TEMU ILMIAH IPLBI 2013
Tinjauan Penerapan Lokalitas pada Bangunan Tinggi Tantarto Sugiman Mahasiswa S3, Teknik Arsitektur, Universitas Katolik Parahyangan Bandung
Abstrak Tulisan ini mencoba memberikan suatu pengantar menuju pemahaman lokalitas yang dapat diterapkan pada bangunan tinggi. Berawal dari isu mengenai suatu kondisi nyata kiwari bahwa pembangunan kota saat ini tidak dapat menghindarkan diri dari pembangunan yang mengarah pada vertikalitas bangunan. Harga lahan yang semakin mahal, lahan yang juga semakin sempit serta jarak pusat kota terhadap lingkungan hunian, tak pelak membuat pembangunan gedung vertikal menjadi solusi terbaik saat ini. Kecenderungannya kini, bahkan semakin mengarah pada bentuk gedung pencakar langit (skyscrapper). Namun sayangnya, fenomena gedung tinggi semakin mengarah pada bentuk universalitas, dimana hampir tidak memiliki identitas kota yang mampu memberikan ciri lokal. Apakah memang gedung tinggi tidak mungkin menerapkan lokalitas, menjadi isu yang hendak diangkat. Tulisan ini diperlukan guna pencarian aspek lokalitas yang mungkin dapat diterapkan, bahkan diciptakan pada bangunan tinggi, secara lebih khusus pada apartemen. Melalui kajian literatur, dan pengalaman terdahulu dari negara lain, maka dicoba untuk mendapatkan pemahaman mengenai lokalitas yang penerapannya dimungkinkan untuk bangunan tinggi. Hasil pencarian adalah suatu ketetapan mengenai kerangka kerja pengertian aspek lokalitas yang kemungkinan dapat diterapkan pada bangunan apartemen. Kata-kunci : bangunan highrise, skyscrapper, apartemen, lokalitas, keberbedaan dan keunikan
Bangunan Kekinian
Highrise,
Sebuah
Tawaran
Arsitektur Modern hadir dengan tujuan untuk menyelesaikan berbagai macam persoalan yang muncul di era sebelumnya dimana arsitektur hanya hadir untuk segelintir kaum elite, sementara kaum miskin seolah termarjinalkan dan tak tersentuh oleh arsitektur. Tetapi di sisi lain, arsitektur modernpun pada akhirnya menimbulkan dampak sampingan baru yang tidak terelakkan lagi, diantaranya: a. Munculnya produk massal, yang pada akhirnya menghilangkan ciri dan keunikannya b. Ketidak pedulian terhadap aspek iklim c. Ketidak pedulian terhadap lingkungan sekitar d. Pemakaian sirkulasi udara buatan
Asal muasal bangunan tinggi dimulai ketika Louis Henry Sullivan memulai debut dalam karyanya yang berani saat itu, sehingga ia dijuluki sebagai father of skyscrapers sekaligus juga sebagai father of modernism. Bersama Henry Hobson Richardson dan Frank Lloyd Wright, ketiganya dikenal sebagai trinitas dalam arsitektur Amerika yang di jamannya telah mampu membuat bangunan tinggi. Di awal abad 20, kelahiran bangunan tinggi lebih diakibatkan untuk menanggapi era industri baru, teknologi, mobilitas dan desakan politik sehingga muncul gaya International Style. Di era kini, kemunculan bangunan tinggi lebih disebabkan oleh dua hal: a.
Budaya komersial/the culture of commerce. Arsitektur hadir akibat kebutuhan konsumen, peluang pasar, dan agenda bisnis. Manifestasinya hadir dalam bentuk bangunan ikonik, sky-scraping towers, hotel deProsiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 | A - 35
Tinjauan Penerapan Lokalitas pada Bangunan Tinggi
ngan nama operator yang terkenal, apartemen berkelas, franchise restaurants, dan shopping mall yang dipenuhi oleh brand stores images, kantor-kantor sewa. b.
Budaya desain/the culture of design. Dalam kategori ini, arsitektur yang hadir lebih merupakan sebuah persaingan karya antar perancang terkenal. Semua berlomba dalam menarik perhatian dengan menghadirkan bangunan dalam konsep terkini. Walau terkadang juga saling berbagi dan mengkritisi dalam ajang majalah, jurnal dan sebagainya. Biasanya bangunan yang hadir dimungkinkan untuk muncul dengan kekuatan lokalitas, atau malah merupakan desain import langsung dimana sang arsitek tidak memberikan muatan lokal pada karakter tempatnya.
Apartemen sebagai sebuah tawaran bagi pemecahan masalah hunian dalam konteks kini, nampaknya akan terus mengalami pertumbuhan secara kuantitas di Indonesia. Namun, apabila kita melihat pada bangunan apartemen yang ada, nampaknya pertumbuhannya menunjukkan keseragaman bentuk dimana-mana. Selanjutnya tulisan ini mencoba untuk menggali pemahaman lebih dalam mengenai kemungkinan aspek lokalitas yang mungkin untuk diterapkan pada apartemen di Indonesia. Kajian Pustaka Menurut Hellman (1986), ada hal-hal pokok yang mempengaruhi terbentuknya arsitektur. Apabila kelima dasar ini dijadikan pedoman bagi lahirnya sebuah karya arsitektur, maka sebetulnya dapat dikatakan bahwa arsitektur tersebut lahir dari “kekuatan setempat” yang memang sesuai dengan wujudnya. Kelima hal tersebut adalah: (1) Kebutuhan (needs). Bahwa kehadiran apartemen untuk menyelesaikan permasalahan yang ada, dirasakan sebagai sebuah pemenuhan kriteria. Tetapi, perlu dikaji kembali, apakah kebutuhan apartemen ini secara ruang, sesuai dengan kebutuhan manusia yang menggunakannya, (2) Teknologi: kehadiran teknologi menjadi suatu kesempatan yang baik bagi arsitek untuk mengembangkan karya rancang-
A - 36 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013
an. (3) Masyarakat (society): arsitekturpun haris hadir guna mengakomodir kehidupan bermasyarakat, menjamin kenyamanan dan keamanan. Kehadiran apartemen hendaknya tidak menimbulkan kesenjangan dengan lingkungan sekitar, (4) Budaya (culture): arsitekturpun hadir dengan segenap makna yang dibawa berdasar budaya masing-masing. (5) Iklim (climate): bagaimana faktor iklim seolah terlupakan oleh bangunan tinggi. Banyak bangunan tinggi yang diduplikasi dari negara empat musim sehingga menjadi tidak sesuai dengan kondisi di Indonesia. Lokalitas: Suatu Keberbedaan dan Keunikan Pada tahun 1990-an konsep lokalitas mulai didengungkan secara teoritis. Dalam mengajukan ide untuk penilaian karakter lokalitas, Dower (1993) merangkum penafsirannya tentang lokalitas sebagai suatu distinctiveness dan uniqueness sebagai berikut: (1) Folk - orang, bahasa, adat dan budaya, cara hidup mereka. (2) Work cara unik orang bekerja - dengan bahan baku lokal, makanan khas, pakaian dan tempat tinggal, dan untuk pemenuhan kebutuhan lain, yang, selama beberapa generasi telah membentuk manusia, komunitas dan lingkungan hidupnya, (3) Place – cara pandang dan perasaan seseorang terhadap tempat, yang membentuk dan mewarnai karakter lokal dari wilayah dengan kombinasi antara alam dan manusia" (Dower, 1993). Jadi lokalitas sebagai suatu aspek distinctiveness dan uniqueness pada akhirnya merupakan suatu kesatuan hubungan dari hubungan:
Gambar 1. Lokalitas sebagai Keberbedaan dan Keunikan
Suatu
Aspek
Tantarto Sugiman
Sebuah tempat yang memiliki keunikan, akan memberikan sense of place. Sense of place sendiri didefinisikan sebagai karakteristik teraga dan tidak teraga yang memperlihatkan keberbedaan sebuah tempat (distinctiveness) dan keunikan (uniqueness), identitas dan keaslian dalam periode waktu yang panjang. Distinctiveness dan uniqueness ini mungkin berlaku dalam skala global, nasional atau regional, atau mungkin hanya lokal, komunitas atau kepentingan pribadi. Keberbedaan ini pada akhirnya akan memberikan suatu identitas terhadap tempat.
must fit into, respond to, and mediate its surroundings (Burden, 2001). The Power of place akan memperlihatkan sebuah “personality of a location” (Hayden, 1995). Bagaimana kekuatan tapak, topografi dan lingkungan memancarkan suatau keunikan yang berbeda dengan tempat lainnya. Metode
Prinsip pertama identitas adalah keinginan untuk mempertahankan kekhasan pribadi. Distinctiveness atau keberbedaan berkaitan dengan persepsi terhadap tempat (Hummon, 1992), dan penggunaan place untuk membedakannya bagian lain kota (Lalli, 1992). Distinctiveness atau keberbedaan akan memperlihatkan karakter identitas yang berbeda antara satu dengan yang lainnya (Twigger-Ross dan Uzzell, 1996). Local distinctiveness pada dasarnya merupakan hubungan dan relasi manusia dengan tempatnya. Relasi tersebut tidak saja dalam tataran yang berada di permukaan, tetapi juga dalam hubungannya yang sangat dalam.
Penelitian ini bersifat deskriptif karena berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat sekarang. (Sujana dan Ibrahim, 1989:65). Penelitian deskriptif memusatkan perhatian kepada pemecahan masalah-masalah aktual sebagaimana adanya. Langkah yang dilakukan: merumuskan masalah, menentukan jenis data yang diperlukan, menentukan prosedur pengum-pulan data, pengolahan data terkait dan kemudian menarik kesimpulan. Metode deskrip-tif dipilih karena penelitian ini merupakan langkah awal untuk menentukan kerangka kerja dan pencarian aspek lokalitas dalam bangunan tinggi, sehingga sifat studi ini masih merupakan bentuk studi kecenderungan.
The Power of Place dalam Konteks Tempat
Analisis dan Interpretasi
Secara Fisik
Power of place dalam arsitektur merupakan keterkaitan antara bangunan, lingkungan, dan faktor-faktor sosial, politik, budaya dan lingkungan ekonomi dimana arsitektur tersebut hadir dalam lingkungan. (Burden, 2001; Oxford Dictionary of English). Sebuah tempat akan memiliki kekuatan (power) apabila penempatan bangunan, situs, posisi, lingkungan alami dan neighborhood-nya terintegrasi dengan baik dan bersimbiosis dengan manusia. (Burden, 2001, hal.87). Lokalitas yang didasarkan pada kekuatan sebuah tempat, baru akan memiliki “power” apabila arsitektur yang hadir “fit in” dengan perencanaan kota, mempertimbangkan kota sebagai sebuah totalitas, dan sadar bahwa bagianbagian kota memiliki kekuatan dan pengalaman ruangnya masing-masing. …….. All architecture
Tabel 1. Analisis Kemungkinan Penerapan Lokalitas Pada Bangunan Apartemen
ASPEK
HUBUNGANNYA DENGAN APARTEMEN SEBAGAI SALAH SATU BENTUK
HIGHRISE
Kebutuhan
kebutuhan hunian yang mendesak dalam jumlah banyak. lahan terbatas dan mahal
Teknologi
Struktur memang sudah baku dan berlaku universal. Material lokal belum mampu untuk membentuk struktur highrise. budaya dalam hal budaya bermukim, filosofi, aspek relijiusitas dsb, masih dimungkinkan untuk tampil pada bangunan tinggi.
Budaya
Masyarakat
Masyarakat sebuat kawasan, lingkungan, daerah, kota, bahkan Negara, memiliki kebiasaan
BISA DITERAPKAN ATAU TIDAK PADA APARTEMEN (DALAM KAITAN LOKALITAS) Bangunan apartemen memang lahir untuk kebutuhan hunian, sifatnya berlaku universal. Jadi: Kebutuhan BUKAN ajang untuk memperlihatkan LOKALITAS Teknologi BUKAN ajang untuk memperlihatkan LOKALITAS
Aspek Budaya DIMUNGKINKAN untuk memperlihatkan lokalitas sebuah bangunan tinggi (apartemen). Aspek Masyarakat DIMUNGKINKAN untuk memperlihatkan lokalitas sebuah
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 | A - 37
Tinjauan Penerapan Lokalitas pada Bangunan Tinggi
Iklim
masing-masing yang berbeda satu sama lain. Iklim suatu tempat berbeda dengan tempat lainnya
bangunan tinggi (apartemen). Aspek Iklim DIMUNGKINKAN untuk memperlihatkan lokalitas sebuah bangunan tinggi (apartemen)
Hasil studi literatur terhadap negara-negara lain yang sudah terlebih dahulu menerapkan budaya tinggal di apartemen menunjukkan pula kecenderungan bahwa ada apartemen yang memberikan tingkat kebetahan yang tinggi pada masyarakatnya sehingga tinggal di apartemenpun mampu memberikan sentuhan emosional yang tinggi dan mampu memberikan makna baik bagi mereka seperti yang ditunjukkan oleh masyarakat Singapura. (Gowell, 2011, Yuen et al , 2006). Tetapi bagi masyarakat Glasgow, apartemen tidak mampu memberikan aspek kebetahan. Hal ini menunjukkan bahwa apartemen selayaknya juga mampu mengusung nilai-nilai lokalitas dalam pengadaannya sehingga mempu menjadi place yang membetahkan masyarakat penghuninya.
Walaupun berhuni di apartemen, masyarakat Indonesia masih membutuhkan tingkat interaksi dengan manusia lain. Aspek privasi nampaknya tidak menjadi sesuatu yang baku. Keberadaan anak-anak terutama, membutuhkan pengawasan dan tingkat kepedulian yang dibutuhkan diantara sesama penghuni. Apartemen yang ditinggali oleh keluarga, nampaknya masih membutuhkan nilai-nilai lokal dan budaya masyarakat Indonesia yaitu bersosialisasi. Kekuatan tapak dan lokasi, juga perlu dipertimbangkan bagi keberadaan bangunan. Keberbedaan dan keunikanpun perlu dihadirkan pada bangunan apartemen sehingga memberikan „ruh‟ tersendiri. Tinggal pada bangunan unikpun akan memberikan nuansa kebanggaan bagi penghuninya. Kesimpulan Dari penjabaran yang dilakukan, didapatkan kesimpulan bahwa: lokalitas pada dasarnya adalah merupakan suatu keberbedaan (distinctiveness) dan keunikan (uniqueness) dari sebuah place. Lokalitas sendiri pada dasarnya merupakan suatu hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungannya yang terintegrasi dengan baik sehingga menimbulkan adanya sense of place dan sense of belonging dari place. Sense of place pada akhirnya akan menciptakan sebuah place identity yang menandakannya dengan yang lain. Dan inilah yang pada akhirnya memberikan suatu keberbedaan (distinctiveness) dan keunikan (uniqueness). Aspek keberbedaan (distinctiveness) dan keunikan (uniqueness) perlu digali lebih dalam apabila akan dikaitkan dengan bangunan tinggi (highrise). Bagaimana bangunan tinggi tersebut mampu mengungkapkan aura keberbedaan sehingga menjadikannya unik dan memberikan identitas suatu tempat, wilayah, bahkan negara.
Gambar 2. Apartemen Regata di Tepi Laut
A - 38 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013
Aspek budaya, masyarakat dan iklim yang diterapkan pada bangunan apartemen Nampaknya dapat menjawab tantangan terhadap aspek pemenuhan lokalitas dari suatu bangunan apartemen. Selanjutnya, inilah yang akan menjadi kerangka kerja bagi penelitian lanjutan.
Tantarto Sugiman
Daftar Pustaka Burden, E. E., & Hill , M. (2001). llustrated dictionary of architecture professional 2nd edition. Dower, M., 1993. Local Distinctiveness: An Idea for Europe, in S. Clifford & A. King (eds.), Local
Distinctiveness: Place, Particularity and Identity.
London: Common Ground. Gowell (2011). The effects of high-rise living within social rented housing areas in Glasgow, Glasgow, Glasgow Community Health and Wellbing Research and Learning Programme Hayden, Dolores (1995). The Power of Place. The MIT Press, London Hellman, Louis (1986). Architecture for Beginners. Writers & Readers. Lalli, M. (1992). Urban related identity: theory, measurement and empirical findings. Journal of Environmental Psychology. Sujana; Ibrahim (1992). Metode Statistika. Bandung: Tarsito Twigger-Ross dan Uzzell. (1996). Place and Identity Processes. Journal of Environmental Psychology Yuen, B, Yeh, A, et al. (2006). "High-rise Living in Singapore Public Housing". Urban Studies, 43.
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 | A - 39