STUDI PERILAKU TEGANGAN-DEFORMASI DAN TEKANAN AIR PORI PADA TANAH DENGAN METODE ELEMEN HINGGA STUDI KASUS PENIMBUNAN PADA TANAH LEMPUNG LUNAK Arfinandi Ferialdy NIM : 15009032 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
ABSTRAK Tugas akhir ini membahas perilaku tegangan-deformasi dan tekanan air pori tanah dengan menggunakan analisa numerik (MEH) pada studi kasus penimbunan diatas tanah lunak.. Model konsitutif yang digunakan adalah Mohr-Coulomb dan Soft Soil Creep dengan menggunakan Software PLAXIS 8.2. Sumber analisa berasal dari data-data investigasi lapangan dan laboratoriun dari proyek timbunan trial Indonesian Geotechnical Material Construction (IGMC) milik Departemen Pekerjaan Umum di lokasi Kaliwungu, Semarang. Permodelan numerik dilakukan pada uji laboratorium (Triaksial dan Konsolidasi) dan timbunan skala penuh. Permodelan uji laboratorium bertujuan untuk mendapatkan analisa awal perilaku serta optimasi parameterik untuk permodelan timbunan skala penuh. Analisa timbunan meliputi analisa settlement, excess pore water pressure, dan safety factor. Hasil yang didapatkan diantaranya adalah pemilihan parameter u* pada timbunan perlu lebih diperhatikan, faktor creeping sangat berpengaruh terhadap perbedaan perilaku settlement hasil pengukuran lapangan dengan permodelan numerik. Kata Kunci : Timbunan tanah lunak, Permodelan numerik, Mohr-Coulomb, Soft Soil Creep. PENDAHULUAN Pemberian timbunan diatas tanah lempung
analisa dan perencanaan timbunan dibutuhkan perhitungan simultan antara tegangan efektif tanah dan tekanan air pori tanah.Metoda Elemen Hingga (MEH) merupakan metode numerik yang dapat digunakan untuk menyelesaikan perhitungan kompleks seperti perhitungan simultan untuk analisa tegangan-deformasi tanah. Namun keandalan MEH bergantung pada model konstitutif yang digunakan serta parameter yang dipilih. Oleh karena itu diperlukan studi berkelanjutan mengenai aplikasi MEH dalam bidang geoteknik.
akan terjadi kondisi undrained pada waktu yang dekat setelah penimbunan. Pada kondisi ini air belum sepenuhnya terdisipasi dari pori-pori tanah akibat pembebanan. Tegangan total tanah kondisi ini menjadi terdistribusi diantara tegangan efektif tanah dan tekananan di air pori tanah, padahal kekuatan geser tanah merupakan fungsi dari tegangan efektif tanah. Pada kondisi ini besaran tegangan efektif tanah dan tekanan air pori saling berkaitan erat, serta besaran tekanan air pori tidak berbanding lurus. Untuk kepentingan
1
Tabel 2 Parameter Input Mohr-Coulomb Total Uji Triaksial
METODOLOGI Metode pelaksanaan studi ini didasarkan atas tahap pengerjaan berikut :
Parameter
1. Pengolahan data investigasi lapangan laboratorium untuk menentukan parameter model konstitutif tanah. 2. Permodelan numerik uji laboratorium Triaksial dan Konsolidasi/Oedometer untuk menganalisa respon tegangandeformasi dan tekanan air pori. Hasil analisa ini juga dipakai untuk optimasi parameterik terhadap permodelan timbunan skala penuh.
Undraine d 14 15 1 x 10-5 1500
Sampel III σ3 = 40 kN/m2 Undraine d 14 15 1 x 10-5 4200
0.3 15 0 0
0.3 28 0 0
Tipe material γunsat γsat k E
[kN/m ] [kN/m3] [m/day] [kN/m2]
Undraine d 14 15 1 x 10-5 1250
v cref ϕ ψ
[kN/m2] [0] [0]
0.3 10 0 0
3
Parameter
Unit
Tegangan efektif
Tegangan total
Tipe material γunsat
[kN/m3]
Undrained 14
Undrained 14
γsat k E v cref ϕ
[kN/m3] [m/day] [kN/m2] [kN/m2] [0]
15 1 x 10-5 2500 0.3 2 28
15 1 x 10-5 2500 0.3 1250 0
ψ
[0]
0
0
Tabel 4 Parameter Input Soft Soil Creep
ANALISIS
Parameter Tipe material γunsat γsat k λ* κ* u* c' ϕ' ψ' νur
Tabel 1 hingga 4 menunjukkan parameter tanah yang digunakan untuk permodelan uji laboratorium. Parameter awal ini selanjutnya dioptimasi berdasarkan hasil analisa respon tegangan-deformasi dari permodelan uji laboratorium. Hasil optimasi parameterik ditunjukkan pada Tabel 5.
Unit
3
[kN/m ] [kN/m3] [m/day] [kN/m2] [kN/m2] [0] [0]
Sampel I σ3 = 10 kN/m2
Sampel II σ3 = 20 kN/m2
Sampel III σ3 = 40 kN/m2
Undrained 14 15 1 x 10-5 1250 0.3 2 28 0
Undrained 14 15 1 x 10-5 1500 0.3 2 28 0
Undrained 14 15 1 x 10-5 4200 0.3 2 28 0
Unit [kN/m3] [kN/m3] [m/day] [kN/m2] [0] [0] -
Tegangan efektif Undrained 14 15 1 x 10-5 0.094 0.043 2.4 x 10-3 2 28 0 0.15
Tabel 5 Hasil Optimasi Parametrik
Tabel 1 Parameter Input Mohr-Coulomb Efektif Uji Triaksial
Tipe material γunsat γsat k E v cref ϕ ψ
Sampel II σ3 = 20 kN/m2
Tabel 3 Parameter Input Mohr-Coulomb Uji Konsolidasi/Oedometer
3. Permodelan numerik timbunan skala penuh dengan menggunakan parameter hasil optimasi. Hasil permodelan dibandingkan terhadap hasil pengukuran lapangan untuk mendapatkan rekomendasi terhadap keandalan model konstitutif
Parameter
Unit
Sampel I σ3 = 10 kN/m2
Mohr Coulomb Uji Konsolidasi Soft Soil Creep Uji Triaksial CU Uji Konsolidasi
2
E' 1250 1500 4200
E* 2700 2900 6000
2500 λ*/κ* 2.16 κ*
2200 λ*'/κ*' 2.27 κ*'
0.044 λ* 0.094 κ*
0.012 λ*' 0.093 κ*'
0.044
0.041
Keterangan Bertambah 2.16 kali Bertambah 1.93 kali Bertambah 1.43 kali Berkurang 0.88 kali Uji Konsolidasi Bertambah 1.05 kali Berkurang 0.27 kali Berkurang 0.99 kali Berkurang 0.94 kali
Perbandingan kurva tegangan-regangan hasil optimasi parameterik antara permodelan numerik dengan uji Laboratorium ditunjukkan pada Gambar 13. Gambar 4 Geometri Permodelan timbunan Timbunan trial dikontruksi secara bertahap selama 105 hari. Tinggi timbunan di akhir kontruksi adalah 5 m. Lapisan tanah lempung dibawah timbunan dibagi menjadi 3 lapisan berdasarkan hasil investigasi lapangan. Parameter permodelan untuk masing-masing lapisan tanah lempung serta material timbunan ditunjukkan pada Tabel 6-8.
Gambar 1 Kurva Tegangan Vs Regangan Uji Triaksial Mohr-Coulomb
Tabel 6 Parameter Mohr-Coulomb Parameter
Unit
Soft Clay [0 - 3 m]
Very Soft Clay [3 - 12 m]
Medium Clay [12 - 20 m]
Tipe material γunsat γsat kx ky E v cref ϕ ψ
[kN/m3] [kN/m3] [m/day] [m/day] [kN/m2] [kN/m2] [0] [0]
Undrained 15 16 8.64 x 10-3 4.32 x 10-3 1000 0.3 10 28 0
Undrained 14 15 8.64 x 10-3 4.32 x 10-3 900 0.3 2 28 0
Undrained 15 16 8.64 x 10-3 4.32 x 10-3 3900 0.3 2 32 0
Gambar 2 Kurva Tegangan Vs Regangan Uji Triaksial Soft Soil Creep
Tabel 7 Parameter Soft Soil Creep Parameter
Unit
Soft Clay [0 - 3 m]
Very Soft Clay [3 - 12 m]
Medium Clay [12 - 20 m]
Tipe material γunsat γsat kx ky λ* κ* u* c' ϕ' ψ' νur
[kN/m3] [kN/m3] [m/day] [m/day] [kN/m2] [0] [0] -
Undrained 15 16 8.64 x 10-3 4.32 x 10-3 0.108 0.0350 4 x 10-3 10 28 0 0.15
Undrained 14 15 8.64 x 10-3 4.32 x 10-3 0.099 0.031 4.2 x 10-3 2 28 0 0.15
Undrained 15 16 8.64 x 10-3 4.32 x 10-3 0.094 0.028 3.3x 10-3 2 32 0 0.15
Gambar 3 Kurva Tegangan Vs Penurunan Uji Konsolidasi/Oedometer Soft Soil Creep Geometri permodelan numerik timbunan ditunjukkan pada Gambar 4.
3
Tabel 8 Parameter Material Timbunan Parameter
Unit
Timbunan Sand Gravel
Timbunan Common Fill
Tipe material γunsat γsat kx ky E v cref ϕ ψ
[kN/m3] [kN/m3] [m/day] [m/day] [kN/m2] [kN/m2] [0] [0]
Drained 20 23 8.64 4.32 15000 0.3 2 45 0
Drained 17 20 8.64 4.32 10000 0.3 2 35 0
Untuk menunjukkan pengaruh creeping pada timbunan, maka ditambahkan model konstitutif Soft Soil (SS) pada permodelan timbunan. Hasil permodelan MC menghasilkan deformasi akhir sebesar 0.95 m, sedangkan SS dan SSC berturut-turut adalah 1.03 m dan 1.33. Dibandingkan dengan hasil pengukuran lapangan, sebesar 1.20 m, model SS dan MC menghasilkan deformasi yang lebih kecil, sedangkan model SSC menghasil nilai yang cenderung konservatif. Perilaku deformasi ketiga model relatif berkesesuaian dengan lapangan sampai masa akhir kontruksi (hari ke-67). Memasuki masa konsolidasi selama 105 hari model MC dan SS menunjukkan perilaku deformasi yang tidak berkesesuaian dengan lapangan. Hal ini disebabkan pengaruh creeping yang memberikan kontribusi terhadap penambahan deformasi pada masa konsolidasi (konstruksi timbunan selesai). Pada masa konsolidasi 105 hari, pengaruh creeping menjadi semakin dominan terhadap konsolidasi tanah, sedangkan model MC dan SS tidak memperhitungkan creeping. Ketidaksesuian pada model SSC, yang memperhitungkan creeping, disebabkan oleh pemilihan parameter u* yang kurang sesuai. Pengaruh creeping juga bisa terlihat pada kenaikkan tekanan air pori yang ditunjukkan pada Gambar 6. Model MC dan SS menghasilkan nilai tekanan air pori yang lebih kecil dibandingkan pengukuran lapangan, sedangkan SSC menghasilkan nilai yang konservatif. Hal ini disebabkan pengaruh creeping yang menghasilkan deformasi tambahan. Deformasi tambahan ini diterima oleh tanah sebagai tegangan efektif sehingga menghasilkan tambahan kenaikkan tekanan air pori. Perbedaan nilai tekanan air pori antar model SS dan SSC terjadi karena yield cap model SSC akan terus berkontraksi, disebabkan creeping, walaupun sudah mencapai tegangan maksimal. Hal ini berakibat pada penambahan tegangan effektif. Penambahan tegangan efektif akan berakibat pada penambahan deformasi.
Dari hasil optimasi parametrik didapatkan korelasi E’= 90 – 135 Su. Korelasi ini digunakan untuk menentukan parameter kekakuan (E’) model Mohr-Coulomb (MC0 pada permodelan timbunan. Parameter untuk model Soft Soil Creep (SSC) didapatkan berdasarkan data uji Konsolidasi. Hasil permodelan timbunan untuk settlement dan excess pore water pressure dengan hasil pengukuran lapangan sebagai pembanding ditunjukkan pada Gambar 5 dan 6.
Gambar 5 Kurva deformasi vertikal tanah (settlement)
Gambar 6 Kurva kenaikkan tekanan air pori (excess pore water pressure)
4
Deformasi pada tanah terjadi dengan proses disipasi air, namun pada nilai kompresibilitas yang sama dengna model SS, kelebihan deformasi walaupun sebagian tersalurkan, namun sebagian lainnya akan dikompensasi oleh model SSC sebagai penambahan tegangan air pori.
c. Berdasarkan analisa hasil permodelan numerik terhadap uji Triaksial dan Konsolidasi/Oedometer, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : i. Model MC pada tanah dengan nilai koefisien-A yang tinggi menghasilkan nilai kuat geser undrained yang overestimate, begitu juga sebaliknya. ii. Koefisien nilai-A pada model MC diambil sebesar 1/3 untuk semua permodelan. iii. Pada tanah dengan nilai OCR > 2, model SSC memodelkan perilaku tegangan-regangan menyerupai model MC, sehingga bersifat linear dan nilai-A = 1/3. iv. Model MC tidak memodelkan perilaku swelling tanah. v. Pada model SSC, rasio λ*/κ* tidak mempengaruhi secara langsung deformasi, namun nilai λ* dan κ* itu sendiri, dimana κ* membentuk kekakuan pada saat kondisi OC, sedangkan λ* pada saat kondisi NC. vi. Rasio λ*/κ* berpengaruh terhadap nilai koefisien nilai-A vii. Parameter kekakuan E’ pada model MC mempengaruhi kekakuan awal (elastik), bukan tegangan pada saat runtuh. viii. Optimasi parametrik dapat dilakukan dengan memperhatikan parameter kekakuan model konstitutif. d. Berdasarkan analisa hasil permodelan numerik timbunan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : i. Ketidaksesuaian perilaku deformasi permodelan di awal konstruksi disebabkan deformasi elastik yang dominan. ii. Ketiga model konstitutif menghasilkan fase kritis timbunan (kenaikkan tekanan air pori tertinggi) pada waktu yang relative bersamaan, hari ke-67. iii. Model MC menghasilkan deformasi akhir vertikal timbunan
Tabel 9 Faktor Keamanan (SF) Hasil Permodelan SF
MC
SS
SSC
Akhir konstruksi timbunan
1.37
1.33
1.29
Setelah masa konsolidasi selesai (105 hari)
1.58
1.58
1.57
Angka faktor keamanan (SF) hasil permodelan ditunjukkan pada Tabel 9. Untuk masa di akhir konsolidasi, ketiga model menghasilkan nilai SF yang hampir sama. Pada masa akhir konstruksi, tanah dalam kondisi undrained, model MC menghasilkan nilai SF paling besar dibandingkan kedua model lainnya. Dikarenakan σ’ = σ – u, maka berdasarkan Gambar 6 model MC akan memperhitungkan tegangan efektif yang paling besar diantara ketiga model pada saat di akhir konstruksi. Hal ini menyebabkan nilai SF MC menjadi lebih kecil dari SS dan SSC, begitu juga dengan nilai SF SS yang lebih kecil dibanding SSC. KESIMPULAN Berdasarkan studi yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan : a. Permodelan perilaku tegangandeformasi dan tekanan air pori tanah dengan MEH bergantung pada model konstitutif yang digunakan serta parameter yang dipilih b. Untuk memastikan parameter yang dipilih sesuai, dapat dilakukan optimasi parameter melalui verifikasi terhadap hasil uji Laboratorium.
5
paling kecil diantara ketiga model konstitutif dan underestimate terhadap hasil pengukuran lapangan. iv. Model SS dan SSC menghasilkan perbedaan dalam nilai akhir deformasi vertikal timbunan dikarenakan faktor creeping yang diperhitungkan pada model SSC. v. Peristiwa creeping mulai dominan setelah tahap konstruksi timbunan selesai dan memasuki tahap konsolidasi. Hal ini bisa dilihat Gambar 5, dimana model MC dan SS tidak dapat memodelkan perilaku konsolidasi setelah hari ke-67. vi. Nilai SF yang dihasilkan oleh ketiga model pada fase setelah masa konsolidasi relatif sama. Namun pada saat masa kritis, model SSC menghasilkan nilai SF yang paling kritis sedangkan model MC memiliki nilai SF yang paling besar dan cenderung bisa overestimate.
Das, Braja M. (2006). Principles of Geotechnical Engineering, 5th Edition, Thomson Learning, Inc. Faridansyah. (2012). Respon Simultan Tegangan, Deformas, dan Tekanan Air Pori Pada Lempung Lunak Berdasarkan Teori Kondisi Batas : Simulasi Numerik – Pengujian Laboratorium Dan Pengukuran di Lapangan. Tesis Program Magister, Institut Teknologi Bandung. Holtz, R. D., & Kovacs, W. D. (1981). An Introduction to Geotechnical Engineering. New Jersey: PrenticeHall, Inc Ladd, Charles C., dkk. (1991). Stability Evaluation During Staged Construction. ASCE Journal of Geotechnical Engineering Division, 117, 540-615. Ladd, Charles C., Foot, Roger. (1974). New Design Procedure for Stability of Soft Clays. ASCE Journal of Geotechnical Engineering Division, 100, 763-786. Neher, H.P.; Wehnert, M.; Bonnier P.G.: An Evaluation of Soft Soil Models Based on Trial Embankments. Computer Methods and Advances in Geomechanics, 07.-12.01.2001, pp. 373-378, Tucson, New Mexico. Schofield, A. N., & Wroth, C. P. (1968). Critical State Soil Mechanics. London: McGraw-Hill. Vermeer, P. A., Neher, H. P. (2000). A Soft Soil Model That Accounts for Creep. Beyond 2000 in Computational Geotechnics. Rotterdam : Balkema. Wood, D.M. (1990). Soil Behaviour and Critical State Soil Mechanics. United State of America: Cambridge University Press.
REFERENSI Apoji, Dayu. (2011). Respon Couple Tegangan Efektid-Tekanan Pori dalam Analisis Tegangan-Deformasi Tanah Poroelastis Menggunakan Metode Elemen Hingga, Tesis Program Magister, Institut Teknologi Bandung. Bauduin, C. M., Vos, M. De, Vermeer, P. A. (2000). Back Analysis of Staged Embankment Failure: The Case Study Streefkerk. Beyond 2000 in Computational Geotechnics. Rotterdam : Balkema. Brinkgreve, R.B.J., Swolfs, W.M, Engin, E, (2013). Plaxis 2D Manual 2013. Delft, Netherland. Budhu, Muni. (2007). Soil Mechanics and Foundations 2nd Edition, United States of America : John Wiley & Sons, Inc.
6