UJI DAYA ANTIFUNGI EKSTRAK METANOL RHIZOMA DAN ENTAL Dryopteris hirtipes (Bl) Kuntze TERHADAP Candida albicans SECARA IN VITRO Istamaya Ariani, Eko Sri Sulasmi, Sitoresmi Prabaningtyas Jurusan Biologi, Universitas Negeri Malang, Malang, Jawa Timur, Indonesia Jalan Semarang Nomer 5, Malang 65145 Email:
[email protected] ABSTRAK Dryopteris hirtipes (Bl) Kuntze (D. hirtipes) berpotensi sebagai antifungi karena mengandung tannin, terpenoid, alkaloid, polifenol dan saponin. Potensi D. hirtipes sebagai antifungi Candida albicans perlu diuji secara in vitro. Tujuan penelitian adalah (1) menguji pengaruh jenis ekstrak dari bagian yang berbeda terhadap penghambatan pertumbuhan C. albicans secara in vitro, (2) menguji pengaruh konsentrasi ekstrak D. hirtipes terhadap penghambatan pertumbuhan C. albicans secara in vitro, (3) menguji pengaruh interaksi jenis ekstrak dari bagian tumbuhan yang berbeda dan konsentrasi ekstrak methanol D. hirtipes terhadap penghambatan pertumbuhan C. albicans secara in vitro, dan (4) menentukan kombinasi jenis ekstrak metanol D. hirtipes dan konsentrasi ekstrak yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan C. albicans secara in vitro. Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental. Ekstrak rhizoma dan ental dari D. hirtipes diperoleh melalui metode maserasi. Uji daya antifungi dilakukan dengan metode difusi cakram. Analisis dilakukan dengan ANAVA ganda dan dilanjutkan uji BNT taraf kepercayaan 1%. Simpulan penelitian adalah (1) tidak ada pengaruh jenis ekstrak dari bagian tumbuhan yang berbeda terhadap penghambatan pertumbuhan C. albicans secara in vitro, (2) ada pengaruh konsentrasi ekstrak metanol D. hirtipes terhadap penghambatan pertumbuhan C. albicans secara in vitro, (3) ada pengaruh interaksi jenis ekstrak dari bagian tumbuhan yang berbeda dan konsentrasi ekstrak metanol D. hirtipes terhadap penghambatan pertumbuhan C. albicans secara in vitro, dan (4) ekstrak metanol ental D. hirtipes konsentrasi 60% merupakan kombinasi jenis ekstrak dan konsentrasi ekstrak yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan C. albicans. Kata kunci: daya antifungi, Dryopteris hirtipes (Bl) Kuntze, Candida albicans ABSTRACT Dryopteris hirtipes (Bl) Kuntze (D. hirtipes) have potential as antifungal because contain some secondary metabolites such as tannins, terpenes, flavonoids, alkaloids, polyphenols and saponins. Antifungal effect of D. hirtipes extract toward Candida albicans need to be examined in vitro. The aim of this study are (1) examine the effect of D. hirtipes methanol extract from deferent fern part toward growth inhibition of C. albicans in vitro, (2) examine the effect of D. hirtipes methanol extract in some concentration toward growth inhibition of C. albicans in vitro, (3) examine interaction between kind of extract from deferent fern part and concentration toward growth inhibition of C. albicans in vitro, and (4) determine the most effective combination in the kind of fern part extract and concentration of Dryopteris D. hirtipes methanol extract toward growth inhibition of C. albicans in vitro. These studies are experimental study. The rhizome and frond methanol extract of D. hirtipes were got by maceration method. Antifungal examinations were done by paper disc diffusion method. Analysis was done by two way ANAVA and followed by Least Significant Difference test with confidence level of 1%. The conclusions are (1) there are no effect of D. hirtipes methanol extract from deferent fern part toward growth inhibition of C. albicans in vitro, (2) there are effect of D. hirtipes methanol extract in some concentration toward growth inhibition of C. albicans in vitro, (3) there are interaction between kind of extract from deferent fern part and concentration toward growth inhibition of C. albicans in vitro, and (4) frond methanol extract in 60% concentrations are the most effective kind of fern part extract and concentration combination to inhibit C. albicans growth Key word: antifungal effect, Dryopteris hirtipes (Bl) Kuntze, Candida albicans
PENDAHULUAN
Dryopteris memiliki potensi untuk digunakan sebagai sumber bahan antifungi (Quartrocchi, 2012). Pemanfaatan dan penelitian tentang kandungan senyawa fitokimia dan aktifitas antifungi Dryopteris telah banyak dilakukan. Soare dkk., (2012) melaporkan ekstrak metanol Dryopteris affinis dan Dryopteris filix-mas memiliki aktifitas antifungi yang baik terhadap khamir Saccharomyces cerevisiae dan Aspergillus niger. Dryopteris yang banyak tumbuh Indonesia khususnya di Tahura R. Soerjo adalah Dryopteris hirtipes (Bl) Kuntze (D.hirtipes). D.hirtipes memiliki ciri morfologi; batang berupa rhizoma tegak dengan ketebalan mencapai 15 cm, dan ditutupi sisik yang berbentuk memanjang atau garis lanset dengan panjang mencapai 2x0.5cm, berwarna coklat pucat, dengan ujung meruncing dan tepi rata. Daun berupa ental yang terdiri atas tangkai dan helaian. Warna permukaan atas ental hijau tua dan permukaan bawah hijau pucat. Ental berpina, jumlah pina mencapai 25 pasang. Pina berlobus. Kedalaman lobus pina mencapai satu per tiga hingga satu per dua ke kosta. Sori sebanyak dua atau tiga pasang terdapat di bagian tengah vena terbawah pada pinna yang tidak berlobus. Indusium berwarna coklat tua ketika kering. Spora berbentuk ginjal dan cembung datar, dengan ukuran 40x30 µm, warna coklat pucat, dan penebalan eksin tidak rata (Manicam & Irudayaraj, 1992). Berdasarkan skrining fitokimia dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) telah diketahui bahwa ekstrak metanol rhizoma dan ental D. hirtipes mengandung tannin, alkaloid, terpenoid, polifenol dan saponin (Sulasmi dkk., 2015). Adanya kandungan senyawa tannin, alkaloid, terpenoid, polifenol dan saponin memungkinkan paku D. hirtipes digunakan sebagai antifungi. Potensi D.hirtipes sebagai antifungi diuji dengan menggunakan khamir oportunistik Candida albicans. Candida albicans (C. albicans) merupakan penyebab utama penyakit kandidiasis di Indonesia (Oktavia, 2011). Hasil prevalensi data 2014 menunjukkan C. albicans merupakan spesies yang paling sering menjadi penyebab kandidiasis yang diderita pasien kandidiasis di Rumah Sakit Saiful Anwar Malang (Walangare dkk., 2014). Kandidiasis yang paling banyak terjadi di Indonesia yaitu kandidiasis oral (sariawan) dan kandidiasis vulvovaginal (keputihan). Kandidiasis dapat menyerang semua umur, jenis kelamin, dan kelas sosial ekonomi. Eksplorasi bahan alam berupa ekstrak tumbuhan Pteridofita yang memiliki sifat antifungi dilakukan untuk mengatasi efek samping penggunaan obat antibiotik
sintetik dan peningkatan resistensi fungi. Ekstrak tumbuhan Pteridofita yang diuji berasal dari bagian rhizoma dan ental tumbuhan D. hirtipes. Bagian tumbuhan merupakan faktor penting untuk mengetahui aktifitas antifungi suatu bahan karena bagian yang berbeda dari tumbuhan diduga memiliki kandungan dan kadar senyawa fitokimia yang berbeda. Penelitian tentang aktifitas antifungi ekstrak tumbuhan dengan menggunakan organ tumbuhan berbeda dari satu tumbuhan yang sama telah dilakukan oleh Al-Bayati & Al-Mola (2008) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan aktifitas antifungal ekstrak daun, akar, dan buah Tribulus terrestris L. terhadap C. albicans. Konsentrasi bahan antifungi mempengaruhi aktifitas antifungi. Semakin tinggi konsentrasi hingga batas tertentu maka semakin besar diameter zona hambatnya (Sulistyawati, 2009). Tujuan penelitian uji daya antifungi ekstrak metanol D. hirtipes terhadap C. albicans adalah; (1) menguji pengaruh jenis ekstrak dari bagian yang berbeda terhadap penghambatan pertumbuhan C. albicans secara in vitro, (2) menguji pengaruh konsentrasi ekstrak D. hirtipes terhadap penghambatan pertumbuhan C. albicans secara in vitro, (3) menguji pengaruh interaksi jenis ekstrak dari bagian tumbuhan yang berbeda dan konsentrasi ekstrak methanol D. hirtipes terhadap penghambatan pertumbuhan C. albicans secara in vitro, dan (4) menentukan kombinasi jenis ekstrak metanol D. hirtipes dan konsentrasi ekstrak yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan C. albicans secara in vitro.
METODE PENELITIAN Rancangan penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap. Penelitian dilakukan pada bulan Februari-Mei 2016 di Laboratorium Mikrobiologi dan di Laboratorium Botani Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah: cawan petri, tabung reaksi, autoklaf, makropipet ukuran 5 ml dan 10 ml, neraca, pisau, oven kering, rotary evaporator, labu sampel dan labu pelarut, Laminar Air flow (LAF), lampu spiritus, jarum inokulasi, serta inkubator dengan suhu 37°C. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah rhizoma dan ental D. hirtipes, blank paper disc merk Oxoid, kertas saring, pelarut metanol 96%, biakan murni C. albicans, medium SDA instan, kertas saring, cotton bud, vaselin, alumunium foil, aquades.
Prosedur Kerja Penyiapan Ekstrak Metanol Rhizoma dan Ental Dryopteris hirtipes Tumbuhan D. hirtipes dicuci bersih dan dipisahkan antara rhizoma dan ental. Rhizoma dan ental dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 30 0C dan digiling menggunakan dry blander hingga halus. Serbuk rhizoma dan ental ditimbang dan setiap bahan dimaserasi menggunakan pelarut metanol 96%. Perbandingan antara berat bahan dan volume pelarut 1:9. Proses maserasi dilakukan selama 3x24 jam dan setiap 30 menit campuran bahan dan metanol diaduk. Filtrat hasil maserasi kemudian disaring sebanyak duakali pertama menggunakan kain saring dan kedua menggunakan kapas berlapis kasa yang telah disterilisasi. Filtrat yang telah disaring diuapkan menggunakan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental kemudian diuapkan dengan waterbath dan dimasukkan dalam wadah steril sebagai ekstrak konsentrasi 100%. Ekstrak dari kedua bahan yang berupa ekstrak kental diencerkan dengan menggunakan solutio petit untuk memperoleh ekstrak dalam 10 tingkat konstentrasi; 0%,10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, dan 90%. Solutio petit merupakan campuran dari 80% aquabidest, 10% alkohol absolut, dan 10% propilene glicole. Pembuatan Media SDC dan SDA Sabouraud’s Dekstrosa Cair (SDC) dibuat dengan cara bahan berupa Bacto pepton 10 g dan Dextrose 40 g dimasukkan dalam beaker glass kemudian ditambah 1000 ml aquades dan dipanaskan. Setelah mendidih media diangkat dan dituang dalam tabung reaksi dengan volume 5 ml. Tabung reaksi berisi media cair ditutup dengan kapas. Sabouraud Dekstrosa Agar (SDA) dibuat dengan cara bahan Sabouraud Dekstrosa Agar instan dan aquades dimasukkan dalam beaker glass, kemudian dipanaskan sambil terus diaduk hingga homogen. Setelah mendidih diangkat dan dituang dalam cawan petri masing-masing sebanyak 10 ml dan kedalam tabung reaksi sebanyak 5 ml. Cawan petri dan tabung reaksi berisi media di bungkus kertas sampul kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf. Perlakuan Ekstrak pada Candida albicans Biakan Candida albicans dalam medium SDC yang telah distandarisasi larutan 0,5 Mc Farland, diinokulasikan dalam permukaan media SDA menggunakan cotton bud steril. Cakram kertas kosong diameter 6 mm direndam dengan ekstrak metanol rhizoma atau ental D.hirtipes
yang telah diencerkan dalam beberapa
konsentrasi yaitu 0%,10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, dan 90%. Pada
medium lempeng SDA yang telah diinokulasi diberi cakram kertas berisi ekstrak. Kontrol negatif menggunakan solutio petit dan kontrol positif menggunakan ketokonazole 15µg/ml. Semua cawan petri yang telah diperlakukan dengan ekstrak kemudian diinkubasikan pada suhu 37°C selama 1x24 jam. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Pengumpulan data dilakukan dengan mengukur diameter zona hambat pertumbuhan C. albicans pada medium SDA disekitar cakram kertas berisi ekstrak metanol rhizoma atau ental D. hirtipes menggunakan jangka sorong. Data kuantitatif yang diperoleh dari pengukuran diameter zona hambat dianalisis dengan menggunakan Analisis Varian Ganda kemudian dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) taraf signifikansi 1% yang bertujuan untuk mengetahui jenis ekstrak dan konsentrasi yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan C. albicans. Kekuatan antifungi ditentukan berdasarkan kriteria kekuatan zona hambat pada uji antifungi metode difusi cakram menurut NCCLS, 2008 dengan menggunakan ketokonazole 15µg/ml yaitu diameter ≥ 28 termasuk kuat, diameter 27–21 termasuk sedang, diameter ≤ 20 termasuk resistan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh ekstrak metanol rhizoma D. hirtipes dan ekstrak metanol ental D. hirtipes dalam penghambatan pertumbuhan Candida albicans dibuktikan dengan terbentuknya zona hambat disekeliling kertas cakram. Zona hambat dapat terbentuk karena terjadi difusi zat metabolit sekunder dari ekstrak D. hirtipes yang memiliki daya antifungi sehingga mampu menghambat pertumbuhan C. albicans. Berdasarkan data hasil pengukuran diameter zona hambat pertumbuhan Candida albicans yang diperlakukan dengan ekstrak rizoma dan ental D. hirtipes dalam beberapa
taraf konsenterasi diketahui bahwa perlakuan ekstrak metanol
rhizoma dan ental berpengaruh terhadap penghambatan pertumbuhan Candida albicans. Pengaruh pemberian ekstrak metanol rhizome D. hirtipes dengan konsentrasi 60% sampai 90% yang ditunjukkan oleh grafik dengan nilai penghambatan pertumbuhan C. albicans yang cenderung naik pada setiap kenaikan konsentrasi ekstrak. Pengaruh pemberian ekstrak ental D. hirtipes dengan konsentrasi 10% sampai 90% yang ditunjukkan oleh grafik dengan nilai penghambatan
pertumbuhan C. albicans yang fluktuatif pada setiap kenaikan konsentrasi ekstrak (Lihat Gambar 1)
Gambar 1 Grafik Hubungan Konsentrasi Ekstrak Metanol Rhizoma dan Ental terhadap Diameter Zona Penghambatan Pertumbuhan Koloni Candida albicans
Data selanjutnya dianalisis dengan ANAVA ganda dan dilanjutkan dengan uji BNT 1%. Hasil ringkasan Anava dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan hasil Analisis Varian Ganda pada diketahui F hitung perlakuan utama jenis ekstrak dari bagian tumbuhan berbeda (A) (0.603643) lebih kecil dari F tabel dengan taraf kepercayaan 1% (7,24) sehingga diketahui tidak ada pengaruh jenis ekstrak dari bagian tumbuhan berbeda terhadap penghambatan pertumbuhan C. albicans secara invitro. Tidak adanya pengaruh jenis ekstrak diduga terjadi karena bahan metabolit sekunder terakumulasi merata baik di bagian ental maupun rhizome meskipun jenis senyawa metabolit sekunder didalam ental D. hirtipes s lebih banyak daripada di dalam rhizoma D. hirtipes, sebagaimana dijelaskan oleh Sulasmi dkk. (2015) bahwa ekstrak metanol rhizoma D. hirtipes mengandung tannin, polifenol, saponin dan flavonoid sedangkan ekstrak metanol ental D. hirtipes mengandung tannin, polifenol, saponin, terpenoid, dan alkaloid. Hasil ANAVA ganda menujukkan bahwa F hitung perlakuan utama konsentrasi (B) (41.01351) lebih besar dari F tabel dengan taraf kepercayaan 1% (2,75) sehingga diketahui ada pengaruh pemberian ekstrak metanol rhizoma dan ental D. hirtipes dalam beberapa macam konsentrasi terhadap penghambatan pertumbuhan C. albicans secara in vitro dengan daya hambat yang berbeda nyata. Pengaruh taraf konsentrasi ekstrak metanol rhizome dan ental D. hirtipes terhadap penghambatan pertumbuhan C. albicans secara invitro sesuai dengan pernyataan Pleczar dan Chan (1988) bahwa faktor konsentrasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi daya antimikroba suatu bahan.
Berdasarkan hasil Analisis Varian ganda, F hitung perlakuan interaksi jenis ekstrak dari bagian tumbuhan berbeda dan konsentrasi ekstrak (AB) (4.954186) lebih besar dari F tabel dengan taraf signifikansi 1% (2,75) sehingga hipotesis penelitian diterima yaitu ada pengaruh pemberian jenis ekstrak dari bagian tumbuhan berbeda dalam berbagai konsentrasi terhadap penghambatan pertumbuhan C. albicans secara invitro dengan daya hambat yang berbeda nyata. Jenis dan Konsentrasi ekstrak metanol D. hirtipes yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans dapat diketahui melalui uji lanjut dengan uji BNT taraf kepercayaan 1% . Tabel 1. Ringkasan Analisis Varian Ganda pada Pengaruh Ekstrak Metanol Rhizoma dan Ental Dryopteris hirtipes dalam beberapa Taraf Konsentrasi terhadap Penghambatan Pertumbuhan C. albicans Sumber keragaman db JK KT Fhitung F tabel Perlakuan 21 23.84519584 0.05 0.01 Jenis ekstrak(A) 1 0.031272185 0.031272185 0.603643 4.06 7.24 Konsentrasi (B) 10 21.24736889 2.124736889 41.01351 2.05 2.75 Kombinasi (AB) 10 2.566554761 0.256655476 4.954186 2.05 2.75 Galat 44 2.279454562 0.051805786 Total 65 26.1246504 -
Hasil uji BNT taraf kepercayaan 1% menunjukkan ekstrak ental D. hirtipes konsentrasi 60% memiliki notasi yang sama dengan notasi ekstrak rhizoma rhizoma 90%, dan rhizoma 70%. Berdasarkan hasil tersebut diketahui ekstrak ental D. hirtipes konsentrasi 60%
memiliki daya antifungi tidak berbeda nyata dengan
ekstrak rhizoma yang memiliki konsentrasi yang lebih tinggi. Ekstrak ental D. hirtipes konsentrasi 60% dapat dinyatakan sebagai konsentrasi yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan C. albicans karena ekstrak ental D. hirtipes konsentrasi 60% merupakan konsentrasi terendah yang memiliki rerata diameter zona hambat yang tidak berbeda nyata dengan ekstrak lain yang memiliki konsentrasi lebih tinggi yaitu ekstrak rhizoma 70%, dan rhizoma 90% (Lihat Gambar 2).
Gambar 2. Daya Hambat Pertumbuhan Candida albicans A. Zona hambat control positif Ketokonazole, B. Zona hambat ekstrak ental 60%, C. Zona hambat ekstrak rhizoma 70%, D. Zona hambat ekstrak rhizoma 90%.
Ekstrak metanol ental D. hirtipes konsentrasi 60% memiliki aktifitas antifungi paling efektif diduga karena pada konsentrasi tersebut bahan aktif antifungi memiliki daya difusi terhadap media SDA yang telah diinokulasi Candida albicans paling efektif meskipun kuantitas metabolit sekunder lebih sedikit jika dibandingkan dengan ekstrak yang memiliki dengan konsenttrasi lebihtinggi. Akibatnya diameter zona hambat yang ihasilkan oleh ekstrak metanol ental D. hirtipes konsentrasi 60% tidak jauh berbeda dengan ekstrak rhizoma dan ental yang memiliki konsentrasi lebih tinggi. Berdasarkan kriteria kekuatan antifungi dalam NCCLS (2008) daya antifungi ketokonazole 15 µg dengan rerata diameter 22,33 mm termasuk kategori sedang atau intermediet. Ekstrak metanol rhizoma konsentrasi 10%–90% memiliki rerata diameter zona hambat 10.68–11.33mm, menurut kriteria kekuatan antifungi NCCLS (2008) diameter zona hirtipes
hambat dengan perlakukan ekstrak metanol rhizoma D.
konsentrasi 10%-90% termasuk kriteria resistan. Begitu juga ekstrak
metanol ental konsentrasi 10% sampai 90% yang memiliki rerata diameter zona hambat 7.92–9.23mm menurut kriteria kekuatan antifungi NCCLS (2008) diameter zona hambat C. albicans yang diberi perlakukan ekstrak metanol ental D. hirtipes konsentrasi 10%-90% termasuk kriteria resistan. Artinya perlakukan dengan ekstrak metanol ental D. hirtipes konsentrasi 10%–90% memiliki daya sebagai antifungi namun lemah. Daya antifungi ekstrak rhizoma dan ental D. hirtipes lebih lemah dari kontrol positif diduga kerena kandungan senyawa metabolit sekunder yang berpotensi sebagai antifungi di dalam ekstrak rhizoma dan ental D. hirtipes lebih rendah daripada senyawa aktif antifungi dalam kontrol positif ketokonazole. Metabolit sekunder dalam ekstrak rhizoma dan ental D. hirtipes merupakan senyawa yang berasal dari alam dan tidak murni sedangkan senyawa dalam kontrol positif ketokonazole merupakan senyawa aktif yang telah teruji memiliki daya antifungi khususnya terhadap C. albicans. Berdasarkan hasil penelitian dapat diinformasikan bahwa ekstrak metanol D. hirtipes memiliki zona hambat yang lebih kecil dari pada ketokonazole sehingga kurang efektif digunakan sebagai antifungi untuk menghambat pertumbuhan fungi C. albicans.
SIMPULAN Berdasarkan pembahasan dapat dibuat simpulan sebagai berikut. (1) tidak ada pengaruh jenis ekstrak dari bagian tumbuhan yang berbeda terhadap penghambatan pertumbuhan C. albicans secara in vitro, (2) ada pengaruh konsentrasi ekstrak metanol D. hirtipes terhadap penghambatan pertumbuhan C. albicans secara in vitro, (3) ada pengaruh interaksi jenis ekstrak dari bagian tumbuhan yang berbeda dan konsentrasi ekstrak metanol D. hirtipes terhadap penghambatan pertumbuhan C. albicans secara in vitro, dan (4) ekstrak metanol ental D. hirtipes konsentrasi 60% merupakan kombinasi jenis ekstrak dan konsentrasi ekstrak yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan C. albicans.
DAFTAR RUJUKAN Al-Bayati F.A & Al-Mola, H.F. 2008. Antibacterial and antifungal activities of different parts of Tribulus terrestris L. growing in Iraq. J Zhejiang Univ Sci B. 9(2):154-159. Centers for Disease Control and Pervention . 2013. Antibiotic Resistance Threats in United States 2013. U.S. Departmen of Health and Human Services. Manickam,V.S. & V. Irudayaraj.1992. Pteridophyta Flora Of Western GhatsSouthIndia. New Delhi :B.I. Publication. National Commite Clinical Laboratory Standart (NCCLS). 2008. Method for Antifungal Disc Difution Suseptibility Testing of Yeast Aproved Standart M44-A2. NCCLS document M44-A2. Oktavia A.2011.Prevalensi Dermatofitosis Di Poliklinik Kulit Dan Kelamin RSUD Tangerang Periode 1 Januari 2011 Skripsi. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Pleczar, M.J. & Chan E.C.S. 1988. Dasar–dasar Mikrobiologi. Jakarta :UI Press. Quartrocchi, U. 2012. World Dictionary of Medicinal And Poisonous Plants. United States: Taylor & Francis Group. Soare, L. C., Ferdeş, M., Stefanov, S., Nicolova Z. D. R., Denev, P., Bejan, C., & Alina, P. 2012. Antioxidant Activity, Polyphenols Content AND Antimicrobial Activity of Several Native Pteridophytes OF Romania. Not Bot Horti Agrobo.40(1):53-57. Sulasmi, E.S., Prabaningtyas, S., & Sari, M.S. 2015. Identification of Tannin Compound of Three Genus Pteridophytes in Taman Hutan Raya Raden Soerjo. Proceeding the 6 th International Conference in Green Tecnology.
Malang. Maulana Malik Ibrahim University, Indonesia diseminarkan pada 18 November 2015. Sulistyawati, D. & Mulyati,S. Uji Aktifitas Anti jamur InfusaDaunJambu Mete (Anacardium occidentale L) Terhadap Candida Albicans. Biomedika. 2(1):4751. Walangare, T., Hidayat, T., Basuki, S.2014.Profil Spesies Candida pada Pasien Kandidiasis Oral dengan Infeksi HIV&AIDS. Berkala Ilmu Kesehatan Kulitdan Kelamin.1(26);29-35.