ISSN 2252-9063 Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika (KARMAPATI) Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
STUDI KOMPARATIF PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING DAN PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP BERPIKIR KREATIF DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VII MATA PELAJARAN TIK SMP NEGERI 1 SAWAN TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Ketut Mahendra1, Ketut Agustini2, Gede Saindra Santyadiputra 3 Pendidikan Teknik Informatika Universitas Pendidikan Ganesha Email :
[email protected],
[email protected],
[email protected] menggunakan model pembelajaran Problem Posing, Problem Based Learning, dan konvensional. Karena terdapat perbedaan yang signifikan maka dilanjutkan dengan uji t-Scheffe dengan hasil terdapat perbedaan yang signifikan antara model pembelajaran Problem Posing dengan Problem Based Learning (t=8.11422), Problem Posing dengan konvensional (t=16.48291) dan Problem Based Learning dengan konvensional (t=8.36869). Maka disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif lebih tinggi dan hasil belajar yang lebih baik antara model pembelajaran Problem Posing dibandingkan dengan model pembelajaran Problem Based Learning dan konvensional.
Abstrak—Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif dan hasil belajar antara siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran Problem Posing dan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu dengan rancangan Post Test Only Control Group Design. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas VII SMPN 1 Sawan. Sampel penelitian yaitu kelas VIIF dengan jumlah 39 siswa, kelas VIIH dengan jumlah 33 siswa dan kelas VIIC dengan jumlah 36 siswa, jadi jumlah keseluruhan sampel penelitian yaitu 108 siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan metode tes pilihan ganda untuk mengukur ranah kognitif dan uji keterampilan untuk ranah Psikomotor. Data hasil belajar dianalisis melalui uji prasyarat yaitu uji normalitas dan homogenitas dengan hasil ketiga kelompok berdistribusi normal dan homogen, dilanjutkan dengan uji hipotesis menggunakan Anova Satu jalur (𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 23.098) yang berarti terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa yang menggunakan model pembelajaran Problem Posing, Problem Based Learning, dan konvensional. Karena terdapat perbedaan yang signifikan maka dilanjutkan dengan uji t-Scheffe dengan hasil terdapat perbedaan yang signifikan antara model pembelajaran Problem Posing dengan Problem Based Learning (t=3.09068), Problem Posing dengan konvensional (t=4.10684) dan Problem Based Learning dengan konvensional (t=3.21616). Sedangkan untuk kemampuan berpikir kreatif menggunakan metode angket. Hasil analisis dengan uji hipotesis menggunakan Anova Satu jalur (𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 17.871) yang berarti terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif antara siswa yang
Kata kunci: problem posing, problem based learning, kemampuan berpikir kreatif, dan hasil belajar Abstract— This research aimed to know the ability of creative thinking and learning outcomes among students who learn to use the Problem Posing and Problem Based Learning (PBL). Kind of this research was quasi experiment by Post Test Only Control Group Design. The study population was all students of class VII SMPN 1 Sawan. The research sample is class VIIF with the number of 39 students, the class VIIH with the number of 33 students and class VIIC with the number of 36 students, so the total number of research samples is 108 students. The data accumulation done by multiple choice tests to measured cognitive domain and skill test to psychomotor domain. The students’ result study analyzed by prerequisite test was normality test and homogeneity by the result of the three group which normal distribution and homogeneous, continued by
1
ISSN 2252-9063 Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika (KARMAPATI) Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
hypothesis test used a strip Anova (𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 23,098) it means there are significant difference in the used of Problem Posing, Problem Based Learning, and conventional. Because of the significant difference then continued by t-Sheffe with the result there are the significant differences between Problem Posing and Problem Based Learning model was (t=3.09068), Problem Posing with the conventional was (t=4.10684), and Problem Based Learning with the conventional was (t=3.21616). Meanwhile, the creative thinking abilities of used questionnaire method, the result by hypothesis test used a strip Anova (𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 17.871) it means there are significant difference in the used of Problem Posing, Problem Based Learning, and conventional. Because of the significant difference then continued by t-Sheffe with the result there are the significant differences between Problem Posing and Problem Based Learning model was (t=8.11422), Problem Posing with the conventional was (t=16.48291), and Problem Based Learning with the conventional was (t=8.36869). The concluded that the ability to think creatively higher and better learning outcomes between Problem Posing as compared to the Problem Based Learning and conventional. Keywords:
mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran. [1] Permasalahan pendidikan yang terjadi di lapangan saat ini masih didominasi oleh peran dan kegiatan guru. Pandangan mengajar mengenai bagaimana mengemas pendidikan agar dapat meningkatkan kualitas pendidikan terutama pendidikan dalam mata pelajaran TIK yang hanya dilihat berdasarkan ketuntasan hasil belajar yang dicapai oleh siswa, tanpa memperhatikan tujuan pendidikan yang sebenarnya. Pendidikan merupakan hal yang sangat vital bagi kehidupan untuk menciptakan satu peradaban yang maju dan berkembang. Dalam penelitian pendidikan, salah satu permasalahan yang memiliki daya tarik untuk diteliti yaitu mengenai proses pembelajaran. Kondisi yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia saat ini adalah lemahnya proses pembelajaran, karena proses pembelajaran yang sering ditemukan selama ini siswa hanya diarahkan untuk menghafal. Kemampuan siswa yang perlu dikembangkan adalah kemampuan berpikir kreatif siswa dan hasil belajar siswa. Kemampuan ini mendorong siswa untuk merespon suatu masalah dan menemukan solusi terbaik untuk masalah tersebut. Budaya kreatif yang rendah disebabkan kurangnya usaha pembentukan dan penanaman kebiasaaan bersikap dan berpikir kritis sejak dini. Sekolah sebagai institusi pendidikan utama dan mendasar bagi perkembangan individu kurang mengkoordinasikan sikap dan pemikiran kreatif secara optimal. Sehingga masalah ini berkelanjutan dan menyebabkan siswa cenderung pasif. Berdasarkan penelitian awal di SMP Negeri 1 Sawan di peroleh data nilai rata-rata UTS hasil belajar siswa tersebut masih rendah dikarenakan siswa tidak memahami dan sulit menguasai konsep-konsep komputer dan masih banyaknya siswa yang nilai hasil belajarnya masih rendah. Dari hasil pengamatan diduga guru lebih sering menggunakan model konvensional yaitu metode ceramah sehingga siswa tidak mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan potensi berpikirnya terutama pada level kognitif tinggi seperti analisis, sintesis, dan evaluasi, melainkan bergerak pada level kognitif rendah saja seperti pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi. Berdasarkan pengamatan, proses pembelajaran TIK di SMP saat ini masih banyak guru yang hanya menggunakan metode ceramah (konvensional) dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sehingga suasana belajar terkesan kaku karena siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan
Problem Posing, Problem Based Learning, creative thinking abilities, and the study result. I. PENDAHULUAN
Hasil belajar sangat penting dalam dunia pendidikan karena merupakan indikator pencapaian target yang direncanakan. Bagi guru hasil belajar tidak hanya menjadi indikator keberhasilan dalam menyampaikan materi kepada siswa melainkan penggunaan metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar serta menentukan siswa-siswa yang telah mencapai ketuntasan minimal dan berhak melanjutkan ke materi berikutnya. Bagi siswa hasil belajar menjadi tolak ukur penguasaan materi yang disampaikan oleh guru. Bagi sekolah hasil belajar yang baik meningkatkan kredibilitas serta reputasi sekolah baik di masyarakat maupun dunia pendidikan. Bagi lembaga pendidikan lain hasil belajar menjadi bahan evaluasi atas pelaksanaan kurikulum di sekolah. “hasil belajar berkaitan dengan pencapaian dalam memperoleh kemampuan sesuai dengan tujuan khusus yang direncanakan”. Dengan demikian, tugas utama guru dalam kegiatan ini adalah merancang instrument yang dapat
2
ISSN 2252-9063 Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika (KARMAPATI) Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
apa yang disampaikannya dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian, suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa cenderung mengantuk dan bosan. Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Solusi untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan hasil belajar siswa melalui guru yaitu dengan menyesuaikan model pembelajaran. Tidak semua model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan hasil belajar. Hal ini sejalan dengan pendapat Jaromelik mengemukakan bahwa ketepatan guru dalam memilih model dan metode pembelajaran akan berpengaruh terhadap keberhasilan dan hasil belajar siswa karena model dan metode pembelajaran yang dipilih guru berpengaruh terhadap kualitas proses belajar mengajar yang dilakukannya. Model pembelajaran yang direkomendasikan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah model pembelajaran aktif. [2] Salah satu dari banyak model pembelajaran aktif adalah model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) dan model pembelajaran pengajuan masalah (Problem Posing). Oleh karena itu, untuk membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan hasil belajar dalam penelitian ini digunakan model pembelajaran problem posing dan problem based learning. Model pembelajaran ini mengacu pada upaya merangsang proses berpikir siswa yang sistematis. Tujuan dari penggunaan model problem based learning adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan memandirikan siswa dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri. Sedangkan model pembelajaran problem posing pada pembelajaran TIK merupakan metode pembelajaran yang menekankan pada perumusan masalah yaitu siswa diarahkan untuk membuat permasalahan sendiri. Hal ini dilakukan untuk melatih siswa agar dapat berpikir kreatif dan juga memikirkan cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah yang mereka buat tersebut. Maka dari hasil tersebut peneliti berkehendak melakukan penelitian untuk mencoba membandingkan model pembelajaran problem posing dan problem based learning sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
dan hasil belajar siswa, karena model pembelajaran Problem Posing dan Problem Based Learning memiliki kesamaan yang dapat melatih siswa dalam memecahkan permasalahan, dan dilihat dari langkah pembelajaran Problem Posing dan Problem Based Learning hampir sama yaitu pada langkah awal pemberian masalah dari guru. II. KAJIAN TEORI A. Model Pembelajaran Kooperatif Pada model pembelajaran kooperatif siswa diberi kesempatan untuk berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan temannya untuk mencapai tujuan pembelajaran, sementara guru bertindak sebagai motivator dan fasilitator aktivitas siswanya. Secara sederhana kata “kooperatif” berarti mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu tim. Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi teman yang lain. Pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa karakteristik. Karakteristik tersebut merupakan sesuatu yang membedakan pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran yang lain. Karakteristik pembelajaran kooperatif adalah (1) Pembelajaran secara tim, (2) Didasarkan pada manajemen kooperatif, (3) Kemauan untuk bekerja sama, (4) Keterampilan bekerja sama. Kelemahan pembelajaran kooperatif antara lain: (1) Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas. Sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan; (2) Saat diskusi kelompok, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif. [3] B. Model Pembelajaran Problem Posing Salah satu model yang dapat digunakan oleh guru adalah Problem Posing. Problem Posing merupakan model pembelajaran yang mengharuskan siswa menyusun pertanyaan sendiri atau memecah suatu soal menjadi pertanyaanpertanyaan yang lebih sederhana yang mengacu pada penyelesaian soal tersebut.
3
ISSN 2252-9063 Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika (KARMAPATI) Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Langkah-langkah pembelajaran problem posing yaitu sebagai berikut: (1) membuka kegiatan pembelajaran, (2) menyampaikan tujuan pembelajaran, (3) guru menjeslakan materi pelajaran kepada para siswa, (4) guru memberikan latihan soal secukupnya, (5) memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas, (6) guru membentuk kelompok-kelompok belajar yang heterogen, tiap kelompok terdiri atas 4-5 siswa, (7) siswa diminta untuk mengajukan 1 atau 2 buah soal berdasarkan informasi yang diberikan guru, dan siswa yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Kemudian soal-soal tersebut dipecahkan oleh kelompok-kelompok lain, (8) guru memberikan tugas rumah secara individu sebagai penguatan, (9) guru menutup kegiatan pembelajaran. [4] Proses pemecahan masalah terletak pada diri siswa, variabel dari luar hanya merupakan instruksi verbal yang bersifat membantu atau membimbing pelajar untuk memecahkan masalah. Memecahkan masalah dapat dipandang sebagai proses di mana siswa menemukan kombinasi-kombinasi aturan yang telah dipelajarinya lebih dahulu kemudian menggunakannya untuk memecahkan masalah. Silver dan Cai memberikan istilah pengajuan masalah diaplikasikan dalam tiga bentuk aktivitas kognitif matematis yang berbeda, yaitu: (1) Pengujan pra-solusi (Pre solution) yaitu seorang siswa membuat soal dari situasi yang diadakan, (2) Pengajuan di dalam solusi (Within solution), yaitu siswa merumuskan ulang soal seperti yang telah diselesaikan, (3) Pengajuan setelah solusi (Post Solusion), yaitu siswa memodifikasi tujuan atau kondisi soal yang sudah diselesaikan untuk membuat soal yang baru. [5]
konstruksi pengetahuan yang sifatnya sosial dan individual. Menurut paham konstruktivisme, manusia hanya dapat memahami melalui segala sesuatu yang dikonstruksinya sendiri. Problem based learning memiliki gagasan bahwa pembelajaran dapat dicapai jika kegiatan pendidikan dipusatkan pada tugas-tugas atau permasalahan yang otentik, relevan, dan dipresentasikan dalam suatu konteks. Dalam model Problem Based Learning ini, pemahaman, transfer pengetahuan, keterampilan berpikir tingkat tinggi, kemampuan pemecahan masalah, dan kemampuan komunikasi ilmiah merupakan dampak langsung pembelajaran. Sedangkan peluang siswa memperoleh hakikat tentang keilmuan, keterampilan proses keilmuan, otonomi dan kebebasan siswa, toleransi terhadap ketidakpastian dan masalah-masalah rutin merupakan dampak pengiring pembelajaran. Adapun Ciri-ciri model Problem Based Learning adalah (1) Proses belajar harus diawali dengan suatu masalah, terutama masalah dunia nyata yang belum terpecahkan, (2) Dalam pembelajaran harus menarik perhatian siswa, (3) Guru berperan sebagai fasilitator/ pemandu di dalam pembelajaran, (4) Siswa harus diberikan waktu untuk mengumpulkan informasi menetapkan strategi dalam memecahkan masalah sehingga dapat mendorong kemampuan berpikir kreatif, (5) Pokok materi yang dipelajari tidak harus memiliki tingkat kesulitan yang tinggi karena dapat menakut-nakuti siswa, (6) Pembelajaran yang nyaman, santai dan berbasis lingkungan dapat mengembangkan keterampilan berpikir dan memecahkan masalah [7]. D. Berpikir Kreatif Kreativitas sering kali dianggap sebagai sesuatu keterampilan yang didasarkan ada bakat alam, di mana hanya mereka yang berbakat saja yang bisa menjadi orang kreatif padahal anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar, meskipun dalam kenyataan ada orang tertentu yang memiliki kemampuan untuk menciptakan ide – ide baru dengan cepat dan beragam namun kreativitas dapat dimunculkan dari setiap diri seseorang dengan mengembangkan serta memberikan kesempatan seseorang dalam berkreasi. Pada hakekatnya kreativitas dimiliki oleh setiap orang, tinggal bagaimana orang tersebut mampu mengeluarkan atau mengaktualisasikan diri sesuai dengan daya kreasi dan pola berpikir yang dikembangkan orang tersebut. Proses berpikir terbentuk dari pribadi seseorang, oleh karena itu kemampuan berpikir
C. Model Pembelajaran Problem Based Learning Problem based learning (PBL) merupakan suatu metode pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi kuliah atau materi pelajaran [6]. Landasan teori Problem Based Learning adalah kolaborativisme, suatu perspektif yang berpendapat bahwa siswa akan menyusun pengetahuan dengan cara membangun penalaran dari semua pengetahuan yang sudah dimilikinya dan dari semua yang diperoleh sebagai hasil kegiatan berinteraksi dengan sesama individu. Hal itu menyiratkan bahwa proses pembelajaran berpindah dari transfer informasi fasilitator siswa ke proses
4
ISSN 2252-9063 Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika (KARMAPATI) Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
kreatif seseorang dipengaruhi juga oleh pribadi yang kreatif yang akan mendorong dari dalam untuk berkreasi. Pada pribadi kreatif seseorang, jika sudah memiliki kondisi pribadi dan lingkungan yang menunjang atau lingkungan yang memberi kesempatan untuk bersibuk diri secara kreatif maka diprediksikan akan muncul kreativitas. Seseorang yang memiliki kreativitas selain dia sebagai pemikir yang konvergen atau intelegensi (memperoleh pengetahuan dan pengembangan keterampilan) juga sebagai pemikir divergen yang mampu menggabungkan unsur – unsur dengan cara tidak lazim dan tidak terduga. Untuk menilai kemampuan berpikir kreatif menggunakan acuan yang dibuat yang mengemukakan bahwa kemampuan berpikir kreatif dirumuskan sebagai kemampuan yang mencerminkan aspek – aspek sebagai berikut: (1) Kelancaran berpikir (fluency thinking), yaitu kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau pertanyaan yang keluar dari pemikiran seseorang secara cepat, (2) Keluwesan berpikir (flexibility thinking), yaitu kemampuan untuk memproduksi sejumlah ide, jawaban-jawaban atau pertanyaan-pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, mencari alternatif atau arah yang berbeda-beda, serta mampu menggunakan bermacam-macam pendekatan atau cara pemikiran. Orang yang kreatif adalah orang yang luwes dalam berpikir. Mereka dengan mudah dapat meninggalkan cara berpikir lama dan menggantikannya dengan cara berpikir yang baru, (3) Berpikir Orisinil (original thinking) yang menyebabkan seseorang mampu melahirkan ungkapan – ungkapan yang baru dan unik atau mampu menemukan kombinasi-kombinasi yang tidak biasa dari unsur – unsur yang biasa. (4) Elaborasi (elaboration), yaitu kemampuan dalam mengembangkan gagasan dan menambahkan atau memperinci detail-detail dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik. [8]
perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya [9]. Belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik, sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun [10]. Belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan definisi belajar. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Tiga faktor yang mempengaruhi belajar siswa yaitu faktor internal, eksternal dan pendekatan belajar. (a) Faktor dari dalam yaitu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi belajar yang berasal dari siswa belajar. Faktor dari dalam (internal) meliputi dua aspek, fisiologi dan psikologis. (1) Fisiologi, faktor ini meliputi kondisi jasmaniah secara umum dan kondisi panca indra. (2) Kondisi psikologis, faktor ini meliputi kecerdasan, bakat, minat, motivasi, emosi dan kemampuan kognitif. (b) Faktor dari luar yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar siswa yang mempengaruhi proses dan hasil belajar. Faktor-faktor ini meliputi lingkungan sosial dan lingkungan non sosial. (1) Lingkungan sosial yang dimaksud adalah manusia atau sesama manusia, baik manusia itu ada (kehadirannya) ataupun tidak langsung hadir. Dalam lingkungan sosial yang mempengaruhi belajar siswa ini dapat dibedakan menjadi tiga yaitu rumah, sekolah dan masyarakat. (2) Lingkungan non sosial meliputi keadaan udara, waktu belajar, cuaca, lokasi gedung sekolah dan alat-alat pembelajaran. (c) Faktor pendekatan belajar (approach to learning) yaitu jenis upaya belajar yang meliputi strategi, model dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran. Dengan demikian guru harus memperhatikan perbedaan individu dalam memberikan pelajaran kepada mereka, supaya dapat menangani siswa sesuai dengan kondisinya untuk menunjang keberhasilan belajar. Tepat tidaknya guru menggunakan model pembelajaran, turut menentukan bagaimana hasil belajar yang dicapai siswa. Maka dalam penelitian ini membicarakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar yaitu model pembelajaran. [11]
E. Teori Belajar Sebelum membicarakan pengertian hasil belajar, terlebih dahulu akan dikemukakan apa yang dimaksud dengan belajar. Para pakar pendidikan mengemukakan pengertian yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, namun demikian selalu mengacu pada prinsip yang sama yaitu setiap orang yang melakukan proses belajar akan mengalami suatu perubahan dalam dirinya. Beberapa ahli dalam dunia pendidikan memberikan definisi belajar sebagai berikut. Belajar adalah suatu proses
F. Hasil Belajar
5
ISSN 2252-9063 Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika (KARMAPATI) Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku dan sebagai umpan balik dalam upaya memperbaiki proses belajar mengajar. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik. (a) Ranah kognitif, Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud adalah: Pengetahuan, Pemahaman, Aplikasi, Analisis, Sintesis, Evaluasi. (b) Ranah Afektif, Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri dari lima aspek. Kelima aspek dimulai dari tingkat dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks adalah (1) Reciving/ attending (penerimaan), (2) Responding (jawaban), (3) Valuing (penilaian), (4) Organisasi, (5) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai. (c) Ranah Psikomotor, Hasil belajar psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni: (1) Gerakan refleks yaitu keterampilan pada gerakan yang tidak sadar, (2) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar, (3) Kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris dan lain-lain, (4) Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, (5) dan ketepatan; gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks; kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretatif. Dalam pembatasan hasil pembelajaran yang akan diukur, peneliti mengambil ranah kognitif pada jenjang pengetahuan (C1), pemahaman (C2) dan aplikasi (C3).
pertama dan kelompok kedua. Kelompok pertama adalah kelompok yang belajar menggunakan model pembelajaran Problem Posing. Kelompok kedua adalah kelompok yang belajar menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning. Jenis penelitian eksperimen yang digunakan yaitu penelitian eksperimen semu (quasi experiment). Desain penelitian yang digunakan adalah post-test control group design. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tes dan angket. Metode tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar TIK siswa dengan menggunakan tes pilihan ganda (obyektif) dan tes keterampilan (psikomotor), sedangkan metode angket digunakan untuk mengetahui respons dan berpikir kreatif siswa terkait dengan penerapan model pembelajaran Problem Posing dan Problem Based Learning terhadap hasil belajar dan berpikir kreatif siswa. Uji prasyarat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji normalitas dilakukan untuk mengetahui sebaran data tersebut normal atau tidak normal terhadap hasil belajar TIK pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dan uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah varians kelompok eksperimen dan kelompok kontrol homogen atau tidak homogen sedangkan uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis alternatif yang telah diajukan diterima atau ditolak dengan menggunakan rumus Anova Satu Jalur dan uji berpasangan t-scheffe.
IV. PEMBAHASAN Berdasarkan analisis dari hasil penelitian diperoleh bahwa rata – rata hasil belajar siswa kelompok eksperimen Problem Posing adalah 44.05, sedangkan rata – rata hasil belajar siswa kelompok eksperimen Problem Based Learning adalah 42.06 dan rata – rata hasil belajar siswa kelompok kontrol adalah 39.94. Dengan demikian, rata – rata hasil belajar TIK pada kelompok Problem Posing lebih tinggi dibandingkan kelompok eksperimen Problem Based Learning dan kelompok kontrol. Perhitungan normalitas, homogenitas dan uji hipotesis menggunakan SPSS 16.0. Dimana ketiga kelompok baik kelompok Problem Posing, Problem Based Learning dan konvensional memiliki data yang berdistribusi normal dan memiliki varians data yang sama atau homogen. Perhitungan uji hipotesis dengan rumus anova satu jalur menggunakan SPSS 16.0 diperoleh perhitungan Fhitung = 23.098 dan Ftabel pada taraf signifikan 5% = 3.08 (23.098>3.08) maka H0 ditolak. H0 ditolak maka Ha diterima yang artinya
III. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian Eksperimen ini memiliki tujuan untuk mengetahui model manakah yang lebih baik diantara model pembelajaran Problem Posing, , model pembelajaran Problem Based Learning dan model pembelajaran konvensional siswa kelas VII pada mata pelajaran TIK di SMP Negeri 1 Sawan. Metode yang digunakan dalam penilitian ini adalah metode eksperimen dengan membagi 3 kelompok yang terdiri dari 1 kelompok kelas kontrol dan 2 kelompok kelas eksperimen. Kelompok kelas kontrol merupakan kelompok kelas yang akan diterapkan model pembelajaran langsung. 2 kelompok kelas eksperimen terdiri dari kelompok
6
ISSN 2252-9063 Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika (KARMAPATI) Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
terdapat perbedaan yang signifikan terhadap hasil belajar yang signifikan terhadap siswa yang menggunakan model pembelajaran Problem Posing, Problem Based Learning dan konvensional. Dilihat dari hasil berpikir kreatif dan hasil belajar siswa bahwa terdapat perbedaan berpikir kreatif dan hasil belajar siswa dilihat dari nilai rata-rata siswa yang menggunakan model pembelajaran Problem Posing yaitu 44.05 dan hasil angket berpikir kreatif model pembelajaran Problem Posing yaitu 119 yang tergolong kategori tinggi, sedangkan nilai rata-rata hasil belajar model pembelajaran Problem Based Learning yaitu 42.06 dan hasil angket berpikir kreatif model pembelajaran Problem Based Learning adalah 110 yang tergolong kategori tinggi, dan nilai rata-rata hasil belajar kelompok konvensional adalah 39.94, dan hasil angket berpikir kreatif siswa yaitu 102 yang tergolong kategori tinggi. Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan berpikir kreatif dan hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran Problem Posing, Problem Based Learning dan konvensional. Perhitungan uji t-schaffe menggunakan SPSS 16.0 t1-2 memiliki Fhit nilai lebih besar dari Ftabel (3.09068 > 3.08) dan t1-3 memiliki Fhit nilai lebih besar dari Ftabel (4.10684 > 3.08) serta t2-3 memiliki Fhit nilai lebih besar dari Ftabel (3.21616 > 3.08). Berdasarkan kriteria pengujian, karena Fhitung > Ftabel maka H0 ditolak. H0 ditolak maka Ha diterima yang artinya kemampuan berpikir kreatif lebih baik dan hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran Problem Posing lebih tinggi daripada siswa yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dan konvensional, Sehingga model pembelajaran Problem Posing lebih baik dibanding model pembelajaran Problem Based Learning dan pembelajaran konvensional. Berdasarkan analisis dari hasil penelitian diperoleh bahwa rata – rata hasil belajar siswa kelompok eksperimen Problem Posing adalah 44.05, sedangkan rata – rata hasil belajar siswa kelompok eksperimen Problem Based Learning adalah 42.06 dan rata – rata hasil belajar siswa kelompok kontrol adalah 39.94. Dengan demikian, rata – rata hasil belajar TIK pada kelompok Problem Posing lebih tinggi dibandingkan kelompok eksperimen Problem Based Learning dan kelompok kontrol. Perhitungan normalitas, homogenitas dan uji hipotesis menggunakan SPSS 16.0. Dimana ketiga kelompok baik kelompok Problem Posing, Problem Based Learning dan konvensional memiliki data yang berdistribusi normal dan memiliki varians data yang sama atau homogen. Perhitungan uji hipotesis dengan rumus anova satu
jalur menggunakan SPSS 16.0 diperoleh perhitungan Fhitung = 23.098 dan Ftabel pada taraf signifikan 5% = 3.08 (23.098>3.08) maka H0 ditolak. H0 ditolak maka Ha diterima yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan terhadap hasil belajar yang signifikan terhadap siswa yang menggunakan model pembelajaran Problem Posing, Problem Based Learning dan konvensional. Perhitungan uji t-schaffe menggunakan SPSS 16.0 t1-2 memiliki Fhit nilai lebih besar dari Ftabel (3.09068 > 3.08) dan t1-3 memiliki Fhit nilai lebih besar dari Ftabel (4.10684 > 3.08) serta t2-3 memiliki Fhit nilai lebih besar dari Ftabel (3.21616 > 3.08). Berdasarkan kriteria pengujian, karena Fhitung > Ftabel maka H0 ditolak. H0 ditolak maka Ha diterima yang artinya hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran Problem Posing lebih tinggi daripada siswa yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dan konvensional, Sehingga model pembelajaran Problem Posing lebih baik dibanding model pembelajaran Problem Based Learning dan pembelajaran konvensional. Berdasarkan hasil perhitungan data dari kemampuan berpikir kreatif siswa terhadap penerapan model pembelajaran Problem Posing, Problem Based Learning dan konvensional diperoleh hasil untuk kelompok eksperimen Problem Posing didapat 19 siswa (49%) memiliki kemampuan berpikir kreatif yang sangat tinggi, 17 siswa (44%) memiliki kemampuan berpikir kreatif yang tinggi, 13 siswa (8%) memiliki kemampuan berpikir kreatif yang cukup tinggi dan tidak ada siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif kurang dan sangat kurang. Dapat dilihat diagram pada gambar 4.1 sebagai berikut.
Presentase
Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Model Problem Posing 60 40 20 0
49
44 8
0
0
Kategori Gambar 4.1 Diagram kemampuan berpikir kreatif model Problem Posing Hasil perhitungan data dari kemampuan berpikir kreatif siswa terhadap penerapan Problem
7
ISSN 2252-9063 Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika (KARMAPATI) Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Based Learning diperoleh hasil 8 siswa (24%) memiliki kemampuan berpikir kreatif yang sangat tinggi, 20 siswa (61%) memiliki kemampuan berpikir kreatif yang tinggi, 5 siswa (15%) memiliki kemampuan berpikir kreatif yang cukup dan tidak ada siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif sangat tinggi, kurang dan sangat kurang. Dapat dilihat diagram pada gambar 4.2 sebagai berikut.
Posing, Problem Based Learning dan konvensional di kelas VII F, VII H dan VII C, dapat diketahui bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa kelompok eksperimen Problem Posing lebih tinggi dari kelompok eksperimen Problem Based Learning dan konvensional. Perhitungan uji t-schaffe menggunakan SPSS 16.0 t1-2 memiliki Fhit nilai lebih besar dari Ftabel (8.11422 > 3.08) dan t1-3 memiliki Fhit nilai lebih besar dari Ftabel (16.48291 > 3.08) serta t2-3 memiliki Fhit nilai lebih besar dari Ftabel (8.36869 > 3.08). Berdasarkan kriteria pengujian, karena Fhitung > Ftabel maka H0 ditolak. H0 ditolak maka Ha diterima yang artinya kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan model pembelajaran Problem Posing lebih tinggi daripada siswa yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dan konvensional, Sehingga kemampuan berpikir kreatif siswa dengan model pembelajaran Problem Posing lebih baik dibanding model pembelajaran Problem Based Learning dan pembelajaran konvensional. Dari data hasil pengukuran terhadap respon siswa terhadap penerapan model pembelajaran Problem Posing, menunjukkan bahwa pada kelompok eksperimen Problem Posing yang berjumlah 39 siswa, pada akhir penelitian terdapat 23 orang (59%) dengan nilai respon sangat positif, 15 orang (38%) bernilai positif, 1 orang (3%) bernilai cukup positif, serta tidak ada siswa yang bernilai kurang dan sangat kurang. Dapat dilihat diagram pada gambar 4.4 sebagai berikut.
Presentase
Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Model Problem Based Learning 100 50 0
61 24
15
0
0
Kategori Gambar 4.2 Diagram kemampuan berpikir kreatif model Problem Based Learning
Presentase
Sedangkan hasil perhitungan data dari kemampuan berpikir kreatif siswa terhadap penerapan konvensional diperoleh hasil 3 siswa (8%) memiliki kemampuan berpikir kreatif yang sangat tinggi, 13 siswa (33%) memiliki kemampuan berpikir kreatif yang tinggi, 20 siswa (51%) memiliki kemampuan berpikir kreatif yang cukup dan tidak ada siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif sangat tinggi, kurang dan sangat kurang. Dapat dilihat diagram pada gambar 4.3 sebagai berikut.
Presentase
Respon Siswa Model Problem Posing
Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Konvensional 51 60 33 40 8 20 0 0 0
100 50
59
38 3
0
0
0 Sangat Positif Cukup Kurang Sangat Positif Positif Kurang Kategori
Gambar 4.4 Diagram respon siswa model Problem Posing Data hasil pengukuran terhadap respon siswa terhadap penerapan model pembelajaran PBL (Problem Based Learning), menunjukan bahwa pada kelompok eksperimen PBL yang berjumlah 33 siswa, pada akhir penelitian terdapat 12 orang (36%) dengan nilai respon sangat positif dan 21 orang (64%) bernilai positif serta tidak ada siswa yang
Kategori Gambar 4.3 Diagram kemampuan berpikir kreatif pembelajaran konvensional Dilihat berdasarkan pengamatan peneliti dalam menerapkan model pembelajaran Problem
8
ISSN 2252-9063 Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika (KARMAPATI) Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
bernilai cukup positif, kurang dan sangat kurang. Dapat dilihat diagram pada gambar 4.5 sebagai berikut.
masalah, hanya saja pada model ini pertanyaan akan bersumber dari guru dan dijawab oleh siswa, Selain itu ketika penerapan belajar berkelompok hanya beberapa siswa yang aktif dalam berdiskusi, sedangkan siswa yang lain dalam kelompok lebih cendrung mengobrol dengan teman kelompok lain, sehingga model ini belum mampu membuat seluruh siswa aktif, guru juga harus lebih aktif untuk mengontrol siswa agar semua siswa mau berpartisipasi. Pada akhir penelitian, siswa diberikan post test untuk melihat seberapa jauh penguasaan materi yang telah diberikan selama penelitian. Soal post test untuk kelas eksperimen Problem Posing, Problem Based Learning dan kelas kontrol mendapatkan soal dan tingkat kesulitan yang sama. Dari hasil tersebut diperoleh data mengenai rata – rata hasil post test siswa kelas eksperimen Problem Posing 44.05, Problem Based Learning 42.06 dan kelas kontrol 39.94. Dari rata – rata hasil post test siswa kelompok eksperimen Problem Posing lebih tinggi daripada rata – rata hasil post test kelompok eksperimen Problem Based Learning dan kelompok kontrol. Hal ini dapat dikarenakan oleh beberapa faktor yaitu ketika siswa diberikan waktu untuk melakukan diskusi, siswa pada kelas eksperimen Problem Based Learning cenderung mengerjakannya secara individu. Lembar kerja siswa yang seharusnya dikerjakan oleh seluruh anggota kelompok ternyata hanya dikerjakan oleh beberapa anggota, sedangkan anggota lainnya sibuk mengobrol atau bercanda dengan anggota lainnya bahkan dengan anggota kelompok lain. Setelah diskusi pada kedua model pembelajaran ini akan dilakukan pembacaan hasil diskusi oleh perwakilan kelompok. Pada kelas eksperimen Problem Based Learning, siswa yang tidak sedang membacakan hasil diskusi lebih banyak mengobrol dengan temannya dan kurang memperhatikan hasil diskusi dari kelompok lain.
Presentase
Respon Siswa Model Problem Based Learning 80 60 40 20 0
64 36 0
0
0
Sangat Positif Cukup Kurang Sangat Positif Positif Kurang Kategori Gambar 4.5 Diagram respon siswa model Problem Based Learning Dilihat berdasarkan pengamatan peneliti dalam menerapkan model pembelajaran Problem Posing dan Problem Based Learning di kelas VII F dan VII H dapat diketahui bahwa respon siswa kelompok eksperimen Problem Posing lebih tinggi dari kelompok eksperimen Problem Based Learning. Model Pembelajaran Problem Posing lebih baik dikarenakan siswa diarahkan untuk lebih aktif dalam pembelajaran, hal ini sesuai dengan kelebihan model pembelajaran Problem Posing, [12] diantaranya adalah: (1) Kegiatan pembelajaran tidak terpusat pada guru, tetapi dituntut keaktifan siswa, (2) Minat siswa dalam pembelajaran lebih besar dan siswa lebih mudah memahami soal karena dibuat sendiri, (3) Semua siswa terpacu untuk terlibat secara aktif dalam membuat soal. Proses belajar mengajar dengan metode problem posing ini secara garis besar bahwa, [13] ”Pada kelas yang menggunakan problem posing, pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan perumusan soal sendiri oleh siswa. Setiap kali selesai pembahasan satu pokok bahasan, dan guru sedang memberikan contoh kepada siswa tentang cara membuat soal, ke hadapan beberapa siswa disampaikan beberapa situasi untuk diketahui. Selanjutnya berdasarkan informasi yang diketahui itu para siswa diminta untuk membuat pertanyaan atau soal yang terkait dengan hal-hal yang diketahui itu. Sedangkan model pembelajaran Problem Based Learning, hampir sama dengan model Problem Posing yaitu sama-sama dalam perumusan
V. PENUTUP A. SIMPULAN Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, pengajuan hipotesis dan analisis data penelitian, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut (1) Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap berpikir kreatif dan hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran Problem Posing, model pembelajaran Problem Based Learning dan konvensional terhadap
9
ISSN 2252-9063 Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika (KARMAPATI) Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
kemampuan berpikir kreatif dan hasil belajar siswa kelas VII SMP Negeri 1 Sawan. (2) Terdapat perbedaan hasil belajar yang lebih baik dengan belajar menggunanakan model pembelajaran Problem Posing dibandingkan dengan model pembelajaran Problem Based Learning dan konvensional. (3) Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa yang lebih tinggi dengan belajar menggunakan model pembelajaran Problem Posing, Problem Based Learning dan konvensional. (4) Terdapat respon siswa yang sangat positif dengan pembelajaran menggunakan model pembelajaran Problem Posing dan Problem Based Learning.
[4] Suryobroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta, 2009. [5] T. Y. E. Siswono, Pengajuan Soal (Problem Posing) Dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah (Implementasi dari hasil Penelitian), Surabaya: UNESA, 2000, p. 7. [6] Sudarman, “ Problem Based Learning: Suatu Model Pembelajaran untuk Mengembangkan dan Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah,” Jurnal Pendidikan Inovatif, 2007. [7] Akinoglu & Tandongan, “The Effects Of Problem Based Active Learning In Science Education Of Students Academic Achievement, Attitude and Concept Learning,” Eurasia Journal Of Mathematics, science & technology Education, pp. 3 (1):7181, 2007. [8] U. Munandar, “Pengembangan Kreativitas anak Berbakat,” Jakarta, Rineka Cipta, 2009, p. 34. [9] Sugihartono, “Psikologi Pendidikan,” Yogyakarta, UNY Press, 2007, p. 74. [10] Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2006. [11] M. Syah, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya , 2010. [12] Sutisna, “Kelemahan dan Kelebihan Pembelajaran dengan Pendekatan Problem Posing,” 2010. [Online]. Available: http://sutisna.com/artikel/artikelkependidikan/kelebihan-dan-kelemahanpembelajaran-dengan-pendekatan-problemposing. [13] A. A. Hidayah, “Penggunaan Metode Problem Posing dalam Proses Pembelajaran Matematika,” Majalah Ilmiah Faktor, p. 4, 2013.
B. SARAN Berdasarkan hasil penelitian dapat diajukan beberapa saran guna meningkatkan kualitas pembelajaran TIK. (1) Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang belajar dengan model pembelajaran Problem Posing memperoleh hasil belajar TIK yang lebih baik daripada siswa yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dan model pembelajaran konvensional. Oleh karena itu, penulis menyarankan kepada para guru bahwa model pembelajaran Problem Posing dapat digunakan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran yang sesuai dengan paradigma KTSP. (2) Peneliti menyadari bahwa perlakuan yang diberikan kepada siswa cukup singkat jika digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa. Disarankan penelitian lain agar melaksanakan penelitian sejenis dengan pemilihan materi yang berbeda dan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan hasil belajar siswa yang lebih rinci. DAFTAR PUSTAKA [1] W. Sanjaya, “Perencanaan dan Desain SIstem Pembelajaran,” Jakarta, Kencana, 2009. [2] Solihatin dan Raharjo, “Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS,” Jakarta , Bumi Aksara, 2008, p. 1. [3] Rusman, Model-model Pembelajaran, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2011.
10