Seminar Nasional Teknologi 2007 (SNT 2007) Yogyakarta, 24 November 2007
ISSN : 1978 – 9777
STABILITAS THERMAL AGENSIA PROBIOTIK L. acidophillus SNP 2 TERENKAPSULASI METODE EKSTRUSI DAN EMULSI
Siti N. Purwandhani *), Made Suladra *), Endang S. Rahayu **) *) Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Widya Mataram Yogyakarta **) Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
ABSTRAKSI Bakteri asam laktat (BAL) memiliki peranan yang penting pada kehidupan manusia, baik melalui keterlibatannya pada fermentasi makanan maupun sebagai bagian dari mikroflora yang normal pada jalur intestin. BAL yang secara normal tumbuh di jalur intestin dapat memberikan efek positif terhadap kesehatan tubuh melalui kemampuannya menekan pertumbuhan patogen intestin penyebab diare serta menstimulasi sistem immun. BAL yang mempunyai efek menguntungkan bagi kesehatan tubuh ini disebut probiotik. Lactobacillus acidophillus SNP 2 merupakan bakteri asam laktat yang berdasar sifat-sifatnya dapat dimanfaatkan sebagai agensia probiotik. Studi tentang aplikasi bakteri probiotik ini pada makanan non-fermentasi belum secara intensif dilakukan. Terutama pada produk-produk makanan yang melibatkan suhu relatif tinggi., dikarenakan sel bakteri akan mengalami kerusakan yang berlanjut pada kematian. Teknik yang dipelajari untuk meningkatkan daya tahan sel adalah teknik enkapsulasi metoda ekstrusi dan emulsi menggunakan calsium alginat dan susu skim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa enkapsulasi metoda emulsi menghasilkan bead dengan ukuran 50 – 100 m, sedangkan metoda ekstrusi 2,5 – 4 mm. Jumlah sel probiotik di dalam bead metoda emulsi satu lapis (alginat) maupun dua lapis (alginat dan susu skim) 1010 cfu/ml, sedangkan yang berada dalam bead metoda ekstrusi 109 cfu/ml. Sel probiotik yang berada di dalam enkapsulan mempunyai ketahanan terhadap panas yang lebih tinggi dibanding sel probiotik yang tidak dienkapsulasi. 1. PENDAHULUAN Konsep tentang probiotik muncul pada awal abad ke 19, saat ilmuwan Rusia Elie Metchnikoff pada tahun 1907 menyampaikan hipotesisnya bahwa orang Bulgaria memiliki umur panjang dan sehat walafiat dikarenakan konsumsi susu yang telah mengalami fermentasi. Metchnikoff meyakini bahwa konsumsi susu yang telah difermentasi oleh Lactobacillus memberikan efek yang menguntungkan pada mikroflora kolon dan dapat menurunkan aktivitas toksin yang dihasilkan mikrobia (Mitsuoka, 1989). Pada tahun 1965 istilah probiotik dicetuskan oleh Lily dan Stillwell untuk menyatakan efek stimulasi pertumbuhan dari suatu mikroorganisme terhadap organisme yang lain. Kemudian definisi probiotik berkembang sebagai suplementasi makanan yang berisi mikrobia hidup yang digunakan untuk memperbaiki keseimbangan mikroflora dalam jalur intestine (Fuller, 1989). Oleh Hoover (1993) probiotik diartikan sebagai konsumsi mikrobia hidup sebagai aditif makanan untuk kesehatan. Saat ini yang disebut probiotik adalah sel mikrobia hidup atau komponen sel mikrobia yang mempunyai efek menguntungkan bagi kesehatan tubuh (Salminen dkk., 1999). Dari penelitian awal tentang probiotik telah berhasil diisolasi Lactobacillus dari material intestine bayi sehat yang minum ASI (air susu ibu), yang diidentifikasikan sebagai Lactobacillus acidophilus SNP-2 yang memiliki kriteria sebagai probiotik. Pemilihan ini didasarkan pada resistensi isolat terhadap kondisi asam, resistensi terhadap bile salt dan berbagai antibiotik, E ‐ 1
Seminar Nasional Teknologi 2007 (SNT 2007) Yogyakarta, 24 November 2007
ISSN : 1978 – 9777
kecepatan pertumbuhan dan produksi asam dan kemampuannya menekan pertumbuhan bakteri patogen enterik (Salmonella, Vibrio, Shigella, Listeria dan lain-lain) maupun kemampuan menurunkan kolesterol (Purwandhani dkk., 2003 dan Ngatirah dkk., 2001). Pada penelitian ini dilakukan produksi biomassa Lactobacillus acidophilus SNP-2 menggunakan media air kelapa yang diperkaya dengan ekstrak taoge. Pemilihan media tersebut berdasarkan harganya yang murah dan mudah diperoleh. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan resistensi sel probiotik terhadap perlakuan panas selama prosesing, karena proses yang melibatkan suhu tinggi dapat menyebabkan kerusakan dan kematian sel, maka diperlukan teknik untuk meningkatkan daya tahan sel probiotik. Teknik yang akan dipelajari untuk meningkatkan daya tahan sel adalah teknik enkapsulasi (pemberian pelapisan/coating) menggunakan alginat dan susu skim. 2. METODE PENELITIAN A. Bahan Bahan yang digunakan meliputi kultur bakteri probiotik Lactobacillus acidophillus SNP 2. Bakteri patogen Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan Salmonella sp. Sedangkan media bagi pertumbuhan bakteri asam laktat adalah air kelapa dan ekstrak taoge serta glukosa, MRS broth. Media yang lain adalah PCA dan MEA serta media untuk bakteri pathogen adalah Nutrient. Antibiotik yang digunakan adalah chlorampenicol (Kimia Farma), ampicillin (Kimia Farma) dan tetrasiclin (Kimia Farma) B. Tahapan Penelitian
Gambar 1. Skema garis besar penelitian 1. Produksi biomassa sel (Suladra dan Purwandhani, 2003) Produksi biomassa sel menggunakan media air kelapa dan glukosa yang diperkaya dengan ekstrak taoge 10%. Air kelapa diambil dari pedagang kelapa di pasar Kranggan. Taoge yang digunakan adalah kecambah kacang hijau (Phasedus radiatus L.) yang berumur 3 hari (kandungan Fe, Ca dan fosfor relatif tinggi) Biomassa sel dipisahkan dengan sentrifus pada suhu rendah kecepatan 3.500 rpm selama 20 menit. Biomasssa sel dicuci dua kali menggunakan garam fisiologis (NaCl 0,8%). 2. Teknik enkapsulasi sel (Hsio dkk, 2003; Chang dan Chiu, 2003) Dilakukan enkapsulasi sel menggunakan metoda pelapisan (coating), dengan dua metode, yaitu metoda ekstrusi dan emulsi. Pada masing-masing metoda dilakukan enkapsulasi satu lapis (single coating) yang secara rinci terdapat pada Gambar 2 dan dua lapis (double coating) sebagaimana terlihat pada Gambar 3. Metoda satu lapis menggunakan alginat dan metoda dua
E ‐ 2
Seminar Nasional Teknologi 2007 (SNT 2007) Yogyakarta, 24 November 2007
lapis yaitu menggunakan protein (susu skim) polysaccharide” (alginat) sebagai lapisan kedua.
ISSN : 1978 – 9777
sebagai lapis yang pertama dan “food grade
Gambar 2. Enkapsulasi metoda ekstrusi satu lapis
Gambar 3. Mikroenkapsulasi probiotik metode emulsi satu lapis E ‐ 3
Seminar Nasional Teknologi 2007 (SNT 2007) Yogyakarta, 24 November 2007
ISSN : 1978 – 9777
Persiapan sel pada metoda dua lapis, sebelum dicampur dengan alginat 3 ml biomassa/pellet ditambah campuran skim milk dengan perbandingan skim milk dan saline water 1 : 1. 3. Pengujian stabilitas thermal sel/ketahanan sel terhadap panas Probiotik yang dienkapsulasi diperlakukan pada suhu tinggi (50, 60 dan 70oC) selama 5, 10 dan 15 menit. Enumerasi sel menggunakan media PGY (peptone glucose dan yeast ekstrak) yang ditambah dengan CaCO3. 3. HASIL PENELITIAN A. Produksi biomassa sel probiotik Produksi biomassa menggunakan media air kelapa, glukosa dan ekstrak kecambah kacang hijau (Phasedus radiatus L.) yang berumur 3 hari. Media diinokulasi dengan 10% starter dan diinkubasi 18 jam pada suhu 35 oC. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah sel Lactobacillus acidophillus SNP 2 No
Keterangan
Jumlah sel (CFU/ml )
1
Massa sel dalam starter
1,0 x 109
2
Massa sel awal inkubasi
2,7 x 107
3
Massa sel akhir inkubasi
1,1 x 109
4
Massa sel dalam biomassa basah/pellet
1,4x 1011
Pada akhir inkubasi jumlah sel meningkat 2 siklus log, demikian juga setelah menjadi pellet basah juga terjadi peningkatan jumlah sel sebanyak dua siklus log. Peningkatan sebesar 2 siklus log selama fermentasi/inkubasi juga diperoleh pada penelitian Handayani (2000) yang menggunakan air kelapa ditambah 0,5% yeast ekstrak sebagai sumber nitrogen dengan jumlah sel 1,4 x 109 CFU/ml. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak taoge maupun yeast ekstrak menghasilkan jumlah sel yang sama. Keunggulan air kelapa dan ekstrak taoge dibanding yeast ekstrak adalah mudah didapat dan harganya lebih murah. B. Enkapsulasi sel Tabel 2. Ukuran bead serta jumlah sel yang terperangkap di dalam bead dan CaCl2 Jumlah sel Metoda enkapsulasi
Ukuran bead
Di enkapsulan (CFU/g)
Di CaCl2 (CFU/ml)
Emulsi : Skim dan alginat
50 – 100
m
2,4 x 1010
2,7 x 106
Alginat
50 – 100
m
1,3 x 1010
1,2 x 108
Ekstrusi : Skim dan alginat
2,5 – 4 mm
4,7 x 109
3,7 x 105
Alginat
2,5 – 4 mm
3,4 x 109
6,8 x 105
E ‐ 4
Seminar Nasional Teknologi 2007 (SNT 2007) Yogyakarta, 24 November 2007
ISSN : 1978 – 9777
Berdasar data pada Tabel 2 terlihat bahwa ukuran bead enkapsulan metode ekstrusi lebih besar dibandingkan metode emulsi. Hal ini disebabkan ekstruder yang dipergunakan memang mempunyai diameter mulut yang berukuran 4 mm. Sedangkan emulsi menggunakan minyak menghasilkan ukuran bead yang kecil yaitu 50 – 100 m. Menurut Talwakar dan Kailasapathy (2003), ukuran diameter bead yang kecil akan menghasilkan distribusi sel di dalam bead yang lebih merata, sehingga jumlah sel metoda emulsi lebih banyak dibanding metoda ekstrusi. Selain itu dengan adanya enkapsulasi dua lapis yang menggunakan susu skim sebagai pelindung akan menghasilkan jumlah sel yang lebih banyak dibanding enkapsulasi satu lapis atau menggunakan alginat saja. Hal ini disebabkan karena susu skim memberikan perindungan pada sel. C. Hasil pengujian stabilitas sel terhadap suhu tinggi Pengujian resistensi sel pada suhu tinggi (selama proses) dilakukan terhadap sel dalam keadaan di dalam bead. Hasil dapat dilihat pada Tabel 3. Dari hasil pengujian terlihat bahwa sel yang berada di dalam enkapsulan mempunyai ketahanan terhadap panas yang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Hal ini kemungkinan karena sel terlindungi di dalam matrik gel Ca- alginat, sehingga pengaruh panas berkurang dibandingkan sel kontrol yang tanpa perlindungan. Sel di dalam enkapsulan yang diperoleh dengan metode ekstrusi ketahanannya terhadap panas lebih besar (dari 109) dibanding sel yang berada di dalam enkapsulan metode emulsi (dari 1010), hal ini disebabkan ukuran bead sebagai pelindung pada metode emulsi lebih kecil sehingga kemampuan melindungi sel terhadap perlakuan panas juga lebih rendah (Lee dan Heo, 2000). Tabel 3. Resistensi sel di dalam enkapsulan dan sel bebas serta kontrol pada suhu tinggi Suhu 50 oC
Metoda
Suhu 60 oC
Suhu 70 oC 10 mnt
15 mnt
5 mnt
10 mnt
15 mnt
5 mnt
10 mnt
15 mnt
5 mnt
6,7x109
2,2x109
4,3x108
1,1x108
3,9x107
2,8x105
7,1x107
< 101
< 101
7,6x109
2,4x109
6,2x108
1, 5x109
5,7x107
7,3x105
8,1x107
< 101
< 101
2,1x109
1,5x109
1,0x109
1,7x108
2,5x107
1,6x104
4,3x107
< 101
< 101
1,8x109
1,4x109
1,4x109
1,7x108
2,6x107
1,6x104
5,1x107
< 101
< 101
7,8x108
7,2x108
5,9x108
2,5x108
1,1x106
6,7x103
< 101
< 101
< 101
Emulsi Alginat
Skim dan alginat Ekstrusi Alginat
Skim dan alginat Kontrol
4. KESIMPULAN 1. Massa sel dalam biomassa basah/pellet adalah 1,4 x 1011 cfu/ml 2. Enkapsulasi metoda emulsi menghasilkan bead dengan ukuran 50 – 100 metoda emulsi 2,5 – 4 mm. E ‐ 5
m, sedangkan
Seminar Nasional Teknologi 2007 (SNT 2007) Yogyakarta, 24 November 2007
ISSN : 1978 – 9777
3. Jumlah sel probiotik di dalam bead metoda emulsi dengan enkapsulan alginat 1,3 x 1010 cfu/ml, alginat dan susu skim 2,4 x 1010 cfu/ml, sedangkan yang berada di dalam bead metoda ekstrusi dengan bahan enkapsulan alginat 3,4 x 109 cfu/ml, dan alginat serta susu skim 4,7 x 109 cfu/ml. 4. Jumlah sel probiotik yang tertinggal di dalam CaCl2 pada metoda emulsi dengan enkapsulan alginat 1,2 x 108 cfu/ml, alginat dan susu skim 2,7 x 106cfu/ml, sedangkan yang berada di dalam CaCl2 metoda ekstrusi dengan bahan enkapsulan alginat 6,8 x 105 cfu/ml, dan alginat serta susu skim 3,7 x 105cfu/ml. 5. Sel probiotik yang berada di dalam enkapsulan mempunyai ketahanan terhadap panas yang lebih tinggi dibandingkan sel probiotik kontrol atau tanpa perlakuan enkapsulasi. DAFTAR PUSTAKA Chang, W. T. H., Ben H. B. Chiu. 2003. Preservation of Probiotic Bacteria by Double Coating Technology and its Application in Yogurt. Prosiding Second Asian Conference on Lactic Acid Bacteria. Taiwan, Nov 14 – 15. Fuller, R., 1989. Probiotics in Man and Animal. J. Appl. Bacteriol, 66 : 365-378. Handayani, C. B. 2000. Produksi Biomassa Sel Lactobacillus dan Preparasinya sebagai Agensia Probiotik. Thesis S-2. Program Pasca sarjana UGM. Yogyakarta. Hoover, D.G. 1993. Bifidobacteria : Activity and Potential Benefits. J. Food Technol. 43 (6) : 120 - 124. Hsio, H., W. Lian, C. Chou. 2003. Viability of Various Microencapsulated Bifidobacteria During Storage. Prosiding Second Asian Conference on Lactic Acid Bacteria. Taiwan, Nov 14 – 15. Lee Ki-Yong dan Tae-Ryeon Heo. 2000. Survival of Bifidobacterium longum Immobilized in Calcium Alginat Bead in Simulated Gastric Juices and Bile Salt Solution. Applied and Environmental Microbiology. Feb . 869 – 873. Mitsuoka, T. 1989. Microbe in the Intestine Our Lifelong Partners. Yakult Honska Co., Ltd., Japan. Ngatirah, Eni Harmayani, Endang S. Rahayu dan Tyas Utami. 2000. Seleksi Bakteri Asam Laktat Sebagai Agensia Probiotik yang Berpotensi Menurunkan Kolesterol. Prosiding Seminar Nasional Industri Pangan. Surabaya, 10 - 11 Oktober. Volume 2: 63 -70. Purwandhani, S. N. dan E. S. Rahayu. 2003. Isolasi dan Seleksi Lactobacillus yang Berpotensi sebagai Agensia Probiotik. Agritech, Vol 23, No 2. Salminen, S. , A. Ouwehand, Y. Benno dan Y. K. Lee. 1999. Probiotics : How should they be defined. Trend in food Sci & Technol. 10 : 107 - 110. Suladra, M. dan S. N. Purwandhani. 2003. Optimalisasi Produksi Biomassa Bakteri Lactobacillus acidophillus SNP 2 dalam Media Air Kelapa dan Viabilitasnya Selama Penyimpanan. Prosiding Seminar Nasional PATPI, 22-23 Juli 2003. Talwakar, A. dan Kailasapathy, K. 2003. effect of microencapsulation on oxygen toxicity in probiotic bacteria. The Australian Journal of Dairy Technology. 58 (1), 36 – 39. Ucapan Terimakasih Terimakasih disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah membiayai penelitian ini melalui program Hibah Bersaing XIV tahun 2006.
E ‐ 6