~eia
•
•
TanBBa J{afaman •. t'f • •
• •
•
•
•
"Pak, mohon dibacakan doa selamat bagi keluarga kami," ltulah kira-kira permintaan seorang ibu yang disampaikan dalam bahasa Dayak Bakumpai bercampur Banjar saat bertamu ke H Idrus di rumahnya di Jalan Arya Bujangga, Berangas Timur, Kecamatan Alalak, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, beberapa waktu lalu. Oleh M SYAIFULLAH ensiunan penjaga Sekolah Dasar Tata Mesjid, Desa Alalak Bakti, Kecamatan Alalak, itu pun segera membacakan beberapa doa. la lalu meniupkan air ke dua botol plastik milik perempuan berumur 35 tahun tersebut. Air yang sudah diberi doa atau mantra itu dibawa pulang untuk diminum seluruh angg ota keluarga. Mereka. meyakin i hal itu bi a memben keseJamatan buat keluarga.
•
•
•
angga
•
•
~
• •
nya. Untuk kegiatan batatamba, Idrus melakukannya di ruang depan. Akan tetapi, di kalangan pegiat tradisi ,adat dan kesenian di Kalsel, Idrus justru menjadi salah seorang pelestari tradisi Banjar dan Dayak Bakurnpai. Pemerintah Kabupaten Barito Kuala sudah beberapa kali mengirim Idrus dan . tim keseniannya tampil di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. ,
Datang ke rumah Idrus (51) sepintas memang tidak mengira kalau setiap hari ia bany~ menerima warga yang meminta tolong. Tidak hanya minta didoakan, tetapi juga batatamba (pengobatan atau penyembuhan alternatif). Apalagi di depan rumahnya tidak ada papan nama terkait batatamba tersebut. Yang tertulis justru kegiatan berkesenian tradisional yang dilakukan Idrus dengan Sanggar . Seni Sinar Pusaka Sanggar ini menyelenggarakan kegiatan. seni japen, kuda gepang, tari topeng, wayang kulit, dan musik panting. Orang yang baru datang dan membaca papan nama di depan rumah itu pastilah mengira Idrus adalah pegiat seni Jawa atau Melayu. Padahal sanggar milik menjadi alah Idru ini j satu wadah peleslarian seni tradisi Banjeu' dan Dayak Bakumpai, yang masih bertahan tli Kalsel. • "KaJau di rumah. aya memang lcbih dikcnal scbagai pelalambo (orang pintar tlalam p 'ngohHtan altcl11atif)," kala•
Dua identitas Di TMII mereka menampilkan berbagai tradisi pengobatan dan kesenian Banjar dan Bakurnpai. Uniknya, tangan pria yang sudah dua kali menunaikan ibadah haji ini-dan memberangkatkan anak deu1 keluarganya berhaji sebanyak tujuh kali , . lll-mampu memadukan kepercayaan lama Dayak Bakurnpai dengan tradi i I Jam B~U1jar. Dari kcmampuannya inilah, IcIrus bi a dis but se•
•
•
anBBa man
KI)MPAS
I sYAlII ILLAfI _
•
• • • •
• •
•
Tangga[
•
J(afaman
• •
•
•
bagai sosok yang memiliki dua identitas, yakni sebagai seorang petatamba sekaligus pelestari ern tradisi Banjar dan Bakumpai. Bahkan, sebagian kegiatan ,batatamba itu ia lakukan dengan, ritual tradisi dan sern bu- . daya Dayak dan Banjar yang sudah sangat jarang digelar. Kegiatan menyanggar banua atau babarasih banua, yakni tradisi ritual masyarakat Banjar dalam upacara selamatan kampung dengan menggelar pergelaran wayang kulit dan topeng Banjar untuk batatamba, misalnya, sudah jarang ditemukan di Kalsel. Idrus justru terus mempertahankannya Kebanyakan warga yang meminta menggelar proses ini sebagai upaya mereka membersihkan berbagai perilaku buruk yang dapat menimbulkan bencana terhadap kampung atau keluarga mereka. "Beberapa kampung di pinggiran Sungai Barito masih mempertahankan tradisi ini. Tetapi, yang pindah ke kota meminta digelar di sanggar
H IORUS (PA RUOI) •
• Umur: 50 Tahun • Istri: Hj Mama Rudi (50) • Anak: 1. H Rudi (37) 2. Hj Nanti (30) 3. Hj Rusmini (28) 4. Hj Mulyani (25) •
saya," katanya. Adapun yang memiliki hajat tertentu, seperti mengusir roh jahat tertentu, biasanya minta digelar wayang • samprr. ltulahsebabnya,ruangtamu dan ruang tengah rumah Idrus menjadi tempat utama menggelar berbagai tradisi tersebut. "Jangan heran, rumah kami tidak ada kursi tamu. Yang ada cuma seperangkat gamelan, topeng, dan pakaian kesenian. Semuanya kami sediakan sendiri. Mereka yang meminta itu tidak hanya dari Kalsel, tetapi juga ada yang dari Kaltim dan Kalteng," tuturnya Sebagian seni tradisi ini, katanya. tidal< bi a dilakukan s mbarang orang. ltu kar na
•
•
Tangga[ J{a[aman
.
•
tradisi tersebut berasal dari warisan turun-temurun. Idrus adalah keturunan keenam yang mekegiatan W. Orang Dayak Bakumpai seperti dirinya, kata Idrus, juga memiliki tradisi upacara badewa untuk menyembuhkan sejumlah penyakit, seperti stres atau gila karena terkena guna-guna. Juga sulit jodoh karena "dikerjai" oleh orang yang tidak suka, menderita penyakit yang sulit diobati karena terkena parangmaya" yakni orang yang mati separuh badan, tangan mend a dak tidak bisa digerakkan, badan membiru seperti terkena santet. Dengan ritual badewa inilah, Idrus berusaha menyembuhkan penyakit-penyakit yang muncuJ karena kekuatan magis tersebut. Untuk batatamba dengan memainkan kesenian tradisional itu, Idrus tidak sendirian melakukannya. Tetapi, bersama sejumlah seniman yang tergabung dalam Sanggar Seni Sinar Pusaka, yang menjadi para penari, pemukul gong, babun (gendang), arun dan kanung. Bahkan, beberapa seniman tradisional dari beberapa kampung di pinggir Sungai Barito juga dipanggiJ ikut bergabung. "Kalau mau menggelar lengkap k giatan ini, biayanya bi a
• • • •
. belasan juta rupiah. ltu sebabnya, kami menyesuaikan dengan kemampuan pengundang. Yang penting, tim kesenian yang main bisa mendapat upah secukupnya," katanya. Untuk batatamba dengan pergelaran topeng wayang Banjar, biasanya juga dilengkapi sesaji sebanyak 41 macam kue. Selain itu, juga disediakan piduduk berupa sesaji mentah, seperti kelapa, beras, bawang merah, guJa merang, benang dan jarum. Adapun pengobatan dengan deupacara badewa dil ngan prosesi mengundah roh leluhur dengan pembacaan mantra dan tari-tarian ritual Dayak Bakurnpai mengelilingi pasien yang akan diobati.
Topeng wayang Banjar Idrus, yang di kampung lebih dikenctl dengan Haji Pa Rudi, (sebutan itu karena anak pertamanya bernama Rudi), menekuni prosesi berkesenian untuk pengobatan ini sejak tahun
•
1980-an. la mampu mempertah;mkan kesenian tradisional ini bukan karena mendapat bantuan dari pemerintah, melainkan dari warga yang datang untuk berobat. Untuk perangkat 30 jenis topeng wayang Banjar, misalnya, Idrus mengaku membuatnya sendiri tahun 1994. ltu karena tahun 1990 puJuhan topeng warisan keluarganya hilang. Adapun perangkat baju dan gamelan juga dibeli dari hasil pertunjukan ke beberapa kampung. "Kami juga diberi sebuah mobil pick-up oleh seorang warga dari Surabaya setelah berhasil menyembuhkan sakit yang diderita anggota keluarganya Dengan mobil inilah, ka.rrti masuk keluar kampung di pinggir Sungai Barito hingga ke daerah perbatasan Kalteng untuk mendatangi warga yang mengundang. Dengan cara inilah, kami masih bisa melestarikan sem tradisi Banjar dan Bakumpai ini," ujarnya.