REVITALISASI KEPEMIMPINAN LEMBAGA PUSAT GRAFIKA INDONESIA (Studi Kasus tentang Keefektifan Kepemimpinan Entrepreneur di Pusgrafin Menuju ke Arah Pengembangan Lembaga yang Maju dan Kompetitif)
Pudjo Sumedi AS'
Abstract: This study concerns with the revitalization of the leadership of the IndonesiaGraphicsCenter as the attempt to find out the format of the leaderships of the institution which is modem and competitive. Since the leaderships is the key factor in the institution development, the study focuses on the "Profile of the proper leaderships of the IndonesiaGraphicsCenter in order to achieve it vision and mission." Thus, the objective of the research is to find out the profile of the proper leaderships that makes the institution of the IndonesiaGraphicsCenter modem and competitive. This research is a case study and uses the qualitatively methodology. On the basis of the data analysis, the study revealed that the institution of the IndonesiaGraphics Center was not able to develop its function due to two main factors: (1) ineffective leaderships and (2) detrimental culture. The mechanism of the leaderships kept on applying the traditional approach with the characteristics of lacks of staff involvement in developing vision and decision making, weaknesses in conflict management, more personal interest, inability to optimize and make use of its own assets, less risk-taking initiatives, and lacks of professionalism in the field of graphics and publishing. As the solution, the present study advocates a model of entrepreneurial leaderships, that is the leaderships that has the characteristic of instrumental, flexibility, hard work, confidence, fearlessness to take risks, self-controller, innovative, and independence, in order to change the organization to be modem and competitive. Penelitian ini dimaksudkan untuk mencari format kepemimpinan lembaga yang lebih maju dan kompetitif. Karena kepemimpinan merupakan faktor kunci dalam pengembangan lembaga, maka permasalahan utama dalam penelitian ini adalah "Profil
kepemimpinan Pusat Grafika Indonesia yang sesuai untuk mencapai visi dan misi lembaga." Adapun tujuan penelitian adalah untuk mencari format kepemimpinan PUSGRAFIN agar maju dan kompetitif. Penelitian ini merupakan studi kasus yang merupakan bagian dari penelitian kualitatif. Key informan terdiri dari para pejabat dan karyawan PUSGRAFIN termasuk Balai Grafika, Kepala Kelembagaan Biro Hukum dan Organisasi · Depdiknas, pakar Grafika dan Penerbitan serta perwakilan Asosiasi Kegrafikaan dan Penerbitan (PPGI dan IKAPI). Pengumpulan data dilakukart melalui wawancara mendalam yang dilanjutkan dengan Fokus Group Discussion (FGD), kuesioner, analisa dokumen tertulis, dan observasi serta dilakukan melalui analisa SWOT. Dalam analisa data, dilakukan konfirmasi silang data primer dati berbagai literature, dan kemudian temuan yang dideskripsikan divalidasi dengan melakukan triangulasi . • Fakultas Ekonomi Universitas Mohammadiyah Prof. Dr. Hamka Jakarta (UHAMKA) (11. Limau Kebayoran Bam, Jakarta Selatan; Email:
[email protected])
352
Sumedi : Revitalisasi Kepemimpinan Lembaga Pusat Grafika Indonesia :...
Dari hasil analisa data, temuan penelitian ini menunjukan bahwa lembaga PUSGRAFIN kurang dapat mengembangkan fungsinya sebagai dampak dari kepemimpinan yang tidak efektif dan budaya yang tidak konduktif. Kepemimpinan yang masih menggunakan pendekatan tradisional yang ditandai oleh kurang melibatkan staf dalam mengembangkan visi dan mengambil keputusan, lemah dalam mengelola konflik, lebih menonjolkan kepemimpinan pribadi, tidak dapat mengoptimalkan pemanfaatan aset yang dimiliki, kurang berani mengambil resiko dan tidak memiliki profesionalisme di bidang grafika dan penerbitan. Sebagai solusinya, penelitian ini menawarkan model kepemimpinan entrepreneur, yaitu kepemimpinan yang memiliki sifat instrumental, prestatif, luwes bergaul, kerja keras, inovatif, dan mandiri untuk merubah PUSGRAFIN menjadi lembaga yang maju dan kompetitif. Key words: Graphics Center, ineffective leadership, detrimental culture, entrepreneurial leadership
PENDAHULUAN Pemimpin adalah faktor kunci (the key factor) keberhasilan sebuah lembaga. Dalam upaya menunjang keberhasilan fungsi manajemen organisasi dibutuhkan seorang pemimpin yang mampu melaksanakan tugas dan fungsi manajemen serta dapat memberi motivasi untuk tercapainya tujuan yang sudah ditetapkan oleh organisasi atau lembaga tersebut. Kepemimpinan adalah inti manajemen (Siagian, 1980). Pusgrafin sebagai salah satu lembaga teknis Departemen Pendidikan Nasional yang bertugas untuk mengembangkan, melatih dan memberikan pelayanan di bidang grafika diharapkan dapat memberikan layanan masyarakat seiring dengan tuntutan dan perubahan teknologi kegrafikaan. Oleh karenanya unsur kepemimpinan menjadi faktor utama sebagai pengendali organisasi dan bergerak maju melakukan pembaharuan dengan langkah-Iangkah strategis yang salah satunya dengan melakukan revitalisasi kepemimpinan melalui transformasi budaya, strategi perencanaan, pengelolaan dan pengawasan yang lebih efektif pada seluruh aktivfitas dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pusat Grafika Indonesia merupakan lembaga yang sangat strategis untuk mengembangkan dan melatih tenaga grafika yang sampai saat ini belum tertangani oleh lembaga pendidikan formal secara profesional. Kaitannya dengan permasalahan pendidikan, secara praktis Pusgrafin berperan sebagai pengembang bahan ajar cetak berkualitas untuk mendukung terlaksananya wajib belajar 12 tahun, sebagaimana tujuan awal pendirian Pusgrafin pada tahun 1967. Namun dalam perjalanan waktu Pusgrafin kurang tanggap terhadap gejala perubahan menuju lembaga yang maju dan kompetitif karena faktor kepemimpinan yang masih bersifat traditional yang ditandai dengan banyaknya konflik , sangat hirarkis (top down), kurang melibatkan staf dalam menentukan visi dan misi, dan pemimpin yang ada cenderung mementingkan diri sendiri. Realitasnya Pusgrafin memerlukan kepemimpinan yang visioner, transformational, memiliki kompetensi dalam bidangnya, berkomitmen serta konsisten dalam memperjuangkan tujuan lembaga. Oleh karenanya, penelitianini berupaya untuk mengupas empat aspek utama Pusgrafin dalam menghadapi perubahan yang mencakup: (1) bagaimana pertumbuhan dan perkembangan Pusgrafin?, (2) bagaimanakah budaya kerja, iklim, dan lingkungan kerja Pusgrafin?, (3) bagaimanakah profil kepemimpinan Pusgrafin?, (4) bagaimanakah proses 353
Jurnal ManajemenlVolume XV, No. 03, Oktober 2011: 352-360
revitalisasi kepempinan menuju lembaga Pusgrafin yang maju dan kompetitif.Diharapkan dari ke empat aspek tersebut dapat diperoleh berbagai informasi tentang: (1) gambaran pertumbuhan dan perkembangan Pusgrafin dalam upaya mencapai visi dan misi organisasi, (2) gambaran budaya kerja, iklim, dan lingkungan organisasi, (3) gambaran profil kepemimpinan Pusgrafin dalam mempengaruhi budaya, iklim dan lingkungan untuk mencapai kinerja yang optimal, dan (4) memperoleh strategi revitalisasi kepemimpinan Pusgrafin yang inovatif menjadi organisasi yang maju dan kompetitif dalam memenuhi kebutuhan stakeholder. Dalam upaya memperoleh akurasi informasi, maka langkah utama perolehan data dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif/analisis. Perhatian utama kajian ini adalah tentang gambaran nyata kinerja kepemimpinan Pusgrafin, denganpendekatan fenomenologi agar dapat diperoleh gambaran umum dan mendalam dari objek penelitian yang dikaji di lembaga Pusgrafin. Subjek kajian mencakup pimpinan dan staf Pusgrafin yang kompeten dalam petmasalahan ini termasuk yang ada di Balai Grafika Medan dan Makasar, dua lembaga yang dibina dan menjadi kepanjangan tangan Pusgrafin dalam menjalankan fungsinya. Penentuan subjek penelitian melalui informan utama pejabat dan mantan pejabat yang mengikuti perjalanan Pusgrafin dari awal berdirinya lembaga tersebut. Penelusuran data juga dilakukan melalui organisasi profesi di bidang grafika, Ikatan Penerbit Indonesia dan Persatuan Pengusaha Grafika Indonesia serta para praktisi grafika dan Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementrian Pendidikan Nasional. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam, angket dan observasi yang dirangkum dalam kisi-kisi, selanjutnya dilakukan focus group discussion (FGD) sebelum dilakukan konfirmasi, dan juga didukung dengan SWOT analisis. Berdasarkan penjelasan dan data tentang situasi kepemimpinan dan berbagai faktor yang mempengaruhinya telah ditemukan berbagai anasir kekuatan,kelemahan, peluang dan tantangan yang teljadi di Pusgrafin. Dari perhitungan analisa SWOT yang dilihat dari bebagai isu pokok seperti kepemimpinan, sumberdaya manusia, budaya organisaasi, sarana prasarana,anggaran, dan peran masarakat, ditemukan bahwa kondisi ideal Pusgrafin dalam melayani jasa pelatihan kegrafikaan perlu dikembangkan lembaga baru (new management) seperti gambar dibawah ini :
Gambar: Analisis SWOT Kelembagaan Baru "Pusgrafin" Dari gambar tersebut memperlihatkan posisi Pusgrafin (new management) dalam bisnis pendidikan berada pada kuadrat 1 sebesar 16,60% yang berarti berpotensi
354
Sumedi : Revitalisasi Kepemimpinan Lembaga Pusat Grafika Indonesia : ...
mengembangkan bisnis program pendidikan vokasi kegrafikaan namun membutuhkan upaya atau daya dukung yang besar. Adapun langkah analisis informasi yang diperoleh dengan menggunakan analisis interactive models dari Miles dan Huberman (1984) dapat dilihat sebagaimana bagan tersebut dibawah ini:
,...--_-.~a Collection ~_ _. .'\
Data Display
Data Drawing/veri/ying
KEBERADAAN DAN PERKEMBANGAN PUSAT GRAFIKA INDONESIA
Pusat Grafika Indonesia (pusgrafin) berawal dari hasil kerjasama pemerintah Kerajaan Belanda dengan Pemerintah Indonesia tahun 1967. Kerjasama ini diawali dengan kondisi pendidikan Indonesia yang masih memptihatinkan karena minimnya sarana dan prasarana khususnya sumber bahan ajar cetak di Indonesia, yang kemudian ditanggapi oleh pemerintah Belanda dengan memberikan bantuan teknis kelembagaan diklat grafika untuk dapat mencetak ahli -ahli grafika dari penduduk lokal dan tidak memberikan bantuan bahan cetakan secara langsung. Bantuan mulai dari pemerintah Belanda ini ditanggapi serius oleh pemerintah Indonesia, karena memang itulah yang dibutuhkan, dan berdirilah Pusat Grafika Indonesia yang kemudian dikenal dengan Pusgrafin. Dalam perkembangannya peran Pusgrafin dalam mendukung perkembangan dunia grafika dan penerbitan di Indonesia sudah diakui oleh masyarakat terutama kalangan industri grafika dan penerbitan. Sampai saat ini Pusgrafin telah mampu mencetak dan meningkatkan sumber daya manusia ahli kegrafikaan dan penerbi.tan. Sejak tahun 1995, lembaga Pusgrafin berkembang pesat dengan dibukanya dua Balai Grafika di Medan dan Makassar. Hingga kini Pusgrafin telah memajukan bidang kegrafikaan dan penerbitan di lingkungan instansi pemerintah dan masyarakat grafika melalui seminar, workshop, pelatihan, pelayanan, lomba grafika, penerbitan buku, dan kegiatan lain. Hal ini dipertegas dengan visi Pusgrafin yaitu ingin menjadikan pusat layanan dan pengembangan life skill education di bidang grafika dan penerbitan, pengembangan teknologi terapan, pendidikan dan pelatihan grafika dan penerbitan. Untuk mencapai visi tersebut didasarkan pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2005, tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat-Pusat di lingkungan Kementrian Pendidikan,tugas Pusgrafin adalah: melaksanakan kajian teknologi, layanan dan pengembangan tenaga di bidang grafika dan penerbitan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh menteri. Sementara itu fungsi Pusgrafin antara lain ialah (1) menyiapkan bahan perumusan kebijakan di bidang kegrafikaan, (2) pelaksanaan pengkajian teknologi, pengujian mutu bahan dan produk kegrafikaan, (3) pelaksanaan layanan jasa dan
355
Jurnal Manajemen/Volume XV, No. 03, Oktober 2011: 352-360
kerjasama kegrafikaan dan penerbitan, (4) pelaksanaan dan koordinasi pengembangan tenaga kegrafikaan dan penerbitan, dan (5) pelaksanaan urusan ketatausahaan pusat. Dalam menjalankan fungsinya, aktivitas Pusgrafin, di samping menyelenggarakan pelatihan, seminar, workshop, dan penyediaan layanan kegrafikaan, antara lain (1) sejak tahun 1990 mendirikan jurusan Teknik Grafika dan Penerbitan di Bandung, yang sertifikasinya diberikan oleh Fakultas non-gelar Universitas Indonesia (kini Politeknik Negeri Jakarta), (2) menyelenggarakan pendidikan Diploma III guru grafika sebanyak empat angkatan untuk mengisi kekurangan guru grafika bersama IKIP Negeri Jakarta (kini Universitas Negeri Jakarta), (3) bersama Dikmenjur menyelenggarakan program pendidikan alih profesi spesialisasi guru grafika sebanyak tiga angkatan, (4) bersama dengan Ditjen Dikti melakukan pembinaan University Press di lingkungan PTN dan PTS, (5) melaksanakan pembinaan percetakan di lingkungan instansi pemerintah dan swasta serta masyarakat grafika lainnya. Dalam menjalankan fungsinya di samping mengalami kesuksesan tidak jarang Pusgrafin juga mengalami kendala dan hambatan. Sedikitnya tujuh hambatan yang dialami Pusgrafin, yaitu: (1) adanya miss match SDM Pusgrafin baik dari jumlah, latar pendidikan dan kemampuan kerjanya, (2) budaya kerja yang belum kondusif, seperti kehadiran rendah, bekerja bila ada surat tugas saja, menghindari pekerjan, dan lain-lain, (3) kepemimpinan tradisional yang ditandai oleh rekruitmen yang berlatar politis bukan syarat jabatan, (4) tingginyakonflik antar anggota, mementingkan diri sendiri, tidak memiliki pengetahuan yang memadai, dan lain-lain, (5) kebijakan, struktur dan kedudukan organisasi membatasi gerak, tidak memberikan keluwesan, (6) kemajuan teknologi kegrafikaan belum dijadikan tantangan, dan (7) luasnya geografis dan belum meratanya industri grafika di Indonesia.
BUDAYA KERJA, IKLIM, GRAFIKA INDONESIA
DAN
LINGKUNGAN
ORGANISASI
PUSAT
Pusgrafin sebagai organisasi memiliki budaya kerja yang sangat dipengaruhi oleh unsur birokrasi pemerintahan. Bila mengacu pad a 17 indikator budaya kerja aparatur negara, maka terdapat sembilan aspek gambaran budaya kerja Pusgrafin berdasarkan informasi beberapa informan sebagai berikut (1) rendahnya komitmen dan konsistensi terhadap visi, misi dan tujuan organisasi, (2) lemahnya wewenang, tanggung jawab dan dedikasi pimpinan dan staf Pusgrafin, (3) kurangnya keikhlasan dan kejujuran staf Pusgrafin, (4) rendahnya integritas dan profesionalisme, (5) kepemimpinan belum mencerminkan keteladanan, (6) kurangnya disiplin dan keteraturan dalam bekerja, (7) kurangnya semangat dan motivasi, (8) pendekatan penguasaan ilmu dan teknologi yang berkaitan dengan masalah kegrafikaan dan penerbitan tidak dimiliki oleh 50% staf Pusgrafin, dan (9) kurangnya keteraturan kerja pegawai dan sebagainya. Dengan mencermati sembilan aspek budaya kerja aparatur pemerintah sebagaimana dikemukakan tersebut, menjadi landasan kuat untuk dapat mendekripsikan bagaimana budaya kerja di Pusgrafin selama ini. Iklim organisasi Pusgrafin cenderung mencerminkan kerjasama dan komitmen terhadap tujuan organisasi yang kurang maksimal. Hal ini ditandai dari hasil FGD yang mencapai skor 40,91 % untuk pelembagaan visi dan misi strategis Pusgrafin mulai dari tingkat Pusat Layanan Pengembangan Teknologi sampai pada terapan grafika, pendidikan serta pelatihan guru grafika dan penerbitan.Profesionalisme pimpinan dalam upaya 356
Sumedi : Revitalisasi Kepemimpinan Lembaga Pusat Grafika Indonesia :...
mencapai iklim organisasi yang positifmencapai 35,71% dan belum mampu menciptakan suasana kerja yang kondusif serta belum mampu memberikan motivasi bawahannya baik staf ataupun karyawan.Lingkungan organisasi memiliki peran yang penting bagi oganisasi tersebut untuk dapat menetapkan diri sebagai organisasi yang maju atau jalan di tempat. Dari pengamatan lapangan dapat dilakukakan pemetaan tentang lingkungan organisasi yang mempengaruhi eksistensi Pusgrafin saat inL Pertama disebut dengan lingkungan internal. Lingkungan internal terdiri atas kondisi dan kompetensi pegawai, loyalitas pegawai, disiplin, model kepemimpinan, tata kelola lembaga dan sebagainya. Kedua, yang disebut dengan lingkungan eksternal meliputi kekuatan politik, situasi ekonomi global, perkembangan teknologi, networking yang akan menjadi daya pengungkit bagi bangkitnya organisasi. Pusgrafin pada awal pembentukannya mendapatkan supporting positif lingkungannya termasuk dukungan pemerintah. Namun sejak 20 tahun terakhir lingkup internal dan eksternal kurang mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga. GAYA DAN PROFIL KEPEMIMPINAN PUSAT GRAFIKA INDONESIA Gaya kepemimpinan di Pusgrafin diwarnai oleh kepentingan politis, etnis, dan strategi tertentu yang juga merupakan kepentingan pemerintah itu sendiri. Slogan Pusgrafin sebagai "tempat parkir" pejabat eselon II di Departemen Pendidikan Nasional bukanlah hal tabu. Terlebih bila dikaitkan dengan posisi kantor Pusgrafin yang jauh dari pusat pemerintahan. Dengan mencermati garis besar profiling kepemimpinan di Pusgrafin dari peri ode ke periode dapat ditarik suatu benang merah bahwa gambaran situasi kepemimpinan (1) dari delapan orang pemimpin Pusgrafin tidak satupun berlatar belakang pendidikan grafika baik secara akademis ataupun praktis, (2) semenjak pengelolaan Pusgrafin diserahkan kepada pemerintah Indonesiatidak ada lagi proyek aktivitas dalam skala besar, baik dalam bentuk diklat ataupun kegiatan praktis percetakan. Akibatnya Pusgrafin hanya mengandalkan dana rutin dari pemerintah yang berujung pada perubahan orientasi kerja menuju pola pikir menghabiskan anggaran yang tersedia, (3) dari peri ode ke peri ode kepentingan diri! kelompok terjadi di Pusgrafin, (4) nuansa kepemimpinan birokratik sangat besar, (5) kurang perhatian dari pimpinan pusat (kementrian) karena lemahnya komunikasi birokrasi pimpinan Pusgrafin yang diawali dengan minirnnya pemahaman substansi tugas dan fungsi Pusgrafin, (6) kurangnya kemampuan untuk melakukan antisipasi terhadap kemajuan teknologi grafika, (7) kurangnya kaderisasi staf, (8) sifat reaktif pimpinan sangat tinggi, (9) kuatnya image bahwa Pusgrafin sebagai "tempat parkir" bagi jajaran Depdiknas menjelang pensiun, (10) rendahnya dedikasi para pemimpin Pusgrafin karena kuatnya pengaruh kepentingan etnik, agama, romantisme emosional orang-orang tertentu di Pusgrafin. Gambaran suasana kepemimpinan seperti tersebut, jelas bertentangan dengan banyak teori kepemimpinan profesional yang antara lain dikemukakan oleh Paul M Terry (1996). Terry mengemukakan bahwa untuk dapat memberdayakan setiap individu seorang pemimpin seyogyanya dapat create an environment condusive to empowerment, demonstrates empowerment ideals, encourages all endeavors towards empowerment, and applands all empowerment success.Pemberdayaan membutuhkan kerja keras dan kesungguhan pemmpin agar anggotanya tumbuh dan berkembang, yang akan menumbuhkan dinamika organisasi yang diwamai pemikiran kreatif dan inovatif dan professional.
357
Jurnal ManajemenlVolume XV, No. 03, Oktober 2011: 352-360
STRATEGI REVITALISASI KEPEMIMPINAN Untuk itu dalam upaya mengembangkan lembaga Pusgrafin menjadi lembaga yang efektif, maju dan kompetitif, diperlukan kepemimpinan transformasional seperti dikemukakan oleh Bass dan Avolio (1994).Mereka mengatakan dalam bukunya "Improving Organization Effectiveness through Transformational Leadership' bahwa kepemimpinan transformational memiliki empat dimensiyang disebut "the four s ', yaitu idealized influence, inspirational motivation, intelectual stimulation dan individualized consideration. Sementara itu Rambat Lupiyoadi (2007) menyimpulkan sembilan karakteristik Wirausaha atau entrepreneur, yaitu: sifat instrumental, prestatif, keluwesan bergaul, kerja keras,keyakinan diri, pengambilan resiko, swa kendali, inovatif, dan sifat kemandirian. Kemandirian akan dapat dilaksanakan bila pimpinan memiliki competency dibidang grafika dan kepemimpinan. Selanjutnya untuk menjadikan Pusgrafin sebagai lembaga yang maju dan kompetitif, kepemimpinan entrepreneur seperti yang dikemukakan oleh Rambat Lupiyoadi (2007) dengan 9 karakteristik tingkah laku entrepreneur layak dipertimbangkan untuk diterapkan di Pusgrafin.
PENUTUP Lembaga Pusgrafin yang berawal dari kerjasama pemerintah kerajan Belanda dengan pemerintah Republik Indonesia tahun 1966 dalam kiprahnya selama ini telah banyak yang dilakukan, namun demikian tidak sedikit kendala internal maupun eksternal bermuara pada masalah kepemimpinan. Sebagai organisasi pemerintah, Pusgrafin memiliki budaya kerja yang sangat dipengaruhi oleh unsur birokrasi model pemerintah. Dari 17 indikator budaya kerja aparatur negara, terdapat sembi Ian indikator yang perlu mendapat perbaikan. Kesembilan indikator itu adalah ((1) rendahnya komitmen dan konsistensi terhadap visi, misi dan tuuan organisasi, (2) wewenang, tanggungjawab dan dedikasi pimpinan dan stafPusgrafin masih rendah, (3) kurangnya keikhlasan dan kejujuran staf Pusgrafin, (4) rendahnya integritas dan profesionalisme, (5) kepemimpinan belum mencerminkan keteladanan, (6) kurangnya disiplin dan keteraturan dalam bekerja, (7) kurangnya semangat dan motivasi, (8) penguasaan ilmu dan teknologi yang berkaitan dengan masalah kegrafikaan dan penerbitan tidak dimiliki oleh 50% staf Pusgrafin, dan (9) kurangnya keteraturan kerja pegawal. Profil kepemimpinan di Pusgrafin belum memberikan inovasi dan motivasi kepada staf agar dapat melaksanakan visi dan misi lembaga secara efektif, karena kepala Pusgrafm adalah jabatan teknis yang terkait dengan rotasi jabatan, (2) kurangnya kecakapan komunikasi birokrasi karena tidak memahami ruh kinerja grafika, (3) kurang kemampuan teknis manajemen karena kurang memahami lembaga grafika, (4) kurang kreativitas dan visi karena tidak memahami dan tidak terampil di bidang garapannya, dan (5) tidak memiliki jiwa entrepreneur yang memungkinkan untuk mengembangkan Pusgrafin menjadi lebih maju. Dalam penentuan kepernimpinan Pusgrafin, belum berorientasi pada kebutuhan lembaga, masih terdapat kecenderungan politis untuk kepentingan birokrasi, dilakukan secara mekanistik yang mengacu pada ketentuan administrasi yang kaku, kurang mempertimbangkan soft skill, penguasaan kegrafikaan dan tidak memiliki networking komunitas grafika. 358
Sumedi : Revitalisasi Kepemimpinan Lembaga Pusat Grafika Indonesia : ...
Realitas kepemimpinan di Pusgrafin menunjukkan berbagai kelemahan dan inefisiensi produktivitas Pusgrafin. Revitalisasi kepemimpinan merupakan salah satu cara menuju perubahan tata kelola organisasi menuju lembaga yang maju dan kompetitif. Untuk itu, perlu merubah kepemimpinan konvensional menjadi kepemimpinan entrepreneur. Ada 4 strategi revitalisasi kepemimpinan di Pusgrafin, yaitu (1) visioner, (2) peningkatan kompetensi, (3) penguatan komitmen, dan (4) konsistensi. Pola kepemimpinan transformatif berbasis entrepreneur menjadi penentu bagi keberhasilan Pusgrafin untuk melaksanakan tugas, fungsi dan tujuannya, serta pengembalian citra positif Pusgrafin di masyarakat dan pemerintah. Oleh karena itu secara menyeluruh langkah strategis revitalisasi Pusgrafin mencakup beberapa hal sebagai berikut: (1) bahwa kepemimpinan (leadership) dalam konteks manajemen organisasi mendapatkan posisi prioritas baik secara substansial maupun metodologis, (2) dalam tataran praktis, kepemimpinan berkaitan dengan manajemen proses suatu organisasi mulai dari penentuan visi, misi dan tujuan organisasi, proses rekrutmen staf, pembagian tugas dan wewenang, tata administrasi, budaya, iklim, dan lingkungan kerj a dan seterusnya. Oleh karena itu dalam menetapkan seorang pemimpin perlu memperhatikan potensi kepemimpinan yang akan didudukkan sebagai kepala Pusgrafin. Dalam hal ini perlu diciptakan rekrutmen dengan kriteria kepemimpinan Pusgrafin berstandar nasional dan internasional untuk mampu memperluas jaringan kerja. Beberapa catatan penting untuk dapat menjadikan lembaga Pusgrafin maju dan kompetitif perlu dilakukan hal-hal berikut ini. Ada sejumlah rekomendasi yang dapat dikemukakan berdasarkan temuan penelitian (1) pentingnya pertimbangan penetapan pimpinan Pusgrafin mendasarkan pada syarat jabatan yang telah ditetapkan dengan memperhatikan faktor pengetahuan dan keterampilan substansi bidang yang akan dipimpin, (2) diperlukan adanya kaderisasi kepemimpinan melalui learning organization yang transparan dan akuntabel, (3) memberikan kebijakan penganggaran yang memungkinkan lembaga menggali sumber-sumber yang rei evan dengan bidangnya, (4) menyusun siruktur organisasi yang fleksibel dengan memasukkan perwakilan masyarakat (stakeholders) menjadi pemasok ide dan info pengembangan substansi bidang lembaga yang rei evan, (5) melakukan sosialisasi agar masyarakat grafika memiliki kepedulian terhadap lembaga Pusgrafin, (6) memberikan kontribusi dengan melakukan feedback dan info-info pengembangan lainnya, dan (7) memberikan kesempatan workshop, pameran, seminar, magang, perluasan networking kepada pimpinan dan staf lembaga Pusgrafin baik didalam maupun diluar negeri. DAFTAR RUJUKAN
Agustino, Leo. (2006). Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta. Akdon. (2006). Strategic Management for Educational Management. Bandung: Alfabeta. Bass, BM. (1985). Leadership and Performance Beyond Experctations. New York: Free Press. Choo Chun Wei. (1985). The Knowing Organization. New York: OxfordUniversity Press. Creswll, John W (1994). Research design Qualitative and Quantitative Approach. London: sage Publication. _ _ _ . (1998). Qualitative Inquiry and Research Design Choosing Among Five Tradition. London: sage Publication.
359
Jurnal Manajemen/Volume XV, No. 03, Oktober 2011: 352-360
Drucker, Peter, F. (1986). Innovation and Entrepreneurship. London: Heinemann. Edisi Indonesia. Jakarta: Gramedia. Etta Mamang Sangaji. (2007). Pengaruh Budaya Organisasi dan Komitmen Organizational Pimpinan Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Dosen. Malang: Disertasi. Fattah, Nanang. (2000). Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: CV. Andira Flippo, E. (1980). Perssonel Management. New York: McGraw Hill Book Company. Gallos, Joan V. (eds). 2006. The Third Way: The Renewal of Social Democracy. Alih Bahasa Ketut Arya Mahardika. Jalan Ketida: Pembaruan Demokrasi So sial. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Homoday, John A. (1982). Research about Living Entrepreneurs; Encyclopedia of Entrepreneurship. Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs. New Jersey. Jones, Gerreth, R, (1995). Organizational Theory Text and Cases. New York: Wesley Publishing Company. Kao, John, J. (1991). The Entrepreneural Organization. New Jersey: Prentice Hall Englewood Cliffs. Kao, Raymond Russel MK (1987) Enterpreneurship and New Veniure Management. Ontario, Canada: Prentice-Hall Scarborough. Lasut, Gustaf S., (1989). Pengaruh Penerapan Analisis Interaksi Terhadap Orientasi dan Perilaku Supervisi Penilik Sekolah Dasar. Disertasi FPS. IKIP Malang. Lessem, Ronnie., (1992). Intra Usaha Analisis Pribadi Pengusaha Sukses. Jakarta: Pustaka Binaman Prasendo. Luthans Fred. (2002). Organizational Behavior. New York: McGraw Hill. Lupiyoadi Rambat. (2007). Entrepreneurship from Mindset to Strategy. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Makmun, Abin Syamsuddin. (1996). Pengembangan Profesi dan Kinerja Tenaga Kependidikan. Bandung: PPs UPI. Mulyono. (2008). Manajemen Administrasi & Organisasi Pendidikan. Yogyakarta: Aar Ruzz Media. Ndraha Taliziduhu. (2003). Budaya Organisasi. Jakarta: Rineka Cipta. Obsbome, David and Ted Gaebler. (1992). Reinventing Government: How The Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sector. Mass: Addison-Wesley Publishing. Poser Barry Z., and James M. Kauzes. (1995). The Leadership Challence. San Francisco: Jossey Bas Publisher. Robbins Stephen P et al. (1994). Organization Behavior. Australia: Prentice Hall . . Sagian, Sondang. (1991). Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi. Jakarta: CV. Haji MasAgung. Selltiz, C.L. (1964). Research Methods in Social Relation. New York: Holt Rinehart and Winston. Stogdill, RM., (1986). Handbook of Leadership A Survey of Theory and Research Revised and Expanded. London: The Free Press. Terry, G.R (1986). Asas-asas Manajemen. Terjemahan Winardi. Bandung: Alumni. Terry, George R (2003). Prinsip Manajemen. Alih Bahasa J Smith DFM. Jakarta: Bumi Aksara.
360