UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA RUKO SUKMAJAYA JALAN TOLE ISKANDAR NOMOR 4-5 DEPOK PERIODE 10 – 29 AGUSTUS 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
SITI DZATIR ROHMAH, S.Farm. 1306502850
ANGKATAN LXXIX
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2015
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA RUKO SUKMAJAYA JALAN TOLE ISKANDAR NOMOR 4-5 DEPOK PERIODE 10 – 29 AGUSTUS 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
SITI DZATIR ROHMAH, S.Farm. 1306502850
ANGKATAN LXXIX
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2015 i
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA RUKO SUKMAJAYA JALAN TOLE ISKANDAR NOMOR 4-5 DEPOK PERIODE 10-29 AGUSTUS 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
SITI DZATIR ROHMAH, S.Farm. 1306502850
ANGKATAN LXXIX
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2015 ii
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
iii
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
iv
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
v
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
KATA PENGANTAR Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Erra Medika. Laporan PKPA ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada penulis selama melaksanakan kegiatan PKPA ini, yaitu kepada : 1. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. 2. Bapak Dr. Hayun, M.Si, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia 3. Ibu Dra. Alfina Rianti, M.Pharm., Apt. Selaku pembimbing dari Apotek Erra Medika yang telah berbagi ilmu kepada penulis serta membimbing penulis selama pelaksanaan PKPA di Apotek Erra Medika dan selama penyusunan laporan ini. 4. Bapak Sutriyo, M.Si., Apt. selaku pembimbing dari Universitas Indonesia yang telah bersedia meluangkan waktunya membimbing penulis selama penyusunan laporan ini. 5. Seluruh staf dan karyawan di Apotek Erra Medika atas bimbingan, kerjasama dan informasi yang diberikan selama penulis melaksanakan kegiatan PKPA. 6. Seluruh staf pengajar dan bagian Tata Usaha program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, atas ilmu, dukungan, dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama ini. 7. Kedua orang tua, keluarga dan orang-orang terdekat penulis yang selama ini tidak pernah berhenti memberikan dukungan dan doa. 8. Seluruh rekan sesama Apoteker Angkatan 79 Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, atas kerja sama, dukungan, semangat, dan persahabatan yang telah terjalin selama menempuh pendidikan di program profesi apoteker.
vi
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan laporan ini. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan ketidaksempurnaan di dalam laporan ini. Oleh karena itu, penulis terbuka untuk menerima saran dan kritik yang membangun untuk memperbaiki penulisan laporan penulis ke depannya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat, baik bagi diri penulis maupun pihak lain yang terlibat dan membaca laporan ini. Penulis
2015
vii
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
viii
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
ABSTRAK
Nama : Siti Dzatir Rohmah, S.Farm. NPM : 1306502850 Program Studi : Profesi Apoteker Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Erra Medika Ruko Sukmajaya Jalan Tole Iskandar Nomor 4-5 Depok Periode 10-29 Agustus 2014 Pembangunan kesehatan merupakan salah satu upaya pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan mutu kesehatan masyarakat. Keberhasilan pembangunan kesehatan dipengaruhi oleh faktor yang mencakup akses dan kualitas layanan kesehatan yang terus membaik. Apotek sebagai salah satu fasilitas layanan kesehatan adalah suatu tempat untuk melakukan pekerjaan kefarmasian, penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Salah satu fungsi apotek adalah sebagai tempat pengabdian seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan. Dalam melaksanakan tugasnya, seorang Apoteker harus berdasar pada standar pelayanan kefarmasian. Pada saat ini orientasi pelayanan kefarmasian telah bergeser dari pelayanan obat (drug oriented) menjadi pelayanan pasien (patient oriented) dengan mengacu kepada Pharmaceutical Care. Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Erra Medika Depok bertujuan untuk mengetahui, memahami, dan mampu menerapkan tugas dan tanggung jawab apoteker dalam pengelolaan apotek. Selain itu, melalui praktek kerja ini diharapkan calon apoteker memahami tanggung jawab apoteker dalam melakukan praktek pelayanan kefarmasian sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan etika yang berlaku khususnya pada pelayanan kefarmasian di Apotek. Kata Kunci
: Apotek, Erra Medika, Praktek Kerja Profesi Apoteker, Pelayanan Kefarmasian Tugas Umum : xiv + 81 halaman ; 18 lampiran Tugas Khusus : v + 53 halaman ; 6 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 18 (1978-2014) Daftar Acuan Tugas Khusus : 19 (1991-2014)
ix
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
ABSTRACT
Name : Siti Dzatir Rohmah, S.Farm. NPM : 1306502850 Study Program: Apothecary Profession Title : Pharmacist Internship Report at Apotek Erra Medika Ruko Sukmajaya Jalan Tole Iskandar Nomor 4-5 Depok Periods of August 10th-29th 2014 Health development aims to improve the quality of public health. The success of health development is influenced by factors that include access to and quality of health care that continues to improve. Pharmacy as one of the health care facility is a place to do the work of pharmacy, distribution of pharmaceutical preparations and other medical supplies to the community. One of the function of pharmacy is as a place of apothecary devotion who have took the oath of office. In performing its duties, apothecary must be based on the standard of pharmacy services. At this time the pharmacy service orientation has shifted from drug services (drug oriented) into patient care (patient-oriented) with reference to the Pharmaceutical Care. Pharmacist internship at Apotek Erra Medika Depok aims to know and understand the role and responsibility of Pharmacist in managing the pharmacy. In addition trough this Internship a future pharmacist also could understand the pharmaceutical care practice in pharmacy. Keywords
: Pharmacy, Erra Medika, Pharmacist Internship Program, Pharmaceutical Care General assigment : xiv + 81 pages ; 18 appendices Special assigment : v + 53 pages ; 6 appendices Bibliography of General Assignment : 18 (1978-2014) Bibliography of Special Assignment : 19 (1991-2014)
x
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .................................................................................................... i HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................................... iii HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME......................................... iv HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................v KATA PENGANTAR ................................................................................................... vi HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH.......................... viii ABSTRAK ...................................................................................................................... ix ABSTRACT......................................................................................................................x DAFTAR ISI .................................................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xiv BAB 1. PENDAHULUAN ..............................................................................................1 1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Tujuan ........................................................................................................2 BAB 2. TINJAUAN UMUM ..........................................................................................3 2.1 Definisi Apotek......................................................................................... 3 2.2 Landasan Hukum Apotek ..........................................................................3 2.3 Tugas dan Fungsi Apotek ..........................................................................4 2.4 Persyaratan Pendirian Apotek....................................................................4 2.5 Tata Cara Perizinan Apotek.......................................................................6 2.6 Petugas Apotek ........................................................................................12 2.7 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek (APA) .....................................13 2.8 Pelanggaran Apotek.................................................................................14 2.9 Pencabutan Surat Izin Apotek .................................................................15 2.10 Perbekalan Farmasi..................................................................................17 2.11 Pengelolaan Apotek .................................................................................21 2.11.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi............................................ 22 2.11.2 Pengelolaan Keuangan............................................................ 24 2.11.3 Administrasi ............................................................................ 24 2.12 Pelayanan Apotek ....................................................................................25 2.12.1 Pengkajian Resep .................................................................... 27 2.12.2 Dispensing ............................................................................... 27 2.12.3 Pelayanan Informasi Obat (PIO) ............................................ 28 2.12.4 Konseling................................................................................. 30 2.12.5 Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care) 31 2.12.6 Pemantauan Terapi Obat ........................................................ 32 2.12.7 Monitoring Efek Samping Obat (MESO).............................. 33 2.12.8 Pelayanan Swamedikasi ......................................................... 33 2.12.9 Promosi dan Edukasi .............................................................. 34 2.13 Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika di Apotek................................34 2.13.1 Pengelolaan Narkotika di Apotek .......................................... 34 xi
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
2.13.2 Pengelolaan Psikotropika........................................................ 37 BAB 3. TINJAUAN KHUSUS APOTEK ERRA MEDIKA .................................. 39 3.1 Sejarah Singkat Apotek Erra Medika ................................................... 39 3.2 Lokasi, Bangunan, dan Tata Ruang Apotek Erra Medika ................... 39 3.3 Struktur Organisasi Apotek Erra Medika ............................................. 41 3.4 Kegiatan di Apotek Erra Medika .......................................................... 44 3.4.1 Kegiatan Teknis Kefarmasian................................................... 44 3.4.1.1 Pengadaan/Pembelian Perbekalan Farmasi ............... 44 3.4.1.2 Penyimpanan dan Pengeluaran Barang ..................... 45 3.4.1.3 Penjualan ..................................................................... 46 3.4.2 Kegiatan Non Teknis Kefarmasian .......................................... 47 3.4.2.1 Bagian Keuangan ........................................................ 47 3.4.2.2 Kegiatan Administrasi ................................................ 47 3.5 Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika.............................................. 47 3.5.1 Pengadaan Narkotika dan Psikotropika ................................... 48 3.5.2 Penyimpanan Narkotika dan Psikotropika ............................... 48 3.5.3 Pelayanan Resep Narkotika dan Psikotropika ......................... 48 3.5.4 Laporan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika .................. 49 BAB 4. PEMBAHASAN .............................................................................................. 50 4.1 Lokasi dan Tata Ruang Apotek............................................................. 51 4.2 Sumber Daya Manusia (SDM) .............................................................. 53 4.3 Pembelian dan Pengadaan Barang ........................................................ 54 4.4 Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika.............................................. 57 4.5 Pengelolaan dan Pelayanan Resep ........................................................ 58 4.6 Pengelolaan Administrasi Keuangan .................................................... 60 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 61 5.1 Kesimpulan............................................................................................. 61 5.2 Saran ....................................................................................................... 61 DAFTAR ACUAN ........................................................................................................ 62 LAMPIRAN .................................................................................................................. 64
xii
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5
Penandaan Obat Bebas ..............................................................................18 Penandaan Obat Bebas Terbatas ................................................................18 Tanda Peringatan Pada Obat Bebas Terbatas ............................................19 Penandaan Obat Keras ...............................................................................19 Penandaan Obat Narkotika.........................................................................20
xiii
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lokasi Denah Apotek Erra Medika .........................................................64 Lampiran 2. Desain Eksterior Apotek Erra Medika.......................................................65 Lampiran 3. Desain Interior Apotek Erra Medika..........................................................66 Lampiran 4. Denah Ruangan Apotek Erra Medika........................................................67 Lampiran 5. Salinan Resep .............................................................................................68 Lampiran 6. Etiket Obat..................................................................................................69 Lampiran 7. Plastik Pembungkus Obat ..........................................................................70 Lampiran 8. Nota Apotek Erra Medika ..........................................................................71 Lampiran 9. Struktur Organisasi Apotek Erra Medika ..................................................72 Lampiran 10. Surat Pesanan .............................................................................................73 Lampiran 11. Faktur Pembelian .......................................................................................74 Lampiran 12. Kartu Stok Barang......................................................................................75 Lampiran 13. Surat Pesanan Narkotika ............................................................................76 Lampiran 14. Surat Pesanan Psikotropika........................................................................77 Lampiran 15. Contoh Pelaporan Narkotika......................................................................78 Lampiran 16. Laporan Penggunaan Narkotika ................................................................79 Lampiran 17. Contoh Pelaporan Psikotropika..................................................................80 Lampiran 18. Laporan Penggunaan Psikotropika ............................................................81
xiv
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar pada masyarakat sehingga dibutuhkan suatu usaha dalam rangka meningkatkan mutu kesehatan pada masyarakat. Pembangunan kesehatan merupakan salah satu upaya pembangunan nasional yang diselenggarakan pada semua bidang kehidupan yang bertujuan untuk dapat meningkatkan
mutu
kesehatan masyarakat. Pembangunan
kesehatan yang
dilaksanakan secara berkesinambungan telah berhasil meningkatkan status kesehatan. Keberhasilan itu banyak dipengaruhi oleh pengemban layanan kesehatan di sektor publik. Keberhasilan pembangunan kesehatan dipengaruhi oleh faktor yang mencakup akses dan kualitas layanan kesehatan yang terus membaik. Akses layanan kesehatan ditunjukkan dengan adanya peningkatan jumlah, jaringan, dan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan, yaitu puskesmas, rumah sakit, dan tidak terkecuali apotek. Apotek adalah suatu tempat untuk melakukan pekerjaan kefarmasian, penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Fungsi apotek adalah sebagai tempat pengabdian apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan, dan sebagai sarana farmasi untuk melakukan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat dan sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata. Pada pelaksanaan tugasnya, seorang Apoteker harus berdasar pada standar pelayanan kefarmasian. Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical care) adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian
untuk
meningkatkan
kualitas
hidup
pasien
(Kepmenkes
RI
No.1027/Menkes/SK/IX/2004). Berdasarkan PP No. 51 Tahun 2009, Apotek disebutkan sebagai salah satu fasilitas yang digunakan dalam pelayanan kefarmasian, maka dari itu apotek harus melakukan pelayanan kefarmasian. Pada saat ini orientasi paradigma pelayanan kefarmasian telah bergeser dari pelayanan obat (drug oriented) menjadi pelayanan pasien (patient oriented) dengan 1
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
2
mengacu kepada pharmaceutical care. Kegiatan pelayanan yang tadinya hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi berubah menjadi pelayanan yang komprehensif dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut maka apoteker dituntut untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya agar mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lain secara aktif, berinteraksi langsung dengan pasien di samping menerapkan
keilmuannya
di
bidang
farmasi
(Kepmenkes
RI
No.1027/Menkes/SK/IX/2004). Pelayanan kefarmasian harus diterapkan dengan baik dan tepat di apotek oleh apoteker. Maka dari itu, para calon apoteker memerlukan Praktek Kerja Profesi Apoteker di apotek. Hasil yang diharapkan adalah para calon apoteker akan mendapatkan pembekalan baik secara teori
ataupun
praktek dan dapat
mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkannya selama masa perkuliahan. Oleh karena itu, maka diadakan kerja sama antara Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia dengan Apotek Erra Medika dalam bentuk Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan pada tanggal 10-29 Agustus 2014.
1.2. Tujuan Tujuan pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Erra Medika yang diselenggarakan oleh Fakultas Farmasi Universitas Indonesia adalah agar calon apoteker : a. Memahami tugas dan tanggung jawab apoteker dalam pengelolaan apotek, serta melakukan praktek pelayanan kefarmasian sesuai dengan ketentuan perudangundangan dan etika yang berlaku. b. Memperoleh wawasan, pengetahuan, keterampilan dan pengalaman praktis untuk melakukan praktik kefarmasian di apotek. c. Memperoleh gambaran nyata tentang permasalahan praktek kefarmasian serta mempelajari strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan praktek kefarmasian.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1. Definisi Apotek Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (Kepmenkes RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002). Sementara menurut Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 dalam ketentuan umum dijelaskan bahwa apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. 2.2. Landasan Hukum Apotek Apotek sebagai sarana pelayanan kesehatan memiliki landasan hukum yang diatur dalam : 1. Undang-Undang : a. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan b. Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika c. Undang -Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika 2. Peraturan Pemerintah : a. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian b. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas PP No. 26 tahun 1965 tentang Apotek 3. Peraturan Menteri Kesehatan : a. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
695/Menkes/Per/VI/2007 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 184 tahun 1995 tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti dan Izin kerja Apoteker. b. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek
3
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
4
4. Keputusan Menteri Kesehatan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.922/MenKes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. 2.3. Tugas dan Fungsi Apotek Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 fungsi dan tugas apotek adalah : 1. Sebagai tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. 2. Sebagai sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian. 3. Sebagai sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat. 4. Sebagai sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
2.4. Persyaratan Pendirian Apotek Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh apotek yaitu (Permenkes RI No.922/Menkes/PER/X/1993) : 1. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker, atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan, termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. 2. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. 3. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. Selain itu persyaratan lain yang disebutkan adalah sebagai berikut (Kepmenkes RI No.1027/Menkes/SK/IX/2004) : Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
5
1. Sarana apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat. 2. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek. 3. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. 4. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi risiko kesalahan penyerahan. 5. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. 6. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya, bebas dari hewan pengerat, serangga. 7. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin. Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah apotek, diantaranya : a. Lokasi dan Tempat. Faktor yang digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk menentukan lokasi usaha apotek pada umumnya adalah mudah diakses oleh masyarakat, keamanan lingkungan, ada atau tidaknya apotek lain, letak apotek yang didirikan mudah atau tidaknya pasien untuk memarkir kendaraan, jumlah penduduk, jumlah praktek dokter, serta keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat (Kepmenkes RI No.1027/Menkes/SK/IX/2004). b. Bangunan dan Kelengkapan. Bangunan apotek harus memenuhi persyaratan teknis sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek serta memelihara mutu perbekalan farmasi. Apotek harus mempunyai papan nama yang terbuat dari bahan yang memadai dan memuat nama apotek, nama Apoteker Pengelola Apotek (APA), nomor SIA, dan alamat apotek. Luas bangunan apotek tidak dipermasalahkan, bangunan apotek terdiri dari ruang tunggu, ruang administrasi, ruang peracikan, ruang penyimpanan obat, dan toilet. Bangunan apotek harus dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang cukup, alat pemadam kebakaran yang berfungsi dengan baik, ventilasi, dan sistem sanitasi yang baik. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
6
Perlengkapan apotek adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan pengelolaan apotek. Perlengkapan yang harus tersedia di apotek adalah : 1)
Alat pembuatan, pengolahan, dan peracikan, seperti timbangan, mortir, dan gelas ukur.
2)
Perlengkapan dan alat penyimpanan perbekalan farmasi seperti lemari obat dan lemari pendingin.
3)
Wadah pengemas dan pembungkus seperti etiket dan plastik pengemas.
4)
Tempat penyimpanan khusus narkotika, psikotropika, dan bahan beracun.
5)
Alat dan perlengkapan laboratorium untuk pengujian sederhana seperti erlenmeyer, dan gelas ukur.
6)
Alat administrasi seperti blanko pesanan obat, faktur, kuitansi, dan salinan resep.
7)
Buku standar yang diwajibkan antara lain Farmakope Indonesia edisi terbaru, ISO, dan MIMS.
8)
Kumpulan peraturan dan perundang-undangan yang berhubungan dengan apotek.
2.5. Tata Cara Perizinan Apotek Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri Kesehatan RI kepada apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA) untuk membuka apotek di tempat tertentu. Izin apotek diberikan oleh Menteri yang melimpahkan wewenangnya kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin dilaporkan setahun sekali oleh Kepala Dinas Kesehatan kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Berdasarkan pedoman perizinan sarana farmasi makanan dan minuman provinsi DKI Jakarta maka perizinan apotek dibagi menjadi 4, yaitu : a.
Apotek Kerjasama, adalah apotek dimana apoteker hanya sebagai apoteker pengelola apotek (APA), sedangkan pemilik sarana apotek (PSA) adalah dari pihak lain (bisa perorangan, PT, dan lain-lain). Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
7
b.
Apotek Profesi, adalah apotek yang apoteker pengelola apotek (APA) juga sebagai pemilik sarana apoteknya (PSA).
c.
Depo Farmasi/Depo Obat, adalah apotek yang berada di klinik, dan hanya boleh menerima resep dari klinik tersebut.
d.
Apotek
Rakyat
(apotek
sederhana)
adalah
sarana
kesehatan
tempat
dilaksanakannya pelayanan kefarmasian di mana dilakukan penyerahan obatdan perbekalan kesehatan, dan tidak melakukan peracikan, serta tidak menjualobat golongan narkotika dan psikotropika, di mana terhitung sejak ditetapkannya Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 284/MenKes/PER/III/2007, seluruh izin dan status apotek yang berasal dari apotek sederhana akan disesuaikan menjadi apotek. Sebelum melaksanakan kegiatannya, Apoteker Pengelola Apotek (APA) wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA). Izin apotek berlaku untuk seterusnya selama apotek yang bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan dan APA dapat melaksanakan pekerjaannya dan masih memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh izin apotek tidak dipungut biaya dalam bentuk apapun (Permenkes RI No. 922/Menkes/PER/X/1993). Untuk mendapatkan SIA, APA harus menyiapkan tempat (lokasi dan bangunan) dan perlengkapannya termasuk obat dan perbekalan farmasi lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. Bangunan apotek harus mempunyai luas yang memadai, sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek, serta memelihara mutu perbekalan kesehatan di bidang farmasi. Bangunan apotek minimal terdiri dari ruang tunggu, ruang peracikan dan penyerahan obat, ruang administrasi dan ruang kerja apoteker, tempat pencucian alat, dan toilet/ WC. Bangunan apotek harus dilengkapi sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang cukup, alat pemadam kebakaran yang berfungsi dengan baik, serta ventilasi dan sistem sanitasi yang baik. Apotek harus mempunyai papan nama apotek berukuran minimal 40x60 cm dengan tulisan berwarna hitam (ukuran 5 cm) di atas dasar berwarna putih yang memuat nama apotek, nama APA, nomor SIA dan alamat apotek.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
8
Secara umum persyaratan izin apotek yang bekerja sama dengan pihak lain adalah : a.
Surat permohonan APA yang ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas materai Rp.6000,00.
b.
Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum dari Departemen
Kehakiman
dan
HAM
bila
dalam
bentuk
PT
yang
disahkan/terdaftar pada Departemen Kehakiman dan HAM RI. c.
Fotokopi KTP dari APA.
d.
Fotokopi Surat Izin Kerja (SIK)/ Surat Izin Praktek (SIP) apoteker, dengan lampiran surat keterangan selesai masa bakti apoteker bagi non pegawai negeri.
e.
Fotokopi surat status kepemilikan tanah: Fotokopi sertifikat, bila gedung milik sendiri; fotokopi surat perjanjian kontrak bangunan minimal 2 (dua) tahun dan KTP pemilik bangunan yang masih berlaku minimal dua tahun, bila kontrak/sewa.
f.
Fotokopi Undang-Undang Gangguan (UUG).
g.
Fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
h.
Surat keterangan domisili dari kelurahan setempat.
i.
Surat pernyataan pemohon yang menyatakan akan tunduk serta patuh kepadaperaturan perundangan yang berlaku di atas materai Rp. 6000,00.
j.
Peta lokasi dan denah ruangan.
k.
Surat pernyataan dari pemilik sarana apotek tidak pernah terlibat dan tidakakan terlibat dalam pelanggaran peraturan di bidang farmasi/obat dan tidakakan ikut campur dalam pengelolaan obat di atas materai Rp. 6000,00.
l.
Surat pernyataan APA bahwa yang bersangkutan tidak bekerja pada bidang farmasi lain di atas materai Rp. 6000,00.
m. Surat pernyataan tidak melakukan penjualan narkotika, obat keras tertentu tanpa resep di atas materai Rp.6000,00. n.
Struktur organisasi dan tata kerja/tata laksana (dalam bentuk Organogram).
o. Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan. p.
SIK Asisten Apoteker/D3 farmasi.
q.
Rencana jadwal buka apotek.
r.
Daftar peralatan peracikan obat. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
9
s.
Buku wajib peraturan perundangan di bidang farmasi.
t.
Formulir pelaporan narkotika dan psikotropika.
u.
Akte notaris perjanjian kerjasama APA dan PSA (asli/legalisir).
v.
Surat izin atasan bagi apoteker Pegawai Negeri Sipil. Secara umum persyaratan izin apotek praktek profesi :
a.
Surat permohonan apoteker praktek profesi ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas materai Rp.6000,00.
b.
Surat rekomendasi dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) DKI Jakarta yang menyatakan bahwa yang bersangkutan layak untuk melakukan apotek profesi yang diterbitkan setiap tahun sekali.
c.
Fotokopi KTP DKI apoteker apotek praktek profesi.
d.
Status kepemilikan bangunan, IMB dan surat sewa menyewa minimal 2 tahun.
e.
Denah bangunan beserta peta lokasi.
f.
Daftar peralatan peracikan, etiket, dll.
g.
Fotokopi NPWP apoteker.
h.
SIK/SIP apoteker dan pas foto 2x3 sebanyak 2 lembar dengan melampirkan surat selesai masa bakti apoteker.
i.
Surat pernyataan dari apotek bahwa selama buka apotek harus ada apotekernya (bila tidak ada apotekernya maka harus tutup).
j.
Jadwal buka apotek bersama dengan petugas/apoteker yang lain yang ikut melakukan praktek profesi dengan melampirkan SIK dan KTP DKI Jakarta. Secara umum persyaratan izin depo obat/farmasi :
a.
Surat permohonan apoteker penanggung jawab depo ditujukan kepada Suku Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas materai Rp.6000,00.
b.
Fotokopi izin klinik yang masih berlaku.
c.
Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum dari Departemen Kehakiman dan HAM bila dalam bentuk badan hukum.
d.
Fotokopi KTP APA.
e.
Ijasah/SIK/SIP Apoteker dengan melampirkan surat selesai masa bakti apoteker. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
10
f.
Surat pengangkatan apoteker sebagai karyawan/penanggung jawab depo obat/farmasi.
g.
Proposal untuk mendirikan depo obat/farmasi.
h.
Ijazah/SIK asisten apoteker.
i.
Peta lokasi dan denah bangunan seatap/sepekarangan dengan klinik serta denah bangunan tertutup.
j.
NPWP perusahaan.
k.
UUG.
l.
Status gedung/sertifikat gedung sewa minimal dua tahun.
m. Surat pernyataan apoteker hanya melayani resep dari klinik perusahaannya (bukan dari resep umum), kecuali atas nama pasien perusahaan. SIA berlaku seterusnya selama apotek yang bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan dan tidak ada perubahan fisik dan non fisik. SIA harus diperbaharui bila terjadi perubahan fisik dan non fisik dari sarana apotek. Kriteria perubahan non fisik yakni apabila terjadi pergantian apoteker pengelola sarana apotek (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya), terjadi pergantian pemilik sarana kesehatan apotek (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya), terjadi pergantian nama sarana kesehatan apotek, terjadi perubahan alamat sarana kesehatan apotek tanpa pemindahan lokasi, dan/atau terjadi karena surat izin sarana kesehatan apotek hilang atau rusak. Sedangkan perubahan fisik, yakni apabila terjadi perubahan denah sarana kesehatan apotek dan terjadi perubahan pindah lokasi apotek (Kepmenkes RI No.1332/Menkes/SK/X/2002). Permohonan perubahan izin karena pergantian APA harus disertai dengan lampiran sebagai berikut : SIA lama, fotokopi KTP APA baru, surat perjanjian kerjasama antara APA baru dengan PSA yang disahkan oleh notaris, surat serah terima apotek dari apoteker lama kepada apoteker baru, surat pernyataan apoteker baru tidak merangkap pada sarana farmasi makanan minuman lainnya, SIK/SP APA baru, surat kematian apoteker lama (bila meninggal), surat pernyataan APA lama tidak keberatan atas pergantian APA baru serta berita acara serah terima dalam rangka peralihan tanggung jawab pelayanan kefarmasian dari APA lama ke APA baru disertai dengan saksi dan juga menerangkan bahwa telah melakukan penyerahan kunci tempat penyimpanan narkotika, kunci penyimpanan obat keras dan bahan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
11
berbahaya lainnya, resep-resep, obat narkotik dan psikotropik. Sedangkan permohonan perubahan izin karena pergantian PSA harus disertai dengan : SIA lama, surat perjanjian kerja sama antara apoteker dengan pemilik sarana yang baru disahkan oleh notaris, surat pernyataan pemilik sarana apotek yang baru tidak pernah terlibat dalam pelanggaran dibidang farmasi, surat kematian dari pemilik lama (jika meninggal dunia), dan bukti pengalihan dari PSA lama ke PSA yang baru. Data tersebut diarsipkan oleh Sudinkes untuk selanjutnya dibuat rekapitulasi dan pemutakhiran data. Permohonan perubahan izin karena perubahan nama apotek harus disertai dengan SIA apotek yang lama, surat perjanjian kerjasama antara apoteker dengan pemilik sarana apotek dengan nama apotek yang baru disahkan notaris, NPWP yang baru, dan alasan perubahan tanpa pindah lokasi nama. Sedangkan permohonan perubahan izin apotek karena perubahan alamat harus disertai dengan SIA apotek yang lama, surat perjanjian kerja sama apoteker dengan pemilik sarana apotek dengan alamat apotek yang baru disahkan notaris, serta surat keterangan telah terjadi perubahan/nama jalan. Namun, jika perubahan alamat karena pindah lokasi maka permohonan perubahan izin disertai dengan pengembalian SIA lama, UUG yang baru, peta lokasi yang baru, denah ruangan apotek yang baru, contoh etiker. kopi resep, kop surat dengan alamat yang baru serta status gedung yang baru. Data tersebut diarsipkan oleh Sudinkes untuk selanjutnya dibuat rekapitulasi dan pemutakhiran data. Apotek harus memiliki perlengkapan yang memadai seperti timbangan, mortir, wadah dan etiket, tempat penyimpanan obat, termasuk lemari khusus narkotika dan psikotropika, kartu stok, dan sebagainya. Apotek harus melaporkan pemakaian narkotika setiap bulan kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta setempat dengan tembusan kepada Balai Besar POM di DKI Jakarta, sedangkan pemakaian psikotropika harus dilaporkan maksimal setahun sekali. Pada setiap pengalihan tanggung jawab kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA oleh apoteker pengganti, harus diikuti dengan serah terima resep, narkotika dan perbekalan farmasi lainnya serta kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Serah terima ini harus diikuti dengan pembuatan berita acara. Apabila apotek melakukan pelanggaran, maka dapat diberikan teguran secara lisan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
12
untuk segera dilakukan perbaikan. Apabila tidak ada perbaikan dari apotek tersebut, maka diberikan peringatan tertulis kepada APA. Pelaksanaan pencabutan SIA dapat dilakukan setelah dikeluarkan peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing dua bulan atau pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan. Akan tetapi, pembekuan izin ini dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Kepmenkes RI No.1332/Menkes/SK/X/2002).
2.6. Petugas Apotek Apoteker adalah tenaga profesi yang memiliki dasar pendidikan serta keterampilan di bidang farmasi dan diberi wewenang serta tanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Apoteker Pengelola Apotek (APA), yaitu Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA). Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, maka APA harus menunjuk Apoteker Pendamping. Apoteker Pendamping adalah apoteker yang telah bekerja di apotek di samping Apoteker Pengelola Apotek dan/atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. Apabila APA dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk Apoteker Pengganti. Apoteker Pengganti yaitu apoteker yang menggantikan APA selama APA tersebut tidak berada di tempat lebih dari tiga bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di apotek lain. Penunjukkan Apoteker Pendamping/Pengganti harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat dengan menggunakan formulir model APT-9. Apoteker Pendamping dan Apoteker Pengganti wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus-menerus, Surat Izin Apotek atas nama Apoteker yang bersangkutan dapat dicabut (Kepmenkes RI No.1332/Menkes/SK/X/2002). Untuk mendukung kegiatan di apotek apabila apotek yang dikelola cukup besar dan padat diperlukan tenaga kerja lain seperti Asisten Apoteker yang Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
13
berdasarkan
peraturan
perundang-undangan
berhak
melakukan
pekerjaan
kefarmasian sebagai Asisten Apoteker di bawah pengawasan Apoteker, juru resep yaitu petugas yang membantu pekerjaan asisten apoteker, kasir yaitu orang yang bertugas mencatat penerimaan dan pengeluaran uang yang dilengkapi dengan kuitansi dan nota, pegawai tata usaha, yaitu petugas yang melaksanakan administrasi apotek dan membuat laporan pembelian, penjualan, dan keuangan apotek. Apoteker Pengelola Apotek bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker Pendamping maupun Apoteker Pengganti, dalam pengelolaan apotek. Apoteker Pendamping bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian selama yang bersangkutan bertugas menggantikan APA. Pada setiap pengalihan tanggung jawab kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA oleh Apoteker Pengganti, harus diikuti dengan serah terima resep, narkotika, dan perbekalan farmasi lainnya, serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Serah terima ini harus diikuti dengan pembuatan berita acara.
Apabila
APA
meninggal
dunia,
maka
(Permenkes
RI
No.922/Menkes/PER/X/1993) : 1. Ahli waris APA wajib melaporkan dalam waktu 2 x 24 jam kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. 2. Apabila pada apotek tersebut tidak terdapat Apoteker Pendamping, maka laporan wajib disertai penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras, dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. 3. Penyerahan dibuat Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud Pasal 23 ayat (2) kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan formulir model APT-11 dengan tembusan kepada Kepala Balai POM setempat.
2.7. Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek (APA) Apoteker Pengelola Apotek (APA) wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA) yang berlaku untuk seterusnya selama apotek masih aktif melakukan kegiatan dan APA dapat melakukan pekerjaannya serta masih memenuhi persyaratan. Sesuai dengan Permenkes RI No. 1332/MENKES/SK/2002, APA harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Ijazahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
14
2. Telah mengucapkan sumpah atau janji Apoteker. 3. Memiliki Surat Izin Kerja dari Menteri Kesehatan. 4. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai apoteker. 5. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain. 2.8. Pelanggaran Apotek Pelanggaran apotek dapat dikategorikan berdasarkan berat atau ringannya pelanggaran tersebut. Kegiatan yang termasuk dalam pelanggaran berat, yaitu: 1. Melakukan kegiatan tanpa ada tenaga teknis farmasi 2. Terlibat dalam penyaluran atau penyimpanan obat palsu atau gelap 3. Pindah alamat apotek tanpa izin 4. Menjual narkotika tanpa resep dokter. 5. Kerja sama dengan PBF dalam menyalurkan obat kepada pihak yang tidak berhak dalam jumlah besar. 6. Tidak menunjuk Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti pada waktu APA keluar daerah selama tiga bulan berturut-turut. Kegiatan yang termasuk dalam pelanggaran ringan yaitu : 1. Tidak menunjuk Apoteker pendamping pada waktu APA tidak dapat hadir pada jam buka apotek. 2. Mengubah denah apotek tanpa izin. 3. Menjual obat daftar G kepada yang tidak berhak. 4. Melayani resep yang tidak jelas dokternya. 5. Menyimpan obat rusak, tidak mempunyai penandaan atau belum dimusnahkan. 6. Obat dalam kartu stok tidak sesuai dengan jumlah yang ada. 7. Salinan resep yang tidak ditanda tangani oleh Apoteker. 8. Melayani salinan resep narkotika dari apotek lain. 9. Lemari narkotika tidak memenuhi syarat. 10. Resep narkotika tidak dipisahkan. 11. Buku harian narkotika tidak diisi atau tidak bisa dilihat atau diperiksa. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
15
12. Tidak mempunyai atau tidak mengisi kartu stok hingga tidak dapat diketahui dengan jelas asal-usul obat tersebut. Setiap pelanggaran apotek terhadap ketentuan yang berlaku dapat dikenakan sanksi, baik bersifat administratif ataupun sanksi pidana. Sanksi administratif yang diberikan menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002 dan Permenkes No. 992/MENKES/PER/1993 adalah diberikan peringatan secara tertulis kepada APA secara tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masingmasing dua bulan. Selain itu, dilakukan pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya enam bulan sejak dikeluarkannya Penetapan Pembekuan Izin Apotek. Keputusan Pencabutan SIA disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Balai/Balai Besar POM setempat. Pembekuan izin apotek tersebut dapat dicairkan kembali apabila apotek tersebut dapat membuktikan bahwa seluruh persyaratan yang ditentukan dalam Keputusan Menteri Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tersebut telah dipenuhi. Pencairan izin apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Sanksi pidana berupa denda maupun hukuman penjara diberikan bila terdapat pelanggaran terhadap : 1. Undang-Undang Obat Keras (St. 1937 No. 541) 2. Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 3. Undang-Undang Narkotika No. 22 tahun 1997 4. Undang-Undang Psikotropika No. 5 tahun 1997
2.9. Pencabutan Surat Izin Apotek Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat wajib melaporkan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek dalam jangka waktu setahun sekali kepada Menteri Kesehatan dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat
mencabut
surat
izin
apotek
apabila
(Permenkes
RI
No.1332/MENKES/SK/X/2002) : Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
16
1. Apoteker tidak lagi memenuhi kewajibannya untuk menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Sediaan farmasi yang sudah dikatakan tidak bermutu baik atau karena sesuatu hal tidak dapat dan dilarang untuk digunakan, seharusnya dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri. 2. Apoteker Pengelola Apotek (APA) berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus. 3. Terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 9 tahun 1976 tentang Narkotika, Undang-Undang Obat Keras No. St. 1973 No. 541, Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. 4. Surat Izin Kerja Apoteker Pengelola Apotek dicabut. 5. Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang obat. 6. Apotek tidak dapat lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat pendirian apotek serta kelengkapan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya baik merupakan milik sendiri atau pihak lain. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan harus berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan pencabutan Surat Izin Apotek dilakukan setelah dikeluarkan : 1. Peringatan secara tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak 3 kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 bulan dengan menggunakan contoh Formulir APT-12. 2. Pembekuan izin Apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan Apotek dengan menggunakan contoh Formulir APT-13. Pembekuan Izin Apotek sebagaimana dimaksud dalam poin (2) di atas, dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini dengan menggunakan contoh formulir APT-14. Pencairan Izin Apotek dimaksud di atas dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Apabila Surat Izin Apotek dicabut, Apoteker Pengelola Apotek atau Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
17
Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengamanan yang dimaksud wajib mengikuti tata cara sebagai berikut : 1. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu dan obat lain serta seluruh resep yang tersedia di apotek. 2. Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci 3. Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Kementerian Kesehatan atau petugas yang diberi wewenang olehnya, tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud dalam poin (1). 2.10. Perbekalan Farmasi Pemerintah menetapkan beberapa peraturan mengenai “Tanda” untuk membedakan jenis-jenis obat yang beredar di wilayah Republik Indonesia agar pengelolaan obat menjadi mudah. Beberapa peraturan tersebut antara lain yaitu : 1. UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. 2. Kepmenkes RI No. 2380/A/SK/VI/83 tentang Tanda Khusus Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas. 3. Kepmenkes RI No. 2396/A/SK/VIII/86 tentang Tanda Khusus Obat Keras Daftar G. 4. Kepmenkes RI No. 347/Menkes/SK/VIII/90 tentang Obat Wajib Apotek. 5. Permenkes RI No.688/Menkes/Per/VII/1997 tentang Peredaran Psikotropika. Berdasarkan ketentuan peraturan tersebut, maka obat dapat dibagi menjadi beberapa golongan yaitu (Umar, 2007) : 1. Obat Bebas Obat bebas adalah obat tanpa peringatan, yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. Tandanya berupa lingkaran bulat berwarna hijau dengan garis tepi hitam.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
18
Gambar 2.1 Penandaan Obat Bebas 2. Obat Bebas Terbatas Obat bebas terbatas adalah obat dengan peringatan, yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. Tandanya berupa lingkaran bulat berwarna biru dengan garis tepi hitam.
Gambar 2.2 Penandaan Obat Bebas Terbatas
Obat golongan ini termasuk obat keras namun dapat dibeli tanpa resep dokter. Komposisi obat bebas terbatas merupakan obat keras sehingga dalam wadah atau kemasan perlu dicantumkan tanda peringatan (P1-P6). Tanda peringatan tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (disesuaikan dengan warna kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya dengan huruf berwarna putih. Tanda-tanda peringatan ini sesuai dengan golongan obatnya yaitu : a. P No 1: Awas! Obat keras. Baca aturan memakainya. Contoh: Inza®. b. P No 2: Awas! Obat keras. Hanya untuk dikumur, jangan ditelan. Contoh: Betadine® Obat Kumur Antiseptik. c. P No 3: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan. Contoh: Canesten®. d. P No 4: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar. Contoh: Sigaret Asma. e. P No 5: Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan. Contoh: Sulfanilamid Steril. f. No 6: Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan. Contoh: Anusol Suppositoria.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
19
Gambar 2.3 Tanda Peringatan pada Obat Bebas Terbatas 3. Obat Keras Daftar G Obat keras adalah obat-obatan yang mempunyai khasiat mengobati, menguatkan, mendesinfeksi, dan lain-lain, pada tubuh manusia, baik dalam bungkusan atau tidak yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Tanda khusus obat keras yaitu lingkaran merah dengan garis tepi hitam dan huruf K di dalamnya yang ditulis pada etiket dan bungkus luar.
Gambar 2.4 Penandaan Obat Keras
Psikotropika termasuk dalam golongan obat keras. Obat keras merupakan obat yang hanya bisa didapatkan dengan resep dokter dan dapat diulang tanpa resep baru bila dokter menyatakan pada resepnya “boleh diulang“. Obat-obat golongan ini antara lain obat jantung, obat diabetes, hormon, antibiotika, beberapa obat ulkus lambung, dan semua obat suntik. 4. Psikotropika Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
20
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Penggolongan dari psikotropika adalah (Undang-Undang No. 5 Tahun 1997) : a. Psikotropika golongan I adalah Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: etisiklidina, tenosiklidina, metilendioksi metilamfetamin (MDMA). b. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: amfetamin, deksamfetamin, metamfetamin, fensiklidin. c. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: amobarbital, pentobarbital, siklobarbital. d. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: diazepam, estazolam, etilamfetamin, alprazolam. 5. Narkotika Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongangolongan (Undang-Undang No.35 Tahun 2009).
Gambar 2.5 Penandaan Obat Narkotika
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
21
Narkotika dibagi menjadi 3 golongan, yaitu (Undang-Undang No. 35 Tahun 2009) : a. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: kokain, opium, heroin, ganja. b. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: morfin, petidin, normetadona, metadona. c. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh: kodein, norkodeina, etilmorfina. 2.11. Pengelolaan Apotek Pengelolaan apotek adalah seluruh upaya dan kegiatan apoteker untuk melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan apotek. Pengelolaan apotek dapat dibagi menjadi dua, yaitu (Kepmenkes RI No. 922/MENKES/PER/X/1993) : 1. Pengelolaan teknis kefarmasian meliputi pembuatan, pengelolaan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, penyerahan obat atau bahan obat, pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi yang meliputi pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter, tenaga kesehatan lainnya, maupun kepada masyarakat, pengamatan dan pelaporan mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan atau mutu obat serta perbekalan farmasi lainnya. 2. Pengelolaan non teknis kefarmasian meliputi semua kegiatan administrasi, keuangan, personalia, pelayanan komoditas selain perbekalan farmasi dan bidang lainnya yang berhubungan dengan fungsi apotek.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
22
2.11.1. Pengelolaan Perbekalan Farmasi 1. Perencanaan Perencanaan merupakan kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga dalam rangka pengadaan dengan tujuan mendapatkan jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, serta menghindari kekosongan obat. Dalam perencanaan pengadaan sediaan farmasi seperti obat-obatan dan alat kesehatan, maka perlu dilakukan pengumpulan data obat-obatan yang akandipesan. Data obat-obatan tersebut biasanya ditulis dalam buku defekta, yaitu jika barang habis atau persediaan menipis berdasarkan jumlah barang yang tersedia pada bulan-bulan sebelumnya. Beberapa pertimbangan yang harus dilakukan APA di dalam melaksanakan perencanaan pemesanan barang, yaitu memilih Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang memberikan keuntungan dari segala segi, misalnya harga yang ditawarkan sesuai, ketepatan waktu pengiriman, diskon dan bonus yang diberikan sesuai, jangka waktu kredit yang cukup, serta kemudahan dalam pengembalian obat-obatan yang hampir kadaluarsa. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan pengadaan sediaan farmasi yaitu (Kepmenkes RI No.1027/Menkes/SK/IX/2004) : a.
Pola penyakit, maksudnya adalah perlu memperhatikan dan mencermati pola penyakit yang timbul di sekitar masyarakat sehingga apotek dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tentang obat-obat untuk penyakit tersebut.
b.
Tingkat perekonomian masyarakat di sekitar apotek juga akan mempengaruhi daya beli terhadap obat-obatan.
c.
Budaya masyarakat dimana pandangan masyarakat terhadap obat, pabrik obat, bahkan iklan obat dapat mempengaruhi dalam hal pemilihan obat-obatan khususnya obat-obatan tanpa resep. Demikian juga dengan budaya masyarakat yang lebih senang berobat ke dokter, maka apotek perlu memperhatikan obatobat yang sering diresepkan oleh dokter tersebut.
2. Pengadaan Pabrik dapat menyalurkan produksinya langsung ke PBF, apotek, toko obat, apotek
rumah
sakit,
dan
sarana
kesehatan
lain
(Permenkes
RI
No.
918/Menkes/per/X/1993). Pengadaan barang di apotek meliputi pemesanan dan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
23
pembelian. Pembelian barang dapat dilakukan secara langsung ke produsen atau melalui PBF. Proses pengadaan barang dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu : a.
Tahap persiapan, dilakukan dengan cara mengumpulkan data barang-barang yang akan dipesan dari buku defekta, termasuk obat baru yang ditawarkan pemasok.
b.
Pemesanan dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan (SP). SP minimal dibuat 2 lembar (untuk pemasok dan arsip apotek) dan ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIK. Pengadaan atau pembelian barang di apotek dapat dilakukan dengan cara
antara lain : a.
Pembelian dalam jumlah terbatas yaitu pembelian dilakukan sesuai dengan kebutuhan dalam waktu pendek, misalnya satu minggu. Pembelian ini dilakukan bila modal terbatas dan PBF berada dalam jarak tidak jauh dari apotek, misalnya satu kota dan selalu siap untuk segera mengirimkan obat yang dipesan.
b.
Pembelian berencana dimana metode ini erat hubungannya dengan pengendalian persediaan barang. Pengawasan stok obat atau barang dagangan penting sekali, untuk mengetahui obat yang fast moving atau slow moving, hal ini dapat dilihat pada kartu stok. Selanjutnya dilakukan perencanaan pembelian sesuai dengan kebutuhan.
c.
Pembelian secara spekulasi merupakan pembelian dilakukan dalam jumlah yang lebih besar dari kebutuhan, dengan harapan akan ada kenaikan harga dalam waktu dekat atau karena ada diskon atau bonus. Pola ini dilakukan pada waktuwaktu tertentu jika diperkirakan akan terjadi peningkatan permintaan. Meskipun apabila spekulasinya benar akan mendapat keuntungan besar, tetapi cara ini mengandung resiko obat akan rusak atau kadaluarsa.
3. Penyimpanan Penyimpanan obat sebaiknya digolongkan berdasarkan bentuk sediaan, seperti sediaan padat dipisahkan dari sediaan cair atau setengah padat. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari zat-zat yang bersifat higroskopis. Serum, vaksin, dan obat-obat yang mudah rusak atau meleleh pada suhu kamar disimpan dalam lemari pendingin. Penyusunan obat dapat dilakukan secara alfabetis untuk mempermudah dan mempercepat pengambilan obat saat diperlukan. Pengaturan pemakaian barang Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
24
di apotek sebaiknya menggunakan sistem FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First Out), sehingga obat-obat yang mempunyai waktu kadaluarsa lebih singkat disimpan paling depan dan memungkinkan diambil terlebih dahulu. 2.11.2 Pengelolaan Keuangan Laporan keuangan yang biasa dibuat di apotek adalah : a. Laporan Rugi-Laba Laporan rugi-laba adalah laporan yang menyajikan informasi tentang pendapatan, biaya, laba atau rugi yang diperoleh perusahaan selama periode tertentu. Laporan rugi-laba biasanya berisi hasil penjualan, HPP (persediaan awal + pembelian-persediaan akhir), laba kotor, biaya operasional, laba bersih usaha, laba bersih sebelum pajak, laba bersih setelah pajak, pendapatan non usaha, dan pajak. b. Neraca Neraca adalah laporan yang menunjukkan keadaan keuangan suatu unit usaha pada waktu tertentu. Keadaan keuangan ini ditunjukkan dengan jumlah harta yang dimiliki yang disebut aktiva dan jumlah kewajiban yang disebut pasiva, atau dengan kata lain aktiva adalah investasi di dalam perusahaan dan pasiva merupakan sumbersumber yang digunakan untuk investasi tersebut. Oleh karena itu, dapat dilihat dalam neraca bahwa jumlah aktiva akan sama besar dengan pasiva. Aktiva dikelompokkan dalam aktiva lancar dan aktiva tetap. Aktiva lancar berisi kas, surat-surat berharga, piutang, dan persediaan. Aktiva tetap dapat berupa gedung atau tanah, sedangkan pasiva dapat berupa hutang dan modal. c. Laporan Hutang-Piutang Laporan utang adalah laporan yang berisi utang yang dimiliki apotek pada periode tertentu dalam satu tahun, sedangkan laporan piutang berisikan piutang yang ditimbulkan karena transaksi yang belum lunas dari pihak lain kepada pihak apotek. 2.11.3 Administrasi Administrasi yang biasa dilakukan apotek meliputi antara lain : 1. Administrasi umum, kegiatannya meliputi, membuat agenda atau mengarsipkan surat masuk dan surat keluar, pembuatan laporan-laporan seperti, laporan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
25
narkotika dan psikotropika, pelayanan resep dengan harganya, pendapatan, alat dan obat KB, obat generik, dan lain-lain. 2. Pembukuan meliputi pencatatan keluar dan masuknya uang disertai bukti-bukti pengeluaran dan pemasukan. 3. Administrasi penjualan meliputi pencatatan pelayanan obat resep, obat bebas, dan pembayaran secara tunai atau kredit. 4. Administrasi pergudangan meliputi, pencatatan penerimaan barang, masingmasing barang diberi kartu stok, dan membuat defekta. 5. Administrasi pembelian meliputi pencatatan pembelian harian secara tunai atau kredit dan asal pembelian, mengumpulkan faktur secara teratur. Selain itu dicatat kepada siapa berhutang dan masing-masing dihitung besarnya hutang apotek. 6. Administrasi piutang, meliputi pencatatan penjualan kredit, pelunasan piutang, dan penagihan sisa piutang. 7. Administrasi kepegawaian dilakukan dengan mengadakan absensi karyawan, mencatat kepangkatan, gaji, dan pendapatan lainnya dari karyawan. 2.12 Pelayanan Apotek Peraturan yang mengatur tentang Pelayanan Apotek adalah Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/Per/X/1993 yang meliputi : 1. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas dasar tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek, sesuai dengan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat. 2. Apotek wajib menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan yang bermutu baik dan absah. 3. Apotek tidak diizinkan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat paten. Namun resep dengan obat paten boleh diganti dengan obat generik. 4. Apotek wajib memusnahkan perbekalan farmasi yang tidak memenuhi syarat mengikuti ketentuan yang berlaku, dengan membuat berita acara. Pemusnahan ini dilakukan dengan cara dibakar atau dengan ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Balai Besar POM. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
26
5. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang diresepkan, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat yang lebih tepat. 6. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat. 7. Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep. 8. Salinan resep harus ditandatangani oleh Apoteker. 9. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu 3 tahun. 10. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku. 11. Apoteker Pengelola Apotek, Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti diizinkan menjual obat keras tanpa resep yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek, yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Pelayanan yang dilakukan di apotek, menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 35 tahun 2014, harus menerapkan pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) yaitu suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Untuk mewujudkan pelayanan kefarmasian, apoteker harus menerapkan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi standar pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai serta Pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian dan pencatatan serta pelaporan, sedangkan pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian resep, dispensing, Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling, Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home pharmacy care), Pemantauan Terapi Obat (PTO) dan Monitoring Efek Samping Obat (MESO). Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
27
2.12.1. Pengkajian Resep Pengkajian resep menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 35 Tahun 2014 meliputi kajian administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis resep. Kajian administratif meliputi : a. Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan. b. Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf. c. Tanggal penulisan resep. Kajian kesesuaian farmasetik meliputi : a. Bentuk dan kekuatan sediaan b. Stabilitas. c. Kompatibilitas (ketercampuran obat). Sedangkan kajian pertimbangan klinis meliputi : a. Ketepatan indikasi dan dosis obat. b. Aturan, cara dan lama penggunaan obat. c. Duplikasi dan/atau polifarmasi. d. Reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat, manifestasi klinis lain). e. Kontra indikasi. f. Interaksi. Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis resep. 2.12.2 Dispensing Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi obat. Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut (Permenkes RI No.35 Tahun 2014) : a. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep, menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan resep, mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik obat. b. Melakukan peracikan obat bila diperlukan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
28
c. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi : i. warna putih untuk obat dalam/oral. ii. warna biru untuk obat luar dan suntik. iii. menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspense atau emulsi. d. Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari penggunaan yang salah. Setelah penyiapan obat dilakukan hal sebagai berikut : a. Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep). b. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien. c. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien. d. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat. e. Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang terkait dengan obat antara lain manfaat obat, makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan obat dan lain-lain. f. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil. g. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya. h. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh apoteker (apabila diperlukan). i. Menyimpan resep pada tempatnya; j. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien. Apoteker di apotek juga dapat melayani obat non resep atau pelayanan swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang memerlukan bat non resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.
2.12.3 Pelayanan Informasi Obat (PIO) Apotek merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
29
bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat bebas dan herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari obat dan lain-lain (Permenkes RI No.35 Tahun 2014) . Kegiatan pelayanan informasi obat di Apotek meliputi (Permenkes RI No.35 Tahun 2014) : a. Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan. b. Membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat (penyuluhan). c. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien. d. Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang sedang praktik profesi. e. Melakukan penelitian penggunaan Obat. f. Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah. g. Melakukan program jaminan mutu. Pelayanan Informasi Obat harus didokumentasikan untuk membantu penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat dengan menggunakan Formulir. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan Informasi Obat : a. Topik pertanyaan. b. Tanggal dan waktu Pelayanan Informasi Obat diberikan. c. Metode Pelayanan Informasi Obat (lisan, tertulis, lewat telepon). d. Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti riwayat alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data laboratorium). e. Uraian pertanyaan. f. Jawaban pertanyaan. g. Referensi. h. Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, per telepon) dan data Apoteker yang memberikan Pelayanan Informasi Obat. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
30
2.12.4 Konseling Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 35 tahun 2014, konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami obat yang digunakan. Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling : a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui). b. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi). c. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off). d. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin, teofilin). e. Pasien dengan polifarmasi, pasien menerima beberapa obat untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat. f. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah. Tahap kegiatan konseling adalah sebagai berikut: a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien b. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui Three Prime Questions, yaitu: i. Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda? ii. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian obat Anda? iii.Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah Anda menerima terapi obat tersebut? Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
31
c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat. d. Memberikan
penjelasan
kepada
pasien
untuk
menyelesaikan
masalah
penggunaan obat. e. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan dalam konseling.
2.12.5 Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care) Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/ SK/IX/2004 pelayanan residensial atau pelayanan kefarmasian di rumah adalah pelayanan apoteker sebagai care giver dalam pelayanan kefarmasian di rumah-rumah khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk itu apoteker harus membuat catatan pengobatan pasien (patient medication record). Apoteker di apotek sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker, meliputi (Permenkes RI No.35 Tahun 2014) : a. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan pengobatan. b. Identifikasi kepatuhan pasien. c. Pendampingan pengelolaan obat dan/atau alat kesehatan di rumah, misalnya cara pemakaian obat asma, penyimpanan insulin. d. Konsultasi masalah obat atau kesehatan secara umum. e. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan obat berdasarkan catatan pengobatan pasien. f. Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
32
2.12.6 Pemantauan Terapi Obat Pemantauan terapi obat merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping (Permenkes RI No.35 Tahun 2014). Kriteria pasien pemantauan terapi obat adalah sebagai berikut : a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui. b. Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis. c. Adanya multidiagnosis. d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati. e. Menerima obat dengan indeks terapi sempit. f. Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat yang merugikan. Kegiatan yang dilakukan dalam pemantauan terapi obat adalah : a. Memilih pasien yang memenuhi kriteria. b. Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan pasien yang terdiri dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan obat dan riwayat alergi; melalui wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau tenaga kesehatan lain. c. Melakukan identifikasi masalah terkait obat. Masalah terkait obat antara lain adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi, pemberian obat tanpa indikasi, pemilihan obat yang tidak tepat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah, terjadinya reaksi obat yang tidak diinginkan atau terjadinya interaksi obat. d. Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien dan menentukan apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi akan terjadi. e. Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi rencana pemantauan
dengan
tujuan
memastikan
pencapaian
efek
terapi
dan
meminimalkan efek yang tidak dikehendaki. f. Hasil identifikasi masalah terkait obat dan rekomendasi yang telah dibuat oleh Apoteker harus dikomunikasikan dengan tenaga kesehatan terkait untuk mengoptimalkan tujuan terapi. g. Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
33
2.12.7 Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis. Kegiatan dalam MESO adalah (Permenkes RI No.35 Tahun 2014) : a. Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek samping obat. b. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO) c. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional. Faktor yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan MESO yaitu melakukan kerjasama dengan tim kesehatan lain serta ketersediaan formulir MESO.
2.12.8 Pelayanan Swamedikasi Pengobatan sendiri (swamedikasi) adalah tindakan mengobati diri sendiri dengan obat tanpa resep (golongan obat bebas dan bebas terbatas) yang dilakukan secara tepat guna dan bertanggung jawab. Hal ini mengandung makna bahwa walaupun digunakan untuk diri sendiri, pengobatan sendiri harus dilakukan secararasional. Ini berarti bahwa tindakan pemilihan dan penggunaan produk bersangkutan sepenuhnya merupakan tanggung jawab bagi para penggunanya. Pemerintah juga turut berperan serta dalam meningkatkan upaya pengobatan sendiri
dengan
mengeluarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
No.347/Menkes/SK/VII/ 1990 tentang Obat Wajib Apotek. Obat Wajib Apotek (OWA) adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh apoteker di apotek. Obat yang diserahkan tanpa resep dokter, harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Permenkes RI No.919/Menkes/Per/X/1993) : a.
Tidak dikontraindikasikan pada wanita hamil, anak dibawah usia 2 tahun dan orang tua diatas 65 tahun.
b.
Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko akan kelanjutan penyakit. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
34
c.
Penggunaan tidak memerlukan cara dan alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.
d.
Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.
e.
Obat
dimaksud
memiliki
rasio
khasiat
keamanan
yang
dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri. Penggunaan OWA perlu dicatat tetapi tidak perlu dilaporkan. Beberapa kewajiban apoteker dalam penyerahan obat wajib apotek yaitu : a.
Memenuhi ketentuan dan batasan yang tercakup dalam tiap-tiap jenis obat wajib apotek tersebut. Contoh: Ibuprofen tablet 400 mg maksimal diberikan sebanyak 10 tablet per pasien (demikian pula dengan ibuprofen tablet 800 mg), ketokonazol krim maksimal diberikan sebanyak 1 tube per pasien, atau ranitidin tablet 150 mg dengan batas jumlah penyerahan kepada pasien sebanyak 10 tablet.
b.
Membuat catatan pasien dan obat yang telah diserahkan.
c.
Memberikan informasi tentang obat, meliputi dosis, aturan pakai, efek samping dan informasi lain yang dianggap perlu.
2.12.9 Promosi dan Edukasi Apoteker
harus
memberikan
edukasi
dalam
rangka
pemberdayaan
masyarakat, apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan, dengan memilihkan obat yang sesuai. Apoteker juga harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi antara lain dengan penyebaran leaflet atau brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lain.
2.13. Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika di Apotek 2.13.1 Pengelolaan Narkotika di Apotek Narkotika merupakan bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, namun menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama. Pengendalian dan pengawasan narkotika, di Indonesia merupakan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
35
wewenang Badan POM. Untuk mempermudah pengendalian dan pengawasan narkotika maka pemerintah Indonesia hanya memberikan izin kepada PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. untuk mengimpor bahan baku, memproduksi sediaan dan mendistribusikan narkotika di seluruh Indonesia. Hal tersebut dilakukan mengingat narkotika adalah bahan berbahaya yang penggunaannya dapat disalahgunakan. Secara garis besar pengelolaan narkotika meliputi pemesanan, penyimpanan, pelayanan, pelaporan dan pemusnahan (Umar, 2007). 1. Pemesanan Narkotika Untuk memudahkan pengawasan maka apotek hanya dapat memesan narkotika ke PBF PT. Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan (SP) khusus narkotika, yang ditandatangani oleh APA, dilengkapi dengan nama jelas,stempel apotek, nomor SIK dan SIA. Surat pesanan terdiri dari empat rangkap. Surat pesanan narkotika dilengkapi dengan nama dan tanda tangan APA, nomor Surat Izin Apotek (SIA), tanggal dan nomor surat, alamat lengkap dan stempel apotek. Satu surat pesanan hanya untuk satu jenis narkotika 2. Penyimpanan Narkotika Apotek harus mempunyai tempat khusus untuk menyimpan narkotika dan harus dikunci dengan baik. Tempat penyimpanan narkotika di apotek harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Permenkes RI No.28/Menkes/PER/1978) : a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat. b. Harus mempunyai kunci yang kuat. c. Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garam-garamnya serta persediaan narkotika sedangkan bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika yang dipakai sehari-hari. d. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40 x 80 x 100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut melekat pada tembok atau lantai. e. Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan. f. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh pegawai yang dikuasakan. g. Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
36
3. Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika Hal yang harus diperhatikan dalam pelayanan resep yang mengandung narkotika antara lain : a.
Narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan atau ilmu pengetahuan.
b.
Narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep dokter.
c.
Apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar salinan resep dokter.
d.
Apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika, walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali.
e.
Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli.
f.
Salinan resep dari resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Dengan demikian dokter tidak boleh menambah tulisan iter pada resepresep yang mengandung narkotika.
4. Pelaporan Narkotika Apotek wajib membuat, menyampaikan dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya (UU No.35 Tahun 2009). Pelaporan penggunaan narkotika telah dikembangkan dalam bentuk perangkat lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) sejak tahun 2006 oleh Kementerian Kesehatan. Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) adalah sistem yang mengatur pelaporan penggunaan Narkotika dan Psikotropika dari Unit Layanan (Puskesmas, Rumah Sakit dan Apotek) ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan pelaporan elektronik selanjutnya Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan ke tingkat yang lebih tinggi (Dinkes Provinsi dan Ditjen Binfar dan Alkes) melalui mekanisme pelaporan online yang menggunakan fasilitas internet. Namun, penerapan undang-undang ini belum dilaksanakan secara menyeluruh di Indonesia. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
37
5. Pemusnahan Narkotika APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa atau tidak memenuhi syarat lagi untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan. Apoteker Pengelola Apotek dan dokter yang memusnahkan narkotika harus membuat Berita Acara Pemusnahan Narkotika yang sekurang-kurangnya memuat : a. Nama, jenis, sifat, dan jumlah narkotika yang dimusnahkan. b. Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun dilakukan pemusnahan. c. Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat yang menyaksikan pemusnahan. d. Cara pemusnahan dibuat Berita Acara Pemusnahan Narkotika dikirim kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Balai POM. Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyimpanan dan pelaporan narkotika dapat dikenai sanksi administratif oleh Menteri Kesehatan yang berupa: teguran, peringatan, denda administratif, penghentian sementara kegiatan atau pencabutan izin. 2.13.2. Pengelolaan Psikotropika Ruang lingkup pengaturan psikotropika adalah segala hal yang berhubungan dengan psikotropika yang dapat mengakibatkan ketergantungan. Tujuan pengaturan psikotropika yaitu : a.
Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan.
b.
Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika.
c.
Memberantas peredaran gelap psikotropika. Secara garis besar pengelolaan psikotropika meliputi :
1. Pemesanan Psikotropika Kegiatan ini memerlukan surat pesanan (SP), dimana satu SP bisa digunakan untuk beberapa jenis obat. Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan pasien dengan resep dokter. Tata cara pemesanan adalah dengan menggunakan SP yang ditandatangani oleh APA dilengkapi dengan nama jelas, stempel apotek, Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
38
nomor SIK dan SIA. Surat pesanan dibuat rangkap 3, dualembar untuk PBF dan 1 lembar untuk arsip apotek. Satu SP untuk beberapa jenis obat psikotropika. 2. Penyimpanan Psikotropika Kegiatan ini belum diatur oleh perundang-undangan, namun karena kecenderungan penyalahgunaan psikotropika, maka disarankan untuk obat golongan psikotropika diletakkan tersendiri dalam suatu rak atau lemari khusus. 3. Pelaporan Psikotropika Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan melaporkan pemakaiannya setiap bulan. Laporan ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Balai Besar POM setempat, Dinas Kesehatan Provinsi setempat, dan 1 salinan untuk arsip. 4. Pemusnahan Psikotropika Pemusnahan psikotropika dilakukan bila berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi, kadaluarsa atau tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Pemusnahan psikotropika wajib dibuat Berita Acara dan dikirim kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Balai POM.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK ERRA MEDIKA
3.1 Sejarah Singkat Apotek Erra Medika Apotek Erra Medika didirikan pada tanggal 13 Juli 1998 berdasarkan akta notaris dari B. Wirastuti Puntaraksma, S.H. no. 6 tahun 1997. Apotek Erra Medika berdiri di bawah naungan Yayasan Sangkakala. Maksud dan tujuan Yayasan Sangkakala adalah : 1. Menyelenggarakan pendidikan, latihan, dan pembangunan jasmani maupun rohani pada masyarakat. 2. Menyelenggarakan,
memelihara,
membina
dan
memajukan
kesehatan
masyarakat. 3.2 Lokasi, Bangunan, dan Tata Ruang Apotek Erra Medika Apotek Erra Medika terletak di Ruko Sukmajaya No.4-5, Jalan Tole Iskandar, Depok. Apotek ini berada satu bangunan dengan Klinik Erra Medika di mana klinik ini merupakan tempat praktik kerja dokter baik dokter umum maupun dokter spesialis. Klinik ini merupakan sumber utama resep yang diterima oleh apotek. Lokasi apotek ini berada di pinggir jalan dua arah dengan kepadatan cukup tinggi yang dilewati oleh banyak kendaraan baik kendaraan pribadi maupun kendaraan umum.Pada bagian depan apotek terdapat tempat parkir yang cukup luas dan cukup memadai. Tempat parkir ini dijaga oleh penjaga parkir sehingga keamanan di tempat parkir ini terjaga dengan baik karena petugas parkir mengawasi dan mengontrol kendaraan yang keluar masuk apotek. Tempat parkir ini dapat menampung mobil dan motor pribadi pasien yang datang ke apotek. Lokasi apotek Erra Medika dapat dilihat pada Lampiran 1. Bangunan apotek terdiri dari ruang tunggu, tempat penerimaan resep dan penjualan obat, ruang peracikan, ruang untuk pegawai, serta tempat pencucian atau wastafel. Loket kasir, ruang administrasi, tempat istirahat pegawai dan toilet digunakan secara bersama dengan Klinik Erra Medika. 39
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
40
a. Ruang Tunggu Ruang tunggu terletak di bagian depan apotek yaitu di depan etalase obat OTC yang dilengkapi dengan dua buah kursi. Ruang tunggu ini tidak terlalu besar karena pasien biasanya menunggu di ruang tunggu klinik b. Tempat Penerimaan Resep Tempat ini seperti loket yang tingginya sekitar 70-80 cm. Pasien yang telah melakukan pemeriksaan di klinik menyerahkan resep ke kasir kemudian kasir melakukan skrinning resep dan memberi harga pada resep serta total harganya kepada Asisten Apoteker (AA) yang berjaga. Selanjutnya AA yang dibantu olehjuru racik melakukan pengerjaan resep. c. Ruang Peracikan Ruangan merupakan tempat dilakukannya pembuatan, pengelolaan, peracikan, perubahan bentuk dan pencampuran obat. Sebelum dilakukan peracikan, AA terlebih dahulu melakukan pengecekan jenis obat, dosis serta perhitungannya untuk sediaan pulveres, kapsul, salep, dan sediaan lain yang perlu perhitungan dosis serta resep yang diperuntukkan bagi anak-anak atau lansia. Di dalam ruang peracikan ini terdapat lemari kaca yang di dalamnya terdapat obat-obatan yang disusun menurut abjad dan dikelompokkan menurut sediaan, yaitu kelompok obat yang berbentuk padat, obat semi padat, obat dalam bentuk cair dalam kemasan, obat generik, obat psikotropik dan obat narkotika. Ruangan ini dilengkapi fasilitas untuk peracikan seperti timbangan, papan penyusun saat meracik kapsul, alat-alat gelas, mortar dan stamper. Bahan baku seperti kapsul, dan alat-alat untuk meracik lainnya diletakkan diatas meja racikan yang terpisah dari tempat penyimpanan obat umumnya serta terlindung dari cahaya matahari. Ruang peracikan ini terpisah dari ruang tunggu sehingga terhindar dari pandangan langsung konsumen. Ruang peracikan ini cukup luas sehingga karyawan dapat leluasa bergerak. d. Ruang Administrasi Ruang ini digunakan bersama dengan klinik Erra Medika. Ruang ini terletak di lantai dua.Pada ruangan ini berlangsung semua kegiatan administrasi di apotek Erra Medika. Kegiatan administrasi apotek meliputi pencatatan uang keluar dan uang masuk (aliran uang) ke dalam buku kas, penghitungan laba rugi dalam sehari, pengaturan pembayaran pesanan obat (tagihan) ke PBF, mentransfer uang Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
41
ke rekening apotek serta hal-hal lain yang berkenaan dengan administrasi dan keuangan apotek. e. Ruang Tambahan/Penunjang Ruang tambahan/penunjang ini berfungsi untuk menunjang aktivitas yang berlangsung di apotek serta memberikan kenyamanan pada karyawan yang bekerja. Ruangan tambahan/penunjang ini meliputi toilet dan tempat istirahat serta sholat karyawan. Desain eksterior dan interior apotek dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3. Sedangkan denah apotek dapat dilihat pada Lampiran 4.
3.3 Struktur Organisasi Apotek Erra Medika Sebuah apotek harus memiliki struktur organisasi dan pembagian tugas serta tanggung jawab yang jelas agar manajemen apotek dapat berlangsung dengan baik dan terarah. Apotek Erra Medika dikepalai oleh seorang dokter sebagai Pemilik Sarana Apotek (PSA) yaitu dr. Erlang Setiawan dan seorang apoteker sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang bertanggung jawab terhadap keseluruhan kegiatan di apotek yaitu Alfina Rianti, Apt., M. Pharm. Susunan organisasi dan pembagian kerja di Apotek Erra Medika adalah sebagai berikut (dapat dilihat pada Lampiran 9 ) : 1. Tenaga Teknis Farmasi Apoteker Pengelola Apotek
: Dra. Alfina Rianti, Apt., M.Pharm.
Asisten Apoteker
: Irasari Jatining Pratiwi Yanuarita Mustika Baby Nova
2. Tenaga Non Teknis Farmasi Juru Resep
: Supraptini
Kasir
: Nurhasanah Reny Handayani Dede Marlina
Karyawan di apotek Erra Medika bekerja bergantian berdasarkan shift yang telah dibagi yaitu shift pagi hingga sore (pukul 08.00-15.00) dan shift siang hingga Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
42
malam (pukul 15.00-22.00). Adapun tugas dan fungsi PSA, APA beserta tenaga kerja lain yang ada di apotek Erra Medika adalah sebagai berikut : 1. PSA (Pemilik Sarana Apotek) PSA memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut : a. Memimpin seluruh kegiatan apotek b. Mengatur, melaksanakan, dan mengawasi administrasi yang meliputi administrasi
keuangan,
dagangan/inventaris,
administrasi
administrasi
penjualan,
kefarmasian
administrasi dan
barang
personalia
serta
administrasi bidang umum c. Membayar pajak-pajak yang berhubungan dengan perapotekan. d. Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil seoptimal mungkin sesuai dengan rencana kerja e. Melakukan kegiatan-kegiatan untuk pengembangan. 2. APA (Apoteker Pengelola Apotek) APA memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut : a. Menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan fungsinya (apotek sebagai tempat pengabdian profesi) dan memenuhi segala kebutuhan sesuai dengan perundang-undangan di bidang perapotekan yang berlaku b. Memimpin seluruh kegiatan manajerial apotek termasuk mengkoordinasikan dan mengawasi dinas kerja karyawan lainnya antara lain mengatur daftar giliran kerja, menetapkan pembagian beban kerja, dan tanggung jawab masing-masing karyawan. c. Bertanggung jawab terhadap kelancaran administrasi dan penyiapan dokumen penting d. Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk meningkatkan omset penjualan dan mengembangkan hasil usaha apotek dengan mempertimbangkan masukan dari karyawan lainnya untuk perbaikan pelayanan dan kemjuan apotek e. Memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. f. Melaksanakan pelayanan swamedikasi. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
43
g. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan. h. Mengatur dan mengawasi pengaman hasil penjualan tunai harian. 3. AA (Asisten Apoteker) Asisten Apoteker memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut : a. Mendata kebutuhan barang b. Mengatur, mengontrol, dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat di ruang peracikan. c. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas sampai menyerahkan obat. d. Memberi harga-harga untuk resep-resep yang masuk dan memeriksa kelengkapan resep. e. Menggantikan tugas APA dalam memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien kemudian meyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan. f. Mencatat keluar masuk barang. g. Melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai kadaluarsa h. Menyusun daftar masuknya barang dan menandatangani faktur obat yang masuk setiap harinya. i. Membuat salinan resep dan kuitansi bila dibutuhkan. 4. Juru Resep Juru resep bertanggung jawab kepada asisten apoteker. Juru resep juga mempunyai wewenang untuk melaksanakan peracikan, pengambilan obat untuk kemudian dilakukan pengecekan oleh asisten apoteker. Juru resep memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut : Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
44
a. Membantu tugas apoteker dan asisten apoteker dalam penyediaan atau pembuatan obat jadi maupun obat racikan. b. Menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan serta melaporkan hasil sediaan yang sudah jadi kepada asisten apoteker. c. Membuat obat-obat racikan standar di bawah pengawasan asisten apoteker. 5. Kasir Kasir bertanggung jawab terhadap kebenaran jumlah uang yang dipercayakan kepadanya, dan bertanggung jawab langsung kepada APA.
Kasir memiliki
wewenang untuk melaksanakan kegiatan arus uang yang sesuai dengan petunjuk-petunjuk/instruksi dari APA. Kasir memiliki tugas dan tanggung jawab yaitu: a. Mencatat penerimaan uang setelah dihitungnya terlebih dahulu, begitu pula dengan pengeluaran uang, yang harus dilengkapi dengan pendukung berupa kwitansi, nota, tanda setoran, dan lain sebagainya yang sudah diparaf oleh APA atau bagian yang ditunjuk b. Pemberian harga obat Harga obat merupakan faktor yang mempengaruhi pelayanan kefarmasian di apotek. Obat disesuaikan dengan kemampuan masyarakat sehingga masyarakat dapat memperoleh harga yang terjangkau dan kualitas terjamin. 3.4 Kegiatan Kegiatan di Apotek 3.4.1 Kegiatan Teknis Kefarmasian Kegiatan teknis kefarmasian meliputi pengadaan atau pembelian perbekalan farmasi, penyimpanan barang, pembuatan obat racikan dan penjualan.
3.4.1.1 Pengadaan/Pembelian Perbekalan Farmasi Pengadaan perbekalan farmasi dilaksanakan oleh asisten apoteker dengan menggunakan surat pesanan (SP). Pengadaan perbekalan farmasi dilakukan dengan pembelian secara kredit dan dibayar dua kali setiap bulan tanggal 10 dan 25. Sebelum dilakukan pengadaan obat terlebih dahulu dilakukan perencanaan pengadaan obat berdasarkan kebutuhan dan berdasarkan buku defecta. Perbekalan farmasi dipesan melalui distributor resmi atau Pedagang Besar Farmasi (PBF). Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
45
Pemilihan distrihbutor atau PBF ini dilakukan berdasarkan harga, waktu tunggu (lead time) dari mulai barang dipesan sampai diantar ke apotek, tenggang waktu pembayaran, dan potongan harga yang diberikan. Pihak apotek menyerahkan SP (Surat Pemesanan) kepada pihak distributor atau PBF. Barang yang dipesan kemudian diantar dan disertai dengan faktur sebagai tanda bukti bahwa barang telah diserahkan. Pada keadaan darurat saat barang benar-benar kosong tetapi dibutuhkan segera, maka dilakukan pemesanan cito yang dilakukan melalui telepon. SP diserahkan kepada pihak PBF ketika barang diantar. Pada saat pihak PBF mengantar barang ke apotek, barang yang datang kemudian diperiksa keadaan fisiknya, tanggal kadaluarsa, nomor batch, jenis dan jumlahnya apakah sesuai atau tidak dengan yang tertera pada faktur dan SP. Petugas apotek akan menandatangani dan memberikan cap stempel apotek pada faktur asli dan faktur kopi apabila barang yang diterima sesuai dengan pesanan. Faktur asli diberikan kepada distributor atau PBF dan lembar kopinya disimpan oleh apotek. Barang yang sudah diperiksa dan diterima kemudian diinput ke komputer dan kartu stok. Contoh surat pesanan dan faktur pembelian dapat dilihat pada Lampiran 10 dan 11.
3.4.1.2 Penyimpanan dan Pengeluaran Barang Penyimpanan barang didasarkan pada konsep FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out). Penyimpanan dengan menggunakan konsep ini dapat menjamin bahwa produk obat yang disalurkan ke konsumen merupakan produk obat yang aman dan tidak melewati batas kadaluwarsa. Barang yang diterima disimpan berdasarkan bentuk sediaan dan urutan alfabetis. Obat dan alat kesehatan disimpan di lemari kaca sementara obat narkotik dan psikotropika disimpan dalam lemari kayu yang terkunci. Obat generik dan obat bermerek diletakkan pada rak yang ada di ruang peracikan. Obat obat yang sering digunakan dalam sediaan racikan diletakkan dekat dengan meja racik untuk memudahkan pengambilan obat saat proses peracikan. Obat yang tidak stabil pada suhu ruang atau suhu tinggi serta obat yang membutuhkan penyimpanan pada suhu rendah disimpan dalam lemari pendingin. Sementara obat bebas disimpan pada etalase ruang depan apotek di bagian OTC. Setiap produk memiliki kartu stok sehingga dapat terpantau dengan jelas jumlah obat yang masuk, keluar serta stok yang tersedia. Setiap barang pesanan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
46
yang datang akan dicatat sebagai pemasukan, dan setiap barang yang keluar akan dicatat sebagai pengeluaran. Pencatatan dalam kartu stok diurutkan berdasarkan tanggal. Dengan demikian, jumlah obat yang masuk dan keluar dalam satu bulan dapat terpantau.
3.4.1.3. Penjualan Kegiatan penjualan yang dilakukan di Apotek Erra Medika meliputi pelayanan resep, penjualan obat bebas dan alat kesehatan. Pelayanan resep dokter terdiri dari resep yang dibayar tunai dan resep yang dibayar kredit. 1. Penjualan resep yang dibayar tunai Penjualan resep yang dibayar tunai merupakan pelayanan terhadap resep atau permintaan obat tertulis dari dokter untuk pasien dan harga obat tersebut dibayar tunai oleh pasien. 2. Penjualan resep yang dibayar kredit Penjualan resep yang dibayar kredit merupakan pelayanan terhadap resep yang ditulis oleh dokter untuk pasien tetapi dalam pembayaran menggunakan jasa perusahaan asuransi yang pembayarannya secara berjangka berdasarkan perjanjian yang telah disetujui bersama dan tagihan ditujukan kepada perusahaan yang bersangkutan. Apotek Erra Medika mengadakan kerja sama dengan perusahaan asuransi kesehatan Bank Mandiri, Nayaka dan Asuransi Kesehatan Sudirman. Klaim pada perusahaan Bank Mandiri dilakukan dua kali setiap bulannya yaitu dari tanggal 1 sampai tanggal 15 dan dari tanggal 16 sampai tanggal 31. Sedangkan klaim untuk Nayaka dan Asuransi Kesehatan Sudirman dilakukan setiap bulannya dengan rekapitulasi dari tanggal 1 sampai tanggal 31 setiap bulannya. 3. Penjualan Obat OTC Penjualan OTC merupakan penjualan barang yang dibeli tanpa menggunakan resep dari dokter. Penjualan OTC meliputi penjualan obat bebas dan obat bebas terbatas, obat tradisional, kosmetika, perlengkapan bayi dan alat kesehatan. Pembayaran dilakukan secara tunai dan setiap barang yang terjual dicatat pada daftar laporan penjualan harian. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
47
3.4.2. Kegiatan Non Teknis Kefarmasian 3.4.2.1. Bagian Keuangan Prinsipnya kegiatan keuangan adalah mengelola seluruh kegiatan yang berhubungan dengan uang masuk dan uang keluar. Di apotek aliran uang masuk berasal dari penjualan tunai dan penagihan piutang (penjualan kredit) sementara aliran uang keluar berupa biaya operasional apotek (listrik, telepon, PAM, gaji pegawai), pembelian barang secara tunai dan pembayaran rutin untuk pembelian barang secara kredit. Pada kegiatan keuangan dikenal buku kas dan buku bank. Buku kas berisi semua pemasukan dan pengeluaran uang dalam bentuk tunai yang dilakukan setiap hari sedangkan buku bank berisi semua pemasukan dan pengeluaran melalui bank. 3.4.2.2. Kegiatan Administrasi Kegiatan administrasi merupakan kegiatan pencatatan dan pembukuan seluruh kegiatan administrasi di apotek yang merupakan unsur penunjang semua kegiatan di apotek, selain itu dapat juga memberikan data keuangan secara rinci. Data tersebut digunakan untuk mengambil keputusan baik yang bersifat mendadak maupun dalam menyusun rencana jangka panjang. Pada kegiatan administrasi pembelian, transaksi pembelian dimasukkan ke dalam komputer oleh asisten apoteker berdasarkan faktur pembelian. Transaksi pembelian kemudian diposting, sehingga jumlah barang akan tercatat dan jumlah uang akan tercatat pada transaksi hutang di komputer. Pada administrasi penjualan harga resep, OTC, DOWA dilakukan melalui komputer. Pada saat petugas memasukkan daftar barang yang dibeli dan telah dibayar maka stok barang secara otomatis berkurang sesuai dengan transaksi yang telah dilakukan. 3.5 Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika Pengelolaan obat-obat golongan narkotika dan psikotropika memerlukan pengawasan yang khusus. Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya penyalahgunaan yang dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya, tidak saja bagi pengguna tetapi juga bagi masyarakat lainnya. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
48
3.5.1. Pengadaan Narkotika dan Psikotropika Pembelian obat-obat golongan narkotika hanya dilakukan melalui PBF Kimia Farma sebagai distributor tunggal obat golongan narkotika. Pembelian tersebut dilakukan dengan menggunakan surat pesanan narkotika. Surat pesanan narkotika merupakan surat pesanan yang dikhususkan untuk pemesanan obat golongan narkotika. Surat pesanan narkotika hanya boleh memesan 1 jenis obat golongan narkotika dalam setiap pemesanan dan pemesanan dilakukan kepada Kimia Farma. Surat pemesanan narkotik terdiri atas 4 rangkap. Tiga rangkap termasuk aslinya ditujukan kepada PT. Kimia Farma Tbk. Satu rangkap selanjutnya merupakan arsip apotek sendiri. Pembelian obat-obat golongan psikotropika dapat dilakukan melalui pedagang besar farmasi (PBF) resmi khususnya untuk penyalur psikotrpika. Pembelian dilakukan dengan menggunakan surat pesanan psikotropika. Surat pesanan psikotropika dikhususkan untuk pemesanan obat-obat yang termasuk dalam golongan psikotropika. Surat pesanan psikotropika boleh memesan lebih dari 1 jenis obat dalam setiap surat pemesanan dan dapat melakukan pesanan kepada PBF yang mempunyai obat yang diinginkan. Surat pesanan psikotropika terdiri dari 3 rangkap. Contoh surat pesanan narkotika dan psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 13 dan 14. 3.5.2. Penyimpanan Narkotika dan Psikotropika Penyimpanan narkotika dilakukan di tempat khusus yaitu berupa lemari khusus yang terbuat dari kayu yang dibagi dua, masing-masing dilengkapi dengan kunci yang dipegang oleh asisten apoteker yang telah diberi kuasa. Bagian pertama untuk menyimpan persediaan narkotika dalam jumlah besar sedangkan bagian kedua untuk menyimpan narkotika yang digunakan sehari-hari. Lemari ini tidak boleh digunakan untuk menyimpan obat atau barang lain selain narkotika. Obat psikotropika disimpan juga dalam lemari khusus dan tidak diampur dengan obat lain.
3.5.3. Pelayanan Resep Narkotika dan Psikotropika Apotek hanya melayani resep narkotika dan psikotropika dari resep asli atau resep salinan yang berasal dari apotek Erra Medika yang belum dilayani. Obat Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
49
narkotika yang dikeluarkan dicatat dalam buku pemakaian narkotika untuk pembuatan laporan penggunaan narkotika. Obat psikotropika yang dipakai juga dicatat dalam buku pemakaian psikotropika setiap harinya. Resep yang mengandung narkotika dan psikotropika dipisahkan dengan resep lainnya dan item obat narkotik di dalam resep diberi garis merah sementara obat psikotropik diberi garis biru.
3.5.4. Laporan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika Laporan penggunaan obat-obatan di Apotek Erra Medika dilaporkan setiap bulan meliputi laporan penggunaan sediaan jadi narkotika. Setiap bulan apotek wajib membuat laporan narkotika berdasarkan pemasukan dan pengeluaran narkotika yang tercatat di buku harian penggunaan narkotika. Data pemasukan dan pengeluaran narkotika dimasukkan ke dalam sebuah software khusus dan hasil data dikirim ke Seksi Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Depok dalam bentuk softcopy yang disimpan di compact disc (CD) dan tembusan ke Balai Besar Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam bentuk hardcopy. Contoh pelaporan narkotika dapat dilihat pada Lampiran 15 dan 16. Laporan penggunaan psikotropika dilaporkan setiap bulan, ditujukan kepada Seksi Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Depok dengan tembusan ke Balai Besar POM Jawa Barat. Contoh pelaporan psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 17 dan 18.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
50
BAB 4 PEMBAHASAN Pada Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, apotek didefinisikan sebagai sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker. Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan di bidang kefarmasian tempat apoteker yang telah mengucapkan sumpah melakukan pekerjaan kefarmasian yang memiliki peran dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan menunjang pelayanan kesehatan yang optimal. Pelayanan kesehatan yang optimal ini dapat diwujudkan melalui penerapan standar dan etika kefarmasian dalam menjalankan pelayanan di apotek serta melakukan pelayanan yang profesional dan komprehensif. Apotek memiliki dua fungsi, yaitu fungsi pelayanan kesehatan masyarakat dalam bidang kefarmasian (non profit oriented) dan fungsi wirausaha (profit oriented). Pada fungsi pelayanan kepada masyarakat, apotek berperan menyediakan obat-obatan dan perbekalan farmasi yang berkualitas dengan harga yang rasional dan terjangkau serta dibutuhkan secara nyata oleh masyarakat. Selain itu di apotek juga memberikan layanan informasi, konseling, dan edukasi kepada masyarakat mengenai penggunaan obat yang efektif, tepat, aman dan rasional sehingga dapat meningkatkan keberhasilan terapi. Pada fungsi wirausaha apotek berperan sebagai suatu unit usaha yang berhubungan dengan obat-obatan dan perbekalan farmasi lainnya sebagai komoditi untuk disalurkan kepada masyarakat sehingga apotek memperoleh keuntungan yang nantinya akan dikelola untuk pengembangan apotek dan menyejahterakan karyawannya. Apotek Erra Medika merupakan apotek yang bergabung dengan klinik. Apotek Erra Medika ini dikelola oleh Ibu Dra. Alfina Rianti, Apt., M.Pharm. sebagai APA (Apoteker Pengelola Apotek) yang dibantu oleh Ibu Ita, Ibu Ira, dan Baby sebagai Asisten Apoteker serta Ibu Tini sebagai juru resep. Pemilik Sarana Apotek (PSA) adalah Bapak dr. Erlang Setiawan, sp. PA. Apotek ini telah berdiri cukup lama yaitu sejak tahun 1998. Kepercayaan pelanggan merupakan faktor penting sehingga apotek ini dapat bertahan sampai sekarang. 50
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
51
4.1 Lokasi dan Tata Ruang Apotek Apotek Erra Medika terletak di Jalan Tole Iskandar Komplek Ruko Sukmajaya No. 4-5 Depok. Lokasi Apotek Erra Medika ini cukup strategis dan mudah diakses karena terletak di tepi jalan raya dua arah yang cukup padat lalu lintasnya serta dilalui oleh banyak kendaraan umum maupun kendaraan pribadi. Apotek ini dekat dengan pemukiman dan perumahan penduduk. Apotek Erra Medika ini berada dalam satu bangunan dengan Klinik Erra Medika yang menjadi sumber utama pemasukan resep. Apotek Erra Medika memiliki tempat parkir yang cukup luas sehingga memudahkan pasien yang membawa kendaraan untuk memarkir kendaraannya. Desain eksterior apotek tampak minimalis dan rapi dengan kaca tembus pandang dan paduan cat bangunan berwarna biru, jingga, kuning, dan coklat. Tulisan Apoklin Erra Medika terletak di bagian gedung ruko paling atas dengan huruf kapital agar dapat diliat orang dari jauh. Desain interior apotek berupa beberapa etalase kaca pada bagian depan untuk menyimpan obat OTC. Obat OTC disusun dengan permainan warna kemasan obat agar terlihat menarik serta diatur posisinya agar obat terlihat lengkap dan penuh. Ruangan dalam apotek terdiri dari ruang tunggu, ruang pelayanan, ruang peracikan, dan ruang administrasi yang mendukung pelaksanaan kegiatan apotek dapat berjalan secara efektif dan efisien. Ruang tunggu apotek tidak luas karena sebagian besar pasien menunggu di ruang tunggu klinik Erra Medika yang dilengkapi dengan banyak kursi, pendingin ruangan dan televisi sehingga pasien merasa nyaman menunggu. Pada ruang pelayanan terdapat papan nama apotek, serta etalase obat OTC dan perbekalan kesehatan lainnya. Ruang peracikan dan ruang administrasi terdapat di bagian dalam. Pada ruang peracikan tersedia wastafel yang digunakan untuk mencuci tangan dan peralatan yang digunakan untuk meracik obat. Pada etalase ruang pelayanan penataan barang-barang dipisahkan antara sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan. Sediaan farmasi yang terdiri dari obatobat bebas dan bebas terbatas ditata berdasarkan bentuk sediaan dan kelas terapinya. Perbekalan kesehatan dan rumah tangga seperti kosmetika, sabun, pasta gigi, shampo, susu formula, perlengkapan bayi disusun berdasarkan jenisnya masingmasing. Obat bebas, obat bebas terbatas dan perbekalan kesehatan rumah tangga Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
52
disimpan di etalase depan sementara obat-obat keras dan obat-obat resep ditata di etalase ruang peracikan. Barang-barang di ruang pelayanan ditata di dalam etalase kaca tembus pandang agar pembeli dapat dengan mudah melihat dan memilih sendiri obat yang diinginkannya. Pada penataan ini diperhatikan warna kotak kemasan. Hal ini dilakukan untuk menarik minat konsumen dalam membeli barang di apotek serta memudahkan konsumen dalam memilih akternatif obat lain yang masih dalam satu kelas terapi jika obat yang dimaksudkan tidak tersedia. Ruang peracikan terpisah dari ruang pelayanan resep. Ruangan ini terlindung dari pandangan konsumen. Ruang peracikan merupakan ruang tempat dilakukannya proses peracikan obat yang akan diberikan kepada pasien berdasarkan resep dokter. Peracikan ini meliputi kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah sediaan. Dalam melaksanakan peracikan obat harus mengikuti prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benarini dan obat-obat yang diresepkan dokter. Obat-obat yang disimpan pada ruang peracikan yaitu meliputi obat-obat keras dan obat-obat yang diresepkan dokter. Pada ruang peracikan, penyimpanan obat disusun secara alfabetis dan berdasarkan bentuk sediaannya yaitu sediaan tablet, sirup, salep, krim obat tetes mata, dan injeksi. Penyusunan ini dimaksudkan untuk mempermudah pengambilan dan pencarian obat dalam proses peracikan. Selain itu penyusunan ini dimaksudkan untuk meminimalisir resiko kekeliruan atau kesalahan pengambilan obat dalam proses peracikan dan penyiapan obat. Obat-obat di ruang peracikan ini disimpan di etalase kaca tembus pandang yang dapat dilihat dari luar sehingga petugas lebih mudah dalam mencari obat. Obat-obat yang sering digunakan dalam racikan diletakkan di dekat meja racik sehingga mempercepat proses peracikan. Pada ruang racik terdapat beberapa alat yang digunakan untuk meningkatkan keefektifan dan keefisienan waktu dalam proses peracikan yaitu alat pengisi kapsul, penyerbuk tablet (pulvered machine), dan alat pengemas serbuk obat/puyer. Alat ini sangat membantu petugas dalam meracik obat sehingga pasien tidak perlu menunggu terlalu lama untuk mengambil obat. Obat-obat yang terdapat pada ruang peracikan ini disimpan berdasarkan prinsip FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out) yaitu obat yang masuk lebih dahulu dan obat yang memiliki waktu expired Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
53
lebih dekat akan digunakan terlebih dahulu sehingga meminimalisir terjadinya obat rusak dan kadaluarsa. Pada ruang racik ini terdapat satu buah lemari pendingin berukuran sedang. Lemari pendingin ini digunakan untuk sediaan yang memerlukan suhu tertentu dalam penyimpanannya atau sediaan yang tidak stabil pada suhu ruangan seperti sediaan suppositoria, ovula, vaksin, dan insulin. Sediaan ini tetap dikontrol stok dan masa kadaluarsanya sehingga ketersediaan dan kualitasnya tetap terjaga. Pada ruang racik juga terdapat meja administrasi untuk mempermudah kerja petugas di ruang racik. Kertas salinan resep, etiket obat baik obat dalam maupun obat luar diletakkan di atas meja ini. Meja ini terletak terpisah dengan meja racik dan dikelilingi oleh lemari obat generik dan obat ethical. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pemberian etiket dan penulisan salinan resep tanpa terganggu oleh petugas yang melakukan peracikan obat. 4.2 Sumber Daya Manusia (SDM) Sumber daya manusia merupakan unsur yang sangat penting dalam suatu apotek. Sumber daya manusia inilah yang menentukan kualitas dan kepercayaan masyarakat terhadap suatu apotek. Apabila sumber daya manusia yang ada di apotek memiliki keahlian dan tingkah laku yang baik maka konsumen akan merasa senang dan puas sehingga akan mendorong konsumen untuk kembali lagi ke apotek tersebut. Sumber daya manusia yang profesional, terampil, bertanggung jawab, cekatan, ramah dan dapat dipercaya merupakan sumber daya manusia yang sangat menentukan dalam kemajuan apotek. APA (Apoteker Pengelola Apotek) sebagai pengelola harus berperan aktif dan memiliki hubungan kerja sama yang baik dengan PSA (Pemilik Sarana Apotek) dan seluruh karyawan yang ada di apotek dalam mengembangkan kemajuan apotek. APA juga harus dapat mendistribusikan tugas dan tanggung jawab masing-masing karyawan sesuai dengan keahliannya masingmasing. Sumber daya manusia yang ada di apotek Erra Medika terdiri dari pemilik sarana apotek yaitu Bapak dr. Erlang Setiawan, Sp. PA, apoteker pengelola apotek yaitu Ibu Alfina Rianti, M.Pharm., Apt, asisten apoteker terdiri dari tiga orang yaitu Irasari Jatining Pratiwi, Yanuarita Mustika, dan Baby Nova. Juru resep yaitu Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
54
Supraptini dan kasir terdiri dari tiga orang yaitu Nurhasanah, Reny Handayani, dan Dede Marlina dimana seluruh personalia ini telah memiliki pengalam dan telah ahli dibidangnya. Sebagian besar karyawan yang bekerja di apotek Erra Medika ini telah bekerja cukup lama atau pegawai senior. Hal ini akan menimbulkan rasa tanggung jawab dan dedikasi yang tinggi sehingga mereka akan bekerja dengan sebaik-baiknya untuk menghindari kesalahan dan menjaga nama baik apotek. Apotek Erra Medika ini beroperasi selama 14 jam. Jam kerja apotek Erra Medika ini dibagi menjadi dua shift yaitu shift pagi (pukul 08.00-15.00 WIB) dan shift sore (pukul 15.00-22.00 WIB). Hal ini dilakukan agar petugas yang bekerja tidak terlalu capek sehingga tetap dalam kondisi prima, cepat tanggap, cekatan, teliti dan berkonsentrasi dalam dalam melayani konsumen agar kepuasan konsumen dapat tetap dipertahankan. Secara umum pelayanan yang dilakukan oleh karyawan di apotek Erra Medika ini cukup baik, hanya saja pada saat proses penyerahan obat kepada pasien, karyawan kurang memberikan pelayanan informasi obat kepada pasien. Hal ini akan menyebabkan kurangnya infornasi pasien sehingga dapat meningkatkan resiko kesalahan dalam penggunaan obat. Peningkatan pelayanan informasi dan konseling mengenai obat ini perlu ditingkatkan sehingga akan menambah kepercayaan dan kepuasan konsumen.
4.3 Pembelian dan Pengadaan Barang Pengadaan merupakan hal sangat penting dan perlu diperhatikan dalam suatu apotek karena berkaitan dengan ketersediaan obat dan perbekalan farmasi lainnya di apotek. Pembelian dan pengadaan obat bertujuan agar ketersediaan obat di apotek dapat terpenuhi sehingga pasien akan selalu mendapatkan barang yang dicari di apotek
sehingga apotek tidak mengalami loss of sale (kehilangan penjualan).
Pengadaan barang ini harus dapat dikelola dengan baik. Pengelolaan pengadaan yang baik dan efektif akan menguntungkan apotek, sementara pengelolaan pengadaan yang buruk akan merugikan apotek. Perencanaan pembelian barang harus disesuaikan catatan di buku defecta. Selain itu dalam pembelian dan pengadaan barangharus diperhatikan stok level agar tidak terjadi penumpukan maupun kekurangan stok. Agar tidak terjadi kekosongan barang atau stok mati, maka sebelum dilakukan pembelian harus diperhatikan stok minimum dan waktu tunggu. Apotek jangan sampai mengalami kekosongan dalam waktu yang lama karena akan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
55
menurunkan citra apotek di mata konsumen. Apotek dengan ketersediaan obat yang lengkap akan memiliki citra yang baik di mata konsumen. Pengadaan obat dan perbekalan farmasi lainnya pada apotek Erra Medika ini dilakukan bedasarkan anggaran yang tersedia, harga, pola konsumsi masyarakat, pola penyakit, pola variasi obat dalam penulisan resep dokter dan stok persediaan barang. Pemesanan dan pembelian obat di apotek dilakukan dengan menggunakan SP (Surat Pemesanan) yang ditandatangani oleh APA (Apoteker Pengelola Apotek) atau AA (Asisten Apoteker) yang ditujukan kepada PBF (Pedagang Besar Farmasi). Pihak PBF umumnya datang ke apotek dua kali seminggu yaitu hari Senin dan hari Kamis. Pemesanan dapat dilakukan secara langsung ketika pihak PBF datang ke apotek dengan menyerahkan SP yang sudah ditandatangani oleh APA atau AA yang berisi jenis obat yang dipesan dan jumlahnya. Pada keadaan mendesak, dapat dilakukan pemesanan cito. Pemesanan cito dilakukan melalui telepon dari pihak apotek kepada pihak PBF dengan menyebutkan jenis obat, kekuatan dan jumlah yang akan dipesan. SP diserahkan kepada pihak PBF pada saat pesanan obat diantar. Surat Pemesanan terbagi menjadi 3 jenis, yaitu surat pemesanan obat biasa, surat pemesanan untuk obat psikotropika, dan surat pemesanan untuk obat narkotika. Surat pemesanan obat biasa merupakan surat pemesanan yang digunakan untuk pemesanan obat selain obat psikotropika maupun obat narkotika. Surat pemesanan obat bebas tersebut dibuat 2 rangkap, satu untuk PBF dan satu untuk arsip pembelian apotek. Surat pemesanan psikotropika terdiri dari dua rangkap dan ditujukan kepada distributor resmi. Lembar yang asli diberkan kepada distributor dan salinannya disimpan apotek sebagai arsip. Khusus untuk surat pemesanan narkotika, dalam satu SP hanya boleh memesan 1 jenis obat saja, dimana pemesanan obat narkotika tersebut diakukan kepada PT. Kimia Farma sebagai distributor tunggal obat golongan narkotik. Surat pemesanan narkotika terdiri atas 4 rangkap. Tiga rangkap termasuk aslinya diserahkan kembali kepada PT. Kimia Farma sedangkan 1 rangkap selanjutnya merupakan arsip apotek. Kegiatan pembelian dan pengadaan barang di apotek Erra Medika ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan apotek dalam jangka waktu yang tidak lama karena apotek tidak memiliki gudang untuk menyimpan barang serta untuk mencegah obat kadaluarsa jika disimpan terlalu lama. Pemenuhan kebutuhan dalam jangka waktu pendek ini kurang efektif karena dapat menyebabkan risiko terjadinya Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
56
kekosongan barang. Namun, hal ini tetap dilakukan karena ketidaktersediaan gudang di apotek. Barang yang sudah dipesan biasanya akan dikirim oleh PBF pada hari yang sama ketika obat tersebut dipesan atau akan dikirim beberapa hari kemudian tergantung kebijakan masing-masing PBF. Namun, ada beberapa barang yang dipesan memerlukan waktu lebih dari 24 jam. Hal ini menjadi perhatian khusus oleh pegawai apotek yang ditugaskan dalam hal pembelian untuk selalu memantau stok minimum obat dan menuliskan di buku defecta. Pada apotek Erra Medika, salah satu AA akan ditugaskan mengenai pengadaan barang ini dan disebut sebagai koordinator apotek. Saat barang yang dipesan datang, petugas apotek akan melakukan pemeriksaan dan mencocokkan apakah barang yang datang sesuai dengan yang tertera pada SP atau tidak meliputi jenis barang, merk, jumlah, harga satuan, jumlah harga per jenis barang, dan jumlah harga keseluruhan obat yang tetera di dalam faktur. Obat yang sudah diterima diperiksa nomor batch dan tanggal kadaluarsanya untuk mencegah kemungkinan diterimanya obat yang sudah kadaluarsa atau mendekati kadaluarsa. Jika obat sudah sesuai, maka petugas apotek yang menerima barang akan menandatangani faktur dan memberikan cap stempel apotek di lembar faktur tersebut. Tahap selanjutnya adalah memindahkan data-data faktur ke dalam buku penerimaan barang dan sistem komputer yang berisi nama obat dan jumlah barang yang masuk, beserta tanggal kadaluarsanya. Data pada sistem komputer dipakai sebagai data kartu stok dan obat akan diberi harga, serta dilakukan pencatatan di buku rincian faktur pembelian dan kartu stok. Selain itu, dibuat pula arsip faktur barang berdasarkan nama PBF. Seminggu setelah penyerahan barang, PBF melakukan tukar faktur dimana faktur asli diberikan kepada apotek serta menentukan tanggal pembayaran. Selain melakukan pengadaan obat melalui pembelian secara kredit, apotek juga menerima titipan (konsinyasi) perbekalan farmasi, di mana apotek menerima komisi bila barang tersebut terjual. Komisi disini adalah pihak apotek langsung menjual barang titipan tersebut dengan harga jual diatas harga jual pihak yang menitipkan produk konsinyasi tersebut. Bila barang tersebut tidak terjual sampai batas waktu yang telah disepakati ataupun sampai batas kadaluarsa, barang tersebut dapat dikembalikan kepada pemiliknya. Seringkali, pihak yang menitipkan produknya mengontrol dan mengecek jumlah persediaan pada apotek atau Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
57
melakukan pergantian produk secara berkala sebelum masuk waktu kadaluarsanya. Contoh produk konsinyasi adalah madu, jamu herbal, teh celup herbal, susu formula dan lain-lainnya. Selain perencanaan dan pengadaan barang, penjualan yang terjadi setiap harinya juga dicatat di buku penjualan, baik jenis, jumlah, maupun harganya. Pencatatan penjualan tersebut dibedakan antara obat OTC dan obat ethical atau resep. Hal tersebut dimaksudkan untuk mempermudah pemeriksaan terhadap hasil penjualan apotek dan harga barang sebelumnya. Kegiatan administrasi seperti ini di apotek sudah berjalan dengan baik dan teratur.
4.4 Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika Pengelolaan obat golongan narkotika dan psikotropika di apotek Erra Medika dilakukan secara khusus mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemesanan obat-obat golongan narkotika dan psikotropika dilakukan dengan Surat Pemesanan khusus yang telah dibuat dan ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA). Pesanan obat-obat narkotik dan psikotropik yang datang diterima dan diperiksa oleh APA atau Asisten Apoteker untuk menghindari penyalahgunaan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Untuk obat narkotik dan psikotropika, pembayaran dilakukan secara tunai pada saat obat datang. Sediaan narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus dan terpisah dengan obat lain. Lemari penyimpanan obat narkotik dan psikotropik di apotek Erra Medika berukuran cukup besar dan memiliki dua pintu terpisah yang masing-masing memiliki kunci tersendiri. Lemari tersebut terletak di ruang racik dan bersebelahan dengan lemari pendingin. Obat golongan narkotika dan psikotropika tidak bisa diberikan dan diperjualbelikan secara bebas. Obat-obat yang termasuk kedua golongan ini hanya dapat diberikan kepada pasien yang membawa resep asli dari dokter. Resep yang mengandung narkotika dan psikotropika tidak boleh diulang dan jika tidak ditebus semua, sisa obat lain yang belum ditebus hanya bisa dibeli di apotek yang sama (apotek asal tempat menebus pertama kali). Resep yang mengandung narkotika diberi garis merah sementara resep yang mengandung psikotropika diberi garis biru dan resep yang mengandung kedua golongan obat ini dipisahkan dengan resep lainnya. Setiap pengeluaran obat-obat golongan narkotika Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
58
dan psikotropika dicatat pada buku pengeluaran khusus narkotika dan psikotropika serta pada kartu stok masing-masing. Kartu stok narkotika dan psiktropika disimpan terpisah di dalam lemari penyimpanan narkotika dan psikotropika. Penggunaan narkotika dan psikotropika harus dibuat oleh apotek dan dilaporkan setiap bulannya. Pelaporan penggunaan narkotika dan psikitropika ini dibuat tiga rangkap yang ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kota Depok, Balai POM Jawa Barat, dan satu rangkap disimpan sebagai arsip apotek. Pelaporan dilakukan paling lambat tanggal 10 setiap bulannya.
4.5 Pengelolaan dan Pelayanan Resep Pengelolaan resep di Apotek Erra Medika ini telah dilaksanakan dengan baik. Resep yang masuk disusun dan dikumpulkan berdasarkan tanggal, hari dan bulannya.. Kemudian resep dibundel per bulannya dan diurutkan sesuai tanggal. Resep disimpan rapi di tempat penyimpanan resep sebagai arsip. Informasi mengenai tanggal pembuatan resep, nomor resep, nama obat, dan jumlah obat yang diberikan juga dicatat pada pada sistem komputer. Resep yang telah disimpan selama 3 tahun boleh dimusnahkan. Pemusnahan resep harus disertai dengan berita acara pemusnahan resep. Pemusnahan resep dan obat-obat yang telah kadaluarsa disaksikan oleh petugas dari suku Dinas Kesehatan Kotamadya Depok, PSA, dan APA. Berita acara pemusnahan selanjutnya dilaporkan ke Suku Dinas Kesehatan Kotamadya Depok. Tahapan pelayanan resep di Apotek Erra Medika dimulai dari penerimaan resep. Selanjutnya resep diperiksa kelengkapan dan ketersediaan obatnya. Pada pemeriksaan resep ini keahlian dan kemampuan dalam membaca resep sangat penting. Hal ini disebakan penulisan resep oleh dokter umumnya sulit untuk dibaca dan diartikan, sehingga butuh kesabaran dan pengalaman dalam pembacaan resep. Kesalahan dalam pembacaan resep dapat berakibat fatal bagi pasien dan harus dipertanggung jawabkan. Oleh sebab itu, apabila ada keraguan dalam pembacaan resep diharuskan untuk berkonsultasi dengan dokter pemberi resep untuk menghindari kesalahan pembacaan atau dapat menanyakan penyakit yang diderita pasien sehingga dapat diketahui obat apa yang dimaksud. Keahlian dan kemampuan petugas di apotek Erra Medika dalam membaca resep dokter sangat baik karena Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
59
mereka telah memiliki pengalaman dan telah terbiasa dengan tulisan dokter sehingga dapat langsung mengetahui obat yang dimaksudkan. Setelah diperiksa kelengkapan resep, selanjutnya karyawan apotek akan melakukan pemberian harga dan menuliskan nomor transaksi, serta biaya yang harus dibayar pasien. Setelah diketahui biaya yang harus dibayar oleh pasien, petugas yang menerima resep memastikan nama pasien dan mencatat apabila konsumen membutuhkan kuitansi pembelian obat. Konsumen melakukan pembayaran secara tunai melalui kasir. Hal yang perlu diperhatikan dalam pelayanan resep adalah kecepatan dan ketepatan pelayanan resep karena berhubungan dengan kepuasan dan loyalitas pelanggan. Selain melayani resep tunai, apotek Erra Medika juga melakukan kerja sama dengan perusahaan asuransi kesehatan yaitu asuransi Bank Mandiri, Asuransi Sudirman dan Asuransi Nayaka. Pembayaran resep asuransi ini dilakukan pada tempo waktu yang telah disepakati. Setelah transaksi pembayaran dilakukan, kasir akan mencatat nomor resep di resep yang akan disiapkan dan struk pembayaran diserahkan kepada konsumen sebagai bukti dan digunakan untuk mengambil obat. Resep yang telah dibayar kemudian diserahkan ke loket antara ruang pelayanan resep dengan ruang peracikan untuk dicap tanggal resep tersebut diterima. Resep yang telah dicap tersebut kemudian diserahkan ke bagian peracikan dan penyiapan obat. Obat dapat langsung disiapkan apabila obat tersebut tidak perlu di racik, jika perlu diracik maka terlebih dahulu dilakukan peritungan jumlah obat yang akan digunakan dan dilanjutkan dengan peracikan. Penghitungan jumlah obat ini ditujukan untuk memastikan bahwa obat yang diberikan sesuai dengan yang tertera pada resep sehingga pasien tidak mengalami kelebihan dosis atau kekurangan dosis obat. Obat yang telah diracik kemudian diberi etiket dan dicek kembali apakah sudah sesuai. Pengemasan obat disesuaikan dengan sediaan obat yang diberikan, umumnya menggunakan plastik klip untuk obat dengan sediaan tablet, pulveres (dalam perkamen), maupun kapsul. Pemberian etiket juga disesuaikan dengan penggunaan obat, untuk obat-obat yang diberikan secara oral diberi etiket berwarna putih, sedangkan untuk obat-obat luar diberi etiket berwarna biru. Etiket berisikan nomor resep, tanggal pelayanan, nama pasien, serta aturan penggunaan obat. Etiket akan mempermudah pasien dalam penggunaan obat dan untuk mencegah kesalahan dalam aturan pakai masing-masing obat. Pengerjaan resep di apotek Erra Medika dapat dikatakan cukup cepat. Obat Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
60
yang telah dikemas dan diberi etiket diperiksa kembali oleh Asisten Apoteker. Pada bagian ini akan diperiksa kesesuaian obat yang diminta meliputi jumlah, kekuatan obat, aturan pakai, penulisan kopi resep, dan kuitansi pembelian. Pada saat penyerahan obat di apotek Erra Medika, pemberian informasi mengenai obat yang diberikan kepada pasien belum dilakukan secara maksimal. Hal ini disebabkan karena banyaknya obat yang harus diberikan kepada pasien lainnya dan terbatasnya tenaga petugas yang tersedia. 4.6 Pengelolaan Administrasi Keuangan Pengelolaan keuangan merupakan faktor penting dalam pengelolaan apotek karena berhubungan dengan kelangsungan jalannya apotek. Semua kegiatan keuangan apotek dicatat pada laporan harian secara rinci dan jelas sehingga mempermudah pembuatan laporan bulanan dan juga tahunan. Laporan ini kemudian disimpan sebagai arsip dan juga disampaikan kepada pemilik sarana apotek (PSA). Pembayaran atas pembelian barang kepada PBF (Pedagang Besar Farmasi) dilakukan setiap tanggal 10 dan 25 setiap bulannya. Penagihan pembayaran kepada pihak asuransi dilakukan sesuai kesepakatan. Untuk asuransi Bank Mandiri, penagihan dilakukan sebanyak 2 kali dalam sebulan yaitu saat tengah bulan dan akhir bulan. Sementara pada asuransi lainnya yaitu asuransi Nayaka dan Sudirman, penagihan dilakukan di awal bulan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
61
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan a.
Fungsi dan peran Apoteker Pengelola Apotek di Apotek Erra Medika sangat penting dalam menetapkan kebijakan pengelolaan apotek serta melaksanakan fungsi pengawasan dan pengendalian terhadap semua komponen yang ada di apotek.
b.
Pengelolaan apotek di Apotek Erra Medika meliputi pengelolaan administrasi, manajemen pengadaan, penyimpanan, dan penjualan telah sesuai dengan peraturan dan etika yang berlaku.
c.
Pelaksanaan pelayanan kefarmasian dalam hal pemberian informasi obat di apotek Erra Medika kurang optimal namun secara umum pengelolaan dan pelayanan resep telah dilakukan dengan baik.
5.2 Saran a.
Perlu dilakukan evaluasi secara rutin terhadap perputaran obat
dan
ketersediaannya agar keperluan obat bagi para pelanggan selalu tersedia, tetapi barangnya tidak over stock. b.
Perlu adanya seorang Apoteker pendamping yang selalu ada di apotek agar pengawasan dan pelaksanaan pelayanan kefarmasian dapat berjalan lebih baik.
c.
Pelatihan pemberian informasi obat perlu diberikan pada karyawan apotek agar pelayanan kefarmasian menjadi optimal dan kepuasan pelanggan meningkat.
61
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
62
DAFTAR ACUAN
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (1978). Peraturan Menteri Kesehatan No.28/Menkes/PER/1978 tentang Penyimpanan Narkotika. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 tentang Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (1981). Keputusan Menteri Kesehatan No. 28 Tahun 1981 Tentang Penyimpanan dan Pemusnahan Resep. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 347/Menkes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (1993a). Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 918/Menkes/Per/X/1993 Tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF). Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (1993b). Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/Menkes/Per/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (1993c). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 924/Menkes/PER/IX/1993 Tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 2. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (1993d). Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (1999). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 3. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 992/Menkes/PER/X/1993 Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1027 Tahun 2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 62
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
63
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 889 tahun 2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2009 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Umar, Muhammad. (2007). Manajemen Apotek Praktis cetakan kedua. Jakarta: Nyohoka Brothers. Presiden Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Jakarta : Presiden Republik Indonesia. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta : Presiden Republik Indonesia. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta : Presiden Republik Indonesia.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
64
Lampiran 1. Lokasi Denah Apotek Erra Medika
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
65
Lampiran 2. Desain Eksterior Apotek Erra Medika
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
66
Lampiran 3. Desain interior Apotek Erra Medika
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
67
Lampiran 4. Denah Ruangan Apotek Erra Medika
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
68
Lampiran 5. Salinan Resep
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
69
Lampiran 6. Etiket Obat
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
70
Lampiran 7. Plastik Pembungkus Obat
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
71
Lampiran 8. Nota Apotek Erra Medika
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
72
Lampiran 9. Struktur Organisasi Apotek Erra Medika
Pemilik Sarana Apotek dr. Erlang Setiawan, Sp. PA
Apoteker Pengelola Apotek Dra.Alfina Rianti, M.Pharm., Apt.
Asisten Apoteker Irasari Jatining Pratiwi
Asisten Apoteker Yanuarita Mustika
Asisten Apoteker Baby Nova
Juru Resep Supraptini
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
73
Lampiran 10. Surat Pesanan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
74
Lampiran 11. Faktur Pembelian
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
75
Lampiran 12. Kartu Stok Barang
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
76
Lampiran 13. Surat Pesanan Narkotika
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
77
Lampiran 14. Surat Pesanan Psikotropika
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
78
Lampiran 15. Contoh Pelaporan Narkotika
Nomor
: 01/VIII/AEM/14
Lampiran : 1 (satu) lembar Hal
: Laporan Narkotika Depok, 8 Agustus 2014 Kepada Yth. Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok c.q. Seksi Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Depok Ruko Depok Mas Blok A 7 - 9 Jl. Margonda Raya no. 42 Depok
Dengan hormat, Dengan ini kami kirimkan Laporan Narkotika bulan Juli 2014, sebanyak 1 (satu) lembar.
Harap diterima dengan baik. Hormat kami,
Apoteker Pengelola Apotek Apoklin Erra Medika,
Dra. Alfina Rianti, Apt., M Pharm. Tembusan : 1. Balai Besar POM, Jl. Pasteur no. 25, Bandung 2. Arsip Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
79
Lampiran 16. Laporan Penggunaan Narkotika
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
80
Lampiran 17. Contoh Pelaporan Psikotropika
Nomor
: 02/VIII/AEM/14
Lampiran
: 1 (satu) lembar
Hal
: Laporan Psikotropika
Depok, 8 Agustus 2014 Kepada Yth. Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok c.q. Seksi Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Depok Ruko Depok Mas Blok A 7 - 9 Jl. Margonda Raya no. 42 Depok
Dengan hormat, Dengan ini kami kirimkan Laporan Psikotropika bulan Juli 2014, sebanyak 1 (satu) lembar.
Harap diterima dengan baik. Hormat kami,
Apoteker Pengelola Apotek Apoklin Erra Medika,
Dra. Alfina Rianti, Apt., M Pharm. Tembusan : 1. Balai Besar POM, Jl. Pasteur no. 25, Bandung 2. Arsip Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
81
Lampiran 18. Laporan Penggunaan Psikotropika
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS KEJADIAN PRESCRIBING ERROR TERHADAP RESEP DOKTER DI APOTEK ERRA MEDIKA SELAMA BULAN JUNI 2014
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA RUKO SUKMAJAYA JALAN TOLE ISKANDAR NOMOR 4-5 DEPOK PERIODE 10-29 AGUSTUS 2014
SITI DZATIR ROHMAH, S.Farm. 1306502850
ANGKATAN LXXIX
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2015
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS KEJADIAN PRESCRIBING ERROR TERHADAP RESEP DOKTER DI APOTEK ERRA MEDIKA SELAMA BULAN JUNI 2014
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DI APOTEK ERRA MEDIKA RUKO SUKMAJAYA JALAN TOLE ISKANDAR NOMOR 4-5 DEPOK PERIODE 10-29 AGUSTUS 2014
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
SITI DZATIR ROHMAH, S.Farm. 1306502850
ANGKATAN LXXIX
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2015 i
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .................................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... iii DAFTAR TABEL .......................................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................v BAB 1. PENDAHULUAN ..............................................................................................1 1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Tujuan ........................................................................................................2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................3 2.1 Apotek....................................................................................................... 3 2.1.1 Pengertian Apotek .........................................................................3 2.1.2 Tugas dan Fungsi Apotek ............................................................3 2.1.3 Pelayanan Apotek .........................................................................3 2.2 Apoteker.....................................................................................................5 2.3 Resep..........................................................................................................6 2.3.1 Pengertian Resep ...........................................................................6 2.3.2 Pelayanan Resep ...........................................................................8 2.4 Medication Error ......................................................................................10 2.4.1 Kategorisasi Medication Error ....................................................11 2.4.2 Jenis Medication Error .............................................................. 12 BAB 3. METODOLOGI PELAKSANAAN ............................................................. 16 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ........................................................... 16 3.2 Metode Pengumpulan Data ................................................................... 16 3.3 Cara Kerja............................................................................................... 16 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 17 4.1 Benar dan Jelas Penulisan Resep .......................................................... 21 4.2 Benar Obat .............................................................................................. 24 4.3 Benar Dosis ............................................................................................ 24 4.4 Benar Waktu, Frekuensi dan Durasi ..................................................... 24 4.5 Benar Rute Pemberian ........................................................................... 26 4.6 Duplikasi Terapi ..................................................................................... 26 4.7 Interaksi Obat ......................................................................................... 28 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 31 5.1 Kesimpulan............................................................................................. 31 5.2 Saran ....................................................................................................... 32 DAFTAR ACUAN ........................................................................................................ 33 LAMPIRAN .................................................................................................................. 35 ii
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Contoh dan Bagian Resep........................................................................7 Gambar 4.1 Perbandingan Resep Biasa, Narkotik dan Psikotropik Selama Bulan Juni 2014 di Apotek Erra Medika..............................................................18 Gambar 4.2 Perbandingan Resep Racikan dan Resep Non Racikan Selama Bulan Juni 2014 di Apotek Erra Medika..............................................................19 Gambar 4.3 Grafik Hasil Analisis 7 Benar Pada Resep di Apotek Erra Medika Selama Bulan Juni 2014.............................................................................20 Gambar 4.4 Grafik Persentase Kelengkapan Resep di Apotek Erra Medika Selama Bulan Juni 2014..........................................................................................22 Gambar 4.5 Diagram Hasil Analisis Benar Waktu, Durasi dan Frekuensi Penggunaan Obat Pada Resep di Apotek Erra Medika Selama Bulan Juni 2014 ....................................................................................................25 Gambar 4.6 Grafik Prescribing Error Kejadian Duplikasi Pengobatan Pada Resep di Apotek Erra Medika Selama Bulan Juni 2014 ......................................27 Gambar 4.7 Perbandingan Persentase Resep dengan Interaksi Obat dan Resep Tanpa Interaksi Obat di Apotek Erra Medika Selama Bulan Juni 2014 ..............28
iii
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3
Data hasil Analisis 7 Benar Pada Resep di Apotek Erra Medika Selama Bulan Juni 2014..........................................................................................20 Data Hasil Analisis Benar Waktu, Durasi dan Frekuensi Penggunaan Obat Pada Resep di Apotek Erra Medika Selama Bulan Juni 2014..........25 Interaksi Obat yang Paling Banyak Terjadi Pada Resep di Apotek Erra Medika Selama Bulan Juni 2014 ...............................................................29
iv
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6.
Kelengkapan Resep Non Narkotik Psikotropik.......................................35 Kelengkapan Resep Non Narkotik Psikotropik (Lanjutan).......................36 Kelengkapan Resep Narkotik ...................................................................37 Kelengkapan Resep Psikotropik ................................................................38 Evaluasi Prescribing Error Berdasarkan Adanya Duplikasi Terapi.........39 Evaluasi Prescribing Error Berdasarkan Adanya Interaksi Obat .............40
v
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat-obatan saat ini telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini disebabkan oleh peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan. Namun, penggunaan obat yang semakin berkembang ini dapat meningkatkan risiko terjadinya kesalahan dalam pengobatan atau dikenal dengan istilah medication error. Medication error adalah semua kejadian yang dapat menyebabkan pengobatan tidak sesuai atau yang dapat mencelakakan pasien dimana prosedur pengobatan tersebut masih berada di bawah kontrol praktisi kesehatan (Fowler, 2009). Medication error dapat membahayakan kondisi pasien bahkan mengancam nyawa pasien sehingga peluang terjadinya hal ini harus dapat dicegah oleh tenaga kesehatan khususnya apoteker. Apoteker sebagai seorang tenaga ahli kefarmasian harus dapat menjamin keselamatan pasien di sarana praktik kefarmasian. Keselamatan pasien merupakan prioritas utama dalam pelayanan kefarmasian karena konsep pelayanan kefarmasian saat ini telah bergeser dari berorientasi pada obat (drug oriented) menjadi berorientasi kepada pasien (patient oriented). Apoteker harus dapat memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan atau medication error dalam pelayanan kefarmasian sehingga apoteker harus melakukan pelayanan di apotek sesuai dengan standar yang berlaku untuk mencegah terjadinya medication error yang dapat merugikan pasien (Kementerian Kesehatan RI, 2004). Medication error dapat terjadi dalam 4 fase yaitu fase prescribing, fase transcribing, fase dispensing, dan fase administrasion oleh pasien (Cohen,1991). Prevalensi kejadian medication error cukup tinggi baik di rumah sakit, apotek maupun sarana praktik kefarmasian lainnya. Medication error yang paling umum terjadi dalam praktik pelayanan kesehatan adalah pada fase prescribing atau dikenal dengan istilah prescribing error (Kuo dkk., 2008). Prescribing error merupakan salah satu bentuk medication errors yang dibuat oleh penulis resep saat menuliskan permintaan suatu obat untuk pasien kepada farmasis. Kesalahan ini meliputi ketidaktepatan pemilihan obat (berdasarkan indikasi, KI, interaksi obat, dan lain-lain), dosis, bentuk sediaan, rute pemakaian, 1
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
2
aturan pemakaian, resep yang tidak bisa dibaca. Kesalahan penulisan resep dapat menimbulkan dampak negatif bagi pasien, diantaranya adalah kerugian waktu, biaya dan kematian. Apotek sebagai tempat praktik pelayanan kefarmasian di mana salah satu jenis pelayanan yang dilakukan adalah pelayanan resep baik resep asli dari dokter maupun salinannya. Sebagai seorang apoteker, untuk mencegah terjadinya medication error pada tahap prescribing, apoteker harus melakukan skrinning terhadap resep yang diterima. Berdasarkan hal itu, pada Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Erra Medika bulan 10-29 Agustus 2014 ini penulis menyusun tugas khusus tentang analisis terjadinya prescribing error pada resep yang masuk ke Apotek Erra Medika selama bulan Juni 2014. Analisis prescribing error ini mencakup 7 (tujuh) benar yaitu benar dan jelas penulisan resep, benar obat, benar dosis, benar waktu dan frekuensi pemberian, benar rute pemberian, duplikasi pengobatan dan interaksi obat. 1.2 Tujuan Tujuan dari pembuatan tugas ini adalah untuk mengkaji dan membuat daftar kejadian prescribing error yang mencakup 7 (tujuh) benar yaitu benar dan jelas penulisan resep, benar obat, benar dosis, benar waktu dan frekuensi pemberian, benar rute pemberian, duplikasi pengobatan dan interaksi obat terhadap resep yang masuk ke Apotek Erra Medika bulan Juni 2014.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Apotek 2.1.1 Pengertian Apotek Apotek berasal dari bahasa yunani, aphoteca yang secara harfiah berarti penyimpanan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, apotek merupakan tempat meramu dan menjual obat berdasarkan resep dokter serta memperdagangkan barang medis. Anief mengatakan apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasiaan dan penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1027 tahun 2004 menyatakan bahwa Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Peraturan
Pemerintah
Republik
Indonesia
nomor
51
tahun
2009
mendefinisikan pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pendistribusi atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Salah satu fasilitas pelayanan kefarmasian adalah Apotek. 2.1.2 Tugas dan Fungsi Apotek Apotek memiliki tugas dan fungsi sebagai (Syamsuni, 2005) : 1. Tempat pengabdian profesi apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan. 2. Sarana
farmasi
untuk
melaksanakan
peracikan,
pengubahan
bentuk,
pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat. 3. Sarana penyaluran perbekalan farmasi dalam penyebaran obat-obatan yang diperlukan masyarakat secara luas dan merata. 2.1.3 Pelayanan Apotek Pelayanan
kefarmasian
di
apotek,
meliputi
(Permenkes
RI
No.
922/Menkes/Per/X/1993) :
3
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
4
1. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas dasar tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek, sesuai dengan keahliaan profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat. 2. Apotek wajib menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan sahih. 3. Apotek tidak diizinkan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat bermerek dagang. Namun resep dengan obat bermerek dagang atau obat paten boleh diganti dengan obat generik. 4. Apotek wajib memusnahkan perbekalan farmasi yang tidak memenuhi syarat mengikuti ketentuan yang berlaku, dengan membuat berita acara. Pemusnahan ini dilakukan dengan cara dibakar atau dengan ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Badan POM. 5. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang diresepkan, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat yang lebih tepat. 6. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat. 7. Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau menambahkan tanda tangan di atas resep. 8. Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker. 9. Resep harus dirahasiakan dan disimpan serta disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu 3 tahun. 10. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan, atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku. 11. Apoteker dibolehkan menjual obat keras tanpa resep yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek, yang ditetapkan oleh Menkes RI. Pelayanan yang dilakukan di apotek, menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 35 tahun 2014, harus menerapkan pelayanan kefarmasian (pharmaceutical Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
5
care) yaitu suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Untuk mewujudkan pelayanan kefarmasian, apoteker harus menerapkan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi standar pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai serta Pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian dan pencatatan serta pelaporan, sedangkan pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian resep, dispensing, Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling, Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home pharmacy care), Pemantauan Terapi Obat (PTO) dan Monitoring Efek Samping Obat (MESO). 2.2. Apoteker Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Apoteker merupakan profesional kesehatan terakhir yang menemui pasien. Apoteker memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa pasien mengerti maksud dari terapi obat dan cara penggunaannya yang tepat. Untuk mencapai tujuan ini, apoteker wajib mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk mengkomunikasikan informasi obat dan untuk memotivasi pasien supaya taat pada masa terapinya. Apoteker yang gagal mendiskusikan kontraindikasi dan reaksi merugikan obat tertentu, dapat dituntut secara hukum jika suatu reaksi yang signifikan terjadi (Kurniawan dan Chabib, 2010). Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas sarjana farmasi, analisis farmasi, dan tenaga menengah farmasi atau asisten apoteker (Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009). Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian harus senantiasa memiliki kemampuan menyediakan dan memberi pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antarprofesi, menempatkan diri sebagai pimpinan multidisipliner, kemampuan mengelola sumber daya manusia secara efektif, selalu belajar sepanjang karir dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan (Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009). Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
6
2.3 Resep 2.3.1 Pengertian Resep Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi, dokter hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada Apoteker Pengelola Apotek (APA) untuk menyiapkan atau membuat, meracik dan menyerahkan obat kepada pasien. Resep juga merupakan perwujudan hubungan profesi antara dokter, apoteker, dan pasien (Joenoes, 2001). Menurut undang-undang yang diperbolehkan menulis resep adalah dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter hewan. Bagi dokter umum dan dokter spesialis tidak ada pembatasan mengenai jenis obat yang boleh diberikan kepada penderitanya. Resep yang memerlukan penegasan segera, maka dokter dapat memberi tanda di bagian kanan atas resep dengan kata-kata: Cito (segera), Statim (penting), Urgen (sangat penting), P.I.M (periculum in mora) artinya berbahaya jika ditunda. Di apotek, bila obatnya sudah diserahkan kepada penderita menurut peraturan pemerintah, kertas resep tersebut harus disimpan dan diatur menurut urutan tanggal dan nomor urut pembuatan serta harus disimpan sekurang-kurangnya selama 3 tahun (Joenoes, 2001). Resep harus ditulis dengan lengkap dan jelas agar tidak terjadi salah persepsi antara dokter dan apoteker dalam mengartikan sebuah resep. Resep terdiri dari bagian-bagian resep yaitu, inscriptio, invocatio, praescriptio/ordonatio, signatura dan subsciptio. Berikut adalah contoh dan bagian-bagian resep, (Syamsuni, 2006).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
7
dr. supriyadi SIP. No. 228/K/84 Jl. Budi kemuliyaan No. 8A Telp 1234567 Jakarta Jakarta, 13 - 05 – 2006
Inscriptio
invocatio
R/Acetosal
mg 500
Codein HCl
mg 20
C.T.M
mg 4
S.L
qs.
praescriptio
m.f. pulv.dtd. No XV da in caps. s.t.d.d caps I
signatura
subcriptio
paraf/ tanda tangan dokter
Pro : Tn. Marzuki (dewasa) Jl. Merdeka 10 Jakarta Gambar 2.1. Contoh dan Bagian Resep
Resep yang lengkap harus memuat aspek sebagai berikut (Syamsuni, 2006) : 1. Nama, alamat dan nomor izin praktek dokter. 2. Tanggal penulisan resep (inscriptio). 3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep (invocatio) 4. Nama setiap obat dan komposisinya (praescriptio/ordonatio). 5. Aturan pemakaian obat yang tertulis (signatura). 6. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku (subscriptio). 7. Jenis hewan dan nama serta alamat pemiliknya untuk resep dokter hewan. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
8
8. Tanda seru atau paraf dokter untuk resep yang melebihi dosis maksimal. Penelitian Cheung dkk (2009) menyebutkan bahwa ada enam tipe dari kesalahan pengobatan yang bisa terjadi pada serangkaian pelayanan farmakologi dan farmasetika bagi pasien yaitu, kesalahan pemberian informasi obat, kesalahan penulisan resep, kesalahan dalam penulisan salinan resep, kesalahan pemberian obat, kesalahan adnimistrasi, dan kesalahan peracikan obat. Ketidaklengkapan dan ketidakjelasan penulisan dalam bagian resep dapat menyebabkan terjadinya medication error.
2.3.2 Pelayanan Resep Alur atau rantai pelayanan obat dimulai dari penulisan resep oleh dokter, penerimaan resep, skrining resep (persyaratan administrasi, kesesuaian farmasetik, pertimbangan klinis), status dan data pasien, etiket, penyiapan obat, pemanggilan pasien, penyerahan obat, informasi/konseling. Keputusan Menteri Kesehatan No.1027/MenKes/SK/IX/2004 menetapkan bahwa pelayanan yang ada di apotek meliputi salah satunya yaitu pelayanan resep. Pelayanan resep ini dimulai dengan skrining resep terlebih dahulu oleh Apoteker. 1. Skrining resep. A. Persyaratan Administrasi. Adapun persyaratan administrasi meliputi: a) Nama, SIP dan alamat dokter. b) Tanggal penulisan resep. c) Tanda tangan/paraf dokter penulis resep. d) Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien. e) Cara pemakaian yang jelas. B. Kesesuaian Farmasetik. Adapun Kesesuaian farmasetik adalah bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. C. Pertimbangan Klinis. Adapun pertimbangan klinis yaitu adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
9
dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan. 2. Penyiapan Obat. A. Peracikan. Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus di buat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar. B. Etiket. Etiket harus jelas dan dapat dibaca, untuk obat luar digunakan etiket berwarna biru dan untuk obat dalam digunakan etiket berwarna putih. C. Kemasan Obat yang diserahkan. Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. 3. Penyerahan Obat. Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien. 4. Informasi Obat. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan mudah dimengerti, akurat, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi : cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas, serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. 5. Konseling. Apoteker bertanggung jawab atas kesembuhan pasien. Untuk meningkatkan mutu kesehatan masyarakat atau pasien apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan obat. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
10
6. Monitoring Penggunaan Obat. Setelah penyerahan kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya. 7. Promosi dan Edukasi. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus memberikan edukasi apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri untuk penyakit ringan dengan memilih obat yang sesuai dan apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi
edukasi.
Menurut
keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
1027/MenKes/SK/IX/2004, indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan resep sebagai mutu pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut: a. Tingkat kepuasan konsumen. Dilakukan dengan survei berupa wawancara langsung. b. Dimensi waktu. Lama pelayanan diukur dengan waktu yang telah ditetapkan. c. Prosedur tetap. Untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang telah ditetapkan.
2.4 Medication Error Berdasarkan
Surat
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 disebutkan bahwa pengertian medication error adalah kejadian yang merugikan pasien, akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah. Pengertian lain dari medication error berdasarkan NCC MERP (National Coordinating Council Medication Error Reporting and Prevention ) yaitu setiap kejadian yang dapat dihindari yang menyebabkan atau berakibat pada pelayanan obat yang tidak tepat atau membahayakan pasien sementara obat berada dalam pengawasan tenaga kesehatan atau pasien. Untuk meyakinkan keamanan penggunaan obat-obatan, tenaga kesehatan harus memperhatikan lima hal penting dalam administrasi obat, yaitu tepat pasien, tepat obat, tepat dosis, tepat rute pemberian, dan tepat waktu. Kelima hal tersebut seringkali dijadikan kategori dalam kesalahan pengobatan (medication error), misalnya tidak tepat pasien, tidak tepat obat, tidak tepat dosis, tidak tepat rute pemberian, dan tidak tepat waktu. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
11
Pada umumnya tenaga kesehatan lebih peduli akan orang yang terlibat langsung jika terjadi kasus medication error. Saat medication error menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan, pertanyaan mengenai siapa yang terlibat langsung dalam melakukan kesalahan tersebut sebenarnya tidak lebih penting dibandingkan kesalahan apa yang terjadi, bagaimana, dan mengapa hal itu dapat terjadi. Filosofi tersebut menjadi dasar utama terhadap pendekatan edukasi dalam pencegahan medication error yang dikenalkan oleh The Institute for Safe Medication Practice (ISMP). ISMP membagi penyebab dari medication error menjadi enam kategori, yaitu : a. Kegagalan dalam berkomunikasi seperti akibat dari ketidak jelasan penulisan (hand writing). b. Lemahnya keahlian dalam pendistribusian obat. c. Kesalahan perhitungan dosis obat. d. Masalah yang berkaitan dengan obat dan fasilitas peralatan obat. e. Administrasi obat yang tidak tepat. f. Kurangnya edukasi pasien akan obat. Kejadian medication error dapat terjadi dalam 4 fase, yaitu fase prescribing, fase transcribing, fase dispensing, dan fase administrasion oleh pasien (Cohen,1991). 2.4.1. Kategorisasi Medication Error Berdasarkan dampak yang diterima oleh pasien, National Coordinating Council for Medication Error Reporting and Prevention
(NCC MERP)
mengelompokkan medication error menjadi beberapa tingkat keparahan, yaitu no error; error, no harm; error, harm; dan error, death 1. No Error Kategori A
: Kejadian atau yang berpotensi untuk terjadinya kesalahan.
2. Error, No Harm Kategori B
: Terjadi kesalahan sebelum obat mencapai pasien.
Kategori C
: Terjadi kesalahan dan obat sudah diminum/digunakan pasien
tetapi tidak membahayakan pasien. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
12
Kategori D
: Terjadinya kesalahan, sehingga monitoring ketat harus
dilakukan tetapi tidak membahayakan pasien. 3. Error, Harm Kategori E
: Terjadi kesalahan, hingga terapi dan intervensi lanjut
diperlukan dan kesalahan ini memberikan efek yang buruk yang sifatnya sementara. Kategori F
: Terjadi kesalahan dan mengakibatkan pasien harus dirawat
lebih lama di rumah sakit serta memberikan efek buruk yang sifatnya sementara. Kategori G: Terjadi kesalahan yang mengakibatkan efek buruk yang bersifat permanen. Kategori H: Terjadi kesalahan dan hampir merenggut nyawa pasien contoh syok anafilaktik. 4. Error, Death Kategori I
: Terjadi kesalahan dan pasien meninggal dunia
2.4.2 Jenis Medication Error Berdasarkan rantai proses pengobatan, medication error dapat dibagi 4 yaitu prescribing error, transcription error, dispensing error, dan administration error. 1. Prescribing Errors Medication error pada fase prescribing adalah error yang terjadi pada fase penulisan resep. Fase ini meliputi : a. Kesalahan resep 1) Seleksi obat (didasarkan pada indikasi, kontraindikasi, alergi yang diketahui, terapi obat yang ada, dan faktor lain), dosis, bentuk sediaan, mutu, rute, konsentrasi, kecepatan pemberian, atau instruksi untuk menggunakan suatu obat yang diorder atau diotorisasi oleh dokter (atau penulis lain yang sah) yang tidak benar. Seleksi obat yang tidak benar misalnya seorang pasien dengan infeksi bakteri yang resisten terhadap obat yang ditulis untuk pasien tersebut. 2) Resep atau order obat yang tidak terbaca yang menyebabkan kesalahan yang sampai pada pasien. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
13
b. Kesalahan karena tidak diotorisasi Pemberian kepada pasien, obat yang tidak diotorisasi oleh seorang penulis resep yang sah untuk pasien. Mencakup suatu obat yang keliru, suatu dosis diberikan kepada pasien yang keliru, obat yang tidak diorder, duplikasi dosis, dosis diberikan di luar pedoman atau protokol klinik yang telah ditetapkan, misalnya obat diberikan hanya bila tekanan darah pasien turun di bawah suatu tingkat tekanan yang ditetapkan sebelumnya. c. Kesalahan karena tidak tepat dosis Pemberian kepada pasien suatu dosis yang lebih besar atau lebih kecil dari jumlah yang diorder oleh dokter penulis resep atau pemberian dosis duplikat kepada pasien, yaitu satu atau lebih unit dosis sebagai tambahan pada dosis obat yang diorder. d. Kesalahan karena indikasi tidak diobati Kondisi medis pasien memerlukan terapi obat tetapi tidak menerima suatu obat untuk indikasi tersebut. Misalnya seorang pasien hipertensi atau glukoma tetapi tidak menggunakan obat untuk masalah ini. e. Kesalahan karena penggunaan obat yang tidak diperlukan Pasien menerima suatu obat untuk suatu kondisi medis yang tidak memerlukan terapi obat. 2. Transcription Errors Pada fase transcribing, kesalahan terjadi pada saat pembacaan resep untuk proses dispensing, antara lain salah membaca resep karena tulisan yang tidak jelas dan banyak terdapat kemiripan nama obat. Salah dalam menterjemahkan order pembuatan resep dan signature juga dapat terjadi pada fase ini. Jenis kesalahan obat yang termasuk transcription errors, yaitu : a. Kesalahan karena pemantauan yang keliru Gagal mengkaji suatu regimen tertulis untuk ketepatan dan pendeteksian masalah, atau gagal menggunakan data klinik atau data laboratorium untuk pengkajian respon pasien yang memadai terhadap terapi yang ditulis. b. Kesalahan karena ROM (Reaksi Obat Merugikan) 1) Pasien mengalami suatu masalah medis sebagai akibat dari ROM atau efek samping. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
14
2) Reaksi diharapkan atau tidak diharapkan, seperti ruam dengan suatu antibiotik, pasien memerlukan perhatian pelayanan medis. c. Kesalahan karena interaksi obat Pasien mengalami masalah medis, sebagai akibat dari interaksi obat-obat, obatmakanan, atau obat-prosedur laboratorium. 3. Dispensing Errors Kesalahan pada fase dispensing terjadi pada saat penyiapan hingga penyerahan resep oleh petugas apotek. Salah satu kemungkinan terjadinya error adalah salah dalam mengambil obat dari rak penyimpanan karena kemasan atau nama obat yang mirip (look alike sound alike) atau dapat pula terjadi karena berdekatan letaknya. Selain itu, salah dalam menghitung jumlah tablet yang akan diracik, ataupun salah dalam pemberian informasi. Jenis kesalahan obat yang termasuk Dispensing errors yaitu : a. Kesalahan karena bentuk sediaan 1) Pemberian kepada pasien suatu sediaan obat dalam bentuk berbeda dari yang diorder oleh dokter penulis. 2) Penggerusan tablet lepas lambat, termasuk kesalahan. b. Kesalahan karena pembuatan/penyiapan obat yang keliru 1) Sediaan obat diformulasi atau disiapkan tidak benar sebelum pemberian. Misalnya, pengenceran yang tidak benar, atau rekonstitusi suatu sediaan yang tidak benar. Tidak mengocok suspensi. Mencampur obat-obat yang secara fisik atau kimia inkompatibel. 2) Penggunaan obat kadaluarsa, tidak melindungi obat terhadap pemaparan cahaya. c. Kesalahan karena pemberian obat yang rusak Pemberian suatu obat yang telah kadaluarsa atau keutuhan fisik atau kimia bentuk sediaan telah membahayakan. Termasuk obat-obat yang disimpan secara tidak tepat. 4. Administration Errors Kesalahan pada fase administration adalah kesalahan yang terjadi pada proses penggunaan obat. Fase ini dapat melibatkan petugas apotek dan pasien atau keluarganya. Kesalahan yang terjadi misalnya pasien salah menggunakan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
15
suppositoria yang seharusnya melalui dubur tapi dimakan dengan bubur, salah waktu minum obatnya seharusnya 1 jam sebelum makan tetapi diminum bersama makan. Jenis kesalahan obat yang termasuk administration errors yaitu : a. Kesalahan karena lalai memberikan obat Gagal memberikan satu dosis yang diorder untuk seorang pasien, sebelum dosis terjadwal berikutnya. b. Kesalahan karena waktu pemberian yang keliru Pemberian obat di luar suatu jarak waktu yang ditentukan sebelumnya dari waktu pemberian obat terjadwal. c. Kesalahan karena teknik pemberian yang keliru 1) Prosedur yang tidak tepat atau teknik yang tidak benar dalam pemberian suatu obat. 2) Kesalahan rute pemberian yang keliru berbeda dengan yang ditulis; melalui rute yang benar, tetapi tempat yang keliru (misalnya mata kiri sebagai ganti mata kanan), kesalahan karena kecepatan pemberian yang keliru. d. Kesalahan karena tidak patuh Perilaku pasien yang tidak tepat berkenaan dengan ketaatan pada suatu regimen obat yang ditulis. Misalnya paling umum tidak patuh menggunakan terapi obat antihipertensi. e. Kesalahan karena rute pemberian tidak benar Pemberian suatu obat melalui rute yang lain dari yang diorder oleh dokter, juga termasuk dosis yang diberikan melalui rute yang benar, tetapi pada tempat yang keliru (misalnya mata kiri, seharusnya mata kanan). f. Kesalahan karena gagal menerima obat Kondisi medis pasien memerlukan terapi obat, tetapi untuk alasan farmasetik, psikologis, sosiologis, atau ekonomis, pasien tidak menerima atau tidak menggunakan obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
BAB 3 METODOLOGI PELAKSANAAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tugas khusus dilaksanakan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker periode 10-29 Agustus 2014 di Apotek Erra Medika yang berlokasi di Ruko Sukmajaya No.4-5 Jalan Tole Iskandar, Depok. 3.2 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data untuk analisis prescribing error dilakukan dengan mengumpulkan dan mendata semua resep di Apotek Erra Medika bulan Juni 2014 termasuk resep narkotik dan psikotropik. Tiap lembar resep kemudian dianalisis kebenaran dan kejelasan penulisan resepnya, kebenaran obatnya, kebenaran dosisnya, kebenaran waktu dan frekuensi pemberiannya, kebenaran rute pemberian, adanya duplikasi pengobatan dan interaksi obat yang terjadi. Hasil yang didapat kemudian dikalkulasi dalam persen.
3.3 Cara Kerja Pengkajian atau analisis data mengenai kejadian prescribing error pada resep dilakukan dengan cara menganalisis satu per satu resep yang masuk ke Apotek Erra Medika selama bulan Juni 2014. Analisis ini meliputi kebenaran dan kejelasan penulisan resepnya, kebenaran obatnya, kebenaran dosisnya, kebenaran waktu dan frekuensi pemberiannya, kebenaran rute pemberian, adanya duplikasi pengobatan dan interaksi obat yang terjadi. Hasil untuk masing-masing poin dicatat dan dihitung.
16
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Medication error merupakan kejadian yang merugikan pasien, akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah (Menkes RI, 2004). Medication error dapat berakibat pada pelayanan obat yang tidak tepat atau membahayakan pasien sementara obat berada dalam pengawasan tenaga kesehatan atau pasien. Kejadian medication error dapat terjadi dalam 4 fase, yaitu fase prescribing, fase transcribing, fase dispensing, dan fase administrasion oleh pasien (Cohen,1991). Kejadian medication error ini sering terjadi di sarana praktek kefarmasian seperti rumah sakit, puskesmas, apotek, dan sarana lainnya. Medication error yang paling umum terjadi dalam praktik pelayanan kesehatan adalah pada fase prescribing atau dikenal dengan istilah prescribing error (Kuo dkk., 2008). Pada Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Erra Medika bulan 10-29 Agustus 2014 kejadian prescribing error yang dianalisis meliputi 7 (tujuh) benar yaitu benar dan jelas penulisan resep, benar obat, benar dosis, benar waktu dan frekuensi pemberian, benar rute pemberian, duplikasi pengobatan dan interaksi obat. Resep yang masuk ke apotek Erra Medika selama bulan Juni 2014 berjumlah 647 lembar resep yang terdiri dari 595 resep non narkotik dan non psikotropik (91,96%), 38 resep narkotik (5,87%) dan 14 resep psikotropik (2,16%). Perbandingan persentase antara resep non narkotik non psikotropik, resep narkotik dan resep psikotropik dapat dilihat pada gambar 4.1
17
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
18
2.16% 5.87% Resep Narkotik Resep Psikotropik Resep Biasa
91.96%
Gambar 4.1. Perbandingan Resep Biasa, Narkotik dan Psikotropik Selama bulan Juni 2014 di Apotek Erra Medika Gambar tersebut menunjukkan bahwa persentase resep obat non narkotik dan non psikotropik lebih banyak dari resep obat narkotik dan psikotropik. Resep yang masuk ke Apotek Erra Medika terdiri dari resep racikan dan non racikan. Resep racikan merupakan resep yang penyiapan obatnya perlu dilakukan proses peracikan terlebih dahulu seperti penimbangan, penggerusan, pencampuran dan pengubahan bentuk. Contoh sediaannya seperti kapsul dan puyer, sementara resep non racikan adalah resep yang semua item obatnya merupakan obat jadi yang tidak perlu melalui proses peracikan. Jumlah resep racikan yang masuk ke Apotek Erra Medika selama bulan Juni 2014 berjumlah 242 lembar (37,40 %) sementara resep non racikan berjumlah 405 lembar (62,60 %). Perbandingan persentase antara resep racikan dan non racikan dapat dilihat pada gambar 4.2
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
19
37.40%
62.60%
Resep Racikan
Resep Non Racikan
Gambar 4.2. Perbandingan Resep Racikan dan Resep Non Racikan Selama bulan Juni 2014 di Apotek Erra Medika Gambar di atas memperlihatkan bahwa persentase obat racikan lebih sedikit daripada non racikan. Resep-resep yang masuk selama bulan Juni 2014 ini kemudian dievaluasi berdasarkan prinsip 7 benar untuk mengetahui jenis kejadian prescribing error yang sering terjadi. Berdasarkan hasil analisis 7 benar tersebut maka dapat diketahui jenis kejadian prescribing error yang sering terjadi pada resep yang masuk ke Apotek Erra Medika selama bulan Juni 2014. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan kejadian tidak jelas dan tidak benar penulisan resep sebanyak 647 resep (100 %), tidak tepat durasi penggunaan sebanyak 5 resep (0,77 %), terjadi duplikasi sebanyak 6 resep (0,93 %) dan terjadinya interaksi obat sebanyak 271 resep (41,89 %). Sementara pada dosis, obat dan rute pemberian tidak terjadi kesalahan pada semua resep yang masuk. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
20
Tabel 4.1 Hasil Analisis 7 Benar Pada Resep di Apotek Erra Medika Selama Bulan Juni 2014 Kejadian
No.
Jenis Prescibing Error
1.
Tidak benar dan jelas penulisan
Jumlah
%
647
100
resep 2.
Tidak benar obat
0
0
3.
Tidak benar dosis
0
0
4.
Tidak benar rute
0
0
5.
Tidak
5
0,77
6
0,93
271
41,89
benar
waktu
dan
frekuensi pemberian 6.
Adanya duplikasi terapi
7.
Adanya interaksi obat
Data tersebut kemudian dibuat dalam bentuk grafik agar dapat diketahui perbandingan dari masing-masing aspek yang dianalisis. Grafik tersebut dapat dilihat pada gambar 4.3.
100%
Tidak Benar dan Jelas Penulisan Resep 41.89%
Adanya Interaksi Obat. Adanya Duplikasi Terapi
0.93%
Tidak benar waktu dan frekuensi pemberian
0.77%
Tidak Benar Obat
0%
Tidak Benar Dosis
0%
Tidak Benar Rute Pemberian
0%
Gambar 4.3 Grafik Hasil Analisis 7 Benar Pada Resep di Apotek Erra Medika Selama Bulan Juni 2014 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
21
Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa kejadian yang paling banyak terjadi adalah adanya interaksi obat. Hal ini disebabkan karena pola penulisan resep dokter pada obat racikan yang terdiri dari 4-5 item obat. Banyaknya jumlah obat ini memperbesar potensi terjadinya interaksi obat pada resep. Sementara kejadian yang tidak terjadi sama sekali adalah kesalahan dalam pemilihan obat, dosis dan rute pemberian. Pemilihan obat, dosis dan rute pemberian obat telah dilakukan dengan benar oleh penulis resep sesuai dengan kondisi pasien. 4.1 Benar dan Jelas Penulisan Resep Kebenaran dan kejelasan penulisan resep ini merupakan hal pertama yang harus diperhatikan. Resep yang tidak benar dan tidak jelas penulisannya dapat menimbulkan keraguan apakah benar resep tersebut ditulis oleh dokter. Penulisan resep harus sesuai dengan standar kelengkapan penulisan resep. Tujuannya adalah untuk menghindari adanya salah persepsi antara dokter dan apoteker dalam mengartikan sebuah resep. Pemeriksaan kelengkapan resep ini dilakukan dengan cara skrinning resep. Skrinning resep yang dilakukan meliputi skrinning administratif, skrinning farmasetik dan skrinning klinis. Pemeriksaan pada skrinning administratif mencakup nama dokter, nomor surat izin prkatek dokter, tanggal penulisan resep, nama obat, jumlah obat, aturan pakai, nama pasien, umur, berat badan, jenis kelamin, paraf dokter dan alamat pasien untuk resep narkotik dan psikotropik. Skrinning farmasetik mencakup bentuk sediaan, dosis, cara penggunaan obat, lama penggunaan obat. Sementara skrinning klinis meliputi kesesuaian indikasi, alergi obat dan juga efek samping obat. Hasil skrinning administratif, farmasetis dan klinis pada resep di Apotek Erra Medika selama bulan Juni 2014 dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2. Dari 647 resep yang masuk, permasalahan kelengkapan resep paling banyak terjadi pada kelengkapan administratif yaitu tidak mencantumkan berat badan sebanyak 633 resep (97,84%), tidak mencantumkan alamat pasien untuk resep narkotik dan psikotropik sebanyak 52 resep (8,04%), tidak mencantumkan tanggal 30 resep (4,64%), tidak mencantumkan umur 23 resep (3,56%), dan tidak mencantumkan jenis kelamin 7 resep (1,08%) Perbandingan tersebut dapat dilihat pada gambar 4.4. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
22
97.84%
Tidak ada berat badan pasien
Tidak ada alamat pasien
8.04%
Tidak ada tanggal penulisan resep
4.64%
Tidak ada umur pasien
3.56%
Tidak ada jenis kelamin pasien
1.08%
Gambar 4.4. Grafik Persentase Kelengkapan Resep Apotek Erra Medika Selama Bulan Juni 2014 Kejadian prescribing error yang banyak terjadi pada kategori benar dan jelas penulisan resep adalah tidak dicantumkannya berat badan pasien dalam resep yang dibuat oleh dokter dengan persentase 97,84%. Berat badan merupakan hal yang penting untuk ditulis dalam resep karena berat badan berhubungan dengan dosis yang akan diberikan terutama pasien pediatri dan geriatri. Selain itu juga ada obat yang dosisnya berpatokan pada berat badan seperti obat TBC sehingga penting untuk menuliskan berat badan pada resep. berat badan dapat digunakan untuk membantu menyesuaikan dosis jika dokter tidak mencantumkan umur pasien pada resep. Dosis obat erat kaitannya dengan efek terapetik yang diharapkan sehingga ketepatan dosis perlu diperhatikan agar tidak overdose maupun underdose. Selanjutnya adalah tidak dicantumkannya alamat pasien pada resep narkotik dan psikotropik dengan persentase 8,04%. Obat narkotik dan psikotropik merupakan golongan obat yang dapat menimbulkan ketergantungan jika digunakan dalam jangka waktu lama sehingga alamat pasien perlu dicantumkan untuk memonitor kemungkinan penyalahgunaan obat oleh pasien. Selain itu juga dapat menjadi suatu pembeda ketika ada nama pasien yang sama saat menebus resep. Jadi apabila terdapat nama pasien yang sama atau tidak dicantumkan nama pasien pada resep, petugas apotek dapat menanyakan langsung dengan berdasarkan pada alamat pasien, dengan demikian obat yang diresepkan oleh dokter tidak akan tertukar. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
23
Kejadian terbanyak ketiga adalah tidak ada tanggal penulisan resep dengan persentase 4,64 %. Pencantuman tanggal resep diperlukan karena selain berkaitan dengan keamanan penderita juga dapat menentukan apakah suatu resep boleh dilayani atau tidak. Beberapa negara menentukan batas maksimal tiga bulan bagi resep untuk dapat dilayani dan ada pula yang sampai enam bulan. Oleh sebab itu apoteker harus lebih selektif lagi jika menemukan resep yang telah lama diresepkan dokter ditebus oleh pasien di apotek, dengan cara menghubungi dokter atau menyarankan pasien untuk kembali menemui dokter yang bersangkutan karena obat yang diresepkan oleh dokter dianggap tidak lagi sesuai dengan kondisi yang dialami oleh pasien. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.280/MenKes/V/1981, tanggal penulisan resep sangat penting karena bisa digunakan sebagai acuan dalam membuat urutan penyimpanan lembar resep dan resep yang telah disimpan melebihi 3 tahun dapat dilakukan pemusnahan. Selain itu juga akan mempermudah pihak apotek untuk mencari resep tersebut untuk tujuan tertentu. Selanjutnya adalah tidak dicantumkannya umur pasien pada resep dengan persentase kejadian sebanyak 3,56%. Sama seperti berat badan, umur sangat penting dalam penentuan dosis terutama pada anak-anak. Beberapa rumus penentuan dosis anak yang lazim digunakan dapat menggunakan umur pasien. Kejadian yang selanjutnya banyak terjadi adalah tidak dicantumkannya jenis kelamin pasien dengan persentase sebanyak 1,08%. Jenis kelamin ini perlu dicantumkan agar obat yang diserahkan sesuai dengan pasien yang dimaksud. Ada beberapa nama yang biasa dipakai untuk perempuan dan laki-laki, sehingga apabila tidak dicantumkan jenis kelaminnya, obat dapat tertukar dengan pasien lain. Selain itu untuk skrining terhadap kesesuaian dosis maupun indikasi juga melihat jenis kelamin, karena ada beberapa obat yang berbeda dosisnya untuk laki-laki dan perempuan, untuk kepentingan lain misalnya perhitungan kreatinin kliren ataupun body mass index dan lain-lain juga memiliki rumus yang berbeda antara perempuan dan laki-laki, sehingga jenis kelamin perlu juga dicantumkan di penulisan resep. Penulisan bisa dengan menuliskan laki-laki/perempuan ataupun dengan tulisan nyonya (Ny) atau tuan (Tn). Untuk kelengkapan resep yang lain seperti kategori Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
24
kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinik semuanya sudah memenuhi syarat kelengkapannya. 4.2 Benar Obat Kebenaran obat yang diberikan kepada pasien merupakan hal penting yang harus diberikan. Obat yang diterima oleh pasien harus benar dapat memberikan efek terapi yang diharapkan sehingga dapat mengobati penyakit pasien. Obat yang diberikan kepada pasien tidak boleh kontraindikasi dengan keadaan pasien yang dapat memperparah kondisi pasien. Obat harus diberikan sesuai dengan penyakit yang diderita pasien. Tidak boleh memberikan obat diluar dari indikasi penyakit pasien. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap resep yang masuk ke apotek Erra Medika selama bulan Juni 2014, semua obat yang tertera pada tiap resep benar diindikasikan untuk mengobati penyakit yang diderita oleh pasien.
4.3 Benar Dosis Dosis merupakan takaran atau jumlah obat yang digunakan. Dosis yang biasanya digunakan dalam pengobatan atau terapi adalah dosis lazim. Dosis lazim merupakan rentang dosis yang dapat memberikan efek terapetik pada pasien tetapi tidak membahayakan dan mengancam nyawa pasien. Kebenaran dosis dalam penulisan resep sangat penting diperhatikan karena sedikit saja kesalahan dalam dosis obat maka obat tersebut akan menjadi racun bagi tubuh apabila dikonsumsi terutama pada obat yang memiliki indeks terapi sempit. Obat dengan indeks terapi sempit merupakan obat yang rentang antara dosis terapetik dan dosis toksiknya memiliki jarak yang dekat sehingga kesalahan dosis sedikit saja akan berakibat fatal. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap resep yang masuk ke apotek Erra Medika selama bulan Juni 2014, semua obat yang tertera pada tiap resep dosisnya telah benar karena sebagian besar obat yang digunakan adalah obat jadi yang memang sudah diperhitungkan dosisnya baik untuk anak-anak ataupun dewasa.
4.4 Benar Waktu, Durasi dan Frekuensi Kebenaran waktu, frekuensi dan durasi perlu diperhatikan agar obat yang diberikan dapat mencapai efek optimal dan tidak menimbulkan efek samping yang Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
25
berat. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap resep yang masuk ke apotek Erra Medika selama bulan Juni 2014, ada 5 resep (0,77 %) yang tidak benar dalam hal waktu, frekuensi dan durasi pemberian obat. Hasil analisis dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Data Hasil Analisis Benar Waktu, Durasi dan Frekuensi Penggunaan Obat Pada Resep di Apotek Erra Medika Bulan Juni 2014 No. 1.
Resep
Jumlah Resep % Jumlah Resep
Resep yang benar waktu, durasi dan
642
99,23
5
0,77
647
100
frekuensi pemberian obatnya 2.
Resep yang tidak benar waktu, durasi
dan frekuensi
pemberian
obatnya TOTAL
Data tersebut kemudian dibuat grafik untuk mengetahui perbandingan antara resep yang benar waktu pemberian obatnya dan yang tidak. Perbandingan tersebut dapat dilihat pada gambar 4.5.
Benar Waktu,Durasi dan Frekuensi Pemberian 99.23%
Tidak benar waktu, durasi dan frekuensi pemberian
Gambar 4.5 Grafik Hasil Analisis Benar Waktu, Durasi dan Frekuensi Penggunaan Obat Pada Resep di Apotek Erra Medika Bulan Juni 2014
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
26
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa resep yang tidak benar waktu pemberian obatnya selama bulan Juni 2014 berjumlah lima resep. Kesalahan waktu pada pemberian obat tersebut yaitu terletak pada durasi penggunaannya. Obat yang tidak benar durasi pemberiannya pada kelima resep tersebut adalah cefixime. Pada resep tersebut cefixime diresepkan untuk pemakaian kurang dari lima hari. Padahal berdasarkan standar penanganan medis pemberian antibiotik biasanya berlangsung selama 5-10 hari untuk mencegah terjadinya resistensi (Cakrawardi, Wahyudin, dan Saruddin, 2011). Berdasarkan literatur, penggunaan cefixime untuk susceptible infection yang salah satunya disebabkan oleh S. Pyogenes adalah minimal 10 hari, sementara untuk demam tifoid adalah 7-14 hari (Drug Information Handbook, 2009). 4.5 Benar Rute Pemberian Rute pemberian obat ditentukan oleh banyak faktor yaitu keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan. Pemilihan rute pemberian yang tidak sesuai dapat menyebabkan efek terapi yang dihasilkan tidak sesuai dengan harapan sehingga memperlambat proses penyembuhan bahkan membahayakan kondisi pasien. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap resep yang masuk ke apotek Erra Medika selama bulan Juni 2014, semua obat yang dieresepkan telah benar rute pemberiannya. Sebagian besar obat yang diberikan adalah rute oral dan topikal. Tidak ditemukan resep yang mengandung obat yang diberikan secara parenteral karena sebagian besar pasien yang menebus resep merupakan pasien rawat jalan atau pasien yang proses pengobatannya dilakukan sendiri di rumah sehingga tidak diberikan sediaan dengan rute parenteral. Sediaan dengan rute parenteral merupakan sediaan yang beresiko tinggi dan penggunaannnya harus dengan bantuan tenaga kesehatan yang memiliki keahlian khusus. 4.6 Duplikasi Terapi Duplikasi merupakan salah satu kejadian DRP (Drug Related Problem) yang masuk dalam kategori pasien menerima pengobatan yang berlebihan. DRP kategori ini dapat menimbulkan dampak negatif pada pasien berupa toksisitas, efek samping yang tidak diinginkan dan meningkatkan biaya pengobatan diluar dari yang Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
27
seharusnya. Apoteker memiliki tanggung jawab agar pasien tidak menggunakan obat yang tidak memiliki indikasi yang tepat. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap resep yang masuk ke apotek Erra Medika selama bulan Juni 2014, ada 6 resep (0,77%) yang terdapat duplikasi terapi. Dari 6 resep tersebut ada 4 pasangan obat yang mengalami duplikasi yaitu tablet loratadin-tablet mebhydrolin yang merupakan sesama golongan antihistamin yang terjadi pada 1 resep, tablet dexametason-tablet
methylprednisolon
yang
merupakan
sesama
golongan
kortikosteroid terjadi pada 2 resep, krim hidrokortison-tablet methylprednisolon yang merupakan sesama golongan kortikosteroid sebanyak 1 resep, dan tablet ketokonazol-krim ketokonazol yang merupakan sesama golongan antifungi sebanyak 2 resep. Hasil analisis duplikasi terapi dapat dilihat pada lampiran 5. Grafik perbandingan hasil analisis duplikasi terapi dapat dilihat pada grafik 4.6
Nama Obat
Ketokonazol tablet-Ketokonazol krim Dexamethasone tablet-Methylprednisolone tablet
Hidrokortison krim-methylprednisolon tablet Loratadin tablet-mebhydrolin tablet
0
0.5
1
1.5
2
2.5
Jumlah Resep Gambar 4.6.Grafik Prescribing Error Kejadian Duplikasi Pengobatan Pada Resep Apotek Erra Medika Selama Bulan Juni 2014 Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa kejadian duplikasi yang sering yaitu penggunaan ketokonazol yang diberikan secara oral dan topikal sebanyak 2 resep dan penggunaan dexametason dan methylprednisolon yang keduanya diberikan secara oral sebanyak 2 resep. Meskipun digunakan secara topikal, obat tetap ada yang terabsorpsi sehingga dikhawatirkan terjadi dosis yang masuk ke dalam tubuh akan berlebihan apabila dibarengi dengan penggunaan ketokonazol secara oral. Penggunaan keduanya sebaiknya dijeda dan tidak digunakan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
28
secara bersamaan. Penggunaan obat yang sama dengan indikasi yang sama dapat membahayakan pasien karena efek aditifnya yang justru bisa menyebabkan overdose sehingga rekomendasinya yaitu gunakan salah satu obat saja dari golongan tersebut yang paling sesuai dengan indikasi pasien terutama pada obat yang keduanya digunakan secara oral. 4.7 Interaksi Obat Pada apotek Erra Medika, pola racikan yang sering dibuat oleh dokter selama bulan Juni 2014 merupakan obat flu dan batuk yang disertai dengan demam dan radang. Komposisi obatnya terdiri dari antibiotik, antipiretik, ekspektoran, kortikosteroid dan antihistamin. Komposisi obat seperti ini berpotensi menimbulkan terjadinya interaksi obat. Analisis dilakukan terhadap 647 resep yang masuk selama bulan Juni 2014. Dari 647 resep tersebut sebanyak 271 resep terjadi interaksi obat (41,89%) dan 376 diantaranya tidak terjadi interaksi obat (58,11%). Perbandingan persentase tersebut dapat dilihat pada gambar 4.7.
INTERAKSI OBAT
42% 58%
TANPA INTERAKSI OBAT
Gambar 4.7. Perbandingan Persentase Resep Dengan Interaksi Obat dan Resep Tanpa Interaksi Obat di Apotek Erra Medika Selama Bulan Juni 2014 Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, terdapat 98 pasangan obat yang berinteraksi (lampiran 6). Banyaknya pasangan obat yang berinteraksi ini disebabkan oleh pola penulisan resep dokter yang memasukkan 4-5 jenis obat dalam resep racikan. Resep racikan ini pada umumnya diberikan pada anak-anak yang Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
29
belum bisa menelan obat sehingga obat harus diserbuk atau dibuat dalam bentuk pulveres (puyer). Padahal anak-anak merupakan pasien yang rentan terhadap interaksi obat. Setelah dianalisis jumlah pasangan obat yang berinteraksi, maka ditentukan dan dihitung pasangan obat yang paling banyak berinteraksi. Interaksi obat yang paling banyak terjadi selama bulan Juni 2014 di apotek Erra Medika adalah prednison dan teofilin dengan jumlah sebanyak 20 resep dari 647 resep (3,09 %). Daftar keseluruhan obat yang berinteraksi dari resep yang masuk ke Apotek Erra Medika bulan Juni 2014 dapat dilihat pada lampiran 3. Sepuluh besar pasangan obat yang paling banyak berinteraksi dapat dilihat pada tabel 4.3
Tabel 4.3. Interaksi Obat yang Paling Banyak Terjadi di Resep Apotek Erra Medika Selama Bulan Juni 2014
NO
INTERAKSI OBAT
FREKUENSI TERJADINYA INTERAKSI OBAT
1
Prednisone – Theophylline
20
2
Ciprofloxacin-Methylprednisolon
15
3
Isoniazid-Rifampisin
15
4
Pyrazinamid-Rifampisin
15
5
Salbutamol-Teofilin
12
6
Levofloxacin-Prednison
9
7
Methylprednisolon-Pseudoefedrin
9
8
Prednison-Salbutamol
8
9
Famotidin-Magnesium Hidroksida
7
10
Methylprednisolone-Salbutamol
7
Banyaknya interaksi antara prednison dan teofilin ini disebabkan oleh pola penulisan resep dokter yang kebanyakan meresepkan prednison dan teofilin dalam satu resep. Interaksi antara prednison dan teofilin dapat menyebabkan toksisitas teofilin dalam tubuh. Toksisitas teofilin yang berat lebih dari 30 µg/mL dapat menyebabkan terjadinya aritmia jantung, kejang, henti pernapasan, dan henti jantung (Kee, 1997). Interaksi obat yang berbahaya inilah yang harus dapat dicegah oleh Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
30
tenaga kesehatan sebagai penanggung jawab dalam pengobatan pasien yang dalam hal ini adalah apoteker sebagai tenaga kefarmasian yang memahami mengenai obat. Pada kenyataannya kejadian interaksi obat memang sukar diperkirakan karena dokumentasinya masih sangat jarang, seringkali lolos dari pengamatan karena kurangnya pengetahuan pada dokter dan apoteker akan mekanisme dan kemungkinan terjadinya interaksi obat sehingga interaksi obat berupa peningkatan toksisitas seringkali dianggap sebagai reaksi idiosinkrasi terhadap salah satu obat sedangkan interaksi berupa penurunan efektivitas seringkali diduga akibat bertambahnya keparahan penyakit, selain itu terlalu banyak obat yang saling berinteraksi sehingga sulit untuk diingat dan kejadian atau keparahan interaksi dipengaruhi oleh variasi individual (populasi tertentu lebih peka misalnya penderita lanjut usia atau yang berpenyakit parah, adanya perbedaan kapasitas metabolisme antar individu), penyakit tertentu (terutama gagal ginjal atau penyakit hati yang parah), dan faktorfaktor lain (dosis besar, obat ditelan bersama-sama, pemberian kronik) (Setiawati, 2007). Apoteker sebagai tenaga kefarmasian, apabila saat menerima resep dari dokter melihat adanya polifarmasi dan penggunaan obat berlebih yang menimbulkan potensi terjadinya interaksi obat maka sebaiknya resep tersebut ditanyakan kerasionalannya kepada dokter yang menulis resep apakah benar pasien memerlukan obat sebanyak itu dan apabila memang benar pasien memerlukan obat sebanyak itu maka saat penyerahan obat kepada pasien seorang apoteker harus memberikan informasi dan konseling mengenai penggunaan obat tersebut untuk mencegah terjadinya interaksi obat yang tidak diinginkan atau merugikan. Selain dari sisi tenaga kesehatan, pasien juga diharapkan untuk bersikap kritis terhadap pengobatan yang diberikan. Pasien harus aktif bertanya dan meminta informasi kepada tenaga kesehatan terkait, yaitu apoteker.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan a. Resep yang masuk ke Apotek Erra Medika selama bulan Juni 2014 berjumlah 647 resep yang terdiri dari 595 resep (91,96%) non narkotik dan non psikotropik 38 resep (5,87%) narkotik dan 14 resep (2,16%) psikotropik. Berdasarkan proses penyiapannya resep terdiri dari 242 lembar (37,40 %) resep racikan sementara resep non racikan berjumlah 405 lembar (62,60 %). b. Resep yang tidak lengkap penulisannya selama bulan Juni 2014 sebanyak 647 resep (100%) meliputi tidak mencantumkan berat badan pasien sebanyak 633 resep (97,84%), tidak mencantumkan alamat pasien untuk resep narkotik dan psikotropik sebanyak 52 resep (8,04%), tidak mencantumkan tanggal sebanyak 30 resep (4,64%), tidak mencantumkan umur pasien sebanyak 23 resep (3,56%), dan tidak mencantumkan jenis kelamin pasien sebanyak 7 resep (1,08%). c. Resep yang tidak benar waktu (durasi) penggunaan obatnya selama bulan Juni 2014 sebanyak 5 resep (0,77%) yaitu durasi penggunaan yang tidak tepat pada obat Cefixime. d. Resep yang terdapat duplikasi penggunaan obatnya selama bulan Juni 2014 sebanyak 6 resep (0,93 %) dengan kejadian duplikasi terbanyak yaitu pada pasangan obat tablet ketokonazol-krim ketokonazol dan tablet dexamethasontablet methylprednisolon dengan masing-masing kejadian sebanyak 2 resep. e. Terdapat 98 pasangan obat yang berinteraksi dari resep yang masuk ke Apotek Erra Medika bulan Juni 2014. f. Teofilin dan Prednison merupakan pasangan obat yang paling banyak berinteraksi dari resep yang masuk selama bulan Juni 2014 dengan persentase 3,09 % atau 20 resep dari total 647 resep yang masuk. g. Tidak terdapat resep yang obat, rute dan dosis obatnya tidak benar di Apotek Erra Medika selama bulan Juni 2014.
31
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
32
5.2 Saran a. Sebaiknya dilakukan pengecekan kerasionalan jumlah dan jenis obat oleh petugas sebelum resep dilayani untuk mencegah terjadinya medication error. b. Apoteker harus pro aktif memberikan informasi kepada pasien mengenai hal-hal yang berhubungan dengan obat yang akan diberikan. c. Apoteker harus dapat menjalin hubungan dan komunikasi yang baik dengan pasien agar pasien tidak canggung dan malu untuk meminta informasi dan konseling kepada apoteker.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
DAFTAR ACUAN
Cakrawardi, Wahyudin, E. dan Saruddin, B. (2011). Pola penggunaan antibiotik pada gastroenteritis berdampak diare akut pasien anak rawat inap di badan layanan umum rumah sakit Dr. Wahidin sudirohusodo Makassar selama tahun 2009. Majalah Farmasi dan Farmakologi 15(2) : 69-72. Cheung, K.C., Bouvy, M.L., dan M., Peter A.G. 2009. Medication Errors: The Importance Of Safe Dispensing: British Journal of Clinical Pharmacology. DOI:10.1111/j.1365-2125. Cohen, M.R. (1991). Causes of Medication Error, in: Cohen. M.R., (Ed), Medication Error, Washington, DC: American Pharmaceutical Association. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2008). Tanggung Jawab Apoteker Terhadap Keselamatan Pasien (Patient Safety). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Drug Information Handbook 17th Edition. (2009). Drug Information Handbook : A Comprehensive Resource for All Clinicians and Healthcare Professionals. American Pharmacist Association. Fowler, S.B., Sohler, P., dan Zarillo, D.F. (2009). Bar Code Technology for Medication Administration: Medication Errors and Nurse Satisfaction. MEDSURG Nursing. Vol. 18 (2). Institute for Safe Medication Practices (ISMP). (2011). ISMP’S List of Confused Drugs Names. Diunduh pada 10 November 2014. https://www.ismp.org Institute for Safe Medication Practices (ISMP). (2012). ISMP’S List of High Alert Medication. Diunduh pada 10 November 2014. https://www.ismp.org/tools/institutionalhighAlert.asp Joenoes, Z.N. 2001. Ars Prescribendi (Resep Yang Rasional). Surabaya : Universitas Airlangga Kee, J.L. dan Hayes, E.R.. (1996). Farmakologi, Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
33
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
34
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Surat Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/MenKes/SK/2002. Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberi Izin Apotik.. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Apotek. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2009 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kuo, Grace M., Robert L. Phillips, Deborah Graham, dan John M. Hickner. (2008). Prescribing errors are the most common medication errors in primary care practices: Research Activities, Agency for Healthcare Research and Quality, Rockville, MD.. Kurniawan, D.W., dan Chabib, L. 2010. Pelayanan Informasi Obat: Teori Dan Praktek (cetakan pertama). Yogyakarta : Graha Ilmu. Setiawati, A. (2007). Interaksi obat, dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: UI-Press. Syamsuni, H.A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
35
Lampiran 1. Kelengkapan Resep Non Narkotik Psikotropik
NO
KELENGKAPAN RESEP
1
Administratif Nama Dokter No. Surat Izin Praktek Dokter Tgl/Bulan/Thn Penulisan Resep Nama Obat Jumlah Obat Aturan Pakai (Signatura) Paraf dokter Nama Pasien Umur Berat Badan Jenis Kelamin Farmasetik Bentuk Sediaan Dosis Cara Penggunaan Obat Lama Penggunaan Obat Pertimbangan Klinik
2
3
Kesesuaian Indikasi Alergi Obat Efek Samping
1
2
3
JUMLAH RESEP YANG TIDAK LENGKAP TANGGAL 4 5 6 7 8 9 10 11
-
1 -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
-
-
2
2
3
-
1
2 2
2 41 1
1 1 16 1
30 -
31 1
3 5 45 -
2 21 -
6 -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
12
13
14
15
-
-
1
1
-
-
-
-
1
1
1
1 37 -
1 18 -
10 -
2 11 -
1 27 -
17 -
1 1 8 -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
36
Lampiran 2. Kelengkapan Resep Non Narkotik Psikotropik (Lanjutan)
NO 1
-
2
3
KELENGKAPAN RESEP Administratif Nama Dokter No. Surat Izin Praktek Dokter Tgl/Bulan/Thn Penulisan Resep Nama Obat Jumlah Obat Aturan Pakai (Signatura) Paraf Dokter Nama Pasien Umur Berat Badan Jenis Kelamin Farmasetik Bentuk Sediaan Dosis Cara Penggunaan Obat Lama Penggunaan Obat Pertimbangan Klinik Kesesuaian Indikasi Alergi Obat Efek Samping
JUMLAH RESEP YANG TIDAK LENGKAP TANGGAL 19 20 21 22 23 24 25 26
16
17
18
27
28
29 30
1
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
4
3
-
-
3
-
-
3
-
-
2
-
2
1
-
1 22 2
2 1 28 -
11 -
1 16 -
23 -
14 -
3 -
2 19 -
19 -
13 -
22 -
15 -
29 -
8 19 -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
37
Lampiran 3. Kelengkapan Resep Narkotik
NO 1
2
KELENGKAPAN RESEP NARKOTIK ADMINISTRATIF Nama Dokter No.SIP Tgl/Bulan/Thn Penulisan Resep Nama Obat Jumlah Obat Aturan Pakai Nama Pasien Umur Berat Badan Jenis Kelamin Paraf Dokter Alamat pasien FARMASETIK Bentuk Sediaan Dosis Cara Penggunaan Obat
3
Lama Penggunaan Obat PERTIMBANGAN KLINIK Kesesuaian Indikasi Alergi Obat Efek Samping
JUMLAH 2 5 38 38 -
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
38
Lampiran 4. Kelengkapan Resep Psikotropik NO 1
2
3
KELENGKAPAN RESEP PSIKOTROPIK ADMINISTRATIF Nama Dokter No.SIP Tgl/Bulan/Thn Penulisan Resep Nama Obat Jumlah Obat Aturan Pakai Nama Pasien Umur Berat Badan Jenis Kelamin Paraf Dokter Alamat Pasien FARMASETIK Bentuk Sediaan Dosis Cara Penggunaan Obat Lama Penggunaan Obat PERTIMBANGAN KLINIK Kesesuaian Indikasi Alergi Obat Efek Samping
JUMLAH 4 14 14 -
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
39
Lampiran 5. Evaluasi Prescribing Error Berdasarkan Adanya Duplikasi Terapi NO
NAMA OBAT Alloris
ISI
KETERANGAN Antihistamin, antialergi
Loratadin
1 Interhistin
Mebhydrolin
Antihistamin
Dexamethasone
Dexamethasone
Kortikosteroid
2 Methylprednisolone
Methylprednisolone
Kortikosteroid
Hidrokortison
Hidrokortison
Kortikosteroid
3 Methylprednisolone
Methylprednisolone
Kortikosteroid
Formyco Tablet
Ketokonazol 200 mg
Antifungi
Formyco Cream
Ketokonazol
Antifungi
4
REKOMENDASI/PERHATIAN
JUMLAH
Dapat menimbulkan efek aditif yang justru bisa menyebabkan overdose , gunakan salah satu obat saja dari golongan antihistamin tersebut
1
Dapat menimbulkan efek aditif yang justru bisa menyebabkan overdose , gunakan salah satu obat saja dari golongan kortikosteroid tersebut
2
Dapat menimbulkan efek aditif yang justru bisa menyebabkan overdose , gunakan salah satu obat saja dari golongan kortikosteroid tersebut
1
Dapat menimbulkan efek aditif yang justru bisa menyebabkan overdose , gunakan salah satu obat saja dari golongan antifungi tersebut
2
JUMLAH TOTAL
6
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
40
Lampiran 6. Evaluasi Prescribing Error berdasarkan Adanya Interaksi Obat Data dianalisis dengan Adverse Drug Interactions Program No. 1
Obat yang Berinteraksi Aluminium
hidroksida-
Jumlah
%
3
0,46
teofilin 2
Alumunium
Alumunium
hidroksida-
2
0,30
Alumunium
Berpotensi terjadi toksisitas Montitoring kadar teofilin
Menurunkan
efek Berikan kedua obat secara terpisah
kortikosteroid oral hidroksida-
1
0,15
Diklofenak 4
Rekomendasi
teofilin
deksametason 3
Efek yang terjadi
Terjadi
dengan jarak waktu sejauh mungkin
penurunan
efek Hindari
diklofenak hidroksida-
7
1,08
Famotidin
penggunaan
secara
bersamaan
Alumunium
hidroksida Penggunaannya diberi jarak satu
menurunkan efek famotidin jam. (menurunkan
absorpsi
famotidin) 5
Alumunium
hidroksida-
2
0,30
Levofloxacin
Aluminium
hidroksida Hindari
absorpsi sampai 4 jam setelah penggunaan
levofloxacin) Amoksisilin-Neomisin
secara
menurunkan efek levofloxacin bersamaan, antasid digunakan 2 (menurunkan
6
penggunaan
1
0,15
Dapat terjadinya
levofloxacin menyebabkan Monitoring kadar neomisin
penurunan
efek
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
41
No.
Obat yang Berinteraksi
Jumlah
%
Efek yang terjadi
Rekomendasi
neomisin akibat konsentrasi tinggi amoksisilin 7
Amoxicillin-Gentamisin
2
0,30
Terjadi
penurunan
efek Monitoring kadara gentamisin
gentamisin 8
Asam folat-Zinc
6
0,93
Terjadi
penurunan Berikan kedua obat secara terpisah
ketersediaan
zinc dengan jarak waktu sejauh mungkin
(menurunkan absorpsi zinc) 9
Asam
Mefenamat-
1
0,15
Gentamisin
Berpotensi
menyebabkan Dosis gentamisin diturunkan dan
terjadinya
toksisitas monitoring kadar gentamisin
gentamisin 10
Asam
Mefenamat-
1
0,15
Hidrokortison 11
Asam
resiko Monitoring kondisi klinis
terjadinya ulkus peptik mefenamat-
2
0,30
Misoprostol 12
Meningkatkan
Terjadi penurunan absorpsi Monitoring kondisi klinis ketoprofen
Asam mefenamat-Neomisin
1
0,15
Memungkinkan
terjadinya Monitoring konsentrasi neomisin
toksisitas neomisin 13
Asam Prednisolon
Mefenamat-
1
0,15
Meningkatkan
resiko Monitoring kondisi klinis
terjadinya ulkus peptik
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
42
No.
Jumlah
%
Asam mefenamatPrednison
1
0,15
15
Aspirin-Betametason
1
0,15
Terjadi penurunan efek aspirin Monitoring kadar aspirin
16
Aspirin-Cefadroxil
1
0,15
Meningkatkan
14
Obat yang Berinteraksi
Efek yang terjadi Meningkatkan
Rekomendasi resiko Monitoring kondisi klinis
terjadinya ulkus peptik
resiko Hindari
penggunaan
perdarahan
bersamaan Monitoring kadar aspirin
17
Aspirin-Triamcolone
1
0,15
Menurunkan efek aspirin
18
Atenolol-Diklofenak
1
0,15
Diklofenak menurunkan efek Monitoring tekanan darah
secara
antihipertensi atenolol 19
Atenolol-Hidroklortiazid
1
0,15
Meningkatkan
efek Hindari
penggunaan
secara
hiperglikemik dari tiazid pada bersamaan
20
Atenolol-Pseudoefedrin
1
0,15
diabetes tipe 2
Monitoring kadar serum kalium dan
Aritmia kardiak
ritme kardiak.
Menurunkan
efek Hindari
penggunaan
secara
antihipertensi atenolol
bersamaan Monitoring konsentrasi teofilin
21
Azitromisin-Teofilin
1
0,15
Toksisitas teofilin
22
Betametason-Ciprofloxacin
1
0,15
Berpotensi terjadinya
menyebabkan Hindari penggunaan pada pasien kelainan
pada dengan usia di atas 60 tahun,
tendon Achiless
pertimbangkan rasio manfaat dan
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
43
No.
Obat yang Berinteraksi
Jumlah
%
Efek yang terjadi
Rekomendasi resiko sebelum memberikan obat ini kepada pasien
23
Betametason-Eritromisin
2
0,30
Berpotensi
menyebabkan Gunakan kortikosteroid lain seperti
toksisitas
betametason prednison dan prednisolon
(menghambat
ekskresi
betametason) 24
Betametason-Levofloxacin
1
0,15
Berpotensi terjadinya
menyebabkan Hindari penggunaan pada pasien kelainan
pada dengan usia di atas 60 tahun,
tendon Achiless
pertimbangkan rasio manfaat dan resiko sebelum memberikan obat ini kepada pasien
25
Betametason-Pseudoefedrin
7
1,08
Pseudoefedrin
menurunkan Gunakan bronkodilator lain
efek betametason 26
Betametason-Rifampisin
1
0,15
Menurunkan
efek Hindari
kortikosteroid 27
Bisoprolol-Diklofenak
1
0,15
Menurunkan
penggunaan
secara
bersamaan efek Monitoring tekanan darah
antihipertensif bisoprolol
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
44
No. 28
Obat yang Berinteraksi Bisoprolol-Famotidin
Jumlah
%
1
0,15
Efek yang terjadi Memungkinkan
Rekomendasi
terjadinya Monitoring cardiac performance
toksisitas bisoprolol 29
Bisoprolol-Hidroklortiazid
1
0,15
Meningkatkan
efek Hindari
penggunaan
secara
hiperglikemik dari tiazid pada bersamaan
30
Captopril-Ibuprofen
1
0,15
diabetes tipe 2
Monitoring kadar serum kalium dan
Aritmia kardiak
ritme kardiak.
Terjadi
penurunan
efek Hindari
hipotensi captopril
pengunaan
secara
bersamaan, jika digunakan bersama lakukan monitoring tekanan darah
31
Cefadroxil-Neomisin
2
0,30
Nefrotoksisitas
Hindari
penggunaan
secara
bersamaan pada pasien usia lanjut atau mereka yang mengalami gagal ginjal 32
Cefadroxil-Ranitidin
1
0,15
Terjadi
penurunan
efek Monitoring terjadinya penurunan
cefadroxil 33
Cefdaroxil-Metformin
1
0,15
Terjadi
efek peningkatan
efek Monitoring kadar gula darah
metformin 34
Cefixim-Gentamisin
1
0,15
Nefrotoksisitas
Hindari
penggunaan
secara
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
45
No.
Obat yang Berinteraksi
Jumlah
%
Efek yang terjadi
Rekomendasi bersamaan pada pasien lanjut usia dan pada pasien yang mengalami gagal ginjal.
35
Cefixim-Neomisin
1
0,15
Nefrotoksisitas
Hindari
penggunaan
secara
bersamaan pada pasien lanjut usia dan mereka yang mengalami gagal ginjal 36
Cefixim-Ranitidin
1
0,15
Ranitidin dapat menurunkan Monitoring penurunan respon dari efek cefixime
cefixime
akibat
pemakaian
bersamaan dengan ranitidin 37
Codein-Betametason
1
0,15
Menghambat respon codein
Monitoring kondisi klinis
38
Codein-Prednicot
1
0,15
Menghambat respon codein
Monitoring kondisi klinis
39
Codein-Triamcinolon
1
0,15
Menghambat respon intranasal Monitoring kondisi klinis codein
40
DeksametasonLevofloxacin
3
0,46
Berpotensi terjadinya
menyebabkan Hindari penggunaan pada pasien kelainan
pada dengan usia di atas 60 tahun,
tendon Achiless
pertimbangkan rasio manfaat dan resiko sebelum memberikan obat ini
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
46
No.
Obat yang Berinteraksi
Jumlah
%
Efek yang terjadi
Rekomendasi kepada pasien
41
Deksametason-
1
0,15
Metronidazol 42
Dexametason-
Terjadi
penurunan
efek Monitoring kadar metronidazol
metronidazol 1
0,15
Pseuudoefedrin
Terjadi
penurunan
efek Gunakan bronkodilator lain
deksametason
43
Dexametason-Salbutamol
1
0,15
Hipokalemia
Monitoring kadar kalium
44
Dexametason-Teofilin
6
0,93
Toksisitas teofilin
Monitoring kadar teofilin
45
Digoxin-Furosemid
1
0,15
Toksisitas digoksin (deplesi magnesium dan potasium)
46
Diklofenak-Metformin
1
0,15
Lactic asidosis
47
Diklofenak-
2
0,30
Meningkatkan resiko ulkus Monitoring kondisi klinis
Methylprednisolon 48
Diklofenak-Methylsalisilate
Monitoring konsentrasi asam laktat
peptikum 2
0,30
Berpotensi toksisitas
terjadinya Monitoring kadar salisilat salilisat
akibat
penggunaan topikal 49
Diklofenak-Prednison
1
0,15
Meningkatkan
resiko Monitoring kondisi klinis
terjadinya ulkus peptik 50
Diklofenak-Ranitidin
1
0,15
Berpotensi terjadi toksisitas Monitoring kadar diklofenak
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
47
No.
Obat yang Berinteraksi
Jumlah
%
Efek yang terjadi
Rekomendasi
diklofenak 51
Diklofenak-Simvastatin
2
0,30
Berpotensi
menyebabkan Monitoring kondisi klinis
terjadinya
toksisitas
diklofenak 52
Domperidon-Levofloxacin
1
0,15
Efek aditif
Monitoring penggunaannya
pada
pasien dengan resiko tinggi 53
Efedrin-Furosemid
1
0,15
Hipokalemia
54
Efedrin-Methylprednisolon
1
0,15
Efedrin
Monitoring kadar kalium
menurunkan
efek Gunakan bronkodilator lain
betametason Hipokalemia 55
Famotidin-Asam
1
0,15
mefenamat 56
Famotidin-Hyoscine
Monitoring kadar kalium
Terjadinya
peningkatan Monitoring kadar asam mefenamat
toksisitas asam mefenamat 3
0,46
Terjadinya
penurunan
efek Hindari penggunaan dosis tinggi
famotidin 57
Famotidin-Levofloxacin
1
0,15
antikolinergik (hyoscine)
Menurunkan efek levofloxacin Hindari
penggunaan
secara
bersamaan 58
Famotidin-Metformin
2
0,30
Meningkatkan resiko lactic Monitoring kondisi klinis asidosis
(terjadi
penurunan
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
48
No.
Obat yang Berinteraksi
Jumlah
%
Efek yang terjadi
Rekomendasi
eliminasi renal metformin) 59
Famotidin-Metoklopramid
1
0,15
Terjadi
penurunan
efek Famotidin diberikan 2 jam setelah
famotidin
penggunaan metoklopramid Monitoring status klinis
60
Fenofibrate-Simvastatin
1
0,15
Berpotensi terjadi miopati
61
Fludrokortison-Asam
1
0,15
Meningkatkan resiko ulkus Monitoring status klinis
Mefenamat
peptik
62
Isoniazid-Rifampisin
15
63
Ketokonazol-Levofloxacin
1
2,32
Hepatoksisitas
Monitoring terjadinya hepatoksisitas
Efek aditif
Monitoring penggunaannya
pada
pasien dengan resiko tinggi 64
Ketokonazol-Loratadin
3
0,46
Ketokonazol menyebabkan
dapat terjadinya
toksisitas loratadin 65
Ketokonazol-Simvastatin
1
0,15
Meningkatkan
toksisitas Hindari
(termasuk rhabdomyolisis) 66
Ketoprofen-Misoprostol
1
0,15
penggunaan
secara
bersamaan
Terjadi penurunan absorpsi Monitoring kondisi klinis ketoprofen
67
Lansoprazol-Sukralfat
4
0,62
Terjadi
penurunan
efek Lanzoprazol digunakan 30 menit
lansoprazol
sebelum penggunaan sukralfat
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
49
No. 68
Obat yang Berinteraksi Levofloxacin-
Jumlah
%
2
0,30
Methylprednisolon
Efek yang terjadi Berpotensi terjadinya
Rekomendasi
menyebabkan Hindari penggunaan pada pasien kelainan
pada dengan usia di atas 60 tahun,
tendon Achiless
pertimbangkan rasio manfaat dan resiko sebelum memberikan obat ini kepada pasien
69
Levofloxacin-Prednicort
1
0,15
Berpotensi terjadinya
menyebabkan Hindari penggunaan pada pasien kelainan
pada dengan usia di atas 60 tahun,
tendon Achiless
pertimbangkan rasio manfaat dan resiko sebelum memberikan obat ini kepada pasien
70
Levofloxacin-Prednison
9
1,39
Berpotensi terjadinya
menyebabkan Hindari penggunaan pada pasien kelainan
pada dengan usia di atas 60 tahun,
tendon Achiless
pertimbangkan rasio manfaat dan resiko sebelum memberikan obat ini kepada pasien
71
Levofloxacin-Teofilin
1
0,15
Terjadi toksisitas teofilin
72
Levofloxacin-Triamcinolon
1
0,15
Berpotensi terjadinya
Monitoring konsentrasi teofilin
menyebabkan Hindari penggunaan pada pasien kelainan
pada dengan usia di atas 60 tahun,
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
50
No.
Obat yang Berinteraksi
Jumlah
%
Efek yang terjadi
Rekomendasi
tendon Achiless
pertimbangkan rasio manfaat dan resiko sebelum memberikan obat ini kepada pasien
73
Magnesium
hidroksida-
2
0,30
deksametason 74
Magnesium
Magnesium
efek Berikan kedua obat secara terpisah
kortikosteroid oral hidroksida-
1
0,15
diklofenak 75
Menurunkan
Terjadi
dengan jarak waktu sejauh mungkin
penurunan
efek Hindari
diklofenak hidroksida-
7
1,08
Famotidin
penggunaan
secara
bersamaan
Magnesium
hidroksida Penggunaannya diberi jarak satu
menurunkan efek famotidin jam. (menurunkan
a
bsorpsi
famotidin) 76
Magnesium
hidroksida-
2
0,30
Levofloxacin
Magnesium
hidroksida Hindari
absorpsi sampai 4 jam setelah penggunaan
levofloxacin) Magnesium
hidroksida-
3
0,46
teofilin 78
Magnesium
secara
menurunkan efek levofloxacin bersamaan, antasid digunakan 2 (menurunkan
77
penggunaan
levofloxacin
Berpotensi terjadi toksisitas Montitoring kadar teofilin teofilin
karbonat-
1
0,15
Terjadi
penurunan
efek Hindari
penggunaan
secara
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
51
No.
Obat yang Berinteraksi
Jumlah
%
diklofenak 79
Meloksikam-
Efek yang terjadi
Rekomendasi
diklofenak 7
1,08
Methylprednisolon
bersamaan
Meningkatkan
resiko Monitoring kondisi klinis
terjadinya ulkus peptik
80
Meloxicam-Metformin
1
0,15
Laktik asidosis
81
Meloxicam-Simvastatin
1
0,15
Terjadinya
Monitoring kadar asam laktat toksisitas Monitoring kondisi klinis
meloksikam 82
Methylprednisolon-
15
2,32
ciprofloxacin
Berpotensi
menyebabkan Hindari penggunaan pada pasien
terjadinya
kelainan
pada dengan usia di atas 60 tahun,
tendon Achiless
pertimbangkan rasio manfaat dan resiko sebelum memberikan obat ini kepada pasien
83
Methylprednisolon-
9
1,39
pseudoefedrin
Terjadi
penurunan
efek Hindari
methylprednisolon
penggunaan
secara
bersamaan, gunakan bronkodilator lain
84
Methylprednisolon-
7
1,08
Hipokalemia
1
0,15
Terjadi
Monitoring kadar kalium
Salbutamol 85
Methylprednisolon-Vitamin D
penurunan
efek Diperlukan
vitamin D
paratiroid
terapi pada
penggantian anak
dengan
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
52
No.
Obat yang Berinteraksi
Jumlah
%
Efek yang terjadi
Rekomendasi penderita hipoparatiroidisme yang menggunakan kombinasi obat ini
86
Metronidazol-
1
0,15
Methylprednisolon 87
Neomisin-Polimiksin B
Terjadinya
penurunan
efek Monitoring kadar metronidazol
metronidazol 6
0,93
Nefrotoksisitas meningkatkan hambatan
; Hindari
penggunaan
secara
terjadinya bersamaan neuromuskular
(efek aditif) 88
Ondansteron-Tramadol
1
0,15
Menurunkan efek analgetik Monitoring kondisi klinis tramadol
89
Parasetamol-Codein
4
0,60
Terjadi penghambatan respon parasetamol
90
Parasetamol-Difenhidramin
1
0,15
Terjadi
penghambatan Monitoring kadar parasetamol
absoprsi parasetamol 91
Parasetamol-Famotidin
5
0,77
Berpotensi toksisitas (menurunkan
terjadinya parasetamol metabolisme
parasetamol)
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015
53
No. 92
Obat yang Berinteraksi Parasetamol-Ranitidin
Jumlah
%
1
0,15
Efek yang terjadi Berpotensi
Rekomendasi
terjadinya Hindari penggunaan bersamaan
toksisitas
parasetamol
(menurunkan
metabolisme
parasetamol) 93
Prednicot-Teofilin
1
0,15
Terjadi toksisitas teofilin
Monitoring konsentras teofilin
94
Prednison-Salbutamol
8
1,24
Hipokalemia
Monitoring kadar kalium
95
Prednison-Teofilin
20
3,09
Toksisitas teofilin
Monitoring konsentrasi teofilin
96
Pseudoefedrin-Teofilin
1
0,15
Aritmia dan infark miokard
Monitor kondisi kardiak
97
Pyrazinamid-Rifampisin
15
2,32
Meningkatkan
resiko Jika kombinasi ini digunakan dalam
terjadinya toksisitas hepatik pengobatan, dan kematian (efek aditif)
perlu
dilakukan
monitoring intensif terhadap fungsi hati dan kondisi klinis
98
Salbutamol-Teofilin
12
1,86
Terjadi
penurunan
efek Monitoring kadar teofilin
teofilin
Monitoring kadar kalium
Hipokalemia JUMLAH TOTAL
271
41,89
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Siti Dzatir Rohmah, FF UI, 2015