SUMBANGAN PERILAKU ASERTIF TERHADAP HARGA DIRI PADA KARYAWAN Ratna Maharani Hapsari 10502202 Abstrak Karyawan merupakan salah satu elemen yang sangat penting dalam sebuah perusahaan. Setiap perusahaan memiliki tujuannya masing-masing. Tujuan tersebut akan lebih mudah tercapai jika perusahaan memiliki karyawan-karyawan yang berkualitas. Kualitas diri yang tinggi ditunjukkan oleh individu yang memiliki harga diri yang tinggi (Coopersmith dalam Rubin & McNeil, 1981). Salah satu hal penting yang perlu dikembangkan terkait dengan harga diri yang tinggi adalah perilaku asertif. Karena perilaku ini, selain merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi harga diri (Coopersmith, 1967) juga merupakan karakteristik penting yang dimiliki individu dengan harga diri yang tinggi (Khera, 2003). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar sumbangan perilaku asertif terhadap harga diri pada karyawan. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan responden berjumlah 105 orang. Dari hasil analisis regresi diketahui nilai F = 53.159 dengan p = 0,000 (p<0,01). Hal ini berarti ada sumbangan yang sangat signifikan dari perilaku asertif terhadap harga diri pada karyawan. Adapun nilai R square sebesar 0,34 yang berarti bahwa terdapat sumbangan perilaku asertif secara sangat signifikan terhadap harga
diri pada karyawan, dan sumbangannya sebesar 34%. Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik simpulan bahwa perilaku asertif memberikan sumbangan yang signifikan terhadap harga diri pada karyawan. Sumbangan yang diberikan sebesar 34%, sedangkan 66% kemungkinan dipengaruhi oleh faktor lainnya. Kata kunci: Karyawan
Asertif,
Harga
Diri,
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karyawan merupakan salah satu elemen yang sangat penting dalam sebuah perusahaan. Tanpa ada karyawan, maka perusahaan tersebut tidak akan dapat berjalan. Setiap perusahaan memiliki tujuannya masingmasing. Tujuan tersebut akan lebih mudah tercapai jika perusahaan memiliki karyawan-karyawan yang berkualitas, karena karyawan yang berkualitas mampu bekerja secara lebih produktif dan efektif. Kualitas diri yang tinggi ditunjukkan oleh individu yang memiliki harga diri yang tinggi (Coopersmith dalam Rubin dan McNeil, 1981). Coopersmith (dalam Ling dan Dariyo, 2000), menyatakan bahwa harga diri adalah penilaian yang dibuat seseorang, dan biasanya tetap, tentang dirinya, hal itu menyatakan sikap menyetujui atau tidak menyetujui, dan menunjukkan sejauhmana orang menganggap dirinya mampu, berarti, sukses dan berharga. Namun, pada kenyataannya tidak semua individu memiliki harga diri yang tinggi, termasuk karyawan. Harga diri yang rendah menyebabkan tujuan
perusahaan menjadi terhambat karena karyawannya menjadi kurang efektif dan produktif, harga diri yang tinggi memang tidak mudah untuk dimiliki karena harga diri tidak dibawa sejak lahir tetapi memerlukan proses (Tjahjono, 2005). Di dalam suatu perusahaan agar tujuan yang ingin dicapai dapat terpenuhi maka salah satu hal penting yang perlu dikembangkan terkait dengan harga diri yang tinggi adalah perilaku asertif, karena perilaku asertif, selain merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi harga diri (Coopersmith, 1967) juga merupakan karakteristik penting yang dimiliki individu dengan harga diri yang tinggi (Khera, 2003). Hal senada juga dikemukakan oleh Branden (2005) bahwa perilaku asertif perlu dikembangkan agar individu dapat berfungsi secara optimal dalam keluarga, organisasi, dan komunitas. Definisi dari perilaku asertif itu sendiri adalah suatu kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain namun dengan tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan pihak lain. Dalam berperilaku asertif, seseorang dituntut untuk jujur terhadap dirinya dan jujur pula dalam mengekspresikan perasaan, pendapat, dan kebutuhan secara proporsional, tanpa ada maksud untuk memanipulasi, memanfaatkan ataupun merugikan pihak lainnya (Alberti dan Emmons, 2002). Dengan berperilaku asertif, karyawan dapat berinteraksi secara baik dan efektif dengan atasan, bawahan, atau rekan selevelnya. Hal ini sangat menguntungkan perusahaan, karena dengan komunikasi dan interaksi yang baik maka akan memperlancar jalannya informasi dalam perusahaan tersebut. Selain itu, interaksi yang baik antar
karyawan juga akan membuat suasana bekerja menjadi menyenangkan. Dengan demikian akan membuat para karyawan tersebut termotivasi untuk bekerja lebih giat. Seperti yang telah diuraikan di atas, perilaku asertif sangat penting dalam perkembangan harga diri seseorang, karena perilaku asertif merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi harga diri (Coopersmith, 1967) dan juga merupakan karakteristik harga diri yang tinggi (Khera, 2003). Harga diri karyawan sangat berpengaruh pada perusahaan tempatnya bekerja, terutama dalam mencapai tujuan perusahaan tersebut. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk menguji seberapa besar sumbangan perilaku asertif terhadap harga diri pada karyawan?
B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji seberapa besar sumbangan perilaku asertif terhadap harga diri pada karyawan.
C. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian adalah untuk memberikan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya Psikologi Industri dan Organisasi tentang sumbangan perilaku asertif terhadap harga diri pada karyawan, dan sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya serta untuk menambah wawasan tentang sumbangan perilaku asertif terhadap harga diri pada karyawan.
TINJAUAN PUSTAKA A. Harga Diri 1. Pengertian Harga Diri
Harga diri adalah evaluasi yang dimiliki individu yang berkaitan dengan penerimaan diri. Evaluasi ini akan memperlihatkan bagaimana penilaian individu terhadap diri sendiri, pengakuan bahwa dirinya mempunyai suatu kemampuan atau tidak, sebagai individu yang berhasil atau tidak dan menunjukkan seberapa jauh individu merasa dirinya penting dan berharga (Coopersmith dalam Harre & Lamb, 1996). Brown (1998) mengatakan harga diri adalah penilaian kemampuan diri, yaitu antara kemampuan yang secara riil dimiliki seseorang dengan kemampuan ideal yang diharapkan ada pada dirinya yang akan ditunjukkan melalui sikap terhadap dirinya sendiri, apakah ia menerima atau menolaknya. Berdasarkan pendapat dari para tokoh di atas, maka dapat disimpulkan bahwa harga diri adalah penilaian terhadap diri sendiri yang mencerminkan sikap penerimaan atau penolakan serta menunjukkan seberapa jauh individu percaya bahwa dirinya mampu, penting, berhasil dan berharga. 2. Komponen harga diri Komponen-komponen harga diri menurut Brown (1998) adalah feelings of belonging dan feelings of mastery. a. Feelings of Belonging Suatu perasaan dimana individu merasa dirinya bagian dari lingkungan tanpa ada batasan atas rasa kasih sayang atau nilai dari perasaan tersebut. b. Feelings of Mastery Suatu rasa dimana individu memiliki rasa penguasaan. Penguasaan termasuk persepsi bahwa individu itu memiliki pengaruh terhadap dunianya tidak hanya dalam skala
yang besar tetapi meliputi pula halhal kecil yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Reasoner (dalam Borba, 1989), ada beberapa komponen dari harga diri yaitu: a. Security Yaitu perasaan individu mempunyai keyakinan yang kuat, meliputi perasaan aman dan nyaman, mengetahui apa yang diharapkan, mempunyai kemampuan untuk bergantung kepada diri sendiri dan situasi, mempunyai pemahaman akan peraturan dan batas. b. Selfhood (lingkungan pribadi) Individu mempunyai ciri khas, mempunyai pengetahuan tentang diri pribadi termasuk penggambaran diri yang akurat dan realistik akan peraturan, sikap, karakterisitk fisik. c. Affiliation Yaitu perasaan memiliki, individu merasa diterima atau mempunyai hubungan, khususnya pada hubungan yang dianggap penting, memiliki perasaan diakui, dihargai, dan dihormati oleh orang lain, mempunyai kemampuan untuk menemukan kesenangan, kemampuan, dan latar belakang, memiliki kesadaran dan kemampuan dalam membentuk hubungan, mampu memberi dukungan atas keputusan kelompok. d. Mission (misi dan tujuan) Yaitu perasaan yang dimiliki individu, ia mempunyai tujuan dan motivasi untuk hidup, mempunyai tanggung jawab atas konsekuensi dari keputusan yang ia ambil, mempunyai kemampuan dalam membentuk tujuan yang realistik dan
dapat diterima, mampu mengikuti rencana, mempunyai insisatif dan tanggung jawab atas aksinya, individu mampu mencari alternatif atas masalahnya, mampu mengevaluasi dirinya sendiri berdasarkan atas apa yang telah ia lakukan. e. Competence (keahlian) aitu perasaan yang dimiliki individu yaitu ia merasa berhasil dan mampu menyelesaikan hal-hal yang penting dan berharga, mempunyai kesadaran akan kelebihan dan menerima kelemahan. Berani mengambil resiko dalam berbagi ide dan opini. Perasaan sukses yang dimiliki oleh individu berdasarkan pengalaman pribadi dimana dianggap penting oleh individu itu sendiri, kegagalan bagi individu tidak hanya sebagai isu tapi merupakan fakta dan individu menganggap kesalahan yang dilakukannya merupakan alat dalam belajar, mampu memberi penilaian akan kemajuan yang telah dibuat, mampu memberikan umpan balik dalam usahanya menerima kelemahan dan mencari keuntungan dari kesalahan yang dilakukan.. 3. Karakteristik Harga Diri Tinggi dan Rendah Menurut Khera (2003) karakteristik harga diri terbagi atas dua yaitu harga diri tinggi dan harga diri rendah. Adapun karakteristiknya, sebagai berikut : a. Harga diri tinggi : berani karena pendirian, percaya diri, menerima tanggung jawab, asertif, optimis, menghormati orang lain, disiplin, menyukai kesopanan, mau belajar, dan rendah hati. b. Harga diri rendah : sikap kritis, ragu-ragu, agresif, mudah tersinggung,
egois, memandang rendah orang lain, merasa tahu semua, menyukai kekasaran, angkuh, dan kesepian. 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri Menurut Coopersmith (1967), ada beberapa faktor yang mempengaruhi penghargaan seseorang terhadap dirinya sendiri, diantaranya: a. Penerimaan atau Penghargaan Terhadap Dirinya b. Kepemimpinan atau Popularitas c. Keluarga-Orang tua d. Asertivitas-Kecemasan B. Perilaku Asertif 1. Pengertian Perilaku Asertif Menurut Rathus & Nevid (1983) perilaku asertif adalah tingkah laku yang menampilkan keberanian untuk secara jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan dan pikiran-pikiran apa adanya, mempertahankan hak-hak pribadi, serta menolak permintaanpermintaan yang tidak masuk akal termasuk tekanan yang datang dari figur otoritas dan standar-standar yang berlaku pada suatu kelompok Menurut Alberti & Emmons (2002) definisi dari perilaku asertif itu sendiri adalah suatu kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain namun dengan tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan pihak lain. Dalam berperilaku asertif, seseorang dituntut untuk jujur terhadap dirinya dan jujur pula dalam mengekspresikan perasaan, pendapat, dan kebutuhan secara proporsional, tanpa ada maksud untuk memanipulasi, memanfaatkan, menyangkali hak-hak orang lain ataupun merugikan pihak lainnya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku asertif adalah perilaku untuk mengemukakan pikiran, perasaan serta mengekspresikan emosi dan ide secara layak kepada orang lain dengan cara yang sesuai tanpa merugikan diri sendiri dan orang lain. 2. Aspek-Aspek Perilaku Asertif Rathus & Nevid (1983) mengemukakan 10 aspek dari perilaku asertif yaitu: a. Bicara asertif b. Kemampuan mengungkapkan perasaan c. Menyapa atau memberi salam kepada orang lain. d. Ketidaksepakatan e. Menanyakan alasan f. Berbicara mengenai diri sendiri g. Menghargai pujian dari orang lain h. Menolak untuk menerima begitu saja pendapat orang yang suka berdebat. i. Menatap lawan bicara j. Respon melawan rasa takut. 3. Tipe-Tipe Perilaku Asertif Lange & Jakubowski (1978) menyatakan beberapa tipe perilaku asertif. Tipe-tipe perilaku asertif tersebut adalah: a. Basic Assertion. Basic Assertion mengacu pada ekspresi penghargaan secara sederhana terhadap hak, keyakinan, perasaan atau opini individu tanpa melibatkan keterampilan social lain seperti empati, konfrontasi, atau persuasi. Selain itu Basic Assertion juga melibatkan pengekspresian perasaan dan penghargaan terhadap orang lain. b. Emphatic Assertion. Bentuk ini dilakukan jika seseorang ingin untuk melakukansesuatu yang
lebih daripada sekedar mengekspresikan perasaan atau kebutuhan mereka secara sederhana. Individu menyampaikan pernyataan yang menunjukkan adanya pemahaman akan situasi atau perasaan orang lain dan diikuti dengan pernyataan lain yang menunjukkan usaha mempertahankan hak pribadi yang bersangkutan. c. Escalating Assertion. Rimm & Masters (dalam Lange & Jakubowski, 1978) menyatakan bahwa escalating assertion, dimulai dengan respon asertif minimal yang biasanya dapat mencapai tujuan dengan emosi negative dan usaha minimum serta kemungkinan konsekuensi negative yang kecil. Ketika orang lain tidak merespon dan terus melanggar hak pribadi, individu secara bertahap meningkatkan tingkah laku asertifnya tanpa menjadi agresif. Bentuk escalating assertion dapat berupa permintaan sampai tuntutan, mulai dari mencoba memilih sampai langsung menolak, atau mulai dari emphatic assertion sampai basic assertion yang tegas. d. Confrontative Assertion. Bentuk ini digunakan ketika katakata seseorang bersifat kontradiktif dengan perbuatannya. Tipe ini meliputi penggambaran secara objektif mengenai apa yang telah dikatakan seseorang, yang sebenarnya telah dilakukan dan apa yang anda diinginkan. e. I Language Assertion. I-Language terutama berguna untuk orang-orang dalam mengekspresikan perasaan-perasaan negative. Prinsipprinsip dalam I-Language dapat membantu individu mempelajari
bagaimana individu.
menentukan
perasaan
Sedangkan L’Abate & Milan (1985) menjelaskan ada 3 (tiga) tipe perilaku asertif yaitu, a. Asertif untuk menolak (Refusal Assertiveness) Perilaku asertif dalam konteks ketidaksetujuan atau ketika seseorang berusaha untuk menghalangi atau mencampuri pencapaian tujuan orang lain. hal ini membutuhkan keterampilan social untuk menolak atau menghindari campur tngan orang lain. b. Asertif untuk memuji (Commendatory Assertiveness) Ekspresi-ekspresi dari perasaan positif seperti penghargaan, apresiasi dan menyukai dapat dilihat untuk memfasilitasi hubungan interpersonal yang baik. Kemampuan untuk memuji orang lain dalam cara yang hangat, tulus dan bersahabat dapat menjadi kemampuan yang memiliki kekuatan hebat dan berfungsi untuk membuat seseorang menjadi penguat dan partner interaksi yang menyenangkan. c. Asertif untuk meminta (Request Assertiveness) Perilaku asertif jenis ini terjadiketika seseorang meminta orang lain untuk membantunya mencapai tujuan atau memenuhi kebutuhannya. Perilaku asertif ini sering dipadukan dengan penolakan, dalam situasi menolak permintaan orang lain dan meminta perubahan tingkah laku peminta. Fungsi dari jenis perilaku asertif ini adalah agar menghindari terjadinya konflik yang sama dikemudian hari.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Asertif Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan perilaku asertif menurut Rathus & Nevid (1983), antara lain: a. Jenis kelamin b. Harga diri c. Kebudayaan d. Tingkat pendidikan e. Situasi-situasi tertentu di sekitarnya
C.
Hipotesis Dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan adalah ada sumbangan perilaku asertif terhadap harga diri pada karyawan.
METODE PENELITIAN A.
Identifikasi Variabel Penelitian
Dalam hal ini beberapa variable yang akan dikaji adalah : 1. Prediktor : Perilaku Asertif 2. Kriterium : Harga Diri B.
Definisi Operasional Penelitian
Variabel
1. Perilaku Asertif Perilaku asertif adalah perilaku untuk mengemukakan pikiran, perasaan serta mengekspresikan emosi dan ide secara layak kepada orang lain dengan cara yang sesuai tanpa merugikan diri sendiri dan orang lain. Perilaku asertif diukur dengan menggunakan Skala Perilaku Asertif yang disusun berdasarkan pada lima aspek dari perilaku asertif yang dikemukakan oleh Kelley (1979), yaitu: permintaan, penolakan, pengekspresian
diri, pujian, dan berperan dalam pembicaraan. 2. Harga Diri Harga diri adalah penilaian terhadap diri sendiri yang mencerminkan sikap penerimaan atau penolakan serta menunjukkan seberapa jauh individu percaya bahwa dirinya mampu, penting, berhasil dan berharga. Harga diri diukur dengan menggunakan skala harga diri yang disusun berdasarkan komponenkomponen harga diri yang dikemukakan oleh Reasoner (dalam Borba, 1989) yaitu: security, selfhood, affiliation, mission, dan competence. C. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah para karyawan yang bekerja pada salah satu perusahaan milik pemerintah yang berusia 20 tahun ke atas, dengan masa kerja minimal 3 bulan. D. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data pada penelitian ini diperoleh melalui kuesioner yang terdiri dari Skala Perilaku Asertif dan Skala Harga Diri. 1. Skala Perilaku Asertif Skala ini bertujuan untuk mengungkap seberapa besar tingkat perilaku asertif yang dibuat berdasarkan aspek-aspek perilaku asertif yang dikemukakan oleh Kelley (1979). Aspek-aspek tersebut adalah: (a) Permintaan yaitu kemampuan individu dalam mengemukakan haknya sendiri, meminta pertolongan dan tanggung jawab orang lain tentang suatu hal; (b) Penolakan yaitu kemampuan individu untuk menolak keinginan, ajakan ataupun saran yang tidak sesuai dengan diri sendiri;
(c) Pengekspresian diri yaitu kemampuan individu untuk berani mengekspresikan perasaan dan pikiran secara tepat; (d) Pujian yaitu kemampuan individu dalam memberikan pujian atau penghargaan secara tulus pada orang lain serta sikap individu yang sewajarnya dalam menerima pujian dari orang lain; dan (e) Berperan dalam pembicaraan yaitu kemampuan individu untuk memulai atau berinisiatif dalam pembicaraan, mengakhiri dan ikut serta atau terlibat sekaligus dapat mempertahankan pembicaraan. Penelitian ini akan menggunakan kuesioner atau angket sebagai alat pengumpulan data yang berupa skala sikap berbentuk skala Likert yang mengukur mengenai perilaku asertif. Pernyataan-pernyataan tersebut digolongkan ke dalam pernyataan yang bersifat favorable dan unfavorable. Masing-masing pernyataan terdiri dari empat alternative jawaban, yaitu jawaban yang Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Cara pemberian nilai yang digunakan untuk pernyataan-pernyataan yang bersifat favorable adalah: 1. Jawaban Sangat Sesuai (SS) diberi nilai 4 2. Jawaban Sesuai (S) diberi nilai 3 3. Jawaban Tidak Sesuai (TS) diberi nilai 2 4. Jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS) diberi nilai 1 Adapun pernyataan-pernyataan yang bersifat unfavorable dalam pemberian nilai sebagai berikut: 1. Jawaban Sangat Sesuai (SS) diberi nilai 1 2. Jawaban Sesuai (S) diberi nilai 2
3. Jawaban Tidak Sesuai (TS) diberi nilai 3 4. Jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS) diberi nilai 4 2. Skala Harga Diri Skala ini disusun berdasarkan komponen-komponen harga diri oleh Reasoner (dalam Borba, 1989) yaitu: a. Security yaitu perasaan mempunyai keyakinan yang kuat meliputi perasaan aman dan nyaman, mengetahui apa yang diharapkan, mempunyai kemampuan untuk bergantung kepada diri sendiri, mampu menciptakan hubungan dan lingkungan yang positif. b. Selfhood yaitu mempunyai pengetahuan tentang diri pribadi termasuk penggambaran diri yang akurat dan realistik akan peraturan, sikap, karakteristik fisik dan mempunyai perasaan berharga. c. Affiliation yaitu perasaan memiliki, individu merasa diterima atau mempunyai hubungan, memiliki perasaan diakui, dihargai, dihormati oleh orang lain, memiliki kesadaran dan kemampuan dalam membentuk hubungan serta mampu memberi dukungan atas keputusan kelompok. d. Mission yaitu perasaan yang dimiliki individu, mempunyai tujuan dan motivasi untuk hidup, mempunyai tanggung jawab atas konsekuensi dari keputusan yang diambil, mampu mengikuti rencana, mempunyai inisiatif dan tanggung jawab atas aksinya. e. Competence adalah perasaan yang dimiliki individu yaitu individu merasa berhasil dan mampu menyelesaikan hal-hal yang penting dan berharga, mempunyai kesadaran akan kelebihan dan memnerima
kelemahan, berani mengambil resiko dalam berbagi ide dan opini. Penelitian ini akan menggunakan kuesioner atau angket sebagai alat pengumpulan data yang berupa skala sikap berbentuk skala Likert yang mengukur mengenai harga diri. Pernyataan-pernyataan tersebut digolongkan ke dalam pernyataan yang bersifat favorable dan unfavorable. Masing-masing pernyataan terdiri dari empat alternative jawaban, yaitu jawaban yang Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Cara pemberian nilai yang digunakan untuk pernyataan-pernyataan yang bersifat favorable adalah: 1. Jawaban Sangat Sesuai (SS) diberi nilai 4 2. Jawaban Sesuai (S) diberi nilai 3 3. Jawaban Tidak Sesuai (TS) diberi nilai 2 4. Jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS) diberi nilai 1 Adapun pernyataan-pernyataan yang bersifat unfavorable dalam pemberian nilai sebagai berikut: 1. Jawaban Sangat Sesuai (SS) diberi nilai 1 2. Jawaban Sesuai (S) diberi nilai 2 3. Jawaban Tidak Sesuai (TS) diberi nilai 3 4. Jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS) diberi nilai 4 E. Validitas
dan Reliabilitas Pengumpulan Data Validitas adalah tes menyangkut apa yang diukur tes dan seberapa baik tes itu bisa mengukur (Anastasi dan Urbina, 1997). Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu instrument pengukur (tes) dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes
dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila tes tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang tepat dan akurat yang sesuai dengan maksud dikenakannya tes tersebut. Suatu tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan diadakannya pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah (Azwar, 2005). Reliabilitas tes menunjukkan sejauhmana perbedaan-perbedaan individual dalam skor tes yang dapat dianggap sebagai sebagian disebabkan oleh perbedaan-perbedaan yang sesungguhnya dalam karakteristik yang dipertimbangkan dan sejauhmana dapat dianggap disebabkan oleh kesalahan peluang (Anastasi dan Urbina, 1997). Menurut Azwar (2005) reliabilitas diterjemahkan dari kata reliability. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi maksudnya adalah pengukuran yang dapat menghasilkan data yang reliabel. Ide pokok dalam konsep reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Untuk menguji validitas item bagi alat ukur (skala perilaku asertif dan skala harga diri) dilakukan dengan cara konsistensi internal, yaitu dengan cara mengkorelasikan skor setiap item dengan total skor item. Sedangkan reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan Alpha Cronbach.
F. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang akan digunakan adalah analisis regresi sederhana untuk menguji sumbangan perilaku asertif sebagai variabel bebas (X) dengan harga diri sebagai variabel terikat (Y).
PERSIAPAN, PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN A. Persiapan Penelitian Persiapan dalam penelitian ini dengan mempersiapkan administrasi dan alat ukur. Administrasi dalam hal ini adalah mengurus surat rekomendasi dari pihak Universitas Gunadarma. Setelah pengurusan surat rekomendasi selesai, maka peneliti menghadap pihak perusahaan dan meminta izin untuk melakukan pengambilan data. Setelah disesuaikan dengan pihak perusahaan, maka peneliti diizinkan untuk melakukan pengambilan data. Persiapan alat ukur yang meliputi penyusunan skala perilaku asertif dan skala harga diri, yang dikembangkan berdasarkan aspek-aspek perilaku asertif dan komponen dari harga diri. B. Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode try out terpakai di perusahaan milik pemerintah yang berada di wilayah jalan Veteran II Jakarta Pusat. Pengumpulan data berjalan cukup lancar namun dari 120 eksemplar yang tersebar hanya ada 105 eksemplar yang dikembalikan kepada peneliti dan dari semua kuesioner yang dikembalikan, seluruhnya layak dan memenuhi syarat untuk dianalisis. C. Hasil Penelitian 1. Uji Validitas dan Reliabilitas Skala a. Skala Perilaku Asertif Pada skala perilaku asertif yang disusun dengan menggunakan skala Likert, dari 42 item yang digunakan diperoleh 20 item yang valid, sementara 22 item yang lain
dinyatakan gugur. Menurut Azwar (1996) item yang valid memiliki nilai validitas ≥ 0,3. Dalam penelitian ini item yang valid memiliki nilai korelasi yang berkisar antara 0,301 sampai 0,572. Uji reliabilitas dilakukan dengan teknik Alpha Cronbach dan diperoleh angka koefisien reliabilitas sebesar 0,768. pengujian reliabilitas ini dilakukan dengan bantuan program SPSS ver 12,0 for windows. b. Skala Harga Diri Pada skala harga diri yang disusun dengan menggunakan skala Likert, dari 51 item yang digunakan diperoleh 32 item yang valid, sementara 19 item yang lain dinyatakan gugur. Item yang valid memiliki nilai korelasi berkisar antara 0,321 sampai 0,603. Pengujian validitas ini dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS ver. 12,0 for windows. Adapun perincian item yang valid pada skala harga diri yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini. Uji reliabilitas dilakukan dengan teknik Alpha Cronbach dan diperoleh angka koefisien reliabilitas sebesar 0,862. Pengujian reliabilitas ini dilakukan dengan bantuan program SPSS ver 12,0 for windows.
2. Deskripsi subjek Tabel 1 Paparan Deskripsi Subjek
N Identi o tas
Penggol ongan
Jum lah
%
1 Usia
20-22 23-25 26-28
5 6 11
29-31 32-34
10 17
35 ↑ Lajang
56 27
4,76 % 5,1 % 10,47 % 9,52 % 16,19 % 53,3 % 25,71 % 74,28 % 78,09 % 12,38 % 15,23 % 16,19 % 2,85 % 65,71 % 3,80 %
2 Status
Menikah 78 3 Jenis Pria Kelam in Wanita
82
4 Pendi dikan
S1
16
S2
17
D3 Lainnya
3 69
Masa training
4
1-3 tahun 4-6 tahun 7-10 tahun 10 tahun ↑
18
5 Lama bekerj a
13
24 30 29
17,14 % 22,85 % 28,57 % 27,61 %
Mean Perila ku Asertif 66,4 66,17 67
107,4 103,667 101,272
64,4 67,11
103,7 106,352
63,82 66,25
102,053 117,375
64,56
102,769
65,08
102,75
64,38
106,153
65,411 7 66,67
107,470
65,875 64,623
104,937 101,579
60,75
97,5
66,83
106,83
66,54
103,583
62,96
100,067
65,27
104,551
3. Uji Asumsi Sebelum melakukan analisis regresi sederhana, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi untuk melihat normalitas sebaran skor serta uji linearitas.
Mean Harga Diri
106
a. Uji Normalitas Untuk uji normalitas digunakan alat bantu program SPSS ver 12,0 for windows yaitu uji Kolmogorov Smirnov dan Shapiro Wilk untuk menguji normalitas sebaran skor. Berdasarkan pengujian normalitas pada variabel perilaku asertif, diperoleh hasil signifikansi sebesar 0.075 pada Kolmogorov Smirnov (p>0,05) dan Shapiro Wilk dengan signifikansi 0.225 (p>0,05). Secara umum dikatakan bahwa distribusi skor perilaku asertif pada sampel yang telah diambil dianggap normal. Pada skala harga diri diperoleh signifikansi sebesar 0.005 pada Kolmogorov Smirnov (P<0,05) dan Shapiro Wilk sebesar 0.030 (p<0,05) Secara umum dikatakan bahwa distribusi skor harga diri pada sampel yang telah diambil adalah tidak normal. Hasil pengujian dapat dilihat pada lampiran D. b. Uji Linearitas Dari hasil pengujian regresi sederhana diperoleh nilai F sebesar 53.159 dengan signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05), hasil pengujian ini menunjukkan bahwa hubungan variabel-variabel diatas adalah linear. Hasil pengujian dapat dilihat pada pada lampiran D. 4. Analisis Data Dari hasil analisis regresi diketahui nilai F = 53.159 dengan p = 0,000 (p<0,01). Hal ini berarti ada sumbangan yang sangat signifikan
dari perilaku asertif terhadap harga diri pada karyawan. Adapun nilai R square sebesar 0,34 yang berarti bahwa terdapat sumbangan perilaku asertif secara sangat signifikan terhadap harga diri pada karyawan, dan sumbangannya sebesar 34%. Hasil tersebut menunjukkan, bahwa hipotesis yang berbunyi ada sumbangan perilaku asertif secara sangat signifikan terhadap harga diri pada karyawan, diterima. Hasil analisis data dapat dilihat pada lampiran.
D. Pembahasan Dari hasil penelitian diketahui bahwa terdapat sumbangan yang sangat signifikan perilaku asertif terhadap harga diri pada karyawan sebesar 34%, sedangkan 66% dipengaruhi oleh faktorfaktor lain seperti interaksi dengan manusia lain, sekolah, pola asuh, keanggotaan kelompok, kepercayaan dan nilai yang dianut individu, kematangan dan herediter. Hal ini menunjukkan bahwa individu yang mempunyai perilaku asertif yang tinggi akan mempunyai harga diri yang tinggi. Dalam suatu perusahaan, untuk dapat mencapai tujuan dengan lebih mudah, perusahaan membutuhkan karyawan yang memiliki harga diri tinggi, karena karyawan yang mempunyai harga diri tinggi mampu diajak bekerja sama dan mampu menerima tanggung jawab, jika karyawan bertanggung jawab maka pekerjaannya juga akan bagus dan perusahaan akan untung. Kerja sama itu penting karena dalam perusahaan dibutuhkan kerja tim. Salah satu faktor yang mempengaruhi harga diri seseorang adalah perilaku asertif. Dimana individu yang asertif
akan dapat berinteraksi dengan baik sebaliknya individu yang tidak asertif interaksi yang terjalin akan kurang baik, karena dengan berperilaku asertif seseorang dapat menyampaikan pikiranpikiran, keinginan-keinginan dan perasaannya baik positif maupun negative secara langsung dan jujur tanpa mengabaikan perasaan dan hak orang lain. Hal ini akan menyebabkan orang lain lebih mudah untuk memahami apa yang dirasakan serta keinginankeinginan dari individu tersebut dan dapat menimbulkan respek terhadap diri sendiri maupun respek dari individu lain. Oleh karena itu, dengan berperilaku asertif memungkinkan orang lain untuk memiliki harga diri yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Khera (2003) bahwa salah satu karakteristik dari harga diri yang tinggi adalah perilaku asertif, dimana individu yang berperilaku asertif dapat dengan mudah mengungkapkan pendapat dan perasaannya tanpa merugikan dirinya maupun individu lain Oleh karena itu jika interaksi dalam sebuah perusahaan berjalan dengan baik maka tujuan perusahaan akan lebih cepat tercapai dan dapat meningkatkan produktivitas kerja. Dari hasil penelitian juga diketahui perbandingan mean empirik dan mean hipotetik variabel perilaku asertif dan variabel harga diri yang dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini.
Tabel 2 Perhitungan Mean Empirik dan Mean Hipotetik Variabel ME (Mean Empirik) Perilaku 65 Asertif Harga 103,17 Diri
MH Std.Devia si (Mean Hipotetik) 50 10 80
16
Kurva Normal Harga Diri
-3 SD -2 SD -1 SD MH +1 SD +2 SD +3 SD 32 48 64 80 96 112 128 sangat rendah sangat rendah ratarata tinggi sangat sangat tinggi sekali rendah tinggi sekali Berdasarkan kurva normal harga diri diketahui: ¾ Rentang maksimum = nilai kriteria terbesar x jumlah item yang valid = 4 x 32 = 128 ¾ Rentang minimum = nilai kriteria terkecil x jumlah item yang valid = 1 x 32 = 32 ¾ Jarak sebaran = rentang maksimum – rentang minimum
¾ Standar deviasi sebaran : 6
= 128 – 32 = 96 = jarak
= 96 : 6 = 16 ¾ Mean Hipotetik (MH) Mean = jumlah item valid x nilai tengah dari kategori respon = 32 x 2,5 = 80 X – 3 SD = 80 – (3 x 16) = 32 X – 2 SD = 80 – (2 x 16) = 48 X – 1 SD = 80 – (1 x 16) = 16 X + 1 SD = 80 + (1 x 16) = 96 X + 2 SD = 80 + (2 x 16) =112 X + 3 SD = 80 + (3 x 16) = 128
Kurva Normal Perilaku Asertif
-3 SD -2 SD -1 SD MH +1 SD +2 SD +3 SD 20 30 40 50 60 70 80 sangat rendah sangat rendah ratarata tinggi sangat sangat tinggi
sekali rendah tinggi sekali Berdasarkan kurva normal harga diri diketahui: ¾ Rentang maksimum = nilai kriteria terbesar x jumlah item yang valid = 4 x 20 = 80 ¾ Rentang minimum = nilai kriteria terkecil x jumlah item yang valid = 1 x 20 = 20 ¾ Jarak sebaran = rentang maksimum – rentang minimum = 80 - 20 = 60 ¾ Standar deviasi = jarak sebaran : 6 = 60 : 6 = 10 ¾ Mean Hipotetik (MH) Mean = jumlah item valid x nilai tengah dari kategori respon = 20 x 2,5 = 50 X – 3 SD = 50 – (3 x 10) = 20 X – 2 SD = 50 – (2 x 10) = 30 X – 1 SD = 50 – (1 x 10) = 40 65 X + 1 SD = 50 + (1 x 10) = 60 X + 2 SD = 50 + (2 x 10) = 70 X + 3 SD = 50 + (3 x 10) = 80 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa pada variabel perilaku asertif, mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik +1 SD, hal ini menunjukkan bahwa subjek penelitian memiliki perilaku asertif yang tinggi.
Tingginya perilaku asertif pada subjek bisa disebabkan oleh tingkat pendidikan yang dimiliki oleh subjek. Dalam penelitian ini, pendidikan terendah subjek adalah setara SLTA. Hal ini sesuai dengan pendapat Rathus dan Nevid (1983) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan individu maka semakin luas wawasan berpikirnya sehingga kemampuan untuk mengembangkan diri lebih terbuka. Hal lain yang mungkin menjadi penyebab tingginya perilaku asertif pada subjek penelitian adalah lebih banyaknya subjek yang berjenis kelamin pria daripada wanita. Dalam teorinya Baron dan Byrne (2004) mengatakan bahwa pria lebih asertif dibandingkan dengan wanita. Selain itu, tingginya asertif pada subjek juga bisa dikarenakan adanya beberapa keuntungan yang didapat bila berperilaku asertif. Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Muhammad (2003) yaitu dengan berperilaku asertif keinginan, kebutuhan dan perasaan individu untuk dimengerti oleh orang lain dapat tersalurkan. Dengan demikian tidak ada pihak yang sakit hati karena kedua belah pihak merasa dihargai dan didengar, sekaligus keuntungan bagi individu sebab akan membuat individu di posisi sebagai pihak yang sering meminimalkan konflik atau perselisihan. Adapun pada variabel harga diri mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik +1 SD. Hal ini menunjukkan bahwa subjek penelitian memiliki harga diri yang tinggi. Tingginya harga diri subjek bisa disebabkan oleh tingginya perilaku asertif subjek penelitian, hal ini sesuai dengan hasil penelitian dimana semakin tinggi perilaku asertif maka semakin tinggi harga diri. Karena tingginya perilaku asertif pada penelitian ini mungkin disebabkan oleh tingkat pendidikan dan jenis kelamin, maka
harga diri subjek penelitian pun kemungkinan bisa disebabkan oleh kedua faktor tersebut. Kemungkinan lain hal itu berkaitan dengan adanya keuntungan yang tampak dari individu jika individu tersebut mempunyai harga diri yang tinggi. Menurut Michener dkk. (2004) bahwa perilaku asertif yang tampak dari individu-individu yang mempunyai harga diri yang tinggi akan lebih percaya diri dalam hubungan sosial mereka, lebih ambisius dan mempunyai nilai akademik yang lebih tinggi dari individu lainnya. Selain hasil mean empirik dan mean hipotetik di atas, pada tabel 8 di bawah ini dapat terlihat hasil deskripsi dari subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin. Tabel 3 Deskripsi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Jumlah Mean Kelamin Perilaku Asertif Pria 92 65.08 Wanita 13 64.38 Total 105
Mean Harga Diri 102.75 106.153
Berdasarkan hasil deskripsi jenis kelamin. Menunjukkan bahwa subjek penelitian yang berjenis kelamin pria lebih asertif dibandingkan dengan wanita. Hal ini sesuai dengan stereotipe gender dimana pria lebih asertif, sedangkan wanita cenderung penuh perasaan dan pengertian (Bem dalam Baron dan Byrne, 2004). Rathus dan Nevid (1983) juga mengatakan bahwa wanita pada umumnya lebih sulit berperilaku asertif seperti mengungkapkan perasaan dan pikirannya serta diharapkan lebih banyak menurut dibandingkan dengan pria. Di
sisi lain pengkondisian budaya untuk wanita cenderung membuat wanita lebih sulit mengembangkan asertifitasnya atau dengan kata lain wanita dengan kondisi budaya tidak bekerja perilaku asertfitasnya kurang berkembang dibandingkan dengan wanita yang bekerja. Hal tersebut didukung penelitian sebelumnya oleh Al Nina (1991) dan Nauly (1993) yang menemukan bahwa wanita yang bekerja memiliki harga diri yang lebih tinggi daripada pria, dikarenakan wanita yang bekerja merasa dapat melakukan tugas peran gender sebagai feminin sekaligus maskulin (androgini) dibandingkan pria yang hanya melakukan tugas peran gender sebagai maskulin. Dimana wanita yang bekerja dapat melakukan tugasnya di dalam rumah seperti memasak dan mengasuh anak, sekaligus dapat melakukan kegiatan di luar rumah seperti bekerja sebagai karyawan (http:// kompas.com/ kompas-cetak/ 0310/20/ swara/ 629095. htm).
PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik simpulan bahwa perilaku asertif memberikan sumbangan yang sangat signifikan terhadap harga diri pada karyawan. Sumbangan yang diberikan sebesar 34%, sedangkan 66% kemungkinan dipengaruhi oleh faktor lainnya. Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa subjek penelitian menunjukkan perilaku asertif dan memiliki harga diri yang tinggi. B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: 1. Perilaku asertif memiliki dampak positif terhadap harga diri seseorang, oleh karena itu disarankan untuk para subjek penelitian agar terus mengembangkan perilaku asertif. 2. Seperti yang telah dijelaskan dalam penelitian ini bahwa perilaku asertif memiliki banyak manfaat untuk karyawan maupun perusahaan oleh karena itu dianjurkan bagi perusahaan untuk mengadakan pelatihan-pelatihan atau training mengenai perilaku asertif, sehingga karyawan dan perusahaan dapat lebih berkembang. 3. Dari hasil penelitian ada 66% faktor lain dari perilaku asertif yang mempengaruhi harga diri. Mengingat pentingnya harga diri yang tinggi bagi karyawan di dunia kerja, maka diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti faktor-faktor lain seperti faktor pendidikan, status perkawinan, dan lama bekerja.
DAFTAR PUSTAKA Alberti, R & Emmons, M. (2002). Your Perfect Right. Jakarta : PT Elex Media Komputindo. Anastasi, & Urbina. (1997). th Psychological Testing. 7 edition Jakarta : Prenhallindo Anonim. (2007). Dalam Harga Diri Berdasarkan Peran Gender. (http://kompas.com/kompascetak/0310/20/swara/629095.htm )
Azwar, S. (1996). Tes Prestasi. Edisi II. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Baron, R. & Byrne, D. (2004).Social Psychology.New Jersey:PrenticeHall,Inc Borba,
Michele. (1989). Builders. California: Press.
Esteem Jalmar
Branden, N. (2005). Kekuatan Harga Diri (The Power of Self-Esteem). Batam : Penerbit Interaksara. Brown,
J.D. (1998). The Self. Massachussetts: Mc.Graw Hill inc.
Cawood, D. (1997). Manajer yang Asertif: Terampil Mengelola Orang dan Efektif dalam Berkomunikasi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Coopersmith. (1967). Available (http://www.tbi.org/library/html/bush sm91.html) Dariyo
& Ling. (2000). Psikologi Phronesis Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan. Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara.
Desriani. N dan Hadipranata F.(2001). Pelatihan Asertivitas Pada Karyawan. Jurnal Psikodinamik The Indonesian Journal Of Psychology Volume 3 nomor 1. Frey, Diane & Carlock, Jesse C. (1993). Enhancing Self Esteem. Munice: Accelarated Learning.
Harre,
R. & Lamb, R. (1996). Ensiklopedi Psikologi. Jakarta : Arcan.
Khera,
S. (2003). Kiat Menjadi Pemenang. Jakarta: PT Indeks Gramedia Group.
Kelley,C. (1979). Assertion Training a Facilitator’s Guide. San Diego: University Associate. L’abate, Luciano & Milan, Michael A. (1985). Handbook Of Social Skill Training And Research. New York: John Wiley dan Sons, Inc. Lange, A. J & Jakubowski, P. (1978). Responsible Assertive Behavior (Cognitive Behavioral Procedures for Trainers). Illinois : Research Press. Michener, A. H. (2004). Social Psychology 5th edition. Thomson Wadsworth. Singapore. Muhammad, A. (2003). Karir Maju dengan Sikap Asertif. (http://www.suaramerdeka.com/c ybernews/wanita/karir/karir_wan ita ol.html) Patton,
P. (2000). Kecerdasan Emosional. Jakarta: Mitra Media.
Radikun, B.S. (1989). Hubungan antara kesepian dengan Perilaku Asertif dan Berpikir Rasional. Skripsi. (Tidak diterbitkan). Jakarta: Fakultas Psikologis UI Rathus, S.A. & Nevid, J.S. (1983). Adjustment and Growth: The Challenges of Life (2nd ed). New York: CBS College Publishing.
Robert, B. (2003). People Skills How To Assert Yourself, Listen To Others, And Resolve Conflict. Australia : Simon and Schuster. Rombe, R. (1997). Hubungan Antara Harga Diri Dengan Bentuk Konformitas Pelaku Perkelahian Pelajar. Skripsi. (Tidak diterbitkan). Jakarta: Fakultas Psikologi UI Rubin, Z. & Mc.Neil, E.B. (1981). The Psychology of Being Human (3rd ed). Harper and Row Publisher. Santrock, J.W. (1998) International Edition 7th Adolescence. Texas.Mc.Graw Hill. Stein, S & Howard. (2004). Ledakan EQ. Jakarta: Kaifa. Sugiyono. (1998). Metode Penelitian Administrasi. Bandung : IKAPI. Sikap
asertif dalam berkomunikasi, perlukah? (2000, 16 April). Kompas, hal 20
Wikipedia. (2006). Karyawan (http//id.wikipedia.org/wiki/kary awan)