STIMULASI DINI ORANG TUA DI KELUARGA DALAM MENUMBUHKAN KREATIVITAS ANAK 1) OLEH: PURWATI
EARLY STIMULASION OF PARENTS IN FAMILY IN GROWING CHILDREN CREATIVITY 2) BY PURWATI Abstrak Keberhasilan individu termasuk anak usia dini kelak tidak semata ditentukan oleh kemampuan inteligensi dan akademik. Kreativitas merupakan salah satu faktor yang turut mempengaruhi keberhasilan kehidupan kelak. Kreativitas merupakan kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengembangkan suatu gagasan. Kreativitas tidak dibawa sejak lahir melainkan dibentuk dan ditumbuhkan serta dikembangkan melalui lingkungan. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dan melalui sentuhan serta stimulasi dari orang tua sejak dini dapat membentuk dan menumbuhkan kreativitas anak. Sentuhan dan stimulasi orang tua yang terwujud dalam pola asuh harus dikemas secara berimbang artinya orang tua harus mengkolaborasi pola asuh secara tepat dan disesuaikan dengan kondisi. Kondisi yang dimaksud adalah kondisi internal anak atau karakteristik dan tahapan perkembangan anak serta kondisi eksternal dari lingkungan. Abstract Individual successes included early childhood later not only determined by intelligence and academic ability. Creativity is one of the factors that influence the success of life later. Creativity is the ability of reflecting fluency, flexibility and originality in thinking, and the ability to develop an idea. Creativity is not innate but formed and grown and developed through the environment. Family is the first and main and through touch as well as early stimulation of the parents can form and grow the children creativity. Touch and stimulation parents materialized in parenting style have to be balanced, it means the parenting style must colaborate parenting style appropriately and living up to the condition. The condition means children internal condition of the child or the characteristics and stages of child development as well as the external condition of the environment.
A. Pengantar Keberhasilan seseorang dalam kehidupan di masyarakat banyak factor yang mempengaruhi. Kemampuan inteligensi atau mental yang terefleksi dalam kemampuan akademik tidak cukup bagi seseorang untuk mencapai keberhasilan hidup di masyarakat luas yang serba penuh dinamika. Menurut Howard Gardner (1983), dalam bukunya The Theory of Multiple Intelegence, mengatakan bahwa kecerdasan manusia meliputi kecerdasan linguistic-verbal, kecerdasan logikomatematik , kecerdasan spasial-visual, kecerdasan ritmik-musik, kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa keberhasilan individu dalam hal ini anak akan sangat tergantung dari kecerdasan-kecerdasan tersebut dan tidak hanya tergantung pada kecerdasan kognitif saja. Salah satu masa perkembangan yang dipercaya dan diyakini berpengaruh terhadap kehidupan masa mendatang adalah perkembangan usia dini. Usia dini (early childhood) menurut “The National Association for The Education of Young Children (NAEYC)”, adalah anak yang sejak dilahirkan sampai usia delapan tahun (1992). Periode anak usia dini merupakan tahap awal kehidupan individu yang akan menentukan sikap, nilai, perilaku, dan kepribadian individu di masa depan. Menurut Forum Pendidikan Anak Usia Dini, dikatakan bahwa anak usia dini merupakan fase emas (golden age) bagi pengembangan anak, karena pada fase ini sangat menentukan bagi pengembangan anak hingga ia memasuki masa dewasa (2004). Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama dan utama yang ditemui anak sejak dilahirkan dalam dunia nyata. Apa yang dilakukan bersama keluarga terutama yang berulang-ulang itulah yang secara pelan-pelan diserap menjadi kebiasanaan sehari-hari, bagaimana secara bersikap, bertutur kata, bertingkah laku, bersikap dalam mengatasi masalah hidup. Pertama kali anak menerima sentuhan, stimulasi, bimbingan, nasehat adalah dari kedua orang tua. Anak belajar berkomunikasi, berinteraksi, berjalan, makan, minum, dari kedua orang tuanya. Orang tua dengan segala keberadaannya sangat besar pengaruhnya terhadap
kehidupan anak kelak. Tidak jarang para orang tua tidak mau tahu bahkan masa bodoh terhadap keberhasilan anak kelak di masyarakat. Anak dibiarkan berkembangan dengan sendirinya tanpa ada bimbingan, arahan dari para orang tua, terutama bagi mereka yang sibuk bekerja dan tidak berpendidikan dan berpengalaman.
B. Kreativitas Anak Kreativitas
merupakan
kondisi
yang
harus
diperhatikan
karena
keberadaannya sangat penting demi keberhasilan hidup individu. Dalam Sistem Pendidikan Nasional No 20, Tahun 2003 yang intinya antara lain adalah melalui pendidikan diharapkan dapat mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang bertakwa, berakhlak mulia, cakap, kreatif, juga mandiri. Selain itu Utami Munandar (2004) banyak memberikan penjelasan mengenai pentingnya kreativitas, antara lain antara lain: (1) Kreativitas adalah esensial untuk pertumbuhan dan keberhasilan pribadi, dan sangat vital untuk pembangunan Indonesia; sehubungan dengan ini peranan orang tua, guru, dan masyarakat amat menentukan. (2) Pengembangan sumber daya berkualitas yang mampu mengantar Indonesia ke posisi terkemuka, paling tidak sejajar dengan negara-negara lain, baik dalam pembangunan ekonomi, politik, maupun sosial-budaya, pada hakekatnya menuntut komitmen kita untuk dua hal yaitu: a) penemukenalan dan pengembangan bakat-bakat unggul dalam berbagai bidang, dan b) penumpukan dan pengembangan kreativitas yang pada dasarnya dimiliki setiap orang, tetapi perlu ditemukenali dan dirangsang sejak usia dini. (3) Perusahaan-perusahaan mengakui makna yang sangat besar dari gagasangagasan baru. Banyak departemen pemerintah mencari orang-orang yang memiliki potensi kreatifinventif. Kebutuhan-kebutuhan ini belum cukup dapat dilayani. Potensi kreatif sesungguhnya dimiliki oleh semua orang, dan pada dasarnya potensi tersebut dapat dikembangkan, sehingga perlu dipupuk sejak dini (Munandar, 1985). Selanjutnya dikatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya,
merinci) suatu gagasan.
Kelancaran dalam pemikiran kreatif tercermin dari
banyaknya ide yang dapat diciptakan dan kecepatan menciptakannya. Kreativitas anak khususnya usia dini sangatlah berbeda dengan kreativitas orang dewasa. Kreativitas pada anak mempunyai karakteristik tersendiri yang ditandai dengan adanya keunikan gagasan, tumbuhnya imajinasi dan fantasi, mulai belajar untuk berkomunikasi dan bersosialisasi. Dengan adanya karakteristik yang dimiliki anak, maka kreativitas anak khususnya usia dini mampu melakukan eksplorasi terhadap apa-apa yang dilihat di depannya. Kreativitas AUD juga ditandai dengan kemampuan membentuk imaji mental, konsep berbagai hal yang tidak hadir di hadapannya. AUD juga memiliki fantasi, imajinasi untuk membentuk konsep yang mirip dengan dunia nyata (Isenberg & Jalongo, 1993). Kreativitas anak muncul karena anak perlu strategi untuk membangun konsep dan memecahkan masalah sesuai tingkat intelektualnya. Kreativitas muncul dari kemampuan berpikir divergen, lateral, multiarah. Pada belahan otak, kreativitas bersumber pada aktivitas hemisfer kanan. Kegiatan berpikir divergen memiliki ciri-ciri generatif, eksploratif, tak terprediksi (unpredictable), dan multijawab. Meskipun demikian, proses terjadinya kreativitas juga melibatkan kemampuan berpikir konvergen. Oleh karena pada anak proses lateralisasi tengah terjadi, maka stimulasi pada belahan otak kanan menjadi sangat esensial dan fundamental. Dua syarat kreativitas dapat dikatakan memadai, yakni fluency dan flexibility. Seorang anak dapat dikatakan kreatif ketika ia menemukan pemecahan atas sebuah permasalahan. Anak tentu saja melakukan fluency dengan memunculkan berbagai ide alternatif. Lebih lanjut anak akan mempertimbangkan berbagai hal untuk memilih solusi terbaik. Ketika anak akan memanjat pohon untuk mengambil susuh burung, anak akan berpikir “bagaimana caranya untuk sampai ke atas sehingga bisa mengambil sarang burung”. Dalam hal ini anak melakukan flexibility karena konteks mulai berbicara. Jika kemudian anak itu berhasil menyelesaikan masalahnya, maka ia disebut kreatif. Menurut Danny Davis (1982), terdapat beberapa criteria kreativitas yaitu ; (1) sensitivity to problems, artinya kreativitas dilihat dari kepekaan terhadap masalah yang muncul, (2) originality, artinya pemecahan masalah dengan cara
baru, bukan meniru pemecahan masalah yang lain, (3) Ingenuity, artinya adanya kecerdikan dalam pemecahan masalah, (4) Breadth, artinya ketepatan dalam pemecahan masalah, dan (5) Recognity by peers, artinya ada pengakuan dari kelompok tentang penemuannya. Ciri-ciri tersebut harus ada pada diri anak, sehingga anak dapat dikatakan kreatif.
D. Pendidikan dan Kreativitas Pendidikan merupakan upaya yang dilakukan oleh orang dewasa dalam rangka mendewasakan individu sehingga dicapai kematangan optimal sesuai dengan tahapan perkembangan. Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia, tentang Sistem pendidikan Nasional Pendidikan , Nomor 20, Pasal 28 Ayat 1, dikatakan bahwa pendidikan dilaksanakan melalui jalur formal, non formal dan informal (2003). Ketiga jalur pendidikan tersebut sesuai dengan karakteristiknya masing-masing sangat berpengaruh terhadap kreativitas anak. Pendidikan formal yang memberikan sentuhan, stimulasi secara formal yang sudah dikemas dalam bentuk formal yaitu melalui kurikulum dan guru dalam hal ini mempunyai peran yang cukup penting. Pendidikan non formal yang diadakan oleh kelompok masyarakat secara mandiri dalam pengawasan pemerintah melalui pendidik, pengasuh dan pamong dengan karakteristik dan tugasnya mempunyai peran yang tidak kalah pentingnya dalam menumbuhkan kreativitas anak. Pendidikan pada jalur informal dilaksanakan di lingkungan keluarga, orang tua dalam hal ini mempunyai peranan penting terkait dengan pendewasaan anak dalam segala aspek perkembangan. Kreativitas dan pendidikan tidak bisa dipisahkan satu sama lain, karena kreativitas merupakan sesuatu yang dibentuk dan dikembangkan melalui lingkungan dan tidak dibawa sejak lahir. Sehingga pengembangan kreativitas anak sangat ditentukan oleh lingkungan dimana anak ada dan tinggal. Melalui lingkungan pendidikan yang kondusif, aman, nyaman, serta dibarengi dengan sentuhan dan stimulasi yang bersifat edukatif, maka kreativitas anak akan tumbuh dan berkembang secara optimal.
Lingkungan pendidikan yang kondusif, selalu menghargai
anak,
memberikan kesempatan anak untuk eksplorasi, tidak mengekang anak, anak diberi kebebasan untuk mengeluarkan pendapatnya, anak diberi kebebasan untuk berekspresi, sangat diharapkan keberadaannya di era sekarang yang serba modern dan canggih. Dunia modern dan maju yang serba mengalami perubahan, menuntut individu untuk selalu bisa menyesuaikan diri secara baik. Kemampuan individu untuk selalu bisa menyesuaikan diri dengan baik sangat ditentukan oleh kemampuan atau kecerdasan inteligensi. Sebagaimana dikatakan oleh Binet,S (Dewa Ketut, 2003), bahwa inteligensi sebagai kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan itu dan untuk bersikap kritis terhadap diri sendiri. Menurut Purwati, semakin tinggi tingkat inteligensi anak maka akan semakin mampu dalam menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan (2012). Pendidik, orang tua, guru, pamong, pengasuh yang berada dan bernaung di lingkungan pendidikan tersebut harus membekali dirinya dengan pengetahuan dan keterampilan mengenai teknik dan strategi dalam menumbuhkan dan mengembangkan kreativitas anak. Ilmu yang perlu dipelajari antara lain mengenai : psikologi, ilmu pedidikan, karakteristik anak, kesehatan mental, inteligensi, kreativitas dan cara mendidik dan memperlakukan anak usia dini.
C. Orang Tua dan Kreativitas Anak Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama di lingkungan keluarga yang akan mensetting anak sebagai generasi penerus. Kualitas tidaknya anak sebagai generasi penerus sangat ditentukan oleh banyak vaiabel yang ada pada kondisi orang tua. Variabel yang dimaksud antara lain meliputi : tingkat pendidikan, status social ekonomi, jenis pekerjaan, system nilai yang dianut, karakter, nilai dan budaya, latar belakang asal orang tua, dan sebagainya. Anak sebagai individu unik masih berada dalam proses tumbuh dan berkembang. Pertumbuhan dan perkembangan anak yang sifatnya progresif sangat ditentukan oleh keberadaan orang tua termasuk gaya, sikap dan pola asuh dalam mendidik, mengasuh dan membesarkan anak.
Pola asuh atau sikap orang tua dalam memberikan sentuhan dan stimulasi kepada anak sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan seluruh aspek kehidupan anak. Menurut Papalia (2002), perkembangan anak khususnya usia 3 sampai dengan 6 tahun meliputi : (1) perkembangan fisik pertumbuhan dan perkembangan fisiologis, perkembangan motorik dan permainan fisik, dan kesehatan, (2) perkembangan kognitif, mencakup: perkembangan pemrosesan informasi, inteligensi dan bahasa, (3) perkembangan psikososial, mencakup: pengembangan self (termasuk self esteem dan emosi), perkembangan anak dalam keluarga dan dalam kelompok sebaya, dan kesehatan. Kreativitas merupakan salah satu aspek perkembangan yang sangat menentukan dalam keberhasilan hidup individu. Sentuhan dan stimulasi orang tua yang tepat
akan menumbuhkan kreativitas anak yang optimal. Menurut
Megawangi (2008), terdapat tiga jenis pola asuh orang tua yaitu : Pertama, pola asuh otoriter, segala sesuatu yang berkaitan dengan anak ditentukan sepenuhnya oleh orang tua. Orang tua telah mengambil alih seluruh inisiati, anak sama sekali tidak terlibat pada apa yang menjadi minat dan harapannya. Ciri utamanya adalah komunikasi searah dalam pemberian instruksi, tidak ada pilihan alternatif, dan biasanya disertai intimidasi menggunakan kalimat yang
ekstrim : pokoknya.
Anak tidak diberi kebebasan untuk menyampaikan pendapat dan masukan kepada orang tua. Kedua, pola asuh demokratis, anak diajak untuk bersama-sama menentukan mengenai sesuatu yang menyangkut anak, misalnya : pendidikan, pemenuhan kebutuhan sekolah atau pribadi, Suasana keluarga lebih kondusif, hangat, saling menghargai antara orang tua dengan anak. Di sini anak merasa dihargai karena diajak terlibat dalam hal-hal yang menyangkut kepentingan anak sendiri. Keputusan diambil secara musyawarah dengan tidak yang dirugikan, hak anak dihargai dengan baik. Anak diberi kebebasan untuk menyampaikan pendapat. Ketiga, pola asuh permissif, kebalikan dari otoriter. Segala sesuatu terserah pada anak, orang tua tinggal mengiyakan saja apapun yang dikehendaki oleh anak. Anak diberi kebebasan untuk melakukan apa saja sesuai kehendak dan keinginan anak. Orang tua dalam hal ini tidak ikut campur bahkan tidak mau tahu mengenai keinginan atau kebutuhan. Anak bebas menentukan pilihan termasuk
pemenuhan kebutuhan. Ketiga pola asuh tersebut mempunyai karakteristik tersendiri, masing-masing mempunyai kelemahan dan kelebihan. Melihat dan menyimak kelemahan, kelebihan serta karakteristik pola asuh tersebut, sebaiknya orang tua dalam memberikan sentuhan dan stimulasi pada anak harus melakukan kolaborasi ketiga pola asuh tersebut. Peng-implementasian ketiga pola asuh tersebut harus melihat situasi dan kondisi anak, dan lingkungan maupun orang tua itu sendiri. Diharapkan dengan kemahiran, keterampilan orang tua dalam menerapkan pola asuh di rumah bisa menstimulai dan menumbuhkan kreativitas anak.
D. Penutup Kreativitas merupakan sifat yang harus ada dan diadakan serta ditumbuhkan pada diri anak khususnya usia dini sebagai bekal kesuksesan di kemudian hari. Keberadaan kreativitas pada diri anak banyak faktor yang mempengaruhi . Factor yang dimaksud yaitu internal dan eksternal. Faktor eksternal meliputi lingkungan di mana anak berada dan hidup yaitu : keluarga, sekolah dan masyarakat. Lingkungan keluarga melalui sentuhan dan stimulasi orang tua sejak dini serta didukung dengan situasi yang kondusif, nyaman dan bahagia, akan menumbuhkan dan mengembangkan kreativitas anak. Kreativitas merupakan salah satu kunci pokok untuk meraih sukses kelak dalam kehidupan.
Daftar Acuan Bredekamp Sue (ed), Developmentally Appropriate Practice in Early Childhood Program Serving Children from Birth Through Age 8. Washington DC : NAEYC, 1992. Forum PAUD, Potret : Pengasuhan, Pendidikan dan pengembangan Anak Usia Dini Di Indonesia (Early Childhood Care and Development in Indonesia). Jakarta : Forum PAUD, 2004. Gardner,Howard. 1983. Frames Of Mind : The Theory of Multiple Intelligences. The second edition . Britania : Fontana Press.
http://en.wikipedia.org/wiki/Dangerous_Danny_Davis.
(Diakses
tanggal
23
September 2013, pukul : 20.00 wib). Isenberg, P.J. and Jalongo, R.M. 1993. Creative expressions and play in the early childhood curriculum. New York: Macmillan Publishing. Munandar, U. 1985. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta : Rineka Cipta. Munandar,U. 2004. Kreativitas dan Keberbakatan : Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta : Gramedia PustakaUtama. Papalia, D.E., Olds S.W., dan FeldmanR.D., A Child’s World ; Infancy Through Adolescence, Ninth Edition, Boston : McGraw-hill Companies, Inc., 2002. Purwati. 2012. Pengaruh Intervensi Dini Dan Tingkat Inteligensi Terhadap Penyesuaian Diri Anak Usia Dini. Disertasi. Jakarta : Program pasca Sarjana, Universitas Negeri Jakarta (Tidak Diterbitkan). Sukardi D.K., Analisis Tes Psikologis, Jakarta : Rieneka Cipta, 2003. ------------, 2008.Wanginya Sembilan Pilar Karakter. Pena Pendidkan, 22-9-2008. ------------.,Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tentang : Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan dasar dan Menengah, 2003.