TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Asystasia Dalam dunia tumbuhan Asystasia intrusa (Forssk.) Blume termasuk ke dalam famili Acanthaceae, genus Asystasia. Ada juga jenis yang lain yaitu Asystasia coromandeliana Nees var. micrantha Nees. Asal tumbuhan ini dari Afrika.
Asystasia
intrusa
merupakan
gulma
penting
di
perkebunan
(http://biotrop.org/database.php, 2008). Asystasia intrusa merupakan tanaman herba yang tumbuh cepat dan mudah berkembangbiak. Berbatang lunak, dapat tumbuh dalam keadaan yang kurang baik. Daun berhadapan, sering berpasangan, berbentuk bulat panjang, pangkal bulat dan bertangkai. Bunga mengelompok, banyak, sedikit berbunga tunggal, berwarna putih atau ungu, kelopak bunga menutupi ovari. Buah kapsul, 2-3
cm
panjangnya,
berbiji
empat
atau
kurang
dalam
buah
kapsul
(http://www.doa.gov.my/pgnet/rumpai/rump003/asystasia_intrusa.html., 2006). Asystasia intrusa subsp. micrantha dapat ditemukan di daerah sampai 500 m di atas permukaan laut. Dapat tumbuh baik pada daerah ternaungi ataupun pada daerah terbuka. Pada daerah ternaungi seperti pada perkebunan kelapa sawit dan karet banyak menghasilkan daun dan menghasilkan lebih organ vegetatif. Merupakan rumput liar subur dan kompetitif dan membutuhkan unsur hara tinggi terutama N dan P. Menghasilkan biji dengan baik dengan viabilitas mencapai 85%, yang dapat bertahan sampai 8 bulan di dalam tanah. Pada kondisi alami biji dapat berkecambah pada 30 hari setelah pecah, dan 10 minggu setelah perkecambahan dapat tumbuh dengan cepat, kemudian menghasilkan buah polong dan biji setelah 8 bulan atau lebih (http://biotrop.org/database.php, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Bila biji-biji Asystasia intrusa sudah berkecambah dan mulai muncul maka akan terdapat populasi gulma tertentu dalam suatu lahan.dan gulma tersebut juga akan menyita hampir semua cadangan yang dapat mendukung pertumbuhan di lahan tersebut bila penyiangan tidak tepat pada saat periode kritis. Dan bila penyiangan tidak dilakukan pada saatnya, maka hasil panen akan berkurang akibat persaingan dengan gulma tersebut (http://biotrop.org/database.php, 2008).
Masalah Gulma Pada Budidaya Perkebunan Kelapa Sawit
Gulma dapat merugikan tanaman pertanian karena bersaing dalam mendapatkan unsur hara, cahaya matahari, air dan ruang. Beberapa jenis gulma sering menjadi inang hama dan penyakit tanaman tertentu atau megandung zat allelopati yang dapat merugikan tanaman utama. Gulma yang terlalu rapat dapat mempersulit
pekerjaan
di
kebun
seperti
panen,
menyemprot,
dll
(Djojosumarto, 2000). Tanaman perkebunan mudah terpengaruh oleh gulma, terutama sewaktu muda. Apabila pengendalian gulma diabaikan sama sekali, maka kemungkinan besar usaha tanaman perkebunan itu akan rugi total. Pengendalian gulma yang tidak cukup pada awal pertumbuhan tanaman perkebunan akan memperlambat pertumbuhan
dan
masa
sebelum
panen
(http:///fp.uns.ac.id/~hamasains/dasarperlinta-4.htm). Masalah gulma pada perkebunan tanaman tahunan (karet, kelapa sawit, kelapa, teh kopi, kina) berbeda dengan perkebunan semusim (tebu, jagung,
Universitas Sumatera Utara
tembakau, rosella). Pada umumnya masalah gulma lebih dirasakan pada perkebunan dengan pertanaman yang luas karena ada keterkaitannya dengan faktor
waktu
yang
terbatas,
tenaga
kerja,
dan
biaya
(Tjitrosoedirdjo, dkk, 1984). Tumbuhan yang lazim sebagai gulma mempunyai beberapa ciri yang khas yaitu pertumbuhannya cepat, mempunyai daya bersaing yang kuat dalam perebutan faktor-faktor kebutuhan hidup, mempunyai toleransi yang besar terhadap suasana lingkungan yang ekstrim, mempunyai daya berkembang biak yang besar baik secara generatif maupun vegetatif ataupun kedua-duanya, alat perkembangbiakannya mudah tersebar melalui angin, air, maupun binatang, dan bijinya memiliki sifat dormansi yang memungkinkan untuk bertahan hidup dalam kondisi yang tidak menguntungkan (Nasution, 1986). Pengganggu tanaman adalah setiap faktor yang menimbulkan gangguan, sedangkan gangguan adalah perubahan pada tanaman yang mengarah pada pengurangan kuantitas ataupun kualitas hasil tanaman. Akibat dari gangguan adalah kerusakan, yakni pengurangan kuantitas ataupun kualitas tanaman karena gangguan tersebut. Kerusakan dapat dinilai dengan uang sehingga disebut kerugian (Djojosumarto, 2000). Daerah dimana perkebunan telah lama dibuka, dapat terlihat adanya perubahan jenis gulma ke arah gulma berdaun lebar yang agresif, bandel dan sangat merugikan seperti Asystasia. Munculnya gulma berdaun lebar yang agresif dan bandel tersebut, dinilai sangat merugikan usaha budidaya tanaman perkebunan, khususnya kelapa sawit, dan dapat menekan hasil panen antara
Universitas Sumatera Utara
10-100%. Disamping itu, para pekebun juga dihadapkan pada biaya pengendalian gulma dan tenaga kerja yang tinggi serta waktu yang tersita untuk merubah komposisi gulma yang ada kembali ke komposisi gulma awal yang lebih ‘bersahabat’ (http://syngenta.co.id/tujiwanti.htm)
Pengendalian Gulma di Perkebunan
Pengendalian gulma pada prinsipnya merupakan usaha meningkatkan daya saing tanaman utama dan melemahkan daya saing gulma. Keunggulan tanaman pokok harus menjadi sedemikian rupa sehingga gulma tidak mampu mengembangkan pertumbuhan secara berdampingan atau pada waktu bersamaan dengan tanaman utama. Dalam pengertian ini semua praktek budidaya di pertanaman dapat dibedakan mana yang lebih meningkatkan daya saing tanaman utama atau meningkatkan daya saing gulma (Sukman dan Yakup, 2002) Pengendalian gulma yang sering dilakukan di perkebunan adalah secara mekanik dan kimiawi. Pengendalian secara kimiawi sangat meningkat setelah Perang Dunia II, kemudian mengalami peningkatan dan kemunduran yang erat hubungannya dengan biaya yang tersedia dan tersedianya herbisida di pasaran. Yang paling banyak dilakukan orang dari semua cara-cara pengendalian adalah cara mekanis. Pengendalian tradisional dengan menggunakan alat-alat yang sederhana seperti dengan garpu, cangkul, kored, dan lain-lain; juga dengan menggunakan hewan sebagai penggerak sampai kepada alat-alat yang lebih modern seperti traktor dengan bagian-bagian penting yang dapat diubah-ubah,
Universitas Sumatera Utara
merupakan cara-cara mekanis pengendalian gulma itu. Pengolahan tanah mempengaruhi beberapa faktor yang penting bagi pertumbuhan gulma yaitu dapat membenamkan tumbuhan/biji, memberikan kerusakan fisik, pengurangan unsur hara, dan lain-lain. Pembakaran juga dapat digunakan untuk memusnakan gulma, tetapi pada beberapa jenis, biji-biji dan organ perbanyakan vegetatif biasanya terlindung di dalam tanah dan tidak mati, kecuali bila berada di permukaan (Tjitrosoedirdjo, dkk, 1984). Pengendalian gulma secara kimiawi adalah pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida. Yang dimaksud dengan herbisida adalah senyawa kimia yang dapat digunakan untuk mematikan atau menekan pertumbuhan gulma, baik secara selektif maupun non selektif. Macam herbisida yang dipilih bisa kontak maupun sistemik, dan penggunaannya bisa pada saat pra tanam, pra tumbuh atau pasca tumbuh. Keuntungan pengendalian gulma secara kimiawi adalah cepat dan efektif, terutama untuk areal yang luas. Beberapa segi negatifnya ialah bahaya keracunan tanaman, mempunyai efek residu terhadap alam sekitar dan sebagainya. Sehubungan dengan sifatnya ini maka pengendalian gulma secara kimiawi ini harus merupakan pilihan terakhir apabila cara-cara pengendalian gulma lainnya tidak berhasil. Untuk berhasilnya cara ini memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang cukup dan untuk itu akan diuraikan tersendiri lebih lanjut (http://fp.uns.ac.id/~hamasains/dasarperlinta-4.htm). Herbisida memiliki efektivitas yang beragam. Berdasarkan cara kerjanya, herbisida kontak mematikan bagian tumbuhan yang terkena herbisida, dan herbisida sistemik mematikan setelah diserap dan ditranslokasikan ke seluruh bagian gulma. Menurut jenis gulma yang dimatikan ada herbisida selektif yang
Universitas Sumatera Utara
mematikan gulma tertentu atau spektrum sempit, dan herbisida nonselektif yang mematikan banyak jenis gulma atau spektrum lebar. Herbisida berbahan aktif glifosat, parakuat, dan 2,4-D banyak digunakan petani, sehingga banyak formulasi yang menggunakan bahan aktif tersebut (Fadhly dan Tabri, 2007). Penggunaan herbisida ataupun zat kimia lain untuk mengendalikan gulma harus dilakukan secara hati-hati dan bijaksana dengan memenuhi 6 (enam) tepat, yaitu : tepat mutu, tepat waktu, tepat sasaran, tepat takaran, tepat konsentrsai, dan tepat cara aplikasi. Selain itu, harus pula mempertimbangkan efisiensi, efektivitas, dan aman bagi lingkungan. Untuk itu, herbisida dapat dikelompokan berdasarkan: cara kerjanya (kontak atau sistemik), selektivitasnya (selektif atau tidak selektif), dan waktu aplikasinya (pra-tumbuh atau pasca-tumbuh) (Noor, 1997). Penghambat atau pemacuan pertumbuhan suatu tumbuhan ditentukan dosis/konsentrasi herbisida tersebut. Suatu herbisida pada dosis/konsentrasi tertentu dapat bersifat selektif, tetapi bila dosis/konsentrasi dinaikkan atau diturunkan berubah menjadi tidak selektif. Selektif juga ditentukan oleh bentuk formulasi dan mode of action dari suatu herbisida (Sukman dan Yakup, 1995). Besarnya dosis/konsentrasi herbisida menentukan besarnya bahan aktif yang digunakan dalam pengendalian gulma. Penggunaan dosis/konsentrasi yang tinggi menyebabkan bahan aktifnya mampu mencapai tempat-tempat aktivitas metabolisme gulma sehingga pertumbuhan gulma akan tertekan. Semakin tinggi dosis herbisida yang diberikan maka semakin berkurang selektivitasnya (Setyowati, N., U. Nurjanah, dan A. Altubagus, 2005)
Universitas Sumatera Utara
Herbisida mempunyai kemampuan membunuh dalam konsentrasi rendah. Dosis herbisida diaplikasikan menentukan jumlah yang ditranslokasikan, sehingga kurva laju dosis dalam pengendalian gulma dengan herbisida perlu dilaksanakan. Tentang konsentrasi herbisida, jumlahnya dapat menentukan hambatan atau pemacuan pada suatu pertumbuhan. Pada umumnya dengan makin meningkatnya konsentrasi maka meningkat pula penekanannya (Moenandir, 1988). Parakuat Herbisida
pascatumbuh
yang
cukup
luas
penggunaannya
untuk
mengendalikan gulma adalah parakuat (1,1-dimethyl-4,4 bypiridinium) yang merupakan herbisida kontak nonselektif. Setelah penetrasi ke dalam daun atau bagian lain yang hijau, bila terkena sinar matahari, molekul herbisida ini bereaksi menghasilkan hydrogen peroksida yang merusak membran sel dan seluruh organ tanaman, sehingga tanaman seperti terbakar. Herbisida ini baik digunakan untuk mengendalikan gulma golongan rumputan dan berdaun lebar. Parakuat merupakan herbisida kontak dan menjadi tidak aktif bila bersentuhan dengan tanah. Parakuat tidak ditranslokasikan ke titik tumbuh, residunya tidak tertimbun dalam tanah, dan tidak diserap oleh akar tanaman. (Fadhly, A. F. dan F. Tabri, 2007). Parakuat sebagai herbisida kontak, molekulnya dapat menghasilkan hydrogen peroksida radikal yang dapat memecahkan membrane sel, akhirnya seluruh sel juga rusak. Herbsida kontak merusak bagian tumbuhan yang terkena langsung dan tidak ditranslokasikan ke bagian lain (Moenandir, 1993). Parakuat ialah herbisida non selektif, bekerja secara kontak dengan cepat ke daun bila digunakan pada saat pasca tumbuh. Herbisida ini mematikan
Universitas Sumatera Utara
sebagian besar gulma semusim dan rumputan. Pada tanaman yang diperlakukan dengan herbisida ini, gejala keracunan ditandai oleh kering dan hangusnya daun dengan cepat. Cahaya, oksigen dan klorofil dibutuhkan untuk memaksimalkan kerja racun herbisida (Sebayang, 2005). Parakuat bekerja pada kloroplas dari tumbuhan hijau. Di sini, reaksi fotosintesis menyerap cahaya untuk menghasilkan gula sebagai hara tanaman. Parakuat secara tepat menuju sistem biokimia yang dikenal sebagai fotosistem I. Parakuat menghasilkan elektron bebas, penggerak fotosintesis. Ion parakuat bereaksi dengan elektron fotosistem I untuk membentuk Oksigen radikal bebas dengan cepat mengonversi radikal bebas ke “superoxides”. Siap bereaksi dengan asam yang mengandung lemak tak jenuh komponen dari selaput sel. Sebagai hasil perubahan kimia dramatis ini, membran dihancurkan, dan isi sel pecah dan menyebabkan kematian. Keseluruhan proses terjadi sangat cepat sehingga tidak ada ukuran translokasi dari parakuat. Nama Umum
: Parakuat
Nama Kimia
: 1,1 ' - Dimethyl - 4,4 ' - bipyridinium dichloride
Rumus Empiris
: C12H14N2Cl2
Rumus Bangun
:
Universitas Sumatera Utara
(http://www.paraquat.com/AboutParaquat, 2009). Glifosat Glifosat adalah herbisida yang dipakai di seluruh dunia. Glifosat yang pertama ditemukan pada tahun 1970 oleh John E. Frans, yang bekerja untuk Monsanto. Herbisida glifosat sudah populer sejak dipasarkan pertama kali pada tahun 1974 (Cox, 2004). Glifosat bekerja menghambat metabolisme tanaman dan beberapa hari setelah penyemprotan, tumbuhan jadi layu, kuning dan meninggal. Herbisida Glifosat juga mengandung bahan kimia yang membuat herbisida untuk menempel pada daun sehingga glifosat dapat bergerak dari permukaan tumbuhan ke dalam selnya tumbuhan (Lang, 2005). Glifosat membunuh gulma dengan menghambat aktivitas dari enzim 5 – asam enolpyruvylshikimate - 3 - synthase fosfat (EPSPS), yang penting bagi sintesa dari asam amino yaitu tyrosine, tryptophan, dan phenylalanine. Asam amino ini penting pada sintesa dari penghubung metabolisme primer dan sekunder. EPSPS berada pada kloroplas tumbuhan, tapi tidak hadir di hewan (http://www.mcn.org/1/caspar/Gorse/UCDGlyphosate.pdf, 2001). Kehilangan glifosat di dalam tanah dapat dikarenakan glifosat yang bebas di dalam larutan tanah (tidak teradsorpsi lempung dan tidak membentuk kelat), dapat terdegradasi oleh mikroorganisme yang tahan terhadap perlakuan glifosat seperti halnya Agrobacterium radiobacter di dalam larutan tanah. Glifosat yang terbawa oleh air infiltrasi ke luar kolom tanah, akan langsung berhubungan dengan udara bebas dan sinar matahari, sehingga glifosat dapat terdegradasi oleh
Universitas Sumatera Utara
mikroorganisme yang masuk lewat udara bebas atau mikroorganisme yang ikut terbawa oleh air (Wardoyo, S. S, 2006). Nama Umum
: Glifosat
Nama Kimia
: [(phosphonomethyl)amino]acetic acid
Rumus Empiris
: C3H8NO5P
Rumus Bangun
:
(http://www.mcn.org/1/caspar/Gorse/UCDGlyphosate.pdf, 2001). 2,4 D 2,4 - Dichlorophenoxyacetic acid (2,4 - D) adalah herbisida sistemik yang digunakan untuk mengendalikan gulma berdaun lebar. Merupakan herbisida yang banyak digunakan di dunia, dan ketiga paling umum dipakai di Amerika Utara. 2,4-D dikembangkan selama Perang Dunia II oleh satu Tim Inggris di Laboratorium Rothamsted, di bawah kepemimpinan dari Judah Hirsch Quastel, untuk meningkat hasil panen satu bangsa saat berperang. Setelah diperkenalkan secara umum tahun 1946, menjadi herbisida selektif pertama yang sukses dan sangat baik mengganti pengendalian gulma di lahan gandum, jagung, padi, dan serelia lainnya, karena hanya membunuh tumbuhan dikotil saja, monokotil tidak http://www.pasticideinfo.org/Detail_chemical.jsp., 2008). 2,4 - Dichlorophenoxyacetic acid (2,4 - D) biasanya dipakai sebagai satu herbisisda untuk membunuh gulma berdaun lebar. Formulasi ini melemahkan
Universitas Sumatera Utara
kayu, menerobos kulit kayu. Penyerapan 2,4 – D, melalui akar dan daun-daun gulma setelah 4-6 jam aplikasi tanpa turun hujan. Jika hujan 2,4 – D akan larut pada air hujan dan aliran permukaan dari gulma dan tanah sebelum jumlahnya cukup diserap oleh gulma 2,4 – D berada pada jaringan floem gulma setelah diserap bersamaan dengan translokasi bahan makanan ke seluruh tubuh tumbuhan. Akumulasi dari herbisida terjadi pada daerah meristematik dari batang dan akar, 2,4 – D bekerja akibat dari auxin atau perkembanagn gulma, mengatur hormon. Gulma diaplikasi dengan 2,4 – D mengakibatkan metabolisme gulma terganggu dengan merangsang nucleus dan sintesa protein yang mempengaruhi aktivitas dari enzim, pernapasan, dan divisi sel, jaringan floem hancur dan terganggu translokasi
hasil
fotosintesis
sehingga
menyebabkan
kematian
(http://www.epa.gov/TEACH/chem_summ/24D_sumarry.pdf, 2006). 2,4-D merupakan jenis herbisida sistemik yang bersifat selektif. 2,4- D lebih mudah dirombak di dalam tanah dibandingkan dengan 2,4,5- triklorofenoksi asam
asetat
(http://sumarsih07.files.wordpress.com/mikroba-dan-lingkungan-.pdf, 2008). 2,4-D dalam bentuk asam, garam, atau ester yang diaplikasi lewat daun, mendifusikan molekulnya lewat kutikula, masuk ke dalam apoplas, dan akhirnya masuk sel setelah berpenetrasi pada plasmolema (Moenandir, 1988). Nama Umum
: 2,4-D
Nama Kimia
: 2,4 - Dichlorophenoxyacetic acid
Rumus Bangun
:
Universitas Sumatera Utara
http://www.pasticideinfo.org/Detail_chemical.jsp., 2008).
Weed Seed Bank Seed bank (biji dalam tanah) biasanya berasal dari biji-biji yang jatuh dari tumbuhan induknya pada waktu atau tahun-tahun sebelumnya, jika ada dari luar areal hanya sedikit. Pola tanam, sistem budidaya dan pengendalian gulma pada beberapa tahun sebelumnya menentukan spesies gulma mana yang berbunga dan memberikan kontribusi terhadap cadangan biji (seed bank ) gulma dalam tanah (Moenandir, 1993) Tanah yang mengandung biji-biji gulma yang setiap saat dapat berkecambah yang dihasilkan dari tahun-tahun sebelumnya. Biji-biji yang dalam kondisi menguntungkan dapat berkecambah dan tumbuh menimbulkan gangguan serta berkompetisi dengan tanaman pangan disebut simpanan biji. Simpanan biji ini terdiri dari biji-biji yang umurnya berbeda-beda, beberapa diantaranya berada dalam kondisi dorman, siap menghadapi kondisi yang menguntungkan untuk perkecambahan dan sebagian lagi siap menghadapi kondisi yang tidak
Universitas Sumatera Utara
menguntungkan. Pada umumnya biji-biji yang berada pada lapisan olah (sampai kedalaman 25 cm) yang perlu mendapat perhatian yang khusus dalam kaitannya dengan pengelolaan gulma (Sastroutomo, 1990). Gulma dapat berkembang biak secara negetatif maupun generatif dengan biji yang dihasilkan. Pembiakan melalui biji banyak dilakukan oleh gulma semusim dan beberapa gulma 2 tahunan, pada kondisi yang tidak menguntungkan biji
yang
mengalami
dormansi
yang
merupakan
sifat
penting
untuk
mempertahankan dan melestarikan hidup gulma. Biji dorman dapat berkecambah apabila faktor pertumbuhan seperti gas, temperatur dan cahaya terpenuhi (Setyowati, N., U. Nurjanah, dan Afrizal, 2005) Biji gulma yang usang atau menua perlu diketahui pula dalam keadaan kering diduga bahwa membran tidak berkesinambungan dan plasma membran tidak terpisah dari dinding sel tetapi bila mengalami hidrasi sekitar 20 menit akan bersambung kembali menempel dekat dinding sel oleh komponen pospolipida. Pada keadaan dorman dimana lingkungan belum mengizinkan biji tersebut berkecambah. Biji yang dorman terletak didalam tanah. Biji-biji gulma mengalami dormansi sekunder. Mampu berkecambah setelah dibawa ke permukaan tanah. Bila dormansi diperpanjang waktunya akan mengalami imbibisi sehingga jaringan embrio menjadi rusak. Dalam biji terimbibisi ini daya perkecambahan biji masih tetap tinggi, vigornya masih dipertahankan serta pengikisan kromosom cukup rendah (Basuki, 1988).
Universitas Sumatera Utara