STRUKTUR VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI KECAMATAN MERBAU KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI Mira Hidayati1, Haris Gunawan2, Mayta Novaliza Isda 2 1
Mahasiswa Program S1 Biologi, FMIPA UR 2 Dosen Jurusan Biologi FMIPA-UR Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau Kampus Bina Widya Pekanbaru, 28293, Indonesia
[email protected] ABSTRACT
This research aimed to determine the vegetation structure of natural and rehabilitated mangrove and to analyze the differences of mangrove vegetation structure between natural and rehabilitated areas. This research was conducted during the period of November to December 2014 in Merbau Meranti Island at two different locations. This research used survey method and the primary data was collected from the field. The sample collection used 10 x 10 m nested plot. A total of eight mangrove species were found in this research that belong to four families (Rhizoporaceae, Avicenniaceae, Sonneratiaceae, Arecaceae). Rhizoporaceae consists of Rhizopora apiculata, Rhizopora mucronata, Rhizopora stylosa and Bruguiera sp. Avicenniaceae consists of Avicennia marina and Avicennia alba. Sonneratiaceae consists of Sonneratia sp., while Arecaceae consists of Nypa fruticans. In natural mangrove area, the highest INP was found in Rhizopora apiculata at level of saplings (INP : 73.29%) and at the level pole (INP : 61.91%). In rehabilitated mangrove area, the highest INP was found in Avicennia alba at level of saplings (INP : 80.25%) and Sonneratia sp. and level of pole (INP : 52.51%). The diversity of mangrove vegetation at two study sites are moderate, however rehabilitated mangrove areas are more natural than mangrove area. The results of Tukey test (T test) showed that there were significant differences in the diversity index between natural and rehabilitation mangrove forest. The results showed that replanting mangrove vegetation had considered the suitability of zoning and there were similarity of community vegetation structure. These results indicated that the mangrove forest ecosystems in both sampling sites was in the regeneration phase with the abundance of seedlings and saplings. Keywords: Natural Mangrove, Rehabilitated Mangrove, Vegetation Structure of Mangrove. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas vegetasi ekosistem hutan mangrove dan menganalisis perbedaan perubahan karakteristiknya pada ekosistem mangrove alami dan yang direhabillitasi. Penelitian ini dilaksanakan Repository FMIPA
1
pada bulan November - Desember 2014 di kecamatan Merbau kabupaten Kepulauan Meranti. Metode yang digunakan adalah metode survey dimana data yang diperoleh merupakan data primer yang langsung didapatkan dari lapangan. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan plot 10 x 10 m yang didalamnya dibuat subplot secara nested sampling. Hasil penelitian mengidentifikasikan bahwa ditemukan 8 jenis mangrove yang termasuk kedalam empat famili (Rhizoporaceae, Avicenniaceae, Sonneratiaceae, Arecaceae). Famili Rhizoporaceae terdiri dari jenis Rhizopora apiculata, Rhizopora mucronata, Rhizopora stylosa dan Bruguiera sp. Famili Avicenniaceae terdiri atas Avicennia marina dan Avicennia alba. Famili Sonneratiaceae terdiri dari jenis Sonneratia sp, dan famili Palmae terdiri dari jenis Nypa fruticans. Pada kawasan mangrove alami INP tertinggi untuk tingkat pancang ditemui pada jenis Rhizopora apiculata (INP : 73,29 %) dan untuk tingkat tiang (INP : 61,91%). Pada kawasan mangrove rehabilitasi INP tertinggi terdapat pada jenis Avicennia alba (INP : 80,25 %) dan tingkat tiang terdapat pada jenis Sonneratia sp. (INP : 52,51 %).Keanekaragaman jenis vegetasi mangrove di lokasi penelitian termasuk sedang untuk kedua kawasan hutan mangrove, namun keanekaragaman mangrove di kawasan rehabilitasi lebih besar dibanding kawasan mangrove alami. Hasil uji lanjut Tukey (uji T) menunjukkan terdapat beda nyata pada indeks keanekaragaman struktur komunitas mangrove di kawasan mangrove alami dan kawasan rehabilitasi. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa penanaman kembali vegetasi mangrove telah mempertimbangkan kesesuaian zonasi dan terdapat persamaan struktur komunitas vegetasinya. Hasil ini menunjukkan bahwa ekosistem hutan mangrove dikedua lokasi sampling dalam tahap regenerasi dengan melimpahnya seedling dan pancang. Kata kunci : Mangrove Alami, Mangrove Rehabilitasi , Struktur Komunitas Mangrove PENDAHULUAN
Latar Belakang Riau memiliki luasan hutan mangrove seluas 234,517 Ha dan terkonsentrasi di tiga kabupaten (sebelum pemekaran) pada tahun 2006 yaitu 29 % (66,920 hektar) berada di kabupaten Bengkalis, 14 % (31,697 hektar) berada di kabupaten Kepulauan Riau dan sebagian besar berada di kabupaten Indragiri Hilir yaitu 57 % (135,900 hektar). Namun tingginya tingkat kerusakan mangrove di Propinsi Riau kini mencapai 43,935 hektar (18,7%) (Dinas Kehutanan Dati I Riau 1997).
Repository FMIPA
Kawasan pesisir mangrove di kecamatan Merbau telah lama dimanfaatkan masyarakat sebagai pertambakan ikan, udang dan dermaga pelabuhan untuk aktivitas masyarakat. Selain itu sebagian masyarakat ada yang memanfaatkan mangrove sebagai produksi kayu arang tanpa memperhatikan kawasan mangrove. Tentu dengan adanya kegiatan ini akan merusak kelestarian ekosistem mangrove dimasa yang akan datang. Pemerintah telah menggalakkan berbagai kegiatan rehabilitasi untuk meningkatkan kelestarian hutan mangrove namun kesadaran masyarakat disana khususnya di kecamatan Merbau
2
masih rendah dan semakin memperparah kondisi kawasan tersebut sehingga hampir tiap tahun di kecamatan Merbau mengalami kerusakan mangrove akibat tingginya intruksi air laut. Adanya kerusakan mangrove di kawasan kecamatan Merbau membuat masyarakat jenis melakukan kegiatan rehabilitasi terhadap ekosistem mangrove. Berbagai upaya telah dilakukan, mulai dari pembibitan mangrove sampai penanaman kembali mangrove yang terkena abrasi. Namun demikian, rehabilitasi mangrove yang dikerjakan oleh masyarakat perlu diketahui dampaknya terhadap proses-proses ekologisnya, salah satunya adalah struktur komunitas vegetasi yang akan dibandingkan dengan kondisi alaminya. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November - Desember 2014 di kecamatan Merbau, kabupaten Kepulauan Meranti. Pengambilan data dilakukan 2 kali selama dua bulan pada tanggal 10 November dan 10 Desember. Sedangkan alat dan bahan yang digunakan selama penelitian ini adalah tali raffia, thermometer, kayu pancang, meteran, kamera, soil tester, refraktometer, soil thermo, buku panduan identifikasi mangrove, dan tegakan pohon pada tingkat pertumbuhan semai, pancang, tiang dan pohon di kawasan mangrove alami dan rehabilitasi, kecamatan Merbau kabupaten Kepulauan Meranti. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
Repository FMIPA
survey yaitu data yang diperoleh merupakan data primer yang langsung didapatkan dari lapangan. Adapun penentuan lokasi penelitian ini dilakukan secara purpose sampling. Lokasi penelitian ini terdiri dari 2 (dua) lokasi yaitu kawasan mangrove rehabilitasi dan kawasan yang masih alami yang masing-masing memiliki 3 (tiga) plot yang berbeda. Pada kedua lokasi tersebut terdapat tiga plot yang masing-masing plot dibuat sub plot dengan ukuran 2x2 m untuk tingkat semai, 5x5 m untuk tingkat pancang dan 10x10 m untuk tingkat pohon. HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Vegetasi Mangrove Komposisi Jenis Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan untuk kawasan mangrove alami ditemukan 8 (delapan) jenis mangrove yang termasuk kedalam 4 (empat) famili. Famili Rhizoporaceae terdiri dari jenis Rhizopora apiculata, Rhizopora mucronata, Rhizopora stylosa dan Bruguiera sp. Famili Avicenniaceae terdiri atas Avicennia marina dan Avicennia alba. Famili Sonneratiaceae terdiri dari jenis Sonneratia sp. dan famili Palmae terdiri dari jenis Nypa fruticans. Pada kawasan rehabilitasi juga ditemui jenis vegetasi mangrove yang sama hanya saja komposisi pada masing-masing jenis mangrove berbeda. Di kawasan mangrove rehabilitasi jumlah individu mangrove yang tertinggi adalah jenis Avicennia alba dan Avicennia marina sedangkan yang terendah
3
ditemui pada jenis Bruguiera sp. Jumlah jenis vegetasi mangrove yang tertinggi di kawasan yang masih alami adalah jenis Rhizopora apiculata. Sedangkan yang terendah adalah jenis Sonneratia sp. Hal ini dikarenakan jenis dari Rhizopora sp. memiliki karakteristik substrat yang cocok dengan karakteristik substrat di lokasi penelitian. Selain itu perbedaan ini juga disebabkan adanya perbedaan zonasi diantara kedua kawasan tersebut. Aksornkoae (1993) menambahkan bahwa jenis Rhizophora sp. dapat tumbuh dengan baik pada tipe substrat lumpur yang relatif tebal yang mengarah ke daratan dan juga berada pada zonasi tengah. Vegetasi tingkat semai dengan jumlah tertinggi di kawasan mangrove alami ditemukan pada spesies Rhizopora stylosa sebanyak 39 individu dan terendah terdapat pada jenis Sonneratia sp. yaitu sebesar 5 (lima) individu. Untuk jumlah individu tingkat semai tertinggi di kawasan mangrove rehabilitasi ditemukan pada jenis Avicennia marina dan Avicennia alba yaitu sebesar 34 individu. Sedangkan yang terendah adalah jenis Bruguiera sp. yaitu sebesar 9 (sembilan) individu (Tabel 4.1). Jumlah individu vegetasi mangrove tingkat pancang di kawasan mangrove alami dengan nilai tertinggi ditemui pada jenis Rhizopora apiculata yaitu sebanyak 50 individu dan terendah ditemui pada jenis Sonneratia sp. yaitu sebanyak 11 individu. Sedangkan untuk jumlah individu tingkat pancang di kawasan mangrove yang telah direhabilitasi tertinggi terdapat pada jenis Avicennia alba dan jumlah individu terendah ditemui pada jenis
Repository FMIPA
bruguiera sp. Dari hasil analisis tingkat pancang didapati bahwa kawasan mangrove yang alami memiliki jumlah individu yang lebih banyak dibanding dengan kawasan mangrove yang telah direhabilitasi dengan total keseluruhan sebanyak 166 individu (Tabel 4.1). Tabel 4.1
Jumlah Individu Vegetasi Mangrove di Kawasan Mangrove Alami dan Rehabilitasi Pada Berbagai Tingkat Pertumbuhan.
Jenis
Rhizopora apiculata Rhizopora mucronata Rhizopora stylosa Avicennia marina Avicennia alba Bruguieras sp Sonneratia sp Nypa fruticans Jumlah Jenis
Rhizopora apiculata Rhizopora mucronata Rhizopora stylosa Avicennia marina Avicennia alba Bruguieras sp Sonneratia sp Nypa fruticans Jumlah
Kawasan Alami Se Panc mai ang
Mangrove Tia ng
Poh on
34
50
12
1
35
30
7
1
39
20
11
1
12 22 5 0 10 15 2 0 14 15 8 0 5 11 3 0 5 3 6 1 154 166 54 4 Kawasan Mangrove Rehabilitasi Se Panc Tia Poh mai ang ng on 16
13
5
0
10
12
5
0
10
9
4
0
34 34 9 10 4 127
38 39 3 14 1 129
7 9 2 8 6 46
1 1 0 1 1 4
4
Jumlah individu vegetasi mangrove tingkat tiang di kawasan yang masih alami tertinggi juga ditemui pada jenis Rhizopora apiculata yaitu sebanyak 12 individu sedangkan yang terendah terdapat pada jenis Avicennia alba yaitu sebanyak 2 (dua) individu. Adapun untuk Jumlah individu tingkat tiang di kawasan mangrove rehabilitasi yang tertinggi terdapat pada jenis Avicennia alba yaitu sebanyak 9 (sembilan) individu sedangkan yang terendah terdapat pada jenis Bruguiera sp. yaitu sebanyak 2 (dua) individu (Tabel 4.1). Untuk jumlah individu tingkat pohon di kawasan alami hanya ditemui pada jenis Rhizopora apiculata, Rhizopora muronata , Rhizopora stylosa dan Nypa fruticans. Berbeda dengan kawasan mangrove yang di rehabilitasi vegetasi mangrove tingkat pohon ditemui pada jenis Avicennia alba,
Avicennia marina, Sonneratia sp. dan Nypa fruticans. Dari total keseluruhan pada berbagai jenis tingkat pertumbuhan vegetasi mangrove didapati bahwa jenis mangrove di kawasan alami lebih banyak dibanding di kawasan mangrove yang telah direhabilitasi.
Jenis Vegetasi Mangrove
INP tertinggi pada jenis Rhizopora apiculata dengan nilai 79,4 %. Tingginya indeks nilai penting suatu Kawasan Rehabilitasi jenis dipengaruhi oleh pH tanah yang 34,15 rendah. Sedangkan untuk kawasan 30,53
Rh Rhzopora apiculata Bx Rhizo Rhzopora mucronata Rhzopora stylosa Avicennia marina Avicenni Avicennia alba Bruguiera sp Sonneratia sp NypN Nypa fruticans
INP (%) Kawasan Alami 73,29 50,28 33,67 37,26 31,35 31,46 34,7 7,98
Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa indeks nilai penting tertinggi di kawasan alami terdapat pada jenis Rhizopora apiculata sebesar 73,29 % dan yang terendah terdapat pada jenis Nypa fruticans. Hal yang sama juga terjadi pada penelitian Amir dan Zulharman (2012) yang memperoleh
Repository FMIPA
4.1.4 Indeks Nilai Penting (INP) Indeks nilai penting bertujuan untuk menentukan dominansi spesies terhadap keberadaan spesies lainnya dan menentukan seberapa besar pengaruh suatu spesies terhadap lingkungan sekitarnya. Indeks nilai penting vegetasi mangrove untuk tingkat pancang dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Indeks Nilai Penting Vegetasi Mangrove Tingkat Pancang di Kawasan Alami dan Rehabilitasi
27,06 75,17 80,25 13,28 33,66 5,89
Tingginya indeks nilai penting suatu jenis dipengaruhi oleh pH tanah yang rendah. Sedangkan untuk kawasan mangrove rehabilitasi indeks nilai penting tertinggi terdapat pada jenis Avicennia alba sebesar 80,25% dan terendah ditemui pada jenis Bruguiera sp. Hal ini menunjukkan bahwa pada kedua kawasan 5
didominasi oleh jenis vegetasi yang berbeda. Firly (2008) menyebutkan bahwa indeks nilai penting untuk pancang berkisar 15,84% - 300,00%. Hasil analisis memperlihatkan bahwa indeks nilai penting untuk tingkat pancang di kawasan alami lebih
tinggi dibanding kawasan rehabilitasi yang berarti bahwa vegetasi mangrove tingkat pancang di kawasan alami lebih banyak dari pada kawasan yang direhabilitasi. Adapun untuk indeks nilai penting tingkat tiang dapat dilihat pada Tabel 4.3 di bawah ini.
Tabel 4.3 INP Tingkat Tiang di Kawasan Mangrove Alami dan Rehabilitasi Jenis Vegetasi Mangrove INP (%) Kawasan Alami Kawasan Rehabilitasi Rhizopora apiculata 61,91 36,10 Rhizopora mucronata 48,80 30,22 Rhizopora stylosa 48,79 28,14 Avicennia marina 27,94 50,76 Avicennia alba 10,68 43,28 Bruguiera sp 50,8 19,35 Sonneratia sp 17,06 52,51 Nypa fruticans 34,02 39,65
Dari Tabel 4.3 dapat dilihat indeks nilai penting untuk tingkat tiang di kawasan alami berkisaran 10,68% 61,91% sedangkan untuk kawasan rehabilitasi indeks nilai penting yang didapatkan berkisar 19,35% - 52,51%. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan mangrove alami memiliki indeks nilai penting lebih tinggi dibanding kawasan yang di rehabilitasi. Firly (2008) menambahkan jika semakin banyak jumlah vegetasi yang ditemukan dan semakin besar diameter batang yang dimilikinya maka akan semakin besar pula nilai INP yang didapatkan. Indeks nilai penting untuk kawasan mangrove alami yang tertinggi terdapat pada jenis Rhizopora apiculata sebesar 61,91% sedangkan yang terendah terdapat pada jenis Avicennia alba. Adapun untuk kawasan yang direhabilitasi indeks nilai penting tertinggi dapat ditemui pada jenis Sonneratia sp. Sedangkan yang terendah terdapat pada jenis Bruguiera sp. sebagaimana yang disajikan dalam Repository FMIPA
Tabel 4.3. Tingginya indeks nilai penting ini menunjukkan bahwa banyaknya jenis vegetasi mangrove untuk masing-masing tingkat pada setiap lokasi pengamatan. 4.1.5 Keanekaragaman (H’) Indeks keanekaragaman digunakan untuk mengevaluasi suatu keadaan lingkungan perairan terhadap kondisi biologi di kawasan tersebut. Menurut Odum (1993) hubungan ini didasarkan atas kenyataan bahwa kondisi lingkungan yang tidak seimbang akan berpengaruh terhadap organisme yang hidup di suatu perairan. Indeks keanekaragaman tingkat semai, pancang dan tiang di kawasan hutan mangrove alami dan kawasan hutan mangrove rehabilitasi dapat dilihat pada Gambar 4.1
6
Sema i
Keanekaragaman
2.5 2
Panc ang
1.5
Tiang Tingkat Pertumbuhan
Gambar 4.1 Indeks Keanekaragaman Tingkat Semai, Pancang dan Tiang di Kawasan Alami dan Rehabilitasi Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa indeks keanekaragaman untuk masing-masing tingkat pertumbuhan tertinggi di kawasan alami berkisar 1,84 - 2,0. Adapun untuk kawasan mangrove rehabilitasi indeks keanekaragaman berkisar 1,73 – 2,01 (Gambar 4.1). Hal ini menunjukkan bahwa indeks keanekaragaman di kawasan rehabilitasi lebih tinggi dibanding kawasan alami namun perbedaan nya tidak begitu signifikan. Hardjosuwarno (1990) menambahkan bahwa indeks keanekaragaman (H’) terdiri dari beberapa kriteria yaitu : jika (H’) lebih dari 3,0 menunjukkan keanekaragaman tinggi, jika nilai (H’) sebesar 1,6 - 3,0 menunjukkan keanekaragaman sedang, jika nilai (H’) sebesar 1,0 – 1,5 menunjukkan keanekaragaman rendah. Hal ini berarti indeks keanekaraman vegetasi mangrove dilokasi penelitian baik di kawasan alami maupun di kawasan rehabilitasi masih tergolong sedang . Indeks keanekaragaman yang tinggi menunjukkan kestabilan dan penyebaran jumlah individu tiap spesies juga tinggi. Hasil uji T menunjukkan bahwa terdapat beda nyata antara indeks
Repository FMIPA
keanekaragaman vegetasi hutan mangrove di kawasan alami dan kawasan mangrove rehabilitasi. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ditemukan 8 (delapan) jenis vegetasi yang termasuk kedalam 4 (empat) famili yaitu Rhizoporaceae terdiri dari jenis Rhizopora apiculata, Rhizopora mucronata, Rhizopora stylosa dan Bruguiera sp. Famili Avicenniaceae terdiri atas Avicennia marina dan Avicennia alba. Famili Sonneratiaceae terdiri dari jenis Sonneratia sp, dan famili Palmae terdiri dari jenis Nypa Terdapat perbedaan jenis fruticans. vegetasi mangrove di alami dan di rahabilitasi. Hal ini ditunjukkan dengan analisis Indeks Nilai Penting (INP). Indeks keanekaragaman pada dua lokasi hutan manggrove berkisar 1,73 - 2,01 yang berarti kawasan tersebut mempunyai keaneragaman jenis vegetasi rendah sampai sedang. Hasil uji T menunjukkan bahwa terdapat beda nyata antara indeks keanekaragaman vegetasi hutan mangrove di kawasan alami dan kawasan mangrove rehabilitasi. DAFTAR PUSTAKA
Aksornkoe. 1993. Ecology and Management of Mangrove. IUCN. Bangkok. Thailand. Amir dan Zulharman, 2012. Analisa Vegetasi Hutan Mangrove Pelabuhan Lembar Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat. Vol 7 (2). 1-13
7
Departemen Kehutanan. 1997. Strategi Nasional Pengelolaan Mangrove di Indonesia. Jilid 1: Mangrove di Indonesia: Status Sekarang. Departemen Kehutanan. Jakarta. Firly , 2008. Struktur Komunitas Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan dan Pantai Pulau Kambuno Pulau-pulau Sembilan Kabupaten Sinjai. Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Hardjosuwarno, 1990. Pengenalan Ekosistem Mangrove. Institut
Repository FMIPA
Pertanian Bogor. Bogor Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 Tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penetuan Kerusakan Mangrove. Noor R, Khazali YM, Suryadi putra, INN. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PHKA/WIIP. Bogor. hal 220. Odum, E.P.1993 . Dasar-Dasar Ekologi Terjemahan dari Fundamentals Of Ecology. Yoyakarta Gadjah Mada Press.Yogyakarta.
8