Kolokium Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan 2014
STUDI KEKUATAN SAMBUNGAN DENGAN BAUT TUNGGAL PADA PULTRUDED FIBER REINFORCED POLYMER (PFRP) Winarputro Adi R (1). & Achmad Riza C(1). Balai Jembatan dan Bangunan Pelengkap Jalan Puslitbang Jalan dan Jembatan, Kementerian Pekerjaan Umum, Bandung (1)
Abstrak Kinerja sambungan baut pada bahan komposit seperti FRP sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah jarak lubang baut ke tepi dan besarnya kekencangan baut. Pada paper ini dibahas hasil eksperimental yang menggambarkan kinerja pultruded fiber reinforced polymer (PFRP) yang disambung dengan baut tunggal pada berbagai variasi jarak baut ke tepi (e/d), yaitu nilai e/d sama dengan 1,3, dan 5. Disamping itu, dikaji pula pengaruh kekencangan terhadap beban maksimum sistem sambungan dengan baut tunggal. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh bahwa seluruh spesimen yang diuji mengalami kegagalan geser. Hal ini mengindikasikan kurangnya serat yang berorientasi 45° atau 90° yang memberikan tahanan geser pada sambungan. Kemudian terdapat peningkatan beban maksimum sistem sambungan secara proporsional terhadap torsi. Direkomendasikan penggunaan e/d sebesar 3 dengan mempertimbangkan keamanan sistem sambungan. Kata Kunci Pultruded Fiber Reinforced Polymer, sistem sambungan baut tunggal, torsi
Abstract Performance of FRP with bolt connection strongly depend on several factor such as hole distance into the edge and magnitude of applied bolt torque. This paper shows the result of experimental study represents performance of pultruded fiber reinforced polymer connected with single bolt with hole distance (e/d) variation from 1, 3, and 5. It is also studied the influence of torque to the maximum load in the single bolt connection system. Based from experimental results, It is found that all specimen tested with uniaxial tensile test failed with shear out failure mechanism. This, indicated fiber with 45° or 90° orientation that give shear resistance isn’t sufficient in the connection system. There is an increasing of maximum load proportional to the applied torque. It is recommended to use e/d equal 3 by considering safety for the connection system. Keywords Pultruded Fiber Reinforced Polymer, single bolt connection system, torque
1. Pendahuluan Fiber Reinforced Polymer (FRP) merupakan material komposit yang hingga saat ini banyak digunakan sebagai komponen struktur pada elemen pesawat terbang, otomotif, perkuatan (retrofit), dan struktur lain termasuk jembatan. Aplikasi untuk jembatan bervariasi mulai dari penggunaan bahan FRP untuk elemen balok, pelat, kabel prategang, pagar pengaman, hingga sebagai bahan untuk perkuatan jembatan. Di Indonesia penggunaan bahan FRP masih terbatas untuk keperluan industri seperti tabung air, tangga, atap, dan gording. Penggunaan pada jembatan, baru banyak ditemui untuk keperluan perkuatan gelagar atau kolom. Biasanya bahan FRP yang digunakan berupa lembaran yang langsung diaplikasikan pada elemen yang akan diperkuat dengan tambahan epoksi sebagai perekat. Winarputro Adi R. & Achmad Riza C.
1
Kolokium Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan 2014
Seiring dengan berkembangnya teknologi fabrikasi FRP di Indonesia, saat ini telah banyak diproduksi FRP dalam bentuk profil terpultrusi (Gambar 1) yaitu Pultruded Fiber Reinforced Polymer (PFRP). Bentuk profil dapat bervariasi mulai dari profil I, canal, tube, corrugated, dan lain-lain. Profil FRP dapat disambung dengan menggunakan bahan perekat (epoksi) atau dengan menggunakan sambungan mekanik seperti baut.
Gambar 1 Pultruded Fiber Reinforced Polymer yang diproduksi di Indonesia
Dengan memanfaatkan teknologi FRP yang sebenarnya sudah banyak diproduksi di Indonesia maka dimungkinkan untuk penggunaan FRP sebagai elemen utama struktur jembatan. Namun demikian, FRP yang diproduksi di Indonesia perlu untuk dilihat kinerjanya dengan menggunakan serangkaian pengujian baik pengujian yang sifatnya fisik atau mekanik. Salah satu kinerja yang perlu untuk dilihat yaitu kinerja sistem sambungan Disamping aspek bahan, hal lain yang menjadi tantangan dalam perencanaan struktur berbahan dasar FRP adalah belum adanya code atau pedoman perancangan komposit yang baku di Indonesia atau bahkan di dunia. Hal ini dikarenakan variasi tipe serat, arsitektur serat, matriks yang digunakan, kombinasi resin dan serat yang cukup besar sehingga sulit untuk dibuat code yang berlaku universal. Berbeda dengan bahan lain seperti baja atau beton yang memiliki variasi properties yang tidak terlalu besar, maka untuk FRP dengan perbedaan komposisi material akan memberikan perbedaan parameter desain. 2. Kajian pustaka Secara umum terdapat 3 jenis sambungan pada profil FRP yaitu : sambungan bau, sambungan dengan perekat (adhesives), sambungan kombinasi (baut dan perekat). Sambungan baut banyak digunakan pada aplikasi bangunan teknik sipil khususnya rangka. Sedangkan sambungan adhesive jarang digunakan untuk bangunan sipil oleh karena rentan terhadap kegagalan katastropik tanpa adanya peringatan. Jika ingin memperoleh tingkat kekangan yang baik, maka dapat digunakan sambungan kombinasi dengan menggunakan baut dan perekat. Sambungan kombinasi akan meminimalkan konsentrasi tegangan pada bagian lubang baut dengan memberikan distribusi tegangan yang lebih baik di antara elemen yang disambung. Kelebihan lainnya yaitu dengan adanya clamping force yang diberikan oleh baut atau sistem washer maka dapat membantu proses perawatan perekat selama proses ereksi. Hasil penelitian oleh [1] menunjukkan bahwa dengan menggunakan sambungan kombinasi dapat meningkatan daktilitas. Namun demikian, tentunya terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja sambungan yaitu : tipe perekat yang digunakan, persiapan permukaan, proses perawatan, tingkat kekencangan, jarak baut ke tepi, dan rasio geometri elemen yeng disambungkan. Penelitian terhadap penggunaan baut untuk sambungan komposit polimer diawali pada industri peswat terbang di Amerika di pada pertengahan tahun 1960.Berdasarkan pada banyak kajian yang Winarputro Adi R. & Achmad Riza C.
2
Kolokium Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan 2014
dilakukan oleh industri dan universitas, termasuk kajian anisotropy dan perilaku getas komposit polimer, sebuah teknologi logam dan komposit dirancang spesifik untuk struktur komposit. Sambungan tersebut bukan merupakan sistem sambungan dengan baut logam yang umum digunakan untuk menyambungan profil FRP. Sambungan mekanikal ini memiliki bidang kontak yang besar untuk efisiensi sistem sambungan. Disamping itu, studi durabilitas dan kompatibilitas menunjukkan bahwa penggunaan baut dengan bahan aluminium perlu dihindari karena sensitivitas FRP terhadap korosi galvanis. Korosi galvanis muncul saat logam berhubungan langsung dengan komposit karbon, yang mengakibatkan korosi pada matriks komposit.
Gambar 2 Hubungan rasio e/d pada kekuatan sambungan PFRP [2] Salah satu hasil penelitian yang memperlihatkan pengaruh rasio e/d terhadap kekuatan sambungan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Park dkk, 2009. Hasil penelitian beliau baik eksperimental dan simulasi numerik memperlihatkan bahwa rasio e/d memberikan peningkatan secara linier terhadap kekuatan sambungan (Gambar 2).
Gambar 3 Jenis moda kegagalan sambungan baut pada FRP
Winarputro Adi R. & Achmad Riza C.
3
Kolokium Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan 2014
Moda pembebanan yang perlu diperhatikan pada sambungan profil komposit yaitu pembebanan tarik (tensile) dibandingkan pembebanan tekan (compression). Hal ini disebabkan sambungan yang menerima beban tekan kurang sensitif terhadap pengaruh geometri (seperti jarak lubang baut ke tepi, lebar profil, dan ketebalan profil) dan secara umum lebih kuat dibandingkan sambungan yang menerima beban tarik. Secara umum terdapat 6 moda kegagalan profil komposit yang disambung dengan baut (Gambar 3) terhadap gaya tarik yaitu sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kegagalan tumpuan Kegagalan geser Kegagalan tarik Kombinasi kegagalan geser dan tarik Kegagalan pada baut Kegagalan tusuk (punching)
Meskipun perilakunya yang anisotropy dan kurangnya daktilitas PFRP, sambungan baut pada komposit gagal dengan perilaku yang sejenis dengan sambungan logam. Namun, oleh karena pada komposit tidak mengalami leleh, mekanisme kegagalan komposit dan logam sangat berbeda satu sama lain [3]. Beberapa faktor yang mempengaruhi moda kegagalan PFRP yaitu sebagai berikut : • • • • •
Faktor geometrik : lebar, jarak tepi, ketebalan, diameter lubang, dll. Faktor material : tipe serat dan resin yang digunakan, kandungan filler, dan fraksi volume, perlakuan permukaan serat, dll. Faktor baut : tipe baut, ukuran pengunci, ukuran lubang dan toleransi, serta torsi. Faktor perencanaan : tipe sambungan, arah pembebanan, laju pembebanan, beban statik dan dinamik. Faktor lingkungan dan jangka panjang : rangkak, kelembapan, perubahan suhu, serangan kimia, korosi, dsb.
3. Metodologi Untuk mengetahui kinerja sambungan baut tunggal, dilakukan pengujian dengan menggunakan variasi e/d dengan menggunakan spesimen PRFP. Pengujian sistem sambungan dilakukan untuk melihat performa PFRP terhadap beban tarik. Pengujian dilakukan dengan bantuan alat uji tarik. Salah satu performa yang akan dilihat yaitu pengaruh jarak lubang baut ke tepi dan pengaruh torsi terhadap beban maksimum sistem sambungan. Definisi geometri sistem sambungan dapat dilihat pada Gambar 4. e adalah jarak dari pusat lubang baut ke tepi PFRP, w adalah lebar PFRP, dan d adalah diameter lubang baut.
Gambar 4 Definisi e,w, dan d
Winarputro Adi R. & Achmad Riza C.
4
Kolokium Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan 2014
Jarak lubang baut ke tepi dibuat menjadi 3 variasi yaitu 1d, 3d, dan 5d dengan d sebesar 18 mm. Sehingga bila dibuat sket variasi jarak lubang baut ke tepi dapat diperlihatkan seperti pada Gambar 5. Masing-masing variasi akan diuji 3 kali sehingga diperoleh 3 data uji untuk tiap kondisi.
Gambar 5 Variasi e/d yang akan diuji Pengujian dilakukan dengan menggunakan bantuan pelat baja sebagai elemen penyambung. Setelah masing pelat dirakit dan diberi baut maka diperoleh spesimen uji seperti pada Gambar 6a dan 6c. Adapun baut yang digunakan yang baut diameter 16 mm dengan mutu A325. Spesimen ini akan diuji dengan UTM seperti Gambar 6b
(a)
(b)
Gambar 6 Spesimen uji (a) dan kondisi saat uji tarik (b)
Winarputro Adi R. & Achmad Riza C.
5
Kolokium Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan 2014
4. Hasil dan pembahasan
a.spesimen sebelum diuji (5d)
b.kegagalan geser (1d)
c.kegagalan geser (3d)
d.kegagalan geser (5d)
Gambar 7 Moda kegagalan geser pada spesimen PFRP [4] Setelah dilakukan pengujian tarik pada sambungan, diperoleh hasil bahwa seluruh spesimen mengalami kegagalan geser (shear out failure) seperti diperlihatkan pada Gambar 7. Hal ini mengindikasikan kurangnya serat yang berorientasi 45° atau 90° yang memberikan tahanan geser pada sambungan. Hubungan Beban dan Stroke kondisi 1D 80 70
1D
Beban (kN)
60 50 40 30 20 10 0 0
5
10
15
Stroke (mm)
20
25
30
35
Gambar 8 Hubungan Beban dan Stroke Kondisi 1D [4]. Pengaruh jarak lubang baut ke tepi dapat diperlihatkan dalam bentuk hubungan beban terhadap stroke mulai dari Gambar 8 sampai dengan Gambar 10. Gambar 8 memperlihatkan hubungan Winarputro Adi R. & Achmad Riza C.
6
Kolokium Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan 2014
beban terhadap stroke untuk sistem sambungan kondisi 1D. Berdasarkan Gambar 8 beban runtuhnya yaitu pada kisaran 35 kN hingga 60 kN. Terlihat pula pada dua spesimen yang diuji mengalami kegagalan lebih dari satu kali. Hal ini dikarenakan pada lapisan PFRP terdapat serat (mat) yang berlapis dan memberikan tahanan terhadap sistem sambungan. Serat tersebut satu persatu putus dengan kisaran beban yang bervariasi. Selanjutnya untuk kondisi 3D dan 5D dapat diperlihatkan pada Gambar 9 dan Gambar 10. Hubungan Beban terhadap Stroke kondisi 3D 70 60
Beban (kN)
50 40
3D
30 20 10 0 0
5
10
15
20
25
30
35
Stroke (mm)
Gambar 9 Hubungan Beban dan Stroke Kondisi 3D [4]. Hubungan Beban dan Stroke kondisi 5D 80 70
5D
Beban (kN)
60 50 40 30 20 10 0 0
5
10
15
20
25
30
35
Stroke (mm)
Gambar 10 Hubungan Beban dan Stroke Kondisi 5D [4]. Selanjutnya dapat diperkirakan hubungan antara beban maksimum saat leleh pertama terhadap rasio e/d. Kemudian, bila dihitung secara analitik dengan menggunakan pola kegagalan geser maka kapasitas sambungan dapat dihitung sebagai berikut :
Pbolt = Ageser × fv
⎛
Dengan Ageser = 2 ⎜ e −
Sehingga :
⎝
1 ⎞ d t 2 ⎟⎠
1 ⎞ ⎛ Pbolt = 2 ⎜ e − d ⎟ t × fv 2 ⎠ ⎝ Keterangan : Pbolt Ageser e
: Beban
maksimum yang dipikul (kN) bidang geser (mm2) : Jarak lubang baut ke tepi (mm)
: Luas
Winarputro Adi R. & Achmad Riza C.
7
Kolokium Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan 2014
d fv
: Diameter
lubang baut (mm) geser PFRP (MPa) fv = 40 MPa berdasarkan hasil uji lab [5]
: Tegangan
e
Gambar 11 Sambungan baut tunggal dengan moda kegagalan geser Dengan menggunakan hasil uji pada variasi e/d yaitu 1,3, dan 5 diperoleh variasi Pmax seperti tergambar pada Gambar 12 dengan garis tren cenderung polynomial. Gambar 12 juga memperlihatkan hasil perhitungan beban maksimum sambungan dengan cara analitik. Secara absolut, kedua hasil tersebut memberikan deviasi yang cukup besar tetapi bila dilihat dari tren atau pola hubungan antara P dan e/d memiliki kecenderungan yang sama (linier).
Hubungan P max terhadap e/d 70 R² = 0.808
60
Pmax(kN)
50 40 R² = 0.999
30
eksperimental analitik Expon. (eksperimental) Linear (analitik)
20 10 0 0
1
2
3
4
5
6
e/d Gambar 12 Pengaruh rasio e/d pada kekuatan sambungan PFRP Penelitian mengenai sistem sambungan sebenarnya telah dilakukan oleh beberapa peneliti seperti oleh [6]. Mereka melakukan kajian eksperimental dan melakukan pengujian pada 81 buah sambungan baut PFRP. Berdasarkan studi tersebut direkomendasikan jarak lubang baut ke tepi (e/d) dan perbandingan lebar PFRP terhadap lubang baut (w/d) seperti pada Tabel 1. Pada Tabel 1 juga diperlihatkan rasio e/d dan w/d untuk elemen baja dan PFRP yang diproduksi oleh Strongwell. Berdasarkan kedua sumber tersebut, maka dapat direkomendasikan penggunaan nilai e/d sebesar 3 untuk PFRP. Fiberline memberikan jarak baut minimum yang dipengaruhi oleh orientasi pultrusi (Gambar 13). Winarputro Adi R. & Achmad Riza C.
8
Kolokium Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan 2014
Tabel 1 Perbandingan geometri sistem sambungan baja dan FRP terhadap beban tarik Rasio lebar PFRP terhadap diameter lubang baut (w/d) >3 3 - 7 (tipikal 4) 4
Jarak dari tepi ke pusat lubang (e/d)
Material Baja (grade 43) PFRP tebal 6,35 mm* PFRP tebal 6,35 mm**
1,2 - 3 2 - 4,5 (tipikal 3) 3
*Strongwell (2004) **Cooper dan Turvey (2005)
Gambar 13 Jarak baut minimum (Fiberline) [7] Pengaruh torsi Selain pengaruh rasio e/d, juga dilakukan perbandingan kekuatan sambungan berdasarkan variasi torsi. Pengencangan baut dilakukan dengan alat torsimeter (Gambar 14). Torsi dibuat menjadi 3 variasi yaitu 100 N.m, 200 N.m, dan 300 N.m. Hasil uji memperlihatkan bahwa pemberian torsimeter hingga 300 N.m memberikan peningkatan kekuatan sambungan secara proporsional (Gambar 14). Hubungan beban terhadap stroke dengan variasi torsi 50 45 40 35
Beban (kN)
100 Nm 30
200 Nm
25
300 Nm
20 15 10 5 0 0
5
10
15
20
25
30
35
Stroke (mm)
Gambar 14 Pengaruh torsi terhadap kekuatan sambungan PFRP [4]
5. Kesimpulan dan saran Setelah dilakukan pengujian tarik pada sambungan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Seluruh spesimen mengalami kegagalan geser (shear out failure) dan hal ini mengindikasikan kurangnya serat yang memberikan tahanan geser pada sambungan (serat orientasi 45° atau 90°). 2. Kekencangan baut memberikan pengaruh secara proporsional terhadap kekuatan sambungan.
Winarputro Adi R. & Achmad Riza C.
9
Kolokium Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan 2014
Sehingga untuk kedepannya disarankan : 1. Untuk dilakukan modifikasi Pultruded Fiber Reinforced Polymer (PFRP) terutama penambahan serat orientasi 45° atau 90° untuk meningkatkan tahanan geser. 2. Pengamatan lanjutan dari deformasi sambungan dengan penggunaan peralatan ukur (seperti LVDT). 3. Dilakukan kajian perilaku struktur lebih lanjut terhadap sambungan yang lebih kompleks.
Pustaka 1. Mossalam, et.al (1993), Performance of Pultruded FRP Connections under Static and Dynamic Loads” J. Reinf. Plastics and Composites, 13, 386-407. 2. Park, et.al, (2009), Experimental and analytical investigations on the bolted joints in pultruded FRP structural members, Proceeding APFIS-Seoul 2009. 3. Kretsis,G and Matthews, FL (1985), ”The Strength of Bolted Joints in Glass Fibers/Epoxy Laminates”, Composites, 16(2), 92-102. 4. Adi Riyono, W (2014), Karakterisasi Pultruded Fiber Reinforced Polymer dan Konsep Perencanaan Jembatan Berbahan Material Komposit, Pusjatan, No ISBN : 978-602-264-036-3 5. Sentra Teknologi Polimer (STP)-BPPT, (2013),”Laporan Pelaksanaan Kerja Sama Penelitian Puslitbang Jalan dan Jembatan & STP”. 6. Cooper dan Turvey (1995), Effects of joint geometry and bolt torque on the structural performance of single bolt tension joints in pultruded GRP sheet material. Composite Structures 32(1-4) : 217-226 7. Fiberline, ”Fiberline Design Manual” (2003), www.fiberline.dk
Winarputro Adi R. & Achmad Riza C.
10