STRATEGI OPTIMALISASI PENYERAPAN ANGGARAN PADA DINAS BINAMARGA DAN SUMBER DAYA AIR KOTA BOGOR
JIMMY VENTIUS PARLUHUTAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir berjudul Strategi Optimalisasi Penyerapan Anggaran Pada Dinas Binamarga dan Sumber Daya Air Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2016 Jimmy Ventius Parluhutan NRP H252130085
RINGKASAN JIMMY VENTIUS PARLUHUTAN. Strategi Optimalisasi Penyerapan Anggaran Pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor. Dibimbing oleh Dr. Ir. DEDI BUDIMAN HAKIM, M.A.Ec dan Dr. Ir. NUNUNG NURYARTONO, MSi. Sebagai suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat, Negara Indonesia memiliki konstitusi atau Undang Undang Dasar yang menjamin setiap warganya untuk hidup sesuai dengan hak-haknya dan berupaya untuk mewujudkan tujuantujuannya, serta mengatur semua permasalahan yang menyangkut pemerintahan. Untuk mewujudkan hal tersebut, pelayanan terhadap rakyatnya tidak mungkin terpusat pada pemerintah pusat, tetapi harus didistribusikan pada pemerintah daerah yang menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. Pemerintahan daerah dibentuk dengan tujuan mencapai efektivitas dan efisiensi dalam pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah pusat memberi sumbersumber keuangan, pengalokasian dana perimbangan, dan pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintah daerah untuk membiayai belanja rumah tangga pemerintah daerah dalam mengemban penyerahan wewenang pemerintahan. Pengeluaran pemerintah daerah dalam bentuk anggaran belanja daerah mempunyai peran riil dalam peningkatan kualitas pelayanan publik dan sekaligus menjadi stimulus bagi perekonomian daerah apabila terealisasi dengan baik. Ironisnya anggaran Pemerintah Kota Bogor yang tidak tergunakan (idle) trennya terus meningkat ekuivalen dengan meningkatnya sisa anggaran belanja APBD tahun 2010-2014. Selama kurun waktu lima tahun terakhir, periode tahun 2010-2014, persentase penyerapan anggaran belanja APBD Kota Bogor terus mengalami penurunan. Belanja daerah ini sejatinya merupakan pengeluaran yang dilakukan Pemerintah Kota Bogor untuk mendanai seluruh kegiatan/program yang berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap layanan publik di Kota Bogor. Ketika terjadi kegagalan pencapaian target penyerapan anggaran belanja, berarti telah terjadi inefisiensi dan inefektivitas pengalokasian anggaran. Salah satu indikator kegagalan birokrasi adalah tidak optimalnya penyerapan anggaran sesuai dengan target dalam dokumen anggaran pendapatan dan belanja yang ditetapkan. Kegagalan pencapaian target penyerapan anggaran tersebut akan berakibat hilangnya manfaat belanja. Kegagalan pencapaian target penyerapan anggaran belanja APBD Kota Bogor merupakan akumulasi dari kegagalan penyerapan anggaran pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kota Bogor sebagai unsur pelaksana otonomi daerah sesuai dengan bidang urusannya masing-masing. Jika ditarik rata-rata penyerapan anggaran dalam kurun waktu empat tahun terakhir nyata bahwa Dinas Bina Marga dan sumber Daya Air dengan rata-rata penyerapan sebesar 69.95% merupakan SKPD yang pencapaian target penyerapan anggarannya terendah dibandingkan SKPD lainnya. Berdasarkan data yang tersaji, untuk melakukan analisis lebih lanjut maka Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor dipilih menjadi lokasi penelitian
Gambaran empiris mengenai kinerja penyerapan anggaran inilah yang melatarbelakangi penelitian ini, dengan tujuan: 1) mengidentifikasi penyebab rendahnya penyerapan anggaran pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor; 2) menganalisis faktor-faktor yang menentukan rendahnya penyerapan anggaran pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor; dan 3) merumuskan strategi optimalisasi penyerapan anggaran pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor. Metode pengumpulan data menggunakan wawancara dengan bantuan kuesioner dan diskusi (FGD), serta data dari dokumen dan laporan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, yang hasilnya kemudian dianalisis menggunakan analisis SWOT dan QSPM. Berdasarkan informasi dan hasil analisis data penelitian, diketahui penyebab rendahnya penyerapan anggaran belanja APBD Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor karena adanya kegiatan yang tidak berjalan sesuai ketetapan dalam APBD khususnya belanja modal program pembangunan jalan, jembatan, dan drainase sebagai akibat adanya hambatan dalam pembebasan lahan terkait pembangunan infrastruktur jalan baru di Kota Bogor. Disamping hal itu alokasi waktu yang dijadwalkan dalam satu tahun anggaran tidak memadai jika dibandingkan dengan panjangnya tahapan implementasi kegiatan yang membutuhkan waktu yang tidak cukup sedikit, seringkali menyebabkan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air tidak mampu merealisasikan kegiatan terutama belanja modal program pembangunan jalan, jembatan, dan drainase. Terdapat empat faktor strategis internal dan eksternal yang mendukung rendahnya penyerapan anggaran belanja pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor. Keempat faktor tersebut yaitu: 1) faktor kekuatan (S): adanya kewenangan bidang kebinamargaan dan SDA, 2) faktor kelemahan (W): alokasi waktu kegiatan yang kurang memadai, 3) faktor peluang (O): adanya peraturan perundang-undangan sebagai payung hukum, 4) faktor ancaman (T): kegagalan pembebasan lahan Untuk mengoptimalkan penyerapan anggaran pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor, perlu dilakukan strategi “Hindari alokasi waktu kegiatan yang kurang memadai dan kegagalan pembebasan lahan” yang diimplementasikan melalui program; Pertama, Rasionalisasi target kinerja input dan output dengan menerapkan Kerangka Perencanaan Jangka Menengah (KPJM), yang dilakukan melalui kegiatan evaluasi kebijakan berjalan; penyusunan prioritas; proses anggaran; penetapan baseline anggaran; dan penetapan prakiraan maju tahun jamak. Kedua, penguatan komunikasi dan layanan informasi, yang dilakukan melalui penguatan infrastruktur dan mekanisme pelayanan informasi publik Kata kunci: penyerapan anggaran, strategi optimalisasi, SWOT, QSPM
SUMMARY JIMMY VENTIUS PARLUHUTAN. The Strategy to Optimize Budget Disbursement in the Agency of Public Works and Water Resources of Bogor City. Supervised by Dr. Ir. DEDI BUDIMAN HAKIM, M.A.Ec and Dr. Ir. NUNUNG NURYARTONO, MSi. As an independent and sovereign nation , the State of Indonesia has a constitution which guarantees every citizen to live in accordance with their rights and working to realize its objectives , as well as all issues concerning the government. To achieve this goal , the service of the people could not have focused on the central government , but must be distributed to local authorities who run the widest possible autonomy , except in matters of government by law determined as the affairs of the Central Government. Local government was formed with the goal of achieving effectiveness and efficiency in the public service. The central government provides financial resources, the allocation of equalization funds, and loans and / or grants to local governments to finance household spending of local governments in carrying out the devolution of government power. Local government spending in the form of regional budget is discussed and agreed upon by the local government and the legislature, has a real role in improving the quality of public services and as well as a stimulus for the regional economy if realized well. Ironically, the trend of idle budget in Bogor City Government was increased equivalent to increased the remaining budget for 2010-2014. Budget disbursement in Bogor City Government was not optimal, scientifically proven based on data from the Budget Realization Report . During the last five-year period , 2010-2014 , the percentage of budget disbursement continues to decline. Bogor City Government spending is actually an expenditure made local government to fund all activities / programs that directly or indirectly impact on public services in the city of Bogor. When there is a failure to achieve the target of budget disbursement, means there has been inefficient and ineffective allocation of the budget. One indicator of beureaucracy failures is unoptimized budget disbursement as targetted in budget documents. This causes the loss of expenditure benefits to the economy. The failure of the Bogor City Government to achieve the target of budget disbursement is an accumulation of failures of budget absorption in Bogor city agencies as the implementing element of local autonomy in accordance with their respective governmental affairs . If drawn an average of budget disbursement within the last four years was clear that the Agency of Public Works and Water Resources of Bogor City with an average disbursement of 69.95 % was agency which achievement of budget disbursement lowest compared to other agencies. Based on the data presented, to conduct further analysis, the Agency of Public Works and Water Resources of Bogor City chosen as the research site.
This empirical fact is the background of this research which is aimed : 1) to identify the causes of the low budget disburserment; 2) to analyze the factors that affect the low budget disburserment; and 3) to formulate the strategy to optimize budget disburserment. This research was conducted in the Agency of Public Works and Water Resources of Bogor City. Methods of data collection are interviews assisted with questionnaire, focus group discussion, and reports from legitimate institutions. The analysis is using SWOT Analysis and QSPM. This research found that budget disbursement rate of the Agency of Public Works and Water Resources of Bogor City low due to the projects that were not running as targeted in budget documents, especially capital expenditure program the construction of roads , bridges , and drainage as a result of the obstacles in land acquisition related to the construction of new road infrastructure in the city of Bogor. In addition to that allocation of the scheduled time of the year the budget was not adequate when compared to the length of the stages of implementation of activities that require time does quite a bit, often causing this Agency was not able to realize activities especially capital expenditure program the construction of roads , bridges , and drainage. Budget disbursement of the Agency of Public Works and Water Resources is affected by the organization’s strategic factors. There are four strategic internal and external factors that support low budget disbursement of the Agency of Public Works and Water Resources. These four factors are: 1 ) Strenght factor ( S ) : the authority of public works and water resources, 2 ) Weakness factor ( W ) : time allocation of activities inadequate , 3 ) Opportunity factor ( O ) : laws and regulations as the legal basis , 4 ) Threat factor (T ) : the failure of land acquisition. The strategy to optimize budget disbursement in this agency is " Avoid project that is limited in time and avoid the failure of land acquisition " which is implemented through the program; First , Rationalization input and output performance targets by implementing the Medium Term Expenditure Framework, which is done through policy evaluation activity running; priority setting; the budget process; the budget baseline determination; and the establishment of a multi-year forecast forward. Second , strengthening communication and information services , which is done through strengthening the infrastructure and mechanisms for public information services
Keywords: budget disbursement, optimazion strategy, SWOT, QSPM
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STRATEGI OPTIMALISASI PENYERAPAN ANGGARAN PADA DINAS BINA MARGA DAN SUMBER DAYA AIR KOTA BOGOR
JIMMY VENTIUS PARLUHUTAN
Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji luar komisi pada Ujian Tugas Akhir: Dr. A. Faroby Falatehan, SP, ME.
Judul Tugas Akhir :
Nama NRP Program Studi
: : :
Strategi Optimalisasi Penyerapan Anggaran Pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor Jimmy Ventius Parluhutan H252130085 Manajemen Pembangunan Daerah
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si Anggota
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. Ketua
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr.Ir. Ma’mun Sarma, MS,M.Ec.
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr.
Tanggal Ujian: 30 Januari 2016 (tal pelaksanaan ujian tesis)
Tanggal Lulus: (tanal penandatanganan tesis oleh Dekan Sekolah Pascasarjana)
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang pengumpulan datanya dilaksanakan sejak bulan Juni 2015 ini ialah kinerja penyerapan anggaran pemerintah daerah tidak optimal , dengan judul Strategi Optimalisasi Penyerapan Anggaran Pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec.dan Bapak Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Unsur Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor, dan Unsur BPKAD Kota Bogor yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala motivasi, doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2016 Jimmy Ventius Parluhutan
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
x
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 2 4 5 5
2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pembangunan Daerah Konsep Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Peranan Pemerintah dalam Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat Permasalahan dalam Penyerapan Anggaran Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah
6 6 7 9 10 10
3 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Lokasi dan Waktu Pengumpulan Data Metode Penelitian
12 12 13 13
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Pelayanan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor Visi dan Misi Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor Penyebab Rendahnya Penyerapan Anggaran
22 22 29 34
5 Analisis Lingkungan Strategis dan Rancangan Strategi Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman (SWOT) Faktor – faktor Yang Mendukung Strategi Perancangan Program
41 41 54 55 59
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran Keterbatasan Penelitian
61 61 61 62
DAFTAR PUSTAKA
63
LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
8. 9. 10. 11. 12. 13.
14.
15.
16.
17.
18. 19. 20. 21. 22. 23.
Penyerapan anggaran belanja APBD Kota Bogor Tahun 2010 2014 Penyerapan anggaran belanja APBD Kota Bogor per SKPD Tahun 2010 - 2014 Format identifikasi faktor internal dan eksternal Format komparasi urgensi faktor internal dan eksternal Format evaluasi faktor internal dan eksternal Matriks perencanaan strategis kuantitatif (QSPM) Keadaan Pegawai Negeri Sipil Menurut Pendidikan dan Pangkat Golongan pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor Tahun 2014 Kinerja Pelayanan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor Tahun 2010 - 2014 Alokasi Anggaran Belanja Langsung Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor Tahun 2010 - 2014 Alokasi Anggaran Belanja Modal Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor Tahun 2010 - 2014 Strategi dan Program Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor Tahun 2014 - 2019 Penyerapan Anggaran Belanja Langsung Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor per Kegiatan Tahun 2014 Rincian Anggaran Belanja Langsung Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor Berdasarkan Jenis Belanja Tahun 2014 Penyerapan Anggaran Belanja Langsung Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor Berdasarkan Jenis Belanja Tahun 2014 Penyerapan Anggaran Belanja Langsung Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor per Kegiatan Periode Januari s.d. Juni 2015 Rincian Anggaran Belanja Langsung Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor Berdasarkan Jenis Belanja Tahun 2015 Penyerapan Anggaran Belanja Langsung Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor Berdasarkan Jenis Belanja Periode Januari s.d. Juni 2015 Identifikasi Faktor Strategis Internal Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor Identifikasi Faktor Strategis Eksternal Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor Komparasi urgensi faktor internal Komparasi urgensi faktor eksternal Ringkasan Analisis Faktor Strategis Internal (IFAS) Ringkasan Analisis Faktor Strategis Eksternal (EFAS)
1 4 17 17 18 20
22 24 26 27 29 30
35
35
36
40
40 44 47 48 49 52 53
24. 25. 26. 27.
Faktor kunci keberhasilan Formulasi strategi SWOT Matriks perencanaan strategis kuantitatif (QSPM) Strategi, kebijakan, program, dan kegiatan
54 56 57 59
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4.
Kerangka berpikir Tahapan analisis SWOT Keadaan pegawai negeri sipil menurut pendidikan pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor Tahun 2014 Keadaan pegawai negeri sipil menurut golongan kepangkatan pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor Tahun 2014
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2.
Evaluasi faktor internal dan eksternal Kuesioner analisis SWOT dalam penentuan strategi optimalisasi penyerapan anggaran pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor
12 16 23 23
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang Kinerja serapan APBD Kota Bogor belum optimal, hal ini dibuktikan secara ilmiah berdasarkan data Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Pemerintah Kota Bogor. BPKAD (2015) menjelaskan bahwa selama kurun waktu lima tahun terakhir, periode tahun 2010-2014, persentase penyerapan anggaran belanja APBD Kota Bogor terus mengalami penurunan. Pada tahun 2010 tingkat penyerapan anggaran belanja APBD sebesar 90.89% dari target anggarannya, dan pada tahun 2011 turun menjadi 90.77% , dan terus menurun setiap tahunnya sampai dengan tahun 2014, dengan rincian per tahun masing-masing adalah 89.64% pada tahun 2012, 85.25% pada tahun 2013, dan 83.39% pada tahun 2014. Tabel 1. Penyerapan anggaran belanja APBD Kota Bogor Tahun 2010 – 2014 Tahun
Anggaran (Rp.)
Realisasi (Rp.)
%
Lebih/(Kurang)
2010
1,052,577,506,898
956,682,804,942
90.89
(95,894,701,956)
2011
1,183,796,860,955
1,074,576,515,295
90.77
(109,220,345,660)
2012
1,401,329,094,935
1,256,205,808,990
89.64
(145,123,285,945)
2013
1,668,170,527,875
1,422,132,371,106
85.25
(246,038,156,769)
2014
1,992,827,363,625
1,661,818,048,779
83.39
(331,009,314,846)
Sumber: Diolah dari BPKAD Kota Bogor Belanja daerah ini sejatinya merupakan pengeluaran yang dilakukan Pemerintah Kota Bogor untuk mendanai seluruh kegiatan/program yang berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap layanan publik di Kota Bogor. Ketika terjadi kegagalan pencapaian target penyerapan anggaran belanja, berarti telah terjadi inefisiensi dan inefekktivitas pengalokasian anggaran. Banyak pihak yang menyoroti masalah kegagalan pencapaian target penyerapan anggaran sebagai salah satu indikator kegagalan birokrasi. Kegagalan pencapaian target penyerapan anggaran akan berakibat hilangnya manfaat belanja. Ironisnya anggaran Pemerintah Kota Bogor yang tidak tergunakan (idle) trennya terus meningkat ekuivalen dengan meningkatnya sisa anggaran belanja APBD tahun 2010-2014. Pada tahun 2010 kurang serap belanja dalam APBD Kota Bogor adalah sebesar Rp.95,894,701,956,- dan nilainya meningkat menjadi 113.89% pada tahun 2011 atau menjadi Rp.109,220,345,660,- dan pada tahun 2014 nilainya terus meningkat menjadi 345% dari tahun 2010 atau menjadi sebesar Rp. 331,009,314,846.
2 Kegagalan pencapaian target penyerapan anggaran belanja APBD Kota Bogor merupakan akumulasi dari kegagalan penyerapan anggaran pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kota Bogor sebagai unsur pelaksana otonomi daerah sesuai dengan bidang urusannya masing-masing. Jika dana pemda yang idle ini bisa diserap dengan baik dan direalisasikan untuk membangun gedung sekolah, maka dengan asumsi untuk membangun gedung sekolah dua lantai dengan luas 1312 m2 diperlukan dana kurang lebih sebesar Rp. 3,6 milyar (Susanto 2011) dana ini dapat digunakan untuk membangun lebih dari 90 gedung sekolah baru. Jika dana tersebut digunakan untuk membangun rumah sakit, maka dengan asumsi untuk membangun rumah sakit yang terdiri dari empat lantai dengan luas 12.895 m2 diperlukan dana kurang lebih sebesar Rp. 12 milyar (Sari 2012) dana ini dapat digunakan untuk membangun 27 rumah sakit yang terdiri dari empat lantai di Kota Bogor. Dari uraian diatas, maka timbul berbagai masalah untuk dilakukan penelitian mengenai penyerapan anggaran belanja APBD.
Perumusan Masalah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, urusan pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, urusan pemerintahan konkuren yaitu urusan pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota, dan urusan pemerintahan umum yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan. Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke daerah menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah, terdiri atas urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Urusan pemerintahan wajib yang menjadi kewenangan kabupaten/kota meliputi: pendidikan; kesehatan; pekerjaan umum dan penataan ruang; perumahan rakyat dan kawasan permukiman; ketentraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; sosial; tenaga kerja; pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak; pangan; pertanahan; lingkungan hidup; administrasi kependudukan dan pencatatan sipil; pemberdayaan masyarakat dan desa; pengendalian penduduk dan keluarga berencana; perhubungan; komunikasi dan informatika; koperasi, usaha kecil, dan menengah; penanaman modal; kepemudaan dan olahraga; statistik; persandian; kebudayaan; perpustakaan; dan kearsipan. Urusan pemerintahan pilihan, meliputi: kelautan dan perikanan; pariwisata; pertanian; kehutanan; energi dan sumber daya mineral; perdagangan; perindustrian: dan transmigrasi. Tabel 2 menyajikan data penyerapan anggaran belanja APBD per SKPD di lingkungan Pemerintah Kota Bogor dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan urusannya masing-masing. Berdasarkan data nampak bahwa pencapaian target penyerapan belanja tertinggi pada tahun 2014 adalah Kecamatan Tanah Sareal (98.92%), dan terendah adalah Rumah Sakit Umum Daerah (49.07%), disusul oleh Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Daerah (64.48%), Sekretariat DPRD (67.09%), BPKAD (68.15%), dan Dinas Bina Marga & SDA (74.12%).
3 Pada tahun 2013, pencapaian target penyerapan belanja tertinggi juga ditempati oleh Kecamatan Tanah Sareal (96.87%), dan terendah adalah Dinas Bina Marga & SDA (56.94%), BPKAD (69.01%), Sekretariat DPRD (77.61%), Dinas lalu Lintas dan Angkutan Jalan (82.31%), dan Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (83.42%). Pada tahun 2012 pencapaian target penyerapan belanja tertinggi adalah Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI (98.95%) dan terendah adalah Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (72.70%), Sekretariat DPRD (74.12%), BPKAD (74.34%), Dinas Bina Marga & SDA (77.11%), dan Dinas Pertanian (78.35%). Pencapaian target penyerapan belanja tertinggi pada tahun 2011 adalah Kecamatan Bogor Selatan (99.21%) dan terendah adalah BPKAD (70.53%), Dinas Bina Marga & SDA (71.64%), Sekretariat DPRD (72.51%), Dinas Pengawasan Bangunan dan Permukiman (83.45%), dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (87.87%). Pencapaian target penyerapan belanja tertinggi pada tahun 2010 adalah Kecamatan Bogor Selatan (99.80%) dan terendah adalah Sekretariat DPRD (74.12%), Dinas Bina Marga & SDA (78.56%), Dinas Pendapatan Daerah (80.48%), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (84.38%), dan Dinas Pengawasan Bangunan dan Permukiman (86.06%). Jika ditarik rata-rata penyerapan anggaran dalam kurun waktu empat tahun terakhir nyata bahwa Dinas Bina Marga dan sumber Daya Air dengan rata-rata penyerapan sebesar 69.95% merupakan SKPD yang pencapaian target penyerapan anggarannya terendah dibandingkan SKPD lainnya. Berdasarkan data yang tersaji, untuk melakukan analisis lebih lanjut maka Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor dipilih menjadi lokasi penelitian untuk dikaji “Mengapa penyerapan anggaran Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air lebih rendah dibandingkan SKPD lainnya?” Kinerja belanja yang baik, yang selama ini menggunakan tolok ukur tingkat penyerapan belanja, merupakan kondisi ideal yang ingin diwujudkan dalam pengelolaan APBD Kota Bogor. Untuk mendorong tercapainya tujuan tersebut Pemerintah Kota Bogor terus menata diri dengan dukungan perencanaan anggaran yang lebih baik, penetapan anggaran yang dalam dua tahun terakhir lebih tepat waktu namun demikian sulit diingkari bahwa saat ini kondisi penyerapan anggaran belanja SKPD Kota Bogor belum sepenuhnya sesuai harapan ditandai dengan pergerakan realisasi penyerapan belanja SKPD yang belum berjalan optimal dan masih tingginya dana idle yang tidak tergunakan. Guna mengetahui faktor-faktor yang mendukung terhadap penyerapan belanja Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air, maka pertanyaan kajian yang kedua adalah “Faktor-faktor Apa Saja yang Mendukung Rendahnya Penyerapan Anggaran Belanja pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air?” Pertanyaan kajian yang ketiga berbekal informasi dan hasil identifikasi penyebab dan faktor-faktor yang mendukung rendahnya penyerapan anggaran dimaksud adalah “Bagaimana Strategi Mengoptimalkan Penyerapan Anggaran Belanja pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air?”
4 Tabel 2. Penyerapan anggaran belanja APBD Kota Bogor per SKPD Tahun 2010 – 2014 Tahun No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Satuan Kerja Perangkat Daerah Dinas Pendidikan Dinas Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Dinas Binamarga dan Sumber Daya Air Dinas Pengawasan Bangunan dan Pemukiman Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Dinas Kebersihan dan Pertamanan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Dinas Tenaga Kerja, Sosial dan Transmigrasi Kantor Koperasi dan UMKM Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kantor Pemuda dan Olah Raga Satuan Polisi Pamong Praja Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik Sekretariat Daerah Sekretariat DPRD Inspektorat Dinas Pendapatan Daerah Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Sekretariat dewan Pengurus KORPRI Kecamatan Bogor Utara Kecamatan Bogor Selatan Kecamatan Bogor Timur Kecamatan Bogor Barat Kecamatan Bogor Tengah Kecamatan Tanah Sareal Kantor Ketahanan Pangan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kantor Komunikasi dan Informatika Dinas Pertanian Dinas Perindustrian dan Perdagangan
2010
2011
2012
2013
2014
95.81% 97.09% 78.56% 86.08% 84.38% 95.51% 98.12% 93.92% 98.40% 88.82% 98.24% 92.75% 94.62% 97.52% 74.99% 99.00% 80.48% 94.35% 99.45% 99.80% 99.39% 98.09% 99.24% 99.23% 97.34% 98.76% 97.82% 97.23% 92.67%
95.24% 98.23% 71.64% 83.45% 93.46% 91.41% 95.95% 88.73% 95.78% 97.76% 89.14% 96.82% 97.34% 90.93% 97.57% 96.70% 96.09% 72.51% 97.85% 93.21% 70.53% 92.71% 97.97% 98.67% 99.21% 98.14% 98.05% 98.37% 98.19% 96.03% 97.66% 97.09% 96.08% 93.53% 87.87%
97.45% 82.95% 77.11% 93.63% 97.54% 93.02% 93.78% 86.39% 95.06% 97.36% 95.80% 95.13% 97.90% 92.86% 92.33% 72.70% 94.55% 74.12% 94.31% 92.76% 74.34% 89.97% 98.95% 98.30% 98.44% 98.65% 98.42% 98.23% 98.44% 97.73% 89.05% 96.56% 91.98% 78.35% 97.73%
92.94% 92.82% 56.94% 89.48% 92.62% 82.31% 95.16% 87.63% 87.90% 95.95% 95.54% 91.77% 94.87% 91.69% 88.79% 83.42% 86.84% 77.61% 92.85% 92.96% 69.01% 83.89% 93.00% 96.72% 91.59% 93.29% 95.33% 96.31% 96.87% 96.71% 96.06% 95.32% 96.11% 94.57% 88.90%
89.88% 76.08% 49.07% 74.12% 82.13% 91.80% 86.93% 91.84% 89.37% 95.71% 88.76% 87.72% 92.81% 94.62% 92.93% 91.80% 93.41% 85.75% 67.09% 94.14% 94.64% 68.15% 64.48% 96.26% 98.72% 87.44% 82.53% 94.53% 97.37% 98.92% 98.29% 95.84% 83.92% 90.63% 92.96% 93.99%
Ratarata 93.88% 87.52% 69.95% 87.17% 93.86% 88.42% 94.18% 88.03% 93.61% 94.96% 92.05% 94.13% 96.18% 92.10% 92.62% 86.56% 90.81% 72.83% 94.79% 93.39% 70.51% 82.76% 96.54% 98.10% 94.17% 93.15% 96.58% 97.57% 98.11% 97.19% 94.65% 93.22% 93.70% 89.85% 92.12%
Sumber: Diolah dari BPKAD Kota Bogor.
Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi penyebab rendahnya penyerapan anggaran belanja pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mendukung rendahnya penyerapan anggaran belanja pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor.
5 3. Merumuskan strategi optimalisasi penyerapan anggaran belanja pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor.
Manfaat Penelitian 1. Memberikan sumbangsih pemikiran berdasarkan kajian empiris dalam rangka pengembangan ilmu pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah. 2. Kajian ini diharapkan dapat menjadi instrument informasi/masukan bagi Pemerintah Kota Bogor dalam menentukan strategi dan program yang tepat untuk mengoptimalkan penyerapan anggaran belanja pada SKPD di lingkungan Pemerintah Kota Bogor.
Ruang Lingkup Penelitian Agar penelitian ini terarah dan tidak menyimpang dari permasalahan yang akan diteliti, maka perlu adanya batasan ruang lingkup masalah dalam melakukan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penyebab dan faktor-faktor lingkungan strategis yang mendukung rendahnya penyerapan anggaran belanja pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor untuk kemudian dirumuskan strategi pemecahan masalahnya.
6
2 TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Pembangunan Daerah Sebagai suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat, Negara Indonesia memiliki konstitusi atau Undang Undang Dasar yang menjamin setiap warganya untuk hidup sesuai dengan hak-haknya dan berupaya untuk mewujudkan tujuan-tujuannya, serta mengatur semua permasalahan yang menyangkut pemerintahan. Untuk mewujudkan hal tersebut, pelayanan terhadap rakyatnya tidak mungkin terpusat pada pemerintah pusat, tetapi harus didistribusikan pada pemerintah daerah yang menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. Pemerintahan daerah dibentuk dengan tujuan mencapai efektivitas dan efisiensi dalam pelayanan kepada masyarakat. Chalid (2005) berpendapat bahwa dengan adanya otonomi, daerah diharapkan akan lebih mandiri dalam menentukan seluruh kegiatannya dan mampu memainkan perannya dalam membuka peluang memajukan daerah tanpa intervensi dari pihak lain, yang disertai dengan pertanggungjawaban publik, serta pertanggungjawaban kepada pemerintah pusat, sebagai konsekuensi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah daerah dalam rangka menjalankan urusan-urusan pemerintahan di daerah yang merupakan sasaran pembangunan daerah, menerima penyerahan wewenang pemerintahan dari pemerintah pusat untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (asas desentralisasi). Kewenangan daerah ini mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan yang dikecualikan dalam Undang Undang, yaitu kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, yustisi, moneter, dan fiskal nasional, dan agama. Selain pemberlakuan asas desentralisasi, penyelenggaraan pemerintahan di daerah pun berprinsip pada asas dekonsentrasi , yaitu urusan-urusan pemerintahan yang diserahkannya ini tetap menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, dan tugas pembantuan, yaitu tugas-tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada pemerintah daerah oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah tingkat atasnya, dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan. Urusan yang ditugaskan itu sepenuhnya masih menjadi wewenang pemerintah pusat atau provinsi. Pemerintah pusat memberi sumber-sumber keuangan, pengalokasian dana perimbangan, dan pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintah daerah untuk membiayai belanja rumah tangga pemerintah daerah dalam mengemban penyerahan wewenang pemerintahan. Umumnya, sebagian besar sumber keuangan daerah berupa bantuan pemerintah pusat. Hanya sebagian kecil merupakan pendapatan asli daerah. Kebijakan keuangan daerah tercermin pada kebijakan fiskal atau anggaran daerah, dan kebijakan ini termasuk bagian dari kebijakan pemerintah daerah dalam pembangunan, sehingga kebijakan penganggaran daerah harus ditangani dengan sebaik-baiknya. Pengumpulan dan penggunaan dana harus disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan daerah. Pendapatan pemerintah daerah harus selalu
7 meningkat, sedangkan pengeluaran harus dilakukan seefisien mungkin sehingga sumber-sumber dana daerah dapat dimanfaatkan dengan baik.
Konsep Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dalam konteks pengelolaan keuangan daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah berdasarkan rencana pendapatan dan rencana belanja program dan kegiatan dinas/badan/lembaga sebagai satuan kerja perangkat daerah (SKPD). APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja/ mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektitivitas perekonomian. Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah. Struktur APBD merupakan satu kesatuan terdiri dari: pendapatan daerah; belanja daerah; dan pembiayaan daerah. Struktur APBD sebagaimana dimaksud diklasifikasikan menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi yang bertanggung jawab melaksanakan urusan pemerintahan tersebut sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pendapatan daerah dikelompokan atas: pendapatan asli daerah; dana perimbangan; dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Kelompok pendapatan asli daerah dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas: pajak daerah; retribusi daerah; hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Kelompok pendapatan dana perimbangan dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas: dana bagi hasil; dana alokasi umum; dan dana alokasi khusus. Jenis dana bagi hasil dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup: bagi hasil pajak; dan bagi hasil bukan pajak. Kelompok lain-lain pendapatan daerah yang sah dibagi menurut jenis pendapatan yang mencakup:
8 a. hibah berasal dari pemerintah, pemerintah daerah lainnya, badan/lembaga/ organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat/perorangan, dan lembaga luar negeri yang tidak mengikat; b. dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan korban/kerusakan akibat bencana slam; c. dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota; d. dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh pemerintah; dan e. bantuan keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah lainnya. Belanja daerah merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang dialokasikan secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian pelayanan umum. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundangundangan. Belanja penyelenggaraan urusan wajib sebagaimana dimaksud diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Klasifikasi belanja menurut urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 terdiri dari belanja urusan wajib dan belanja urusan pilihan. Klasifikasi belanja menurut fungsi yang digunakan untuk tujuan keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan negara terdiri dari: pelayanan umum; ketertiban dan ketentraman; ekonomi; lingkungan hidup; perumahan dan fasilitas umum; kesehatan; pariwisata dan budaya; pendidikan; dan perlindungan sosial. Belanja menurut kelompok belanja terdiri dari: belanja tidak langsung; dan belanja langsung. Kelompok belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Sedangkan kelompok belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung sebagaimana dimaksud dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari: belanja pegawai; bunga; subsidi; hibah; bantuan sosial; belanja bagi basil; bantuan keuangan; dan belanja tidak terduga. Kelompok belanja langsung dari suatu kegiatan sebagaimana dimaksud dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari: belanja pegawai; belanja barang dan jasa; dan belanja modal. Pembiayaan Daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun- tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan pembiayaan sebagaimana dimaksud mencakup: sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA); pencairan dana cadangan;
9 hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; penerimaan pinjaman daerah; penerimaan kembali pemberian pinjaman; dan penerimaan piutang daerah. Pengeluaran pembiayaan mencakup: pembentukan dana cadangan; peneemaan modal (investasi) pemerintah daerah; pembayaran pokok utang; dan pemberian pinjaman daerah.
Peranan Pemerintah dalam Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat Hasanah dan Sunyoto (2012) menyatakan bahwa ilmu ekonomi makro tidak terlepas dari pengaruh dua mazhab besar yang mewarnai pembahasan pada bagaimana cara mengelola ekonomi suatu negara, yaitu mazhab klasik dengan tokoh utamanya Adam Smith, dan mazhab Keynes (Jhon Maynard Keynes) dengan pengikutnya disebut keynesian, seperti Harrod dan Domar. Berbeda dengan Mazhab klasik yang terkenal dengan tangan tidak kentara (invisible hand) dan penawaran menciptakan permintaannya sendiri (supply creates its own demand) yang mengembangkan teori mengelola ekonomi suatu negara dengan sistem liberal atau persaingan bebas tanpa campur tangan pemerintah, Keynesian berpendapat bahwa pengeluaran pemerintah (government expenditure) mempercepat pertumbuhan ekonomi suatu negara/daerah. Negara Indonesia sejak proklamasi kemerdekaannya, telah memiliki komitmen terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana termuat dalam alinea keempat Pembukaan Undang Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Program-program pembangunan yang dilaksanakan selama ini selalu memberikan perhatian besar terhadap upaya pengentasan kemiskinan karena pada dasarnya pembangunan yang dilakukan bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Suparmoko dalam Hasanah dan Sunyoto (2012) membedakan pengeluaran pemerintah menjadi pembelian barang dan jasa (exhaustive expenditure) dan pengeluaran yang sifatnya transfer atau subsidi. Pengeluaran pemerintah digunakan untuk melakukan fungsi-fungsi penting dan operasional pemerintahan, serta agar ekonomi tetap berjalan. Pemerintah akan membayar gaji pegawai, membeli alat dan perlengkapan kantor, membeli kendaraan-kendaraan operasional, juga menyediakan barang publik seperti pertahanan dan keamanan, jalan raya, membangun taman kota, membangun ruang terbuka hijau, dan lain sebagainya. Hasil analisis APBD Tahun 2012 dari Adenk (2013), menunjukkan pengeluaran pemerintah daerah dalam bentuk anggaran belanja daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD), mempunyai peran riil dalam peningkatan kualitas pelayanan publik dan sekaligus menjadi stimulus bagi perekonomian daerah apabila terealisasi dengan baik. Kinerja penyerapan anggaran pemerintah daerah yang optimal akan menjadi stimulus terhadap perekonomian melalui peningkatan akses masyarakat terhadap sumber-sumber daya ekonomi yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Pada gilirannya, dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat, diharapkan akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah secara luas.
10
Permasalahan Dalam Penyerapan Anggaran Beberapa penelitian sebelumnya seperti Shalikhah (2014) yang menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja anggaran pada Pemerintah Kota Salatiga disimpulkan bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi kinerja anggaran yaitu 1) komitmen organisasi yang merupakan point pertama yang menentukan akan melakukan atau tidaknya untuk merealisasikan anggaran sesuai rencana anggaran yang telah dibuat, dan 2) pemahaman sistem dan prosedur pengelolaan keuangan. Berdasarkan analisis faktor yang dilakukan oleh Astadi G N, Sutarja I N, dan Nadiasa M (2015) diperoleh faktor-faktor pada sistem pengadaan proyek konstruksi yang paling mempengaruhi lambatnya penyerapan anggaran Pemerintah Kabupaten Badung yaitu ketakutan dan kehati-hatian para pihak dalam melaksanakan kegiatan pengadaan, adanya perubahan paket kegiatan, lambatnya penyusunan HPS, kurang lengkapnya dokumen pengadaan, kesalahan penafsiran peraturan pengadaan dan lambatnya proses pengadaan. Terkait efektivitas anggaran belanja, Sumenge A S (2013) dalam hasil analisisnya menyatakan bahwa pada tahun 2011 tingkat efektivitas anggaran belanja BAPPEDA Minahasa Selatan masih kurang karena realisasi anggaran belanja memiliki perbedaan yang jauh dengan target anggaran belanja yang harus dicapai. Perbedaan ini terjadi karena ada beberapa kegiatan yang dianggarkan, tidak dilaksanakan. Rozai dan Subagiyo (2015) menyatakan bahwa beberapa hal yang menjadi penyebab rendahnya penyerapan anggaran dalam studi kasus pada Inspektorat Kabupaten Boyolali, antara lain: 1) adanya revisi dalam DIPA karena tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan, 2) adanya keterlambatan penerimaan petunjuk teknis mengenai kegiatan yang akan dilaksanakan, 3) adanya keterlambatan penetapan PPK dan pelaksana kegiatan, 4) adanya perubahan peraturan yang menyebabkan perbedaan persyaratan pencairan, 5) adanya pengunduran jadwal pengadaan barang dan jasa, 6) adanya rekanan yang tidak mengambil uang muka atau termin pembayaran, dan 7) adanya jadwal pengadaan yang dilaksanakan pada akhir tahun anggaran.
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah Sistem penganggaran yang lebih responsif dibutuhkan untuk dapat memfasilitasi upaya memenuhi tuntutan peningkatan kinerja dalam konteks dampak pembangunan, kualitas layanan dan efisiensi pemanfaatan sumber daya sesuai prioritas. Depkeu (2009), menegaskan bahwa tujuan utama penganggaran adalah: stabilitas fiskal makro, alokasi sumber daya sesuai prioritas, dan pemanfaatan anggaran secara efektif dan efisien. Kunci untuk mencapai tujuan tersebut adalah penerapan prinsip perencanaan dan penganggaran dengan perspektif jangka menengah, penganggaran terpadu, dan pengganggaran berbasis kinerja. Kurrohman (2013) menyatakan bahwa penganggaran berbasis kinerja (Performance Based Budgeting) merupakan pengganti sistem penganggaran lama yang menggunakan sistem tradisional yang penekanan utamanya adalah input. Anggaran berbasis kinerja menghubungkan anggaran/pengeluaran negara dengan hasil yang diinginkan (output dan outcome) sehingga setiap rupiah yang dibelanjakan dapat dipertanggungjawabkan kemanfaatannya.
11 Kebijakan fiskal yang baik dan penerapan sistem perencanaan dan penganggaran dengan perspektif jangka menengah merupakan kunci bagi kepastian pendanaan kegiatan pemerintah, dalam keadaan dimana dana yang tersedia sangat terbatas sedangkan kebutuhan begitu besar. Alokasi sumber daya secara strategis perlu dibatasi dengan pagu yang realistis agar tekanan pengeluaran/ belanja tidak merongrong pencapaian tujuan-tujuan fiskal. Penyusunan dan penetapan APBN maupun APBD harus menggunakan kerangka pengeluaran jangka menengah yang secara resmi disebut sebagai Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM). KPJM adalah merupakan pendekatan penyusunan anggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan keputusan yang menimbulkan implikasi anggaran dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran. Berdasarkan pendekatan KPJM, dimensi waktu perencanaan anggaran yang semula berbasis tahunan diubah menjadi multi tahun (tahun jamak), sedangkan orientasi penyusunannya juga berubah dari orientasi berdimensi selesai satu tahun menjadi pengguliran ke beberapa tahun ke depan selama kebijakan masih berjalan dengan memanfaatkan prakiraan maju sebagai angka dasar bagi penyusunan anggaran tahun berikutnya yang besarannya dapat disesuaikan dengan menggunakan parameter.
12
3 METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka Pemikiran Penelitian yang menjadi sumber data dan informasi utama penyusunan kajian ini dibangun dalam kerangka berpikir dengan model yang dipresentasikan Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka berpikir Kajian ini dilandasi oleh adanya informasi dan data awal bahwa terjadi kesenjangan dari sisi kesesuaian realisasi dengan target anggaran (perencanaan) dalam kinerja belanja Pemerintah Daerah Kota Bogor yang tercermin dari belum efektifnya penyerapan belanja APBD Kota Bogor. Melalui desentralisasi fiskal khususnya belanja daerah, APBD diharapkan dapat menjadi stimulus bagi kelancaran pelaksanaan program-program pembangunan, terutama untuk dialokasikan pada program atau kegiatan yang menjadi prioritas seperti program dan kegiatan pada bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Dampak APBD terhadap peningkatan kualitas pelayanan, baik yang dibebankan kepada belanja langsung maupun belanja tidak langsung diharapkan meningkat menjadi lebih baik.
13 Meningkatnya kualitas pelayanan publik berimplikasi terhadap meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat. Namun demikian upaya Pemerintah Kota Bogor untuk meningkatkan pelayanan publik dihadapkan pada permasalahan kecenderungan perubahan (trend) semakin rendahnya tingkat penyerapan anggaran belanja Pemerintah Kota Bogor yang merupakan akumulasi dari tidak tercapainya target realisasi anggaran dari SKPD di lingkungan Pemerintah Kota Bogor. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung penyerapan anggaran pada SKPD di lingkungan Pemerintah Kota Bogor. Atas hasil identifikasi faktor-faktor yang mendukung penyerapan anggaran tersebut, peneliti akan melakukan analisis sebagai bahan dalam merumuskan strategi untuk mengoptimalkan penyerapan anggaran pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor.
Lokasi dan Waktu Pengumpulan Data Penelitian dilaksanakan pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan landasan pemikiran bahwa berdasarkan informasi dan data awal, persentase rata-rata penyerapan anggaran belanja pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor dalam kurun waktu empat tahun terakhir adalah yang terendah dibandingkan SKPD lainnya. Waktu pengumpulan data bulan Juni sampai dengan September 2015.
Metode Penelitian Permasalahan yang dikaji merupakan masalah yang bersifat sosial dan dinamis. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan desain deskriptif untuk menentukan cara mencari, mengumpulkan, mengolah, menganalisis dan menyajikan data hasil peneltian tersebut. Dalam hal penelitian kualitatif, Creswell dalam Sugiyono (2014:228) menyatakan bahwa: “...qualitative research is a means for exploring and understanding the meaning individuals or groups ascribe to a social or human problem. The process of research involves emerging questions and procedures; collecting data in the participants’ setting; analyzing the data inductively, building from particulars to general themes; and making interpretations of the meaning of data. The final written report ha a flexible writing structure…”.
Penelitian ini merupakan upaya untuk menangkap gejala-gejala berdasarkan disiplin metodologi ilmiah dengan tujuan menemukan prinsip-prinsip baru sejalan dengan. Sebagai upaya ilmiah, langkah-langkah penelitian perlu disusun dan dilakukan secara sistematis. Dalam kerangka yang sistematis diperlukan suatu metode yang menyangkut masalah kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi fokus penelitian. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini, subjek sebagai sumber data yang digunakan dipilih secara purposive dan bersifat snowball sampling. Subjek-subjek dimaksud adalah: Pemangku jabatan struktural atau pemangku jabatan fungsional umum yang terlibat sebagai
14 pemangku kepentingan (stakeholder) dalam pelaksanaan kegiatan dan pengelolaan anggaran pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor, dan unit samplingnya adalah terdiri dari pengguna anggaran (PA), pejabat pengelola keuangan SKPD (PPK-SKPD), bendahara pengeluaran, pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK), staf PPK-SKPD, dan pejabat pembuat komitmen (PPK). Pengguna anggaran pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor adalah kepala dinas, pejabat eseleon IIb, yang memegang kewenangan penggunaan anggaran untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor. Kepala dinas selaku pejabat pengguna anggaran mempunyai tugas: menyusun Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD; melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja; melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya; melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran; mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya. Dalam penelitian ini, pemangku jabatan Kepala Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor yang dijadikan responden adalah kepala dinas yang lama, yang menjabat sampai dengan Januari 2015. Hal ini dilakukan mengingat pemangku jabatan yang saat ini sedang memimpin, baru duduk dalam jabatannya dan tidak terlibat langsung dalam tindakan manajerial yang menentukan kinerja Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor sampai dengan tahun anggaran 2014 sebagaimana basis data penelitian ini. PPK-SKPD adalah sekretaris dinas, pejabat eselon IIIa, yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor. PPK-SKPD mempunyai tugas: meneliti dan melakukan verifikasi kelengkapan surat permintaan pembayaran (SPP), yaitu dokumen yang diterbitkan oleh bendahara pengeluaran untuk mengajukan permintaan pembayaran; menyiapkan surat perintah membayar (SPM), yaitu dokumen yang digunakan oleh pengguna anggaran untuk menerbitkan surat perintah pencairan dana (SP2D) sebagai dasar pencairan dana oleh bendahara umum daerah (BUD); dan melaksanakan akuntansi SKPD. Bendahara pengeluaran adalah pejabat fungsional yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor. Pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) adalah kepala seksi, pejabat eselon IVa, pada unit kerja Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan (proyek) dari suatu program sesuai dengan bidang tugasnya. PPTK mempunyai tugas mencakup: mengendalikan pelaksanaan kegiatan (proyek); dan menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan (proyek), mencakup dokumen administrasi kegiatan maupun dokumen administrasi yang terkait dengan persyaratan pembayaran yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Staf PPK-SKPD adalah staf yang membantu sekretaris dinas, selaku PPK-SKPD, dalam melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor. Pejabat pembuat komitmen adalah kepala bidang, pejabat eselon IIIb, yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa sesuai bidang tugasnya. Dipilihnya para pemangku jabatan tersebut sebagai subjek penelitian, karena disamping para pemangku jabatan tersebut merupakan unsur pemangku kepentingan (stakeholder) dalam pelaksanaan kegiatan dan pengelolaan anggaran pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor, juga secara struktur mereka
15 adalah unsur manajemen yang secara langsung terlibat dalam proses manajemen strategis. Mengenai manajemen strategis, Hunger & Wheelen (2001:4) menyatakan bahwa: “…manajemen strategis adalah serangkaian keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja perusahaan dalam jangka panjang. Manajemen strategis meliputi pengamatan lingkungan, perumusan strategi (perencanaan strategis atau perencanaan jangka panjang), implementasi strategi, dan evaluasi serta pengendalian. Manajemen strategis menekankan pada pengamatan dan evaluasi peluang dan ancaman lingkungan dengan melihat kekuatan dan kelemahan perusahaan…” .
Metode Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder, data primer didapat dari hasil wawancara langsung dengan responden dengan bantuan kuesioner, dan data sekunder yang dibutuhkan diperoleh dari dokumen-dokumen dan laporan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, antara lain dari BPKAD Kota Bogor, dan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor. Sehubungan dengan belum memadainya data yang bersumber dari dokumendokumen dan laporan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, maka perlu dilengkapi dengan wawancara untuk dapat memperoleh data yang valid tentang nilainilai kearifan lokal terkait pokok permasalahan penelitian dari berbagai informan secara langsung. Dalam penelitian ini, dilakukan proses wawancara dengan pejabat Kepala Dinas yang menjadi pengguna anggaran pada tahun 2014, sekretaris dinas sebagai PPKSKPD beserta staf PPK-SKPD, kepala bidang sebagai PPK, kasubag keuangan dinas beserta bendahara pengeluaran, dan kepala seksi/ kepala sub bagian sebagai PPTK. Wawancara dengan informan dilakukan baik dengan bantuan kuesioner maupun dalam bentuk diskusi lepas guna mendapatkan informasi untuk menjawab pertanyaan penelitian serta mencari berbagai alternatif strategi terkait dengan optimalisasi penyerapan anggaran. Secara umum terdapat tiga tahap dalam proses penelitian kualitatif ini. Pada penelitian tahap pertama, dilakukan orientasi dan mendeskripsikan secara sepintas terhadap informasi yang diperoleh berdasarkan apa yang dilihat, didengar, dirasakan dan ditanyakan. Pada tahap kedua, disebut tahap reduksi/fokus, yakni mereduksi segala informasi yang diperoleh di tahap orientasi untuk memfokuskan pada masalah tertentu. Reduksi dilakukan dengan memilih dan memilah mana data yang menarik, penting, berguna, dan baru. Data yang dirasa tidak dipakai dipisahkan. Dari hasil reduksi data, maka data-data tersebut selanjutnya dikelompokkan menjadi berbagai kategori yang ditetapkan sebagai fokus penelitian. Pada tahap ketiga, disebut tahap seleksi, fokus yang telah ditetapkan diuraikan menjadi lebih rinci dengan melakukan analisis yang mendalam terhadap data dan informasi yang diperoleh, sehingga semuanya mudah dimengerti. Metode Analisis Data Sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dicapai, metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Sugiyono (2012) menyatakan bahwa analisis deskriptif adalah bagian dari statistik yang digunakan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan data tanpa bermaksud menggeneralisir atau membuat kesimpulan tapi hanya menjelaskan kelompok data itu saja.
16
Analisis data berlangsung sejak tahapan merumuskan dan menjelaskan pokok permasalahan, sebelum penelitian ke lapangan, kemudian selama di lapangan dan terus berlanjut sampai penulisan hasil penelitian. Analisis data dimaksud dilakukan dengan cara bekerja dengan data, mengorganisasikan data, mengklasifikasikannya menjadi kelompok data yang dapat dikelola, mensitetiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan bermanfaat sesuai dengan konteks penelitian, dan memilih data yang dapat diceritakan dalam kajian ini. Dari berbagai ragam alat analisis yang tersedia dan dapat digunakan dalam melakukan kegiatan analisis data, digunakan analisis SWOT, akronim untuk Strenghts, Weaknesses, Opportunities, dan Threats, untuk mendapatkan hasil analisis yang lebih akurat dan maksimal. Mengenai analisis SWOT, Hunger & Wheelen (2001:193) berpendapat bahwa analisis SWOT sebagai cara yang sistematis untuk menganalisis situasi yang sesuai dengan kondisi sekarang. Analisis SWOT mengharuskan peneliti untuk menemukan kesesuaian strategis antara peluang-peluang eksternal dan kekuatankekuatan internal, disamping memperhatikan ancaman-ancaman eksternal dan kelemahan-kelemahan internal. Pemilihan untuk menggunakan analisis SWOT dalam melakukan analisis data, karena subjektivitas peneliti yang lebih familiar dengan analisis SWOT. Berdasarkan LAN-RI (2008), tahapan kegiatan analisis SWOT secara komprehensif meliputi: (1) Identifikasi faktor-Faktor internal dan eksternal yang mendukung keberhasilan organisasi
(2) Melakukan komparasi sinergitas faktor
dan antar
(3) Menentukan faktor strategis yang mendukung
(4) Menetapkan alternatif strategi untuk mencapai tujuan
Gambar 2. Tahapan analisis SWOT Pertama, identifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang mendukung keberhasilan organisasi. Organisasi perlu melakukan identifikasi sebagai upaya mengenali atau menelusuri keadaan lingkungan organisasi. Secara internal organisasi mempunyai kekuatan dan kelemahan. Faktor internal hakekatnya berupa sumber daya organisasi, yakni faktor-faktor yang ada di dalam organisasi. Sumber daya organisasi berupa sumber daya manusia, sumber daya sarana dan prasarana, sumber daya struktur organisasi, sumber daya sistem dan mekanisme kerja, sumber daya dana, yang dapat menjadi kekuatan atau kelemahan. Selain aspek internal, organisasi tidak ada yang lepas dari pengaruh lingkungan, selalu membutuhkan lingkungan yang kondusif. Organisasi yang tidak mampu mencermati dan menganalisis perubahan keadaan dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan eksternal secara akurat, akan menimbulkan berbagai hambatan dalam mewujudkan masa depan sebagaimana dirumuskan dalam
17 visi dan misinya. Faktor eksternal pada dasarnya adalah merupakan faktor yang ada di sekeliling organisasi, yang terdiri atas kondisi politik, ekonomi, sosial budaya, ketenteraman dan ketertiban, lingkungan fisik, lingkungan hidup, masyarakat, iptek, demografi, stakeholders dll. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal dimaksud, dilakukan dengan cara mendaftar kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dengan mengisi format sebagaimana contoh Tabel 3. Tabel 3. Format identifikasi faktor internal dan eksternal Faktor internal Kekuatan (S) 1…………………………………… 2…………………………………… 3…………………………………… d.s.t.
Kelemahan (W) 1…………………………………… 2…………………………………… 3…………………………………… d.s.t.
Faktor eksternal Peluang (O) 1…………………………………… 2…………………………………… 3…………………………………… d.s.t.
Ancaman (T) 1…………………………………… 2…………………………………… 3…………………………………… d.s.t.
Kedua, melakukan komparasi antar faktor. Untuk menentukan faktor yang menjadi kebutuhan pencapaian tujuan perlu mengkondisikan faktor-faktor terhadap setiap faktor yang teridentifikasi, suatu faktor disebut penting terhadap pencapaian tujuan apabila memiliki nilai lebih dari faktor yang lain. Sejauh mana pentingnya faktor yang teridentifikasi ditindaklanjuti dengan melakukan komparasi antar faktor sebagaimana contoh format Tabel 4. Tabel 4. Format komparasi urgensi faktor internal dan eksternal No.
Faktor internal
a. ……………………………… b. ……………………………… c. ……………………………… d. ……………………………… e. ……………………………… f. ……………………………… Jumlah
a
b
c
d
e
f
NF
BF%
18 Tabel 4. Format komparasi urgensi faktor internal dan eksternal (lanjutan) No.
Faktor eksternal
a
b
c
d
e
f
NF
BF%
a. ………………………………. b. ………………………………. c. ………………………………. d. ………………………………. e. ………………………………. f. ………………………………. Jumlah Komparasi antar faktor ini menunjukkan seberapa penting atau menjadi kebutuhan untuk pencapaian tujuan. Faktor yang telah dilakukan komparasi antar faktor mempunyai nilai tertinggi dikatakan bahwa faktor tersebut sangat besar dalam mendukung pencapaian tujuan. Hasil NF dari setiap faktor akan menghasilkan bobot faktor (BF%), dimana: BF%
NF ƩNF
=
x 100%
(1)
Michael Arsmtrong dan Helen Murlis dalam LAN RI (2008:40), menyatakan bahwa: “…Bobot suatu faktor dalam organisasi adalah ukuran relatif pentingnya keberadaan suatu faktor dalam mencapai tujuan dan sasaran...” Setelah diperoleh nilai faktor dan bobot faktor, selanjutnya melakukan evaluasi faktor internal dan eksternal sebagaimana Tabel 5. Tabel 5. Format evaluasi faktor internal dan eksternal No. Faktor Internal dan Eksternal Kekuatan (S) 1 …………………. 2 ………………….
1 2
Kelemahan (W) …………………. ………………….
1 2
Peluang (O) …………………. ………………….
1
Ancaman (T) ………………….
BF%
ND
NBD 1
2
3
Nilai Keterkaitan 4 5 6 7
NRK
NBK TNB
FKK
dst
Dalam proses evaluasi faktor internal dan eksternal, pertama-tama unsur manajemen akan menilai seberapa besar dukungan terhadap pencapaian tujuan dari faktor yang ada pada internal dan eksternal. Nilai dukungan (ND) diperoleh melalui pembobotan dengan menggunakan skala Likert. Dimana nilai yang diberikan pada suatu faktor secara kualitatif seperti sangat baik, baik, cukup, kurang, buruk atau jelek dikonversi ke dalam angka yakni: 5=sangat besar/tinggi; 4=besar/tinggi; 3=sedang/cukup; 2=rendah/kecil; dan 1=sangat rendah/kecil. Setelah nilai dukungan (ND) didapat, selanjutnya menentukan nilai bobot dukungan (NBD) yang ditentukan dengan rumus:
19 NBD = ND x BF........................................................( 2 ) Faktor-faktor internal dan eksternal suatu organisasi saling terkait dalam mencapai misi organisasi, dengan adanya keterkaitan ini unsur manajemen akan menentukan nilai relatif keterkaitan (NK) dengan memakai skala Likert. Nilai rata-rata keterkaitan (NRK) tiap faktor dapat ditentukan dengan diperolehnya nilai relatif keterkaitan (NK) tiap faktor dengan rumus: NRK
=
TNRK ƩN-1
……….................... ( 3 )
Dimana:
TNRK = Total nilai keterkaitan faktor Ʃ N = Jumlah faktor internal dan eksternal yang dinilai. -1 = Satu faktor yang tidak dapat dikaitkan dengan faktor yang sama (misalnya faktor S1 dan faktor S1 tidak dibuat keterkaitannya) Jika NRK telah diperoleh, unsur manajemen akan diminta untuk menghitung nilai bobot keterkaitan (NBK) tiap faktor dengan rumus: NBK = NRK x BF……………………………… ( 4 )
Total nilai bobot (TNB) tiap faktor dapat dihitung dengan memakai rumus: TNB
=
NBD + NBK…………….…… ( 5 )
Ketiga. Menentukan faktor strategis yang mendukung. Berdasarkan besarnya TNB tiap faktor, unsur manajemen dapat memilih faktor yang memiliki TNB paling besar sebagai faktor kunci keberhasilan (FKK). FKK ini merupakan salah satu cara untuk menyimpulkan faktor-faktor strategis internal dan eksternal pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor dalam mencapai tujuan atau misi organisasi. Dari tiap kategori strengths, weaknesses, opportunities, threats masing-masing dipilih 1 FKK berdasarkan urutan TNB terbesar sebagai faktor-faktor yang mendukung rendahnya penyerapan anggaran belanja pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor. Merujuk kepada Puspitasari et al (2013) untuk penetapan prioritas strategi dari hasil analisis SWOT digunakan Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif/ Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). QSPM menurut Nurhayati (2008) merupakan teknik yang secara objektif dapat menetapkan strategi alternative yang diprioritaskan. Sebagai suatu teknik, QSPM memerlukan intuisi yang baik dalam penilaian. Secara konseptual, tujuan metode ini adalah untuk menetapkan kemenarikan relative dari strategi-strategi yang bervariasi yang telah dipilih, untuk menentukan strategi mana yang paling baik untuk diimplementasikan. QSPM memberikan gambaran kelebihan-kelebihan relatif dari masing-masing strategi dan selanjutnya memberikan dasar objektif untuk dapat memilih satu strategi spesifik yang menjadi pilihan organisasi. QSPM merupakan teknik yang secara objektif dapat menetapkan strategi alternatif yang diprioritaskan. Sebagai suatu teknik, QSPM memerlukan intuisi yang baik dalam penilaian. Secara konseptual, tujuan metode ini adalah untuk menetapkan kemenarikan relatif dari strategi-strategi yang bervariasi yang telah dipilih, untuk
20 menentukan strategi mana yang paling baik untuk diimplementasikan. QSPM memberikan gambaran kelebihan-kelebihan relatif dari masing-masing strategi dan selanjutnya memberikan dasar objektif untuk dapat memilih satu strategi spesifik yang menjadi pilihan organisasi. Bentuk dasar dari QSPM adalah sebagaimana ditunjukkan Tabel 6. Kolom sebelah kiri dari QSPM terdiri dari faktor lingkungan strategis yang dihasilkan dari ringkasan analisis faktor strategis internal (IFAS) dan ringkasan analisis faktor strategis eksternal (EFAS). Kolom weight adalah bobot ketertarikan yang diterima oleh masing-masing faktor dalam matriks IFAS dan EFAS. Adapun langkah-langkah pengembangan suatu QSPM adalah sebagai berikut: Pertama, membuat daftar peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan organisasi yang diambil dari ringkasan analisis faktor strategis internal (IFAS) dan ringkasan analisis faktor strategis eksternal (EFAS). Kedua, memberi weight atau pembobotan pada masing-masing eksternal dan internal faktor seperti yang ada di matriks EFAS dan IFAS. Ketiga, menetapkan Attractiveness Score (AS) yaitu nilai ketertarikan relatif dari masing-masing strategi yang dipilih, dengan cara meneliti masing-masing eksternal dan internal faktor. Kemudian menentukan peran dari tiap faktor dalam proses pemilihan strategi yang sedang dibuat. Tabel 6. Matrik perencanaan strategis kuantitatif (QSPM) Alternatif Strategi I Alternatif Strategi II..dst Faktor Weight a b AS TAS AS TAS Peluang (O) 1…………………….. 2…………………….. dst…. Ancaman (T) 1…………………….. 2…………………….. dst…. Kekuatan (S) 1…………………….. 2…………………….. dst…. Kelemahan (W) 1…………………….. 2…………………….. dst…. TOTAL a AS: Attractiveness Score; bTAS: Total Attractiveness Score.
21
Keempat, menghitung Total Attractiveness Score (TAS) dengan mengalikan Weight (langkah 2) dengan Attractiveness Score (langkah 4) pada masing-maing baris. TAS ini menunjukkan ketertarikan relatif dari alternatif strategi. Kelima, menghitung Total Attractiveness Score dengan menjumlahkan TAS dari masing-masing kolom QSPM. Nilai TAS dari alternatif strategi yang terkecil menunjukkan pilihan terakhir dari alternatif strategi.
22
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Pelayanan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor merupakan unsur pelaksana Otonomi Daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota Bogor melalui Sekretaris Daerah. Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian urusan di bidang pekerjaan umum. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air mempunyai fungsi: perumusan kebijakan teknis di bidang Bina Marga dan Sumber Daya Air; penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang Bina Marga dan Sumber Daya Air; pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang Bina Marga dan Sumber Daya Air; dan pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai tugas dan fungsinya. Struktur organisasi Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air terdiri dari: Kepala Dinas; Sekretariat membawahkan Sub Bagian Umum dan Kepegawaian, Sub Bagian Keuangan, Sub Bagian Perlengkapan; Bidang Perencanaan dan Pengawasan membawahkan: Seksi Perencanaan dan Pengawasan Kebinamargaan, Seksi Perencanaan dan Pengawasan Sumber Daya Air, Seksi Pengendalian dan Pengujian Laboratorium; Bidang Pembangunan Jalan dan Jembatan membawahkan: Seksi Pembangunan Jalan dan Jembatan Wilayah I, Seksi Pembangunan Jalan dan Jembatan Wilayah II, Seksi Pembangunan Jalan dan Jembatan Wilayah III; Bidang Preservasi Jalan dan Jembatan membawahkan: Seksi Preservasi Jalan dan Jembatan Wilayah I, Seksi Preservasi Jalan dan Jembatan Wilayah II, Seksi Preservasi Jalan dan Jembatan Wilayah III; Bidang Sumber Daya Air membawahkan: Seksi Sumber Daya Air Wilayah I, Seksi Sumber Daya Air Wilayah II. Tabel 7. Keadaan pegawai negeri sipil menurut pendidikan dan pangkat golongan pada Dinas Bina Marga dan SDA Kota Bogor Tahun 2014
No. 1 2 3 6 7 8
Pendidikan SD / Sederajat SMP / Sederajat SMA / Sederajat D.3 S.1 / D.4 S.2 JUMLAH
IV 0 0 0 1 4 1 6
Golongan III II 0 3 0 4 1 43 5 6 22 0 10 0 38 56
Sumber: Dinas Bina Marga dan SDA Kota Bogor
I 3 4 0 0 0 0 7
Jumlah 6 8 44 12 26 11 107
23 Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor didukung oleh Sumber Daya Manusia dengan jumlah pegawai seratus tujuh orang sebagaimana Tabel 7. Keadaan pegawai negeri sipil pada Dinas Bina Marga dan SDA Kota Bogor jika diklasifikasikan menurut tingkat pendidikan, pendidikan terendahnya adalah SD/sederajat dan merupakan bagian terkecil dengan besaran 6% dari keseluruhan SDM yang tersedia, sedangkan pendidikan tertingginya adalah pasca sarjana (S2) dengan besaran 10% dari keseluruhan SDM yang tersedia. Adapun tingkat pendidikan SDM pada Dinas Bina Marga dan SDA Kota Bogor yang terbanyak adalah pada jenjang SMA/sederajat sebesar 41%.
10%
6%
8%
SD / Sederajat SMP / Sederajat
24%
SMA / Sederajat 41%
D.3
11%
S.1 / D.4 S.2
Gambar 3. Keadaan Pegawai Negeri Sipil Menurut Pendidikan pada Dinas Bina Marga dan SDA Kota Bogor Tahun 2014 Keadaan pegawai negeri sipil pada Dinas Bina Marga dan SDA Kota Bogor jika diklasifikasikan menurut golongan kepangkatan, golongan terendahnya adalah golongan I (Juru) sebesar 7% dari keseluruhan SDM yang tersedia, sedangkan golongan tertingginya adalah golongan IV (Pembina) sebesar 6% dari keseluruhan SDM yang tersedia. Adapun golongan kepangkatan PNS pada Dinas Bina Marga dan SDA Kota Bogor yang terbanyak adalah golongan II (Pengatur) sebesar 52%.
7%
6%
35%
IV III
52%
II I
Gambar 4.
Keadaan pegawai negeri sipil menurut golongan kepangkatan pada Dinas Bina Marga dan SDA Kota Bogor Tahun 2014
24 Guna menghadapi perkembangan kepemerintahan yang makin kompleks, Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor dituntut untuk dapat melaksanakan reorientasi, restrukturisasi, dan revitalisasi manajemen kerja, agar lebih efektif, efesien, dan professional. Pada gilirannya diharapkan dinamika kelembagaan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor dapat mengimbangi berbagai tuntutan di masa depan yang semakin berat dengan kondisi masyarakat yang semakin terbuka dan lebih berorientasi kepada pengetahuan sehingga menempatkan manusia sebagai titik sentral dalam proses pembangunan. Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor telah memiliki Rencana Strategis (Disbima 2014), yang merupakan serangkaian program dan kegiatan mendasar, sebagai penentu arah bagi seluruh aktifitas organisasi yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bogor 2015-2019 yang juga merupakan upaya untuk mewujudkan visi Kepala Daerah untuk diimplementasikan oleh seluruh unsur Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor dalam rangka pencapaian tujuan yang telah dimuat dalam rencana strategisnya. Keberadaan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor sebagaimana tersebut diharapkan dapat menjadi bagian dari solusi, dan bukan bagian dari masalah atau beban bagi Pemerintah Kota Bogor ataupun masyarakat Kota Bogor. Saat ini Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bogor dihadapkan pada isu-isu nasional, regional maupun lokal yang semakin kompleks, khususnya isu-isu lokal Kota Bogor, yaitu menyangkut kuantitas dan kualitas penyediaan infrastruktur jalan jembatan, ancaman potensi bencana alam banjir dan pengelolaan sumber daya air permukaan serta juga permasalahan regulasi dan penegakan hukum. Kinerja pelayanan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air sesuai dengan sasaran strategis, indikator kinerja serta target dari evaluasi kinerja terhadap RPJMD dan Renstra Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Tahun 2010-2014 sebagai berikut: Tabel 8. Kinerja pelayanan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Tahun 2010 2014 No.
Indikator
Capaian s/d Tahun 2010
Capaian s/d Tahun 2011
Capaian s/d Tahun 2012
Capaian s/d Tahun 2013
1
2
3
4
5
6
Program Pembangunan Jalan, Jembatan, dan Drainase 1. Ketersediaan lahan 0.87 Km 1.31 Km 1.94 Km 2. Panjang jalan 0 Km 0.10 Km 1.44 Km terbangun 3. Pembangunan 3.55 Km 2 Km 1.36 Km drainase jalan (per tahun kumulatif)
2.74 Km 1.44 Km 2.25 Km
25
Tabel 8. Kinerja pelayanan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Tahun 2010 2014 (lanjutan) No.
Indikator
1
2
4.
Capaian s/d Capaian s/d Capaian s/d Tahun Tahun 2011 Tahun 2012 2010 3
4
5
Capaian s/d Tahun 2013 6
Pembangunan 2 unit 0 unit 1 unit 1 unit jembatan (per tahun) 5. Pembangunan trotoar 1514 m2 480 m2 5720 m2 3450 m2 (per tahun) Program Peningkatan Jalan, Jembatan, dan Drainase 1. Ketersediaan lahan 0.49 Km 0.31 Km 0.44 Km 0.24 Km (per tahun) 2. Peningkatan jalan 0 Km 0.10 Km 1.44 Km 1.44 Km kumulatif Program Pemeliharaan Jalan, Jembatan, dan Drainase 1. Panjang jalan 249.77 Km 260.40 Km 288.71 Km 321.10 Km berkondisi baik 2. Panjang pedestrian/ 209.17 Km 218.40 Km 233.31 Km 249.40 Km trotoar berkualitas baik 3. Perbaikan/pemelihara 5 unit 21 unit 25 unit 26 unit an jembatan (per tahun) Program Pembangunan Sistem Informasi/ Database Jalan, Jembatan, dan Drainase 1. Leger Jalan 28.76% 44.4% 63.31% 63.31% Program Peningkatan Sarana dan Prasarana KeBina Margaan 1. Penyediaan sarana/ 40% 50% 60% 65% instrument keBina Margaan Program Pengembangan, Pengelolaan dan Konservasi Sungai, Danau, dan Sumber Daya Air lainnya 1. Ketersediaan lahan 6 situ = 6 situ = 6 situ = 6 situ = 16.40 Ha 16.40 Ha 16.40 Ha 16.40 Ha 2. Danau/Situ dan 4 situ 5 situ 6 situ 4 situ kolam 3. Pembangunan 0 0 0 0 Danau/ situ dan kolam retensi Program Pengembangan dan Pengelolaan Jaringan Irigasi, Rawa dan Jaringan Pengairan lainnya 1. Ketersediaan lahan 0 0 0 0
26 Tabel 8. Kinerja pelayanan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Tahun 2010 2014 (lanjutan) No.
Indikator
1
2
Capaian s/d Capaian s/d Capaian s/d Tahun Tahun 2011 Tahun 2012 2010 3
2.
4
Panjang saluran, 0 5.52 km sungai dan jaringan irigasi dengan kapasitas memadai (per tahun) 3. Panjang saluran dan 242.91 Km 271 Km sungai berkondisi baik Program Pengendalian Banjir 1. Penurunan luas 52 Ha 42 Ha kawasan rawan genangan dan banjir Sumber: Dinas Bina Marga dan SDA Kota Bogor
5
Capaian s/d Tahun 2013 6
2.08 Km
5.90 Km
197.66 Km
174.54 Km
38.5 Ha
32 Ha
Berdasarkan data statistik yang tersedia, alokasi anggaran belanja langsung yang diberikan kepada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air guna merealisasikan Renstra Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air selama periode tahun 2010-2014 adalah sebagai berikut: Tabel 9. Alokasi anggaran belanja langsung Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor Tahun 2010-2014 Tahun
Anggaran (Rp.)
2010 134,662,139,364 2011 94,920,780,875 2012 159,887,281,000 2013 209,454,481,577 2014 235,869,541,910 Sumber: Diolah dari BPKAD Kota Bogor
Realisasi 104,958,626,344 66,675,969,688 122,182,181,779 117,000,421,803 173,384,572,431
% Realisasi 77.94 70.24 76.42 55.86 73.51
Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa anggaran belanja langsung Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air mengalami kenaikan meskipun pada tahun 2011 sempat turun signifikan sebesar 50.49% atau berkurang sejumlah Rp. 39,741,358,489,- dari besaran anggaran pada tahun 2010 sejumlah Rp.134,662,139,364,- menjadi Rp. 94,920,780,875,-. Penurunan anggaran pada tahun 2011 terkoreksi dengan peningkatan anggaran sebesar 68.44% pada tahun 2012 atau bertambah sejumlah Rp. 64,966,500,125,- dari anggaran sejumlah Rp. 94,920,780,875,- pada tahun 2011. Trend kenaikan anggaran belanja langsung Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air berlanjut pada tahun 2013 yang mengalami kenaikan sebesar 31.00% dari besaran anggaran pada tahun 2012. Pada tahun 2014, kenaikan anggaran belanja langsungnya
27 sebesar 12.61% dari besaran anggaran pada tahun 2013. Kenaikan tertinggi terjadi di tahun 2012 (68.44% dari tahun 2011). Seiring dengan kenaikan belanja langsung, sebagaimana data yang disajikan Tabel 10., alokasi anggaran belanja modal yang merupakan salah satu komponen belanja langsung disamping belanja pegawai (kegiatan) dan belanja barang dan jasa pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air juga mengalami kenaikan dan sempat turun pada tahun 2011 sebesar 37.53% atau berkurang sejumlah Rp. 42,501,996,489,dari besaran anggaran pada tahun 2010 sejumlah Rp. 113,245,421,364,-. Pada tahun 2012 belanja modal Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air kembali mendapat alokasi anggaran dengan kenaikan sebesar 97.76% atau bertambah sejumlah Rp. 69,162,880,125,- dari anggaran tahun 2011 sejumlah Rp. 70,743,424,875,-. Pada tahun 2013, kenaikan belanja modal sebesar Rp. 45,286,593,537,- atau 32.37% dari alokasi anggaran pada tahun 2012. Pada tahun 2014 kenaikan belanja modal sebesar Rp. 22,667,130,313,- atau 12.24% dari alokasi anggaran pada tahun 2013. Tabel 10. Alokasi anggaran belanja modal Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor Tahun 2010-2014 Anggaran (Rp.) 2010 113,245,421,364 2011 70,743,424,875 2012 139,906,305,000 2013 185,192,898,537 2014 207,860,028,850 Sumber: Diolah dari BPKAD Kota Bogor Tahun
Realisasi (Rp.) 85,014,088,939 48,494,440,962 103,201,197,718 93,633,101,428 147,899,754,863
% Realisasi 75.07 68.55 73.76 50.56 71.15
Sayangnya trend peningkatan anggaran belanja tersebut tidak diiringi dengan penyerapan anggarannya, dimana persentase realisasi anggaran yang tertinggi terjadi pada tahun 2010 dan pada tahun-tahun berikutnya unsur Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air tidak pernah mampu mencapai persentase realisasi anggaran yang lebih tinggi dari tahun 2010, bahkan dalam kurun periode 2010-2014, pada tahun 2013 persentase realisasi anggaran belanja langsung mencapai titik terendah dengan besaran 55.86%. Hal yang sama terjadi pada realisasi belanja modal pada tahun 2013 yang hanya dapat terealisasi sebesar 50.56%. Secara keseluruhan pada periode ini persentase realisasi anggaran belanja langsung di Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air dinilai kurang optimal. Terdapat berbagai hambatan dan kendala serta permasalahan yang membuat upaya pencapaian visi dan misi turut terkendala hambatan, kendala dan permasalahan tersebut, diantaranya sebagai berikut: 1. Program pembangunan dan peningkatan jalan dan jembatan, saat ini belum sepenuhnya terintegrasi dengan Rencana Penataan Peningkatan dan Pengembangan Sistem Transportasi Kota Bogor; 2. Dinamika perkembangan transportasi yang sangat pesat dan tidak dapat segera terantisipasi serta faktor iklim menyebabkan tingkat kualitas infrastruktur jalan dan jembatan mengalami penurunan yang lebih cepat; 3. Adanya kesemerawutan dalam pemanfaatan ruang milik jalan yang bersifat lintas sektor;
28 4. Adanya mekanisme keperdataan dalam proses pengadaan lahan dan juga untuk meminimalisir dampak pengadaan lahan pada masyarakat sehingga membutuhkan waktu, dimana hal tersebut turut menyebabkan lambannya kinerja pembangunan jalan dan jembatan; 5. Masih terdapat ketidaksinergian antara rencana pemeliharaan, peningkatan dan pembangunan sebagai akibat dinamika perkembangan baik dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaan; 6. Keterbatasan sumber daya dan sumber pendanaan; Keterbatasan sumber daya ini meliputi kurang tersedianya SDM yang memiliki kualifikasi ahli pengadaan barang dan jasa. Dari jumlah 107 PNS yang ada pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air, yang pernah mengikuti diklat dan memahami pengelolaan keuangan daerah hanya sejumlah 7 orang atau tidak sampai 7% dari seluruh jumlah PNS yang ada. Hal ini berpengaruh pada manajemen kas untuk menunjang pelaksanaan kegiatan yang terkait belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal di lingkungan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air. Alokasi waktu untuk melaksanakan kegiatan dalam jumlah yang begitu besar yang harus dilaksanakan dalam satu tahun anggaran menjadi salah satu kelemahan disamping ketersediaan SDM. Hal ini terjadi karena dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air masih menggabungkan seluruh kegiatan perencanaan dan pelaksanaan konstruksi dalam satu tahun anggaran sehingga jika terjadi keterlambatan pada satu tahap akan mengganggu keseluruhan kegiatan khususnya pada kegiatan-kegiatan yang tingkat ketergantungan pada masyarakatnya sangat tinggi. Kegiatan yang tingkat ketergantungan pada masyarakatnya sangat tinggi yang selama ini dihadapi adalah kegiatan-kegiatan yang memerlukan pengadaan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah seperti yang terjadi dalam pembangunan jalan R3 yang terbentang dari Bogor Utara sampai dengan Bogor Timur yang sampai saat ini belum tuntas pembayarannya, atau pembebasan lahan untuk peningkatan simpang di beberapa titik Kota Bogor yang penuh dinamika dalam pembebasannya. 7. Masih dibutuhkan pengembangan organisasi yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas 8. Masih terdapat sejumlah persoalan terkait potensi banjir yang belum terselesaikan sebagai akibat belum terealisasinya pembangunan beberapa kolam retensi; 9. Penurunan kualitas saluran/badan air penerima (saluran, sungai dan situ) sebagai akibat belum semua saluran, sungai dan situ dapat terkelola dengan anggaran yang tersedia. 10. Kurangnya kesadaran masyarakat dan penyerobotan sempadan badan air oleh masyarakat. Menyikapi situasi dan kondisi tersebut, Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor di masa mendatang terus mendorong hal-hal berikut: 1. Meningkatkan rasio kecukupan Sumber Daya termasuk sarana dan prasarana kerja terhadap beban pelayanan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air yang semakin meningkat dan semakin kompleks. 2. Meningkatkan kualitas dan profesionalisme sumber daya manusia di lingkungan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor. 3. Penguatan policy dan regulasi serta penegakan hukum.
29 4. Mendorong penerapan SPM dan SOP perencanaan yang terintegrasi terhadap kebijakan lintas sektor. 5. Meningkatkan partisipasi masyarakat dan privat dalam pembangunan maupun pembiayaan. 6. Meningkatkan konsistensi program terhadap perencanaan serta penajaman tolok ukur kinerja.
Visi dan Misi Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor Dalam upaya membangun sinergitas dengan visi dan misi Kota Bogor, maka Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air menetapkan visinya, yaitu: “Terwujudnya Infrastruktur Jalan, Jembatan dan Sumber Daya Air Yang Handal, Ramah Lingkungan dan Bernilai Tambah”. Untuk mewujudkan Visi tersebut maka dikembangkan misi sebagai berikut: 1. Mewujudkan infrastruktur jalan jembatan yang mantap dan mendukung penataan dan pengembangan sistem transportasi dan rencana tata ruang wilayah Kota Bogor 2011-2031 2. Mewujudkan kota bebas banjir serta menjamin ketersediaan air permukaan melalui konservasi air permukaan dengan sistem tata air yang optimal. Visi dan misi tersebut dioperasionalkan melalui strategi dan program, sebagaimana disajikan dalam Tabel 11. Tabel 11. Strategi dan program Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor Tahun 2014 – 2019 No. 1.
2.
Strategi
Program
Penyelenggaraan urusan ke- 1. bina margaan yang efektif, efisien, konsisten dan berkesinambungan Pengembangan prasarana jalan 1. dan jembatan 2.
Penguatan Kebijakan dan regulasi kebina margaan
Pembangunan ruas jalan utama
Pembangunan ruas jalan pendukung 3. Peningkatan simpang 4. Pembangunan simpang tidak sebidang 5. Peningkatan kapasitas ruas jalan 6. Peningkatan struktur jalan 7. Preservasi jalan jembatan 8. Peningkatan prasarana pedestrian 9. Pembangunan prasarana pedestrian 10. Penataan drainase jalan
30 Tabel 11. Strategi dan program Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor Tahun 2014 – 2019 (lanjutan) No.
Strategi
Program
11. Pembangunan drainase jalan 3. Pengembangan sistem tata air 1. Penguatan kebijakan dan regulasi terpadu SDA 2. Pembangunan prasarana pengendali banjir 3. Konservasi danau/situ, rawa dan sungai 4. Konservasi irigasi 4. Peremajaan dan peningkatan 1. Peremajaan dan peningkatan sarana prasarana keBina sarana prasarana kebinamargaan Margaan Sumber: Dinas Bina Marga dan SDA Kota Bogor Pada tahun 2014, untuk melaksanakan program tersebut, Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air melaksanakan 46 kegiatan (belanja langsung) dengan total pagu anggaran belanja sejumlah Rp. 235,869,541,910 dan realisasi penyerapan anggarannya sejumlah Rp. 173,384,572,431 atau sebesar 73.51%, dengan rincian sebagaimana dimuat dalam Tabel 12. Tabel 12. Penyerapan anggaran belanja langsung Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor per kegiatan Tahun 2014 Anggaran Realisasi % No. Kegiatan Belanja Belanja Realisasi (Rp.) (Rp.) 1 2 3 4 5 1. Pengelolaan rumah 1,170,445,000 1,150,414,265 98.29 tangga SKPD 2. Pengadaan inventaris 294,000,000 287,065,700 97.64 kantor 3. Pemeliharaan 294,000,000 287,363,560 97.74 rutin/berkala inventaris kantor 4. Penyusunan 49,000,000 27,228,200 55.57 perencanaan dan pelaporan SKPD 5. Perencanaan teknis 1,596,000,000 1,518,913,500 95.17 keBina Margaan 6. Pembangunan jalan 17,513,907,550 0 0.00 inner ring road
31
Tabel 12. Penyerapan anggaran belanja langsung Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor per kegiatan Tahun 2014 (lanjutan) No.
Kegiatan
1 7. 8.
2 DED Jalan K.S. Tubun DED Pembangunan jalan tembus Menteng Asri – Tentara Pelajar DED Pembangunan jalan tembus stoplate Sukaresmi – Jalan Raya Pemda Pembangunan Jalan R3 Section II Pembangunan Jembatan Sempur Pembangunan Jembatan Satu Duit Perencanaan pengadaan tanah – pembangunan jalan Persiapan pengadaan Tanah – pembangunan jalan Pelaksanaan pengadaan tanah – pembangunan jalan Penyerahan hasil pengadaan tanah – pembangunan jalan Pembangunan tembok penahan tanah (TPT) di Kecamatan Tanah Sareal Pembangunan jalan, trotoar, jembatan dan drainase wilayah I Pembangunan jalan, trotoar, jembatan dan drainase wilayah II Pembangunan jalan, trotoar, jembatan dan drainase wilayah III
9.
10. 11. 12. 13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
Anggaran Belanja (Rp.) 3 98,000,000 98,000,000
Realisasi Belanja (Rp.) 4 78,974,700 95,580,550
98,000,000
95,251,100
97.20
24,758,314,100 24,204,245,910
97.76
% Realisasi 5 80.59 96.51
10,000,000,000
0
0.00
10,000,000,000
0
0.00
741,051,200
448,005,990
60.46
128,698,800
0
0.00
42,805,250,000 40,567,926,989
94.77
300,000,000
200,148,800
66.72
1,770,387,500
1,713,473,350
96.79
21,931,500,000 12,343,673,573
56.28
2,487,620,000
2,442,880,575
98.20
2,970,146,250
2,853,896,828
96.09
32
Tabel 12. Penyerapan anggaran belanja langsung Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor per kegiatan Tahun 2014 (lanjutan) No.
Kegiatan
1 21.
2 Peningkatan jalan, trotoar, jembatan dan drainase wilayah I Peningkatan jalan, trotoar, jembatan dan drainase wilayah II Peningkatan jalan, trotoar, jembatan dan drainase wilayah III Peningkatan Jalan Raya Pemda-Batas Kota Preservasi rutin jalan, trotoar, drainase dan jembatan wilayah I Preservasi rutin jalan, trotoar, drainase dan jembatan wilayah II Preservasi rutin jalan, trotoar, drainase dan jembatan wilayah III Preservasi jalan, trotoar, drainase dan jembatan wilayah I Preservasi jalan, trotoar, drainase dan jembatan wilayah II Preservasi jalan, trotoar, drainase dan jembatan wilayah III Pemeliharaan alat berat dan operasional alat berat Penyelenggaraan pengujian tanah dan bahan
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
Anggaran Belanja (Rp.) 3 2,025,000,000
Realisasi Belanja (Rp.) 4 1,920,593,289
4,916,000,000
4,712,165,084
95.85
1,741,000,000
1,660,476,548
95.37
2,684,200,000
2,516,660,155
93.76
5,749,700,000
5,426,427,920
94.38
5,762,900,000
5,576,110,160
96.76
8,223,100,000
7,451,242,090
90.61
5,940,000,000
5,827,092,255
98.10
3,539,500,000
3,493,757,391
98.71
9,428,500,000
9,096,164,342
96.48
1,470,000,000
1,420,429,140
96,63
73,618,060
33,920,538
46.08
% Realisasi 5 94.84
33 Tabel 12. Penyerapan anggaran belanja langsung Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor per kegiatan Tahun 2014 (lanjutan) No.
Kegiatan
1 33.
2
Anggaran Belanja (Rp.) 3 1,134,000,000
Normalisasi dan pengendalian banjir wilayah I 34. Pembangunan/ 4,106,200,000 peningkatan saluran, sungai, situ wilayah I 35. Pembangunan/ 7,428,400,000 peningkatan saluran, sungai, situ wilayah II 36. Pemeliharaan rutin 961,850,000 saluran, sungai dan situ wilayah I 37. Pemeliharaan rutin 965,150,000 saluran, sungai dan situ wilayah II 38. Penanganan pasca 6,418,878,450 bencana 39. Pembangunan/peningkata 2,998,500,000 n sarana dan prasarana sumber daya air 40. Pengadaan peralatan 6,000,000,000 penunjang revitalisasi sarana sumber daya air 41. Pembangunan TPT untuk 637,000,000 pengendalian banjir 42. Pembangunan TPT 2,061,725,000 penunjang kolam retensi ciluar 43. Perencanaan pengadaan 427,001,200 tanah-pengendalian banjir 44. Persiapan pengadaan 102,998,800 tanah – pengendalian banjir 45. Pelaksanaan pengadaan 11,870,000,000 tanah – pengendalian banjir 46. Penyerahan hasil 100,000,000 pengadaan tanah – pengendalian banjir Sumber: Dinas Bina Marga dan SDA Kota Bogor
Realisasi Belanja (Rp.) 4 1,109,841,850
% Realisasi 5 97.87
4,018,344,950
97.86
7,249,317,160
97.59
833,000,910
86.60
869,281,745
90.07
6,221,811,164
96.93
2,927,246,085
97.62
5,895,562,315
98.26
615,693,900
96.66
2,027,568,650
98.34
173,673,200
40.67
0
0.00
3,994,148,000
33.65
0
0.00
34
Penyebab Rendahnya Penyerapan Anggaran Jika kita cermati realisasi belanja langsung sebagaimana tergambar dalam Tabel 12. nampak bahwa meskipun pada tahun 2014 Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air telah mendapat alokasi anggaran untuk membiayai empat puluh enam kegiatan yang telah direncanakan, namun sampai dengan akhir tahun anggaran 2014 masih terdapat enam kegiatan yang realisasinya nol persen atau tidak dilaksanakan, yaitu pembangunan jalan inner ringroad; pembangunan jembatan Sempur; pembangunan jembatan Satu Duit; persiapan pengadaan tanah – pembangunan jalan; persiapan pengadaan tanah – pengendalian banjir; dan penyerahan hasil pengadaan tanah – pengendalian banjir, dengan nilai anggaran belanja sejumlah Rp. 37,845,605,150 atau sebesar 16.04 % dari total anggaran belanja langsung Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air pada tahun 2014. Terkait hal ini, BD, pejabat Kepala Dinas Tahun 2014, berkata: “… kunci penyerapan anggaran pada Dinas Binamarga adalah pembebasan lahan, kenapa penyerapan anggaran Dinas Bina Marga lebih rendah dibandingkan dengan SKPD lainnya, karena beberapa kegiatan di Dinas Bina Marga berkaitan dengan ketersediaan lahan yang mana tidak jarang pengadaan lahannya sendiri belum clear yang menyebabkan beberapa kegiatan terkait tidak dapat dilaksanakan dan membutuhkan waktu yang lebih panjang. Jika tersedia waktu yang lebih leluasa maka Insya Allah dapat mengoptimalkan penyerapan anggaran sesuai target…” .
Pernyataan senada, yang dikutip dari wawancara dengan DS, Sekretaris Dinas selaku PPK-SKPD, menyatakan bahwa: “…kita di Dinas Bina Marga untuk kegiatan lainnya yang bersifat rutin tidak ada kendala atau permasalahan dalam penyerapan anggaran. Penyerapan anggaran kita tidak optimal disebabkan oleh adanya kegiatan yang batal dilaksanakan padahal sudah dianggarkan pada tahun berkenaan atau kalaupun dilaksanakan tidak cukup waktu antara lain karena kegiatan konstruksi yang berkaitan dengan pembebasan lahan, yang mana tidak jarang pengadaan lahannya sendiri belum clear akibat dari warga masyarakat keberatan atau menolak kalo tanahnya dibebaskan untuk kepentingan pembangunan tadi...”
Berdasarkan Tabel 12. disamping enam kegiatan yang tidak jadi dilaksanakan pada tahun 2014 sebagaimana dimaksud, rendahnya realisasi belanja langsung pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air pada tahun 2014 juga akibat adanya sembilan kegiatan yang realisasi belanjanya dibawah 90%, yaitu: penyusunan perencanaan dan pelaporan SKPD (55.57%); DED jalan K.S. Tubun (80.59%); perencanaan pengadaan tanah – pembangunan jalan (60.46%); penyerahan hasil pengadaan tanah – pembangunan jalan (66.72%); pembangunan jalan, trotoar, jembatan dan drainase wilayah I (56.28%); penyelenggaraan pengujian tanah dan bahan (46.08%); pemeliharaan rutin saluran, sungai dan situ wilayah I (86.60%); perencanaan pengadaan tanah – pengendalian banjir (40.67%); dan pelaksanaan pengadaan tanah – pengendalian banjir (33.65%). Persentase realisasi belanja tertinggi pada tahun 2014 terjadi pada kegiatan Pembangunan TPT penunjang kolam retensi Ciluar, yaitu dari anggaran belanja sejumlah Rp. 2,061,725,000,- dapat direalisasikan sejumlah Rp. 2,027,568,650,- atau sebesar 98.34%. Berdasarkan Peraturan Menteri dalam Negeri nomor 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, anggaran belanja Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air dirinci berdasarkan pengelompokkan jenis belanja adalah sebagaimana tercantum dalam Tabel 13, sebagai berikut:
35
Tabel 13. Rincian anggaran belanja langsung Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor berdasarkan jenis belanja Tahun 2014 No.
1. 2. 3.
Jenis Belanja
Anggaran (Rp.)
Belanja Pegawai 4,983,224,200 Belanja Barang/Jasa 23,026,288,860 Belanja Modal 207,860,028,850 235,869,541,910 J u ml a h Sumber: Dinas Bina Marga dan SDA Kota Bogor
% Jenis Belanja 2.11 9.77 88.12 100.00
Dari data tersebut terlihat bahwa 88.12% atau Rp. 207,860,028,850,- dari Rp. 235,869,541,910,- anggaran belanja Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air dialokasikan untuk belanja modal yang penggunaannya berupa pengadaan tanah, pembangunan jalan, trotoar, jembatan dan drainase, dan pemeliharaan barang publik lainnya. Sedangkan porsi untuk belanja pegawainya berupa honor PNS dan non PNS yang terlibat dalam kegiatan pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air adalah sebesar 2.11% atau Rp. 4,983,224,200,- dari Rp. 235,869,541,910,- . Sedangkan dari sisi realisasi belanja terhadap anggaran masing-masing jenis belanja tersebut diperoleh data sebagaimana Tabel 14. Tabel 14. Penyerapan anggaran belanja langsung Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor berdasarkan jenis belanja Tahun 2014 Anggaran Realisasi % No. Jenis Belanja (Rp.) (Rp.) Realisasi 1. Belanja Pegawai 4,983,224,200 4,162,301,490 83.53 2. Belanja Barang/Jasa 23,026,288,860 21,322,516,078 92.60 3. Belanja Modal 207,860,028,850 147,899,754,863 71.15 J u ml a h 235,869,541,910 173,384,572,431 Sumber: Dinas Bina Marga dan SDA Kota Bogor Pada tahun 2014 realisasi belanja pegawai dari anggaran sejumlah Rp. 4,983,224,200,- yang dapat direalisasikan adalah sejumlah Rp. 4,162,301,490 atau 83.53%. Realisasi belanja barang/ jasa dari anggaran sejumlah Rp. 23,026,288,860,yang dapat direalisasikan adalah sejumlah Rp. 21,322,516,078,- atau sebesar 92.60%. Realisasi anggaran yang presentasenya terkecil adalah belanja modal dari anggaran sejumlah Rp. 207,860,028,850,- yang dapat direalisasikan adalah sejumlah Rp. 147,899,754,863 atau sebesar 71.15%. Pada tahun 2015 Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air melaksanakan 53 kegiatan (belanja langsung), atau bertambah 7 kegiatan dari sebelumnya sejumlah 46 kegiatan pada tahun 2014 dengan dengan total pagu anggaran belanja sejumlah Rp. 238,036,346,290, atau meningkat sejumlah Rp. 2,166,804,380 (0,92%) dari anggaran tahun 2014, dan realisasi penyerapan anggarannya sampai dengan semester pertama (Januari sampai dengan Juni) Tahun 2015 masih sangat rendah yaitu baru mencapai Rp. 9,989,818,583 atau sebesar 4.20%, dengan rincian sebagaimana disajikan dalam Tabel 15.
36
Tabel 15. Penyerapan anggaran belanja langsung Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor per kegiatan periode Januari s.d. Juni 2015 No.
Kegiatan
1 1.
2 Pengelolaan rumah tangga SKPD Pengadaan inventaris kantor Pemeliharaan rutin/berkala inventaris kantor Penyusunan perencanaan dan pelaporan SKPD Kajian teknis kondisi jembatan Penyusunan leger jalan Rehabilitasi/Pemeliharaan alat-alat berat Penyelenggaraan pengujian tanah dan bahan Perencanaan teknis sumber daya air Pemeliharaan rutin saluran,sungai, dan situ wilayah 1 Pemeliharaan rutin saluran,sungai, dan situ wilayah 2 Pembangunan/Peningkatan saluran, sungai dan situ wilayah 1 Pembangunan/Peningkatan saluran, sungai dan situ wilayah 2 Pembangunan/Perbaikan turap kali cipakancilan Pembangunan perbaikan sodetan/TPT kali kandang sapi Kec. Tanah Sareal Pembangunan/peningkatan saluran sungai, dan situ wilayah 1
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
11.
12.
13.
14. 15.
16
Anggaran Belanja (Rp.) 3 832,059,480
Realisasi Belanja (Rp.) 4 547,066,520
250,820,000
180,683,400
72.04
320,000,000
81,323,950
25.41
25,000,000
17,253,700
69.01
150,000,000
8,328,900
5.55
100,000,000 1,200,000,000
7,838,400 787,029,000
7.84 65.59
75,000,000
21,029,000
28.04
200,000,000
76,308,700
38.15
801,280,000
208,881,400
26,07
1,025,000,000
363,717,550
35.48
2,400,000,000
43,518,000
1.81
3,560,000,000
28,790,500
0.81
480,000,000
9,791,800
2.04
680,000,000
6,994,000
1.03
22,467,500
0
0.00
% Realisasi 5 65.75
37 Tabel 15. Penyerapan anggaran belanja langsung Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor per kegiatan periode Januari s.d. Juni 2015 (lanjutan) No. 1 17. 18.
19. 20. 21. 22.
23.
24.
25.
26. 27. 28.
29.
30.
Kegiatan 2 tambahan
Anggaran Belanja (Rp.) 3 bidang 55,000,000,000
DAK irigasi Dokumen lingkungan 123,000,000 pembangunan kolam retensi S.Ciluar/ S.Ciheuleut Pembangunan kolam 6,000,000,000 retensi Kel. Tanah Baru Pembangunan dinding 2,500,000,000 penahan tanah Kel. Ciluar Pembangunan sumur 1,600,000,000 resapan Normalisasi dan 4,686,440,000 pengendalian banjir wilayah 1 Normalisasi dan 4,440,480,000 pengendalian banjir wilayah 2 DED, Dokumen 300,000,000 lingkungan dan dokumen kajian lalu lintas simpang tidak sebidang Jl. RE. Martadinata dan rel kereta api DED, dokumen 550,000,000 lingkungan dan Andal Lalin pembangunan Jembatan Satu Duit Pembangunan jalan BIRR 10,000,000,000 Pembangunan jalan R3 25,000,000,000 Kota Bogor Pembangunan jalan, 4,876,000,000 trotoar, dan drainase wilayah I Pembangunan jalan, 2,899,580,550 trotoar, dan drainase wilayah II Pembangunan jalan, 10,186,000,000 trotoar, dan drainase wilayah III
Realisasi Belanja (Rp.) 4
% Realisasi 5 0
0.00
3,366,300
2.74
0
0.00
0
0.00
0
0.00
18,029,500
0.38
21,593,700
0.49
20,920,800
6.97
17,651,000
2.21
5,742,464 0
0.06 0.00
28,615,022
0.59
15,341,225
0.53
29,101,875
0.29
38 Tabel 15. Penyerapan anggaran belanja langsung Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor per kegiatan periode Januari s.d. Juni 2015 (lanjutan) No. 1 31.
32. 33. 34. 35. 36. 37. 38.
39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47.
48.
Kegiatan
Anggaran Belanja (Rp.) 3 30,679,000
2 Pembangunan jalan, trotoar, jembatan dan drainase wilayah I Peningkatan jalan, trotoar 2,910,000,000 dan drainase wilayah I Peningkatan jalan, trotoar 5,517,000,000 dan drainase wilayah II Peningkatan jalan, trotoar 3,405,000,000 dan drainase wilayah III Pembangunan Jalan 480,000,000 Munjul Kel. Kayumanis Perbaikan Jalan Kukupu 400,000,000 Kel. Cibadak Perbaikan jalan Gg.Jarum 720,000,000 Kel. Cibadak DED review jalan tembus 268,000,000 Air Mancur-Ahmad Sobana-Tanah Baru FS jembatan laying dari 100,000,000 Batutulis ke Pamoyanan FS pengembangan 200,000,000 jaringan jalan Perencanaan pengadaan 448,840,960 tanah Persiapan pengadaan tanah 128,698,800 Pelaksanaan pengadaan 46,000,000,000 tanah Penyerahan hasil 240,000,000 pengadaan tanah Perencanaan teknis Bina 508,000,000 Marga Pemeliharaan 400,000,000 trotoar/pedestrian Preservasi rutin jalan, 4,655,000,000 trotoar, drainase dan jembatan wilayah I Preservasi rutin jalan, 4,442,000,000 trotoar, drainase dan jembatan wilayah II
Realisasi Belanja (Rp.) 4 30,679,000
% Realisasi 5 100.00
26,649,353
0.92
34,524,415
0.63
33,680,475
0.99
15,050,144
3.14
6,294,700
1.57
6,882,250
0.96
8,198,400
3.06
3,414,000
3.41
8,119,000
4.06
25,973,227
5.79
0 3,366,317,900
0.00 7.32
0
0.00
232,813,500
45.83
0
0.00
1,183,173,771
25.42
1,151,504,988
25.92
39
Tabel 15. Penyerapan anggaran belanja langsung Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor per kegiatan periode Januari s.d. Juni 2015 (lanjutan) No. 1 49.
Kegiatan
2 Preservasi rutin jalan, trotoar, drainase dan jembatan wilayah III 50. Preservasi jalan, trotoar, drainase, dan jembatan wilayah I 51. Preservasi jalan, trotoar, drainase, dan jembatan wilayah II 52. Preservasi jalan, trotoar, drainase, dan jembatan wilayah III 53. DED jalan dan drainase kawasan simpang Johar, Abdulah Bin Nuh, Sholeh Iskandar Sumber: Data diolah
Anggaran Belanja (Rp.) 3 5,915,000,000
Realisasi Belanja (Rp.) 4 1,207,202,254
12,245,000,000
73,756,000
0.60
4,250,000,000
8,342,500
0.20
4,250,000,000
8,042,500
0.19
240,000,000
10,283,500
4.28
% Realisasi 5 20.41
Rendahnya penyerapan anggaran belanja sebagaimana dimaksud, disamping disebabkan oleh hampir seluruh kegiatan belum berjalan optimal, juga disebabkan terdapat sembilan kegiatan yang realisasinya nol persen atau belum dilaksanakan, yaitu pembangunan/peningkatan saluran, sungai, dan situ wilayah I; DAK tambahan bidang irigasi; pembangunan kolam retensi kelurahan Tanah Baru; pembangunan dinding penahan tanah Kelurahan Ciluar; pembangunan sumur resapan; pembangunan jalan R3 Kota Bogor; persiapan pengadaan tanah; penyerahan hasil pengadaan tanah; dan pemeliharaan trotoar/pedestrian. Pagu anggaran belanja untuk kesembilan kegiatan tersebut sejumlah Rp. 90,891,166,300 atau sebesar 38.18 % dari total anggaran belanja langsung Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air pada tahun 2015. Persentase realisasi belanja tertinggi pada semester pertama tahun 2015 terjadi pada kegiatan pembangunan jalan, trotoar, jembatan dan drainase wilayah I dengan anggaran sejumlah Rp. 30,679,000,- yang dapat direalisasikan sejumlah Rp. 30,679,000,- atau sebesar 100%. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang telah diselesaikan pembangunannya di tahun anggaran 2014, namun baru terbayar 100% di tahun 2015 (utang TA.2014). Anggaran belanja Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Tahun 2015 sebagaimana dimaksud dirinci berdasarkan pengelompokkan jenis belanja adalah sebagaimana disajikan dalam Tabel 16.
40
Tabel 16. Rincian anggaran belanja langsung Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor berdasarkan jenis belanja Tahun 2015 % Anggaran No. Jenis Belanja Jenis Belanja (Rp.) 1. 2. 3.
Belanja Pegawai Belanja Barang/Jasa Belanja Modal J u ml a h Sumber: Data diolah
4,781,500,360 18,422,900,880 214,831,945,050 238,036,346,290
2.01 7.74 90.25 100.00
Dari data tersebut terlihat bahwa peningkatan anggaran pada tahun 2015 merubah komposisi anggaran per jenis belanja dimana terjadi peningkatan persentase alokasi belanja modal sebesar 2.13% dari semula 88.12% pada tahun 2014 menjadi 90.25% atau Rp. 214,831,945,050,- dari total jumlah anggaran Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air pada tahun 2015 sebesar Rp. 238,036,346,290,-. Sedangkan porsi untuk belanja pegawainya berupa honor PNS dan non PNS yang terlibat dalam kegiatan pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air adalah sebesar Rp. 4,781,500,360,- dari Rp. 238,036,346,290,- atau 2.01% lebih rendah 0.10% dari anggaran tahun 2014 sebesar 2.11%. Begitupun dengan porsi belanja barang/ jasa pada tahun 2015 sebesar Rp. 18,422,900,880,- dari Rp. 238,036,346,290,- atau 7.74% lebih rendah 2.03% dari anggaran tahun 2014 sebesar 9.77%. Sedangkan dari sisi realisasi belanja pada semester I tahun 2015 terhadap anggaran masing-masing jenis belanja tersebut diperoleh data sebagaimana disajikan dalam Tabel 17. Tabel 17. Penyerapan anggaran belanja langsung Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor berdasarkan jenis belanja periode Januari s.d. Juni 2015 Anggaran Realisasi % No. Jenis Belanja (Rp.) (Rp.) Realisasi 1. Belanja Pegawai 4,781,500,360 1,440,526,827 30.13 2. Belanja Barang/Jasa 18,422,900,880 4,465,941,633 24.24 4,083,350,123 1.90 3. Belanja Modal 214,831,945,050 J u ml a h 235,869,541,910 9,989,818,583 Sumber: Data diolah Sampai dengan semester I tahun 2015 realisasi belanja pegawai dari anggaran sejumlah Rp. 4,781,500,360,yang dapat direalisasikan adalah sejumlah Rp. 1,440,526,827,- atau 30.13%. Realisasi belanja barang/ jasa dari anggaran sejumlah Rp. 18,422,900,880,- yang dapat direalisasikan adalah sejumlah Rp. 4,465,941,633,- atau sebesar 24.24%. Belanja modal dari anggaran sejumlah Rp. 214,831,945,050,- yang dapat direalisasikan adalah sejumlah Rp. 4,083,350,123,atau sebesar 1.90%.
41
5 ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS DAN RANCANGAN STRATEGI
Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman (SWOT) Sesuai dengan pendapat Hunger & Wheelen (2001:192), untuk dapat membuat rancangan strategi alternatif yang layak, pembuat strategi harus menganalisis faktorfaktor strategis perusahaan atau organisasi (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman kunci) pada situasi sekarang. Berdasarkan hal tersebut, sesuai dengan tujuan penelitian, pada kajian ini dilakukan analisis faktor-faktor strategis yang mendukung pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air, pertama dengan melakukan identifikasi faktor internal dan eksternal dan selanjutnya membandingkan antara faktor eksternal: peluang dan ancaman dengan faktor internal: kekuatan dan kelemahan dengan menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT merupakan awal proses perumusan strategi. Selain itu, analisis SWOT juga mengharuskan pembuat strategi untuk menemukan kesesuaian strategis antara peluang-peluang eksternal dan kekuatan-kekuatan internal, disamping memperhatikan ancaman-ancamann eksternal dan kelemahan-kelemahan internal. Melalui metode pengumpulan data yang digunakan yakni wawancara dengan bantuan kuesioner kepada responden yang merupakan pemangku kepentingan manajerial pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air, dapat teridentifikasi faktorfaktor kekuatan dan kelemahan serta faktor-faktor peluang dan ancaman pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air berdasarkan hasil analisis lingkungan internal dan eksternal dinas sesuai dengan jawaban responden atas kuesioner analisis SWOT dalam penentuan strategi optimalisasi penyerapan anggaran pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua puluh tiga faktor-faktor strategis yang mendukung terhadap kinerja penyerapan anggaran belanja pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut : 1. Faktor Internal a. Kekuatan ( Strengths) 1) Tersedianya sarana pra sarana yang memadai Sarana prasarana yang memadai memberikan gambaran tidak saja kepada masyarakat tetapi juga stakeholder lainnya tentang kesiapan dalam melaksanakan tugas. Sarana dan prasarana menjadi salah satu faktor kekuatan yang dibutuhkan untuk mendukung kerja kita agar dapat terlaksana secara efisien dan efektif. 2) Adanya pengawasan melekat dari pimpinan Pengawasan melekat sebagai salah satu kegiatan pengawasan, merupakan tugas dan tanggung jawab setiap pimpinan untuk menyelenggarakan manajemen atau administrasi yang efektif dan efisien di lingkungan organisasi atau unit kerja masing-masing, baik di bidang pemerintahan maupun swasta. Pengawasan melekat di lingkungan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air bertolak dari motivasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, dengan cara sedini mungkin mencegah terjadinya kekurangan dan kesalahan dalam merencanakan dan melaksanakan tugas-tugas di lingkungan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air. Pelaksanaan pengawasan melekat yang
42 demikian tersebut dapat mengurangi dan mencegah secara dini terjadinya berbagai kelemahan dan kekurangan aparatur pemerintah dalam melaksanakan tugas pokok masing-masing. 3) Hubungan kerja yang kondusif Satu faktor yang akan sangat berperan terhadap terciptanya iklim kerja yang kondusif adalah terbangunnya hubungan kerja yang kondusif meliputi terciptanya hubungan yang baik antara sesama pegawai dan hubungan yang baik antara atasan dan bawahan. 4) Adanya rencana kerja yang jelas Perencanaan merupakan awal dari suatu aktifitas. Disinilah titik tolak setiap program maupun kegiatan yang akan menentukan masa depan. Namun kata kunci untuk persolaan ini bukan hanya terletak pada merencanakan, lebih dari itu adalah merencanakan dengan baik. Artinya, menyusun perencanaan saja belum cukup, tetapi harus membuatnya dengan baik sehingga dapat membawa kesuksesan dalam implementasinya. 5) Adanya kewenangan bidang kebinamargaan dan SDA Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bogor nomor 3 Tahun 2010 tentang Organisasi Perangkat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota Bogor nomor 4 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Bogor nomor 3 Tahun 2010 tentang Organisasi Perangkat Daerah, Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air diberi kewenangan sesuai fungsinya untuk melaksanakan perumusan kebijakan teknis di bidang Bina Marga dan SDA; menyelenggarakan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang Bina Marga dan SDA; melakukan pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang Bina Marga dan SDA; dan melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai tugas dan fungsinya. b. Kelemahan ( Weaknesses) 1) Alokasi waktu kegiatan yang kurang memadai Mengingat paket kegiatan pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air yang begitu banyak dengan alokasi waktu yang kurang memadai jika pelaksanaannya dibatasi dalam satu tahun anggaran maka capaian target kinerja kegiatannya terutama pada kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan secara bertahap akan mengalami gangguan dan memungkinkan target penyerapann anggarannya tidak tercapai. 2) Rendahnya kualitas SDM Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan organisasi. SDM berkontribusi pada proses pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi. Harus diakui kontribusi SDM Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air tidak menunjukkan signifikansi selama ini dalam penyerapan anggaran. Sangat disayangkan, jumlah kegiatan dan alokasi anggaran yang besar yang dipercayakan kepada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air tidak dibarengi banyaknya SDM berkualitas. Masih rendahnya SDM inilah menyebabkan tidak optimalnya penyerapan anggaran. 3) Kurangnya reward & punishment Reward dan punishment merupakan dua bentuk metode dalam memotivasi seseorang untuk melakukan kebaikan dan meningkatkan prestasinya. Kedua
43 metode ini sudah cukup lama dikenal dalam dunia kerja. Reward artinya ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan. Dalam konsep manajemen, reward merupakan salah satu alat untuk peningkatan motivasi para pegawai. Metode ini bisa meng-asosiasi-kan perbuatan dan kelakuan seseorang dengan perasaan bahagia, senang, dan biasanya akan membuat mereka melakukan suatu perbuatan yang baik secara berulang-ulang. Selain motivasi, reward juga bertujuan agar seseorang menjadi giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau meningkatkan prestasi yang telah dapat dicapainya. Sementara punishment diartikan sebagai hukuman atau sanksi. Jika reward merupakan bentuk reinforcement yang positif, maka punishment sebagai bentuk reinforcement yang negatif, tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Tujuan dari metode ini adalah menimbulkan rasa tidak senang pada seseorang supaya mereka jangan membuat sesuatu yang jahat. Jadi, hukuman yang dilakukan mesti bersifat pedagogies, yaitu untuk memperbaiki dan mendidik ke arah yang lebih baik. Pada dasarnya keduanya sama-sama dibutuhkan dalam memotivasi seseorang, termasuk dalam memotivasi para pegawai dalam meningkatkan kinerjanya. Keduanya merupakan reaksi dari seorang pimpinan terhadap kinerja dan produktivitas yang telah ditunjukkan oleh bawahannya; hukuman untuk perbuatan jahat dan ganjaran untuk perbuatan baik. Melihat dari fungsinya itu, seolah keduanya berlawanan, tetapi pada hakekatnya sama-sama bertujuan agar seseorang menjadi lebih baik, termasuk dalam memotivasi para pegawai dalam bekerja. 4) Kurangnya pemahaman terhadap sistem dan prosedur keuangan Sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah di lingkungan Pemerintah Kota Bogor merupakan pedoman bagi para pejabat dan pelaksana pengelola keuangan daerah agar keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat. 5) Keterlambatan pelaksanaan lelang Percepatan pelaksanaan pembangunan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah daerah kerap kali dihadapkan pada kondisi yang kurang mendukung bagi percepatan pelaksanaan belanja daerah, hal ini antara lain disebabkan oleh adanya keterlambatan pelaksanaan lelang. Berdasarkan hal tersebut Pemerintah beberapa kali melakukan penyempurnaan terhadap peraturan presiden tentang pengadaan barang dan jasa, yang ditekankan kepada upaya untuk memperlancar pelaksanaan APBN dan APBD, dan menghilangkan multitafsir yang menimbulkan ketidakjelasan bagi para pelaku dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah. 6) Rendahnya kualitas data dasar kebutuhan pembangunan Secara umum data dasar kebutuhan pembangunan bidang Bina Marga dan SDA memiliki kualitas data yang rendah, seperti tidak lengkap, tidak akurat, tidak konsisten, tidak up to dan lain-lain. Kondisi ini ternyata memiliki dampak serta resiko yang signifikan terhadap kinerja dinas. Hal ini dapat teridentifikasi dengan adanya kegiatan (proyek) yang tidak dapat direalisasikan karena tidak terantisipasi sebelumnya dalam dokumen rencana kerja SKPD.
44
Tabel 18. Identifikasi faktor strategis internal Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor Faktor internal No. Strenghts (Kekuatan) S1 Saranan prasarana yang memadai
No. W1
S2
W2
S3 S4 S5
Adanya pengawasan melekat dari pimpinan Hubungan kerja yang kondusif Adanya rencana kerja yang jelas Adanya kewenangan bidang kebinamargaan dan SDA
W3 W4 W5 W6
Weaknesses (Kelemahan) Alokasi waktu Kegiatan yang kurang memadai Rendahnya kualitas SDM
Kurangnya reward & punishment Kurangnya pemahaman terhadap sistem dan prosedur keuangan Keterlambatan pelaksanaan lelang Rendahnya kualitas data dasar kebutuhan pembangunan
2. Faktor Eksternal a. Peluang ( Opportunities) 1) Adanya peraturan perundang-undangan sebagai payung hukum UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan menyatakan bahwa yang dimaksud dengan peraturan perundangundangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. PNS maupun SKPD dalam melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2) Adanya diklat dan bimtek PNS Pendidikan dan pelatihan (diklat) maupun bimbingan teknis (bimtek), merupakan kegiatan pelatihan dan pengembangan pengetahuan serta kemampuan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh setiap PNS maupun SKPD tertentu. Sehingga dengan mengikuti Diklat maupun Bimtek diharapkan setiap PNS maupun SKPD dapat mengambil sebuah manfaat dengan berorientasi pada kinerja. Menghadapi kenyataan bahwa semakin tingginya tingkat kompetensi yang dibutuhkan, maka tentunya Diklat dan Bimtek PNS telah menjadi sebuah kebutuhan untuk individu ataupun lembaga pemerintahan. 3) Mekanisme rekrutmen PNS yang berkualitas Selama ini, proses penyelenggaraan rekrutmen dan seleksi pengadaan PNS sarat akan nuansa KKN, tertutup, kurang terbuka, kurang transparan, dan akuntabel. Proses pengadaan PNS di sebagian besar lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dinilai oleh berbagai kalangan masih kental dengan hubungan kekerabatan, ikatan emosional, jaringan kewilayahan, dan nuansa kekeluargaan. Pelaksanaan rekrutmen PNS yang terjadi selama ini dipersepsikan masyarakat sangat tidak profesional. Hanya orang-orang
45 yang memiliki hubungan dan koneksi dengan “orang dalam” atau panitia saja yang akan lulus menjadi PNS dengan imbalan materi berupa uang tertentu sebagai kompensasi. Rekrutmen PNS melalui tes CPNS harus memiliki tujuan sebagai proses penjaringan para calon penyelenggara negara yang memiliki integritas dan kualitas yang unggul, melalui proses rekruitmen transparan dan akuntabel. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, masyarakat harus dilibatkan sebagai pengawas eksternal mulai dari proses pengumuman lowongan, hingga pada tahap akhir tes. 4) Adanya pengawasan eksternal Pengawasan eksternal adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dari luar organisasi sendiri. Seperti pengawasan dibidang keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), inspektorat daerah, dan DPRD yang memiliki kewenangan terhadap pengawasan pelaksanaan APBD sebagai pengawasan keuangan eksternal tingkat kabupaten/kota. Dalam pengawasan keuangan DPRD kabupaten/kota dalam melakukannya lewat dengar pendapat, kunjungan kerja, panitia khusus dan pembentukan panitia kerja yang dibentuk dengan peraturan tata tertib DPRD.Pengawasan Internal Pemerintahan Daerah. 5) Respon positif dari masyarakat mengenai pengembangan sarana & prasarana transportasi Itikad baik pemerintah menyediakan sarana dan prasarana transportasi untuk kenyamanan masyarakat (publik), ternyata tidak serta merta mendapatkan respon positif dari masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa pembangunan sarana dan prasarana transportasi terlebih yang memerlukan pengadaan tanah sangat bergantung pada respon dan partisipasi masyarakat khususnya yang terdampak langsung. Dalam hal respon masyarakat positif, tentunya pembangunan sarana dan prasarana transportasi dapat dilaksanakan dengan baik. 6) Adanya mekanisme perubahan anggaran Perubahan anggaran (APBD) dapat diartikan sebagai upaya pemerintah daerah untuk menyesuaikan rencana keuangannya dengan perkembangan situasi dan kondisi yang terjadi. Perkembangan situasi dan kondisi tersebut dapat berimplikasi pada meningkatnya anggaran penerimaan maupun pengeluaran, atau sebaliknya. Namun, bisa juga untuk mengakomodasi pergeseran-pergeseran dalam satu SKPD. b. Ancaman ( Threats) 1) Kegagalan pembebasan lahan Tanah merupakan modal dasar pembangunan. Hampir tidak ada kegiatan pembangunan bidang Bina Marga dan SDA yang tidak memerlukan tanah. Oleh karena itu tanah memegang peranan yang sangat penting, bahkan menentukan berhasil tidaknya suatu pembangunan. Secara hakiki, makna dan posisi strategis tanah dalam kehidupan masyarakat Indonesia, tidak saja mengandung aspek fisik, tetapi juga aspek sosial, ekonomi, budaya, politik, pertahanan keamanan dan aspek hukum. Tanah bagi masyarakat memiliki makna multidimensional. Secara normatif, pengadaan tanah itu berhubungan dengan kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang melepaskan atau menyerahkan
46
2)
3)
4)
5)
tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Sehubungan dengan itu, pengadaan tanah menyangkut dua sisi dimensi harus ditempatkan secara seimbang, yaitu kepentingan masyarakat dan kepentingan pemerintah. Terkait dengan pengadaan tanah ini, beberapa kali Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air tidak jadi atau menunda melaksanakan pembangunan khususnya pembangunan jalan baru karena masih adanya warga masyarakat pemilik persil tanah dengan beragam alasan yang enggan melepas haknya kepada pemerintah daerah untuk kepentingan pembangunan prasarana dan sarana umum. Penyedia barang/jasa yang tidak kompeten Kompetensi penyedia barang/jasa antara lain diukur dari sejauh mana penyedia barang/jasa memiliki kemampuan SDM, teknis, modal dan peralatan yang cukup. Penyedia barang/jasa yang tidak kompeten memiliki kecenderungan bermasalah dalam proses menyediakan barang/jasa yang pada akhirnya mengganggu kinerja penyerapan anggaran karena tidak tercapainya target fisik sesuai ketentuan untuk menerima pembayaran (termin). Regulasi yang berubah-ubah Regulasi perundang-undangan yang sering berubah-ubah kerapkali menjadi problem bagi pemerintah daerah tidak terkecuali bagi Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air, apalagi menyangkut kebijakan yang harus dilaksanakan, terkadang harus berhenti karena adanya perubahan perundang-undangan. Peningkatan kemacetan lalu lintas Peningkatan kemacetan di Kota Bogor tidak terhindarkan lagi, karena ruas jalan yang tersedia tidak mampu menampung jumlah kendaraan yang beroperasi, dimana rata-rata pertumbuhan jumlah kendaraan di Kota Bogor untuk kendaraan roda dua sebanyak 500 hingga 600 unit per tahun, sedangkan roda empat antara 300-500 per tahun. Adanya program/kegiatan yang tidak sesuai dengan usulan dinas Karena tugas pokok dan fungsinya, SKPD tidak terkecuali Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air tidak jarang mendapat alokasi dana yang bersumber dari bantuan pemerintah provinsi atau pemerintah pusat yang bersifat spesifik grand untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang tidak sesuai dengan usulan dinasnya. Untuk kegiatan yang bersifat top down sepanjang terencana dengan baik dan telah diantisipasi kegiatan pendukungnya akan dapat dilaksanakan sesuai ketentuan. Dalam hal kegiatan-kegiatan yang harus didahului dengan kegiatan lainnya yang harus dilakukan oleh SKPD pelaksana namun tidak terantisipasi dalam perencanaan dan anggaran SKPD tersebut maka biasanya kegiatan yang bersumber dari bantuan pemerintah provinsi atau pemerintah pusat yang bersifat spesifik grand tersebut akan ditunda pelaksanaannya untuk direncanakan kembali di tahun berikutnya atau bahkan sama sekali dibatalkan jika tidak dapat dialokasikan kembali pada kegiatan yang sama.
47 6) Adanya Upaya Kriminalisasi Praktek penyelenggaraan pemerintahan menuntut adanya keputusan dan/atau tindakan pejabat pemerintahan untuk memenuhi kebutuhan hukum masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan, di sisi lain sampai dengan saat ini Negara dirasakan masih kurang memberikan perlindungan hukum bagi para pejabat dimaksud dari upaya kriminalisasi keputusan dan/atau tindakan pejabat oleh penegak hukum. Kekhawatiran akan adanya upaya kriminalisasi oleh penegak hukum tersebut merupakan salah satu penyebab yang menjadikan pejabat ragu-ragu bahkan enggan untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dampaknya pada penyerapan anggaran APBD tidak optimal. Tabel 19.
Identifikasi faktor strategis eksternal Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor Faktor eksternal
No. O1
O2 O3 O4
Opportunities (Peluang) Adanya peraturan perundangundangan sebagai payung hukum Adanya diklat dan bimtek PNS
No. T1
Threats (Ancaman) Kegagalan pembebasan lahan
T2
Mekanisme rekrutmen PNS yang berkualitas Adanya Pengawasan Eksternal
T3
Penyedia barang/jasa yang tidak kompeten Regulasi yang berubah-ubah
T4
Peningkatan kemacetan lalu lintas
O5
Respon positif dari masyarakat mengenai pengembangan sarana & prasarana transportasi
T5
Adanya program/kegiatan yang tidak sesuai dengan usulan dinas
O6
Adanya mekanisme perubahan anggaran
T6
Adanya Upaya Kriminalisasi
Dari hasil identifikasi telah diperoleh lima faktor kekuatan dan enam faktor kelemahan. Faktor-faktor yang menjadi kekuatan atau kelemahan organisasi ini, kemudian dicoba untuk dianalisis antara satu faktor dengan faktor lainya, dengan melakukan komparasi antar faktor. Misalnya faktor kekuatan a dibandingkan dengan faktor kekuatan b, faktor mana yang lebih urgen. Demikian pula faktor kekuatan a dengan faktor kekuatan c, faktor kekuatan a dengan faktor kelemahan d dan seterusnya. Suatu faktor disebut penting terhadap pencapaian tujuan apabila memiliki nilai lebih dari faktor yang lain. Sejauh mana pentingnya faktor yang teridentifikasi ditindaklanjuti dengan melakukan komparasi antar faktor sebagaimana Tabel 20.
48 Tabel 20. Komparasi urgensi faktor internal No
a
Faktor internal
a
Saranan prasarana yang memadai
b
Adanya pengawasan melekat dari pimpinan Hubungan kerja yang kondusif
c
b
c
d
e
f
g
h
i
j
k
NF
BF %
a
a
a
e
f
g
h
i
j
k
3
5.45
b
b
e
f
g
h
i
j
k
2
3.64
c
e
f
g
h
i
j
k
1
1.82
e
f
g
h
i
j
k
0
0.00
e
e
e
e
e
e
10
18.18
f
f
f
f
f
9
16.36
g
g
g
g
8
14.55
h
h
h
7
12.73
i
i
6
10.91
j
5
9.09
4
7.27
55
100.00
a a
b
a
b
c
e
e
e
e
Alokasi waktu Kegiatan yang kurang memadai
f
f
f
f
e
g
Rendahnya kualitas SDM
g
g
g
g
e
f
h
Kurangnya reward & punishment
h
h
h
h
e
f
g
i
Kurangnya pemahaman terhadap sistem dan prosedur keuangan
i
i
i
i
e
f
g
h
j
Keterlambatan pelaksanaan lelang
j
j
j
j
e
f
g
h
i
k
Rendahnya kualitas data dasar kebutuhan pembangunan
k
k
k
k
e
f
g
h
i
j
3
2
1
0
10
9
8
7
6
5
d e
Adanya rencana kerja yang jelas Adanya kewenangan bidang kebinamargaan dan SDA
f
JUMLAH
4
Dari hasil pembandingan masing-masing faktor yang dilakukan oleh unsur pemangku kepentingan manajerial pada Dinas Bina Marga dan SDA, yang dilakukan dalam forum diskusi (FGD), diperoleh nilai urgensi tiap faktor (NF) dimana faktor internal: Adanya kewenangan bidang kebinamargaan dan SDA merupakan faktor yang memiliki nilai urgensi paling tinggi, dengan nilai urgensi faktor sebesar 10, dan nilai urgensi kedua terbesar adalah alokasi waktu kegiatan yang kurang memadai, dengan nilai urgensi faktor sebesar 9. Sedangkan faktor dengan nilai urgensi terendah/terkecil adalah adanya rencana kerja yang jelas, dengan nilai urgensi faktor sebesar 0. Dari sebelas faktor internal yang teridentifikasi, faktor adanya kewenangan bidang kebinamargaan dan SDA merupakan faktor yang paling penting atau menjadi kebutuhan untuk pencapaian tujuan pada Dinas Bina Marga dan SDA. Faktor adanya rencana kerja yang jelas, bukanlah faktor yang menjadi kebutuhan atau setidaknya faktor tersebut sangat kecil/rendah dalam mencapai tujuan jika dibandingkan dengan faktor internal lainnya. Hasil NF dari setiap faktor akan menghasilkan bobot faktor (BF). Untuk mendapatkan bobot faktor, nilai urgensi tiap faktor dijumlahkan terlebih dahulu. Bobot masing-masing faktor dihitung dengan rumus : BF
=
Nilai Faktor Total Nilai Faktor
x 100 %
Sebagai contoh, hasil NF dari faktor Adanya kewenangan bidang kebinamargaan dan SDA, dengan nilai urgensi faktor sebesar 10 akan menghasilkan bobot faktor:
49 BF
=
10 55
BF
=
18.18 %
x 100 %
Jadi faktor Adanya kewenangan bidang kebinamargaan dan SDA, dengan nilai urgensi faktor sebesar 10 akan memiliki bobot faktor sebesar 18.18%. Dari tabel 20, terlihat bahwa bobot faktor (BF) faktor internal: Adanya kewenangan bidang kebinamargaan dan SDA merupakan faktor yang memiliki bobot faktor paling tinggi, dengan bobot faktor sebesar 18.18%, dan bobot faktor kedua terbesar adalah alokasi waktu kegiatan yang kurang memadai, dengan bobot faktor sebesar 16.36%. Faktor dengan bobot faktor terendah/terkecil adalah adanya rencana kerja yang jelas, dengan bobot faktor sebesar 0.00%. Faktor yang memiliki nilai urgensi faktor paling tinggi atau paling rendah, faktor tersebut juga akan memiliki bobot faktor paling tinggi atau paling rendah dibandingkan dengan faktor internal lainnya. Selesai dengan komparasi urgensi faktor internal, tahap selanjutnya adalah mengulangi langkah-langkah dan melakukan proses seperti yang dilakukan diatas terhadap faktor eksternal. Dari hasil identifikasi faktor strategis eksternal diperoleh enam faktor kesempatan dan enam faktor ancaman. Faktor-faktor yang menjadi kesempatan atau ancaman organisasi ini, kemudian dianalisis dengan proses yang sama yang telah dilakukan terhadap faktor strategis internal di atas, dengan hasil sebagaimana terlihat pada Tabel 21. Tabel 21. Komparasi urgensi faktor eksternal No
Faktor eksternal
a
Adanya peraturan perundangundangan sebagai payung hukum Adanya diklat dan bimtek PNS Mekanisme rekrutmen PNS yang berkualitas
b c
a
b
c
d
e
f
g
h
i
j
k
l
NF
BF
a
a
a
a
a
g
a
a
a
a
a
10
15.15
b
d
e
b
g
h
i
j
k
l
2
3.03
d
e
c
g
h
i
j
k
l
1
1.52
e
d
g
d
d
d
k
l
6
9.09
e
g
e
i
e
e
l
7
10.61
g
h
i
j
k
l
0
0.00
g
g
g
g
g
11
16.67
h
h
h
l
6
9.09
a a
b
d
Adanya Pengawasan Eksternal
a
d
d
e
Respon positif dari masyarakat mengenai pengembangan sarana & prasarana transportasi
a
e
e
e
f
Adanya mekanisme perubahan anggaran
a
b
c
d
e
g
Kegagalan pembebasan lahan
g
g
g
g
g
g
h
Penyedia barang/jasa yang tidak kompeten
a
h
h
d
e
h
g
50
Tabel 21. Komparasi urgensi faktor eksternal (lanjutan) No
Faktor eksternal
a
b
c
d
e
f
g
h
i j
Regulasi yang berubah-ubah Peningkatan kemacetan lalu lintas Adanya program/kegiatan yang tidak sesuai dengan usulan dinas Adanya Upaya Kriminalisasi
a
i
i
d
i
i
g
h
a
j
j
d
e
j
g
h
i
a
k
k
k
e
k
g
h
i
j
a
l
l
l
l
l
g
l
l
l
l
JUMLAH
10
2
1
6
7
0
11
6
6
4
4
k
l
i
j
k
l
NF
i
i
l
6
9.09
j
l
4
6.06
l
4
6.06
9
13.64
66
100.00
9
BF
Dari hasil komparasi antar faktor eksternal, diperoleh nilai urgensi tiap faktor (NF) dimana faktor eksternal: Kegagalan pembebasan lahan merupakan faktor yang memiliki nilai urgensi paling tinggi, dengan nilai urgensi faktor sebesar 11, dan nilai urgensi kedua terbesar adalah adanya peraturan perundang-undangan sebagai payung hukum, dengan nilai urgensi faktor sebesar 10. Sedangkan faktor dengan nilai urgensi terendah/terkecil adalah Adanya mekanisme perubahan anggaran, dengan nilai urgensi faktor sebesar 0. Dari dua belas faktor eksternal yang teridentifikasi, faktor kegagalan pembebasan lahan merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap pencapaian tujuan pada Dinas Bina Marga dan SDA. Faktor adanya mekanisme perubahan anggaran, bukanlah faktor yang menjadi kebutuhan atau setidaknya faktor tersebut sangat kecil/rendah pengaruhnya dalam mencapai tujuan jika dibandingkan dengan faktor eksternal lainnya. Kegagalan pembebasan lahan merupakan faktor yang memiliki bobot faktor paling tinggi dengan bobot faktor sebesar 16.67%, sedangkan faktor dengan bobot faktor terendah/terkecil adalah adanya mekanisme perubahan anggaran, dengan bobot faktor sebesar 0.00%. Keberadaan suatu faktor dalam pencapaian suatu tujuan tidak cukup hanya ditentukan dengan nilai urgensi faktor dan bobot faktor dari tiap-tiap faktor internal dan eksternal tersebut, untuk itu perlu dilakukan penilaian lanjutan dengan menggunakan format penilaian atau evaluasi faktor internal dan eksternal sebagaimana Tabel Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal (Lampiran 1.). Dalam Lampiran 1 dukungan terhadap pencapaian tujuan dari faktor yang ada pada internal dan eksternal tercermin dari nilai dukungan (ND) yang diperoleh melalui pembobotan dengan menggunakan skala Likert. Responden penelitian yang merupakan para pemangku kepentingan manajerial di lingkungan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air menetapkan nilai tertinggi yang diberikan pada faktor internal dan eksternal adalah 5 untuk faktor-faktor: Adanya kewenangan bidang kebinamargaan dan SDA; Alokasi waktu kegiatan yang kurang memadai; Kegagalan pembebasan lahan; Penyedia barang/jasa yang tidak kompeten; dan Adanya upaya kriminalisasi. Kelima faktor eksternal dan internal ini merupakan faktor pendukung utama baik dukungan yang bersifat konstruktif maupun dukungan bagi perlambatan terhadap pencapaian tujuan organisasi.
51 Disamping faktor pendukung utama sebagaimana dimaksud, dari Lampiran 1 juga dapat terlihat bahwa faktor Adanya mekanisme perubahan anggaran, dengan nilai dukungan 2 merupakan faktor yang paling kecil dukungannya terhadap pencapaian tujuan organisasi. Berdasarkan nilai dukungan (ND) tiap faktor tersebut, selanjutnya didapat nilai bobot dukungan (NBD) tiap faktor yang dihitung dengan rumus: NBD = ND x BF. Pada tabel evaluasi faktor internal dan eksternal (Lampiran 1), untuk nomor urut 1 faktor internal (kekuatan): Sarana prasarana yang memadai, nilai dukungan (ND) faktornya diketahui sebesar 4, dan bobot faktor (BF) sebesar 5.45%, maka nilai bobot dukungan (NBD) faktornya adalah: 4 x 5.45% = 0.22. Cara yang sama digunakan untuk nomor urut 12 faktor eksternal (peluang): Adanya peraturan perundangundangan sebagai payung hukum dengan nilai dukungan (ND) sebesar 4, dan bobot faktor (BF) sebesar 15.15%, maka NBD faktornya adalah: 4 x 15.15% = 0.61. NBD faktor lainnya dapat dilihat pada kolom NBD tabel evaluasi faktor internal dan eksternal (Lampiran 1). Adanya sifat saling keterkaitan dari faktor-faktor internal dan eksternal pada suatu organisasi dalam mencapai misi organisasi, maka dalam melakukan evaluasi faktor internal dan eksternal dilakukan penentuan nilai relatif keterkaitan (NK) dengan memakai skala Likert. Setelah nilai relatif keterkaitan (NK) tiap faktor diperoleh, maka dapat ditentukan nilai rata-rata keterkaitan (NRK) tiap faktor dengan rumus: NRK Dimana:
=
TNK ƩN-1
TNK = Total nilai keterkaitan faktor Ʃ N = Jumlah faktor internal dan eksternal yang dinilai. -1 = Satu faktor yang tidak dapat dikaitkan dengan faktor yang sama
Sebagai contoh, dari tabel pada lampiran 1 dapat dilihat bahwa untuk nomor urut 1 faktor internal (kekuatan): Sarana prasarana yang memadai, total nilai relatif keterkaitan (TNK)-nya adalah sebesar 46, diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh nilai relatif keterkaitan dengan faktor lain dalam tabel evaluasi faktor internal dan eksternal. Jumlah faktor internal dan eksternal yang dinilai pada tabel evaluasi faktor internal dan eksternal adalah 23, hal ini berarti Ʃ N = 23 atau Ʃ N – 1 = 22. NRK faktor-faktor sarana prasarana yang memadai dengan rumus tersebut dapat dihitung sebagai berikut NRK
=
46 22
NRK
=
2.09
Setelah NRK tiap faktor diketahui, nilai bobot keterkaitan (NBK) tiap faktor dihitung dengan rumus: NBK = NRK x BF. NRK faktor Sarana prasarana yang memadai diketahui sebesar 2.09, dan bobot faktor (BF) nya sebesar 5.45%, maka nilai bobot keterkaitan (NBK) nya adalah: 2.09 x 5.45% =0.11. Contoh lain, dari tabel pada lampiran 1 dapat dilihat bahwa untuk nomor urut 12 faktor eksternal (peluang): Adanya peraturan perundang-undangan sebagai payung hukum dengan NRK sebesar
52 2.32, dan bobot faktor (BF) sebesar 15.15%, maka nilai bobot keterkaitan (NBK) nya adalah: 2.32 x 15.15% = 0.35. NBK faktor yang lain dihitung dengan rumus yang sama dan hasilnya sebagaimana tercatat pada kolom NBK tabel evaluasi faktor internal dan eksternal (Lampiran 1). Dari evaluasi ini terlihat bahwa dari 23 faktor yang dinilai keterkaitannya, faktor adanya kewenangan bidang kebinamargaan dan SDA merupakan faktor yang memiliki nilai bobot keterkaitan paling besar, yakni 0.63. Dari evaluasi ini juga terlihat dua faktor yang memiliki nilai bobot keterkaitan paling kecil, yakni adanya rencana kerja yang jelas, dan adanya mekanisme perubahan anggaran, dengan nilai bobot keterkaitan masing-masing sebesar 0.00. Nilai bobot keterkaitan 0.00 dapat diartikan bahwa tidak ada kaitan antara faktor Adanya rencana kerja yang jelas dengan faktor lainnya, begitupun antara faktor Adanya mekanisme perubahan anggaran tidak ada kaitan dengan faktor lainnya dalam tabel evaluasi faktor internal dan eksternal. Kolom TNB pada tabel evaluasi faktor internal dan eksternal (Lampiran 1) mencatat total nilai bobot (TNB) tiap faktor yang dihitung dengan memakai rumus: TNB=NBD+NBK. Dari tabel evaluasi faktor internal dan eksternal dapat dilihat bahwa untuk nomor urut 1 faktor internal (kekuatan): Sarana prasarana yang memadai, NBD faktornya diketahui sebesar 0.22 dan NBK nya sebesar 0.11, maka TNB faktor sarana prasarana yang memadai adalah: 0.22 + 0.11 = 0.33. Demikian halnya TNB faktor lain yang dihitung dengan rumus yang sama, hasilnya dapat dilihat pada kolom TNB tabel evaluasi faktor internal dan eksternal. Ringkasan hasil penilaian faktor internal berdasarkan tabel evaluasi faktor internal dan eksternal (Lampiran 1) dapat dilihat dalam matriks ringkasan analisis faktor strategis internal (IFAS) sebagaimana Tabel 22. Tabel 22. Ringkasan analisis faktor strategis internal (IFAS)
No.
Faktor-faktor strategis internal
Bobot
Rating
Skor Yang Dibobotkan
Strengths ( Kekuatan) 1. 2.
Saranan prasarana yang memadai Adanya pengawasan melekat dari pimpinan
0.05 0.04
4 4
0.22 0.15
3. 4.
Hubungan kerja yang kondusif Adanya rencana kerja yang jelas
0.02 0.00
4 4
0.07 0.00
5.
Adanya kewenangan bidang kebinamargaan dan SDA
0.18
5
0.91
0.16
5
0.82
0.15 0.13
4 4
0.58 0.51
1. 2. 3.
Weaknesses (Kelemahan) Alokasi waktu Kegiatan yang kurang memadai Rendahnya kualitas SDM Kurangnya reward & punishment
Ket.
53
Tabel 22. Ringkasan analisis faktor strategis internal (lanjutan)
Bobot
Rating
Skor Yang Dibobotkan
Kurangnya pemahaman terhadap sistem dan prosedur keuangan
0.11
4
0.44
5.
Keterlambatan pelaksanaan lelang
0.09
3
0.27
6.
Rendahnya kualitas data dasar kebutuhan pembangunan
0.07
4
0.29
No.
4.
Faktor-faktor strategis internal
TOTAL
1.00
KET.
4.25
Hal yang sama, ringkasan hasil penilaian faktor eksternal berdasarkan tabel evaluasi faktor internal dan eksternal (Lampiran 1) dapat dilihat dalam matriks ringkasan analisis faktor strategis eksternal (EFAS) sebagaimana Tabel 23. Tabel 23. Ringkasan analisis faktor strategis eksternal (EFAS)
No.
Faktor-faktor strategis eksternal
Bobot
Rating
Skor Yang Dibobotkan
0.15
4
0.61
0.03
3
0.09
0.02
4
0.06
0.09
4
0.36
0.11
4
0.42
0.00
2
0.00
Opportunities (Peluang) 1. 2. 3. 4. 5.
6.
Adanya peraturan perundang-undangan sebagai payung hukum Adanya diklat dan bimtek PNS Mekanisme rekrutmen PNS yang berkualitas Adanya Pengawasan Eksternal Respon positif dari masyarakat mengenai pengembangan sarana & prasarana transportasi Adanya mekanisme perubahan anggaran Threats (Ancaman)
1.
Kegagalan pembebasan lahan
0.17
5
0.83
2. 3.
Penyedia barang/jasa yang tidak kompeten Regulasi yang berubah-ubah
0.09 0.09
5 4
0.45 0.36
4. 5.
Peningkatan kemacetan lalu lintas Adanya program/kegiatan yang tidak sesuai dengan usulan dinas
0.06
3
0.18
0.06
3
0.18
Adanya Upaya Kriminalisasi
0.14
5
0.68
6.
TOTAL
1.00
4.24
Ket.
54
Faktor-faktor Yang Mendukung Hasil analisis faktor internal dan eksternal yang teridentifikasi mendukung rendahnya penyerapan anggaran belanja pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air seperti dalam tabel evaluasi faktor internal dan eksternal (Lampiran 1) selanjutnya dijadikan acuan atau dasar pengambilan kesimpulan faktor-faktor yang mendukung rendahnya penyerapan anggaran belanja pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor. Dari tiap kategori strength, weaknesses, opportunities, dan threats, masing-masing dipilih 1 FKK yang merupakan faktor strategis. Suatu faktor disebut strategis apabila memiliki nilai lebih dari faktor yang lain. Berdasarkan besarnya TNB tiap faktor, maka dipilih faktor yang memiliki TNB paling besar sebagai faktor kunci keberhasilan (FKK). TNB paling besar dari kategori strength adalah: adanya kewenangan bidang kebinamargaan dan SDA dengan nilai sebesar 1.54. yang diberi notasi I sebagai urutan paling besar, pada kolom FKK tabel evaluasi faktor internal dan eksternal (Lampiran 1). FKK dari kategori lainnya ditentukan dengan cara yang sama yang hasilnya dicatat dalam kolom FKK tabel evaluasi faktor internal dan eksternal (Lampiran 1). Untuk lebih jelasnya, faktor-faktor strategis terpilih dari tiap kategori strengths, weaknesses, opportunities, dan threats dapat disimak dalam Tabel 24. Tabel 24. Faktor-faktor strategis yang mendukung Faktor Internal Strenghts (Kekuatan)
Weaknesses (Kelemahan)
Adanya kewenangan bidang kebinamargaan dan SDA
Alokasi waktu kegiatan yang kurang memadai
Faktor Eksternal Opportunities (Peluang)
Threats (Ancaman)
Adanya peraturan perundang-undangan Kegagalan pembebasan lahan sebagai payung hukum
Berdasarkan Tabel 24, maka disimpulkan bahwa terdapat empat faktor yang mendukung rendahnya penyerapan anggaran belanja pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor, yaitu: 1. Adanya kewenangan bidang kebinamargaan dan SDA 2. Alokasi waktu kegiatan yang kurang memadai 3. Adanya peraturan perundang-undangan sebagai payung hukum 4. Kegagalan pembebasan lahan
55
Strategi Setelah menganalisis faktor strategis internal dan eksternal Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor, yang menghasilkan kesimpulan faktor yang mendukung rendahnya penyerapan anggaran belanja pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor, dengan pendekatan formulasi strategi matriks SWOT dapat dibuat berbagai kemungkinan alternatif strategi. Beberapa ahli menganggap, Matrik SWOT adalah alat untuk pencocokan yang sangat penting bagi para manajer/pimpinan mengembangkan empat jenis strategi, yakni: 1. Strategi SO (Kekuatan-Peluang): Dalam strategi SO dapat diinteraksikan, dipadukan kekuatan kunci dan peluang kunci sebagai suatu strategi ekspansi atau pengembangan, pertumbuhan, perluasan dalam bidang tertentu, dalam mencapai tujuan atau peluang-peluang yang menjanjikan. 2. Strategi WO (Kelemahan-Peluang): Dalam strategi WO dapat diinteraksikan kekuatan kunci dan ancaman kunci sebagai suatu strategi untuk melakukan mobilisasi kekuatan kunci, dalam menciptakan diversifikasi, inovasi, pembaharuan, modifikasi di bidang tertentu dalam upaya mengatasi ancaman kunci. 3. Strategi ST (Kekuatan-Ancaman): Dalam strategi ST dapat diinteraksikan kelemahan kunci dan peluang kunci sebagai suatu strategi untuk menciptakan stabilitas atau rasionalisasi dalam bidang tertentu dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 4. Strategi WT (Kelemahan-Ancaman): Dalam strategi WT dapat diinteraksikan kelemahan kunci dan ancaman kunci sebagai suatu strategi yang dapat menciptakan suatu keadaan yang defensif atau survival, efisiensi yang menyeluruh atau rasionalisasi kegiatan operasional agar dapat bertahan atau keadaan tidak semakin terpuruk akibat desakan yang kuat dari ancaman kunci. Alternatif strategi dengan pendekatan formulasi strategi matriks SWOT dirancang dengan teknik menginteraksikan faktor-faktor strategis internal dan eksternal yang telah diidentifikasi sebagaimana disajikan Tabel 25. Berdasarkan matriks SWOT pada Tabel 25 tersedia delapan formulasi strategi, yaitu: 1. Tingkatkan capaian kinerja maupun layanan dinas dengan mengoptimalkan sumberdaya 2. Optimalkan sumberdaya untuk mengatasi kegagalan pencapaian target kinerja 3. Optimalkan kewenangan untuk mengatasi ketidakpastian 4. Hindari penyerapan anggaran yang menumpuk di akhir tahun 5. Atasi lemahnya metode penyusunan data dasar kebutuhan pembangunan 6. Hindari alokasi waktu kegiatan yang kurang memadai dan kegagalan pembebasan lahan 7. Atasi keterbatasan SDM untuk menghindari kegagalan pencapaian target kinerja 8. Atasi rendahnya kualitas data dasar kebutuhan pembangunan untuk menghindari program/kegiatan yang tidak sesuai
56 Tabel 25. Formulasi strategi SWOT FAKTOR INTERNAL 1 2 3 4 5 FAKTOR EKSTERNAL OPPORTUNITIES (PELUANG) (O) 1 Adanya peraturan perundang-undangan sebagai payung hukum
STRENGHTS (KEKUATAN) (S) Saranan prasarana yang memadai Adanya pengawasan melekat dari pimpinan Hubungan kerja yang kondusif Adanya rencana kerja yang jelas Adanya kewenangan bidang kebinamargaan dan SDA
Strategi SO
1 Tingkatkan capaian kinerja maupun layanan dinas dengan mengoptimalkan sumberdaya (S1;S2;S3;S4;S5; O1;O2;O3;O4;O5;O6)
2 Adanya diklat dan bimtek PNS
WEAKNESSES (KELEMAHAN) (W) 1 Alokasi waktu Kegiatan yang kurang memadai 2 Rendahnya kualitas SDM 3 Kurangnya reward & punishment 4 Kurangnya pemahaman terhadap sistem dan prosedur keuangan 5 Keterlambatan pelaksanaan lelang 6 Rendahnya kualitas data dasar kebutuhan pembangunan Strategi WO
1 Hindari penyerapan anggaran yang menumpuk di akhir tahun (W1;W2;W3;W4;W5; O1;O5;O6)
2 Atasi lemahnya metode penyusunan data dasar kebutuhan pembangunan (W6;O2;O3;O4)
3 Mekanisme rekrutmen PNS yang berkualitas 4 Adanya pengawasan eksternal 5 Respon positif dari masyarakat mengenai pengembangan sarana & prasarana transportasi 6 Adanya mekanisme perubahan anggaran THREATS (T) 1 Kegagalan pembebasan lahan 2 Penyedia barang/jasa yang tidak kompeten 3 Regulasi yang berubah-ubah 4 Peningkatan kemacetan lalu lintas 5 Adanya program/kegiatan yang tidak sesuai dengan usulan dinas 6 Adanya upaya kriminalisasi
Strategi ST
Strategi WT
1 Optimalkan sumberdaya untuk mengatasi kegagalan pencapaian target kinerja (S1;S2;S3;S4;S5; T1;T2;T4;T5)
1 Hindari alokasi waktu kegiatan yang kurang memadai dan kegagalan pembebasan lahan (W1;W4;W5;T1)
2 Optimalkan kewenangan untuk mengatasi ketidakpastian (S5;T3;T6)
2 Atasi keterbatasan SDM untuk menghindari kegagalan pencapaian target kinerja (W2;W3;T2;T3;T4;T6) 3 Atasi rendahnya kualitas data dasar kebutuhan pembangunan untuk menghindari program/kegiatan yang tidak sesuai dengan usulan dinas (W6; T5)
57
Sebagai langkah terakhir dalam kerangka analitis perumusan strategi, digunakan Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif/ Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Secara konsep, QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi berdasarkan seberapa jauh faktor strategis internal dan eksternal dimanfaatkan atau diperbaiki. Daya tarik relatif dari masing-masing strategi dihitung dengan menentukan pengaruh kumulatif dari masing-masing faktor strategis internal dan eksternal. Tidak semua strategi yang dihasilkan oleh formulasi SWOT harus dievaluasi dalam QSPM sebagaimana Tabel 26. Untuk memilih strategi yang dimasukkan dalam QSPM harus menggunakan penilaian intuitif yang baik dari penyusun strategi. Tabel 26. Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (QSPM) Tingkatkan capaian kinerja maupun layanan dinas dengan mengoptimalkan sumberdaya
QSPM Matrix
NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2. 3. 4. 5.
KEY FACTOR OPPORTUNITIES (PELUANG) Adanya peraturan perundang-undangan sebagai payung hukum Adanya diklat dan bimtek PNS Mekanisme rekrutmen PNS yang berkualitas Adanya Pengawasan Eksternal Respon positif dari masyarakat mengenai pengembangan sarana & prasarana transportasi Adanya mekanisme perubahan anggaran THREATS (ANCAMAN) Kegagalan pembebasan lahan Penyedia barang/jasa yang tidak kompeten Regulasi yang berubah-ubah Peningkatan kemacetan lalu lintas Adanya program/kegiatan yang tidak sesuai dengan usulan dinas Adanya Upaya Kriminalisasi
Optimalkan sumberdaya untuk mengatasi kegagalan pencapaian target kinerja
WEIGHT
AS
TAS
AS
TAS
0.15
2
0.30
3
0.45
0.03 0.02 0.09
3 3 2
0.09 0.06 0.18
3 3 1
0.09 0.06 0.09
0.11
2
0.22
2
0.22
0.00
2
0.00
1
0.00
0.17 0.09 0.09 0.06
4 2 2 1
0.68 0.18 0.18 0.06
4 2 1 1
0.68 0.18 0.09 0.06
0.06
1
0.06
1
0.06
0.14
2
0.28
1
0.14
STRENGHTS (KEKUATAN) Saranan prasarana yang memadai Adanya pengawasan melekat dari pimpinan Hubungan kerja yang kondusif Adanya rencana kerja yang jelas
0.05 0.04 0.02 0.00
3 3 3 2
0.15 0.12 0.06 0.00
3 3 3 2
0.15 0.12 0.06 0.00
Adanya kewenangan bidang kebinamargaan dan SDA
0.18
3
0.54
2
0.36
Alokasi waktu Kegiatan yang kurang memadai Rendahnya kualitas SDM Kurangnya reward & punishment Kurangnya pemahaman terhadap sistem dan prosedur keuangan Keterlambatan pelaksanaan lelang
0.16 0.15 0.13
3 3 2
0.48 0.45 0.26
3 3 2
0.48 0.45 0.26
0.11
2
0.22
2
0.22
0.09
2
0.18
2
0.18
Rendahnya kualitas data dasar kebutuhan pembangunan
0.07
1
0.07
2
0.14
WEAKNESSES (KELEMAHAN) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
TOTAL
4.82
4.54
58 Tabel 26. Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (lanjutan) Hindari penyerapan Hindari alokasi waktu anggaran yang menumpuk kegiatan yang kurang di akhir tahun memadai dan kegagalan pembebasan lahan
QSPM Matrix
NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2. 3. 4. 5.
KEY FACTOR OPPORTUNITIES (PELUANG) Adanya peraturan perundang-undangan sebagai payung hukum Adanya diklat dan bimtek PNS Mekanisme rekrutmen PNS yang berkualitas Adanya Pengawasan Eksternal Respon positif dari masyarakat mengenai pengembangan sarana & prasarana transportasi Adanya mekanisme perubahan anggaran THREATS (ANCAMAN) Kegagalan pembebasan lahan Penyedia barang/jasa yang tidak kompeten Regulasi yang berubah-ubah Peningkatan kemacetan lalu lintas Adanya program/kegiatan yang tidak sesuai dengan usulan dinas Adanya Upaya Kriminalisasi STRENGHTS (KEKUATAN) Saranan prasarana yang memadai Adanya pengawasan melekat dari pimpinan Hubungan kerja yang kondusif Adanya rencana kerja yang jelas Adanya kewenangan bidang kebinamargaan dan SDA
WEIGHT
AS
TAS
AS
TAS
0.15
3
0.45
3
0.45
0.03 0.02 0.09
1 1 1
0.03 0.02 0.09
1 1 1
0.03 0.02 0.09
0.11
2
0.22
1
0.11
0.00
1
0.00
1
0.00
0.17 0.09 0.09 0.06
1 2 1 1
0.17 0.18 0.09 0.06
4 3 3 2
0.68 0.27 0.27 0.12
0.06
1
0.06
1
0.06
0.14
2
0.28
1
0.14
0.05 0.04 0.02 0.00
2 4 2 4
0.10 0.16 0.04 0.00
1 3 1 2
0.05 0.12 0.02 0.00
0.18
2
0.36
3
0.54
Alokasi waktu Kegiatan yang kurang memadai Rendahnya kualitas SDM Kurangnya reward & punishment Kurangnya pemahaman terhadap sistem dan prosedur keuangan Keterlambatan pelaksanaan lelang
0.16 0.15 0.13
3 3 3
0.48 0.45 0.39
4 3 3
0.64 0.45 0.39
0.11
4
0.44
1
0.11
0.09
3
0.27
2
0.18
Rendahnya kualitas data dasar kebutuhan pembangunan
0.07
1
0.07
2
0.14
WEAKNESSES (KELEMAHAN) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
TOTAL
4.41
4.88
Hasil analisis terhadap skor kemenarikan dari semua faktor strategis yang dijelaskan dalam Tabel 26 menunjukkan bahwa total skor kemenarikan (TAS) pada strategi “Hindari alokasi waktu kegiatan yang kurang memadai dan kegagalan pembebasan lahan” adalah sebesar 4.88 lebih besar dari TAS strategi-strategi lainya yaitu strategi “Tingkatkan capaian kinerja maupun layanan dinas dengan mengoptimalkan sumberdaya” sebesar 4.82, strategi “Optimalkan sumberdaya untuk mengatasi kegagalan pencapaian target kinerja” sebesar 4.54 dan strategi “Hindari penyerapan anggaran yang menumpuk di akhir tahun” sebesar 4.41. Berdasarkan hasil analisis data dari matriks perencanaan strategis kuantitatif tersebut, maka dipilih satu strategi yang mendapatkan nilai tertinggi saja yang akan dijalankan di Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air yaitu strategi “Hindari alokasi waktu kegiatan yang kurang memadai dan kegagalan pembebasan lahan”.
59
Perancangan Program Sebagai pedoman atau acuan guna menterjemahkan rumusan strategi ke dalam tindakan strategik perlu disusun kebijakan operasional untuk menjamin strategi terlaksanan dengan baik. Kebijakan operasional merupakan acuan, pedoman yang memberikan arah program, kegiatan yang akan dilakukan dan sumber daya yang diberdayakan dalam mencapai sasaran kinerja yang telah ditetapkan. Uraian tersebut disajikan lebih rinci dalam Tabel 27. Tabel 27. Strategi, kebijakan, program dan kegiatan Strategi
Kebijakan
Program
Hindari alokasi waktu kegiatan yang kurang memadai dan kegagalan pembebasan lahan
Rasionalisasi rencana program dan kegiatan dinas, dan keterbukaan informasi publik
1. Rasionalisasi target kinerja input dan output dengan menerapkan KPJM
2. Penguatan komunikasi dan layanan informasi
Penanggung Jawab
Kegiatan 1. Evaluasi kebijakan berjalan
Kepala Dinas
2. Penyusunan prioritas
Sekretaris Dinas
3. Proses anggaran
Kepala Bidang & Kepala Seksi
4. Penetapan baseline anggaran
Kepala Bidang
5. Penetapan prakiraan tahun jamak
Kepala Seksi
maju
Penguatan infrastruktur dan mekanisme pelayanan informasi publik
Sekretaris Dinas
Rasionalisasi target kinerja input dan output dengan menerapkan KPJM merupakan salah satu titik kritis (critical point) yang perlu dilakukan oleh Kepala Dinas sebagai Pengguna Anggaran karena pada dasarnya program dan kegiatan merupakan perwujudan dari tugas pokok dan fungsi Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air sebagai penyelenggara urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum yang menjadi urusan wajib pemerintah daerah. Rasionalisasi target kinerja input dan output dilakukan melalui kegiatan, sebagai berikut: 1. Evaluasi kebijakan berjalan Evaluasi kebijakan merupakan prasyarat mutlak bagi implementasi restrukturisasi program dan kegiatan. Hal ini terkait erat dengan apakah kebijakan Kepala Dinas yang telah didesain mendukung dan sejalan dengan strategi yang ditetapkan dalam rangka optimalisasi penyerapan anggaran belanja pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air. 2. Penyusunan prioritas Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air dibawah koordinasi Sekretaris Dinas selaku PPK-SKPD harus melakukan penyusunan prioritas program dan kegiatan berdasarkan hasil evaluasi pada tahap sebelumnya. Penyusunan prioritas kembali ini perlu dilakukan untuk memastikan kebijakan Kepala Dinas yang telah ditetapkan akan dilaksanakan pada tahun anggaran berikutnya, dan dapat melakukan alokasi pendanaan anggaran sesuai dengan tingkat urgensinya.
60 3. Proses penganggaran Kepala Bidang dan Kepala Seksi melakukan proses penghitungan alokasi pendanaan masing-masing program dan kegiatan berdasarkan daftar prioritas yang ada sesuai dengan sumber daya anggaran yang tersedia dengan mempertimbangkan asumsi pendanaan tahun sebelumnya ditambah penyesuaian, atau bagi program dan kegiatan yang baru memperhatikan identifikasi pendanaannya yang menggunakan metodologi penilaian kebutuhan dan penilaian ekonomi. 4. Penetapan baseline anggaran Baseline dalam konteks ini adalah seluruh biaya yang ditimbulkan untuk melaksanakan kebijakan kepala dinas pada saat tahun anggaran ini dan tahun-tahun berikutnya dalam kerangka perencanaan jangka menengah. 5. Penetapan prakiraan maju tahun jamak Prakiraan maju tahun jamak yang disesuaikan dengan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan suatu program dan kegiatan, sangat dibutuhkan sebagai indikasi pendanaan jangka menengah. Tingkat akurasi yang baik dalam proyeksi ketersediaan sumber daya akan memudahkan para perencana untuk mendisain program dan kegiatan yang relatif lebih komprehensif, karena dimensi waktu pencapaian sasaran secara konsisten akan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan, dan tidak hanya berorientasi hanya kepada satu tahun anggaran semata. Di samping itu, untuk membangun partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan meminimalkan kegagalan pembebasan lahan sebagai akibat penolakan atau adanya keberatan dari warga, Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air perlu melakukan program penguatan komunikasi dan layanan informasi melalui kegiatan penguatan infrastruktur dan mekanisme pelayanan informasi publik sebagai garda terdepan komunikasi, dan penyampaian informasi serta pembangunan opini publik. Komunikasi yang efektif, dan penyebarluasan informasi serta pembangunan opini publik, khususnya terkait informasi rencana pembangunan daerah merupakan salah satu upaya yang harus dikelola secara profesional oleh Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air guna menggerakkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan di bidang pekerjaan umum yang menjadi tanggung jawab Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air. Sejauh mana masyarakat dapat turut serta atau berpartisipasi dalam proses pembangunan, tentunya mempengaruhi kelancaran proses pembangunan sebagaimana tercermin dari identifikasi faktor eksternal.
61
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan 1. Penyerapan anggaran belanja APBD Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor lebih rendah dibandingkan dengan SKPD lain karena adanya kegiatan yang tidak berjalan sesuai ketetapan dalam APBD khususnya belanja modal program pembangunan jalan, jembatan, dan drainase sebagai akibat adanya hambatan dalam pembebasan lahan terkait pembangunan infrastruktur jalan baru di Kota Bogor untuk menangani masalah transportasi yang merupakan pelaksanaan program prioritas Walikota Bogor periode 2009-2014. Disamping hal itu alokasi waktu yang dijadwalkan dalam satu tahun anggaran tidak memadai jika dibandingkan dengan panjangnya tahapan implementasi kegiatan yang membutuhkan waktu yang tidak cukup sedikit, seringkali menyebabkan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air tidak mampu merealisasikan kegiatan terutama belanja modal program pembangunan jalan, jembatan, dan drainase. 2. Terdapat empat faktor strategis internal dan eksternal yang mendukung rendahnya penyerapan anggaran belanja pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor. Keempat faktor tersebut yaitu: 1) faktor kekuatan (S): adanya kewenangan bidang kebinamargaan dan SDA, 2) faktor kelemahan (W): alokasi waktu kegiatan yang kurang memadai, 3) faktor peluang (O): adanya peraturan perundangundangan sebagai payung hukum, 4) faktor ancaman (T): kegagalan pembebasan lahan 3. Untuk mengoptimalkan penyerapan anggaran pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor, perlu dilakukan strategi “Hindari alokasi waktu kegiatan yang kurang memadai dan kegagalan pembebasan lahan” yang diimplementasikan melalui program; Pertama, Rasionalisasi target kinerja input dan output dengan menerapkan KPJM, yang dilakukan melalui kegiatan evaluasi kebijakan berjalan; penyusunan prioritas; proses anggaran; penetapan baseline anggaran; dan penetapan prakiraan maju tahun jamak. Kedua, penguatan komunikasi dan layanan informasi, yang dilakukan melalui penguatan infrastruktur dan mekanisme pelayanan informasi publik
Saran Kinerja penyerapan anggaran belanja merupakan salah satu indikator yang digunakan oleh stake holder dalam mengukur kinerja instansi pemerintah, tidak terkecuali Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air, maka unsur Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor harus mengupayakan tercapainya kesesuaian rencana anggaran yang telah ditetapkan dalam DPA-SKPD dengan realisasi penyerapan anggaran yang optimal. Hal ini bisa ditempuh dengan menghindari alokasi waktu kegiatan yang kurang memadai dan kegagalan pembebasan lahan, yang diimplementasikan melalui program rasionalisasi target kinerja input dan output dengan menerapkan KPJM; dan penguatan komunikasi dan layanan informasi.
62
Keterbatasan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini telah diusahakan dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur ilmiah, namun demikian masih memiliki beberapa keterbatasan yaitu: 1. Dalam melakukan wawancara langsung dengan responden dengan bantuan kuesioner dan diskusi (FGD) terkadang terganggu dengan kondisi kesibukan responden, dan terkadang persepsi responden tidak menunjukkan keadaan sesungguhnya. 2. Dalam melakukan analisis faktor strategis internal dan faktor strategis eksternal, ada faktor yang berdasarkan persepsi responden sesuai hasil komparasi nilai urgensi faktor diberi bobot 0.00 (nol), yaitu adanya rencana kerja yang jelas; dan adanya mekanisme perubahan anggaran. Hal ini sudah dikonfirmasi melalui diskusi (FGD) hasil penelitian dengan responden, namun responden dapat menerima dan tidak memberikan koreksi terkait substansi yang menjadi keterbatasan penelitian tersebut. Berdasarkan keterbatasan seperti tersebut, maka hasil penelitian ini hanya untuk kondisi dan data yang diperoleh berdasarkan wawancara langsung dengan responden dengan bantuan kuesioner dan diskusi (FGD) pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor.
63
DAFTAR PUSTAKA
Adenk S. 2013. Analisis APBD Tahun 2012. Jurnal STIE Semarang Vol.5, No.1 Hal. 1-14 (ISSN:2252-7826). [internet]. [diacu 2015 Sept 01]; Tersedia dari: https://www.jurnal.stiesemarang.ac.id/index.php/JSS/article/download/33/30 . Astadi G N, Sutarja I N, dan Nadiasa M. 2015. Analisis Sistem Pengadaan Proyek Konstruksi Terhadap Penyerapan Anggaran Pemerintah Kabupaten Badung. Jurnal Spektran Vol.3, No.1 Hal. 82-89. [internet]. [diacu 2016 Februari 2]. Tersedia dari: http://ojs.unud.ac.id/index.php/jsn/article/view/11982/8286 [BPKAD] Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bogor. 2015. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Bogor. Bogor (ID): BPKAD. Chalid P. 2005. Keuangan Daerah, Investasi dan Desentralisasi. Jakarta (ID): Kemitraan. [Depkeu] Departemen Keuangan Republik Indonesia & Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ BAPPENAS. 2009. Pedoman Penerapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM). Jakarta (ID): Depkeu [Disbima] Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor. 2014. Rencana Strategis Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor 2015-2019. Bogor (ID): Disbima Hasanah E.U. , Sunyoto D. 2012. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro. Yogyakarta (ID): CAPS. Hunger JD, Wheelen TL. 2001. Manajemen Strategis. Yogyakarta (ID): ANDI. [Kemendagri] Kementerian Dalam Negeri RI. 2011. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Jakarta (ID): Kemendagri Kurrohman T. 2013. Evaluasi Pengganggaran Berbasis Kinerja Melalui Kinerja Keuangan yang Berbasis Value For Money di Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Jurnal Dinamika Akuntansi Vol. 5, No.1 Hal. 1-11. [internet]. [diacu 2016 Februari 2]. Tersedia dari: http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jda. [LAN] Lembaga Administrasi Negara RI. 2008. Teknik-Teknik Analisis Manajemen. Jakarta (ID): LAN. Nurhayati S. 2008. Pendekatan QSPM Sebagai Dasar Perumusan Strategi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol 9, No.1 Hal. 72-82 . [internet]. [diacu 2015 April 27]. Tersedia dari: http://download.portalgaruda.org/article.php?article=354825&val=8140& title=PENDEKATAN%20QSPM%20SEBAGAI%20DASAR%20PERUMUSAN% 20STRATEGI%20PENINGKATAN%20PENDAPATAN%20ASLI%20DAERAH %20KABUPATEN%20BATANG,%20JAWA%20TENGAH Pemerintah Republik Indonesia. 2014. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta (ID): Sekretariat Negara.
64 Puspitasari NB, Rumita R, Pratama GY. 2013. Pemilihan Strategi Bisnis Dengan Menggunakan QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) dan Model MAUT (Multi Attribute Utility Theory) (Studi Kasus pada Sentra Industri Gerabah Kasongan, Bantul, Yogyakarta). Jurnal Teknik Industri Vol VIII, No.3 Hal. 171-180 [internet]. [diacu 2015 April 27]. Tersedia dari: http://ejournal.undip.ac.id/index.php/jgti/article/view/5385 Rozai A M, Subagiyo L. 2015. Optimalisasi Penyerapan Anggaran Dalam Rangka Pencapaian Kinerja Organisasi (Studi Kasus Pada Inspektorat Kabupaten Boyolali). Jurnal Manajemen Sumber Daya Manusia Vol. 9 No. 1 Hal. 72-89. [internet]. [diacu 2016 Februari 2]. Tersedia dari: http://ejurnal.unisri.ac.id/index.php/ Manajemen/article/view/1005/857 Sari D.P. 2012. Perhitungan Anggaran Biaya dan Perencanaan Instrumen Pengendalian waktu, Biaya, dan Mutu Pada Pembangunan Rumah sakit Royal Surabaya Dengan Menggunakan Steel Deck. Tugas Akhir. [internet]. [diacu 2015 Januari 21]. Tersedia dari: http://digilib.its.ac.id/public/ITS-NonDegree-27509-31090300173109030045-abstract-idpdf.pdf Shalikhah L. 2014. Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kinerja Anggaran Pada Pemerintah Kota Salatiga. Disertasi. [internet]. [diacu 2015 Maret 02]. Tersedia dari: http://repository.uksw.edu/jspui/bitstream/123456789/5070/ 3/T1_232010199_Full%20text.pdf Sugiyono. 2014. Cara Mudah Menyusun Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Bandung (ID): Alfabeta. Sumenge A S. 2013. Analisis Efektifitas dan Efisiensi Pelaksanaan Anggaran Belanja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Minahasa Selatan. Jurnal EMBA Vol.1 No.3 Hal. 74-81. [internet]. [diacu 2016 Februari 2]. Tersedia dari: http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/view/1941/1538 Susanto J. 2011. Perencanaan Struktur Gedung Sekolah 2 Lantai dan Rencana Anggaran Biaya (RAB). Tugas Akhir. [internet]. [diacu 2015 Januari 21]. Tersedia dari: http://eprints.uns.ac.id/9328/1/214571011201101111.pdf
65
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Bandung, Propinsi Jawa Barat pada tanggal 13 Desember 1973, sebagai anak keempat dari tujuh bersaudara dari pasangan P.S. Hutapea dan R.R. Hutagalung. Pendidikan sarjana ditempuh penulis di Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) Jatinangor dan lulus pada tahun 1997. Sejak tahun 1997 penulis bekerja di pemerintahan daerah, dengan penugasan pertama di Kabupaten Ainaro, Propinsi Timor Timur. Seiring dengan dinamika politik yang terjadi di Indonesia khususnya Propinsi Timor Timur yang memilih opsi untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, sejak tahun 2000 penulis dialihtugaskan ke Pemerintah Kota Bogor hingga saat ini. Kesempatan untuk melanjutkan ke program magister pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (SPs IPB) pada tahun 2014 diperoleh penulis dengan Ijin Belajar dari Pemerintah Kota Bogor melalui Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Kota (BKPP) Bogor.