UNIVERSITAS INDONESIA
Strategi Kepemimpinan Dalam Melawan Diskriminasi; Review Film Invictus
MAKALAH Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kepemimpinan Strategis dan Berpikir Sistem
Oleh : Ahmad Sulaiman Astasari Baiq Qurrata Aini Cynthia Caroline Martina Pakpahan Raden Danu Ramadityo Risky Kusuma Hartono Rr. Ajeng Arumsari Yayi Pramesti
(1406594291 ) ( 1406520444 ) ( 1406594404 ) ( 1406594436 ) ( 1406594915 ) (1406521176 ) ( 1406521283) ( 1406521314 )
PROGRAM STUDI PASCASARJANA KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, 2014
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, dengan limpahan rahmat serta karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah berjudul“Strategi Kepemimpinan dalam melawan diskriminasi; Review Film Invictus” untuk memenuhi tugas mata kuliah Kepemimpinan Strategis dan Berpikir Sistem. Makalah ini kami susun untuk memberikan pembelajaran penting nilai-nilai yang telah dipraktekkan oleh Nelson Mandela untuk membangun persatuan suatu negara, menghapus perbedaan antara orang berkulit hitam dan putih yang diperagakan dalam film Invictus. Selain itu, besar harapan kami nilainilai tersebut dapat diterapkan oleh kami dan para pembaca nantinya untuk menyelesaikan suatu permasalahan secara berpikir sistem dan strategis dalam organisasi. Kami menyadari bahwa makalah ini masih mempunyai banyak kekurangan. Untuk itu kami sangat mengharapkan segala saran dan kritik yang konstruktif dan inspiratif dari semua pihak sehingga dapat menambah wawasan dan sebagai evaluasi diri dalam penyusunan makalah kami selanjutnya.
Depok, September 2014
Penulis
2
DAFTAR ISI
Cover……………………………………………………………………………… Kata Pengantar ............................................................................................... …….
1
Daftar Isi ......................................................................................................... …….
2
Bab 1 Pendahuluan ........................................................................................ ……. 1.1 Latar Belakang .................................................................................... ….....
3
1.2 Rumusan masalah ................................................................................ …….
3
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................. …….
4
Bab 2 Tinjauan Pustaka ……………………………………………………... 2.1. Defenisi Kepemimpinan ………………………………………………….
5
2.2. Karakteristik Pemimpin …………………………………………………. .
6
2.3. Macam Gaya Kepemimpinan …………………………………………….
7
Bab 3 Pembahasan ......................................................................................... ……. 3.1. Perkembangan Politik Apartheid di Afrika Selatan.....................................
9
3.2. Nelson Mandela dan Harapan Rakyat Afrika Selatan................................
10
3.3. Dari Prinsip Keras Leadership Menjadi Partnership………………..........
11
3.4. Olahraga Membangun Nasionalisme …………………………………….
19
BAB 4 Penutup ............................................................................................... ……. 3.1 Kesimpulan ........................................................................................ …….
22
3.2 Saran ................................................................................................... …….
22
Daftar Pustaka
3
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pada era saat ini, membuat kebijakan strategis sangat diperlukan untuk menciptakan perubahan. Hal ini dimungkinkan bila para pemimpin peka untuk membuat strategi untuk menciptakan perubahan yang diinginkan. Kesalahan perencanaan strategis dapat membuat kemunduran. Dalam hal ini peran pemimpin sangat diperlukan untuk menentukan maju atau mundurnya keadaan. Lebih lanjut lagi Kepemimpinan menurut Grifin (2000) merupakan proses dalam mengarahkan dan mempengaruhi para anggota untuk melaksanakan aktivitas yang seharusnya dilakukan. Dalam hal ini difokuskan pada proses yag dilakukan pemimpin menggunakan pengaruhnya untuk memperjelas tujuan organisasi serta menciptakan budaya yang produktif. Selain itu karakteristik yang harus dimiliki seorang pemimpin untuk mempengaruhi perilaku orang lain, sehingga orang-orang yang dipimpinnya menerima budaya yang dibuat oleh pemimpinnya. Salah satu contoh studi kasus pembuatan perubahan yaitu penghapusan rasialisme antara kulit hitam dan kulit putih yang terjadi di Afrika Selatan oleh Presiden Nelson Mandela.Perwujudan perubahan ini tentunya tidaklah mudah dikarenakan lingkupnya dalam suatu negara. Sehingga diperlukan pemikiran yang mendalam beserta karakteristik kepemimpinan yang dimiliki oleh sosok Nelson Mandela untuk mempengaruhi masyarakat Afrika Selatan yang dipimpinnya untuk menghaus rasialisme. Dari uraian diatas, kami menilai bahwa dibutuhkan sebuah penjelasan penting peran kepemimpinan dalam membuat kebijakan strategis yang dilakukan untuk membuat perubahan. Manusia yang seperti ini memiliki tekad kuat di dalam dirinya untuk membuat suatu perubahan dari pada sibuk mementingkan urusan dirinya sendiri dan lebih mementingkan kemajuan bersama. Seperti halnya peran yang dicontohkan oeh Nelson Mandela. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami membahas kebijakan strategis, tipe kepemimpinan, serta nilai-nilai yang dapat diambil dari sosok tokoh Nelson Mandela melalui sebuah film yang berjudul “Invictus”.
1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana Strategi Kepemimpinan Nelson Mandela dalam menghapus Rasialisme? 2. Bagaimana nilai-nilai strategi kepemimpinan Nelson Mandela diterapkan dalam organisasi? 4
1.3 Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui Strategi Kepemimpinan Nelson Mandela dalam menghapus Rasialisme 2. Untuk mengetahui nilai-nilai strategi kepemimpinan Nelson Mandela diterapkan dalam organisasi.
5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Definisi Kepemimpinan Kepemimpinan berisi konotasi tentang citra citra individu yang berkuasa dan dinamis yang memimpin armada yang menang perang, yang mengendalikan kerajaan-kerajaan korporasi dari atas-atas gedung pencakar langit yangberkilauan, atau yang mengarahkan tujuan bangsa-bangsa. Beberapa definisi yang dapat dianggap cukup mewakili selama seperempat abad adalah sebagai berikut : 1. Kepemimpinan adalah “perilaku dari seorang individu yang memimpin aktivitasaktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang ingin dicapai bersama (shared goal).” (Hemhill & Coons, 1957,hlm 7) 2. Kepemimpinan adalah sebuah proses member arti (pengarahan yang berarti) terhadap usaha kolektif dan yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran. (Jacobs & Jacques, 1990, hlm.281) 3. Menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok. 4. Menurut Young (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.
Kebanyakan
definisi
mengenai
kepemimpinan
mencerminakan
asumsi
bahwa
kepemimpinan menyangkut sebuah proses pengaruh social yang dalam hal ini pengaruh yang disengaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk menstruktur 6
aktivitas-aktivitas serta hubungan-hubungan di dalam sebuah kelompok atau organisasi (Yukl. G, 1998)
2.2.Karakteristik Pemimpin a. Pemimpin Karismatik Karisma adalah sebuah kata Junani yang berarti ”karunia diinspirasi Illahi” (divinely inspired gift) seperti kemampuan untuk melakukan mukjizat atau memprediksi peristiwa-peristiwa di masa mendatang (Gary Yukl, 1998) Menurut House (1977), pemimpin karismatik kemungkinan akan mempunyai kebutuhan yang tinggi akan kekuasaan, rasa percaya diri, serta pendirian dalam keyakinan-keyakinan dan cita-cita mereka sendiri. Rasa percaya diri dan pendirian yang kuat meningkatkan rasa percaya para pengikut terhadap pertimbangan dan pendapat pemimpin tersebut. Perilaku kepemimpinan menurut House (1977) akan: 1) berhubungan dengan perilaku-perilaku yang dirancang untuk menciptakan kesan di antara para pengikut bahwa pemimpin tersebut kompeten; 2) menekankan kepada tujuan-tujuan ideologis yang menghubungkan misi kelompok kepada nilai-nilai, cita-cita, serta aspirasiaspirasi yang berakar dalam yang dirasakan bersama oleh para pengikut; 3) menetapkan suatu contoh dalam perilaku mereka sendiri agar diikuti oleh para pengikut; 4) mengkomunikasikan harapan-harapan yang tinggi tentang kinerja para pengikut sedangkan pada saat yang bersamaan juga mengekspresikan rasa percaya terhadap para pengikut; 5) berperilaku dengan cara-cara yang menimbulkan motivasi yang relevan bagi misi kelompok. Kebanyakan teori tentang kepemimpinan karismatik setuju bahwa para pemimpin karismatik lebih besar kemungkinannya akan muncul bilamana sebuah organisasi berada dalam keadaan stres dan transisi. Karisma diperkuat bila kekuasaan formal gagal untuk menanggapi sebuah krisis besar dan bila nilai-nilai tradisional dan keyakinan-keyakinan dipertanyakan. Jadi, kepemimpinan karismatik lebih besar kemungkinannya akan diketemukan dalam sebuah organisasi yang sedang berjuang untuk kelangsungan hidupnya, atau sebuah organisasi tua yang gagal, daripada sebuah organisasi tua yang sangat berhasil (Bass,1985).
7
b. Kepemimpinan Transformasional Bass
(1985)
mengusulkan
sebuah
teori
kepemimpinan
transformasional
(transformational leadership) yang dibangun atas gagasan-gagasan yang lebih awal dari Burns (1978). Para pengikut seorang pemimpin transformasional merasa adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan, dan hormat terhadap pemimpin tersebut, dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih dari pada yang awalnya diharapkan terhadap mereka. Formulasi asli dari teori Bass (1985) mencakup tiga komponen kepemimpinan transformasional: karisma, stimulasi intelektual (intellectual stimulation), dan perhatian yang diindividualisasi (invidualized consideration). Stimulasi intelektual adalah sebuah proses dimana pemimpin meningkatkan kesadaran terhadap masalah dan mempengaruhi para pengikut untuk memandang masalah-masalah dari sebuah perspektif yang baru. Perhatian yang diindividualisasi termasuk member dukungan, membesarkan hati dan member pengalaman-pengalaman tentang pengembangan kepadapara pengikut. Sebuah revisi baru dari teori tersebut menambahkan perilaku transformasional lain yang disebut inspirasi (atau “motivasi inspirasional”), yang didefinisikan sebagai sejauh mana seorang pemimpin mengkomunikasikan sebuah visi yang menarik,menggunakan symbol-simbol untuk mengfokuskan usaha-usaha bawahan, dan memodelkan perilaku-perilaku yang sesuai (Bass& Aviolo, 1990).
2.3.Macam Gaya Kepemimpinan 1. Gaya Kepemimpinan Otoriter / Authoritarian Adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Segala pembagian tugas dan tanggung jawab dipegang oleh si pemimpin yang otoriter tersebut, sedangkan para bawahan hanya melaksanakan tugas yang telah diberikan. 2. Gaya Kepemimpinan Demokratis / Democratic Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab para bawahannya. 3. Gaya Kepemimpinan Bebas / Laissez Faire
8
Pemimpin jenis ini hanya terlibat delam kuantitas yang kecil di mana para bawahannya yang secara aktif menentukan tujuan dan penyelesaian masalah yang dihadapi.
9
BAB 3 PEMBAHASAN
Afrika Selatan merupakan salah satu negara tertua dibenua Afrika. Ada banyak suku yang telah menjadi penghuninya. Penjelajah Belanda yang dikenal sebagai Afrikaner tiba disana pada 1652, pada saat itu juga Inggris berminat dengan Negara ini, terutama setelah penemuan cadangan berlian yang melimpah. Hal inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya perang Britania-Belanda dan dua perang Boer. Pada 1910, empat republik utama digabung dibawah kesatuan Afrika Selatan, kemudian pada 1931, Afrika Selatan menjadi jajahan Britania sepenuhnya. Walaupun Negara ini berada dibawah jajahan Britania, mereka terpaksa berbagi kekuasaan dengan pihak Afrikaner. Pembagian kekuasaan inilah yang berlanjut hingga tahun 1940, saat partai pro-Afrikaner yaitu Partai Nasional (NP) memperoleh mayoritas di parlemen. Strategi partai tersebutlah yang telah menciptakan dasar apartheid, suatu cara untuk mengawal sistem ekonomi dan sosial Negara dengan dominasi kulit putih dan diskriminasi ras.
3.1. Perkembangan Politik Apartheid di Afrika Selatan Politik apartheid dirancang oleh Hendrik Verwoed. Apartheid dalam bahasa resmi Afrika Selatan adalah aparte ontwikkeling artinya perkembangan yang terpisah. Memperhatikan makna dari arti apartheid itu sendiri kedengarannya baik yaitu tiap golongan masyarakat, baik golongan kulit putih maupun golongan kulit hitam harus sama-sama berkembang. Tapi perkembangan itu didasarkan pada tingkatan sosial dalam masyarakat yang pada prakteknya menjurus pada pemisahan warna kulit dan terjadinya penistaan dari penguasa kulit putih terhadap rakyat kulit hitam. Segregasi atau pemisahan dan perkembangan terpisah tidak hanya berlaku untuk golongan rasial yang penting, tetapi juga untuk kelompok-kelompok yang lebih kecil. Pada 1948, saat Partai Nasional terpilih untuk menguasai Afrika Selatan inilah yang kemudian memperkuat implementasi pemisahan rasial dibawah kekuasaan kolonial Inggris dan Belanda. Pemerintahan Nasionalis kemudian mengatur jalannya undang-undang pemisahan, menggolongkan orang-orang kedalam tiga ras, mengembangkan hak-hak dan batasan untuk masing-masing golongan. Minoritas kulit putih menguasai mayoritas kulit hitam yang jauh lebih besar. 10
Pemencilan ini dimaksudkan kulit putih untuk mengontrol kekayaan yang mempercepat industrialisasi dari 1950an, ‘60an, dan ‘70an yang kemudian minoritas kulit putih menikmati standar paling tinggi di seluruh Afrika sementara mayoritas kulit hitam terus dirugikan dalam setiap tingkat, meliputi pendapatan, pendidikan, rumah, dan tingkat harapan hidup. Apartheid menjadi semakin kontroversial, mendorong kearah meluasnya sanksi internasional, divestasi dan kerusuhan serta penindasan di Afrika Selatan. Mayoritas kulit hitam yang semula tidak mengerti akan kebijakan pemerintahannya lambat laun mengerti bahwa tujuan sebenarnya adalah diskriminasi rasial. Oleh karena itu mereka bangkit mengadakan perlawanan, yang dalam kacamata konflik sosial disebut dengan istilah stratifikasi, antara kelas atas yang juga sebagai penguasa termasuk pemerintahan (borjuasi) dan kelas bawah (buruh). Namun dibawah pemerintahan Pieter Botha saat itu dengan kejam menumpas setiap perlawanan yang terjadi. Banyak tokoh-tokoh kulit hitam yang dijebloskan dalam penjara, seperti tokoh kharismatik Nelson Mandela yang terpaksa mendekam dalam penjara selama 27 tahun. Selain perlawanan bersenjata, usaha-usaha mengakhiri politik apartheid juga dilakukan melalui perjuangan politik. Partai-partai yang terkenal anatara lain Partai Kongres (ANC) pimpinan Nelson Mandela dan Inkatha Freedom Party pimpinan Mongosuthu Buthulesi.
3.2. Nelson Mandela dan Harapan Rakyat Afrika Selatan Nelson Rolihlahla Mandela merupakan seorang revolusioner anti apartheid Afrika Selatan. Mandela lahir di Mveso, Afrika Selatan 18 Juli 1918. Terlahir dari keluarga kerajaan Thembu dan bersuku Xhosa, Mandela belajar hokum di Fort Hare University dan University of Witwatersrand. Ketika menetap di Johannesburg, ia terlibat dalam politik anti-kolonial, bergabung dan kemudian mengetuai ANC (African National Congress). Setelah kaum nasionalis Afrikaner dari partai nasional berkuasa ditahun 1948 dan menerapkan kebijakan apartheid, popularitas Mandela melejit karena melakukan serangkaian perlawanan dalam menentang pemerintahan yang menerapkan apartheid. Akibat upayanya melawan kebijakan pemerintah dengan melakukan persekongkolan dan sabotase untuk penggulingan, Mandela akhirnya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup di pengadilan Rivonia. Mandela menjalani masa kurungan selama kurang lebih 27 tahun, pertama di pulau robben, kemudian di penjara pollsmor dan penjara victor verster. Pada Februari 11
1990, akibat dorongan dari bangsa lain dan tentangan hebat dari berbagai gerakan antiapartheid khususnya ANC, pemerintahan partai nasional dibawah pimpinan F.W. de Klerk menarik balik larangan terhadap ANC dan partai-partai politik berhaluan kiri yang lain dan membebaskan Nelson Mandela dari penjara. Setelah pembebasan Mandela, undang-undang apartheid mulai dihapus secara perlahan. Mandela kemudian melakukan upaya negosiasi dengan presiden F.W. de Klerk untuk penghapusan apartheid secara keseluruhan dan melaksanakan pemilu multiras 1994 yang kemudian dimenangkan oleh ANC, Nelson Mandela dilantik sebagai presiden kulit hitam yang pertama di Afrika Selatan. Terpilihnya Nelson Mandela sebagai presiden Afrika Selatan tentu membawa angin perubahan bagi warga kulit hitam, setelah sekian lama dalam penindasan era baru kesetaraan kemudian dimulai. Tak sedikit dari warga kulit hitam yang menganggap keterpilihan Nelson Mandela akan membalaskan dendam rasisme yang telah lama mereka pendam, mencerabut hak atau bahkan melakukan hal yang serupa yang pernah dilakukan oleh warga kulit putih (perbudakan). Namun Mandela menilai kepemimpinannya bukanlah sebuah pertarungan otoritas yang kemudian mengharuskannya melakukan hal yang serupa yang pernah ia alami, mendekam di penjara selama 27 tahun dan diperlakukan sangat tidak manusiawi oleh kerasnya kebijakan politik apartheid. Mandela yang dulu dan Mandela yang saat ini menjabat sebagai orang nomor satu di Afrika Selatan itu tetap sama, pejuang antipolitik apartheid.
3.3. Dari Prinsip Keras Leadership Menjadi Partnership Tanggung jawab adalah inti kepemimpinan. Ini adalah kearifan tua yang kini menjadi isu kontemporer ketika dunia mengalami katastrofi multidimensi. Kecemasan terhadap daya dukung bumi, disparitas ekonomi antarnegara, konflik ideologi, persaingan nuklir, semuanya telah menghadapkan dunia pada satu pertanyaan final ; bagaimana peradaban harus dikelola agar kita dapat berbagi oksigen, bergantian memakai energy, dan bergandengan tangan membersihkan bumi? Pertanyaan itu sesungguhnya mendahului segala perbedaan ideologi dan semua ambisi politik, manakala kita paham bahwa kita adalah penumpang satu perahu yang sedang menghadapi masalah dengan samudera dan cuaca. Kepemimpinan adalah kompas untuk meyakinkan kita bahwa pembagian tanggung jawab merupakan keperluan untuk keselamatan bersama. Itulah alasan etis 12
kepemimpinan saat ini. Artinya, kepemimpinan bukan lagi dipahami dalam arti kompetisi otoritas, melainkan sebagai ko-operasi humanitas. Keputusan dibuat di meja bundar dan dilaksanakan dalam skema kemitraan. Pendekatan kepemimpinan beralih dari prinsip keras “leadership” menjadi “partnership”. Dalam skema itu, pemimpin mendistribusikan persoalan, bukan sebagai beban teknis, tetapi sebagai tanggung jawab etis. Dengan cara itu, keterlibatan ditempuh dalam proses, dan bukan ditunggu dalam pembagian hasil. Pendekatan semacam ini mengubah persoalan menjadi perhatian setiap orang, dan bukan sekedar keahlian beberapa orang. Kepemimpinan berarti keahlian advokasi setiap orang, dan bukan hak eksekusi beberapa ahli. Reformulasi konsep kepemimpinan itu menghendaki reformulasi berbagai konsep konvensional tentang politik, bisnis dan kebudayaan (The Dancing Leader 2002 : 7). Nelson Mandela merupakan seorang pemimpin yang memiliki banyak karismatik yang menginspiratif orang-orang disekitarnya. Meskipun menghadapi berbagai konflik maupun krisis sosial yang masih melanda Afrika Selatan yang membutuhkan
sebuah kerja keras dan kesabaran yang extra untuk benar-benar
menghilangkannya dari Afrika Selatan, seperti kemiskinan, kejahatan yang semakin marak, konflik ras, ekonomi yang lemah dan pengangguran, Mandela tetap dengan keyakinannya yang tinggi, keteguhan, dan kerja kerasnya tetap mencari berbagai solusi yang dapat menyelesaikan permasalahan tersebut sampai ke akar-akarnya. Pekerjaan pertama yang harus Mandela selesaikan adalah mencari formula dan langkah-langkah strategis untuk mengakomodir antara aspirasi warga kulit hitam dengan prasangka warga kulit putih meskipun terkadang langkah-langkahnya dan kemampuannya tersebut masih diragukan oleh pihak-pihak tertentu. Namun, Mandela tetap berpikir positif dengan segala cemooh maupun keraguan masyarakat itu dijadikannya sebagai cambuk dan semangat untuk membuktikan kepada dunia bahwa dia dapat menciptakan perdamaian di bumi Afrika Selatan. Gaya Kepemimpinan Karismatik Sikap karismatik Mandela ini merupakan wujud nyata dari pernyataan ahli sosiologi Max Weber (1974) yang menggunakan istilah karisma untuk menjelaskan sebuah bentuk pengaruh yang didasarkan bukan atas tradisi atau kewewenangan namun atas persepsi para pengikut bahwa pemimpin tersebut dikaruniakan dengan kemampuan-kemampuan yang luar biasa. Menurut Weber, karisma terjadi bilamana terdapat suatu krisis social, yang pada krisis itu, seorang pemimpin dengan kemampuan 13
pribadi yang luar biasa tampil dengan sebuah visi yang radikal yang memberi suatu pemecahan terhadap krisis tersebut, dan pemimpin tersebut menarik perhatian para pengikut yang percaya pada visi itu dan merasakan bahwa pemimpin tersebut sangat luar biasa (Trice & Beyer, 1993). Menurut House, seorang pemimpin yang karismatik mempunyai dampak yang dalam dan tidak biasa terhadap para pengikut; mereka merasakan bahwa keyakinan pemimpin tersebut adalah benar, mereka menerima pemimpin tersebut tanpa mempertanyakannya lagi, mereka tunduk kepada pemimpin dengan senang hati, mereka merasa sayang terhadap pemimpin tersebut, mereka terlibat secara emosional dalam misi kelompok atau organisasi tersebut, mereka percaya bahwa mereka dapat memberi kontribusi terhadap keberhasilan misi tersebut, dan mereka mempunyai tujuan-tujuan kinerja tinggi. Hal ini juga tergambarkan pada film ini disaat Mandela pertama kali melaksanakan tugasnya di gedung Presiden dan disaat bersamaan pegawai yang berkulit putih pada masa pemerintahan sebelumnya akan berhenti bekerja untuk Presiden. Namun, Mandela dengan sikapnya yang berkarisma dapat meyakinkan seluruh pegawai untuk tetap tinggal bekerja bersama dalam masa Pemerintahannya, berkontribusi terhadap Negaranya tanpa harus memikirkan lagi perbedaan ras untuk mewujudkan tujuan yang sama yaitu perdamaian Afrika Selatan. Selain itu, sikap tersebut juga dapat digambarkan dari meleburnya pengawal-pengawal Mandela dalam pelaksanaan tugas tanpa memikirkan lagi permasalahan ras dan masalah yang terjadi masa lalu. Teori Bass (1985) mengungkapkan bahwa terdapat tiga komponen kepemimpinan transformasional yaitu karisma, stimulasi intelektual (intellectual stimulation), dan perhatian yang diindividualisasi (invidualized consideration). Stimulasi intelektual adalah sebuah proses dimana pemimpin meningkatkan kesadaran terhadap masalah dan mempengaruhi para pengikut untuk memandang masalah-masalah dari sebuah perspektif yang baru. Perhatian yang diindividualisasi merupakan sikap memberikan dukungan, membesarkan hati dan memberikan pengalaman-pengalaman tentang pengembangan kepada para pengikut. Selain itu juga perilaku transformasional disebut sebagai inspirasi (atau “motivasi inspirasional”) (Bass& Aviolo, 1990). Dari berbagai komponen kepemimpian transformasional yang disebutkan sebelumnya ini merupakan cerminan dari sikap-sikap yang ditunjukkan oleh seorang Mandela. Mulai dengan Mandela memberikan stimulasi intelektualnya kepada orang-orang yang bekerja dengannya juga terhadap asosiasi Proteas yang menginginkan tim nasional Springbooks untuk bubar. Sikap invidualized consideration juga ditunjukkan Mandela ketika, 14
memberikan pengalaman dan motivasi serta mendukung tim nasional Springbooks untuk meraih juara dalam kejuaraan dunia dalam upaya mempersatukan seluruh rakyat Afrika Selatan. Gaya Kepemimpinan kotemporer: “Servant Leadership” “The first responsibility of a leader is to define reality. The last is to say thank you. In between, the leader is a servant.” – Max DePree Istilah servant leader dipakai untuk pertama kalinya oleh Robert K. Greenleaf pada tahun 1970 dalam tulisannya yang berjudul The Servant as Leader. Kepemimpinan yang melayani (Servant Leadership) merupakan suatu tipe atau model kepemimpinan yang dikembangkan untuk mengatasi krisis kepemimpinan yang dialami oleh suatu masyarakat atau bangsa. Para pemimpin-pelayan (Servant Leader) mempunyai kecenderungan lebih mengutamakan kebutuhan, kepentingan dan aspirasi orang-orang yang dipimpinnya di atas dirinya. Orientasinya adalah untuk melayani, cara pandangnya holistik dan beroperasi dengan standar moral spiritual. Kata pemimpin dan pelayan biasanya sering dipandang sebagai sesuatu yang berlawanan.. Dalam hal ini kata pelayan dan pemimpin disatukan untuk menciptakan gagasan paradoksal kepemimpinan pelayan. Istilah kepemimpinan pelayan muncul berdasarkan suatu buku yang ditulis oleh Robert K. Greenleaf (1904-1990) pada tahun 1970 dengan bukunya yang berjudul The Servant as Leader . Greenleaf adalah Vice President American Telephone and Telegraph Company (AT&T) . Tujuan utama penelitian dan pengamatan Greenleaf akan kepemimpinan pelayan adalah untuk mebangun suatu kondisi masyarakat yang lebih baik dan lebih peduli. Greenleaf berpandangan bahwa yang dilakukan pertama kali oleh seorang pemimpin besar adalah melayani orang lain. Kepemimpinan yang sejati timbul dari mereka yang motivasi utamanya adalah keinginan menolong orang lain. Apakah Kepemimpinan Pelayan Itu ? Dari semua hasil karyanya, Greenleaf membicarakan keperluan akan jenis baru model kepemimpinan, suatu model kepemimpinan yang menempatkan pelayanan kepada orang lain, termasuk karyawan, pelanggan dan masyarakat sebagai prioritas 15
nomor satu. Kepemimpinan pelayan menekankan makin meningkatnya pelayanan kepada orang lain, sebuah cara pendekatan holistik kepada pekerjaan, rasa kemasyarakatan dan kekuasaan pembuatan keputusan yang dibagi bersama. Greenleaf menyatakan bahwa pemimpin pelayan adalah orang yang mulamula menjadi pelayan. Dalam buku The Servant as Leader dia menulis : “ Ini dimulai dengan perasaan alami bahwa orang ingin melayani, melayani lebih dulu. Kemudian pilihan sadar membawa orang untuk berkeinginan memimpin. Perbedaan ini memanifestasikan diri dalam kepedulian yang dimiliki oleh pelayan yang menempatkan kebutuhan prioritas tertinggi orang lain adalah dilayani. Orang ini jauh berbeda dengan orang yang menjadi pemimpin lebih dulu, mungkin karena keperluan untuk membantu dorongan kekukasaan yang tidak biasa atau untuk memperoleh hak milik duniawi. Pemimpin dulu dan pelayan dulu adalah tipe yang berbeda. Perbedaannya dilukiskan dalam kepedulian yang diambil oleh pelayan lebih dulu untuk memastikan bahwa kebutuhan prioritas tertinggi orang lain adalah dilayani. Ujian yang terbaik dan sulit untuk melaksanakannya adalah apakah mereka yang dilayani tumbuh sebagai pribadi , atau apakah mereka ketika dilayani menjadi lebih sehat (lebih baik), lebih bijaksana, lebih bebas, lebih mandiri, dan lebih memungkinkan diri mereka menjadi pelayan ? Dan apakah pengaruhnya terhadap tanggung jawab dalam lingkungan social; akankah menguntungkan atau merugikan ? Sementara Max Depree, dalam bukunya The Art of Leadership mengatakan bahwa kepemimpinan pelayan adalah “Respek terhadap orang lain. Hal ini diawali dengan mengerti bahwa setiap manusia memiliki kemampuan yang berbeda. Perbedaan ini menuntut kita untuk dapat menumbuhkan rasa saling percaya.Perbedaan telah menuntut kita untuk lebih mengetahui kekuatan orang lain. Setiap orang datang dengan bakat yang kuhusus, tetapi bukan bakat yang sama.”. Hidup bukan sekedar mencapai tujuan. Sebagai individu dan bagian suatu kelompok kita membutuhkan pencapaian potensi maksimal yang dimiliki. Seni dari kepemimpinan bersandar pada kemampuan memfasilitasi, memberi kesempatan dan memaksimalkan setiap bakat yang berbeda dari setiap individu. Jadi jelaslah bahwa kepemimpinan bukanlah suatu popularitas, bukan kekuasaan, bukan keahlian melakukan pertunjukkan, dan bukan kebijaksanaan dalam perencanaan jangka panjang. Dalam bentuk yang paling sederhana kepemimpinan
16
adalah menyelesaikan sesuatu bersama orang lain dan membantu orang lain dalam mencapai suatu tujuan bersama. Sepuluh Ciri Khas Kepemimpinan Pelayan
Dari beberapa tulisan Greenleaf, Spears (1996) menyimpulkan bahwa sedikitnya terdapat sepuluh cirri khas kepemimpinan pelayan yang paling dominan, yaitu : 1. Mendengarkan (Listening receptively to what others have to say). Secara tradisional, pemimpin dihargai karena keahlian komunikasi dan kemampuan mereka dalam pembuatan keputusan. Pemimpin pelayan harus memperkuat keahlian yang penting ini dengan menunjukkan komitmen yang mendalam dalam mendengarkan secara intensif ide-ide atau kata-kata orang lain. Pemimpin pelayan berusaha mengenali dan memahami dengan jelas kehendak kelompok. Mereka berusaha mendengarkan secara tanggap apa yang dikatakan (dan tidak dikatakan). Mendengarkan dan memahami apa yang dikomunikasikan oleh tubuh, jiwa dan pikiran. 2. Menerima orang lain dan Empati (Acceptance of others and having empathy for them). Pemimpin pelayan berusaha keras memahami dan memberikan empati kepada orang lain. Orang perlu diterima dan diakui sebagai suatu individu yang istimewa dan
unik.
Setiap
individu
tidak
ingin
kehadirannya
dalam
suatu
organisasi/perusahaan ditolak oleh orang lain yang berada di sekitar dirinya. Pemimpin pelayan yang paling sukses adalah mereka yang mampu menjadi seorang pendengar yang penuh dengan empati. 3. Kemampuan
meramalkan
(foresight
and
intuition).
Kemampuan
untuk
memperhitungkan kondisi yang sudah terjadi atau meramalkan kemungkinan hasil suatu situasi sulit didefinisikan, tetapi mudah dikenali. Orang mengetahui kalau melihatnya. Kemampuan meramalkan adalah cirri khas yang memungkinkan pemimpin pelayan bisa memahami pelajaran dari masa lalu, realita masa sekarang dan kemungkinan konsekuensi sebuah keputusan untuk masa depan. Hal ini menanamkan inti permasalahan sampai jauh ke dalam pikiran intuitif. Jadi kemampuan meramalkan adalah salah satu cirri khas pemimpin pelayan yang dibawa sejak lahir. Semua ciri khas lainnya bisa dikembangkan secara sadar. 4. Kesadaran (Awareness and perception). Kesadaran akan diri sendiri dan keberadaan orang lain dapat turut memperkuat pemimpin pelayan. Kesadaran juga membantu 17
dalam memahami persoalan yang melibatkan etika dan nilai-nilai. Hal ini memungkinkan orang dapat memandang sebagian besar situasi dari posisi yang lebih terintegrasi. 5. Membangun kekuatan Persuasif (Having highly develoved power of persuasion). Ciri khas kepemimpinan pelayan lainnya adalah mengandalkan kemampuan meyakinkan orang lain, bukannya wewenang karena kedudukan, dalam membuat keputusan di dalam organisasi. Pemimpin pelayan berusaha meyakinkan orang lain, bukannya memaksakan kepatuhan. Elemen ini memberikan perbedaan yang paling jelas antara model wewenang tradisional dan model kepemimpinan pelayan. Pemimpin pelayan efektif dalam membangun konsensus dalam kelompok. 6. Konseptualisasi (An ability to conceptualize and to communicate concepts). Pemimpin pelayan berusaha memlihara kemampuan mereka untuk “memiliki impian besar”. Kemampuan untuk melihat kepada suatu masalah (atau sebuah organisasi) dari persfektif konseptualisasi berarti bahwa orang harus berpikir melampaui realita dari hari ke hari. Manajer tradisional disibukkan oleh kebutuhan untuk mencapai tujuan operasional jangka pendek. Seorang manajer yang ingin menjadi pemimpin pelayan harus mampu mengoptimalkan pemikirannya sampai mencakup pemikiran konseptual yang mempunyai landasan lebih luas (visioner). Pemimpin pelayan harus mengusahakan keseimbangan yang rumit antara konseptualisasi dan fokus seharihari. 7. Kemampuan Menyembuhkan (ability to exert a healing influence upon individual and institutions). Belajar menyembuhkan merupakan daya yang kuat untuk perubahan dan integrasi. Salah satu kekuatan besar kepemimpinan pelayan adalah kemampuan untuk menyembuhkan diri sendiri dan orang lain. Banyak orang yang patah semangat dan menderita karena berbagai masalah emosional. Walaupun hal tersebut merupakan sesuatu yang alami dalam kehidupan manusia, akan tetapi seorang pemimpin pelayan harus mampu dan mempunyai kesempatan menggerakkan hati dan memberi semangat kepada orang-orang yang berhubungan dengan mereka. 8. Kemampuan Melayani. Peter Block (pengarang buku Stewardship dan Empowered Manager) mendefinisikan kemapuan melayani (stewardship) dengan pengertian “memegang sesuatu dengan kepercayaan orang lain”. Dalam suatu organisasi, setiap level manajemen, dari top management sampai shoop floor semuanya mempunyai peranan penting dalam memegang organisasi mereka dengan kepercayaan kepada kebaikan masyarakat yang lebih besar. Kepemimpinan pelayan, seperti kemampuan 18
melayani, yang pertama dan terutama adalah memiliki komitmen untuk melayani kebutuhan orang lain. Hal ini tentunya menekankan adanya keterbukaan dan kejujuran, bukan pengendalian atau pengawasan. 9. Memiliki Komitmen pada Pertumbuhan Manusia. Pemimpin pelayan berkeyakinan bahwa manusia mempunyai nilai intrinsik yang melampaui sumbangan nyata yang telah mereka berikan selama ini. Dalam sifatnya yang seperti ini, pemimpin pelayan sangat berkomitmen terhadap pertumbuhan pribadi, profesional dan spiritual setiap individu di dalam organisasi. Dalam prakteknya hal ini bisa dikembangkan dengan cara melakukan pengembangan pribadi dan profesional, menaruh perhatian pribadi pada gagasan dan saran karyawan atau anggota, memberikan dorongan kepada keterlibatan pekerja dalam pengambilan keputusan, toleran terhadap kesalahan dan sebagainya. 10. Membangun komunitas/masyarakat di tempat kerja (Building community in the workplace). Membangun komunitas ini mencakup membangun komunitas yang baik antar karyawan, antar pimpinan dan bawahan dan membangun komunitas masyarakat dan pelanggan. Pemimpin pelayan menyadari bahwa pergeseran komitmen lokal ke suatu lingkungan yang lebih besar merupakan pembentuk utama kehidupan manusia. Lingkungan kerja yang kondusif secara internal dan eksternal diharapkan akan meningkatkan performansi organisasi secara maksimal. Kemampuan pemimpin pelayan dalam menciptakan suasana rasa saling percaya akan membentuk kerjasama yang cerdas dalam suatu tim kerja. Dengan ketulusan dan keteladan yang dimiliki oleh pemimpin pelayan, rasa saling percaya dapat ditumbuhkan.
19
20
3.4. Olahraga Membangun Nasionalisme “Bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka.” (Pidato HUT Proklamasi 1963 Bung Karno) Olahraga merupakan kegiatan fisik yang dilakukan oleh sejumlah orang atau masyarakat untuk berbagai kepentingan baik itu kepentingan kesehatan, pendidikan, rekreasi, dan prestasi hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Rusli Lutan dalam bukunya Manusia dan Olahraga, tujuan manusia melakukan aktifitas fisik atau olahraga adalah pendidikan,rekreasi,kesehatan dan prestasi. Menurut kamus lengkap bahasa Indonesia, penerbit Gitamedia Press, kata olahraga merupakan kata kerja yang diartikan gerak badan agar sehat. Sedang menurut para pakar olahraga, adalah sebuah aktivitas manusia yang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan (sejahtera jasmani dan sejahtera rohani) manusia itu sendiri. Hans Kohn (Sumantri Mertodipuro,1984 : 11) dikutip dalam internet. Mengatakan bahwa nasionalisme adalah paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan. Perasaan yang sangat mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tanah tumpah darahnya, dengan tradisitradisi setempat dan penguasa-penguasa resmi di daerahnya selalu ada di sepanjang sejarah dengan kekuatan yang berbeda–beda. Daerah yang telah mengalami konflik peperangan dalam jangka waktu panjang secara tidak langsung akan mengalami pemudaran rasa nasionalime pada negaranya, hal ini sesuai dengan pendapat Nasionalisme adalah suatu persatuan perangai atau karakter yang timbul karena perasaan senasib. Olah raga memiliki kaitan tersendiri dalam bidang nasionalisme anatara lain seperti pendapat yang dikemukakan oleh (Bona Beding : 2000: 5 ) dalam bukunya menjelaskan bahwa olahraga membawa keharuman bangsa Olah raga sejak lama telah menjadi simbolisasi dari semangat jiwa manusia. Hal ini dianggap nyata dan penting karena dalam pengolahan tubuh manusia, akan timbul kesadaran untuk berorientasi pada satu tujuan. Pada cakupan kecil, ia menjadi usaha manusia untuk menjaga kesehatan dan cara ampuh melawan penyakit serta memaksimalkan raga dan pikiran. Pada cakupan yang lebih luas, ia mengandung makna yang selalu dikaitkan dengan kemanusiaan, persaudaraan, dan semangat hidup.
21
Semangat yang universal sekaligus partikular yang ada dalam olah raga tersebut juga dapat memperkuat rasa kebanggaan dan salah satu cara ampuh memperkuat nasionalisme. Hal ini dapat dibuktikan dengan fakta sejarah bagaimana prestasi di bidang olah raga mampu mengangkat derajat, harkat, dan martabat suatu bangsa.. Hal ini dapat dibuktikan dengan fakta sejarah bagaimana prestasi di bidang olah raga mampu mengangkat derajat, harkat, dan martabat suatu bangsa meskipun dalam keadaan yang terpuruk. Argentina pernah berhasil mempecundangi Inggris di Piala Dunia 1986 yang dianggap sebagai pembalasan dengan cara lain atas kekalahan Argentina oleh Inggris di Perang Malvinas yang berakibat jatuhnya Kepulauan Malvinas ke negara pulau itu. Argentina kemudian berhasil meraih juara I pada Piala Dunia tersebut. Olahraga membuka peluang bagi setiap orang untuk berprestasi dan mengharumkan nama bangsanya. Dalam semangat HUT kemerdekaan Indonesia yang ke-69 ini, cita-cita untuk membentuk manusia Indonesia yang tangguh dan berdaya guna harus menjadi semangat kita dalam upaya membangun bangsa. Olahraga merupakan bidang yang strategis untuk bisa merajut kembali rasa kebersamaan bangsa. Tak lekang juga dari ingatan bagaimana kedigdayaan dunia bulu tangkis kita. Prestasi demi prestasi yang ditorehkan di berbagai ajang bergengsi kelas dunia membuat atlet bulu tangkis Indonesia menjadi yang paling disegani oleh atlet bulu tangkis dari negara lain. Meski sekarang prestasi tersebut sudah sangat jauh menurun. Yang dapat kita palajari dari hal tersebut adalah bagaimana olahraga telah menjadi alat yang paling efektif untuk mengembalikan kebanggaan kita sebagai bangsa. Karena itu, tidak salah tentunya jika kita mulai berpikir bahwa olahraga mempunyai potensi yang sangat besar dalam menjaga semangat nasionalisme. Euforia tak boleh berhenti menjadi kesenangan sesaat belaka. Menurut Yukl (1998), risiko terhadap penggunaan strategi-strategi baru membuat pentingnya para pemimpin untuk mempunyai ketrampilan dan keahlian untuk melaksanakan strategi-strategi tersebut. Seorang pemimpin perlu memiliki ketepatan waktu bersifat kritis dan peka terhadap kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai para pengikut dan juga terhadap lingkungan agar dapat mengidentifikasi sebuah visi yang inovatif, relevan, tepat waktu dan menarik. Sebagai seorang leader di suatu Negara, Mandela memiliki ketrampilan dan keahlian tersebut. Hal ini dapat tergambarkan ketika Mandela melihat peluang besar dan kesempatan emas untuk menyatukan kembali 22
negaranya melalui tim nasional olahraga rugby Afrika Selatan dalam kejuaran dunia. Mandela melihat tim Springbooks dapat sebagai perantara dalam menyatukan negaranya sehingga Mandela mendukung penuh tim nasional Afrika Selatan “Springbooks”, yang pada akhirnya mampu menorehkan sejarah menjadi juara di kejuaraan dunia dan pada saat bersamaan seluruh warganya telah melebur menjadi satu untuk mendukung tim nasional mereka tanpa mempermasalahkan warna kulit.
23
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan : Intisari dari film ini adalah menggambarkan sosok Nelson Mandela yang kharismatis dan seorang pemimpin besar yang penuh inspirasi. Dengan caranya sendiri dan dengan keteguhannya sang pemimpin menjadikan olahraga sebagai salah satu alat untuk menghapus perbedaan dan menjadi seorang pemimpin yang sukses menciptakan sebuah kemenangan. Komunikasi juga merupakan hal yang sangat penting dalam kepemimpinan. Gaya persuasi yang berwibawa tetapi lembut memberikan suasana lebih nyaman bagi para pegawai di kantornya untuk bekerja bersama, tergambar dalam film tersebut. Tidak hanya menyampaikan kata-kata penuh makna, tidak hanya untuk mengutarakan maksud dan tujuan, tetapi juga mendengarkan orang lain, itu hal yang tidak kalah penting dalam komunikasi. Mandela mau mendengarkan orang lain, ingin mengenal setiap hal lebih dekat. Dalam kepemimpinan tidaklah hanya pendapat sendiri atau mayoritas yang menjadi suara utama, melainkan setiap pandangan adalah berarti. Seorang pemimpin harus dapat mengidentifikasi
potensi-potensi
yang
dimiliki
yang
dapat
dimanfaatkan
dalam
menyelesaikan permasalahan dalam kepemimpinannya, serta menemukan cara-cara untuk dapat memberikan inspirasi kepada orang lain, baik oleh dirinya sendiri atau melalui agent of change yang telah ia temu kenali. Saran : Film Biografi Nelson Mandela ini tentu sangat menginspirasi banyak kalangan dalam penghapusan diskriminasi. Jika Marx menyebutkan bahwa stratifikasi yang kemudian menimbulkan gejolak sosial yang terjadi dimasyarakat karena tingginya disparitas ekonomi antara kaum yang tereksploitasi atau kaum tertindas (buruh) terhadap kaum pemilik modal atau penindas (borjuis) lambat laun kemudian akan tersadarkan dan melakukan perlawanan secara massif. Kondisi ini kemudian tercermin bukan hanya di Afrika Selatan melainkan juga terjadi di repubik ini. Indonesia perlu melakukan kembali penataan pembangunan yang berbasis kebutuhan sehingga pemerataan dari ujung barat hingga timur Indonesia menjadi sesuatu hal yang perlu menjadi perhatian serius bangsa ini. Oleh anak bangsa harapan itu semoga akan terwujud di bawah kepemimpinan baru selama lima tahun kedepan.
24
DAFTAR PUSTAKA
Covey, Stephen R.1992.Principle-Centered Leadership. United States of America:Fireside Griffin.. 2000. Management, Edisi 2, Jakarta : Erlangga Riyanti, Sora. 2011. Perskanaka. Bali : LPM Kanaka Fakultas Sastra Universitas Udayana Sutanto, Jusuf. 2011. The Dancing Leader. Jakarta : Kompas Yukl, Gary. 1998. Kepemimpinan Dalam Organisasi. Jakarta : PT Prenhallindo http://leadhership.blogspot.com/ http://cintaimabar.blogspot.com/p/kepemimpinan-yang-melayani-servant.html (http://fadluvvita.blogspot.com/p/pudarnya-rasa-nasionalisme-dan.html http://www.ligamahasiswa.co.id/pupuk-nasionalisme-lewat-olahraga/
25