UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS SPERMISIDAL DAN EVALUASI PENGARUH EKSTRAK ETANOL 70% BIJI MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP KONSENTRASI TESTOSTERON PADA TIKUS JANTAN GALUR Sprague-Dawley
SKRIPSI
JAGA PARAMUDITA 1110102000063
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JULI 2014
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS SPERMISIDAL DAN EVALUASI PENGARUH EKSTRAK ETANOL 70% BIJI MANGGIS (Garcinia mangostana L) Terhadap Konsentrasi Testosteron Pada Tikus Jantan GALUR Sprague-Dawley
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
JAGA PARAMUDITA 1110102000063
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JULI 2014 ii
iii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Jaga Paramudita : Farmasi : Uji Aktivitas Spermisidal dan Evaluasi Pengaruh Ekstrak Etanol 70% Biji Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Konsentrasi Testosteron pada Tikus Jantan Galur Sprague-Dawley
Biji manggis mempunyai efek sebagai agen antifertilitas. Penelitian sebelumnya mengatakan pemberian ekstrak etanol 70% biji manggis selama 20 hari dapat menurunkan konsentrasi spermatozoa dan menurunkan rasio jumlah spermatosit pakiten terhadap jumlah sel sertoli dalam setiap tahapan, meskipun penurunan kedua parameter tersebut tidak bermakna. Mengacu pada penelitian tersebut, dilakukan uji aktivitas spermisidal dan evaluasi pengaruh ekstrak etanol 70% biji manggis terhadap konsentrasi testosteron pada tikus jantan galur Sprague-Dawley. Pemberian ekstrak dilakukan secara oral selama 48 hari. Dua puluh lima tikus dikelompokkan menjadi lima kelompok yaitu kelompok kontrol, kelompok perlakuan dosis 5, 50 dan 100 mg/kgBB serta satu kelompok untuk uji spermisidal secara in vitro. Parameter yang diamati meliputi konsentrasi testosteron, aktivitas spermisidal dan konsentrasi spermatozoa. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan uji one-way ANOVA dan dilanjutkan dengan uji LSD jika hasil dari uji one-way ANOVA menunjukkan perbedaan yang bermakna (p≤0,05). Dari hasil analisis konsentrasi testosteron tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05). Konsentrasi testosteron masih masuk ke dalam rentang normal konsentrasi testosteron (0,66-5,4 ng/mL) kecuali dosis sedang 5,6±0,24 ng/mL. Konsentrasi efektif minimum yang dapat mematikan 100% sperma dalam waktu 20 detik adalah 100 mg/mL. Semakin besar konsentrasi ekstrak semakin besar efek spermisidalnya. Sedangkan pada konsentrasi spermatozoa terdapat perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dengan seluruh kelompok perlakuan dosis (5, 50, 100 mg/kgBB) pada konsentrasi spermatozoa. Penurunan konsentrasi sperma terbesar terjadi pada dosis 100mg/kgBB yaitu 21,12±3,63 juta/mL. Semakin besar dosis semakin besar penurunan konsentrasi spermatozoa.
Kata Kunci : Antifertilitas, biji manggis, Garcinia mangostana L., aktivitas Spermisidal, konsentrasi testosteron, konsentrasi sperma, tikus jantan, Sprague-Dawley
vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name Programs of Study Title
: Jaga Paramudita : Pharmacy : Spermicidal Activity And Evaluation of effect of 70% Ethanolic Extract of Mangosteen Seeds (Garcinia Mangostana L.) Against Testosterone Concentration in Male Sprague-Dawley Rats
Mangosteen seeds have an effect as antifertility agent. Previous studies showed that the administration of 70% ethanolic extract of mangosteen seeds for 20 days could reduce sperm concentration and ratio of pakiten spermatocyte against certoli cells in any stage, despite the decline of both parameters were not significant. Referring to the study will be done the spermicidal activity and evaluation the effect of 70% ethanolic extract of mangosteen seeds against testosterone concentration in male Sprague-Dawley rats. The extract was administered orally once a day for 48 days. Twenty five rats were grouped into five groups, the control group, the group of treatment doses of 5, 50, 100 mg/kgBB and one group for spermicidal activity in vitro. The observed parameters include testosterone concentration, spermicidal activity and sperm concentration. The result were analyzed statistically using one-way ANOVA test and followed by LSD test if the result of one-way ANOVA test showed significantly different (p≤0,05). From the result of the data analysis there were not significant differences in testosterone concentration (p>0,05). Testosterone concentrations were still included into the normal range of testosterone concentration (0.66-5.4 ng/mL) except the medium dose 5,6±0,24 ng/mL. The minimum effective concentration which could be lethal to 100% of sperm within 20 seconds is 100 mg/mL. The greater concentration of the extract had the greater effect of spermicidal. Whereas for sperm concentration there were significant differences (p≤0,05) between the control group and all groups the treatment dosage (5, 50, 100 mg/kgBB). The largest decrease in sperm concentration occurred at a dose of 100 mg/kgBB was 21,12±3,63 million/mL. The sperm concentration decreased with increasing doses given.
Keywords
: Antifertility, mangosteen seed, Garcinia mangostana L., spermicidal activity, testosterone concentration, sperm concentration, male rats, Sprague-Dawley
vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil‟alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat,
taufik
dan
hidayah-Nya
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Uji Aktivitas Spermisidal dan Evaluasi Pengaruh Ekstrak Etanol 70% Biji Manggis (Garcinia
mangostana
L.)
terhadap
Konsentrasi
Testosteron
dan
Spermatozoa pada Tikus Jantan Galur Sprague-Dawley.” Shalawat serta salam penulis curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat serta kita sebagai umatnya. Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Prof. Dr. (hc). Dr. M.K. Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Drs. Umar Mansur, M.Sc selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Dr. Azrifitria M.Si., Apt dan Puteri Amelia M.Farm., Apt sebagai dosen pembimbing yang dengan sabar telah memberikan banyak masukan, bimbingan dan dukungan kepada penulis. 4. Ayahanda tercinta Supardimin dan ibunda tercinta Ecih yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, dukungan baik moril maupun materi serta doa yang tak terhingga di setiap langkah penulis. 5. Adikku tersayang Berliana Putri dan Maulisa Sabrina yang telah meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Kedua nenekku tersayang Hj.Supi dan Sakinem yang telah memberikan dukungan kepada penulis. 7. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Program Studi Farmasi FIKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8. Teman seperjuangan penulis Suchinda Fer Harti, Mayta Ravika, Julia Anggraini, Riamayanti, Auva Marwah, Annisa Fitriana dan Chaya Ning Tyas atas kebersamaan, bantuan serta motivasi sejak awal hingga terselesaikannya skripsi ini. 9. Sahabat “Ngocol” Fathmah Syafiqoh, Melia Puspitasari, Zakiya Kamila, Diah Azizah, Dias Prakatindih, Syarifatul Mufidah, Desi Syifa dan Afifah Nurul Izzah atas kebersaaman, persaudaraan, semangat, motivasi dan dukungan sejak awal perkuliahan sampai saat ini. 10. Teman – teman Farmasi 2010 Andalusia atas persaudaraan, kebersamaan telah banyak membantu penulis baik selama pengerjaan skripsi ini maupun selama di bangku perkuliahan. 11. Laboran Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu mempersiapkan alat dan bahan selama penelitian. 12. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas semua bantuan, dan dukungan yang diberikan. Akhir kata, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna dan banyak kekurangan. Oleh karena itu saran serta kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Amiin Ya Rabbal‟alamiin.
Jakarta, Juli 2014 Penulis
ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ..................................
iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................
iv
HALAMAN PENGESAHAAN ............................................................
v
ABSTRAK .............................................................................................
vi
ABSTRACT ...........................................................................................
vii
KATA PENGANTAR ...........................................................................
viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ......
x
DAFTAR ISI ..........................................................................................
xi
DAFTAR TABEL .................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
ivx
BAB 1 PENDAHULUAN .....................................................................
1
1.1 Latar Belakang ..........................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................
3
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................
3
1.4 Hipotesis ...................................................................................
4
1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................
4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................
6
2.1 Tinjauan Botani Tanaman Manggis ..........................................
6
2.1.1 Klasifikasi Tanaman........................................................
6
2.1.2 Nama Lokal .....................................................................
6
2.1.3 Deskripsi Tanaman..........................................................
7
2.1.4 Keanekaragaman .............................................................
7
2.1.5 Ekologi dan Penyebaran ..................................................
8
2.1.6 Budidaya .........................................................................
8
2.1.7 Nilai Gizi dan Kandungan Kimia biji Manggis ..............
9
2.1.8 Khasiat dan Kandungan ..................................................
10
2.2 Sistem Reproduksi Tikus Jantan ...............................................
10
2.2.1 Spermatozoa ....................................................................
12
xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.2 Spermatogenesis ..............................................................
12
2.2.3 Hormon yang mengontrol Spermatogenesis ...................
14
2.3 Karakteristik Tikus Sprague-Dawley ........................................
16
2.4 Ekstrak dan Ekstraksi ................................................................
16
2.4.1 Ekstraksi dengan menggunakan Pelarut Cara Dingin .....
17
2.4.2 Ekstraksi dengan menggunakan Pelarut Cara Panas .......
17
2.5 ELISA .......................................................................................
18
2.5.1 Competitive Assay Format ..............................................
18
2.5.2 Non Competitive Assay Format ......................................
19
2.5.3 Sandwich Assay Format ..................................................
20
2.5.4 Kit ELISA .......................................................................
20
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ..............................................
22
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................
22
3.2 Alat dan Bahan ..........................................................................
22
3.2.1 Alat Penelitian .................................................................
22
3.2.2 Bahan Penelitian..............................................................
22
3.2.3 Hewan Uji .......................................................................
23
3.3 Rancangan Penelitian ................................................................
23
3.3.1 Besar Sampel ...................................................................
23
3.3.2 Dosis Perlakuan ...............................................................
23
3.4 Prosedur Kerja ..........................................................................
24
3.4.1 Penyiapan Simplisia dan Pembuatan Ekstrak .................
24
3.4.2 Penapisan Fitokimia ........................................................
25
3.4.3 Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik .............
26
3.4.4 Penyiapan Hewan Coba ..................................................
28
3.4.5 Pengukuran Parameter ....................................................
28
3.5 Rencana Analisa Data. ..............................................................
32
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................
33
4.1 HASIL PENELITIAN .................................................................
33
4.1.1 Determinasi Tanaman .....................................................
33
4.1.2 Ekstraksi .........................................................................
33
4.1.3 Penapisan Fitokimia Ekstrak ..........................................
33
xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.1.4 Pengujian Parameter Ekstrak ..........................................
34
4.1.5 Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa ...........................
34
4.1.6 Pengukuran Konsentrasi Testosteron Serum ..................
35
4.1.7 Pengujian Aktivitas Spermisidal ....................................
36
4.2 PEMBAHASAN .........................................................................
37
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................
44
5.1 Kesimpulan .................................................................................
44
5.2 Saran ............................................................................................
44
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
45
LAMPIRAN ...........................................................................................
50
xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
3.1. Rancangan percobaan ..................................................................
24
3.2. Pengenceran yang dilakukan dan kotak yang dihitung ...............
28
3.3. Cara Pengenceran ........................................................................
29
3.4. Rumus konsentrasi spermatozoa .................................................
30
4.1 Hasil Penapisan Fitokimia...........................................................
33
4.2 Pengujian Parameter Ekstrak ......................................................
34
4.3 Konsentrasi Spermatozoa ............................................................
34
4.4 Konsentrasi Testosteron ..............................................................
35
4.5 Hasil Pengujian Aktivitas Spermisidal .......................................
36
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
2.1
Buah, biji dan pohon manggis (Garcinia mangostana L) .............
6
2.2
Penampang ventral Sistem Urogenital Tikus Jantan .....................
10
2.3
Spermatozoa pada perbesaran 400x...............................................
11
2.4
Spermatozoa ..................................................................................
11
2.5
Tahapan Siklus Sel dalam Spermatogenesis Tikus .......................
13
2.6
Competitive Assay Format.............................................................
17
2.7
Keterangan Gambar .......................................................................
18
2.8
Non Competitive Assay Format .....................................................
18
4.1
Grafik Berat Badan Tikus ..............................................................
34
4.2
Grafik Konsentrasi Spermatozoa ...................................................
35
4.3
Grafik Konsentrasi Testosteron .....................................................
36
4.4
Grafik Persentase Motilitas............................................................
37
5.1
Perkebunan manggis ......................................................................
51
5.2
Buah manggis yang matang ...........................................................
51
5.3
Pohon manggis tampak dekat ........................................................
51
5.4
Pembibitan tanaman manggis ........................................................
51
5.5
Pohon manggis tampak jauh ..........................................................
51
5.6
Buah manggis siap dipanen ...........................................................
51
5.7
Buah Manggis ................................................................................
59
5.8
Bagian Dalam Buah Manggis ........................................................
59
5.9
Biji Manggis yang dikering anginkan ..........................................
59
5.10 Serbuk biji manggis .......................................................................
59
5.11 Proses Maserasi Biji Manggis .......................................................
59
5.12 Penyaringan maserat ......................................................................
59
5.13 Pemekatan Ekstrak dengan vacuum rotary evaporator .................
59
5.14 Pemekatan ekstrak dengan Freeze dryer .......................................
59
5.15 Ekstrak Kering ...............................................................................
59
5.16 Suspensi Ekstrak ............................................................................
59
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5.17 Hewan Coba...................................................................................
60
5.18 Penimbangan tikus .........................................................................
60
5.19 Penyondean ekstrak .......................................................................
60
5.20 Nekrosis hewan coba .....................................................................
60
5.21 Pembedahan hewan coba ...............................................................
60
5.22 Kauda epididimis ...........................................................................
60
5.23 Pengambilan darah dari vena lateral ekor ......................................
60
5.24 Pemisahan serum darah yang berwarna kuning bening .................
60
5.25 Pengeluaran spermatozoa dari kauda epididimis ...........................
61
5.26 Pengenceran spermatozoa dengan larutan george .........................
61
5.27 Proses penghomogenan spermatozoa dengan vortex ....................
61
5.28 Pemasukan spermatozoa ke dalam bilik hitung .............................
61
5.29 Proses perhitungan sperma dengan mikroskop..............................
61
5.30 Sampel serum darah .......................................................................
62
5.31 Proses pemipetan larutan standar ke dalam sumuran ....................
62
5.32 Proses pemipetan sampel ke dalam sumuran.................................
62
5.33 Proses pemipetan enzim konjugat ke dalam sumuran ...................
62
5.34 Proses inkubasi setelah pencampuran ............................................
62
5.35 Proses pembuangan isi sumuran ....................................................
62
5.36 Proses pemipetan wash solution ke dalam sumuran .....................
62
5.37 Proses pembuangan isi sumuran ....................................................
62
5.38 Proses pemipetan larutan substrat ke dalam sumuran ...................
62
5.39 Proses Inkubasi selama 15 menit ...................................................
62
5.40 Proses pemipetan stop solution ke dalam sumuran .......................
62
5.41 Perubahan warna setelah penembahan stop solution .....................
62
5.42 Pengukuran konsentrasi testosteron menggunakan elisa reader ...
63
5.43 Pembacaan hasil pengukuran konsentrasi testosteron ...................
63
5.44 Pengeluaran spermatozoa dari kauda epididimis ...........................
63
5.45 seri konsentrasi ekstrak ..................................................................
63
5.46 Proses pencampuran ekstrak dengan suspensi sperma ..................
63
5.47 Pengukuran motilitas sperma .........................................................
63
xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Hasil Determinasi Tanaman ...............................................................
50
2. Dokumentasi Perkebunan Manggis di Lubuk Alung, Padang ...........
51
3. Surat Keterangan Tikus ......................................................................
52
4. Alur Penelitian ....................................................................................
53
5. Perhitungan Dosis Ekstrak Biji Manggis ...........................................
55
6. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 70% Biji Manggis ...........
56
7. Perhitungan Rendemen, Susut Pengeringan dan Kadar Abu Ekstrak
58
8. Gambar Kegiatan Penelitian ...............................................................
59
9. Rerata Berat Badan Tikus...................................................................
64
10. Hasil Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa .....................................
65
11. Analisis Statistik Data Konsentrasi Spermatozoa ..............................
66
12. Pengukuran Konsentrasi testosteron ..................................................
69
13. Analisis Statistik Konsentrasi Testosteron .........................................
71
14. Hasil Pengujian Aktivitas Spermisidal ...............................................
79
xvii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Jumlah penduduk yang terus meningkat tajam adalah salah satu masalah penting yang belum menemui solusi tuntas. Pada tahun 2012, laju pertumbuhan penduduk mencapai 1,5%, jauh dari angka ideal yang semestinya di bawah 1%. Melalui program Keluarga Berencana (KB) sudah ada upaya untuk menekan rata-rata jumlah anak yang lahir dengan mengurangi rata-rata kelahiran usia wanita subur 15-29 tahun atau total fertile rate (TFR) berkurang dari 2,6 menjadi 2,1. Namun angka tersebut belum beranjak dari 10 tahun lalu (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SKDI), 2012). Dalam hasil survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2002– 2003 juga dikatakan bahwa, partisipasi suami sebagai peserta KB masih sangat rendah, yaitu 1,3% yang terdiri dari pemakai kondom 0,9% dan Vasektomi 0,4%. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya pengetahuan tentang jenis obat dan metode kontrasepsi serta terbatasnya metode kontrasepsi (Purwieningrum, 2008). Ada beberapa jenis kontrasepsi pada pria, seperti kondom dan vasektomi. Kondom digunakan sebagai pencegah penyakit kelamin pada pria selama 250 tahun. Sedangkan vasektomi merupakan jenis kontrasepsi dengan tindakan pembedahan. Kelebihan vasektomi adalah aman dan efektif, namun bersifat ireversibel (Hartini, 2011). Oleh karena itu, para ahli berusaha untuk mencarikan cara yang aman, efektif dan reversible serta mudah dalam penggunaannya sebagai kontrasepsi pria. Salah satu cara adalah memanfaatkan produk alam yang dapat menghambat spermatogenesis. Indonesia merupakan negara terbesar kedua di dunia yang mempunyai biodiversitas (keanekaragaman hayati). Biodiversitas tersebut meliputi: ekosistem, jenis maupun genetik. Hal ini jelas merupakan suatu anugerah besar bagi masyarakat Indonesia apabila dimanfaatkan secara optimal. Secara empiris banyak tanaman yang digunakan sebagai 1
2
kontrasepsi tradisional. Sebagai contoh biji jarak (Jatropha curcas), daun delima (Punica granatum), biji klabet (Trigonella fuentum L) dan yang tidak kalah menarik adalah Queen of Fruits yaitu manggis (Garcinia mangostana L). Kulit buah manggis mengandung flavonoid, tanin, saponin, kuinon dan steroid (Palupi, 2008). Sedangkan biji manggis mengandung metabolit sekunder seperti flavonoid, tanin, saponin, terpenoid dan alkaloid (Ajayi I. A, 2011). Senyawa alkaloid
akan
menekan sekresi hormon reproduksi, yaitu testosteron sehingga proses spermatogenesis menjadi terganggu dan flavonoid akan menghambat enzim aromatase, yaitu enzim yang mengkatalisis konversi androgen menjadi estrogen yang akan meningkatkan hormon testosteron (Winarno, 1997). Secara empiris daun manggis digunakan oleh masyarakat dibeberapa daerah sebagai kontrasepsi tradisional (Winarno, 1997). Penelitian lain juga dilakukan oleh Rini Indyastuti (1990) yang mengamati pengaruh ekstrak daun manggis (Garcinia mangostana L) terhadap spermatogenesis
dan
perubahan
kualitas
spermatozoa
mencit
(Mus musculus). Rini Indyastuti (1990) membuktikan bahwa pemberian ekstrak daun manggis mempengaruhi persentase morfologi spermatozoa abnormal, spermatozoa motil tidak teratur, dan spermatozoa tidak motil meningkat seiring penambahan dosis. Penelitian juga dilakukan oleh Faritz Azhar (2013) yang menguji efek antifertilitas kulit buah manggis pada tikus putih jantan galur Sprague-Dawley secara in vivo. Hasil penelitian tersebut menunjukan terjadi penurunan konsentrasi spermatozoa, diameter tubulus seminiferus, bobot testis dan jumlah sel pakiten per sertoli secara bermakna (P<0,05) pada dosis 140 mg dan 280 mg ekstrak kulit manggis. Beberapa bagian dari tanaman manggis yaitu daun dan kulit buah (Garcinia mangostana) telah diuji untuk mencari jawaban secara ilmiah tentang efek antifertilitas dari tanaman tersebut. Namun ada hal lain yang menarik peneliti untuk menggali dan mencari jawaban apakah biji buah manggis juga mempunyai aktivitas antifertilitas seperti bagian tanaman yang lain pada tanaman Garcinia mangostana L atau tidak. Penelitian
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3
mengenai efek antifertilitas ekstrak etanol biji manggis terhadap tikus jantan galur Sprague-Dawley telah dilakukan oleh Azrifitria (2012). Hasil penelitian
tersebut
menunjukkan
adanya
penurunan
konsentrasi
spermatozoa dan penurunan jumlah sel pakiten pada preparat tubulus seminiferus terhadap kontrol setelah pemberian ekstrak etanol 70% biji manggis selama 20 hari, meskipun penurunan kedua parameter tersebut tidak berbeda bermakna. Hal tersebut bisa disebabkan karena lama waktu pemberian ekstrak yang dilakukan hanya 20 hari. Dengan penambahan waktu
pemberian
ekstrak
mungkin
memberikan
efek
inhibisi
spermatogenesis dan dapat memeberikan efek azoospermia (Azrifitria, 2012). Mengacu pada hasil penelitian tersebut, akan dilakukan penelitian untuk menguji efek antifertilitas ekstrak etanol 70% biji manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Tikus Putih Jantan galur SpragueDawley selama 48 hari sesuai dengan siklus spermatogenesis. Pengujian dilakukan untuk melihat aktivitas spermisidal ekstrak etanol 70% biji manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap sperma tikus putih jantan galur Sprague-Dawley yang sehat dan fertil secara in vitro dan menguji efek ekstrak etanol 70% biji manggis terhadap konsentrasi testosteron serum pada tikus putih jantan galur Sprauge-Dawley secara in vivo. Peneliti juga menguji efek pemberian ekstrak etanol 70% biji manggis terhadap konsentrasi spermatozoa tikus jantan galur Sprague-Dawley sebagai data tambahan untuk melihat pengaruh lama waktu pemberian ektrak terhadap penurunan konsentrasi sperma. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
Apakah ada pengaruh pemberian ekstrak etanol 70% biji manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap konsentrasi testosteron serum pada tikus jantan galur Sprague-Dawley secara in vivo?
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4
Apakah ekstrak etanol 70% dari biji manggis (Garcinia mangostana) mempunyai aktivitas spermisidal pada tikus jantan galur SpragueDawley secara in vitro?
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian Uji Aktivitas Supresi Spermatogenesis dan Spermisidal Ekstrak Etanol 70% Biji Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Tikus Jantan galur Sprague-Dawley, bertujuan untuk :
Menguji aktivitas ekstrak etanol 70% biji manggis (Garcinia mangostana) terhadap konsentrasi testosteron serum pada tikus jantan galur Sprague-Dawley secara in vivo.
Menguji aktivitas spermisidal ekstrak etanol 70% biji manggis (Garcinia mangostana) pada sperma tikus jantan galur SpragueDawley secara in vitro.
1.4
Hipotesis Hipotesis dari penelitian Uji Aktivitas Supresi Spermatogenesis dan Spermisidal Ekstrak Etanol 70% Biji Manggis (Garcinia mangostana) terhadap Tikus Jantan galur Sprague-Dawley, adalah:
Pemberian ekstrak etanol 70% biji manggis (Garcinia mangostana) dapat menurunkan konsentrasi testosteron serum pada tikus jantan galur Sprague-Dawley secara in vivo.
Pemberian ekstrak etanol 70% biji manggis (Garcinia mangostana) mempunyai aktivitas spermisidal terhadap sperma tikus jantan galur Sprague-Dawley secara in vitro.
1.5
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian Uji aktivitas spermisidal dan evaluasi pengaruh ekstrak etanol 70% biji manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap konsentrasi testosteron pada tikus jantan galur Sprague-Dawley, adalah memberikan sajian informasi kepada masyarakat, tentang manfaat biji manggis (Garcinia mangostana) sebagai agen antifertilitas yang telah dibuktikan dengan pemberian pada tikus jantan galur Sprague-Dawley,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5
yang diharapkan dapat menjadi landasan ilmiah untuk mengembangkan kontrasepsi untuk pria.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Tinjauan Botani Tanaman Manggis
2.1.1. Klasifikasi Tanaman Klasifikasi botani pohon manggis adalah sebagai berikut: Kingdom
: Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi
: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub-divisi
: Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Malphigiales
Famili
: Clusiaceae
Genus
: Garcinia
Spesies
: Garcinia mangostana L (Backer, 1963)
Gambar 2.1. Buah, Biji dan Pohon Manggis (Garcinia mangostana L.)(Mohamad bin Osman, 2006).
2.1.2. Nama Lokal Di Indonesia manggis mempunyai berbagai macam nama lokal seperti manggu (Jawa Barat), manggus (Lampung), Manggusto (Sulawesi Utara), manggista (Sumatera Barat) (Prihatman, 2000; ICUC, 2003). 6
7
2.1.3. Deskripsi Tanaman Pohon manggis memiliki tinggi 6-20 m. Batang tegak, batang pokok jelas, kulit batang coklat, memiliki getah kuning. Daun tunggal, duduk daun berhadapan atau bersilang berhadapan, helaian; mengkilat di permukaan, permukaan atas hijau gelap permukaan bawah hijau terang, bentuk elips memanjang, 12-23 x 4,5-10 cm, tangkai 1,5-2 cm. Bunga betina 1-3 di ujung batang, susunan menggarpu, garis tengah 5-6 cm. Mahkota terdiri dari 4 daun mahkota, bentuk telur terbalik, berdaging tebal, hijau kuning, tepi merah atau hampir semua merah. Benang sari mandul (staminodia) biasanya dalam tukal (kelompok). Bakal buah 4-8, kepala putik berjari-jari 4-6. Buah berbentuk bola tertekan, garis tengah 3,5-7 cm, ungu tua, dengan kepala putik duduk (tetap), kelopak tetap, dinding buah tebal, berdaging, ungu, dengan getah kuning. Biji diselimuti oleh selaput biji yang tebal berair, putih, dapat dimakan (termasuk biji yang gagal tumbuh sempurna). Waktu berbunga Mei - Januari. Tumbuhan ini dapat tumbuh di Jawa pada ketinggian 1-1000 m dpl pada berbagai tipe tanah (pada tanah liat dan lempung yang kaya bahan organik), sering sebagai tanaman buah. Iklim yang diperlukan adalah adanya kelembaban dan panas dengan curah hujan yang merata. Perbanyakan
tanaman
dapat
dilakukan
dengan
biji
yang
telah
dikecambahkan terlebih dahulu dalam kantong plastik (segera setelah dikeluarkan dari buah). Kecambah dapat ditanam di lapangan setelah berumur 2 - 3 tahun, dengan jarak tanam 10 m. Tanaman muda harus dilindungi/dinaungi dan akan berbuah setelah berumur 8-15 tahun. Pohon yang dipupuk akan lebih cepat berbuah (Prihatman, 2000). 2.1.4. Keanekaragaman Tidak kurang dari 200 jenis Garcinia tumbuh tersebar di seluruh dunia dan 100 jenis di antaranya terdapat di kawasan Asia Tenggara. Tiga puluh dari 100 jenis Garcinia di Asia Tenggara termasuk dalam buahbuahan yang dapat dimakan (edible fruits) (Jansen, 1991; Noor, 1998). Di Indonesia belum ada data tentang jumlah kekayaan keanekaragaman jenis Garcinia (Garcinia spp.). Dari hasil pengamatan spesimen herbarium dan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8
studi pustaka ternyata 64 jenis Garcinia (Garcinia spp.) terdapat di Indonesia dan Kalimantan mempunyai keanekaragaman jenis Garcinia yang tertinggi (25 jenis) jika dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya di Indonesia. Oleh karena itu, Kalimantan merupakan pusat keanekaragaman jenis Garcinia di Indonesia (Soecipto Hariyanto, 2007). Hanya 5 jenis saja yang dilaporkan telah di budidayakan di kebunkebun penduduk di seluruh Indonesia. Kelima jenis Garcinia yang telah di budidayakan adalah gelugur (G.atroviridis), mundu (G. dulcis), manggis (G. mangostana), kandis (G. nigrolineata), dan ceri (G. parviflora) (Jansen,1991). Namun Siregar (2006 ) melaporkan bahwa G. beccari yang tumbuh di Kalimantan juga telah
di budidayakan
dan
di tanam di
kawasan agroforestri di sekitar pemukiman penduduk (Soecipto Hariyanto, 2007). 2.1.5. Ekologi dan Penyebaran Manggis termasuk salah satu jenis tumbuhan tahunan yang hidup di hutan tropis teduh di kawasan Asia Tenggara dapat ditemukan di kawasan Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand (Hasanah, 2012). Dari Asia Tenggara tanaman manggis menyebar sampai ke daerah Amerika Tengah dan daerah tropis lainnya seperti Filipina, Papua New Guinea, Kamboja, Madagaskar, Honduras, Brazil dan Australia Utara (Prihatman, 2000; ICUC, 2003). Pertumbuhan buahnya di Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam terjadi pada bulan Mei hingga Januari, sedangkan di Australia pada bulan November hingga April (Osman dan Milan, 2006). 2.1.6. Budidaya Pohon manggis dapat diperbanyak dengan biji/bibit hasil penyambungan pucuk. Pohon yang ditanam dari biji baru berbunga pada umur 10-15 tahun sedangkan yang ditanam dari bibit hasil sambungan dapat berbunga pada umur 5-7 tahun (Prihatman, 2000). Biji yang akan dijadikan benih diambil dari buah tua yang berisi 5-6 segmen daging buah dengan 1-2 segmen yang berbiji, tidak rusak,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
beratnya minimal satu gram dan daya kecambah sedikitnya 75%. Buah diambil dari pohon yang berumur sedikitnya 10 tahun. Untuk pembuatan bibit dengan cara sambungan diperlukan batang bawah dan pucuk (entres) yang sehat. Batang bawah adalah bibit dari biji berumur lebih dari dua tahun dengan diameter batang 0.5 cm dan kulitnya berwarna hijau kecoklatan (Prihatman, 2000). Penyiapan benih dilakukan dengan menghilangkan daging buah, rendam buah dalam air bersih selama 1 minggu (dua hari sekali air diganti) sehingga lendir dan jamur terbuang. Biji akan mengelupas dengan sendirinya dan biji dicuci sampai bersih. Celupkan biji ke dalam fungisida Benlate dengan konsentrasi 3 g/L selama 2-5 menit. Kering anginkan biji di tempat teduh selama beberapa hari sampai kadar airnya 12-14% (Prihatman, 2000). Pucuk untuk sambungan berupa pucuk (satu buku) yang masih berdaun muda berasal dari pohon induk yang unggul dan sehat. Dua minggu sebelum penyambungan bagian bidang sayatan batang bawah dan pucuk diolesi zat pengatur tumbuh Adenin/Kinetin dengan konsentrasi 500 ppm untuk lebih memacu pertumbuhan (Prihatman, 2000).
2.1.7. Nilai Gizi dan Kandungan Kimia Biji Manggis (Garcinia mangostana) Buah manggis banyak mengandung serat dan karbohidrat, serta mengandung banyak sekali vitamin A, B2, B6 dan vitamin C dan mengandung berbagai mineral seperti zat besi, kalsium dan kalium. Kandungan kimia yang terdapat pada buah manggis antara lain gula sakarosa, dekstrosa dan levulosa (Yunitasari, 2011). Kulit buah manggis mengandung air 62,05%; lemak 0,63%; protein 0,71%; total gula 1,17%; dan karbohidrat 35,61%. Berbagai penelitian menunjukkan kulit buah manggis kaya akan antioksidan, terutama antosianin, xanthone, tanin dan asam fenolat (Yunitasari, 2011). Berdasarkan hasil penelitian, kulit manggis mengandung flavonoid, tanin, saponin, kuinon dan steroid (Norasmah, 1996).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10
Biji manggis mengandung vitamin C (Quisumbing, 1978). Selain itu, biji manggis juga mengandung metabolit sekunder seperti flavonoid, tanin, saponin, terpenoid dan alkaloid (Ajayi I. A, 2011). 2.1.8. Khasiat dan Kegunaan Manfaat tanaman manggis menurut Yunitasari (2011) adalah sebagai berikut: 1. Sebagai obat kanker. 2. Suplemen untuk diet. 3. Bahan pewarna. 4. Rebusan kulit buah manggis mempunyai efek antidiare. 5. Buah
manggis
muda
mempunyai
efek
speriniostatik
dan
spermisida. 6. Hasil penelitian dilaporkan bahwa mangostatin hasil isolasi dari kulit buah manggis mempunyai aktifitas antiinflamasi dan antioksidan 7. Hasil studi farmakologi dan biokimia dapat diketahui bahwa mangostatin secara kompetitif menghambat tidak hanya reseptor histamin H, mediator kontraksi otot lunak tetapi juga epiramin yang membangun tempat reseptor H1, pada sel otot lunak secara utuh. 8. Masyarakat menggunakan buah manggis untuk mengobati diare, radang amandel, keputihan, disentri, wasir, borok, dan sebagai peluruh dahak, serta mengobati sakit gigi. Kulit buah manggis digunakan untuk mengobati sariawan, disentri, nyeri urat, sembelit. Kulit batang buah manggis digunakan untuk mengatasi nyeri perut. Akarnya digunakan untuk mengatasi haid yang tidak teratur. 2.2.
Sistem Reproduksi Tikus Jantan Tikus adalah salah satu hewan penelitian yang paling banyak digunakan dalam fisiologis reproduksi. Testis tikus jantan terdapat pada dua kantung skortum yang dipisahkan oleh membran tipis yang terletak antara anus dan preputium. Testis tersebut kemudian turun dari
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11
hari ke 30–40 masa hidupnya dari rongga perut ke kantung skortum melalui kanalis inguinal terbuka. Jarak dubur kelamin pada tikus jantan lebih jauh daripada betina (Suckow, 2006). Testis terdiri dari tubulus seminiferus yang panjang dan berkelokkelok,
yang
pada
epitelnya
merupakan
tempat
berlangsungnya
spermatogenesis. Ujung dari tubulus seminiferus ini kemudian bermuara menuju epididimis (Barrett et al, 2010). Epididimis terdiri dari tiga bagian: kaput epididimis yang membesar di ujung proksimal pada testis, yang hampir seluruhnya terbenam ke dalam lemak; korpus epididimis yang terdapat di sekitar dorsomedial testis serta kauda epididimis pada ujung distal testis, merupakan tempat pematangan spermatozoa, yang kemudian bermuara ke vas deferens (Suckow, 2006).
Gambar 2.2 Penampang ventral Sistem Urogenital Tikus Jantan (Suckow, 2006). Diantara tubulus seminiferus di dalam testis terdapat sel Leydig yang merupakan sel interstisial berfungsi mensekresikan testosteron ke
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12
dalam pembuluh darah (Barrett et al, 2010). Selain sel germinal, di dalam tubulus seminiferus juga terdapat sel sertoli. Sel ini berperan secara metabolik dan struktural untuk menjaga spermatozoa yang sedang berkembang
juga
memfagosit
sitoplasma
spermatid
yang
telah
dikeluarkan. Ukuran sel sertoli sangat besar dengan selubung sitoplasma yang melimpah dan mengelilingi spermatogonia yang sedang berkembang (Guyton and Hall, 2006). Sel sertoli mensekresikan Androgen Binding Protein (ABP), inhibin dan Mullerian Inhibiting Substance (MIS). Sel sertoli mengandung aromatase, yaitu enzim yang berperan dalam perubahan androgen menjadi estrogen (Barrett et al, 2010). 2.2.1. Spermatozoa Proses
produksi
spermatozoa
di
dalam
testis
disebut
spermatogenesis. Spermatozoa pada hewan pengerat lebih panjang dari spesies mamalia lain, termasuk manusia dan hewan domestic pada umuumnya (Krinke, 2000). Kepala sperma tikus berbentuk kait, seperti pada hewan pengerat lainnya (gambar Gambar 2.3)
Gambar 2.3 Spermatozoa pada perbesaran 400x Sumber : Rat Sperm Morphological Assessment, Guideline Document Ed.1 Oktober 2000.
Gambar 2.4 Spermatozoa Sumber : Rat Sperm Morphological Assessment, Guideline Document Ed.1 Oktober 2000.
2.2.2. Spermatogenesis Spermatogenesis adalah proses terbentuknya spermatozoa sel primordial. spermatogenesis pada tikus terdiri dari 3 fase yaitu mitosis, meiosis dan spermiogenesis (Hess dan Franca, 2008). Pada tikus
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13
perkembangan spermatogonium, spermatosit atau spermatid saling terintegrasi dan terorganisasi dengan baik pada daerah yang sama dalam tubulus. Siklus epitel seminiferus dengan asosiasi sel yang jelas disebut “stage of the cycle” yang dilambangkan dengan huruf romawi I - XIV dan spermiogenesis dibagi atas 1-19 tahap (Krinke, 2000). Secara umum spermatogonium dibagi menjadi 3 tipe, yaitu tipe A, Intermediate, dan tipe B. Spermatogonium tipe A dibagi lagi menjadi A0 (yang disebut juga stem sel) dan tipe A1-A4. Spermatogonium tipe A0 terdapat di membran basal pada tubulus seminiferus dan mempunyai kemampuan untuk membelah menjadi 2 sel anak, yang salah satunya menjadi A1 spermatogonium. Pada tikus, A1 spermatogonia kemudian mengalami 6 tahap mitosis dan kemudian menjadi preleptotene spermatosit (Krinke, 2000). Spermatosit kemudian bermeiosis, dimana spematosit berkembang dari leptotene, zygotene dan pakiten untuk menjadi spermatosit sekunder pada komponen ad luminal dari sel sertoli pada tubulus seminiferus. Selama fase meiosis, setiap spermatosit membelah menjadi 4 spermatid yang bersifat haploid (Krinke, 2000). Spermiogenesis terdiri dari 4 fase yaitu fase golgi, fase cap, fase akrosom dan fase maturasi (Hess dan Franca, 2008). Fase golgi (tahap 13) terdapat granul akrosom, fase cap (tahap 4-7) adanya head cap pada granul akrosom yang membesar yang menutupi 1/3 bagian nucleus, fase akrosom (8-14) nukleus dan head cap memanjang, sedangkan pada tahap 13 dan 14 nukleusnya menjadi lebih pendek dan sitoplasma terkondensasi di sepanjang ekor serta terlihat ekor memanjang, fase maturasi (15-19) terlihat pada tahap 19 spermatozoa dilepaskan ke arah lumen dan ekor mengarah ke lumen (Krinke, 2000).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
Gambar 2.5 .Siklus Spermatogenesis pada Tikus Tahap siklus sel dalam spermatogenesis tikus dimulai se arah jarum jam dari kiri bawah A, spermatogonium tipe A; In, spermatogonium tipe intermediate, B, spermatogonium tipe B; R, resting spermatosit primer; L,Leptotene spermatosit; Z, zygotene spermatosit; P (I), P (VII), P (XII), awal, pertengahan dan akhir spermatosit pakiten. Angka romawi menunjukkan tahap siklus dimana mereka ditemukan; DI, diplotene; II, spermatosit sekunder; 1 – 19, langkah-langkah spermiogenesis. Tabel di tengah memberikan komposisi cellular tahapan siklus epitel seminiferus (I – XIV). M superscript mengindikasikan terjadinya mitosis. Diadaptasi dari Clermont dengan sedikit modifikasi (1962) (Krinke, 2000).
2.2.3. Hormon yang mengontrol Spermatogenesis Proses spermatogenesis dipengaruhi oleh hormon-hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus, hipofisis dan testis sendiri. Hormon yang terlibat adalah testosteron, Hormon Lutein (LH), hormon
perangsang
folikel (FSH: Follicle Stimulating Hormone), estrogen, dan hormon pertumbuhan lainnya. Testis selain sebagai organ penghasil sperma juga menghasilkan hormon-hormon seperti testosteron, dihidrotestosteron, estradiol, progesteron dan lain-lain (Speroff , Glass RH, Kase NG, 1999). 1. Testosteron Sekresi hormon ini oleh sel-sel Leydig yang terletak di intersisium testis. Hormon ini memengang peranan penting pada satu tahap penting
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
proses pembelahan sel-sel germinal untuk pembentukan sperma, terutama pembelahan miosis untuk membentuk spermatosit sekunder. Hormon ini mengontrol perkembangan organ reproduksi pria dan tanda seks sekunder pada pria berupa pembesaran laring, perubahan suara, pertumbuhan rambut ketiak, pubis, dada, kumis dan jenggot. Juga pertumbuhan otot dan tulang (Speroff , Glass RH, Kase NG, 1999). 2. Hormon Lutein Hormon ini disekresikan oleh sel bagian anterior. Berperan dalam stimulasi sel-sel Leydig untuk meproduksi testosteron, juga menyebabkan dihasilkannya estradiol (Speroff , Glass RH, Kase NG, 1999). 3. FSH Dihasilkan oleh sel basofil lobus anterior hipofise. Pada testis hormon ini mengakibatkan terpacunya Adenyl cyclase di dalam sel sertoli yang berperan dalam meningkatkan produksi cyclic AMP, memacu produksi androgen binding protein (ABP) di dalam tubuli semeniferus dan di dalam epididymis. Dengan demikian FSH bekerja menyiapkan kadar androgen yang cukup untuk sel germinal dan memacu pendewasaan spermatozoa di dalam epididymis (Speroff , Glass RH, Kase NG, 1999). 4. Estrogen Dibentuk oleh sel-sel sertoli ketika sedang di stimulasi oleh FSH. Hormon ini kemungkinan diperlukan pada proses spermiasi. Sel-sel sertoli juga mengsekresikan suatu protein pengikat androgen. Yang mengikat baik testosterone dan estrogen maupun keduanya ke dalam cairan tubulus seminiferus, yang di perlukan untuk maturasi sperma (Speroff , Glass RH, Kase NG, 1999). 5. Hormon pertumbuhan lainnya Seperti juga pada sebagian hormon lainnya di perlu kan untuk mengatur latarbelakang fungsi metabolisme testis. Hormon pertumbuhan secara khusus meningkatkan pembelahan awal spermatogenesis (Speroff, Glass RH, Kase NG, 1999).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16
2.3.
Karakteristik Tikus Sprague-Dawley Tikus merupakan hewan laboratorium yang banyak digunakan dalam penelitian dan percobaan antara lain mempelajari pengaruh obatobatan, toksisitas, metabolism, embriologi maupun dalam mempelajari tingkah laku (Malole dan Pramono, 1989). Penelitian ini menggunakan tikus putih jantan galur Sprague Dawley. Warna putih (albino). Jumlah anak rata-rata 6-12 ekor dengan berat 5–6 gram saat lahir. Berat tikus dewasa adalah 250–300 gram (betina); 450-520 gram (jantan). Rentang hidup 2,5-3,5 tahun. Laju pernafasan: 70-115 napas/menit. Denyut jantung: 250-450 denyut/menit. Gigi seri open-rooted dan tumbuh terus menerus. Tikus akan menggigit atau “mencubit” dengan gigi seri yang tajam jika salah penanganan (SAGE®Labs, 2013). Rekomendasi diet: DietLab #5R24 (RMH2500), tikus sebaiknya diberi makanan tikus atau rodent komersial dan air ad lib. Pola diet ini adalah nutrisi lengkap dan makanan
sekitar
tidak
5g/100gBB/hari,
memerlukan asupan
suplemen. Asupan air
sekitar
10–12
mL/100gBB/hari (SAGE®Labs, 2013). 2.4.
Ekstraksi Dan Ekstrak Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Ekstraksi juga merupakan penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang diinginkan larut. Bahan mentah obat yang berasal dari tumbuhtumbuhan atau hewan tidak perlu diproses lebih lanjut kecuali dikumpulkan dan dikeringkan. Bahan-bahan dalam tanaman terdiri dari campuran zat yang heterogen, beberapa mempunyai efek farmakologi dan oleh karena itu dianggap sebagai zat yang dibutuhkan dan zat lain yang tidak aktif secara farmakologi dianggap sebagai zat inert (Depkes, 2000). Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. Adapun beberapa cara
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17
ekstraksi yaitu ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara dingin dan ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara panas. 2.4.1. Ekstraksi dengan menggunakan Pelarut Cara Dingin 1.
Maserasi Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (Depkes RI, 2000).
2.
Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan (Depkes RI, 2000).
2.4.2. Ekstraksi dengan Menggunakan Pelarut Cara Panas 1. Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3- 5 kali sehingga termasuk proses ekstraksi sempurna (Depkes RI, 2000). 2. Soxlet Soxlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000). 3. Digesti Digesti adalah maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang lebih tinggi dari ruangan kamar yaitu 40- 50˚C (Depkes RI, 2000). 4. Infus Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air, temperatur terukur 96-98˚ C selama waktu tertentu (15-20 menit) (Depkes RI, 2000).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
5. Dekokta Dekok adalah infus pada waktu lebih lama ( ≥ 30 menit) dan temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 2000). 2.5
Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) ELISA merupakan metode immunoassay yang menggunakan enzim sebagai label. Metode ELISA dibagi 2 jenis teknik yaitu teknik kompetitif dan non kompetitif. Teknik non kompetitif ini dibagi menjadi dua yaitu sandwich dan indirek. Pemeriksaan hormon menggunakan teknik kompetitif dan sandwich (Kricka, 1999; Asihara, 2001).
2.5.1 Competitive Assay Format Competitive Assay Format
adalah format pengujian dengan
kombinasi dari analit yang jumlahnya tidak diketahui pada sampel dan analit dari referensi (Kit) untuk bersaing mengikat daerah ikatan antibodi (antibody binding site) dalam jumlah yang terbatas.
Gambar 2.6 Competitive Assay Format (Technical Guide for ELISA, 2013)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19
Antibodi dengan berbagai spesifikasi
Antigen dengan berbagai epitop
Protein untuk memblok nonspecific binding site
Streptavidin
enzim
Gambar 2.7 keterangan gambar (Technical Guide for ELISA, 2013)
Gambar 2A menjelaskan, analit sampel yang ditambahkan berkompetisi dengan solid phase adsorbed analit referensi (kit) untuk mengikat antibodi berlabel dalam jumlah yang terbatas. Pada gambar 2B menjelaskan, analit referensi yang berlabel dalam larutan dikombinasi dengan analit sampel berkompetisi untuk mengikat solid phase adsorbed antibody dalam jumlah yang terbatas. 2.5.2 Non Competitive Assay Format Non competitive assay adalah format pengujian dimana daerah ikatan antibodi yang ada lebih dari jumlah analit yang dideteksi. Sehingga format non kompetitif ini yang paling sensitif.
Gambar 2.8 Non competitive Assay (Technical Guide for ELISA, 2013)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
2.5.3 Sandwich Assay Format Prinsip dasar dari sandwich assay adalah sampel yang mengandung antigen direaksikan dengan antibodi spesifik pertama yang terikat dengan fase padat. Selanjutnya ditambahkan antibodi spesifik kedua yang berlabel enzim dan ditambahkan substrat dari enzim tersebut (Asihara, 2001).
Gambar 2.9 Sandwich Assay Format (Technical Guide for ELISA, 2013)
Keuntungan metode ELISA yaitu: 1. Cukup sensitif 2. Reagen relatif murah dan dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama 3. Dapat memeriksa beberapa parameter sekaligus 4. Peralatan mudah didapat 5. Tidak menggunakan zat radiasi (Asihara, 2001) Kerugian metode ELISA: 1. Pemeriksaan menggunakan enzim sebagai label cukup kompleks karena akvitas enzim dipengaruhi oleh berbagai faktor (Asihara, 2001) 2.5.4
Kit ELISA Kit
ELISA
testosteron
adalah
fase
padat
enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA) dengan prinsip competitive binding. Sumuran mikrotiter dilapisi secara langsung dengan antibodi monoklonal tikus untuk sisi antigen unik pada molekul testosteron. Testosteron endogen dari sampel hewan uji berkompetisi dengan semacam testosteron konjugat peroksidase untuk berikatan dengan lapisan antibodi. Setelah
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21
inkubasi konjugat yang tidak terikat dihilangkan. Jumlah dari ikatan konjugat peroksidase adalah berbanding terbalik terhadap konsentrasi testosteron sampel. Setelah penambahan larutan substrat, intensitas warna berkembang berbanding terbalik dengan konsentrasi dari sampel hewan uji.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1.
WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2014 hingga Mei 2014. Pembuatan ekstrak dilakukan di laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia, pemeliharaan dan perlakuan hewan uji di Animal House (AH). Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2.
ALAT DAN BAHAN
3.2.1
Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender (Philips), timbangan analitik (AND GH-202 dan Wiggen Hauser), botol maserasi, vacuum rotary evaporator (EYELA), erlenmeyer, beaker glass, batang pengaduk, spatula, kertas saring, kapas, corong gelas, tabung reaksi, pipet tetes, cawan penguap, botol timbang, kurs silikat, oven (Memmert), tanur (Thermo Scientific), freeze dryer, alumunium foil, timbangan, kandang tikus beserta tempat makanan dan minum, sonde oral, syringe, wadah pembiusan, alat bedah minor, kaca objek dan cover glass, mikropipet (Eppendorf Research plus), Eppendorf
tube, centrifuge,
vortex, mikroskop cahaya (Motic dan Epson), Hemositometer Improved Neubauer (NESCO), freezer, waterbath, desikator, Kit ELISA dan ELISA reader. 3.2.2. Bahan Penelitian Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak etanol 70% dari biji buah manggis (Garcinia mangostana L.) yang diperoleh dari Perkebunan Manggis di Lubuk Alung, Padang. Sebelum dilakukan penelitian, buah manggis terlebih dahulu dideterminasi di “Herbarium Bogoriense”, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi – LIPI Bogor untuk memastikan kebenaran bahan uji.
22
23
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol 70%, pereaksi untuk penapisan fitokimia (HCl pekat; HCl 2N; pereaksi Mayer; asam asetat anhidrat; asam sulfat pekat; magnesium; ammoniak 1%; kloroform; Aquadest; H2SO4 pekat; FeCl3 0,1%; pereaksi stiasny; natrium asetat). Natrium karbonil metil selulosa untuk penyiapan suspensi zat aktif. Penyiapan sperma (normal saline water); larutan George; NaCl fisiologis; dan larutan Baker‟s buffer (glukosa 3%; Na2HPO4 2 H2O 0,31%; NaCl 0,2%; KH2PO4 0,01%). 3.2.3. Hewan Uji Hewan uji yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan strain Sprague Dawley yang sehat dan fertil berumur 2,5 – 3 bulan dengan berat badan 200-300 gram yang diperoleh dari Animal Facility and Modeling Provider Institut Pertanian Bogor (IPB). 3.3.
RANCANGAN PENELITIAN
3.3.1. Besar Sampel Penelitian ini bersifat eksperimental yang terbagi dalam 5 kelompok perlakuan yang masing – masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus putih jantan strain Sprague Dawley (WHO,2000). Hewan uji yang digunkan sebanyak 25 ekor tikus. 3.3.2. Dosis Perlakuan Acuan dosis yang digunakan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Azrifitria (2012). Perhitungan dosis yang diberikan dapat dilihat pada lampiran. Pemberian ekstrak dilakukan selama 48 hari sesuai dengan siklus spermatogenesis tikus (Krinke, 2000).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24
Tabel 3.1. Rancangan Percobaan Kelompok
I (Kontrol)
Perlakuan
Tikus diberikan
Lama
Pengukuran/Bagian yang
Pemberian
digunakan
48 hari
(Natrium CMC 0,5%)
Darah dari vena lateral ekor (testosteron Serum)
sebanyak 1 mL/0,2kgBB.
Sperma dikeluarkan dari Kauda epididimis
II
(Dosis Tikus diberikan ekstrak
rendah)
48 hari
biji manggis (Garcinia
ekor (testosteron Serum)
mangostana L) dengan dosis 1mg/0,2 kgBB III (Dosis Tikus diberikan ekstrak sedang)
48 hari
dosis 10mg/0,2 kgBB 48 hari
dosis 20mg/0,2 kgBB
(aktivitas
kemudian sperma
Spermisi-
dikeluarkan dari kauda
dal)
epididimis untuk uji
Darah dari vena lateral ekor (testosteron Serum)
mangostana L) dengan
Tikus dimatikan,
Sperma dikeluarkan dari Kauda epididimis
biji manggis (Garcinia
V
Darah dari vena lateral ekor (testosteron Serum)
mangostana L) dengan
tinggi)
Sperma dikeluarkan dari Kauda epididimis
biji manggis (Garcinia
IV (Dosis Tikus diberikan ekstrak
Darah dari vena lateral
Sperma dikeluarkan dari Kauda epididimis
-
Sperma dikeluarkan dari Kauda epididimis
aktivitas spermisidal
3.4.
Prosedur Kerja
3.4.1. Penyiapan Simplisia dan Pembuatan Ekstrak Sebanyak 100 kg buah manggis yang telah matang dikupas, bijinya dipisahkan dan dikumpulkan. Biji manggis yang telah dikumpulkan kemudian dicuci bersih dengan air mengalir dan dikering-anginkan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25
Biji manggis yang telah kering dihaluskan dengan blender hingga menjadi serbuk. Serbuk biji manggis ditimbang dan dimaserasi dengan menggunakan etanol 70% selama 72 jam kemudian disaring. Proses maserasi ini diulang hingga dihasilkan maserat yang berwarna pucat (mendekati tidak berwarna). Filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak kental. Jika belum didapatkan ekstrak kental, maka proses pemekatan ekstrak dilanjutkan dengan freeze dryer dan kemudian ekstrak kental ditimbang. 3.4.2. Penapisan Fitokimia Pengujian golongan metabolit sekunder dilakukan terhadap golongan : 1. Tanin Sebanyak 0,5 gram ekstrak dalam cawan ditambahkan 2 mL etanol 70% kemudian diaduk dibagi menjadi 3 tabung reaksi, tabung pertama ditambahkan FeCl3 sebanyak 3 tetes, jika menghasilkan biru karakteristik, biru-hitam, hijau atau biru-hijau dan endapan. Kedua, ditambahkan pereaksi stiasny kemudian dipanaskan, positif tanin terkondensasi berwana merah jambu. Ketiga, ditambahkan natrium asetat dan FeCl3, positif tanin terhidrolisis biru tinta (Mojab, Kamalinejad, Ghaderi, & Vahidipour, 2003). 2. Alkaloid Sebanyak 0,5 gram ekstrak dalam tabung reaksi ditambahkan 2 mL etanol 70% kemudian diaduk, ditambahkan 5 ml HCl 2 N, dipanaskan pada penangas air. Setelah dingin, campuran disaring dan filtrat ditambahkan beberapa tetes reagen Mayer. Sampel kemudian diamati hingga keruh atau ada endapan (Mojab, Kamalinejad, Ghaderi, & Vahidipour, 2003). 3. Saponin Sebanyak 0,5 gram ekstrak dalam tabung reaksi ditambahkan 2 mL etanol 70% kemudian diaduk, ditambahkan dengan 20 mL aquabides dan dikocok kemudian didiamkan selama 15-20 menit.Jika tidak ada busa = negatif; busa lebih dari 1 cm = positif lemah; busa dengan tinggi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26
1,2 cm = positif; dan busa lebih besar dari 2 cm = positif kuat (Mojab, Kamalinejad, Ghaderi, & Vahidipour, 2003; Sarma & Babu, 2011). 4. Flavonoid Sebanyak 0,5 gram ekstrak dalam cawan ditambahkan 2 mL etanol 70% kemudian diaduk, ditambahkan serbuk magnesium 0,5 g dan 3 tetes HCl pekat. Terbentuknya warna jingga sampai merah menunjukkan adanya flavon, merah sampai merah padam menunjukkan flavanol, merah padam sampai merah keunguan menunjukkan flavanon (Mojab, Kamalinejad, Ghaderi, & Vahidipour, 2003). 5. Terpenoid Sebanyak 0,5 gram ekstrak dalam tabung reaksi ditambahkan 2 mL etanol 70% kemudian diaduk, ditambahkan 1 mL kloroform dan 1 mL asetat anhidrida lalu didinginkan. Setelah dingin, ditambahkan H2SO4. Jika terjadi warna kemerahan, menunjukkan adanya triterpenoid (Mandal dan Ghasal, 2012). 6. Steroid Sebanyak 0,5 gram ekstrak dalam tabung reaksi ditambahkan 2 mL etanol 70% kemudian diaduk, ditambahkan 2 mL kloroform, kemudian ditambahkan 2 mL H2SO4 pekat dengan cara diteteskan pelan-pelan dari sisi dinding tabung reaksi. Pembentukan cincin warna merah menunjukkan adanya steroid (Mandal dan Ghasal, 2012). 3.4.3. Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik 1.
Parameter Spesifik Identitas ekstrak dengan deskripsi tata nama sebagai berikut: nama ekstrak, nama latin tumbuhan (sistematika botani), bagian tumbuhan yang digunakan, nama Indonesia tumbuhan (Depkes RI, 2000). Organoleptik
diamati
menggunakan
panca
indera
untuk
mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa sebagai berikut: bentuk
: padat, serbuk-kering, kental, cair,
warna
: kuning, coklat dll,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
2.
bau
: aromatic, tidak berbau dll,
rasa
: manis, pahit, kelat dll (Depkes RI, 2000).
Parameter Non Spesifik a. Susut pengeringan Ekstrak ditimbang secara seksama sebanyak 1 gram kemudian dimasukkan ke dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105oC selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol timbang dengan menggoyang-goyangkan botol hingga membentuk lapisan setebal 5 mm sampai 10 mm. jika ekstrak yang diuji adalah ekstrak kental, ratakan dengan batang pengaduk. Kemudian dimasukkan ke dalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol dalam keadaan tertutup mendingin dalam desikator hingga suhu kamar. Jika ekstrak sulit kering dan mencair pada pemanasan, ditambahkan 1 gram silica pengering yang telah ditimbang secara seksama. Setelah dikeringkankan dan disimpan dalam desikator pada suhu kamar, silica tersebut dicampurkan secara rata dengan ekstrak pada saat panas, kemudian keringkan kembali pada suhu penetapan hingga bobot tetap (Depkes RI, 2000). b. Kadar abu Sebanyak 2 gram ekstrak yang telah digerus dan timbang secara seksama dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, ratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan kemudian ditimbang. Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa kertas dan kertas saring dalam kurs yang sama. Masukkan filtrat ke dalam kurs, uapkan. Kemudian pijarkan hingga bobot tetap, lalu ditimbang. Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 2000).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
3.4.4. Penyiapan Hewan Coba Tikus jantan galur Sprague-Dawley diaklimatisasi di animal house Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan selama 1 minggu. Diberi makan dan minum ad libitum. Ekstrak etanol biji manggis diberikan secara oral menggunakan sonde sekali setiap hari selama 48 hari dengan dosis seperti tertera pada tabel rancangan percobaan (Tabel 3.1). 1. Kelompok I diberikan suspensi Natrium CMC. 2. Kelompok II ekstrak biji manggis 1 mg/0,2 kgBB yang disuspensikan ke dalam larutan Natrium CMC. 3. Kelompok III ekstrak biji manggis 10 mg/0,2kgBB yang disuspensikan ke dalam larutan Natrium CMC. 4. Kelompok IV ekstrak biji manggis 20 mg/0,2kgBB yang disuspensikan ke dalam larutan Natrium CMC.
3.4.5. Pengukuran Parameter 1. Perhitungan konsentrasi spermatozoa Perhitungan konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan cara mengambil spermatozoa pada kauda epididimis. Spermatozoa yang didapat diletakkan dalam cawan penguap yang berisi cairan NaCl sebanyak 500 µL. spermatozoa dimasukkan ke dalam kamar Neubauer (Hemasitometer) sampai kamar Neubauer terisi rata. Kemudian dihitung jumlah spermatozoa pada salah satu kamar hitung Neubauer dan selanjutnya ditentukan pengenceran yang akan dilakukan dan jumlah kotak yang akan dihitung (Tabel 3.2). (Ilyas, 2007) Tabel 3.2. pengenceran yang dilakukan dan kotak yang dihitung No.
Jumlah
Spermatozoa Faktor
Kotak
kecil
dalam 1 kotak
pengenceran
yang dihitung
1.
>40
50 kali
5
2.
15-40
20 kali
10
3.
<15
10 kali
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29
Dari jumlah spermatozoa yang diketahui, maka dilakukan pengenceran spermatozoa berdasarkan jumlah spermatozoa yang terhitung (Ilyas, 2007). Tabel 3.3. Cara Pengenceran No Pengencera . n 1. 50 kali
2. 3.
20 kali 10 kali
Pembuatan Pengenceran a. 980 µL larutan George + 20 µL spermatozoa b. 2.450 µL Larutan George + 50 µL spermatozoa 950 µL larutan George + 50 µL spermatozoa a. 900 µL larutan George + 100 µL spermatozoa b. 450 µL larutan George + 50 µL spermatozoa
Setelah pengenceran, dilakukan perhitungan spermatozoa dengan jumlah kotak yang dihitung sesuai dengan jumlah spermatozoa dan cara pengenceran pada table 3.3. Kemudian dilakukan pengukuran konsentrasi spermatozoa sesuai dengan rumus di bawah ini (Ilyas, 2007) (3.2) Keterangan: n
= jumlah spermatozoa yang dihitung
10.000
= volume kamar hitung Neubauer
Fp
= factor pengenceran
25
= total kotak kecil yang terdapat dalam kamar hitung Neubauer
k
= kotak kecil yang dihitung pada saat pengamatan
vNaCl
= volume NaCl fisiologis (mL) yang digunakan untuk
membantu mengeluarkan spermatozoa dari kauda epididimis. Perhitungan konsentrasi spermatozoa (juta/mL) dapat terlihat dari tabel 3.4 berikut.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30
Tabel 3.4. Rumus Konsentrasi Spermatozoa No. Jumlah
kotak
yang Rumus konsentrasi Spermatozoa
dihitung 1.
5
n x 10.000 x 50 x 5 x 0,5
2.
10
n x 10.000 x 20 x 2,5 x 0,5
3.
25
n x 10.000 x 10 x 1 x 0,5
2. Konsentrasi hormon testosteron Selama 48 hari tikus diberikan perlakuan dengan cara memberikan ekstrak etanol biji manggis per oral. Pada hari ke 0 dan 49 dilakukan pengambilan darah melalui vena lateral ekor sebanyak 1 mL, kemudian dimasukkan ke dalam tube. Darah dalam tube disentrifugasi dengan kecepatan 3.000 rpm untuk memisahkan serum yang akan digunakan untuk mengukur konsentrasi testosteron tikus. Serum kemudian disimpan dalam freezer suhu -20oC sampai hari ke-49. Pengukuran konsentrasi hormon testosteron plasma dilakukan di laboratorium dengan menggunakan kit ELISA Testosteron dari DRG International pada hari ke 48. Kadar hormon minimal yang dapat terdeteksi pada kit ini adalah 0,086 ng/mL. Prosedur pengukuran hormon dilakukan berdasarkan instruksi manual yang disertakan dalam
kit
(Tanga Krishna, 2012). Prosedur pengukuran kadar testosteron menggunakan kit ELISA, larutan standar, kontrol dan sampel, dipipet masing-masing sebanyak 25 µL ke dalam wells. Enzyme conjugate dipipet sebanyak 200 µL ke dalam setiap wells, kemudian dicampurkan selama 10 detik. Hal yang penting adalah tahap pencampuran hingga selesai. Campuran tersebut kemudian diinkubasi selama 60 menit pada suhu ruangan (tanpa menutup plate), wells kemudian digoyangkan dengan cepat. Wells diteteskan dengan wash solution (400 µL per well ), wells diletakan di atas kertas penyerap untuk menhapus sisa tetesan. Substrate solution sebanyak 200 µL ditambahkan ke dalam wells. Setelah itu diinkubasi selama 15 menit pada suhu
ruangan. Penghentian reaksi enzimatik dilakukan dengan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
penambahan Tentukan
stop solution sebanyak 100 µL ke dalam setiap wells.
nilai absorbansi setiap wells pada 450 ± 10 nm dengan
microtiter plate reader waktu yang direkomendasikan untuk membaca nilai absorbansi setiap wells adalah 10 menit setelah penambahan stop solution. 3.
Aktivitas Spermisidal Aktivitas spermisidal ditentukan dengan menggunakan versi modifikasi dari protokol asli (Sander dan Metode Cramer) yang mengukur konsentrasi minimum zat spermisida yang dibutuhkan untuk membunuh 100 % sperma dalam 20 detik. Tikus yang digunakan adalah tikus yang fertil. Tikus kemudian dikorbankan untuk mengambil kauda epididimis kemudian semen dikumpulkan dan diinkubasi dengan normal saline water untuk uji in vitro dari sperma tikus. Sperma yang digunakan mempunyai motilitas (≥50%) (Ashish Ranjan Singth, 2013), sehingga dilakukan pengujian motilitas sperma yang akan digunakan untuk membuktikan bahwa tikus yang digunakan fertil. Ekstrak etanol 70% biji manggis dengan berbagai konsentrasi (50, 60, 70, 80, 90 dan 100 mg/mL) dicampur dengan suspensi sperma yang mengandung 1 juta sperma. Campuran diamati di bawah mikroskop selama 20 detik di perbesaran 10X dan diamati motilitas sperma. Konsentrasi dicatat jika ada sperma motil yang terlihat, lalu 250 µL buffer ditambahkan ke semua campuran dan diinkubasi pada suhu 37°C selama minimal 60 menit. Larutan tersebut perlahan-lahan di vortex dan diamati lagi setiap sperma yang motil. Konsentrasi dicatat sebagai hasil yang efektif jika kedua tes menunjukkan tidak adanya sperma motil. Titik akhir adalah konsentrasi terendah dari Ekstrak biji manggis yang menyebabkan imobilisasi semua sperma dalam 20 detik pencampuran (Ashish Ranjan Singth, 2013).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
32
3.5.
ANALISA DATA Data hasil percobaan
dianalisis untuk melihat penurunan
konsentrasi spermatozoa, testosteron dan aktivitas spermisidal dari masing-masing kelompok perlakuan. Analisis data menggunakan program pengolahan data statistic SPSS 16 yang meliputi uji normalitas, uji homogenitas, uji parametrik (one-way ANOVA) atau non parametrik (Kruskal Wallis). Jika hasil dari uji ANOVA maupun Kruskal Wallis menunjukkan perbedaan yang nyata (p≤0,05) maka analisis data dilanjutkan menggunakan uji Least Significant Difference (LSD).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
HASIL PENELITIAN
4.1.1
Determinasi Tanaman Determinasi tanaman dilakukan di “Herbarium Bogoriense”, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor. Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman uji adalah benar tanaman manggis (Garcinia mangostana L) suku Clusiaceae. Surat pernyataan hasil determinasi dapat dilihat pada lampiran 1.
4.1.2
Ekstraksi Dari 100 kg buah manggis segar, diperoleh 186,56 gram serbuk biji manggis (Garcinia mangostana L.). Serbuk biji manggis dimaserasi dengan etanol 70% hingga dihasilkan maserat yang berwarna pucat (lebih bening daripada maserat awal). Ekstrak cair yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator. Ekstrak yang diperoleh belum menjadi ekstrak kental, maka ekstrak dipekatkan dengan freeze dryer di Pusat Penelitian Mikrobiologi-LIPI Bogor. Ekstrak kental yang diperoleh sebanyak 19,92 gram. Sehingga dihasilkan rendemen 10,68%, perhitungan rendemen dapat dilihat pada lampiran 7.
4.1.3
Penapisan Fitokimia Ekstrak Hasil penapisan fitokimia ekatrak biji manggis (Garcinia mangostana L.) ditunjukkan pada tabel 4.1 Tabel 4.1 Hasil Penapisan Fitokimia Penapisan Fitokimia
Hasil
Tanin
Positif
Alkaloid
Negatif
Flavonoid
Positif
Saponin
Negatif
Terpenoid
Positif
Steroid
Positif
33
34
4.1.4
Pengujian Parameter Ekstrak Hasil pengujian parameter spesifik dan nonspesifik ekstrak biji manggis (Garcinia mangostana L.) dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2 Pengujian Parameter Ekstrak Parameter
Hasil
Parameter
1.
Identitas Ekstrak
Spesifik
a.
Nama latin tumbuhan
Garcinia mangostana L.
b.
Bagian tumbuhan yang
Biji
digunakan c.
Nama Indonesia
Manggis
tumbuhan 2.
Organoleptik
a.
Bentuk
Keras seperti karamel
b.
Warna
Coklat
c.
Bau
Khas
1. Parameter
Susut pengeringan
8,36 %
nonspesifik 2.
Kadar abu
13,75 %
Persentase Rendemen
10,68 %
3.
4.1.5
Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa Data hasil perhitungan konsentrasi spermatozoa dapat dilihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4 Konsentrasi Spermatozoa Kelompok Konsentrasi Spermatozoa (juta/mL) ± SD Kontrol
44,75 ± 16,00
Dosis 5 mg/KgBB
27,34 ±12,62
Dosis 50 mg/KgBB
26,00 ± 4,06
Dosis 100 mg/KgBB
21,12 ± 3,63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
konsentrasi spermatozoa (juta/mL)
Grafik Konsentrasi Spermatozoa 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
44,75
27,343
26 21,12
Kontrol
5 mg/KgBB 50 mg/KgBB kelompok dosis
100 mg/KgBB
Gambar 4.2 Grafik Konsentrasi Spermatozoa Hasil perhitungan konsentrasi spermatozoa menunjukkan adanya penurunan konsentrasi seiring dengan peningkatan dosis ekstrak biji manggis yang diberikan pada hewan coba. Data hasil perhitungan kemudian diolah secara statistik dengan uji one-way ANOVA. Hasil varian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan secara bermakna (p≤0,05) hasil analisis statistik dapat dilihat pada lampiran 11. 4.1.6
Perngukuran Konsentrasi Testosteron Pengukuran Konsentrasi testosteron dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pertama pada hari ke-0 sebelum pemberian ekstrak. Ekstrak diberikan selama 48 hari. Pada hari ke-49 sebelum dikorbankan, tikus diambil darahnya kembali. Hasil pengukuran konsentrasi testosteron dapat dilihat pada tabel 4.5. Tabel 4.5 Konsentrasi Testosteron Kelompok
Konsentrasi Testosteron ± SD H-0
H-49
Kontrol
1,87 ± 0,67
0,83 ± 0,47
5 mg/KgBB
3,09 ± 1,17
2,54 ± 2,89
50 mg/KgBB
3,55 ± 2,16
5,60 ± 6,24
100 mg/KgBB
4,87 ± 4,34
4,97 ± 3,76
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
Grafik Konsentrasi Testosteron konsentrasi testosteron (ng/mL)
6
5,6 4,87 4,97
5 4
3,55 3,09
3 2
H-0
2,54
H-49
1,87 0,83
1 0
Kontrol
Rendah Sedang kelompok dosis
Tinggi
Gambar 4.3 Grafik Konsentrasi Testosteron Dari pengamatan di atas dapat dilihat terjadi penurunan konsentrasi testosteron dari hari ke-0 dibandingkan hari ke-49 disetiap kelompok, kecuali pada kelompok dosis sedang (50 mg/kgBB) dan tinggi (100 mg/kgBB).
Data
tersebut
kemudian
diolah
secara
statistik
menggunakan SPSS 16. Hasil analisis varian menunjukkan bahwa perubahan konsentrasi testosteron yang terjadi tidak berbeda bermakna (p>0,05). Hasil analisa statistik dapat dilihat pada lampiran 13.
4.1.7 Pengujian Aktivitas Spermisidal Pengujian aktivitas spermisidal dilakukan dengan metode Sander dan Cramer dengan variasi dosis (50, 60, 70, 80, 90 dan 100 mg/mL). Hasil pengamatan dapat di lihat pada tabel 4.6. Tabel 4.6 hasil pengujian aktivitas spermisidal Konsentrasi Ekstrak (mg/mL)
awal
50 60 70 80 90 100
96,19 92,59 94,40 94,48 94,48 93,49
Motilitas (%) setelah diberikan ekstrak (setelah 20 detik) 18,86 15,34 9,90 7,90 1,47 0
MEC
100 mg/mL
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
motilitas setelah 20 detik pemberian ekstrak (%)
Grafik Motilitas setelah 20 detik 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
motilitas
0
20
40
60
80
100
100; 0 120
dosis (mg/mL)
Gambar 4.4 Grafik Persentase Motilitas setelah 20 detik pemberian ekstrak etanol 70% biji manggis Dari hasil pengamatan dapat dilihat konsentrasi efektif minimum (MEC) ekstrak etanol 70% biji manggis untuk membunuh 100% sperma adalah 100 mg/mL.
4.2
PEMBAHASAN Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai antifertilitas adalah Garcinia mangostana L. Bagian yang digunakan adalah biji manggis. Buah manggis diperoleh dari Lubuk Alung, Padang. Biji manggis yang digunakan berasal dari buah manggis yang telah matang, dengan kulit buah berwarna ungu kemerahan. Determinasi tanaman dilakukan di „Herbarium Bogoriense”, bidang botani Pusat Penelitian Biologi – LIPI Bogor, menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan adalah benar Garcinia mangostana L. dari famili Clusiaceae. Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi. Maserasi dipilih karena menggunakan peralatan yang sederhana dan mudah dalam proses pengerjaannya. Metode maserasi juga dapat digunakan untuk menarik senyawa – senyawa yang tidak tahan terhadap pemanasan. Pelarut yang digunakan adalah etanol. Etanol digunakan untuk maserasi karena sifatnya yang polar.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38
Konsentrasi pelarut yang digunakan adalah 70% karena sampel yang diuji merupakan simplisia kering, sehingga kandungan air pada etanol 70% dapat mempermudah proses penarikan senyawa pada saat ekstraksi. Filtrat hasil maserasi yang didapat kemudian dipekatkan menggunakan
vacuum rotary evaporator untuk menguapkan pelarut
sehingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak yang diperoleh belum kental, sehingga pemekatan ekstrak dilanjutkan menggunakan freeze dryer hingga diperoleh ekstrak kental. Sebanyak 186,56 gram serbuk biji manggis (Garcinia mangostana L.) dimaserasi, didapatkan ekstrak kental sebanyak 19,92 gram. Sehingga dihasilkan rendemen ekstrak 10,68%. Pemeriksaan parameter spesifik dan non spesifik ekstrak juga dilakukan. Pada parameter non spesifik dilakukan uji susut pengeringan dan kadar abu. Tujuan pemeriksaan susut pengeringan adalah untuk mengetahui jumlah senyawa yang hilang selama proses pengeringan (Depkes RI, 2000). Sedangkan pemeriksaan kadar abu bertujuan untuk mengetahui kandungan mineral yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak (Depkes RI, 2000). Hasil pemeriksaan kadar abu yaitu 13,75% dan susut pengeringan 8,36%. Tikus yang digunakan sebagai bahan uji adalah tikus putih jantan strain Sprauge Dawley berumur 2,5-3 bulan. Pemilihan strain Sprauge Dawley dikarenakan strain ini memiliki tingkat kesuburan yang tinggi ditandai dengan jumlah sperma dalam epididimis lebih banyak dibandingkan dengan strain lain (Wilkinson et al., 2000). Hewan coba dikelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu kelompok kontrol, dosis rendah (5mg/kgBB), dosis sedang (50mg/kgBB) dan dosis tinggi (100mg/kgBB) serta satu kelompok untuk pengujian aktivitas spermisidal secara in vitro. Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Hal ini disesuaikan dengan Research Guidelines for Evaluating The Safety and Efficacy of Herbal Medicines (WHO, 2000) yaitu jika hewan pengerat yang digunakan maka masing-masing kelompok perlakuan harus terdiri dari setidaknya lima ekor hewan percobaan. Berat badan hewan coba diukur setiap empat hari sekali untuk menghitung volume ekstrak yang akan diberikan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
39
Perlakuan yang diberikan kepada hewan coba dibagi menjadi dua, pertama terdiri dari empat kelompok yaitu kelompok kontrol, dosis rendah, sedang dan tinggi diberikan ekstrak sesuai dosis setiap kelompok per oral menggunakan sonde oral, sedangkan kelompok kontrol diberikan suspensi Natrium CMC 0,5%. Penyondean dilakukan setiap hari selama 48 hari. Kedua, kelompok tikus untuk uji aktivitas spermisidal secara in vitro. Pengamatan
yang
diamati
yaitu
konsentrasi
spermatozoa,
konsentrasi testosteron dan aktivitas spermisidal ekstrak etanol 70% biji manggis
(Garcinia
mangostana
L.).
Pengamatan
pertama
yaitu
konsentrasi spermatozoa. Spermatozoa diperoleh dari kauda epididimis. Kauda epididimis merupakan tempat pematangan spermatozoa sebelum siap diejakulasikan. Sehingga diperkirakan bahwa spermatozoa yang telah matang paling banyak dibagian kauda epididimis. Berdasarkan hasil perhitungan spermatozoa menunjukkan adanya penurunan konsentrasi secara bermakna (p≤0,05) setelah pemberian ketiga dosis ekstrak etanol 70% biji manggis per oral selama 48 hari. Pada penelitian Azrifitria (2012) pemberian ekstrak etanol 70% biji manggis selama 20 hari dapat menurunkan konsentrasi spermatozoa seiring bertambahnya dosis, namun penurunan yang terjadi tidak berbeda bermakna. Dengan demikian terbukti bahwa induksi ekstrak biji manggis dalam waktu yang lebih lama yaitu 48 hari sesuai dengan siklus spermatogenesis memberikan efek penurunan konsentrasi sperma secara bermakna. Semakin besar dosis ekstrak yang diberikan, semakin besar pula
pengaruhnya
terhadap
penurunan
konsentrasi
spermatozoa.
Konsentrasi spermatozoa yang terendah terjadi pada kelompok tikus yang diberikan dosis 100 mg/KgBB. Menurut Mc Lachlan (2000) penurunan jumlah sel spermatozoa diduga melalui beberapa mekanisme seperti adanya gangguan dalam proses meiosis; gangguan proses spermiogenesis awal karena lepasnya spermatid ke lumen tubulus; dan karena terjadi apoptosis spermatid. Pada penelitian Azrifitria (2012) dilakukan pengamatan perbandingan jumlah
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
spermatosit pakiten per sel sertoli. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa jumlah spermatosit pakiten dan jumlah sel Sertoli mengalami penurunan pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kontrol. Penurunan jumlah sel pakiten per sertoli ini terjadi seiring dengan peningkatan dosis yang diberikan pada tikus jantan strain Sprague-Dawley meskipun penurunan yang terjadi tidak berbeda bermakna. Terjadinya penurunan jumlah sel Sertoli mengindikasikan kegagalan fungsi sel Sertoli untuk melindungi sel-sel germinal terhadap apoptosis. Penurunan jumlah spermatosit menyebabkan jumlah spermatid juga menurun karena spermatosit yang mengalami meiosis kedua menjadi spermatid menurun. Sedangkan spermatid merupakan cikal bakal spermatozoa. Pengurangan spermatid akan berefek langsung pada spermatozoa yang dihasilkan. Penurunan konsentrasi spermatozoa juga dapat berkaitan dengan konsentrasi hormon testosteron. Dalam proses spermatogenesis ada beberapa hormon yang memegang peranan penting, yaitu testosteron, Luteinizing hormone (LH), Folicle stimulating hormone (FSH), estrogen dan Growth hormone (Guyton and Hall, 2006). FSH dan LH disekresikan oleh kelenjar pituitary anterior. FSH menstimulasi sel-sel sertoli; tanpa stimulasi ini, perubahan spermatid menjadi sperma (spermiogenesis) tidak akan terjadi. Sedangkan LH merangsang sel Leydig untuk mensekresikan testosteron. Testosteron penting untuk pertumbuhan dan pembelahan sel germinal pada testis, yang merupakan tahap pertama dalam pembentukan sperma. Penurunan konsentrasi testosteron menyebabkan terganggunya proses
spermatogenesis.
Terganggunya
proses
spermatogenesis
selanjutnya berpengaruh pada konsentrasi spermatozoa di epididimis. Parameter selanjutnya adalah pengukuran konsentrasi testosteron. Testosteron yang diukur adalah dalam serum darah tikus pada hari ke-0 sebelum pemberian ekstrak dan pada hari ke-49 saat pembedahan. Pengambilan darah dilakukan pada vena lateral ekor. Vena lateral ekor dipilih karena prosedurnya yang mudah dan pemulihan luka yang cepat. Darah yang didapatkan kemudian disimpan dalam kulkas selama 24 jam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
41
hingga terbentuk serum. Serum dipisahkan dan disimpan dalam freezer suhu -20oC sampai nanti waktu pengukuran. Hasil pengukuran konsentrasi testosteron menunjukkan penurunan konsentrasi pada kontrol dan dosis rendah serta peningkatan konsentrasi pada kelompok dosis sedang dan tinggi, namun perbedaannya tidak bermakna. Peningkatan konsentrasi testosteron pada dosis sedang melebihi rentang konsentrasi normal testosteron yaitu 0,66–5,4 ng/mL. Dengan meningkatnya
testosteron
dalam
darah
menyebabkan
terjadinya
mekanisme umpan balik negatif terhadap hipotalamus dan hipofisis. Testosteron akan menghambat hipotalamus untuk menghasilkan GnRH dan menghambat hipofisis anterior untuk menghasilkan LH, penurunan LH menyebabkan menurunnya produksi testosteron dan penurunan testosteron menyebabkan atropi epididimis sehingga konsentrasi sperma pun menurun. Pada beberapa penelitian seperti, pemberian ekstrak air biji pinang pada tikus menyebabkan meningkatnya konsentrasi testosteron (Akmal, 2010). Konsentrasi testosteron juga dipengaruhi asupan makanan seperti protein dan lemak (Alemany dkk, 2008; Fontana dkk, 2006). Asupan protein dan lemak membantu peningkatan sirkulasi hormon testosteron, disamping protein sendiri merupakan prekursor dari hormon. Kekurangan protein dan lemak dalam waktu yang lama atau dalam jumlah yang besar akan menurunkan produksi hormon testosteron. Parameter selanjutnya adalah pengujian aktivitas spermisidal secara in vitro, yaitu kemampuan ekstrak membunuh 100% sperma dalam waktu 20 detik. Pengujian ini dilakukan menggunakan metode Sander and Cramer. Konsentrasi efektif minimum (MEC) ekstrak yang dapat membunuh 100% sperma dalam 20 detik adalah 100 mg/mL. Ada beberapa mekanisme yang menyebabkan efek spermisidal. Banyak ekstrak dari
tanaman
yang
mempunyai
efek
spermisidal
dengan
kerja
menstimulasi gangguan pada membran plasma salah satunya saponin pada ekstrak Cestrum parqui (Souad, 2006). Dalam jurnal lainnya dilaporkan bahwa senyawa tanin dari kulit buah delima juga mempunyai efek
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
42
spermisidal (Zhou, 2012). Senyawa tanin membunuh sperma dengan cara aglutinasi sehingga merusak substruktur dari sperma (Zhou, 2012). Dari hasil skrining fitokimia menunjukan bahwa ekstrak etanol biji manggis positif mengandung flavonoid, tanin, terpenoid dan steroid. Sedangkan dalam penelitian Ajayi tahun 2011 selain metabolit sekunder di atas, ekstrak biji manggis juga mengandung saponin dan alkaloid. Hasil penapisan fitokimia yang negatif dimungkinkan karena perbedaan tempat tumbuh sehingga mempengaruhi kandungan senyawa dalam biji manggis atau dikarenakan metode pengujian yang kurang sensitive sehingga menghasilkan hasil negatif. Untuk mengetahui senyawa dalam golongan metabolit sekunder di atas yang berperan sebagai agen antifertilitas diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai jenis flavonoid, tanin dan steroid
yang terkandung dalam biji manggis. Namun dalam beberapa
penelitian senyawa – senyawa tersebut telah dilaporkan dapat mengganggu proses spermatogenesis dengan mekanisme yang berbeda-beda. Kandungan tanin pada kulit luar buah delima menghasilkan efek antifertilitas pada kelinci yang diberikan melalui vaginal suppositoria dapat mengurangi stabilitas membran sperma dan menyebabkan aglutinasi protein sperma serta deaktivasi enzim metabolik (Zhou, 2012). Flavonoid akan menghambat enzim aromatase, yaitu enzim yang mengkatalis konversi androgen menjadi estrogen yang akan meningkatkan produksi hormon testosteron (Winarno, 1997). Pemberian isoflavon kedelai kepada tikus putih jantan juga dilaporkan mempengaruhi konsentrasi testosteron. Terjadinya penurunan kadar hormon testosteron disebabkan oleh isoflavon yang bersifat seperti estrogen dan juga bersifat antiandrogenik. Isoflavon mengawali kerjanya dengan cara meniru kerja estrogen, sehingga mampu berikatan dengan reseptor estrogen yang terdapat pada hipofisis anterior (Sri Wahyuni, 2012). Pada penelitian lain diketahui bahwa biji delima mengandung salah satu jenis steroid yaitu estrone (Prakash and Prakash, 2011; Alvira, 2012). Estron adalah hormon estrogenik yang merupakan salah satu dari beberapa natural estrogen, yang juga meliputi estriol dan estradiol (NCBI, 2004;
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
Alvira, 2012). Estrogen di dalam tubuh berasal dari testosteron yang dihasilkan oleh sel-sel sertoli ketika distimulasi oleh FSH, yang berperan pada spermiogenesis yaitu proses pembentukan sel spermatid menjadi spermatozoa (Guyton and Hall, 2006). Jumlah estrogen yang meningkat dapat mengakibatkan reaksi umpan balik. Estrogen menurunkan sekresi FSH pada sejumlah keadaan tertentu yang akan menhambat LH, sehingga mempengaruhi proses spermatogenesis (Barrett et.al., 2010). Dari penjabaran di atas dapat diketahui bahwa kandungan ekstrak etanol 70% biji manggis mempengaruhi proses spermatogenesis. Terganggunya
proses
spermatogenesis
menyebabkan
penurunan
konsentrasi spermatozoa. Secara in vitro kandungan ekstrak 70% biji manggis juga mempunyai efek spermisidal terhadap sperma tikus putih jantan galur Sprauge-Dawley. Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa ekstrak etanol 70% biji manggis berpotensi sebagai agen kontrasepsi pada pria karena dapat menekan produksi sperma. Hal tersebut sesuai dengan pengembangan
kontrasepsi
pria
yang
terutama
diarahkan
pada:
pengembangan agen antispermatogenik untuk menekan produksi sperma, pencegahan proses pematangan sperma, pencegahan transportasi sperma melalui vas deferens serta pencegahan pengendapan sperma (Sharma et al, 2001).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 5.1.1 Pemberian ekstrak etanol 70% biji manggis (Garcinia mangostana) mempengaruhi konsentrasi testosteron serum pada tikus jantan galur Sprague-Dawley secara in vivo meskipun dengan perbedaan tidak bermakna. 5.1.2 Ekstrak etanol 70% dari biji manggis (Garcinia mangostana) mempunyai aktivitas spermisidal terhadap sperma tikus jantan galur Sprague-Dawley secara in vitro, dengan konsentrasi efektif minimum 100 mg/mL. 5.1.3 Pemberian ekstrak etanol 70% biji manggis (Garcinia mangostana) dapat menurunkan konsentrasi spermatozoa dengan perbedaan bermakna (p≤0,05) pada tikus jantan galur Sprague-Dawley secara in vivo.
5.2 SARAN Penelitian ini perlu dikembangkan lebih lanjut mengenai potensi ekstrak etanol 70% biji manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai agen antifertilitas, dengan penambahan parameter yaitu motilitas dan morfologi sperma serta uji mating untuk melihat efektivitas kerja ekstrak etanol 70% biji manggis sebagai agen antifertilitas.
44
45
DAFTAR PUSTAKA
Ajayi, I. A. (2011). Preliminary Phytochemical Analysis of some Plant Seeds.Research Journal of Chemical Sciencis Vol. 1(3) June. Akmal Muslim., Chanif Mahdi., Aulanni‟am. (2010). Peningkatan Konsentrasi Testosteron pada Tikus Akibat Paparan Ekstrak Air Biji Pinang. Malang: Jurnal Veteriner. Hal: 244-250 Alemany, J.A., Nindl, B.C., Kellog, M.D., Tharion, W.J., Young, A.J., & Montain, S.J., (2008). Effect of Dietary protein content on IGF-1, Testosterone and Body composition during 8 days of severe Energy Devisit an Arduous Physical Activity. Journal Applied Phsysiology, 105, 58-64. Alvira, Wijaya. (2012). Uji Antifertilitas Ekstrak Etanol 70% Biji Delima (Punica granatum) pada Tikus Jantan Strain Sprauge Dawkel Secara in vivo. Skripsi Program Studi Farmasi FKIK UIN Asihara,Y dan Kasahara, Y. (2001). Immunoassay and immunochemistry. In John,B.H (eds), Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods 21st ed. Philadelphia : WB Saunders Company. Azhar, Faritz. (2012). Uji Antifertilitas Ekstrak Metanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Tikus Jantan Strain Sprauge Dawley Secara In Vivo. Skripsi Program Studi Farmasi FKIK UIN. Azrifitria., Amelia Puteri., Susanti Ofa Betha. (2012). Pemanfaatan Limbah Biji dan Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai Kontrasepsi Pria dan Suplemen Minuman yang Kaya Antioksidan. Laporan Akhir PERTAIS. Backer, C.A. and R.C.B. van den Brink Jr. (1963). Flora f Java (Spermatophytes Only). Vol. I. N. V. P. Noordhoff-Groningen, The Netherlands. Barnes, J.M., Paget, G.E. (1964). Toxicity test. Di dalam: Laurence DR, Bacharach, Editor. Evaluation of Drug Activities: Pharmacometrics. London: Academic Pr. Halaman : 161-162
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46
Barrett, K.E., Barman S.M., Boitano S., Brooks H.L. (2010). Ganong’s Review of Medical Physiology 23rd ed. USA: McGraw Hill. Page: 519-569. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2000). Parameter Standard Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Hal:10-12. Fontana, L., Klein, S., & Holloszy, j.O (2006). Long Term Protein, Low Calorie Diet and Endurance Exercise Modulate Factor Associated with Cancer Risk. American Journal of Clinical Nutrition, 84, 1456-62. Guyton, A.C., Hall, J.E. (2006). Textbook of Medical Physiology 11th edition. Philadelphia: Elsevier Inc. Page: 996 – 1008. Hariyanto, Soecipto. (2007). Keanekaragaman, Persebaran, dan Potensi JenisJenis Garcinia di Indonesia.Herbarium Bogoriensis, Bidang Botani, Puslit Biologi-LIPI. Berk.Penel.Hayati: 12 (129-135), 2007 Hartini.(2011).Pengaruh dekok Daun Jambu Biji merah ( Psidium guajava.L Terhadap Jumlah Kecepatan dan Morfologi Spermatozoa Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus) Hasanah, Nur. (2012). Khasiat Istimewa Manggis. Jakarta: Dunia Sehat http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/summary/summary.cgi?cid=5870.
http://sirusa.bps.go.id, Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia, 2012, desember, 2013 ICUC, (2003), Fruit to the Future Mangosteen, Factsheet, No 8, International Centre for Underutilized Crops. Ilyas, S. (2007). Azoospermia dan Pemulihannya Melalui Regulasi Apoptosis Sel Spermatogenik Tikus (Rattus sp) pada Penyuntikan kombinasi TU & MPA. Disertasi. Program doctor Ilmu Biomedik FKUI.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
47
Indyastuti, Rini.(1990).Pengaruh Ekstrak Daun Manggis (Garcinia mangostana Linn) terhadap spermatogenesis dan kualitas spermatozoa mencit (Mus musculus).FB UGM:Yogyakarta Jansen PCM, (1991). Edible fruits and nuts. Dalam: Verheij, EWM& RE Coronel (eds.). Plants Resources of South-East Asia.,Bogor, Indonesia, 175–177. Kricka, L.J dan Ph1l,D. (1999).Principle of immunochernical technique. In Carl, A.B dan Edward,R.A (eds), The textbook of'Clinical Chemistry. 3ed.Philadelphia WB. Saunders Company. Krinke, J. G. (2000). The Laboratory Rat 1st Edition. United States: Academic Press Krishna, Tanga Kumari. (2012).Antifertility Activity of Whole Plant Extract of Sarcostemma secamone L Bennet on Male Albino Rats. International Research Journal of Pharmacy. Mahan VR et al. IRJP 2012, 3 (11). Mc Lachlan, R. L. (2000). Male Hormonal Contraception, a Safe, Acceptable and Reversible Choice. MJA: 172 : 254 – 255. Mojab, F., Kamalinejad, M., Ghaderi, N.,
& Vahidipour, H. R. (2003).
Phytochemical Screening Of Some Species Of Iranian Plants. Iranian Journal of Pharmaceutical Research. Pp. 77-82. National Centre for Biotechnology Information. (2004). PubChem Compound: Estrone – Compound Summary. October 31, 2012. Osman, M., dan Milan, A.R. (2006). Mangosteen – Garcinia mangostana L. England : RPM Printed and Design Palupi, Jenie. (2008). Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana.L) Per Oral Terhadap Folikulogenesis Ovarium Mencit (Mus musculus). Jurnal Kesehatan: Volume VI, No. 2 Prakash, C.S.V,
Prakash, I. (2011). Bioactive Chemical Constituents from
Pomegranate (Punica granatum) Juice, Seed and Peel-A Review. Int. J. Res. Chem. Environ. 1, 1-18.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
48
Prihatman, K. (2000). Manggis (Garcinia mangostana L.), Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi BPP Teknologi, Jakarta. Purwieningrum, E. (2008). Gender dalam KB & KR. Jakarta: Pusat pelatihan Gender dan Peningkatan Kualitas Perempuan, BKKBN. Hal: 9-10. Quisumbing, Eduardo. (1978). Medicinal Plants of The Philippinnes. Katha Publishing Company, JMC Press, Quezon City, Philippines. SAGE®. (2013). Sprague Dawley. Sigma-Aldrich Co. Desember 15, 2013 http://www.sageresearchmodels.com/research-model/outbred-rats/sparaguedawley. Sequani, Inveresk Research. (2000). Rat Sperm Morphologycal Assessment. Guideline Document Edition 1: Industrial Productive Toxicology Discussion Group (IRDG). Sharma, N., Jacob, D. (2001). Antifertility Investigation and Toxicological Screening of The Petroleum Ether Extract of The Leaves of Mentha arvensis L. In The Male Albino Mice. J Ethnopharmac 75(1): 5-12. Singth, AshishRanjan. (2012). Spermicidal activity and antifertility activity of Ethanolic Extract of Withania somnifera in Male Albino Rats.Research article Int. J. Pharm. Sci. Rev., 21(2), Jul-Aug 2013; no41, 227-232. Souad, Kammoun., Ali, Saad., Mounir, Ajina., Mohamed Mounir, Trabelsi. (2007). Spermicidal Activity of Extract From Cestrum parque. Tunisia: Elsevier Inc. Page:152-156. Speroff L, Glass RH, Kase NG. (1999). Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. 6th Edition. Philadelphia, Wiliam and Wilkins L:1075-1076. Sri Wahyuni, Rika. (2012). Pengaruh Isoflavon kedelai Terhadap Kadar Hormon Testosteron Berat Testis, Diameter Tubulus Seminiferus dan Spermatogenesis Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
49
Suckow, M.A, Weisbroth, S.H., Franklin, C.L. (2006). The Laboratory Rat (Second Edition). USA: Elsevier Inc. Page: 113 Techical Guide for ELISA. (2013) https://www.kpl.com. Februari 20, 2014 Wilkinson, J.M., Halley, S., Towers, P.A. (2000). Comparison of Male Reproductive Parameters in Three Rat Strain Dark Agouti, Sprauge Dawley and Wistar. Laboratory Animals 34: 70-75. Winarno.W. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama:Jakarta World Health Organization. (2000). General Guidelines for Methodologies on Research and Evaluation of Traditional Medicine. Geneva: World Health Organization Yunitasari,
Liska.
(2012).
Gempur
41
Penyakit
dengan
Buah
Manggis.Yogyakarta: Pustaka Baru Press. Zhou, B., Qiu, Z., Liu, G., Liu, C., Zhang, J. (2012). Spermicidal and Antigonococcal Effects from Pomegranate Rind. Journal of Medicinal Plants Research. 6, 1334 – 1339.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
51
Lampiran 2. Dokumentasi Perkebunan Manggis Lubuk Alung, Padang
Gambar 5.1 Perkebunan manggis
Gambar 5.2 Buah manggis yang belum matang
Gambar 5.3 Pohon manggis tampak dekat
Gambar 5.4 Pembibitan tanaman manggis
Gambar 5.5 Pohon manggis tampak jauh
Gambar 5.6 Buah manggis siap dipanen
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
52
Lampiran 3. Surat Keterangan Kesehatan Hewan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
53
Lampiran 4. Alur Penelitian Alur Kerja Pembuatan Ekstrak 100 Kg Buah manggis segar dideterminasi
Diambil bijinya, dikumpulkan Dicuci bersih
Biji dikeringkan Dihaluskan menggunakan blender
Serbuk simplisia biji manggis yang didapat 186,56 g dimaserasi dengan etanol 70% berulang, total etanol 70% yang digunakan 6L
Ekstrak cair Dipekatkan dengan rotary evaporator kemudian dipekatkan kembali dengan freeze dry
Ekstrak kental yang didapat 19,92 g Penapisan fitokimia dan uji parameter spesifik dan non spesifik
Pembuatan suspensi ekstrak dengan konsentrasi 1mg/mL, 10mg/mL, 20mg/mL
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
54
Alur Kerja Uji Antifertilitas Dua puluh lima tikus jantan strain Sprague-Dawley
Aklimatisasi selama 1 minggu
Dikelompokkan secara acak (@dosis 5 ekor)
Kelompok Kontrol (NaCMC 0,5%) Pemberian larutan CMC pada tikus peroral selama 48 hari
Pada hari ke-49 tikus dikorbankan dan diambil organ reproduksinya
Kelompok Dosis 5mg/kgBB Kelompok Dosis 50mg/kgBB Kelompok Dosis100mg/kgBB
Pemberian ekstrak pada tikus peroral selama 48 hari
Pada hari ke-0 dan 49 tikus diambil darahnya 1ml dari vena lateral ekor
Kelompok Uji aktivitas spermisidal
Tikus dikorbankan dan diambil organ reproduksinya yaitu kauda epididimis
sperma
Uji aktivitas spermisidal kauda epididimis
Sentrifugasi
sperma
Serum, disimpan dalam freezer -20oC
Pengukuran konsentrasi spermatozoa
Hari ke 49 serum diukur konsentrasi testosteron dengan kit ELISA
Analisa Data
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
55
Lampiran 5. Perhitungan Dosis Ekstrak Biji Manggis Perhitungan Dosis Ekstrak Biji Manggis Perhitungan Volume Administrasi Oral (VAO) (
)
VAO (mL) =
Dosis tinggi (100 mg/kgBB) (
)
1 ml
=
Konsentrasi
= 20 mg/mL
Suspensi ekstrak dibuat secara berkala setiap 100 mL sekali, maka ekstrak yang dibutuhkan sebanyak: Ekstrak (mg) = konsentrasi (mg/mL) x volume (mL)
Ekstrak
= 20 mg/mL x 100 mL
Ekstrak
= 2000 mg
Dosis sedang (50 mg/kgBB) (
)
1ml
=
Konsentrasi
= 10 mg/mL
Suspensi ekstrak dibuat secara berkala setiap 100 mL sekali, maka ekstrak yang dibutuhkan sebanyak: Ekstrak (mg) = konsentrasi (mg/mL) x volume (mL)
Ekstrak
= 10 mg/mL x 100 mL
Ekstrak
= 1000 mg
Dosis rendah (5 mg/kgBB) (
)
1ml
=
Konsentrasi
= 1 mg/mL
Suspensi ekstrak dibuat secara berkala setiap 100 mL sekali, maka ekstrak yang dibutuhkan sebanyak: Ekstrak (mg) = konsentrasi (mg/mL) x volume (mL) Ekstrak
= 1 mg/mL x 100 mL
Ekstrak
= 100 mg
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
Lampiran 6. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 70% Biji manggis No. Identifikasi
Perlakuan
Golongan
Gambar
Hasil
Keterangan
Uji
Senyawa 1.
2.
3.
4.
5.
Alkaloid
Flavonoid
Saponin
Terpenoid
Steroid
0,5 gr ekstrak + 2 mL etanol 70% + 5 mL HCl 2 N dipanaskan, setelah dingin di saring, filtrat ditambahkan reagen meyer
-
0,5 gr ekstrak + 2 mL etanol 70% + serbuk magnesium + 3 mL HCl pekat
+
0,5 gr ekstrak + 2 mL etanol 70% + aquabides, kemudian di kocok dengan kuat
-
0,5 gr ekstrak + 2 mL etanol 70% + 1 mL kloroform + 1 mL asetat anhidrat, didinginkan + H2SO4 pekat
+
0,5 gr ekstrak + 2 mL etanol 70% + 1 mL kloroform + 2 mL H2SO4 diteteskan pelan-pelan
+
Tidak terbentuk larutan
keruh
dan
tidak
terdapat endapan putih
Terdapat perubahan warna menjadi oranye Tidak terbentuk busa
1. Kontrol 2. Terbentuk warana kemerahan
Terbentuk cincin merah
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
57
dari sisi tabung reaksi
6.
Tanin
0,5 gr ekstrak + 2 mL etanol 70% + FeCl3
+
Terbentuk endapan warna hitam kehijauan
1. Kontrol 2. Positif tanin terkondensa si 3. Negatif tanin terhidrolisis
1
2
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
58
Lampiran 7. Perhitungan Rendemen, Susut Pengeringan dan Kadar Abu Ekstrak 1. Perhitungan Rendemen Berat ekstrak
= 19,9249 g
Berat Simplisia
= 186,5595 g x 100%
% rendemen ekstrak
= 10,68 %
2. Perhitungan Susut Pengeringan W1
= berat ekstrak = 1,0187 g
W2
= berat ekstrak setelah di oven= 0,9335 g
% susut pengeringan = 8,36%
3. Perhitungan Kadar Abu W0
= berat kurs silikat = 52,6349 g
W1
= berat ekstrak yang ditimbang = 0,9989 g
W2
= berat kurs silikat dan ekstrak setelah menjadi abu = 52,7723
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
59
Lampiran 8. Gambar Kegiatan Penelitian Penyiapan Simplisia dan Pembuatan Ekstrak
Gambar 5.7 Buah manggis
Gambar 5.8 Bagian dalam buah manggis
Gambar 5.9 Biji manggis yang dikering-anginkan
Gambar 5.10 Serbuk biji manggis
Gambar 5.11 Proses maserasi biji manggis
Gambar 5.12 Penyaringan maserat
Gambar 5.13 Pemekatan ekstrak dengan vacuum rotary evaporator
Gambar 5.14 Pemekatan Ekstrak dengan Freeze Dryer
Gambar 5.15 Ekstrak kering
Gambar 5.16 Ekstrak yang telah disuspensikan ke dalam Natrium CMC dari kiri ke kanan dosis tinggi, sedang, rendah dan kontrol.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
60
Penyiapan Hewan Coba
Gambar 5.17 Hewan coba
Gambar 5.18 Penimbangan Tikus
Gambar 5.21 Pembedahan hewan coba
Gambar 5.22 Kauda epididimis
Gambar 5.19 Penyondean Ekstrak (tidak dilakukan pada tikus untuk pengukuran aktivitas spermisidal)
Gambar 5.20 Hewan coba dikorbankan
Pengambilan Darah
Gambar 5.23 pengambilan darah dari vena lateral ekor
Gambar 5.24 Pemisahan serum darah yang berwarna kuning bening
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
61
Pengukuran Konsentrasi Spermatozoa
Gambar 5.25 Pengeluaran spermatozoa dari kauda epididimis
Gambar 5.26 Pengenceran spermatozoa dengan larutan George
Gambar 5.27 Proses penghomogenan spermatozoa dengan vortex
Gambar 5.28 Pemasukan spermatozoa yang telah diberi larutan George ke dalam bilik hitung Neubauer
Gambar 5.29 Proses perhitungan spermatozoa dengan mikroskop.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
62
Pengukuran Konsentrasi Testosteron
Gambar 5.30 serum sampel H-0 dan H-49
Gambar 5.31 proses pemipetan larutan standar testosteron ke dalam sumuran
Gambar 5.32 Proses pemipetan sampel ke dalam sumuran
Gambar 5.33 Proses pemipetan enzim konjugat ke dalam sumuran
Gambar 5.34 Proses inkubasi setelah pencampuran
Gambar 5.35 Proses Pembuangan isi sumuran
Gambar 5.36 Proses pemipetan wash solution ke dalam sumuran
Gambar 5.37 Proses pembuangan isi sumuran
Gambar 5.38 Proses pemipetan larutan substrat ke dalam sumuran
Gambar 5.39 Proses Inkubasi selama 15 menit
Gambar 5.40 Proses pemipetan stop solution ke dalam sumuran
Gambar 5.41 Perubahan warna setelah penembahan stop solution
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
63
Gambar 5.42 Pengukuran konsentrasi testosteron menggunakan elisa reader
Gambar 5.43 Pembacaan hasil pengukuran konsentrasi testosteron
Pengukuran Aktivitas Spermisidal
Gambar 5.44 Pengeluaran spermatozoa dari kauda epididimis
Gambar 5.45 seri konsentrasi ekstrak
Gambar 5.46 Proses pencampuran ekstrak dengan suspensi sperma
Gambar 5.47 Pengukuran motilitas sperma
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
64
Lampiran 9. Rerata Berat Badan Tikus Data berat badan tikus disajikan dalam tabel berikut: Tabel 4.3 Rata-rata berat badan tikus Rata-Rata Berat Badan Tikus Tanggal
kontrol
Rendah
Sedang
tinggi
240314
270,4±39,5
247,4±36,3
238,6±42,9
246,6±41,4
280314
278,4±39,7
274,2±48,5
269,8±45,8
262,4±43,5
010414
280,4±36,9
276,0±42,6
262,5±44,6
270,0±40,0
050414
273,2±36,4
262,2±51,1
257,4±47,6
258,8±38,2
080414
280,4±38,3
279,0±56,6
266,4±52,5
263,2±40,2
120414
277,8±39,3
281,0±60,7
261,6±49,4
262,0±38,1
220414
287,2±39,0
296,75±66,8
274,8±55,4
270,6±37,1
260414
288,6±43,0
292,2±61,7
270,6±57,8
271,4±34,8
010514
290,6±43,7
297,5±64,4
274,2±55,1
273,0±35,8
060514
293,0±44.0
302,2±62,7
275,2±56,5
274,2±34,0
090514
298,8±48,7
301,0±64,7
275,4±55,7
283,0±38,5
Rerata ± SD
283,5 ± 8,8
282,7 ± 17,4
266,0 ± 10,9
266,8 ± 9,6
Berat Badan Tikus (gram)
350
Grafik Berat Badan Tikus
300 250 kontrol
200
Rendah 150
Sedang
100
tinggi
50 0 tanggal
Gambar 4.1 Grafik Berat Badan Tikus Dari pengamatan di atas terlihat peningkatan berat badan tikus hampir sama disetiap kelompok hewan coba seiring bertambahnya usia tikus.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
65
Lampiran 10. Hasil Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa
Kelompok Perlakuan
Jumlah Sperma Dalam Bilik Hitung
Rata-Rata
Konsentrasi Sperma (Juta/mL)
Kanan
Kiri
Kontrol 1
34
29
31,50
39,37
Kontrol 2
30
35
32,50
40,62
Kontrol 3
32
39
35,50
44,37
Kontrol 4
48
66
57,00
71,25
Kontrol 5
26
29
22,50 35,80
28,12 44,75 ± 16,00
22,00
27,50
Rata-Rata Rendah 1
20
24
Rendah 2
mati
Rendah 3
18
32
25,00
31,25
Rendah 4
20
16
18,00
22,50
Rendah 5
24
21
22,50
28,12
21,87
27,34 ± 12,62
Rata-Rata Sedang 1
17
30
23,50
29,37
Sedang 2
17
14
15,50
19,37
Sedang 3
25
19
22,00
27,50
Sedang 4
23
17
20,00
25,00
Sedang 5
25
21
23,00
28,75
20,80
26,00 ± 4,06
Rata-Rata Tinggi 1
20
18
19,00
23,75
Tinggi 2
12
15
13,50
16,87
Tinggi 3
10
18
14,00
17,50
Tinggi 4
15
24
19,50
24,37
Tinggi 5
17
20
18,50
23,12
16,90
21,125 ± 3,63
Rata-Rata
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
66
Lampiran 11. Analisis Statistik Data Konsentrasi Spermatozoa 1. Uji Normalitas Hasil Uji Normalitas Data Konsentrasi Spermatozoa Tikus Galur Strain Sparague Dawley Tujuan
: Untuk melihat data konsentrasi spermatozoa terdistribusi normal atau tidak.
Hipotesis
:
Ho
: Data konsentrasi spermatozoa terdistribusi normal.
Ha
: Data konsentrasi spermatozoa tidak terdistribusi normal.
Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi ≥ 0.05, maka Ho diterima. Jika nilai signifikansi ≤ 0.05, maka Ho ditolak. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test konsentrasisper matozoa N
20
Normal Parameters
a
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
28.4350 13.81025
Absolute
.223
Positive
.223
Negative
-.151
Kolmogorov-Smirnov Z
.997
Asymp. Sig. (2-tailed)
.273
a. Test distribution is Normal.
Keputusan
: Data konsentrasi spermatozoa tikus putih galur sparague dawley terdistribusi normal.
2. Uji Homogenitas Hasil Uji Homogenitas Data Konsentrasi Spermatozoa Tikus Galur Sparague Dawley Tujuan
: Untuk melihat data konsentrasi spermatozoa homogen atau tidak.
Hipotesis
:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
67
Ho
: Data konsentrasi spermatozoa bervariasi homogen.
Ha
: Data konsentrasi spermatozoa tidak bervariasi homogen.
Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi ≥ 0.05, maka Ho diterima. Jika nilai signifikansi ≤ 0.05, maka Ho ditolak. Hasil Uji Homogenitas Data Konsentrasi Spermatozoa Tikus Galur Sparague Dawley Test of Homogeneity of Variances Konsentrasispermatozoa Levene Statistic
df1
1.397
Keputusan
df2 3
Sig. 15
.282
: Data konsentrasi spermatozoa tikus galur sparague dawley bervariasi homogen.
3. Uji ANOVA Tujuan
: Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data konsentrasi spermatozoa.
Hipotesis
:
Ho
: Data konsentrasi spermatozoa tidak berbeda secara bermakna
Ha
: Data konsentrasi spermatozoa berbeda secara bermakna
Pengambilan Keputusan : Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan. Jika nilai signifikasi ≥ 0,05 Ho diterima, berarti tidak terdapat perbedaan.
Hasil Uji ANOVA Data Konsentrasi Spermatozoa Tikus Galur Sparague Dawley ANOVA Konsentrasispermatozoa Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
1817.826
3
605.942
Within Groups
1776.173
15
118.412
Total
3593.998
18
F 5.117
Sig. .012
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
68
Keputusan
: Data konsentrasi spermatozoa tikus galur sparague dawley berbeda secara bermakna
4.
Uji LSD
Hasil Uji LSD Data Konsentrasi Spermatozoa Tikus Galur Sparague Dawley Multiple Comparisons Konsentrasispermatozoa LSD (I)
(J)
95% Confidence Interval
Mean Difference
kelompok kelompok
(I-J)
kontrol
rendah
22.87200
*
6.88219
.005
8.2029
37.5411
sedang
18.74800
*
6.88219
.016
4.0789
33.4171
tinggi
24.12350
*
7.29967
.005
8.5646
39.6824
kontrol
-22.87200
*
6.88219
.005
-37.5411
-8.2029
sedang
-4.12400
6.88219
.558
-18.7931
10.5451
1.25150
7.29967
.866
-14.3074
16.8104
rendah
tinggi sedang
tinggi
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
kontrol
-18.74800
*
6.88219
.016
-33.4171
-4.0789
rendah
4.12400
6.88219
.558
-10.5451
18.7931
tinggi
5.37550
7.29967
.473
-10.1834
20.9344
kontrol
-24.12350
*
7.29967
.005
-39.6824
-8.5646
rendah
-1.25150
7.29967
.866
-16.8104
14.3074
sedang
-5.37550
7.29967
.473
-20.9344
10.1834
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
69
Lampiran 12. Pengukuran Konsentrasi Testosteron Dari hasil pengukuran standar testosteron didapatkan data sebagai berikut: Absorbansi
Konsentrasi
1/rerata
Rerata Abs
ng/mL
I
II
Absorbansi
0
1,535
1,446
1,490
0,671
0,2
1,263
1,336
1,299
0,769
0,5
1,131
1,132
1,131
0,884
1
0,901
0,991
0,946
1,057
2
0,705
0,742
0,723
1,382
6
0,422
0,395
0,408
2,448
16
0,209
0,232
0,220
4,535
Dari data di atas didapatkan kurva kalibrasi sebagai berikut :
konsentrasi testosteron (ng/mL) 18 16 konsentrasi (ng/mL)
14
y = 0,3706x2 + 2,2324x - 1,7377 R² = 0,9999
12 10
konsentrasi (ng/mL)
8 6
Poly. (konsentrasi (ng/mL))
4 2 0 -2 0
1
2 3 1/Absorbansi
4
5
Persamaan regresi telah didapatkan, untuk menghitung konsentrasi testosteron dalam sampel nilai 1/Absorbansi dimasukan sebagai nilai x.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
70
Dari persamaan tersebut didapatkan konsentrasi sampel sebagai berikut : Konsentrasi Testosteron
Absorbansi kelompok
H-0 Abs 0,666 0,726
kontrol
rendah
H-49 1/Abs
H-0
H-49
1,501
1,058
0,945
2,45
0,70
1,377
0,854
2,04
0,44
0,915
1,092
0,861
1,161
1,14
1,35
0,758
1,319
1,448
0,691
1,85
-0,02
0,303
3,300
0,985
1,015
9,67
0,91
0,578
1,730
0,881 1,135 Mati
3,23
1,27
0,703
1,422
1,22
0,820
2,19
0,34
1,443
0,779
1,284
2,25
1,74
0,469
2,132
0,377
2,652
4,71
6,79
0,974
1,026
0,873
1,145
0,94
1,30
0,377
2,652
1,11
0,900
6,79
0,57
0,604
1,656
0,74
1,351
2,97
1,95
0,626
1,597
0,308
3,247
2,77
9,42
0,495
2,020
0,232
4,310
4,28
14,77
0,789
1,267
1,045
0,957
1,69
0,74
1,554 tinggi
Abs
1,171
0,693
sedang
1/Abs
0,643
1,01
0,990
-0,15
0,83
0,590
1,695
0,342
2,924
3,11
7,96
0,300
3,333
0,398
2,512
9,82
6,21
0,549
1,821
0,169
5,917
3,56
24,45
Rerata konsentrasi ± SD H-0
H-49
1,87 ± 0,67
0,83 ± 0,47
3,09 ± 1,17
2,54 ± 2,89
3,55 ± 2,16
5,60 ± 6,24
4,87 ± 4,34
4,97 ± 3,76
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
71
Lampiran 13. Analisis Statistik Konsentrasi Testosteron 1.
Kelompok Kontrol 1.1 Uji Normalitas Tujuan
: Untuk melihat data konsentrasi testosteron terdistribusi
normal atau tidak. Hipotesis
:
Ho
: Data konsentrasi testosteron terdistribusi normal.
Ha
: Data konsentrasi testosteron tidak terdistribusi normal.
Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi ≥ 0.05, maka Ho diterima. Jika nilai signifikansi ≤ 0.05, maka Ho ditolak. Hasil Uji Normalitas Data Konsentrasi testosteron Tikus Galur Sparague Dawley p Tests of Normality
u
a
Kolmogorov-Smirnov
l hari
a
Statistic
konsentrasi H0
n
testosteron
H49
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
.263
3
.
.955
3
.594
.276
3
.
.942
3
.537
kesimpulan: Data konsentrasi testosteron kelompok kontrol tikus putih galur sparague dawley terdistribusi normal. 1.2 Uji Homogenitas Tujuan
: Untuk melihat data konsentrasi testosteron
homogen atau tidak. Hipotesis
:
Ho
: Data konsentrasi spermatozoa bervariasi homogen.
Ha
: Data konsentrasi spermatozoa tidak bervariasi homogen.
Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi ≥ 0.05, maka Ho diterima. Jika nilai signifikansi ≤ 0.05, maka Ho ditolak.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
72
Hasil Uji Homogenitas Data Konsentrasi Testosteron Tikus Galur Sparague Dawley Test of Homogeneity of Variances konsentrasitestosteron Levene Statistic
df1
.494
df2 1
Sig. 4
.521
Kesimpulan : Data konsentrasi testosteron tikus galur sparague dawley bervariasi homogen. 1.3 Uji ANOVA Tujuan
: Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data
konsentrasi Testosteron. Hipotesis
:
Ho
: Data konsentrasi Testosteron tidak berbeda secara bermakna
Ha
: Data konsentrasi Testosteron berbeda secara bermakna
Pengambilan Keputusan : Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan. Jika nilai signifikasi ≥ 0,05 Ho diterima, berarti tidak terdapat perbedaan.
Hasil Uji ANOVA Data Konsentrasi Testosteron Tikus Galur Sparague Dawley ANOVA konsentrasitestosteron Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
1.643
1
1.643
Within Groups
1.337
4
.334
Total
2.981
5
Keputusan
F
Sig.
4.915
: Data konsentrasi Testosteron tikus galur sparague dawley
tidak berbeda secara bermakna.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
.091
73
2.
Kelompok Dosis Rendah 2.1 Uji Normalitas Tujuan
: Untuk melihat data konsentrasi testosteron terdistribusi
normal atau tidak. Hipotesis
:
Ho
: Data konsentrasi testosteron terdistribusi normal.
Ha
: Data konsentrasi testosteron tidak terdistribusi normal.
Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi ≥ 0.05, maka Ho diterima. Jika nilai signifikansi ≤ 0.05, maka Ho ditolak. Hasil Uji Normalitas Data Konsentrasi testosteron Tikus Galur Sparague Dawley Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov hari Konsentrasi testosteron
Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
H0
.264
4
.
.863
4
.272
H49
.394
4
.
.739
4
.030
a. Lilliefors Significance Correction
Kesimpulan : Data konsentrasi testosteron kelompok dosis rendah tikus putih galur sparague dawley terdistribusi normal. 2.2 Uji Homogenitas Tujuan
: Untuk melihat data konsentrasi testosteron
homogen atau tidak. Hipotesis
:
Ho
: Data konsentrasi spermatozoa bervariasi homogen.
Ha
: Data konsentrasi spermatozoa tidak bervariasi homogen.
Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi ≥ 0.05, maka Ho diterima. Jika nilai signifikansi ≤ 0.05, maka Ho ditolak.
Hasil Uji Homogenitas Data Konsentrasi Testosteron Tikus Galur Sparague Dawley
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
74
Test of Homogeneity of Variances konsentrasitestosteron Levene Statistic
df1
2.085
df2 1
Sig. 6
.199
Kesimpulan : Data konsentrasi testosteron tikus galur sparague dawley bervariasi homogen.
2.3 Uji ANOVA Tujuan
: Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data
konsentrasi Testosteron. Hipotesis
:
Ho
: Data konsentrasi Testosteron tidak berbeda secara bermakna
Ha
: Data konsentrasi Testosteron berbeda secara bermakna
Pengambilan Keputusan : Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan. Jika nilai signifikasi ≥ 0,05 Ho diterima, berarti tidak terdapat perbedaan.
Hasil Uji ANOVA Data Konsentrasi Testosteron Tikus Galur Sparague Dawley
ANOVA konsentrasitestosteron Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
.042
1
.042
Within Groups
24.094
6
4.016
Total
24.136
7
Keputusan
F
Sig. .010
.922
: Data konsentrasi Testosteron tikus galur sparague dawley
tidak berbeda secara bermakna.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
75
3.
Kelompok Dosis Sedang 3.1 Uji Normalitas Tujuan
: Untuk melihat data konsentrasi testosteron terdistribusi
normal atau tidak. Hipotesis
:
Ho
: Data konsentrasi testosteron terdistribusi normal.
Ha
: Data konsentrasi testosteron tidak terdistribusi normal.
Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi ≥ 0.05, maka Ho diterima. Jika nilai signifikansi ≤ 0.05, maka Ho ditolak.
Hasil Uji Normalitas Data Konsentrasi testosteron Tikus Galur Sparague D Tests of Normality
a
a
Kolmogorov-Smirnov
w hari
l
Statistic
konsentrasi H0
e
testosteron
y
H48
df
Shapiro-Wilk Sig.
Statistic
df
Sig.
.206
5
.200
*
.963
5
.826
.321
5
.102
.834
5
.149
Kesimpulan : Data konsentrasi testosteron kelompok dosis rendah tikus putih galur sparague dawley terdistribusi normal.
3.2 Uji Homogenitas Tujuan
: Untuk melihat data konsentrasi testosteron
homogen atau tidak. Hipotesis
:
Ho
: Data konsentrasi spermatozoa bervariasi homogen.
Ha
: Data konsentrasi spermatozoa tidak bervariasi homogen.
Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi ≥ 0.05, maka Ho diterima. Jika nilai signifikansi ≤ 0.05, maka Ho ditolak.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
76
Hasil Uji Homogenitas Data Konsentrasi Testosteron Tikus Galur Sparague Dawley Test of Homogeneity of Variances konsentrasitestosteron Levene Statistic
df1
9.611
df2 1
Sig. 8
.015
Kesimpulan : Data konsentrasi testosteron tikus galur sparague dawley tidak bervariasi homogen.
3.3 Uji Kruskal Wallis Tujuan
: Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data
konsentrasi Testosteron. Hipotesis
:
Ho
: Data konsentrasi Testosteron tidak berbeda secara bermakna
Ha
: Data konsentrasi Testosteron berbeda secara bermakna
Pengambilan Keputusan : Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan. Jika nilai signifikasi ≥ 0,05 Ho diterima, berarti tidak terdapat perbedaan.
Hasil Uji Kruskal Wallis Data Konsentrasi Testosteron Tikus Galur Sparague Dawley a,b
Test Statistics
konsentrasitesto steron Chi-Square
.011
df
1
Asymp. Sig.
.917
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: hari
Keputusan
: Data konsentrasi Testosteron tikus galur sparague dawley
tidak berbeda secara bermakna.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
77
4.
Kelompok Dosis Tinggi 4.1 Uji Normalitas Tujuan
: Untuk melihat data konsentrasi testosteron terdistribusi
normal atau tidak. Hipotesis
:
Ho
: Data konsentrasi testosteron terdistribusi normal.
Ha
: Data konsentrasi testosteron tidak terdistribusi normal.
Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi ≥ 0.05, maka Ho diterima. Jika nilai signifikansi ≤ 0.05, maka Ho ditolak.
Hasil Uji Normalitas Data Konsentrasi testosteron Tikus Galur Sparague Dawley Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov hari
Statistic
konsentrasi H0 testosteron
H48
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
.324
3
.
.877
3
.316
.296
3
.
.918
3
.446
Kesimpulan : Data konsentrasi testosteron kelompok dosis rendah tikus putih galur sparague dawley terdistribusi normal.
4.2 Uji Homogenitas Tujuan
: Untuk melihat data konsentrasi testosteron
homogen atau tidak. Hipotesis
:
Ho
: Data konsentrasi spermatozoa bervariasi homogen.
Ha
: Data konsentrasi spermatozoa tidak bervariasi homogen.
Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi ≥ 0.05, maka Ho diterima. Jika nilai signifikansi ≤ 0.05, maka Ho ditolak.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
78
Hasil Uji Homogenitas Data Konsentrasi Testosteron Tikus Galur Sparague Dawley Test of Homogeneity of Variances konsentrasitestosteron Levene Statistic
df1
.145
df2 1
Sig. 4
.722
Kesimpulan : Data konsentrasi testosteron tikus galur sparague dawley bervariasi homogen.
4.3 Uji ANOVA Tujuan
: Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data
konsentrasi Testosteron. Hipotesis
:
Ho
: Data konsentrasi Testosteron tidak berbeda secara bermakna
Ha
: Data konsentrasi Testosteron berbeda secara bermakna
Pengambilan Keputusan : Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan. Jika nilai signifikasi ≥ 0,05 Ho diterima, berarti tidak terdapat perbedaan.
Hasil Uji ANOVA Data Konsentrasi Testosteron Tikus Galur Sparague Dawley ANOVA konsentrasitestosteron Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
.014
1
.014
Within Groups
66.087
4
16.522
Total
66.101
5
Keputusan
F
Sig. .001
.978
: Data konsentrasi Testosteron tikus galur sparague dawley
tidak berbeda secara bermakna.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
79
Lampiran 14. Hasil Pengujian Aktivitas Spermisidal
Jumlah sperma Konsentrasi ekstrak
Motilitas (%)
inkubasi
Setah 20s Awal
ditambah
(mg/mL)
ekstrak hidup mati
50
101
4
60
125
10
70
68
4
80
137
8
90
137
8
100
115
8
Hidup
mati
12
41
8
45
10
40
11
92
5
42
4
40
5
38
1
23
1
67
0
27
0
18
0
92
awal
96,15
92,59
94,4
94,48
94,48
93,49
Setelah 20s
hidup mati
22,64
0
0
15,09
0
0
20
0
0
10,68
0
0
10,63
0
0
9.09
0
0
11,63
0
0
4,17
0
0
1,47
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Adapun cara untuk menghitung persentase motilitas menggunakan rumus di bawah ini :
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta