STRATEGI KOMUNIKASI MEREK BATIK CIMAHI
Arry Mustikawan 27108003
Ringkasan: Pada ulang tahun kedelapan kota Cimahi tepatnya Juni 2009, Batik Cimahi mulai diperkenalkan ke masyarakat. Berbeda halnya dengan batik dan kota batik yang telah menjadi bagian dari tradisi, kehadiran Batik Cimahi dan kota Cimahi didasari atas dua hal yakni sebagai identitas dan upaya Pemerintah Kota dalam meningkatkan sektor ekonomi karena keterbatasan Sumber Daya Alam (SDA) yang dimilikinya. Berdasarkan dua hal yang mendasar tersebut, maka dilakukan upaya strategi komunikasi merek yang didasarkan pada penilaian merek (brand assessment), janji merek (brand promise) perancangan komunikasi merek (brand blueprint) dan strategi komunikasi merek sebagai implementasinya. Metode yang diterapkan berupa kualitatif dengan melakukan riset konsumen menggunakan purposive sampling dan paduan antara analisis IFAS (Internal Factor Analysis Strategy) dan EFAS (External Factor Analysis Strategy) untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman bagi batik Cimahi, serta menggunakan analisis matriks SWOT (Strengths Weakness Opportunities Threats) untuk mengetahui perencanaan strategi yang dilakukan dan QSP (Quantitative Strategic Planning) untuk mengambil pilihan strategi dan perancangan identitas merek berdasarkan pembobotan. Hasil penelitian yang dilakukan berupa perancangan identitas merek dan rekomendasi strategi komunikasi merek berupa perancangan pesan, saluran komunikasi dan bauran promosi yang didasarkan pada tujuan komunikasi menggunakan pendekatan tingkatan tanggapan (hierarcy effect). Hal ini mencakup membangun kesadaran, memberikan pengetahuan, menyukai, preferensi, keyakinan dan membeli. Kata kunci: komunikasi, merek, batik, Cimahi
Batik Cimahi sebagai produk baru di pasar batik nasional, menuntut upaya kongkrit dalam memperkenalkannya secara luas ke masyarakat serta meningkatkan pengetahuan, preferensi dan kepercayaan bagi pelanggan setianya. Upaya tersebut berupa paduan antara strategi branding untuk mengetahui persoalan internal maupun eksternal batik Cimahi dan strategi komunikasi merek sebagai implementasinya. Strategi branding batik Cimahi terbentuk melalui tiga tahapan brand yakni penilaian merek (brand assessment), janji merek (brand promise), komunikasi merek (brand blueprint), sedangkan strategi komunikasi merek menentukan tujuan, pesan dan media yang digunakan dalam proses komunikasi merek Batik Cimahi kepada masyarakat umum maupun pelanggan. Dalam tahapan penilaian merek (brand assessment) ditemukan beberapa pengetahuan mengenai konsumen batik Cimahi yakni didominasi oleh kaum perempuan (71,92 %), berusia 31 – 45 tahun (52,38 %), berpendidikan tinggi (76,19 %), bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (66,66 %), berpenghasilan pada kisaran Rp. 1.000.000 – 5.000.000 (50 %) dan menyukai liburan (28,57 %) serta hiburan (19,05 %). Data yang ditemukan dalam riset konsumen tersebut menjadi pijakan awal yang kemudian dilanjutkan pada tahapan
interpretasi dan analisa faktor internal-eksternal merek sebagai penentuan janji merek (brand promise). Riset konsumen dalam tahapan janji merek menghasilkan beberapa pengetahuan yang terbagi dalam tiga aspek yakni kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam aspek kognitif ditemukan data bahwasanya konsumen mengetahui (66,67 %) dan mengenal motif batik Cimahi (57,14%) namun cenderung ragu dalam pengetahuan terhadap inovasi motif batik Cimahi (38,10%). Pada aspek afektif ditemukan data positif berkaitan dengan perasaan senang saat kunjungan (47,62%) dan pelayanan (57,14%), kualitasnya yang memuaskan (57,14%) dan menimbulkan kebanggaan tersendiri dalam mengenakannya (61,90%). Pada aspek psikomotorik ditemukan data berkaitan dorongan untuk memenuhi kebutuhan batik dengan batik Cimahi (47,62%) namun terdapat keraguan dalam mengenakannya di berbagai acara (52,38%). Berdasarkan pada uraian temuan tersebut diatas, dapat disimpulkan sementara bahwasanya terdapat masalah dalam kurangnya penyebaran informasi mengenai inovasi motif batik Cimahi dan secara tidak langsung berdampak pada pengambilan keputusan berupa tindakan yakni keraguan untuk mengenakan batik Cimahi diberbagai kesempatan meskipun telah ditemukan rasa bangga ketika mengenakannya pada tahapan afeksi. Adapun analisa faktor internal meninjau dua hal yakni kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness). Pada analisa faktor kekuatan internal batik Cimahi ditemukan tiga (3) hal berdasarkan pengamatan, observasi dan
wawancara yang dilakukan yakni produk batik Cimahi memiliki orientasi dalam skala nasional didasarkan pada penciptaan motif unggulan yang ditentukan oleh para pakar batik, budi daya berkualitas industri rumah (home industry) yang menjadi salah satu sektor unggulan industri kecil dan menengah di kota Cimahi dan hubungan kerjasama yang baik antara pengrajin dan pengusaha batik Cimahi dengan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (DEKRANASDA) yang menghasilkan terbentuknya workshop dan galeri batik bernama Canting Art Lembur Batik Cimahi. Pada tahapan analisa faktor kelemahan internal batik Cimahi ditemukan empat (4) hal yakni distribusi dengan pola tradisional yang mengandalkan pasar yang telah terbentuk karena sistem yakni pegawai negeri di lingkungan Pemerintahan Kota Cimahi, rendahnya proses produksi, kurang optimalnya dukungan modal dan minimnya promosi yang berdampak pada pemosisian. Adapun analisa faktor eksternal meninjau dua hal yakni peluang (opportunity) dan ancaman (threats). Pada analisa faktor peluang batik Cimahi ditemukan empat (4) hal yakni Peraturan Pemerintah Kota Cimahi mengenai pemberdayaan industri kecil yang dapat berimbas pada peningkatan sektor ekonomi karena keterbatasan Sumber Daya Alam (SDA) yang dimilikinya, pengakuan batik secara internasional dan eksplorasi motif bercirikan lokalitas daerah. Pada analisa faktor ancaman batik Cimahi ditemukan satu hal yang mendasar yakni pesaing yang telah ada terlebih dahulu. Evaluasi dari keseluruhan faktor eksternal dan internal batik
Cimahi kemudian diperhitungkan dengan EFE (Evaluasi Faktor Eksternal) dan EFI (Evaluasi Faktor Internal) menunjukkan bahwa brand batik Cimahi berada pada daerah pertahankan dan pelihara, dimana strategi yang biasa digunakan adalah penetrasi pasar dan pengembangan produk. Pada analisa strategi pengembangan melalui metode SWOT ditemukan upaya yang berkaitan dengan strategi branding pada strategi S-O dan W-O yakni melakukan strategi branding yang mengutamakan kedekatan produk pada konsumen dan memodifikasi promosi yang telah ada sebelumnya. Melalui analisis tersebut ditemukan beberapa analisis strategi yang dapat dilakukan dan dapat dikerucutkan berdasarkan prioritas melalui pendekatan QSP (Quantitative Strategic Planning). Berdasarkan hasil analisis QSP maka strategi terbaik yang dapat dilakukan terbagi enam (6) tindakan yakni melakukan strategi branding, strategi memodifikasi promosi yang telah ada, mempertahankan kualitas dan membuat variasi produk, mempertinggi loyalitas konsumen dan menambah Sumber Daya Manusia (SDM). Pada tahapan komunikasi merek (brand blueprint) difokuskan pada tiga komponen identitas yang utama bagi batik Cimahi yakni logo, warna dan slogan. Perancangan logo terbagi dalam dua jenis logo yakni initial letter logo BC untuk Batik Cimahi dan allusive logo yang mengambil bentuk kujang sebagai asosiasi dari Batik Cimahi. Warna yang digunakan antara keduanya pun berbeda yakni hijau untuk initial letter logo BC yang memetaforakan daun bambu untuk mengesankan
kebaruan (kontemporer) dan coklat untuk allusive logo kujang untuk mengesankan kesopanan dan kearifan lokal. Begitu pula dengan tagline yang dirancang terdapat perbedaan yang mendasar yakni “Kreasi Budaya Kontemporer” dan “Kreasi Alam Anggun Menawan”. Pemilihan kalimat tersebut memiliki kesamaan dalam kata “Kreasi” sebagai perwujudan dari kehadirannya yang baru dalam pasar batik nasional dan mencirikan kekinian atau kontemporer. Kata “Budaya” dan “Kontemporer” sebagai kesatuan yang mempertegas perbedaan atau diferensiasi Batik Cimahi, sekaligus menjadi arahan perkembangan Batik Cimahi ke depannya. Kata “Alam” berkaitan dengan sumber inspirasi penciptaan motif Batik Cimahi. Kata “Anggun Menawan” merupakan sifat dan janji yang ditawarkan saat mengonsumsi atau mengenakannya. Perancangan dua logo yang berbeda tersebut merupakan modal awal dalam menentukan identitas dari batik Cimahi. Identitas yang berbeda tersebut seakan terbagi kedalam dua hal yang sangat berbeda yakni tradisional dan kontemporer. Hal tersebut didasarkan pada faktor dan potensi yang ada dalam batik Cimahi, yakni tradisional berkaitan dengan salah satu motif unggulan Kujang, sedangkan kontemporer berkaitan dengan dua motif unggulan lainnya yakni motif Cirendeu dan motif Ciawitali serta produk yang dihasilkannya. Perancangan kedua identitas merek yang berbeda tersebut kemudian ditentukan menggunakan QSP (Quantitative Strategic Planning) untuk menentukan yang terbaik. Hasil dari matrikulasi QSP menunjukkan bahwa alternatif B
(initial letter logo BC) dipilih oleh pengrajin Batik Cimahi sebagai logo dan tagline baru bagi produk mereka, dengan perolehan nilai TAS sebesar 8,641. Matrikulasi tersebut pun menunjukkan bahwa pengrajin memilih logo B (initial letter logo BC) terkait dengan nilai kebaruan yang tinggi dari logo didukung dengan dukungan aspek yang lain secara merata terkecuali kesederhanaan. Hal tersebut dimungkinkan karena bentuk yang dihasilkan merupakan perpaduan antara inisial dan metafora bambu yang terkesan tidak sederhana. Pada tagline yang diciptakan memiliki nilai yang besar pada persoalan mencerminkan janji merek. Hal tersebut menyiratkan dorongan yang besar dari pengrajin untuk melakukan sebuah perbedaan dari pesaingnya yakni mengkategorikan kreasi batiknya dalam kontemporer, bukan pada batik tradisional. Strategi komunikasi merek merupakan implementasi dari proses strategi branding yang telah dilakukan sebelumnya. Merek batik Cimahi tergolong dalam kategori merek spesifik yakni didasarkan pada produknya yang spesifik yakni kain ataupun pakaian yang bermotifkan tiga motif unggulan batik Cimahi, bergaya kontemporer dan tentu berbeda dari batik lainnya. Perancangan strategi pemasaran batik Cimahi dibangun atas tiga hal yakni penentuan posisi, diferensiasi dan pembacaan terhadap pasar. Penentuan posisi batik Cimahi adalah sebagai batik kontemporer yang didasarkan pada usia, gaya dan fungsi temporernya. Strategi diferensiasi batik Cimahi dapat dilakukan melalui keunggulan personalnya yakni tiga motif unggulan yang dimilikinya
(Ciawitali, Cirendeu dan Kujang). Sedangkan strategi penentuan pasar batik Cimahi dalam pasar batik nasional adalah menggunakan strategi pengikut pasar yakni sebagai pengadaptasi (adapter). Berdasarkan pada penentuan posisi, diferensiasi dan strategi pasar batik Cimahi tersebut diatas, dapat dilakukan sebuah perancangan strategi komunikasi merek batik Cimahi yang bersifat rekomendasi. Strategi komunikasi merek batik Cimahi memiliki lima tahapan yakni mengidentifikasi audiens, menentukan tujuan komunikasi, merancang pesan, memilih saluran komunikasi dan membuat keputusan atas bauran promosi. Berdasarkan hasil riset konsumen yang telah dilakukan, audiens atau pelanggan batik Cimahi dapat diidentifikasi didominasi oleh kaum perempuan berusia 30-45 tahun dengan jenjang pendidikan yang tinggi, bekerja sebagai pegawai negeri, penghasilan yang mencukupi dan menyukai liburan serta hiburan. Oleh karena itu, audiens yang dituju bagi batik Cimahi terbagi dalam dua kategori yakni pelanggan dan calon pelanggan batik Cimahi. Calon pembeli yang akan dituju adalah masyarakat umum penggemar batik baik untuk kebutuhan formal hingga non formal dan santai. Tujuan komunikasi dalam strategi komunikasi merek batik Cimahi dilakukan menggunakan pendekatan model hirarki tanggapan (hierarcy effect) yakni membangun kesadaran, pengetahuan, menyukai, referensi, keyakinan dan membeli. Tujuan komunikasi melalui pendekatan hirarki tanggapan tersebut menjadi acuan bagi proses berikutnya yakni merancang pesan, memilih saluran dan menentukan
bauran promosi yang didalamnya terdapat pemilihan media serta penjadwalan penggunaannya. Dalam proses merancang pesan mempertimbangkan tujuan komunikasi melalui pendekatan 6 (enam) tingkatan tanggapan, sehingga setiap tingkatan tanggapan memiliki perbedaan perancangan pesan (isi, struktur dan format). Penentuan bauran promosi yang lebih difokuskan pada periklanan pun demikian, pemilihan media komunikasi periklanan selain mempertimbangkan kelebihan dari media, juga diselaraskan dengan point of contact audien sasaran. Begitu pula halnya dengan penjadwalan penggunaan media dalam satu periode satu tahun, yakni dari 6 (enam) tahapan didistribusikan atau dipadankan dengan 12 (dua belas) bulan sehingga setiap tahapan sama dengan dua (2) bulan. Dari setiap tingkatan tanggapan yang dijadwalkan, berakibat pada penggunaan yang beragam, artinya timbul kemungkinan media yang sama digunakan pada tahapan yang berbeda semisal media internet dan surat kabar yang digunakan penuh untuk memenuhi enam (6) tingkatan tanggapan. Berdasarkan uraian dalam proses perancangan strategi komunikasi merek batik Cimahi diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai penutup yakni strategi komunikasi merek yang diterapkan menggunakan pendekatan pada tiga aspek tanggapan yakni kognitif, afektif dan psikomotorik (behavioral). Pada aspek kognitif sepadan dengan proses membenamkan kesadaran dan memberikan pengetahuan pada tingkatan tanggapan. Artinya, yang dituju dari khalayak atau sasaran
audien adalah pikirannya sehingga daya tarik yang digunakan dalam merancang pesan adalah daya tarik rasional. Pada aspek afektif sepadan dengan proses menyukai, preferensi dan keyakinan dalam tingkatan tanggapan. Artinya, yang dituju dari khalayak atau sasaran audien adalah perasaannya sehingga daya tarik yang digunakan dalam merancang pesan adalah daya tarik emosional. Pada aspek psikomotorik sepadan dengan proses membeli sebagai tindakan yang menjadi puncak dari tujuan dan strategi komunikasi merek batik Cimahi. Upaya memperkenalkan batik Cimahi memiliki perbedaan dari batik yang telah ada jauh sebelum batik Cimahi yang dilahirkan dari sebuah tradisi dan Keraton menjadi tempat kelahiran budaya batik di daerah utama pembatikan nusantara yakni daerah pembatikan Jawa Tengah. Upaya yang telah dilakukan dalam penelitian yang dilakukan terfokus pada pembentukan identitas dan strategi dalam mengkomunikasi merek Batik Cimahi kepada dua belah pihak sasaran audiens yakni pelanggan setianya dan calon pelanggan. Upaya tersebut merupakan upaya yang berbeda dari upaya tradisional bagi sebuah batik dapat dikenal, dikonsumi dan dibenamkan dalam benak pelanggannya. Hal tersebut pun mengingat tujuan dan fungsi penggunaan yang lekat dari sebuah jenis batik; antara tradisional dan kontemporer, yang berbeda dan tidak dapat disamakan antara satu dengan yang lainnya. Upaya dalam penelitian yang dilakukan berpusat pada keilmuan desain yang menitikberatkan pada proses komunikasi visual sebuah
produk sehingga meningkatkan nilai jual produk yang ditawarkan. Teori yang digunakan sebagai pendekatan dalam merancang strategi komunikasi merujuk pada strategi branding yang diperkenalkan Knapp (2002) dan strategi komunikasi merek yang dikemukakan Kotler (1998). Berdasarkan rujukan teori tersebut, dihasilkan perancangan logo dan strategi komunikasi merek. Mengingat keterbatasan waktu dan masalah yang ditemukan serta mempertimbangkan kompleks dan luasnya sebuah teori untuk diaplikasikan sebagai pendekatan dalam penelitian, terdapat banyak kekurangan yang tidak dapat terpenuhi. Sehingga bagi peneliti yang hendak meneruskan penelitian yang serupa, dapat melengkapinya di berbagai hal, antara lain pada pendekatan AIDCA (Attention Interest Desire Confiction Action) untuk tahapan hirarki tanggapan, pemilihan sampling yang lebih kompleks dan lebih banyak, pengujian media yang dipilih serta bauran promosi yang tidak hanya difokuskan pada periklanan melainkan pada alat promosi lainnya seperti promosi penjualan, hubungan masyarakat dan publisitas.
komunikasi pemasaran merek berdasarkan periode dan disinergiskan dengan tingkatan tanggapan yang hendak dicapai. Namun, sebagai catatan penting, upaya penetrasi pasar tersebut akan menjadi sebuah kendala yang cukup berarti apabila pengembangan produknya bersifat statis, tanpa inovasi.
REFERENSI: 1.
2.
3.
4.
5. 6.
7. Bagi pihak yang berkaitan dengan batik Cimahi, dalam hal ini pengusaha dan pemerintah kota Cimahi, posisi merek batik Cimahi berada di wilayah pertahankan dan pelihara, sehingga strategi yang dapat dilakukan adalah melakukan penetrasi pasar dan pengembangan produk. Upaya penetrasi pasar yang dilakukan dapat merujuk pada strategi komunikasi yang telah dirancang dalam penelitian dengan pola berkesinambungan yakni menjadwalkan penggunaan media
8.
9.
Doellah, Santosa. 2002. Batik: Pengaruh Zaman dan Lingkungan. Solo:Danar Hadi. Kartajaya, Hermawan, Yuswohadi, Jacky Mussry, Taufik. 2004. PositioningDiferensiasi-Brand. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Knapp, Duane E. 2002. The Brand Mindset. Yogyakarta: Andi. Kotler, Philip. 1998. Manajemen Pemasaran jilid 2. Jakarta: PT Ikrar Mandiri Abadi. Djumena, Nian S. 1990. Batik dan Mitra. Jakarta: Djambatan ______________. 1990. Ungkapan Sehelai Batik. Jakarta: Djambatan Nuemeir, Marty. 2006. The Brand Gap: How to Bridge the Distance Between Business Strategy and Design. Berkeley: AIGA Rangkuti, Freddy. 2008. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Sadat, Andi M. 2009. Brand Believe – Strategi Membangun Merek Berbasis Keyakinan. Jakarta: Salemba Empat