No. 03.2010
Pertumbuhan IndustrI
Melampaui
Target KEBIJAKAN
EKONOMI - BISNIS
• Penerapan BK Dorong
• Kemenperin Dukung
Industri Hilir Kakao Domestik • Jombang Didorong Menjadi Klaster Alas Kaki • Insentif untuk Industri Hilir
Pengembangan Solo Technopark • Mendorong Pertumbuhan IKM dengan TPL • Perusahaan China akan Relokasi Pabrik Besi Senilai US$ 1 Miliar
TEKNOLOGI • Nano Energizer, Memulihkan Kondisi Mesin Kendaraan Bermotor
PROFIL • Membentuk IKM Komponen Handal melalui Standarisasi
Kebijakan
Gunakan
PRODUKSI DALAM NEGERI
sekarang!
2 • Media Industri • No. 2 - 2010
Pengantar redaksi
T
idak terasa waktu berjalan begitu cepat, masa bakti Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II pun kini sudah genap berusia satu tahun. Tepatnya pada tanggal 20 Oktober 2010 lalu KIB II sudah menjalani masa baktinya selama satu tahun. Banyak sudah capaian yang telah diraih KIB II selama kurun
waktu satu tahun itu. Salah satu diantaranya capaian di bidang perindustrian yang selama ini menjadi pendorong utama pertumbuhan perekonomian nasional. Capaian tersebut telah sejalan dengan tugas yang diberikan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono kepada Menteri Perindustrian untuk melaksanakan pengembangan dan pembangunan industri dengan fokus pada peningkatan daya saing industri agar mampu berkompetisi, baik di pasar global maupun di dalam negeri. Sesuai dengan tugas yang diamanatkan Presiden RI dan mengacu kepada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010, Kementerian Perindustrian mendapatkan tugas untuk melakukan revitalisasi industri pupuk, revitalisasi industri gula, pengembangan klaster industri pertanian, oleokimia, dan pengembangan klaster industri berbasis migas kondensat. Selain itu, Kementerian Perindustrian juga diberikan tugas merevitalisasi industri tekstil, industri alas kaki, industri semen, serta mempertahankan opini audit Badan Pemeriksa Keuangan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang telah dicapai pada tahun 2008 serta melakukan perbaikan peraturan-peraturan yang mendukung investasi dan melaksanakan reformasi di bidang pelayanan umum. Kita patut bersyukur kepada Tuhan YME bahwasannya semua tugas yang diberikan kepada Kementerian Perindustrian selama kurun waktu satu tahun ini telah berhasil dilaksanakan dengan baik sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan. Berbagai capaian Kementerian Perindustrian itu sengaja kami sajikan pada rubrik Laporan Utama majalah Media Industri edisi kali ini. Para pembaca majalah Media Industri yang budiman, kami juga menyajikan laporan mengenai perubahan struktur organisasi Kementerian Perindustrian
Capaian kinerja industri telah sejalan dengan tugas yang diberikan Presiden RI untuk melaksanakan pengembangan dan pembangunan industri dengan fokus pada peningkatan daya saing industri agar mampu berkompetisi, baik di pasar global maupun di dalam negeri.
serta perubahan personil di jajaran pejabat Eselon I dan II yang diharapkan dapat menjalankan berbagai tugas yang telah diamanatkan kepada Kementerian Perindustrian secara lebih baik dan lebih efektif. Pada rubrik Kebijakan, para pembaca juga dapat memperoleh informasi mengenai kebijakan SNI wajib produk baja HRC dan CRC, kebijakan wajib label berbahasa Indonesia, serta usulan penerapan Bea Keluar terhadap ekspor bijih besi dan lain-lain. Sementara itu, pada rubrik Ekonomi dan Bisnis. terdapat informasi mengenai pengembangan industri obat herbal oleh salah satu perusahaan farmasi di dalam negeri, pengembangan industri pengolahan kakao, industri besi baja, industri alumunium dan lain-lain. Yang juga tidak kalah menariknya adalah informasi pada rubrik Insert, Profil dan Artikel edisi kali ini. Semoga semua sajian kami tersebut dapat semakin menambah wawasan para pembaca setia majalah ini. Selamat menyimak.
No. 2 - 2010 • Media Industri • 3
DAFTAR ISI Kebijakan Pengantar Redaksi
3
Laporan Utama
6
L a p o r a n U ta m a
» Pertumbuhan Industri Melampaui Target » Hasil Positif dari Program Revitalisasi Industri Pupuk dan Gula
Kebijakan
11
» Penerapan BK Dorong Industri Hilir Kakao Domestik » Jateng, Prioritas Pengembangan Ikm Pangan Dan Kemasan » Ekspor Bijih Besi Seharusnya Kena Bea Keluar » Wajib Label Berbahasa Indonesia Mulai Berlaku » Jombang Didorong Menjadi Klaster Alas Kaki » Pemerintah Berlakukan SNI Wajib Produk Baja CRC » Struktur Organisasi Kemenperin Berubah » SKB Lima Menteri Pengalihan Waktu Kerja Pada Akhirnya Dicabut » Insentif untuk Industri Hilir
Ekonomi & Bisnis
Teknologi
50
Profil
54
Artikel
56
» BT Cocoa, Mengolah Biji Kakao Menjadi Produk Bernilai Tambah
» Membentuk IKM Komponen Handal melalui Standardisasi
4 • Media Industri • No. 2 - 2010
K e b i j a k a n
14 Jateng, Prioritas Pengembangan Ikm Pangan Dan Kemasan
Kemenperin telah memberi bantuan pelayanan desain dan cetakan kepada 82 IKM, terbesar layanan jenis kemasan karton box offset (30 IKM), plastik sablon (21 IKM), stiker (16 IKM), serta karton box (15 IKM)
48
» Melongok Pembinaan SDM dan IKM di Jateng
» Nano Energizer » Aplikasi Nano Kalsium
6
Hal ini bisa dilihat dari pertumbuhan industri yang terjadi selama satu tahun terakhir ini. Data Kementerian Perindustrian menunjukkan pertumbuhan industri pengolahan nonmigas pada triwulan II2010 telah mencapai 4,91%.
30
» Pasokan Dunia Merosot, Konsumsi Nasional Justru Membengkak » Pemerintah Bantu Industri Pendukung Pabrik Gula » Kemenperin Dukung Pengembangan Solo Technopark » PPIT Logam Tegal Produksi Traktor Tangan » PT SOHO Industri Pharmasi, Fokus Kembangkan Industri Fitofarmaka » Mendorong Pertumbuhan IKM dengan TPL » China akan Relokasi Pabrik Besi Baja Senilai US$ 1 Miliar
Insert
Pertumbuhan Industri Melampaui Target
Ekonomi & Bisnis
36
Kemenperin Dukung Pengembangan Solo Technopark
Rencananya tahun depan, Ditjen IKM akan memfasilitasi bidang kewirausahaan, dan Ditjen IATT akan bergerak di bidang industri komponen otomotif
Kebijakan
REDAKSI Pemimpin Umum
Agus Tjahajana Pemimpin Redaksi
Muhdori Wakil Pemimpin Redaksi
Hartono Redaktur Pelaksana
Gunawan Sanusi Sekretaris I.G.N Agung Negari Anggota Redaksi
Intan Maria, Andi Suandi, Djuwansyah, Rizka Photographer/Dokumentasi
J. Awandi Tata Usaha
Sukirman Suwarno, Dedi Maryono, Achyani Soesman
Para pembaca yang tidak berkesempatan memperoleh Media Industri atau memerlukan informasi kebijakan industri dapat mengakses ke website: http://www.kemenperin.go.id
Alamat Redaksi : Biro Umum dan Hubungan Masyarakat Kementerian Perindustrian Jl. Gatot Subroto Kav. 52-53 Jakarta 12950 Telp.: 021-5251661, 5255509 pes 4023
No. 2 No. 2-- 2010 • Media Industri • 5
Laporan Utama
Pertumbuhan Industri
Melampaui Target
Industri Alat Angkut, termasuk sub sektor yang mencatat pertumbuhan tertinggi selama triwulan-II tahun 2010
Tanggal 20 Oktober 2010 lalu, genap sudah satu tahun Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II memerintah. Berbagai pencapaian telah dihasilkan oleh KIB II baik di bidang ekonomi, politik, hukum, keamanan dan kesejahteraan masyarakat.
6 • Media Industri • No. 2 - 2010
B
eragam penilaian pun bermunculan terhadap pencapaian kinerja yang dilakukan para menteri yang tergabung dalam KIB II selama setahun terakhir ini. Penilaian terhadap kinerja para menteri itu tidak terlepas dari tugas atau program yang diberikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terhadap para menteri di KIB II. Ada program jangka pendek, menengah dan jangka panjang yang harus dicapai para menteri dalam lima tahun periode masa tugas KIB II dari tahun 2009 hingga 2014. Berdasarkan tugas dan program yang diberikan itu, Presiden SBY menetapkan penilaian karya terhadap para menteri. Bagaimana dengan pencapaian kinerja di Kementerian Perindustrian untuk tahun ini? Untuk Kementerian Perindustrian, ada sejumlah indeks penilaian karya atau indeks kinerja kunci (key performance index) yang
ditetapkan oleh Presiden yang harus dicapai dalam lima tahun masa kerja. Indeks penilaian karya tersebut meliputi revitalisasi industri pupuk dan industri gula. Adajugapengembangandanpembangunan industri yang difokuskan untuk peningkatan daya saing industri agar dapat bersaing di pasar global maupun dalam negeri. Tugas yang diemban Kementerian Perindustrian itu diperkuat melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010. Dalam Inpres itu, Kementerian Perindustrian diberi tugas merevitalisasi industri pupuk, revitalisasi industri gula, pengembangan kluster industri pertanian oleokimia, dan pengembangan kluster industri berbasis migas kondensat Selain itu, Kementerian Perindustrian juga diberikan tugas merevitalisasi
Laporan Utama industri tekstil, industri alas kaki, industri semen, serta mempertahankan opini audit Badan Pemeriksa Keuangan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang telah dicapai pada tahun 2008. Indikator yang harus dicapai oleh Kementerian Perindustrian pada periode 2010-2014 adalah pertumbuhan industri nasional tahun 2014 mencapai 7,7%. Untuk tahun 2010 ini, target pertumbuhan industri yang ditetapkan 4,65%.
Hasil yang Dicapai Jika melihat hasil yang dicapai dalam melaksanakan tugas yang diemban, Kementerian Perindustrian boleh dikatakan telah memberikan kinerja yang positif. Hal ini bisa dilihat dari pertumbuhan industri yang terjadi selama satu tahun terakhir ini. Data Kementerian Perindustrian menunjukkan pertumbuhan industri pengolahan nonmigas pada triwulan II-2010 telah mencapai 4,91%. Angka ini lebih tinggi dari target pertumbuhan industri yang ditetapkan sebesar 4,65% untuk seluruh tahun 2010. “Dengan kecenderungan yang makin membaik pada ekonomi nasional, regional, dan global, target tahun 2010 tersebut telah terlampaui dan optimistis mencapai angka yang lebih tinggi lagi,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat. Jika dikelompokkan berdasarkan sub sektor industri pengolahan, tercatat bahwa pertumbuhan tertinggi terjadi pada industri alat angkut, mesin dan peralatannya. Industri
Realisasi Investasi dan Realisasi Ekspor 2010 No.
Deskripsi
2010
1
Investasi Sektor Industri oleh PMDN (Triliun Rp)
2
Investasi Sektor Industri oleh PMA (Miliar US$)
3
Ekspor Sektor Industri (Miliar US$)
2011
10,17 1,2 52,31
Naik 34,10%
Sumber : BPS Diolah Pusdatin Keterangan: Data realisasi investasi s.d triwulan II 2010, data realisasi ekspor s.d Agustus 2010
tersebut selama triwulan II tahun 2010 telah mengalami pertumbuhan sebesar 12,16%, jauh di atas target yang ditetapkan sebelumnya sebesar 4%. Pertumbuhan tertinggi juga terjadi pada pada industri pupuk, kimia dan barang dari karet yang tumbuh sebesar 3,08% selama periode itu serta industri semen dan barang galian bukan logam yang bertumbuh sebesar 2,43%. Sementara industri makanan, minuman dan tembakau untuk periode yang sama berhasil mencapai pertumbuhan sebesar 2,01%. Pertumbuhan sektor industri non migas itu didukung oleh besarnya investasi yang dilakukan Pananaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Jumlah investasi PMDN sampai bulan Juni 2010 berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), tercatat sebesar Rp 10,17 triliun dan untuk PMA sebesar US$ 1,2 miliar. Kinerja positif juga terjadi pada ekspor sektor industri. Pada periode Januari-Agustus
2010, ekspor sektor industri mengalami pertumbuhan yang signifikan, yaitu sebesar 34,66% jika dibandingkan nilai ekspor pada periode yang sama tahun 2009. Peranan ekspor sektor industri pada tahun ini juga menunjukkan kenaikan yang cukup besar. Jika pada semester I tahun 2010 peranan ekspor sektor industri mencapai 61,26% dari keseluruhan ekspor Indonesia, maka pada periode Januari-Agustus 2010, peranan ekspor sektor industri terhadap keseluruhan ekspor Indonesia, mencapai 62,16%. Menurut Menperin MS Hidayat, hasil positif yang terjadi pada sejumlah sub-sektor industri pengolahan ini telah memberikan kontribusi cukup besar dalam pertumbuhan ekonomi. Pada triwulan II tahun 2010, pertumbuhan ekonomi nasional berhasil mencapai angka 6,2%. Dari angka pertumbuhan ekonomi itu, sektor industri pengolahan memberikan kontribusi sebesar 1,1%. mi
Target dan Realisasi Pertumbuhan Sektor Industri (%) No.
Deskripsi
2010 Target
2011
Realisasi *)
Target
A
Ekonomi
5,80
6,17
6,30
B
Industri Pengolahan
4,65
4,91
5,05
1 Makanan, Minuman dan Tembakau
6,64
2,01
6,98
2 Tekstil,Barang Kulit & Alas Kaki
2,15
-0,09
2,32
3 Barang Kayu & Hasil Hutan Lainnya
1,75
-3,24
1,99
4 Kertas & Barang Cetakan
4,20
-0,49
4,89
5 Pupuk, Kimia & Barang dari Karet
5,00
3,08
5,35
6 Semen & Barang Galian Bukan Logam
3,25
2,43
3,72
7 Logam Dasar,Besi & Baja
2,75
-0,14
2,99
8 Alat Angkut, Mesin & Peralatannya
4,00
12,6
4,51
9 Barang Lainnya
5,25
5,71
5,33
Sumber : BPS Diolah Pusdatin Keterangan : *) Data realisasi s/d Triwulan II 2010
Mesin & Alat Berat, pertumbuhan cukup tinggi
No. 2 - 2010 • Media Industri • 7
Laporan Utama Upaya untuk menarik investor asing agar mau berinvestasi di industri pupuk juga telah dilakukan pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di industri pupuk.
Hasil Positif dari Program Revitalisasi Industri Pupuk dan Gula
Pabrik Pupuk, Sejumlah investor asing menyatakan kesediannya untuk ikut terjun di industri pupuk di Indonesia
D
ari sejumlah tugas yang dibebankan kepada Kementerian Perindustrian yang tertuang dalam Inpres No 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010, program revitalisasi industri pupuk dan program revitalisasi industri gula mendapatkan perhatian yang cukup besar. Hal ini dikarenakan kedua program tersebut termasuk di dalam Program 100 hari Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono. Selama tahun ini, kedua program itu telah diimplementasikan Kementerian Perindustrian dengan berkoordinasi dengan instansi-instansi lainnya. Implementasi dari kedua program tersebut telah memberikan
8 • Media Industri • No. 2 - 2010
hasil yang positif bagi tercapainya target yang ditetapkan pemerintah terhadap program revitalisasi industri pupuk dan program revitalisasi industri gula. Revitalisasi Industri Pupuk Program revitalisasi industri pupuk diterapkan dengan sasaran pada kurun waktu 2010-2014 terjadi penggantian 3 pabrik urea berusia tua (pabrik urea Pusri II, Pabrik Urea Kujang 1A dan pabrik urea Kaltim 1) dan pembangunan 1 pabrik urea PT Petrokimia Gresik yang baru dengan kapasitas total 33,54 juta ton/tahun. Selain itu, pada periode tersebut juga diharapkan adanya pembangunan 5 pabrik pupuk NPK dengan kapasitas total 1 juta ton/
tahun serta pembangunan 32 pabrik pupuk organik di daerah yang memiliki potensi bahan baku dengan kapasitas masingmasing 10.000 ton/tahun (3 shift/hari). Untuk mencapai sasaran yang ditetapkan itu, bukanlah suatu pekerjaan mudah mengingat masih adanya sejumlah kendala atau permasalahan yang harus dihadapi. Permasalahan utama yang dihadapi pemerintah adalah terkait dengan jaminan ketersediaan bahan baku bagi kelangsungan kegiatan di industri pupuk. Misalnya, pasokan gas bumi untuk Pabrik Kaltim-5 sebesar 80 MMSCFD (Million Metric Standard Cubic Feet per Day) yang belum efektif karena belum adanya persetujuan Menteri Keuangan terkait insentif dari
Laporan Utama pemerintah kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) bilamana terjadi kondisi dimana harga berdasarkan formula berada di bawah harga keekonomian KKKS. Selain jaminan pasokan bahan baku, pemasalahan lain adalah belum adanya SNI pupuk organik sebagai acuan kualitas produk. Namun, permasalahan yang terjadi di lapangan itu tidaklah menyusutkan Kementerian Perindustrian untuk terus melaksanakan tugas yang diberikan. Sejumlah upaya pun telah dilakukan Kementerian Perindustrian agar sasaran dari program revitalisasi industri pupuk bisa tercapai sesuai target. Menurut Menteri Perindustrian MS Hidayat, sejumlah kegiatan yang dilakukan untuk terlaksananya program revitalisasi industri pupuk telah membuahkan hasil positif. Misalnya, telah ditandatanganinya Principle Agreement pasokan gas dari East Kal untuk pabrik pupuk urea Kaltim-5 sebesar 80 MMSCFD. Selain itu, PT Petrokimia Gresik sudah menandatangani MoU dengan ExxonMobil mengenai pengalokasian pasokan gas bumi sebesar 85 MMSCFD dari lapangan gas Cepu. Namun demikian, jangka waktu MoU tersebut sudah berakhir dan akan diperpanjang setelah ditetapkannya operator lapangan gas Cepu. Pemerintah juga telah melakukan inventarisasi potensi cadangan gas bumi yang direncanakan untuk pemenuhan kebutuhan gas bumi industri pupuk berdasarkan surat Menteri ESDM Nomor 1418/15/MEM.M/2010 tanggal 10 Maret 2010. Upaya untuk menarik investor asing agar mau berinvestasi di industri pupuk juga telah dilakukan pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di industri pupuk. Hal ini tercermin pada tercapainya MoU antara PT Pusri dengan Jordan Phospate Mines Company (JPMC) pada 19 Juli 2010 mengenai pembangunan pabrik pupuk NPK di Indonesia dengan kapasitas 200.000 hingga 300.000 ton/tahun. Dalam MoU itu disepakati bahwa penyediaan bahan baku phospate berasal dari pihak JPMC. Investor asal Jordania itu juga pada Januari 2010 telah digandeng PT Petrokimia Gresik untuk mendirikan Joint Venture Company guna membangun pabrik asam phospate kapaitas 200.000/
tahun di Gresik dan diharapkan sudah dapat dioperasikan pada tahun 2013. Sejumlah investor asing lainnya juga telah menyatakan kesediaannya untuk ikut terjun di industri pupuk Indonesia, seperti yang dilakukan Office Cherifein des Phospate (OCP). Investor asal Tunisia itu telah menyampaikan Letter of Intent (LoI) untuk memasok 500.000 ton produk antara phospate (DAP, MAP dan Asam Fosfat/ Phosphoric Acid) ke Indonesia. Begitu juga dengan Compagnie des PhospatedeGasfa(CPG)danGrupeChemique Tunisien (GCT) yang sepakat mengadakan kerjasama dengan produsen pupuk Indonesia, dimana pada tahap pertama akan dilakukan 1-2 kali pengapalan rock phospate ke Indonesia sebesar 30.000 ton/tahun. “Pemerintah juga sedang menyusun master plan pengembangan industri pupuk NPK dan diharapkan selesai pada Desember 2010. Saat ini Kemneterian Perindustrian sedang melaksanakan pemetaan potensi bahan baku pupuk organik di 41 Kabupaten yang diharapkan akan selesai pada Desember 2010. Kami juga telah menjajaki koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri yang sudah ditindaklanjuti melalui Surat Edaran Mendagri kepada seluruh Pemda mengenai pengamanan penyediaan bahan baku pupuk organik di daerah,”kata Menperin MS Hidayat, Sementara untuk pupuk organik, Menperin menyatakan bahwa saat ini sedang dibangun 4 pabrik pupuk organik di Kabupaten Sidenreng Rappang
(Sulsel), Lombok Barat (NTB), Pasaman Barat (Sumbar) dan Aceh Tamiang (NAD) dengan kapasitas masing-masing 10.000 ton/tahun dan diharapkan dapat dioperasikan pada Januari 2011. Terkait dengan hasil yang telah dicapai itu, Menperin menjelaskan bahwa Kementerian Perindustrian akan menindaklanjuti hasilhasil tersebut dengan sejumlah kebijakan atau kegiatan lainnya. “Kami akan memberikan fasilitas pembangunan revitalisasi 3 pabrik pupuk urea untuk periode 2010-2014 dalam rangka pengamanan pasokan bahan baku gas bumi serta fasilitasi pengamanan bahan baku Phospate dan Kalium untuk pembangunan 5 pabrik pupuk NPK,” ujar Menperin. Menurut MS Hidayat, Kementerian Perindustrian telah melakukan kordinasi pengamanan pasokan gas bumi dengan Kementerian ESDM, BP Migas, Kementarian Keuangan, Kementerian Kordinator Bidang Perekonomian dalam kaitan dengan harga gas bumi untuk industri pupuk untuk diupayakan agar ditetapkan oleh Pemerintah dengan berpedoman pada UU No.22/2001 tentang Migas dan Inpres No.2 Tahun 2010 tentang Revitalisasi Industri Pupuk. “Kami juga melakukan koordinasi dengan Kementerian ESDM, BP Migas dan Menko Perekonomian untuk mengupayakan sisa gas bumi sebesar 115 MMSCFD dari Blok Cepu agar dialokasikan untuk revitalisasi industri pupuk,” ucapnya. Selain itu, telah dilakukan pembahasan mengenai alternatif sumber pembiayaan
Pabrik Pupuk KALTIM, salah satu pabrik pupuk yang direvitalisasi
No. 2 - 2010 • Media Industri • 9
Laporan Utama program revitalisasi industri pupuk, antara lain soal kemungkinan mendapatkan tambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) maupun subsidi bunga pinjaman sebesar 10% (melalui APBN) dan pelonggaran BMPK untuk pinjaman revitalisasi industri pupuk.
Revitalisasi Industri Gula Tampaknya sukses yang dicapai Kementerian Perindustrian dalam menjalankan program revitalisasi industri pupuk juga terjadi di program revitalisasi industri gula. Program revitalisasi industri gula yang dilaksanakan Kementerian Perindustrian juga telah berjalan sesuai dengan yang diharapkan pemerintah. Program revitalisasi industri gula 20102014 digulirkan dengan sasaran pokok untuk mencapai swasembada gula nasional pada tahun 2014 dengan produksi gula konsumsi 2,96 juta ton dan gula untuk industri sebesar 2,74 juta ton. Dengan demikian, total produksi gula pada tahun 2014 diharapkan mencapai 5,7 juta ton. Melalui program ini juga diharapkan terjadi restrukturisasi industri permesinan dalam negeri untuk mendukung rencana aksi revitalisasi industri gula, revitalisasi permesinan pabrik gula existing baik
Salah satu kegiatan packaging di pabrik pupuk 10 • Media Industri • No. 2 - 2010
PG BUMN maupun PG Swasta serta pembangunan 15 Pabrik gula baru kapasitas rata-rata 10.000 TCD dengan kebutuhan lahan sebanyak 300.000 ha (netto). Menurut Menperin, sebagai implementasi dari program revitalisasi industri gula, sedang dilakukan peremajaan permesinan PT Barata Indonesia dan PT Boma Bisma Indra (BBI) guna mendukung pengadaan mesin peralatan untuk revitalisasi pabrik gula yang diharapkan akan meningkatkan kapasitas foundry sehingga mampu mendukung permintaan peningkatan kapasitas pabrik gula melebihi 10.000 TCD dan 4 furnace siap dioperasikan bersamaan. “Nantinya boiler pabrik gula dapat dipabrikasi di PT Barata Indonesia dimana sebelumnya pabrikasi sebagian besar dilakukandiluarnegeridaninstalasidilakukan di lokasi,” kata Menperin MS Hidayat. Sementara itu, bantuan mesin peralatan kepada BBI diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pengecoran dari besi tuang ke baja tuang, meningkatkan kemampuan produksi peralatan pabrik gula dari molen roll ke peralatan lainnya. Selain itu, saat ini sedang dilaksanakan pilot project di 8 pabrik gula dalam rangka
peningkatan kemampuan proses produksi gula dan efisiensi penggunaan energi. “Juga sedang dilaksanakan program stimulus berupa bantuan peremajaan mesin dan peralatan pabrik gula dengan subsidi bunga melalui potongan harga sebesar 10 persen dari harga mesin dan peralatan produksi dalam negeri. Kami telah menyusun daftar komponen mesin dan peralatan yang dapat diproduksi di dalam negeri untuk mendukung revitalisasi pabrik gula,” papar Menperin. Kementerian Perindustrian pun tengah melakukan penyusunan mesin dan peralatan dalam rangka optimalisasi dan amalgamasi pabrik gula existing khususnya pada PTPN IX, PTPN X, PTPN XI dan PT RNI melalui penggantian mesin dan peralatan (untuk optimalisasi) dan pembangunan PG baru (untuk amalgamasi). Sementara untuk pembangunan pabrik baru, telah dilakukan inventarisasi terhadap 56 calon investor yang berminat untuk pembangunan perkebunan tebu dan pabrik gula baru serta menyusun business plan pendirian industri gula baru di empat wilayah/provinsi. mi
Laporan Utama
Penerapan Bea Keluar
Dorong Industri Hilir Kakao Domestik P
ada tahun 2009 Indonesia tercatat sebagai negara produsen biji kakao terbesar ketiga di dunia setelah dua negara Afrika, yaitu Pantai Gading (Ivory Coast) dan Ghana. Dengan Gerakan Nasional (Gernas) Kakao pemerintah c.q Kementerian Pertanian memperkirakan pada tahun 2010 produksi biji kakao Indonesia mampu menggeser posisi Ghana sebagai produsen biji kakao terbesar kedua di dunia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah Kementerian Perdagangan menyebutkan volume ekspor biji kakao Indonesia memperlihatkan kecenderungan yang terus meningkat. Pada tahun 2008 volume ekspor biji kakao mencapai 515.538,7 ton, naik dibanding volume ekspor tahun 2007 yang mencapai 503.523,1 ton. Pada tahun 2009 volume ekspor biji kakao kembali meningkat menjadi 535.191,1 ton dari total produksi biji kakao nasional pada tahun 2009 sebesar 577.000 ton. Dengan demikian, pada tahun 2009 hampir 93% dari total produksi biji kakao Indonesia diekspor ke mancanegara. Namun sayangnya ekspor biji kakao itu lebih banyak dalam bentuk mentah ketimbang dalam bentuk produk olahan. Bahkan sekitar 90% dari total ekspor biji kakao Indonesia yang mencapai sekitar 500.000 ton per tahun itu terdiri dari biji kakao yang belum difermentasi. Karena itu, harga ekspor biji kakao Indonesia selalu didiskon karena harga biji kakao yang tercantum di terminal New York adalah harga untuk biji kakao yang telah difermentasi. Sementara itu, volume ekspor produk kakao olahan masih relatif sangat kecil jika dibandingkan dengan volume ekspor biji
kakao, apalagi jika dibandingkan dengan volume produksi biji kakao nasional. Data BPS yang diolah Kementerian Perindustrian menunjukkan volume ekspor kakao olahan Indonesia pada tahun 2009 hanya mencapai 115.170 ton yang terdiri dari produk antara (cocoa liquor, cocoa cake, cocoa butter, cocoa powder) sebanyak 83.642 ton dan produk akhir sebanyak 31.528 ton. Data tersebut juga menunjukkan, realisasi produksi kakao olahan pada tahun 2009 mencapai 320.303 ton yang terdiri dari 130.000 ton produk olahan kakao antara
dan 190.303 ton produk akhir. Produksi sebesar itu masih jauh di bawah kapasitas produksi industri kakao olahan nasional yang mencapai 593.507 ton per tahun, terdiri dari kapasitas industri produk antara sebesar 345.000 ton dan kapasitas industri produk akhir sebesar 248.507 ton per tahun. Dengan kata lain, tingkat utilisasi industri kakao olahan nasional hanya mencapai rata-rata sekitar 54%, dimana tingkat utilisasi industri kakao antara sebesar 37,70% dan tingkat utilisasi industri produk kakao akhir sebesar 76,58%. No. 2 - 2010 • Media Industri • 11
Laporan Utama Ironisnya, selama ini Indonesia juga terpaksa harus mengimpor kakao dari luar negeri. Pada tahun 2009, Indonesia mengimpor biji kakao (fermented cocoa bean) sebanyak 27.230 ton, impor produk olahan kakao antara sebanyak 12.426 ton dan produk akhir kakao olahan (coklat) sebanyak 8.593 ton. Jika dilihat dari volume ekspor produk kakao antara yang mencapai 83.642 ton pada tahun 2009, maka dari total produksi produk kakao antara sebesar 130.000 ton pada tahun 2009, sekitar 64,34%-nya diekspor ke mancanegara. Sementara itu, untuk produk akhir kakao olahan (coklat), dari total produksi produk akhir kakao olahan sebesar 190.303 ton pada tahun 2009, sebagian besar (83,43%) dikonsumsi di dalam negeri dan sekitar 16,57%-nya diekspor ke mancanegara. Masih tingginya ekspor biji kakao mentah (unfermented) dan masih relatif kecilnya produksi dan ekspor kakao olahan menunjukkan bahwa proses nilai tambah produk kakao di dalam negeri selama ini masih sangat rendah. Selama berpuluhpuluh tahun Indonesia hanya dikenal sebagai negara pengekspor biji kakao mentah yang tidak difermentasi. Masih tingginya ekspor biji kakao mentah dan rendahnya ekspor produk olahan kakao juga menunjukkan bahwa Indonesia selama ini hanya berperan sebagai penyedia bahan baku bagi industri hilir kakao (coklat) di luar negeri. Industri hilir coklat justru berkembang di negara-negara yang relatif tidak memiliki sumber bahan baku biji kakao, seperti negara-negara Eropa, Amerika
Serikat, China, Malaysia dan Singapura. Data BPS yang diolah Kementerian Perdagangan juga menunjukkan ekspor biji kakao Indonesia selama ini ditujukan ke sekitar 20 negara. Namun dari jumlah itu, terdapat enam negara, yaitu Malaysia, Amerika Serikat, Singapura, Brazil, Prancis dan China yang menjadi pengimpor terbesar biji kakao Indonesia. Keenam negara tersebut pada tahun 2009 mengimpor 444.798,97 ton biji kakao Indonesia atau menguasai sekitar 83,11% dari total ekspor biji kakao Indonesia yang mencapai 535.191,12 ton. Malaysia merupakan pengimpor terbesar biji kakao Indonesia dengan volume impor pada tahun 2009 mencapai 186.586,37 ton, disusul Amerika Serikat dengan volume impor biji kakao dari Indonesia sebanyak 134.152,19 ton. Sementara Singapura mengimpor sebanyak 57.453,06 ton dan Brazil mengimpor 43.625,32 ton biji kakao dari Indonesia. Negara-negara tersebut memang selama ini dikenal sebagai penghasil produk akhir coklat terbesar di dunia walaupun mereka tidak memiliki sumber bahan baku biji kakao. Mungkin hanya Malaysia yang masih memiliki pasokan bahan baku biji kakao dari dalam negerinya, namun itu pun volume produksinya relatif sangat kecil, yaitu hanya 30.000 ton per tahun. Dalam industri kakao olahan, di kawasan Asia saja Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara tetangga, Malaysia yang telah memiliki industri hilir kakao yang lebih maju. Data Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) menunjukkan bahwa pada tahun 2009 Malaysia yang memiliki
10 industri cocoa processing dengan total kapasitas produksi terpasang sebesar 400.000 ton per tahun, diperkirakan berhasil mencapai tingkat realisasi produksi sebesar 294.000 ton atau dengan tingkat utilisasi industri sebesar 74%. Sementara Indonesia dengan 15 industri cocoa processing yang memiliki total kapasitas produksi terpasang sebesar 345.000 ton per tahun, diperkirakan hanya mencapai tingkat realisasi produksi sebesar 130.000 ton atau dengan kata lain tingkat utilisasi industrinya hanya sebesar 38%. Singapura dan Thailand yang samasama tidak memiliki sumber bahan baku biji kakao, memiliki industri cocoa processing dengan tingkat utilisasi industri yang jauh lebih baik dari Indonesia, yaitu masingmasing 84% dan 75%. Singapura dengan dua perusahaan cocoa processing memiliki kapasitas produksi terpasang sebesar 95.000 ton per tahun dan realisasi produksi pada tahun 2009 diperkirakan sebesar 80.000 ton. Sementara Thailand yang hanya memiliki satu perusahaan cocoa processing dengan kapasitas produksi terpasang sebesar 20.000 ton per tahun, pada tahun 2009 berhasil mencapai realisasi produksi sebesar 15.000 ton. Sungguh ironis memang, negara yang tidak memiliki sumber bahan baku biji kakao justru menguasai pasar produk hilir kakao (coklat) dunia, sementara Indonesia yang memiliki sumber bahan baku biji kakao melimpah sampai kini belum dapat mengembangkan industri hilirnya secara optimal. Indonesia justru hanya menjadi penonton, bahkan menjadi importir produk akhirnya.
Kebijakan BK dan Dampaknya
Kakao setelah dipetik dari pohonnya, ekspor biji kakao lebih banyak dalam bentuk mentah daripada dalam bentuk olahan 12 • Media Industri • No. 2 - 2010
Upaya pengembangan industri pengolahan kakao sebetulnya sudah dilakukan pemerintah sejak awal dekade tahun 2000-an. Namun baru pada tahun 2007 terbit kebijakan pro industri pengolahan kakao dengan dihapuskannya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10% dalam perdagangan biji kakao di dalam negeri. Sedangkan kebijakan Pajak Ekspor yang kemudian disebut dengan kebijakan Bea Keluar (BK) baru terbit pada tahun 2010. Penghapusan PPN 10% dimaksudkan untuk memperlancar pasokan biji kakao kepada industri pengolahan kakao di dalam negeri, sedangkan kebijakan BK ditujukan untuk menghambat
Kebijakan ekspor biji kakao dan mendorong pasokan biji kakao ke industri domestik. Kebijakan penghapusan PPN 10% pada tahun 2007 tampaknya belum mampu menciptakan iklim usaha industri pengolahan kakao yang kondusif. Dari 40 industri pengolahan kakao yang ada sebelumnya, hanya 15 perusahaan yang mampu bertahan pasca penghapusan PPN. Dari 15 perusahaan itu, ternyata tidak semuanya dapat beroperasi dengan baik. Hanya lima perusahaan saja yang dapat beroperasi dengan baik, sisanya 10 perusahaan berhenti operasi. Selanjutnya pada 1 April 2010 pemerintah secara resmi menerapkan kebijakan BK secara progresif terhadap ekspor biji kakao melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 67/PMK.011/2010 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar. Kebijakan yang sudah dibahas sejak tahun 2002 dan baru dikeluarkan pada tanggal 22 Maret 2010 itu menetapkan bahwa besaran tarif Bea Keluar (BK) dan harga patokan ekspor biji kakao ditentukan berdasarkan harga referensi biji kakao. Harga referensi dimaksud adalah harga rata-rata internasional yang berpedoman pada harga rata-rata CIF terminal New York. Besaran harga referensi berikut harga patokan ekspor (HPE) ditetapkan setiap bulan oleh Menteri Perdagangan. Di dalam PMK itu ditetapkan bahwa untuk harga referensi biji kakao sampai dengan US$ 2,000 per ton, maka tarif BK yang berlaku adalah sebesar 0%. Untuk harga referensi di atas US$ 2,000 sampai dengan US$ 2,750 per ton, maka tarif BK yang berlaku adalah sebesar 5%. Untuk harga referensi di atas US$ 2,750 sampai dengan US$ 3,500 per ton, maka tarif BK yang berlaku adalah sebesar 10%. Sedangkan untuk harga referensi di atas US$ 3,500 per ton, maka tarif BK yang berlaku adalah sebesar 15%. Walaupun kebijakan BK baru berlaku mulai 1 April 2010, namun dampaknya sudah mulai dirasakan oleh industri pengolahan kakao di dalam negeri. Menurut data Kementerian Perindustrian, pasca penerapan kebijakan BK biji kakao, dari total 15 perusahaan industri cocoa processing yang ada di tanah air, jumlah perusahaan yang kini beroperasi telah bertambah dari semula lima perusahaan menjadi 7 perusahaan. Data Kementerian Perindustrian menyebutkan ketujuh perusahaan industri
cocoa processing yang kini beroperasi adalah PT Davomas Abadi, PT Bumitangerang Mesindotama, PT Kakao Mas Gemilang, PT Mas Ganda (keempatnya ada di Provinsi Banten), PT General Food Industry (di Jawa Barat), PT Teja Sekawan Cocoa Industries (di Jawa Timur), dan PT Effem Indonesia (di Sulawesi Selatan). Sementara itu, PT Cocoa Wangi Murni, PT Budidaya Kakao Lestari, PT Cocoa Ventures Indonesia, PT Foleko Group (keempatnya di Provinsi Banten), PT Inti Cocoa Abadi (di Jawa Barat), PT Unicom Makassar, PT Maju Bersama Kakao dan PT Kopi Jaya Kakao (di Sulawesi Selatan) berhenti operasi. Selain ke-15 perusahaan tersebut masih ada satu perusahaan lagi yang baru berdiri, yaitu PT Inti Kakao Utama di Sulawesi Tenggara. Perusahaan terakhir ini akan segera beroperasi dalam waktu dekat. Dengan demikian sampai saat ini terdapat 16 perusahaan cocoa processing di Indonesia Direktur Industri Makanan Kementerian Perindustrian Faiz Ahmad mengatakan fenomena beroperasinya kembali perusahaan cocoa processing itu menunjukkan bahwa penerapan kebijakan BK biji kakao berdampak positif terhadap upaya pengembangan industri hilir pengolahan kakao di dalam negeri. Menurutnya, selain mendorong beroperasinya kembali industri pengolahan kakao di dalam negeri, penerapan BK biji kakao juga telah mendorong sejumlah investor asing untuk berinvestasi di Indonesia. Sebagai contoh, dua investor, yaitu ADM dari Singapura dan satu investor dari China telah menyatakan minatnya untuk menanamkan modalnya di industri cocoa processing di Indonesia.
“Penerapan kebijakan BK biji kakao juga telah mendorong manajemen PT Maju Bersama Kakao di Sulawesi Selatan untuk membatalkan rencana penjualan pabrik pengolahan biji kakaonya kepada investor dari Belanda,” kata Faiz. Kementerian Perindustrian sendiri, kata Faiz, telah menetapkan sejumlah target pengembangan industri pengolahan biji kakao pada tahun 2014. Target tersebut adalah meningkatnya jumlah pabrik pengolahan biji kakao dari 15 pabrik pada tahun 2009 menjadi 18 pabrik pada tahun 2014 dengan total kapasitas produksi terpasang sebesar 400.000 ton per tahun. Kementerian Perindustrian memperkirakan pada tahun 2014 realisasi produksi kakao olahan (produk antara) mencapai 320.000 ton atau dengan tingkat utilisasi industri sebesar 80%. Dari jumlah itu, volume ekspor produk olahan antara diperkirakan mencapai 288.000 ton, sedangkan impornya bisa ditekan menjadi tinggal 1.000 ton saja. Menurut Faiz, dalam rangka mendukung pencapaian target, Kementerian Perindustrian telah menyiapkan berbagai kebijakan yang terkait industri pengolahan kakao. Kebijakan tersebut diantaranya adalah Peraturan Presiden No. 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional; Peraturan Menteri Perindustrian No. 113/M-IND/PER/10/2009 tentang Peta Panduan Pengembangan Klaster Industri Kakao; dan Peraturan Menteri Perindustrian No. 157/M-IND/PER/5/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perindustrian No. 45/M-IND/PER/5/2009 tentang Pemberlakuan SNI Kakao Bubuk Secara Wajib. mi No. 2 - 2010 • Media Industri • 13
Kebijakan
Jateng, Prioritas Pengembangan IKM
Pangan dan Kemasan Industri kemasan yang mesinnya memperoleh bantuan dari Kemenperin di Jawa Tengah
Sebagai wujud dukungan kepada IKM pangan, Kemenperin telah memberi bantuan pelayanan desain dan cetakan kepada 82 IKM, terbesar layanan jenis kemasan karton box offset (30 IKM), plastik sablon (21 IKM), stiker (16 IKM), serta karton box (15 IKM).
14 • Media Industri • No. 2 - 2010
D
itjen Industri Kecil Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian menetapkan provinsi Jawa Tengah (Jateng) bersama provinsi Jawa Barat (Jabar) dan Sulawesi Selatan (Sulsel) sebagai prioritas perhatian pengembangan industri makanan dan minuman, khususnya dalam hal fasilitasi pengemasan produk, label, dan sosialisasi standar yang dibutuhkan produk tersebut untuk memasuki pasar lokal dan ekspor. Ketiga provinsi tersebut ditetapkan sebagai prioritas pengembangan IKM pangan mengingat IKM pangan di ketiga provinsi itu memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan lebih lanjut
Kebijakan menjadi sentra IKM pangan yang tangguh, baik untuk pasar domestik maupun untuk pasar ekspor. Ditjen IKM mengembangkan kerjasama wilayah tersebut melalui program pengembangan klaster dan sentra wilayah. Sejalan dengan berkembangnya perdagangan bebas dan arus globalisasi, saat ini pasar sudah menghendaki produk yang dikonsumsi, dilengkapi juga dengan berbagai label mulai dari sertifikasi halal, Good Manufacturing Practices (GMP), dan juga HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point), sampai membantu kerjasama dengan BPOM untuk mendapat tanda pengenal produk IKM seperti Produksi Industri Rumah Tangga (PIRT). Sebagai wujud dukungan kepada IKM pangan, Kemenperin telah memberi bantuan pelayanan desain dan cetakan kepada 82 IKM, terbesar layanan jenis kemasan karton box offset (30 IKM), plastik sablon (21 IKM), stiker (16 IKM), serta karton box (15 IKM). Selain itu tahun 2009 telah dilaksanakan peningkatan teknologi mutu dan kemasan (plastik dan kertas) bagi 150 orang di 6 kabupaten/kota yang meliputi Rembang, Batang, Magelang, Grobogan, Purbalingga, dan Sukoharjo). Program tahun ini, adalah akan dilaksanakannya pembuatan web packing house dan sosialisasi yang merupakan harmonisasi pelayanan terpadu dengan sistem online antara Klinik Desain dan Kemasan yang ada di DJIKM dengan packing house yang berada di beberapa lokasi seperti Bandung, Semarang, Surabaya, dan Padang. Sedangkan untuk tahun 2011, kini tengah diusulkan pelatihan desain dan teknologi kemasan, yang merupakan
pengembangan website packing house dan pengadaan mesin/peralatan packing house. Karena itu, Kementerian Perindustrian juga memberikan bantuan mesin kemasan, yang merupakan bagian cikal bakal dari pendirian Klinik Desain Merek dan Kemasan, yang posisinya berada di bawah sub Disperindag Provinsi Jateng. Tahun 2007 Klinik Desain dan Kemasan, dikembangkan menjadi Packing House, dan sejak tahun 2009 Packing House berubah nama menjadi Instalasi Desain dan Kemasan yang melayani 550 IKM dari berbagai daerah di Semarang dan sekitarnya, khususnya untuk pelayanan desain, produksi kemasan, dan pelatihan atau penyuluhan.
Sentra Pangan Tersebar EndarKusumawatiKepalaBidangIndustri Agro, Kimia, dan Hasil Hutan Disperindag Provinsi Jateng menuturkan, sentra produksi pangan di Jateng tersebar di antaranya di wilayah Semarang, Boyolali, Kudus, Surakarta, Klaten, Magelang, Banyumas, dan Purworejo. Wilayah-wilayah ini menjadi sentra industri kecil dan menengah (IKM) bidang pangan, selain karena ditunjang oleh bahan baku berupa sumber daya alam setempat, juga manusianya cukup berkualitas. “Wajar kalau industri makanan dan minuman di wilayah Jateng memperoleh prioritas, karena tahun 2009 dari 1.149 unit usaha yang ada di Jateng, menyerap 88.637 tenaga kerja, dan menghasilkan produksi akhir (output) senilai Rp23,5 miliar, ujar Kadisperindag Semarang, Ichwan Sudrajat. Dilihat trendnya, dari setiap tahun selain unit usahanya bertambah (dari 736 unit usaha tahun 2005) menjadi 1.416 unit usaha
tahun 2007, dan tahun 2008 menjadi 1.493 unit usaha), output yang dihasilkan juga meningkat dari Rp7,3 miliar tahun 2005 menjadi Rp15,6 miliar tahun 2007, dan berkembang lagi menjadi Rp23,5 miliar tahun 2009. Inilah sebabnya, sektor ini menjadi perhatian serius Disperindag Semarang, selain juga fokus pembinaan diarahkan untuk pengembangan Balai Pengembangan SDM dan Produk IKM pada industri garmen, dan rencana pendirian Bursa Lelang Agro Forward komoditi Agroindustri dengan system lelang online, tutur Kadisperindag Semarang, Ichwan Sudrajat. Menurut Ichwan, Instalasi Desain dan Kemasan, sudah berkembang pesat. Selain terlihat dari meningkatnya jumlah IKM yang dibina, seluruh mesin (mesin offset besar dan kecil; mesin potong, slotter, dan slitter) bantuan dari Dirjen IKM Kemenperin, diharapkan tahun depan, akan dikembangkan pada jenis mesin untuk produksi aluminium foil. Bantuan yang diberikan bagi para IKM pangan dalam hal fasilitasi kemasan, mulai dari desain yang diberikan secara cuma-cuma sampai produk tersebut siap dipasarkan. Sementara pihak Disperindag mengharapkan tahun depan, instalasi desain dan kemasan akan lebih berkembang menjadi satu alur pengemasan produk, yang lebih lengkap sebagai mata rantai produksi, mulai dari loading system, product system, sampai kemasan akhir produk. Endar Kusumawati menjelaskan lagi, melalui program peningkatan dan pengembangan klaster makanan olahan, salah satu produk yang dihasilkan adalah pengembangan klaster industri makanan, diversifikasi ketela. Bahkan sebagai salah satu wilayah yang cukup berkembang potensi ketela pohonnya, bulan yang lalu Disperindag Jateng menyelenggarakan seminar nasional pengembangan industri berbasis ketela pohon. “Kami mensosialisasikan penggunaan tepung mokaf (modified cassava) yang selama dua tahun terakhir dikembangkan di 11 sentra pangan yang di antaranya disebut terdahulu di atas. Penggunaan tepung mokaf sebagai campuran dengan persentase bervariasi, mulai dari 30 persen sampai 100 persen,” tuturnya. mi
Industri kemasan
No. 2 - 2010 • Media Industri • 15
Kebijakan
Ekspor Bijih Besi
Seharusnya Kena Bea Keluar Indonesia diyakini memiliki cadangan bijih besi yang cukup banyak walaupun berdasarkan hasil penelitian sejauh ini kadar besi (Fe) dalam bijih besi yang ada di sejumlah daerah di tanah air relatif rendah.
16 • Media Industri • No. 2 - 2010
N
amun demikian tetap saja bijih besi itu sebetulnya dapat dimanfaatkan untuk membuat pellet dan sponge iron yang merupakan bahan baku utama untuk pembuatan besi baja (iron making dan steel making). Sayangnya cadangan bijih besi yang ada di dalam negeri itu belum banyak dimanfaatkan untuk membuat pellet atau sponge iron sebagai bahan baku pembuatan besi baja di indutri besi baja nasional. Justru yang terjadi dewasa ini adalah sudah banyak perusahaan tambang yang mengeksploitasi (menambang) cadangan bijih besi di dalam negeri. Namun bijih besi yang dihasilkan tidak diolah di dalam negeri melainkan diekspor ke mancanegara khususnya ke China dalam bentuk mentah. Menurut informasi Kementerian Perindustrian, pada tahun 2009 biji besi yang diekspor dari Indonesia mencapai 6 juta ton lebih, sedangkan pada tahun 2010 sampai dengan bulan Agustus saja volume ekspornya sudah mencapai 10 juta ton. Kondisi ekspor bijih besi secara besarbesaran ini perlu segera mendapatkan perhatian pemerintah agar segera dibatasi. Pemerintah bersama DPR sebetulnya sudah melarang ekspor bahan tambang dalam bentuk mentah dan mengharuskan pengolahan barang tambang itu di dalam negeri melalui Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Namun ketentuan mengenai pelarangan ekspor barang tambang dalam bentuk mentah itu baru akan berlaku pada tahun 2014. Jika pemerintah tidak segera membatasi atau mengendalikan ekspor bijih besi maka bukan tidak mungkin kalau pada saatnya larangan ekspor barang tambang mentah diterapkan tahun 2014, cadangan bijih besi
Kebijakan
nasional sudah habis terkuras. Karena itu, Dirut PT Krakatau Steel Fazwar Bujang menyarankan agar dalam sisa waktu sampai tahun 2014 mendatang pemerintah menerapkan kebijakan Bea Keluar (BK) terhadap ekspor bijih besi. Kebijakan tersebut diterapkan dengan tujuan untuk men-discourage ekspor biji besi. Asalasan penerapannya bisa berupa alasan untuk mendorong perolehan nilai tambah di dalam negeri atau dengan alasan untuk mencegah kerusakan lingkungan akibat maraknya penambangan bijih besi. “Untuk menuju tahun 2014 itu masih terlalu lama sementara ekspor bijih besi terus berlangsung walaupun dengan harga ekspor yang sangat murah. Kalau ini terus berlangsung dikhawatirkan pada saat masuk tahun 2014 nanti cadangannya sudah habis
terkuras. Oleh karena itu, pemerintah seharusnyamenerapkankebijakanBeaKeluar terhadap kegiatan ekspor bijih besi sebagai instrumen untuk menghambat ekspor bahan baku sekaligus agar pemerintah juga mendapatkan pendapatan tambahan dari kegiatan ekspor hasil tambang,” kata Fazwar. Selain menerapkan kebijakan BK terhadap kegiatan ekspor bijih besi, Fazwar juga menyarankan agar pemerintah melakukan pembatasan dalam kegiatan eksploitasi sumber-sumber cadangan bijih besi. “Kalau cadangan terbukti (proven reserve) dari bijih bisi di suatu wilayah KP itu hanya 5 juta ton misalnya, seharusnya pemerintah menetapkan aturan larangan eksploitasi. Sebab, kalau KP dengan cadangan yang hanya sedikit seperti itu tetap digarap maka yang terjadi hanyalah
kerusakan lingkungan, seperti yang terjadi di Solok akhir-akhir ini,” kata Fazwar. PT Krakatau Steel sendiri dan beberapa perusahaan swasta lainnya sudah berkomitmen untuk mendirikan industri pengolahan bijih besi di dalam negeri. Hal itu dilakukan dalam rangka memanfaatkan sumber bijih besi di dalam negeri sekaligus untuk mengurangi ketergantungan industri besi baja nasional terhadap pasokan bijih besi dari luar negeri. Bahkan PT Krakatau Steel sudah mulai menanamkan investasinya sebesar US$ 60 juta untuk membangun fasilitas pengolahan bijih besi menjadi besi baja di dalam negeri melalui PT Meratus Jaya Iron & Steel, sebuah perusahaan patungan antara PT Krakatau Steel (66%) dan PT Aneka Tambang (34%) yang mengambil lokasi di wilayah Batu Licin, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Saat ini proyek pembangunan fasilitas pengolahan bijih besi menjadi besi sponge itu sudah berjalan sekitar 60% dan diperkirakan pada September 2011 perusahaan tersebut sudah bisa mulai melakukan uji coba produksi dengan kapasitas 315.000 ton per tahun. Besi sponge produksi PT Meratus itu rencananya akan dikirim ke pabrik besi baja PT Krakatau Steel di Cilegon untuk diolah melalui proses iron making dan steel making. Namun demikian Fazwar menilai PT Meratus Jaya Iron & Steel tidak akan mungkin mengandalkan seluruh pasokan bahan baku bijih besinya hanya dari Indonesia mengingat kadar kandungan besi (Fe) di dalam bijih besi yang ada di Indonesia relative rendah. Karena itu, bahan baku bijih besi yang digunakan pun tetap harus dicampur antara bijih besi lokal dengan bijih besi impor yang memiliki kandungan Fe lebih tinggi. “Kalau kita dapat memanfaatkan bijih besi lokal sebanyak 30% saja itu sudah bagus,” tutur Fazwar. Selain PT Krakatau Steel dan PT Antam yang mendirikan PT Meratus Jaya Iron & Steel, masih ada sejumlah perusahaan swasta yang juga akan memanfaatkan sumber bijih besi dari dalam negeri. Salah satu diantaranya adalah PT Mandan Steel, sebuah perusahaan besi baja asal China (China Nickel Resources Holding Company Limited) yang beroperasi di Kalimantan Selatan. Perusahaan tersebut telah menandatangani kesepakatan pasokan bijih besi dengan PT Yiwan Mining yang juga beroperasi di Kalimantan Selatan. mi
Produk PT. Krakatau Steel
No. 2 - 2010 • Media Industri • 17
Kebijakan
P
emerintahc.q.KementerianPerdagangan mempercepat pemberlakuan wajib label berbahasa Indonesia terhadap semua barang yang beredar di Indonesia terhitung mulai 1 September 2010 dari sebelumnya berlaku mulai 21 Desember 2010. Percepatan pemberlakuan wajib label berbahasa Indonesia itu merupakan langkah untuk meningkatkan perlindungan konsumen sesuai Undangundang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999. Kebijakan tersebut tertuang dalam PeraturanMenteriPerdagangan(Permendag) No. 22/M-DAG/PER/5/2010 tanggal 21 Mei 2010 yang merupakan perbaikan atas Permendag sebelumnya No. 62/M-DAG/ PER/12/2009. Mendag Mari Elka Pangestu mengatakan percepatan pemberlakuan wajib label berbahasa Indonesia itu dilakukan pemerintah c.q. Kementerian Perdagangan sebagai respons terhadap masukan dari para pemangku kepentingan seperti KADIN dan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Adapun produk-produk yang wajib mencantumkan label berbahasa Indonesia adalah elektronika keperluan rumah tangga, telekomunikasi dan informatika (46); sarana bahan bangunan (8); keperluan kendaraan bermotor (suku cadang dan lainnya) (24); dan daftar jenis barang lainnya (25) antara lain kaos kaki, alas kaki dan produk kulit, saklar, mainan anak serta pakaian jadi. “Dengan aturan wajib label berbahasa Indonesia ini, maka setiap produk yang akan diedarkan atau diperdagangkan di pasar Indonesia harus mencantumkan
PER 1 September 2010
Wajib Label Berbahasa Indonesia Mulai Berlaku 18 • Media Industri • No. 2 - 2010
Kebijakan berbagai informasi produk dalam bahasa Indonesia. Aturan ini akan menjamin bahwa konsumen dapat segera memperoleh hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur atas barang yang dibeli, dipakai, digunakan atau dimanfaatkan,” kata Mendag Mari Elka Pangestu. Menurut Mendag, Permendag mengenai pemberlakuan wajib label berbahasa Indonesia telah mulai dibahas sejak beberapa tahun yang lalu dengan masukan dari berbagai pemangku kepentingan dan pembahasan pada tingkat inter departemental yang intensif. Sosialisasi juga dilakukan kepada para pemangku kepentingan, seperti pengusaha, asosiasi, KADIN, media, Pemda, akademisi dan khalayak umum. Dengan efektifnya pemberlakuan wajib label berbahasa Indonesia, tambah Mendag, tidak ada alasan lagi bagi produsen maupun pedagang untuk berkilah, mengingat hal ini menyangkut kepentingan konsumen dan seluruhmasyarakat.“Peraturaninimerupakan peraturan yang umum diberlakukan hampir di semua negara di dunia, dan sama sekali tidak melanggar kaidah-kaidah dan aturan internasional yang ada,” tutur Mendag. Pengaturan pencantuman label dalam bahasa Indonesia diberlakukan sama, baik terhadap barang impor maupun terhadap barang produksi dalam negeri. Bagi barang impor, pencantuman label diberlakukan
sejak barang memasuki daerah pabean, sedangkan untuk barang produksi dalam negeri pencantuman label diberlakukan saat barang akan beredar di pasar. Pengaturan label barang dalam bahasa Indonesia juga digunakan untuk efektivitas pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan perlindungan konsumen. Efektivitas pembinaan dan pengawasan ini diwujudkan melalui konsep pengaturan label terbatas dengan prioritas pemberlakuan terhadap beberapa jenis produk tertentu secara bertahap. “Label sedikitnya harus memuat keterangan atau penjelasan barang dan identitas pelaku usaha, sedangkan untuk barang yang berkaitan dengan kesehatan, keselamatan, keamanan dan lingkungan (K3L) harus memuat informasi tentang simbol bahaya, pernyataan kehati-hatian dan atau peringatan yang jelas,” kata Mendag. Mendag lebih lanjut menjelaskan bahwa kewajiban pencantuman label dalam bahasa Indonesia tidak berlaku untuk barang yang dijual curah dan dikemas secara langsung di hadapan konsumen, serta barang yang diproduksi di dalam negeri maupun barang impor yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong lain dalam proses produksi. Adapun mekanisme untuk memperoleh Surat Keterangan Pencantuman Label Berbahasa Indonesia sangat mudah, yaitu
ditujukan kepada Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Kementerian Perdagangan dan paling lambat selesai dalam waktu 5 (lima) hari kerja serta tidak dipungut biaya. Pengajuan Surat Keterangan Pencantuman Label Berbahasa Indonesia dapat dilakukan melalui email, faximili, datang langsung atau melalui jasa pengiriman lainnya. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan ini akan dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usahanya. “Kami akan tindak tegas yang melakukan pelanggaran, karena kami berkomitmen memberikan jaminan kepada konsumen untuk memperoleh hak atas informasi yang benar dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang yang akan dipakai,” jelas Mendag. Mendag menegaskan, pemerintah memandang isu perlindungan konsumen sangat penting untuk ditangani secara lebih baik. Oleh karena itu, Kementerian Perdagangan telah membentuk sebuah Direktorat Jenderal yang baru, yaitu Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Standardisasi dalam struktur organisasi Kementerian Perdagangan yang baru (Perpres No. 24/2010), dimana pengawasan mengenai pelaksanaan label berbahasa Indonesia bagi barang beredar merupakan salah satu tugas Ditjen tersebut. mi
Barang Elektronik buatan China, Pencantuman label dalam Bahasa Indonesia diberlakukan sama, baik terhadap barang impor maupun produksi dalam negeri
No. 2 - 2010 • Media Industri • 19
Kebijakan
Jombang Didorong Menjadi Klaster Industri Alas Kaki
P
emerintah tetap menjadikan industri alas kaki (sepatu/sandal) sebagai salah satu sektor industri yang akan terus dikembangkan karena memiliki potensi pasar yang besar, baik di dalam maupun luar negeri. Selain itu, industri alas kaki nasional memiliki keunggulan daya saing, karena didukung oleh ketersediaan bahan baku dan sumber daya manusia yang terampil memproduksi sepatu atau sandal. Dalammengembangkanindustrialaskaki nasional, pemerintah menerapkan kebijakan pendekatan klaster dengan mengusung
Industri Alas Kaki Nasional memiliki keunggulan daya saing, karena didukung oleh ketersediaan bahan baku dan sumber daya manusia yang terampil
Keputusan untuk mendorong Jombang sebagai salah satu klaster alas kaki antara lain dikarenakan industri sepatu di daerah tersebut telah mampu memproduksi sepatusepatu yang selama ini beredar di pasar internasional. Misalnya saja sepatu merek Dolce & Gabbana. 20 • Media Industri • No. 2 - 2010
kegiatan di bidang produksi (supply push) dan bidang pemasaran (demand pull). Lewat kebijakan ini, pengembangan industri alas kaki akan melibatkan seluruh pemangku kepentingan sesuai kompetensinya masingmasing di suatu wilayah sentra produksi. Saat ini, sudah banyak daerah yang ditetapkan sebagai klaster industri alas kaki. Misalnya di Jawa Timur, daerah yang ditetapkan sebagai klaster alas kaki adalah Sidoarjo, Mojokerto, Pasuruan dan Surabaya. Jumlah itu akan bertambah lagi karena Kamenterian Perindustrian akan mendorong Jombang sebagai salah satu klaster alas kaki di Provinsi Jawa Timur. Keputusan untuk mendorong Jombang sebagai salah satu klaster alas kaki antara lain dikarenakan industri sepatu di daerah tersebut telah mampu memproduksi sepatusepatu yang selama ini beredar di pasar internasional. Misalnya saja sepatu merek Dolce & Gabbana. Mungkin hampir seluruh masyarakat kelas menengah ke atas di dunia pasti meng enal merek produk fesyen yang mendunia seperti Dolce & Gabbana yang sering disingkat dengan label D&G. Koleksi busana dan aksesori D&G terbaru, termasuk sepatu, selalu diburu pencinta merek tersebut. Namun, apakah pencinta/kolektor tahu bahwa salah satu produk D & G, khususnya sepatu, dibuat di Jombang, Jawa Timur, yang merupakan tanah kelahiran Menperin MS Hidayat serta juga Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Ternyata salah satu pembuat sepatu merek D&G itu adalah sebuah perusahaan yang berlokasi di Jombang, yakni, PT Pei Hai International Wiratama Indonesia. Perusahaan ini milik investor asal Taiwan. Selain merek D&G, perusahaan ini juga memproduksi sepatu olahraga dengan merek Geox serta mengerjakan pesanan dari Armani Jeans.
Kebijakan Investasi yang ditanamkan PT Pei Hai mencapai Rp 94,12 juta dan US$ 14,3 juta (sekitar Rp 130 miliar). Dengan kapasitas produksi 2,356 juta pasang per tahun, Pei Hai menyerap 3.756 tenaga kerja. Seluruh hasil produksi Pei Hai diekspor ke Amerika Serikat, Italia, Turki, dan Irak senilai US$ 16,1 juta. Prestasi yang dicapai industri alas kaki di Jombangitu,membuatMenteriPerindustrian MS Hidayat, yang berkunjung ke Jombang, akhir Agustus lalu, menginginkan Jombang menjadi salah satu klaster alas kaki di Jawa Timur. “Saya akan angkat Kabupaten Jombang sebagai klaster industri sepatu yang maju,” kata MS Hidayat, Untuk itu, Kementerian Perindustrian akan menyiapkan konsep untuk pengembangan industri sepatu dan industri penunjangnya di Jombang. Apalagi rencana ini memang sebelumnya sudah dipersiapkan oleh Pemerintah Kabupaten Jombang dan mendapat dukungan dari Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo). Menurut Menperin MS Hidayat, Kementerian Perindustrian akan membuat konsep kawasan industri di Jombang, Pemkab Jombang tinggal menyediakan lahan yang sesuai dengan tata ruang yang ada. Tahun ini juga konsep tersebut akan jadi dan diharapkan pembangunannya sudah
Produk Alas Kaki buatan Dalam Negeri
bisa dimulai tahun depan. Menperin optimistis bahwa Jombang akan menjadi tujuan investasi baru kalangan industri sepatu nasional maupun asing, karena kini daerah itu juga didukung oleh infrastruktur Jalan Tol Jombang-Surabaya sepanjang 42 kilometer, sehingga jarak kedua kabupaten tersebut bisa ditempuh dalam waktu 30 menit. Dalam kunjungannya ke industri sepatu
di Jombang, MS Hidayat menilai, industri sepatu memiliki nilai strategis bagi bangsa Indonesia. Karena industri ini tidak hanya mampu menyerap banyak tenaga kerja karena tergolong usaha padat karya, tetapi juga memberdayakan ekonomi masyarakat setempat. Apalagi rata-rata sekitar 90 persen tenaga kerja sepatu merupakan masyarakat setempat. Menanggapi keinginan pemerintah menjadikan Jombang sebagai klaster alas kaki, Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia Eddy Widjanarko mengatakan, sejarah industri sepatu di Jombang memang sudah ada sejak awal 1990. Saat ini sudah ada lima industri sepatu skala besar dan akan masuk dua industri sepatu yang melakukan relokasi ke kabupaten ini. Masuknya Jombang sebagai klaster alas kaki semakin menguatkan posisi Jawa Timur sebagai provinsi penghasil alas kaki terbesar di Indonesia. Saat ini, di Jawa Timur terdapat 300 perusahaan skala besar serta sekitar 5.000 industri skala kecil dan menengah yang bergerak di bidang alas kaki. mi
No. 2 - 2010 • Media Industri • 21
Kebijakan
Pemerintah Berlakukan SNI Wajib
Produk Baja CRC Industri baja agar menjadi industri yang berdaya saing tinggi dan kompetitif ...
U
Proses Produk di PT. Krakatau Steel
22 • Media Industri • No. 2 - 2010
ntuk melindungi industri dalam negeri dari masuknya produk baja lembaran dan gulungan canai dingin (Cold Rolled Coil/CRC) non standar, serta menjamin mutu hasil industri, melindungi konsumen terhadap mutu produk dan menciptakan persaingan usaha yang sehat, pemerintah melalui Menteri Perindustrian pada 25 Agustus 2010 mengeluarkan peraturan mengenai Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) baja lembaran dan gulungan canai dingin (Bj.D) secara wajib. Ketentuan SNI wajib itu tertuang di dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No. 90M-IND/PER/8/2010 yang berlaku secara resmi enam bulan kemudian sejak tanggal ditetapkan atau terhitung mulai tanggal 25 Februari 2011. Kebijakan tersebut pada akhirnya ditujukan untuk meningkatkan daya saing industri baja nasional, sehingga diharapkan mampu menjadi salah satu industri yang kompetitif. Sementara untuk mengembangkan industri baja agar menjadi industri yang berdaya saing tinggi dan kompetitif, diperlukan dukungan berbagai faktor seperti tersedianya bahan baku, situasi harga di tingkat dunia, dan juga dukungan dari berbagai pihak, termasuk dari pemerintah selaku regulator. Berdasarkan Permenperin tersebut, Bj.D
Kebijakan dimaksud merupakan baja lembaran dan gulungan yang dibuat dari baja gulungan canai panas (Hot Rolled Coil/HRC) yang dilakukan melalui tahapan proses canai dingin di bawah temperatur rekristalisasi. Pemberlakuan SNI secara wajib terhadap produk baja lembaran dan gulungan canai dingin (Bj.D) meliputi nomor Harmonized System (HS) dari Nomor HS 7209.15.00.00; 7209.16.00.10; 7209.16.00.90; 7209.17.00. dan juga beberapa produk lainnya sampai Nomor HS No. 7211.90.90.00 dengan SNI Nomor 07-3567-2006. Sesuai Ketentuan yang tercantum dalam pasal 2 Permenperin ini, adalah apabila SNI baja lembaran dan gulungan canai dingin sebagaimana dimaksud ini direvisi, maka yang berlaku adalahSNI baja lembaran dan gulungan canai dingin hasil revisi terakhir. Perusahaan yang memproduksi baja lembaran dan gulungan canai dingin sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini, wajib menerapkan SNI dengan memiliki Sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI baja lembaran dan gulungan canai dingin, yang selanjutnya disebut SPPT-SNI yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi produk (LSPro) yang ditunjuk oleh menteri, sesuai ketentuan yang berlaku. Tanda SNI dibubuhkan pada setiap produk dengan penandaan yang mudah dibaca dan tidak mudah hilang. Penerbitan SPPT-SNI baja lembaran dan gulungan canai dingin dilaksanakan melalui pengujian kesesuaian mutu produk terhadap baja lembaran dan gulungan canai dingin sesuai dengan ketentuan dalam SNI 07-35672006 atau revisinya, dan audit penerapan sistem manajemen mutu SNI ISO 9001-2008 atau revisinya atau sistem manajemen mutu lain yang diakui. Dengan demikian setiap baja lembaran dan gulungan canai dingin sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, yang berasal dari hasil produksi dalam negeri atau impor, wajib memenuhi persyaratan SNI sebagaimana dimaksud. Pengujian dapat disub-kontrakkan kepada laboratorium penguji yang ditunjuk oleh menteri, dengan ruang lingkup yang sesuai. Hal ini juga berlaku bagi laboratorium penguji di negara lain, dan kewenangannya diperoleh dengan penunjukan oleh menteri, sepanjang telah memiliki perjanjian saling
pengakuan atau Mutual Recognition Arrangement (MRA) atau Komite Akreditasi Nasional (KAN) dan Badan Akreditasi Negara yang bersangkutan, serta memiliki perjanjian bilateral atau multilateral di bidang regulasi teknis antara pemerintah RI dengan negara bersangkutan. Audit sistem manajemen mutu dilakukan berdasarkan jaminan oleh lembaga sertifikasi sistem mutu yang diakreditasi oleh KAN, atau badan akreditasi di luar negeri yang memiliki MRA dengan KAN. Sementara LS Pro yang ditunjuk menteri, wajib melaporkan pelaksanaan sertifikasinya kepada Direktur Jenderal Pembina Industri dan Kepala BPPI. LS Pro yang menerbitkan SPPT-SNI baja lembaran dan gulungan canai dingin bertanggung jawab atas pelaksanaan pengawasan dan pemantauan penggunaan tanda SNI dan SPPT SNI yang diterbitkan. Adapun pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penerapan SNI Bj.D sebagaimana dimaksud dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pembina Industri sekurang-kurangnya sekali dalam setahun yang dilakukan oleh Petugas Pengawas Standar Barang dan Jasa di Pabrik (PPSP). Pengawasan dapat dilakukan berkoordinasi dengan Dinas Provinsi dan atau Dinas Kabupaten/Kota atau instansi terkait. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) melaksanakan pembinaan terhadap Lembaga Penilaian Kesesuaian dalam rangka penerapan SNI baja Bj.D.
Sementara Dirjen Pembina Industri menetapkan petunjuk teknis dan petunjuk pengawasan penetapan SNI Bj. D di pabrik. Pelaku usaha dan atau LS Pro yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dalam peraturan ini dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Adapun jenis baja lembaran dan gulungan canai dingin yang berasal dari impor dan memasuki daerah pabean Indonesia wajib memenuhi ketentuan SNI dengan melampirkan mill certificate. Bj.D impor yang telah memilikil SPPT-SNI wajib didaftarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam rangka memenuhi pengawasan pabean, dapat dilakukan pengambilan contoh produk untuk diuji sesuai SNI. BagiBj.D yangberasaldariproduksidalam negeri yang tidak memenuhi ketentuan SNI sebagaimana dimaksud dilarang beredar dan harus dimusnahkan. Sementara bagi Bj.D impor yang tidak memenuhi ketentuan SNI sebagaimana dimaksud apabila masuk daerah pabean Indonesia harus dimusnahkan atau dire-ekspor kembali oleh importir bersangkutan. mi
Cold Rolled Steel Plate
No. 2 - 2010 • Media Industri • 23
Kebijakan
Struktur Organisasi Kemenperin Berubah
P
erkembangan dan tantangan globalisasi yang dihadapi industri di dalam negeri membutuhkan penanganan serta solusi cepat agar sektor industri memiliki daya saing yang tinggi. Untuk menghadapi perkembangan dan tantangan yang muncul saat ini dan mendatang, Kementerian Perindustrian melakukan restrukturisasi organisasi karena struktur organisasi yang ada selama ini tidak sesuai lagi dengan kondisi yang ada. Restrukturisasi organisasi di lingkungan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) itu dilakukan dengan merombak struktur birokrasi serta pergantian pejabat eselon I,II,III dan IV Menteri Perindustrian MS Hidayat, mengatakan, perombakan struktur organisasi dan pejabat dilakukan untuk menjawab tantangan masa kini yang tidak boleh dipandang remeh. “Alasan perombakan, untuk menjawab tantangan masa kini karena sudah lebih dari 25 tahun struktur organisasi kementerian tidak berubah, sementara masalah yang kita hadapi sudah sangat berbeda,” papar Menperin, usai melantik pejabat Eselon I di lingkungan Kemenperin, Senin (4/10). Restrukturisasi organisasi dan pergantian pejabat di Kemenperin itu dilakukan sesuai dengan amanat Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara serta Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Eselon I. Dalam struktur baru tersebut, terjadi penambahan unit eselon I dari tujuh menjadi sembilan eselon I. Namun penambahan unit eselon I itu tidak secara signifikan menambah jumlah pejabat maupun staf didalamnya karena tetap mengedepankan efisiensi organisasi.
24 • Media Industri • No. 2 - 2010
Fokus ke depan Menurut Menperin, kondisi perekonomian nasional sudah mulai membaik, tetapi momentum ini perlu dioptimalkan guna lebih mempercepat pertumbuhan industri sehingga dapat membuka kesempatan kerja lebih luas dan mampu meningkatkan daya beli masyarakat serta mempercepat pertumbuhan industri yang kontribusinya terhadap pendapatan domestrik bruto (PDB) cukup dominan. Karena itu, fokus pengembangan industri ke depan adalah industriindustri yang banyak menyerap tenaga kerja, industri yang memanfaatkan bahan baku yang banyak tersedia di dalam negeri, industri penyedia barang modal, industri kecil dan menengah (IKM) industri yang memiliki pertumbuhan tinggi serta industri prioritas khusus. Pemerintah juga akan terus berupaya menciptakan iklim usaha yang kondusif melalui berbagai kebijakan yang pro bisnis dengan mengurangi beban biaya, baik yang berkaitan d e n g a n peraturan kepegawaian maupun d a l a m rangka
penerapan sistem pembinaan karir, sehingga dapat memotivasi pegawai lainnya untuk terus berprestasi dalam melaksanakan tugastugas Kementerian Perindustrian. U p a y a pemerintah untuk
Kebijakan menfokuskan kebijakannya pada sektor di atas, terlihat pada perubahan struktur organisasi yang baru di Kemenperin yang terlihat lebih fokus. Pada struktur organisasi di Kementerian Perindustrian sebelumnya hanya terdapat empat Direktorat Jenderal, yakni Ditjen Industri Logam, Mesin, Tekstil dan Aneka; Ditjen Industri Agro dan Kimia; Ditjen Industri Alat Transportasi dan Telematika; Ditjen Industri Kecil dan Menengah. Namun, dalam struktur organisasi Kemenperin yang baru, jumlah Direktorat Jenderalnya bertambah menjadi enam Ditjen, yakni Ditjen Basis Industri Manufaktur; Ditjen Industri Berbasis Agro; Ditjen Industri No
Nama
Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi; Ditjen Industri Kecil dan Menengah; Ditjen Perwilayahan Industri; dan Ditjen Kerjasama Industri Internasional Menurut Menperin MS Hidayat, perubahan ini dilakukan untuk menyikapi kebutuhan penyebaran kegiatan industri ke wilayah-wilayah luar Jawa melalui klasterklaster industri, program pendalaman industri melalui hilirisasi sektor-sektor unggulan, intensitas untuk industri kreatif. “Dan untuk menjawab era persaingan global, memperkuat daya saing industri nasional,” ujarnya. Karena itu, ungkap Menperin, terdapat kategori baru dalam struktur organisasi Jabatan Lama
di Kemenperin. Industri yang diutamakan adalah industri manufaktur; industri unggulan dengan basis teknologi tinggi, termasuk teknologi informasi. Industri agro dan petrokimia juga dipisah karena nanti akan ada hilirisasi kedua industri tersebut. Untuk menghadapi tugas yang semakin berat di sektor industri, Menperin berharap para pejabat dan staf di lingkungan Kemenperin dapat membangun team work yang solid dan memperbaiki kordinasi antar instansi terkait. mi
Jabatan baru
1
Ir. Ansari Bukhari,MBA.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Tekstil dan Aneka
2
Ir. R. Benny Wachjudi, MBA
Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia
Direktur Jenderal Industri Agro, Kementerian Perindustrian
3
Dr.Ir. Budi Darmadi MSc
Direktur Jenderal Industri Alat Transportasi dan Telematika
Direktur Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi, Kementerian Perindustrian
4
Dra. Euis Saedah, MSc
Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah, Kementerian Perindustrian
5
Dr. Dedi Mulyadi, MSi
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
Direktur Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri, Kementerian Perindustrian
6
Ir. Agus Tjahajana Wirakusumah SE, MSc
Sekretaris Jenderal
Direktur Jenderal Kerjasama Industri Internasional, Kementerian Perindustrian
7
Dr.Ir. Imam Haryono,MSc
Kepala Biro Perencanaan
Inspektur Jenderal Kementerian Perindustrian
8
Ir. Achdiat Atmawinata
Staf Ahli Bidang Penguatan Struktur Industri
Staf Ahli Bidang Penguatan Struktur Industri, Kementerian Perindustrian
9
Drs Fauzi Azis
Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah
Staf Ahli Bidang Pemasaran dan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri, Kementerian Perindustrian
10
Sakri Widhianto, S.Teks,MM
Inspektorat Jenderal
Staf Ahli Bidang Sumber Daya Industri dan Teknologi, Kementerian Perindustrian
11
Ir. Panggah Susanto,MM
Ditektur Industri Alat Transportasi Darat dan Kedirgantaraan
Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian
12
Ir. Arryanto Sagala
Direktur Industri Tekstil dan Produk Tekstil
Kepala Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri Kementerian Perindustrian
No. 2 - 2010 • Media Industri • 25
Kebijakan
SKB Lima Menteri Pengalihan Waktu Kerja
Pada Akhirnya Dicabut S
Industri yang banyak menyerap tenaga kerja, dengan dicabutnya SKB Lima Menteri, pengusaha tidak perlu mengalihkan waktu kerjanya.
Setelah mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak dan sesuai komitmen PLN dengan pemerintah dan asosiasi, maka pemerintah mencabut Peraturan Bersama Lima Menteri [Menteri Perindustrian, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Menteri Tenaga Kerja, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN)] mengenai pengoptimalan beban listrik melalui pengalihan waktu kerja pada sektor industri di wilayah Jawa – Bali. 26 • Media Industri • No. 2 - 2010
ekjen Kemenperin Agus Tjahajana menyatakan, krisis listrik yang terjadi pada tahun 2008 menyusul defisit pasokan listrik di wilayah Jawa – Bali telah mengakibatkan terjadinya pemadaman listrik di sejumlah daerah di Jawa secara bergiliran. Kondisi itu menyebabkan terjadinya gangguan terhadap kehidupan masyarakat, termasuk gangguan kelancaran operasi bagi industri, dan menimbulkan ketidakpastian berusaha. “Saat itu terjadi ketidakseimbangan antarapasokanlistrikterhadapkebutuhannya di wilayah ini dimana pada setiap hari Senin sampai Jumat terjadi kekurangan pasokan listrik sekitar 600 MW,” kata Agus. Sementara itu, pada hari Sabtu terjadi kelebihan pasokan listrik sekitar 1.000 MW dan pada hari Minggu terjadi kelebihan sampai 2.000 MW tetapi kelebihan ini belum termanfaatkan secara optimal. Pada saat itu berdasarkan rapat bersama yang dipimpin Wakil Presiden, dan diikuti oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Perindustrian, Menteri ESDM, Menteri Tenaga Kerja, dan Menteri Negara BUMN, termasuk juga Menteri Perdagangan, dan Direktur Utama PLN (Persero), diputuskan agar pemadaman listrik segera diatasi. Upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah menjalankan program aksi untuk menyeimbangkan kebutuhan dan pasokan listrik antara hari Senin sampai Jumat, dan hari Sabtu/Minggu. Sebagai tindak lanjutnya dalam rapat tersebut diputuskan untuk menerbitkan Peraturan Bersama Lima Menteri yang bertujuan mengatasi ketidak seimbangan antara pasokan listrik PT (Persero) PLN bagi kebutuhan masyarakat umum dan kebutuhan industri. “Sebagai konsekuensinya sebagian besar industri mengalihkan hari kerjanya pada hari Sabtu dan Minggu secara bergilir, Agus menjelaskan. Seiring dengan berjalannya waktu hingga saat ini, keseimbangan pasokan listrik PLN telah dapat dikatakan
Kebijakan
Jaringan Distribusi pada Gardu Induk PLN, keseimbangan pasokan listrik sudah semakin baik
mampu memenuhi hampir sebagian besar kebutuhan masyarakat dan industri. Selain itu PLN telah mulai mengoperasikan tiga pembangkit listrik baru, milik PLN dan para mitranya, termasuk juga sebagai buah dari digulirkannya program 10.000 MW tahap pertama, sehingga keseimbangan pasokan PLN berjalan seperti harapan semua pihak pada umumnya,” tegas Agus. Daerah agar Menindaklanjuti Melihat faktor-faktor tersebut di atas, serta mengingat SKB tersebut hanya diberlakukan selama diperlukan, maka terhitung mulai tanggal 17 September 2010, Menteri Perindustrian M.S. Hidayat, Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, dan Menteri Negara BUMN Mustafa Abubakar, menilai perlu dicabutnya SKB lima menteri yang telah berlaku dalam dua tahun terakhir ini. Menteri Perindustrian M.S. Hidayat mengatakan, Peraturan Bersama itu yakni Nomor 47/M-IND/PER/7/2008; Nomor 23 tahun 2008; Nomor Per.13/MEN/VII/2008; Nomor 35 tahun 2008; dan Nomor PER-03/ MBU/08 perlu dicabut. Hal itu mengingat
keseimbangkan pasokan listrik sudah semakin baik, curah hujan yang cukup tinggi dan menurut ramalan akan terus berlanjut, sehingga diperkirakan sampai akhir tahun pasokan air untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA) tidak akan mengalami kekurangan. Selain itu, langkah ini dilakukan karena banyaknya aspirasi dari kepala daerah dan asosiasi sehingga dipandang peraturan itu perlu ditinjau kembali sebagai upaya untuk membantu meminimalisasi dampak krisis ekonomi global. Apalagi pada bulan Juli tahun 2010, pemerintah memberlakukan kenaikan tarif dasar listrik (TDL). Dengan langkah tersebut, kata Hidayat, diharapkan dapat mendorong efisiensi industri yang dicapai dengan memaksimalkan kapasitasnya, lebih-lebih dengan adanya jaminan pasokan energi yang cukup. Selain itu, dengan dicabutnya peraturan ini, diharapkan perusahaan tidak perlu lagi mengalihkan satu atau dua hari kerjanya antara Senin sampai Jumat, ke hari Sabtu dan atau Minggu. Menperin mengharapkan PLN yang kini dipimpin direksi baru dapat menjadi perusahaan kelas dunia, dapat menjaga stabilitas dan ketersediaan pasokan listrik
bagi masyarakat khususnya sektor industri, sesuai komitmen PLN dalam menyediakan listrik bagi kepentingan umum. Menperin juga mengharapkan agar SKB lima menteri itu tidak perlu terbit lagi karena diperkirakan pasokan listrik PLN telah cukup memadai. Selanjutnya Menperin mengharapkan kementerian lainnya seperti Kementerian ESDM, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Negara BUMN akan mensosialisasikan pencabutan peraturan bersama ini yang dituangkan melalui Peraturan Bersama Nomor 102/M-IND/ PER/9/2010; Nomor 16 tahun 2010; Nomor PER.13/MEN/IX/2010; Nomor 48 tahun 2010; dan Nomor PER-4/MBU/2010 itu. Khusus kepada Kementerian Dalam Negeri Menperin mengharapkan agar dapat memfasilitasi/mengkoordinasikan para bupati dan walikota di wilayah Jawa – Bali perihal dicabutnya peraturan bersama tersebut, sehingga bupati/walikota di wilayah itu segera mencabut penetapan bagi industri yang beralih waktu kerjanya di daerah masing-masing. mi
No. 2 - 2010 • Media Industri • 27
Kebijakan
Pemerintah terus mengupayakan penguatan industri di dalam negeri melalui berbagai kebijakan. Salah satu kebijakan yang diterapkan adalah pemberian insentif kepada industri hilir di sektor industri agro di dalam negeri.
Insentif untuk Industri Hilir M
enteri Perindustrian MS Hidayat, mengatakan, insentif fiskal khusus untuk industri agro selesai dirumuskan oleh tim Kementerian Perindustrian bersama Kementerian Bidang Ekonomi (Kemenko) pada akhir bulan September. Diperkirakan tahun ini juga insentif tersebut bisa diluncurkan. 28 • Media Industri • No. 2 - 2010
Menurutnya, industri CPO, kakao dan karet menjadi fokus awal pendalaman oleh pemerintah untuk diberikan insentif khusus tersebut. Menperin menjelaskan penetapan industri agro untuk masuk dalam pendalaman program insentif fiskal dalam bentuk tax holiday telah disepakati oleh
menteri Keuangan dan Kepala Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM) Insentif pajak dalam bentuk tax holiday memang memberikan keringanan bagi banyak industri. Yang berhak mendapat insentif pajak, dalam hal ini adalah industri yang terbukti melakukan terobosan, industri pioner, dan dapat menciptakan lapangan kerja yang besar dan menambah nilai dari hulu ke hilir. Terkait dengan komoditi CPO, kakao dan karet, selama ini Indonesia dikenal sebagai salah satu produsen utama dunia terhadap ketiga komoditi itu. Sayangnya, sebagian besar ekspor Indonesia terhadap ketiga komoditi itu masih dalam bentuk mentah atau setengah jadi. Untuk komoditi CPO, pada tahun 2009 total produksi CPO Indonesia mencapai
Kebijakan
Industri Hilir CPO
Dengan tersedianya bahan baku yang cukup melimpah, maka kegiatan industri hilir di tiga komoditi tersebut tidak akan mengalami hambatan. Selain industri agro, industri lain yang berhak mendapat insentif pajak adalah industri penghasil barang-barang modal, seperti permesinan. Menperin percaya , jika industri ini diberikan fasilitas tax holiday maka akan banyak investor strategis asal luar negeri yang masuk Indonesia. Industri Pengolahan CPO
sebesar 20,5 juta ton atau meningkat 1,3 juta ton (6,77%) dibanding tahun 2008 yang cuma 19,2 juta ton sehingga menempatkan Indonesia sebagai peringkat pertama produsen CPO dunia. Pada tahun 2010, total produksi CPO Indonesia diperkirakan mencapai 21,5 juta ton. Sementara untuk karet, Indonesia berada pada peringkat kedua terbesar di dunia. Produksi karet Indonesia tahun lalu, berdasarkan data Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) mencapai sekitar 2,4 juta ton. Sedangkan untuk komoditi kakao, Indonesia pada tahun 2009 mampu memproduksi komoditi ini sekitar 500.000 ton atau produsen kakao nomor tiga terbesar di dunia. Dari jumlah itu, sekitar 300.000 ton diekspor dalam bentuk mentah.
Sambut Positif Kebijakan pemerintah memberikan insentif fiskal kepada industri hilir agro mendapat sambutan positif dari kalangan pelaku usaha di dalam negeri. Beberapa industri telah menyatakan komitmennya untuk masuk ke sektor industri hilir selama regulasi yang ditetapkan pemerintah bisa menguntungkan. Salah satu investor yang sudah menyatakan komitmennya untuk masuk ke sektor industri hilir agro di dalam negeri adalah produsen minyak sawit Wilmar. Petinggi dari perusahaan tersebut beberapa waktu lalu telah menemui Menperin untuk memastikan seperti apa kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah untuk industri di bidang agro. Wilmar meminta ada insentif yang menguntungkan bagi industri. Wilmar telah menyatakan rencananya melakukan investasi sebesar US$ 500
juta dalam waktu tiga tahun di sektor indutri pengolahan hilir apabila kebijakan pemerintah menguntungkan bagi masuknya industri . Secara khusus investasi yang akan dikucurkan perusahaan tersebut ditujukan untuk pengembangan produk oleo kimia di daerah Gresik, Jawa Timur. Selain terkait dengan program hilirisasi industri agro, Wilmar juga menagih komitmen pemerintah untuk memberikan insentif bagi sektor industri yang bersedia membangun infrastruktur untuk program food estate di Merauke. ”Mereka sedang studi untuk pembangunan power plan, jalan dan pelabuhan di Merauke. Misalnya dia investasi sebesar Rp 2 miliar di infrastruktur, penyikapan fiskal seperti apa yang diberikan pemerintah,” kata Menperin MS Hidayat. Menteri mengatakan Wilmar bersedia memulai investasi tersebut sekarang sebelum kompetisi di sektor ini akan menjadi semakin ketat. ”Kita sepakat antara investasi di hulu berupa penanaman modal dan di hilir harus punya profitability yang sama. Jadi sama-sama menguntungkan,” terangnya. Hal ini diperlukan untuk menghindari pengusaha-pengusaha yang hanya berniat mendapatkan ijin lahan tetapi tidak bersedia mengembangkan proses industri di kawasan yang sudah diberikan ijinnya. mi
No. 2 - 2010 • Media Industri • 29
Ekonomi & Bisnis TEPUNG TERIGU
Pasokan Dunia Merosot, Konsumsi Nasional Justru Membengkak
T
erjadinya kebakaran hebat akibat cuaca panas yang ekstrim di wilayah Rusia dalam beberapa waktu terakhir ini telah membawadampakyangtidakmenguntungkan terhadap ketersediaan pangan dunia. Pasokan gandum dunia yang merupakan makanan pokok utama masyarakat global dipastikan mengalami gangguan. Hal itu terjadi menyusul dihentikannya ekspor gandum oleh otoritas Rusia sebagai upaya untuk memperkuat ketahanan pangan negerinya pasca kebakaran hebat yang melanda negara itu belum lama ini. Presiden Rusia Vladimir Putin mengeluarkan kebijakan larangan ekspor gandum pada 15 Agustus lalu yang berlaku hingga akhir Desember 2010. Padahal selama ini Rusia dikenal sebagai negara pengekspor biji gandum terbesar ketiga di dunia, dengan volume ekspor tahun lalau mencapai lebih dari 21 juta ton/tahun. Penghentian ekspor gandum Rusia itu tentu saja mengakibatkan berkurangnya pasokan gandum ke pasar dunia secara signifikan. Bahkan, dikhawatirkan ketersediaan tepung terigu (tepung gandum) di pasar dunia pada tahun 2010 ini akan semakin ketat sebagai dampak langsung dari berkurangnya pasokan gandum. Sebagaimana diketahui, volume produksi biji gandum dunia rata-rata mencapai 600 juta ton per tahun, sedangkan volume biji gandum yang diperdagangan di pasar internasional rata-rata mencapai 100 juta ton per tahun. Berkurangnya pasokan gandum dunia dari Rusia ini telah mendorong terjadinya kenaikan harga gandum di pasar internasional dalam beberapa bulan terakhir ini, khususnya untuk gandum low protein (soft wheat) yang merupakan jenis gandum utama yang diekspor Rusia selama ini.
30 • Media Industri • No. 2 - 2010
Tanaman Gandum, perubahan cuaca ekstrim telah mengganggu pasokan gandum dan ketersediaan pangan dunia
Akibat faktor Rusia itu, harga gandum di pasar berjangka Chicago (Chicago Board of Trade/CBOT) pun melonjak hingga mencapai level tertinggi dalam dua tahun terakhir, khususnya setelah Rusia mengumumkan larangan ekspor biji-bijian (termasuk gandum) pasca kekeringan parah dan bencana kebakaran hebat yang melanda negeri itu. Sebagai konsekuensi logis dari liberalisasi perdagangan dan globalisasi, apa yang terjadi di pasar gandum dunia itu cepat atau lambat namun pasti akan dirasakan juga dampaknya oleh konsumen tepung terigu di Indonesia. Apalagi selama ini Indonesia sangat tergantung kepada pasokan gandum dunia mengingat di dalam negeri sendiri nyaris tidak ada pasokan biji gandum. Franciscus ‘Franky’ Welirang, Vice
President Director PT Indofood Sukses Makmur Tbk (perusahaan produsen tepung terigu terbesar di Indonesia), mengatakan kenaikan harga gandum dunia itu dipastikan akan mengakibatkan kenaikan harga tepung terigu yang merupakan produk turunan utama dari industri penggilingan gandum. “Kenaikan harga tepung terigu itu sudah dirasakan dalam beberapa pekan terakhir ini, khususnya untuk tepung terigu low protein. Sedangkan untuk tepung terigu high protein harganya cukup stabil. Bahkan selama bulan Ramadhan pun harga tepung terigu premium nyaris tidak mengalami kenaikan,” kata Franky. Walaupun terjadi kenaikan harga gandum dan tepung terigu akibat mengetatnya pasokan gandum dunia, namun konsumsi tepung terigu Indonesia
Ekonomi & Bisnis pada tahun 2010 diperkirakan tetap mengalami kenaikan. Menurut Franky, konsumsi tepung terigu nasional selama tahun 2010 diperkirakan mencapai 6 juta ton setara gandum atau mengalami kenaikan sebesar 13,21% dibandingkan konsumsi tepung terigu tahun 2009 yang mencapai 5,3 juta ton setara gandum. Kenaikan konsumsi tersebut terutama karena tumbuhnya permintaan tepung terigu dari masyarakat maupun dari industri pengguna tepung terigu seperti industri biskuit, roti, mie instan, bakery dan lainlain. Dalam dua tahun terakhir ini terdapat sejumlah investasi baru maupun perluasan kapasitas industri pengguna tepung terigu di Indonesia seperti industri biskuit, roti, bakery dan kue sejalan dengan masuknya sejumlah industri tepung terigu baru. Pabrik tepung terigu yang pada tahun 1990-an masih berjumlah lima pabrik, kini telah membengkak menjadi 14 pabrik. Belum lagi masih ada tiga pabrik tepung terigu baru yang akan segera beroperasi dalam waktu dekat ini. Selain itu, impor tepung terigu dari luar negeri pun masuk cukup leluasa dengan volume mencapai 40.000 ton per bulan. Bermunculannya industri tepung terigu dan masuknya tepung terigu impor telah memberikan keleluasaan pasokan tepung terigu bagi industri pengguna tepung terigu, disamping pasokan tepung terigu dari industri tepung terigu domestik sendiri. “Inilah yang mendongkrak konsumsi tepung terigu di dalam negeri selama ini,” kata Franky Selama semester I 2010 saja, kata Franky, konsumsi tepung terigu nasional telah mencapai 2,45 juta ton setara gandum yang berarti telah terjadi kenaikan sebesar 9%
Penjualan Tepung Terigu Anggota APTINDO dan Impor Tahun 2008-2009 No.
Nama Perusahaan
1.
PT Indofood Sukses Makmur Tbk
Volume Penjualan Tahun 2008 (Ton)
Volumen Penjualan Tahun 2009 (Ton)
2.095.898
2.232.833
PT Eastern Pearl Flour Mill
444.810
392.486
3.
PT Sriboga Ratu Raya
167.042
219.147
4.
PT Panganmas Inti Persada
73.719
127.836
5.
Pundi Kencana
0
5.352
6.
Terigu Impor
519.529
575.786
(Bogasari) 2.
Total
3.300.998
3.548.088 Sumber: APTINDO
dibandingkan konsumsi tepung terigu pada semester I 2009. Namun dengan terjadinya pengurangan pasokan gandum di pasar dunia akibat distopnya ekspor gandum Rusia itu, harga gandum dunia, khususnya untuk gandum low protein terus merangkak naik bersamaan dengan semakin ketatnya pasokan gandum di pasar dunia. Menurut Franky, pasokan tepung terigu impor yang volumenya rata-rata mencapai 40.000 ton per bulan itu sebagian besar juga merupakan tepung terigu low protein yang banyak digunakan oleh industri biskuit, cake, cookies, wafers, mie ekonomis, gorengan, martabak, brownies, pound cake, donut dll. Sebaliknya tepung terigu dengan kadar protein tinggi biasanya lebih banyak digunakan oleh industri roti, baik roti manis maupun roti tawar, mi instan, pastry, donut, dan roti Eropa. “Kadar protein dalam tepung terigu sangat erat hubungannya dengan gluten dan sangat menentukan kualitas akhir dari makanan yang dibuat dari tepung terigu
seperti roti, mie, pastry, crackers, wafers, cookies, atau cake. Gluten sendiri adalah suatu zat pada tepung terigu yang bersifat elastis dan kenyal. Semakin tinggi kadar protein semakin tinggi pula kandungan glutennya, begitu pula sebaliknya,” tutur Franky. Produksi tepung terigu low protein PT Indofood Sukses Makmur Tbk sendiri rata-rata mencapai 30% dari total produksi tepung terigu perusahaan itu yang ratarata mencapai 3 juta ton setara gandum per tahun. Selebihnya sebanyak 70% merupakan tepung terigu premium atau high protein. Indonesia, tambah Franky, selama ini mengimpor gandum dari banyak negara termasuk dari Rusia. Namun demikian volume impor gandum dari Rusia itu tidak begitu besar dan umumnya merupakan gandum low protein. Kendati demikian, pasokan gandum dari Rusia ini tidak dapat digantikan oleh pasokan gandum dari negara lain, karena memang negara pemasok lainnya pun sedang mengalami penurunan produksi. Ada kabar bahwa India akan membuka keran ekspor gandumnya, maka dipastikan negara-negara yang selama ini menggunakan gandum low protein akan berebut mengimpor dari India, namun seberapa besar kemampuan India dalam mengekspor gandum low protein? Selain itu, harganya pun masih akan mengalami kenaikan sesuai dengan hukum supply demand. Mengetatnya pasokan gandum low protein di pasar dunia akhir-akhir ini, khususnya dari Rusia telah mengakibatkan terjadinya kenaikan harga gandum maupun tepung terigu low protein internasional. Hal itu juga telah mengakibatkan terjadinya
No. 2 - 2010 • Media Industri • 31
Ekonomi & Bisnis kenaikan harga tepung terigu low protein di pasar domestik. Harga tepung terigu low protein dalam beberapa pekan terakhir ini telah mengalami kenaikan beberapa kali. Misalnya, untuk tepung terigu low protein merek Kunci Biru produksi PT Indofood Sukses Makmur Tbk yang semula dijual dengan harga Rp 95.000 per sak (25 kg) sudah beberapa kali naik menjadi Rp 100.000/sak, kemudian menjadi Rp 105.000/sak. Franky mengatakan, kenaikan harga tepung terigu low protein diperkirakan akan terus berlangsung pada waktuwaktu mendatang seiring dengan semakin ketatnya pasokan gandum low protein di pasar dunia. “Bahkan kami perkirakan harga tepung terigu low protein ini akan mampu melampaui harga tepung terigu premium,” tutur Franky. Celakanya, pasokan tepung terigu low protein impor (khususnya dari Turki) kini sudah mulai menghilang dari pasar. Industri pengguna tepung terigu di dalam negeri yang selama ini menggunakan tepung terigu low protein impor (dari Turki) pun kelimpungan. Masalahnya, para eksportir tepung terigu low protein itu di negara asalnya kini sudah mulai menghentikan pasokannya ke Indonesia karena alasan
32 • Media Industri • No. 2 - 2010
ketatnya pasokan gandum dan lonjakan harga. Kondisi tersebut tentu saja sangat merugikan industri pengguna tepung terigu di dalam negeri. Selain berdampak terhadap industri pangan di dalam negeri, Franky mengatakan kenaikan harga gandum dunia itu juga dapat berdampak kepada industri pakan ternak. Sebab, industri penggilingan gandum selain menghasilkan tepung terigu juga menghasilkan produk samping berupa dedak gandum yang disebut bran dan pollard. Kedua produk samping itu umumnya digunakan sebagai bahan baku pakan ternak. Dengan naiknya harga gandum maka secara otomatis harga bran dan pollard untuk industri pakan ternak pun akan mengalami kenaikan. Tidak hanya itu, kenaikan harga biji gandum di pasar dunia pun biasanya membawa dampak ikutan terhadap komoditi biji-bijian lainnya seperti jagung dan kedelai. Dalam hal ini kenaikan harga gandum telah turut mengakibatkan kenaikan harga jagung di pasar dunia. Padahal jagung sendiri selama ini banyak digunakan sebagai komponen utama untuk pembuatan pakan ternak, khususnya pakan untuk ternak unggas. “Dalam dua bulan terakhir ini harga
jagung telah meningkat sebesar US$ 20 per ton sebagai dampak dari kenaikan harga gandum,” kata Franky. Terkait dengan pernyataan pemerintah yang menjamin bahwa harga tepung terigu di pasar domestik tidak akan mengalami kenaikan walaupun harga gandum dunia naik, Franky mengatakan sebagai perusahaan swasta yang profesional dan terbuka (listed) PT Indofood Sukses Makmur Tbk. tidak bisa menjamin tidak akan ada kenaikan harga tepung terigu. “Sebagai perusahaan swasta yang professional dan terbuka, kami tidak bisa menjamin tidak akan terjadi kenaikan harga. Sebab, kami memang tidak bisa menentukan harga mengingat harga itu dibentuk oleh mekanisme pasar melalui kekuatan supply dan demand. Kalau kami yang menentukan harga tetntu kami bisa dituduh melakukan monopoli atau kartel sehingga dapat mendorong Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk melakukan penyelidikan. Apalagi kini pangsa pasar yang dikuasai perusahaan kami semakin menurun dari sekitar 70% pada akhir dekade 1990-an menjadi sekitar 55% pada tahun 2010 ini,” demikian Franky. mi
Ekonomi & Bisnis Revitalisasi Industri Gula
Pemerintah Bantu
Industri Pendukung Pabrik Gula I
ndonesia masih membutuhkan peningkatan produksi gula untuk memenuhi kebutuhan nasional terhadap komoditas tersebut. Hal ini dilakukan karena produksi gula di dalam negeri setiap tahunnya tidak mampu memenuhi kebutuhan nasional. Kebutuhan gula konsumsi nasional diperkirakan terus meningkat, di mana pada tahun 2014 dengan jumlah penduduk mencapai 245 juta orang, maka kebutuhan gula mencapai 5,7 juta ton. Sedangkan tingkat produksi industri gula nasional saat ini baru mencapai 3,54 juta ton, sehingga masih defisit 2,15 juta ton. Rendahnya produksi gula nasional antara lain disebabkan oleh rendahnya produktivitas pabrik gula-pabrik gula di dalam negeri. Kondisi pabrik gula dengan mesin-mesin yang telah berusia lanjut, mengakibatkan produktivitas gula yang dihasilkannya kurang maksimal. Padahal, untuk menutupi defisit kebutuhan gula nasional serta mencapai swasembada gula pada 2014, diperlukan peningkatan produktivitas pabrik gula yang telah ada dan penambahan sedikitnya 20 pabrik gula baru. Untuk meningkatkan produksi gula di dalam negeri, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian telah meluncurkan program revitalisasi industri gula. Program ini telah menjadi salah satu program utama Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Melalui program tersebut, Kementerian Perindustrian memberikan fasilitas subsidi bunga untuk pabrik gula yang mengganti atau memperbaiki mesin dan peralatannya agar bisa lebih efisien dan tingkat produktivitasnya meningkat. Program restrukturisasi permesinan industri gula telah dilakukan sejak tahun 2009. pada tahun itu, sebanyak 30 pabrik gula ikut sebagai peserta. Program ini telah memberikan dampak positif bagi produktivitas pabrik gula peserta program itu
karena dari hasil monitoring yang dilakukan Kementerian Perindustrian, diketahui adanya peningkatan kapasitas eksklusif sebesar 1,52%, peningkatan efektivitas giling sebesar 1,2%, dan peningkatan efisiensi energi uap 0,09%. Untuk tahun anggaran 2010, Kementerian Perindustrian menargetkan keikutsertaan 18 pabrik gula milik pemerintah dan swasta dalam program tersebut. Hingga pendaftaran calon peserta ditutup pada 31 Agustus lalu, hanya tujuh pabrik gula yang mengajukan permohonan keikutsertaan dalam program revitalisasi pabrik gula. Tujuh produsen gula itu mengajukan permohonan untuk mengikuti restrukturisasi permesinan industri gula tahun anggaran 2010 dengan nilai investasi Rp 397,3 miliar dan proyeksi nilai bantuan sebelum verifikasi Rp 32,9 miliar. Selain memberikan bantuan kepada pabrik gula, dalam program revitalisasi industri gula nasional, Kementerian Perindustrian juga memberikan bantuan kepada perusahaan permesinan dalam negeri pendukung pabrik gula. Perusahaan yang mendapatkan bantuan pendanaan dari Kementerian Perindustrian itu antara lain adalah PT Barata Indonesia dan PT Boma Bisma Indra (BBI). Menteri Perindustrian MS Hidayat, mengatakan, Barata Indonesia dan BBI merupakan industri barang modal (permesinan/ peralatan) nasional yang harus terus dikembangkan. Apalagi sejak didirikan, Batara dan BBI memang untuk mendukung industri gula, sehingga sebagian besar mesin dan peralatan yang masuk kelompok perlengkapan tetap itu sudah mampu diproduksi di dalam negeri. “Pada situasi perekonomian seperti saat ini, tidak mudah kita mengharapkan adanya industri baru di sektor mesin dan peralatan. Untuk itu, Batara dan BBI akan terus dikembangkan agar terus membangun dan mengembangkan industri gula,” katanya di
sela acara kunjungan ke pabrik PT Barata Indonesia di Gresik, Jawa Timur, September lalu. Dengan fasilitas yang ada, pemerintah berharap Barata Indonesia dan BBI bisa meningkatkan kemampuan produksinya di bidang foundry, pengelasan, dan boiler. Mesin dan peralatan yang diproduksi Barata dan BBI ini dibutuhkan dalam pelaksanaan revitalisasi industri gula maupun pemeliharaannya. Direktur Utama Barata Indonesia R Agus H Purwono mengatakan, Barata Indonesia memproduksi perlengkapan industri dan komponen, khususnya untuk pabrik gula, peralatan industri gula, pintu air, turbin air murni, dan peralatan industri semen. Selain itu, Barata juga memproduksi produk foundry seperti komponen kereta api, otomotif, kapal, industri gula, dan pertambangan. “Namun, sehubungan dengan revitalisasi industri gula, maka Barata juga menggarap proyek rekayasa/rancang bangun, pengadaan, dan konstruksi, salah satunya untuk pabrik gula hingga 10.000 ton/hari. Kita juga memproduksi peralatan untuk pembangkit listrik, selain untuk industri di sektor agro lainnya,” katanya
No. 2 - 2010 • Media Industri • 33
Ekonomi & Bisnis
berbagai usulan
Kontrak Kerjasama Inalum Kegiatan di PT. Inalum
S
esuai kesepakatan kedua belah pihak di dalam Master Agreement Proyek Asahan yang ditandatangani tanggal 7 Juli 1975 di Tokyo, Jepang, keputusan mengenai diteruskan atau tidaknya kontrak kerjasama itu akan ditetapkan paling lambat tiga tahun sebelumnya, yaitu tanggal 31 Oktober 2010. PT Inalum kini mengoperasikan dua fasilitas utama, yaitu pabrik peleburan alumunium (PPA) dengan kapasitas produksi 250.000 ton per tahun dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Asahan II yang terdiri dari PLTA Siguragura dan PLTA Tangga dengan total pembangkitan sebesar 604 34 • Media Industri • No. 2 - 2010
MW. Perusahaan berstatus PMA tersebut kini mempekerjakan sekitar 2.000 orang dan mengekspor 60% produksi alumunium ingotnya ke Jepang, dan selebihnya 40% dijual di pasar dalam negeri. Menjelang berakhirnya kontrak kerjasama tersebut, sejumlah usulan pun bermunculan. Usulan tersebut datang dari berbagai kalangan, mulai dari kalangan masyarakat awam, pelaku usaha, pejabat pemerintah pusat maupun daerah. Secara umum usulan-usulan itu terbagi ke dalam dua kelompok besar. Usulan pertama, pemerintah menghentikan kontrak kerjasama itu dan mengambil alih seluruh saham PT Inalum.
Setelah berjalan selama 30 tahun sejak pertama beroperasi tahun 1982, kontrak kerjasama Indonesia-Jepang di perusahaan patungan PT Indonesia Asaham Alumunium (Inalum) akan berakhir pada tanggal 31 Oktober 2013. Jika pemerintah pusat tidak memiliki dana yang cukup, maka penguasaan saham juga dapat dilakukan oleh pemerintah daerah (provinsi Sumut), BUMN/BUMD atau swasta Indonesia. Usulan kedua, pemerintah memperpanjang kerjasama itu namun pemerintah harus menjadi pemegang saham mayoritas. Saat ini, sebagian besar saham PT Inalum, yaitu sebanyak 58,88% dikuasai oleh konsorsium 12 perusahaan Jepang yang tergabung dalam sebuah konsorsium NAA (Nippon Asahan Alumunium), sedangkan sisanya sebanyak 41,12% dikuasai oleh pemerintah Indonesia. Terkait dengan akan berakhirnya masa kontrak kerjasama Indonesia-Jepang dalam proyek Asahan itu, Ketua Tim Negosiasi dan wakil pemerintah Republik Indonesia dalam perundingan pendirian Inalum di era tahun 1970-an (1973-1975), A.R. Soehoed (91 tahun) menyarankan pemerintah Republik Indonesia untuk lebih memilih opsi kedua, yaitu memperpanjang kontrak kerjasama itu. Menteri Perindustrian Republik Indonesia periode 1978-1983 dan Ketua Otorita Asahan periode 1976-1999 itu menilai perpanjangan kontrak kerjasama Indonesia-Jepang di PT Inalum dilihat dari berbagai sudut pandang kepentingan bangsa dan negara Indonesia akan lebih menguntungkan ketimbang opsi pertama. “Selama tiga puluh tahun kerjasama di PT Inalum ini, kita tentunya sudah tahu
Ekonomi & Bisnis kekuatan dan kelemahan masing-masing (pihak Indonesia dan Jepang). Karena itu, sebaiknya kontrak kerjasama itu dilanjutkan saja, tinggal para perunding kita yang harus pandai-pandai bernegosiasi dalam membuat perjanjian baru yang lebih menguntungkan bagi pihak Indonesia. Sebab, kalau kita ambil alih dan kontrak kerjasamanya distop, maka kita akan memiliki banyak kewajiban yang harus dipenuhi khususnya menyangkut kewajiban pembayaran aset-aset PT Inalum yang jumlahnya cukup besar,” kata Soehoed. Menurut Soehoed, kalau pemerintah atau BUMN/BUMD/swasta Indonesia memiliki cukup dana untuk membeli PT Inalum, sebaiknya dana tersebut tidak digunakan untuk membeli PT Inalum. “Kalau memang ingin memiliki pabrik peleburan alumunium (PPA), sebaiknya dana itu dipakai untuk membangun PPA baru dengan teknologi yang lebih mutakhir, dari pada dana itu dipakai untuk membayar atau menalangi perusahaan asing (PT Inalum),” tutur Soehoed. Pihak konsorsium Jepang sendiri pada bulan Mei 2010 lalu telah mengajukan permohonan perpanjangan kontrak kepada pemerintah melalui Otorita Asahan dengan janji untuk meningkatkan kapasitas produksi PPA dari 250.000 ton per tahun menjadi 317.000 ton per tahun dengan nilai investasi sebesar US$ 367 juta. Namun menurut Soehoed, rencana tambahan investasi Jepang itu lebih rendah dari kesepakatan di dalam Master Agreement Proyek Asahan dimana kapasitas produksi PPA akan ditingkatkan menjadi 360.000 ton per tahun. “Kita harus tetap pada kesepakatan di dalam Master Agreement untuk meningkatkan kapasitas produksi PPA menjadi 360.000 ton per tahun. Termasuk juga dalam kesepakatan itu bahwa tiga tungku yang lama harus dimutakhirkan. Selain itu, kita perlu menambah saham sebesar 10% agar pihak Indonesia menjadi pemegang saham mayoritas. Ini penting agar Indonesia bisa mengendalikan PT Inalum,” tegas Soehoed. Soehoed mengingatkan dalam Master Agreement Proyek Asahan terdapat klausul bahwa kalau pihak Jepang ingin meneruskan proyek kerjasama itu maka pihak Jepang harus melakukan peningkatan kapasitas produksi PPA menjadi 360.000 ton per tahun dari saat ini 250.000 ton per tahun; mengup grade teknologi PPA (retrofit) dan harus meningkatkan kapasitas pembangkitan
listriknya. Sementara itu, Ketua Otorita Asahan Effendi Sirait mengatakan berdasarkan Master Agreement Proyek Asahan tahun 1975, dengan berakhirnya kontrak kerja sama Indonesia-Jepang di PT Inalum maka terhitung mulai tanggal 1 Nopember 2013 (setelah 30 tahun beroperasi secara komersial) PLTA Asahan II (PLTA Siguragura dan PLTA Tangga) secara otomatis menjadi milik pemerintah Indonesia dengan membayar ganti rugi sebesar nilai buku saat itu. PT Inalum sendiri memiliki hak untuk merundingkan perpanjangan periode operasi PPA selambat-lambatnya tiga tahun sebelum tanggal berakhirnya periode operasi. Usulan perpanjangan harus disertai dengan investasi baru yang signifikan jumlahnya dalam rangka inovasi dan/atau ekspansi smelter. Pemerintah Indonesia sendiri dapat menolak usul perpanjangan operasi PT Inalum, namun harus dengan alasan yang kuat dengan mempertimbangkan kemanfaatan proyek dari mulai konstruksi, perluasan dan inovasi. Apabila pemerintah RI menerima usul perpanjangan PPA, pemerintah RI wajib membayar nilai buku PLTA dan mensuplai listrik dari PLTA untuk PPA ‘at cost’. Apabila pemerintah RI menolak usul perpanjangan maka pemerintah RI membayar nilai buku PLTA dan PPA. “Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perindustrian telah membentuk Tim Teknis yang bertugas melakukan pengkajian yang mendalam atas Proyek Asahan dan menyiapkan bahan untuk perundingan guna mengoptimalkan manfaat Proyek Asahan bagi kepentingan Indonesia,” kata Effendi. Effendi mengatakan selama dua dekade sejak beroperasi tahun 1982 sampai tahun 2003, kinerja PT Inalum kurang bergitu menggembirakan. Perusahaan menghadapi banyak permasalahan baik internal maupun eksternal sehingga mengalami kerugian. Kumulatif defisit sampai dengan tahun 2003 mencapai sekitar US$ 1,2 miliar. Namun sejak tahun 2004 kinerja PT Inalum mulai menunjukkan perbaikan diantaranya produksi meningkat melebihi kapasitas terpasang 225.000 ton per tahun menjadi 250.000 ton per tahun. Perusahaan berhasil membukukan keuntungan tiap tahun sehingga akumulasi kerugian berkurang dari US$ 1,225 miliar pada tahun
2003 menjadi US$ 1,1 miliar pada tahun 2004, dan menjadi US$ 72 juta pada akhir tahun fiskal 2009. PT Inalum pun mampu melakukan percepatan pembayaran hutang sehingga hutang yang semula US$ 898 juta pada akhir tahun 2004 menjadi tinggal US$ 122 juta pada akhir tahun 2009. Selain itu, perusahaan juga mulai mampu membayar pajak perusahaan pada tahun 2006 sebesar US$ 2,8 juta, tahun 2007 sebesar US$ 58,3 juta, tahun 2008 sebesar US$ 36,9 juta dan tahun 2009 sebesar US$ 40 juta. “Sesuai dengan Long Term Projection (LTP) yang disusun oleh direksi PT Inalum, maka ke depan perusahaan diharapkan akan dapat membukukan keuntungan tahunan rata-rata US$ 100,6 juta sampai dengan tahun 2013; membayar pajak perusahaan rata-rata US$ 42 juta per tahun; akan mampu melunasi hutang tahun ini (2010); akan mempunyai nilai buku total asset sebesar US$ 1,272 juta dimana di dalamnya terdapat cash balance sebesar US$ 628 juta,” kata Effendi. Kontribusi lainnya dari PT Inalum antara lain penyaluran listrik ke PLN dan masyarakat sebesar 60 MW dalam rangka membantu kekurangan listrik di Sumatera Utara, mendukung sekitar 100 industri hulu dan hilir dalam negeri, penerimaan devisa dari ekspor, penyediaan lapangan kerja dan alih teknologi serta pemberdayaan masyarakat sekitar Proyek Asahan. mi
No. 2 - 2010 • Media Industri • 35
Ekonomi & Bisnis
Kemenperin Dukung Pengembangan
Solo Technopark
Dalam upaya mendukung pengembangan Surakarta Centre of Technology (Solo Technopark), Kementerian Perindustrian akan bekerjasama, meningkatkan peran Solo Technopark, tidak hanya di bidang industri komponen otomotif, garmen, dan handicraft saja, melainkan diperluas juga pada bidang informasi teknologi.
A
gar peningkatan peran Solo Technopark itu bisa segera terealisasi, Ditjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) akan bekerjasama dengan Ditjen Industri Alat Transportasi dan Telematika (IATT) Kemenperin, mengadakan kegiatan pendampingan di daerah tersebut. Rencananya tahun depan, Ditjen IKM akan memfasilitasi bidang kewirausahaan, dan Ditjen IATT akan bergerak di bidang industri komponen otomotif. Pengalaman kedua pihak yang biasa bekerjasama dengan industri besar di bidang otomotif, diharapkan dapat terjalin kemitraan, atau strategi bisnis yang dapat dikelola bersama Dalam hal materi pengajaran, Kemenperin rencananya juga akan menggandeng Universitas Setya Budi (USB), guna mencari tenaga pengajar yang sudah memahami mengenai industri komponen, khususnya dikaitkan dengan keberadaan USB di wilayah Surakarta. Apalagi USB baru saja memperoleh sertifikat ISO 9000, di bidang pengajaran. Sementara guna mendukung pengembangan ekonomi kreatif dan juga lebih meningkatkan nilai tambah Kota Surakarta sebagai salah satu kota budaya, maka selama dua tahun terakhir, pembangunan Solo Technopark baru terealisasi sebanyak 30 persen, dan Walikota Solo, Djoko Widodo. mengharapkan dalam 36 • Media Industri • No. 2 - 2010
Desain Tampak Muka pengembangan Solo Technopark
Ekonomi & Bisnis dua tahun ke depan, proyek ini segera dapat selesai pembangunannya. Dengan investasi senilai Rp 204 miliar untuk seluruh proyek tersebut, diharapkan dapat menjadi salah satu modal pendukung pengembangan industri kreatif di wilayah Surakarta. Nantinya dari luas total area wilayah 8 ha, tidak seluruhnya dimanfaatkan untuk proyek bisnis, melainkan hanya 3 ha, sehingga diperkirakan dapat menampung sekitar 200 pengusaha yang akan bergerak di bidang garmen, otomotif, dan handicraft. “Karena keterbatasan dana terutama dalam bentuk modal awal, maka proyek yang berlokasi di wilayah Solo Timur dengan luas 8 ha tersebut belum dapat terealisasi seluruhnya. Manajemen yang nantinya
menangani proyek tersebut diharapkan tidak membebani APBD, sehingga menggunakan Badan Layanan Usaha Daerah (BLUD). Selama ini, kami juga bekerjasama dengan lembaga asing seperti GTZ Jerman, dan juga lembaga dari Korea dan Singapura,” tandas Djoko Widodo. Rencananya daerah ini selain berisi kawasan atau zona industri yang dilengkapi dengan sarana riset dan pengembangan (R&D), juga akan dibangun jaringan komunikasi menggunakan serat optik, jalan bebas hambatan, dan juga akan dilengkapi dengan sarana pameran/ekshibisi. “Mereka akan bekerjasama dalam grup atau kelompok kerja dan nantinya kerjasama diharapkan mampu diserap juga industri yang sudah mapan (established),” paparnya. Diharapkan para UKM yang akan masuk ke kawasan technopark tersebut, nantinya akan mencoba merakit atau memproduksi komponen seperti knalpot, roda, dan komponen lainnya, melalui kerjasama dengan produsen otomotif nasional seperti Kanzen Motor Indonesia, atau produsen otomotif lainnya di tanah air. Sementara guna memberi nilai tambah kepada lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), diharapkan mereka dapat memanfaatkan teaching factory yang juga
akan dilengkapi peralatan khusus. “Artinya akan ada kelompok khusus pembuat knalpot, selain itu ada kelompok lainnya pembuat jok (tempat duduk di kendaraan), sehingga pada akhirnya mereka telah mulai diajari untuk memulai bisnis dalam skala sederhana, sampai yang sudah menjadi industri rumahan. Mereka akan bekerjasama dalam grup atau kelompok kerja dan nantinya, hasil kerjasama tersebut diharapkan mampu diserap oleh industri yang sudah mapan (established). Mereka juga tidak perlu khawatir kekurangan modal, karena pasarnya sudah terbentuk, dan proses produksi para pengusaha yang nantinya akan mengisi kawasan industrial and commercial zone di wilayah Surakarta Technopark ini, sudah bekerjasama dengan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Minimal dalam waktu singkat, akan selesai pembangunan dua unit gedung di area tersebut. Khusus yang berkaitan dengan upaya mencapai standar yang diajarkan melalui lembaga pendidikan, kata Djoko, pihaknya juga bermitra dengan Akademi Teknik Mesin Industri (ATMI) dengan harapan dapat memperoleh bantuan teknis dan proses pembelajaran di lapangan. mi
Fiber Optic, Area Solotechnopark akan dibangun jaringan komunikasi yang menggunakan serat optik
No. 2 - 2010 • Media Industri • 37
Ekonomi & Bisnis
PPIT Logam Tegal
Produksi Traktor Tangan Juga Memasok Komponen Alat Berat kepada Astra Grup
S
alah satu potensi yang dimiliki Kabupaten Tegal adalah industri permesinan logam, karena wilayah yang terletak di pesisir utara bagian barat Provinsi Jawa Tengah itu, memiliki 7.541 unit usaha industri logam, dengan nilai investasi mencapai Rp109 miliar dan nilai produksi Rp114 miliar. Sejarah industri kecil dan menengah (IKM) logam di Tegal sudah dimulai sejak berabad-abad yang lalu bersamaan dengan hadirnya industri pabrik gula milik pemerintah Hindia Belanda di wilayah Tegal dan daerah sekitarnya. Ketika itu pabrik gula membutuhkan cadangan suku cadang operasionalisasi pabrik secara berkala, sementara ketersediaan pasokan suku cadang terbatas. Mengingat pemerintah Hindia Belanda melarang impor suku cadang pabrik gula, para karyawan pabrik gula berinisiatif memproduksi sendiri suku cadang sesuai kebutuhan. Pasca kemerdekaan, khususnya ketika kondisi perekonomian nasional membaik antara tahun 1970-1997 industri logam Tegal berkembang dengan pesat. “Industri permesinan logam Tegal termasuk salah satu contoh kegiatan IKM yang tidak mengenal masa krisis. Saat ini mereka berkonsentrasi pada pembuatan produk akhir peralatan rumah tangga dan peralatan pertanian, sampai produk komponen. Selain itu, mereka juga menghasilkan komponen traktor tangan, penghancur sampah, berbagai jenis komponen otomotif, alat berat, pompa air, hydran, perkapalan, perlengkapan perumahan dan alat kedokteran/kesehatan,” kata Direktur Industri Logam dan Elektronika Ditjen Industri Kecil dan Menengah (IKM)) Kemenperin Putjuk Arif Dibjono. Mereka menggunakan bahan baku bervariasi. Untuk beberapa jenis produk akhir, mereka menggunakan bahan sisa atau barang bekas, sementara untuk produk
38 • Media Industri • No. 2 - 2010
yang memerlukan spesifikasi khusus seperti komponen otomotif/mesin dan alat berat, digunakan bahan logam baru. Adapun teknologi yang diterapkan bervariasi, mulai dari yang sederhana dan manual, semi machinal, full machinery, dan juga teknologi maju. Sedang mesin dan peralatan yang digunakan meliputi mesin perkakas logam dan pengecoran, baik untuk ferro ataupun non ferro, dan dari yang manual sampai produksi mesin otomatis seperti Computerized Numerical Control (CNC). Kini UPT Logam Tegal sudah berubah menjadi Pusat Pelayanan dan Informasi Teknologi (PPIT) yang didirikan tahun 2000, dengan tujuaan meningkatkan kompetensi daya saing industri kecil dan menengah di Kabupaten Tegal. Prasarana teknologi yang dimiliki PPIT dan laboratorium uji banyak dibantu oleh Kementerian Perindustrian, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), serta Yayasan Dharma Bakti Astra.
Perkokoh Klaster Tegal kini semakin memperkokoh klaster industri, yang pemanfaatannya juga dirasakan oleh industri pertanian. Dalam pertemuan lintas sektoral yang diadakan oleh Disperindag Kabupaten Tegal dengan Dinas Pertanian Tegal, kedua belah pihak sepakat saling memanfaatkan kemampuan di bidang industri kecil logam dengan alat-alat industri pertanian (alsintan). Saat memaparkan beberapa hasil produknya di Pusat Pelayanan dan Inovasi Teknologi (PPIT) Tegal, Jateng, diperlihatkan berbagai alat mesin pertanian yang sudah dapat diaplikasikan, sebagai hasil komersialisasi dari pemanfaatan PPIT, yang saat ini memiliki 12 unit usaha di berbagai bidang industri, mulai dari produksi komponen otomotif, komponen kapal, alat berat, dan industri hasil rekayasa inovatif. Kabid Perindustrian Disperindag Kabupaten Tegal, Dasuki mengatakan berbagai hasil teknologi yang segera dikomersilkan di antaranya engine (mesin) yang merupakan
Ekonomi & Bisnis hasil invensi dan perencanaan produk PPIT Tegal. Mesin tersebut kini sudah mulai digunakan oleh PT Inka dan Ghea yang rencananya akan menjadi prototype alat angkut di pedesaan. Selain mesin, ada juga alat substitusi tenaga listrik, yakni genset yang rencananya masih akan dikemas dalam produksi prakomersial, dengan kemampuan mencapai 10 ribu watt. Pemda Tegal sudah berkomitmen membeli peralatan ini untuk dipergunakan di 18 Puskesmas setempat, dengan rencana harga jual senilai Rp16 juta per unit. Pemkab Tegal juga sudah berkomitmen membeli 23 unit genset tahun ini. Semua hasil tersebut masuk dalam kategori Riset Hasil Unggulan Nasional (Rusnas). Sanggup Berkompetisi PPIT juga bekerjasama dengan peng usaha setempat, menghasilkan produk alat–alat penunjang mesin pertanian (alsintan), berupa traktor tangan (hand tractor). “Dengan harga per unit Rp15 juta, peralatan ini lebih murah dibanding traktor merek Kubota, Yanmar, dan Mitsubishi. Apalagi tingkat kandungan lokal dalam negeri (TKDN)-nya sudah mencapai 78%, sehingga komponen yang diimpor tinggal bearing dari Jepang, dan injector dari India,” jelas Dasuki. Rata-rata setiap bulan produksi mencapai 20 unit. Selain untuk mengisi kebutuhan di Tegal, produksi traktor tangan yang didukung oleh 30 IKM ini, juga dipasarkan sampai ke Sulsel dan NTT. Traktor produksi PPIT tidak begitu dicari di Jawa,
karena petani di Jawa justru lebih fanatik menggunakan produk impor dengan merek Yanmar, Mitsubishi, dan Kubota. Nantinya produk ini akan segera memperoleh SNI, setelah mereka mengupayakan dynotest. “Memang saat ini perusahaan tengah menguji produk itu, sehingga standar produk yang dihasilkan sama dengan standar produk buatan RRT. Tahun ini juga perusahaan mengharapkan dapat menyusun Standar Nasional Indonesia (SNI)-nya, sehingga penggunaannya sekaligus dapat melindungi kepenting an konsumen. Karena itu kami juga sedang menyusun peta siapa saja pihak-pihak yang akan menggunakan genset tersebut, termasuk di antaranya adalah perusahaan galangan kapal, yang diperkirakan membutuhkan sekitar 8 unit pompa diesel,” katanya. Potensi lainnya juga masih terbuka lebar, karena terkait dengan sering terjadinya pemadaman lampu, terkadang kantorkantor baik pemerintah dan juga swasta, banyak membutuhkan genset. PPIT yang berlokasi di Lingkungan Industri Kecil (LIK) Takaru Tegal ini, juga nantinya akan mengarah pada pemanfaatan listrik untuk pedesaan, sehingga nantinya industri kecil skala rumah tangga dapat menggunakan diesel. Kebanyakan yang akan menggunakannya adalah industri kecil rumah tangga seperti industri pengolahan makanan dan juga industri pengolahan kayu. Selain itu, PPIT yang juga membantu penguatan struktur industri pertanian,
yakni alat traktor tangan (hand tractor), yang merupakan salah satu unggulan daerah Tegal. Wilayah kabupaten Tegal menghasilkan komponen alat-alat besar, untuk mensuplai perusahaan sekelas United Tractor, Catterpillar. Termasuk kompetensi Tegal adalah menghasilkan komponen yang dipasok untuk kebutuhan otomotif dan produk elektronik. Wilayah ini juga mampu membuat komponen yang dibutuhkan untuk perlengkapan kesehatan, misalnya tempat tidur rumah sakit. Saat ini di wilayah Tegal saja terdapat 2.600 industri kecil, yang bergerak di bidang pengolahan logam mesin. Melalui fungsi UPT (unit pelayanan teknis), yang memberi jasa layanan kepada IKM bidang keteknikan, mereka bergerak melalui penelitian dan prototype produk yang diaplikasikan dalam skala perusahaan. Revitalisasi UPT yang dimulai sejak tahun 2000, lebih mengarahkan pada pelayanan bidang rancang bangun yang disesuaikan dengan rancang bangun program yang ditetapkan. Karena mulai mendapat order dari perusahaan otomotif besar di dalam negeri, yang melibatkan kerjasama dengan 12 IKM di wilayah Tegal, maka salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah memenuhi persyaratan kompetensi dan presisi, namun diupayakan agar tenaga operator yang mengerjakannya adalah tenaga operator yang terlatih dan pada akhirnya diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan industri besar sebagai mitra kerjanya. Menanggapi hal itu, Staf Ahli Menperin Fauzi Aziz menyatakan, pemerintah akan memfasilitasi kebutuhan IKM yang banyak menghasilkan komponen. Beberapa masalah yang dihadapi IKM komponen pada umumnya, ada beberapa jenis plat yang tidak dapat dibeli dalam skala terbatas, karena produsen baja sekelas PT Krakatau Steel (KS) tidak mampu melayani perminta an yang skala ekonominya tidak tercapai, padahal hal tersebut merupakan kebutuhan IKM. Karena itu dirinya mengharapkan pembelian produk bahan baku komponen tersebut dapat difasilitasi baik oleh Pemda setempat ataupun PPIT, sehingga masalahnya dapat diatasi. mi
Traktor Tangan Buatan Dalam Negeri
No. 2 - 2010 • Media Industri • 39
Ekonomi & Bisnis PT SOHO Industri Pharmasi
Fokus Kembangkan Industri Fitofarmaka
K
ekayaan alam Indonesia yang memiliki keragaman hayati yang sangat besar berupa plasma nutfah merupakan sumber bahan baku yang sangat berharga bagi industri berbasis sumber daya alam hayati. Khusus bagi industri yang menggunakan bahan baku yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti industri fitofarmaka, melimpahnya plasma nutfah itu menjadi keunggulan kompetitif maupun keunggulan komparatif tersendiri. Kondisi itulah yang secara jeli dimanfaatkan oleh PT SOHO Industri Pharmasi, sebuah perusahaan farmasi nasional yang sejak beberapa tahun silam memfokuskan diri dalam memproduksi
40 • Media Industri • No. 2 - 2010
obat-obatan herbal dengan menggunakan bahan baku utama yang berasal dari tumbuhtumbuhan asli Indonesia atau dikenal dengan sebutan industri fitofarmaka. Sales Marketing Director Ethical Product PT Soho Industri Pharmasi, Obed Fukliang mengatakan sejak pertama berdiri pada tahun 1951, perusahaan sudah memberikan perhatian khusus kepada obat-obatan herbal. Dengan pengalaman dan kepionirannya di industri obat-obatan herbal (natural), PT Soho Industri Pharmasi kini berhasil menempatkan dirinya sebagai “Pioneer and Trendsetter” untuk produk natural medicine (obat-obatan alami) untuk pasar obar resep (ethical).
“Secara resmi PT SOHO Industri Pharmasi mulai mengembangkan obat herbal pada tahun 1996 dan pada 1998 kami lebih memfokuskan diri dalam mengembangkan produk-produk fitofarmaka. Sampai saat ini kami sudah memproduksi lebih dari 200 jenis obat-obatan oral untuk pasar obat resep (ethical) dan pasar obat bebas (Over The Counter/OTC) serta dikenal sebagai pionir dan trendsetter untuk obat herbal di pasar obat resep,” kata Obed. Menurut Obed, keseriusan PT SOHO Industri Pharmasi dalam menggeluti industri fitofarmaka dapat dilihat dari tingginya porsi produksi dan penjualan obat-obatan herbal, baik di pasar obat bebas maupun di pasar
Ekonomi & Bisnis
Beberapa produk Herbal PT. Soho
obat resep. Secara keseluruhan penjualan obat herbal (produk fitofarmaka) PT SOHO Industri Pharmasi mencapai sekitar 60% dari total penjualan semua jenis obat perusahaan tersebut. Dengan pengalaman selama puluhan tahun dan kepionirannya di industri obat, produk-produk obat herbal produksi PT SOHO Industri Pharmasi kini mampu menguasai pangsa pasar yang cukup dominan di pasar obat bebas. Sejumlah produk obat herbal produksi PT SOHO Industri Pharmasi bahkan mampu menjadi market leader di pasar obat bebas. “Beberapa produk kami seperti Diapet dan Lelap berhasil menjadi pionir dan trendsetter untuk pasar obat herbal di Indonesia. Demikian juga dengan produk suplemen multivitamin Curcuma Plus berhasil menjadi market leader di kelasnya dengan menguasai pangsa pasar sebesar 30%,” kata Obed. Obed mengatakan secara keseluruhan pasar obat di Indonesia terbagi ke dalam dua golongan besar, yaitu pasar obat bebas (OTC) dengan pangsa pasar sebesar 45% dan pasar obat resep (ethical) dengan pangsa sebesar 55%. Namun demikian PT SOHO Industri Pharmasi selama ini lebih banyak bermain di pasar obat resep (ethical) dengan komposisi penjualan sebesar 70% dan selebihnya bermain di pasar obat bebas
dengan komposisi penjualan sebesar 30% dari total penjualan produk obatnya. Di antara produk obat ethical itu, PT SOHO Industri Pharmasi juga memproduksi obat generik dengan porsi penjualan berkisar antara 9% sampai 10% dari total penjualan. Setiap tahunnya PT SOHO Industri Pharmasi rata-rata meluncurkan antara 10 sampai 15 produk baru. Sementara itu, pasar obat di tanah air terus memperlihatkan pertumbuhan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data yang dilansir Indonesian Market Survey (IMS), pada tahun 2010 nilai pasar obat di Indonesia diperkirakan mencapai Rp 35 triliun, naik dibandingkan dengan nilai pasar obat pada tahun 2009 yang mencapai Rp 31 triliun. “Kami sendiri memperkirakan nilai pasar obat pada tahun 2010 lebih tinggi dari perkiraan IMS. Kami perkirakan nilai pasar obat tahun 2010 bisa mencapai Rp 37 triliun. Hal itu didasarkan pada
perkembangan perekonomian nasional tahun 2010 yang lebih baik dari perkiraan semula,” kata Obed. PT SOHO Industri Pharmasi sendiri, kata Obed, memperkirakan nilai penjualan obat perusahaan itu bisa mencapai Rp 1 triliun dari target semula sebesar Rp 500 miliar. Penjualan sebesar itu mengalami pertumbuhan cukup signifikan dibandingkan dengan penjualan pada tahun 2009 yang berada di bawah level Rp 500 miliar. Dengan pertumbuhan penjualan sebesar itu, PT SOHO Industri Pharmasi dinobatkan oleh IMS sebagai the Fastest Growing Company in Ethical Market. IMS juga menempatkan PT SOHO Industri Pharmasi sebagai perusahaan rangking 5 (versi majalah Swa rangking 3) dengan penguasaan pangsa pasar sebesar 4% di pasar obat resep dari sekitar 200 perusahaan farmasi di tanah air. “Kami mentargetkan pada tahun 2015 PT SOHO Industri Pharmasi mampu meningkatkan kinerjanya sehingga menjadi perusahaan industri farmasi nomor satu di Indonesia dengan pangsa pasar sebesar 10%-12%. Pesaing terbesar kami saat ini adalah PT Sanbe dan PT Kalbe Farma yang berada di posisi nomor 1 dan nomor 2. Saat ini jumlah produk kami juga masih lebih rendah dari jumlah produk PT Sanbe dan PT Kalbe Farma, yaitu sekitar sepertiga dari produk mereka,” kata Obed. mi
No. 2 - 2010 • Media Industri • 41
Ekonomi & Bisnis
Menteri Perindustrian, MS. Hidayat memberikan sambutan pada Sidang Senat Terbuka Gabungan STMI, APP dan AKA dalam rangka wisuda program studi diploma III Ahli Madya TPL Industri di Kementerian Perindustrian, 22 September 2010
Mendorong Pertumbuhan IKM dengan TPL
G
lobalisasi di segala bidang sudah tidak bisa dihindari lagi oleh semua bangsa dan negara, termasuk Indonesia. Globalisasi sudah mulai masuk ke Indonesia yang ditandai dengan terbukanya arus informasi, barang, jasa, tenaga kerja, baik antar negara maupun antar bangsa. Akibat globalisasi, dampak langsung yang dialami adalah makin meningkatnya interaksi hubungan antar bangsa, meningkatnya ketergantungan antar negara serta meningkatnya skala persaingan global yang tidak lagi mengenal batas-batas suatu negara.
42 • Media Industri • No. 2 - 2010
Menteri Perindustrian MS Hidayat, menyatakan, meluasnya arus globalisasi merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia karena jika tidak disikapi dengan baik, arus globalisasi dapat merugikan bangsa Indonesia. Untuk mencegah dampak negatif dari globalisasi, Kementerian Perindustrian memandang perlunya mempercepat pertumbuhan industri, khususnya industri kecil dan menengah (IKM) di semua provinsi dan di kabupaten/kota secara merata. Saat ini, penyebaran industri lebih terpusat di Pulau Jawa. Data Kementerian
Perindustrian menunjukkan saat ini penyebaran industri 75% masih berada di Pulau Jawa, 18,37% di Sumatera, 3,41 % di Kalimantan, 2,16 % di Sulawesi, 0,3% di Maluku dan Papua serta 0,79% di Bali, NTB dan NTT. Menperin mengakui, tidak mudah untuk meningkatkan penyebaran industri di luar Pulau Jawa. “Tantangan penyebaran pembangunan industri di luar Pulau Jawa tidak hanya terbatasnya infrastruktur, namun juga ketersediaan SDM industri yang masih perlu ditngkatkan,”ujar Menperin MS Hidayat, pada acara Wisuda 182 orang Lulusan
Ekonomi & Bisnis Kementerian Perindustrian. Pemberian beasiswa itu didasarkan Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 19/M-IND/PER/2/2007 tentang Penyelenggaraan Program Bea Siswa Tenaga Penyuluh Lapangan (TPL) Industri Kecil dan Menengah (IKM) dan diiringi dengan keluarnya Peraturan Sekretaris Jenderal No. 05/SJ-IND/PER/3/2007 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Program Beasiswa Tenaga Penyuluh Lapangan Industri Kecil. Sebagai tindak lanjut dari peratuanperaturan di atas, mulai tahun 2007 Kementerian Perindustrian melaksanakan proses seleksi calon mahasiswa program beasiswa TPL angkatan I yang diawali dengan proses pengumuman dan penjaringan pelamar yang melibatkan Dinas Perindustrian kabupaten/kota seluruh Indonesia. Dalam proses selaksi ditetapkan standar minimun prestasi akademik di sekolah menengah yang cukup ketat bagi setiap pelamar agar diperoleh calon mahasiswa yang memiliki kualitas akademik yang tinggi. Selain itu, dilakukan pemerataan proporsi gender serta pemerataan distribusi asal daerah calon mahasiswa sehingga dapat memenuhi kebutuhan tenaga TPL di tiap kabupaten/kota di Indonesia. Secara keseluruhan, mahasiswa Angkatan I beasiswa TPL-IKM tahun 2007 berjumlah 483 orang yang berasal dari 148 kabupaten/kota di seluruh Indonesia yang tersebar di 8 unit pendidikan tinggi di lingkungan Kementerian
Perindustrian. Dilihat persebaran berdasarkan letak geografisnya, maka 24% mahasiswa TPLIKM Angkatan I berasal dari kabupaten/kota di Pulau Jawa, sedangkan sebanyak 76% berasal dari kabupaten/kota di luar Pulau Jawa. Setelah mengikuti pendidikan selama tiga tahun, sebanyak 182 mahasiswa Angkatan I Program Diploma-3 Tenaga Penyuluh Lapangan, yang terdiri atas 60 orang dari Akademi Pimpinan Perusahaan Jakarta, 59 orang dari Akademi Kimia Analis Bogor dan 63 orang dari Sekolah Tinggi Manajemen Industri Jakarta, diwisuda secara gabungan di Aula Kementerian Perindustrian. Wisuda terhadap lulusan Angkatan I Program Diploma-3 Tenaga Penyuluh Lapangan juga dilakukan di unit-unit pendidikan masing-masing lainnya, yakni 61 orang di Pendidikan Teknologi Kimia Industri Medan, 60 orang di Akademi Teknologi Industri Padang,59 orang di Sekola Tinggi Teknologi Tekstil Bandung, 55 orang di Akademi Teknologi Kulit Yogyakarta dan 64 orang di Akademi Teknik Industri Makasar. Para lulusan ini nantinya akan diterjunkan ke daerah-daerah untuk menjadi penyuluh lapangan bagi industri kecil dan menengah (IKM) selama dua tahun. Setelah dua tahun mereka diberikan kebebasan untuk melanjutkan kegiatannya atau memilih menjadi wirausahawan. mi
Program Diploma Tiga Tenaga Penyuluh Lapangan di Jakarta, 22 September lalu. Menurut Menperin, Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) industri yang berdaya saing merupakan salah satu elemen penting untuk mencapai visi pembangunan nasional. Hal ini nampak jelas dalam bangun industri nasional bahwa landasan pembangunan industri adalah SDM dan Research and Development (R&D). Program TPL Untuk meningkatkan penyebaran industri, khususnya IKM di luar Pulau Jawa, Kementerian Perindustrian telah menerapkan program beasiswa kepada putra-putri terbaik di daerah untuk dididik menjadi tenaga penyuluh di unit-unit pendidikan yang berada di bawah naungan
Menteri Perindustrian, MS. Hidayat memberikan ucapan Selamat kepada salah satu wisudawan pada wisuda program studi diploma III Ahli Madya TPL Industri di Kementerian Perindustrian, 22 September 2010 No. 2 - 2010 • Media Industri • 43
Ekonomi & Bisnis
Masyarakat Batik Indonesia Dideklarasikan Untuk tetap menjaga dan mengembangkan batik sebagai warisan budaya tak benda Indonesia, enam elemen masyarakat mendeklarasikan terbentuknya Masyarakat Batik Indonesia (MBI). MBI sendiri sebetulnya merupakan transformasi dari wadah yang sebelumnya bernama Forum Masyarakat Batik Indonesia.
D
eklarasi pembentukan MBI itu dilakukan di sela-sela seminar ‘Dinamika Pengembangan Batik Indonesia dan Pameran Batik Ikon Budaya Bangsa,’ yang diselenggarakan di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat pada awal Oktober 2010 lalu. Ketua Yayasan KADIN Indonesia, Iman Sutjipto Umar selaku pemrakarsa Deklarasi pembentukan MBI mengatakan pembentukan MBI sangat penting mengingat batik sebagai warisan budaya masyarakat Indonesia perlu tetap dipelihara kelestariannya, terutama kepada generasi penerus berikutnya. Itulah sebabnya, tutur Iman, enam unsur kepentingan mulai dari lembaga pemerintah,
44 • Media Industri • No. 2 - 2010
Batik didorong agar mampu melakukan produksi yang ramah lingkungan
Ekonomi & Bisnis lembaga swadaya masyarakat dan yayasan, KADIN dan dunia usahanya, juga paguyuban, kelompok dan perseorangan yang terlibat dan komit terhadap budaya batik Indonesia, termasuk juga pemerhati, pengamat, dan juga media, diharapkan turut bersama memajukan dan mengembangkan budaya batik warisan budaya tak benda Indonesia. “Peranan lembaga ini tidak akan mengambil alih peran pemerintah, masyarakat, dan juga paguyuban, tetapi justru diharapkan mewakili keinginan memajukan dan mengembangkan budaya batik, termasuk menjadi wadah untuk membicarakan dan merumuskan kebijakan pemeliharaan dan penjagaan budaya batik, baik dalam skala nasional dan dalam rangka kerjasama internasional,” kata Iman. Selain itu, lanjutnya, pengembangan batik Indonesia juga didorong, baik dalam rangka pengembangan desain dan motif batik, termasuk dalam rangka kerjasama dengan lembaga perguruan tinggi. Nantinya MBI akan dilengkapi dengan sekretariat dan perangkat organisasi lainnya yang dibutuhkan dalam upaya pendanaan dari sumber yang sah dan tidak mengikat. Salah satu usulan atau rekomendasi yang diharapkan dapat dihasilkan dari seminar adalah, dibentuknya pusat pengkajian batik yang dikaitkan dengan wilayah Yogyakarta sebagai salah satu pusat kerajinan. Dengan desain yang selalu berkembang secara dinamis, nantinya akan didirikan Pusat Pengembangan Desain dan Motif di Yogyakarta. Dari seminar ini juga diharapkan lahir pemikiran dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI, untuk juga membangun pusat kajian dan pengembangan batik Indonesia. Perkembangan batik yang marak dalam beberapa tahun terakhir ini juga telah ditunjukkan dengan akan dibangunnya Galeri Batik dalam kurun waktu antara satu sampai dua tahun ke depan, yang akan diselaraskan dengan perkembangan Museum Tekstil di Tanah Abang, Jakarta. Sementara Museum Batik di Pekalongan, rencananya akan dipindah ke gedung eks Residen Pekalongan, guna memadukan secara sinergis seluruh daya dan kemampuan bangsa dalam memajukan batik Indonesia. Dorong Eco Produk Dalam kesempatan sama, Menteri Perindustrian M.S. Hidayat mengatakan, batik Indonesia yang kreatif dan kaya akan motif sebagian besar telah diproduksi
menggunakan pewarna alami yang sumbernya berasal dari alam Indonesia. Setiap motif batik mengandung filosofi dan nilai seni yang tinggi, termasuk desain yang menarik. Hal ini merupakan keunggulan khas batik Indonesia yang dapat diterima oleh berbagai lapisan masyarakat baik di tingkat nasional maupun internasional. Selain itu batik kini tidak hanya digunakan untuk berbusana, melainkan juga untuk berbagai keperluan rumah tangga, interior, fesyen, bahan produk kerajinan dan keperluan pakaian sehari-hari. Kini bahkan juga sudah digunakan di industri sepatu. Dengan demikian, kata Hidayat, pemasaran batik baik di pasar dalam negeri dan juga ekspor sudah harus mempertimbangkan peningkatan kualitas, pengembangan desain, motif, dan pemilihan atau pemakaian warna yang dapat lebih diterima oleh pasar.Bahkan untuk menembus pasar dunia yang menjadi perhatian utama adalah bagaimana batik yang diproduksi itu adalah batik yang berwawasan lingkungan. Artinya, produk batik dibuat secara bersih (cleaner production) dengan menerapkan prinsip yang eko efisien (eco-efficiency). “Tantangan industri ke depan adalah mengenai isu lingkungan. Karena itu diperkirakan semua konsumen di pasar global menghendaki produknya ramah lingkungan. Dewasa ini apapun produknya, permintaannya adalah harus eco product, termasuk juga produk elektronik. Karena itu, Kemenperin mendorong industri batik nasional agar mampu melakukan produksi yang ramah lingkungan untuk menjawab permintaan pasar global,” jelas Hidayat. Saat ini batik masih tergolong pada kelompok industri yang belum ramah lingkungan, karena kebanyakan industri batik masih menggunakan pewarna buatan yang tidak ramah lingkungan. Karena penggunaan pewarna alami memerlukan bantuan modal cukup besar, sehingga para perajin kebanyakan menggunakan pewarna sintetis agar dapat menekan harga, dan juga pada akhirnya harga batik dapat terjangkau masyarakat di berbagai lapisan, tuturnya. Itulah sebabnya, Kemenperin melalui Balai Batik juga mendorong pengembangan lebih besar lagi penggunaan pewarna alam yang ramah lingkungan. “Dengan mengembangkan penggunaan pewarna alam,diharapkanakansemakinmemperbesar lagi nilai tambah batik Indonesia, terutama
dalam melakukan penetrasi di pasar ekspor. Apalagi pengakuan dunia atas batik Indonesia berpengaruh besar terhadap pasar, dan hal ini mengindikasikan eko produk batik sudah menjadi bagian utama dari kebutuhan busana dunia,” kata Hidayat. Dukungan iklim usaha yang kondusif serta penggunaan perangkat teknologi yang tepat dan sesuai untuk proses produksi yang bersih dan eko efisien, menjadi prioritas untuk diterapkan di IKM batik. Upaya tersebut tidak hanya mampu melestarikan budaya batik, tetapi juga memperkuat posisi batik Indonesia di pasar dunia. Saat ini negara-negara seperti India, RRT, Jepang, Thailand, AS, Belanda, Jerman, Swiss, Kanada, Malaysia, Bangladesh, Vietnam, dan Polandia telah mampu memasarkan produknya di pasar dunia. Karena itu mereka dianggap sebagai kompetitor oleh Indonesia. Industri batik tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia, dan keberadaannya di sentra-sentra industri kota dan pedesaan mampu menyerap tenaga kerja cukup besar. Saat ini jumlah industri batik skala IKM mencapai 48.300 unit usaha, menyerap 792.300 orang tenaga kerja, dengan nilai ekspor mencapai US$ 110 juta. Daerah utama industri batik tersebar di berbagai provinsi seperti Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, Bali, Bengkulu, dan Jambi.
No. 2 - 2010 • Media Industri • 45
Ekonomi & Bisnis
Industri Baja
china akan relokasi pabrik baja senilai US$ 1 miliar
S
ebuah perusahaan milik pemerintah China, Guo Feng Iron & Steel Co. Ltd. akan merelokasipabrikbesibajanyaberkapasitas 3 juta ton per tahun ke Indonesia dengan menggandeng mitra lokal PT Gunung Garuda.
46 • Media Industri • No. 2 - 2010
Perusahaan besi baja China berteknologi blast furnace yang berlokasi di provinsi Tang Shan itu saat ini memiliki kapasitas produksi total sebesar 10 juta ton per tahun. Presiden Komisaris PT Gunung Garuda,
Djamaludin mengatakan relokasi pabrik besi baja itu akan mengambil lokasi di Bojonagara, Serang, Banten. Relokasi akan dilakukan secara bertahap hingga kapasitas produksi 3 juta ton per tahun. Tahap pertama
Ekonomi & Bisnis akan direlokasi pabrik dengan kapasitas 1 juta ton per tahun senilai US$ 1 miliar. “Untuk kegiatan relokasi dan pengoperasian pabrik nantinya, Guo Feng Iron & Steel Co. Ltd. bermitra dengan PT Gunung Garuda. Pabrik tersebut nantinya akan mengolah bijih besi yang ada di dalam negeri, khususnya bijih besi dari Kalimantan Selatan, hingga menjadi slab. Selanjutnya produk slab yang dihasilkan akan diproses lebih lanjut menjadi produk yang lebih hilir oleh PT Gunung Garuda. Dengan demikian akan terjadi sinergi yang saling menguntungkan serta akan dicapai tingkat daya saing produk baja yang cukup tinggi,” kataDjamaludinusaimendampingiChairman Guo Feng Iron & Steel Co. Ltd., Zhang Zhen bertemu Menperin M.S. Hidayat di Gedung Perindustrian, Jakarta, belum lama ini. Di negeri asalnya, China, Guo Feng Iron & Steel Co. Ltd. memiliki 10 unit mesin blast furnace yang masing-masing memiliki kapasitas produksi 800.000 ton per tahun. Selain itu, perusahaan juga masih memiliki satu unit mesin blast furnace dengan kapasitas 700.000 ton per tahun dan dua unit mesin blast furnace yang masing-masing memiliki kapasitas produksi sebesar 600.000 ton per tahun. Dengan demikian secara keseluruhan perusahaan tersebut memiliki kapasitas produksi sekitar 10 juta ton per tahun. Hasil produksi besi baja Guo Feng Iron & Steel Co. Ltd. tahun lalu berupa Hot Rolled Coil (HRC) sebanyak 5 juta ton dan Wire Rod & Bar sebanyak 3 juta ton. Djamaludin mengatakan perusahaan BUMN China itu lebih memilih Indonesia sebagai tempat relokasi pabriknya karena mereka menilai Indonesia memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan dengan negara calon tempat relokasi lainnya yang sudah dijajaki sebelumnya. “Indonesia dipilih karena memiliki sumber bahan baku bijih besi yang memadai, memilikisumberenergiberupabatubarayang cukup melimpah, jaraknya dengan daratan China relatif dekat dan stabilitas politik dan keamanannya cukup baik,” kata Djamaludin. Menurut Djamaludin, sebelum datang ke Indonesia, delegasi Guo Feng Iron & Steel Co. Ltd. sudah lebih dahulu melakukan penjajakan ke sejumlah negara lainnya, seperti Iran dan Afrika Selatan. Namun pimpinan Guo Feng Iron & Steel Co. Ltd. akhirnya memilih untuk merelokasi pabriknya ke Indonesia dengan alasan yang
sudah disebutkan di atas. Untuk mendukung kegiatan operasionalnya nanti di Indonesia, tambah Djamaludin, pabrik besi baja hasil relokasi itu akan membutuhkan pasokan batubara sedikitnya 2 juta ton per tahun. Jenis batubara yang diperlukan adalah batu bara khusus untuk kebutuhan industri baja, yaitu batau bara dengan kadar kalori cukup tinggi yang sesuai dengan teknologi blast furnace. Guo Feng Iron & Steel Co. Ltd. sendiri, kata Djamaludin, merupakan perusahaan besi baja dengan teknologi yang mutakhir. Dengan rencana relokasi pabriknya ke Indonesia maka dapat dipastikan perusahaan tersebut akan menjadi perusahaan berteknologi termutakhir di kawasan ASEAN mengingat teknologi blast furnace sendiri masih menjadi teknologi baru di ASEAN. Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Ansari Bukhari mengatakan pabrik besi baja Guo Feng Iron & Steel Co. Ltd. yang berlokasi di provinsi Tang Shan, China merupakan pabrik besi baja yang masih relatif baru, yaitu baru berusia dua tahun. Namun mengingat pabrik besi
baja itu persis berada di tengah-tengah kota, pemerintah China meminta manajemen perusahaan untuk merelokasi pabriknya ke luar kota atau bahkan ke luar negeri. “Karena itu, manajemen perusahaan mencoba menjajaki relokasi ke luar negeri, diantara sekian banyak negara yang menjadi incaran mereka, Indonesia termasuk negara yang diminatinya. Untuk itu, mereka datang ke Indonesia dan menemui Menteri Perindustrian untuk mencari dukungan guna melakukan relokasi tersebut,” kata Ansari. Menurut Ansari, dalam pertemuan dengan delegasi Guo Feng Iron & Steel Co. Ltd. yang dipimpinan Chairman, Zhang Zhen, Menperin M.S. Hidayat menyatakan sangat mendukung rencana Guo Feng Iron & Steel Co. Ltd. itu. Bahkan, sebagai bentuk dukungan itu, Menperin M.S. Hidayat dalam pertemuan itu menjanjikan untuk membantu Guo Feng Iron & Steel Co. Ltd. dalam memperoleh perizinan, mendapatkan lahan dan energi termasuk untuk mendapatkan pasokan batubara dan lain-lain. mi
No. 2 - 2010 • Media Industri • 47
Insert
Melongok Pembinaan SDM dan IKM di Jateng
Pembinaan di Balai Pengembangan SDM Jateng
U
ntuk mengantisipasi meningkatnya kebutuhan sumber daya manusia (SDM) siap kerja bagi industri garmen di Jawa Tengah (Jateng) yang kini sedang berkembang dengan pesat, Pemerintah Provinsi Jateng pada tahun 2008 lalu mendirikan Balai Pengembangan SDM dan Produk IKM berdasarkan Peraturan Gubernur Jateng Nomor 37 tahun 2008 tanggal 20 Juni 2008. Balai yang kini dikelola oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jateng itu sudah berhasil mencetak ribuan tenaga kerja siap kerja. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Kadisperindag) Jateng Ichwan Sudrajat mengatakan langkah yang diambil Pemerintah Provinsi Jateng dengan membentuk Balai Pengembangan SDM dan Produk IKM itu dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah industri garmen di wilayah Jateng. Hal itu mengingat selama
48 • Media Industri • No. 2 - 2010
ini sektor industri garmen Jateng telah memberikan kontribusi yang cukup besar, yaitu sekitar 14% terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) setempat. Industri garmen di wilayah Jateng dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami perkembangan yang cukup signifikan khususnya dengan masuknya sejumlah perusahaan garmen dari luar wilayah Jateng yang melakukan relokasi ataupun ekspansi usaha ke Jateng yang membutuhkan sumber daya manusia yang siap bekerja. Menurut Ichwan, menyatakan balai itu didirikan dalam rangka mendukung upaya peningkatan pertumbuhan industri berbasis ekonomi kerakyatan dan industri kompetensi inti daerah yang berorientasi global. “Selain itu, balai ini juga diharapkan dapat memperkuat struktur industri huluhilir dan mengembangkan keterkaitan antara industri inti dengan industri
pendukung dan penunjang; sekaligus mengembangkan SDM industri dan perdagangan yang berkualitas, professional, dan responsif terhadap perubahan global,”. Industri tekstil dan pakaian jadi merupakan sektor industri priroritas bagi Provinsi Jawa Tengah. Data Disperindag Jateng menunjukkan pada tahun 2009 di sektor industri tekstil terdapat 718 unit usaha yang mampu menyerap 154.964 tenaga kerja dan menghasilkan output senilai Rp 30,531 miliar. Sementara dari sektor pakaian jadi di tahun yang sama terdapat 913 unit usaha yang menyerap 95.236 tenaga kerja dan menghasilkan output senilai Rp 9,35 miliar. Sejak tahun 2008 balai melakukan pelatihan TPT dan garmen secara berkelanjutan setiap tahun. Pada tahun 2008 telah berhasil dilatih 1.195 orang yang disalurkan kepada 975 perusahaan garmen, sedangkan sisanya 220 orang menjadi
Insert tenaga mandiri. Sementara pada tahun 2009, jumlah tenaga kerja yang dilatih mencapai 3.085 orang, dan disalurkan kepada 2.914 perusahaan garmen, serta 171 orang lainnya menjadi tenaga kerja mandiri. Sampai bulan Agustus tahun 2010, jumlah tenaga yang sudah dilatih mencapai 3.194 orang, dan telah disalurkan kepada perusahaan garmen sebanyak 2.737 orang, menjadi tenaga mandiri 138 orang, dan masih dalam proses pelatihan 234 orang. Adapun perusahaan yang menampung hasil pelatihan di antaranya PT Ungaran Sari Garment; PT Samkyung Jaya Apparel; PT Glory Industrial Semarang; PT Inti Sukses Garmindo; serta PT Mulia Garment. Total permintaan SDM siap kerja dari perusahaan tekstil dan garmen di wilayah Jateng sampai tahun 2010 mecapai 12.890 orang. Untuk mendukung proses pelatihan, balai memiliki sejumlah mesin peralatan untuk praktek antara lain berupa mesin jahit kecepatan tinggi 300 unit, mesin kemasan karton, mesin cetak offset, mesin sablon, mesin pond, mesin potong, dan peralatan teknologi informasi. Produk yang mereka hasilkan di antaranya berupa seragam sekolah anak-anak dan aneka produk kaos yang sejak tahun ini mulai dicoba roduksi komersial. Selain Balai Pengembangan SDM dan Produk IKM, Disperindag Jateng juga memiliki sejumlah balai lainnya, diantaranya enam Balai Metrologi yang berlokasi di Semarang, Pati, Surakarta, Magelang, Tegal, dan Banyumas; satu Balai Pengembangan (BPSMB) Surakarta; serta satu Balai Pengembangan Teknologi di Semarang. Rumah Kemasan/Packing House Balai Pengembangan SDM dan Produk IKM Disperindag Jateng, kini juga memiliki Instalasi Desain dan Kemasan, yang sebelum tahun 2009 namanya Packing House, bertempat di Jl. Ki Mangun Sarkoro No.10 Semarang. Melalui bantuan dari Ditjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian, packing house kini dilengkapi mesin-mesin untuk memproduksi kemasan inner box dan outer box (corrugated paper). Klinik Desain Merek dan Kemasan yang kini berada di bawah Sub Dinas Industri Logam Mesin dan Tekstil Disperindag Jateng pertama kali didirikan pada tahun 2006. dan telah membantu ratusan pelaku
IKM Jateng untuk mengembangkan desain merek dan kemasan. Pada tahun 2007 Klinik Desain dan Kemasan mulai dirancang untuk dikembangkan menjadi Packing House yang merupakan pusat pelayanan pembuatan desain dan produksi kemasan bagi IKM Jateng. Pada tahun 2009 Packing House berubah menjadi Instalasi Desain dan Kemasan, dan tahun 2010 ini ditargetkan mampu melayani 550 IKM dari berbagai daerah di Jateng. Pada tahun yang sama lembaga ini telah memberikan pelayanan desain dan cetakan kepada 82 IKM, terutama layanan jenis kemasan karton box offset bagi 30 IKM; plastik sablon bagi 21 IKM, stiker 16 IKM; dan 15 IKM bidang karton box. Selain itu diberikan juga layanan peningkatan teknologi mutu dan kemasan (plastik dan kertas) bagi 150 orang di 6 kabupaten/ kota seperti Rembang, Batang, Magelang, Grobogan, Purbalingga, dan Sukoharjo. Rencananya pada tahun ini lembaga juga akan membuat web packing house dan melakukansosialisasiketerpaduanpelayanan dengan sistem online antara klinik desain dan kemasan, yang ada di tingkat pusat (DJIKM Kemenperin) dengan packing house di daerah (Bandung, Semarang, Surabaya, dan Padang). Tahun 2011 diusulkan pengadaan pelatihan desain dan teknologi kemasan, pengembangan website packing house dan
pengadaan mesin/peralatan packing house. Lembaga ini pada tahun 2010 telah menyiapkan sejumlah program kegiatan diantaranya mengembangkan pola rantai produksi dengan sistem yang lengkap mulai dari auto loading sampai sistem produksinya yang berjalan secara sistematis dan pengembangan investasi baru khususnya dalam pengembangan kemasan berbahan aluminium foil. Kegiatan lainnya yang dilakukan lembaga ini adalah mengadakan pelatihan dan sosialisasi pengembangan desain kemasan, pengembangan desain produk, standardisasi produk, manajemen produksi, manajemen pemasaran, produksi kemasan, pelabelan, merek, pengenalan barcode, serta peningkatan kreativitas. Menurut Ketua Paguyuban IKM Semarang Rusman, pihaknya telah dua tahun ini dibina Disperindag Jateng, khususnya dalam hal teknis pengemasan yang lebih ‘menjual,’ demikian juga di bidang industri kerajinan mebel. Setiap tahun selalu dilakukan evaluasi kepada para peserta pelatihan. Melalui pembinaan teknis ini, para peserta mampu meningkatkan penjualan produk sampai ratusan juta rupiah. Selain itu, Rusman juga merasakan manfaat pelatihan berupa kian terbukanya akses pemasaran produknya. mi
Balai Pengembangan SDM Jateng menghasilkan tenaga yang siap bekerja
No. 2 - 2010 • Media Industri • 49
Teknologi
Nano Energizer
Memulihkan Kondisi Mesin Kendaraan Bermotor
Nano Energizer
S
eperti di berbagai negara berkembang lainnya, di Indonesia pun kendaraan bermotor dengan tahun pembuatan yang sudah lawas, baik itu kendaraan bermotor roda empat (mobil) maupun roda dua (sepeda motor), masih banyak dioperasikan di jalan-jalan raya. Tentu saja agar tetap dapat dioperasikan dengan baik, kendaraan bermotor yang sudah cukup tua itu membutuhkan perawatan ekstra secara rutin. Kalau tidak, setiap saat kendaraan tersebut bisa saja mogok di tengah jalan sehingga merepotkan pemiliknya. Perawatan yang rutin dan teratur serta pengecekan kondisi kendaraan 50 • Media Industri • No. 2 - 2010
secara berkala dapat menghindarkan atau setidaknya memperkecil kemungkinan terhadap resiko mogoknya kendaraan di tengah jalan. Pengecekan kondisi itu tentu saja harus dilakukan terhadap semua komponen kendaraan, khususnya komponen-komponen vital tertentu yang berhubungan langsung dengan faktor keselamatan, keamanan dan kenyamanan berkendaraan, baik itu komponen mekanis maupun komponen elektronis. Mesin kendaraan bermotor merupakan salah satu bagian kendaraan bermotor yang perlu mendapatkan perhatian khusus dari
pemiliknya. Selain menjadi sumber tenaga dan sebagai motor penggerak kendaraan, bagian mesin juga memegang fungsi yang sangat vital bagi keseluruhan operasional kendaraan bermotor. Mekanisme kerja mesin juga merupakan perpaduan antara mekanisme kerja mekanis dan elektronis, karena itu pemeliharaan mesin perlu dilakukan untuk kedua sistem kerja tersebut. Pemeliharaan komponen mesin bagian dalam, terutama bagian dalam silinder mesin, termasuk pemeliharaan yang tergolong berat. Sebab, untuk menservis atau merawatnya sebuah mobil atau sepeda
Teknologi motor biasanya harus mengalami turun mesin yang tidak hanya membutuhkan biaya cukup besar tetapi juga membutuhkan waktu pengerjaan cukup lama. Namun para ahli dari Korea Nano Tech Institute belum lama ini berhasil menemukan substansi (bahan) berukuran nano meter yang dapat digunakan untuk mengatasi keausan mesin sekaligus meningkatkan kinerja mesin secara signifikan. Bahan itu kemudian diberi nama Nano Energizer, sejenis minyak pelumas (oli) pelapis mesin dengan teknologi nano. Di dalamnya terdapat partikel-partikel keramik berukuran nanometer yang dapat melapisi goresangoresan yang terdapat di dalam silinder mesin sehingga goresan-goresan itu dapat tertutupi oleh partikel-partikel nano tersebut. Dengan terlapisinya goresan-goresan di dalam silinder mesin itu maka mesin kendaraan bermotor dapat kembali berkeja secara lebih optimal. Beberapa manfaat dari pelapisan silinder mesin itu diantaranya menimbulkan efek hemat bahan bakar minyak (BBM) antara 8% sampai 21% (40% saat stasioner); menimbulkan tambahan tenaga hingga 60%; menghaluskan suara mesin; mengurangi asap hingga 90%; memperpanjang umur mesin; dan mempercepat pembakaran Nano Energizer merupakan campuran oli mesin berteknologi nano yang mampu menyempurnakan kerja oli mesin dengan melapisi atau meng-coating bagian-bagian mesin yang aus secara permanen, sehingga suara mesin menjadi lebih halus, kompresi meningkat, asap berkurang, hemat BBM dan meningkatkan performa mesin secara signifikan. Di dalam Nano Energizer terdapat partikel nano yang berukuran sangat kecil 20-25 nano (1 mikron sama dengan 1.000 nano). Partikel nano akan bekerja di dalam mesin secara optimal dengan memanfaatkan panas dan tekanan saat mesin bekerja. Bagian mesin yang sudah aus akan diisi oleh partikel nano secara berlapis (proses coating) hingga membentuk membran yang nyaris sempurna di seluruh permukaan bagian dalam mesin. Nano ceramic coating memiliki
kekuatan 20 kali lebih kuat dibanding baja. Sehinggatidakhanyaberfungsimemperbaiki bagian mesin yang aus, melainkan juga memulihkan kondisi dan tenaga mesin ke tingkat semula serta memperpanjang umur mesin secara signifikan. Pendek kata partikel ceramic nano mampu merestorasi (memulihkan) bagian mesin yang aus karena gesekan (seperti seher/piston) sehingga kompresi menjadi normal kembali. Dengan demikian Nano Energizer mampu menjalankan fungsi untuk memulihkan kondisi mesin (restore engine); menghaluskan suara mesin (silent engine); memperpanjang usia mesin (Long Life Engine); memperbaiki kinerja mesin (Peak Power Engine); mengurangi BBM dengan pembakaran yang lebih efektif di ruang mesin (increase ratio); menambah tenaga hingga 60% (engine acceleration); meningkatkan pelumasan mesin (lubricating); mengurangi asap sisa pembuangan (Low Emission); melindungi mesin ( ); membuat lapisan/coating pada dinding mesin. Proses kerja Nano Energizer di dalam mesin dapat diilustrasikan sebagai berikut. Pertama, proses pelapisan dimana partikel nano bercampur dengan pelumas yang menghasilkan pemulihan mesin. Kedua, bagian mesin yang aus diisi oleh partikel
nano. Partikel nano saling mengikat secara kohesi yang dipicu oleh panas dan tekanan di dalam mesin. Ketiga, setelah terjadi pemulihan bagian yang aus, maka partikel nano akan melapisi dinding dalam mesin secara sempurna membentuk membran pelumas. Saat ini di pasaran terdapat dua sediaan Nano Energizer, yaitu Nano Saller Egine untuk sepeda motor 1 liter oli, compressor, bearing, gearbox, dan transmisi dengan harga jual Rp 70.000/saset. Sedangkan Nano all type untuk mobil dan truk diesel 4-10 litter oli dan dijual dengan harga Rp 150.000/saset. Untuk mendapatkan manfaat dan daya kerja Nano Energizer secara optimal, maka pemakai atau pemilik kendaraan perlu mengikuti cara pemakaian atau cara aplikasi Nano Energizer yang baik dan benar. Pertama-tama, panaskan mesin selama 2 menit; setelah itu matikan mesin. Sementara mesin dimatikan, kocoklah Nano Energizer dalam saset, kemudian tuangkan Nano Energizer yang telah dikocok itu ke dalam mesin melalui lubang oli. Selanjutnya, hidupkan kembali mesin selama lima menit atau kendaraan langsung dipakai. Berdasarkan hasil pengujian di lapangan, setiap kali penggunaan Nano Energizer akan mampu bertahan hingga jarak tempuh kendaraan sejauh 30.000 km. mi
Nano Energizer yang dimasukkan ke mesin kendaraan.
No. 2 - 2010 • Media Industri • 51
Teknologi
Aplikasi Nano Kalsium
Pada Tablet Effervescent Jambu Biji Merah
P
engembangan teknologi nano dalam dunia ilmu pengetahuan belum berlangsung lama. Konsep dari teknologi rekayasa zat berskala nanometer atau sepermiliar meter ini pertama kali diperkenalkan oleh Richard Feynman, ahli fisika Amerika Serikat pada akhir 1959. Di Indonesia, pengembangan teknologi nano sudah dilakukan sejak tahun 2000. Mengingat pentingnya dan banyaknya keunggulan dari teknologi nano, pemerintah bertekad untuk mengembangkan teknologi nano secara lebih intens lagi. Untuk itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) belum lama ini telah menyusun road map pengembangan teknologi nano untuk kebutuhan industri selama 15 tahun ke depan. Jika dilihat dari kondisi yang ada, Indonesia berpeluang besar menjadi negara yang bakal sukses mengembangkan teknologi nano karena ditopang oleh sumber bahan baku teknologi nano seperti batu gamping, tumbuh-tumbuhan, pasir silika dan lain-lain. Pengembangan teknologi nano amat diperlukan mengingat teknologi tersebut memiliki sejumlah keunggulan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia seharihari. Teknologi berbasis olah partikel ini dapat mengefisiensikan pemanfaatan bahan baku, inovasi teknologi, peningkatan kualitas atau mutu produk. Keunggulan teknologi nano terletak pada ukurannya yang mencapai 10-9 mikrometer atau 10-3 mikrometer, lebih kecil dari ukuran bakteri yang hanya 1-100 mikrometer. Dengan teknologi nano, bubuk bedak berukuran mikro dapat dioleskan secara merata di permukaan wajah, baju anti peluru, AC yang dapat membunuh bakteri dan sebagainya. 52 • Media Industri • No. 2 - 2010
Intinya, penerapan teknologi nano pada berbagai bidang akan mengubah kehidupan masyarakat modern. Dengan membuat partikel berskala nanometer, kemudian menyusupkannya di antara partikel berukuran
mikron, akan dihasilkan jenis material baru bersifat super, antara lain tingkat kekerasan, pengantaran listrik, dan sifat magnetnya. Inovasi dan aplikasi teknologi nano saat ini mulai banyak digunakan sektor industri di
Teknologi Indonesia. Berdasarkan survei yang dilakukan Masyarakat Nano Indonesia, dari 40 industri yang bergerak di bidang tekstil, keramik, elektronik, dan kimia, ada sekitar 38% yang telah memanfaatkan material dan mesin berteknologi nano. Aplikasi Nano Kalsium Aplikasi dari teknologi nano juga sudah mulai diterapkan oleh Balai Besar Industri Agro (BBIA), Bogor. Instansi yang berada dibawah naungan Kementerian Perindustrian itu telah menerapkan aplikasi teknologi nano kalsium pada pembuatan tablet effervescent jambu biji merah. Pemilihan jambu biji untuk dibuat menjadi tablet effervescent antara lain dikarenakan jambu biji merupakan buah-buahan Indonesia yang relatif banyak mengandung vitamin C
Indonesia berpeluang besar menjadi negara yang bakal sukses mengembangkan teknologi nano karena ditopang oleh sumber bahan baku teknologi nano seperti batu gamping, tumbuh-tumbuhan, pasir silika dan lain-lain. dan antioksidan yang berguna untuk menjaga kekebalan tubuh. Buah ini juga kaya serat, khususnya pektin dan kaliumyang berfungsi meningkatkan keteraturan denyut jantung, mengaktifkan kontraksi otot, mengatur pengiriman zat-zat gizi lainnya ke sel-sel tubuh, mengendalikan keseimbangan cairan pada jaringan dan sel tubuh serta menurunkan kadar kolesterol total dan trigliserida. Saat ini banyak masyarakat yang mengkonsumsi jambu biji dalam pengobatan tradisional maupun modern. Namun karena penggunaan secara tradisional tidak praktis sehingga dikembangkan produk dalam bentuk pangan atau minuman yang modern, praktis dan menarik sehingga lebih mudah dikonsumsi. Ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang pangan, telah berhasil mengembangkan jambu biji dalam berbagai bentuk antara lain jus, jelly, selai dan minuman instan. Untuk meningkatkan diversifikasi olahan jambu biji juga dapat diolah menjadi tablet effervescent, seperti yang dilakukan oleh BBIA dengan mengaplikasikan teknologi nano kalsium. Effervescent merupakan bentuk sediaan yang menghasilkan gelembung gas sebagai hasil reaksi kimia dalam larutan. Keunggulan dari tablet affervescent jambu biji dengan aplikasi nano kalsium adalah rasanya enak karena adanya karbonat yang membantu memperbaiki rasa, lebih menarik dalam penyediaan, penyiapan larutan dalam seketika dan mengandung dosis yang tepat sehingga lebih praktis serta daya simpan tablet yang relatif lebih lama dibandingkan dalam bentuk
larutan. Proses pembuatan tablet effervescent jambu biji merah dengan aplikasi nano kalsium dilakukan BBIA dengan terlebih dulu memilih jambu biji merah yang kondisinya baik. Jambu biji itu kemudian dihancurkan dalam bentuk jus jambu. Jus jambu ini lalu dikeringkan dengan cara dipasteurisasi hingga menjadi ekstrak jambu kering. Proses selanjutnya adalah memformulasi ekstrak jambu kering itu dengan metode kering (pencampuran). Bahan-bahan yang dicampurkan adalah asam, basa, pengikat, pemanis dan lubrikan. Setelah itu, ekstrak jambu biji yang sudah diformulasikan itu lalu dikeringkan selama 1 jam pada suhu 40 derajat Celcius kemudian disaring. Ekstrak jambu biji yang sudah disaring itu kemudian dilubrikasi dengan PEG. Proses selanjutnya adalah mencetak ekstrak jambu itu menjadi tablet effervescent yang siap untuk dikonsumsi.
No. 2 - 2010 • Media Industri • 53
Profil
Pengolahan kakao di PT. Bumi Tangerang
BT Cocoa,
Mengolah Biji Kakao Menjadi Produk Bernilai Tambah
S
elama ini Indonesia dikenal sebagai salah satu negara utama pengekspor biji kakao ke pasar dunia. Setiap tahunnya Indonesia mengekspor sekitar 400 ribu ton biji kakao atau sekitar 80% dari total produksi biji kakaonya. Namun sayangnya, sekitar 90% dari ekspor biji kakao Indonesia itu masih didominasi oleh ekspor biji kakao mentah yang belum difermentasi. Karena itu pula, selama berpuluh-puluh tahun 54 • Media Industri • No. 2 - 2010
lamanya harga ekspor biji kakao Indonesia selalu dipotong oleh para pembelinya di luar negeri dengan alasan mutunya lebih rendah dari standar biji kakao terminal New York. Walaupun harga biji kakao dunia sangat transparan dan dapat dengan mudah dicek setiap saat di terminal New York, namun harga biji kakao Indonesia selalu dikurangi dari harga terminalnya. Karena, harga biji kakao yang berlaku di terminal New York
adalah harga untuk biji kakao yang sudah difermentasi. Itulah yang menjadi keprihatinan yang sangat dalam bagi Piter Jasman, pengusaha industri pengolahan biji kakao (cocoa processing) dan Ketua Umum Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI). Piter yang juga adalah Presiden Komisaris (Preskom) PT Bumitangerang Mesindotama, salah satu perusahaan terkemuka dalam pengolahan biji kakao di tanah air, selalu menekankan pentingnya mengembangkan industri pengolahan kakao di tanah air. Dengan berkembangnya industri pengolahan kakao, maka bangsa ini akan dapat menikmati manfaat ekonomi yang lebih besar dari perolehan nilai tambah di dalam negeri. Cita-cita Piter adalah mengubah citra Indonesia di mata dunia selama ini yang hanya dikenal sebagai salah satu eksportir biji kakao terbesar di dunia, menjadi eksportir terkemuka produk olahan kakao. Bagi Piter, yang lebih penting bagi Indonesia sebetulnya menjadi eksportir produk olahan kakao terbesar di dunia, bukan menjadi ekpsortir biji kakao terbesar. Ketersediaan bahan baku berupa biji kakao yang melimpah di dalam negeri seharusnya menjadi keunggulan
Profil kompetitif maupun komparatif tersendiri bagi industri pengolahan biji kakao di dalam negeri. Menurut Piter, pengembangan industri pengolahan kakao merupakan salah satu jalan bagi bangsa Indonesia untuk meraih kesejahteraan, terutama bagi petani kakao maupun bagi masyarakat umum. Hal itu mengingat besarnya potensi ekonomi yang bisa diraih dari kegiatan pengembangan industri kakao ini. Dengan pengembangan industri kakao, maka akan tercipta multiplier effect yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi di dalam negeri, termasuk menyediakan lapangan kerja dan mampu menghasilkan devisa bagi negara dalam jumlah besar. Untuk mewujudkan cita-citanya itu, pada tahun 1993, Piter yang sudah berpengalaman dalam industri kakao sejak tahun 1980-an, mendirikan PT Bumitangerang Mesindotama (BT) dengan modal awal sebesar Rp 5 milyar. Pada awalnya BT bergerak dalam bidang general contractor dengan mengkhususkan diri dalam pembuatan mesin-mesin pengolahan kakao. Pada tahun 2001 BT mulai masuk ke bisnis cocoa processing karena melihat peluang yang sangat potensial dimana Indonesia memiliki sumber bahan baku biji kakao yang melimpah. Awalnya kapasitas produksi BT hanya sekitar 10.000 ton per tahun, namun terus berkembang hingga kini mencapai 40.000 ton per tahun. Dengan kapasitas produksi sebesar itu, saat ini BT menjadi produsen kakao olahan terbesar kedua di Indonesia. Rencananya pada tahun 2011 kapasitas produksi BT akan kembali ditingkatkan menjadi 80.000 ton per tahun. Jumlah karyawan pun terus bertambah dari hanya 10 orang pada awal pendirian, menjadi sekitar 300 orang saat ini. Kini BT memiliki dua pabrik pengolahan kakao di Tangerang. Pabrik pertama diresmikan oleh Mr.Gerit Ybema, Menteri Perdagangan Luar Negeri Belanda dan Dorodjatun Kuntjorojakti, Menko Perekonomian RI pada tanggal 29 Januari 2002. Sedangkan pabrik yang kedua diresmikan oleh Fahmi Idris, Menteri Perindustrian RI pada tanggal 30 Januari 2006. Produk olahan kakao yang diproduksi BT adalah Natural/Deodorized Cocoa Butter dengan volume produksi 13.600 ton per tahun dan Natural/Alkalized Cocoa Powder dengan volume produksi 20.000 ton per
tahun. Produk Cocoa Butter 100% diekspor sedangkan produk Cocoa Powder 50% untuk market lokal dan 50% ekspor. Kegiatan ekspor dilakukan ke USA, Eropa, China, Timur Tengah, Asia Tenggara, Jepang, dan Eropa Timur. Prestasi Berbuah Apresiasi Kehandalan kualitas produk BT, sistem manajemen mutunya serta proses produksinya yang sesuai persyaratan kesehatan, keamanan dan keselamatan telah mendapatkan pengakuan dari lembaga independen dan dibuktikan dalam bentuk sertifikat ISO 22000, GMP, HACCP dan Kosher. Semua sertifikasi tersebut tidak hanya sekedar pengakuan, namun lebih jauh juga dapat digunakan untuk mendukung upaya perluasan pemasaran khususnya ke pasar global. Kerja keras dan semangat pantang menyerah jajaran manajemen dan seluruh karyawan BT pun mendapatkan apresiasi dari pemerintah. Pada tahun 2008 pemerintah menganugerahi BT penghargaan Primaniyarta Award untuk kategori Pembangun Merek Global. Penghargaan yang sama kembali diperoleh BT pada tahun 2009 untuk kategori Eksportir Berkinerja yang penyerahannya langsung dilakukan oleh Presiden SBY. Penghargaan di bidang ekspor itu tampaknya tidak berlebihan diberikan kepada BT. Karena, ekspor produk olahan kakao BT terus tumbuh secara signifikan setiap tahun. Pada tahun 2006 misalnya, pertumbuhan ekspor produk olahan kakao BT mencapai 28%, tahun 2007 tumbuh sebesar 60% dan tahun 2008 tumbuh 114%. Di tengah situasi yang kurang kondusif bagi usaha industri pengolahan kakao akibat sulitnya pasokan bahan baku pada tahun 2001-2007, BT termasuk salah satu dari lima perusahaan yang mampu bertahan, bahkan dapat terus berkembang. Padahal sebagian besar perusahaan cocoa processing ketika itu yang berjumlah 15 perusahaan terpaksa harus menghentikan kegiatan operasinya. Kelangkaan pasokan bahan baku itu terjadi karena hampir 100% dari biji kakao produksi dalam negeri diekspor ke mancanegara, disamping produksi biji kakao itu umumnya berupa biji kakao mentah yang belum difermentasi. Padahal industri cocoa processing membutuhkan bahan baku berupa biji kakao yang sudah difermentasi. Belum lagi ketika itu pemerintah masih mengenakan Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) 10% di dalam negeri, sebaliknya ekspor tidak dikenakan PPN. Akibatnya, kalangan pedagang dan eksportir lebih suka melakukan ekspor biji kakao ketimbang memasok biji kakao ke industri cocoa processing di dalam negeri. Untuk memenuhi kebutuhan bahan bakunya, industri cocoa processing di dalam negeri terpaksa harus mengimpor biji kakao fermentasi dari Ghana, Pantai Gading dan dari negara lainnya dengan membayar tarif bea masuk sebesar 5%. Kondisi tersebut jelas tidak menguntungkan bagi industri cocoa processing di dalam negeri. Sebaliknya, kebijakan tersebut justru lebih kondusif bagi kegiatan ekspor biji kakao. Walaupun berbagai kendala harus dihadapi, namun dengan kepiawaiannya dalam mengelola industri cocoa processing, Piter tetap mampu mengembangkan BT menjadi perusahaan yang handal. Piter mengaku kunci sukses dari semua itu adalah karena BT memiliki tenaga kerja yang profesional dan berpengalaman; selalu menggunakan bahan baku berkualitas tinggi; menggunakan mesin-mesin berteknologi termutakhir; selalu mengikuti perkembangan pasar dan teknologi; selalu berupaya mencapai efisiensi yang tinggi; serta sedapat mungkin menghasilkan barang yang bermutu dengan harga yang bersaing. mi
No. 2 - 2010 • Media Industri • 55
Artikel
Membentuk IKM Komponen Handal melalui Standardisasi I
ndustri komponen atau suku cadang (spare part) merupakan bagian penting yang tidak terpisahkan dari kemajuan industri di suatu negara. Karena, industri komponen merupakan pilar utama yang dapat membentuk struktur industri suatu negara menjadi kuat dan handal. Hal itu juga berlaku di industri otomotif dimana peranan industri komponen sangatlah menentukan perkembangan industri otomotif secara keseluruhan di suatu negara. Berbicara industri komponen otomotif tidak akan terlepas dari industri logam. Sebab, sebagian besar komponen otomotif terdiri dari komponen logam yang pada jenis komponen tertentu seringkali dipadukan dengan komponen elektronika. Karena itu, kuat dan handalnya industri komponen otomotif di suatu negara juga tidak terlepas dari kuat dan handalnya industri logam dasar di negara tersebut. Berdasarkan pengalaman sejumlah negara maju dan juga pengalaman Indonesia dalam pengembangan industri komponen otomotif selama puluhan tahun terakhir, kegiatan industri komponen otomotif umumnya lebih cocok digeluti oleh Industri Kecil Menengah (IKM). Pengalaman empiris di negara-negara raksasa otomotif seperti Jepang, Jerman, Amerika Serikat dan bahkan di Korea dan Taiwan, menunjukkan bahwa industri komponen otmotif memang lebih baik dan lebih tepat ditangani oleh IKM. Namun mengingat kehandalan kualitas komponen merupakan faktor utama yang tidak bisa ditawar-tawar di industri otomotif, maka teknologi menjadi syarat utama yang harus dikuasai sebagai penentu daya saing dari produk yang dihasilkan. Hal itu diakui Direktur Industri Logam dan Elektronika Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian Putjuk Arif Dibjono. Menurut 56 • Media Industri • No. 2 - 2010
Industri komponen
Putjuk, IKM logam di Indonesia selama ini sudah cukup berkembang dengan baik. Bahkan, di beberapa daerah telah terbentuk sejumlah sentra industri logam yang membuat komponen otomotif dengan kualitas yang sudah diakui baik oleh industri perakitan kendaraan bermotor (ATPM), pelaku perbengkelan maupun kalangan masyarakat pengguna/konsumen. Putjuk menjelaskan IKM logam di Indonesia umumnya membuat komponen seperti komponen permesinan, otomotif dan
elektronika. Komponen-komponen itu baru memiliki nilai tambah lebih jika digunakan bersama-sama dengan komponen lainnya. Hal itu bisa dilakukan jika setiap komponen itu menggunakan bahasa yang sama, yaitu standard. Karena itu, Direktorat Industri Logam dan Elektronika memiliki program utama dalam membina IKM berupa program standardisasi. Tujuan utamanya adalah agar IKM binaan itu dapat memproduksi barangbarang atau produk yang terstandardisasi. Berbicara produk komponen, khususnya
Artikel komponen otomotif, yang dinamakan standard produk selama ini hanya dikenal pada produk komponen yang digunakan oleh industri perakitan kendaraan bermotor untuk memproduksi mobil atau sepeda motor. Standard yang dipakai oleh industri perakitan kendaraan bermotor biasanya dikenal dengan istilah standard OEM (Original Equipment Manufacturing). Perusahaan perakitan kendaraan bermotor biasanya menerapkan standard OEM yang sangat ketat sehingga dari sekian banyak perusahaan pembuat komponen otomotif hanya beberapa perusahaan saja yang mampu memenuhi kebutuhan pasar OEM tersebut. Namun selama ini banyak atau sebagian besar industri pembuat komponen otomotif justru lebih banyak memasok produk komponennya ke pasar purna jual (after market). Karena, volume pasar after market jauh lebih besar ketimbang pasar OEM. Sayangnya, produk-produk komponen otomotif yang dipasok ke pasar after market umumnya tidak memiliki standard yang ketat seperti di industri komponen OEM. Sebagai gambaran, produksi atau penjualan sepeda motor dalam keadaan baru di Indonesia pada tahun 2009 lalu mencapai sekitar lima sampai enam juta unit, sementara sepeda motor yang setiap hari beroperasi di jalanan di seluruh Indonesia mencapai sekitar 40 juta unit. Angka tersebut menunjukkan bahwa untuk memproduksi sepeda motor
baru diperlukan berbagai komponen OEM untuk lima sampai enam juta unit itu, sedangkan untuk kegiatan pemeliharaan (maintenance) sepeda motor yang operasional dibutuhkan jumlah komponen yang jauh lebih besar, mungkin berupa kamvas rem, velg, knalpot dan lain-lain. Standard OEM yang diterapkan industri perakitan kendaraan bermotor biasanya sangat sulit dipenuhi kalangan IKM komponen otomotif di dalam negeri. Karena standard OEM biasanya sangat tinggi dan ketat. Syarat yang ditetapkan di dalam standard OEM biasanya juga cukup berat bagi kalangan IKM karena adanya prinsip cost reduction yang selalu menuntut perusahaan pemasok komponen untuk terus meningkatkan efisiensi biaya produksi. Walaupun standard OEM sangat berat dan sulit dipenuhi sementara volume pasarnya tidak sebesar pasar after market, namun pemerintah melalui Direktorat Jenderal IKM Kementerian Perindustrian tetap mengarahkan dan mendorong agar IKM komponen otomotif nasional masuk ke pasar OEM atau setidaknya mengikuti standard OEM. Sebab, standard OEM sudah teruji dengan baik dan menjadi basis dari kultur industri yang sangat baik untuk diterapkan di kalangan IKM. Kendati demikian, untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya bagi perusahaan, pasar after market tetap menjadi lahan yang sangat menjanjikan untuk digarap.
“Kami juga mengarahkan agar untuk pasar after market ini tetap diperlukan standard walaupun standardnya tidak setinggi atau seketat standard OEM. Sebab, bagaimana pun standard ini diperlukan mengingat produk komponen otomotif terkait erat dengan masalah keamanan dan keselamatan,” kata Putjuk. Untuk menetapkan standard itu pemerintah c.q. Kementerian Perindustrian sejak tiga tahun lalu menjalin kerjasama dengan Sentra Otomotif Indonesia (SOI) yang merupakan wadah para tokoh otomotif Indonesia untuk menciptakan label/ sertifikasi QSEAL. QSEAL adalah label, segel atau sertifikasi jaminan mutu suku cadang otomotif ‘non original’ yang sesuai dengan standard industri otomotif dan berlaku secara nasional di pasar suku cadang/purna jual (after market) Indonesia. Produk komponen otomotif yang berlabel QSEAL kini menjadi produk yang direkomendasikan oleh bengkel-bengkel sepeda motor anggota ASBEKINDO (Asosiasi Bengkel Kendaraan Bermotor Indonesia). Sampai saat ini sudah ada sembilan produk komponen otomotif yang telah mendapatkan label QSEAL, yaitu Rear-view mirror (kaca spion) untuk kendaraan roda dua dan roda empat; Gaskets untuk blok mesin kanan kendaraan roda dua 100 cc ke bawah dan untuk kendaraan roda empat 1.800 cc ke bawah (kecuali untuk cylinder head); Brake Shoe (kamvas rem) untuk
Komponen hasil produksi salah satu sentra industri di Waru Sidoardjo.
No. 2 - 2010 • Media Industri • 57
Artikel
sepeda motor 100 cc ke bawah; Muffler untuk sepeda motor 100 cc ke bawah dan untuk mobil (non catalyct) 1.800 cc ke bawah; Rubber Parts (rubber tromol) untuk sepeda motor 100 cc ke bawah; Chains & Sprockets untuk sepeda motor 100 cc ke bawah; Oil Filter untuk mobil 1.800 cc ke bawah; Air Filter untuk mobil 1.800 cc ke bawah; Fuel Filter untuk mobil 1.800 cc ke bawah. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa standard itu baru bisa diterapkan jika produsen komponennya memiliki pengetahuan, peralatan dan teknologi yang memadai. Karena itu, Direktorat Industri Logam dan Elektronika Ditjen IKM Kementerian Perindustrian menjalankan program untuk meningkatkan pengetahuan di kalangan produsen komponen otomotif IKM. Kementerian Perindustrian juga memberi bantuan peralatan bagi kelompok usaha melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) di daerah serta memberikan fasilitasi pemasaran produk komponen otomotif buatan IKM. Penerapan sistem standardisasi produk bagi kalangan IKM komponen otomotif dilakukan secara bertahap, dimulai dengan penerapan standard 5K, kemudian penerapan Gugus Kendali Mutu (GKM), penerapan standard ISO, ISO-TS (standard untuk original component, khusus untuk
58 • Media Industri • No. 2 - 2010
Kementerian Perindustrian tetap mengarahkan dan mendorong agar IKM komponen otomotif nasional masuk ke pasar OEM atau setidaknya mengikuti standard OEM. Sebab, standard OEM sudah teruji dengan baik dan menjadi basis dari kultur industri yang sangat baik untuk diterapkan di kalangan IKM
komponen otomotif), dan penerapan SNI. Program pembinaan yang dilakukan Kementerian Perindustrian dilakukan di lokasi-lokasi tertentu yang memang ada industri logamnya seperti di Tegal, Ceper, Purbalingga, Sidoarjo, Pasuruan dan Sukabumi. Masing-masing daerah binaan itu memiliki kekhususan tertentu, misalnya IKM logam di Tegal mayoritas bergerak dalam machining seperti pembubutan dan biasanya membutuhkan presisi yang cukup tinggi; IKM logam di Sukabumi umumnya bergerak dalam flat forming; IKM logam di
Ceper kebanyakan bergerak dalam bidang pengecoran logam besi (fero); sedangkan IKM di Yogyakarta umumnya bergerak dalam pengecoran logam non fero seperti alumunium, tembaga, kuningan dan lain-lain. Bantuan peralatan yang diberikan Kementerian Perindustrian pun berbedabeda antara satu sentra IKM logam dengan sentra IKM logam lainnya. Sebagai contoh, untuk sentra IKM logam di Tegal diberikan bantuan peralatan berupa mesin CNC melalui UPT setempat. Bantuan mesin CNC tersebut diberikan karena kalangan IKM logam di Tegal lebih banyak menggeluti bidang machining yang memang membutuhkan mesin berpresisi tinggi. Melalui bantuan tersebut dan bimbingan teknis dari BPPT, sentra IKM logam Tegal kini telah mampu mengembangkan mesin dengan kapasitas 500 cc dengan merek Neva. Mesin tersebut kini sudah dimanfaatkan untuk menggerakkan traktor pertanian. IKM logam di Tegal sudah mampu melakukan reverse engineering dalam membuat traktor tangan. Dengan teknik reverse engineering itu IKM logam di Tegal dapat menyontek/menjiplak pembuatan traktor tangan namun tidak memalsu. Sebab, dengan teknik reverse engineering itu IKM logam Tegal dapat melakukan modifikasi terhadap produk aslinya sehingga tidak dapat dikatakan melanggar hak paten atau memalsu. Keunggulan lainnya dari IKM logam yang memproduksi komponen otomotif adalah mereka umumnya relatif tidak terpengaruh oleh hiruk pikuk ASEAN-China Free Trade Agreement (AC-FTA). Sebab, walaupun ACFTA sudah efektif berjalan, order pembuatan komponen otomotif dari berbagai daerah terus mengalir. Bahkan, pesanan pembuatan komponen otomotif dari berbagai daerah kepada industri komponen di Tegal kini sudah penuh sampai bulan Juli 2010. Satu-satunya masalah yang umum dijumpai ribuan IKM logam di berbagai daerah di tanah air adalah seretnya pasokan bahan baku. Kendala tersebut sampai saat ini masih menjadi kendala utama yang belum dapat teratasi dalam pengembangan industri IKM berbasis logam. Sejauh ini kebutuhan bahan baku IKM logam sebagian besar masih dipenuhi dari pasokan logam bekas (scrap). mi
Gunakan PRODUKSI DALAM NEGERI
sekarang!
Industri
Indonesia KINI ... SOLID DAN BANGKIT
Majukan Karya Anak Bangsa Berjaya di Pasar Lokal Bersaing di Pasar Global