UNIVERSITAS INDONESIA
Evaluasi Keluaran dari Operasi Koreksi yang Ditunda untuk Cedera Duktus Bilier pada Tindakan Laparoskopi Kolesistektomi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Periode Juni 2010 – Juni 2015
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis-2 Ilmu Bedah Peminatan Bedah Digestive
dr. Indah M Situmorang, SpB NPM 1406.562.705
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI ILMU BEDAH, SUBSPESIALIS BEDAH DIGESTIVE JANUARI 2016
Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
UNIVERSITAS INDONESIA
Evaluasi Keluaran dari Operasi Koreksi yang Ditunda untuk Cedera Duktus Bilier pada Tindakan Laparoskopi Kolesistektomi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Periode Juni 2010 – Juni 2015
TESIS
dr. Indah M Situmorang, SpB NPM 1406.562.705
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI ILMU BEDAH, SUBSPESIALIS BEDAH DIGESTIVE JANUARI 2016
Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
iii
Universitas Indonsia
Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
iv
Universitas Indonsia
Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
v
Universitas Indonsia
Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang memberikan saya kemampuan dan kesabaran dalam menjalani studi pendidikan subspesialis dalam bidang ilmu bedah digestive di Departemen Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Izinkan saya mengucapkan terimakasih kepada orang tua saya, Ir. Posma Situmorang, M.Sc dan ibu saya Murni Tobing atas kesabaran, dukungan dalam doadoa mereka tiap pagi. Kepada saudara-saudara saya nun jauh di mata, Quinta, Alda, Jerry yang walaupun kita terpisah jauh secara fisik tetapi jaringan doa itu mengikat roh kita bersama kepada Bapa kita di surga. Kepada seluruh konsulen di divisi Bedah Digestive; Dr. dr. Toar JM Lalisang, Sp.B-KBD, dr. Agi Satria Putranto, Sp.B-KBD, dr. Yarman Mazni, Sp.B-KBD, dr. Wifanto S Jeo, Sp.B-KBD dan para guru emeritus; dr. Benny Philipi, Sp.B-KBD, dr. Arnold Simanjuntak, SpB-KBD dan dr. Ibrahim Basir, Sp.B-KBD yang membimbing saya dalam diskusi dan di kamar operasi; terlebih lagi mengijinkan saya untuk melakukan operasi mandiri atas pasien-pasien yang dipercayakan kepada saya. Terimakasih tak terhingga saya sampaikan kepada pasien-pasien yang telah memberikan kepercayaan kepada saya untuk merawat mereka. Hati saya terharu setiap kali melihat harapan besar yang mereka siratkan kepada saya yang adalah instrumen kecil di tangan seorang maha konduktor, Tuhan Yang Maha Kuasa. Kepada Hanna, the helper dalam keluarga kami, ucapan syukur dan doa saya kepada Tuhan; betapa Tuhan memberkati saya melalui keberadaan dia sehingga beban kewajiban saya sehari-hari bisa jauh lebih ringan. Anjing saya, Snoopy, yang sangat menghibur dan dalam kemanjaannya membuat saya tertawa. Kepada teman-teman yang sama-sama menempuh studi, para perawat di rumah sakit dan residen; terima kasih untuk dukungan dan kerjasama yang baik selama masa pendidikan saya dan hanya melalui secercah tulisan di tesis ini saya dapat haturkan penghargaan saya terhadap dukungan mereka sepanjang dua tahun studi saya.
vi
Universitas Indonsia
Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
Akhir kata, satu babak dalam kehidupan saya telah diakhiri dan tentunya banyak ketidaksempurnaan di dalamnya, ijinkan saya meminta maaf untuk salah laku dan ucap dari saya.
Jakarta, Juni 2016 dr. Indah M Situmorang, Sp.B
vii
Universitas Indonsia
Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
ABSTRAK Nama : dr. Indah M Situmorang, SpB Program Studi : Ilmu Bedah, Subspesialis Bedah Digestive Judul : Evaluasi Keluaran dari Operasi Koreksi yang Ditunda untuk Cedera Duktus Bilier pada Tindakan Laparoskopi Kolesistektomi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Periode Juni 2010 – Juni 2015 Latar belakang: Cedera duktus bilier sewaktu operasi laparoskopi kolesistektomi berpotensi menimbulkan masalah untuk pasien dan ahli bedahnya. Rekonstruksi duktus bilier cukuplah sulit dimana diagnosis dini dan tatalaksana yang tepat diperlukan untuk mencegah morbiditas lanjut dan komplikasi yang mengancam jiwa. Operasi koreksi oleh ahli bedah hepatobilier yang berpengalaman di rumah sakit pusat rujukan penting untuk menjamin keberhasilan rekonsruksi. Metode: Sepanjang Juni 2010 hingga Juni 2015 terdapat 7 kasus cedera saluran bilier. Dilakukan penelitian secera retrospektif, mengevaluasi karakteristik, tindakan dan keluaran dari operasi rekonstruksi. Hasil: Satu dari 7 kasus cedera duktus bilier ditangani secara endoskopi, selebihnya menjalani pembedahan. Lima kasus (83,3%) menjalani operasi koreksi yang ditunda. Mean interval dari waktu terjadinya cedera hingga saat rujukan adalah 45 hari (median 45 hari). Mean interval dari waktu terjadinya cedera hingga operasi rekonstruksi adalah 182 hari (median 65 hari). Semua pasien mengalami biloma, dua pasien telah dilakukan drainase sebelum dirujuk. Satu pasien datang dengan ikterus dan 3 pasien mengalami peningkatan kadar bilirubin. Berdasarkan kolangiografi pra operasi; dua pasien dengan cedera Strassberg E3 dan satu pasien dengan cedera Strassberg E1. Dua pasien lain masing-masing mengalami cedera Strassberg C dan D. Pada semua pasien dilakukan rekonstruksi hepatikoyeyunostomi Roux en Y dan stent internal dipasang pada 2 pasien. Stent internal ini dilepas masing-masing pada hari post operatif ke-18 dan ke-20. Rerata durasi operasi adalah 4 jam 42 menit. Rerata durasi rawat inap adalah 38,2 hari. Hanya satu pasien yang mengalami morbiditas pasca operasi. Pasien ini memerlukan tindakan operasi untuk memperbaiki luka operasi yang terbuka. Dilakukan pemantauan pasca operasi selama 6-24 bulan. Semua pasein tidak ada yang mengalami ikterus maupun kolangitis pada periode tersebut. Simpulan: Tindakan koreksi operatif pada cedera duktus bilier akan menunjukkan hasil yang baik bila dilakukan oleh ahli bedah hepatobilier yang berpengalaman. Hepatikoyeyunostomi merupakan tindakan yang terbaik untuk mengembalikan kontinuitas aliran bilier. Follow up jangka panjang tetap dibutuhkan untuk melihat keluaran pada seluruh pasien. Kata Kunci: Cedera saluran bilier iatrogenik; operasi koreksi yang ditunda; Strassberg
viii
Universitas Indonsia
Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
ABSTRACT Name : dr. Indah M Situmorang, SpB Study Program: General Surgery, Digestive Surgery Subspecialist Title : Outcome after Late Surgical Repair for Bile Duct Injury following Laparoscopic Cholecystectomy in Cipto Mangunkusumo Hospital from June 2010 – June 2015
Background: Bile duct injury (BDI) during laparoscopic cholecystectomy (LC) procedure bears problem for the patients and the surgeon. Biliary reconstruction is often challenging while prompt diagnosis and proper treatment are needed to prevent long term morbidity and life threatenting complications. Surgical repair by an experienced hepatobiliary surgeon in a tertiary care is important to ensure the success of the reconstruction. Methods: From June 2010 to June 2015 there are 7 BDI. We conduct a retrospective study by evaluating the characteristic, type of surgery and the outcome. Results: One out of 7 BDI cases were managed endoscopically. The rest had surgical reconstruction. Five cases (83.3%) had a late surgical repair. The mean interval from the time of BDI to referral was 45 days (median 45 days). The mean interval from the time of BDI to the reconstruction surgery was 182 days (median 65 days). All of the patients had biloma, two patients had drainage prior of the referral. One patient had clinical jaundice, three patients with slightly elevated bilirubin level. Based on the cholangiography studies prior of the surgery, two patients had Strassberg E3 injury and 1 patient had Strassberg E1 injury. Two other patients each had Strassberg C and D injury . All of the patients had a hepaticojejunostomy Roux en Y reconstruction; an internal stent was placed in two patients. The internal stent were removed on POD 18 and POD 20. Mean operative time was 4 hours 42 minutes. Mean hospital stay was 38.2 days. Only one patient developed a post operative morbidity. She needed another surgery to repair the burst abdomen. The follow up period range from 6-24 months. All patients did not develop jaundice or cholangitis during that period. Conclusion: Surgical repair for BDI will show a better outcome when being done by an experienced hepatobilliary surgeon. Hepaticojejunostomy offers the best chance to restore the continuity of the biliary flow. A long term follow up still needed to see the overall result on these patients. Key Words: Iatrogenic bile duct injury; delayed repair; Strassberg.
ix
Universitas Indonsia
Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL………………………………………………….. HALAMAN JUDUL....………….............................................................. HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS...................................... HALAMAN PENGESAHAN................................................................... HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI………… KATA PENGANTAR…………………………………………………... ABSTRAK................................................................................................. DAFTAR ISI.............................................................................................. DAFTAR TABEL……………………………………………………….. DAFTAR GRAFIK……………………………………………………....
i ii iii iv v vi viii x xii xii
1.
PENDAHULUAN ................................................................. 1.1.Latar Belakang ................................................................. 1.2.Rumusan Masalah .................................................................. 1.3.Pertanyaan Penelitian ...................................................... 1.4.Tujuan Penelitian .................................................................. 1.4.1. Tujuan Umum ...................................................... 1.4.2. Tujuan Khusus ...................................................... 1.5.Manfaat Penelitian ...................................................... 1.5.1. Manfaat bagi Ilmu Pengetahuan .............................. 1.5.2. Manfaat bagi Pasien .......................................... 1.5.3. Manfaat bagi Pelayanan ..........................................
1 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3
2.
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................... 2.1. Anatomi kandung empedu ......................................... 2.2. Cedera saluran bilier ..................................................... 2.2.1. Etiologi ................................................................. 2.2.2. Manifestasi klinis ..................................................... 2.2.3. Klasifikasi ................................................................. 2.3. Tatalaksana cedera duktus bilier pada operasi laparoskopi kolesistektomi ......................................... 2.3.1. Cedera diidentifikasi sewaktu operasi laparoskopi kolesistektomi ..................................................... 2.3.2. Cedera diidentifkasi pasca operasi laparoskopi kolesistektomi .................................................... 2.3.3. Tindakan koreksi .................................................... 2.4. Prognosis pasca tindakan operasi korektif ................ 2.5. Kerangka teori ................................................................ 2.6. Kerangka konsep ................................................................
4 4 6 6 7 7
METODE PENELITIAN ..................................................... 3.1. Desain penelitian ................................................................. 3.2. Tempat dan waktu penelitian ......................................... 3.3. Sumber data ................................................................. 3.4. Populasi .............................................................................
15 15 15 15 15
3.
x
10 10 11 12 13 14 14
Universitas Indonsia
Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
3.5. Kriteria inklusi dan eksklusi ......................................... 3.5.1. Kriteria inklusi ..................................................... 3.5.2. Kriteria eksklusi ..................................................... 3.5.3. Kriteria drop out ..................................................... 3.6. Definisi operasional ..................................................... 3.7. Algoritma kerja ................................................................. 3.8. Alur penelitian ................................................................. 3.9. Etika Penelitian ………………………………………….
15 15 15 16 16 17 17 17
4.
HASIL PENELITIAN .................................................................
18
5.
DISKUSI
.............................................................................
21
6.
SIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 6.1. Simpulan ............................................................................. 6.2. Saran .............................................................................
26 26 26
DAFTAR PUSTAKAAN
.................................................................
xi
27
Universitas Indonsia
Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Anatomi normal kandung empedu……………………………
4
Gambar 2.2 Variasi dari kandung empedu dan ductus sistikus……………
5
Gambar 2.3 Variasi dari insersi ductus sistikus……………………………
5
Gambar 2.4 Anomalia dari arteri sistika…………………………………...
6
Gambar 2.4 Klasifikasi cedera duktus bilier berdasarkan Stewart-Way…..
8
Gambar 2.5 Klasifikasi cedera duktus bilier berdasarkan Strassberg……...
8
Gambar 2.7 Klasifikasi cedera duktus bilier berdasarkan Hannover……....
10
Gambar 2.8. Algoritma tatalaksana cedera saluran bilier yang teridentifikasi sewaktu operasi laparoskopi kolesistektomi………………..
11
DAFTAR TABEL Tabel 4.1. Rekapitulasi pasien yang menjalani operasi koreksi yang ditunda pasca cedera duktus biliaris saat tindakan laparoskopi kolesistektomi di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Juni 2010-Juni 2015………………….
xii
19
Universitas Indonsia
Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Cedera duktus bilier sewaktu tindakan laparoskopi kolesistektomi memberikan dampak morbiditas yang serius bahkan bisa menimbulkan kematian. Studi dari Chuang dkk pada tahun 2012 melaporkan dari 83.449 pasien yang menjalani operasi laparoskopi kolesistektomi selama kurun waktu 1995 hingga 2008, didapatkan angka cedera duktus bilier sebanyak 0,1%.1 Penanganan untuk cedera ini bervariasi mulai dari yang sederhana seperti pemasangan stent per endoskopi hingga tindakan mayor berupa bedah pintas saluran bilier dengan usus.
Pada
pasien
yang
telah
menjalani
operasi
koreksi
melalui
prosedur
hepatikoyeyunostomi Roux en Y, masih dapat terjadi morbiditas lanjut berupa kolangitis akibat striktura dari anastomosis. Bahkan dikemudian hari dapat memerlukan transplantasi hati akibat sirosis bilier sekunder.
Pada beberapa studi dilaporkan keluaran jangka panjang operasi koreksi ini dipengaruhi oleh lokasi cedera, ada-tidaknya proses inflamasi lokal, waktu tindakan koreksi, tipe rekonstruksi, pengalaman dan ketrampilan spesialis bedah yang melakukan operasi koreksi dan ada-tidaknya usaha operasi koreksi sebelumnya; baik di institusi yang sama tempat operasi laparoskopi dilakukan maupun di institusi rujukan.2,3,4,5
Pada era operasi kolesistektomi terbuka telah diteliti bahwa keluaran jangka panjang yang terbaik adalah bila operasi koreksi dikerjakan di layanan kesehatan tersier yang biasa mengerjakan kasus-kasus seperti ini. Kebanyakan studi melaporkan angka keberhasilan berkisar 80-95% dengan pemantauan hingga sekurangnya lima tahun.6 Lillemoe dkk melaporkan dari 156 tindakan koreksi untuk cedera saluran bilier saat dilakukan laparoskopi kolesistektomi didapatkan angka morbiditas jangka panjang sebesar 9,2% dan mortalitas 0,6%. 6
1 Univesitas Indonesia Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
2
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi secara retrospektif kasus cedera saluran bilier saat dilakukan laparoskopi kolesistektomi; yang dilakukan operasi koreksi yang ditunda di RS Dr. Cipto Mangunkusumo.
1.2.
Rumusan Masalah
Tidak ada data yang menjabarkan karakteristik dari pasien yang menjalani operasi koreksi yang ditunda dan keluaran pasca tindakan tersebut dari sentra layanan kesehatan tersier.
1.3.
Pertanyaan Penelitian
Bagaimana karakteristik pasien, tipe cedera dan jenis operasi dari pasien-pasien yang menjalani operasi koreksi ditunda untuk kasus cedera saluran bilier pada operasi laparoskopi kolesistektomi. Bagaimana morbiditas dan mortalitasnya?
1.4.
Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum Diketahuinya keluaran dari pasien-pasien yang menjalani operasi koreksi yang ditunda untuk cedera duktus bilier sewaktu tindakan laparoskopi kolesistektomi di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo periode Juni 2010 – Juni 2015.
1.4.2. Tujuan Khusus Diketahuinya karakteristik pasien dengan cedera duktus bilier pada tindakan laparoskopi kolesistektomi yang menjalani operasi koreksi yang ditunda. Diketahuinya jenis cedera yang dialami pasien (dengan klasifikasi Strassberg). Diketahuinya persiapan preoperatif pada tiap pasien sebelum menjalani operasi koreksi. Diketahuinya jenis operasi koreksi. Diketahuinya keluaran pasca tindakan operasi koreksi ditunda.
Universitas Indonesia Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
3
1.5.
Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat bagi Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian dapat memberikan gambaran data mengenai keberhasilan dan keluaran dari pasien dengan cedera duktus bilier pada operasi laparoskopi kolesistektomi yang menjalani operasi koreksi ditunda. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan rujukan untuk suatu prosedur standar dari pasien-pasien yang dengan riwayat cedera duktus bilier sewaktu tindakan laparoskopi kolesistektomi dan akan menjalani operasi koreksi di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo.
1.5.2. Manfaat bagi Pasien Manfaat langsung dari hasil penelitian bagi pasien yang menjadi subyek penelitian adalah untuk pendataan guna pemantauan jangka panjang. Hasil penilitian ini juda dapat menjadi informasi bagi pasien lain dengan kondisi serupa yang akan menjalani tindakan operasi koreksi di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo.
1.5.3. Manfaat bagi Pelayanan Hasil penelitian dapat menjadi pertimbangan bagi para dokter bedah untuk merencanakan tindakan pada pasien-pasien dengan kondisi serupa.
Universitas Indonesia Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Anatomi kandung empedu
Kandung empedu terletak pada permukaan bawah dari segmen 5 hati. Terdapat lapisan lempeng sistik yg memisahkan kandung empedu dengan permukaan hati. Anatomi kandung empedu klasik hanya ditemukan pada 30% kasus; sehingga pengenalan akan anatomi normal dan variasi atau abnormalitas sangat penting untuk menjamin amannya tindakan operasi. Terdapat variasi dari anatomi kandung empedu; dapat berupa kandung yang bilobar, bersepta, dengan divertikel atau kandung empedu ganda. Duktus sistikus berjalan dari infundibulum kandung empedu ke arah medial dan inferior untk bersatu dengan duktus hepatikus komunis. Diameter duktus sistikus berkisar 1-3 mm dengan panjang antara 1mm hingga 6 cm, bergantung pada letak pertemuannya dengan duktus hepatikus komunis.7
Gambar 2.1. Anatomi normal kandung empedu.8 Keterangan: (a) Duktus hepatikus kanan. (b) Duktus hepatikus kiri. (c) Duktus hepatikus komunis. (d) Arteri hepatika propria. (e) Arteri gastroduodenale. (f) Duktus sistikus. (g) Arteri retroduodenal. (h) Duktus koledokus. (i) Leher kandung empedu. (j) Korpus kandung empedu. (k) Fundus kandung empedu.
4 Univesitas Indonesia Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
5
Duktus sistikus dapat menunjukkan abnormalitas berupa duktus ganda dan insersi duktus sistikus aberans ganda. (Gambar 2.2.). Insersi duktus sistikus pada duktus hepatikus komunis juga bervariasi; dapat berupa: (a) tidak adanya duktus sistikus (<1% kasus), (b) duktus sistikus berjalan paralel dengan arteri hepatikus komunis dengan berada pada satu septum (20% kasus), (c) duktus sistikus berjalan posterior dari duktus hepatikus komunis dan berinsersi pada dinding medialnya (5% kasus). (Gambar 2.3.).7
Gambar 2.2. Variasi dari kandung empedu dan duktus sistikus.7
Gambar 2.3. Variasi dari insersi duktus sistikus.7
Arteri sistika secara klasik merupakan pembuluh darah tunggal yang berjalan lateral dan posterior dari duktus sistikus. Dapat ditemukan variasi dari arteri sistika berupa arteri multipel, asal dari arteri sistika yang berasal dari arteri yang memperdarahi lobus atau segmen tertentu hati, maupun adanya variasi dari jalannya arteri.
Universitas Indonesia Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
6
(Gambar 2.4.). Identifikasi arteri ini intraoperatif sangat penting untuk mencegah terjadinya perdarahan sewaktu tindakan operasi.7
Gambar 2.4. Anomalia dari arteri sistika.7
2.2.
Cedera saluran bilier
2.2.1. Etiologi Penyebab tersering cedera saluran bilier adalah mis-identifikasi saluran biller, duktus hepatikus komunis, atau kelainan anatomi sewaktu tindakan operasi kolesistektomi. Sehingga, sebelum dilakukan diseksi, harus dilakukan identifikasi terhadap struktur di dalam Callot triangle. Apabila duktus dan arteri kistik dapat diidentifikasi dengan tepat dan benar sebelum dilakukan pemisahan, maka lebih dari 70% truma saluran bilier dapat dihindari. Penyebab lain adalah penempatan klip yang salah, trauma panas dan duktus yang tertarik saat meligasi dengan klip (tenting).9
Operasi pengangkatan kandung empedu dapat dikerjakan secara bedah terbuka maupun laparoskopi. Prosedur laparoskopi dilakukan pertama kali oleh Prof. Muhe
Universitas Indonesia Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
7
dari Jerman pada tahun 1985 dan sekarang merupakan baku emas untuk tatalaksana batu kandung empedu simptomatik.
Keunggulan tehnik laparoskopi dibandingkan operasi terbuka adalah luka operasi yang lebih kecil sehingga nyeri pascaoperasi lebih minimal dan pasien dapat lebih segera kembali ke aktivitas sehari-hari. Disamping itu, secara estetis luka operasi pada prosedur laparoskopi lebih baik penampakannya.
Dibalik keunggulan yang ditawarkan, ternyata angka kejadian cedera duktus bilier mayor intra operatif meningkat pada prosedur laparoskopi dibandingkan pada tindakan bedah terbuka. Penelitian menunjukkan, pada era operasi terbuka angka insiden cedera duktus bilier adalah 0,1-0,2%; sedangkan di era laparoskopik adalah 0,4-0,6%.10 Di masa awal pemakaian laparoskopi, tingginya angka cedera ini disebabkan proses pembelajaran dari spesialis bedah. Penelitian dari Moore, dkk di tahun 1995 mendapatkan risiko terjadinya cedera duktus bilier adalah sebesar 1,7% bila itu merupakan kasus pertama seorang spesialis bedah; tetapi setelah melakukan operasi ke-50 maka angka risikonya turun menjadi 0,17%.2
2.2.2. Manifestasi Klinis Kebocoran dari saluran empedu dapat dikenali segera pasca operasi. Pasien dapat mengeluh adanya nyeri perut yang bersifat difus, mual, muntah, demam, dan gangguan motilitas usus. Dapat juga timbul gejala tambahan seperti keluarnya cairan empedu pada drain, peritonitis, leukositosis, dan hiperbilirubinemia pada hasil laboratorium. Pada kasus obstruksi dari traktus billiaris dapat ditemukan ikterus dengan kotoran pada buang air besar berwarna dempul. Hasil laboratorium juga menunjukkan peningkatan dari bilirubin terkonyugasi.
2.2.3. Klasifikasi Sistim klasifikasi ini dibuat agar dapat menyeragamkan terminologi, menentukan penanganan yang tepat dan untuk prognosis. Cedera dari traktus billiaris memiliki berbagai macam klasifikasi, secara garis besar sistem klasifkasi tersebut dibagi menjadi sesudah dan sebelum era laparaskopik. Berikut ini pembahasan klasifikasi
Universitas Indonesia Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
8
cedera duktus bilier di era laparoskopi. Tiga klasifikasi yang tersering dipakai adalah Stewart-Way, Strassberg dan Hannover.
Gambar 2.5. Klasifikasi cedera duktus bilier berdasarkan Stewart-Way.11 Keterangan: Kelas I: Lesi inkomplet dari duktus bilier, tidak ada jaringan yang hilang. Prevalensi: 7%. Kelas II: Cedera pada dinding lateral duktus hepatikus komunis, mengakibatkan stenosis duktus atau kebocoran. Prevalensi: 2%; dapat disertai cedera dari arteri hepatikus. Kelas III: Merupakan lesi komplet pada duktus hepatikus komunis. Prevalensi: 61%. Kelas IV: Cedera pada duktus hepatikus kanan dan duktus asesorius hepatikus kanan. Dapat disertai cedera pada arteri hepatika kanan. Prevalensi: 10%.
Gambar 2.6. Klasifikasi cedera duktus bilier berdasarkan Strassberg.12 Keterangan: A. Adanya kebocoran dari duktus sistikus atau duktus kecil pada permukaan hati tempat kandung empedu. B. Oklusi dari duktus aberans hepatik kanan. C. Transeksi yang menyebabkan kebocoran dari duktus aberans hepatik kanan. D. Cedera dari dinding lateral duktus bilier mayor. E. Merupakan klasifikasi cedera bilier dari Bismuth Corlette. Dibagi menjadi 5: 1. Cedera letak rendah, dengan sisa panjang duktus hepatikus komunis >2cm. 2. Cedera letak tinggi, dengan sisa panjang duktus hepatikus komunis <2cm. 3. Cedera setinggi percabangan duktus hepatikus, tetapi masih terdapat hubungan antara duktus hepatikus kanan dan kiri. 4. Cedera setinggi percabangan duktus hepatikus, tetapi duktus hepatikus kanan dan kiri terpisah komplet. 5. Cedera pada duktus hepatikus sektor kanan tunggal atau dapat disertai striktur dari duktus hepatikus komunis.
Universitas Indonesia Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
9
Universitas Indonesia Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
10
Gambar 2.7. Klasifikasi cedera duktus bilier berdasarkan Hannover.13
2.3. Tatalaksana cedera duktus bilier pada operasi laparoskopi kolesistektomi Penanganan pasien dengan cedera duktus bilier saat operasi laparoskopi kolesistektomi dibagi berdasarkan waktu ditemukannya cedera tersebut dan apakah pasien sudah menjalani operasi koreksi sebelumnya. Cedera dapat diidentifikasi intra operatif kolesistektomi, pasca operasi, maupun setelah periode tanpa gejala untuk jangka waktu yang cukup lama.14
2.3.1. Cedera diidentifikasi sewaktu operasi laparoskopi kolesistektomi Sewaktu operasi laparoskopi kolesistektomi kecurigaan terjadinya cedera duktus bilier dipikirkan bila terdapat abnormalitas dari kolangiogram, keluarnya cairan empedu dari struktur selain kandung empedu yg laserasi (terutama bila dari struktur tubuler), bentuk duktus sistikus yang tidak normal, adanya “dua” arteri sistika, tebalnya jaringan limfatik di daerah yang diduga area duktus sistikus.15
Pada situasi ini sang ahli bedah harus mempertimbangkan kompetensinya. Operasi dikonversi menjadi bedah terbuka dan tindakan koreksi sebaiknya dikerjakan oleh spesialis hepatobilier. Bila tindakan koreksi tidak dilakukan dengan baik maka insidens striktura bilier akan meningkat dan akan mempersulit tindakan koreksi definitif. 16
Universitas Indonesia Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
11
Diagnosis intraoperatif
Terpotong sebagian
Terpotong total
Reseksi bilier
Tanpa cedera termal
Tanpa cedera termal
Dengan cedera termal
Jahit primer tanpa T-tube
anastomosis T-T dengan T-tube
Spesialis bedah berpengalaman
Insersi drain di subphrenic dan hilus, rujuk
Spesialis bedah tidak berpengalaman
Hepatikoyeyunostomi Roux en Y
Gambar 2.8. Algoritma tatalaksana cedera saluran bilier yang teridentifikasi sewaktu operasi laparoskopi kolesistektomi.16
2.3.2. Cedera diidentifikasi pasca operasi laparoskopi kolesistektomi Kecurigaan terjadi cedera pada duktus bilier timbul bila pasca operasi pasien mengeluh nyeri perut, distensi, ileus, ikterus, terkumpulnya cairan intra abdomen atau perawatan pasca operasi yang lebih lama dari perawatan normal pasca laparoskopi kolesistektomi (>3hari).
Pada kondisi demikian dapat dilakukan
skrining dengan USG atau CT Scan. Pemeriksaan penunjang ini untuk mencari adanya abses atau cairan subhepatik, kebocoran cairan empedu, melihat lokasi cedera duktus bilier dan adanya kelainan hati.15
Bila didapatkan ada kebocoran cairan empedu, dilakukan drainase dan eradikasi bila ada infeksi intra abdomen. Selanjutnya dikerjakan ERCP untuk menilai struktur anatomis duktus bilier dan melakukan pemasangan stent bilier untuk drainase
Universitas Indonesia Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
12
interna, bila memungkinkan. Bila ERCP tidak bisa memvisualisasi keseluruhan struktur bilier, dapat dilakukan PTC atau MRCP.15
Bila pasien mengalami komplikasi seperti peritonitis akibat cairan empedu, kolangitis akibat kolestasis; maka diberikan antibiotik perioperatif. Tindakan koreksi definitif dilakukan setelah 6-8 minggu setelah proses inflamasi mereda.
2.3.3. Tindakan koreksi Tatalaksana pada saluran bilier yang cedera ditentukan berdasarkan tipe cederanya. Pada klasifikasi Strassberg, tindakan yang dilakukan:9 Strassberg A. Saluran bilier tidak ada diskontinuitas sehingga dapat ditangani secara endoskopik. Tujuan tindakan adalah untuk menurunkan tekanan di saluran bilier bagian distal sehingga empedu dapat mengalir lancar. Bila tidak ada fasilitas endoskopi, pasien dipasang drain dan dirujuk ke institusi dengan sarana lebih lengkap. Strassberg B. Terjadi oklusi segmental dari saluran empedu. Bila terjadi nyeri ringan dan peningkatan fungsi hati tanpa gejala klinis bermakna, maka dapat ditatalaksana secara konservatif. Adanya kolangitis menunjukkan perlunya tindakan drainase segmen hati yang teroklusi. Tindakan yang dilakukan dapat berupa drainase perkutan atau reseksi segmental hati. Operasi bypass biliodigestif secara teknis sulit dikerjakan karena diameter duktus yang kecil. Strassberg C. Duktus aberans terpotong dengan puntung proksimal terligasi, sehingga tindakan endoskopi untuk memperbaiki tidak ada gunanya pada kondisi ini. Kumpulan cairan di subhepatik harus didrainase dan dapat diharapkan untuk menutup spontan. Tetapi bila terus terjadi kebocoran maka dapat dilakukan tindakan bypass biliodigestif atau hepatektomi. Strassberg D. Terpotongnya dinding medial dari duktus koledokus tanpa diskontinuitas dari saluran tersebut. Bila cedera kecil tanpa area devaskularisasi maka cukup dijahit dengan benang monofilamen diabsorpsi ukuran 5-0 dan dipasang drain eksterna, dilanjutkan endoskopi untuk sfinkterotomi dan pemasangan stent. Bila terdapat area yang devaskularisasi maka tidak cukup dengan penjahitan. Tindakan pertama adalah dengan pemasangan stent secara
Universitas Indonesia Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
13
endoskopi dan pemasangan drain intra abdomen. Bila tidak berhasil karena ada jaringan yang hilang maka perlu tindakan operasi bypass hepatikoyeyunostomi. Strassberg E. Ciri dari tipe ini adalah adanya diskontinuitas duktus koledokus dengan atau tanpa duktus hepatikus. Tindakan harus dilakukan bypass hepatikoyeyunostomi dengan syarat sambungan tidak tegang dan pembuluh darah di area anastomosis baik. Bila perlu dilakukan reseksi parsial segmen IV dan V hati untuk membantu identifikasi duktus hepatikus dan penempatan segmen yeyunum. Bila pasca tindakan ini terjadi sequelae kolangitis berulang akibat striktura dan terjadi sirosis bilier sekunder dengan hipertensi portal, dipertimbangkan untuk tindakan l transplantasi hati.
2.4.
Prognosis pasca tindakan operasi korektif
Keluaran jangka panjang pasca operasi rekonstruksi saluran bilier dipengaruhi oleh lokasi cedera, ada-tidaknya inflamasi lokal, waktu dilakukannya tindakan rekonstruksi, tindakan operasi koreksi, keahlian dan pengalaman spesialis bedah dan ada-tidaknya usaha operasi rekonstruksi sebelumnya, baik di institusi yang sama maupun di institusi lain.3,4,5,6
Penelitian Stewart dkk pada 85 pasien cedera saluran bilier yang menjalani total 112 operasi koreksi menunjukkan, pada pasien yang tidak dilakukan kolangiogram preoperatif untuk mengidentifkasi lokasi cedera; 96% kasus mengalami kegagalan tindakan koreksi. Bila data kolangiogram tidak lengkap maka 69% tindakan tidak berhasil; sedangkan pada pasien yang dilakukan kolangiogram dengan baik didapatkan angka keberhasilan tindakan repair inisial sebesar 84%. Dilaporkan juga mengenai tipe operasi rekonstruksi. Pada pasien dengan transeksi komplit saluran bilier, tindakan anastomosis end-to-end primer semuanya gagal; sedangkan untuk operasi hepatikoyeyunostomi Roux-enY angka keberhasilannya adalah 63%. Dari faktor operator didapatkan hasil angka keberhasilan tindakan koreksi bila dikerjakan oleh operator yang mengerjakan laparoskopi kolesistektomi hanya sebesar 17%; bila operator pertama ini mengerjakan operasi koreksi kedua, maka hasilnya semua gagal. Bila tindakan koreksi pertama dilakukan oleh spesialis bedah hepatobilier di pusat rujukan maka angka keberhasilan 94%.4
Universitas Indonesia Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
14
2.5.
Kerangka Teori
Jenis kelamin Usia Durasi waktu dari kejadian cedera hingga dirujuk Tipe cedera
Pasien cedera duktus bilier Pasca laparoskopi kolesistektomi
Durasi dari waktu kontrol pertama di RSCM ke operasi Tindakan perioperatif
Tindakan koreksi operatif
Tipe rekonstruksi Lama rawat inap Morbiditas Mortalitas
Keluaran
Keluaran jangka panjang (1 tahun)
2.6.
Kerangka Konsep Pasien cedera duktus bilier pasca laparoskopi kolesistektomi
Tindakan koreksi operatif
Keluaran Morbiditas Mortalitas Jangka Panjang
Universitas Indonesia Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1.
Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif untuk mengetahui keluaran jangka panjang pasien dengan cedera duktus bilier sewaktu operasi laparoskopi yang dilakukan operasi koreksi yang ditunda. Data indikator kualitas hidup pasien seperti adanya ikterus dan kolangitis berulang pasca operasi koreksi.
3.2.
Tempat dan Waktu Penelitian
Pengambilan data dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto mangunkusumo pada bulan Juni 2010– Juni 2015.
3.3.
Sumber Data
Data dari penelitian ini didapatkan dari rekam medis Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo pada pasien yang memenuhi kriteria inklusi.
3.4.
Populasi
Seluruh pasien dengan cedera duktus bilier intra operatif laparoskopi kolesistektomi yang menjalani operasi koreksi yang ditunda.
3.5.
Kriteria inklusi dan eksklusi
3.5.1. Kriteria Inklusi Pasien dengan cedera duktus bilier sewaktu tindakan laparoskopi kolesistektomi yang menjalani operasi koreksi yang ditunda.
3.5.2. Kriteria Eksklusi Pasien dengan cedera duktus bilier sewaktu tindakan laparoskopi kolesistektomi yang dilakukan tindakan operasi koreksi segera (<14 hari). Pasien dengan cedera duktus bilier sewaktu tindakan laparoskopi kolesistektomi yang hanya dilakukan pemasangan stent per endoskopi sebagai tindakan rekonstruksinya.
15 Univesitas Indonesia Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
16
Data rekam medis tidak lengkap Pasien atau keluarga tidak dapat dihubungi.
3.5.3. Kriteria Drop Out Tidak ada.
3.6.
Definisi Operasional
Cedera duktus bilier sewaktu operasi laparoskopi kolesistektomi: cedera didapat saat pasien menjalani operasi laparoskopi kolesistektomi. Operasi koreksi yang ditunda: tindakan operasi untuk mengkoreksi duktus bilier yang cedera dan dilakukan dalam waktu >14 hari setelah cedera duktus bilier sewaktu tindakan laparoskopi kolesistektomi. Tipe cedera: berdasarkan klasifikasi Strassberg untuk cedera duktus bilier sewaktu tindakan laparoskopi kolesistektomi. Durasi waktu dari saat terjadi cedera hingga saat dilakukan operasi koreksi: durasi dari saat terjadi cedera hingga pasien kontrol pertama ke RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo ditambah durasi dari hari kontrol pertama hingga waktu dikerjakan operasi koreksi definitif. Tindakan perioperatif: ada-tidaknya tindakan endoskopi, pemeriksaan radiologi khusus atau drainase pada pasien tersebut sebelum dilakukan operasi koreksi. Tipe rekonstruksi: jenis tindakan rekonstruksi yang dikerjakan pada operasi koreksi duktus bilier. Lama rawat inap: total durasi rawat inap sejak pasien masuk dirawat hingga pasien pulang. Morbiditas: insidens terjadinya penyakit tambahan diluar dari penyakit primer pasien selama masa rawat inap. Mortalitas: insidens terjadinya kematian selama pasien menjalani rawat inap untuk tindakan operasi koreksi duktus bilier. Keluaran jangka panjang: ada- tidaknya morbiditas yang berkaitan dengan keberhasilan operasi koreksi, seperti ikterus, kolangitis dalam jangka waktu setahun sesudah operasi koreksi duktus bilier.
Universitas Indonesia Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
17
3.7.
Algoritma Kerja
Peneliti mengumpulkan data pasien dengan cedera duktus bilier sewaktu operasi kolesistektomi yang menjalani operasi koreksi yang ditunda pada periode Juni 2010 – Juni 2015. Pengumpulan rekam medis pasien untuk melihat data-data yang diperlukan. Peneliti mencatat data identitas pasien, data jenis cedera dan tindakan perioperatif yang akan dianalisa keluaran pasca operasinya. Peneliti menghubungi pasien melalui telepon untuk mengetahui keluaran jangka panjangnya. Data yang telah dikumpulkan disusun di dalam tabulasi dengan Microsoft Excel. Menyusun laporan penelitian.
3.8.
Alur Penelitian Pasien dengan cedera saluran bilier sewaktu operasi laparoskopi kolesistektomi
Penelaahan dan penyaringan rekam medis
Memenuhi Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Tidak
Eksklusi
Ya Diidentifikasi karakteristik pada pasien yang memenuhi kriteria inklusi Filtrasi data
Pengolahan dan analisis data 3.9. Etika Penelitian Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan dari komite etik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
pada
tanggal
21
Maret
2016
dengan
No.
218/UN2.F1/ETIK/2016
Universitas Indonesia Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
BAB 4 HASIL PENELITIAN
Dari Juni 2010 hingga Juni 2015, Divisi Bedah Digestive, Departemen Bedah, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta merawat 7 kasus cedera duktus bilier pasca tindakan laparoskopi kolesistektomi. Enam kasus merupakan rujukan dari rumah sakit luar dan satu kasus terjadi saat tindakan laparoskopi kolesistektomi di rumah sakit kami. Dari seluruh kasus tersebut, satu kasus ditatalaksana secara endoskopi dan 6 kasus menjalani tindakan pembedahan korektif. Dari enam kasus yang dikoreksi secara operatif, lima kasus menjalani operasi koreksi yang ditunda; dan satu kasus menjalani operasi segera. Batasan waktu dari operasi koreksi segera adalah bila operasi tersebut dilakukan dalam waktu kurang dari 14 hari sejak operasi laparoskopi kolesistektomi tersebut dilakukan.
Dari 5 pasien yang menjadi responden penelitian, dua adalah laki-laki dan tiga wanita; dengan rentang umur 27-45 tahun dengan umur rata-rata pasien saat dilakukan operasi adalah 35 tahun. Semua pasien mengalami biloma. Hanya satu pasien yang menunjukkan gejala ikterus. Dua pasien menjalani tindakan drainase biloma di rumah sakit tempat dilakukannya operasi laparoskopi kolesistektomi.
18 Univesitas Indonesia Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
19
Tabel 4.1. Rekapitulasi pasien yang menjalani operasi koreksi yang ditunda pasca cedera duktus biliaris saat tindakan laparoskopi kolesistektomi di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Juni 2010-Juni 2015 No.
1.
2.
Durasi dari
Tipe
Tindakan
Durasi
Tipe
Lama
Total
cedera s/d
Cedera
preoperatif
preoperatif
rekonstruksi
operasi
lama
dirujuk
(Strass-
operasi
rawat
berg)
definitif
inap
19 hari
0 hari
E1
C
USG
55 hari
Hepatiko-
drainase,
yeyunostomi
ERCP
Roux en Y
USG
17 hari
Hepatiko-
drainase,
yeyunostomi
ERCP
Roux en Y
5 jam
29 hari
6 jam
53 hari
4,5 jam
38 hari
4 jam
40 hari
4 jam
31 hari
dengan stent 3.
49 hari
D
USG
16 hari
Hepatiko-
drainase,
yeyunostomi
ERCP
Roux en Y dengan stent
4.
150 hari
E3
Laparoskopi
28 hari
Drainase
Hepatikoyeyunostomi Roux en Y
5
7 hari
E3
Laparotomi
23 hari
Hepatiko-
Drainase,
yeyunostomi
ERCP
Roux en Y
Rata-rata rentang waktu dari saat pasien menjalani operasi laparoskopi kolesistektomi hingga dirujuk ke RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo adalah 45 hari, dengan median 19 hari.
Rata-rata rentang waktu dari saat pasien menjalani operasi laparoskopi kolesistektomi hingga saat menjalani operasi koreksi adalah 178 hari, dengan median 65 hari. Durasi preoperatif yang dijalani pasien cukup lama dikarenakan diperlukan waktu untuk perbaikan kondisi umum pasien. Pada satu pasien lama perioperatifnya hingga 55 hari dikarenakan pasien dengan TBC pulmonal sehingga perlu dilakukan pemberian obat anti tuberkulosis dengan penyesuaian dosis akibat fungsi liver yang kurang baik.
Universitas Indonesia Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
20
Rata-rata durasi operasi koreksi adalah 4 jam 42 menit dengan median 4 jam 30 menit. Pada dua pasien dilakukan pemasangan stent dan dilepas pada post operastif hari ke-18 dan 20.
Lama rawat inap rata-rata adalah 38,2 hari dengan median 38 hari. Satu pasien menjalani rawat inap hingga 53 hari, dikarenakan adanya morbiditas pasca operasi berupa burst abdomen. Pada pasien ini dilakukan operasi untuk memperbaiki jahitan luka operasi tersebut.
Terdapat 1 kasus morbiditas pasca tindakan operasi koreksi yaitu infeksi luka operasi yang berujung pada terjadinya burst abdomen, sehingga pasien memerlukan tindakan operasi lagi. Tidak didapatkan mortalitas pada pasien-pasien ini.
Untuk pemantauan jangka panjang, pasien kontrol ke poliklinik dan selama periode pemantauan 6 bulan hingga 2 tahun, tidak ada pasien yang mengalami ikterus, kolangitis atau memerlukan tindakan intervensi lanjutan yang berhubungan dengan tindakan operasi rekonstruksi yang telah dijalani oleh pasien-pasien tersebut.
Universitas Indonesia Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
BAB 5 DISKUSI
Laporan dari Sicklick dkk di tahun 2005 menunjukkan insiden cedera duktus bilier saat operasi kolesistektomi terbuka adalah sebesar 0,1-0,2%; sedangkan bila dikerjakan secara laparoskopi insiden nya lebih tinggi, yaitu 0,4-0,6%.10 Tingginya angka cedera intra operasi laparoskopi berhubungan dengan keahlian dan lamanya jam terbang spesialis bedah tersebut.
Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo yang merupakan rumah sakit pusat pendidikan dan pusat rujukan nasional mendidik spesialis bedah dan spesialis bedah konsultan bedah digestive dalam operasi laparoskopi kolesistektomi; selain itu menerima rujukan pasien-pasien yang mengalami cedera duktus biliaris saat operasi kolesistektomi. Penelitian dari Febiansyah pada tahun 2014 menunjukkan sepanjang Januari 2008 hingga Desember 2012 dari 205 pasien yang menjalani operasi laparoskopi kolesistektomi didapatkan kejadian cedera duktus biliaris sebanyak 5 kasus. Tiga kasus merupakan kebocoran cairan empedu dan ditangani secara endoskopi dengan pemasangan stent. Satu kasus dengan cedera duktus biliaris tipe Strassberg D dan ditangani secara langsung dengan melakukan konversi menjadi operasi terbuka dan dipasang T-tube. Satu kasus mengalami cedera Strassberg tipe E3, yang ditangani dengan operasi tertunda dan dilakukan bypass koledokoyeyunostomi.
Penelitian kami ini bertujuan untuk mengetahui keluaran jangka panjang dari operasi koreksi yang ditunda yang dilakukan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo pada kasus-kasus cedera duktus bilier sewaktu tindakan laparoskopi kolesistektomi sepanjang Juni 2010 hingga Juni 2015. Sepanjang periode tersebut, kami menangani 7 kasus cedera saluran bilier yang membutuhkan tindakan koreksi operatif. Satu kasus ditangani secara endoskopik dan 6 kasus ditangani secara pembedahan. Dari 6 kasus yang dilakukan tindakan koreksi operatif, lima kasus menjalani tindakan pembedahan ditunda dan 1 kasus menjalani operasi segera (dalam jangka waktu kurang dari 14 hari dari waktu cedera). Dari 7 kasus tersebut,
21 Univesitas Indonesia Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
22
enam kasus merupakan kasus rujukan dan satu kasus merupakan kasus cedera duktus biliaris yang operasi kolesistektominya dilakukan di institusi kami.
Pada tahun 1995 Stewart dan Way melaporkan ada 4 faktor yang menunjang keberhasilan dari tindakan operasi pada kasus cedera duktus bilier akibat operasi laparoskopi kolesistektomi, yaitu adanya dilakukan kolangiografi preoperatif, pilihan dari tipe rekonstruksi, tehnik dari pengerjaan rekonstruksi dan pengalaman dari spesialis bedah yang melakukan operasi koreksi.4
Kesemua faktor diatas perlu diperhatikan mengingat komplikasi dari cedera duktus biliaris pasca laparoskopi kolesistektomi bisa mengakibatkan seseorang yang sebenarnya sehat dan hanya menjalani operasi sederhana menjadi seorang kandidat transplantasi hati akibat sirosis bilier sekunder yang terjadi karena striktur berulang.
Stewart dan Way melaporkan bila preoperatif tidak dilakukan pemeriksaan kolangiogram maka 96% dari operasi koreksi tidak berhasil, bila data kolangiogram tidak lengkap maka angka kegagalan adalah 69% dan bila data kolangiogram lengkap angka keberhasil koreksi satu tahap adalah sebesar 84%.4 Gambaran duktus biliaris dapat diperoleh melalui pemeriksaan MRCP maupun ERCP. Pada kasus cedera duktus bilier dengan gejala biloma maka pemeriksaan MRCP dilakukan setelah tindakan drainase bilomanya. Bila pasien menunjukkan gejala obstruksi maka dapat dilakukan tindakan MRCP atau ERCP. Gambaran kolangiogram ini sangat penting untuk menunjukkan lokasi cedera, tipe cedera dan diameter dari duktus biliaris proksimal dari lokasi cedera; sehingga spesialis bedah dapat memperkirakan tipe rekonstruksi, perlu-tidaknya pemakaian stent interna ataupun eksterna. Tindakan ERCP selain untuk diagnostik juga dapat untuk terapeutik pada kasus-kasus cedera terpotongnya duktus biliaris; baik terpotong total atau sebagian. Dengan pemasangan stent pada saat tindakan ERCP maka dapat dikembalikan kontinuitas saluran bilier. Pada lima kasus yang kami tangani, empat pasien menjalani prosedur ERCP dan satu pasien menjalani pemeriksaan MRCP.
Universitas Indonesia Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
23
Stewart dan Way juga melaporkan pentingnya tipe rekonstruksi yang dilakukan. Pada kasus transeksi total duktus biliarus, bila dilakukan anastomosis end to end dengan pemasangan T-tube didapatkan angka kegagalan 100%. Bila dilakukan tindakan koreksi dengan rekonstruksi hepatikoyeyunostomi Roux en Y maka angka keberhasilannya adalah 63%.4 Pada seri kasus kami, semua pasien dikoreksi dengan dibuat anastomosis hepatikoyeyunostomi Roux en Y; pada dua pasien dipasang stent interna yang masing2 dicabut pada hari ke-18 dan ke-20 pasca operasi. Semua pasien ini dipulangkan dalam kondisi tidak ikterik dan bilirubun total, direk dan indirek sudah kembali ke batas normal. Pada pemantauan selama 6-24 bulan, tidak ada pasien yang mengalami kekambuhan ikterus.
Aspek lain yang diteliti oleh Stewart dan Way adalah faktor operator. Didapatkan hasil bahwa apabila operasi koreksi dilakukan oleh operator yang juga melakukan laparoskopi kolesistektomi tersebut, maka angka keberhasilan hanyalah 17%. Bila operator tersebut berupaya melakukan koreksi kedua kalinya maka angka kegagalannya adalah 100%. Bila tindakan koreksi dilakukan langsung oleh seorang spesialis hepatobilier yang bekerja di rumah sakit pusat rujukan maka angka keberhasilannya adalah 94%.4 Upaya koreksi sekunder bila dilakukan oleh operator laparoskopi kolesistektomi menunjukkan angka kegagalan tinggi karena berhubungan dengan faktor psikis dari sang operator. Sehingga sangatlah disarankan bahwa bila cedera terjadi di rumah sakit yang tidak ada spesialis yang berkompeten, maka sebaiknya pasien segera dirujuk; atau dapat terlebih dulu dilakukan drainase bilier sebelum dirujuk. Pada penelitian kami, 3 pasien menjalani prosedur insersi drain dengan panduan USG di institusi kami. Satu pasien menjalani operasi laparotomi pemasangan drain di rumah sakit asal pasien dan satu pasien menjalani operasi laparoskopi pemasangan drain di rumah sakit kedua tempat pasien pertama kali dirujuk. Semua pasien ini dirujuk ke rumah sakit kami dikarenakan keterbatasan sarana dan tenaga medis yang sesuai keahliannya.
Berkaitan dengan waktu pelaksanaan operasi koreksi, terdapat 3 penelitian dengan jumlah responden yang besar yang memberi rekomendasi mengenai waktu terbaik untuk melakukan koreksi. Lillemoe, dkk pada tahun 2000 melaporkan hasil
Universitas Indonesia Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
24
tindakan operasi koreksi pada 156 responden yang dilakukan di Universitas John Hopkins, dimana protokolnya adalah tindakan koreksi ditunda (4-6 minggu pasca cedera) dengan rekonstruksi hepatikoyeyunostomi Roux en Y didapatkan morbiditas jangka panjang 9,2% dan mortalitas 0,6%. Lillemoe dkk melakukan tindakan koreksi 4-6 minggu pasca cedera untuk memberi kesempatan proses sepsis mereda dan pemulihan kondisi umum pasien terlebih dahulu.
Laporan dari Sicklick dkk pada tahun 2005, dengan 175 responden yang menjalani operasi koreksi untuk cedera duktus biliaris sewaktu operasi laparoskopi kolesistektomi menunjukkan angka morbiditas perioperatif cukup tinggi, sekitar 42,9% dan angka mortalitas sebesar 1,7%. Mereka pada umumnya melakukan tindakan koreksi yang ditunda, 2-8 minggu pasca cedera. Tindakan pertama yang dilakukan saat cedera diidentifikasi adalah pengendalian sepsis, drainase bilier dan pemberian antibiotik. Tindakan operasi koreksi disaat peritonitis masih berlangsung
menunjukkan
angka
kegagalan
yang
tinggi.
Mereka
merekomendasikan rekonstruksi dengan hepatikoyeyunostomi Roux en Y untuk hasil terbaik.10
Iannelli dkk pada tahun 2012 melaporkan data nasional dari negara Perancis yang berasal dari 47 institusi dengan total responden yang memenuhi kriteria sebanyak 543 pasien. Dari analisa mereka disimpulkan bahwa operasi koreksi yang ditunda (45 hari pasca terjadinya cedera) memberikan hasil komplikasi pasca operasi dan angka mortalitas yang lebih baik dibandingkan bila dilakukan koreksi pada saat yang bersamaan dengan terjadinya cedera maupun segera setelah terjadinya cedera (kurang dari 45 hari setelah terjadinya cedera). Dilaporkan pula tiga faktor yang berkontribusi terhadap tingginya angka keberhasilan dari operasi koreksi yang ditunda, yaitu pasien dirujuk ke rumah sakit rujukan dengan fasilitas pelayanan tersier yang baik dan memiliki spesialis bedah hepatobilier yang kompeten, operasi dilakukan 45 hari pasca cedera sehingga proses kerusakan jaringan akibat cedera thermal atau iskemi duktus bilier telah berhenti dan tingkat keparahan cedera dapat dinilai dengan baik, dan jenis anastomosis hepatikoyeyunostomi Roux en Y
Universitas Indonesia Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
25
memberikan angka keberhasilan tinggi dan angka komplikasi pasca operasi yang rendah.18
Dari seri kasus kami didapatkan durasi preoperasi dari pasien mengalami cedera hingga operasi definitif adalah antara 17 hingga 178 hari. Pasien yang mengalami cedera duktus biliaris saat laparoskopi di institusi kami menjalani persiapan untuk operasi definitif selama 17 hari. Rentang waktu tersebut digunakan untuk pemasangan drain secara ultrasonografi dan tindakan ERCP. Pada pasien ini terjadi komplikasi berupa burst abdomen dan membutuhkan operasi lanjutan. Pada pemantauan 6 bulan pasca operasi tidak didapatkan ikterus berulang. Pasien-pasien lain yang durasi preoperatifnya lebih lama tidak mengalami komplikasi apapun pasca operasi.
Dikarenakan kurangnya jumlah responden kami tidak dapat melakukan analisa secara statistik untuk membandingkan hasil dari tindakan koreksi segera dengan tindakan operasi koreksi yang ditunda.
Universitas Indonesia Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Simpulan
Cedera duktus biliaris sewaktu operasi laparoskopi kolesistektomi memberikan konsekuensi yang tidak sederhana kepada pasien. Penanganan tahap awal adalah dengan pemasangan drainase intra peritoneum untuk mengevakuasi biloma dan kolangiografi. Tindakan koreksi dipilih berdasarkan tipe cedera. Bila diperlukan operasi untuk rekonstruksi maka untuk hasil yang lebih baik sebaiknya dilakukan di rumah sakit pusat rujukan yang memiliki spesialis hepatobilier, waktu pelaksanaan operasi koreksi adalah yang tertunda dan tipe rekonstruksi adalah hepatikoyeyunostomi Roux en Y.
6.2.
Saran
Evaluasi kasus ini sangat sedikit dan pemantauan yang dilakukan hanya berdurasi 6-24 bulan. Perlu pendataan dari rumah sakit-rumah sakit jejaring untuk mengetahui angka cedera saluran bilier regional dan pilihan dari terapinya. Untuk melakukan analisa statistik dan mengevaluasi hasil pelayanan perlu sampel yang lebih besar dan pemantauan jangka panjang hingga sekurangnya lima tahun.
26 Univesitas Indonesia Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
DAFTAR PUSTAKA
1.
Chuang KI, Corley D, Postlethwaite DA, Merchant M, Harris HW. Does increased experience with laparoscopic cholecystectomy yield more complex bile duct injuries? Am J Surg. 2012 ;203(4):480-7.
2.
Moore MJ, Bennett CL. The learning curve for laparoscopic cholecystectomy. The Southern Surgeons Club. Am J Surg. 1995 Jul;170(1):55-9.
3.
Felekouras E, Petrou A, Neofytou K, Moris D, Dimitrokallis N, Bramis K, et al. Early or Delayed Intervention for Bile Duct Injuries following Laparoscopic Cholecystectomy? A Dilemma Looking for an Answer,” Gastroenterology Research and Practice, vol. 2015, Article ID 104235, 10 pages, 2015. doi:10.1155/2015/104235
4.
Stewart L, Way LW, Meyers WC. Bile duct injuries during laparoscopic cholecystectomy. Factors that influence the results of treatment. Arch Surg 1995; 130: 1123-1128.
5.
Csendes A, Diaz JC, Burdiles P, Maluenda F. Late results of immediate primary end to end repair in accidental section of the common bile duct. Surg Gyn and Obst. 1989;168:125–130.
6.
Lillemoe KD, Melton GB, Cameron JL, Pitt HA, Campbell KA, Talamini MA, et al. Postoperative Bile Duct Strictures: Management
and Outcome in the 1990s. Ann of Surgery. 2000; 232:430–441. 7.
Chamberlain RS, Blumgart LH. Hepatobiliary Surgery. Texas: Landes Bioscience; 2003. Chapter 1, Essential Hepatic and Biliary Anatomy for the Surgeon; P.12-15.
8.
Jarnagin WR, Belghiti J. Blumgart’s Surgery of the Liver, Biliary Tract, and Pancreas. 5th ed. Philadelphia: Elsevier-Saunders; 2012. Chapter 1B, Surgical and Radiologic Anatomy of the Liver, Biliary Tract, and Pancreas; P.31-57.
9.
Mercado AM, Dominguez I. Classification and management of bile duct injuries, World J Gastroinstest Surg 2011; 3(4):43-48.
10. Sicklick JK, Camp MS, Lillemoe KD, Melton GB, Yeo CJ, Campbell KA, et al. Surgical management of bile duct injuries sustained during laparoscopic
27 Univesitas Indonesia Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016
28
cholecystectomy.
Perioperative
results
in
200
patients.
Ann
Surg
2005;241:786-95. 11. Way LW, Stewart L, Gantert W, Liu K, Lee CM, Whang K, et al. Causes and prevention of laparoscopic bile duct injuries: analysis of 252 cases from a human
factors
and
cognitive
psychology
perspective.
Ann
Surg.
2003;237:460–69. 12. Strassberg SM, Hertl M, Soper N. An analysis of the problem of biliary injury during laparoscopic cholecystectomy. J Am Coll Surg. 1995;180(1):101-25. 13. Bektas H, Schrem H, Winny M, Klempnauer J. Surgical treatment and outcome of iatrogenic bile duct lesions after cholecystectomy and the impact of different clinical classification systems. Br J Surg. 2007;94:1119–27. 14. Gouma DJ, Obertop H. Management of bile duct injuries: treatment and long term result. Dig Surg. 2002;19:117–22. 15. Poston GJ, Blumgart LH. Surgical Management of Hepatobiliary and Pancreatic Disorders. 1st ed. London: Martin-Dunitz;2003. Chapter 19, Treatment Strategies for Benign Bile Duct Injury and Biliary Stricture. P.497520. 16. Santibanes ED, Ardiles V, Pekolj J. Complex bile duct injuries: management. HPB (Oxford). 2008;10(1): 4–12. 17. Ibrahim F. (2014) Insiden Komplikasi pada Kolesistektomi Laparoskopik di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Thesis Sp1 Bedah pada FKUI Jakarta: tidak diterbitkan. 18. Iannelli A, Paineau J, Hamy A, Schneck AS, Schaaf C et al. Primary versus delayed repair for bile duct injuries sustained during cholecystectomy: results of a survey of the Association Francaise de Chirurgie. HPB (Oxford). 2013;15:611-6.
Universitas Indonesia Evaluasi keluaran ..., Indah Situmorang, FK UI, 2016