siswa menutup diri dan malu untuk berbaur dengan temannya. Hal ini menyebabkan para siswa tidak saling mengenal, bersikap individualis dan kurangnya kebersamaan dalam kelompok. Komunikasi yang belum efektif, seringkali terjadi pada lingkungan
yang
baru.
Ketidaknyamanan
tersebut
menyebabkan
rendahnya minat berkumpul para anggota dan dapat menimbulkan berbagai kubu didalam kelompok. Hal tersebut juga mempengaruhi
37
kebanggaan anggota terhadap kelompoknya. Paparan permasalahan diatas, mengindikasikan bahwa kelompok memiliki kohesivitas kelompok yang rendah. Kohesivitas
kelompok
merupakan
kecenderungan
anggota
kelompok untuk tetap membentuk ikatan sosial, sehingga para anggota tetap bertahan dan bersatu dalam kelompok. Kelompok yang kohesi memiliki ciri-ciri yaitu, anggota rajin menghadiri pertemuan kelompok, anggota senang jika kelompok berhasil dan sedih ketika kelompok gagal, anggota siap mencurahkan waktu, tenaga dan pikiran untuk kepentingan kelompok, memiliki pemimpin yang demokratis, anggota mentaati dan menjaga norma dan nama baik kelompok, anggota saling berkomunikasi secara efektif Ciri-ciri diatas tidak akan terwujud pada suatu kelompok yang kohesivitasnya rendah. Oleh karena itu diperlukan suatu cara yang mampu mengupayakan peningkatan kohesivitas kelompok. Ada beberapa cara yang dapat digunakan dalam peningkatan kohesivitas kelompok, salah satunya adalah menggunakan teknik role playing. Melalui role playing, siswa dilatih untuk lebih imajinatif dan kreatif agar siswa tidak lagi malu untuk mengungkapkan pendapatnya. Selain itu, dalam role playing siswa dapat melatih kerjasama, komunikasi antar anggota, saling menghargai baik menghargai diri sendiri dan orang lain, serta memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab dalam kelompok.
38
Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa role playing berpengaruh positif terhadap kohesivitas kelompok. Wujud dari pengaruh positif tersebut yaitu role playing mampu mempengaruhi kohesivitas kelompok menjadi lebih baik. Dari kohesivitas kelompok yang rendah menjadi kohesivitas kelompok yang tinggi.
E. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah melalui teknik Role Playing dapat meningkatkan kohesivitas anggota kelompok pengurus OSIS di SMP Negeri 3 Sambit Ponorogo.
39
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian tindakan kelas (Classroom
Action
Research).
Suharsimi
Arikunto
(2010:
129)
mendefinisikan pengertian tindakan kelas dengan menggabungkan batasan pengertian dari tiga kata yaitu penelitian, tindakan dan kelas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian tindakan kelas adalah suatu perencanaan terhadap kegiatan yang dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas. Menurut Kemmis (Wina Sanjaya, 2011: 24), penelitian tindakan adalah suatu bentuk penelitian reflektif dan kolektif yang dilakukan oleh peneliti dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran praktik sosial mereka. Pendapat lain dikemukakan oleh Elliot (Wina Sanjaya, 2011: 25), penelitian tindakan adalah kajian tentang situasi sosial dengan maksud untuk
meningkatkan
kualitas tindakan melalui
proses diagnosis,
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan mempelajari pengaruh yang ditimbulkannya. Berdasarkan beberapa definisi penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas adalah suatu penelitian yang dilakukan didalam kelas dan memiliki serangkaian proses yaitu diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan mempelajari pengaruhnya. Kegiatan penelitian tindakan ditekankan pada upaya peningkatan
40
pemahaman teori maupun praktik sosial pada setiap individu atau subjek yang diteliti.
B. Subjek Penelitian Subyek penelitian adalah subyek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti (Suharsimi Arikunto, 2010: 145). Subjek penelitian merupakan sesuatu yang mempunyai peran sangat penting dalam sebuah penelitian, karena data tentang variabel yang diteliti dan diamati oleh peneliti terdapat pada subjek tersebut. Subjek dalam penelitian ini adalah pengurus OSIS SMP Negeri 3 Sambit, Kabupaten Ponorogo. Subjek penelitian diambil melalui purposive sampling yaitu pengambilan subjek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu (Suharsimi Arikunto, 2010: 117). Kriteria yang akan dijadikan subjek dalam penelitian ini adalah pengurus OSIS SMP Negeri 3 Sambit yang memiliki skala kohesivitas kelompok masuk ke dalam kategori rendah dan sedang.
C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP Negeri 3 Sambit yang terletak di Desa Wringinanom, Kecamatan Sambit, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.
41
2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 17 September sampai dengan 31 Oktober 2015.
D. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian yang dikemukakan oleh Stephen Kemmis dan Robin Mc Taggart yang menggunakan siklus sistem spiral. Tiap siklus terdiri dari rencana, tindakan, observasi, dan refleksi (Dede Rahmat & Aip Badrujaman, 2012:12). Ada empat komponen penelitian yang terdapat pada model ini, yaitu: 1.
Merumuskan masalah dan merencanakan tindakan.
2.
Melaksanakan tindakan dan pengamata/monitoring.
3.
Refleksi hasil pengamatan.
4.
Perubahan/revisi perencanaan untuk pengembangan selanjutnya Adapun visualisasi bagan model penelitian yang disusun oleh
Kemmis dan McTaggart adalah sebagai berikut :
Gambar 1. Proses Penelitian Tindakan
42
Gambar 1 di atas terdiri dari siklus I dan II yang di dalamnya memuat perencanaan, perlakuan dan pengamatan yang dilakukan pada saat yang bersamaan dan diakhiri dengan refleksi. Refleksi dapat digunakan untuk melihat hasil sejauh mana tindakan yang diberikan berhasil. Jika hasil tindakan dirasa kurang, maka dilanjutkan pada siklus berikutnya. Penelitian ini dikatakan berhasil apabila terdapat hasil yang signifikan merujuk pada perubahan perilaku siswa yang menunjukkan adanya peningkatan kohesivitas kelompok. Penelitian ini dilaksanakan secara kolaborasi antara peneliti dengan guru guru BK. Bentuk kerjasama dalam penelitian ini guru BK secara bersama-sama dengan peneliti sebagai pemberi tindakan.
E. Rencana Tindakan 1. Pra tindakan Sebelum
melakukan
tindakan,
peneliti
terlebih
dahulu
melakukan beberapa langkah pra tindakan yang akan mendukung pelaksanaan tindakan agar dapat berjalan lancar sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Adapun langka-langkah dalam pra tindakan adalah sebagai berikut: a.
Peneliti mewawancarai dan mendiskusikan dengan guru BK terkait dengan permasalahan yang berkaitan dengan rendahnya kohesivitas kelompok pengurus OSIS SMP Negeri 3 Sambit seperti kurangnya kemampuan siswa untuk menjalin hubungan antar anggota, kurangnya minat anggota mengikuti jalannya rapat 43
dan mengemukakan pendapat serta sikap menghargai antar anggota yang menuju pada kohesivitas kelompok rendah sehingga dalam keanggotaan OSIS muncul berbagai kubu. b.
Peneliti melakukan observasi awal terhadap anggota OSIS SMP Negeri 3 Sambit dan melakukan wawancara dengan beberapa guru dan siswa.
c.
Peneliti dan guru pembimbing berdiskusi mengenai tindakan yang akan diberikan kepada siswa.
d.
Peneliti berdiskusi dengan guru BK mengenai teknik role playing, cara melakukan tindakan, dan peran yang dilakukan oleh guru BK dalam melakukan tindakan penelitian.
e.
Peneliti menyusun skala kohesivitas berdasarkan aspek-aspek kohesivitas kelompok untuk diuji validitasnya dan reliabilitasnya.
f.
Peneliti memberikan tes sebelum tindakan (pre test), untuk mengetahui tingkat kohesivitas anggota OSIS sebelum diberikan tindakan.
g.
Peneliti
mempersiapkan
instrumen
dan
susunan
teknik
pelaksanaan tindakan yang akan diberikan pada siswa untuk mendukung kelancaran tindakan penelitian. 2. Pemberian tindakan (Siklus) a. Perencanaan Sebelum
melaksanakan
rencana tindakan sebagai berikut:
44
tindakan,
peneliti
menyusun
1) Peneliti menyiapkan skala pre-test untuk mengetahui tingkat kohesivitas kelompok pengurus OSIS SMP Negeri 3 Sambit. 2) Peneliti melakukan pre-test untuk mengetahui tingkat Kohesivitas kelompok pengurus OSIS. 3) Peneliti
memberitahukan
hasil
pre-test
kepada
guru
pembimbing dan mendiskusikan rencana tindakan yang sesuai. 4) Peneliti menyusun jadwal pelaksanaan teknik role playing yang akan dilakukan. Pelaksanaan teknik ini akan melibatkan guru pembimbing dan pengurus OSIS. 5) Peneliti menyiapkan sarana dan prasarana untuk pelaksanaan role playing. b. Tindakan Tindakan dalam penelitian ini menggunakan teknik role playing, sehingga para siswa dapat bekerjasama antar anggota dalam berperan serta meningkatkan keeratan atau kohesivitas dalam kepengurusan OSIS. Adapun langkah-langkah tindakan sebagai berikut: 1) Tindakan pertama a) Peneliti memperkenalkan diri kepada pengurus OSIS agar terjalin suasana yang akrab. b) Guru BK menjelaskan tujuan, materi dan peraturan dalam melakukan teknik role playing.
45
c) Peneliti bersama dengan guru BK memberikan materi pengantar mengenai pengertian kohesivitas kelompok, faktor yang mempengaruhi, dan manfaat kohesivitas kelompok. d) Peneliti bersama pengurus OSIS dan guru membentuk kelompok untuk memainkan peran yang telah disiapkan oleh peneliti. e) Peneliti dan guru BK memastikan kesiapan kelompok yang akan tampil mempraktikan role playing. f) Pengurus OSIS pada kelompok pertama mepraktikkan role playing dengan tema “Kerjasama”, pengurus lain yang belum tampil atau berperan bertindak sebagai observer. g) Mendiskusikan tentang peran yang sudah dilakukan dengan tema “Kerjasama” dengan semua pengurus OSIS, serta dilakukan sesi tanya jawab. h) Guru
BK
membagikan
naskah
kepada
kelompok
selanjutnya untuk dipelajari dan akan diperankan pada pertemuan selanjutnya. i) Penutupan dengan melakukan diskusi tentang kesan dan manfaat dari kegiatan yang telah dilakukan.
46
2) Tindakan kedua a) Pembukaan,
dilakukan
sedikit
pemanasan
dengan
membahas tindakan sebelumnya dan memastikan kesiapan pengurus OSIS untuk mengikuti kegiatan selanjutnya. b) Peneliti dan guru BK memastikan kesiapan kelompok yang akan tampil mempraktikan role playing. c) Pengurus OSIS pada kelompok kedua mepraktikkan role playing dengan tema “Menolong”, pengurus lain yang belum tampil atau berperan bertindak sebagai observer. d) Mendiskusikan tentang peran yang sudah dilakukan dengan tema “Menolong” dengan semua pengurus OSIS, serta dilakukan sesi tanya jawab. e) Guru
BK
membagikan
naskah
kepada
kelompok
selanjutnya untuk dipelajari dan akan diperankan pada pertemuan selanjutnya. f) Penutupan dengan melakukan diskusi tentang kesan dan manfaat dari kegiatan yang telah dilakukan. 3) Tindakan ketiga a) Pembukaan,
dilakukan
sedikit
pemanasan
dengan
membahas tindakan sebelumnya dan memastikan kesiapan pengurus OSIS untuk mengikuti kegiatan selanjutnya. b) Peneliti dan guru BK memastikan kesiapan kelompok yang akan tampil mempraktikan role playing.
47
c) Pengurus OSIS pada kelompok kedua mepraktikkan role playing dengan tema “Toleransi”, pengurus lain yang belum tampil atau berperan bertindak sebagai observer. d) Mendiskusikan tentang peran yang sudah dilakukan dengan tema “Toleransi” dengan semua pengurus OSIS, serta dilakukan sesi tanya jawab. e) Guru
BK
membagikan
naskah
kepada
kelompok
selanjutnya untuk dipelajari dan akan diperankan pada pertemuan selanjutnya. f) Penutupan dengan melakukan diskusi tentang kesan dan manfaat dari kegiatan yang telah dilakukan. 4) Tindakan keempat a) Pembukaan,
dilakukan
sedikit
pemanasan
dengan
membahas tindakan sebelumnya dan memastikan kesiapan pengurus OSIS untuk mengikuti kegiatan selanjutnya. g) Peneliti dan guru BK memastikan kesiapan kelompok yang akan tampil mempraktikan role playing. h) Pengurus OSIS pada kelompok kedua mepraktikkan role playing dengan tema “Komitmen”, pengurus lain yang belum tampil atau berperan bertindak sebagai observer. i) Mendiskusikan tentang peran yang sudah dilakukan dengan tema “Komitmen” dengan semua pengurus OSIS, serta dilakukan sesi tanya jawab.
48
j) Penutupan dengan melakukan diskusi tentang kesan dan manfaat dari kegiatan yang telah dilakukan. Tindakan di atas dilaksanakan dengan alokasi waktu 30 menit tiap pertemuan. Apabila tindakan pada siklus I belum menunjukkan keberhasilan maka tindakan akan dilaksanakan pada siklus ke II dengan mengacu pada kekuatan dan kelemahan yang ada pada siklus I dan seterusnya
c. Observasi Observasi dilakukan terhadap proses pemberian teknik role playing dengan menggunakan lembar observasi. Peneliti mencatat apa yang terjadi selama proses pemberian layanan pada setiap siklus agar memperoleh data yang lengkap sebagai bahan untuk memperbaiki layanan yang diberikan pada siklus berikutnya. Halhal yang diamati pada saat pelaksanaan tindakan adalah kepercayaan diri pengurus OSIS dalam memainkan peran dan menangapi permasalahan yang ada di dalam proses role playing, interaksi pengurus dengan pengurus lain serta kepada guru BK, kemampuan pengurus dalam mengungkap dan memilih alternatifalternatif pemcahan masalah, dan keaktifan pengurus OSIS dalam mengikuti kegiatan dan diskusi serta memilih alternatif pilihan. Selain pengamatan terhadap proses role playing, peneliti juga
melakukan
pengamatan
terhadap
hasil,
antara
lain
keberhasilan pengurus dalam menjalin interaksi sosial dengan 49
pengurus lainnya, kemampuan pengurus OSIS dalam berempati dan menghargai teman, keberanian pengurus dalam berpendapat dan membuat keputusan dalam role playing, kemampuan pengurus dalam menjalin kerjasama, dan tanggung jawab atau komitmen pengurus dalam melaksanakan alternatif pemecahan masalah yang telah dibuat bersama. Observasi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kesesuaian pemberian tindakan dengan rancangan tindakan. Observasi juga dapat mengetahui bagaimana pelaksanaan tindakan dapat
mempengaruhi
kohesivitas
kelompok
seperti
yang
diharapkan di setiap kegiatan, yaitu meningkatkan kohesivitas kelompok pengurus OSIS. Selanjutnya, hasil observasi akan diakumulasikan dalam laporan hasil penelitian.
d. Refleksi Refleksi dilakukan setelah berbagai macam data terkumpul dan dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana teknik role playing dapat berasil mengatasi masalah dalam meningkatkan kohesivitas kelompok pengurus OSIS. Refleksi juga dilakukan untuk memahami proses dan kendala yang terjadi selama proses berlangsung. Peneliti menggunakan skala kohesivitas yang diberikan kepada pengurus OSIS pada akhir siklus (post test), yang bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan kohesivitas pada kepengurusan OSIS setelah diberi tindakan, selain itu hasil 50
wawancara dan observasi juga menjadi hal yang penting dalam mendukung penelitian. Apabila siklus pertama sudah sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka penelitian tidak dilanjutkan pada siklus berikutnya atau diberhentikan. Namun jika siklus pertama belum sesuai dengan yang diharapkan, maka dilakukan siklus yang kedua. Refleksi dari tindakan pada siklus pertama akan digunakan sebagai evaluasi untuk melakukan revisi pada tindakan yang kedua dengan berdiskusi bersama guru BK dan tanggapan dari pengurus. Jika hasil dari siklus kedua telah sesuai dengan tujuan penelitian yang diharapkan, maka penelitian akan dihentikan.
F. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data Suharsimi Arikunto (2010: 100) menyatakan teknik pengumpulan data adalah cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Pengumpulan data menurut Sugiyono (2012: 224) dapat dilakukan dalam berbagai setting, sumber, dan berbagai cara. Dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan
dengan
berbagai
cara
diantaranya
melalui
observasi
(pengamatan), interview (wawancara), kuesioner (angket), dokumentasi dan gabungan keempatnya. Dalam penelitian ini, pengumpulan data meliputi skala kohesivitas (angket), observasi (pengamatan), dan interview (wawancara).
51
Instrumen penelitian menurut Suharsimi Arikunto (2006: 137) yaitu alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik dalam arti lebih cermat, lengkap, serta sistematis sehingga lebih mudah diolah. Instrumen yang digunakan dalam penelitian tindakan ini adalah skala kohesivitas, pedoman observasi dan pedoman wawancara. Menurut Sugiyono (2012: 149), titik tolak dari penyusunan instrumen adalah variabel-variabel penelitian yang ditetapkan untuk diteliti, dari variable-variabel tersebut diberikan definisi operasionalnya, dan selanjutnya ditentukan indikator yang akan diukur. Indikator ini kemudian dijabarkan menjadi butir-butir pertanyaan atau pernyataan. Berdasarkan
uraian
tersebut,
maka
peneliti
melakukan
penyususnan instrumen untuk meningkatkan kohesivitas kelompok melalui teknik role playing pada pengurus OSIS SMP Negeri 3 Sambit sebagai berikut: 1. Skala Kohesivitas Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert. Pada skala Likert, responden diminta untuk menjawab suatu pertanyaan atas pernyataan dengan alternatif pilihan jawaban yang sudah disediakan. Menurut Soehartono (Purwo Herlianto, 2013: 49) Skala Likert terdiri atas sejumlah pernyataan yang semuanya menunjukan sikap terhadap suatu objek tertentu atau menunjukkan ciri tertentu yang
52
akan diukur. Operasionalisasi variabel diterjemahkan melalui indikator pengembangan instrumen. Alat pengumpul data tersebut dirumuskan dalam bentuk pertanyaan atau pernyataan dengan alternatif jawaban yang telah disediakan. Langkah-langkah untuk membuat angket kohesivitas adalah sebagai berikut: a.
Membuat definisi operasional Kohesivitas
kelompok
merupakan
kecenderungan
anggota kelompok untuk tetap berada didalam kelompok tersebut dengan membentuk ikatan sosial, sehingga para anggota tetap bertahan dan bersatu dalam kelompok untuk menuju suatu tujuan tertentu yang sudah disepakati. b.
Membuat kisi-kisi instrumen Kisi-kisi penyusunan instrumen menunjukan kaitan antara variabel yang diteliti dengan sumber data dari mana data akan diambil (Suharsimi Arikunto, 2010: 205). Kisi-kisi instrumen dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Kisi-kisi Instrument Skala Kohesivitas Variabel
Sub Variabel
Indikator
Kohesivitas
1. Kerjasama
a. Melakukan kegiatan bersama pengurus lain demi tercapainya tujuan bersama. b. Bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan. c. Saling bertukar ide atau tenaga dengan teman lain.
53
Nomor Item (+) (-) 1, 12, 23, 34 45 2, 24 3, 25
13, 35, 46 14, 36
∑ 5
5
4
Variabel Kohesivitas
Sub Variabel 2. Menolong
Indikator a. Membantu anggota lain yang mengalami kesulitan. b. Memberikan bantuan tanpa diminta.
c. Tidak mengharap imbalan atau pujian dari anggota lain dalam menolong. 3. Toleransi a. Mendengarkan pendapat orang lain. b. Menghargai usaha orang lain tanpa melihat hasil yang dicapai. 4. Komitmen a. Keinginan tetap bertahan di dalam kelompok. b. Mengutamakan kepentingan kelompok dari pada kepentingan pribadi. c. Patuh terhadap peraturan-peraturan kelompok. Jumlah Item
Nomor Item (+) (-) 4, 15, 26, 37 48 5, 16, 27, 38 49 6, 17, 28 39, 50
∑ 5
5
5
7, 29 8, 30
18, 40 19, 41
4
9, 31
20, 42
4
10, 32
21, 43, 47
5
11, 33
22, 44
4
25
25
50
4
c. Menyusun item skala kohesivitas berdasarkan kisi-kisi Skala yang dimodifikasi dari skala Likert digunakan untuk mengukur keakraban, kerjasama dan komitmen anggota dalam kelompok. Setiap pernyataan skala prososial dilengkapi empat pilihan jawaban yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS). Skor untuk skala perilaku prososial adalah sebagai berikut :
54
Tabel 2. Skor Skala Kohesivitas Pilihan Jawaban Sangat Sesuai (SS) Sesuai (S) Tidak Sesuai (TS) Sangat Tidak Sesuai (STS)
Favourable (+) 4 3 2 1
Skor Unfavourable (-) 1 2 3 4
2. Observasi Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 156) observasi atau pengamatan adalah kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan alat indera. Observasi terdiri dari dua jenis yaitu: a.
Observas non sistematis, yang dilakukan oleh pengamat dengan tidak menggunakan instrumen pengamatan
b.
Observasi sistematis, yang dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan pedoman sebagai instrumen pengamatan. Peneliti
menggunakan
jenis
observasi
sistematis
untuk
memudahkan dalam melakukan pengamatan. Pedoman observasi dalam penelitian ini berisi aspek-aspek yang berkaitan dengan kohesivitas kelompok selama pemberian tindakan berlangsung. Hasil observasi dapat dijadikan bahan refleksi peneliti untuk melakukan perbaikan pada tindakan selanjutnya jika diperlukan serta sebagai data pendukung. Kisi-kisi observasi dapat dilihat pada tabel 3.
55
Tabel 3. Kisi-kisi Pedoman Observasi No
1
2
3
3
Komponen
Aspek yang diobservasi
Kemunculan Tidak Muncul Muncul
Ket
a. Menyelesaikan tugas bersama. b. Bertanggung jawab atas tugas yang Kerjasama diberikan. c. Mengungkapkan pemikiran atau bertukar pikiran untuk berpendapat. a. Memberi bantuan tanpa diminta. b. Membantu anggota Menolong lain yang mengalami kesulitan. a. Menghargai usaha orang lain. b. Menerima keadaan dan kondisi dalam Toleransi pengurus OSIS. c. Menerima dan mempertimbangkan pendapat orang lain. a. Attending atau sikap hadir anggota dalam mengikuti kegiatan. Komitmen b. Kenyamanan dalam mengikuti kegiatan dan merasa lebih percaya diri.
3. Wawancara Wawancara adalah kegiatan yang dilakukan peneliti dengan mengadakan perbincangan secara terencana terhadap subjek yang akan diteliti. Suharsimi Arikunto (2010: 198-199) menyatakan bahwa
56
wawancara digunakan untuk menilai keadaan seseorang. Ditinjau dari pelaksanaannya, wawancara dibedakan atas: a.
Wawancara bebas, merupakan wawancara dimana pewawancara bebas menanyakan apa saja (tidak menggunakan pedoman wawancara) namun tetap mengingat data apa yang akan dikumpulkan.
b.
Wawancara
terpimpin,
merupakan
wawancara
dimana
pewawancara menggunakan sederetan pertanyaan lengkap dan terperinci seperti yang dimaksud dalam wawancara terstruktur serta menggunakan pedoman wawancara. c.
Wawancara bebas terpimpin, merupakan kombinasi antara wawancara bebas dan wawancara terpimpin. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara
terpimpin
yaitu
peneliti
menggunakan
sederetan
pertanyaan lengkap dan terperinci serta menggunakan pedoman wawancara. Peneliti akan menyusun pedoman wawancara agar proses wawancara dapat dilakukan dengan maksimal. Pertanyaan yang diajukan merujuk pada peningkatan kohesivitas kelompok pengurus OSIS setelah pemberian tindakan. Kisi-kisi pedoman wawancara dapat dilihat di tabel 4.
57
Tabel 4. Kisi-kisi Pedoman Wawancara Indikator
Sub Indikator
Kerjasama Melakukan
kegiatan
Daftar Pertanyaan dengan
Terlampir
anggota lain. Menolong
Memberikan pertolongan kepada anggota
yang
mengalami
kesulitan. Toleransi
Menghargai usaha setiap anggota.
Komitmen Keinginan tetap bertahan di dalam kelompok. Apa kesulitan dalam mengikuti kegiatan role playing? Bagaimana perasaan setelah mengikuti role playing?
G. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas Instrumen Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 144) pengertian validitas adalah suatu ukuran yang dapat menunjukkan tingkat-tingkat kebenaran suatu instrumen. Semakin tinggi tingkat kebenarannya maka instrumen tersebut semakin valid dan sebaliknya. Oleh karena itu, diperlukan uji validitas instrumen untuk mengetahui seberapa jauh instrumen penelitian mampu mencerminkan isi sesuai dengan hal dan sifat yang diukur.
58
Uji instrument dilakukan dengan dua cara, yaitu uji dilakukan oleh orang yang berkompeten di bidang yang bersangkutan atau sering dikenal dengan istilah penilaian oleh ahlinya (expert judgement). Instrument yang sudah dibuat dalam aspek-aspek berdasarkan kajian teori tertentu selanjutnya dikonsultasikan kepada orang yang lebih ahli. Kemudian uji instrumen yang kedua yaitu dengan uji coba yang dilakukan kepada responden yang tidak terlibat dalam proses pemberian tindakan dalam penelitian. Uji coba diberikan kepada responden dengan karakter yang sama dengan subjek yang diteliti. Data yang diperoleh diuji validitasnya dengan menggunakan SPSS seri 16. Pengukuran validitas juga dapat menggunakan rumus Poduct Moment dari Pearson. Rumusnya sebagai berikut (Burhan Nurgiyantoro, 2009: 338):
rxy =
– –
–
Keterangan : r xy
= Koefisien korelasi suatu butir
N
= Jumlah sampel X Y
= Produk dari X dan Y
X
= Skor total butir pernyataan X
Y
= Skor butir pernyataan Y Uji coba instrument dilakukan kepada 25 responden yang tidak
terlibat dalam proses penelitian, namun responden ini mempunyai latar 59
belakang yang sama dengan subjek penelitian yaitu pengurus OSIS SMP. Data yang diperoleh dari hasil uji coba, diuji validitasnya menggunakan SPSS versi 16. Hasil yang diperoleh dari uji coba, dianalisis menggunakan rumus product moment dengan taraf signifikasi 5%. Jumlah sampel (N)=25 dan dikonsultasikan dengan r-tabel 0,396. Instrument dapat dikatakan valid jika r-hitung > r-tabel, jika r-hitung < r-tabel maka instrument tersebut tidak valid. Berikut kisi-kisi skala kohesivitas setelah uji validitas menggunakan SPSS versi 16: Tabel 5. Kisi-kisi Skala Kohesivitas Kelompok Setelah Uji Coba
Variabel Kohesivitas
Sub Variabel 1. Kerjasama
2. Menolong
Indikator a. Melakukan kegiatan bersama pengurus lain demi tercapainya tujuan bersama. b. Bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan. c. Saling bertukar ide atau tenaga dengan teman lain. a. Membantu anggota lain yang mengalami kesulitan. b. Memberikan bantuan tanpa diminta. c. Tidak mengharap imbalan atau pujian dari anggota lain dalam menolong.
60
Nomor Item (+) (-) 1, 12, 23, 34 45
Jumlah Item Awal 5
Valid 5
13, 35, 46 14, 36
5
5
4
2
4, 26, 48
15, 37
5
4
5, 27, 49 6, 28
16, 38
5
2
17, 39, 50
5
3
2, 24 3, 25
Variabel Kohesivitas
Sub Variabel
Indikator
3. Toleransi
a. Mendengarkan pendapat orang lain. b. Menghargai usaha orang lain tanpa melihat hasil yang dicapai. 4. Komitmen a. Keinginan tetap bertahan di dalam kelompok. b. Mengutamakan kepentingan kelompok dari pada kepentingan pribadi. c. Patuh terhadap peraturan-peraturan kelompok. Jumlah Item
Nomor Item (+) ( - ) 7, 18, 29 40
Jumlah Item Awal 4
Valid 4
8, 30
19, 41
4
2
9, 31
20, 42
4
1
10, 32
21, 43, 47
5
4
11, 33
22, 44
4
4
25
25
50
36
Berdasarkan kisi-kisi setelah uji coba, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa item gugur yaitu item yang bergaris bawah dan dicetak tebal sebanyak 14 item. Dengan jumlah item sebanyak 50 yang telah diuji validitasnya, diperoleh 36 item valid yang dapat digunakan sebagai instrumen skala kohesivitas kelompok. Berikut rangkuman item sahih dan item gugur: Tabel 6. Rangkuman Item Sahih dan Item Gugur Jumlah item Jumlah item Variabel semula gugur Kohesivitas 50 14 kelompok (4,5,6,8,9,14,17, 19,25,27,31,42, 43,49)
Jumlah item sahih 36 (1,2,3,7,10, 11,12,13,15,16, 18,20,21,22,23,24 ,26,28,29,30,32,3 3,34,35,36,37,38, 39,40,41,44,45,46 ,47,48,50) Item-item yang gugur disisihkan dan hanya pernyataan sahih
yang digunakan sebagai instrumen 61
2. Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah keajegan atau konsistensi. Suatu instrument dapat dikatakan baik jika memiliki tingkat konsistensi yang tinggi dalam mengukur suatu penelitian. Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 154), reliabilitas suatu instrumen dapat dipercaya sebagai alat pengumpul data sebab instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang reliabel akan menghasilkan data yang dipercaya juga. Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach (Burhan Nurgiyantoro, 2009: 350) sebagai berikut :
Keterangan: = reliabilitas instrumen k = Banyaknya butir pertanyaan Σ i 2 = Jumlah varian butir 2
= Varian total Setelah diperoleh koefisien reliabel kemudian dikonsultasikan
dengan harga kategori nilai r yaitu : Antara 0,800 sampai 1,0
= sangat tinggi
Antara 0,600 sampai 0,799
= tinggi
62
Antara 0,400 sampai 0,599
= cukup tinggi
Antara 0,200 sampai 0,399
= rendah
Antara 0,00 sampai 0,199
= sangat rendah
Dari hasil uji yang dilakukan dengan Alpha Cronbach diperoleh nilai koefisien 0,926. Angka tersebut menunjukkan bahwa tingkat reliabilitas instrumen skala kohesivitas sangat tinggi. Dengan demikian, instrumen tersebut dapat dikatakan reliable atau konsisten, sehingga dapat digunakan sebagai instrumen.
H. Teknik Analisis Data Data penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teknik tabulasi data secara kuantitatif berdasarkan hasil tindakan di setiap siklus. Hasil tindakan dideskripsikan dalam data konkrit, berdasarkan skor minimal, dan skor maksimal sehingga dapat diperoleh nilai rata-rata. Untuk mengetahui tingkat kohesivitas kelompok pengurus OSIS, digunakan skala yang dimodifikasi untuk mengukur yaitu skala Likert. Penentuan kategori kecenderungan dan tiap-tiap variabel didasarkan pada norma atau ketentuan kategori. Merujuk pada penjelasan Saifuddin Azwar (2007: 107-119) berikut ini adalah langkah-langkah pengkategorisasian perilaku prososial dalam penelitian ini :
63
1. Menentukan skor tertinggi dan terendah Skor tertinggi
= 4 x jumlah item = 4 x 36 = 144
Skor terendah
= 1 x 36 = 36
2. Menghitung mean ideal (M) yaitu ½ (skor tertinggi + skor terendah) M = ½ (skor tertinggi + skor terendah) = ½ ( 144 + 36) = ½ (180) = 90 3. Menghitung standar deviasi (SD) yaitu
1
/6(skor tertinggi – skor
terendah) SD = 1/6 (skor tertinggi – skor terendah) = 1/6 (144 - 36) = 1/6 (108) = 18 Jadi, dapat disimpulkan bahwa batas antara kategori tersebut adalah: (M+1SD) = 90 + 18 = 108 (M-1SD) = 90 - 18 = 72
64
Tabel 7. Rumus Kategori Skala Batas (interval) Kategorisasi Skor < (M- 1SD)
Rendah
(M-1SD) ≤ skor
Sedang
Skor ≤ (M+1SD)
Tinggi
Batas antara kategorisasi tersebut adalah: Tabel 8. Kategorisasi Skor Kohesivitas Kelompok Pengurus OSIS SMP Negeri 3 Sambit Batas (interval) Kategori Skor <72
Kohesivitas rendah
72 ≤ skor <108
Kohesivitas sedang
Skor ≥ 108
Kohesivitas tinggi
Siswa yang akan diberikan tindakan pada penelitian ini adalah siswa yang memiliki kategori kohesivitas sedang dan rendah.
I. Kriteria Keberhasilan Tindakan Suatu tindakan akan dikatakan berhasil jika sudah mencapai target yang telah ditentukan. Penelitian ini terdiri dari empat tindakan dalam satu siklus. Hasil penelitian diperkuat dengan munculnya kohesivitas kelompok atau keakraban antar anggota melalui hasil observasi dan wawancara. Peneliti akan menghentikan penelitian apabila skor rata-rata mencapai skor minimal 108 atau dengan prosentase 75%, dan masuk dalam kategori tinggi. Apabila belum mencapai target, penelitian akan dilanjutkan pada siklus selanjutnya.
65
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 3 Sambit, Kabupaten Ponorogo. SMP Negeri 3 Sambit terletak di Desa Wringinanom, Kecamatan Sambit, Kabupaten Ponorogo. Sekolah ini mempunyai Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dengan jumlah anggota 26 siswa. Kondisi fisik sekolah dapat dikatakan baik, keadaan sekolah nampak bersih dan terawat. Fasilitas yang ada di SMPN 3 Sambit juga sangat menunjang dalam pembelajaran, seperti perpustakaan, laboratorium IPA, lapangan olahraga, koperasi sekolah, mushola, aula sekolah, kantin, dan terdapat taman di halaman. Peneliti mengambil setting penelitian pada pengurus OSIS. Pengurus OSIS merupakan organisasi yang sangat berperan banyak dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan sekolah, seperti kegiatan lomba (class meeting), pentas seni, panitia Idul Adha, dan sebagainya. Oleh karena itu, peneliti memilih penelitian tentang OSIS ini bertujuan untuk meningkatkan kohesivitas pengurus OSIS agar dapat bekerja dengan baik dan lebih produktif dalam melaksanakan tugas.
2. Deskripsi Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan dari tanggal 17-31 Oktober 2015, berikut penjabaran dan tanggal pelaksanaan kegiatan dari penelitian ini: 66
Tabel 9. Waktu Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan Tindakan Siklus Siklus I Pemberian Pre-Test Tindakan I Tindakan II Tindakan III Tindakan IV Post-Test Siklus 1 Siklus II Tindakan V Tindakan VI Tindakan VII Tindakan VIII Post-Test Siklus 2
Tanggal Pelaksanaan 17 Oktober 2015 19 Oktober 2015 20 Oktober 2015 21 Oktober 2015 22 Oktober 2015 24 Oktober 2015 26 Oktober 2015 27 Oktober 2015 28 Oktober 2015 29 Oktober 2015 31 Oktober 2015
3. Deskripsi Data Awal dan Subjek Penelitian Data pada penelitian ini diambil dengan menggunakan skala kohesivitas kelompok, wawancara, dan observasi. Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa ada beberapa anggota OSIS yang memiliki tingkat kohesivitas kelompok sedang bahkan kurang dari tingkat kohesivitas yang sudah ditentukan. Hal tersebut ditandai dengan adanya beberapa anggota yang kurang dapat bekerjasama dengan anggota lain, sedikitnya rasa tolong menolong antar anggota, bahkan ada anggota yang merasa ingin keluar atau mengundurkan diri dari keanggotaan. Data lain yang menunjukkan bahwa beberapa anggota OSIS tersebut memiliki tingkat kohesivitas sedang dan rendah adalah hasil dari skala kohesivitas kelompok. Skala yang digunakan untuk mengukur tingkat kohesivitas kelompok ini terdiri dari 36 item pernyataan. Sebelum pelaksanaan tindakan, peneliti melakukan pre-test kepada seluruh anggota
67
OSIS dengan jumlah 26 anak. Pengukuran menggunakan skala ini dilakukan untuk menentukan anggota OSIS yang memiliki kategori tingkat kohesivitas rendah dan sedang yang akan diberikan tindakan. Adapun hasil pre test disajikan dalam bentuk tabel, seperti yang tercantum dibawah ini: Tabel 10. Hasil Pre Test No Subjek 1 AF 2 YLP 3 DPK 4 ER 5 MKA 6 TANS 7 DN 8 FP 9 DYA 10 FA 11 SS 12 RMP 13 HP 14 AR 15 DeYA 16 SAJ 17 VS 18 RHJ 19 HA 20 PNE 21 DTS 22 WBS 23 SM 24 DTA 25 WTA 26 WN Rata-rata
Skor 122 70 101 117 107 117 122 108 99 109 117 112 109 103 107 106 112 103 118 116 98 111 108 99 71 101 106,3
Persentase 85% 49% 70% 81% 74% 81% 85% 75% 69% 76% 81% 78% 76% 72% 74% 74% 78% 72% 82% 81% 68% 77% 75% 69% 49% 70%
Keterangan: Nama anggota dengan tanda warna (
Kategori Tinggi Rendah Sedang Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Sedang Sedang Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sedang 74% ) adalah
anggota yang dijadikan subjek penelitian dengan kategori rendah dan sedang. 68
Berdasarkan hasil pre test yang diberikan kepada 26 anggota OSIS, terdapat 12 anggota yang memiliki tingkat kohesivitas rendah dan sedang. Berikut adalah 12 anggota tersebut: Tabel 11. Daftar Anggota OSIS yang Akan Diberikan Tindakan No Subjek Skor Persentase Kategori 1 YLP 70 49% Rendah 2
DPK
101
70%
Sedang
3
MKA
107
74%
Sedang
4
DYA
99
69%
Sedang
5
AR
103
72%
Sedang
6
DeYA
107
74%
Sedang
7
SAJ
106
74%
Sedang
8
RHJ
103
72%
Sedang
9
DTS
98
68%
Sedang
10
DTA
99
69%
Sedang
11
WTA
71
49%
Rendah
12
WN
101
70%
Sedang
Rata-rata
97,1
67%
4. Deskripsi Pelaksanaan dan Hasil Tindakan a. Pelaksanaan Pra Tindakan Sebelum
melakukan
tindakan,
peneliti
terlebih
dahulu
melakukan persiapan sebagai berikut: 1) Peneliti mewawancarai dan mendiskusikan dengan guru BK terkait dengan permasalahan yang berkaitan dengan rendahnya kohesivitas kelompok pengurus OSIS SMP Negeri 3 Sambit seperti kurangnya kemampuan siswa untuk menjalin hubungan antar anggota, kurangnya minat anggota mengikuti jalannya rapat dan mengemukakan pendapat.
69
2) Peneliti mengikuti rapat pembentukan panitia Idul Adha untuk melakukan observasi ulang mengenai kohesivitas terhadap anggota OSIS SMP Negeri 3 Sambit dan melakukan wawancara dengan beberapa anggota terkait. 3) Peneliti dan guru BK berdiskusi mengenai tindakan yang akan diberikan kepada siswa yaitu menggunakan teknik role playing. 4) Peneliti berdiskusi dengan guru BK mengenai teknik role playing, cara melakukan tindakan, dan peran yang dilakukan oleh guru BK dalam melakukan tindakan penelitian. 5) Peneliti menyusun skala kohesivitas berdasarkan aspek-aspek kohesivitas
kelompok
yang telah
diuji
validitasnya
dan
reliabilitasnya kepada subjek yang berbeda dan tidak ada hubungan dengan pengurus OSIS SMPN 3 Sambit tetapi mempuunyai karakter yang sama yaitu di SMP Negeri 1 Mlati, Sleman. 6) Peneliti memberikan tes sebelum tindakan (pre test), untuk mengetahui tingkat kohesivitas anggota OSIS sebelum diberikan tindakan. 7) Peneliti
mempersiapkan
instrumen
dan
susunan
teknik
pelaksanaan tindakan yang akan diberikan pada OSIS untuk mendukung kelancaran tindakan penelitian. 8) Mempersiapkan
pedoman
wawancara
perkembangan kohesivitas yang ada.
70
untuk
mengetahui
9) Mempersiapkan
pedoman
observasi
untuk
mengamati
perkembangan kohesivitas kelompok selama pemberian tindakan.
b. Siklus 1 1) Tahap Persiapan a) Peneliti mempersiapkan materi yang akan disampaikan berkaitan dengan kohesivitas kelompok. b) Peneliti memberikan pre test pada tanggal 17 Oktober 2015 untuk mengetahui subjek yang mempunyai tingkat kohesivitas rendah dan sedang untuk diberi tindakan. Hasil dari pre test ini diperoleh 12 anggota yang masuk dalam kategori rendah dan sedang. c) Peneliti membuat naskah role playing berkaitan dengan aspekaspek kohesivitas kelompok. Naskah role playing ini diberikan sebelum pelaksanaan dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat berlatih dan memahami yang sudah diberikan, sehingga pada waktu pelaksanaannya siswa dapat bermain peran lebih menghayati. d) Peneliti melakukan diskusi dengan observer yang akan membantu proses pengamatan. Peneliti membagikan dan menjelaskan lembar observasi yang akan dijadikan sebagai acuan dalam proses pengamatan terhadap subjek yang melakukan bermain peran.
71
2) Tahap Pelaksanaan dan Observasi a) Pemberian tindakan I: Pengantar Materi tentang organisasi dan kohesivitas kelompok serta Role Playing dengan tema “Kerjasama”. Pemberian materi pengantar sebelum melakukan tindakan I pada hari Senin, 19 Oktober 2015. Pemberian tindakan I pada siklus 1 ini dilaksanakan sekitar 40 menit dan diikuti oleh 26 anggota namun yang mendapat perlakuan khusus adalah anggota dengan tingkat kohesivitas rendah dan sedang yaitu 12 siswa. Guru BK menyampaikan materi yang telah peneliti susun. Materi disampaikan selama 10 menit menggunakan media power point dengan isi bahasan pengertian dan makna organisasi, pengertian kohesivitas, aspek kohesivitas dan contoh dalam kehidupan sehari-hari. Setelah materi sudah disampaikan oleh guru BK, kegiatan dilanjutkan dengan praktik role playing dengan tema “Kerjasama”. Sebelum pelaksanaan kegiatan, peneliti bersama guru BK memandu dan memastikan kesiapan dari kelompok I yang akan mempraktikkan role playing dengan tema “Kerjasama”. Peneliti memberikan arahan kepada anggota lain yang
tidak
tampil
untuk
menjadi
pengamat
selama
berlangsungnya role playing. Pemeran pada pertemuan ini adalah DPK, DYA, dan AR.
72
Kelompok kerjasama memainkan peran yang sudah ditentukan,
kelompok
pengamat
mencoba
untuk
mendengarkan dan memahami yang sedang dimainkan oleh teman-temannya. Pengamat pada pertemuan ini masih ada yang kurang serius,
terlihat
beberapa anggota
sering
mengobrol dengan anggota lainnya dan sedikit membuat kelas menjadi gaduh. Untuk para pemain belum terlihat sempurna memainkan peran. Sebab masih terlihat malu-malu, kaku karena tegang, dan ada yang terlihat berusaha mengingat bahkan perlu membaca naskah kembali karena lupa apa yang harus dilakukan. Role playing ini berlangsung selama 20 menit. Pada tindakan I masih banyak mengalami kendala namun role playing dapat dilakukan sampai selesai. Setelah selesai, diadakan diskusi untuk membahas proses jalannya role playing yang sudah dimainkan. Peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada para pemain terlebih dahulu mengenai perasaan mereka saat berperan seperti yang digambarkan pada cerita tersebut serta kendala apa yang dialami
selama
bermain
peran.
Masing-masing
anak
menceritakan perasaan dan kendala mereka mengenai kegiatan yang baru saja dilakukan. Peneliti kemudian memberikan pertanyaan kepada kelompok pengamat mengenai kekurangan atau kelebihan dalam proses role pleying. Bersama dengan
73
siswa peneliti berdiskusi mengenai perasaan mereka jika bekerjasama atau tidak bekerjasama dalam cerita yang sudah diperankan maupun kehidupan nyata. Setelah proses pemberian tindakan I selesai, peneliti membagikan naskah yang akan diperankan pada pertemuan selanjutnya yaitu hari Selasa 20 Oktober 2015. Siswa yang belum terpilih menjadi pemeran akan dipilih pada tindakan selanjutnya. b) Pemberian Tindakan II : Menolong Pemberian tindakan II dilaksanakan pada hari Selasa 20 Oktober 2015 dengan tema “Menolong”. Pemberian tindakan II ini bertujuan agar siswa mampu berempati terhadap orang lain. Pemeran pada tindakan II ini berbeda dengan pemeran pada tindakan I. Anggota lain yang tidak berperan, bertindak sebagai pengamat. Pemeran pada pertemuan ini adalah YKP, MKA dan WN. Pertemuan kedua masih terlihat sedikit sama seperti pada pertemuan pertama, yaitu masih tegang dan malu-malu. Namun ada peningkatan dibandingkan pertemuan pertama. Siswa sudah mulai menghafal naskah dan sudah tidak melihat naskah lagi. Kelompok pengamat masih terlihat ada beberapa anak mengobrol dan kurang memperhatikan penampilan temannya.
74
Selesai
penampilan
role
playing
dengan
tema
menolong, kemudian dilanjutkan dengan diskusi kelompok. Diskusi dipimpin oleh guru BK. Peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada para pemain terlebih dahulu mengenai perasaan mereka saat berperan. Diskusi pada pertemuan ini berjalan lancar, karena terdapat beberapa perbedaan pendapat dan semua anggota mampu menyampaikan pendapatnya mengenai penampilan yang sudah dilakukan oleh temannya. Setelah pertemuan selesai, peneliti membagikan naskah yang akan diperankan pada pertemuan berikutnya. Anggota yang belum dipilih akan tetap menjadi pengamat. c) Pemberian Tindakan III : Toleransi Pemberian tindakan III ini dilaksanakan pada hari Rabu 21 Oktober 2015 dengan tema “Toleransi”. Kegiatan role playing ini membutuhkan pemahaman untuk para pemainnya serta keseriusan bagi para kelompok pengamat. Karena tidak semua kegiatan membutuhkan toleransi. Pemeran role playing berbeda dari pemain pada pertemuan sebelumnya. Siswa yang berperan yaitu DeYA, SAJ dan RHJ. Siswa yang tidak berperan, bertindak sebagai pengamat seperti biasanya. Kegiatan pada tindakan III ini terlihat semakin membaik, pemeran sudah terlihat siap untuk tampil. Sebelum ditanya mengenai kesiapan, mereka sudah menawarkan diri
75
untuk maju, khususnya SAJ. Dia mulai percaya diri dan bersemangat. Jika dilihat dari peran SAJ saat menjadi pengamat, dia terlalu banyak diam dan malu-malu. Kelompok pengamat juga terlihat antusias. Dengan adanya tepuk tangan dan teriakan yang menandakan bahwa pengamat memperhatikan kegiatan. Namun masih ada sesekali satu dua anak yang mengobrol sendiri. Tetapi untuk cerita yang diperankan, semua anggota mampu memahami toleransi itu seperti apa. Guru BK memimpin diskusi mengenai toleransi. Sebelum diskusi dimulai, seperti biasa peneliti menanyakan perasaan pemeran setelah memerankan tokoh yang ada dicerita. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi yang diikuti dengan antusias oleh kelompok pengamat. Ditandai dengan pendapat yang cukup berbeda dari satu anak dengan anak lainnya. Kegiatan sudah dilaksanakan dengan baik, guru BK bersama
dengan
peneliti
mengajak
para siswa untuk
menyimpulkan kegiatan yang telah dilakukan. d) Pemberian Tindakan IV : Komitmen Pemberian tindakan IV dilaksanakan pada hari Kamis 22 Oktober 2015 dengan tema “Komitmen”. Pemberian tindakan IV ini bertujuan agar siswa mempunyai komitmen tinggi untuk tetap berada dalam kelompok meskipun banyak
76
godaan untuk meningalkan kelompok tersebut. Pemeran pada tindakan IV ini berbeda dengan pemeran pada tindakan sebelumnya. Anggota lain yang tidak berperan, bertindak sebagai pengamat. Pemeran pada pertemuan ini adalah DTS, DTA dan WTA. Pada pertemuan ini masih terlihat sedikit sama seperti pada pertemuan pertama, yaitu masih tegang dan malu-malu. Hal tersebut mungkin dipengaruhi oleh kelas yang berbeda. DTS anggota OSIS dari kelas VII sedangkan dua rekannya dalam berperan berasal dari kelas VIII. Namun perbedaan tersebut dapat diatasi dengan baik dan kelompok ini mampu menyelesaikan role playing yang dilakukan. Selesai
penampilan
role
playing
dengan
tema
komitmen, kemudian dilanjutkan dengan diskusi kelompok yang dipimpin guru BK. Peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada para pemain terlebih dahulu mengenai perasaan mereka saat berperan. DTS benar merasa malu-malu sebab lawan mainnya adalah kakak kelasnya. Diskusi pada pertemuan ini berjalan lancar, semua anggota mampu menyampaikan pendapatnya mengenai penampilan yang sudah dilakukan.
77
3) Hasil Tindakan Hasil tindakan dari keempat pertemuan dalam penelitian ini dapat dilihat dari observasi, wawancara, dan post test. Pemberian post test dilakukan pada hari Sabtu 24 Oktober 2015. Berikut hasil post test terhadap 26 anggota OSIS setelah diberikan tindakan: Tabel 12. Hasil Post Test I No Subjek 1 AF 2 YLP 3 DPK 4 ER 5 MKA 6 TANS 7 DN 8 FP 9 DYA 10 FA 11 SS 12 RMP 13 HP 14 AR 15 DeYA 16 SAJ 17 VS 18 RHJ 19 HA 20 PNE 21 DTS 22 WBS 23 SM 24 DTA 25 WTA 26 WN Rata-rata
78
Skor 120 88 112 126 117 110 128 120 105 109 117 115 110 112 114 110 112 113 114 118 102 109 110 106 90 106 111,3
Persentase Kategori 83% Tinggi 61% Sedang 78% Tinggi 88% Tinggi 81% Tinggi 76% Tinggi 89% Tinggi 83% Tinggi 73% Sedang 76% Tinggi 81% Tinggi 80% Tinggi 76% Tinggi 78% Tinggi Tinggi 79% Tinggi 76% Tinggi 78% Tinggi 78% Tinggi 79% Tinggi 82% 71% Sedang 76% Tinggi 76% Tinggi 74% Sedang 63% Sedang 74% Sedang 77%
Berdasarkan hasil pada post test I, peneliti menyimpulkan bahwa terdapat peningkatan tingkat kohesivitas kelompok setelah diberikan tindakan. Data setelah dilakukan post test dari 26 anggota OSIS diperoleh skor tertinggi adalah 128 dan skor terendah adalah 88. Peningkatan Kohesivitas didukung oleh hasil pengamatan yang menunjukkan beberapa siswa mulai bekerjasama dan menolong antar anggota tanpa diminta. Namun dalam aspek toleransi masih belum muncul. Beberapa siswa masih ada yang memotong pendapat anggota lain dalam memberikan komentar saat selesai praktik role playing. Untuk aspek komitmen, siswa sudah menunjukkan bahwa siswa ingin berada didalam kelompok. Hal tersebut ditandai dengan kehadiran dan kenyamanan yang ditunjukkan oleh siswa dalam mengikuti kegiatan. Berdasarkan hasil wawancara, terdapat beberapa siswa yang sudah mampu mengungkapkan alasan mereka mengenai pentingnya kerjasama, saling menolong dalam bentuk apapun, dan berkomitmen didalam kelompok. Tetapi masih ada siswa yang mengaku bahwa sulit untuk mengontrol diri agar tidak memotong pendapat orang lain. Jika pendapat tersebut dirasa kurang sesuai, secara tidak sadar siswa tersebut memotong dan menyanggah pendapat orang tersebut.
79
4) Refleksi Refleksi dilakukan dengan melalui diskusi antara peneliti dan guru BK untuk mengetahui perkembangan dan kekurangan mengenai tindakan yang sudah dilakukan pada siklus sebelumnya. Pada dasarnya pelaksanaan teknik role playing pada siklus I ini sudah menunjukkan adanya peningkatan kohesivitas pada pengurus OSIS. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari hasil pre test dan post test I, seperti pada tabel berikut: Tabel 13. Skor Perbandingan Pre test dan Post Test I Pre Test Post Test I Nama No Subjek Skor Kategori Skor Kategori 1 AF 122 Tinggi 120 Tinggi 2 YLP 70 Rendah 88 Sedang
Peningkatan -2
-1%
18
13%
%
3
DPK
101
Sedang
112
Tinggi
11
8%
4
ER
117
Tinggi
126
Tinggi
9
6%
5
MKA
107
Sedang
117
Tinggi
10
7%
6
TANS
117
Tinggi
110
Tinggi
-7
-5%
7
DN
122
Tinggi
128
Tinggi
6
4%
8
FP
108
Tinggi
120
Tinggi
12
8%
9
DYA
99
Sedang
105
6
4%
10
FA
109
Tinggi
109
Sedang Tinggi
0
0%
11
SS
117
Tinggi
117
Tinggi
0
0%
12
RMP
112
Tinggi
115
Tinggi
3
2%
13
HP
109
Tinggi
110
Tinggi
1
1%
14
AR
103
Sedang
112
Tinggi
9
6%
15
DeYA
107
Sedang
114
Tinggi
7
5%
16
SAJ
106
Sedang
110
Tinggi
4
3%
17
VS
112
Tinggi
112
Tinggi
0
0%
18
RHJ
103
Sedang
113
Tinggi
10
7%
19
HA
118
Tinggi
114
Tinggi
-4
-3%
20
PNE
116
Tinggi
118
Tinggi
2
1%
80
23
Pre Test Post Test I Nama Subjek Skor Kategori Skor Kategori 98 Sedang DTS 102 Sedang 111 Tinggi Tinggi WBS 109 108 Tinggi Tinggi SM 110
24
DTA
99
Sedang
106
Sedang
7
5%
25
WTA
71
Rendah
90
Sedang
19
13%
26
WN
101
Sedang
106
Sedang
5
3%
No 21 22
Rata-rata
Peningkatan 4
3%
-2
-1%
2
1%
%
106,3 / 74% 5 3% 111,3 / 77% Berdasarkan hasil pre test dan post test pada siklus I,
diperoleh hasil yaitu rata-rata skor pre test adalah 106,3 atau dengan persentase 74% dan skor post test I adalah 111,3 atau dengan persentase 77%. Pada siklus I sudah menunjukkan adanya peningkatan sebesar 3% dengan peningkatan rata-rata skor 5. Meskipun dalam pemberian post test I terdapat anggota dengan total skor menurun, namun secara keseluruhan total skor rata-rata mengalami peningkatan yang artinya tingkat kohesivitas anggota kelompok mulai mengalami peningkatan. Hal tersebut didukung oleh hasil observasi selama penelitian dan wawancara dengan anggota maupun pihak terkait. Hasil observasi juga sudah menunjukkan peningkatan. Melalui
pengamatan
menunjukkan
beberapa
siswa
mulai
bekerjasama dan menolong antar anggota tanpa diminta. Namun dalam aspek toleransi masih belum muncul. Beberapa siswa masih ada yang memotong pendapat anggota lain dalam memberikan komentar saat selesai praktik role playing. Untuk aspek komitmen, siswa sudah menunjukkan bahwa siswa ingin berada didalam 81
kelompok.
Hal
tersebut
ditandai
dengan
kehadiran
dan
kenyamanan yang ditunjukkan oleh siswa dalam mengikuti kegiatan. Berdasarkan hasil wawancara, terdapat beberapa siswa yang sudah
mampu
mengungkapkan
alasan
mereka
mengenai
pentingnya kerjasama, saling menolong dalam bentuk apapun, dan berkomitmen didalam kelompok. Tetapi masih ada siswa yang mengaku bahwa sulit untuk mengontrol diri agar tidak memotong pendapat orang lain. Jika pendapat tersebut dirasa kurang sesuai, secara tidak sadar siswa tersebut memotong dan menyanggah pendapat orang tersebut Meskipun pada tindakan ini sudah mengalami peningkatan, namun masih belum sesuai terget karena masih ada sebagian anggota OSIS yang masih berada dalam kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa perlu adanya peningkatan yang lebih baik lagi. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, masih ada siswa yang kurang mampu mengontrol diri untuk mendengarkan pendapat orang lain dulu sebelum berkomentar. Tindakan yang dilaksanakan juga masih terdapat kekurangan seperti keterlibatan seluruh anggota OSIS yang terkadang membuat gaduh suasana kelas, sehingga mengganggu jalannya pemberian tindakan. Kesiapan siswa dalam melakukan role playing dirasa kurang karena waktu yang cukup mepet. Pengelolaan waktu juga
82
kurang maksimal, karena pemberian tindakan dilakukan sepulang sekolah. Peneliti mengatasi kekurangan pada siklus I dengan memberikan
tindakan
lanjutan
dan
melakukan
perbaikan-
perbaikan. Perbaikan dilakukan antara lain dengan memperbaiki teks role playing dengan kata-kata sederhana yang mudah dipahami oleh siswa. Peneliti juga mengkondisikan kelas untuk tetap tenang agar pemeran dapat melakukan perannya secara maksimal.
Sebelum
kegiatan
berlangsung
peneliti
akan
menanyakan terlebih dahulu kesiapan dari para pemeran untuk memastikan bahwa para pemeran siap dan akan menampilkan yang terbaik. Berdasarkan hasil post test, wawancara, dan observasi yang masih belum optimal, maka peneliti bersama dengan guru BK memutuskan untuk melakukan tindakan lanjutan yaitu siklus II sebagai upaya mengoptimalkan tindakan agar memperoleh hasil yang optimal.
c. Siklus II 1) Tahap Persiapan a) Peneliti mempersiapkan materi tentang role playing untuk mengingatkan kembali materi yang telah disampaikan pada siklus I.
83
b) Peneliti bersama guru BK berdiskusi mengenai kegiatan selanjutnya dengan melihat refleksi pada siklus I. c) Peneliti membuat naskah role playing berkaitan dengan aspekaspek kohesivitas kelompok. Kata dalam naskah role playing ini dibuat lebih sederhana diberikan sebelum pelaksanaan dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat berlatih dan lebih mudah memahami yang sudah diberikan, sehingga pada waktu pelaksanaannya siswa dapat bermain peran lebih menghayati. d) Peneliti kembali melakukan diskusi dengan observer yang akan membantu proses pengamatan. Peneliti membagikan dan menjelaskan lembar observasi yang akan dijadikan sebagai acuan dalam proses pengamatan terhadap subjek yang melakukan bermain peran. Secara teknis pengamatan pada siklus ini sama dengan siklus sebelumnya.
2) Tahap Pelaksanaan dan Observasi a) Pemberian tindakan V: Kerjasama Materi pengantar kembali diberikan sebelum melakukan tindakan. Tujuannya agar siswa mengingat kembali materi tentang kohesivitas kelompok yang telah disampaikan oleh guru BK pada siklus I, sehingga dalam pelaksanaan tindakan siswa akan menjadi lebih paham dan lebih mendalami materi tentang role playing. 84
Role playing pada tindakan V ini diperankan oleh DPK, DYA, dan AR. Pemeran diberi kesempatan untuk berdiskusi terlebih dahulu sebelum berperan, peneliti memberikan tugas kepada
kelompok
pengamat
agar
memperhatikan
dan
memberikan komentar pada akhir role playing. Kelompok I memainkan peran tentang kerjasama cukup berhasil. Siswa DYA dan AR yang sebelumnya malu-malu, pada tindakan V ini sudah tampil dengan baik. Mereka berdua sudah tidak malumalu lagi dan hafal alur cerita. Untuk siswa DPK menunjukkan peningkatan
yang baik
dengan
berperan
lebih
santai.
Ditunjukkan oleh DPK dengan berperan penuh ekspresi dan penghayatan. Kelompok pengamat mencoba untuk mendengarkan dan memahami yang sedang dimainkan oleh teman-temannya. Pengamat pada pertemuan ini cukup serius, terlihat bahwa pengamat sudah memperhatikan dan membuat kelas menjadi lebih kondusif. Pengamat memberikan komentar dengan jelas dan berbeda antar anggota. Ada pendapat yang sama namun alasan yang diutarakan berbeda. Setelah selesai, diadakan diskusi untuk membahas proses jalannya role playing yang dipimpin oleh guru BK. Peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada para pemain terlebih dahulu mengenai perasaan mereka saat berperan serta
85
kendala apa yang dialami selama bermain peran. Masingmasing anak menceritakan perasaan dan kendala mereka mengenai kegiatan yang baru saja dilakukan. Peneliti kemudian memberikan pertanyaan kepada kelompok pengamat mengenai kekurangan atau kelebihan dalam proses role pleying. Bersama dengan siswa peneliti berdiskusi mengenai perasaan mereka jika dituntut untuk menjalani peran bekerjasama atau tidak dalam kehidupan sehari-hari. Setelah proses pemberian tindakan V selesai, peneliti membagikan naskah yang akan diperankan pada pertemuan selanjutnya yaitu dengan tema menolong. Siswa yang belum terpilih menjadi pemeran
akan dipilih pada tindakan
selanjutnya b) Pemberian tindakan VI: Menolong Tindakan VI dilaksanakan dengan tema “Menolong”. Pemberian tindakan VI ini bertujuan agar siswa mampu berempati dan mengerti pentingnya menolong orang lain. Pemeran pada tindakan VI ini adalah YKP, MKA, dan WN. Anggota yang tidak berperan, bertindak sebagai pengamat. Pertemuan kedua juga mengalami peningkatan, seolaholah kelompok ini berlomba-lomba dengan kelompok lainnya. Semua anggota sudah tidak merasa malu-malu lagi dalam berperan dan ada yang mencoba berekspresi dalam berperan.
86
WN yang lebih antusias untuk menghayati dan berekspresi. Pada awal cerita WN merasa peran yang dimainkan kurang, kemudian dia meminta dilangi. Saat bermain peran diulangi kelompok ini berjalan sangat baik. Anggota lain juga bermain dengan penuh ekspresi dan menghayati cerita. Kelompok pengamat cukup mudah memahami isi cerita dan bahkan sangat mudah untuk memberikan komentar karena paham dengan isi cerita. Selesai
penampilan
role
playing
dengan
tema
menolong, kemudian dilanjutkan dengan diskusi kelompok. Diskusi dipimpin oleh guru BK. Peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada para pemain terlebih dahulu mengenai perasaan mereka saat berperan. Diskusi pada pertemuan ini berjalan lancar, karena semua anggota mampu menyampaikan pendapatnya mengenai penampilan yang sudah dilakukan oleh temannya. Setelah pertemuan selesai, peneliti membagikan naskah yang akan diperankan pada pertemuan berikutnya. Anggota yang belum dipilih akan tetap menjadi pengamat. c) Pemberian tindakan VII: Toleransi Pemberian tindakan VII ini dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober 2015 dengan tema “Toleransi”. Kegiatan role playing ini diperankan oleh DeYA, SAJ, dan RHJ. Siswa yang tidak berperan, bertindak sebagai pengamat seperti biasanya.
87
Kelompok pada tindakan VII ini terlihat semakin membaik, pemeran sudah terlihat siap untuk tampil. Mereka mulai percaya diri dan bersemangat. Jika dilihat dari pemberian tindakan toleransi sebelumnya, pada tindakan kali ini mereka seperti termotivasi oleh kelompok sebelumnya. Kelompok
ini
mencoba
menyajikan
penampilan
yang
sempurna. Pada tindakan sebelumnya SAJ sangat percaya diri. Pada kesempatan ini anggota lain juga menunjukkan sikap percaya diri tinggi dengan berperan lebih santai dan mampu mengekspresikan peran yang dijalani. Kelompok pengamat juga terlihat antusias. Dengan adanya tepuk tangan dan teriakan yang meriah menandakan bahwa pengamat memperhatikan kegiatan serta keberhasilan pemeran dalam menjalankan tugas. Tetapi untuk cerita yang diperankan, semua anggota mampu memahami toleransi itu seperti apa. Guru BK memimpin diskusi mengenai toleransi. Sebelum diskusi dimulai, seperti biasa peneliti menanyakan perasaan pemeran setelah memerankan tokoh yang ada dicerita. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi yang diikuti dengan
antusias
oleh
kelompok
pengamat.
Kelompok
pengamat menyampaikan pendapat yang berbeda dari satu anak dengan anak lainnya.
88
d) Pemberian tindakan VIII: Komitmen Pemberian tindakan VIII dengan tema “Komitmen”. Pemberian tindakan VIII ini bertujuan agar siswa mempunyai komitmen tinggi untuk tetap berada dalam kelompok meskipun banyak godaan atau konflik yang menyebabkan anggota berpikiran untuk meningalkan kelompok tersebut. Pemeran pada tindakan VIII ini adalah DTS, DTA, dan WTA. Anggota lain yang tidak berperan, bertindak sebagai pengamat. Pada pertemuan ini sudah terlihat adanya perubahan dibanding dengan pemberian tindakan IV. Perubahan yang menonjol adalah siswa DTS sudah merasa santai dan tidak sungkan lagi untuk bermain peran dengan lawan main kakak kelasnya. DTS sudah berani memberikan masukan atau berdiskusi dengan kelompoknya. Berbeda pada tindakan sebelumnya, DTS
hanya diam dan malu-malu untuk
menanggapi pendapat anggota lain dalam briefing. Selesai
penampilan
role
playing
dengan
tema
komitmen, kemudian dilanjutkan dengan diskusi kelompok yang dipimpin guru BK. Peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada pemeran terlebih dahulu mengenai perasaan mereka saat berperan dan pentingnya komitmen dalam organisasi. Diskusi pada pertemuan ini berjalan lancar, semua anggota
mampu
menyampaikan
89
pendapatnya
mengenai
penampilan
yang
sudah
dilakukan.
Kegiatan
sudah
dilaksanakan dengan baik, guru BK bersama dengan peneliti mengajak para siswa untuk menyimpulkan kegiatan yang telah dilakukan.
3) Hasil Tindakan Hasil dari keempat tindakan yang diberikan dalam siklus II ini dapat dilihat dari observasi, wawancara, dan post test. Pemberian post test II dilakukan pada hari Sabtu 31 Oktober 2015. Berikut hasil post test II terhadap 26 anggota OSIS setelah diberikan tindakan: Tabel 14. Hasil Post Test II No 1
Subjek AF
Skor 120
Persentase 83%
Kategori Tinggi
2
YLP
117
81%
Tinggi
3
DPK
115
80%
Tinggi
4
ER
118
82%
Tinggi
5
MKA
122
85%
Tinggi
6
TANS
117
81%
Tinggi
7
DN
123
85%
Tinggi
8
FP
116
81%
Tinggi
9
DYA
114
79%
Tinggi
10
FA
110
76%
Tinggi
11
SS
117
81%
Tinggi
12
RMP
121
84%
Tinggi
13
HP
109
76%
Tinggi
14
AR
119
83%
Tinggi
15
DeYA
118
82%
Tinggi
16
SAJ
117
81%
Tinggi
17
VS
116
81%
Tinggi
90
No 18
Subjek RHJ
Skor 120
Persentase 83%
Kategori Tinggi
19
HA
114
79%
Tinggi
20
PNE
126
88%
Tinggi
21
DTS
111
77%
Tinggi
22
WBS
120
83%
Tinggi
23
SM
109
76%
Tinggi
24
DTA
114
79%
Tinggi
25
WTA
110
76%
Tinggi
26
WN
114
79%
Tinggi
Rata-rata
116,4
81%
Berdasarkan hasil pada post test II, peneliti dapat menyimpulkan bahwa terdapat peningkatan yang lebih baik lagi mengenai kohesivitas kelompok. Data setelah dilakukan post test II dari 26 anggota OSIS diperoleh skor tertinggi adalah 126 dan skor terendah adalah 109. Peningkatan Kohesivitas didukung oleh hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa anggota OSIS saling bekerjasama dan menolong antar anggota tanpa diminta. Hal tersebut terlihat sebelum pemberian tindakan ke II dalam siklus II. Anggota OSIS bekerjasama merapihkan meja dan kursi dalam ruangan tempat role playing dilakukan. Sebagian anggota lagi membantu dengan membersihkan lantai yang terdapat sobekan-sobekan kertas. Untuk aspek toleransi baru muncul pada diskusi setelah tindakan ke III pada siklus ke II. Siswa tersebut dapat mengontrol egonya dalam mengemukakan pendapat dan memberi kesempatan orang lain yang berpendapat supaya menyelesaikan apa yang sedang 91
diutarakan. Untuk aspek komitmen, siswa sudah tidak diragukan lagi. Angota OSIS sudah menunjukkan bahwa mereka ingin berada didalam kelompok. Hal tersebut ditandai dengan kenyamanan siswa dalam mengikuti kegiatan. Berdasarkan hasil wawancara, siswa sudah mampu mengungkapkan alasan mereka mengenai pentingnya kerjasama, saling menolong dalam bentuk apapun, toleransi, dan berkomitmen didalam kelompok. Dalam proses wawancara, peneliti dapat menyimpulkan bahwa adanya peningkatan melalui jawaban dari anggota OSIS yang berbeda-beda. Dalam wawancara, peneliti juga menyoroti siswa SAJ dan DTS. Awalnya SAJ dan DTS malu-malu dalam berperan maupun berpendapat dalam diskusi. Pada siklus II, SAJ dan DTS sudah tidak malu-malu lagi dalam berpendapat karena masih bersama teman-temannya. Ketika wawancara ternyata SAJ dan DTS mampu mengutarakan pendapatnya dengan jelas meskipun pada awalnya sedikit malu-malu. Pada dasarnya, semua anggota OSIS mampu mengutarakan pendapatnya dengan jelas dan tidak tegang.
4) Refleksi Akhir Refleksi dilakukan peneliti dengan guru BK. Dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan dan kekurangan yang ada dalam tindakan selama siklus II berlangsung. Pada dasarnya, siklus II sudah berjalang dengan baik. Terdapat peningkatan kohesivitas 92
pengurus OSIS yang ditunjukkan. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari hasil pre test, post test I, dan post test II pada tabel berikut: Tabel 15. Skor Perbandingan Pre Test, Post test I, dan Post Test II. Pre Test
Post Test I
Post Test II
Nama Subjek
Pening katan
Skor
Kategori
Skor
Kategori
Skor
Kategori
%
1 2
AF YLP
122 70
Tinggi Rendah
120 88
120 117
Tinggi Tinggi
3 4 5
DPK ER MKA
101 117 107
Sedang Tinggi Sedang
112 126 117
Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Tinggi
-2
-1%
47
33%
115 118 122
Tinggi Tinggi Tinggi
14
10%
1
1%
15
10%
6
TANS
117
Tinggi
110
Tinggi
117
Tinggi
0
0%
7
DN
122
Tinggi
128
Tinggi
123
Tinggi
1
1%
8
FP
108
Tinggi
120
Tinggi
116
Tinggi
8
6%
9
DYA
99
Sedang
105
Sedang
114
Tinggi
15
10%
10
FA
109
Tinggi
109
Tinggi
110
Tinggi
1
1%
11
SS
117
Tinggi
117
Tinggi
117
Tinggi
0
0%
12
RMP
112
Tinggi
115
Tinggi
121
Tinggi
9
6%
13 14
HP AR
109 103
Tinggi Sedang
110 112
Tinggi Tinggi
109 119
Tinggi Tinggi
0 16
0% 11%
15 16
DeYA SAJ
107 106
Sedang Sedang
114 110
Tinggi Tinggi
118 117
Tinggi Tinggi
11 11
8% 8%
17 18 19
VS RHJ HA
112 103 118
Tinggi Sedang Tinggi
112 113 114
Tinggi Tinggi Tinggi
116 120 114
Tinggi Tinggi Tinggi
4 17 -4
3% 12% -3%
20 21
PNE DTS
116 98
Tinggi Sedang
118 102
Tinggi
Tinggi Tinggi
10 13
7% 9%
22
WBS
111
Tinggi
109
Sedang Tinggi
126 111 120
Tinggi
9
6%
23
SM
108
Tinggi
110
Tinggi
109
Tinggi
1
1%
24
DTA
99
Sedang
106
Sedang
114
Tinggi
15
10%
25
WTA
71
Rendah
90
Sedang
110
Tinggi
39
27%
26
WN
101
Sedang
106
Sedang
114
Tinggi
13
9%
10,2
7%
No
Rata-rata
106,3 / 74%
111,3 / 77%
93
116,4 / 81%
Berdasarkan hasil pre test, post test I, dan post test II menunjukkan adanya peningkatan kohesivitas anggota kelompok dengan perolehan skor rata-rata 10,2 atau 7%. Semua anggota OSIS sudah mencapai kategori tinggi pada siklus II dengan skor terendah 109 dan skor tertinggi 126. Perbandingan antara hasil pre test dengan post test II sudah mengalami peningkatan yang baik. Meskipun terdapat beberapa anggota yang mengalami penurunan skor, namun hal tersebut tidak mempengaruhi kohesivitas anggota kelompok. Skor rata-rata kohesivitas anggota kelompok tetap mengalami peningkatan dibandingkan hasil pre test dan post test I. Artinya, skor terbesar dan terkecil dihitung berdasarkan jumlah skor peningkatan menunjukkan bahwa seluruh anggota OSIS sudah mengalami peningkatan skor dengan kategori tinggi yaitu skor lebih tinggi atau sama dengan 108 dengan persentase 75%. Hasil kohesivitas
observasi dalam
menunjukkan
pengurus
OSIS.
adanya
peningkatan
Peningkatan
tersebut
ditunjukkan dengan adanya kerjasama antar anggota seperti menyelesaikan tugas bersama, bertanggung jawab atas tugas, dan bertukar pikiran untuk membangun OSIS lebih baik. Selain itu sikap menolong dengan kesadaran diri sendiri tanpa diminta juga ditunjukkan
oleh
anggota.
Pada
aspek
toleransi
terdapat
peningkatan yang cukup baik dengan saling menghargai pendapat …
94
atau usaha orang lain selama pemberian tindakan.toleransi ditunjukkan oeh pengurus saat pelaksanaan role playing dan diskusi setelah tindakan. Untuk aspek komitmen, siswa sudah menunjukkan bahwa siswa ingin berada didalam kelompok. Hal tersebut ditandai dengan kehadiran dan kenyamanan yang ditunjukkan oleh siswa dalam mengikuti kegiatan. Berdasarkan hasil wawancara, semua anggota sudah mampu mengungkapkan alasan mereka tanpa malu-malu mengenai pentingnya kerjasama, saling menolong dalam bentuk apapun, toleransi dengan menghargai usaha dan pendapat orang lain, serta berkomitmen didalam kelompok. Meskipun pada awalnya ada satu atau dua anak yang malu mengutarakan pendapat, tapi lama kelamaan merasa nyaman dan dengan santai mengungkapkan pendapatnya. Grafik hasil penelitian terhadap 26 anggota OSIS setelah pemberian tindakan dengan dua siklus menunjukkan adanya peningkatan skor kohesivitas anggota kelompok berdasarkan hasil pre test, post test I, dan post test II (grafik terlampir). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kohesivitas anggota kelompok pengurus OSIS SMP Negeri 3 Sambit. Peningkatan kohesivitas dapat dilihat dari perbandingan hasil pre test dengan post test I maupun post test II. Perbandingan hasil
95
peningkatan kohesivitas dapat dilihat dari pre test dengan post test I maupun post test II berikut:
Grafik Peningkatan Skor Rata-rata 116.4 111.3 106.3
Pre Test
Post Test I
Post Test II
Gambar 2. Grafik Peningkatan Skor Rata-rata Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini sudah sesuai dengan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan oleh peneliti yaitu skor kohesivitas anggota kelompok mencapai lebih dari sama dengan 108 atau pada kategori tinggi dengan persentase rata-rata 75%. Setelah refleksi, didapat hasil yang baik dalam peningkatan kohesivitas dengan tercapainya target yang sudah ditetapkan yaitu dengan perolehan skor terendah 109 atau rata-rata skor secara keseluruhan adalah 116,4 dengan persentase 81%. Sehingga peneliti bersama guru BK bersepakat bahwa penelitian tindakan dapat dihentikan. Dapat disimpulkan bahwa kohesivitas anggota kelompok pengurus OSIS SMP Negeri 3 Sambit telah mengalami peningkatan setelah diberikan VIII tindakan menggunakan role playing.
96
B. Pembahasan Manusia merupakan makhluk sosial yang pada hakikatnya tidak bisa untuk hidup sendiri. Serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam rangka memenuhi kelangsungan hidupnya tentu melibatkan orang lain. Manusia dituntut untuk mampu beradaptasi dan bekerjasama dengan orang lain. Oleh karena itu, diperlukan kemampuan bersosialisasi yang baik agar dapat terjalin hubungan yang baik. Untuk dapat memiliki kemampuan bersosialisasi yang baik tentunya bukan merupakan suatu hal yang mudah. Perlu adanya latihan atau proses yang lama untuk membentuknya. Membentuk kemampuan bersosialisasi lebih efektif jika dilakukan pada masa remaja. Seperti yang sudah dijelaskan Hall (Santrock, 2007: 6) bahwa masa remaja merupakan masa badai dan stress yaitu masa pergolakan yang penuh dengan konflik dan buaian suasana hati. Perasaan, pikiran, tindakan mengenai kesombongan dan kerendahan hati, kebaikan dan godaan, serta kegembiraan dan kesedihan. Apabila masa yang begitu labil antara pikiran dan perasaan dapat ditata rapi, tidak menutup kemungkinan proses sosialisasi remaja dapat berjalan dengan efektif. Pembelajaran sosialisasi perlu dipelajari di lingkungan keluarga, teman sebaya, atau lingkungan sekitarnya. Sebab remaja memiliki perkembangan peran sosial dimana remaja ingin diakui oleh orang lain. Peran sosial remaja dapat kearah positif maupun negatif, mereka ingin menonjolkan diri agar diakui orang lain. Pada remaja, paling mudah melatih kemampuan bersosialisasi pada jenjang SMP khususnya pada organisasi atau ekstrakurikuler. Pada
97
organisasi, siswa dilatih bagaimana cara bersosialisasi. Hal tersebut perlu mendapat pengawasan agar remaja mampu menonjolkan diri dalam rangka mencari identitas diri dengan hal yang positif. Dalam sosialisasi pada suatu kelompok tentu diperlukan juga keeratan antar anggota atau kohesivitas kelompok. Apabila kohesivitas terjalin dengan baik, tidak menutup kemungkinan proses sosialisasi akan berjalan dengan baik. Selain itu kohesivitas juga dapat menjadikan kelompok tersebut menjadi tahan lama dan lebih produktif dari sebelumnya. Kohesivitas kelompok yang kurang, dialami oleh OSIS SMP Negeri 3 Sambit. Idealnya, suatu organisasi itu harus memiliki kerjasama, saling membantu, sikap solid, saling menghargai, tanggung jawab, dan juga sikap saling menyayangi antar anggota harus dapat tercipta didalam suatu kelompok tersebut. Seperti yang telah diungkapkan Carolina dan Jusman (Abu Huraerah dan Purwanto, 2006: 44) bahwa kohesivitas kelompok dapat didefinisikan sebagai sejumlah faktor yang mempengaruhi anggota kelompok untuk tetap menjadi anggota kelompok. Dalam membantu menumbuhkan faktor dalam kohesivitas yang kurang pada pengurus OSIS SMP Negeri 3 Sambit, peneliti menggunakan teknik role playing. Pemilihan teknik Role Playing didasarkan pada kegiatannya yang berpengaruh positif terhadap kohesivitas suatu kelompok. Andang Ismail (2006: 15) menjelaskan bahwa bermain peran adalah suatu jenis simulasi yang umumnya digunakan untuk pendidikan sosial dan hubungan antar sesama. Serangkaian kegiatan dalam role playing menurut Bruce Joyce, dkk
98
(2009: 329) adalah menguraikan sebuah masalah, memeragakan, dan mendiskusikan masalah tersebut. Sehingga permasalahan yang dialami anggota kelompok dapat diangkat menjadi bahan dalam pelaksanaan role playing dan diperagakan kemudian didiskusikan secara bersama-sama. Teknik
role
playing
pada
penelitian
ini
digunakan
untuk
meningkatkan kohesivitas kelompok pengurus OSIS. Pengurus OSIS merupakan organisasi yang sangat berperan banyak dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan sekolah, seperti kegiatan lomba (Class Meeting), pentas seni, panitia idul adha, dan sebagainya. Subjek dalam penelitian ini adalah semua pengurus OSIS dengan jumlah anggota 26 siswa. Namun anggota yang diamati adalah anggota dengan kategori rendah dan sedang yaitu sebanyak 12 anggota. Peneliti menentukan subjek melalui hasil pre test (Tabel 10). Penelitian ini membahas mengenai empat aspek kohesivitas kelompok yaitu kerjasama, menolong, toleransi dan komitmen. Penelitian ini terdiri dari dua siklus dan masing-masing siklus terdiri dari empat tindakan. Siklus pertama pada tindakan I peneliti dan guru BK menyampaikan materi yang telah peneliti susun dengan isi bahasan pengertian dan makna organisasi, pengertian kohesivitas, aspek kohesivitas dan contoh dalam kehidupan seharihari. Setelah materi sudah disampaikan oleh guru BK, kegiatan dilanjutkan dengan praktik role playing dengan tema “Kerjasama”. Pemeran pada pertemuan ini adalah DPK, DYA, dan AR. Anggota lain yang tidak tampil untuk menjadi pengamat selama berlangsungnya role playing. Pada tindakan
99
I ini pengamat masih terlihat kurang serius, terlihat beberapa anggota ada yang mengobrol dan membuat kelas menjadi gaduh. Pemeran masih sedikit malu-malu dan tegang, namun semua itu dapat teratasi. Secara keseluruhan siswa dapat mengikuti dengan baik walaupun terdapat beberapa kendala. Tindakan II dilakukan dengan tema “Menolong”, pemeran pada pertemuan ini adalah YKP, MKA, dan WN. Pemeran pada tindakan ini sudah mengalami peningkatan dari pada pertemuan sebelumnya. Pada kegiatan ini suasana masih sedikit gaduh, namun sudah sedikit mengalami peningkatan yaitu setiap anak mampu mengutarakan pendapatnya. Tujuan dari pertemuan ini adalah agar siswa mampu berempati terhadap orang lain, dan siswa mampu untuk menolong orang yang membutuhkan. Tindakan III dilakukan dengan tema “Toleransi”. Pemeran pada pertemuan ini adalah DeYa, SAJ, dan RHJ. Pemeran sudah terlihat siap melakukan role playing dan terlihat lebih percaya diri dibandingkan tindakan sebelumnya. Kelompok pengamat juga terlihat antusias. Proses diskusi pun berjalan lancar. Terdapat beberapa perbedaan pendapat dan semua anggota dapat memahami tentang makna toleransi. Tindakan IV dilakukan dengan tema “Komitmen”. Pemeran pada pertemuan ini adalah DTS, DTA, dan WTA. Pertemuan ini terlihat seperti pertemuan pertama, masih malu-malu dan tegang yang dialami salah satu pemeran. Sebab pemeran itu merupakan adik kelas dari dua pemeran lainnya. Namun pertemuan ini dapat berjalan hingga role playing selesai. Diskusi
100
pada pertemuan ini sudah cukup baik. Dilihat dari munculnya beberapa pendapat yang berbeda dari tiap anak. Peningkatan pada siklus I sudah baik, yaitu mencapai skor rata-rata 111,7 atau 78% dengan persentase peningkatan sebesar 4%, serta terdapat peningkatan skor kohesivitas yang semula rendah menjadi sedang dan ada beberapa yang mencapai kategori tinggi. Namun hasil tersebut belum mencapai target karena masih ada siswa yang berada pada kategori sedang, sehingga penelitian ini dilanjutkan pada siklus II. Tema dari siklus II ini sama seperti siklus I yaitu membahas mengenai kerjasama, menolong, toleransi, dan komitmen. Tindakan V berlangsung sangat baik, pemeran pada pertemuan ini sudah tidak malu-malu lagi dan hafal alur cerita. Untuk siswa DPK menunjukkan peningkatan yang baik dengan berperan lebih santai. Ditunjukkan oleh DPK dengan berperan penuh ekspresi dan penghayatan. Untuk anggota lain sudah menunjukkan sikap kerjasama mereka untuk tenang dan membantu pemeran agar lebih berkonsentrasi dalam berperan. Tindakan VI berlangsung dengan baik, seolah-olah kelompok ini berlomba-lomba dengan kelompok lainnya. Semua anggota sudah tidak merasa malu-malu lagi dalam berperan. WN yang lebih antusias untuk menghayati dan berekspresi. Kelompok pengamat cukup mudah memahami isi cerita dan bahkan sangat mudah untuk memberikan komentar karena paham dengan isi cerita. Kerjasama anggota semakin terlihat dengan saling
101
tolong menolong anggota dalam mempersiapkan kelas dan membersihkan sebelum kegiatan dilakukan. Tindakan VII berjalan sangat baik. Pemeran sudah terlihat siap untuk tampil. Mereka mulai percaya diri dan bersemangat. Jika dilihat dari pemberian tindakan toleransi sebelumnya, pada tindakan kali ini mereka seperti termotivasi oleh kelompok sebelumnya. Peningkatan drastis ditunjukkan oleh SAJ. Pada awalnya SAJ siswa yang malu-malu dan cenderung diam dalam diskusi. Namun setelah pertemuan siklus I, SAJ mulai berani berbicara dan pada siklus II mampu berperan dengan santai dan nyaman serta penuh percaya diri. Tindakan VIII sudah berjalan baik. Pada pertemuan ini sudah terlihat adanya perubahan dibanding dengan pemberian tindakan IV. Perubahan yang menonjol adalah siswa DTS sudah merasa santai dan tidak sungkan lagi untuk bermain peran dengan lawan main kakak kelasnya. DTS sudah berani memberikan masukan atau berdiskusi dengan kelompoknya. Berbeda pada tindakan sebelumnya, DTS hanya diam dan malu-malu untuk menanggapi pendapat anggota lain dalam briefing. Hasil peningkatan dari empat tindakan pada siklus II ini mencapai skor rata-rata 10,3 atau 7%. Skor rata-rata yang diperoleh pada siklus II ini sebesar 116,4 dengan persentase 81%. Skor perbandingan pre test, post test I, dan post test II dapat dilihat pada tabel 15. Hasil akhir dari pemberian tindakan dengan teknik role playing telah menghasilkan skor yang meningkat pada seluruh siswa dengan kategori tinggi pada masing-masing siswa dan
102
melampaui kriteria keberhasilan yaitu dengan skor lebih dari sama dengan 108 atau pada kategori tinggi dengan rata-rata lebih dari 75%. Hasil observasi menunjukkan adanya peningkatan kohesivitas dalam pengurus OSIS. Peningkatan tersebut ditunjukkan dengan adanya kerjasama antar anggota seperti menyelesaikan tugas bersama, bertanggung jawab atas tugas, dan bertukar pikiran untuk membangun OSIS lebih baik. Selain itu, kerjasama juga ditunjukkan dalam persiapan sebelum kegiatan. Anggota OSIS kerjasama dalam mempersiapkan ruangan yang nyaman untuk dilakukan tindakan. Dalam sikap menolong juga ditunjukkan dengan kesadaran diri sendiri tanpa diminta. Pada awal pemberian pre test mereka terlihat malas untuk meminjamkan barang karena siswa laki-laki kebanyakan merusak atau menghilangkan sesuatu seperti tutup bolpoin dan sebagainya. Namun keikhlasan siswa dalam membantu juga ditunjukkan dengan saling membantu dengan meminjamkan penghapus atau bolpoin dari siswa perempuan ke siswa laki-laki selama kegiatan. Pada aspek toleransi terdapat peningkatan yang cukup baik dengan saling menghargai pendapat atau usaha orang lain selama pemberian tindakan. Toleransi ditunjukkan oleh pengurus saat pelaksanaan role playing dan diskusi setelah tindakan. Pengurus mampu menghargai pendapat orang lain dalam diskusi dengan memberi kesempatan kepada orang tersebut untuk menyelesaikan pendapatnya terlebih dahulu. Toleransi juga diberikan kepada anggota OSIS yang telat dalam mengikuti kegiatan karena dipanggil oleh
103
guru sebelumnya. Hal tersebut dapat membuat siswa yang telat menjadi lebih bersemangat dalam mengikuti kegiatan, sebab siswa tersebut merasa dihargai dengan kesibukan pada kegiatannya. Untuk aspek komitmen, siswa sudah menunjukkan bahwa siswa ingin berada didalam kelompok. Hal tersebut ditandai dengan kehadiran dan kenyamanan yang ditunjukkan oleh siswa dalam mengikuti kegiatan. Hal tersebut senada dengan pendapat Shaw (Sunarru Samsi Hariadi, 2011: 28) yaitu kelompok yang tingkat kohesinya tinggi akn lebih energik dalam aktivitas kelompok, jarang absen dalam pertemuan dan senang apabila kelompok berhasil. Selain itu kenyamanan juga ditunjukkan anggota OSIS dalam sesi diskusi setelah tindakan. Anggota OSIS mampu mengutarakan pendapatnya dengan santai namun jelas maksud yang disampaikan. Komitmen juga ditunjukkan dalam kehadiran. Pada awal tindakan di siklus I, beberapa siswa masih merasa malas dan ingin cepat pulang. Beberapa kali siswa tersebut melihat jam. Namun pada siklus II, anggota OSIS sudah tidak mempermasalahkan waktu. Mereka tidak pernah lagi merasa ingin cepat pulang. Pada kegiatan yang dilakukan setiap tindakan berjalan selama 40 menit. Berdasarkan hasil wawancara, semua anggota sudah mampu mengungkapkan alasan mereka tanpa malu-malu mengenai pentingnya kerjasama, saling menolong dalam bentuk apapun, toleransi dengan menghargai usaha dan pendapat orang lain, serta berkomitmen didalam kelompok. Selain itu, siswa juga mengaku bahwa mereka senang didalam
104
kelompok. Mereka khususnya anggota OSIS sebagai perwakilan kelas merasa kelompok OSIS ini tidak sepenuhnya membosankan seperti kata orang-orang. Sebagian pengurus OSIS dapat mengutarakan bahwa dia merasa lebih dapat menghargai pendapat orang lain dengan adanya pengetahuan tentang toleransi. Ketua OSIS mengungkapkan bahwa mungkin setelah kegiatan ini kerja ketua menjadi lebih mudah, karena setiap anggota mampu mengutarakan pendapat dan menghargai pendapat orang lain dengan cara mendengarkan terlebih dahulu. Pemilihan teknik Role Playing didasarkan pada kegiatannya yang berpengaruh positif terhadap kohesivitas suatu kelompok. Andang Ismail (2006: 15) menjelaskan bahwa bermain peran adalah suatu jenis simulasi yang umumnya digunakan untuk pendidikan sosial dan hubungan antar sesama. Serangkaian kegiatan dalam role playing menurut Bruce Joyce, dkk (2009: 329) adalah menguraikan sebuah masalah, memeragakan, dan mendiskusikan masalah tersebut. Sehingga permasalahan yang dialami anggota kelompok dapat diangkat menjadi bahan dalam pelaksanaan role playing dan diperagakan kemudian didiskusikan secara bersama-sama. Teknik ini secara tidak langsung juga melatih kepercayan diri siswa dan meningkatkan keeratan atau kohesivitas antar anggota. Peran fasilitator juga sangat penting, terutama dalam pembuatan ide naskah dan mengkondisikan siswa ketika kegiatan berlangsung agar terlaksana dengan baik. Akhir pelaksanaan tindakan, penelti bersama guru BK melakukan refleksi untuk mengetahui hasil dari tindakan, kekurangan
105
penelitian, perkembangan pada tingkat kohesivitas anggota, dan melakukan perbaikan. Skor rata-rata hasil pre test siswa sebelum dilakukan tindakan adalah 106,1 atau 74%. Setelah dilakukan penelitian siklus I yang terdiri dari empat tindakan, skor rata-rata meningkat menjadi 111,7 atau 78%. Siklus II juga terdiri dari empat tindakan dan skor rata-rata meningkat menjadi 116,4 / 81%. Peningkatan skor kohesivitas kelompok dalam pelaksanaan tindakan ini serta diperkuat dengan hasil wawancara dan observasi menunjukkan bahwa teknik role playing dapat meningkatkan kohesivitas kelompok pengurus OSIS. Hasil penelitian ini telah sesuai dengan tujuan penelitian yaitu meningkatkan kohesivitas anggota kelompok pengurus OSIS melalui teknik role playing di SMP Negeri 3 Sambit, Kab. Ponorogo.
C. Keterbatasan Penelitian Penelitian yang dilakukan tentunya masih memiliki keterbatasan. Keterbatasan-keterbatasan
yang
dihadapi
peneliti
selama
penelitian
berlangsung adalah : 1.
Waktu yang digunakan dalam penelitian kurang efektif, karena pemberian tindakan dilakukan setelah pulang sekolah dan subjek penelitian sudah merasa letih.
2.
Peneliti sulit untuk mengkolaborasikan antara anggota OSIS dari kelas yang berbeda dengan tingkatan yang berbeda pula.
106
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa dengan menggunakan teknik role playing dapat meningkatkan kohesivitas anggota kelompok pengurus OSIS SMP Negeri 3 Sambit. Pemberian tindakan ini dilaksanakan melalui dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tindakan dengan tema yang berbeda setiap tindakannya. Pada tindakan pertama pemberian role playing dengan tema kerjasama, tindakan kedua dengan tema menolong, tindakan ketiga dengan tema toleransi, tindakan keempat dengan tema komitmen. Hasil skala kohesivitas setelah diberikan tindakan mengalami peningkatan dan didukung oleh hasil wawancara serta observasi yang juga menunjukkan adanya peningkatan. Hasil skala pre test diperoleh skor sebesar 106,3 dengan persentase 74%, pada post test siklus I diperoleh skor sebesar 111,3 dengan persentase 77%, terjadi peningkatan skor sebesar 5 dengan persentase 3%. Post test siklus II diperoleh skor rata-rata sebesar 116,4 dengan persentase 81%, sehingga dapat diperoleh peningkatan skor sebesar 10,2 dengan persentase 7% terhadap hasil pre test. Hasil tersebut menunjukkan bahwa peningkatan kohesivitas anggota kelompok selalu meningkat tiap siklus. Hasil observasi yang didapat juga mengalami peningkatan pada semua aspek, yaitu pada aspek kerjasama, menolong, toleransi, dan komitmen.
107
Berdasarkan hasil observasi, anggota OSIS sudah menunjukkan sikap kerjasama dalam membantu kelancaran pemberian tindakan, seperti mempersiapkan ruangan untuk pelaksanaan tindakan dan membuat kelas menjadi kondusif. Selain itu anggota OSIS mau untuk memberikan pertolongan kepada anggota lain yang membutuhkan walaupun tidak diminta. Toleransi juga diperlihatkan ketika diadakan diskusi dan juga pada siswa yang telat mengikuti kegiatan. Komitmen setiap anggota untuk tetap berada didalam kelompok OSIS ini juga sudah terbangun dengan baik. Ditandai dengan kehadiran dan kenyamanan setiap anggota dalam mengikuti tindakan yang diberikan selama kegiatan berlangsung. Berdasarkan hasil wawancara, semua anggota sudah mampu mengungkapkan alasan mereka tanpa malu-malu mengenai pentingnya kerjasama, saling menolong dalam bentuk apapun, toleransi dengan menghargai usaha dan pendapat orang lain, serta berkomitmen didalam kelompok. Selain itu, siswa mengaku bahwa mereka senang didalam kelompok. Peneliti berhasil melaksanakan penelitian sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu meningkatkan kohesivitas anggota kelompok pengurus OSIS SMP Negeri 3 Sambit melalui teknik role playing.
B. Saran Berdasarkan kesimpulan penelitian di atas, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:
108
1. Bagi Pengurus OSIS Kohesivitas kelompok pada pengurus OSIS telah mengalami peningkatan setelah diberikan teknik role playing dan pengurus OSIS mengetahui pentingnya kohesivitas kelompok. Diharapkan kepada pengurus OSIS agar selalu menjaga kohesivitas kelompok yang dijalani dalam kehidupan sehari-hari selain didalam kepengurusan. 2. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling Guru bimbingan dan konseling diharapkan dapat menggunakan teknik role playing sebagai salah satu teknik bimbingan untuk memberikan pengawasan terhadap perkembangan peran sosial siswa baik dalam organisasi OSIS maupun siswa lainya. 3. Bagi peneliti selanjutnya a. Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian tentang meningkatkan kohesivitas kelompok menggunakan teknik lain yang lebih bervariatif. b. Peneliti selanjutnya juga dapat menggunakan berbagai macam metode layanan bimbingan dan konseling yang lebih kreatif dan inovatif sesuai kebutuhan siswa.
109
DAFTAR PUSTAKA Abu Ahmadi. (2002). Psikologi Sosial. Jakarta: PT Rineka Cipta. Abu Huraerah & Purwanto. (2006). Dinamika Kelompok. Bandung : PT Refika Aditama. Andang Ismail. (2006). Education Game (Menjadi Cerdas dan Ceria dengan Permainan Edukasi). Yogyakarta: Pilar Media. Andi Mappiare. (1982). Psikologi Remaja. Malang: Usaha Nasional. Ayu Fitriana. (2014). The Effectiveness of Role Play on Students Speaking Skill. Skripsi. Jakarta: Pendidikan Bahasa Inggris UIN. Bimo Walgito. (2007). Psikologi Kelompok. Yogyakarta: C.V Andi Offset. Burhan Nurgiyantoro. (2009). Menulis Secara Populer. Jakarta: Pustaka Jaya. Joyce, Bruce., Weil, Marsha., & Calhoun, Emily. (2009). Models of Teaching. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. (Terjemahan Achmad Fawaid dan Ateilla Mirza). Dede Rahmat & Aip Badrujaman. (2012). Penelitian Tindakan dalam Bimbingan dan Konseling. Jakarta : PT. Indek. Hertina Wulansari, Tuti Hardjajani, & Arista Adi Nugroho. (2013). Hubungan antara Komunikasi yang Efektif dan Harga Diri dengan Kohesivitas Kelompok pada Pasukan Suporter Solo Sejati (Pasoepati). Seminar Nasional. Surakarta: Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Hisyam Zaeni, Bermawy Munthe, & Sekar Ayu Aryani. (2002). Strategi Pembelajaran Aktif di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: ETSD IAIN Sunan Kalijaga. Hurlock, Elizabeth B. (1991). Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (Alih bahasa: Istiwidayanti & Soedjarwo). Jakarta: Erlangga. ____________________. (1997). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga. Geldard, Kathryn. (2011). Konseling Remaja (Pendekatan Proaktif untuk Anak Muda). Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Made Pidarta. (1990). Cara Belajar Mengajar di Universitas Maju. Jakarta: Bumi Aksara. Miftahul Huda. (2013). Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 110
Purwo Herlianto. (2013). Hubungan Antara Kohesivitas Kelompok Dengan Dinamika Kelompok Dalam Proses Bimbingan Kelompok Pada Siswa SMP Negeri 13 Semarang. Skripsi. Bimbingan dan Konseling UNES. Rita Eka Izzaty, dkk. (2008). Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY Press. Rita Hermawati. (2012). Peningkatan Hasil Belajar Dengan Metode Role Playing Pada Mata Diklat Pelayanan Prima Kelas X Busana B Di SMK Ma’arif 2 Sleman. Skripsi. Pendidikan Teknik Boga dan Busana Fakultas Teknik, UNY. Rudi Mulyatiningsih, dkk. (2004). Bimbingan Pribadi-Sosial, Belajar, dan Karier. Jakarta: PT Grasindo Anggota Ikapi. Santrock, John W. (2007). Psikologi Remaja. Jakarta: Erlangga. Sri Wahyuningsih, Wahyudi, Tri Saptuti Susiani. (2012). Metode Bermain Peran Dalam Pembelajaran IPS Tentang Peristiwa Sekitar Proklamasi Siswa Kelas V Sekolah Dasar. Jurnal Penelitian. Kebumen: PGSD FKIP Universitas Sebelas Maret Kampus VI. Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & R n D. Bandung : Alfabeta. Suharsimi Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. _________________. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Sunarru Samsi Hariadi. (2011). Dinamika Kelompok. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana UGM. Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rhineka Cipta. Syaifuddin Azwar. (2007). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Tatiek Romlah. (2006). Teori dan Praktek Bimbingan Kelompok. Malang: Universitas Negeri Malang. Teguh Kurnia dan Arundati Shinta. (2015). Hubungan antara Kohesivitas Organisasi dengan Aktualisasi Diri pada Anggota Komunitas Pemuda Gereja. Seminar Psikologi & Kemanusiaan. ISBN: 978-979-796-324-8. Wina Sanjaya. (2011). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana.
111
LAMPIRAN
112
Lampiran 1
113
Lampiran 2
114
Lampiran 3
115
Lampiran 4
116
Lampiran 5
117
Lampiran 6
SKALA KOHESIVITAS KELOMPOK PENGURUS OSIS MELALUI TEKNIK ROLE PLAYING DI SMPN 3 SAMBIT PONOROGO
KATA PENGANTAR
Berikut ini adalah skala kohesivitas kelompok, skala ini dibuat sebagai instrumen penelitian yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kohesivitas yang ada. Karena itu saya meminta bantuan kepada siswa untuk meluangkan waktu untuk mengisi pernyataan-pernyataan di bawah ini. Setiap pernyataan memiliki jawaban benar jika jawaban tersebut sesuai dengan kondisi yang anda alami saat ini. Pernyataan ini tidak mempengaruhi nilai atau prestasi anda di sekolah dan jawaban anda akan dijamin kerahasiaannya.
Atas kesediaan dan kerjasamanya, saya ucapkan terima kasih.
Peneliti
Aditya Wahyu Hanggara
118
PETUNJUK MENGERJAKAN 1. Bacalah setiap pernyataan di bawah ini dengan teliti, kemudian berilah jawaban anda pada lembar jawab yang telah disediakan, yaitu disamping pernyataan pada angket ini. 2. Jawablah semua pernyataan dengan seteliti mungkin dan jangan sampai ada yang terlewatkan. 3. Setiap pernyataan dalam skala ini ada empat pilihan jawaban : Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). 4. Jawablah setiap pernyataan pada angket ini dengan memberikan tanda cek (√) pada jawaban yang anda pilih. Contoh : No 1.
Pernyataan
SS
Saya belajar agar mendapatkan prestasi yang memuaskan
Nama Jenis Kelamin
119
S √
TS
STS
Instrumen Skala Kohesivitas Kelompok No 1
Pernyataan
SS
Saya merasa lebih mudah menyelesaikan tugas secara bersama-sama atau kerjasama. Saya tetap menyelesaikan tugas yang
2
diberikan meskipun itu dikerjakan secara berkelompok. Saya lebih suka mendiskusikan masalah yang dihadapi
3
bersama anggota lain dari pada memendamnya sendiri.
4
5
6
7
8
9
10
Saat rapat saya selalu memperhatikan dan menghargai anggota lain dalam berpendapat. Saya tidak pernah membawa masalah pribadi jika berada didalam kelompok. Saya selalu tepat waktu dalam menghadiri rapat. Saya lebih suka berkelompok dengan teman dekat saja. Saya dapat mengandalkan teman yang pandai dalam menyelesaikan tugas. Menurut saya setiap anggota harus menyelesaika tugas dengan mandiri. Saya kurang ikhlas jika diminta membantu orang yang kurang saya senangi. Saya hanya menanggapi pendapat seseorang
11
jika pendapat tersebut tidak cocok dengan pendapat saya.
12
Saya merasa tidak betah jika anggota kelompok bukan teman dekat saya.
120
S
TS
STS
13 14
Saya lebih suka mengerjakan tugas yang saya sukai. Saya lebih suka telat datang rapat dari pada harus menunggu anggota lain.
Saya tetap ingin berkelompok meskipun ada 15
orang yang tidak saya sukai didalam kelompok tersebut. Saya akan tetap mengerjakan tugas yang
16
diberikan meskipun saya kesulitan mengerjakan tugas tersebut.
17
18
Saya menghentikan kegiatan jika ada orang yang membutuhkan pertolongan saya. Saya menolong orang tanpa melihat jabatan orang tersebut. Saya menanggapi pendapat orang lain setelah
19
orang itu selesai mengemukakan pendapatnya.
20
Menurut saya suatu proses itu lebih penting dari pada hasil. Jika ada rapat, saya tidak melakukan kegiatan
21
apapun diluar pembahasan dan fokus pada rapat.
22 23
Saya suka menghadiri rapat lebih awal agar tidak telat.
Saya tidak bisa bekerja dengan orang yang tidak saya sukai. Jika kelompok mengalami masalah, itu
24
semua tanggung jawab ketua sebagai pimpinan kelompok.
25
Saya jarang berpendapat dalam rapat karena takut pendapat saya akan ditolak nantinya.
121
Jika ada orang meminjam barang yang 26
sedang saya pakai, maka tidak akan saya pinjamkan karena saya sedang membutuhkannya.
27
28
29
30 31 32
33
Saya akan membantu anggota lain dalam menyelesaikan tugas jika diminta oleh ketua. Saya menolong orang jika saya kenal orang itu. Saya berusaha bagaimana caranya agar pendapat saya bisa diterima. Menurut saya usaha seseorang akan sia-sia jika tidak memiliki hasil yang memuaskan. Saya sering ngobrol dengan teman saat rapat.
Saya akan bertanya kepada teman jika saya belum paham dengan tugas yang diberikan. Saya merasa malas mengikuti rapat jika rapat diadakan setelah pulang sekolah. Saya tidak pusing memikirkan tugas
34
kelompok karena sudah ada teman yang pandai. Jika ada orang yang membutuhkan
35
pertolongan, saya akan membantu dengan sungguh-sungguh.
36
Saya malas menolong orang yang tidak saya sukai.
122
Lampiran 7
123
Lampiran 8
124
Lampiran 9
Grafik Peningkatan Kohesivitas Anggota Kelompok 140 120 100 80 60 40 20 0 AF YLP DPK ER MKA Pre Test
TAN DN S
FP DYA FA
SS RMP HP AR
DeY SAJ VS RHJ HA PNE DTS WBS SM DTA WTA WN A
122 70 101 117 107 117 122 108 99 109 117 112 104 103 107 106 112 103 118 116 98 111 108 99
71 101
Post Test I 120 88 112 126 117 120 128 120 105 109 117 115 110 112 114 110 112 113 114 118 102 109 110 106 90 106 Post Test II 120 117 115 118 122 117 123 116 114 110 117 121 109 119 118 117 116 120 114 126 111 120 109 114 110 114
125
Lampiran 10 Lembar Observasi Siklus I
No
1
2
3
3
Komponen
Aspek yang diobservasi
a. Menyelesaikan tugas bersama. b. Bertanggung jawab atas tugas yang Kerjasama diberikan. c. Mengungkapkan pemikiran atau bertukar pikiran untuk berpendapat. a. Memberi bantuan tanpa diminta. b. Membantu anggota Menolong lain yang mengalami kesulitan. a. Menghargai usaha orang lain. b. Menerima keadaan dan kondisi dalam Toleransi pengurus OSIS. c. Menerima dan mempertimbangkan pendapat orang lain. a. Attending atau sikap hadir anggota dalam mengikuti kegiatan. Komitmen b. Kenyamanan dalam mengikuti kegiatan dan merasa lebih percaya diri.
126
Kemunculan Tidak Muncul Muncul V V
V
V V
V V
V
V
V
Ket
Lampiran 11 Lembar Observasi Siklus II
No
1
2
3
3
Komponen
Aspek yang diobservasi
a. Menyelesaikan tugas bersama. b. Bertanggung jawab atas tugas yang Kerjasama diberikan. c. Mengungkapkan pemikiran atau bertukar pikiran untuk berpendapat. a. Memberi bantuan tanpa diminta. b. Membantu anggota Menolong lain yang mengalami kesulitan. a. Menghargai usaha orang lain. b. Menerima keadaan dan kondisi dalam Toleransi pengurus OSIS. c. Menerima dan mempertimbangkan pendapat orang lain. a. Attending atau sikap hadir anggota dalam mengikuti kegiatan. Komitmen b. Kenyamanan dalam mengikuti kegiatan dan merasa lebih percaya diri.
127
Kemunculan Tidak Muncul Muncul V V
V
V V
V V
V
V
V
Ket
Lampiran 12 Lembar Wawancara Indikator Kerjasama
Sub Indikator Melakukan
Daftar Pertanyaan 1. Bagaimana
sikap
anda
jika
dalam
kegiatan dengan
kepengurusan OSIS terdapat masalah
anggota lain.
yang tidak bisa anda selesaikan sendiri? 2. Mengapa
anda
memilih
melakukan
kerjasama dalam menyelesaikan masalah yang sulit anda selesaikan sendiri? Menolong
Memberikan
1. Ketika diberi tugas dalam kepengurusan,
pertolongan
anda
dapat
menyelesaikan
dengan
kepada anggota
mudah. Sedangkan ada teman anda yang
yang mengalami
mengalami kesulitan. Apa yang akan
kesulitan.
anda lakukan? 2. Kapan dan dalam situasi seperti apa anda menolong anggota lain
yang
mengalami kesulitan? Toleransi
Menghargai usaha anggota.
setiap
1. Bagaimana perasaan anda jika kerja teman anda tidak menghasilkan atau gagal? 2. Dimana dan dalam situasi apa anda menghargai teman?
128
Komitmen
Keinginan tetap 1. Apa yang akan anda lakukan jika bertahan dalam kelompok.
di
kepengurusan OSIS ini gagal dalam menjalankan tugas? 2. Jika dalam kepengurusan OSIS terdapat sebuah agenda rapat, tetapi anda ada acara keluarga dan tidak bisa hadir. Meskipun dapat hadir dalam rapat, kemungkinan besar rapat sudah di ujung acara.
Bagaimana
sikap
anda
menanggapi hal tersebut? 3. Seberapa
sering
peraturan OSIS? Apa kesulitan dalam mengikuti kegiatan role playing? Bagaimana perasaan setelah mengikuti role playing?
129
anda
melanggar
Lampiran 13 Materi role playing siklus I
Ide cerita
KERJASAMA : Bekerjasama dalam situasi apapun akan lebih membantu dari pada kerja sendiri-sendiri
Tokoh & watak : Joni : Sombong, keras kepala, jail Wahyu : Baik, bijaksana, sabar Dika : Pemberani, baik
Di suatu sekolah, terdapat siswa bernama Joni. Joni merupakan siswa yang sering mengganggu teman-temannya. Bahkan teman sekelasnya mempunyai pikiran bahwa Joni adalah siswa yang jahat. Dika Wahyu Dika Wahyu Dika
: Hai Wahyu, lagi ngapain? : Hai, gak ngapa-ngapain. Lagi mainan rubik ni sambil nunggu bel masuk.. : Gak ke kantin? : Ntar aja lah, pas istirahat kedua. Kalo sekarang takut e telat. Tau sendiri Bu Wiwit agak galak orang nya.. : ya juga sih, aku ajarin lah mainan itu…
Ketika Wahyu hendak memberikan rubik ke Dika, tiba-tiba Joni menyambar dan mengambil rubik itu. Joni Dika Joni Dika Wahyu
: Weis, mainan apaan ni.. : Jon, balikin punya Wahyu. : Kalo gak emang kenapa? : Ok, kamu nantangin ni ceritanya. Ok ayo keluar sekarang.. : Udah Dik, biarin aja dia…
Tidak lama kemudian, bel masukpun berbunyi, Ibu guru wali kelas masuk dan mengatakan bahwa untuk ulangan tengah semester diganti dengan kegiatan tengah semester, yaitu berkemah. Semua siswa di kelas itu sangat gembira dengan diumumkannya hal tersebut. Pada waktu itu, langsung dipilih kelompok 130
berkemah. Setiap kelompok beranggotakan tiga orang. Kebetulan sekali Joni, Wahyu, dan Dika berada dalam satu kelompok. Joni
: Sial, kenapa aku jadi sekelompok sama mereka (bicara sendiri dengan muka tidak suka)
Sepulang sekolah… Dika Wahyu Dika Wahyu
: Kenapa bisa kita sekelompok sama Joni… : Gak ada salahnya Dik, siapa tau Joni bisa merubah sikapnya. : Tapi kalo dia malah mengacau gimana? : Udah gak papa, nanti kita liat aja pas di perkemahan…
Setelah satu bulan berlatih dengan kaka Pembina, merekapun siap untuk unjuk gigi, tetapi kelompok mereka masih mempunyai kekurangan yaitu kekompakan dan kerja sama. Pada hari saat berkemah, mereka sudah siap berangkat. Dika Wahyu Dika Wahyu
: Kemana Joni, lama banget. Udah jam 8 ni… (sambil mengelap keringat karena panas) : Sabar Dik, bentar lagi paling sampek sini. Kita tunggu aja, kan dia juga kelompok kita. (menepuk pundak Dika) : Ya gak gitu juga, kasihan kelompok lain yang ikut nunggu… : Ya kita tunggu aja, paling bentar lagi sampek sini…
Tak lama kemudian Joni datang dengan barang bawaan yang lumayan banyak. Dika Joni Wahyu
: Jam berapa ini, lama banget… : Apaan, bawel banget kayak cewek aja. Baru telat bentar aja… : Udah Dik, penting udah kumpul semua…(melerai Dika dan Lina)
Pukul 08.20 mereka berangkat ke bumi perkemahan. Pukul 09.45 mereka sampai ke bumi perkemahan dan langsung mendirikan tenda. Pukul 11.30 merka selesai mendirikan tenda, itu termasuk waktu yang lama karena regu lain telah selesai setengah jam yang lalu. Itu semua karena dari mereka belum kompak. Wahyu Joni Dika Joni
: Joni, ayo sini bantuin diriin tenda biar cepet selesai… : Katanya pinter, masa diriin tenda aja minta bantuan… : Biasa aja ngomongnya kalo gak mau bantuin : Kamu yang biasa aja..!! 131
Wahyu Dika
: Udah Dik, biar aja. Biar aku yang diriin tenda, kita bagi tugas aja. Kamu siapin perlengkapan buat besok… : Yaudah deh…
Setelah mendirikan tenda, mereka disuruh oleh kaka pembina untuk mempersiapkan sholat berjamaah. Hari pertama, mereka melakukan semua pekerjaan dengan tidak kompak. Hari kedua ternyata ada perubahan jadwal, yaitu yang semula isoma sampai pukul 07.00, diganti dengan persiapan wide game dimuali dari pukul 05.30. beruntungnya Dika sudah mempersiapkan semua keperluan wide game setelah membangu tenda, sehingga mereka tiba di aula paling awal. Dika Wahyu Dika
Joni Wahyu
: Wah, kelompok kita sendiri yang ada disini. Kelompok lain belum selesai siap-siap… hahaha : Iya, jadi kita gak telat deh. Ya ini berkat kamu Dika, udah nyiapin perlengkapan kemarin.. : Ya berkat kamu juga, kan kita kemarin bagi tugas. Coba kalo kita gak bagi tugas, pasti telat juga. Kan kita cuma kerjasama berdua… (sambil menyindir Joni) : Apa mau mu..!! (sambil ngajak berantem Dika) : udah..udah.. yang penting gak telat…
Kemudian setelah semua kelompok kumpul, masing-masing kelompok diberi peta sebagai penunjuk jalan. Saat diperjalanan, Joni menganggap dirinya paling benar dan sangat egois. Joni Dika Joni Wahyu
: Sini petanya, biar aku yang baca peta (merebut peta dari Wahyu) : biasa aja bisa gak? Kita kan sekelompok : diem aja lah, aku bisa baca peta. : ya udah, terserah lah…
5 dari 10 pos sudah mereka lalui, ketika sedang mencari pos ke enam mereka tersesat. Joni : (merasa sedikit bingung) Wahyu : Kenapa Jon? Joni : Gak kenapa-kenapa Dika : Ini ke kiri apa ke kanan… Joni : Sabar, lagi dilihat ini..!! (sambil berpikir sejenak) Kita ke kiri… 132
Setelah lebih kurang 15-30 menit, mereka baru tahu kalau mereka tersesat. Wahyu Joni Dika
: Jon, ini benar jalannya? : (diam dengan wajah sedikit kebingungan) : Benar ini jalannya Jon? Perasaan ini jalannya muter sini-sini aja…(sambil melihat sekitar)
Pada saat itu Joni meminta maaf karena selama ini sudah jahat ke Wahyu. Joni akhirnya jujur pada semuanya kalau dia bingung pada persimpangan jalan tadi sehingga membuat kelompok tersebut tersesat. Wahyu pun memaafkan mereka dan meminta peta itu serta meminta mereka bekerjasama layaknya sebuah kelompok. Joni
Dika Joni Wahyu Dika Wahyu Dika Joni Wahyu
Joni Dika Wahyu
: eee…eeeee….sebenarnya…kita tersesat sekitar 15 menit yang lalu sampai sekarang Yu… (dengan sedikit bingung mengutarakannya) : apa..!!! (sudah merasa kesal) : Iya, aku minta maaf. Aku yang salah, aku bingung dipersimpangan tadi. Maafin aku ya… : Iya aku maafin… : Iya…iya… makanya jangan sok tau… : Kalo iya ya jangan gitu juga mukanya… (nyindir Dika) : yaa…udah, laa mau gimana coba… : iya…maaf ya… : Iya, sekarang sini petanya. Kita bagi tugas aja… Dika, coba kamu cari tanda tali warna kuning di jalan yang tadi. Tapi bawa kompas ya… Joni coba kamu naik pohon itu biar kamu bisa liat Dika dan biar Dika tahu jalan ke tempat ini. Aku cari jalan pake peta ini, siapa tau ketemu. Nanti sekitar 5 menit kita kumpul lagi disini… : Iya, ini petanya… : Yaudah, nanti kalo ktemu duluan sebelum 5 menit teriak aja Yu... : Ok..ok…
Kerjasama mereka mulai terbangun. Berkat kerjasama, akhirnya mereka menemukan pos ke enam dan pos-pos selanjutnya. Setelah wide game, Joni mengerti bahwa tindakannya selama ini salah. Mulai saat itu, Joni berubah menjadi orang baik. Joni merasa tidak bisa kalo menyelesaikan tugas sendiri. Tugas seberat apapun lebih mudah kalo dikerjakan secara berkelompok. 133
INDAHNYA TOLONG MENOLONG Tema Ide cerita
: Tolong menolong. : Mencari dan menyelamatkan seseorang yang tersesat di sebuah tempat yang misterius.
Tokoh & watak : - Sari : Pemberani, bijaksana. - Vivi : Penakut. - Rosi : Sok tahu. Pada siang hari ,Vivi dan Rosi pergi ke suatu tempat dengan berjalan kaki,tujuan mereka mencari tanaman langka yang akan digunakan untuk praktikum mereka. Vivi Rosi Vivi
Rosi Vivi
: Gimana ni Ros, aku bingung jalan yang bener yang mana? (dengan muka cemas) : Kalau menurut kamu enaknya gimana?, aku juga bingung nih.. : Ih, kamu gimana sih.. Ditanya malah balik tanya. Eh tapi kalau menurut nenek moyang, jika terdapat batu diantara jalan yang bercabang lalu batu itu berlumut disalah satu sisinya.. berarti kalau berlumut di kanan, kita harus kekiri.. : Masak sih Vi… hmm kalau kamu bilang ke kiri berarti kita ke kanan… udah ayo! : Yaudah deh… ngikut aja
Mereka terus melanjutkan perjalanan meski dengan perasaan ragu-ragu, tapi mereka tidak menyerah demi mendapatkan tanaman yang mereka inginkan.
Vivi Rosi Vivi Rosi Vivi Rosi
: Ros, apaan tuh… aku takut Ros… (Sambil menunjuk) : Haalah… kamu ngapain sih, itu cuma hewan jinak… Udah tenang aja… : Beneran gak papa nih… awas ya kalau sampe salah! : Iya, gak papa. Ayo! : Oke, tapi sekarang kamu yang di depan ya… (Muka berharap). : Iya deh…
Tiba-tiba di pertengahan jalan, para hewan mengejar mereka. Lalu mereka bersembunyi di dalam pohon yang berlubang sambil mencari pertolongan dengan menelpon teman-teman mereka. 134
Vivi Sari Vivi Sari Vivi Rosi Sari Rosi
Sari Vivi
: Halo… Sari tolongin aku dong, aku tersesat di hutan! : Hah, tersesat? ada-ada aja kamu ni! : Ih, sumpah aku tu kesesat sama Rosi. Ini semua tu gara-gara kamu juga tahu! : Lah, kok bisa gara-gara aku? : Ya iyalah, salah siapa gak mau nemenin buat nyari tanaman dihutan… Udah deh buruan kesini, tempatnya misterius banget deh… : (Langsung nyolot di telpon) Ini tu gak tempat misterius kok… : Udah-udah, sekarang kalian tu ada dimana kasih tahu tempatnya. : Gini, nanti kamu menuju kota Waru, tempat terkenal dengan tanaman langkanya. Jika di tengah jalan kalian menemukan jalan bercabang, pilih yang kanan!! kami bersembunyi di pohon yang berlubang. : Oke, aku segera kesana… : Yaudah buruan!!
Sari berangkat menuju kota Waru, dengan membawa perlengkapan lengkap anak pecinta alam. Setelah lama berjalan, akhirnya Sari menemukan Vivi dan Rosi. Sari Vivi Rosi Sari Rosi Sari Vivi Sari
: Eh, itu kayaknya mereka deh… (Sambil menunjuk). Rosi, Vivi buruan cepat keluar! (Berteriak). : Sari makasih ya udah nolongin kita, aku dari tadi dah ketakutan sama laper nih. : Dari tadi kamu laper Vi, kok gak bilang? Nih aku dapet buah, kelihatannya enak : Jangan dimakan! buah itu sangat beracun,satu buah saja dapat membunuh satu ekor paus. : Ye… suka suka gue dong!(Memalingkan muka). : Dibilangin gak percaya, sudah-sudah buruan pulang! kalian ni ngrepotin aja. : Kok pulang? gimana dengan tanamannya? : Halah… udah capek nih yaudah deh kalau gitu ayo buruan kita ambil!
Merekapun melanjutkan untuk mengambil tanaman,setelah itu mereka pulang. Rosi Vivi Sari
: Ah… akhirnya sampai juga di tempat tanamanya. : Iya nih lega banget rasanya. : Ayo buruan keburu malem… 135
Rosi Vivi Rosi Sari Rosi
: Ayo Vi, buruan ambil… : Kok aku yang ambil, susah itu di tebing gitu… (menjawab dengan muka malas) : Laa, tadi katanya pengen ambil tanamannya… : Udah, ribut terus perasaan. Ayo kita ambil bareng-bareng… Ni aku bawa tali juga, kita muter lewat atas lalu pasang talinya buat turun : Siap komandan…
Tak lama kemudian mereka sampai di atas tebing yang ada tanaman itu Sari Vivi Sari Rosi
: Ok, sekarang kita cari pohon yang kuat buat diikat : Sari, ini kayaknya kuat deh? : Baiklah, kita ikat disitu aja… : Ya terserah kalian aja, aku ngikut…
Setelah tali terpasang, mereka memilih siapa yang turun Sari Vivi Rosi Sari Vivi Sari
: Buruan yang mau ambil, nanti keburu malem : Ayo Ros, kamu yang turun… : Kok aku yang turun, kamu sana yang katanya mau ambil : Udah-udah terserah siapa yang turun, kan buat tugas kalian juga… : Yaudah deh, aku yang turun. Tapi dipegangbeneran lo talinya… : Iya beres, gampang deh…
Vivi turun untuk mengambil tanaman itu Vivi Sari Vivi
: Sari, sudah dapat ni. Ayo buruan tarik talinya… : Ok, tunggu aku tarik ni…(dengan muka kecapekan) : Kok perasaan gan naik-naik…
Sari
: Sabar, ini sudah aku tarik. Kamu berat banget… Ros, ayo sini bantu tarik… : Males ah, capek nanti. Terus tangan aku bisa lecet… : Ros, ini kan buat tugas kamu juga! Bantu tarik biar cepet bisa pulang, kalo pulang kemaleman kita bisa tersesat lagi kalian gak bisa nyelesaiin tugas, besok gak masuk dan dapet hukuman. Padahal sudah capek-capek sampek sini kan? : hmmm…hmmmm…. (sambil mikir) Yaudah deh kalo gitu, sini aku bantu
Rosi Sari
Rosi
136
Sari Rosi Sari
: Ikhlas gak ini bantunya… : Iya..iya… Ayo buruan tarik : Siap boss…
Akhirnya Vivi dapat ditarik dari tebing dengan membawa tanaman langka itu Vivi Sari Rosi Vivi Rosi Vivi
: Hore, kita dapet tanamannya. Ayo buruan pulang, kita selesaiin tugasnya : Ok, aku beres-beres dulu ya… : Vivi, maaf ya… : Maaf buat apa? : Maaf udah egois gak mau bantuin kamu buat dapetin tanaman tugas kita : Udah gak papa, kan tadi udah bantuin narik aku. Yang penting udah dapet tanamannya.. Yuk, kita pulang…
Tak lama kemudian Sari kembali setelah membereskan peralatannya dan merekapun pulang sampai di rumah dengan selamat. Sari Rosi Vivi
: Semua sudah beres kan? : Sudah, gak ada yang ketinggalan lagi… : Ayo kita pulang…!!! (dengan muka senang sambil merangkul kedua sahabatnya)
137
INDAHNYA SALING MENGHARGAI (TOLERANSI)
Tema Ide Cerita
: Toleransi : Saling menghargai kesibukan setiap orang yang ada disekitar kita.
Tokoh & watak : Morgan : Sombong, sok ganteng Rafael : Narsis, sok ganteng Abdul : Taat beragama, sabar Robi : Taat beragama, mudah marah
Di suatu hari yang cerah di sebuah kota kecil terdapat sebuah tempat kost bagi para pelajar. Di tempat itu banyak terdapat para siswa dan siswi dari berberapa suku dan agama yang bersekolah di tempat berbeda-beda pula. Di kisahkan lah ada dua orang laki-laki yang baru saja tinggal dikost-kostan tersebut. Mereka pindahan dari Jakarta, yang satu bernama morgan ia adalah laki-laki yang selalu merasa dirinya paling keren diantara laki-laki mana pun. Morgan memiliki sahabat yang bernama rafael, rafael adalah orang yang sama narsisnya dengan morgan. Mereka berdua dahulu bercita-cita menjadi penyanyi namun karna mereka tidak diterima disekolah musik mana pun akhirnya mereka berdua pindah ke kota lain. Saat di depan kos morgan dan rafael berbincang-bincang. Morgan Rafael Morgan Rafael
Morgan
Rafael
: Bro malam ini kita ngapain ya? : Gimana kalo kita jalan? : Jalan? Duit dari mana?? Akhir bulan gini ekonomi aku lagi labil nih. : Terus gimana dong masa anak keren kaya kita malam mingguan di kost? Apa kata dunia?? : Lah terus mau kaya gimana lagi? Gini aja aku punya ide, gimana kalau kita malam ini nyanyi-nyanyi aja di kost? Yah hitunghitung abisin waktu lah… : Wah ide bagus tuh! Aku setuju!
Akhirnya morgan dan rafael setuju akan malam mingguan dikost. Disebelah kost-kostan mereka, tinggal anak muda bernama Abdul dan Robi. 138
Mereka adalah pemuda yang taat beragama. Saat sore hari tersebut Robi memperhatikan tetangga barunya yaitu Morgan dan Rafael yang sedang berbincang-bincang. Abdul Robi Abdul Robi
: Robi, kamu tau ga tetangga baru disebelah kita? Katanya pindahan dari jakarta loh : Iya aku udah denger ko dari temen-temen yang lain katanya mereka sok gaul gitu. : hust ga boleh ngatain orang kaya gitu : hahaha iya iya khilaf…
Sore pun berganti malam, morgan dan rafael telah mempersiapkan segala peralatan untuk acara mereka. Di tempat lain Abdul dan Robi yang sudah rutin setiap malam untuk belajar mengaji bersama juga bersiap-siap untuk mengaji. Di tempat morgan dan rafael… Morgan Rafael Morgan
: Sudah siap semua kan? : Yoi broo!! : Oke mari kita guncangkan dunia!! Musikkk!!!
Morgan dan rafael pun mulai menyalakan musik sekeras mungkin dan bernyanyi dengan suka ria. Di tempat lain Abdul dan Robi yang juga sudah mulai mengaji merasa terganggu dengan suara musik yang dimainkan oleh morgan dan rafael. Abdul Robi Abdul
: Astaga… suara apa ini? berisik banget : Pasti ini kerjaan anak baru di sebelah!! Ga tau apa orang lagi ngaji? nyari masalah nih kayanya. Samperin yuk.. : Ayo… tapi gak usah pake emosi lo…
Abdul dan Robi pun geram dengan kelakuan morgan dan rafael sehingga mereka berdua keluar dari kost-kostan dan menegur morgan.
Robi
Abdul
: Heh kalian berdua kalo mau nyalain musik jangan nyaringnyaring dong, kan yang lain pada terganggu? Ini kost-kostan bukan studio musik tauu!! : Sabar Rob, gak usah pake emosi…
139
Morgan dan rafael pun akhirnya mematikan musik mereka dan keluar kamar. Mereka bingung dengan Robi yang menghampiri dan memarahi mereka. Rafael Robi Abdul Morgan Abdul
: Weyy ada apaan nih datang ke kost-kostan orang terus langsung marah aja… salah kami apa? : Masih ga tau salahnya apa? Astaga!! Sadar dong sadar!! : Maaf, kalian tadi nyalain musik nyaring banget sampe kedengeran keras di kost kami : Terus masalah buat kalian? Yang lain aja gak ada yang protes kenapa malah kalian yang protes? : Kami protes karena kami merasa terganggu… (dengan nada pelan)
Mereka semua pun beradu mulut merasa bahwa dirinya lah yang paling benar. Akhirnya Abdul mengajak Robi untuk balik ke kost nya. Abdul Robi Morgan Robi Rafael Abdul
: Udah Rob, ayo kita balik ke kost aja… : Gak bisa Dul, mereka harus diberi pelajaran… : Sini kalo berani!! : Ayo maju sini… : Udah bro, ngapain ladenin orang kayak gini… : udah Rob, ayo balik… (sambil menarik baju Robi)
Setelah mereka bubar, Morgan dan Rafael kembali menyalakan musik lagi. Robi Abdul
: Tuh kan Dul, mereka nyalain lagi musiknya..!! : Udah, sabar..sabar…
Pada hari berikutnya, Morgan dan Rafael mengulangi perbuatannya lagi. Tanpa diketahui Robi, Abdul pergi ke kost Morgan dan Rafael. Abdul Morgan Abdul
Morgan Abdul
: permisi, maaf boleh ganggu sebentar? : Eh, ni bocah lagi… : maaf sebelumnya, saya minta tolong kalo bisa dengerin musik keras-keras sore hari aja. Kalo malem kami lagi mengaji, kami merasa keganggu : Kamu yang punya acara, sini juga punya acara sendiri. Urus aja acara masing-masing. : Ya saya cuma kasih tau kalo kami lagi ibadah, apa kalian tidak
140
Rafael
bisa hargai kami sedikit. Toh kalian juga baru disini. Kami kalo jd kalian mungkin juga menghargai orang yang lebih dulu disini… : Udah bro, kamu siapa namanya..Abdul, udah kamu pulang sana. Jangan bikin ribut aja…
Abdul pulang ke kamar kost nya. Sementara itu, Rafael merasa tidak enak setelah mendengar perkataan Abdul. Rafael Morgan Rafael Morgan Rafael Morgan
: Bro, malam ini kita libur dulu ya seneng-senengnya? : Kenapa broo…jangan-jangan kamu sudah terpengaruh omongan si Dul..dul.. itu ya… (sambil menunjuk kea rah kost Abdul) : ya gak gitu juga bro, mereka kan lagi beribadah. Kata ibu aku ya, kalo kita ganggu orang beribadah itu dosa… : Terus mau gimana? : ya mala mini kita gak usah muter musik dulu aja, kalo mau muter musik besok-besok lagi aja sore hari..gimana? : Yaudah deh, terserah kamu aja… (dengan nada sedikit tidak suka)
Pada malam hari, Robi merasa aneh. Kenapa mereka tidak mendengarkan musik dengan keras lagi. Robi Abdul Robi Abdul Robi
: Dul, kenapa meraka tidak dengerin musik keras-keras lagi ya… : Mana aku tau, kamu tu aneh. Mereka dengerin musik keras kamu protes, mereka diem kamu kaya nyariin.. : Ya gak gitu juga, ya aneh aja…Biasanya kan berisik banget… : Udah lah, biarin aja. Ayo kita ngaji dulu… : Ya udah deh…
Besoknya Robi mengajak Abdul ke tempat Morgan dan Rafael. Robi Abdul
: Dul, ayo sekali-kali maen ke tempat mereka… : Ya terserah kamu aja… (sambil berdiri dengan muka ngantuk)
Sampai di tempat Morgan dan Rafael Robi Rafael Robi Abdul
: maaf ganggu, kamu Rafael ya… : Iya, ada apa ya.. : Kok kalian udah gak nyalain musik keras-keras lagi, ada apa ya… : Kangen tu Robi apa jangan-jangan mau ikutan (sambil motong pembicaraan Robi) 141
Rafael Robi Rafael Robi Rafael Morgan Rafael Morgan Rafael
Robi
: ya gak ada apa-apa, ni baru mau dengerin lagi biar gak stress. : Jadi jadwal berisiknya pindah sore ni? : yak an kalian malem lagi ibadah, jadi kami dengerinnya sore aja lah… : Oh gitu, kami boleh dong maen-maen kesini… : Ya maen kesini aja… : iya kesini aja kalo mau kesini… (sambil tiduran dengan muka tertutup buku) : Weyyy, broo. Aku pikir tidur kau tadi… : siapa yang tidur, lagi merenungi kesepian ini… : ya udah, biar gak sepi aku nyalain musiknya ya.. Kalian berdua juga ikut aja nyanyi-nyanyi disini, lagi gak ada kerjaan kan? : Ya siap kalo di paksa… hehee
Akhirnya permasalahan di antara Morgan, Rafael, Abdul dan Robi pun telah selesai dan mereka menjadi teman. Ketika sore Abdul dan Robi sering maen ke tempat Morgan dan Rafael. Ketika malam menjelang, Morgan dan Rafael menghargai kegiatan Abdul dan Robi dengan membuat suasanya tenang dan tidak membuat kebisingan lagi.
142
Organisasi atau Sahabat Tema Ide Cerita
: Komitmen : Seorang siswa memiliki dua organisasi yang berbeda dan sempat ingin meninggalkan salah satu organisasi dengan alasan berbenturan jadwal
Tokoh & watak : Farah : Mudah emosi, gampang panik Ria : Lugu Mawar : Baik, sabar Di suatu sekolah, terdapat siswa bernama Farah. Dia memiliki sahabat yang bernama Ria dan Mawar. Mereka bertiga selalu bersama-sama. Suatu ketika guru mewajibkan semua siswa untuk memiliki organisasi minimal satu organisasi atau ekstrakurikuler. Farah Ria Farah Mawar Ria Farah Mawar Ria Farah Ria
: Waduh, guru minta kita masuk organisasi ni… kamu mau masuk apa Ri? : Waduh, aku juga bingung. Paling aku bisanya masuk PMR aja… : Kalo kamu Mawar, mau masuk apa? : Palingan ikut basket… : Kamu sendiri mau masuk apa Far? : aku juga bingung, mau masuk apa ya… : Kamu kan bisa apa aja, suara kamu juga bagus. Masuk ke musik aja… : Iya benar tu… : Tapi nanti kita gak bisa ketemu lagi dong… : Bisa, kita kan masih sekelas…
Akhirnya Farah memutuskan untuk masuk dua organisasi atau ekstrakurikuler yaitu PMR dan Basket. Farah merasa tidak bisa tanpa sahabatnya itu. Farah
: Aku punya ide, kata ibu guru kan minimal satu. Berarti kan boleh lebih? Mawar : Kamu mau masuk apa? Farah : Aku masuk PMR sama Basket aja… Ria & Mawar : Hahh….!!! Mawar : Kamu yakin? 143
Ria Farah
: Iya, kamu yakin bisa ngatur waktu masuk dua organisasi? : Bisa, santai aja.. yuk pulang…
Selang beberapa minggu Farah merasa kerepotan dengan kesibukan dua ekstrakurikuler tersebut ditambah lagi dengan tugas sekolah. Pagi hari di sekolah… Farah Mawar Farah Ria Farah Ria Farah Mawar
: Hahh!! Pusing… : Pusing kenapa? : Tugas nanti abis istirahat belum aku kerjain : Lah kok bisa… : Capek aku kayak gini terus…waktu istirahat ku cuma bentar… : Kok bisa bentar? (dengan muka polosnya) : Udah deh, nanya terus… : Udah Ia, biar Farah istirahat dulu. Nanti aku jelasin ke kamu… Udah Farah, istirahat dulu aja. Nanti aku bantuin ngerjain tugasnya…
Saat jam istirahat, Mawar dan Ria membantu Farah menyelesaikan tugas. Akhirnya tugas Farah selesai juga. Setelah pulang sekolah, Farah bercerita kepada sahabatnya mengenai masalah yang dialami. Mawar Farah
Ria Mawar
Farah Ria Mawar Ria
: Jadi gimana Far, kok bisa kamu belum ngerjain tugas? : Jadi aku kan ikut dua ekstrakurikuler. Pulang sore terus kan… Jadi aku capek kalo sampek rumah, pasti ngantuk kalo abis mandi. Makanya kalo ada tugas sekolah aku susah buat ngerjain. Tugas yang tadi itu, aku ngerjain tau-tau ketiduran. Makanya belum selesai. Terus aku harus gimana ya, apa aku keluar dari salah satu kegiatan?? : ya keluar aja dari pada ganggu sekolah… (dengan nada yang polos) : Ya gak segampang itu dong, kan kamu sudah berkomitmen pada kegiatan mu Far, masa keluar gitu aja… Kasihan temen yang sudah percaya sama kamu… : Terus harus gimana dong, kalo gini terus aku gak bisa maen lagi sama kalian… : bisa, kan kita sekelas. Nanti juga jam istirahat bisa maen, apa hari minggu juga : Benar tu kata Ria… tumben pinter… (sambil megang kepala Ria) : Wah, ya jelas dong… 144
Farah
: Sekarang aku harus gimana dong?
Mawar
: Ya enaknya kamu atur jadwal aja, jadi nanti kamu tau waktu sibuk hari apa aja... Biar bisa merkirain waktu buat istirahat… : Harus gitu ya… : Ya gimana lagi coba, kalo bisa apa yang kamu mulai harus kamu selesaiin juga. Jangan ditinggalin gitu aja… : kalo gitu nanti bantuin ya temen-temen… (dengan muka memelas) : siap, santai aja… Nanti malem aku maen ke rumah mu ya Far? : Beneran ya… : Iya, sekarang kamu pulang aja sama Ria. Istirahat dulu, gak usah ikut basket. Nanti aku ijin ke pak pelatih… hehee… : Ia, makasih War. Nanti malem ke rumah ku jangan lupa ya… : Siap boss…
Farah Mawar Farah Ria Farah Mawar Farah Mawar
Akhirnya mereka menemukan jalan keluarnya, dan Farah dapat belajar mengenai komitmen yang dia pilih untuk mengikuti dua ekstrakurikuler tanpa mengeluh. Setelah menyusun jadwal bersama sahabatnya, Farah menjadi lebih bisa mengatur waktu untuk istirahat maupun mengikuti dua kegiatan meskipun hal tersebut menyita waktu bersama sahabatnya.
145
Lampiran 14 Materi role playing siklus II SELAMAT DARI BADAI Tema Ide Cerita
: Kerjasama : Tiga orang nelayan yang bekerjasama melawan badai agar selamat sampai tujuan.
Tokoh & watak : Pak Heru : Bijaksana Budi : Keras kepala, penakut Saipul : Pekerja keras Dalam perjalanan mencari ikan, pak Heru ditemani oleh anaknya bernama Budi dan keponakan yang bernama Saipul. Ketika ditengah laut, tiba-tiba cuaca berubah. Awan mendung tiba-tiba menyelimuti laut, dan tidak lama kemudian turun hujan. Pak Heru Budi Saipul Pak Heru Saipul
: Waduh, cuaca kok jadi mendung gini..Bud, tolong jala ikan kamu naikin ke perahu. Sepertinya mau turun hujan, kita pulang aja.. : Saipul aja yang angkat, dia kan kuat… : Saya aja yang naikin jalanya… : Yaudah pul, cepet kamu naikin ke perahu : Beres pak…
Tak lama kemudian turun hujan Pak Heru Budi Pak Heru Saipul Pak Heru Saipul Pak Heru Budi
: Walah hujan kan… buruan Bud bantu Saipul… (dengan nada panik) : Kan sudah diurusin Saipul : Sudah beres pul? : Sudah pakde… : Awas, angin semakin kencang. Sepertinya mau ada badai. Pul, tolong pegangin tali layarnya… : Iya siap… : Bud, turunin layarnya… (dengan nada tinggi sedikit kesal bercampur panik) : Laa itu tali layarnya dipegangin Budi kan..
146
Pak Heru
: Kamu turunin layar satunya. Kalo kamu gak mau turun aja disini. Kamu liat gak bentar lagi ada badai..!!
Akhirnya pak Heru kehabisan kesabaran. Perdebatan antara pak Heru dengan Budi semakin meruncing. Ditambah lagi dengan adanya badai membuat pak Heru tambah panik. Mereka harus bekerjasama dalam menyeimbangkan perahu agar selamat sampai pantai.
LANJUTKAN DENGAN IDE KALIAN SENDIRI…
147
MENOLONG TANPA PAMRIH
Tema Ide cerita
: Menolong : Dua siswi menolong seorang nenek yang tuli setelah pulang sekolah
Tokoh & watak : Nenek : Tuli, mudah tersinggung Fitri : Gampang marah Lina : Sabar
Di sebuah sekolah, ada dua orang sahabat yang sudah menjalin persahabatannya sejak sekolah dasar (SD). Mereka selalu bersama sampai kelas 3 SMP. Susah senang sudah mereka rasakan bersama-sama. Suatu ketika sepulang sekolah, mereka melihat nenek-nenek terjatuh di pinggir jalan dengan barang belanjaan yang berantakan. Mereka berdua berniat membantu nenek itu, ternyata nenek yang terjatuh itu memiliki pendengaran yang sudah berkurang.
Fitri Lina Fitri Lina
: Lin, ayo pulang… : Bentar, lagi beres-beres ni… : Yaudah, aku tunggu diluar ya? : Iya…
Tak lama kemudian Lina keluar kelas Lina Fitri Lina Fitri Lina Fitri Lina
: Dor, ayo pulang…melamun aja… : Woiii, ngagetin aja. Ayo pulang.. : kamu lagi mikirin apa? : Gak ada, cuma lagi liatin pak kebon bersih-bersih : Woo, orang bersih-bersih bukannya dibantuin malah diliatin aja.. : Ya kan mau pulang, ntar kalo bantuin dulu gak jadi pulang dong.. : Hmmm, ada aja alasannya
Tiba-tiba ditengah jalan, mereka melihat nenek-nenek sedang terjatuh dengan barang bawaan yang cukup banyak. Lina
: Eh, itu ada orang jatuh. Ayo bantuin Fit.. (sambil menarik tangan Fitri)
148
Fitri Lina Nenek Fitri Lina Fitri Nenek Fitri Nenek Lina Nenek Fitri
: Iya sabar… : Nenek gak apa-apa? (bertanya pada nenek itu) : (diam sambil mengumpulkan barang bawaan yang tercecer) : Wah Lin, nenek ini sepertinya gak mau dibantuin : Huss, mana ada orang dibantuin malah nolak : Coba aku yang nanya ya.. Nek, ada yang bisa kami bantu? : (masih diam) : Nenek..!!! (Sambil teriak) : Eh, iya dik ada apa? (sambil melihat kea rah Fitri dan Lina) : Ada yang bisa kami bantu nek? : (diam sambil liatin mereka berdua) : Wah, bener-bener ni nenek.. (sudah emosi)
LANJUTKAN DENGAN IDE KALIAN SENDIRI…
149
MENGHADIRI RAPAT Tema Ide cerita
: Toleransi : Salah satu anggota kelompok telat dalam menghadiri rapat karena ada urusan keluarga.
Tokoh & watak : Bobi : Disiplin, keras Tomi : Baik, sabar Ridho : Penakut, lugu
Dalam suatu organisasi ekstrakurikuler, sedang berjalan rapat mingguan. Rapat dihadiri oleh semua anggota. Dalam rapat tersebut, ada seseorang yang datang terlambat dikarenakan ada urusan keluarga yaitu mengantar ibunya berobat ke dokter. Tetapi salah satu anggota tidak suka dan marah-marah kepada anggota yang telat itu. Tomi Bobi Tomi
: Untuk penggalangan dana ini lebih baik kita minta pendapat dari semua anggota aja… : Ya sebenarnya keputusan dari ketua aja sudah cukup, kita tinggal ngikut aja gimana? : Ya tidak bisa gitu, kita semua hadir pada rapat ini untuk apa kalo cuma diam dan ikut pendapat ketua. Apa gunanya musyawarah ini…
Tiba-tiba Ridho masuk ruangan dengan tergesa-gesa Ridho Bobi Ridho Tomi
: Permisi, maaf telat… (dengan terengah-engah) : Ini sudah jam berapa, bisa liat jadwal apa tidak..!! (melampiaskan marahnya kepada Ridho) : Iya maaf, tadi ada urusan keluarga sebentar (dengan muka takut) : Sudah, mungkin urusan keluarganya sangat mendesak. Ini juga baru mulai, belum masuk pada musyawarah semua anggota…
LANJUTKAN DENGAN IDE KALIAN SENDIRI…
150
JANJI SEORANG ANAK Tema Ide cerita
: Komitmen : Seorang anak yang memiliki komitmen untuk membantu ibu mengurus keluarga setelah ayah meninggal.
Tokoh & watak : Ibu : Sabar Rini : Pemalas Dwi : Adik Rini, suka mengadu ke ibu, cengeng
Di sebuah desa kecil, tinggal keluarga sederhana yang beranggotakan tiga orang yaitu ibu dan dua orang anaknya. Ayah mereka sudah meninggal sewaktu bertugas dimedan perang. Seorang kakak bernama Rini sudah berjanji kepada ayah untuk membantu ibu mengurus keluarga dan menjadi contoh buat adiknya. Pagi hari, Rini harus bangun pagi untuk membantu ibu. Ibu Rini Ibu Rini
: Rin, bangun sudah jam 5 lo… : Hmmm, masih ngantuk… (sambil menarik selimut) : Nanti kalo udah bangun bantu ibu ya bangunin Dwi sama ajak adikmu menyapu halaman depan : Hmmm…
Tak lama kemudian, Dwi bangun dan pergi ke dapur Ibu Dwi Ibu Dwi
: Eh, adik sudah bangun…mana kakak mu? : Gak tau buk, paling masih tidur… : Yaudah kalo gitu, ayo sini Dwi. Bantu ibu masak ya… : Iya buk…
Tak lama Rini bangun dan pergi mandi. Setelah itu Rini bersama adik berangkat sekolah. Rini Dwi Rini Ibu
: Dwi, cepetan mandi. Kakak udah selesai ni, kalo gak mandi nanti kakak tinggal.. : Iya, ini mau mandi… : Cepetan… : Udah, jangan gitu sama adik kamu. Udah, sambil nunggu adik mu mending sarapan dulu. Sudah matang ni sarapannya… 151
Setelah sarapan, Rini dan Dwi berangkat sekolah bersama. Sepulang sekolah, Rini pulang untuk mengantar Dwi dan dia berangkat lagi ke sekolah untuk mengikuti ekstrakurikuler. Sepulangdari ekstrakurikuler Rini langsung mandi, makan, dan tidur. Rini seperti lupa akan komitmen dia selama ini. Setiap hari Rini bangun siang dan tidak membantu ibunya. Setelah sekian lama akhirnya ibu menegur Rini dan mengingatkan Rini akan komitmen yang dia ucapkan dimakam ayah untuk menjadi contoh yang baik buat Dwi.
LANJUTKAN DENGAN IDE KALIAN SENDIRI…
152