TANGGUNG JAWAB PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) TERHADAP PENUMPANG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2007 (STUDI PADA PT. KERETA API (PERSERO) DIVISI REGIONAL I SUMATERA UTARA)
SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh EMI FITRIYA HARAHAP 050200178
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN Program Kekhususan Perdata Dagang
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
TANGGUNG JAWAB PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) TERHADAP PENUMPANG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2007 (STUDI PADA PT. KERETA API (PERSERO) DIVISI REGIONAL I SUMATERA UTARA)
SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Oleh EMI FITRIYA HARAHAP 050200178 Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Perdata Dagang
Ketua Departemen Hukum Keperdataan
(Prof. Dr. TAN KAMELLO, SH., MS.) NIP. 131 746 556 Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
(AZWAR MAHYUZAR, SH.)
(AFLAH, SH., M. Hum.)
NIP. 131 460 769
NIP. 132 303 017 FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yang telah memberikan nikmat kehidupan, kesehatan, dan kekuatan sehingga skripsi yang berjudul “Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara)” dapat penulis selesaikan. Tak lupa shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan ajaran islam, sehingga kita dapat keluar dari zaman kegelapan dan kebodohan. Dibalik terselesaikannya skripsi ini, ada banyak pihak yang telah membantu, membimbing, dan memberikan semangat kepada penulis. Untuk itu, penulis haturkan rasa terimakasih yang amat sangat kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M. Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH., MS., selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 3. Ibu Puspa Melati, SH., selaku Ketua Program Kekhususan Perdata Dagang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH., CN., M. Hum., selaku Dosen Pembimbing Akademik, yang senantiasa memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan studi di kampus yang kita cintai ini.
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
5. Bapak Azwar Mahyuzar, SH., selaku Dosen Pembimbing I, yang begitu peduli dan sangat
perhatian dalam membimbing penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini. 6. Ibu Aflah, SH., M. Hum., selaku Dosen Pembimbing II, yang telah memberikan saran atas judul skripsi ini. Serta dengan sabar dan teliti membimbing dan memberikan ilmunya kepada penulis. 7. Seluruh Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing, mendidik dan membekali penulis dengan ilmu pengetahuan. Serta Seluruh Staf Administrasi yang telah membantu segala urusan administrasi penulis (B’Anto, B’Harun, K’Fitri, B’Armen, K’Yuni, K’Juli, dll). 8. Pimpinan, Staf, dan Pegawai PT. Kereta Api (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara yang telah banyak membantu selama penulis melakukan riset (Pak Hasri, Pak Imam, Pak Simamora, Pak Rifa’i, Pak Zulkifli, Pak Supardi, Pak Suroso, Pak Yudi, Pak Sinaga, Pak Wagiman, dll. Dan buat Bang Raja, makasih banyak ya... jasa abang tak terlupakan). 9. Guru-guru penulis, dari TK hingga SMA, yang dengan sabar mendidik penulis agar menjadi anak yang pintar dan berguna bagi nusa dan bangsa. 10. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Hukum USU, khususnya stambuk 2005. 11. Teman-teman asramaku di SMA Titian Teras Jambi. Kebersamaan kita selama tiga tahun sangat berkesan. Terima kasih atas dukungan kalian selama ini. Khusus kepada kedua orang tua saya, Ibrahim Harahap dan Warsilah. Merekalah yang telah membesarkan dan mendidik saya agar mampu menjalani Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
kehidupan dengan berani, bijaksana, jujur, dan peduli terhadap sesama. Mereka memiliki peran sangat penting dan tak terhingga. Rasanya ucapan terimakasih saja tidak akan pernah cukup untuk menggambarkan wujud penghargaan saya. Untuk motivator hidup saya, Almarhum Abang Agus Salim Harahap, A. Md. Yang telah banyak berkorban untuk penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Maklumlah akal tak sekali datang, kunjung tak sekali tiba. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya. Amiiin Ya Rabbal ‘Alamin Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.
Medan, 21 Maret 2009 Penulis
Emi Fitriya Harahap
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ........................................................................................... i DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii ABSTRAK ............................................................................................................ iii BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan ............................................................. 1 B. Permasalahan ............................................................................... 5 C. Tujuan dan Manfaat ..................................................................... 5 D. Tinjauan Kepustakaan .................................................................. 6 1. Pengertian Tanggung Jawab ................................................... 6 2. Pengertian Penumpang ........................................................... 8 3. Pengertian Pengangkut ........................................................... 10 4. Pengertian Kereta Api ............................................................ 11 E. Metode Penelitian ........................................................................ 15 F. Keaslian Penulisan ....................................................................... 17 G. Sistematika Penulisan .................................................................. 17
BAB II
TINJAUAN UMUM TERHADAP PENGANGKUTAN MELALUI KERETA API A. Pengertian Perjanjian Pengangkutan ............................................ 20 B. Sejarah Perkeretaapian ................................................................. 29
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
1. Sejarah Perkeretaapian di Indonesia ....................................... 29 2. Sejarah Perkeretaapian di Sumatera Utara .............................. 30 C. Gambaran Umum PT. Kereta Api Indonesia (Persero) ................. 31 1. Status Badan Hukum PT. KAI (Persero)................................. 31 2. Struktur Organisasi ................................................................ 33 3. Tujuan Penyelenggaraan Perkeretaapian................................. 36 4. Visi dan Misi PT. KAI (Persero) ............................................ 37 5. Tarif Angkutan Kereta Api ..................................................... 37 D. Jenis-jenis Perjanjian Pengangkutan Melalui Kereta Api .............. 39
BAB III
TANGGUNG JAWAB PT. KAI TERHADAP PENUMPANG DITINJAU DARI UU NO. 23 TAHUN 2007 A. Penyelenggaraan Pengangkutan Oleh PT. Kereta Api................ 48 B. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Penyelenggaraan Pengangkutan Melalui Kereta Api ............................................. 54 C. Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang ................................................................ 58
BAB IV
PENYELESAIAN PEMBERIAN GANTI RUGI OLEH PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) KEPADA PENUMPANG A. Risiko yang Timbul Dalam Penyelenggaraan Pengangkutan ..... 65 B. Faktor Penghambat Pelaksanaan Tanggung Jawab PT. KAI ...... 75
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
C. Pelaksanaan Klaim Ganti Rugi oleh Penumpang kepada Pengangkut ............................................................................... 76 D. Peranan Asuransi Terhadap Risiko dalam Perjanjian Pengangkutan............................................................................ 79
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ............................................................................... 83 B. Saran......................................................................................... 84
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
TANGGUNG JAWAB PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) TERHADAP PENUMPANG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2007 (Studi Pada PT. Kereta api (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara)
ABSTRAK Fungsi dan peranan pengangkutan sangat penting dalam kehidupan masyarakat dan berpengaruh pada berbagai aspek. Dari aspek hukum, dalam pengoperasian dan pemilikan alat angkutan diperlukan ketentuan hukum mengenai hak, kewajiban dan tanggung jawab serta perasuransian apabila terjadi kecelakaan. Perkeretaapian merupakan salah satu moda transportasi yang memiliki karakteristik dan keunggulan khusus, terutama dalam kemampuannya untuk mengangkut. Baik orang/penumpang maupun barang secara massal. Maka pengangkutan melalui kereta api memegang peranan penting. Meskipun demikian, tak dapat disangkal kemungkinan adanya risiko yang menimbulkan kerugian pada penumpang ataupun pengirim barang. Judul dalam skripsi ini adalah TANGGUNG JAWAB PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) TERHADAP PENUMPANG MENURUT UU NOMOR 23 TAHUN 2007 (STUDI PADA PT. KERETA API (PERSERO) DIVISI REGIONAL I SUMATERA UTARA). Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah Bagaimanakah bentuk tanggung jawab PT. KAI (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara terhadap penumpang dan Bagaimanakah penyelesaian pemberian ganti rugi oleh PT. KAI (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara kepada penumpang terhadap risiko yang timbul dalam penyelenggaraan pengangkutan melalui kereta api. Metode penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan Yuridis Normatif. Sumber bahan hukum yang digunakan meliputi sumber bahan hukum Primer, sekunder, dan bahan Non Hukum, sedangkan metode pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan cara Studi Kepustakaan, Studi Lapangan. Metode analisa bahan hukum yang di gunakan adalah metode deskriptifkualitatif yang disimpulkan dengan metode deduktif.Hasil dari penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan Perjanjian pengangkutan tertuang dalam bentuk karcis pada umunya didasari oleh adanya pelaksanaan pengangkutan itu sendiri. Pelaksanaan tanggung jawab PT. KAI (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara terhadap penumpang dilakukan berdasarkan perjanjian pengangkutan. PT. KAI bertanggung jawab terhadap kerugian yang dialami penumpang sepanjang kerugian itu merupakan akibat langsung atau tidak langsung dari penyelenggaraan kereta api. Dalam hal terjadi kecelakaan, yang menyebabkan penumpang luka-luka, cacat ataupun meninggal dunia PT. KAI telah mengasuransikannya kepada PT. Jasa Raharja (Persero). Maka dalam hal ini penumpang akan mendapatkan ganti rugi dari PT. Jasa Raharja sebesar nilai Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
kerugian yang dibatasi sejumlah maksimum asuransi. Dalam hal ini, syarat mutlak yang harus dipenuhi adalah tiket penumpang.
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan tak dapat dipungkiri, hal ini ditandai dengan berkembangnya teknologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan tersebut sejalan dengan meningkatnya taraf hidup manusia dan kebutuhannya yang semakin kompleks. Salah satu kebutuhan tersebut
yakni sarana
transportasi/pengangkutan yang memadai. Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki lima pulau besar. Yakni Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian. Yang mana, jarak antara satu pulau dengan pulau yang lain tidaklah dekat. Oleh karena itu dibutuhkan alat transportasi yang memadai. Dengan sarana transportasi yang memadai, jarak antara satu tempat dan tempat lainnya terasa semakin dekat dan tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu. Fungsi dan peranan pengangkutan sangat penting dalam kehidupan masyarakat dan berpengaruh pada berbagai aspek. Baik sosial, politis, hukum dan ekonomi. Dari aspek hukum, dalam pengoperasian dan pemilikan alat angkutan diperlukan ketentuan hukum mengenai hak, kewajiban dan tanggung jawab serta perasuransian apabila terjadi kecelakaan. Kemajuan dibidang transportasi/pengangkutan mendorong pengembangan ilmu hukum baik perundang-undangan maupun kebiasaan yang berlaku dibidang pengangkutan. Sesuai atau tidaknya undang-undang pengangkutan yang berlaku sekarang dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini tergantung dari penyelenggaraan Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
pengangkutan tersebut. Demikian juga perkembangan hukum kebiasaan, seberapa banyak perilaku yang timbul sebagai kebiasaan dalam pengangkutan tergantung dari penyelenggaraan pengangkutan. Perkembangan dalam pengangkutan ini diikuti oleh kebijaksanaan pemerintah. Terbukti dengan adanya revisi/perubahan terhadap peraturan perundang-undangan yang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat. Salah satu Undang-Undang dalam bidang pengangkutan yang mengalami revisi adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 Tentang Perkeretaapian, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 47 yang direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65 (selanjutnya disingkat UUKA). Dilakukannya revisi terhadap Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992, karena Undang-Undang tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat, perkembangan zaman, serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Adanya revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992
diharapkan
semakin
memacu
Perkeretaapian
Indonesia
untuk
mengoptimalkan pelayanan kepada pengguna jasa, sekaligus menempatkan keselamatan sebagai prioritas utama. Tentang pengangkutan, kita mengenal ada tiga jenis pengangkutan yaitu pengangkutan melalui darat, pengangkutan melalui laut, dan pengangkutan melalui udara. Pada pengangkutan melalui darat, dapat dikelompokkan lagi menjadi dua jenis yaitu pengangkutan dengan kendaraan bermotor (jalan raya) dan pengangkutan dengan kereta api. Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Perkeretaapian merupakan salah satu moda transportasi yang memiliki karakteristik dan keunggulan khusus, terutama dalam kemampuannya untuk mengangkut. Baik orang/penumpang maupun barang secara massal. Adapun sifat dari pemakaian kereta api yaitu hemat energi, hemat dalam penggunaan ruang, mempunyai faktor keamanan yang tinggi, tingkat pencemaran yang rendah, serta lebih efisien dibandingkan dengan moda transportasi jalan raya untuk angkutan jarak jauh dan untuk daerah yang padat lalu lintasnya, seperti angkutan perkotaan. Sarana pengangkutan dengan bus untuk penumpang, dan truk untuk barang dinilai kurang memadai. Maka pengangkutan melalui kereta api memegang
peranan
penting.
Meskipun
demikian,
tak
dapat
disangkal
kemungkinan adanya risiko yang menimbulkan kerugian pada penumpang ataupun pengirim barang. Terhadap
semua
akibat
yang
timbul
dalam
penyelenggaraan
pengangkutan, Pengangkut bertanggung jawab sepenuhnya. Baik karena kesengajaan ataupun kelalaiannya. Seperti yang tercantum pada Pasal 1366 KUH Perdata yaitu : “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.” Selanjutnya dalam Pasal 1367 KUH Perdata dinyatakan bahwa : “Seorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada dibawah pengawasannya.” Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Pengangkutan orang melalui kereta api diatur dalam UUKA Bab XI bagian kedua, Pasal 130 sampai dengan Pasal 138. Pada Pasal 132 UUKA dinyatakan : “(1) Penyelenggara sarana perkeretaapian wajib mengangkut orang yang telah memiliki karcis. (2) Orang yang telah memiliki karcis berhak memperoleh pelayanan sesuai dengan tingkat pelayanan yang dipilih. (3) Karcis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tanda bukti terjadinya perjanjian angkutan orang.”
Pasal 133 ayat (1) UUKA, menyatakan sebagai berikut : “Dalam penyelenggaraan pengangkutan orang dengan kereta api, Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib: a. Mengutamakan keselamatan dan keamanan orang; b. Mengutamakan pelayanan kepentingan umum; c. Menjaga kelangsungan pelayanan pada lintas yang ditetapkan; d. Mengumumkan jadwal perjalanan kereta api dan tarif angkutan kepada masyarakat; dan e. Mematuhi jadwal keberangkatan kereta api.” Dari ketentuan kedua pasal di atas, dapat diketahui bahwa dalam penyelenggaraan
pengangkutan
orang
melalui
kereta
api,
Pengangkut
berkewajiban mengangkut orang/penumpang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat. Mengingat pentingnya peranan transportasi melalui kereta api, dan betapa besarnya tanggung jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai pengangkut (selanjutnya disingkat PT. KAI). Penulis tertarik untuk mengadakan penelitian di PT. KAI, yaitu PT. KAI Divisi Regional I Sumatera Utara. Sesuai dengan penjelasan latar belakang di atas, maka penulis mengambil judul : “TANGGUNG JAWAB
PT.
KERETA
API
INDONESIA
(PERSERO)
TERHADAP
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
PENUMPANG MENURUT UU NOMOR 23 TAHUN 2007 (STUDI PADA PT. KERETA API (PERSERO) DIVISI REGIONAL I SUMATERA UTARA)” B. Rumusan Masalah Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah : 1. Bagaimanakah bentuk tanggung jawab PT. KAI (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara terhadap penumpang? 2. Bagaimanakah penyelesaian pemberian ganti rugi oleh PT. KAI (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara kepada penumpang terhadap risiko yang timbul dalam penyelenggaraan pengangkutan melalui kereta api?
C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan a. Untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab PT. KAI terhadap penumpang. b. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian pemberian ganti rugi yang dilakukan oleh PT. KAI terhadap penumpang, jika mengalami kerugian akibat penyelenggaraan angkutan PT. KAI. 2. Manfaat Penulisan a. Bagi Penulis Melalui penulisan skripsi ini penulis dapat menambah pengetahuan serta
pengalaman
dan
merupakan
suatu
kesempatan
untuk
mengimplementasikan teori-teori yang selama ini diperoleh di bangku kuliah. Khususnya menyangkut tentang tanggung jawab PT. KAI terhadap penumpang, dalam bidang hukum pengangkutan. Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
b. Bagi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Penulisan
skripsi
ini
diharapkan
dapat
menjadi
bahan
pertimbangan bagi PT. KAI dalam memenuhi tanggung jawabnya terhadap penumpang sehingga nantinya para penumpang kereta api memiliki kepercayaan penuh terhadap PT. KAI. c. Bagi Ilmu Pengetahuan Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan untuk perbandingan segala teori-teori perkuliahan, serta menambah arsip kepustakaan yang ada guna dijadikan pedoman serta perbandingan dalam penulisan skripsi selanjutnya.
D. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Tanggung Jawab Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, tanggung jawab berarti keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya). 1 Tanggung jawab penyelenggara prasarana perkeretaapian diatur dalam UUKA, Bab VI bagian kedelapan Pasal 87 sampai dengan 89. Pada Pasal 87 UUKA dinyatakan sebagai berikut : “(1) Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian bertanggung jawab kepada Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dan pihak ketiga atas kerugian 1
W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka), 1985, hal. 1014. Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
sebagai akibat kecelakaan yang disebabkan kesalahan pengoperasian prasarana perkeretaapian. (2) Tanggung jawab Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian kepada Penyelenggara Sarana Perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan perjanjian kerja sama antara Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian dan Penyelenggara Sarana Perkeretaapian. (3) Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian bertanggung jawab kepada pihak ketiga atas kerugian harta benda, luka-luka, atau meninggal dunia yang disebabkan oleh penyelenggaraan prasarana perkeretaapian. (4) Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian bertanggungjawab terhadap Petugas Prasarana Perkeretaapian yang mengalami luka-luka, atau meninggal dunia yang disebabkan oleh pengoperasian prasarana perkeretaapian. (5) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kerugian yang nyata dialami. Sedangkan tanggung jawab penyelenggara sarana perkeretaapian, diatur dalam UUKA, Bab XI bagian kedelapan Pasal 157 sampai dengan 160. pada Pasal 157 UUKA dinyatakan sebagai berikut : (1) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian bertanggung jawab terhadap pengguna jasa yang mengalami kerugian, lukaluka, atau meninggal dunia yang disebabkan oleh pengoperasian angkutan kereta api. (2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak pengguna jasa diangkut dari stasiun asal sampai dengan stasiun tujuan yang disepakati. (3) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kerugian yang nyata dialami. (4) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian tidak bertanggung jawab atas kerugian, lukaluka, atau meninggalnya penumpang yang tidak disebabkan oleh pengoperasian angkutan kereta api. Tanggung jawab dari penyelenggara prasarana perkeretaapian dan penyelenggara sarana perkeretaapian wajib diasuransikan. Hal ini telah ditegaskan dalam UUKA Bab XII Pasal 166 sampai dengan Pasal 171. Pasal 166 UUKA menyatakan sebagai berikut : “Penyelenggara
Prasarana
Perkeretaapian
wajib
mengasuransikan
tanggung jawabnya terhadap Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dan pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87.” Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Selanjutnya, Pasal 167 UUKA menyatakan : “(1) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap pengguna jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 dan Pasal 158. (2) Besarnya nilai pertanggungan paling sedikit harus sama dengan nilai ganti kerugian yang diberikan kepada pengguna jasa yang menderita kerugian sebagai akibat pengoperasian kereta api.”
Dalam hal tanggung jawab pengangkut kereta api terhadap penumpang, H.M.N. Purwosutjipto menguraikannya sebagai berikut : a. Pengangkut kereta api, berdasarkan perjanjian pengangkutan, bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh penumpang dalam jangka waktu pengangkutan, kecuali kalau pengangkut dapat membuktikan bahwa kerugian itu terjadi diluar kesalahannya dan diluar perbuatan buruhnya; b. Gangguan teknis, terlambat berangkat atau terlambat datang, tidak menimbulkan hak menuntut ganti kerugian; c. Penumpang yang terlambat masuk kereta api, tidak mempunyai hak untuk mendapat ganti harga karcis; d. Penumpang tidak berhak untuk mendapat kembali harga karcis, bila dia salah masuk ke dalam kereta api yang lain (pasal 27 BVS).2
2. Pengertian Penumpang (Passanger). Kata “penumpang” berasal dari kata “tumpang”. Dalam kamus umum Bahasa Indonesia penumpang berarti orang yang menumpang (kereta, mobil, kapal, dsb) untuk penumpang (bukan untuk mengangkut barang). Menumpang berarti ada (terletak, tertaruh) di atas sesuatu. 3 Jika ditinjau dari segi perjanjian pengangkutan, maka penumpang adalah orang yang mengikatkan diri untuk membayar biaya angkutan atas dirinya yang diangkut. Dalam hal ini, penumpang memiliki dua status yaitu : 4
2
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Jilid 3, (Jakarta : Djambatan), 1984, hal. 76. 3 W.J.S. Poerwadarminta, Op. Cit, hal. 1102. 4 Catatan kuliah Hukum Pengangkutan, Agustus 2008. Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
a. Sebagai subyek hukum pengangkutan, karena dia adalah pihak dalam perjanjian pengangkutan. b. Sebagai obyek hukum pengangkutan, karena dia adalah muatan yang diangkut Adapun kriteria penumpang antara lain : 5 a. Orang yang berstatus sebagai pihak didalam perjanjian pengangkutan. b. Wajib membayar biaya angkutan. c. Penumpang adalah pemegang dokumen angkutan. Seperti karcis, dll. Penumpang harus memenuhi syarat perjanjian dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. Bagi penumpang dibawah umur, yaitu anak-anak. Mereka dapat membuat perjanjian pengangkutan menurut kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Adapun yang menjadi dasar pertimbangan masyarakat ialah fungsi dan tujuan pengangkutan. Anak-anak sekolah naik angkot atau bus kota untuk mencapai tujuan, yaitu tiba dengan selamat di sekolah atau di rumah masing-masing. 6
5
Ibid. Abdulkadir Muhammad, Hukum pengangkutan Niaga, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti), 1998, hal. 51. 6
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Pada hakikatnya, anak-anak mengadakan perjanjian pengangkutan itu mendapat kuasa (restu) dari orang tuanya atau walinya. Jadi, yang bertanggung jawab itu adalah orang tua atau wali yang mewakili anak-anak itu. Hal ini tidaklah menyimpang dari Undang-Undang (Pasal 1320 KUH Perdata) melainkan sesuai dengan Undang-Undang. 7 Dalam UUKA Pasal 1 butir 12 menyatakan bahwa “pengguna jasa adalah setiap orang dan/atau badan hukum yang menggunakan jasa kereta api, baik untuk angkutan orang maupun barang.” Dari bunyi pasal tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa “pengguna jasa” adalah penumpang atapun pengirim barang.
3. Pengertian Pengangkut (Carrier). Kata “pengangkut” berasal dari kata “angkut” yang berarti mengangkat dan membawa. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia pengangkut ialah orang yang mengangkut; alat (kapal dsb) untuk mengangkut. 8 Pengangkut pada pengangkutan darat dengan kereta api adalah PT. KAI (Persero), yang di dalam UUKA disebut penyelenggara prasarana perkeretaapian dan penyelenggara sarana perkeretaapian. Penyelenggara
prasarana
perkeretaapian
adalah
pihak
yang
menyelenggarakan prasarana perkeretaapian. Sedangkan penyelenggara sarana perkeretaapian adalah badan usaha yang mengusahakan sarana perkeretaapian umum. 9 7
Ibid. W.J.S. Poerwadarminta, Op. Cit, hal. 47. 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007, Tentang Perkeretaapian, Pasal 1 Butir 16-17. 8
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Dalam KUH Dagang tidak dijumpai definisi pengangkut pada umumnya. Yang ada hanyalah pengangkut laut, yakni Pasal 466 dan Pasal 521 KUH Dagang. Menurut H.M.N. Purwosutjipto pengangkut pada umumnya adalah orang, yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat. 10 Dilihat dari pihak dalam perjanjian pengangkutan niaga, pengangkut adalah pihak yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau penumpang. Singkatnya, pengangkut adalah penyelenggara pengangkutan niaga. Penyelenggara pengangkutan niaga dapat berstatus BUMN, BUMS, dan perseorangan yang berusaha di bidang jasa pengangkutan niaga. 11 Adapun kriteria dari pengangkut antara lain : 1. Perusahaan penyelenggara angkutan; 2. Menggunakan alat pengangkut mekanik; 3. Penerbit dokumen angkutan. 12
4. Pengertian Kereta Api Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia kereta ialah kendaraan yang beroda (biasanya ditarik oleh kuda), sedangkan kereta api ialah kendaraan yang ditarik dengan lokomotip, berjalan di atas rel. 13 Dalam UUKA Pasal 1 ayat (2) Kereta api adalah sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana
10
H.M.N. Purwosutjipto, Op. Cit, hal. 3-4. Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hal. 46. 12 Ibid. 13 W. J. S. Poerwadarminta, Op. Cit, hal. 490. 11
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rel yang terkait dengan perjalanan kereta api. Selanjutnya dalam Pasal 1 ayat (7) Jalan rel adalah satu kesatuan konstruksi yang terbuat dari baja, beton, atau konstruksi lain yang terletak di permukaan, di bawah, dan di atas tanah atau bergantung beserta perangkatnya yang mengarahkan jalannya kereta api. Dan dalam ayat (9), Sarana perkeretaapian adalah kendaraan yang dapat bergerak di jalan rel. Sistem angkutan kereta api (rel atau baja) meliputi atas alat angkut (vehicles) yaitu lokomotif, kereta penumpang, gerbong barang dan gerbong peti kemas, jalan (ways) yaitu jalan/rel, bantalan/track, jembatan, signals, navigasi, telekomunikasi, ruang kontrol, dan palang pintu, terminal yaitu stasiun, gudang dan depo (bengkel). 14 Menurut Sution Usman Adji, dkk. Yang dimaksud peralatan dari kereta api antara lain terdiri dari lokomotif, gerbong barang, kereta penumpang dan peralatan penunjang, sedang peralatan basisnya antara lain : jalan kereta api (rel, bantalan
balas),
jembatan,
gedung
stasiun,
peralatan
sinyal,
peralatan
telekomunikasi dan berbagai peralatan lainnya. 15 Peranan kereta api penumpang pada akhir-akhir ini mulai meningkat kembali, bukan saja antar kota, tetapi juga di daerah perkotaan yang lalu lintasnya padat. Kereta penumpang adalah fasilitas operasi yang menerima kemajuan teknologi yang cukup pesat. Untuk melayani angkutan dalam kota atau di sekitarnya, kereta penumpang yang dilengkapi dengan tenaga penggerak yang 14
M. Nur Nasution, Manajemen Transportasi, (Jakarta : Ghalia Indonesia), 2004, hal.
15
Sution Usman Adji, Hukum pengangkutan di Indonesia, (Jakarta : Rineka Cipta), 1990,
151. hal. 138. Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
sering dioperasikan pada angkutan dalam kota, seperti kereta listrik (KRL) dan kereta diesel (KRD). 16
Menurut jenisnya, kereta api terdiri dari : 1. Kereta api kecepatan normal; 2. Kereta api kecepatan tinggi; 3. Kereta api monorel; 4. Kereta api motor induksi linear; 5. Kereta api gerak udara; 6. Kereta api levitasi magnetik; 7. Trem; dan 8. Kereta gantung. 17 Menurut fungsinya, kereta api terdiri dari: 1. Perkeretaapian umum; dan 2. Perkeretaapian khusus. 18 Ad. 1. Perkeretaapian umum Perkeretaapian
umum
merupakan
satu
kesatuan
sistem
perkeretaapian yang disebut tatanan perkeretaapian nasional dan harus terintegrasi dengan moda transportasi lainnya. Perkeretaapian umum terdiri dari perkeretaapian perkotaan dan perkeretaapian antarkota, yang meliputi : 16
M. Nur Nasution, Op. Cit, hal. 159. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007, Op. Cit, Pasal 4. 18 Ibid, Pasal 5-6. 17
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
a. Perkeretaapian nasional; b. Perkeretaapian provinsi; dan c. Perkeretaapian kabupaten/kota.
Ad. 2. Perkeretaapian khusus Perkeretaapian khusus hanya digunakan secara khusus oleh badan usaha tertentu untuk menunjang kegiatan pokok badan usaha tersebut. Menurut kegunaannya, kereta api terbagi atas dua jenis yaitu : 1. Kereta api yang digunakan khusus untuk mengangkut barang (gerbong barang). 2. Kereta api yang digunakan khusus untuk mengangkut penumpang (gerbong penumpang). 19 Setiap kereta api yang akan dioperasikan, wajib memenuhi standar kelaikan operasi sarana perkeretaapian. Penyelenggara sarana perkeretaapian yang mengoperasikan sarana perkeretaapian tidak memenuhi standar kelaikan operasi sarana perkeretaapian, dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembekuan izin, dan pencabutan izin operasi. 20 Persyaratan mengenai kelaikan sarana perkeretaapian diatur dalam pasal 96 sampai dengan 97 UUKA. Begitu juga dengan prasarana perkeretaapian yang akan dioperasikan, wajib memenuhi persyaratan kelaikan yang berlaku bagi setiap jenis prasarana
19 20
Bahan Kuliah, Pengangkutan Darat dengan Kereta Api, 2008. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007, Op. Cit, Pasal 27-28.
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
perkeretaapian.
Persyaratan
kelaikan
prasarana
perkeretaapian
meliputi
persyaratan teknis, yang terdiri dari persyaratan sistem dan persyaratan komponen. Dan persyaratan operasional, yaitu persyaratan kemampuan prasarana perkeretaapian sesuai dengan rencana operasi perkeretaapian. 21 Untuk menjamin kelaikan sarana dan prasarana perkeretaapian, wajib dilakukan pengujian dan pemeriksaan. Pengujian dilakukan oleh pemerintah dan dapat dilimpahkan kepada badan hukum atau lembaga yang mendapat akreditasi dari pemerintah. Sedangkan pemeriksaan wajib dilakukan oleh penyelenggara pengangkutan perkeretaapian.
E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan yuridis normatif, Dimana penulis melakukan inventarisasi terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan suatu bidang hukum tertentu. Dan pendekatan yuridis, dimaksudkan untuk melihat pelaksanaan, penerapan (implementasi) peraturan perundang-undangan tersebut dalam masyarakat, atau untuk mengetahui penerapan hukum dalam masyarakat secara empiris. 2. Jenis Data Jenis data yang digunakan ialah data sekunder dan didukung data primer. Data primer diperoleh dari penelitian di lapangan yang berupa hasil wawancara dengan responden dari PT. Kereta Api (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara. 21
Ibid, Pasal 67.
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Data sekunder diperoleh dari : a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum berupa peraturan perundangundangan yang dibuat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang antara lain: UU No. 23 Tahun 2007, KUH Perdata, KUH Dagang dan peraturan pelaksana lainnya. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum berupa informasi yang diperoleh dari buku-buku referensi, hasil penelitian, makalah, majalah, situs internet, dan pendapat para ahli yang berhubungan dengan permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini. Adapun tujuan dari bahan hukum sekunder ini ialah untuk memberikan penjelasan dari bahan hukum primer. c. Bahan hukum tersier, yang berupa kamus umum dan kamus hukum. 3. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisa data yang diperlukan untuk mendukung penulisan skripsi ini adalah : a. Penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu dengan cara mengumpulkan bahan-bahan melalui studi kepustakaan, buku-buku referensi, peraturan perundang-undangan, majalah-majalah hukum, situs internet, diktat dan juga catatan kuliah serta informasi lain yang dipandang perlu dan mempunyai hubungan atau kaitan dengan judul skripsi ini. b. Penelitian di lapangan (Field Research), untuk memperoleh bahanbahan aktual yang berkaitan dengan skripsi ini. Penulis mengadakan
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
wawancara secara langsung dengan pihak PT. KAI Divisi Regional I Sumatera Utara. 4. Analisis Data Setelah data sekunder dan data primer diperoleh, kemudian penulis menganalisisnya secara kualitatif. Baik data yang berasal dari bahan hukum primer, sekunder, tersier maupun hasil wawancara dengan narasumber. Kemudian data tersebut diperiksa, dipilih, diatur dan disusun secara sistematis sehingga diperoleh gambaraan mengenai permasalahan yang diteliti. Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif, yaitu penulis akan menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus dalam upaya menjawab permasalahan.
F. Keaslian Penulisan Penulisan skripsi ini didasarkan oleh ide, gagasan dan pemikiran dari penulis. Yang dalam pembuatannya, penulis melihat dasar-dasar yang telah ada. baik melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan maupun media-media lain. Sepanjang pengetahuan penulis dan berdasarkan informasi yang diperoleh dari perpustakaan, hingga saat ini belum ada skripsi yang mengangkat judul “Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut UU Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara)”. Oleh karena itu, penulisan skripsi ini terjamin keasliannya. Kalaupun ada pendapat atau kutipan dalam penulisan skripsi ini, semata-mata dijadikan
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
pendukung dan pelengkap dalam penulisan yang memang sangat dibutuhkan dalam menyempurnakan skripsi ini.
G. Sistematika Penulisan Dalam penyusunan skripsi ini penulis menguraikannya dalam 5 (lima) bab. Setiap bab terbagi lagi dalam sub bab yang mempunyai hubungan satu sama lainnya. Dengan demikian dapat dicegah kesimpangsiuran yang mengakibatkan kesulitan untuk mengartikan dan menelaah isi skripsi ini.
Adapun isi dari skripsi ini adalah sebagai berikut : BAB I
: PENDAHULUAN Di dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan
kepustakaan,
metode
penelitian,
keaslian
penulisan serta sistematika penulisan. BAB II
: TINJAUAN UMUM TERHADAP PENGANGKUTAN MELALUI KERETA API Dalam bab ini diuraikan tentang pengertian perjanjian pengangkutan, sejarah perkeretaapian, gambaran umum PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara, dan jenis-jenis perjanjian pengangkutan melalui kereta api.
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
BAB III
: TANGGUNG
JAWAB
PT.
KAI
(PERSERO)
TERHADAP PENUMPANG DITINJAU DARI UU NOMOR 23 TAHUN 2007 Dalam bab ini diuraikan tentang penyelenggaraan pengangkutan oleh PT. KAI, hak dan kewajiban para pihak dalam penyelenggaraan pengangkutan kereta api, dan tanggung jawab PT. KAI terhadap penumpang. BAB IV
: PENYELESAIAN PEMBERIAN GANTI RUGI OLEH PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) KEPADA PENUMPANG Pada bab ini diuraikan mengenai Risiko yang Timbul Dalam
Penyelenggaraan
Pengangkutan,
Faktor
Penghambat Pelaksanaan Tanggung Jawab PT. KAI, Pelaksanaan Klaim Ganti Rugi oleh Penumpang kepada Pengangkut, Peranan Asuransi Terhadap Risiko dalam Perjanjian Pengangkutan BAB V
: KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan penutup dari skripsi ini. pada bab ini akan disimpulkan hasil uraian mulai dari Bab I sampai dengan Bab IV dengan singkat dan sistematis, sebagai jawaban dari permasalahan. Dan terakhir ditutup dengan saran-saran yang merupakan buah fikiran penulis setelah menguraikan permasalahan yang timbul sesuai dengan judul skripsi ini.
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENGANGKUTAN MELALUI KERETA API
E. Pengertian Perjanjian Pengangkutan Perjanjian
pengangkutan
merupakan
suatu
aspek
yang
penting
diperhatikan dalam penyelenggaraan pengangkutan. Dalam membicarakan tanggung jawab pengangkut terlebih dahulu adanya perjanjian, karena tanggung jawab itu timbul sebagai akibat dari adanya perjanjian diantara para pihak. Pengertian perjanjian secara umum diatur dalam Buku III Bab kedua Bagian kesatu Pasal 1313 KUH Perdata, yaitu “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Menurut Subekti, Perjanjian adalah “Suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.” 22 Menurut
Wirjono
Prodjodikoro, bahwa perjanjian adalah “Suatu
perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.” 23
Setiap orang bebas mengadakan perjanjian apa saja, baik yang sudah diatur atau belum diatur dalam undang-undang. Tetapi kebebasan tersebut dibatasi oleh tiga hal yaitu tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan (azas kebebasan berkontrak). 24 Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata disebutkan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Sebagaimana bunyi pasal tersebut, maka para pihak harus mematuhi isi dari perjanjian yang dibuatnya. Karena setelah ada kata sepakat antara kedua belah pihak mengenai hal tertentu, perjanjian itu akan mengikat. Dan sejak saat itu lahirlah hubungan hukum antara para pihak yang membuat perjanjian.
22
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta : PT. Intermasa), 1979, hal. 1. Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perdjandjian, (Bandung : Vorkink), hal. 8. 24 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti), 1990, hal. 225. 23
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Perjanjian yang dilakukan oleh para pihak haruslah memenuhi persyaratan yang diwajibkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut : 1. Adanya kesepakatan diantara para pihak mengenai apapun yang diperjanjikan diantara para pihak. 2. Kecakapan; yang membuat perjanjian harus mempunyai kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. 3. Hal tertentu, yaitu bahwa setiap perjanjian harus mempunyai objek perjanjiannya. 4. Kausa yang halal berarti tujuan dari perjanjian itu harus halal atau tidak bertentangan dengan hukum. 25 Pengangkutan diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Proses pengangkutan merupakan gerakan dari tempat asal, darimana kegiatan angkutan dimulai ke tempat tujuan, kemana kegiatan pengangkutan diakhiri. 26 Ditinjau dari segi keperdataan, hukum pengangkutan ialah keseluruhan peraturan-peraturan, didalam dan diluar kodifikasi (KUH Perdata dan KUH Dagang) yang berdasarkan atas dan bertujuan untuk mengatur hubunganhubungan hukum yang terbit karena keperluan pemindahan barang-barang dan atau orang-orang dari suatu tempat ke tempat lain untuk memenuhi perikatan-
25
H. Sadikin, Penelitian Tentang Aspek Hukum Tanggung Jawab Pengangkut dalam Sistem Pengangkutan Multimoda, (Departemen Hukum dan HAM RI : Badan Pembinaan Hukum Nasional), 2004, hal. 18. 26 Muchtarudin Siregar, Beberapa Masalah Ekonomi dan Management Pengangkutan, (Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia), 1990, hal. 3. Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
perikatan yang lahir dari perjanjian-perjanjian tertentu, termasuk juga perjanjianperjanjian untuk memberikan perantaraan mendapatkan pengangkutan. 27 Hukum pengangkutan merupakan bagian dari hukum dagang (perusahaan) yang termasuk dalam bidang hukum keperdataan. Dilihat dari segi susunan hukum normatif, bidang hukum keperdataan adalah subsistem tata hukum nasional. Dengan demikian, hukum pengangkutan adalah bagian dari subsistem tata hukum nasional. Asas-asas tata hukum nasional adalah juga asas-asas hukum pengangkutan. 28 Hukum pengangkutan selalu berwujud ketentuan undang-undang dan perjanjian yang dibuktikan oleh dokumen tertulis. Bentuk tertulis selalu berupa kaidah yang menjadi pedoman perilaku pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan. Disamping kaidah tertulis ada pula kaidah tidak tertulis yang berupa kebiasaan dalam pengangkutan yang diikuti oleh pihak-pihak karena praktis dan adil dalam mencapai tujuan pengangkutan. 29 Perjanjian pengangkutan ialah suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari satu tempat ke lain tempat, sedangkan pihak yang lain menyanggupi akan membayar ongkosnya. 30 Terjadinya perjanjian pengangkutan didahului oleh serangkaian perbuatan penawaran (offer) dan penerimaan (acceptance) yang dilakukan oleh pengangkut dan pengirim/penumpang secara timbal balik. Serangkaian perbuatan tersebut tidak ada pengaturan rinci dalam undang-undang, melainkan hanya dengan 27
Soekardono, Hukum Dagang Indonesia Jilid II, (Jakarta : Rajawali), 1986, hal. 6. Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, hal. 5 29 Ibid, hal 8-9. 30 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta : PT. Intermasa), 2003, hal. 221. 28
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
pernyataan “persetujuan kehendak” sebagai salah satu unsur dalam Pasal 1320 KUH Perdata.31 Menurut H.M.N. Purwosutjipto Perjanjian pengangkutan adalah “Perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim/penumpang, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang, dan atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim/penumpang mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.“ 32 Dengan memperhatikan definisi diatas, maka pengertian perjanjian pengangkutan adalah sama dengan pengertian perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata, dimana adanya persetujuan antara dua orang atau lebih secara timbal balik. Hanya dalam pasal 1313 KUH Perdata menyebutkan pengertian perjanjian
secara
umum,
sedangkan
dalam
perjanjian
pengangkutan
mengkhususkan pada hal pengangkutan. 33 Menurut Soekardono, perjanjian pengangkutan adalah : “Sebuah perjanjian timbal balik, pada mana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau/dan orang ke tempat tujuan tertentu, sedangkan pihak lainnya (pengirimpenerima; pengirim atau penerima; penumpang) berkeharusan untuk menunaikan pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut.” 34
Perjanjian pengangkutan bersifat timbal balik, artinya kedua belah pihak baik pengangkut maupun pengirim/penumpang masing-masing mempunyai kewajiban sendiri-sendiri. Kewajiban pengangkut ialah menyelenggarakan pengangkutan barang/orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat. Jika tidak selamat, menjadi tanggung jawab pengangkut. Sedangkan
31
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hal. 90. H.M.N. Purwosutjipto, Op. Cit, hal. 2. 33 Sution Usman Adji, Op. Cit, hal. 121. 34 R. Soekardono, Op. Cit, hal.8. 32
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
kewajiban pengirim/penumpang, membayar uang angkutan sebagai kontra prestasi dari penyelenggaraan pengangkutan yang dilakukan oleh pengangkut. 35 Apabila antara kedua belah pihak telah tercapai kesepakatan terhadap halhal pokok yang mereka kehendaki bersama, mengandung arti bahwa pihak yang satu, yaitu pengangkut telah menyanggupi untuk memenuhi permintaan pihak yang lain, yaitu orang/penumpang yang memakai jasa angkutan untuk mengangkut orang dari tempat asal ke tempat tujuan yang telah ditentukan, dan penumpang telah menyanggupi untuk membayar ongkos angkutan. Meskipun perjanjian pada hakekatnya sudah diliputi oleh pasal-pasal dari hukum perjanjian dalam BW (KUH Perdata), akan tetapi oleh undang-undang telah ditetapkan berbagai peraturan khusus yang bermaksud untuk kepentingan umum, membatasi kemerdekaan dalam hal membuat perjanjian pengangkutan, yaitu meletakkan berbagai kewajiban pada pihak si pengangkut. 36 Dalam perjanjian pengangkutan, terdapat asas-asas yang merupakan landasan hukum pengangkutan yang berlaku dan berguna bagi para pihak. Oleh Abdulkadir Muhammad asas-asas tersebut diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : 1) Yang bersifat publik; dan 2) Yang bersifat perdata.37 Ad. 1. Asas hukum pengangkutan yang bersifat publik Asas-asas yang bersifat publik merupakan landasan hukum pengangkutan yang berlaku dan berguna bagi semua pihak yaitu pihak-pihak
dalam
pengangkutan,
pihak
ketiga
yang
35
H. M. N. Purwosutjipto, Op. Cit, hal. 2. Ibid. 37 Abdulkadir Muhammad, Op. Ct, hal.16. 36
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
berkepentingan dengan pengangkutan, dan pihak pemerintah (penguasa). Asas-asas tersebut antara lain : a) Asas manfaat Setiap pengangkutan harus dapat memberikan nilai guna yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat,
dan
pengembangan
perikehidupan
yang
berkeseimbangan bagi warga negara. b) Usaha bersama dan kekeluargaan Penyelenggaraan usaha pengangkutan dilaksanakan untuk mencapai cita-cita dan aspirasi bangsa yang dalam kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai semangat kekeluargaan. c) Adil dan merata Penyelenggaraan pengangkutan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada segenap lapisan masyarakat, dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat. d) Keseimbangan Penyelenggaraan pengangkutan harus dengan keseimbangan yang serasi antara sarana dan prasarana, antara kepentingan pengguna dan penyedia jasa, antara kepentingan individu dan masyarakat,
serta
antara
kepentingan
nasional
dan
internasional, e) Kepentingan umum
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Penyelenggaraan pengangkutan harus lebih mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat luas. f) Keterpaduan Pengangkutan harus merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, terpadu, saling mennunjang, dan saling mengisi baik intra maupun antar moda pengangkutan. g) Kesadaran hukum Pemerintah wajib menegakkan dan menjamin kepastian hukum serta mewajibkan kepada setiap warga negara Indonesia agar selalu sadar dan taat kepada hukum dalam penyelenggaraan pengangkutan.
h) Percaya pada diri sendiri Pengangkutan harus berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan
dan
kekuatan
sendiri
serta
bersendikan
kepribadian bangsa. i) Keselamatan penumpang Pengangkutan penumpang harus disertai dengan asuransi kecelakaan. Ad. 2. Asas hukum pengangkutan yang bersifat perdata Asas-asas yang bersifat perdata merupakan landasan hukum pengangkutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua pihak
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
yaitu pengangkut dan penumpang atau pengirim barang. Asas-asas tersebut antara lain : a) Konsensual Pengangkutan tidak diharuskan dalam bentuk tertulis, sudah cukup
dengan
kesepakatan
pihak-pihak.
Tetapi
untuk
menyatakan bahwa perjanjian itu sudah terjadi atau sudah ada harus dibuktikan dengan atau didukung oleh dokumen angkutan. b) Koordinatif Pihak-pihak dalam pengangkutan mempunyai kedudukan setara atau sejajar, tidak ada pihak yang mengatasi atau membawahi yang lain. Walaupun pengangkut menyediakan jasa
dan
melaksanakan
barang,pengangkut
bukan
perintah
penumpang/pengirim
bawahan
penumpang/pengirim
barang. Pengangkutan adalah perjanjian pemberian kuasa. c) Campuran Pengangkutan merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian, yaitu pemberian kuasa, penyimpanan barang, dan melakukan pekerjaan dari pengirim kepada pengangkut. Ketentuan ketiga jenis perjanjian ini berlaku pada pengangkutan, kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjian pengangkutan. d) Retensi Pengangkutan tidak menggunakan hak retensi. Penggunaan hak retensi bertentangan dengan tujuan dan fungsi pengangkutan. Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Pengangkut hanya mempunyai kewajiban menyimpan barang atas biaya pemiliknya. e) Pembuktian dengan dokumen Setiap pengangkutan selalu dibuktikan dengan dokumen angkutan. Tidak ada dokumen angkutan berarti tidak ada perjanjian pengangkutan, kecuali jika kebiasaan yang sudah berlaku umum, misalnya pengangkutan dengan angkutan kota (angkot) tanpa tiket/karcis penumpang. Adapun sifat dari hukum perjanjian pengangkutan, terdapat beberapa pendapat. Yaitu : a) Sifat hukum perjanjian pengangkutan adalah pelayanan berkala. Pendapat ini dianut oleh Polak, Molenggraaff, Volmar, dan Soekardono. Perjanjian yang bersifat pelayanan berkala ini diatur dalam Pasal 1601 KUH Perdata. b) Sifat hukum perjanjian pengangkutan adalah perjanjian pemborongan. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 1601 huruf b KUH Perdata, yang menentukan bahwa “pemborongan pekerjaan adalah perjanjian, dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan”. c) Sifat perjanjian pengangkutan adalah campuran. Yaitu campuran antara perjanjian melakukan pekerjaan (pelayanan secara berkala dan perjanjian penyimpanan (bewaargeving)).
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
F. Sejarah Perkeretaapian 1. Sejarah Perkeretaapian di Indonesia. 38 Sejalan dengan diberlakukannya sistem tanam paksa, produksi hasil perkebunan di Indonesia khususnya Pulau Jawa meningkat dengan pesat. Transportasi dengan menggunakan pedati ditarik sapi dan kerbau tidak lagi memadai untuk mengangkut hasil perkebunan yang melimpah. Usaha untuk memperbaiki transportasi pernah dilakukan dengan mendatangkan onta dari Timur Tengah, tetapi tidak berhasil karena banyak onta yang mati. Maka dari itu, timbul pemikiran untuk membangun jalan rel guna memenuhi kebutuhan tersebut. Hadirnya kereta api di Indonesia diawali dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan rel di desa Kemijen pada 17 Juni 1864, oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet Van Den Beele yang diprakarsai oleh Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NV. NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P De Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung sepanjang 25 Km dengan lebar spur 1435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada 10 Agustus 1867. Tanggal 10 April 1869 Pemerintah Hindia Belanda mendirikan Staats Spoorwegen (selanjutnya disingkat SS) dan membangun lintasan Batavia-Bogor. Tahun 1878, Perusahaan Negara ini membuka jalur Surabaya-Pasuruan-Malang,
38
http://KAI/Sejarah%20Kereta%20Api%20Indonesia%20%C2%AB%20blognya%20cah
-cah%20sipil%20UGM.htm, Diakses Tanggal 6 Februari 2009.
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
dan 1879 membuka jalur Bangil-Malang. Pembangunan terus berjalan hingga ke kota-kota besar seluruh Jawa terhubung oleh jalur kereta api. Di luar Jawa, tahun 1876, SS juga membangun jalur Ulele-Kutaraja (Aceh). Selanjutnya lintasan Palu Aer-Padang (Sumatera Barat) tahun 1891-1924 sepanjang 291 Km. Lintasan Teluk Betung-Prabumulih (Sumatera Selatan) dibangun antara tahun 1914-1927. Tahun 1923 membangun jalur MakasarTakalar (Sulawesi).
2. Sejarah Perkeretaapian di Sumatera Utara. 39 Perkeretaapian di Sumatera Utara diawali oleh perusahaan swasta Belanda pada 17 Juli 1886 yang bernama Deli Spoorweg Maatchscapay (DSM). Hingga tahun 1931, panjang lintas mencapai 17 Km yang menghubungkan Labuhan dengan Kota Medan. Pembukaan rute ini dilandasi dengan motif utamanya untuk membawa hasil perkebunan dari pedalaman ke pelabuhan Belawan. Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945) semua kereta api di Indonesia berada di bawah pendudukan Jepang. Untuk daerah Sumatera Utara di bawah pemerintahan Angkatan Laut Jepang dengan nama Tetsudo-Tai yang berpusat di Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Setelah Indonesia merdeka, 17 Agustus 1945 perkeretaapian di Sumatera Utara dikembalikan kepada DSM sampai masa dilakukan alih wewenang pada perusahaan milik Belanda kepada penguasa militer daerah Sumatera Utara (14 Desember 1957, dasar SK Panglima T dan T1 No. PM/KP TS/045/12/97).
39
Data dari PT. Kereta Api (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara, Urusan Humas, Sejarah Singkat Perkeretaapian di Sumatera Utara. Hari Kamis tanggal 5 maret 2009. Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Selanjutnya mulai tanggal 29 April 1963, berdasarkan UU No. 80 Tahun 1963 jo PP 41 Tahun 1959 dengan SK MENHUB No. 37/1/20 tanggal 17 Januari 1963 maka seluruh kereta api ex DSM menjadi bagian Djawatan Kereta Api (DKA) yang berpusat di Bandung. Dan sejak 2 Januari 2001 telah ditetapkan perubahan nama dari Eksploatasi menjadi Divisi Regional I Sumatera Utara (selanjutnya disingkat Divre I SU).
G. Gambaran Umum PT. Kereta Api Indonesia (Persero) i.
Status Badan Hukum PT. KAI (Persero) PT. KAI merupakan salah satu badan usaha milik Negara
yang sifat
usahanya menyediakan barang/jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat serta memupuk keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan. PT. KAI bergerak di bidang pelayanan jasa pengangkutan, adapun pelayanan jasa pengangkutan yang diselenggarakan oleh PT. KAI adalah pelayanan jasa pengangkutan penumpang, pengangkutan barang dan usaha pendukung yaitu misalnya, sewa-menyewa kios/ruang stasiun, sewa menyewa lahan. PT. KAI adalah Perusahaan pengangkutan dengan kereta api yang dilakukan oleh sebuah perusahaan berbadan hukum, berada dibawah Departemen Perhubungan. Dalam perjalanannya, perusahaan ini telah beberapa kali mengalami perubahan status. Yakni : a) Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI), sejak 28 September 1945. Dimana karyawan kereta api yang tergabung dalam
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Angkatan Moeda Kereta Api (AMKA) berhasil mengambil alih kekuasaan perkeretaapian dari pihak Jepang. b) Djawatan Kereta Api (DKA), merupakan gabungan dari DKARI dan Staat-Spoorwegen en Verenigde Spoorweg Bedrijf (SS/VS). Berlaku sejak 1 Januari 1950, berdasarkan pengumuman Menteri Perhubungan, Tenaga dan Pekerjaan Umum Nomor 2 Tanggal 6 Januari 1950. c) Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA), Tanggal 25 Mei 1963. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1960 dan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1963. d) Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA), Tanggal 15 September 1971. berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1971. e) Perusahaan Umum Kereta Api (PERUMKA), Tanggal 2 Januari 1991. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1990. f) PT. Kereta Api (Persero). Tanggal 3 Februari 1998, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1998. Namun, secara de fakto perubahan status perusahaan dari Perum menjadi Persero dilakukan tanggal 1 Juni 1999, saat Menhub Giri S. Hadiharjono mengukuhkan susunan Direksi PT. Kereta Api (Persero) di Bandung.
ii.
Struktur Organisasi
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Dalam perusahaan yang baik, memerlukan organisasi yang baik pula. Karena organisasi bagi suatu perusahaan mempunyai peranan yang sangat penting dan menentukan bagi maju mundurnya suatu perusahaan. 40 PT. KAI (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara memiliki struktur organisasi sebagai berikut :
40
Sution Usman Adji, Op. Cit, hal. 141
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Keterangan : 41 Kasubsi
: Kepala Sub Seksi.
Wass
: Pengawas
UPT
: Unit Pelaksana Teknis
PMKD
: Pemeriksa Kas Daerah
41
Data berdasarkan wawancara dengan Imam Santoso, Pegawai Subseksi Sarbinpel, PT. KAI Divre I SU, Hari Rabu Tanggal 4 Maret 2009. Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
PMKS
: Pemeriksa Kas Stasiun
UPK
: Unit Pelayanan Kesehatan PT. KAI (Persero) Divre I SU memiliki 2 (dua) cabang yaitu UPT Aceh
dan UPT Gudang Persediaan Pulu Brayan. Serta memiliki 2 (dua) Kepala Urusan (Kaur) yaitu PMKD; yang terdiri dari PMKS & Subseksi Tata Usaha, dan Urusan Humas yang masing-masing bertanggung jawab dan berada di bawah naungan kantor pusat. PT. KAI (Persero) Divre I SU terdiri dari 7 (tujuh) seksi yaitu : 1. Seksi Administrasi; yang terdiri dari Kasubsi SDM, Kasubsi Pendayagunaan Keuangan, Kasubsi Anggaran dan Akuntansi, Kasubsi KRT/Umum dan Hukum, Kasubsi Kas Besar. 2. Seksi Hiperkes dan Kesalamatan Kerja; terdiri dari Kasubsi Hiperkes, Kasubsi Keselamatan Kerja, dan UPK. 3. Seksi Jalan Rel dan Jembatan (Kasi JR dan Jemb); terdiri dari Subseksi Program, Subseksi Jalan Rel, Subseksi Jembatan, Pengawas, dan UPT yang berada di tiap-tiap stasiun. 4. Seksi Sarana (Kasi Sar); terdiri dari Unit Rencana, Unit Produksi, Unit Quality Control, Unit Pendayagunaan Sarana, Pengawas, dan UPT yang berada di setiap stasiun. 5. Seksi Operasi dan Pemasaran (Kasi Opsar); terdiri dari Subseksi Program Perjalanan Kereta Api (Kss. Perka), Subseksi Pengendalian Perjalanan Kereta Api (Kss. Opka), Subseksi Pemasaran dan Bina Pelanggan (Kss. Sarbinpel), Subseksi Keamanan dan Ketertiban (Kss. Kamtib), Pengawas, dan UPT yang berada di setiap stasiun. Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
6. Seksi Sinyal Telekomunikasi dan Listrik (Kasi Sintelis); terdiri dari Subseksi Program, Subseksi Sinyal, Subseksi Telekomunikasi dan Listrik, Pengawas, dan UPT yang berada di setiap stasiun. 7. Seksi Tanah dan Bangunan (Kasi Tnb); terdiri dari Subseksi Program, Subseksi Tanah, Subseksi Bangunan, dan UPT yang berada di setiap stasiun.
iii.
Tujuan Penyelenggaraan Perkeretaapian Seperti halnya pada perusahaan negara lainnya yang mempunyai tujuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yaitu untuk ikut serta membangun ekonomi nasional dengan mengutamakan kebutuhan rakyat menuju masyarakat adil makmur materiil dan spiritual. 42 PT. KAI Divre I SU sebagai perusahaan negara yang berhubungan dengan bidang angkutan, memiliki tujuan antara lain : 43 a) Mewujudkan penyelenggaraan jasa angkutan penumpang dan barang guna memberikan manfaat utama bagi kepentingan : Industri yang terkait Publik Pemerintah / perekonomian daerah Lingkungan setempat b) Menunjang upaya pengurangan kongesti di jalan raya.
42
Sution Usman Adji, Op. Cit, hal 144 Data dari PT. Kereta Api (Persero) Divre I SU, Urusan Humas, Tujuan Perkeretaapian. Hari kamis tanggal 5 Meret 2009. 43
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
c) Mendukung kelancaran suplai hasil perkebunan / CPO di Sumatera Utara, sebagai penghasil CPO terkemuka di Indonesia. d) Mengajak Pemda setempat untuk berpartisipasi dalam investasi pembangunan perkeretaapian / khususnya di Sumatera Utara.
iv.
Visi dan Misi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) 44 Adapun yang menjadi visi dari PT. KAI Divre I SU ialah terwujudnya kereta api sebagai pilihan utama jasa transportasi dengan fokus keselamatan dan pelayanan. Sedangkan yang menjadi misi PT. KAI Divre I SU ialah menyelenggarakan jasa transportasi sesuai keinginan stake holders dengan meningkatkan keselamatan dan pelayanan serta penyelenggaraan yang semakin efisien.
v.
Tarif Angkutan Kereta Api Di Indonesia berlaku beberapa jenis tarif angkutan berbeda untuk tiap alat angkutan. Tarif angkutan itu diatur dan ditetapkan oleh Pemerintah. Ketentuan dan pedoman tarif yang berlaku terdiri dari tarif angkutan barang dan tarif angkutan penumpang untuk angkutan laut, angkutan jalan raya, angkutan kereta api, angkutan sungai, danau, dan penyeberangan serta angkutan udara. 45 Bagi angkutan penumpang berlaku tarif tetap (fixed rate) dengan jalur atau trayek yang dilayani oleh bis, kereta api, kapal laut, dan pesawat udara. Tarif
44 45
Ibid. Abbas Salim, Manajemen Transportasi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada), 1998,
hal. 71. Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
angkutan barang merupakan tarif maksimum, sehingga tarif yang berlaku akan lebih rendah, tergantung pada permintaan dan penawaran di pasar jasa angkutan. 46 Mengenai tarif angkutan kereta api, diatur dalam Pasal 151 sampai dengan 156 UUKA, yang menyatakan bahwa tarif angkutan kereta api terdiri dari tarif angkutan orang dan tarif angkutan barang yang ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan perhitungan modal, biaya operasi, biaya perawatan, dan keuntungan. Tarif angkutan orang ditetapkan oleh penyelenggara sarana perkeretaapian. Namun, dapat ditetapkan oleh pemerintah atau pemerintah daerah untuk angkutan pelayanan kelas ekonomi dan angkutan perintis. Untuk kedua jenis angkutan ini, pemerintah menetapkan tarif yang lebih rendah daripada tarif yang ditentukan oleh penyelenggara sarana perkeretaapian. Selisihnya, menjadi tanggung jawab pemerintah atau pemerintah daerah dalam bentuk kewajiban pelayanan publik untuk kelas ekonomi dan merupakan subsidi untuk angkutan perintis. PT. KAI Divre I SU membagi 3 (tiga) kelas dalam pengangkutan orang, yakni kelas ekonomi, bisnis, dan eksekutif. Terhadap ketiga kelas tersebut, PT. KAI telah menentukan tarif. Namun untuk kelas ekonomi tarif yang ditetapkan adalah tarif pemerintah, sebagai bentuk kewajiban terhadap pelayanan publik. 47
H. Jenis-Jenis Perjanjian Pengangkutan Melalui Kereta Api Perjanjian pengangkutan yang diadakan oleh PT. KAI (Persero) terdiri atas dua jenis angkutan, yaitu : 1. Perjanjian Pengangkutan Penumpang 46
Ibid, hal. Hal 71-72. Data berdasarkan wawancara dengan Hasri, Kss. Sarbinpel, PT. KAI (Persero) Divre I SU, Hari Kamis Tanggal 5 Maret 2009. 47
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
2. Perjanjian pengangkutan barang 1. Perjanjian Pengangkutan penumpang Mengenai pengertian penumpang dalam pengangkutan dengan kereta api dapat terdiri dari : 1. Satu orang 2. Lebih dari satu orang 48 Ad. 1. Satu orang Untuk penumpang yang bepergian dengan kereta api satu orang dikenakan biaya angkutan sebesar yang berlaku pada saat itu, baik dewasa, maupun anak-anak dengan perbedaan untuk orang dewasa dikenakan tarif penuh, sedang untuk anak-anak dikenakan tarif setengah harga. Adapun mengenai besar kecilnya tarif ditentukan atas dasar kelaskelas kereta api yang akan ditumpanginya.
Ad. 2. Lebih dari satu orang Pengertian dari “lebih dari satu orang” dalam angkutan penumpang adalah sangat luas. Tetapi dalam syarat-syarat dan tarif-tarif mengenai pengangkutan (STP) yang dimaksudkan itu adalah rombongan, wisatawan, pengunjung kongres, mahasiswa asing. Kepada mereka (penumpang lebih dari satu) oleh PT. KAI dapat diberikan tarif khusus. Dimana permohonan untuk mendapatkan 48
Sution Usman Adji, Op. Cit, hal. 152.
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
tarif khusus tersebut harus diajukan surat permintaan kepada Kepala
Stasiun
paling
lambat
3
(tiga)
hari
sebelum
pemberangkatan, dengan keterangan mengenai jumlah peserta, tujuan dan lain-lain secara lengkap agar dapat diatur sebaikbaiknya oleh PT. KAI. Permintaan untuk tarif khusus ini harus diajukan dengan disertai uang tanggungan sebesar 20% dari bea yang nantinya akan diperhitungkan dengan bea sesungguhnya, dan bila permintaan ini ditarik kembali maka uang tanggungan tersebut hilang dan menjadi milik PT. KAI. Setelah itu ada lagi tarif-tarif yang diberikan pada penumpang lebih dari satu orang dengan melihat kepentingan maupun tujuan atau status kedudukannya pada saat akan berangkat, antara lain : transmigran, wisata remaja, wartawan, pramuka, dan lain-lain. Mereka dapat diberikan keringanan tarif bahkan tanpa tarif (dengan cuma-cuma) berdasarkan peraturan yang ada pada PT. KAI. Tiap penumpang yang ingin naik kereta api dapat membeli karcis lewat loket penjualan karcis di stasiun-stasiun PT. KAI atau dapat lewat agen penjualan. Karcis kereta api yang dibeli oleh penumpang itu fungsinya sebagai surat yang pembuktian tentang adanya perjanjian pengangkutan antara penumpang (orang tertentu) dengan PT. KAI sebagai pihak pengangkut. Sedang terjadinya perjanjian pengangkutan antara penumpang dengan pengangkut (PT. KAI) adalah pada waktu penumpang menerima penawaran umum yang dilakukan oleh PT. KAI, yang dilahirkan dengan keinginan untuk Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
diangkut ke tempat tujuan tertentu serta diikuti dengan perbuatan membeli karcis kereta api. Selain
karcis
berfungsi
sebagai
surat
bukti
adanya
perjanjian
pengangkutan, karcis dapat merupakan kuitansi pembayaran harga untuk pengangkutan yang dimaksudkan. Dalam kereta api kadang-kadang terdapat penumpang tanpa karcis, untuk itu dapat dibedakan sebagai berikut : 1. Penumpang tanpa karcis yang dengan kemauan sendiri secepatnya memberitahukan kepada kondektur. 2. Penumpang tanpa karcis yang lalai memberitahukan kepada kondektur. Untuk kedua penumpang tanpa karcis diperlakukan sama, dimana keduanya harus membeli karcis yang diperlukan dengan ditambah denda atau dikenakan harga karcis dua kali dari harga karcis biasanya. Bahkan penumpang tersebut dapat dipaksa untuk turun bila tetap tidak mau membayar pada stasiun berikutnya yang dilewati kereta api itu. Dalam pengangkutan penumpang dengan kereta api biasanya setiap penumpang membawa barang-barang yang diperlukan dalam perjalanannya. Barang tersebut biasa disebut barang bagasi. Barang bagasi dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu : 1. Bagasi bawaan Bagasi bawaan ialah barang-barang bawaan keperluan penumpang yang harus terdiri atas benda-benda kecil dan mudah dibawa, dengan tanpa pembayaran ekstra serta penempatannya menjadi satu dengan gerbong penumpang. Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
2. Bagasi biasa Bagasi biasa ialah barang-barang yang harus didaftarkan sebelum kereta api berangkat dan akan diangkut dengan kereta api itu dengan gerbong tersendiri, serta dengan pembayaran menurut tarif yang ditentukan oleh PT. KAI. 2. Perjanjian Pengangkutan Barang Dalam menyelenggarakan pengangkutan barang, PT. KAI membedakan dalam empat macam yaitu : 1. Pengangkutan kiriman barang biasa; 2. Pengangkutan kiriman barang cepat; 3. Pengangkutan kiriman barang hantaran; 4. Pengangkutan kiriman barang bagasi Ad.1. Pengangkutan kiriman barang biasa Pengangkutan kiriman barang biasa dibagi dalam :
a) Pengangkutan barang potongan. Yang disebut kiriman barang potongan ialah kiriman-kiriman yang mempunyai berat sebenarnya tidak lebih dari 4500 Kg asal tidak dimuat dalam gerbong khusus yang disediakan bagi pengirim. Mengenai barang-barang yang ringan makan tempat (rmt) beratnya setelah dikalikan dengan koefisien berat tidak melebihi 4500 Kg. b) Pengangkutan kiriman barang gerobakan. Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Barang-barang yang dikirim sebagai barang gerobakan yaitu barang-barang yang cara pengangkutannya dengang gerobak yang khusus disediakan bagi pengirim, dan ditarik dengan loko tersendiri. Untuk pengangkutan kiriman barang gerobakan ini diperlukan surat angkutan, surat pengantar dan berita kiriman datang. Untuk barang-barang yang diangkut dengan kiriman barang gerobakan
harus memenuhi batas berat pemuatan gerobak,
artinya berat suatu kiriman tidak boleh melebihi : •
Kuat muat gerobak atau berat yang ditetapkan oleh PT. KAI (KM gerobak).
•
Batas beban lintas (BBL) yang terkecil dari lintas-lintas yang akan dilaluinya ditambah dengan 5%.
Dalam hal ini pengirim bertanggung jawab sepenuhnya bahwa kiriman tidak boleh melebihi KM atau BBL + 5%. Apabila ketentuan ini dilanggar, maka dapat diadakan penuntutan melalui saluran hukum, karena pengirim telah melakukan sesuatu yang membahayakan perjalanan kereta api, dan bila timbul kerugian material, maka segala kerugian itu harus ditanggung oleh pengirim. Sedang mengenai macam gerobak yang digunakan dalam kiriman barang gerobakan, ialah : a) Gerobak tertutup b) Gerobak terbuka (misal : untuk hewan) Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
c) Gerobak datar, misal : untuk mengangkut kayu. d) Gerobak ketel, misal : untuk mengangkut bensin, air dan lain-lain. Ad. 2. Pengangkutan Barang Cepat. Pengangkutan kiriman barang cepat, adalah kiriman barang yang harus dilakukannya secepat-cepatnya. Barang-barang yang diangkut sebagai barang cepat, ialah barang yang karena sifatnya mudah menjadi busuk. Sedang untuk barangbarang yang tidak menjadi busuk, pengangkutannya menurut urutan pembawaannya ke stasiun, kecuali jika karena keadaan peralatan kereta api, besarnya angkutan atau dari kepentingan umum ada alasan-alasan yang tepat dapat menyimpang dari peraturan ini. Jika terjadi tindakan yang menyimpang dari ketentuan, maka si pelanggar dapat dipertanggungjawabkan atas segala kerugian yang diakibatkan oleh tindakan itu. Ad. 3. Pengangkutan Kiriman Barang Hantaran Untuk pengangkutan kiriman baarang hantaran, maka kiriman barang diangkut dalam gerbong tertutup yang diikutkan pada gerbong penumpang (gerbong DW). Barang-barang yang diangkut sebagai barang hantaran yaitu : a) Semua kiriman tudengan berat hitung yang tidak lebih dari 50 Kg, kecuali jika pengirim menghendaki barangnya diangkut sebagai kiriman barang cepat atau biasa. Dengan pengecualian Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
bila barang-barang tersebut termasuk barang yang dilarang untuk diangkut atau ditolak diangkut, karena barang tersebut tidak dapat diangkut bersama-sama barang ini dalam kereta bagasi disebabkan barang tersebut besar atau mudah pecah. b) Kiriman yang mempunyai berat hitung lebih dari 50 kg, tetapi tidak lebih dari 500 Kg, jika dikehendaki oleh pengirim. Untuk kiriman barang hantaran, maka PT. KAI sebagai pihak pengangkut diharuskan menghantarkan kiriman tersebut kepada alamat yang ditunjuk, yaitu untuk stasiun-stasiun yang terletak di dalam atau dekat dengan kota atau tempat kediaman penerima, jarak hantaran adalah 1000 meter dari stasiun. Juga pada kiriman barang hantaran, harus disertai dengan surat angkutan dan menulis alamat pada barangnya. Ad. 4. Pengangkutan Kiriman Barang Bagasi. Yang dimaksud dengan barang bagasi ialah barang-barang yang dibawa oleh penumpang untuk keperluan sendiri dalam perjalanan dan dapat dianggap sebagai bagasi keperluan sendiri dalam perjalanan karena cara membungkusnya (misal dalam koper, keranjang, tas kulit, dus, dan sebagainya). Pengertian barang-barang bagasi disini adalah untuk barang bagasi biasa, karena selain barang bagasi biasa masih ada barang bagasi bawaan. Barang yang dapat diangkut sebagai barang bagasi yaitu : a) Pakaian.
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
b) Contoh-contoh barang dagangan paling banyak 2 potong dengan jumlah berat paling tinggi 50 Kg. c) Sepeda, sepeda motor, kendaraan roda tiga untuk orang sakit atau orang cacat. d) Kasur, tempat tidur lipat, kereta anak. e) Alat-alat pemotret, alat-alat musik, alat olahraga. f) Pesawat radio, mainan anak-anak. g) Alat-alat pembungkus, misal : besek, keranjang. h) Hasil-hasil perburuan yang sudah mati dan pengangkutannya dilakukan dalam kandang anjing atau bordes kereta api. Setiap barang dapat dikirimkan sebagai bagasi, apabila mudah dibawa dan boleh dimuat bersama-sama dengan barang lain karena pengangkutan kiriman barang bagasi seperti dalam kiriman barang hantaran yaitu dengan gerbong DW yang diikutkan pada gerbong penumpang. Dalam kiriman barang bagasi ini tidak diperlukan surat angkutan seperti dalam cara pengangkutan barang lainnya, karena untuk kiriman barang bagasi cukup dengan surat tanda bagasi, yang diberikan pada penumpang, yaitu setelah penumpang membayar ongkos-ongkosnya. Sedang fungsi dari surat tanda bagasi itu hanya sebagai bukti bahwa bagasinya telah dibukukan dalam register.
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
BAB III TANGGUNG JAWAB PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) TERHADAP PENUMPANG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2007
D. Penyelenggaraan Pengangkutan Oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Perkeretaapian diselenggarakan dengan tujuan untuk memperlancar perpindahan orang dan atau barang secara massal dengan selamat, aman, nyaman,
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
cepat dan lancar, tepat, tertib dan teratur, efisien, serta menunjang pemerataan, pertumbuhan, stabilitas, pendorong, dan penggerak pembangunan nasional. 49 Selamat, berarti perjalanan kereta api terhindar dari kecelakaan akibat faktor internal. Aman, berarti perjalanan kereta api terhindar dari kecelakaan akibat faktor eksternal, baik berupa gangguan alam maupun manusia. Nyaman adalah terwujudnya ketenangan dan ketentraman bagi penumpang selama perjalanan kereta api. Cepat dan lancar adalah perjalanan kereta api dengan waktu yang singkat dan tanpa gangguan. Tepat adalah terlaksananya perjalanan kereta api sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Tertib dan teratur adalah terlaksananya perjalanan kereta api sesuai dengan jadwal dan peraturan perjalanan. Efisien maksudnya penyelenggaraan perkeretaapian yang mampu memberikan manfaat yang maksimal. Penyelenggaraan perkeretaapian telah menunjukkan peningkatan peran yang penting dalam menunjang dan mendorong kegiatan perekonomian, memantapkan pertahanan dan keamanan, memperlancar kegiatan pemerintahan, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta meningkatkan hubungan antar bangsa. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang perkeretaapian,
peran
pemerintah
dalam
penyelenggaraan
perkeretaapian
dititikberatkan pada pembinaan yang meliputi penentuan kebijakan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan dengan mengikutsertakan peran masyarakat sehingga penyelenggaraan perkeretaapian dapat terlaksana secara efisien, efektif, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. 49
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007, Op. Cit, Pasal. 3.
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Penyelenggaraan perkeretaapian diatur dalam Pasal 17 sampai dengan 34 UUKA. Dalam Pasal 17 dinyatakan bahwa penyelenggaraan pengangkutan dengan kereta api berupa penyelenggaraan prasarana perkeretaapian dan sarana perkeretaapian. Penyelenggara
prasarana
perkeretaapian
adalah
pihak
yang
menyelenggarakan prasarana perkeretaapian. Prasarana perkeretaapian adalah jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api agar kereta api dapat dioperasikan. Dalam mengoperasikan prasarana perkeretaapian, wajib memenuhi standar kelaikan operasi prasarana perkeretaapian. 50 Apabila hal ini tidak dipenuhi dan mengakibatkan kecelakaan kereta api dan kerugian bagi harta benda atau barang, maka penyelenggara prasarana perkeretaapian dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Apabila mengakibatkan luka berat bagi orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Dan jika mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun. Dan pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah) 51 Penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum meliputi kegiatan pembangunan prasarana, pengoperasian prasarana, perawatan prasarana, dan pengusahaan prasarana. Dalam hal ini, penyelenggara prasarana perkeretaapian
50
51
Ibid, Pasal 20. Ibid, Pasal 187.
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
wajib memiliki izin usaha, izin pembangunan, dan izin operasi. 52 Apabila hal ini tidak dipenuhi, maka penyelenggara prasarana perkeretaapian dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah). 53 Penyelenggara
sarana
perkeretaapian
adalah
badan
usaha
yang
mengusahakan sarana perkeretaapian umum. Sarana perkeretaapian adalah kendaraan
yang
dapat
bergerak
di jalan
rel.
Penyelenggaraan sarana
perkeretaapian umum meliputi kegiatan pengadaan sarana, pengoperasian sarana, perawatan sarana, dan pengusahaan sarana. Dalam pengadaan sarana perkeretaapian umum wajib memenuhi persyaratan teknis sarana perkeretaapian. Pengoperasian sarana perkeretaapian umum wajib memenuhi standar kelaikan operasi sarana perkeretaapian, jika hal ini tidak dipenuhi, penyelenggara sarana perkeretaapian dapat dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembekuan izin, dan pencabutan izin operasi. Perawatan sarana perkeretaapian umum wajib memenuhi standar perawatan sarana perkeretaapian dan dilakukan oleh tenaga yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi keahlian dibidang sarana perkeretaapian. Sedangkan pengusahaan sarana perkeretaapian umum, wajib dilakukan berdasarkan norma, standar, dan kriteria sarana perkeretaapian. 54 Pengoperasian sarana perkeretaapian wajib dilakukan oleh awak yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi kecakapan yang dibuktikan dengan
52
Ibid, Pasal 24. Ibid, Pasal 188. 54 Ibid, Pasal 25-30. 53
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
sertifikat kecakapan. 55 Penyelenggara sarana perkeretaapian yang mengoperasikan sarana perkeretaapian umum tidak memenuhi standar kelaikan operasi sarana perkeretaapian, yang mengakibatkan kecelakaan kereta api dan kerugian bagi harta benda atau barang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan pidana denda paling banyak Rp.5.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 56 Badan usaha yang menyelenggarakan sarana perkeretaapian umum wajib memiliki izin usaha dan izin operasi. 57 Jika tidak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah). 58 Dalam penyelenggaraan pengangkutan melalui kereta api, didasarkan pada beberapa asas antara lain : 59 a. Asas Manfaat; Asas manfaat adalah bahwa perkeretaapian harus dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kemakmuran rakyat, kesejahteraan rakyat, dan pengembangan kehidupan yang berkesinambungan bagi warga negara. b. Asas Keadilan; Asas Keadilan adalah bahwa perkeretaapian harus dapat memberi pelayanan kepada segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang
55
Ibid, Pasal 116. Ibid, Pasal 189. 57 Ibid, Pasal 32 Ayat (1). 58 Ibid, Pasal 190. 59 Ibid, Pasal 2. 56
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
terjangkau serta memberi kesempatan berusaha dan perlindungan yang sama kepada semua pihak yang terlibat dalam perkeretaapian. c. Asas Keseimbangan; Asas
keseimbangan
adalah
bahwa
perkeretaapian
harus
diselenggarakan atas dasar keseimbangan antara sarana dan prasarana, kepentingan pengguna jasa dan penyelenggara, kebutuhan dan ketersediaan, kepentinganindividu dan masyarakat, antardaerah dan antarwilayah, serta antara kepentingan nasional dan internasional. d. Asas Kepentingan Umum; Asas kepentingan umum adalah bahwa perkeretaapian harus lebih mengutamakan kepentingan masyarakat luas daripada kepentingan perseorangan atau kelompok dengan memperhatikan keselamatan, keamanan, kenyamanan, dan ketertiban. e. Asas Keterpaduan; Asas keterpaduan adalah bahwa perkeretaapian harus merupakan satu kesatuan sistem dan perencanaan yang utuh, terpadu, dan terintegrasi serta saling menunjang, baik antar hierarki tatanan perkeretaapian, intramoda maupun antarmoda transportasi. f. Asas Kemandirian; Asas Kemandirian adalah bahwa penyelenggaraan perkeretaapian harus berlandaskan kepercayaan diri, kemampuan dan potensi produksi dalam negeri, serta sumber daya manusia dengan daya inovasi dan kreativitas yang bersendi pada kedaulatan, martabat, dan kepribadian bangsa. Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
g. Asas Transparansi; Asas transparansi adalah bahwa penyelenggaraan perkeretaapian harus memberi ruang kepada masyarakat luas untuk memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur sehingga masyarakat mempunyai kesempatan berpartisipasi bagi kemajuan perkeretaapian. h. Asas Akuntabilitas; Asas akuntabilitas adalah bahwa penyelenggaraan perkeretaapian harus didasarkan pada kinerja yang terukur, dapat dievaluasi, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat i.
Asas Berkelanjutan. Asas berkelanjutan adalah bahwa penyelenggaraan perkeretaapian harus
dilakukan
secara
berkesinambungan,
berkembang,
dan
meningkat dengan mengikuti kemajuan teknologi dan menjaga kelestarian lingkungan untuk
menjamin terpenuhinya kebutuhan
masyarakat. Dalam penyelenggaraan kereta api, sebelum kereta api berangkat dari satu stasiun ke stasiun tertentu, wajib diadakan pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan oleh pimpinan perjalanan kereta api (PPKA). Hasil pemeriksaan dituangkan dalam bentuk tertulis, yang disebut laporan kereta api (Lapka). Dalam melakukan pemeriksaan, PPKA dibantu oleh para tehnisi yang telah dididik dan memiliki keahlian. 60 Contoh :
60
Data berdasarkan wawancara dengan Simamora, Kss. Opka, PT. KAI Divre I SU, Hari Kamis Tanggal 5 Maret 2009. Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Pada tanggal 4 Maret 2009, Pukul 23.15 kereta api melakukan perjalanan Rantau Prapat – Medan. Sebelum sampai stasiun tujuan, yaitu Medan. Kereta api berhenti di stasiun Kisaran dan Tebing Tinggi. Sebelum kereta api berangkat dari Stasiun Rantau prapat, Kisaran dan Tebing Tinggi, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan apakah kereta api tersebut dapat melanjutkan perjalanan. Apabila kereta api dalam keadaan baik, dan aman untuk dioperasikan maka PPKA akan menandatangani Lapka. (laporan kereta api/lapka terlampir)
E. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Penyelenggaraan Pengangkutan Kereta Api Dengan ditutupnya perjanjian pengangkutan, maka akan timbul hak dan kewajiban diantara para pihak. Hak dan kewajiban tersebut antara lain : a. Kewajiban Pihak Pengangkut a. Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian 1) Merawat prasarana perkeretaapian agar tetap laik operasi, sesuai standar dan tata cara perawatan yang ditetapkan oleh menteri (Pasal 65 UUKA) 2) Melakukan pengujian dan pemeriksaan untuk menjamin kelaikan prasarana perkeretaapian (Pasal 68). 3) Menempatkan tanda larangan di jalur kereta api secara lengkap dan jelas (Pasal 81) 4) Mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap penyelenggara sarana perkeretaapian dan pihak ketiga (Pasal 166). Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
b. Penyelenggara Sarana Perkeretaapian i.
Memenuhi persyaratan teknis dan kelaikan operasi yang berlaku bagi setiap jenis sarana perkeretaapian (Pasal 96 Ayat (2)).
ii.
Melakukan pengujian dan pemeriksaan untuk menjamin kelaikan operasi sarana perkeretaapian (Pasal 98).
iii.
Merawat sarana perkeretaapian agar tetap laik operasi (Pasal 114)
iv.
Dalam pengoperaasian sarana perkeretaapian, dilakukan oleh awak yang
memenuhi persyaratan dan kualifikasi
kecakaoan
yang
dibuktikan dengan sertifikat kecakapan (Pasal 116). v.
Dalam hal terjadi kecelakaan, PT. KAI wajib : 1. Mengambil tindakan untuk kelancaran dan keselamatan lalu lintas. 2. Menangani korban kecelakaan. 3. Memindahkan penumpang, bagasi, dan barang antaran ke kereta api lain atau moda transportasi lain untuk meneruskan perjalanan sampai stasiun tujuan. 4. Melaporkan kecelakaan kepada menteri, pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/kota. 5. Mengumumkan kecelakaan kepada pengguna jasa dan masyarakat. 6. Segera menormalkan kembali lalu lintas kereta api setelah dilakukan penyidikan awal oleh pihak berwenang. 7. Mengurus klaim asuransi korban kecelakaan. (Pasal 125)
vi.
Memberikan fasilitas khusus dan kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak dibawah lima tahun, orang sakit, dan orang lanjut usia (Pasal 131 Ayat (1)).
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
vii.
Mengangkut orang yang telah memiliki karcis (Pasal 132).
viii.
Dalam penyelenggaraan pengangkutan orang dengan kereta api, penyelenggara sarana perkeretaapian wajib : 1. Mengutamakan keselamatan dan keamanan orang/penumpang. 2. Mengutamakan pelayanan kepentingan umum. 3. Menjaga kelangsungan pelayanan pada lintas yang ditetapkan. 4. Mengumumkan jadwal perjalanan kereta api dan tarif angkutan kepada masyarakat. 5. Mematuhi jadwal keberangkatan kereta api (Pasal 133 Ayat (1)).
ix.
Mengumumkan kepada pengguna jasa/penumpang apabila terjadi pembatalan dan penundaan keberangkatan, keterlambatan kedatangan, atau pengalihan pelayanan lintas kereta api disertai dengan alasan yang jelas (Pasal 133 Ayat (2)).
x.
Mengganti biaya yang telah dibayar oleh orang/penumpang apabila terjadi pembatalan keberangkatan kereta api (Pasal 134 Ayat (1)).
xi.
Menyediakan angkutan dengan kereta api lain atau moda transportasi lain sampai stasiun tujuan atau memberikan ganti kerugian senilai harga karcis, apabila dalam perjalanan kereta api terdapat hambatan atau gangguan yang mengakibatkan kereta api tidak dapat melanjutkan perjalanan sampai stasiun tujuan yang disepakati (Pasal 134 Ayat (2)).
xii.
Mengasuransikan
tanggung
jawabnya
terhadap
pengguna
jasa/penumpang (Pasal 167 ayat (1)). b. Hak Pihak Pengangkut
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
a. Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian 61 1) Mengatur, mengendalikan, dan mengawasi perjalanan kereta api. 2) Menghentikan pengoperasian sarana perkeretaapian apabila dapat membahayakan perjalanan kereta api. 3) Melakukan penertiban terhadap pengguna jasa kereta api yang tidak memenuhi persyaratan sebagai pengguna jasa di stasiun. 4) Mendahulukan perjalanan kereta api di perpotongan sebidang dengan jalan. 5) Menerima pembayaran dari penggunaan prasarana perkeretaapian. 6) Menerima ganti kerugian atas kerusakan prasarana
perkeretaapian
yang disebabkan oleh kesalahan penyelenggara sarana perkeretaapian atau pihak ketiga. b. Penyelenggara Sarana Perkeretaapian i.
Memeriksa karcis.
ii.
Menindak pengguna jasa/penumpang yang tidak mempunyai karcis.
iii.
Menertibkan pengguna jasa/penumpang/masyarakat yang mengganggu perjalanan kereta api.
iv.
Melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap masyarakat yang berpotensi menimbulkan gangguan terhadap perjalanan kereta api (Pasal 136).
v.
Membatalkan perjalanan kereta api apabila terdapat hal-hal yang dapat membahayakan keselamatan, ketertiban, dan kepentingan umum.
c. Kewajiban Pihak Penumpang 61
Ibid, Pasal 90.
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
i.
Membayar biaya angkutan sesuai dengan tingkat pelayanan yang dikehendakinya.
ii.
Mematuhi semua peraturan yang telah ditetapkan oleh PT. KAI
d. Hak Pihak Penumpang i.
Memperoleh pelayanan sesuai dengan tingkat pelayanan yang dipilih (Pasal 132 ayat (2)).
ii.
Mendapatkan ganti kerugian
apabila mengalami kerugian akibat
penyelenggaraan kereta api.
F. Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang. Pengangkut, dalam hal ini PT. KAI haruslah bertanggung jawab atas barang atau penumpang yang diangkutnya ke tempat tujuan. Dalam pengangkutan penumpang berdasarkan perjanjian pengangkutan yang ada, PT. KAI bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita penumpang sewaktu pelaksanaan dinas kecuali apabila PT. KAI dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut timbul diluar kealpaan pegawai yang bertugas. 62 Penumpang dapat mengajukan tuntutan ganti rugi, bila selama dalam pelaksanaan pengangkutan dia yang menderita kerugian atau luka-luka, karena akibat langsung atau tidak langsung dari pelaksanaan dinas. 63 Dalam pengangkutan orang dengan kereta, pengangkut bertanggung jawab terhadap
62 63
penumpang
berdasarkan
perjanjian
pengangkutan.
Pengangkut
Sution Usman Adji, Op. Cit, hal. 163-164. Ibid.
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
bertanggung jawab terhadap kerugian penumpang sepanjang kerugian itu merupakan akibat langsung atau tidak langsung dari pelaksanaan dinas (pelaksanaan pengangkut).64 Dalam hukum pengangkutan dikenal 3 (tiga) prinsip tanggung jawab, yaitu tanggung jawab karena kesalahan, tanggung jawab karena praduga, dan tanggung jawab mutlak. Hukum pengangkutan di Indonesia umumnya menganut prinsip tanggung jawab karena kesalahan dan karena praduga. 65 1. Tanggung jawab karena kesalahan (fault liability) Menurut prinsip ini, setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan pengangkutan harus bertanggung jawab membayar segala kerugian yang timbul akibat kesalahan itu. Pihak yang menderita kerugian wajib membuktikan kesalahan pengangkut. Prinsip ini diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata tentang perbuatan melawan hukum (illegal act) sebagai aturan umum (general rule). Sedangkan aturan khusus ditentukan dalam undang-undang yang mengatur masing-masing jenis pengangkutan. 2. Tanggung jawab karena praduga (presumption liability) Menurut prinsip ini, pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya. Tetapi jika pengangkut dapat membuktikan bahwa dia tidak bersalah, maka dia dibebaskan dari tanggung jawab membayar ganti kerugian itu. Yang dimaksud dengan “tidak bersalah” adalah tidak melakukan kelalaian, telah berupaya melakukan tindakan yang perlu untuk menghindari kerugian, atau
64 65
Ibid, hal. 203. Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hal. 37.
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
peristiwa yang menimbulkan kerugian itu tidak mungkin dihindari. Beban pembuktian ada pada pihak pengangkut, bukan pada pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan cukup menunjukkan adanya kerugian yang diderita dalam pengangkutan yang diselenggarakan oleh pengangkut. KUHD juga menganut prinsip tanggung jawab karena praduga. Hal ini dapat dibaca dalam Pasal 468 ayat (2) KUHD yang menentukan bahwa “apabila barang yang diangkut tidak diserahkan sebagian atau seluruhnya atau rusak, pengangkut bertanggung jawab mengganti kerugian kepada pengirim, kecuali jika dia dapat membuktikan bahwa tidak diserahkan sebagian atau seluruh atau rusaknya barang itu karena peristiwa yang tidak dapat dicegah atau tidak dapat dihindari terjadinya...” Dengan demikian, jelas bahwa dalam hukum pengangkutan Indonesia prinsip tanggung jawab karena kesalahan dan karena praduga kedua-duanya dianut. Tetapi prinsip tanggung jawab karena kesalahan adalah asas, sedangkan prinsip tanggung jawab karena praduga adalah pengecualian. Artinya pengangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam penyelenggaraan pengangkutan, tetapi jika pengangkut berhasil membuktikan bahwa dia tidak bersalah/lalai, maka dia dibebaskan dari tanggung jawab. 3. Tanggung jawab mutlak (absolute liability) Menurut prinsip ini, pengangkut harus bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam pengangkutan yang diselenggarakan tanpa keharusan pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut. Prinsip ini tidak mengenal beban pembuktian, unsur kesalahan tidak perlu dipersoalkan. Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Pengangkut tidak mungkin bebas dari tanggung jawab dengan alasan apapun yang menimbulkan kerugian itu. Prinsip ini dapat dirumuskan dengan kalimat: “pengangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul karena peristiwa apapun dalam penyelenggaraan pengangkutan ini”. Dalam perundang-undangan mengenai pengangkutan, ternyata prinsip tanggung jawab mutlak tidak diatur. Hal ini tidak diatur mungkin karena alasan bahwa pengangkut yang berusaha dibidang jasa angkutan tidak perlu dibebani dengan risiko yang terlalu berat. Namun tidak berarti bahwa pihakpihak tidak boleh menggunakan prinsip ini dalam perjanjian pengangkutan. Pihak-pihak boleh saja menjanjikan penggunaan prinsip ini untuk kepentingan praktis penyelesaian tanggung jawab, berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Jika prinsip ini digunakan maka di dalam perjanjian pengangkutan harus dinyatakan dengan tegas, misalnya pada dokumen pengangkutan. Tanggung jawab hukum PT. KAI sebagai penyelenggara perkeretaapian, dibagi menjadi dua yaitu tanggung jawab penyelenggara prasarana perkeretaapian dan penyelenggara sarana perkeretaapian. Tanggung jawab penyelenggara prasarana perkeretaapian diatur dalam pasal 87 UUKA yang menyatakan : (1) Penyelenggara
Prasarana
Perkeretaapian
bertanggung
jawab
kepada
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dan pihak ketiga atas kerugian sebagai akibat kecelakaan yang disebabkan kesalahan pengoperasian prasarana perkeretaapian. (2) Tanggung
jawab
Penyelenggara
Prasarana
Perkeretaapian
kepada
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
berdasarkan
perjanjian
kerja
sama
antara
Penyelenggara
Prasarana
Perkeretaapian dan Penyelenggara Sarana Perkeretaapian. (3) Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian bertanggung jawab kepada pihak ketiga atas kerugian harta benda, luka-luka, atau meninggal dunia yang disebabkan oleh penyelenggaraan prasarana perkeretaapian. (4) Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian bertanggungjawab terhadap Petugas Prasarana Perkeretaapian yang mengalami luka-luka, atau meninggal dunia yang disebabkan oleh pengoperasian prasarana perkeretaapian. (5) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kerugian yang nyata dialami. Tanggung
jawab
penyelenggara
sarana
perkeretaapian
terhadap
penumpang diatur dalam Pasal 157 UUKA yang menyatakan : (1) Penyelenggara sarana perkeretaapian bertanggung jawab terhadap pengguna jasa yang mengalami kerugian, luka-luka, atau meninggal dunia yang disebabkan oleh pengoperasian angkutan kereta api. (2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak pengguna jasa diangkut dari stasiun asal sampai dengan stasiun tujuan yang disepakati. (3) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kerugian yang nyata dialami. (4) Penyelenggara sarana perkeretaapian tidak bertanggung jawab atas kerugian, luka-luka, atau meninggalnya penumpang yang tidak disebabkan oleh pengoperasian angkutan kereta api. Selanjutnya dalam Pasal 159 UUKA menyatakan :
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
1) Penyelenggara sarana perkeretaapian tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh pihak ketiga yang disebabkan oleh pengoperasian angkutan kereta api, kecuali jika pihak ketiga dapat membuktikan bahwa kerugian disebabkan oleh kesalahan penyelenggara sarana perkeretaapian. 2) Hak untuk mengajukan keberatan dan permintaan ganti kerugian dari pihak ketiga kepada penyelenggara sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung mulai tanggal terjadinya kerugian. Dalam keadaan tertentu, PT. KAI dapat dibebaskan dari tanggung jawab penyelenggaraan pengangkutan, yaitu dalam hal pengangkutan itu terhalang karena force majeure. Force majeure dimaksudkan bahwa meskipun pengangkut telah menjalankan segala usaha yang sepatutnya dapat diharapkan daripadanya untuk mencegah atau menghindari kerugian, tetapi toh kerugian itu tetap terjadi. 66 Dalam
melaksanakan
tanggung
jawabnya,
untuk
memberikan
perlindungan kepada penumpang terhadap risiko kecelakaan yang mungkin timbul selama dalam perjalanan kereta api, pemerintah mewajibkan PT. KAI mengasuransikan tanggung jawabnya tersebut. Hal ini diatur dalam pasal 166 sampai dengan 171 UUKA. Pasal 166 UUKA mewajibkan penyelenggara prasarana perkeretaapian mengasuransikan
tanggung
jawabnya
terhadap
penyelenggara
sarana
perkeretaapian dan pihak ketiga. Pasal 167; mewajibkan penyelenggara sarana perkeretaapian mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap pengguna jasa. Besarnya nilai pertanggungan paling sedikit harus sama dengan nilai ganti 66
Sution Usman Adji, Op. Cit, hal. 164-165.
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
kerugian yang diberikan kepada pengguna jasa yang menderita kerugian akibat pengoperasian kereta api. Penyelenggara sarana perkeretaapian yang tidak
mengasuransikan
tanggung jawabnya dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin operasi atau pencabutan izin operasi. Penyelenggara sarana perkeretaapian wajib mengasuransikan sarana perkeretaapian dan awak sarana perkeretaapian juga kerugian yang diderita oleh pihak ketiga sebagai akibat pengoperasian angkutan kereta api. Penyelenggara prasarana dan sarana perkeretaapian berhak menuntut ganti kerugian kepada pihak yang menimbulkan kerugian terhadap prasarana perkeretaapian, sarana perkeretaapian dan orang yang dipekerjakan. 67 Penyelenggara prasarana perkeretaapian yang tidak mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap penyelenggara sarana perkeretaapian, petugas prasarana perkeretaapian, dan pihak ketiga, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 68 Penyelenggara sarana perkeretaapian yang tidak
mengasuransikan
tanggung jawabnya terhadap pengguna jasa, awak sarana perkeretaapian, dan pihak ketiga, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 69
67
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007, Op. Cit, Pasal. 168-170. Ibid, Pasal 209. 69 Ibid, Pasal 211. 68
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
BAB IV PENYELESAIAN PEMBERIAN GANTI RUGI OLEH PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) KEPADA PENUMPANG
E. Risiko yang Timbul Dalam Penyelenggaraan Pengangkutan Dalam transportasi masalah risiko (risk) sering terjadi baik yang menyangkut jiwa manusia maupun barang-barang muatan serta alat angkutnya (means of transport). Risiko adalah ketidaktentuan (uncertainty) yang bisa menyebabkan kerugian. 70 Unsur ketidaktentuan dapat dibagi atas : 71 1. Ketidaktentuan ekonomi (economic uncertainty), yaitu kejadian yang timbul sebagai akibat dari perubahan sikap konsumen, umpama perubahan selera konsumen terhadap permintaan jasa angkutan dikarenakan perubahan teknologi. 2. Ketidaktentuan yang disebabkan oleh alam (uncertainty of nature) misal : gempa bumi, badai, topan. 3. Ketidaktentuan yang disebabkan
oleh perilaku manusia (human
uncertainty). Menurut Subekti, risiko ialah : “Kewajiban memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu kejadian (peristiwa) diluar kesalahan salah satu pihak”. 72
70
Abbas Salim, Op. Cit, hal. 201. Ibid. 72 Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti), 1989, hal. 24. 71
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Persoalan tentang risiko itu berpokok pangkal pada terjadinya suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak. Peristiwa semacam itu dalam hukum perjanjian dikenal dengan suatu istilah hukum dinamakan “keadaan memaksa (overmacht atau force majeur)”. Dengan demikian maka persoalan tentang risiko itu merupakan buntut dari persoalan tentang keadaan memaksa, suatu kejadian yang tak disengaja dan tak dapat diduga. 73 Risiko atau kerugian dalam pengangkutan dapat menimpa penumpang, barang/freight. Menurut sifatnya, kerugian dapat dibagi menjadi tiga yaitu : 74 1. Kerugian terhadap penumpang Kerugian ini menyangkut jiwa penumpang dan awak pesawat/awak kapal/crew dan awak bis. Risiko atau kerugian yang terjadi bisa menyebabkan kematian, luka, cacat seumur hidup. 2. Kerugian terhadap alat angkut, muatan dan freight Selama dalam perjalanan (angkutan darat/angkutan udara dan angkutan laut) bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Kerugian yang terjadi dalam
pengangkutan
mempertanggungkan,
dapat
muatan
dan
diperkecil freight
dengan kepada
cara
perusahaan
asuransi/asuransi kerugian. 3. Kerugian total dan kerugian sebagian (total loss &partial loss) Kerugian yang berhubungan dengan jiwa seseorang sehingga meninggal dunia, disebut total loss. Bila yang bersangkutan masih
73 74
Ibid, hal. 25. Abbas Salim, Op. Cit, hal. 202.
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
hidup, dan hanya menderita cacat disebut kerugian sebagian (partial loss). Dalam penyelenggaraan pengangkutan melalui kereta api, risiko yang mungkin dapat timbul antara lain : 1. Pelemparan (disebabkan oleh perilaku manusia). Dalam perjalanan kereta api, sering terjadi pelemparan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Risiko ini dapat menyebabkan penumpang mengalami luka-luka, baik berat maupun ringan. 2. Anjlok. Perkeretaapian di Indonesia merupakan institusi yang sudah sangat tua. Armada lokomotif yang sudah tua, tingkat kerusakan sarana dan prasarana yang tinggi, merupakan faktor penyebab terjadinya kereta api anjlok. Selain itu, adanya pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab seperti pencurian paku yang ada di rel, yang menghubungkan rel dengan bantalan rel juga berperan terhadap anjloknya kereta api. Padahal telah dinyatakan dalam pasal 180 UUKA bahwa “Setiap orang dilarang menghilangkan, merusak, atau melakukan perbuatan yang mengakibatkan rusak dan/atau tidak berfungsinya prasarana dan sarana perkeretaapian”. 3. Risiko yang disebabkan oleh alam, seperti banjir, tanah longsor, dll. Terhadap risiko yang disebabkan oleh alam, kereta api tidak dapat melanjutkan perjalanannya. Dalam hal ini, penyelenggara sarana perkeretaapian akan memindahkan para penumpang ke kereta api lain, Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
atau moda transportasi lain seperti bus. Atau mengganti sejumlah uang yang dapat digunakan penumpang untuk melanjutkan perjalanan hingga ke tempat tujuan dengan moda transportasi lain.
4. Tabrakan pada lintasan liar Dibeberapa tempat, banyak terdapat jalan yang melintasi rel kereta api. Jalan/lintasan tersebut sering disebut lintasan liar. Umumnya lintasan tersebut tidak memiliki pengaman, seperti palang ataupun alat persinyalan lainnya. Sehingga pada lintasan ini sering terjadi tabrakan yang mengakibatkan kecelakaan antara kereta api dan kendaraan lain yang kebetulan lewat. Dalam hal ini, menurut Imam Santoso (Pegawai Subseksi Sarbinpel PT. KAI Divre I SU) seharusnya lintasan liar menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, bukan PT. KAI. Dan bagi pengguna
jalan
umum,
yang
melewati
lintasan
liar
wajib
mendahulukan perjalanan kereta api. Seperti yang tercantum dalam pasal 173 UUKA yaitu “Masyarakat wajib ikut serta menjaga ketertiban,
keamanan,
dan
keselamatan
penyelenggaraan
perkeretaapian”. Selain itu, tabrakan dapat juga terjadi antar kereta api di perpotongan antara jalur kereta api. Terhadap risiko yang mungkin akan timbul dalam penyelenggaraan pengangkutan melalui kereta api, PT. KAI telah mengasuransikannya kepada PT. Jasa Raharja (Persero) dan PT. Jasaraharja Putera yang dituangkan dalam Perjanjian Kerjasama antara PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dengan Konsorsium PT. Jasa Raharja (Persero) dan PT. Jasaraharja Putera Tentang Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Asuransi Kecelakaan Penumpang dan Awak Sarana Perkeretaapian (terlampir), selanjutnya disebut kontrak perjanjian asuransi.
Pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak perjanjian asuransi adalah : 1. PT. Kereta Api (Persero); disebut Pihak Pertama 2. Konsorsium PT. Jasa Raharja (Persero) dan PT. Jasaraharja Putera; disebut Pihak Kedua. Pihak pertama dan pihak kedua disebut para pihak; yang sebelum mengikatkan
diri
dalam
kontrak
perjanjian
asuransi
terlebih
dahulu
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : 1. Bahwa Pihak Pertama adalah Badan Hukum Milik Negara yang menyelenggarakan usaha Perkeretaapian di Indonesia. 2. Bahwa Pihak Kedua adalah Badan Hukum yang melakukan kegiatan di bidang jasa asuransi, dalam hal ini Asuransi Kecelakaan Penumpang dan Awak Sarana Perkeretaapian. 3. Bahwa kerjasama ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada penumpang dan awak sarana perkeretaapian terhadap risiko kecelakaan yang mungkin timbul selama dalam perjalanan. 4. Bahwa kelancaran pengutipan dan penyetoran iuran wajib dan premi sigap menjamin kelangsungan perlindungan kepada penumpang dan awak sarana perkeretaapian serta peningkatan pelayanan santunan.
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
5. Bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan kepada penumpang kereta api dan peningkatan pemberian fasilitas jaminan sosial kepada awak sarana perkeretaapian atas risiko kecelakaan selama dalam perjalanan.
Adapun yang menjadi dasar dari perjanjian asuransi tersebut antara lain : 75 1. Undang-Undang No. 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang (LNRI Tahun 1964 No. 137, Tambahan LNRI No. 2720). 2. Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (LNRI Tahun 2003 No. 70, Tambahan LNRI No. 4297). 3. Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (LNRI Tahun 2007 No. 65, Tambahan LNRI No. 4722). 4. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (LNRI Tahun 2007 No. 106, Tambahan LNRI No. 4756). 5. Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1965 tentang Ketentuan-ketentuan Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang (LNRI Tahun 1965 No. 28). 6. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1998 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Kereta Api menjadi Perseroan (Persero) (LNRI Tahun 1998 No. 31).
75 Perjanjian Kerjasama antara PT. KAI (Persero) dengan Konsorsium PT. Jasa Raharja (Persero) dan PT. Jasaraharja Putera, Tentang Asuransi KecelakaanPenumpang dan Awak Sarana Perkeretaapian, Pasal 1.
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
7. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Perubahan Badan Usaha Milik Negara (LNRI Tahun 2005 No. 117, Tambahan LNRI No. 4556). 8. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara Tanggal 25 Oktober Tahun 2005. 9. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 8 Tahun 2001 Tanggal 17 April 2001 Tentang Angkutan Kereta Api. 10. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 35 Tahun 2002 Tanggal 21 Juni 2002 Tentang Tarif Angkutan Penumpang Kereta Api Kelas Ekonomi. 11. Peraturan Menteri Keuangan No. 37/PMK.010/2008 Tanggal 26 Februari 2008 Tentang Besar Santunan dan Iuran Wajib Dana Pertanggungan
Wajib
Kecelakaan
Penumpang
Alat
Angkutan
Penumpang Umum di Darat, Sungai/Danau, Ferry/Penyeberangan, Laut dan Udara. 12. Polis Asuransi Tanggung Gugat Penumpang PT. Jasaraharja Putera No. JRP. 0093. 0097. Adapun lingkup jaminan pertanggungannya antara lain : 76 1. Lingkup jaminan pertanggungan UU No. 33 Tahun 1964 Jo PP No. 17 Tahun 1965 adalah sejak saat naik kereta api di stasiun tempat keberangkatan, selama dalam perjalanan, sampai dengan saat turun
76
Ibid, Pasal 3.
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
dari kereta api di stasiun tujuan sesuai karcis yang berlaku untuk perjalanan yang bersangkutan. 2. Lingkup pertanggungan asuransi tanggung gugat penumpang kereta api untuk : a. Penumpang adalah saat masuk stasiun kereta api di tempat keberangkatan, saat naik alat angkutan kereta api, hingga ditempat keberangkatan, selama dalam perjalanan. Saat turunnya dari alat angkutan kereta api, sampai saat keluarnya dari stasiun kereta api di tempat tujuan sesuai karcis yang berlaku untuk perjalanan yang bersangkutan. b. Awak kereta api adalah sejak menaiki alat angkutan di kereta api di stasiun atau depo pemberangkatan, selama melaksanakan tugas sampai dengan selesai melaksanakan tugas di stasiun atau depo tujuan. 3. Termasuk dalam ruang lingkup pertanggungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) pasal ini, yaitu penumpang kereta api overstafen. Perjanjian akan menimbulkan hak dan kewajiban antara para pihak. Adapun hak dan kewajiban para pihak dalam kontrak perjanjian asuransi ialah : 77 1. Kewajiban pihak pertama a. Memungut iuran wajib dari penumpang kereta api utama kelas ekonomi dan non ekonomi serta membayar premi sigap kepada pihak kedua
77
Ibid, Pasal 5.
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
b. Membayarkan hasil pungutan iuran wajib dan membayar premi sigap kereta api sesuai dengan butir (a) kepada pihak kedua melalui kantor pihak kedua cabang Jawa Barat di Bandung dengan cara dibayar setiap triwulan dan dilakukan pada bulan kedua triwulan berjalan selambat-lambatnya tanggal 15. c. Membayar premi sigap awak kereta api sekaligus dimuka pertahun sesuai pasal 4 ayat (7) kepada pihak kedua melalui rekening yang ditunjuk oleh pihak kedua. d. Memberikan data jumlah penumpang yang telah diaudit sebagai dasar dalam perhitungan iuran wajib dan premi sigap kepada pihak kedua. e. Memberikan pertolongan pertama dan membawa korban ke rumah sakit/puskesmas bila terjadi kecelakaan yang mengakibatkan penumpang memderita luka-luka atau meninggal dunia, selanjutnya diajukan dan dilaporkan kepada pihak kedua untuk diberikan ganti rugi. f. Memberitahukan tentang terjadinya peristiwa kecelakaan kepada pihak kedua paling lambat 7 kali 24 jam sejak terjadinya peristiwa kecelakaan, baik secara lisan maupun tertulis dengan dilengkapi keterangan seperlunya. g. Membantu korban/ahli waris korban mengisi formulir pengajuan santunan yang disediakan oleh pihak kedua secara cuma-Cuma yang merupakan syarat untuk mendapatkan santunan/ganti rugi kepada penumpang dan awak kereta api yang mengalami kecelakaan. h. Membantu korban/ahli warisnya mengajukan permohonan pembayaran santunan kepada pihak kedua dilengkapi dengan berita acara kecelakaan Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
yang dibuat oleh pejabat pihak pertama atau petugas yang berwenang paling lambat 6 (enam) bulan setelah terjadinya kecelakaan. 2. Kewajiban pihak kedua a. Membayar dana santunan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) dan (2) kepada korban/ahli waris korban bersama-sama dengan pihak pertama. b. Memberikan potongan iuran wajib dan premi sigap dan mengganti biaya transportasi yang telah dibayarkan oleh pihak pertama sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) butir e dan ayat (2) butir d kepada pihak pertama. c. Melakukan penggantian atas biaya pertolongan pertama dan atau biaya perawatan yang telah dibayarkan oleh pihak pertama. d. Melaporkan realisasi pembayaran dana santunanbaik untuk korban/ahli waris korban meninggal dunia, luka-luka, cacat tetap maupun penggantian biaya transportasi korban dari tempat kejadian perkara (TKP) ke rumah sakit/puskesmas terdekat, selambat-lambatnya tanggal 10 sesudah akhir triwulan (sesuai dengan format yang disepati) kepada pihak pertama yang dialamatkan ke Direktorat Keuangan c.q Subdit Administrasi Keuangan dan tembusan disampaikan kepada Subdit Pemasaran Penumpang. 3. Hak pihak pertama a. Menerima penggantian dari pihak kedua atas biaya pertolongan pertama dan atau biaya perawatan selama korban membutuhkan biaya perawatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1), (2), dan (3) dalam hal pembayaran telah dilakukan oleh pihak pertama. Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
b. Bersama-sama pihak kedua atau dalam hal mendesak menyampaikan dana santunan kepada ahli waris korban apabila korban meninggal dunia. c. Menerima biaya transportasi sebagai mana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) butir e dan ayat (2) butir d. d. Mendapat potongan dari pihak kedua sebesar 5% (lima perseratus), yang diperhitungkan dari total pembayaran iuran wajib dan premi sigap kereta api. e. Menerima laporan pembayaran dana santunan secara triwulan dari pihak kedua sesuai dengan format yang disepakati. Laporan tersebut diterima setiap akhir bulan pertama triwulan berikutnya. 4. Hak pihak kedua a. Mendapatkan data jumlah penumpang yang telah diaudit dari pihak pertama. b. Menerima pembayaran sebesar 95% (sembilan puluh lima perseratus) dari total iuran wajib dan premi sigap kereta api dari pihak pertama.
F. Faktor Penghambat Pelaksanaan Tanggung Jawab PT. KAI (Persero) Walaupun sudah dijadwalkan, keberangkatan kereta api dan tibanya di tempat tujuan masih sering terlambat. Berdasarkan observesi terhadap penyelenggaraan angkutan kereta api, kelambatan tersebut terjadi karena berbagai alasan teknis, antara lain : 78 a. Kepadatan arus lalu lintas kereta api sehingga perlu menunggu berlintasan dengan kereta api lain; 78
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hal. 142.
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
b. Kerusakan rel kereta api di tempat tertentu; c. Tabrakan dengan kendaraan umum pada lintasan rel dan jalan raya yang tidak ada palangnya. Hambatan lainnya adalah kepadatan penumpang yang melebihi batas maksimum muatan penumpang tiap gerbong kereta api. Muatan yang melebihi batas maksimum sebenarnya merupakan pelanggaran daya tampung yang ditetapkan berdasarkan pengujian kereta api. Dengan demikian, akibat pelanggaran yang dilakukan sendiri oleh pengangkut, kenyamanan penumpang sudah tidak diindahkan lagi, kemungkinan terjadi kecelakaan lebih besar, suatu hal yang bertentangan dengan asas hukum pengangkutan yang diatur dalam undang-undang perkeretaapian. 79 Tidak kalah pentingnya adalah tidak amannya angkutan kereta api karena sering terjadi gangguan pelemparan dari luar terhadap kereta api yang sedang lewat di tempat tertentu yang sangat membahayakan penumpang. Sedangkan gangguan dari dalam kereta api adalah sering terjadi pencurian atau pencopetan, baik ketika kereta api berhenti ataupun sedang berjalan, waktu siang ataupun waktu malam hari. 80
G. Pelaksanaan Klaim Ganti Rugi oleh Penumpang kepada Pengangkut Pihak pengangkut bertanggung jawab sepenuhnya atas keselamatan penumpang. Sejak penumpang berada di atas kereta api, dari suatu stasiun ke stasiun tujuan.
79 80
Ibid. Ibid.
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Apabila dalam penyelenggaraan pengangkutan kereta api, penumpang mengalami kecelakaan yang menyebabkan luka-luka, cacat tetap ataupun meninggal dunia, penumpang dapat mengajukan klaim asuransi. Karena, dengan membeli tiket maka penumpang telah membayar premi asuransi. Dan terhadap keselamatan jiwanya atas risiko kecelakaan yang mungkin timbul selama dalam perjalanan menjadi tanggung jawab PT. Jasa Raharja. Tata cara pelaksanaan pembayaran dana santunan diatur dalam pasal 6 kontrak perjanjian asuransi yaitu : 1. Dalam hal terjadi kecelakaan, maka melalui pihak pertama dan atau langsung dari korban/ahli warisnya mengajukan klaim kepada pihak kedua dengan melengkapi data-data sebagai berikut : a. Surat keterangan dari dokter dan pejabat yang berwenang dari PT. Kereta Api (Persero) b. Kwitansi asli biaya pengobatan dan perawatan c. Surat keterangan kematian dari rumah sakit/puskesmas (dalam hal meninggal dunia) d. Formulir pengajuan santunan yang telah disediakan oleh pihak kedua diisi dan ditandatangani oleh pihak pertama bersama-sama dengan pejabat pihak kedua yang berwenang. 2. Dana santunan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1), (2) dan (3) akan dibayarkan oleh pihak pertama bersama pihak kedua kepada korban/ahli waris korban dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah pihak kedua menerima kelengkapan data sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
3. Dalam hal korban dirawat di rumah sakit/puskesmas, berobat/rawat jalan atau menderita cacat, maka pihak kedua wajib membayar kepada rumah sakit/puskesmas dan atau kepada korban atas segala biaya/santunan setelah adanya bukti-bukti yang sah sesuai dengan ayat 1 (satu) tentang biaya perawatan dan atau keterangan dokter mengenai tingkat (prosentase) cacat tetap korban yang bersangkutan serta harus mendapat rekomendasi dari pihak pertama. Permohonan dana santunan kepada pihak kedua dari korban atau ahli warisnya atau dari pihak pertama atas nama korban atau ahli waris korban, harus diajukan sebelum 6 (enam) bulan sejak terjadinya kecelakaan. Jika melebihi batas waktu tersebut, dianggap kadaluarsa dan permohonan tidak akan dipenuhi oleh pihak kedua. 81 Dalam hal terjadi kecelakaan, PT. KAI Divre I SU akan membuat suratsurat sebagai syarat untuk mengajukan permohonan dana asuransi bagi korban. Surat-surat tersebut antara lain : 1. Telegram dinas 2. Permohonan santunan dana jasa raharja atas nama korban oleh Kasubsi Kamtib 3. Skets gambar (Lokasi terjadinya kecelakaan) oleh pasukan polisi khusus kereta api (polsuska) 4. Laporan polisi oleh polsuska Contoh; Kecelakaan yang dialami penumpang akibat pelemparan.
81
Kontrak Perjanjian Asuransi, Tentang Asuransi Kecelakaan Penumpang dan Awak Sarana Perkeretaapian, Pasal 7. Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Pada hari selasa tanggal 16 September 2008 pukul 15.00 WIB telah terjadi pelemparan oleh orang yang tidak dikenal antara Rampah – Teluk Mengkudu yang mengenai Marice Br. Siagian warga Jl. Bahagian Tanjung Balai Asahan. Korban mengalami luka robek dibagian kepala. Oleh keluarganya, korban dibawa ke Rumah Sakit Umum Deli Serdang Lubuk Pakam. Atas peristiwa tersebut, KP KAU15 jurusan Tanjung Balai – Medan (Khairul Bakti) melaporkan kepada Kepala Stasiun Lubuk Pakam. Selanjutnya, kepala stasiun Lubuk Pakam membuat dan mengirimkan telegram yaitu telegram jenis D No. 219 kepada pelapor, yaitu Kepala Pleton I Polsuska Divre I SU (E. Situmorang). Setelah menerima telegram, pelapor mengecek kebenarannya. Dan selanjutnya membuat laporan polisi dan skets gambar yang disetujui oleh Kasubsi Kamtib. Dan Kasubsi Kamtib membuat permohonan santunan dana jasa raharja atas nama korban (Marice br. Siagian). (Bukti surat terlampir)
H. Peranan Asuransi Terhadap Risiko dalam Perjanjian Pengangkutan Risiko dalam perjanjian pengangkutan dapat terjadi kapan saja. Persoalan yang selalu muncul adalah siapakah yang bertanggung jawab atas segala risiko yang terjadi, terutama ketika risiko yang disebabkan karena adanya overmacht atau force majeure.
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Objek dalam asuransi angkutan darat adalah kendaraan pengangkut bersama barang dan penumpang yang diangkutnya, yaitu : 82 1. Jaminan atas keselamatan penumpang. 2. Jaminan atas barang yang diangkut. 3. Jaminan atas kendaraan pengangkut. Ad. 1. Jaminan atas keselamatan penumpang. Jaminan
atas
keselamatan
penumpang
ditutup
asuransinya
oleh
pengangkut kepada perusahaan asuransi kerugian dengan membayar premi, kemudian premi dipungut dari penumpang (ditambahkan pada harga karcis penumpang). Di Indonesia, jaminan atas keselamatan penumpang ditutup asuransinya oleh perusahaan asuransi PT. Jasa Raharja. Premi asuransi ditentukan sepihak oleh penanggung untuk tiap penumpang setiap kali perjalanan dari satu kota ke kota lain. Lalu premi itu dimasukkan (ditambahkan) oleh pengangkut ke dalam karcis penumpang, kemudian disetor kepada penanggung . Bila mengalami musibah dalam pengangkutan, maka penanggung memberikan santunan sebagai berikut : 1. Biaya pengobatan dan perawatan hingga sembuh bagi penumpang yang menderita luka-luka (tidak sampai cacat permanen). 2. Biaya pengobatan dan perawatan hingga sembuh serta sejumlah uang santunan bagi penumpang yang menjadi cacat permanen.
82
Radiks Purba, Mengenal Asuransi Angkutan Darat dan Udara, (Jakarta : Djambatan), 1997, hal. 57. Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
3. Santunan dengan sejumlah uang diberikan kepada ahli waris (istri/anak-anak/orang tua) dari penumpang yang meninggal. Dalam kontrak perjanjian asuransi, jaminan pertanggungan bagi korban/ahli waris korban penumpang kereta api berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 37/PMK.010/2008 tanggal 26 Februari 2008 serta jaminan tambahan yang merupakan tanggung jawab pihak kedua untuk kelas ekonomi dan non ekonomi adalah : 83 a. Meninggal dunia
Rp. 40.000.000,00
b. Cacat tetap maksimum
Rp. 40.000.000,00
c. Biaya perawatan (maksimum)
Rp. 25.000.000,00
d. Biaya penguburan
Rp. 2.500.000,00
e. Biaya transportasi korban dari TKP ke
Rp. 500.000,00
Rumah sakit/Puskesmas terdekat (bagi Korban luka-luka/meninggal) Maka, dalam jaminan atas keselamatan penumpang, penanggung berhubungan dengan : 1. Pengangkut untuk memungut premi dari para penumpang. 2. Penumpang untuk memberikan santunan bila dialami musibah. Jadi, penumpang sama sekali tidak berhubungan dengan penanggung kecuali bila dialami musibah. Ad. 2. Jaminan atas barang yang diangkut. Jaminan atas barang yang diangkut oleh kendaraan, ditutup asuransinya oleh pemilik barang kepada penanggung dengan membayar premi. Jadi, 83
Kontrak Perjanjian Asuransi, Op. Cit, Pasal 4 Ayat (1)
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
pemilik barang berhubungan langsung dengan penanggung dalam penutupan asuransi pengangkutan barang, demikian juga bila dialami musibah, pemilik barang mengajukan langsung tuntutan ganti rugi kepada penanggung. Ad. 3. Jaminan atas kendaraan pengangkut. Jaminan atas kendaraan pengangkut ditutup asuransinya oleh pengangkut atau pemilik kendaraan darat kepada penanggung dengan membayar premi. Penutupan asuransi dapat dilakukan untuk satu kali perjalanan dengan menggunakan polis perjalanan atau selama jangka waktu tertentu dengan menggunakan polis waktu. Bila digunakan polis perjalanan, maka jaminan dari penanggung hanya berlaku untuk satu kali perjalanan dimulai dari tempat pemberangkatan hingga sampai ke tempat tujuan. Yang umum digunakan adalah polis waktu, yaitu jaminan berlaku selama jangka waktu tertentu (1 tahun, ½ tahun, 3 bulan. 1 bulan), tidak menjadi soal apakah kendaraan dijalankan atau tidak.
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
C. Kesimpulan. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, dapatlah ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan tanggung jawab PT. KAI (Persero)
Divisi Regional I
Sumatera Utara terhadap penumpang dilakukan berdasarkan perjanjian pengangkutan. PT. KAI bertanggung jawab terhadap kerugian yang dialami penumpang sepanjang kerugian itu merupakan akibat langsung atau tidak langsung dari penyelenggaraan kereta api. Dalam hal terjadi kecelakaan, yang menyebabkan penumpang luka-luka, cacat ataupun meninggal dunia PT. KAI telah mengasuransikannya kepada PT. Jasa Raharja (Persero). Maka dalam hal ini penumpang akan mendapatkan Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
ganti rugi dari PT. Jasa Raharja sebesar nilai kerugian yang dibatasi sejumlah maksimum asuransi yang ditutup oleh PT. KAI. 2. Pemberian ganti rugi kepada penumpang terhadap risiko yang timbul dalam penyelenggaraan pengangkutan dapat dibagi 2 (dua) yaitu : a. Pemberian ganti rugi dimana penumpang mengalami luka-luka, cacat tetap ataupun meninggal dunia akibat penyelenggaraan perkeretaapian. Dilakukan oleh PT. Jasa Raharja (Persero) sebagai perusahaan asuransi yang telah mengikat perjanjian dengan PT. KAI (Persero). Dalam mengajukan klaim asuransi, penumpang harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, syarat mutlak yang harus dimiliki penumpang adalah tiket penumpang. Tanpa bukti tiket penumpang, PT. KAI tidak akan membuat surat-surat yang diperlukan guna pengajuan klaim asuransi. b. Pemberian
ganti
rugi
dimana
penumpang
dirugikan
akibat
penyelenggaraan sarana ataupun prasarana perkeretaapian tidak sesuai dengan yang diharapkan, sehingga penumpang tidak sampai di tempat tujuan seperti yang dijanjikan. Dalam hal ini, ganti rugi langsung diberikan oleh PT. KAI kepada penumpang.
D. Saran. a. Kepada penumpang kereta api hendaknya menyimpan tiket penumpang hingga ia sampai di tempat tujuan. Karena itu merupakan bukti yang mutlak diperlukan guna pengajuan klaim asuransi apabila dalam
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
penyelenggaraan perkeretaapian penumpang mengalami kecelakaan yang menyebabkan luka-luka, cacat ataupun meninggal dunia. b. PT. KAI hendaknya mempersingkat sistem birokrasi dalam pelaksanaan tanggung jawab terhadap penumpang, khususnya dalam pelaksanaan klaim ganti rugi. c. Agar PT. Kereta Api meningkatkan kualitas pelayanan terhadap setiap pengguna jasa angkutan kereta api, terutama dalam hal pemeliharaan sarana dan prasarana yang digunakan sehingga dapat menjamin kenyamanan, keselamatan dan keamanan penumpang. Sesuai slogan “Senyuman, keramahan dan kemudahan anda, kunci utama pelayanan kereta api”. DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Adji, Sution Usman., Prakoso, Djoko dan Pramono, Hari, 1990, Hukum Pengangkutan di Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta. Muhammad, Abdulkadir, 1998, Hukum pengangkutan Niaga, Bandung : Citra Aditya Bakti. ________, 1990, Hukum Perdata Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti. Nasution, M. Nur, 2004, Manajemen Transportasi, Jakarta : Ghalia Indonesia. Poerwadarminta, W.J.S, 1985, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : PN. Balai Pustaka. Prodjodikoro, Wirjono, Azas-Azas Hukum Perdjandjian, Bandung : Vorkink. Purba, Radiks, 1997, Mengenal Asuransi Angkutan Darat dan Udara, Jakarta : Djambatan.
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Purwosutjipto, H.M.N, 1984, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Hukum Pengangkutan (Buku Ketiga), Jakarta : Djambatan. Salim, Abbas, 1998, Manajemen Transportasi, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. Siregar, Muchtarudin, 1990, Beberapa Masalah Ekonomi dan Management Pengangkutan, Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Soekardono, R, 1986, Hukum Dagang Indonesia, Jilid II, Jakarta : Rajawali. Subekti, 1979, Hukum Perjanjian, Jakarta : Intermasa. ________, 1989, Aneka Perjanjian, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. ________, 2003, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta : Intermasa. Sunggono, Bambang, 1998, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. Tjakranegara, Soegijatna, 1995, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, Jakarta : Rineka Cipta.
Peraturan Perundang-undangan :
Subekti, R dan Tjitrosudibio, R, 2000, Kitab Undang-undang Hukum Dagang dan Undang-undang Kepailitaan, Jakarta : Pradnya Paramita. Subekti, R dan Tjitrosudibio, R, 2001, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta : Pradnya Paramita. Undang-undang Republik Perkeretaapian.
Indonesia
Nomor
23
Tahun
2007,
Tentang
Artikel, Makalah, Internet dan Surat Kabar :
Http : // www. Mail-Archief.com/palanta@rantau net.org/msg/htm Http : // sipil ugm.wordpress.com Http : // id.wikipedia.org/wiki/sejarah_perkeretaapian_di_Indonesia.
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009
Emi Fitriya Harahap : Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (PERSERO) Divisi Regional I Sumatera Utara), 2009. USU Repository © 2009