Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 Perancangan Dan Implementasi Model Sistem Antrian Pelayanan di Puskesmas Mulya Mekar Ade Momon S., Ir, MT dan Ana Ahdiat, ST Fakultas Teknik, Universitas Singaperbangsa Karawang, 2012
RINGKASAN Tingkat pelayanan Puskesmas Mulya Mekar yang berada di Kecamatan Babakan Cikao perlu dianalisis karena untuk saat ini dirasakan pelayanan pada pengobatan bagian umum sudah tidak maksimal melayani pasien yang datang untuk berobat dikarnakan kedatangan pasien cukup tinggi sehingga terjadi antrian yang cukup panjang. Permasalahan ini dapat dicari solusinya dengan melakukan analisa simulasi sistem antrian dimana salah satu model antrian tersebut adalah model yang mengasumsikan bahwa kedatangan terjadi berdasarkan distribusi poisson dan pelayanan berdistribusi eksponensial. Karena hanya satu pelayanan maka model antrian yang digunakan adalah model (M/M/1) : (FIFO /∞/∞). Dari hasil penelitian analisis dan simulasi maka di dapat dari data existing adalah (λ) = 0,215 pasien per menit, (µ) = 0,237 pasien per menit, (ρ) = 0,907, (P0) = 0,093, (Lq) = 8,66 pasien per menit, (L) = 9,773 pasien per menit, (W) = 45,45 menit, (Wq) = 41,24 menit dan dari data simulasi adalah (λ) = 0,184 pasien per menit, (µ) = 0,228 pasien per menit, (ρ) = 0,807, (P0) = 0,193, ekspektasi panjang antrian (Lq) = 3,375 pasien per menit, (L) = 4,182 pasien per menit, (W) = 22,73 menit, (Wq) = 18,34 menit. Kata kunci
1.
: waktu pelayanan, tingkat kedatangan, simulasi antrian
Pendahuluan
Sistem antrian dapat terlihat setiap hari, seperti deretan mobil yang berhenti karena lampu merah, antrian dari permintaan telepon pada suatu switchboard, penonton pada gedung teater pada box office atau pada restauran menunggu pesanan. Sebagian besar orang sadar atau tidak sadar paling tidak pernah sekali mengalami sistem antrian, misal pembayaran SPP yang melelahkan bagi mahasiswa-mahasiswa suatu universitas, antri untuk membeli bahan bakar dan sebagainya (Pangestu,1988). Sebenarnya fenomena tersebut merupakan suatu proses antrian (queueing process) yang berhubungan dengan kedatangan seorang pelanggan pada suatu pasilitas pelayanan, kemudian menunggu dalam suatu baris (antrian) jika semua pelayanan sibuk, dan akhirnya meninggalkan fasilitas pelayanan tersebut. Teori antrian sendiri pertama kali dikemukakan oleh A.K. Erlang, seorang ahli matematika bangsa Denmark pada Tahun 1913 dalam bukunya ”Solution Of Some Problem In The Theory Of Probability Of Significance In Automatic Telephone Exchange”. Penggunaan istilah sistem antrian (queueing system) dijumpai pertama kali pada tahun 1951 didalam Journal Royal Ststistical Sosiety, sedangkan masalah antrian itu sendiri sudah di jumpai sejak zaman Moses atau Noah. Namun dalam kesempatan ini implementasi masalah antrian secara khusus akan dirancang dan diimplementasikan oleh penulis pada “Puskesmas Mulya Mekar yang bertempat di Kecamatan Babakan Cikao Kabupaten Purwakarta”. Berdasarkan pertimbangan hampir setiap hari pasien banyak yang datang untuk berobat, dimana dengan banyaknya pasien berdatangan tersebut maka terjadi kesibukan pelayanan
1
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 sehingga terjadinya antrian. Sebagai akibat tidak seimbangnya antara tingkat kedatangan dan tingkat pelayanan, kondisi ini sudah menjadi biasa terjadi di puskemas yang bersangkutan. Puskesmas Mulya Mekar yang bertempat di Kecamatan Babakan Cikao Kabupaten Purwakatra sebenarnya, selalu berinvestasi terhadap pengembangan karyawan-karyawati menjadi pribadi-pribadi ramah dan santun dalam melayanai masyarakat. Pelayanan yang ramah dan santun merupakan nilai kultur utama dari Puskesmas Mulya Mekar, sehingga melahirkan layanan Puskesmas Mulya Mekar setara dengan layanan oleh pihak swasta yang sudah menjadikan keharusan dalam membuat pasien terpuaskan. Masyarakat Kecamatan Babakan Cikao khususnya Kelurahan Mulya Mekar lebih memilih pergi ke Puskesmas dibandingkan pergi ke Rumah Sakit atau Klinik untuk mengobati sakitnya, dikarenakan selain biaya dan obatnya gratis kualitas obat yang diberikan juga tidak kalah bagus, sehingga banyak masyarakat yang sakit datang untuk berobat ke Puskesmas, dan akhirnya mengakibatkan jumlah kedatangan pasien lebih besar dibandingkan jumlah pasien yang dilayani oleh dokter persatuan waktu, sehingga muncul masalah antrian khususnya di bagian pengobatan umum
Masalah utama yang sering dihadapi oleh Puskesmas Mulya Mekar dalam melayani pasiennya adalah seringkali terjadi antrian yang panjang, dimana menyebabkan pasien mengalami waktu tunggu yang cukup lama. Dengan demikian berdasarkan kondisi permasalahan tersebut dapat di identifikasikan permasalahan sebagai berikut a. b. c.
Bagaimana model antrian pasien di Puskesmas Mulya Mekar bagian pengobatan umum ? Bagaimana sistem antrian yang terjadi di Puskesmas Mulya Mekar bagian pengobatan umum menurut hasil existing ? Bagaimana sistem antrian yang terjadi di Puskesmas Mulya Mekar bagian pengobatan umum menurut hasil simulasi ?
Sasaran kegiatan pengabdian pada masyarakat ini adalah memberikan hasil rancangan sistem model antrian yang dapat diimplementasikan di puskemas. Adapun lokasi kegiatan adalah Dinas Kesehatan Puskesmas Mulya Mekar. Jl. Veteran No. 246 Purwakarta 2. Kerangka Pemecahan Masalah a.
Kerangka Berfikir Tingkat pelayanan di Puskesmas Mulya Mekar yang berada di Purwakarta perlu dianalisis karena untuk saat ini dirasakan pelayanan pada bagian umum sudah tidak maksimal melayani pasien yang datang untuk berobat dikarenakan jumlah pengantri yang cukup banyak sehingga mencapai rata-rata 73 pasien perhari. Secara garis besar pemecahan masalah dalam pengabdian ini diantaranya, yaitu : (a) Menganalisis kondisi Puskesmas Mulya Mekar bagian pengobatan umum saat ini apakah mampu melayani permintaan pasien dengan teori antrian. (b) Dapat memberikan usulan pemecahan masalah atas masalah yang terjadi pada pasian yang akan berobat ke bagian umum di Puskesmas Mulya Mekar. (c) Mengimplementasikan hasil perancangan dari sistem antrian yang dihasilkan. Sedangkan faktor yang paling berpengaruh dalam penelitian ini antara lain: (a) Jumlah kedatangan pasien yang berobat ke bagian umum. (b) Waktu pelayanan pelayanan dokter terhadap pasien. Dalam metode pemecahan masalah diperlihatkan secara normatif tahap-tahap yang harus dilakukan dalam suatu rangkaian proses perancangan dimulai dari survei pendahuluan, studi pustaka, identifikasi, pengumpulan data baik data primer maupun sekunder, serta pada tahap akhir berupa rekomendasi. Dalam perancangan model sistem antrian ini jumlah kedatangan pasien puskesmas berdistribusi Poisson dan waktu pelayanan berdistribusi eksponensial. Untuk menguji kebenaran dilakukan uji kebaikansuai chi kuadrat. b. Survey Pendahuluan Pada tahapan ini dijelaskan mengenai kondisi tempat survey dilakukan. Dalam hal ini menjelaskan terkait kondisi perkembangan puskemas di wilayah studi yang dilakukan untuk memperoleh fakta dari gejala yang saat ini terjadi di Puskesmas Mulya Mekar.
2
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 c.
d.
Survey Pada tahapan ini dijelaskan mengenai bagaimana kondisi dan kemungkinan yang akan terjadi dengan mencari keterangan secara faktual dari Puskesmas Mulya Mekar, dan melakukan evaluasi serta perbandingan terhadap sistem antrian yang selama ini berjalan di puskesmas. Selanjutnya melakukan pengambilan data secara sampel terhadap jumlah pasien dan lamanya pelayanan yang diberikan oleh puskesmas. Atas dasar dari hasil survey tersebut berikutnya dilakukan penelitian pengembangan sistem antrian berdasarkan hasil data yang telah disurvey. Tahap Perancangan Sistem Antrian (1) Pengolahan data Hasil Survey 1) Pengujian Distribusi Antar Kedatangan dan Waktu Pelayanan
(a)
(b)
(c)
Uji Kesesuaian Poisson Ho : Waktu antar kedatangan pasien berdistribusi poisson H1 : Waktu antar kedatangan pasien tidak berdistribusi poisson (1) Tentukan taraf kenyataan alpha (2) Hitung distribusi frekwensi distribusi chi square (3) Keputusan dengan menerima atau menolak hipotesis Uji Kesuaian Eksponensial (1) Tentukan Range (R) = Xmaksimum - Xminimum (2) Tentukan banyak kelas interval (K) dengan rumus : K = 1 + 3,3 Log. N (3) Tentukan lebar kelas interval (I) = R/K Pengujian Hipotesis Untuk Distribusi Pelayanan (Eksponensial) (1) Ho : Waktu pelayanan pasien Eksponensial H1 : Waktu pelayanan pasien tidak Eksponensial (2) Tentukan taraf kenyataan alpha (3) Pengujian Statistik = − t1,t2 = batas kelas interval = = harga rata-rata waktu pelayanan (4) (5)
(6)
(2)
e = 2, 7183 Hitung frekwensi harapan :
=
Perhitungan Distribusi Chi Square : − =
=∑
Pengambilan Keputusan Menerima hipotesis nol (Ho), bila ℎ < menolak hipotesis nol bila kondisi sebaliknya.
dan
Tahapan Pembangkitan Bilangan Random
Bilangan random digunakan untuk menentukan berapa lama waktu yang digunakan sesuai dengan jenis distribusinya 1) Algoritma untuk menentukan nilai x Diketahui jenis distribusi eksponensial dengan rata-rata waktu kedatangan µ dan bilangan random u. Algoritma: 3
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 (1) (2) (3) 2)
Bangkitkan Bilangan Random (0-1). x = - µ ln (u). Diperoleh x
Menentukan Peluang Masa Sibuk
Ketika λ menandai tingkat kedatangan dan µmenandai tingkat pelayanan dimana λ > µ menyertai sebagai asumsi maka tingkat kesibukan sistem dapat dinyatakan. =
3)
Menentukan Peluang Semua Pelayanan Menganggur Tingkat kesibukan sistem adalah 100% dan jika tingkat kedatangan λ semakin kecil dan tingkat pelayanan µ yang tidak berubah maka tingkat kesibukan akan menurun. Dengan demikian, probabilitas dengan sistem yang sedang kosong dihitung : !=
Secara umum Po merupakan peluang waktu menganggur berlaku untuk semua sistem pelayanan baik sistem pelayanan tunggal ataupun sistem pelayanan ganada. Bila yang berada dalam sistem, maka pelayanan akan sibuk dan c-1 pelayan akan menganggur. Maka dinyatakan dengan pormula : $
! = " # "1 − #
4)
Menentukan Jumlah Pasien Dalam Antrian (Lq) Untuk sistem saluran tunggal jumlah pasien dinyatakan : &' =
5)
−
Menentukan Jumlah Pasien Dalam Sistem (Ls) Untuk sistem saluran tunggal jumlah pasien dinyatakan :
&=
−
6)
Menentukan Lamanya Pasien Dalam Antrian (Wq)
7)
Menentukan Lamanya Pasien Dalam Sistem (Ws) 1 (= −λ
8)
(' =
λ −λ
Penentuan Tingkat Pelayanan Optimal : =
Dimana: C1 = Ongkos Tenaga Kerja Per Jam C2 = Ongkos Mesin Menganggur Per Jam λ = Rata-rata waktu antar kedatangan
+*
+ +
µ = Rata-rata waktu pelayanan.
4
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 3. a.
Hasil Dan Pembahasan
Data Kedatangan Pasien yang Berobat Ke Puskesmas Tabel Data Jumlah Kedatangan Pasien
Hari/Tanggal Senin, 13 Juni 2011
Selasa,14 Juni 2011
Rabu, 15 Juni 2011
Kamis, 16 Juni 2011
Jumat, 17 Juni 2011
Sabtu, 18 Juni 2011
Senin, 20 Juni 2011
Selasa, 21 Juni 2011
Rabu, 22 Juni 2011
Kamis, 23 Juni 2011
Jumat, 24 Juni 2011
Sabtu, 25 Juni 2011
Jam
Jumlah Kedatangan Pasien
08.00 – 09.00 09.00 – 10.00 10.00 – 11.00 08.00 – 09.00 09.00 – 10.00 10.00 – 11.00 08.00 – 09.00 09.00 – 10.00 10.00 – 11.00 08.00 – 09.00 09.00 – 10.00 10.00 – 11.00 08.00 – 09.00 09.00 – 10.00 10.00 – 11.00 08.00 – 09.00 09.00 – 10.00 10.00 – 11.00 08.00 – 09.00 09.00 – 10.00 10.00 – 11.00 08.00 – 09.00 09.00 – 10.00 10.00 – 11.00 08.00 – 09.00 09.00 – 10.00 10.00 – 11.00 08.00 – 09.00 09.00 – 10.00 10.00 – 11.00 08.00 – 09.00 09.00 – 10.00 10.00 – 11.00 08.00 – 09.00 09.00 – 10.00 10.00 – 11.00
17 11 12 14 9 12 15 18 11 13 16 14 10 9 13 15 12 13 13 11 8 15 16 14 11 11 8 16 18 12 8 12 15 14 13 15
Sumber : Hasil Observasi
5
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 b.
Data Waktu Pelayanan Data pelayanan pasien lama dan baru, dimana data yang diperoleh di jam-jam sibuk dalam satuan menit, yaitu :
Tabel 4.2 Data Waktu Pelayanan Bagian Umum ari/Tanggal Senin, 13 Juni 2011
Selasa,14 Juni 2011
Rabu, 15 Juni 2011
Kamis, 16 Juni 2011
Jumat, 17 Juni 2011
Sabtu, 18 Juni 2011
Senin, 20 Juni 2011
Selasa, 21 Juni 2011
Rabu, 22 Juni 2011
Kamis, 23 Juni 2011
Jumat, 24 Juni 2011
Sabtu, 25 Juni 2011
Jam
Rata-Rata Waktu Pelayanan Pasien
08.00 – 09.00 09.00 – 10.00 10.00 – 11.00 08.00 – 09.00 09.00 – 10.00 10.00 – 11.00 08.00 – 09.00 09.00 – 10.00 10.00 – 11.00 08.00 – 09.00 09.00 – 10.00 10.00 – 11.00 08.00 – 09.00 09.00 – 10.00 10.00 – 11.00 08.00 – 09.00 09.00 – 10.00 10.00 – 11.00 08.00 – 09.00 09.00 – 10.00 10.00 – 11.00 08.00 – 09.00 09.00 – 10.00 10.00 – 11.00 08.00 – 09.00 09.00 – 10.00 10.00 – 11.00 08.00 – 09.00 09.00 – 10.00 10.00 – 11.00 08.00 – 09.00 09.00 – 10.00 10.00 – 11.00 08.00 – 09.00 09.00 – 10.00 10.00 – 11.00
4.24 3.04 3.68 3.35 3.38 4.12 3.55 4.05 5.75 3.48 4.42 3.45 3.36 3.42 4.25 3.37 4.24 3.86 5.46 4.75 4.62 3.85 5.22 4.42 3.88 4.86 4.78 3.86 5.72 5.14 3.88 4.28 5.75 3.85 5.04 4.84
Sumber : Hasil Observasi
6
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 c.
Pembahasan Berdasarkan data yang terkumpul dan telah diklarifikasikan maka untuk mengetahui rata-rata rata kedatangan dan rata-rata pelayanan yanan harus dilakukan uji data sebelum digunakan terhadap data yang diperlukan, dengan proses sbb. : a. Pengujian Hipotesis (1) Pengujian Distribusi Waktu Kedatangan Pasien = Kedatangan pasien lama / pasien baru bagian poli umum di Puskesmas Mulya Mekar berdistribusi Poisson , = Kedatangan pasien lama / pasien baru bagian poli umum di Puskesmas Mulya Mekar tidak berdistribusi Poisson. (a) Tarap kenyataan (α) ( = 0,05 (b) Menghitung rata-rata rata waktu kedatangan pasien lama yang akan dilayani (λ) ( Dari tabel sebelumnya didapat nilai rata-rata rata kedatangan - . ℎ0 = > ? = / 0 / 0 > . 505 = = 14,03 36 (c) Menghitung Distribusi Probabilitas Poisson @ A . = ! . ;< DEF,GH . :,I< EG .C = I! = 0,1024 (d) Menghitung frekwensi yang diharapkan : = . 18 0,1024 0 1,8432 8432 (e) Menghitung Chi Square ( ) ! :
;:< J ,;:< ,;:< ;:<
2,523756
Perhitungan lengkap dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel Perhitungan Chi Square Distribusi Kedatangan Pasien ei Oi i xi Oi pi(x) ei x2 [rev] [rev] 1
8
3
0.048
1.71749
7.3473
6
0.247
2
9
2
0.068
2.45962
3
10
1
0.088
3.17018
4
11
5
0.103
3.71455
7.7043
10
0.684
5
12
5
0.111
3.9897
6
13
5
0.11
3.9556
7.5973
9
0.259
7
14
4
0.101
3.64167
8 9
15 16
5 3
0.087 0.07
3.12914 2.52069
5.6498
8
0.978
11
17
1
0.053
1.91111
7.7014
3
2.87
12
18
2
0.038
1.36845
lanjutan
7
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 13 > 18 jumlah
(f)
0.123 1
36
4.42179 36
36
36
5.038
Pengambilan Keputusan
Dari tabel chi square dengan alpha 0,05 dan v = (5-1) 1) = 4 Didapat nilai tabel (Chi ( Square, tabel) = 9,488 Sedangkan dari perhitungan chi square,, didapat nilai perhitungan chi square ( ) x² hitung = 5,038 Karena X² X hitung ≤ X² tabel, maka hipotesis nol (Ho) diterima, Artinya data waktu kedatangan pasien berdistribusi Poisson. Berikut tabel chi square sesuai data diatas. (2)
Pengujian Distribusi Waktu Pemeriksaan Pasien = Pelayanan kepada pasien lama/pasien baru bagian poli umumdi puskesmas mulya mekar berdistribusi eksponensial. , = Pelayanan kepada pasien lama/pasien baru bagian poli umumdi puskesmas mulya mekar tidak berdistribusi eksponensial. Hasil pengamatan waktu pelayanan pasien lama setelah data diurutkan, diurutkan, didapat parameter sbb: (a) Range (R) = Xmaks - Xmin atau = 5,75– 5,75 2,86 = 2,89 (b) Banyak kelas interval
K = 1 + 3,3 Log.18 => (Log 36 = 1, 556) = 6,136 (c)
Panjang atau lebar kelas interval
I = R/K = 0,471 Catatan : Banyak kelas (K) diambil 6 dan lebar kelas (I) = 0,471 Perhitungan berikutnya sbb: (d)
menghitung frekwensi waktu pelayanan setiap kelas (fi) menghitung besarnya probabilitas eksponensial untuk masingmasing kelas interval Menghitung Distribusi Probabilitas Eksponensial
. Dimana
<,PPC <
Y rata-rata rata :
3,667 I, C<. ,;P
. 2,7183
I, C<.<,<<
0,201 201 Menghitung frekwensi harapan:
. ΣQ
ei
(f)
0,273
0,201 201 36 7,253 Jika suatu sel-sel sel yang frekuensi harapanya kurang dari 5 maka di gabungkan dengan sel-sel sel berdekatan. Menghitung Nilai Chi Square. O J
N O
I C, R< J C, R<
1,04
Perhitungan secara lengkap untuk tabel distribusi eksponensial, Tabel Hasil Perhitungan Waktu Pelayanan Pasien Bagian Umum Kelas
Oi
pi(x)
ei
ei [rev] Oi [rev]
x2 8
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 2.86 - 3.33 10 0.201 7.25 3.33 - 3.80 8 0.158 5.68 3.80 - 4.27 5 0.124 4.45 4.27 - 4.74 4 0.097 3.49 4.74 - 5.22 6 0.076 2.74 5.22 - 5.69 3 0.06 2.14 > 5.69 0.284 10.2 Jumlah 36 1 36 (g)
7.253 5.684 7.946
10 8 9
1.04 0.943 0.14
15.12
9
2.475
36
36
4.598
Pengambilan Keputusan
Dari hasil perhitungan Chi Square, didapat nilai dari X² tabel (0,05) dan v = (4-1) = 7,815 karena X² hitung ≤ X² tabel = 4.598 ≤ 7,815, maka Ho diterima, artinya data waktu pemeriksaan berdistribusi eksponensial. b.
Pembangkit Bilangan Random 1) Waktu Antar Kedatangan Pasien Distribusi tingkat kedatangan pasien mengikuti distribusi Poisson, sehingga waktu antar kedatangan pasien mengikuti distribusi eksponensial. Diketahui waktu rata-rata antar kedatangan 0,215 pasien/menit. Algoritma untuk menentukan nilai x:
(1) (2) (3) (4)
Hitung e-λ, a = 1 dan i =0 Bangkitkan Bilangan Random Ui+1 = U(0,1). Jika e-λ < a maka didapat x =1, jika e-λ > a lanjut ke nomor 4. Ganti i = i + 1
Diketahui : λ1 =17 Langkah 1: e-λ = 4.13947E-08, a = 1 dan i = 0, Langkah 2 : U1 = 0,00155 Langkah 3 : a = aU1 = (1)(0,00155)
a = 0,00155 > e-λ = 4.13947E-08 → i = i + 1 = 0 + 1 = 1
Langkah 2 : U2 = 0.506142 Langkah 3 : a = aU2 = (0,00155) (0.506142) = 0.000134577
a = 0,00155 > e-λ = 4.13947E-08 → i = i + 1 = 1 + 1 = 2
Seterusnya seperti langkah di atas sampai a < e-λ Langkah 2 : U13 = 0.506142 Langkah 3 : a = aU13 = (3.1E-08) (0.13979) = 4.3E-09
a = 4.3E-09 > e-λ = 4.13947E-08 → i = i + 1 = 13 + 1 = 14 dan seterusnya λ1, λ2, λ3………………. λ14. Dari perhitungan di atas maka didapat seperti tabel di bawah ini : Hasil Simulasi Jumlah Kedatangan Pasien X X λ keλ keλ ke1 13 25 14 9 2 14 26 9 7 3 15 27 10 11 4 16 28 12 13 5 17 29 7 10 6 18 30 11 11 7 19 31 13 11
X 9 9 12 14 15 10 6 9
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 8 9 10 11 12
2)
16 9 11 14 12
20 21 22 23 24 Jumlah
9 6 13 14 12
32 33 34 35 36
10 13 12 11 13 398
Waktu Pemeriksaan Pasien Dari uji distribusi diketahui waktu pemeriksaan berdistribusi Eksponensial. Diketahui waktu rata-rata pemeriksaan 0,237 pasien/menit.
Algoritma untuk menentukan nilai x: (1) Bangkitkan Bilangan Random U=U(0,1). (2) Variable Random Distribusi Eksponensial x = − µ ln (u) (3) diperoleh x Tabel Hasil Simulasi Waktu Pemeriksaan Pasien Kedatangan Bilangan Rata-rata waktu pemeriksaan x Pasien Baru Random (u) x = - 0.237 lan (u). 1 0.151575 0.447142 2 0.179868 0.406581 3 0.837648 0.041986 4 0.203037 0.377865 5 0.067903 0.637454 6 0.374713 0.232638 7 0.254954 0.323902 8 0.683478 0.090193 9 0.221155 0.357608 10 0.401563 0.216236 11 0.142272 0.462154 12 0.887923 0.028172
10
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 Lanjutan 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
0.518549 0.758561 0.769433 0.982748 0.389847 0.879113 0.567201 0.243581 0.505035 0.257945 0.044285 0.793185 0.29322 0.532088 0.879225 0.929662 0.893723 0.031913 0.398001 0.670916 0.825694 0.99766 0.732163 0.102968
0.155643 0.065491 0.062118 0.004124 0.223254 0.030535 0.134389 0.334717 0.161901 0.321137 0.738754 0.054913 0.290759 0.149534 0.030505 0.017285 0.026629 0.816402 0.218349 0.094589 0.045393 0.000555 0.073885 0.538781 8,211564 0.228099
Jumlah Rara-rata c.
Menentukan Model Antrian
Berdasarkan kondisi tersebut, maka model antrian yang digunakan dinotasikan sebagai (M/M/1) : (GD/∞/∞) yang mana model ini mengasumsikan bahwa kedatangan terjadi menurut Poisson sedangkan waktu pelayanannya berdistribusi eksponensial dengan parameter rata-rata adalah Dengan menggunakan model antrian tersebut. d.
Hasil Uji Data
Berdasarkan data yang dilakukan dapat diperoleh data untuk melakukan pengolahan data selanjutnya. Dapun data yang diperoleh adalah sebagai berikut: 1) Menentukan Rata–Rata Waktu Antar Kedatangan - .
? >
464 36 = 12,889 pasien/jam = 0.215 pasien/menit =
2)
> ? / 0
. > .
.
Menentukan Rata-rata Waktu Pelayanan
11
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012
3)
4)
5)
Dari data diketahui bahwa rata-rata pelayanan pasien adalah 4,228 menit 1 \ −\ > ] > ? 1 = 4,228 = 0.237 0.215 = 0,907 0.237
Peluang Masa Sibuk (ρ)
=
=
Proporsi Waktu Ngangur Pelayan
Po atau I = 1 – dimana Po = 1 – 0,907 = 0,093
Rata-rata Banyaknya Pengantri yang Sedang Antri
Lq =
−
0.215 0,0548 = = 8,66 0.237 0.237 − 0.215 0.00792 &' = 8,66 pasien yang sedang antri &' =
6)
Rata-rata Banyaknya Pengantri Dalam Sistem.
&? =
−
0.215 = 9,773 0.237 − 0.215 &? = 9,773 pasien mengantri dalam sistem. &? =
7)
= λ/ µ
Rata-rata Waktu Antri λ (' = −λ
0.215 = 41,24 0.237 0.237 − 0.215 (' = 41,24 menit waktu antri (' =
8)
e.
Rata-rata Waktu Menunggu dalam Sistem 1 (? = −λ 1 (? = = 45,45 0.237 − 0.215 (? = 45,45 menit menunggu dalam sistem.
Hasil Perhitungan Simulasi dengan Menggunakan Teori Antrian Berdasarkan analisa tingkat kedatangan, waktu pelayanan model antrian dipuskesmas mulya mekar bagian poli umum adalah dengan pola kedatangan Poisson dan waktu pelayanan berdistribusi eksponensial sesudah melakukan simulasi. 1) Menentukan Rata-rata Waktu Antar Kedatangan Dari hasil data simulasi di dapat :
= 0,184 pasien/menit
12
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 2)
Menentukan Rata-rata Waktu Pelayanan Dari hasil data simulasi di dapat :
3)
Peluang Masa Sibuk (ρ)
4)
5)
0,228 pasien/menit
=
0,184 = 0,807 0,228
=
Proporsi Waktu Ngangur Pelayan
Po atau I = 1 – dimana Po = 1 – 0,807 = 0,193
Rata-rata Banyaknya Pengantri yang Sedang Antri
&' =
−
0,184 = 3,375 0,228 0,228 − 0,184 &' = 3,375 pasien yang sedang antri &' =
6)
Rata–rata Banyaknya Pengantri Dalam Sistem
&? =
−
0,184 = 4,182 0,228 − 0,184 &? = 4,182 pasien mengantri dalam sistem. &? =
7)
λ −λ
Rata–rata Waktu Antri
(' =
0,184 = 18,34 0,228 0,228 − 0,184 (' = 18,34 menit waktu antri (' =
8)
= λ/ µ
1 −λ
Rata-rata Waktu Menunggu Dalam Sistem
(? =
1 = 22,73 0,228 − 0,184 (? = 22,73 menit menunggu dalam sistem (? =
f.
Menentukan Pelayanan Optimal (abcdefgh ) 1) Menentukan Pelayanan Optimal Data Existing
+ +* +
ij klm
=
ij klm
= 0,215 + *
20.000 0,215 30.769,23 13
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 ij klm ij klm
2)
ij klm
0,234 + n0,1398 = 0,234 + 0,37 = 0,604
Menentukan Pelayanan Optimal Data Simulasi +*
+ +
ij klm
=
ij klm
= 0,184 + *
ij klm ij klm ij klm
20.000 0,184 30.769,23
= 0,234 + n0,1196 = 0,234 + 0,35 = 0,584
Tabel Rekapitulasi Hasil Pengolahan Data Parameter Hasil Existing Hasil Simulasi λ 0,215 0,184 µ 0,237 0,228 0,907 0,807 Po 0,093 0,193 8,66 3,375 &' 9,773 4,182 &? 41,24 18,34 (' 45,45 22,73 (? 0,604 0,584 ij klm g.
Analisa
Berdasarkan pengamatan tingkat kedatangan pasien setiap hari dari tanggal 13 s/d 19 Juni 2011 dan 20 s/d 26 Juni 2011 tingkat kedatangan pasien tinggi pada jam-jam tertentu setiap hari yaitu pukul 08.00 – 11.00 WIB dengan rata-rata kedatangan 39 pasien perhari. Tingginya kedatangan pasien dikarenakan pasien lebih memilih pergi berobat pada Puskesmas dibandingkan pergi ke Rumah Sakit atau Klinik, dikarenakan selain biaya dan obatnya gratis kualitas obat yang diberikan pun tidak kalah bagus. Kedatangan pasien rata-rata 39 pasien perhari. Waktu antar kedatangan pasien dijumlahkan, kemudian dihitung rata-rata waktu antar kedatangan pasien sebesar 0,215 pasien per menit. Distribusi waktu kedatangan pasien mengikuti distribusi eksponensial, sehingga tingkat kedatangan pasien mengikuti distribusi poisson. Rata-rata waktu pelayanan yang diberikan kepada pasien adalah 0,237 pasien per menit. Berdasarkan kondisi yang sudah teramati tersebut dalam lokasi penelitian maka model antrian yang di gunakan di notasikan (M/M/1) : (FIFO/∞/∞) yang mana model ini mengasumsikan bahwa kedatangngan terjadi menurut poisson dengan parameter sebagai nilai rata-ratanya dan sedangkan waktu pelayanannya berdistribusi eksponensial. Dalam penelitian ini menggunakan parameter untuk identifikasi dalam mempelajari dan menjelaskan dalam sistem antrian. Parameter yang digunakan adalah sebagai berikut : a. b. c.
Waktu sibuk dokter Lq : jumlah pasien yang menunggu dalam antrian. Ls : jumlah pasien yang menunggu dalam sistem.
14
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 d. e.
Wq : waktu yang dihabiskan pasien untuk menunggu dalam antrian. Ws : waktu yang dihabiskan pasien untuk menunggu dalam sistem.
Dari hasil analisis data pada waktu kedatangan pasien dan waktu pelayanan pasien diperoleh nilai: ekspektasi kecepatan pertibaan rata-rata (λ) = 0,215 pasien per menit, ekspektasi kecepatan pelayanan rata-rata (µ) = 0,237 pasien per menit, peluang masa sibuk (ρ) = 0,907, probabilitas semua pelayanan menganggur atau tidak ada pasien dalam sistem (P0) = 0,093, ekspektasi panjang antrian (Lq) = 8,66 pasien per menit, ekspektasi panjang garis (L) = 9,773 pasien per menit, ekspektasi waktu menunggu dalam system (W) = 45,45 menit, ekspektasi waktu menunggu dalam antrian (Wq) = 41,24 menit. Dari simulasi yang dilakukan pada waktu kedatangan pasien dan waktu pelayanan pasien diperoleh nilai: ekspektasi kecepatan pertibaan rata-rata (λ) = 0,184 pasien per menit, ekspektasi kecepatan pelayanan rata-rata (µ) = 0,228 pasien per menit, peluang masa sibuk = 0,807, probabilitas semua pelayanan menganggur atau tidak ada pasien dalam sistem (P0) = 0,193, ekspektasi panjang antrian (Lq) = 3,375 pasien per menit, ekspektasi panjang garis (L) = 4,182 pasien per menit, ekspektasi waktu menunggu dalam sistem (W) = 22,73 menit, ekspektasi waktu menunggu dalam antrian (Wq) = 18,34 menit 4. a. (a)
(b)
(c)
Kesimpulan Dan Saran Kesimpulan Dari hasil pembahasan yang telah disajikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa: Model antrian yang diperoleh adalah model (M/M/1) : (FIFO /∞/∞), dengan tingkat kedatangan berdistribusi poisson, waktu pelayanan berdistribusi eksponensial, dengan jumlah pelayanan adalah seorang dokter, disiplin antrian yang digunakan adalah pasien yang pertama datang yang pertama dilayani, jumlah pelanggan dalam sistem antrian dan ukuran populasi pada sumber masukan adalah tak terhingga. Dari hasil analisis data pada waktu kedatangan pasien dan waktu pelayanan pasien diperoleh nilai: ekspektasi kecepatan pertibaan rata-rata (λ) = 0,215 pasien per menit, ekspektasi kecepatan pelayanan rata-rata (µ) = 0,237 pasien per menit, peluang masa sibuk (ρ) = 0,907, probabilitas semua pelayanan menganggur atau tidak ada pasien dalam sistem (P0) = 0,093, ekspektasi panjang antrian (Lq) = 8,66 pasien per menit, ekspektasi panjang garis (L) = 9,773 pasien per menit, ekspektasi waktu menunggu dalam system (W) = 45,45 menit, ekspektasi waktu menunggu dalam antrian (Wq) = 41,24 menit. Dari simulasi yang dilakukan pada waktu kedatangan pasien dan waktu pelayanan pasien diperoleh nilai: ekspektasi kecepatan pertibaan rata-rata (λ) = 0,184 pasien per menit, ekspektasi kecepatan pelayanan rata-rata (µ) = 0,228 pasien per menit, peluang masa sibuk = 0,807, probabilitas semua pelayanan menganggur atau tidak ada pasien dalam sistem (P0) = 0,193, ekspektasi panjang antrian (Lq) = 3,375 pasien per menit, ekspektasi panjang garis (L) = 4,182 pasien per menit, ekspektasi waktu menunggu dalam sistem (W) = 22,73 menit, ekspektasi waktu menunggu dalam antrian (Wq) = 18,34 menit
b.
Saran Untuk memaksimalkan pelayanan kepada pelanggan, sebaiknya suatu sistem pelayanan memberikan fasilitas pelayanan optimal. Fasilitas pelayanan perlu diusahakan agar mendekati optimal karena apabila suatu sistem fasilitasnya kurang optimal maka akan berakibat adanya pasien yang tidak terlayani Tingkat kedatangan pasien dan kecepatan pelayanan untuk selalu di analisa, sehingga dapat ditentukan kebijakan untuk mengantisipasi antrian yang terjadi demi memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasien. Pelayanan kesehatan tidak ada tawar menawar, karena menyangkut masalah nyawa manusia. Dengan demikian pelayanan pasien yang terbaik akan sangat bermanfaat demi tertolongnya pasien.
15
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012
Daftar Pustaka Asmugi, 2004, Simulasi Komputer Sistem Diskrit, Penerbit Andi, Yogyakarta Matthias, Aruf, 1997, Statistika Bisnis, Penerbit ITB Sugiyono ; 2002, Statistika untuk Penelitian, Cetakan Keempat, Penerbit Alfabeta, Bandung. Sumardjono, Maria SW, 1996, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Suseno, Agustian, 2004, Diktat Kuliah Penelitian Operasional Industri Unsika
II, Jurusan Teknik
Soepono, Soeparlan, 1999, Pengantar Simulasi, Seri Diktat Kuliah Universitas Guna Darma Tarliah, Tjutju 1994, Operation Research : Model-model Pengambilan Keputusan, Sinar Baru Algensindo, Bandung Walpole Ronald E : 1984, “Ilmu Peluang dan Statistika Untuk Insinyur dan Ilmuwan” Edisi Keempat, Penerbit ITB Bandung
16
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012
MAKALAH : DISAMPAIKAN DALAM ACARA SEMINAR: MERAJUT TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA SEBAGAI FONDASI INTEGRITAS BANGSA Tanggal 29 Maret 2009 di Klari Kab, Karawang Atas Kerjsama Ditjen Kesbangpol Kemendagri dengan Lembaga Analisa Pengembangan Demokrasi
ETIKA KEBEBASAN MENJALANKAN AGAMA OLEH H.E. TAJUDDIN NOOR DOSEN FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG KETUA FKUB KABUPATEN KARAWANG A. PENDAHULUAN Agama pada dasarnya hadir dengan misi kebaikan. Semua orang mengetahui bahwa agama sakral dan sarat dengan nilai-nilai universal. Tujuannya satu agar manusia hidup damai, harmoni dengan lingkungan, taat pada aturan, dan patuh pada ajaran Tuhan. Namun ketika ajaran agama harus diwujudkan oleh para pemeluknya, ia harus bersentuhan dengan kehidupan sosial budaya.
pertama,
ajaran itu akan difahami oleh para pemeluknya sesuai daya nalar, tingkat pengalaman, pengaruh lingkungan. Dalam konteks ini ajaran agama masuk dalam ranah persepsi para pemeluknya. Tidak aneh akan muncul beragam mazhab dan aliran, walau esensinya sama. Dan hal ini potensial menimbulkan masalah internal. Kedua, ketika para pemeluk ajaran agama secara konsekwen harus mengamalkan ajaran agama yang diyakininya, akan bersentuhan dengan para pemeluk ajaran agama lain. Disini agama masuk dalam ranah sosial kehidupan beragama, dan hal ini potensial menimbulkan masalah eksternal. Dan dalam menjamin kebebasan menjalankan agama bagi para pemeluknya, negara telah menjamin dan mengaturnya dengan berbagai payung hukum, namun dalam implementasinya terkadang tidak semudah yang kita perkirakan. Atas dasar itulah perlu kiranya ada etika yang harus menjadi acuan bersama bagi para pemeluk agama, untuk meminimalkan kemungkinan timbulnya konflik yang sering merugikan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. B. AGAMA Ada dua sisi dalam memandang pengertian Agama; agama sebagai 17
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 ajaran yang memiliki kebenaran mutlak (terutama bagi yang meyakininya) dan agama dalam pengertian pemeluk yang melaksanakan agama. Dalam pengertian ajaran, agama tidak banyak mengundang masalah karena didalamnya mengandung nilai-nilai yang uneversal dan baik bagi manusia. Dalam kata lain semua agama mengajarkan kebaikan bagi semua manusia. Dalam kajian perbandingan agama, ada dua kategori, ada agama samawi yang diturunkan melalui wahyu kepada para nabi/utusan Alloh seperti Yahudi, Kristen, dan Islam. Ada agama ardy, atau hasil budaya manusia seperti Hindu, Budha, dan Konghuchu. Baik agama samawi maupun agama ardy keduanya membawa misi agar manusia hidup baik dan benar. Namun dalam pengertian yang melaksanakan agama (pemeluk agama), agama sudah berada pada wilayah persepsi atau pemahaman para pemeluknya. Nah dalam konteks yang terakhir inilah sering terjadi ketegangan-ketegangan, karena dalam pengertian ini, agama bersentuhan dengan berbagai kepentingan hidup manusia seperti politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Dan dalam konteks ini pula, agar supaya semua pemeluk agama dapat dengan tenang menjalankan kewajiban agama yang diyakininya, diperlukan etika bergaul yang kemudian dikenal dengan toleransi sosial beragama. Sebagaimana agama-agama lain, Islam secara jelas mengandung klaim klaim eksklusif. Bahkan tergolong sangat ketat. Hal ini nampak dalam dua kalimah syahadah yang merupakan kesaksian kemahamutlakan Alloh sebagai satu-satunya Tuhan, dan kerasulan Muhammad SAW sebagi Nabi dan Rasul terakhir yang kemudian disebut sebagai Doktrin Tauhid. Namun demikian dalam Islam, toleransi agama memiliki dasar pijak yang kuat. Antara lain dalam ayat alhujurot 13, “ Hai Manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersukusuku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Alloh ialah orang yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Alloh maha Mengetahui lagi maha Mengenal “ yunus 99. “ Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang 18
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 yang dimuka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu hendak memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriaman semuanya? “ Demikian pula dasar historis tentang toleransi beragama dapat dijumpai antara lain piagam madinah di zaman Rasululloh, perjanjian Aeliya di zaman khalifah Umar Bin Khattab, dan banyaknya para penganut non muslim yang menjadi pejabat dalam pemerintahan Khalifah Abbasyah yang berlansung selama 500 tahun (750- 1258 M). Baik secara pengertian teologis, maupun secara historis, jelas Islam merupakan agama yang sangat mengembangkan arti toleransi yang sebenarnya sejak ribuan tahun yang lalu. Dalam arti Islam tumbuh dan berkembang menjadi besar seperti sekarang ini bersama dengan pengakuannya akan hak hidup agama-agama lain yang malah hidup saling berdampingan secara harmonis. Secara teologis, Islam memandang bahwa doktrin tauhid tidak hanya milik Islam seperti yang umum difahami selama ini, namun juga sebagai inti dari semua agama terutama agama samawi. Karena misi Islam satu yaitu menyembah Tuhan Yang Satu dengan risalah yang sama melalui rangkaian nabi-nabi hingga Nabi terakhir Muhammad SAW. Lihat surah annisa 163 :´Sungguh Kami telah mewahyukan kepadamu seperti juga kami wahyukan kepada Nuh dan Nabi-nabi sesudahnya, dan kami wahyukan juga kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya’kub dan anak turunannya, dan kepada Isa, Ayyub, Yunus, Harun, dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud. Sungguh Kami kisahkan kepadamu(muhammad) beberapa rasul sebelum kamu, dan beberapa rasul belum kami kisahkan kepadamu, dan Alloh benar-benar telah berbicara kepada Musa.( Itulah ) para rasul pembawa berita gembira dan pembawa peringatan (yang sama dari Alloh) agar bagai manusia tidak ada bantahan setelah diutusnya para Rasul, dan Alloh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana “. Bahkan Nabi Muhammad sendiri menegaskan bahwa dia datang hanya sebagai penyempurna dari misi kenabian para rasul terdahulu. Yaitu misi ketauhidan. Dengan penegasan di atas, Islam mengklaim bahwa ia agama yang pertama dan sekaligus agama yang terakhir. 19
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 Dalam pandangan Islam, konsep tauhid bukan hanya terletak pada pengakuan adanya Tuhan Yang Esa saja, tetapi yang lebih pokok adalah penerimaan dan respon cinta kasih dan kehendak Tuhan yang dialamatkan kepada Manusia. (Asep Syaefulloh: 2007). Dan hal yang penting dalam Islam dipesankan bahwa mengekspresikan ketauhidan dan ajaran agama itu tidak boleh disertasi berbantah-bantahan, melainkan harus dengan cara-cara yang sebaik-baiknya, termasuk menjaga etika, kesopanan dan tenggang rasa dalam kehidupan sosial beragama, kecuali terhadap mereka yang berbuat zalim seperti menghalangi da’wah, bermain – main dengan aturan, memanipulasi data dsb. “ dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab, malainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang –orang zalim diantara mereka, dan katakanlah : Kami telah beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu: Tuhan kami dan Tuhan kamu adalah satu: dan kami hanya berserah diri kepada Nya. (al Ankabuut:46) Ayat ini juga memerintahkan kepada umat islam untuk senantiasa menegaskan bahwa para penganut kitab suci yang berbeda beda, sama-sama menyembah Tuhan Yang Maha Esa, dan sama-sama pasrah kepadaNya. Bahkan, biarpun sekiranya mengetahui dengan pasti bahwa orang lain menyembah suatu obyek sembahan yang bukan Alloh yang Maha Esa, Umat Islam
tetap
dilarang
berlaku
tidak
sopan
terhadap
mereka.
(Asep
Syaefulloh:2007). Sebab menurut al Quran sikap tidak sopan dengan mencaci dan merendahkan terhadap pihak lain yang berbeda keyakinan dengan kaum muslim, akan menimbulkan sikap balik dari mereka yang dicaci itu menyerang dengan melakukan ketidak sopanan yang sama terhadap Alloh dan RasulNya. Ungkapan-ungkapan diatas memesankan bahwa ajakan kepada kebenaran yang diyakini harus disertai dengan cara-cara penuh kearifan, kesopanan, tuturkata yang baik dan tentu dengan argumen yang masuk akal.
C. Toleransi di Indonesia Indonesia menjadi contoh yang baik bagi pemecahan persoalan toleransi antar umat beragama, sebab meskipun mayoritas penduduknya Muslim, 20
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 Indonesia tidak menjadikan Islam sebagai dasar negara, tetapi berdasar pancasila yang mengakomodasi kepentingan semua lapisan masyarakat termasuk umat beragama yang berbeda-beda. Berbagai payung hukum yang mengatur kehidupan sosial umat beragama telah dikeluarkan pemerintah seperti Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri no 1 tahun 1969 tentang pelaksanaan tugas Aparatur Pemerintah dalam menjamin ketertiban dan kelancaran pelaksanaan pengembangan dan ibadat agama oleh para pemeluknya yang kemudian disempurnakan dengan Peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri no 9 dan 8 tahun 2006. Tentang pedoman pelaksanaan Kepala Daerah dalam pemeliharaan Kerukunan Umat beragama, pemberdayaan Forum Kerukunan Umat beragama, dan pendirian rumah Ibadat. Namun dilapangan dalam implementasinya sering terjadi konflik, hal ini disebabkan beberapa faktor seperti diidentifikasi oleh (Setda Jabar, 2006) antara lain: a. Faktor keagamaan 1) Pendirian Rumah Ibadah Pendirian rumah ibadah merupakan sesuatu yang sangat hakiki bagi setiap pemeluk agama manapun, karena rumah ibadah selain berfungsi sebagai simbol kesatuan dan pertautan rasa emosi keagamaan dalam satu barisan agama, juga menjadi rumah suci untuk menjalankan dan membaktikan diri dalam kegiatan ibadah-ibadah ritual bagi pemeluk-pemeluknya. Hanya saja permasalahannya, ketika penganut agama minoritas mendirikan rumah ibadah ditengah masyarakat penganut agama mayoritas,
akan
menimbulkan
ketegangan
dan
penggelembungan potensi konflik laten. 2) Penyiaran agama Penyiaran agama minoritas yang bertujuan mengajak penganut agama mayoritas untuk konversi kepada agama minoritas, akan memunculkan reaksi spontan dari penganut agama mayoritas, 21
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 karena hal itu menyinggunggung pihak yang merasa di rugikan. 3) Bantuan keagamaan dari luar negeri Bantuan keagamaan dari luar negeri yang sebenarnya sangat berguna, namun jika kemudian diketahui dipergunakan secara keliru umpama dipergunakan penyiaran agama pihak minoritas mengajak umat mayoritas, akan menimbulkan kecemburuan. 4) Perkawinan beda agama Perkawinan merupakan komitmen penyatuan dua individu yang berbeda jenis kelamin dengan dasar kasih dan cinta. Tetapi perkawinan bagi individu-individu yang berbeda akan banyak menimbulkan masalah; dari mulai problem pelecehan agama, prinsif agama yang dianut anak-anak, hak-hak warisan dan hak kewalian dan lain-lain. Dan jika terjadi perceraian atau kematian akan melibatkan simbol-simbol agama. 5) Perayaan hari besar keagamaan Perayaan hari besar keagamaan sudah menjadi seremonial yang membudaya dalam masyarakat Indonesia. Permasalahan akan timbul, bukan karena peryaannya, tapi ketika harus ada pemahaman yang tegas mana yang termasuk acara seremonial dan mana yang ritual. Sebab namanya perayaan mesti akan mengundang banyak orang termasuk orang yang mungkin beda keyakinan untuk hadir dalam upacara itu. dizaman menteri Agama Alamsyah Ratu Prawiranegara, telah diatur melalui edaran menteri agama tentang tata cara pelaksanaan hari-hari besar keagamaan. 6) Penodaan Agama Setiap
agama
mempunyai
simbol-simbol
tertentu
yang
disakralkan oleh para pemeluknya. Penodaan terhadap simbosimbol tersebut oleh pihak lain akan menimbulkan emosi massa agama yang merasa ternodai. Oleh karena itu pemerintah telah mengeluarkan Undang-undang penetapan presiden no 1 tahun 22
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 1965 tentang pencegahan penyalah gunaan dan/atau penodaan agama. b. Faktor non agama 1) Kesenjangan ekonomi Sering kali konflik terjadi mengatasnamakan agama, padahal seseungguhnya
berawal
ketersinggungan membangun
tidak
tanpa
dari
masalah
dilibatkan
melibatkan
ekonomi.
dalam
tenaga
Seperti
perparkiran,
setempat,
terlalu
mencolok dalam hal berpakaian dll. Semua itu akan memicu kecemberuan sosial yang seringkali menggunakan simbolsimbol agama yang disakralkan sehingga mengundang massa keagamaan. 2) Kepentingan politik Sebenarnya kehidupan politik dan kegamaan merupakan dua hal yang saling melengkapi jika masing masing pelakunya memandang dengan pandangan yang proporsional. Namun seringkali yang terjadi saat pelaku politik ingin mencapai tujuannya menggunakan simbo-simbol keagamaan. Dan hal itu sering menjadi pemicu konflik, karena
agama telah disalah
gunakan dengan tidak proporsional. Mestinya, karena agama mengandung nilai-nilai kesucian ruhani, harus dijadikan sumber inspirasi bagi para pelaku politik untuk membangun kesadaran politik yang etis, bukan dipergunakan untuk kepentingan yang bersifat sementara. 3) Provokator Masyarakat
kita
sangat
rentan
terhadap
menyusupnya
Provokator yang memprovokasi massa demi kepentingan tertentu. Hal ini sering kali menjadi sumber masalah yang menimbulkan konflik dimasyarakat kita. Karenanya peran tokoh agama dan tokoh masyarakat yang menjadi panutan, harus memposisikan diri sebagai pencerah bagi masyarakat yang 23
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 sudah terprovokasi tadi dengan kewibaannya. D. Solusi Dalam mengatasi kecenderungan konflik yang melibatkan massa keagamaan, perlu berbagai pendekatan. Inilah tugas mulia yang harus menjadi pemikiran pemerintah, Organisasi dan Lembaga kemasyarakatan yang peduli akan kehidupan yang rukun dan damai, dengan membangun kesadaran masyarakat tentang etika kehidupan sosial beragama. Menurut Syamsu Rizal (1999), setiap inisiatif pemecahan masalah keagamaan harus mencakup tiga hal. Pertama, perhatian pihak ketiga terhadap kepentingan semua pihak yang terlibat dalam suatu pertikaian atau konflik; jika yang diperhatikan adalah kepentingan salah satu pihak, yang terjadi adalah pembentukan aliansi dan itu berarti eskalasi konflik. Kedua,
menempatkan pihak-pihak yang berkonflik dalam situasi yang
memungkinkan mereka menjelajahi kemungkinan-kemungkinan baru dengan maksud mencapai solusi yang dapat mereka terima. Ketiga, tugas pihak ketiga menyediakan rasa aman bagi pelaksanaan diskusi yang proaktif yang memperbesar peluang tukar menukar ide dan ekplorasi pilihan-pilihan tidak mengikat. Jadi, merawat kerukunan ditengah-tengah begitu banyak perbedaan butuh keterbukaan, kebesaran jiwa, kesabaran, aturan dan tentu etika.
24
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 PENGARUH MIKORIZA DAN UMUR BENIH TERHADAP DERAJAT INFEKSI, SERAPAN P, PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI (Oryza sativa L.) DENGAN METODA SRI (System of Rice Intensification) Endah Fitriyah Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Singaperbangsa Karawang
ABSTRACT This objective of this experiment was to study the effect of Arbuscular Mycorrhizal Fungi inoculant interaction and age of seeds to increase the degree of AMF infection in roots of plants, P uptake, growth and yield of Rice (Oryza sativa L.) using the method of SRI (System of Rice Intensification). Experiments carried out in the garden experiment Rice Research Institute Sukamandi Subdistrict Subang, District West Java, from March 2009 until August 2009. The design environment used in this study were randomized block design with factorial pattern. The first factor was the inoculation of mycorrhizal (M) with two levels: without inoculation of AMF (m0) and AMF inoculant 100 g kg-1 soil (m1). The second factor is the age of rice seed (U) consisting of tree levels: the age of 5 days after seeding (u1), age 10 days after seeding (u2), age 15 days after seeding (u3). The results showed that there was interactions between Arbuscular Mycorrhizal Fungi inoculants and seed age in the plant height 28 days after seedling (DAS) and DAS 42, Leaf Area Indeks (LAI) DAS 42 and DAS 49, Shout Root Ratio (SRR) DAS 35 and DAS 42, the number of tiller DAS 28, DAS 42 and DAS 56, and grain yield dry yield rice (Oryza sativa L.). There was no interaction between the effect of AMF inoculant and seed age on the degree of AMF infection and P uptake, plant height DAS 56 and DAS 70, LAI 35 and DAS 56, SRR DAS 49 and DAS 56. Mycorrhizal inoculation of 100 g kg-1 soil can increase the degree of AMF infection on the roots, but no significant effect on uptake of P, plant height DAS 56 and DAS 70, LAI 35 and DAS 56, SRR DAS 49 and DAS 56. Seed age did not significantly effect on the degree of AMF infection but the effect on P uptake, plant height DAS 56 and DAS 70, LAI 35 and DAS 56, SRR DAS 49 and DAS 56.
PENDAHULUAN Pembangunan pertanian berkelanjutan merupakan arah dari pembangunan pertanian dimasa mendatang, dimana pengelolaannya harus berdampak positif bagi lingkungan serta efisiensi merupakan titik tolak sistem usahataninya. Dengan lahan yang relatif terbatas sedang jumlah penduduk semakin banyak memaksa para ahli di bidang pertanian mengejar produktivitas dengan mengarah pada berbagai metoda intensifikasi dan ramah lingkungan. Saat ini istilah pertanian alami (back to nature farming) banyak dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan pupuk anorganik juga untuk mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan pupuk anorganik. Penggunaan pupuk organik dimaksudkan untuk dapat mengembalikan kemampuan tanah dalam mendukung pertumbuhan tanaman, diantaranya dengan pemanfaatan pupuk hayati. Aplikasi bioteknologi dengan memanfaatkan mikroorganisme sebagai pupuk hayati merupakan salah satu upaya untuk mengoptimalkan produktivitas lahan, mempertahankan serta meningkatkan produksi tanaman. Mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk biologis diantaranya yaitu FMA (Fungi Mikoriza Arbuskular). FMA digolongkan ke dalam endomikoriza yaitu mikoriza yang sebagian hifanya berada dalam akar dan bercabang-cabang diantara sel-sel akar (Foth, 1991). Jamur Mikoriza ini dapat menambah luas permukaan akar sehingga penyerapan unsur hara akan lebih tinggi. Dari beberapa penelitian telah dibuktikan bahwa derajat infeksi akar dan penyerapan unsur hara terutama unsur P oleh tanaman dapat ditingkatkan dengan adanya infeksi mikoriza pada akar tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara optimal diawali pada sejauh mana tanaman tersebut tidak mengalami gangguan akar. Pertumbuhan dan penyebaran akar tergantung pada ketersediaan udara dalam tanah, nutrisi dan varietas tanaman. Sinwin, dkk (2007) menyatakan bahwa tanaman yang diinfeksi dengan FMA menunjukkan pertumbuhan yang lebih
25
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 tinggi dengan perakaran yang lebih baik dan batang yang lebih gemuk dibandingkan dengan tanaman yang tidak diinfeksi cendawan tersebut. Metoda SRI (System of Rice Intensification) merupakan cara budidaya tanaman padi yang intensif dan efisien dengan proses manajemen sistem perakaran yang berbasis pada pengelolaan tanah, tanaman dan air menuju ke pertanian ramah lingkungan yang berkelanjutan. Prinsip dari metoda SRI yaitu tanah sehat dengan bahan organik, benih sehat bermutu dan bernas, benih tanam muda, benih ditanam tunggal, benih ditanam dangkal, hemat air, jarak tanam lebar, pengendalian OPT dengan penerapan PHT secara utuh serta menggunakan pupuk organik yang ramah lingkungan (Sutaryat, 2007). Namun belum ada hasil penelitian yang mengungkapkan kira-kira pada umur muda berapakah benih padi yang ditanam dapat memberikan hasil yang terbaik. Budidaya padi metode SRI tidak saja dapat menghemat penggunaan air irigasi tapi menghemat penggunaan input produksi yang berarti lebih hemat biaya tetapi juga menghasilkan yang lebih tinggi dan berkualitas karena terhindarnya penggunaan input kimia sintetis. Pada budidaya padi secara konvensional, teknik penanaman padi dari persemaian ke lahan sawah dilakukan pada umur 20 – 25 hari, sedangkan budidaya padi dengan metoda SRI benih ditanam ke lahan sawah pada umur 5 – 10 hari setelah berkecambah di persemaian artinya tanam muda. Menurut Sutaryat (2007) benih ditanam muda dimaksudkan agar pada saat benih dipindahtanamkan, tanaman masih cukup mempunyai cadangan makanan untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru dan untuk pertumbuhan selanjutnya. Penelitian bertujuan untuk mempelajari pengaruh interaksi inokulan jamur mikoriza dan umur benih terhadap peningkatan derajat Infeksi FMA pada akar tanaman, serapan P, pertumbuhan dan hasil padi (Oryiza sativa L.) dengan menggunakan metoda SRI (System of Rice Intensification).
METODE PENELITIAN Percobaan telah dilaksanakan di kebun percobaan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi Kab. Subang Propinsi Jawa Barat, dari bulan Maret 2009 sampai dengan Agustus 2009. Lokasi percobaan terletak pada ketinggian + 15 m di atas permukaan laut, dengan ordo tanah Ultisol. Tipe curah hujan menurut Schmidt-Ferguson (1951), termasuk type D dengan kategori sedang. Penghitungan jumlah spora mikoriza pada inokulan dan tanah sebelum percobaan dilaksanakan di Laborotarium Biologi dan Bioteknologi Tanah Fakultas Pertanian Unpad, sedangkan analisis tanah sebelum percobaan, sifat fisik dan kimia tanah serta analisis tanaman dilaksanakan di Laborotarium Pengujian BBPT Padi Sukamandi Subang. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah inokulan campuran Mikoriza asal PAU IPB, benih padi varietas Ciherang asal BBPT Padi Sukamandi, tanah, pupuk organik padat (campuran kotoran sapi, jerami dan sekam), daun pisang, pupuk organik cair (Tien Golden Harvest), larutan sukrosa 70%, KOH 10%, H2O2 alkalin, fuchsin yang dilarutkan dalam asam laktat 0,01%, HCl 10%, gliserin, molybdate-vanadate, air gula 70% dan aquadest steril. Alat-alat yang digunakan meliputi peralatan untuk penanaman benih yaitu tampah, daun pisang; alat untuk pengolahan tanah seperti cangkul, sekop, garu ; sprayer untuk pupuk cair; penggaris dan Leaf area meter; Oven; timbangan; bambu dan papan nama; peralatan untuk menghitung populasi spora dan analisis konsentrasi P meliputi saringan, botol sentrifuge, cawan petridish, tabung destruksi, corong, labu volumetric, spektrofotometer, objek glass serta mikroskop untuk mengamati derajat infeksi akar. Rancangan lingkungan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial. Faktor pertama inokulan FMA terdiri dari dua taraf yaitu ; m0 = tanpa inokulan FMA dan m1 = diberi inokulan FMA (100 g kg-1tanah) dan faktor kedua umur benih padi terdiri dari tiga taraf yaitu; u1 = umur 5 hari setelah semai (HSS), u2 = umur 10 hari setelah semai (HSS) dan u3 = umur 15 hari setelah semai (HSS). Percobaan ini terdiri dari enam kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak empat kali, sehingga seluruhnya terdapat 24 plot percobaan. Variabel respon meliputi pengamatan utama dan penunjang. Pengamatan utama diuji dengan analisis statistik pada penelitian ini yaitu : a) Derajat infeksi FMA (%) pada akar padi. b) Serapan P pada tanaman (mg tanaman-1). c) Analisis tumbuh tanaman terhadap indikator pertumbuhan tanaman terdiri dari komponen pertumbuhan meliputi tinggi tanaman, Indeks Luas Daun, Nisbah Pupus Akar, Jumlah anakan perumpun. d) Hasil gabah kering. Pengamatan penunjang yang dilakukan meliputi : Penghitungan spora mikoriza pada inokulan dan tanah sebelum percobaan, analisis tanah sebelum percobaan, dan identifikasi hama dan penyakit serta gulma selama percobaan. Pada penelitian ini sumber dan cara penentuan data/informasi didapat dari data primer dan data sekunder. Data primer bersumber dari objek penelitian dan pengamatannya dilakukan terhadap tanaman
26
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 sampel yang ditentukan secara acak sederhana yaitu untuk pertumbuhan diambil secara destruktif, tiga rumpun tanaman setiap kali pengamatan dari setiap plot percobaan untuk komponen hasil dan diamati, kemudian data dihitung dan diuji secara statistik. Sedangkan data sekunder diambil dari bahan pustaka dan hasil informasi lain yang relevan dengan maksud penelitian.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengamatan Penunjang 1. Spora Inokulan Mikoriza dan Spora Tanah sebelum Percobaan Spora yang dihitung adalah spora yang tertahan pada saringan, berwarna coklat, coklat tua, kuning kemerahan dan bening. Jumlah spora yang terdapat dalam 25 gram inokulan campuran mikoriza asal PAU IPB yang penghitungannya dilakukan secara duplo adalah I. 788 spora dan II. 581 spora sehingga rata-rata jumlah spora pada inokulan mikoriza adalah 27,38 spora per gram inokulan FMA. Dari dua kali perhitungan 50 gram tanah percobaan diketahui adanya spora mikoriza yaitu I. 147 spora dan II. 129 spora, sehingga spora mikoriza pada tanah percobaan rata-rata sekitar 2,76 spora per gram tanah. Spora mikoriza yang terdapat dalam tanah percobaan disebut sebagai mikoriza indigenous yang menunjukkan adanya aktivitas mikoriza pada tanah sebelum percobaan. 2. Analisis Tanah awal Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa pH tanah bernilai 5,01 menunjukkan tanah tersebut termasuk masam. Tanah yang mempunyai pH masam ini cocok untuk media tanam padi. Namun pada tanah masam unsur P tidak dapat diserap tanaman karena diikat (difiksasi) oleh Al. Kandungan P tersedia sebesar 2,245 ppm tergolong sangat rendah, P total sebesar 40,27 mg 100 g-1 tergolong sedang. Kandungan COrganik dan N-Total tanah termasuk kriteria rendah, yaitu berturut-turut 1,694% dan 0,122% dengan ratio C/N 13,8 tergolong sedang. Kapasitas tukar Kation (KTK) senilai 10,585 me 100 g-1 tergolong rendah. KTK merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi mampu menyerap dan menyediakan unsur hara lebih baik daripada tanah dengan KTK rendah (Hardjowigeno, 1993). Berdasarkan hasil analisis sifat fisik tanah, tanah yang digunakan untuk penelitian ini adalah Ultisols dengan kandungan debu 59,78%, liat 31,84% dan pasir 8,38%. Berdasarkan persentase pasir debu liat di atas, maka tanah ini dapat digolongkan pada tekstur tanah Lempung liat berdebu. Tekstur ini cocok untuk pertumbuhan tanaman padi karena padi sawah menghendaki tanah berlempung yang berat atau tanah yang memiliki lapisan keras 30 cm di bawah permukaan tanah. 3. Identifikasi Hama dan Penyakit Selama penelitian berlangsung, kondisi cuaca di areal percobaan cukup panas, keadaan inilah yang menyebabkan suhu tinggi, namun kelembaban udara diketahui tinggi juga (80,36%). Hama dan penyakit berkembang pada kelembaban yang tinggi, namun kenyataannya selama percobaan berlangsung tidak terdapat serangan hama dan penyakit. Tanaman yang bermikoriza cenderung lebih tahan terhadap serangan patogen. Hifa yang banyak akan menyelubungi akar sehingga terlindung dari serangan patogen. Keberadaan FMA dalam tanam juga dapat menekan pertumbuhan patogen pada akar, mikoriza dapat berfungsi sebagai pelindung biologi bagi terjadinya infeksi patogen akar. Pada prakteknya SRI menggunakan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dalam pengendalian hama yaitu dengan mengelola unsur agro-ekosistem sebagai alat pengendali hama dan penyakit tanaman. Pendekatan PHT menyebabkan daur energi berjalan dengan baik sehingga keberadaan musuh alami tidak hanya tergantung kepada keberadaan hama, tetapi makanan musuh alami akan tersedia dari seranggaserangga lain. Hama dalam batas populasi rendah sebenarnya berfungsi sebagai makanan musuh alami.
Pengamatan Utama 1. Derajat Infeksi Akar Tanaman (%) Berdasarkan uji statistik, diketahui bahwa tidak terjadi interaksi antara pemberian inokulan mikoriza dan umur benih terhadap derajat infeksi FMA pada akar tanaman padi. Efek mandiri dari perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1. Pemberian inokulan mikoriza sebesar 100 g kg-1tanah memberikan pengaruh terhadap infeksi akar sebesar 71,68% lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pemberian inokulan yaitu hanya 49,31%. Pemberian inokulan meningkatkan derajat infeksi akar sebesar 22,37% dibandingkan dengan tanpa
27
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 inokulan FMA. Pemberian inokulan FMA 100 g kg-1tanah mendukung perkecambahan spora yang lebih cepat dan infeksi akar lebih aktif dalam melakukan kolonisasi akar. Pada perlakuan tanpa inokulan juga terlihat adanya infeksi akar, hal ini disebabkan pada tanah percobaan mengandung mikoriza. Hasil analisis 50 gram tanah awal menggunakan metode penyaringan basah yang dilakukan secara duplo, memperlihatkan bahwa ditemukan sekitar 2,76 spora per gram tanah. Dengan pemberian inokulan Mikoriza ke dalam tanah maka akan semakin banyak akar-akar yang terinfeksi dan kemungkinan infeksi yang terjadi pada tanaman yang tidak diberi inokulan merupakan akibat dari infeksi mikoriza indigenous (Mosse, 1981). Tabel 1. Pengaruh Inokulan FMA dan Umur benih terhadap derajat infeksi akar tanaman padi (%) dan serapan P (mg tanaman-1) Perlakuan Derajat infeksi akar Serapan P (%) (mg tanaman-1) Inokulan FMA m0 = Tanpa inokulan 49,31 a 13,01 a m1 = Dengan inokulan 71,68 b 14,57 a (100 g kg-1tanah) Umur benih padi u1 = 5 HSS 60,50 a 14,09 ab u2 = 10 HSS 57,50 a 11,73 a u3 = 15 HSS 66,12 a 15,41 b Keterangan
: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%
Derajat infeksi akar padi ternyata tidak dipengaruhi oleh umur benih padi. Hal ini menggambarkan bahwa ketiga perlakuan umur benih ini memberi kondisi yang sama bagi mikoriza dalam menginfeksi akar padi. Menurut Mosse (1981) perkembangan dan pertumbuhan mikoriza akan lebih cepat bila memperhatikan cara bercocok tanam, jumlah spora yang diberikan dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Hayman (1982) dalam Corryanti, dkk (2007) menyatakan bahwa karakteristik mikoriza yang menentukan keefektifannya adalah kemampuan untuk menginfeksi akar secara cepat agar mikoriza sudah terbentuk ketika umur tanaman masih relatif muda. Mikoriza yang diberikan pada awal persemaian benih dapat menginfeksi akar sejak awal pertumbuhan akar sehingga pada saat dipindahtanamkan akar benih sudah terinfeksi. Namun perkembangan dan pertumbuhan mikoriza selanjutnya dipengaruhi oleh berbagai kondisi. Kondisi tersebut mungkin karena populasi mikoriza dipengaruhi oleh faktor lain seperti pemupukan, tanah, praktek tanam, pemberian air dan kondisi lingkungan. 2. Serapan P pada Tanaman (mg tanaman-1) Berdasarkan analisis statistik, tidak terjadi interaksi antara pemberian inokulan FMA dengan umur benih terhadap serapan P tanaman. Pada Tabel 1. dapat dilihat bahwa pemberian inokulan FMA tidak dapat meningkatkan serapan P dibandingkan dengan tanpa inokulan FMA. Hal ini disebabkan karena terdapatnya infeksi FMA indigenous pada akar tanaman padi tanpa inokulan FMA. Hasil berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa tanaman bermikoriza dapat menyerap P dalam jumlah beberapa kali lebih banyak daripada tanaman tanpa mikoriza (Mosse, 1981). Kenyataannya hasil percobaan ini, bahwa terdapat infeksi mikoriza pada akar tanaman yang tidak diberi perlakuan inokulan FMA menyebabkan pemberian inokulan FMA 100 g kg-1tanah tidak dapat meningkatkan serapan P. Menurut Santoso (1989) peran mikoriza yang erat dengan penyediaan P bagi tanaman menunjukkan keterikatan khusus antara mikoriza dan status P tanah. Konsentrasi P tanah yang tinggi menyebabkan menurunnya infeksi mikoriza yang mungkin disebabkan konsentrasi P internal yang tinggi dalam jaringan inang. Pemberian inokulan mikoriza yang tidak meningkatkan serapan P kemungkinan besar karena perbedaan keefektifan jamur mikoriza. Keefektifan mikoriza dilihat dalam kemampuannya untuk menumbuhkan dan menyebarkan miselium eksternal secara luas dalam tanah, kapasitas dan keefisienannya menyerap serta mengalirkan hara dari tanah ke akar. Mosse (1981) menambahkan bahwa hal lain yang dapat mempengaruhi keefektifan FMA yaitu nisbah jumlah miselium eksternal dan internal, jumlah hifa penghubung, total jumlah akar yang bermikoriza dan kemampuan jamur berinteraksi dengan kondisi air di dalam tanah. Bertolak dari pernyataan tersebut maka besarnya derajat infeksi belum tentu berpengaruh terhadap besarnya serapan P, karena adanya faktor-faktor yang menyebabkan keefektifan FMA dalam menaikkan serapan P.
28
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 Pada Tabel dapat dilihat bahwa benih padi yang ditanam pada umur 10 HSS hasilnya paling sedikit dalam serapan P dibandingkan dengan perlakuan umur benih yang lain. Serapan P pada benih yang ditanam pada umur 10 HSS berbeda nyata dengan benih yang ditanam pada umur 15 HSS dan umur 15 HSS memberikan hasil serapan P tertinggi. Benih yang ditanam pada umur 5 HSS hasilnya berbeda tidak nyata dalam meningkatkan serapan P tanaman pada fase vegetatif akhir, hal ini menggambarkan bahwa kedua perlakuan umur benih ini memberi kondisi yang sama bagi penyerapan unsur P dalam tanah oleh akar tanaman. Perlakuan umur benih dimaksudkan untuk mengetahui pada umur benih berapa mikoriza dapat menyerap unsur hara terutama unsur P lebih efektif. Menurut Sutaryat (2007), benih ditanam muda pada metode SRI dimaksudkan agar pada saat benih dipindahtanamankan, tanaman masih cukup mempunyai cadangan makanan untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru dan untuk pertumbuhan selanjutnya. Dengan sistem perakaran yang baik, peluang bagi terserapnya berbagai hara makin besar. Namun dampak perlakuan umur benih dalam mempengaruhi serapan P tidak banyak. Hal ini diduga karena banyak hal yang menyebabkan keefektifan mikoriza dalam menambang P tanah terutama penyesuaian mikoriza setelah dipindahtanamkan pada lingkungan yang baru. 3. Komponen Pertumbuhan a. Tinggi Tanaman Dari hasil perhitungan secara statistik diperoleh hasil bahwa terjadi interaksi antara pemberian inokulan FMA dan umur benih terhadap tinggi tanaman yang diukur pada umur 28 HSS dan 42 HSS, sedangkan pada umur 56 HSS dan 70 HSS tidak terjadi interaksi. Tabel 2 menunjukkan pengaruh pemberian inokulan FMA dan umur benih terhadap tinggi tanaman padi varietas ciherang yang ditanam di kebun percobaan BBPT padi Sukamandi Subang pada umur 28 HSS dan 42 HSS. Tabel 2. Rata-rata tinggi tanaman padi pada umur 28 HSS dan 42 HSS. Umur (HSS) Perlakuan u1 u2 30,25 a 28,75 a 28 m0 B A m1 29,83 a 30,41 a A B 42 m0 68,83 c 62.50 a B A m1 68,33 bc 66,33 abc B B
u3 30,41 B 31,50 B 70,50 B 69,75 B
a a c c
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf besar yang sama (arah horizontal) dan huruf kecil yang sama (arah vertikal) menunjukkan berbeda tidak nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%
Pengamatan pada umur ke 28 HSS, pada taraf faktor m0 dan m1, perlakuan umur benih u1, u2 dan u3 berbeda tidak nyata terhadap tinggi tanaman, artinya baik tanpa inokulan maupun dengan pemberian inokulan 100 g kg-1tanah pada perlakuan umur benih 5 HSS, 10 HSSdan 15 HSS memberikan hasil yang sama terhadap tinggi tanaman. Pada taraf faktor u3 perlakuan tanpa pemberian inokulan dan dengan pemberian inokulan berbeda tidak nyata terhadap tinggi tanaman. Pengamatan pada umur ke 42 HSS, pada taraf faktor m0, perlakuan umur benih u1 dan u3 memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap tinggi tanaman sedangkan perlakuan umur benih u3 memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap tinggi tanaman dibandingkan perlakuan lainnya. Pada taraf faktor m1, perlakuan umur benih 5 HSS, 10 HSS, 15 HSS dan 20 HSS berbeda tidak nyata terhadap tinggi tanaman. Pada taraf faktor u1, u2 dan u3 perlakuan tanpa inokulan dan dengan pemberian inokulan 100 g kg1 tanah berbeda tidak nyata terhadap tinggi tanaman. Pada umur ke 56 dan 70 HSS tidak terjadi interaksi antara pemberian inokulan FMA dengan umur benih, efek mandiri dapat dilihat pada Tabel 3. Pada umur 56 HSS dan 70 HSS dapat dilihat bahwa pemberian inokulan mikoriza berbeda tidak nyata pada tinggi tanaman dibandingkan dengan tanpa inokulan FMA. Hal ini berbeda dengan para pakar yang menyatakan bahwa mikoriza dapat mempengaruhi tinggi tanaman yang merupakan akibat dari penyerapan unsur hara makro dan mikro yang lebih baik. Seperti yang dinyatakan oleh Sinwin, dkk (2007) bahwa tanaman yang diinfeksi dengan mikoriza menunjukkan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang tidak diinfeksi cendawan tersebut. Hasil analisis serapan P pada penelitian ini, menggambarkan bahwa pemberian inokulan FMA 100 g kg-1tanah
29
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 tidak dapat meningkatkan serapan P dibandingkan dengan tanpa inokulan. Hal lain yang menyebabkan tanaman tanpa pemberian inokulan berbeda tidak nyata dengan pemberian inokulan adalah terdapatnya infeksi FMA indigenous. Tabel 3. Rata-rata tinggi tanaman padi pada umur 56 HSS dan 70 HSS. Perlakuan Tinggi tanaman (cm) pada umur 56 HSS 70 HSS Inokulan FMA m0 89,24 a 95,62 a m1 91,54 a 97,45 a Umur benih padi u1 96,62 b 101,66 b u2 85,58 a 92,37 a u3 97,78 b 102,87 b Keterangan
: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%
Perlakuan umur benih memperlihatkan pengaruhnya pada umur 56 HSS dan 70 HSS. Benih yang ditanam pada faktor umur benih u1 dan u3 menggambarkan kondisi yang paling tinggi dibandingkan dengan benih yang ditanam pada faktor umur benih u2, sedangkan umur benih yang ditanam pada umur 5 HSS dan 15 HSS hasilnya berbeda tidak nyata terhadap tinggi tanaman begitu juga pada benih yang ditanam umur 10 HSS. b. Leaf Area Index (LAI) atau Indeks Luas Daun Berdasarkan analisis statistik, tidak terjadi interaksi antara pemberian inokulan FMA dengan umur benih terhadap nilai ILD pada pengamatan yang dilakukan pada 35 HSS dan 56 HSS, sedangkan pada pengamatan 42 HSS dan 49 HSS terjadi interaksi antara pemberian inokulan FMA dengan umur benih terhadap nilai ILD. Tabel 4 menunjukkan efek mandiri dari pengaruh FMA dan umur benih terhadap Indeks Luas Daun pada pengamatan 35 HSS dan 56 HSS. Tabel 4. Efek mandiri Pengaruh inokulan FMA dan umur benih terhadap Indeks Luas Daun pada tanaman padi umur 35 HSS dan 56 HSS. Perlakuan Indeks Luas Daun (ILD) 35 HSS 56 HSS Inokulan FMA m0 972,3 a 4003,5 a m1 1115,0 a 3614,3 a Umur benih padi u1 960,3 b 3891,3 ab u2 512,1 a 3169,8 a u3 1940,3 c 4356,7 b Keterangan
: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%.
Pada umur tanaman padi 35 HSS dan 56 HSS terlihat bahwa baik tanpa inokulan maupun dengan pemberian inokulan FMA, memberikan pengaruh yang tidak nyata pada nilai Indeks Luas Daun (ILD) tanaman padi. Tidak adanya pengaruh pemberian inokulan terhadap nilai ILD dapat dikaitkan dengan nilai serapan P yang juga tidak berbeda nyata pada pemberian inokulan FMA. Pada Tabel 4 memperlihatkan pada pengukuran ILD yang dilakukan 35 HSS dan 56 HSS menunjukkan benih yang ditanam pada faktor umur benih u1, u2 dan u3 memberikan nilai Indeks Luas Daun yang berbeda nyata. Pada pengamatan umur 35 HSS memperlihatkan bahwa benih yang ditanam pada faktor umur benih u3 memberikan nilai ILD tertinggi dibandingkan dengan benih yang ditanam pada faktor umur benih u1 dan u2. Sedangkan pada pengamatan umur 56 HSS nilai ILD terendah diperlihatkan pada benih yang ditanam pada faktor umur benih u2. Pada pengamatan 42 HSS dan 49 HSS terjadi interaksi antara pemberian inokulan FMA dengan umur benih terhadap nilai ILD. Tabel 5. memperlihatkan Interaksi antara pemberian inokulan FMA dengan umur benih terhadap nilai Indeks Luas Daun pada pengamatan umur 42 HSS dan 49 HSS. Pengamatan
30
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 tanaman umur 42 HSS diperlihatkan terjadi interaksi antara pemberian inokulan FMA dan umur benih terhadap Indeks Luas Daun. Pada taraf faktor m0, perlakuan umur benih u1 dan u2 berbeda tidak nyata terhadap nilai ILD, namun perlakuan umur benih u3 memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap Indeks Luas Daun. Pada taraf faktor m1, perlakuan umur benih u1, u2 dan u3, memberikan pengaruh nyata terhadap ILD. Nilai ILD yang tertinggi diperlihatkan pada perlakuan umur benih u3. Pada taraf faktor u1 dan u2, perlakuan tanpa inokulan dan dengan pemberian inokulan 100 g kg-1tanah berpengaruh terhadap nilai ILD, pengaruh lebih baik pada nilai indeks diperlihatkan dengan pemberian inokulan mikoriza pada perlakuan umur benih u1. Pada taraf faktor u3 perlakuan tanpa pemberian inokulan dan dengan pemberian inokulan mikoriza memperlihatkan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap nilai ILD. Terjadi interaksi antara pemberian inokulan FMA dan umur benih terhadap nilai ILD pada pengamatan umur 49 HSS, pada taraf faktor m0 dan m1 perlakuan umur benih u1 berbeda tidak nyata terhadap nilai ILD sedangkan perlakuan umur benih u3 memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap ILD dibandingkan perlakuan lainnya. Pada taraf faktor u1 dan u2, perlakuan tanpa pemberian inokulan dan dengan pemberian inokulan 100 g kg-1tanah memberikan hasil yang berbeda tidak nyata terhadap Indeks Luas Daun, sedangkan pada taraf faktor u3 pemberian inokulan memberikan pengaruh lebih baik terhadap nilai ILD dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemberian inokulan. Tabel 5. Pengaruh inokulan FMA dan umur benih terhadap Indeks Luas Daun pada HSS dan 49 HSS. Umur (HSS) Perlakuan u1 u2 42 m0 1438,28 ab 1653,15 ab A B m1 1838,60 b 966,45 a B A 3020,43 b 1980,55 a 49 m0 B A m1 2810,38 b 1770,23 a B A
tanaman padi umur 42 u3 3343,40 c C 2964,68 c C 3495,03 c B 3829,18 c C
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf besar yang sama (arah horizontal) dan huruf kecil yang sama (arah vertikal) menunjukkan berbeda tidak nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%
Mikoriza dikenal bersimbiosis dengan akar yang mengakibatkan sistem perakaran tanaman akan dapat menyerap air dan unsur hara dari tanah lebih efisien, tentu saja mekanisme pengambilan unsur hara dan air oleh akar dilakukan melalui jaringan xylem ke bagian atas tumbuhan sehingga sudah tentu proses fotosíntesis yang terjadi di daun juga mendapat suplai hara dari akar. Daun adalah organ fotosintetik tanaman sehingga luas daun yang tercermin dari ILD penting diperhatikan. Luas daun mencerminkan luas bagian yang melakukan fotosintesis, sedangkan ILD mencerminkan besarnya intersepso cahaya oleh tanaman. ILD meningkat dengan meningkatnya intensitas cahaya sampai batas optimum tanaman mengintersepsi cahaya. c. Nisbah Pupus Akar (NPA) Berdasarkan analisa statistik memperlihatkan bahwa terjadi interaksi antara pemberian inokulan FMA dengan umur benih pada pengamatan 35 HSS dan 42 HSS, sedangkan pada pengamatan 49 dan 56 HSS tidak terjadi interaksi. Pada Tabel 6. dapat dilihat bahwa pengamatan pada umur 35 HSS ; pada taraf faktor m0, perlakuan umur benih u1 dan u2 berbeda tidak nyata terhadap Nisbah Pupus Akar. Pada taraf m1, perlakuan benih u2 dan u3 memperlihatkan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap nilai NPA, namun perlakuan benih u1 memberikan pengaruh terhadap nilai NPA. Pada taraf faktor u1, u2 dan u3, perlakuan tanpa pemberian inokulan dan dengan pemberian inokulan 100 g kg-1tanah berbeda tidak nyata terhadap nilai NPA. Tabel 6. Pengaruh inokulan FMA dan umur benih terhadap Nisbah Pupus Akar (NPA) pada tanaman padi umur 35 HSS,42 HSS, dan 56 HSS. Umur (HSS) Perlakuan u1 u2 u3 35 m0 1,38 a 1,55 a 2,05 ab A A B m1 1,52 a 1,69 ab 2,01 ab
31
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012
42
m0 m1
A 2,51 ab A 2,36 ab A
A 2,68 abc B 2,12 a A
B 2,91 bc B 3,00 bc B
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf besar yang sama (arah horizontal) dan huruf kecil yang sama (arah vertikal) menunjukkan berbeda tidak nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%
Pengamatan pada umur 42 HSS memperlihatkan bahwa pada taraf faktor m0 dan m1 perlakuan umur benih u1, u2 dan u3 memberikan pengaruh terhadap nilai NPA, Nisbah Pupus Akar terendah diperlihatkan pada taraf faktor m1 dengan perlakuan umur benih u2. Pada taraf faktor u1 dan u3 perlakuan tanpa inokulan dan dengan pemberian inokulan berbeda tidak nyata terhadap nilai NPA sedangkan pada taraf faktor u2 memberikan pengaruh terhadap nilai NPA. Tidak terjadi interaksi antara inokulan FMA dengan umur benih terhadap nilai NPA pada pengamatan 49 HSS dan 56 HSS. Efek mandiri dari masing-masing perlakuan menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang nyata antara pemberian inokulan FMA dan tanpa inokulan FMA terhadap nilai NPA. Pada pengamatan umur 49 HSS, pengaruh yang berbeda tidak nyata diperlihatkan pada taraf umur benih u1 dan u2, begitu juga pada taraf umur benih u3 memberikan nilai NPA yang hampir sama, namun pada taraf umur benih u1 dan u2 berbeda nyata dengan taraf umur benih u3 terhadap nilai NPA dapat dilihat pada Tabel 7. Sedangkan pada pengamatan umur 56 HSS, perlakuan umur benih menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata terhadap nilai NPA. Tabel 7. Efek mandiri pengaruh inokulan FMA dan umur benih terhadap Nisbah Pupus Akar (NPA) pada tanaman padi umur 49 HSS dan 56 HSS. Perlakuan Nisbah Pupus Akar 49 HSS 56 HSS Inokulan FMA m0 2,92 a 3,37 a m1 3,06 a 3.34 a Umur benih padi u1 2,74 a 3,20 a u2 2,55 a 3,31 a u3 3,32 b 3,52 a Keterangan
: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%
FMA hidup dan bersimbiosis dengan tanaman inang yang responsif dan memiliki perakaran yang banyak (Simanungkalit, 2003). Hasil percobaan inokulasi jamur mikoriza menunjukkan adanya pengaruh FMA terhadap bobot kering tanaman. Nisbah Pupus Akar (NPA) menunjukkan nisbah bobot bahan kering pupus (bagian atas) dan bobot kering akar. Semakin banyak akar yang terinfeksi mikoriza maka akan semakin besar nilai bobot kering akar, bila tidak dibarengi dengan suplai hara ke bagian atas tanaman maka nilai NPA yang didapat akan semakin kecil. d. Jumlah Anakan per rumpun Jumlah anakan per rumpun, dihitung dari rata-rata jumlah anakan tanaman sampel sebanyak 3 rumpun pada setiap plot percobaan yang diamati saat tanaman umur 28 HSS, 42 HSS, dan 56 HSS. Dari hasil perhitungan statistik diperoleh bahwa terdapat interaksi antara pemberian inokulan FMA dengan umur benih terhadap jumlah anak pada tanaman padi yang diamati umur 28 HSS, 42 HSS dan 56 HSS. Pada Tabel 8. dapat dilihat bahwa pengamatan pada umur 28 HSS pada taraf faktor m0 dan m1, perlakuan umur benih u1, u2 dan u3 belum memberikan hasil yang berbeda terhadap jumlah anak. Setelah tanaman berumur 42 HSS, pada taraf faktor m0 dan m1 perlakuan umur benih u1, u2 dan u3 memberikan pengaruh terhadap jumlah anakan, sedangkan jumlah anakan tertinggi diperlihatkan pada taraf faktor m1 perlakuan umur benih u3. Begitu pula pada pengamatan umur 56 HSS, pada taraf faktor m0 dan m1 perlakuan umur benih u1, u2 dan u3 juga memberikan pengaruh terhadap jumlah anakan dengan jumlah anakan terbanyak diperlihatkan pada pemberian inokulan 100 g kg-1tanah pada perlakuan umur benih 15 HSS.
32
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 Pengamatan tanaman umur 28 HSS pada taraf faktor u2 dan u3, perlakuan tanpa inokulan dan dengan pemberian inokulan FMA berbeda tidak nyata terhadap jumlah anakan, sedangkan pada taraf u1 perlakuan m0 dan m1 memberikan pengaruh terhadap jumlah anakan. Pada umur 42 HSS, pada taraf faktor u1, u2 dan u3 perlakuan tanpa inokulan dan dengan pemberian inokulan mikoriza 100 g kg-1tanah memberikan pengaruh terhadap jumlah anakan. Begitu juga pada umur 56 HSS, pada benih yang ditanam umur 5 HSS, 10 HSS dan 15HSS pada perlakuan tanpa inokulan dan dengan pemberian inokulan mikoriza 100 g kg-1tanah memperlihatkan pengaruh terhadap jumlah anakan. Jumlah anakan terbanyak diperlihatkan pada perlakuan pemberian inokulan mikoriza pada perlakuan benih yang ditanam umur 15 HSS. Tabel 8. Pengaruh inokulan FMA dan umur benih terhadap Jumlah anakan pada tanaman padi umur 28 HSS,42 HSS dan 56 HSS. Umur (HSS) Perlakuan u1 u2 u3 28 m0 5,58 a 5,16 a 5,49 a B A B m1 5,14 a 4,75 a 5,92 a A A B 42 m0 15,58 a 17,08 bc 17,66 c A B B m1 17,33 c 15,50 a 19,16 d B A C 56 m0 17,08 ab 17,91 abc 18,66 bc A B B m1 18,00 abc 16,66 ab 19,83 c B A C Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf besar yang sama (arah horizontal) dan huruf kecil yang sama (arah vertikal) menunjukkan berbeda tidak nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%
Kondisi lingkungan yang baik akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman, seperti halnya terhadap peningkatan jumlah anakan. Jumlah anakan meningkat seiring dengan pertambahan umur tanaman. Pada metoda SRI jumlah bibit yang ditanam perlubang hanya satu (tanam tunggal), karena bila bibit ditanam banyak maka akan bersaing satu sama lain dalam hal nutrisi, oxygen dan sinar matahari. Tejaminnya sumber nutrisi dan hasil fotosintesis, terutama pada periode mature menyebabkan proses translokasi hara dari bagian vegetatif ke bagian generatif menjadi lebih rendah. Hal ini jelas berpengaruh positif terhadap perkembangan anakan, dengan tanam tunggal selain memperoleh jumlah anakan yang lebih banyak juga menghemat penggunaan bibit. 4. Hasil Gabah kering Karena kondisi lingkungan percobaan yang tidak memadai, maka masa panen dipercepat yaitu pada 111 hari setelah semai. Pada waktu panen kondisi lahan dalam keadaan basah, hal ini berakibat pada tingginya kadar air yang didapat saat pengukuran. Hasil gabah kering yaitu hasil gabah per plot merupakan hasil gabah kering giling pada kadar air 14% dari masing-masing plot percobaan yang di ukur pada saat panen. Tabel 9. Pengaruh inokulan FMA dan umur benih terhadap Hasil Gabah Kering (kg plot-1). Perlakuan u1 u2 u3 Gabah kering m0 12,31 ab 12,24 ab 12,50 ab A A B panen m1 12,51 ab 11,92 b 12,86 a B A B Gabah kering m0 12,17 ab 12,15 ab 12,34 ab giling A A B m1 12,36 ab 11,8 b 12,69 a B A B Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf besar yang sama (arah horizontal) dan huruf kecil yang sama (arah vertikal) menunjukkan berbeda tidak nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%
33
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 Dari hasil penghitungan diperoleh bahwa terjadi interaksi antara pemberian inokulan FMA dan umur benih terhadap Hasil Gabah Kering. Pengaruh inokulan FMA dan umur benih terhadap hasil gabah kering panen (GKP) dan gabah kering giling (GKG) dapat dilihat pada Tabel. 9. Pada tabel dapat dilihat bahwa pada taraf faktor m0, perlakuan umur benih u1, u2 dan u3 memperlihatkan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap hasil gabah kering. Pada taraf faktor pemberian inokulan FMA 100 g kg-1tanah, perlakuan umur benih 10 HSS berbeda tidak nyata terhadap hasil gabah kering tetapi berpengaruh nyata pada perlakuan umur benih 5 HSS dan 15 HSS. Pada perlakuan umur 15 HSS ternyata memberikan hasil gabah kering tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya sedangkan hasil terendah gabah kering juga diperlihatkan pada perlakuan benih umur 10 HSS yang diberi inokulan FMA. Hasil gabah kering terendah ini dapat disebabkan beberapa faktor diantaranya adalah serapan P tanaman pada fase vegetatif akhir, hasil percobaan memperlihatkan bahwa perlakuan umur benih 10 HSS tidak dapat meningkatkan serapan P. Unsur P diperlukan sekali dalam peranannya untuk pertumbuhan dan pemindahan energi juga dalam membantu pembungaan, pembuahan dan pembentukan biji (Hardjowigeno, 1993). Jumlah dan keseimbangan hara esensial sangat penting dalam mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang secara tidak langsung mengatur pertumbuhan. Setelah hasil gabah kering giling dikonversi ke ton per hektar ternyata rata-rata hasil padi penelitian hanya mencapai 3,09 t ha-1. Hasil ini dibawah rata-rata tertinggi potensi hasil padi varietas ciherang yang berkisar antara 5 t ha-1 – 7 t ha-1.
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Terjadi interaksi antara inokulan Fungi Mikoriza Arbuskular dan umur benih terhadap beberapa komponen pertumbuhan yaitu tinggi tanaman 28 HSS dan 42 HSS, ILD 42 HSS dan 49 HSS, NPA 35 HSS dan 42 HSS, jumlah anakan 28 HSS, 42 HSS dan 56 HSS, dan hasil gabah kering padi (Oryza sativa L.) dengan metoda SRI (System of Rice Intensification). 2. a. Tidak terjadi interaksi antara pengaruh inokulan Fungi Mikoriza Arbuskular dan umur benih terhadap derajat infeksi FMA dan Serapan P, tinggi tanaman 56 HSS dan 70 HSS, ILD 35 HSS dan 56 HSS, NPA 49 HSS dan 56 HSS. b. Inokulan mikoriza 100 g kg-1 tanah dapat meningkatkan derajat infeksi Fungi Mikoriza Arbuskular pada akar, namun berpengaruh tidak nyata terhadap serapan P, tinggi tanaman 56 HSS dan 70 HSS, ILD 35 HSS dan 56 HSS, NPA 49 HSS dan 56 HSS. c. Umur benih berpengaruh tidak nyata terhadap derajat infeksi FMA, tetapi berpengaruh terhadap serapan P, tinggi tanaman 56 HSS dan 70 HSS, ILD 35 HSS dan 56 HSS, NPA 49 HSS dan 56 HSS. 3. Untuk penelitian lebih lanjut disarankan untuk menggunakan isolat inokulan FMA dengan jumlah yang lebih banyak pada sawah tadah hujan. Sedangkan untuk umur benih padi Varietas Ciherang sebaiknya ditanam pada umur 15 HSS. 4. Metoda SRI (System of Rice Intensification) perlu di sosialisasikan untuk dikembangkan di masyarakat terutama dalam rangka efisiensi air irigasi.
DAFTAR PUSTAKA BBPT Padi. 2008. Deskripsi Padi Sawah Varietas Ciherang. BBPT Padi Sukamandi. Subang. Corryanti, Soedarsono, J., Radjagukguk, B. dan Widyastuti, S.M.. 2007. Perkembangan Mikoriza dan Pertumbuhan Bibit Jati yang diinokulasi spora Fungi Mikoriza Arbuscula asal Tanah Hutan Tanaman Jati. Journal Pemuliaan Tanaman Hutan Vol 1 no. 2. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Foth, D.H. 1991. Fundamental of Soils Science. Eight edition. John Willey and sons. New York. Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo. Jakarta. Hayman, D.S. 1982. Influence of Soil and Fertilility on Activity and Survival of Vesicular – Arbuscular Mycorrhizal Fungi. Phytopathol. 72: 1119 -1125.
34
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 Mosse, B. 1981. Vesicular – Arbuscular Mycorrhiza Research for Tropical Agric. Research Buletin. HI of Tropical Agriculture and Human Resources. New Phytol. Manila. Rahayu. Novi, Ade Kusuma Akbar. 2003 Pemanfaatan mikoriza dan Bahan Organik dalam rangka reklamasi lahan pasca pertambangan. Karya tulis ilmiah. Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura. Pontianak. Santosa, Dwi Andreas. 1989. Teknik dan Metode Penelitian MVA. Laborotarium Biologi tanah Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Schmidt, F.H. and J.H.A. Ferguson. 1951. Rainfall Types Based on Wet and Dry Period Ratio For Indonesia with Western New Guinea. KP, Jawatan Metereologi & Geofisika. Jakarta. Simanullang, Z.A. dan E. Sumadi. 1998. Pelepasan Varietas Nasional Ciherang Varietas Padi Sawah Perbaikan IR. 64. Balai penelitian Tanaman Padi. Subang. Simanungkalit, R.D. M. 2003. Teknologi cendawan Mikoriza Arbuscular : Produksi inokulan dan pengawasan mutunya. Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Prosiding seminar Mikoriza. Assosiasi Mikoriza Indonesia dan Universitas Padjadjaran Bandung. Sinwin, R.M., Mulyati dan Lolita, E.S. 2007. Peranan Kascing dan Inokulasi Jamur Mikoriza terhadap Serapan Hara Tanaman Jagung. Jurnal Ilmu Tanah. Faperta. Universitas Lampung. Lampung. Sutaryat, Alik. 2007. System of Rice Intensification (SRI) Pintu Masuk Pertanian Ramah Lingkungan Berkelanjutan (PRLB). BPTPH. Diperta Propinsi Jawa Barat. Bandung.
35
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN BAGI TENAGA KERJA WANITA (TKW) DI DESA GEMPOL KECAMATAN JATISARI KABUPATEN KARAWANG Tika Santika,Hj.Nia Hoerniasih,Een Nurhasanah Pendahuluan Kehidupan manusia pada umumnya memiliki beragam budaya dan cara berpikir yang berbeda-beda, tidak terkecuali di Indonesia. Permasalahan pada penulisan laporan penelitian ini tidak terlepas dari permasalahan perempuan yang dikaitkan dengan perempuan pekerja.Perempuan pekerja disini dimaksudkan pada perempuan yang bekerja di luar rumah (bukan wilayah domestik), seperti guru, karyawati, buruh, petani, pembantu rumah tangga, dosen, dan sebagainya.Hal ini menjadi menarik apabila kita melihat Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut budaya patriarki.Hampir seluruh aspek kehidupan sosial, ekonomi, politik dan budaya didominasi oleh kaum lakilaki.Perempuan yang memiliki peran dalam kehidupan telah menjadi “kelas kedua” pada kehidupan sosial, ekonomi politik dan budaya. Tidak hanya di Indonesia di berbagai negara lain pun gender mengakibatkan perempuan kehilangan dirinya dan haknya sebagai manusia. Keterlibatan
perempuan
Indonesia
dalam
kehidupan
perjuangan
bangsa
Indonesiadapat diselusuri dari masa kerajaan Hindu, masa kolonialisme, masa penjajahan Jepangdan masa kemerdekaan. Uraian ringkas keterlibatan perempuan dalam kehidupan bangsamenurut kurun waktu tersebut sebagai berikut: 1) Sejak zaman kerajaan Hindu, bangsa Indonesia telah mengenal dan memiliki perempuan-perempuan penguasa (Pemimpin) perempuan seperti Dewi Suhita dan Tri Bhuwana Tunggal Dewi. 2) Pada masa kolonialisme banyak perempuan yang berjuang melawan dan menentang kekuasaan penjajahan dari Belanda seperti Cut Nyak Dien dalam peperangan di Aceh pada Tahun 1873-1904, Marta Christina Tiahahu dalam peperangan di Maluku pada tahun 1917-1819, Nyi Ageng Serang dalam peperangan Diponegoro pada tahun 1925-1830, dan Cut Meutia dalam peperangan di Aceh pada tahun 1905-1910. Selain kontribusi fisik, tokoh-tokoh perempuan yang mengkontribusikan tenaga dan pikirannya untuk meningkatkan harkat dan martabat kaum perempuan melalui kegiatan pendidikan dan kegiatan sosial pada masa kolonial tersebut diantaranya ialah Maria Walanda Maramis pada tahun 1827-1924, Dewi Sartika pada tahun 1884-1947, Kartini pada tahun 18791904, Nyi Achmad Dahlan pada tahun 1912-1945, dan Rasuna Said pada tahun1910-1965.
36
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 3) Pada masa penjajahan Jepang, melalui Departemen Wanita dan Kebaktian Rakyat Jawa Madura (FUJINKAI), banyak Perempuan Indonesia yang berperan serta secara akfif dalam mengembangkan sikap cinta tanah air dan bangsa, mengembangkan kebiasaan hidup sederhana dan menguasai berbagai keterampilan untuk memperoleh kehidupan ekonomi seperti pengolahan lahan pekarangan untuk ditanami tanaman-tanaman yang bergizi. 4) Pada masa revolusi fisik banyak pejuang perempuan yang berjuang bahu membahu dengan pria didalam melawan penjajahan, baik dalam bentuk keterlibatan fisik di garis depan peperangan maupun di garis belakang, seperti aktif mengurus dapur umum atau menolong pejuang (korban perang kemerdekaan) yang sakit dan luka-luka dibarak-barak palang merah.
Perkembangan teknologi juga harus diimbangi dengan perkembangan budaya. Indonesia memiliki begitu banyak ragam budaya membentuk sebuah budaya yang disepakati oleh masyakat menjadi sebuah norma atau aturan yang tidak tertulis. Koentjaraningrat (1983:5) berpendapat bahwa kebudayaan memiliki tiga wujud, yaitu: 1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari idee-idee, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. 2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, 3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Dari pendapat Koentjoroningrat bahwa wujud pertama sebuah kebudayaan bisa dilihat dari gagasan dasar yang menjadikan sebuah norma, nilai, peraturan yang abstrak. Peraturan adat istiadat yang telah disepakati oleh suatu masyarakat akan menjadi norma dan nilai. Wujud kedua dari kebudayaan bisa langsung terlihat dari interaksi masyarakat, dari individu ke individu, lingkungan, pergaulan sosial yang membentuk pola kelakuan manusia.Bentuk budaya ini bisa dilihat, difoto, direkam, didokumentasikan dan diobservasi.Wujud terakhir yaitu kebudayaan yang berupa fisik bisa dilihat, diraba, difoto dan disimpan, seperti candi, batik, senjata, komputer, dan sebagainya. Budaya patriarki yang dianut oleh banyak negara merupakan wujud dari budaya pertama, yang berawal dari ide dan gagasan, lalu menjadi sebuah peraturan yang abstrak.Dari ide tersebut masyarakat merealisasikannya melalui tingkah laku dan interaksi antar manusia. Budaya patriarki ini memberi dampak ketimpangan gender dalam masyarakat. Perempuan menjadi memiliki sedikit kesempatan dalam bidang pendidikan, politik, ekonomi, sosial dan budaya dibanding laki-laki. 37
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 Indonesia memiliki undang-undang yang telah disahkan tentang kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan. UU No. 7 tahun 1984 antara lain menghapuskan diskriminasi dalam segala bentuk-bentuknya terhadap wanita dan mungkin dalam terwujudnya prinsip-prinsip persamaan hak bagi wanita di bidang politik, hukum, ekonomi dan sosial budaya. “Diskriminasi” yang dimaksud yaitu, Pasal 1: untuk tujuan konvensi yang sekarang ini, istilah ‘Diskriminasi terhadap wanita’ berarti setiap pembedaan, pengucilan, atau pembatasan yang dibuat atas dasar kelamin, yang mempunyai pengaruh dan tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok dibidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya oleh kaum wanita, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara pria dan wanita. Berdasarkan UU di atas mengundang banyak pertanyaan, sejauh manakah pemerintah telah memberikan hak dan perlindungan terhadap perempuan? Apabila dilihat dari budaya masyarakat Indonesia yang menganut budaya patriarki akan mengalami banyak tantangan. Norma dan nilai masyarakat memiliki nilai lebih dibanding undangundang. Pemerintah memandang bahwa perempuan mempunyai potensi yang sama dalam usaha pembangunan negara. Maka dari itu pemerintah mengeluarkan UU tentang kesetaraan gender. Instruksi Presiden RI No.9 Tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional Tanggal 19 Desember 2000. Dalam pedoman Instruksi Presiden tersebut diatur: a. Maksud dari pengertian : •
Pengarusutamaan Gender adalah strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional.
•
Gender adalah konsep yang mengacu pada peran-peran dan tanggung jawab laki-Iaki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat.
•
Kesetaraan Gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan nasional, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut.
•
Keadilan Gender adalah suatu proses untuk menjadi adil terhadap laki-laki dan perempuan.
38
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 •
Analisa Gender adalah proses yang dibangun secara sistematik untuk mengidentifikasi dan memahami pembagian kerja/peran laki-laki dan perempuan, akses dan kontrol terhadap sumbersumber daya pembangunan, partisipasi dalam proses pembangunan dan manfaat yang mereka nikmati, pola hubungan antara laki-laki dan perempuan yang timpang, yang di dalam pelaksanaannya memperhatikan faktor-faktor lainnya seperti kelas sosial, ras dan suku bangsa.
Perempuan telah banyak menyumbang dalam pembangunan negara akan tetapi masyarakat tidak memandang bahwa perempuan telah berbuat banyak. Bisa kita lihat di Gempol pasar Utara kabupaten Karawang banyak perempuan dan khususnya ibu yang telah memiliki keluarga mengambil tempat dalam kedudukan sosial sebagai guru, karyawati, buruh, petani dan sebagainya.Hal ini menunjukkan banyak perempuan yang telah memiliki hak dan kesempatan dalam bidang ekonomi dan sosial mampu memiliki potensi seperti laki-laki.Tidak jarang juga di kampus Universitas Singaperbangsa Karawang banyak guru juga seorang ibu melanjutkan jenjang pendidikan ke yang lebih tinggi baik S1 (sarjana) ataupun S2 (magister). Mereka mendapatkan hak pendidikan yang akan membantu dalam kehidupan sosial dan ekonomi keluarga. Dalam hak politik pun mereka mendapatkan hak utuk memilih capres (calon presiden), caleg (calon legislatif), bupati, lurah dan sebagainya. Walaupun masyarakat kita masih menganggap bahwa kepemimpinan masih layak didominasi oleh laki-laki. Penelitian ini akan mengetahui sejauh mana perempuan mendapatkan hak dan kesempatan dalam bidang pendidikan, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Hal ini akan mempengaruhi kehidupan masyarakat dan membentuk sebuah wacana baru hubungan antara laki-laki dan perempuan. Berdasarkan penjelasan di atas penulis tertarik pada masalah “Pembedayaan Perempuan Bagi Tenaga Kerja Wanita di Desa Gempol Kecamatan Jatisari Kabupaten Karawang”.
Perumusan dan Pembatasan Masalah Penelitian ini membatasi permasalahan kajian pada perempuan pekerja di Gempol Pasar Utara dan bagaimana pemerdayaannya. Latar belakang penelitian telah dijelaskan pada Bab I, ada beberapa perempuan bekerja di luar rumah yang telah mendapatkan haknya akan memberikan dampak pada lingkungan sekitar. Penulis membatasi masalah penelitian, yaitu: 1.
Latar belakang dan tujuan perempuan bekerja di luar rumah.
39
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 2. Dampak negatif atau positif pada kehidupan individu, keluarga dan sosial di masyarakat bagi perempuan yang bekerja di luar rumah.
Bab III Tinjauan Pustaka a. Konsep Gender Penulis dalam mengkaji permasalahan perempuan mengkaitkannya dengan masalah gender yang memiliki multi tafsir. Gender menurut Sugihastuti yaitu perbedaan prilaku (behavioral differences) antara laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial, yakni perbedaan yang diciptakan oleh manusia melalui proses sosial dan kultural yang panjang. Konsep-konsep analisis gender dipakai sebagai dasar analisis. Konsep-konsep itu antara lain adalah sebagai berikut: 1) perbedaan gender, yaitu perbedaan dari atribut-atribut sosial, karakteristik, perilaku, penampilan, cara berpakaian, harapan, peranan dan sebagainya yang dirumuskan untuk perorangan menurut ketentuan kelahiran. 2) kesenjangan gender, yaitu perbedaan dalam hak berpolitik, memberikan suara dan bersikap antara laki-laki dan perempuan. 3) genderzation, yaitu pengacuan konsep pada upaya jenis kelamin pada perhatian identitas diri dan pandangan dari dan terhadap orang lain; misalnya pelacur dalam bahasa Indonesia menunjuk pada penjaja seks perempuan dan gigolo pada penjaja seks laki-laki. 4) identitas gender, yaitu gambaran tentang jenis kelamin yang dimiliki dan ditampilkan oleh tokoh yang bersangkutan, timbulnya prilaku sesuai dengan karakteristik biologisnya. 5) gender role, yaitu peranan perempuan atau peranan laki-laki yang diaplikasikan secara nyata. Aplikasinya sangat berbeda dari masyarakat satu ke masyarakat yang lain. Dalam analisis gender penulis hanya menggunakan analisis gender role. Kata Role dalam bahasa Inggris berarti peran. Penulis akan mengungkapkan peranan perempuan dalam masyarakat, keluarga, dan dirinya sendiri. Struktur sosial yang membagi-bagi antara laki-laki dan perempuan seringkali merugikan perempuan. Perempuan diharapakan dapat mengurus dan mengerjakan berbagai 40
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 pekerjaan rumah tangga, walaupun mereka bekerja di luar rumah tangga. Sebaliknya, tanggung jawab laki-laki dalam mengurus rumah tangga sangat kecil. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa, tugas-tugas kerumahtanggaan dan pengasuhan anak adalah tugas perempuan, walaupun perempuan tersebut bekerja di luar rumah. Ada batasan tentang hal yang pantas dan tidak pantas dilakukan oleh laki-laki ataupun perempuan dalam menjalankan tugas-tugas rumah tangga. Perempuan kurang dapat mengembangkan diri, karena adanya pembagian tugas tersebut. Peran ganda laki-laki kurang dapat diharapkan karena adanya idiologi tentang pembagian tugas secara seksual. Dalam setiap masyarakat, peran laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan berdasarkan komunitas, status, maupun kekuasaan mereka. Perbedaan perkembangan peran gender dalam masyarakat disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari lingkungan alam, hingga cerita dan mitos-mitos yang digunakan untuk memecahkan teka-teki perbedaan jenis kelamin (Istibsyaroh, 2004:65). Gender tidak bersifat universal.Ia bervariasi dari waktu ke waktu dan dari masyarakat ke
masyarakat.
Sekalipun
demikian,
ada
dua
elemen
gender
yang
bersifat
universal.Pertama, gender tidak identik dengan jenis kelamin.Kedua, gender merupakan dasar pembagian kerja di semua masyarakat ((Sulilastuti, 1993:30) Sugihastuti, 2002:64). Ann Oakley, salah seorang feminis pertama dari Inggris yang menggunakan konsep gender mengatakan bahwa, gender adalah masalah budaya, merujuk kepada klasifikasi sosial laki-laki dan perempuan menjadi maskulin dan feminin, berbeda karena waktu dan tempat. Sifat tetap dari jenis kelamin harus diakui, demikian juga sifat tidak tetap dari gender (Istibsyaroh, 2004:59). Ann Oakley menambahkan bahwa, gender adalah perbedaan yang bukan biologis dan bukan kodrat Tuhan. Perbedaan biologis adalah perbedaan jenis kelamin yang bermuara pada kodrat Tuhan, sementara gender adalah perbedaan yang bukan kodrat Tuhan, tetapi diciptakan oleh kaum laki-laki dan perempuan melalui proses sosial dan budaya yang panjang (Istibsyaroh, 2004:59). Ann Oakley melakukan pembedaan antara gender dan seks, berpendapat bahwa perbedaan seks bearti perbedaan atas dasar ciri-ciri biologis, terutama yang menyangkut prokreasi (hamil, melahirkan, dan menyusui). Perbedaan gender adalah perbedaan simbolis
41
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 atau sosial yang berpangkal kepada perbedaan seks, tetapi tidak selalu identik dengannya (Istibsyaroh, 2004:61). Gender menjelaskan semua atribut, peran, dan kegiatan yang terkait dengan “menjadi laki-laki” atau “menjadi perempuan”. Gender berkaitan dengan bagaimana dipahami dan diharapakan untuk berpikir dan bertindak sebagai laki-laki atau sebagai perempuan, karena begitulah cara masyarakat memandangnya. Gender juga berkaitan dengan siapa yang memiliki kekuasaan (Istibsyaroh, 2004:62). Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat perbedaan antara jenis kelamin (seks) dan gender sebagai berikut, TABEL 2.1 PERBEDAAN JENIS KELAMIN (SEKS) DAN GENDER
JENIS KELAMIN (SEKS)
GENDER
a. Jenis kelamin bersifat alamiah;
a. Gender bersifat sosial budaya dan merupakan buatan manusia;
b. Jenis kelamin bersifat biologis. Ia merujuk
kepada
perbedaan
b. Gender bersifat sosial budaya dan
yang
merujuk kepada tanggung jawab,
nyata dari alat kelamin dan perbedaan
peran, pola prilaku, kualitas-kualitas,
terkait dalam fungsi kelahiran;
dan lain-lain yang bersifat maskulin dan feminin.
c. Jenis kelamin bersifat tetap, ia akan sama di mana saja;
c. Gender
bersifat
tidak
tetap,
ia
berubah dari waktu ke waktu, dari satu
kebudayaan
ke
kebudayaan
lainnya, bahkan dari satu keluarga ke d. Jenis kelamin tidak dapat diubah.
keluarga lainnya; d. Gender dapat diubah.
Fenomena yang terjadi dalam masyarakat kita adalah terjadinya salah kaprah memahami konsep gender dan jenis kelamin. Masyarakat kita beranggapan bahwa gender berarti jenis kelamin. Konsep salah kaprah gender mengakibatkan praduga gender dalam masyarakat. 42
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012
b. Konsep Kesetaraan Gender Kesetaraan Gender atau persamaan gender telah menjadi prinsip hukum di Indonesia tercermin dalam pasal 27 UUD 1945. Pemerintah pada masa itu telah meratifikasi berbagai konvensi internasional, seperti: a) Konvensi tentang pemakaian tenaga kerja perempuan dalam pekerjaan di bawah tanah dalam segala jenis pertambangan, diratifikasikan tanggal 12 Juni 1950. b) Konvensi tentang hak-hak politik perempuan, diratifikasikan tanggal 12 Juni 1958. c) Konvensi tentang pengupahan yang sama bagi laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan yang sama nilainya, diratifikasikan tanggal 8 Nopember 1958. d) Konvensi tentang anti diskriminasi dalam pendidikan, diratifikasikan tanggal 1 Oktober 1967. e) Konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan (UU No. 7 1984). Selain Indonesia, di Asia Tenggara banyak juga yang membuat pasal tentang kesetaraan gender, seperti Philipina dan Vietnam. Negara yang selalu perang saudara yaitu Vietnam, ternyata masih mampu memikirkan untuk kesetaraan gender bagi rakyatnya. Pasa 63 konstitusi Vietnam disebutkan bahwa: “Warga negara laki-laki dan perempuan memiliki hak dalam bidang politik, ekonomi, budaya, sosial dan keluarga. Semua hukum yang mendiskriminasi perempuan dan semua perundangan yang dianggap akan merusak harkat martabat perempuan harus dengan tegas dilarang. Perempuan dan laki-laki harus mendapatkan kesamaan dalam upah kerja. Pekerjaan perempuan harus dapat menikmati semua peraturan yang berhubungan dengan kehamilan. Perempuan yang bekerja sebagai pegawai negara dan penerima upah lainnya harus mendapatkan hak cuti sebelum dan setelah melahirkan dan selama itu pula dia berhak atas upah dan berbagai kemudahan yang telah ditentukan oleh peraturan. Negara dan masyarakat harus menciptakan kondisi yang diperlukan bagi perempuan untuk meningkatkan kualitas dirinya dalam semua bidang kehidupan dan secara penuh berperan dalam kehidupan masyarakat, dan semua unit kesejahteraan, termasuk sarana penerangan di tempat kerja, memberikan kesempatan perempuan untuk 43
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 lebih aktif dalam pekerjaan dan belajar, menikmati pelayanan kesehatan, menikmati cuti haid, dan menunaikan kewajiban kehamilannya.” Dari berbagai usaha pemerintah untuk memberikan kesamaan hak antara perempuan dan laki-laki dengan adanya UU kesetaraan gender. Hal ini membantu perempuan dalam mendapatkan hak yang sama. Ada beberapa aplikasi analisis, seperti Gender Moser.Inti dari kerangka analisis Moser mencakup 3 (tiga) konsep, yaituProfil kegiatan Tri Peranan Gender (Produktif, Reproduktif, danKemasyarakatan / kerja sosial), kebutuhan gender praktis dan strategis, dan pendekatan kebijakan Woman and Development (WAD) / Gender inDevelopment (GID). Adapun lebih jelasnya adalah sebagai berikut:Identifikasi Profil Kegiatan Peranan Gender. Pada komponen ini akan mengidentifikasi kegiatan produktif danreproduktif yang dilakukan oleh tenaga kerja wanita. Dalam kontekspenempatan tenaga kerja ke luar negeri, tenaga kerja wanita terlibat dalam
kegiatan produktif dan reproduktif yang saling
bekaitan. Artinya adalahbahwa kegiatan reproduktif yang dilakukan oleh tenaga kerja wanita sekaligus termasuk dalam kegiatan produktif. Tenaga kerja wanitamelakukan pekerjaan reproduktif (mengurus rumah tangga, memasak,mengepel, mencuci, mengurus anak / orang jompo), yang biasanyadilakukan oleh kaum perempuan di lingkungan keluarga dan merupakanpekerjaan rutin serta tidak mendapatkan imbalan (upah). Akan tetapiketika kegiatan reproduktif tersebut dilakukan dalam lingkupketenagakerjaan (menjadi tenaga kerja di luar negeri), pekerjaan tersebutmenjadi produktif karena dengan melakukan pekerjaan tersebut dia akanmendapatkan imbalan (gaji) dari majikan. Adapun lebih jelasnya mengenai profil kegiatan tenaga kerja wanita ke luar negeri dapat diketahui dalam informasi berdasarkanpembahasan hasil penelitian adalah sebagai berikut: Tabel Profil Kegiatan Peranan Gender Tenaga Kerja Wanita di Luar Neger KEGIATAN
PEKERJAAN
Produktif
- Memasak - Mencuci pakaian - Mencuci piring
44
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 - Menyetrika pakaian - Mengepel lantai - Membersihkan ruangan - Membersihkan kamar mandi / WC - Merawat anak / bayi - Merawat orang jompo Kemasyarakatan / Sosial
Selama mereka bekerja di luar negeri pada umumnya mereka tidak pernah keluar, kecuali bersama keluarga majikan. Mereka jarang melakukan kumpulan sesama tenaga kerja perempuan, hanya kadang mereka kumpul atas undangan pihak KBRI.
Adapun penilaian Kebutuhan Praktis dan Strategis.mengenai perincian lebih jelasnya adalah sebagai berikut : a.
Kebutuhan praktis gender adalah pemenuhan kebutuhan individujangka pendek yang bertujuan mengubah kehidupan melaluikebutuhan dasar.
b.
Kebutuhan strategis gender adalah pemenuhan kebutuhan jangka panjang yang bertujuan mengubah peran gender agar perempuandan laki-laki dapat berbagi adil dalam pembangunan.
c. Pemberdayaan Perempuan Pemberdayaan perempuan tidak dapat dilepaskan dari konsep umum pemberdayaan masyarakat.Untuk dapat memahami konsep pemberdayaan masyarakat kita pelu memahami coraknya.Beberapa corak pemberdayaan adalah (Taruna, 2001) (1) Human dignity, mengembangkan martabat, potensi, dan energi manusia; (2) Empowerment, memberdayakan baik perseorangan maupun kelompok; (3) Partisipatoris, dan (4) Adil. Sedang filosofi pemberdayaan masyarakat mencakup (1) menolong diri sendiri(mandiri), (2) senantiasa mencari dan menemukan solusi bersama, (3) ada pendampingan (secara teknis maupun praktis), (4) demokratis, dan (5) menyuburkan munculnya kepemimpinan lokal 45
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 Aspek-aspek dalam Human dignity meliputi (1) martabat, potensi, atau pun energi manusia itu inherent secara individual; (2) human dignity itu merupakan tujuan akhir atau hasil akhir; (3) bukan hanya tujuan akhir/hasil akhir, tetapi juga kunci dan inti; (4) berada “di balik” segala perkembangan; (5) berawal dari konsep individual; (6) bias “berlindung” di balik kemanusiaan; (7) mudah dipakai sebagai alas an; dan (8) dipakai sebagai basis/alasan untuk melindungi hak asasi Aspek-aspek pemberdayaan (empowerment) meliputi fisik, intelektual, ekonomi, politik, dan kultural, dengan demikian pemberdayaan itu mencakup pengembangan kemanusiaan secara total (total human development). Sementara itu aspek-aspek partisipatory dan adil meliputi (1) punya kesamaan hak memperoleh akses atas sumberdaya dan pelayanan sosial, (2) menyangkut hak-hak dasar, (3) berkembang dalam kesamaan, (4) menguntungkan, (5) berkenaan dengan hasrat atau pun kebutuhan individual untuk ikut andil bagi kepentingan bersama, (6) memanfaatkan secara optimal namun wajar apa yang telah tercipta di dunia ini, (7) lebih bercorak moral daripada hukum, dan (8) berkaitan erat dengan kebutuhan manusiawi khususnya Salah satu penyebab ketidakberdayaan perempuan adalah ketidakadilan gender yang mendorong terpuruknya peran dan posisi perempuan di masyarakat. Perbedaan gender seharusnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak menghadirkan ketidakadilan gender. Namun perbedaan gender tersebut justru melahirkan berbagai ketidakadilan, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Manifestasi ketidakadilan itu antara lain (1) Marginalisasi karena diskriminasi terhadap pembagian pekerjaan menurut gender, (2) Subordinasi pekerjaan (3) Stereotiping terhadap pekerjaan perempuan, (4) Kekerasan terhadap perempuan, dan (5) Beban kerja yang berlebihan.
Tujuan Penelitian Penulis memiliki tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk Mengetahui latar belakang dan tujuan perempuan memilih untuk bekerja; 2. Untuk mengetahui dampak dari perempuan bekerja, dilihat dari aspek ekonomi, pendidikan, sosial, keluarga dan individu perempuan itu sendiri. 46
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012
Metode Penelitian Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.Menurut Denzin dan Lincoln 1987 menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.Dari segi pengertian ini, para penulis masih tetap mempersoalkan latar alamiah dengan maksud agar hasilnya dapat digunakan untuk menafsirkan fenomena dan dimanfaatkan untuk penelitian kualitatif adalah berbagai macam metode penelitian.Dalam penelitian kualitatif metode yang biasanya dimanfaatkan adalah wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen. Dalam penelitian ini obyek yang dipilih adalah lima orang perempuan pekerja dari berbagai latar belakang pendidikan, sosial, ekonomi, budaya dan politik. Penelitian lapangan akan digunakan metode wawancara terbuka atau bebas. Lexy J. Moleong (2009:189), dalam penelitian kualitatif sebaiknya digunakan wawancara terbuka yang para subyeknya tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula apa maksud dan tujuan wawancara itu. Obyek penelitian ini dipilih secara pusposif (sesuai dengan tujuan).Nasution berpendapat bahwa “…metode naturalistik tidak menggunakan sampling random atau acak, dan tidak pula menggunakan sampel yang banyak”. Berdasarkan pendapat di atas bahwa sampling kualitatif tidak membutuhkan terlalu banyak sampling.Dilihat dari latar alamiah pendekatan kualitatif yang menafsirkan fenomena berdasarkan metode wanwancara. Data yang didapatkan melalui wawancara akan membantu penulis dalam memecahkan persoalan yang menjadi latar masalah penelitian.
Analisis Data bab ini analisis data di lapangan melalui metode wawancara, yaitu: Nama
Tempat,
Alamat
Tanggal
Pekerjaan
Pendidik
Anak ke-
Status
an
Motivasi Kerja
Lahir Dede
Karawang,
Gempol
Ibu rumah SLTP
Ke tiga dari Kawin
Tuntutan
47
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 Mulyati
1-01-1986
pasar utara
tangga RT
lima
Anak
bersaudara
dua
Anak
Kawin
pertama
anak
ekomomi
01/01 BanyusariKarawang Eka
Karawang,
Nurhaya
20-06-1983
ti
Idle
Karyawan
SLTP
binti
dari
Acip
idle
dua satu
bersaudara
Sucipto Yati
Karawang,
binti
11-07-1979
Idle
Karwi
Pembantu
SD
Anak
Janda
Rumah
pertama
Anak
Tangga
dari
idle
tiga dua
bersaudara Suhaeda
Karawang,
h
12-09-1982
Aan
Karawang,
Handaya
17-08-1983
Idle
Karyawan
SLTP
Anak kedua Janda dari
Idle
tiga anak
bersaudara
satu
Ibu Rumah SD
Anak
kawin
Tangga
pertama
ti
dari
idle
idle
dua
bersaudara
Pembahasan 1.
Peran perempuan sebagai anak
Peran perempuan secara individu atau diri perempuan itu sendiri tidak terlepas dari peran ia sebagai anak. Berdasarkan data penelitian di bawah ini: Berdasarkan data di atas terlihat bahwa perempuan anak pertama, kedua dan ketiga menjadi tulang punggung keluarga.Peran ayah yang sudah tidak ada digantikan oleh anak perempuan yang lebih tua.Sedangkan anak laki-laki yang sudah menikah lebih fokus untuk membangun keluarganya sendiri.Tugas pencari nafkah dikeluarga mendorong perempuan untuk membantu perekonomian keluarga.Meskipun perempuan tersebut sudah berkeluarga ataupun janda. 48
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 Apabila dilihat dari tingkat pendidikan, hak perempuan sebagai anak untuk mendapat pendidikan sangat kurang.Terlihat berdasarkan data pendidikan tertinggi hingga SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama), Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan yang dimilikipun sangat terbatas. Faktor yang menghambat akses perempuan ke sekolah lanjutan atas dan perguruan tinggi di antaranya akses yang masih terbatas.Jumlah sekolah yang terbatas dan jarak tempuh yang jauh diduga lebih membatasi anak perempuan untuk bersekolah dibandingkan lakilaki.Perkawinan dini juga diduga menjadi sebab mengapa perempuan tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Gejala pemisahan gender (gender segregation) dalam jurusan atau program studi sebagai salah satu bentuk diskriminasi gender secara sukarela (voluntary discrimination) ke dalam bidang keahlian masih banyak ditemukan. Pemilihan jurusan-jurusan bagi anak perempuan lebih dikaitkan dengan fungsi domestik, sementara itu anak laki-laki diharapkan berperan dalam menopang ekonomi keluarga sehingga harus lebih banysak memilih keahlian-keahlian ilmu keras, teknologi dan industri.Penjurusan pada pendidikan menengah kejuruan dan pendidikan tinggi menunjukkan masih terdapat stereotipi dalam sistem pendidikan di Indonesia yang mengakibatkan tidak berkembangnya pola persaingan sehat menurut gender.Sebagai contohdari Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia, bidang ilmu sosialpada umumnya didominasi siswa perempuan, sementara bidang ilmu teknis umumnya didominasisiswa laki-laki. Pada tahun ajaran 2000/2001,persentase siswa perempuan yang bersekolah diSMK program studi teknologi industri baru mencapai18,5 persen, program studi pertanian dan kehutanan29,7 persen, sementara untuk bidang studibisnis dan manajemen 64,6 persen. Di bidang pendidikan, rendahnya kualitas perempuan dapat dilihat dari terjadinyaketidaksetaraan dalam tingkat pendidikan perempuan dibanding lakilaki. Ketidaksetaraangender di bidang pendidikan terjadi antara lain dalam bentuk perbedaan akses danpeluang antara laki-laki dan perempuan terhadap kesempatan memperoleh pendidikan.Data SUPAS tahun 1995 menunjukkan bahwa penduduk perempuan berusia 16 tahun keatas yang berhasil menyelesaikan pendidikan SLTP ke atas baru mencapai 28,58 persen,sementara penduduk laki-lakinya mencapai 38,81 persen. Data yang sama 49
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 menunjukkanbahwa semakin sedikit penduduk perempuan yang berhasil menyelesaikan pendidikanlebih tinggi dibanding laki-laki. Penduduk perempuan usia 25 tahun ke atas yangberpendidikan diploma atau sarjana baru sekitar 2,6 persen, hanya separuh penduduklaki-laki yang persentasenya sudah mencapai 4.67 persen(BPS, Hasil SUPAS 1995. BPS: Jakarta, 1996.). Selain itu, data SUSENAS1999 memperlihatkan bahwa persentase penduduk perempuan berusia 10 tahun ke atasyang buta huruf (14.1%) juga jauh Iebih tinggi dibandingkan dengan penduduk laki-lakiyang sudah mencapai angka 6.3 persen (BPS, Hasil SUSENAS. 1999. BPS: Jakarta, 2000). Dalam hal kesetaraan dan keadilan gender, tampak bahwa belum sepenuhnyadapat diwujudkan, karena masih kuatnya pengaruh nilai-nilai sosial budaya yang patriarki.Nilainilai ini menempatkan laki-Iaki dan perempuan pada kedudukan dan peran yangberbeda dan tidak setara. Keadaaan ini ditandai dengan adanya pembakuan peran,beban ganda, subordinasi, marjinalisasi, dan kekerasan terhadap perempuan.Kesemuanya ini berawal dari diskriminasi terhadap perempuan yang menyebabkanperempuan tidak memiliki akses, kesempatan dan kontrol atas pembangunan serta tidakmemperoleh manfaat dari pembangunan yang adil dan setara dengan laki-laki.
2. a.
Peran perempuan dalam keluarga
Perempuan sebagai istri
Peran perempuan sebagai istri dari seorang suami didominasi oleh pekerjaan rumah tangga.Akan tetapi dalam kasus penelitian ini, peran istri berubah menjadi pencari nafkah untuk membantu suami.Walaupun bukan kewajiban istri untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Kesempatan bekerja di luar negri memberikan peluang lebih besar kepada perempuan dibanding laki-laki.Permintaan pembantu rumah tangga lebih banyak, tugas itu biasanya dikerjakan oleh perempuan.Berdasarkan artikel pada tanggal 27 Oktober 2011, “pada akhir 2010 lalu, TKI dari Karawang tercatat kurang lebih 14.000 orang, sebagian besar mereka perempuan dan bekerja sebagai Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT)”. Bekerja sebagai tenaga kerja wanita di luar tidak terlepas dari pekerjaan rumah tangga. b.
Perempuan sebagai ibu
Selain sebagai istri, perempuan dalam keluarga berperan juga sebagai ibu dari anak-anaknya.Ibu menjadi pemberi pendidikan pertama bagi anak-anaknya. Tugas seorang 50
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 ibu yang mengharuskan ia berada di rumah sebagai pengatur semua urusan rumah tangga menyebabkan perempuan kesulitan membagi waktu untuk bekerja di luar rumah. Kebanyakan perempuan yang bekerja di luar negri tidak mempunyai anak atau anakanaknya dititipkan kepada keluarga atau suami.Kewajiban mencari nafkah diserahkan sepenuhnya kepada perempuan. Pada kasus ibu Suhaedah, ia pergi ke Arab untuk bekerja pada saat anaknya berumur tiga tahun. Pada umur tiga tahun anak sangat memerlukan kasih sayang seorang ibu. Kasus yang dialami ibu Suhaedah sangat banyak dialami ibu lain yang bekerja di luar negri. Apa yang terjadi apabila perkembangan anak tanpa kehadiran seorang ibu? Masalah ini menjadi tanggung jawab negara sebagai penjamin setiap rakyatnya.
3. a.
Peran perempuan dalam masyarakat/sosial
Perempuan sebagai individu
Peran perempuan sebagai individu sangat tidak terlihat karena adanya ketimpangan gender.Perempuan memiliki potensi yang sama dengan laki-laki dalam pengembangan diri dan kemampuan untuk berdikari. Perempuan sebagai individu memiliki hak yang sama dengan laki-laki sesuai dengan pasal pasal 27 UUD 1945. Perempuan yang selalu dianggap kelas kedua dalam tatanan sosial masyarakat mengakibatkan kesenjangan sosial secara gender. Peran gender yang bisa dilaih fungsikan dengan laki-laki terkadang menimbulkan beberapa masalah. Kekuasaan laki-laki yang dianggap hak mutlak menyebabkan keberadaan perempuan sebagai individu sangat terbatas. Fakta empiris menunjukkan bahwa perempuan di berbagai belahan dunia,termasuk di Indonesia, mengalami ketertinggalan diberbagai bidang pembangunan dankehidupan. Ketertinggalan perempuan sebagai populasi terbesar dari penduduk dalam berbagai aspek pembangunan sangatlah jelas akan membawa dampak yang tidakmenguntungkan bagi keseluruhan pembangunan, jika tidak diperbaiki. Karena itulahpeningkatan peran perempuan dalam pembangunan merupakan kesepakatan dunia yangdimulai pada tahun dekade perempuan sebagai tonggak pertama pencanangan perananperempuan untuk kemanfaatan pembangunan.
51
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 b.
Perempuan sebagai pekerja di luar rumah
Banyak perempuan yang bekerja di luar rumah sebagai pengganti tulang punggung keluarga.Sedangkan perempuan yang bekerja tidak karena tuntutan ekonomi memiliki kemampuan dan pendidikan.Sedangkan perempuan yang terpaksa bekerja di luar rumah jarang memiliki kemampuan dan pendidikan yang tinggi, seperti Tenaga Kerja Wanita (TKW). Pada dasarnya prinsip persamaan telah menjadi bagian dari sistem hukum kita sebagaimana tercermin secara umum dalam Pasal 27 UUD 1945. Dalam rangka memperkokoh prinsip tersebut pemerintah pada masa itu telah meratifikasi berbagai konvensi internasional seperti : •
Konvensi tentang Pemakaian Tenaga Kerja Perempuan Dalam Pekerjaan di Bawah Tanah dalam Segala Jenis Pertambangan, diratifikasi tanggal 12 Juni 1950.
•
Konvensi tentang Hak-hak Politik Perempuan, diratifikasi tanggal 12 Juni 1958.
•
Konvensi tentang Pengupahan yang Sama bagi Laki-Iaki dan Perempuan untuk Pekerjaan yang Sama Nilainya, diratifikasi tanggai 8 Nopember 1958.
•
Konvensi tentang Anti Diskriminasi dalam Pendidikan, diratifikasi tanggal 1 Oktober 1967.
•
Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan. (UU No.7 Tahun 1984).
4.
Pemberdayaan Perempuan
Peran perempuan yang sangat berpengaruh pada sosial, budaya, ekonomi dan politik menyebabkan pemerintah untuk memikirkan kembali bagaimana caranya memberdayakan perempuan yang memiliki potensi untuk berkembang dalam bidang sosial, budaya, ekonomi, politik dan pendidikan.Tidak sedikit perempuan yang bekerja di luar negri dengan keahlian yang terbatas yang mengakibatkan rendahnya nilai upah yang dibayar. Kebanyakan perempuan yang bekerja di luar negri pada usia yang masih produktif. Apabila pemerintah dengan maksimal memberdayakan perempuan dengan mengadakan kursus untuk keahlian seperti menjahit, memasak, dan sebagainya, secara gratis, maka mereka akan bisa mandiri secara ekonomi. Tuntutan ekonomi dan keterbatan pendidikan serta keahlian diri mengakibatkan perempuan menjadi kelas kedua dalam masyarakat.Kesempatan untuk mengembangkan 52
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 diri dibatasi oleh peran perempuan itu sendiri sebagai istri dan ibu, selain dari batasan sosial masyarakat yang menganut buadaya patriarki.Dari keterbatasan itu, pemerintah harus memiliki andil dalam pengembangan dan hak perempuan. Undang-undang Dasar 1945 yang telah diamandemen dengan ketentuan-ketentuan yang memperhatikan azas-azas non-diskriminasi dan lebih menyetarakan gender : a.
Pasal 27 (1) Azas non diskriminasi.
b.
Pasal 28 C:
-
Hak untuk mengembangkan diri, meningkatkan kwalitas hidup dan hak mendapatkan pendidikan.
-
Hak untuk bekerja dan mendapat imbalan serta perlakuan adit dan layak dalam hubungan kerja.
c.
Pasal 28 D (3) Hak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
d.
Pasal 28 G:
-
Hak atas perlindungan pribadi keluarga.
-
Hak atas rasa aman.
-
Perlindungan dari ancaman ketakutan.
-
Hak jaminan sosial.
e.
Pasal 38 H:
-
Hak memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan keadilan.
-
Hak jaminan sosial.
f.
Pasal 38 I:
-
Hak perlindungan terhadap perlakuan diskriminatif.
-
Hak perlindungan HAM
Semua
bentuk
keterlibatan
dan
pelibatan
perempuan
Indonesia
di
dalamkeseluruhan kehidupan perjuangan bangsa dan negara merupakan petunjuk bahwa kaum perempuan di Indonesia pada dasarnya sejak dulu sudah merupakan bagian danpembangunan
nasional,
bangsa
dan
negara.Dengan
demikian,
pertumbuhanpembanguan nasional tidak dapat dipisahkan dari keberadaan perempuan sebagai asset pembangunan dan eksistensinya sebagai manusia yang memiliki keluhuran harkat darimartabat seperti halnya pria. Pembangunan nasional Indonesia merupakan rangkaian upaya pembanguan yangberkesinambungan dan meliputi keseluruhan kehidupan masyarakat, bangsa dan negaradi dalam mewujudkan tujuan nasional yang termaktub dalam Pembukaan UndangUndang Dasar (UUD) 1945.Peningkatan peran perempuan dalam pembangunan bangsa 53
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 pada hakekatnyaadalah upaya meningkatkan kedudukan, peranan, kemampuan, kemadirian dan ketahanan mental serta spritual perempuan sebagai bagian tak terpisahkan dari upayapeningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Pembangunan sebagai suatukegiatan
pengubahan
berencana
dan
direncanakan
memiliki
tujuan
untuk
mengadakanperubahan perilaku (kondisi, afeksi dan ketrampilan) positif dari khalayak sasaranpembangunan yang diharapkan dan dirancang untuk dapat menghasilkan kemanfaatanbagi orang banyak, yaitu masyarakat secara keseluruhan. Sejalan
dengan
kepedulian
global
tentang
peningkatan
pemberdayaan
perempuandalam pembangunan, kepedulian bangsa Indonesia diwujudkan dalam bentuk, komitmenpemerintah terhadap perjanjian antar negara yang disetujui untuk juga dilaksanakan diIndonesia yaitu: 1) Perjanjian tentang Persamaan Pembayaran upah atau gaji bagi perempuan dan pria untuk pekerjaan yang sama. Perjanjian ini dilakukan di Jenewa dan disetujui oleh pemerintah Indonesia dengan UU Nomor 80 Tahun 1957. 2) Perjanjian tentang Hak Politik untuk perempuan. Perjanjian ini dilakukan di New York dan disetujui oleh pemerintah Indonesia dengan UU Nomor 68 Tahun 1958. 3) Perjanjian tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan perjanjian ini disetujui oleh pemerintah Indonesia dengan UU Nomor 7 tahun 1984. 4) Penandatanganan Protokol penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan pada bulan Februari 2000.
Daftar Pustaka Djajanegara, Soenarjati. 2003. Kritik Sastra Feminis Sebuah Pengantar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Rosdakarya. Bandung. Istibsyaroh. 2004. Hak-hak Perempuan Relasi Gender Menurut Tafsir Al-Sya’rawi. Jakarta. Teraju. Wijaksana, MB. 2004. “Perempuan dan Politik: Ketika yang Personal adalah Konstitusional”. Jurnal Perempuan. Jakarta.
54
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG PENDIDIKAN ISLAM Oleh : Masykur H Mansyur Disampaikan pada kegiatan Workshop Guru Pasca Sertifikasi untuk membentuk Guru yang Profesional di Lingkungan Kementerian Agama Kabupaten Karawang Senin, 14 Mei 2012 bertempat di Hotel Permata Ruby Karawang A. Latar Belakang Kebijakan pendidikan merupakan kebijakan pendidikan yang ditujukan untuk mencapai tujuan pembangunan bangsa dibidang pendidikan, karena salah satu tujuan pembangunan bangsa adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Mencerdasakan kehidupan bangsa tersebut hendaknya terusmenerus untuk dibangun sehingga akhirnya akan mencapai tujuan yang diharapkan yaitu kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia. Kesejahteraan ini dapat terwujud manakala manusia yang menjadi warga negara mempunyai tingkat kecerdasan yang memadai, untuk dapat menguasai dan mempraktekkan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki. Agar ilmu yang dimiliki dapat bermanfaat baik bagi dirinya maupun orang lain. Dengan kemampuan keilmuan itulah diharapkan manusia mampu menghadapi, menyelesaikan persoalan kehidupan - yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, rasional dan bertanggungjawab. Hanya saja tingkat kecerdasan tersebut juga harus memperhatikan nilai-nilai moral, baik nilai moral keagamaan maupun nilai moral yang telah diyakini kebenarannya oleh masyarakat. Sebagaimana disampaikan oleh Osman Bakar yaitu”obsesi terhadap sains dan teknologi dengan mengenyampingkam nilai-nilai moral dan spiritual yang dijunjung tinggi, merupakan salah satu kemalangan besar dizaman kita ini, kemalangan itu lebih besar lagi jika obsesi tersebut menyangkut kekuasaan materi semata”1 Usaha pemerintah dalam membangun pelayanan pendidikan memang terlihat melalui langkah-langkah penyiapan dan penyesuaian perangkat perauturan dan perundang-undangannya. Langkah-langkah ini seiring dengan perubahan tatanan politik pemerintahan, hal ini ditandai dengan disyahkannya undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (Sisdiknas) yang dilakukan pemerintah melalui proses yang panjang “2. Sistem pendidikan kita secara ideal berjalan seiring dengan kebijakan politik pemerintahan yang desentralistik. Kebijakan yang bersifat khusus, UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 yang desentralistik, diarahkan oleh aturan yang ada pada kebijakan yang bersifat umum, yaitu pasal 7 UU nomor 22 tahun 1999, yang menyatakan bahwa pendidikan bukan merupakan kewenangan yang dipusatkan. Pertanyaannya bagaimana dengan pendidikan yang dikelola oleh kementerian agama ?. Pendidikan yang dikelola oleh kementerian Agama adalah urusan yang bersifat sentralistik, karena Kementerian Agama adalah salah satu urusan yang termasuk yang tidak diotonomikan.3 B. Kebijakan dalam bidang pendidikan Berbicara pendidikan adalah juga berbicara tentang kebijakan, karena pendidikan merupakan kebijakan yang dibuat pemerintah untuk dilaksanakan. Karena pendidikan merupakan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, maka kebijakan pendidikan adalah salah satu kebijakan publik dalam bidang pendidikan. Yang dimaksud dengan kebijakan publik disini adalah “keputusan yang dibuat oleh negara, khususnya pemerintah, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan dari negara yang bersangkutan. Kebijakan publik adalah strategi untuk mengantar masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju kepada masyarakat yang 1
Osman Bakar, Tawhid and Science: Islamic Perspectives on Religion and Science, Terj. Yulianto Liputo dan M.S.Nasrulloh, Tauhid dan Sains: Perspektif Islam tentang Agama dan Sains, Bandung:Pustaka Hidayah, Edisis kedua dan Revisi, 2008, hlm. 384. 2 Sepanjang semester pertama tahun 2003, berbagai media massa di Indonesia hampir setiap hari memberitakan perkembangan pembahasan dan perdebatan tentang Rencana Undang-undang RUU Sisdiknas), bahkan ada diantara kelompok masyarakat yang tidak setuju dengan di Undang-undangkannya Sisidiknas tersebut 3 Lihat UU nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah danPeraturan Pemerintah (PP) nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan OrganisasiKementerian Negara bahwa kementerian Agama adalah adalah salah satu kementerian yang bersifat vertikal.
55
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 dicita-citakan “4. Berbagai aturan dan perundang-undangan yang ada miisalnya, undang-undang nomor 5 tahun 1974 tentang Pemerintahan di Daerah. Menurut hemat penulis aturan ini cenderung bersifat sentralistik daripada desentralistik. Kemudian muncul kebijakan baru yaitu Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Dalam UU nomor 22 tahun 1999 mengubah pola pembangunan dari sentralistik menjadi desentralistik, dengan memberikan kekuasaan otonom secara luas kepada pemerintah Kabupaten dan Kota. Efek samping dari pada kekuasaan otonomi yang sangat luas kepada daerah, pada prakteknya mengakibatkan sedikit terhambatnya proses desentralisasi pembangunan dan pelayanan publik, juga pemerintah daerah berpeluang untuk melakukan desentralisasi kekuasaan pada elit-elit politik daerah. Salah satu pesan UU nomor 22 tahun 1999 adalah bahwa daerah mempunyai kewajiban menangani pendidikan yang rambu-rambunya telah dijabarkan dalam Peraturan pemerintah nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. Bahwa persoalan mendasar dalam desentralisasi pengelolaan pendidikan adalah apa yang seharusnya dilakukan, oleh siapa hal itu dilakukan, dengan cara bagaimana dan mengapa demikian. Dengan semangat pemberian kesempatan otonomi kepada daerah khususnya Kabupaten dan Kota, dan tetap terjaminnya kepentingan nasional yang paling esensial. Disadari betul bahwa kewenangan dan kekuasaan saja belumlah cukup, dibutuhkan kemampuan daerah untuk mengimplementasikan otonomi daerah. Kemampuan ini bisa diuraikan menjadi sangat luas, mencakup keharusan memiliki wawasan yang mumpuni, kualitas sumber daya manusia, kapasitas kelembagaan serta kemampuan menggali dan mengelola pembiayaan. Dengan demikian melalui pengelolaan yang desentralistik, “diharapkan pendidikan dapat dilaksanakan dengan lebih baik, bermanfaat bagi daerah dan juga bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Tentunya dengan desentralisasi tersebut tidak dikehendaki terjadinya kemunduran dalam pendidikan dan tidak juga justru melemahkan semangat integrasi nasional “5 Kebijakan publik penyelenggaraan pembangunan Indonesia Pasca reformasi ditata dengan pola desentralistik, yaitu dengan lahirnya undang-undang nomor 22 Thun 1999 tentang Pemerintah Daerah, yang dilengkapi dengan Undang-undang nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Hanya saja kebijakan publik ini menurut hemat penulis terdapat kelemahan, diantaranya adalah adanya kesenjangan kesejahteraan antara pusat dengan daerah. Undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang Pemerintah Daerah diperbaharui lagi dengan lahirnya Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Munculnya berbagai peraturan dan perundang-undangan ini adalah dalam rangka perbaikan sistem yang selama ini berlaku, sehingga kedepan akan lebih baik lagi. Pemerintah Orde baru menetapkan kebijakan publik dibidang pendidikan berupa undangundang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem pendidikan Nasional. Kebijakan ini ditetapkan pada saat kebijakan publik tentang penyelenggaraan pembangunan menganut pola yang cenderung sentralistik, yaitu melalui Undang-undang nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. UU ini menyebutkan bahwa negara kesatuan RI dibagi kedalam daerah-daerah otonom diselenggarakan melalui tiga pelaksanaan asas yaitu, asas desentralisasi, asas dekonsentrasi dan asa pembantuan. Pasal 2 UU tersebut menetapkan bahwa titik berat otonomi daerah diletakkan pada daerah tingkat II yang pelaksanaannya diatur dengan peraturan pemerintah (PP). Adapun tujuan daripada otonomi kepada daerah adalah untuk memungkinkan daerah yang bersangkutan bisa mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal; 50, 51 dan 52 secara khusus mengatur tentang pengelolaan pendidikan tingkat pusat dan daerah, yang menyatakan bahwa sifat desentralistik dari penyelenggaraan pembangunan pendidikan nasional. Namun didalamnya memberikan panduan mengenai mekanisme desentralisasi penyelenggaraan pendidikan nasional yaitu antara lain siapa yang bertanggung jawab dalam pengelolaan sistem pendidikan nasional, bagaimana standar nasional pendidikan, siapa yang bertanggung jawab dalam 4
H.A.R. Tilaar dan Riant Nugroho, Kebijakan Pendidikan; Pengantar Untuk memahami Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan sebagai kebijakan Publik, Yogyakarta: *ustaka Pelajar, Cet.II 2009, Hlm.184. 5 Fasli Jalal dan Dedi Supriadi (Ed), Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah, Yogyakarta: Adi Cita karya Nusa Kerjasama dengan Depdiknas; Bappenas, 2001, hlm. 4
56
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 penyelenggaraan pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi dan sebagainya. C.
Pembiayaan pendidikan Sejalan dengan UU nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, kemudian diperkuat lagi dengan Peraturan Pemerintah nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai daerah otonom – yang berdampak pada penyerahan sebagian wewenang dari pusat ke daerah. Dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional pada Bab XIII ayat (1) menjelaskan bahwa pembiayaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pepemrintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Karenanya pemerintah tidak merupakan satu sistem yang lepas dengan pihak swasta dan masyarakat. Hubungan pemerintah, swasta dan masyarakat merupakan hubungan yang tidak terpisahkan dalam peranannya meningkatkan pemerataan dan mutu pendidikan. Oleh karena itu pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, swasta dan masyarakat, baik dalam pembiayaan maupun tenaga dan fasilitas. Artinya peran swasta dan masyarakat dalam pembiayaan pendidikan sangat menentukan. Hal ini sesuai dengan pandangan Nanag Fatah bahwa “ ada kecenderungan mengenai sumber-sumber anggaran pendidikan pada umumnya berasal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat sekitar, orang tua mirid dan sumber lain. Sedangkan pengeluarannya dipergunakan untuk (1), pengeluaran untuk pelaksanaan pelajaran, (2), pengeluaran untuk tata usaha sekolah, (3), pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah,(4), kesejahteraan pegawai, (5), administrasi, (6), pembinaan teknis edukatif, (7), pendataan” 6. Sumber biaya pendidikan pada tingkat makro (nasional) baerasal pendapatan negara dari sektor pajak, misalnya dari pemnafaatan sumber daya alam dan produksi nasional lainnya, yang lazim dikatedorikan kedalam gas dan non migas, keuntungan dari ekspor barang dan jasa, usahausaha negara lainnya, termasuk dari disvestasi saham pada perusahaan negara (BUMN), bantuan dalam bentuk grant (hibah) dan pinjaman luar negeri (loan) baik dari lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia, ADB, IDB, JICA, maupun pemerintah, baik kerjasama multilateral maupun bilateral. Dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 31 ayat (4) yaitu negara memperioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 % dari Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional 7. Kemudian ditetapkan juga dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menetapkan alokasi dana pendidikan sekurang-kurangnya 20 % baik pada anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 8. Disamping itu masih dalam UUD 1945 pada pasal 31 ayat (2) yaitu setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Kemudian dalam UU nomor 20 tahun 2003, pada pasal 11 ayat (1) juga menyebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi, dan ayat (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) Bab IX pasal 62 menyatakan bahwa pembiayaan pendidikan terdiri dari; (1) biaya investasi, meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya manusia dan modal kerja, (2) Biaya operasi, meliputi gaji pendidik dan tenaga kependidikan, bahan atau peralatan pendidikan yang habis pakai dan biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak
6
Nanang Fatah, Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, Cet.v. 2009, hlm.2324 7 Tim Bela Bangsa, UUD 1945 dan Perubahannya, Jakarta: Belabook Media, 2010, hlm. 42 8 Pasal 49 ayat (1) Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
57
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 asuransi, dan (3) biaya personal, yang merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Kalau kita semua memperhatikan realitas yang ada betapa kita menyaksikan bagaimana kompleksitas sistem anggaran yang ada, betapa rumitnya, birokratisnya kaku dan sebagainya (sangat kompleksitas), belum lagi melibatkan berbagai instansi yang masing-masing mempertahankan egonya masing-masing. Pada era otonomi daerah sekarang ini yang salah satu tujuannya adalah menyederhanakan dan memangkas birokrasi dalam sistem penganggaran pendidikan, termasuk juga sektor lainnya, belum banyak perubahan terjadi. Alokasi anggaran pendidikan tetap saja kompleks dan fragmentaris dengan akibat terjadi in-efisiensi, kebocoran atau penghamburan pengelolaan dana. D. Pendidikan yang dikelola Departemen Agama (sekarang Kementerian Agama) Pendidikan (madrasah) yang dikelola Kementerian Agama terdiri dari Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah. Pengelolaan anggaranya masih tetap terpusat di Kementerian Agama RI; berbeda dengan pendidikan yang dikelola oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang tidak termasuk instansi vertikal yang biaya pendidikannya diserahkan pada pemerintah Kabupaten /Kota. Alasannya bahwa agama tidak termasuk yang diotonomikan atau didesentralisasikan. Menurut hemat penulis, alasan ini perlu diberi catatan khusus, karena tampaknya maksud awalnya adalah kenapa urusan agama tetap dipegang oleh pemerintah pusat, adalah dalam pengertian tentang pembinaan kehidupan beragama, yang kemungkinannya bukan meliputi pendidikan yang dibinanya. Akibatnya kedudukan madrasahpun menjadi tanggung, yaitu tetap dikelola oleh pemerintah pusat (secara terpusat – menggantung keatas) pada saat yang sama, semua sekolah lainnya telah didesentralisasikan pengelolaannya. Karenanya madrasah menjadi sebuah anomali pada era otonomi yang berkembang dewasa ini. Salah satu akibatnya pembiayaan madrasah tidak diperhitungkan oleh pemerintah Kabupaten/Kota. Karena madrasah dianggap telah memperoleh dana dari pemerintah pusat melalui jalur Kantor Wilayah Kementerian Agama Propinsi dan Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota. Terlepas dari sumber pembiayaan yang vertikal bagi madrasah dan otonomi daerah bagi sekolah, maka pada prinsipnya anggaran pendidikan terus mengalami kenaikan. Pemerintah dewasa ini cenderung untuk terus menerus meningkatkan anggaran pendidikan. Salah satu tujuannya adalah untuk mengimbangi beban yang ditanggungn oleh orang tua murid. Karenanya, “peningkatan anggara pemerintah untuk sektor pendidikan sesungguhnya bertujuan untuk mengimbangi besarnya kontribusi keluarga agar minimal tidak terlalu timpang, sehingga pemerintah yang selama ini sangat berperan dalam mengendalikan sekolah secara moral cukup memiliki legitimasi dalam memainkan perannya”9. Jika saat ini pemerintah hanya menanggung sebagian kecil dari satuan biaya pendidikan, maka setahap demi setahap jumlah tersebut perlu dinaikan, tanpa harus mengurangi peran serta keluarga yang sudah cukup tinggi. Memang tidak akan sanggup pemerintah menanggung semua biaya pendidikan tanpa dibantu oleh masyarakat dan swasta. Untuk merealisasikan berbagai kebutuhan dalam pendidikan Islam diperlukan pembiayaan yang cukup. Padahal kenyataannya masih banyak berbagai biaya yang dikeluarkan oleh orang tua murid dalam pendidikan anak-anaknya. Pemberian subsidi dari pemerintah belum sanggup untuk menggratiskan pendidikan warga. Untuk menutupi kekeurangan biaya tersebut bagaimana mengatasinya. Dalam pembiayaan pendidika Islam bisa diperoleh dari berbagai sumber misalnya dari (1) dana fi sabilillah, (2) dana dari siswa, (3) dana dari wakaf, (4) dana dari kas negara, (5) dan dari hibah perorangan dan lainnya 10. Hanya saja, ada sebagian dari masyarakat bahwa biaya seperti dari sumber wakaf dan hibah yang sudah diwakafkan atau dihibahkan sekarang ini terdapat komplein dari ahli warisnya yaitu 9
Dedi Supriadi, Satuan Biaya Pendidikan dasar dan Menengah, Rujukan bagi Penetapan Kebijakan Pembiayaan Pendidikan pada Era Otonomi dan manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, Cet.V, 2010, hlm. 94 10 Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Prenada Media, 2009, hlm.197-205.
58
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 mengambil kembali harta tersebut untuk dijadikan sebagai hak pribadi, jadi kelihatannya dana dari sumber tersebut menjadi kurang efektif. Menyangkut kebiajakan pemerintah tentang pembiayaan pendidikan, maka pemerintah wajib menjamin pembiayaan pendidikan sebagaimana pendapat Ibnu Hazm dalam kitab Al-Ahkam fi Ushulil Ahkam mengatakan bahwa “seorang imam atau kepala negara berkewajiban memenuhi sarana-sarana pendidikan, sampai pada ungkapannya diwajibkan atas seorang imam untuk menangani masalah itu dan menggaji orang-orang tertentu untuk mendidik masyarakat”11. E. Peran Kementerian Agama Setelah lahirnya Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka terjadi perubahan yang sangat mendasar dalam hubungan Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat. Hampir seluruh kewenangan pemerintahan yang sebelumnya (sebelum dinudangkannya UU tersebut) bertada ditangan Pemerintah Pusat, kini dialihkan (dilimpahkan) ke Pemerintah Daerah. Inilah yang kemudian dikenal dengan desentralisasi atau otonomi daerah. Dalam pasal 7 UU tersebut menyatakan bahwa kewenangan dearah mencakup kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain. Bidang lain yang dimaksud meliputi; kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro dan perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pembangunan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi dan standarisasi nasional. Dari pasal tersebut hanya lima bidang itulah yang tidak berada dalam wewenang pemerintah daerah. Artinya lima bidang tersebut tetap menjadi wewenang pemerintah pusat. Urusan agama termasuk dalam lima bidang yang wewenangnya tidak diserahkan kepada pemerintah daerah. Itulah sebabnya ketika banyak departemen sibuk merestrukturisasi dan merampingkan departemennya serta menyerahkan sebagian (besar) pegawainya ke pemerintah daerah, departemen agama tidak melakukan hal itu. Ada pertanyaan besar menyikapi hal ini, bagaimana dengan pendidikan agama ?, apakah dia termasuk pendidikan (harus diserahkan ke pemerintah daerah) ataukah termasuk dalam bidang agama (tetap menjadi wewenang pemerintah pusat). Bagaimana peran Kementerian Agama dalam hal ini. Dalam masalah ini, ada pendidikan agama yang diurus oleh Kementerian Agama (Dirjen Pendidikan Islam)ada dua macam; (1) pendidikan agama (sebagai mata pelajaran) yang diberikan di sekolah umum; dan (2) Pendidikan agama dalam bentuk kelembagaan seperti madrasah. Dalam hal pendidikan agama di sekolah umum yang dilakukan adalah seperti menentukan isi kurikulum pendidikan agama, pengangkatan guru agama (dulu pernah diserahkan pada Depdikbud/Depdiknas), pelatihan guru agama. Penempatan guru agama dan penentuan jumlah jam pelajaran agama disrahkan kepada Depdiknas. Dalam hal madrasah terutama madrasah negeri wewenang Kementerian Agama adalah menetapkan kurikulum termasuk alokasi waktunya, menyediakan gedung dan fasilitas belajar, menyediakan dana operasional dan gaji pegawai, membina pegawai yang ada dimadrasah tersebut, termasuk pembinaan kepala madrasah. Menteri Agama pernah mengirim surat kepada Menteri Dalam Negeri dengan/ untuk merespon UU nomor 22 tahun 1999. Isi surat tersebut mengenai penyerahan sebagian kewenangan yang ada pada Menteri Agama dalam bidang pendidikan agama dan keagamaan kepada Pemerintah Daerah. Tanggapan atas surat tersebut termasuk internal Depag sendiri beragam, ada yang ingin penyerahan tersebut dalam rangka dekonsentrasi bukan desentralisasi, ada yang ingin adanya dinas perguruan agama Islam di tiap Kabupaten/ Kota dan sebagainya. Tanggapan Pemda kabupaten/ Kota juga beragam; ada yang menerima namun ada juga yang menolak. Kondisi riil sampai saat ini ternyata madrasah yang selama ini dikelola oleh Kementerian Agama masih tetap dan setia untuk dikelola dan dibina oleh Kementerian Agama.
11
Ibnu Hazm, Al-Ahkam fi Ushulil Ahkam, Kairo: Al-Azhar, Darul Hadits, 1984, hlm. 114.
59
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 Nasib Madrasah Sungguh merupakan nasib bagi pendidikan Islam, dalam hal ini madrasah, karena memang sudah lama menyimpan memori panjang kekurangan anggaran. Selama ini Negara lebih memanjakan pembiayaan sekolah umum dari pada madrasah. Dalam pada itu madrasah lebih banyak bersatus swasta dari pada negeri. Dalam konteks sekolah negeri – swasta inilah belanja negara dialokasikan secara tidak berimbang antara sekolah swasta dan negeri. Sekolah negeri jauh lebih besar anggarannya, sementara sekolah swasta banting tulang menggali dana, sekedar untuk operasional rutin, maka lengkaplah nestapa madrasah yang kebanyakan swasta tersebut. Belum lagi dengan perubahan politik anggaran pendidikan Islam di tingkat pemerintah pusat belum serta merta didukung anggaran daerah secara simultan. Sebagai contoh kebijakan anggaran APBD Propinsi dan Kabupaten/Kota tersandung oleh Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Moh. Ma’ruf nomor 903/2429/SJ tanggal 21 September 2005 tentang Pedoman Penyusunan APBD 2006 dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD 2005, surat tersebut “oleh sebagian Kepala Daerah diartikan sebagai larangan alokasi APBD untuk pendidikan keagamaan. Karena bidang agama tidak mengalami desentralisasi. Sehingga anggaranya diambilkan dari belanja pemerintah pusat di APBN, bukan dari APBD”12 Beragam tanggapan dari Kepala daerah tentang surat tersebut, ada Kepala Daerah yang gelisah, karena satus sisi tak mau salah dalam mengalokasikan anggaran, pada sisi yang lain tak mau berkonfrontasi dengan para tokoh agama yang ada diberbagai daerah. Ada juga pimpinan daerah yang tidak mempedulikan larangan surat edaran tersebut. “ Daerah yang tidak mempedulikan surat edaran tersebut antara lain Bupati Pekalongan Jawa Tengah, serta Gresik dan Banyuwangi Jawa Timur. Di Banyuwangi surat Mendagri itu hanya sempat jadi pembicaraan singkat, tapi tidak mempengaruhi anggaran”13. Lima bulan setelah surat edaran Mendagri beredar , maka pada Pebruari 2006 Dirjen Bina Administrasi Keuangan Daerah Depdagri membuat surat Klarifikasi “Dukungan Dana APBD” surat tersebut ditujukan kepada gubernur, bupati, walikota serta ketua DPRD propinsi dan kabupaten dan kota menegaskan.. bahwa sekolah yang dikelola masyarakat, termasuk yang berbasis keagamaan seperti madrasah.. dapat didanai melalui APBD sepanjang pendanaan yang bersumber dari APBN belum memadai”14. Berdasarkan surat ini seharusnya Pemerintah Daerah tetap memberikan alokasi dana APBD yang seimbang kepada sekolah-sekolah negeri dan sekolah-sekolah yang berbasis keagamaan sehingga tidak menimbulkan keresahan dan menjaga keberlangsungan proses belajar mengajar di masingmasing daerah. Kemudian pada bulan Juni 2007 Mendagri ad interim Widodo AS (karena Moh Ma’ruf saki) mengeluarkan Peraturan Mendagri nomor 30 tahun 2007 tentang pedoman penyusunan APBD tahun 2008, peraturan ini menekankan dilarangnya diskriminasi dalam alokasi anggaran. “Dalam mengalokasikan belanja daerah harus mempertimbangkan keadilan dan pemerataan agar dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi pemberian pelayanan”15. Dalam UU nomor 22 tahun 1999 (Pemerintahan Daerah) pada pasal 10 ayat 3, salah satu urusan pemerintahan yang tidak termasuk didesentralisasikan ke daerah adalah urusan agama. Hal ini menimbulkan berbagai interpretasi pemerintah daerah terhadap kedudukan Pendidikan Agama (madrasah), yang penyelenggaraannya oleh Kementerian Agama. Padahal menurut UU nomor 20 tahun 2003 secara yuridis dinyatakan sebagai sub sistem pendidikan nasional. Konsekwensinya adalah madrasah harus mengikuti satu ukuran yang mengacu pada sekolah-sekolah pemerintah (negeri) dibawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, pada hal kita tahu bahwa madrasah berada dibawah kendali Kementerian Agama. Dengan demikian terjadi dualisme dalam pembinaan pendidikan antara sekolah (madrasah) dibawah Kementerian Agama dengan Sekolah dibawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan seperti yang telah diuraikan 12
Asrori S. Karni, Etos Studi kaum Santri Wajah Baru Pendidikan Islam, Bandung: Mizan, 2009, hlm. 65 Ibid, 66 14 Ibid, 67 15 Ibid, 68 13
60
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 diatas. Dualisme semacam ini berimplikasi pada munculnya kebijakan-kebijakan daerah yang kurang menguntungkan sekolah (madrasah) yang berada dibawah Kementerian Agama. Implikasi lainnya adalah muncul anggapan dari pemerintah daerah bahwa madrasah tidak menjadi bagian tugasnya karena belum diotonomikan, sedangkan pemerintah pusat mengira jika kebutuhan madrasah juga telah dicukupi oleh pemerintah daerah sebagaimana mengurus pendidikan (sekolah) di daerah pada umumnya. Akhirnya nasib madrasah semakin kurang diperhatikan terutama oleh pemerintah daerah. F. Penutup Realitas yang terjadi diberbagai daerah (otonomi daerah) mengindikasikan bahwa implementasi tentang kebijakan pendidikan berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku secara umum masih belum banyak memperhatikan eksistensi madrasah baik dalam kebijakan pembinaan pendidikan, anggaran maupun bantuan sarana prasarana. Masih banyak dijumpai berbagai kebijakan yang kurang memperhatikan pada madrasah, terutama yang berkaitan dengan alokasi anggaran daerah yang tidak mempertimbangkan aspek rasionalisasi anggaran pendidikan dengan jumlah lembaga yang ada atau jumlah siswa yang berada dibawah pembinaan Kemendikdub dan lembaga pendidikan yang berada dibawah pembinaan Kemenag. Dengan diberlakukannya otonomi daerah diharapkan kemajuan daerah itu disegala bidang akan makin cepat. Demikian halnya dengan pendidikan agama. Dengan otonomi daerah perkembangan dan arah pendidikan agama di suatu daerah akan lebih sesuai dengan harapan dan aspirasi masyarakat agama didaerah. Terimakasih, wallahu a’alm.
Daftar Pustaka
Bakar, Osman, Tawhid and Sicence: Islamic Prespectives on Religion and Science, Terj. Yulianto Liputo dan M.S Nasrulloh, Tauhid dan Sains: Prespektif Islam tentang Agama dan Sains, Bandung: Pustaka Hidayah, Edisi Kedua dan Revisi, 2008. Fatah, Nanang, Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, Cet V. 2009. Hazm, Ibnu, Al-ahkam fi Ushulil Ahkam, Kairo: Al-Azhar, Darul Hadits, 1984. Jalal, Fasli, dan Dedi Supriadi (Ed), Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah, Yogyakarta: Adi Cita Karya Nusa Kerja sama dengan Depdiknas, Bappenas, 2001. Nata, Abudin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Prenada Media, 2009. Peraturan Pemerintah nomor 47 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara. S.Karni, Asrori, Etos Studi Kaum Santri, Wajah Baru Pendidikan Islam, Bandung: Mizan, 2009. Supriadi, Dedi, Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah, Rujukan bagi Penetapan Kebijakan Pembiayaan Pendidikan pada Era Otonomi Daerah dan Manajemen Berbasih Sekolah, Bandung: PT Remaja Rosda Karya Cet. V. 2010. Tilaar, H.A.R. dan Riant Nugroho, Kebijakan Pendidikan, Pengantar Untuk Memahami Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan sebagai Kebijakan Publik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet.II, 2009. Tim Bela Bangsa, Uud 1945 dan Perubahannya, Jakarta: Belabook Media, 2010 Undang-undang nomor 2 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
61
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ALQUR’AN : SEBUAH PENGANTAR Oleh: Oyoh Bariah
A. Pendahululan Alqur’an al-Karim adalah saru-satunya wahyu yang masih ada hingga sekarang. Ia merupakan kitab yang tidak pernah tercampur dengan kebatilan dari manapun datangnya (Qs. Al-Anbiya’/21:2). Begitulah Alqur’an yang diturunkan hingga saat ini. Semua ini merupakan jaminan dan penjagaan Allah SWT (Qs.al-Hijr/15:9). Alqur’an juga mempunyai sendi utama yang esensial yaitu berfungsi memberi petunjuk ke jalan yang benar. Firman Allah SWT:
öΝçλm; ¨βr& ÏM≈ysÎ=≈¢Á9$# tβθè=yϑ÷ètƒ tÏ%©!$# tÏΖÏΒ÷σßϑø9$# çÅe³u;ãƒuρ ãΠuθø%r& š†Ïφ ÉL¯=Ï9 “ωöκu‰ tβ#uöà)ø9$# #x‹≈yδ ¨βÎ) ∩∪ #ZÎ6x. #\ô_r& Artinya: Sesungguhnya Al Quran Ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar(Qs.al-Isra’/17: 9) Petinjuk-petunjuk Alqur’an ini baik yang berhubungan dengan persoalan akidah, syari’ah dan akhlak dengan menjalankan dasar-dasar prinsipil
mengenai persoalan –persoalan
tersebut.
šχρã©3x tGtƒ öΝßγ¯=yès9uρ öΝÍκös9Î) tΑÌh“çΡ $tΒ Ä¨$¨Ζ=Ï9 tÎit7çFÏ9 tò2Ïe%!$# y7ø‹s9Î) !$uΖø9t“Ρr&uρ 3 Ìç/–“9$#uρ ÏM≈uΖÉit7ø9$$Î/ Artinya: Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang Telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan (Qs.an-Nahl/16:44). Dari pada itu semua adalah kewajiban kita sebagai umat muslim untuk mempelajari dan memperhatikan ayat-ayat Alqur’an
(Qs. Az-Zumar/39:18, Qs.Muhamad/47:24)
dengan perhatian yang sungguh-sungguh, di samping dapat mengantar umat manusia kepada keyakinan dan kebenaran Ilahiyah, juga untuk menemukan alternatif-alternatif baru melalui pengintegrasian ayat-ayat Alqur’an dengan perkembangan situasi, kondisi dan kebutuhan masyarakat tanpa mengorbankan prissip-prinsip pokok ajaran (al-Ushul al‘ammah) atau mengabaikan perincian-perincian yang termasuk dalam wewenang ijjtihad. Dengan demikian akan ditemukan kebenaran-kebenaran penegasan Alqur’an, bahwa: 62
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 a. Allah akan memperlihatkan tanda-tanda kebesaran-Nya di seluruh ufuk dan pada diri
manusia,
sehingga
terbukti
bahwa
ia
(Alqur’an)
adalah
benar.(Qs.Fushilat/41:53) b. Fungsi diturunkannya kitab suci kepada para Nabi (tentunya terutama Alqur’an) adalah untuk memberikan jawaban atau jalan keluar bagi perselisihan dan problemproblem yang dihadapi masyarakat (Qs.al-baqarah/2:213) (Quraish Shihab 2004: 100) Dari bukti ayat-ayat Alqur’an ini, membaca Alqur’an seharusnya diikuti dengan pemahaman dan analitis kritis. Hal ini seharusnya diusahakan oleh setiap individu muslim dalam menyikapi kitab-Nya. Mempelajari Alqur’an berarti membaca Alqur’an, memahami, menganalisa dan mengungkap hukum-hukum Allah, termasuk juga pesanpesan, ketentuan-ketentuan beragam ancaman, janji dan kabar gembira serta pelbagai kebutuhan umat Islam untuk mengisi perannya dalam peradaban dunia. Dampak nyata yang muncul ketika umat Islam menjauhi Alqur’an—atau sekadar menjadikan Alqur’an hanya sebagai bacaan keagamaan- maka sudah pasti Alqur’an akan kehilangan relevansinya terhadap realitas-realitas alam semesta. Alqur’an banyak mengandung hal yang bersifat dialogis terhadap alam semesta yang belum pernah tertera dalam kitab-kitab samawi sebelumnya. Jadi fungsi Alqur’an bukan hanya sebatas untuk dibaca. Lebih dari itu, Alqur’an mampu berdialog dengan orang-orang yang berfikir tentang hal –hal yang mereka dengar agar dapat menjadi satu bangsa yang dinamis, kreatif, dan berbuat banyak utnuk kemajuan bangsanya. Ini dikarenakan mereka telah memahami dan menghayati kandungan Alqur’an serta mampu menganalisis tujuan dan maksudnya. Berangkat dari hal semacam ini, Alqur’an mampu berdilaog aktif dalam pembentukan pola pikir manusia. (Muhammad AlGhazali: 1996: 23)
B.Manusia sebagai Khalifah Sebagaimana telah disinggung dalam bagian sebelumnya, bahwa Alqur’an mengintroduksikan dirinya sebagai petunjuk kepada jalan yang benar untuk kesejahteraan dan kebahagiaan manusia. Nabi Muhamad sebagai Rasulullah bertugas menyampaikan, menyuscikan dan mengajarkannya pada manusia. 63
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012
|=≈tGÅ3ø9$# ãΝßγßϑÏk=yèãƒuρ öΝÍκÏj.t“ãƒuρ ϵÏG≈tƒ#u öΝÍκön=tã (#θè=÷Ftƒ öΝåκ÷]ÏiΒ Zωθß™u‘ z↵Íh‹ÏiΒW{$# ’Îû y]yèt/ “Ï%©!$# uθèδ ∩⊄∪ &Î7•Β 9≅≈n=|Ê ’Å∀s9 ã≅ö6s% ÏΒ (#θçΡ%x. βÎ)uρ sπyϑõ3Ïtø:$#uρ Artinya: Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Qs.al-Jumu’ah/62:2) Kata menyucikan dalam surat di atas
menurut Quraish Shihab (2004: 72)
mengidentikannya dengan arti mendidik yang maknanya jauh berbeda dengan makna mengajar yaitu mengissi benak dan otak anak didik dengan pengetahuan yang berkaitan dengan alam metafisika dan fisika Tujuan yang dicapai dengan pembacaan, penyucian dan pengajaran tersebut adalah pengabdian kepada Allah yang sejalan dengan tujuan penciptaan manusia yang ditegaskan dalam surat adz-Dzariyat:56 berikut ;
∩∈∉∪ Èβρ߉ç7÷èu‹Ï9 āωÎ) }§ΡM}$#uρ £Ågø:$# àMø)n=yz $tΒuρ Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku (Qs.adz-Dzariyat/51:56) Aktivitas yang dimaksud di atas tersimpul dalam “kandungan surat al-Baqarah:30: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi “, dan surat Hud; 61 : “Dan Dia yang menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menugaskan kamu untuk memakmurkannya”. Adalah tugas dan kewajiban manusia sebagai khalifah Allah untuk memakmurkan alam semesta dengan segala potensi dan keanekaragamannya. Ternyata tanggunjawab yang dimainkan oleh seorang khalifah tidaklah enteng dan sederhana. Meskipun demikian, dalam tugas dan kekhalifahannya di bumi, manusia dilengkapi dengan potensi-potensi. Alqur’an menegaskan bahwa manusia mempunyai karakteristikkarakteristik yang unik yang ada pada setiap manusia di muka bumi ini. Atribut pertama yang penting adalah manusia dilengkapi dengan fitrah yang dimilikinya semenjak lahir. Kata “fitrah” yang digunakan Alqur’an terdapat pada surat ar-Rum ayat 30: 64
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012
šÏ9≡sŒ 4 «!$# È,ù=y⇐Ï9 Ÿ≅ƒÏ‰ö7s? Ÿω 4 $pκön=tæ }¨$¨Ζ9$# tsÜsù ÉL©9$# «!$# |NtôÜÏù 4 $Z ‹ÏΖym ÈÏe$#Ï9 y7yγô_uρ óΟÏ%r'sù ∩⊂⊃∪ tβθßϑn=ôètƒ Ÿω Ĩ$¨Ζ9$# usYò2r& ∅Å3≈s9uρ ÞΟÍhŠs)ø9$# ÚÏe$!$# Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.(Qs.Ar-rum/30:3 ) Sabda Rasulullah SAW dalam hadisnya juga menyatakan :
(ﻛﻞ ﻣﻮﻟﻮد ﻳﻮﻟﺪ ﻋﻠﻰ اﻟﻔﻄﺮة ﻓﺎﺑﻮاﻩ ﻳﻬﻮداﻧﻪ او ﻳﻨﺼﺮاﻧﻪ اوﳝﺠﺴﺎﻧﻪ )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎرى Artinya: Setiap anak dilahirkan itu telah membawa fitrah beragama (perasaan percaya kepada Allah) Maka kedua orangtuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama yahudi, Nasrani ataupun Majiusi.(HR.Bukhary) Kata fitrah sebagaimana termaktub dalam Alqur’an dan hadis di atas, bila diinterpretasikan lebih lanjut terdapat implikasi pendidikan bahwa dalam diri manusia terdapat potensi dasar beragama yang benar dan lurus yaitu Islam Di dalamnya terkandung pula berbagai komponen psikologis yang satu sama lain saling berkaitan dan menyempurnakan bagi kehidupan manusia. Fitrah beragama yang terdapat di dalam diri manusia mempunyai komponenkomponen potensial yaitu kemampuan dasar untuk beragama, di mana faktor iman sebagai intinya beragama. Adanya mawahib dan qabiliyat (tendensi atau kecenderungan) yang mengacu kepada keimanan kepada Allah SWT, naluri dan kewahyuan , juga sifat fitrah yang diartikan sebagai kondisi jiwa yang suci bersih yang bersifat reseftif terbuka kepada pengaruh eksternal, termasuk pendidikan.(Muzayin Arifin : 1991: 97-100) Di samping karakteristik fitrah yang dimiliki oleh manusia sebagai khalifah, ada karekteristik lain bahwa manusia mempunyai ruh yang bersatu dengan badan. Ditambah dengan akal sebagai anugrah Allah bagi manusia juga kebebasannya untuk memilih tingkah lakunya sendiri. Sehingga manusia dalam kiprahnya di muka bumi sebagai khalifah dalam mengolah dan memberdayakan alam tidak hanya berdasarkan pada penalaran akal saja, akan tetapi juga pada hal-hal yang bersifat ruhani dan pada ajaranajaran agama.
65
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 Berbeda sekali dengan konsep Barat tentang hakikat manusia terpengaruh oleh materialisme. Orang-orang Barat memahami bahwa manusia tersusun dari materi dalam bentuk tubuh dan otak yang berfikir, atau materi dan jiwa hingga keruhanian tidak dihargai lagi, sejalan dengan itu agama yang banyak kaitannya dengan keruhanian sudah dipandang tidak penting, bahkan dianggap tidak relevan lagi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern sekarang. (Harun Nasution: 1995: 287) Sementara konsepsi Islam memandang hakikat manusia terstruktur dari tiga komponen sifat dasar manusia yaitu ruh, akal dan jasmani yang saling berhubungan, merupakan satu kesatuan yang utuh dan integral. Maka dalam proses pendidikan, untuk membentuk
manusia
berkualitas,
beriman
dan
bertakwa
dalam
peran
dan
tanggungjawabnya sebagai khalifah, hendaknya sistem pendidikan Islam dibangun dan disusun atas dasar tabiat (sifat dasar) manusia tersebut untuk dibina dan dikembangkan , yang selanjutnya dihadapkan pada tujaun penciptaan manusia itu sendiri yaitu penghambaan dan pengabdian diri kepada Allah Swt dalam arti yang seluas-luasnya.
C. Terma Pendidikan Dalam Alqur’an Istilah pendidikan yang umum digunakan dalam literatur kependidikan Islam dipresentasikan dalam bahasa arab melalui dua kata yaitu tarbyah dan ta’dib.Apabila kita merujuk pada Alqur’an ada tiga akar kata yang digunakan dalam mengartikulasikan makna tarbiyah yaitu : Pertama: tarbiyah berasal dari akar kata
–
Pertama; tarbiyah berasal dari akar kata
رberarti
-
رberarti
زاد وartinya
bertambah dan berkembang (Ibn Mandzur: 304), sebagaimana firman Allah SWT dalam surat ar-Rum ayat 39:
;ο4θx.y— ÏiΒ ΟçF÷s?#u !$tΒuρ ( «!$# y‰ΨÏã (#θç/ötƒ Ÿξsù Ĩ$¨Ζ9$# ÉΑ≡uθøΒr& þ’Îû (#uθç/÷zÏj9 $\/Íh‘ ÏiΒ ΟçF÷s?#u !$tΒuρ ∩⊂∪ tβθà ÏèôÒßϑø9$# ãΝèδ y7Íׯ≈s9'ρé'sù «!$# tµô_uρ šχρ߉ƒÌè? Artinya: Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).(Qs.ar-Rum/30:39) 66
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 Kedua;
-
رyang dibandingkan dengan
–
yang mengandung
makna tumbuh dan berkembang Seperti ugkapan puisi Ibn Arabi yang dikutip Ibn Mandzur (306) berikut ini:|
$% * ) (' و & ر+ # ن
" ! ـــ#
Artinya: “Barang siapa yang bertanya tentang aku, sesungguhnya tempat tinggalku di Mekah dan di sanalah aku tumbuh besar”. Ketiga, berasal dari
ًب
– ًرب
yang dibandingkan dengan
/ٌ – /ُ )
berarti
memperbaiki, mengurusi kepentingan, mengatur, menjaga dan memperhatikan (Murtadha al-Zunaidi: 142-143) Dalam Alqur’an akar kata ini disebut dalam dua tempat, yaitu :
∩⊄⊆∪ #ZÉó|¹ ’ÎΤ$u‹−/u‘ $yϑx. $yϑßγ÷Ηxqö‘$# Éb>§‘ ≅è%uρ Ïπyϑôm§9$# zÏΒ ÉeΑ—%!$# yy$uΖy_ $yϑßγs9 ôÙÏ ÷z$#uρ Artinya: Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil".(Qs.al-Isra’/17:24)
∩⊇∇∪ tÏΖÅ™ x8ÌçΗéå ôÏΒ $uΖŠÏù |M÷WÎ6s9uρ #Y‰‹Ï9uρ $uΖŠÏù y7În/tçΡ óΟs9r& tΑ$s% Artinya: Fir'aun menjawab: "Bukankah kami Telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu (Qs.As-Syua’ra: 26:18) Selain dari ketiga akar kata di atas, kata lain yang berasal dari akar kata ini juga adalah kata
رب َ Menurut ar-Raghib al-Asfahany (189) bahwa kata Rabb berasal dari kata
tarbiyah artinya menumbuhkan perilaku demi perilaku secara bertahap hingga mencapai batas kesempurnaan. Kata Rabb mutlak digunakan untuk penyebutan nama tuhan, hal ini bisa dipahami bahwa Allah bersifat mendidik, mengasuh juga memelihara di samping sifat-sifat Allah yang melengkapi Dzat-Nya. Maududi, sebagaimana dikutip Abdurahman Saleh Abdullah (1990:18-19) menyebutkan bahwa mendidik dan memelihara merupakan salah satu dari sekian banyak makna implisit yang terkandung di dalam kata rabb. Demikian pula Qurtubi menjelaskna 67
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 bahwa kata rabb merupakan bentuk diskripsi yang diberikan kepada seseorang yang melakukan suatu perbuatan dan pembinaan secara paripurna. Sementara ar-Razi membuat perbandingan antara Allah yang Maha Pendidik dengan manusia sebagai pendidik. Allah sebagai pendidik dikenal maha pemurah dan dibutuhkan oleh semua mahluk yang dididiknya, karena Allah adalah Sang Pencipta yang mengetahui betul kebutuhankebutuhan hamba-hamba-Nya sebagai anak didik.. Selain itu, ciptaan-Nya tidak terbatas kepada mahluk atau keompok tertentu saja seperti manusia misalnya, melainkan pada seluruh mahluk-Nya yang universal dan tiada batasnya. Oleh sebab itu, Dia dilukiskan sebagai Rabb al-Alamin penguasa dan tuhan semesta alam. Kata rabb dalam Alqur’an diulang sebanyak 950 kali dengan dihubungkan pada obyek-obyek yang begitu banyak. Kata ini juga sering dikaitkan dengan kata-kata alam, yang diulang dalam Alqur’an sebanyak 43 kali seperti pada ayat berikut :
∩⊆∈∪ tÏΗs>≈yèø9$# Éb>u‘ ¬! ߉ôϑptø:$#uρ 4 (#θßϑn=sß tÏ%©!$# ÏΘöθs)ø9$# ãÎ/#yŠ yìÏÜà)sù Artinya: Maka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.(Qs. Al-An’am/6:45) Selanjutnya kata rabb juga dikaitkan pula dengan manusia seperti Nabi Musa dan Harun (Qs. Al-A’raf/7:122), denga benda-benda angkasa (Qs.at-Taubah/9:129), langit dan bumi (qs.ar-R’ad/13: 16), arah Barat dan Timur (Qs.as-Syua’ra/28::28), angkasa (Qs. AlFalaq/113:1) kelompok manusia (Qs. An-Nas/144”1) dan lain-lain. Dari contoh ayat-ayat tersebut, kata rabb dapat dipahami lebih banyak bermakna memelihara yang mencakup pada semua ciptaan dan mahluk Allah tak terkecuali manusia. Karenanya pendidikan juga berarti pemeliharaan terhadap segala apa yang ada di bumi dan di langit sebagai anugrah Allah untuk dikembangkan dengan baik dan memberi manfaat bagi manusia dan alam itu sendiri, karena antara satu alam dengan alam yang lainnya saling membutuhkan dalam suatu ekosistem.(Abudin Nata: 1998: 209) Meskipun demikian dalam perkembangan selanjutnya, pendidikan lebih diarahkan dan dikonsentrasikan kepada manusia. Hal ini bukan tanpa alasan, Islam memposisikan manusai sebagai mahluk yang dimuliakan dalam bentuknya yang paling sempurna (Qs.atTin/95:4) bahkan Allah melebihkan mereka atas mahluk Allah yang lainnya, firman Allah SWT : 68
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012
4’n?tã óΟßγ≈uΖù=āÒsùuρ ÏM≈t7ÍhŠ©Ü9$# š∅ÏiΒ Νßγ≈oΨø%y—u‘uρ Ìóst7ø9$#uρ Îhy9ø9$# ’Îû öΝßγ≈oΨù=uΗxquρ tΠyŠ#u ûÍ_t/ $oΨøΒ§x. ô‰s)s9uρ ∩∠⊃∪ WξŠÅÒø s? $oΨø)n=yz ô£ϑÏiΒ 9ÏVŸ2 Artinya: Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan.(Qs.al-Isra’/17:70) Kata pendidikan dalam penggunaannya senantiasa diiringi dengan kata-kata pengajaran, pendidikan dan pengajaran. Meskipun demikian dua kata ini mempunyai makna yang berbeda, pelakunya disebut dengan pendidik dan pengajar. Pendidik adalah pemberi atau penanam dasar dan bekal nilai-nilai kehidupan yang diharapkan bisa terwarisi kepada generasi penerus, seperti agama, pandangan hidup, budi pekerti, sopan santun, praktek penerapan ilmu dalam kehidpuan dan sebagainya. Sedang pengajar adalah pemberi pelajaran atau ilmu pengetahuan di bangku pendidikan formal. M.Quraish Shihab dalam bukunya Membumikan Alqur’an (2004:172) menegaskan bahwa kata
2&%3( و
pada
surat al-Jumuah ayat 2 artinya mencusikan lebih diidentikkan dengan arti mendidik, sedangkan mengajar tidak lain kecuali mengisi benak anak didik dengan pengetahuan yang berkaitan dengan alam metafisika dan fisika. Memang, apabila kita merujuk pada Alquran, kata ‘allama yang berarti mengajar diulang sebanyak 39 kali. Dalam bentuk fi’il madli’ disebut 22 kali dan bentuk fiil mudlari’ di ulang 17 kali, hampir keseluruhan ayat –ayatnya tersebut menyatakan bahwa apa yang Allah ajarkan kepada mahluknya itu lebih dapat dimaknakan dan lebih dekat dengan mengajarkan ilmu pengetahuan dari pada membina kepribadian. Seperti contoh berikut:
$yγ¯=ä. u!$oÿôœF{$# tΠyŠ#u zΝ¯=tæuρ Artinya : Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, " (QS.Al-Baqarah/2:31)
69
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012
¨βÎ) ( >óx« Èe≅ä. ÏΒ $uΖÏ?ρé&uρ Îö©Ü9$# t,ÏÜΖtΒ $oΨôϑÏk=ãæ â¨$¨Ζ9$# $y㕃r'¯≈tƒ tΑ$s%uρ ( yŠ…ãρ#yŠ ß≈yϑøŠn=ß™ y^Í‘uρu ∩⊇∉∪ ßÎ7ßϑø9$# ã≅ôÒx ø9$# uθçλm; #x‹≈yδ Artinya : Dan Sulaiman Telah mewarisi Daud dan dia berkata: "Hai manusia, kami Telah diberi pengertian tentang suara burung dan kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) Ini benar-benar suatu kurnia yang nyata".(QS.A’naml/27:17) Kata “allama” pada kedua ayat diatas jelas sekali lebih mengandung arti pengertian sekedar memberi pengetahuan ketimbang arti pembinaan kepribadian . Sedikit kemungkinan Allah mendidik serta membina keperibadian nabi Adam juga nabi Sulaiman ‘Alaihima Al-salam dengan nama-nama benda dan suara burung . Dari ayat-ayat yang berkenaan dengan pengajaran ini, bahwa Alquran telah mengisyaratkan manusia adalah mahluk Allah yang diberi kemampuan dan potensi untuk belajar. Manusia adalah manusia paedagogik yang dapat di didik dan di ajar juga dapat mendidik dan mengajar. Karena memang Alquran telah memposisikan manusia pada derajat kemuliaan dalam arti tidak memposisikan manusia dalam kehinaan, kerendahan dan tidak berharga seperti binatang, benda mati atau mahluk lainya. Untuk itu Allah SWT berfirman :
ÍνÍ÷ö∆r'Î/ Ìóst7ø9$# ’Îû “ÌøgrB y7ù=à ø9$#uρ ÇÚö‘F{$# ’Îû $¨Β /ä3s9 t¤‚y™ ©!$# ¨βr& ts? óΟs9r& Artinya : Apakah kamu tiada melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan bahtera yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya.”( QS. Al-hajj/22:65) Alquran juga telah menumbuhkan kehormatan dan harga diri dalam diri manusia sekaligus menyadarkan manusia terhadap karunia Allah. Lebih dari itu Allah juga telah membekali manusia berbagai kemampuan, seperti kemampuan membedakan mana yang hak dan batil, kedurhakaan dan ketakwaan (QS. Al-syams/91:7-10), kemampuan untuk belajar (QS. Al-alaq/ 96:3 dan 5, qS. Al-baqarah/2:31) juga berbagai sarana dan prasarana untuk belajar seperti penglihatan, pendengaran dan hati (QS. Al-balad/90:8-9, QS. AlRahman/55:1-4) disertai pula dengan kemampuan menulis (QS. Al-qalam/68:1, QS. Alalaq/96:4) Bukti perhatian Alquran terhadap terma –terma dan konsep pendidikan dalam artinya yang sangat luas, juga ditunjukan dengan begitu banyaknya term al-ilm berikut 70
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 bentuk jadiannya. Terma ilmu dalam Alquran diulang kurang lebih sebanyak 778 kali. Dan masih ada pula term-term lain yang meskipun tidak secara langsung menggunakan term alilm, secara implisit banyak menunjukan tentang ilmu dalam arti pengetahuan. Istilah selanjut nya untuk pendidikan adalah ta’dib berasal dari akar kata addaba – yuaddibu artinya mengasuh serta mendidik anak dengan prilaku dan ahlak yang mulia . kata ini tidak dijumpai dalam Alqiuran, melainkan dalam hadits Rasilullah SAW:
(رﰉ ﻓﺎﺣﺴﻦ ﺗﺄ دﻳﱮ )رواﻩ اﺑﻦ ﲰﻌﺎﱏ ً ًادﺑﲎ Artinya : “ Tuhanku telah mendidikku, maka ia sempurnakan pendidikanku “ .( H.R Ibn Syam’any) Pada tingkat operasional, pelaksanaan pendidikan dapat mempola pada prilaku Nabi Muhammad SAW dalam membina keluarga dan sahabatnya, karena segala apa yang dilakukan Rasulullah merupakan manifestasi dari kandungan Alquran. Berikut Hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan Aisyah Radiyallah ‘anha menyatakan :
( ﻓــﺎن ﺧﻠﻖ ﻧﱯ اﷲ ﺿﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻛﺎن اﻟﻘﺮأن )رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ Artinya : “Sesungguhnya akhlak Rasulullah adalah Alquran” (HR. Muslim) Selanjutnya Iqra’ atau perintah membaca, adalah kata pertama dari wahyu pertama yang diterima oleh nabi Muhammad SAW. Kata ini sedemikian pentingnya sehingga diulang dua kali dalam rangkaian wahyu pertama. Mungkin mengherankan bahwa perintah tersebut ditunjuk pertama kali kepada seseorang yang tidak pernah membaca suatu kitab sebelum turunnya Al-Quran ( QS al-‘Ankabut/29:48), bahkan seorang yang tidak pandai membaca suatu tulisan sampai akhir hayatnya . Namun, keheranan ini akan sirna jika disadari artu iqra’ dan disadari pula bahwa perintah ini tidak hanya ditujukan kepada pribadi nabi Muhammad SAW. semata-mata, tetapi juga untuk umat manusia sepanjang sejarah kemanusiaan, karena realisasi perintah tersebut merupakan kunci pembuka jalan kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi.(Quraish Shihab: 2004;167-168) Kata iqra’ yang diambil dari kata qara’a pada mulanya berarti “menghimpun “ . Apabila anda merangkai hurup atau kata kemudian anda mengucapkan rangkaian tersebut, anda telah menghimpunya atau, dalam bahasa Al quran, Qara’tahu qira’atan. Arti asal 71
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 kata ini menunjukan bahwa iqra’ yang diterjemahkan dengan “bacalah “,
tidak
mengharuskan adanya suatu teks tertulis yang dibaca, tidak pula harus diucapkan sehingga terdengar oleh orang lain. Karenanya anda dapat menemukan, dalam kamus- kamus bahasa, beraneka ragam arti dari kata tersebut- antara lain, menyampaikan, menelaah, membaca , mendalami meneliti, mengetahhui ciri-cirinya, dan sebagainya, yang kesemuanya dapat dikembalikan kepada hakikat “ menghimpun ” yang merupakan arti akar kata tersebut. Dalam susunan redaksi wahyu pertama ini tidak disebutkna obyeknya, maka obyek yang dimaksud bersifat umum, mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh kata tersebut. Baik itu bacaan suci yang bersumber dari Tuhan maupun yang bukan, baik yang menyangkut ayat-ayat yang tertulis (Qur’aniyah) maupun yang tidak tertulis (Kauniyah). Demikianlah Alquran ssecara dini menggaris bawahi pentingnya “ membaca ” dan keharusan adanya keikhlasan serta kepandaian memilih bahan -bahan bacaan yang tepat. Selain itu, dalam Alqur’an banyak pula ditemukan ayat-ayat Alqur’an yang menganjurkan
manusia
untuk
menggunakan
akal,
pikiran,
penalaran
dan
sebagainya.Ungkapan Alqur’an dalam menjelaskan tentang potensi akal sebagai ciri istimewa dari manusia dinyatakan dalam bentuk kata kerja, yakni ‘aqaluh dalam 1 ayat, ta’qilun 24 ayat, na’qilu dan ya’qiluha masing-masing 1 ayat dan ya’qilun 22 ayat.Selain kata ta’qilun makna senada diungkapkan pula dnegan kata yatafakkarun ataupun tatafakkarun. Kata ta’qllun dan tatafakkarun dalam konteks Alqur’an secara umum sebagai seruan agar mereka yang memiliki potensi pikir, melakukan kajian, serta analisis terhadap kehidupan sosial kemasyarakatan, seperti firman Allah Swt berikut:
∩⊄⊆⊄∪ tβθè=É)÷ès? öΝä3ª=yès9 ϵÏG≈tƒ#u öΝà6s9 ª!$# ßÎit7ムšÏ9≡x‹x. Artinya; Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya (hukum-hukum-Nya) supaya kamu memahaminya.(Qs.al-Baqarah/2;242)
…çµs9 ã≈yγ÷ΡF{$# $yγÏFóss? ÏΒ “Ìôfs? 5>$oΨôãr&uρ 9≅ŠÏ‚¯Ρ ÏiΒ ×π¨Ψy_ …çµs9 šχθä3s? βr& öΝà2߉tnr& –Šuθtƒr& Ö‘$tΡ Ïµ‹Ïù Ö‘$|ÁôãÎ) !$yγt/$|¹r'sù â!$x yèàÊ ×π−ƒÍh‘èŒ …ã&s!uρ çy9Å3ø9$# çµt/$|¹r&uρ ÏN≡tyϑ¨W9$# Èe≅à2 ÏΒ $yγ‹Ïù ∩⊄∉∉∪ šχρã©3x tGs? öΝä3ª=yès9 ÏM≈tƒFψ$# ãΝà6s9 ª!$# ÚÎit7ムšÏ9≡x‹x. 3 ôMs%utIôm$$sù 72
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 Artinya: Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, Kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya.(Qs.al-Baqarah/2a;266) Selain seruan untuk memperhatikan masalah-masalah kehidupan sosial juga di antara ayatayat Alqur’an menyeru untuk melakukan kajian terhadap gejala alam fisik yang dilihat oleh manusia di sekitarnya secara makro. (Qs.al_baqarah/2:164, Qs. An-Nahl.16:!2, Qs. Ar-Rum/30:24 dan lain) Dengan mengkaji aturan-aturan alam ini secara makro-akan membentuk akal tersusun dengan cermat dan terataur. Kajian ini bukanlah hanya sekedar kajian alam belaka, tujuan sebenarnya adalah untuk memperbaiki hati manusia dan menegakan kehiduan di muka bumi berdasarkan atas prinsip-prinsip kebenaran dan keadilan yang sebenarnya yang terkandung dalam bangunan alam dan kehidupan ini.(Muhamad Quthb: 1984:133-134) Dari ungkapan-ungkapan Alqur’an yang menyeru manusia untuk berfikir kirits dan analitis, dapat disimpulkan bahwa Alqur’an mendudukkan akal pada posisi yang penting. Karen akallah manusia bertanggungjawab atas perbuatan-perbuatannya dan akal yang ada dalam diri manusia itulah yang dapat dipakai Tuhan sebagai pegangan dalam menentukan pahala dan hukuman bagi manusia.(Harun Nasoton:1989: 49) Penghargaan tinggi Alqur’an terhadap akal ini sejalan dengan perintah untuk menuntut ilmu. Sebagaimana diketahui ayat yang pertama diturunkan kepada nabi Muhammad SAW mengandung kata-kata Iqra’ (bacalah), ‘allama (mengajar ) al-qalam (pena) dan ya’lam (mengetahui). Di mana kata-kata tersebut dengan jelas mempunyai hubungan yang erat dengan ilmu pengetahuan sebagai bukti hasil kerja akal juga Pendidikan dalam upaya mengembangkan segala potensi yang Allah berikan dalam diri manusia sebagai pemeran khalifah sekaligus hamba Allah SWT.
D. Penutup Peran manusia hidup di dunia adalah sebagai hamba Allah sekaligus khalifah yang mengemban tugas untuk membangun peradaban. Kemajuan peradaban dapat diraih 73
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 dengan pendidikan.Perhatian Islam terhadap pendidikan dapat ditunjukan adanya ayatayat Alqur’an maupun hadis yang menyeru manusia untuk berpikir kritis dan analitis terhadap ayat-ayat Tuhan baik itu Qur’akiyah maupun Kauniyah, bahkan ayat pertama yang turun merupakan perintah untuk mengkaji dan berpikir, dan memprhatikan segala sesuatu yang ada dihadapan manusia. Wallahu A’lam bi ash-Shawab
DAFTAR PUSTAKA Alqur’an dan Terjemahnya Abd al-Hayyal-Farmawy, Metode Tafsir Maudhu’i dan Cara Penerapannya, Bandung : Pustaka Setia, 2002 Abdul Latif Muhmaad al-Abd, al-Akhlak al-Islamiyah, KaIRO : Dar al-Ulum Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyah al-Awlad fi al-Islam. Beirut : Dar el-Salam,1978 Abdurahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Alqur’an, Jakarta: Rineka Cipta, 1990 Abudin Nata, et. Al. (ed). Tema-tema Pokok Alqur’an, Jakaarta: Biro Bina Mental Spiritual, 1995 Abu al-Qasim al-Husain ibn Muhamad ibn ar-Ragib al-Isfahany, Al-Mufradat fi Gharib Alqur’an, Beirut : Dar al-Maa’rif Ahmad Mustafa al-Maraghy, Tafsir al-Maragh, Beirut : Dar el-Fikr, 1984 Ali ibn Ahmad al-Wahidy an-Naisabury, Asbab an-Nuzul, Dar el-Fikr Ali Abd al-Halim Mahmud,. Tarbiyah al-Nasyi’ al-Muslim. Dar al-wafa Li al-Thiba’ah wa al-Nasyr wa at-Tauzi’, 1992 Chairudin Hadhiri, Klasifikasi Kandungan Alqur’an, Jakarta: Gema Insani Press, 1998 Departemen Agama, Alqur’an dan Tafsirnya, Jakarta: Depag, 1994 Harun Nasution, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran, Bandung:Mizan, 1995 --------------, Islam ditinjau dari berbagai Aspeknya, Jakarta:UI Press, 1985 H.M.Arifin, Ilmu Kependidikan Islam, Jakarta,;Bumi Aksara ,1991 Imaduddin Abi al-Fida’ Ismail ibn Katsir,Tafsir al-Qur’an al-Adhim, Jeddah ; alHaramain Imam Abi al-Husain Muslin ibn al-Hajjaj, Shahih Muslim, Dar el-Fikr, 1993 Jalaluddin Rahmat, Islam Aktual. Bandung : Mizan, 2004 Jamaludin Ahmad ibn Makram ibn Mandzur, Lisan al-Arab, Beirut : Dar el-Fikr Jamal Abdurrahman, Tahapan Mendidik Anak : Teladan Rasulullah SAW. Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2005 74
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 Muhamad Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidika Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1993 Muhamad Fuad Abd al-Baqi’, Al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfadz Alqur’an, Dar el-Fikr, 1994 Muhamad ibn Ismail al-Bukhary, Matn Al-Bukhgary bi Hasyiyati as-Sanady, Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah Muhammad ibn Ahmad al-Anshary al-Qurthuby, Al-Jami’ Li Ahkam Alqur’an. Kairo: Dar al-Kitab al-Arabiyah al-Thiba’ah wa al-Nasyr, 1967 Muhammad Ghazaly, Berdialog dengan Alqur’an ,Bandung:Mizan, 1996 Muhammad Nur ibn Abd al-Hafidz Suwaid, Manhaj al-Tarbiyah al-Nabawiyah Li al-Tifl. Kuwait: Maktabah al-Manar al-Islamiyah, 1992 M.Nasib ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibn Katsir, Jakarta;Gema Insani Press,2003 Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Fatihah: Menemukan Hakikat Ibadah. Bandung : Mizan, 2005 Muhamad. Quraish Shihab, Membumikan Alqur’an, Bandung: Mizan, 2004 --------------, Tafsir al-Misbah, Bandung: Mizan, 2002 --------------, Wawasan Alqur’an : Tafsir Maudhu’i Pelbagai Persoalan Umat, Bandung: Mizan, 1996 Murtasha al-Zunaidy, Taj al-Arusy min Jawahir al-Qamus, Dar al-Maktabah al-Hayat Nurcholis Majid, Masyarakat Religius, Jakarta:Paramadina, 1997 Sa’id Hawa, al-Asas fi Alqur’an, Kairo: Dar el-Fikr, 1989 Subhi as-Shalih, Membahs ilmu-ilmu Alqur’an, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996 Wahbah az-Zuhaily, Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa as-Syari’ah wa al-Manhaj, Beirut: Dar el-Fikr,1991 Zakiah Darajat, Kesehatan Mental dalam Keluarga, Jakarta:Pustaka Antara, 1992
75
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 PENGARUH PARTISIPASI MASYARAKAT, PENDANAAN DAN KUALITAS APARATUR TERHADAP KEBERHASILAN PELAYANAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN KARAWANG Oleh :Thoha Hasan 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan konstitusi serta sarana dalam membangun watak bangsa. Masyarakat yang cerdas akan memberi nuansa kehidupan yang cerdas pula, dan secara progresif akan membentuk kemandirian. Masyarakat bangsa yang demikian merupakan investasi besar untuk berjuang keluar dari krisis dan menghadapi dunia global. Amanah untuk menyelenggarakan beragam pendidikan yang diperlukan dalam mengisi kemerdekaan dan memerdekakan kehidupan berbangsa tersurat dalam alinea empat Pembukaan Undang-undang Dasar (UUD) 1945, yaitu : “mencerdaskan kehidupan bangsa, serta pada Pasal 31 UUD 1945, bahwa : (1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran, (2) Pemerintah mengusahakan penyelenggaraan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dalam Undang-Undang (UU). Pengertian “pengajaran” dalam Pasal 31 UUD 1945 identik dengan pengertian pendidikan yang dikenal sekarang. Istilah “pengajaran” di masa lalu juga melekat pada nama Departemen Pengajaran yang sekarang menjadi Departemen Pendidikan Nasional. Sehingga tafsir hukum dari pasal ini adalah : ayat pertama menunjukkan bahwa pemerintah dan bangsa Indonesia menghormati dan melindungi hak asasi individu yang berkedudukan sebagai warga negara untuk mendapatkan pengajaran. Ayat dua menunjukkan bahwa pemerintah dalam alam kemerdekaan akan mewujudkan kewajiban melindungi hak asasi untuk mendapatkan pendidikan bagi warga negaranya, dengan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional. Bersamaan dengan perkembangan pendidikan agama di sekolah umum, perhatian terhadap madrasah atau pendidikan Islam umumnya terjadi sejak Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKIP) di masa setelah kemerdekaan mengeluarkan maklumatnya tertanggal 22 Desember 1945. Isinya menganjurkan, bahwa dalam memajukan pendidikan dan pengajaran agar pengajaran di langgar, surau, mesjid dan madrasah berjalan terus dan ditingkatkan. Berikut ini adalah tabel sekolah jenjang pendidikan agama Madrasah dalam tiap Kecamatan : Tabel 1.1. Pendidikan Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah Tiap Kecamatan di Kabupaten Karawang Jenjang M. Ibtidaiyah Negeri M. Ibtidaiyah Swasta Total M. Tsanawiyah Negeri M. Tsanawiyah Negeri Total Madrasah Aliyah Negeri Madrasah Aliyah Swasta Total
Sekolah Unit 2 121 123 5 50 55 4 12 16
Guru Murid Kekurangan Guru Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta 106
1.005 1.111
218 1.195
275
2.690
13.683
991
1.081
689 964
131
16.373 287
347
18.925
19.379 977
60
454
146 277
52
2.072
217 269
Sumber : Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Karawang, 2007
76
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012
Berdasarkan tabel di atas dijelaskan bahwa jumlah guru pada madrasah ibtidaiyah yaitu 1.111 orang, jumlah murid pada madrasah ibtidaiyah yaitu 19.379 orang, jumlah guru pada madrasah tsanawiyah yaitu 1.195 orang, jumlah murid pada madrasah tsanawiyah yaitu 16.373 orang, sedangkan jumlah guru pada madrasah aliyah yaitu 347 orang dan jumlah murid pada madrasah aliyah yaitu 2.072 orang. Sejak diterbitkannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, posisi madrasah dalam peta pendidikan nasional semakin jelas, sebagai salah satu subsistem sistem pendidikan nasional. Integrasi ini secara umum berdampak positif terhadap kemajuan pendidikan Islam jika dibandingkan dengan masa awal sejarahnya. Kendala terpenting madrasah dalam pembelajaran adalah latar belakang sosial ekonomi orang tua/siswa yang umumnya rendah. Data menunjukkan bahwa 49,03% orang tua siswa madrasah berpenghasilan tidak tetap, 18,37% kurang dari Rp. 500.000, 17,49% antara Rp. 500.000 – Rp. 1.000.000, 10,22% antara Rp. 1.000.000 – Rp. 2.000.000 dan 4,89% lebih dari Rp. 2.000.000. Orang tua siswa umumnya pedagang kecil, petani, nelayan, buruh dan sopir, dengan latar belakang pendidikan yang juga rendah. Sedangkan jika dilihat dari latar belakang pendidikan orang tua siswa madrasah, tercatat 7,36% tidak sekolah, 42,58% lulusan SMP, 24,29% lulusan SLTA, 20,95% lulusan diploma dan 2,59% lulusan S-1.
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, diidentifikasikan masalah sebagai berikut : 1. Masih kurangnya perhatian pemerintah terhadap perkembangan madrasah. 2. Masih adanya pelayanan yang diskriminatif dari pemerintah. 3. Kepekaan daerah Kabupaten Karawang masih rendah terhadap kebutuhankebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan, seperti program pendidikan yang tidak menjadi prioritas pelayanan untuk memperoleh pendidikan. 4. Partisipasi masyarakat dalam memberi masukan-masukan terhadap pelayanan pendidikan agama dasar dan madrasah masih sangat rendah, oleh karena masyarakat tidak merasakan langsung pendidikan tersebut, tetapi melalui anakanaknya yang bersekolah di madrasah. Rendahnya partisipasi masyarakat masyarakat juga meningkatkan ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas pendidikan di madrasah yang membawa dampak secara umum pada kualitas pendidikan nasional yang masih rendah. 5. Anggaran yang diberikan dalam pelayanan bidang pendidikan masih sangat rendah, sehingga seringkali mempersulit guru-guru untuk kenaikan pangkatnya, oleh karena harus berhubungan dengan Kementerian Agama di Pusat dan juga berhubungan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional Jakarta. 6. Dana masyarakat yang selama ini digunakan untuk membiayai pendidikan belum optimal teralokasikan secara proporsional sesuai dengan kemampuan daerah. 7. Kualitas sumber daya manusia masih sangat rendah dalam menjalankan fungsi pelayanan pendidikan agama di Kabupaten Karawang, seperti kurangnya tenaga SDM yang memiliki kualifikasi S1 dan S2 dari perguruan tinggi negeri. Selain itu 77
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 pelatihan yang diberikan kepada guru-guru khususnya yang menyangkut kompetensi masih sangat jarang dilaksanakan. 8. Peningkatan pelayanan pendidikan agama masih rendah dan belum mencerminkan hasil yang optimal, khususnya pendidikan dasar madrasah di Kabupaten Karawang, sehingga pemerintah perlu lebih komitmen dalam memperbaiki peningkatan pelayanan pendidikan agama. 9. Pengelolaan madrasah lebih mengandalkan pada dana yang bersumber dari masyarakat, dimana masyarakat memiliki kemampuan yang terbatas. 10. Pelayanan pendidikan belum memiliki standar kompetensi seperti kualitas guru dan kehendak masyarakat.
1.3
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka masalah yang dirumuskan adalah sebagai berikut : 1. Seberapa besar pengaruh partisipasi masyarakat terhadap keberhasilan pelayanan pendidikan di Kabupaten Karawang ? 2. Seberapa besar pengaruh pendanaan terhadap keberhasilan pelayanan pendidikan di Kabupaten Karawang ? 3. Seberapa besar pengaruh kualitas aparatur terhadap keberhasilan pelayanan pendidikan di Kabupaten Karawang ? 4. Seberapa besar pengaruh partisipasi masyarakat, pendanaan dan kualitas aparatur secara bersama-sama terhadap keberhasilan pelayanan pendidikan di Kabupaten Karawang ?
1.4
Maksud dan Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan dimaksudkan untuk mendapatkan pemahaman dan wawasan akademik melalui kajian manajemen pemerintahan, di bidang studi ilmu pemerintahan dan khususnya yang berkaitan dengan aparatur pemerintahan, serta sekaligus dapat memberikan konsep mengenai pengaruh partisipasi masyarakat, pendanaan dan kualitas aparatur terhadap keberhasilan pelayanan pendidikan di Kabupaten Karawang. Sedangkan tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis pengaruh partisipasi masyarakat terhadap keberhasilan pelayanan pendidikan di Kabupaten Karawang. 2. Untuk menganalisis pengaruh pendanaan terhadap keberhasilan pelayanan pendidikan di Kabupaten Karawang. 3. Untuk menganalisis pengaruh kualitas aparatur terhadap keberhasilan pelayanan pendidikan di Kabupaten Karawang. 4. Untuk menganalisis pengaruh partisipasi masyarakat, pendanaan dan kualitas aparatur secara bersama-sama terhadap keberhasilan pelayanan pendidikan di Kabupaten Karawang. 78
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012
1.5
Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran pada penelitian ini dapat dijelaskan pada Gambar 1.1.
-
UUD 1945
-
UU No. 20/2003
-
UU No. 32/2004
-
UU No.14/2005
-
UU No.19/2005
-
PP No. 55/2007
Keberhasilan Pelayanan Pendidikan pada -
-
Sarana dan prasarana Sumber daya manusia Sumber pendanaan Manajemen madrasah Perhatian Pemerintah Daerah Birokrasi pembinaan madrasah Dukungan orangtua murid
-
Partisipasi Masyarakat
-
Pendanaan
-
Kualitas Aparatur
Madrasah di Kabupaten Karawang
Gambar 1.1 Alur Kerangka Pemikiran Penelitian
1.8. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Terdapat pengaruh partisipasi masyarakat terhadap keberhasilan pelayanan pendidikan di Kabupaten Karawang dan besar pengaruh tersebut ditentukan oleh tahapan implementasi, tujuan partisipasi dan pendidikan berbasis masyarakat. 79
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 2. Terdapat pengaruh pendanaan terhadap keberhasilan pelayanan pendidikan di Kabupaten Karawang dan besarnya pengaruh tersebut ditentukan oleh pemeriksaan, sumber dan tujuan pokok. 3. Terdapat pengaruh kualitas aparatur terhadap keberhasilan pelayanan pendidikan di Kabupaten Karawang dan besarnya pengaruh tersebut ditentukan oleh pengelolaan SDM, serta kompetensi. 4. Terdapat pengaruh partisipasi masyarakat, pendanaan dan kualitas aparatur dan secara bersama-sama terhadap keberhasilan pelayanan pendidikan di Kabupaten Karawang dan besarnya pengaruh tersebut ditentukan oleh tahapan implementasi, tujuan partisipasi, pendidikan berbasis masyarakat, pemeriksaan, sumber, tujuan pokok, pengelolaan SDM, kompetensi, karakteristik pelayanan, tujuan penilaian kerja dan kualitas.
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Pemerintahan Ermaya (1998 : 10) mengemukakan pengertian Ilmu Pemerintahan, yakni : “Suatu pengetahuan yang mempelajari proses kegiatan lembaga-lembaga publik dalam fungsinya untuk mencapai tujuan negara, dimana pengetahuan didapat melalui suatu metodologi ilmiah dan berlaku secara universal”. Koswara (2001 : 6) mengemukakan bahwa selain pemerintah ada yang dinamakan pemerintahan. Pemerintahan bisa diartikan dalam arti luas dan sempit. Pemerintahan dalam arti luas adalah segala kegiatan badan publik yang meliputi bidang-bidang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif dalam upaya mencapai tujuan negara. Sedangkan dalam arti sempit pemerintahan adalah segala kegiatan badan pubik yang hanya meliputi bidang eksekutif saja. 2.2. Partisipasi Masyarakat Demokrasi mengandung kata kunci partisipasi. Istilah partisipasi pada prinsipnya mempunyai makna dan konotasi yang sama dengan peranserta yaitu mengambil bagian atau peranan di dalamnya. Hanya saja bedanya adalah bahwa peranserta merupakan istilah yang berasal dari bahasa Indonesia, sedangkan partisipasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu dari kata participation karena itu partisipation atau peranserta dipandang sama dan dipergunakan secara bergantian. Sastropoetro (1986 : 16) mengemukakan bahwa partisipasi, meliputi : a. b. c. d. e. f.
Pikiran (psychological participation); Tenaga (psysical participation) Pikiran dan Tenaga (Psychological and psysical participation); Keahlian (participation with skill); Barang (material participation), dan Uang (money participation). Jadi kesimpulan dari partisipasi masyarakat adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para pegawai yang melakukan persiapan, pelaksanaan, 80
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 memonitoring proyek, agar memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan dampak-dampak sosial. 2.3. Pendanaan Persoalan dana merupakan persoalan yang paling krusial dalam perbaikan dan pembangunan sistem pendidikan di Indonesia, dan dana juga merupakan salah satu syarat atau unsur yang sangat menentukan keberhasilan penyelenggaraan pendidikan. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebenarnya sudah mengamanatkan tentang pentingnya alokasi anggaran dana untuk pembiayaan dan pembangunan pendidikan ini. Dalam Pasal 49 ayat (1) dikemukakan bahwa “Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). 2.4. Kualitas Aparatur Menurut Ndraha (1999 : 12), sumber daya manusia yang berkualitas tinggi adalah “Sumber daya manusia yang mampu menciptakan bukan saja nilai kompetitif generatif-inovatif dengan menggunakan energi tertinggi seperti Intellegence, Creativity dan Imagination; tidak lagi semata-mata menggunakan energi kasar seperti bahan mentah, lahan, air, tenaga, otot dan sebagainya”. Dalam upaya mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi dan mampu meningkatkan daya serap teknologi secara menyeluruh diperlukan persiapan yang matang dengan sebanyak mungkin menjaring manusia yang mampu mengelola kehidupan secara produktif, efisiensi dan berkesadaran kebangsaan yang tinggi serta berwatak sosial yang serasi, selaras dan seimbang dalam bereksistensi terhadap lingkungannya. 2.5.
Keberhasilan Pelayanan Pendidikan Secara historis pendidikan agama tidak bisa dipisahkan dalam perjalanan bangsa Indonesia. Pendidikan Islam merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang ada di Indonesia, sebelum pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan “sekolah” pada abad ke-19. Sejak itulah terjadi dualisme penyelenggaraan pendidikan, dimana di satu sisi pendidikan agama terus berjalan dan di lain sisi sekolah yang dibangun pemerintah kolonial juga terus berjalan. Keduanya berjalan dalam kondisi yang sangat berbeda, baik dalam pemberian materi pembelajaran maupun segi performanya. Kebijakan pengembangan madrasah yang dilakukan selama ini mengakomodasikan tiga kepentingan. Pertama, kebijakan itu memberikan ruang tumbuh yang wajar bagi aspirasi utama umat Islam, yakni menjadikan madrasah sebagai wahana untuk membina ruh atau praktik hidup Islami. Kedua, kebijakan itu memperjelas dan memperkokoh keberadaan madrasah sebagai ajang membina warga negara yang cerdas, berpengetahuan, berkepribadian, serta produktif dan sederajat dengan sistem sekolah. Ketiga, kebijakan itu harus bisa menjadikan madrasah 81
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 mampu merespons tuntutan-tuntutan masa depan (Malik Fadjar dalam Hasbullah, 2006). METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Dalam rangka penyusunan disertasi, penulis menggunakan desain penelitian yang bersifat deskriptif analitik dengan pengambilan data di lakukan secara stratified random sampling dimana desain ini berusaha menemukan fakta dengan interpretasi yang tepat mengenai fenomena terutama untuk keperluan studi selanjutnya dan untuk menguji hipotesisnya serta untuk melihat dinamika regresi antara variabel independent terhadap variabel dependent. 3.2. Model Penelitian
X1
ε
X2
Y
X3
Gambar 3.1. Model Penelitian Keterangan : X1 X2 X3 Y ε
= Partisipasi Masyarakat = Pendanaan = Kualitas Aparatur = Pelayanan Pendidikan Madrasah = Epsilon, faktor-faktor diluar X1, X2 dan X3 yang berpengaruh terhadap Y, akan tetapi tidak diteliti.
3.3. Populasi dan Sempel 3.3.1. Populasi Menurut Sugiyono (2001 : 57), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu 82
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam penelitian ini ditentukan populasi sebanyak 1.327 orang. 3.3.2. Sampel Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode proportionate stratified random sampling, yakni pengambilan sampel dengan cara acak, dimana setiap subyek populasi dipandang sama. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 800. 3.4. Teknik Analisa Data Teknik analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah bentuk regresi linear berganda dengan bantuan komputer program SPSS Versi 13.0 for windows. Dalam penelitian ini digunakan rumus regresi sederhana untuk menentukan hubungan masing-masing variabel X terhadap Y, selanjutnya menggunakan rumus regresi berganda untuk menentukan kontribusi X1, X2, dan X3 secara bersama-sama terhadap variabel Y. Untuk lebih jelasnya, urutan masing-masing pengujian dapat diuraikan seperti dibawah ini : 1. Uji Validitas dan Reliabilitas 2. Uji Asumsi Klasik 3. Analisis Regresi Linier Berganda 4. Analisis Determinasi 5. Uji Hipotesis
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Uji Reliabilitas dan Validitas a. Uji Reliabilitas
No. 1. 2. 3. 4.
Koefisien Reliabilitas Koefisien Variabel Reliabilitas (Alpha Cronbach) Partisipasi Masyarakat (X1) 0,732 Pendanaan (X2) 0,711 Kualitas Aparatur (X3) 0,740 Keberhasilan Pelayanan 0,744 Pendidikan (Y)
b. Uji Reliabilitas Diperoleh koefisien korelasi butir (r-hitung) untuk 15 butir instrumen (kuesioner) dengan sampel sebanyak 800 orang (n = 800 orang), dengan α = 0,05 didapat rtabel 0,07, artinya bila rhitung < rtabel, maka butir instrumen tersebut tidak valid dan apabila rhitung > rtabel, maka butir instrumen tersebut dapat digunakan (valid). 83
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 4.2. Uji Hipotesis a) Hasil Uji F Dengan bantuan pengolahan komputer berdasarkan perhitungan SPSS diperoleh nilai Sig. 000 (α = 0,05), maka Ho ditolak dan H1 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat, pendanaan dan kualitas aparatur secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap keberhasilan pelayanan pendidikan di Kabupaten Karawang, dan hipotesis terbukti. b) Hasil Uji t Untuk pengaruh partisipasi masyarakat secara individual terhadap keberhasilan pelayanan pendidikan diperoleh nilai Sig. 000 (α 0,05), maka Ho ditolak dan H1 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat secara individual berpengaruh nyata terhadap keberhasilan pelayanan pendidikan di Kabupaten Karawang, dan hipotesis terbukti. Untuk pengaruh pendanaan secara individual terhadap keberhasilan pelayanan pendidikan, diperoleh nilai Sig. 000 (α 0,05), maka Ho ditolak dan H1 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa pendanaan secara individual berpengaruh nyata terhadap keberhasilan pelayanan pendidikan di Kabupaten Karawang, dan hipotesis terbukti. Untuk pengaruh kualitas aparatur secara individual terhadap keberhasilan pelayanan pendidikan diperoleh nilai Sig. 000 (α 0,05), maka Ho ditolak dan H1 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas aparatur secara individual berpengaruh nyata terhadap peningkatan pelayanan pendidikan di Kabupaten Karawang, dan hipotesis terbukti. c) Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) Untuk keperluan pengujian Koefisien Determinasi (R2) ini, pengolahan data hasil penelitian menggunakan komputer dengan program SPSS versi 13.0. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai R2 sebesar 0,885. Artinya bahwa sebesar 88,5% keragaman keberhasilan pelayanan pendidikan disebabkan oleh keragaman partisipasi masyarakat pendanaan, dan kualitas aparatur sedangkan sisanya 11,5% disebabkan oleh faktor-faktor lain. d) Persamaan Regresi Berganda Dari hasil pengolahan komputer berdasarkan perhitungan SPSS, maka diperoleh hasil sebagai berikut : Ŷ = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 = 3,191 + 0,065X1 + 0,025X2 + 0,150X3 e) Hasil Uji Sensitivitas (Beta Coefficient) Tabel 4.1 Rekapitulasi Nilai Beta Coefficient Beta No. Variabel Coefficient Partisipasi Masyarakat (X1) terhadap 1. keberhasilan pelayanan pendidikan 0,061 agama (Y) 84
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 Pendanaan (X2) terhadap keberhasilan 0,057 pelayanan pendidikan agama (Y) Kualitas Aparatur (X3) terhadap 3. keberhasilan pelayanan pendidikan 0,138 agama (Y) Sumber : SPSS Versi 13.0 Rekapitulasi nilai beta coefficient yang terbagi menjadi faktor utama, faktor pendukung, serta faktor penguat. Yang menjadi faktor utama adalah Kualitas Aparatur (X1), faktor pendukung adalah Partisipasi Masyarakat (X3), dan yang menjadi faktor penguat adalah Pendanaan (X2). 2.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh partisipasi masyarakat, pendanaan dan kualitas aparatur terhadap keberhasilan pelayanan pendidikan di Kabupaten Karawang, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 5.1. Kesimpulan 1. Terdapat pengaruh positif (79,2%) dan signifikan dari partisipasi masyarakat terhadap keberhasilan pelayanan pendidikan di Kabupaten Karawang. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat mendorong orang untuk menyumbang atau mendukung (to contribute) terhadap situasi tertentu, sehingga berbeda dengan kesukarelaan, dan selain itu juga mendorong orang untuk ikut bertanggungjawab didalam suatu kegiatan. Dengan kata lain partisipasi masyarakat dapat dipengaruhi oleh kemampuan sosialisasi dan aparat yang didukung oleh kecukupan dana. 2. Terdapat pengaruh positif (98,2%) dan signifikan pendanaan terhadap keberhasilan pelayanan pendidikan di Kabupaten Karawang. Dana merupakan persoalan yang paling krusial dalam perbaikan dan pembangunan sistem pendidikan di Indonesia, serta dana juga merupakan salah satu syarat atau unsur yang sangat menentukan keberhasilan penyelenggaraan pendidikan disamping partisipasi masyarakat yang didukung oleh aparat yang berkualitas. 3. Terdapat pengaruh positif (65,9%) dan signifikan dari kualitas aparatur terhadap keberhasilan pelayanan pendidikan di Kabupaten Karawang, tentunya yang didukung oleh adanya partisipasi masyarakat dan pendanaan yang memadai. Dalam upaya mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi dan mampu meningkatkan daya serap teknologi secara menyeluruh diperlukan persiapan yang matang dengan sebanyak mungkin menjaring manusia yang mampu mengelola kehidupan secara produktif, efisien dan berkesadaran kebangsaan yang tinggi, serta berwatak sosial yang serasi, selaras dan seimbang dalam bereksistensi terhadap lingkungannya. 4. Terdapat pengaruh positif (88,5%) dan signifikan partisipasi masyarakat, pendanaan dan kualitas aparatur secara bersama-sama terhadap keberhasilan pelayanan pendidikan di Kabupaten Karawang. Yang menjadi faktor utama adalah kualitas aparatur, faktor pendukung adalah partisipasi masyarakat, dan yang menjadi faktor penguat adalah pendanaan. 85
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012
5.2. Saran 1. Mekanisme partisipasi masyarakat dalam bentuk penggalangan dana hendaknya berlangsung secara sistematik dan dinamik, berlangsung mulai dari peranserta pengambilan keputusan, kemudian dilanjutkan dengan peranserta pelaksanaan pelayanan pendidikan dan seterusnya peranserta pemanfaatan hasil pendidikan, pada akhirnya peranserta dalam penilaian pelayanan pendidikan dan hasilhasilnya, dengan demikian peranserta tersebut akan menjadi dinamik dan berkesinambungan. 2. Masalah penyaluran dan penggunaan dana untuk pendidikan di madrasah agar tercapai dengan optimal, maka diperlukan adanya pemantauan orang tua, serta sekolah dengan dinas. Berkaitan dengan masalah pendanaan pendidikan, mestinya pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tetap memiliki kewajiban menanggung biaya pendidikan pada lembaga dan satuan pendidikan yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat. Pendanaan pendidikan yang mesti ditanggung pemerintah mencakup biaya operasional, biaya investasi, beasiswa dan bantuan biaya pendidikan bagi peserta didik, berdasarkan standar pelayanan minimal untuk mencapai standar nasional pendidikan. 3. Untuk mewujudkan aparatur yang berkualitas tinggi dan mampu meningkatkan daya serap teknologi secara menyeluruh dan peningkatan pelayanan diperlukan persiapan yang matang, yaitu melalui pelatihan, magang, kegiatan sertifikasi dan lain-lain. Siswa-siswa memerlukan guru, kepala madrasah dan tenaga kependidikan yang bersedia berkomunikasi penuh waktu, tidak dibatasi jam formal pembelajaran yang sangat singkat. Itu berarti madrasah harus mengembangkan after school programs, full days school, bahkan boarding school atau sekolah berasrama agar madrasah dapat mengembangkan kegiatan seperti remedial, tutorial, pendalaman, pengayaan atau kegiatan-kegiatan yang terkait dengan minat, bakat dan keagamaan. 4. Keberhasilan pendidikan Islam akan membantu keberhasilan pendidikan nasional. Begitu juga sebaliknya, keberhasilan pendidikan nasional secara makro turut membantu pencapaian tujuan pendidikan Islam. Pada otonomi pendidikan dewasa ini sebaiknya perbedaan perlakuan tidak perlu lagi terjadi. Madrasah adalah milik bersama yang perlu memperoleh perhatian bersama. Kehadiran madrasah hendaknya dianggap sebagai bagian integral dari sistem pendidikan Nasional yang pengelolaannya pun dilakukan sebagai bagian dari tugas-tugas otonomi daerah.
86
Solusi, Vol. 10, No. 22 Maret 2012 – Mei 2012 DAFTAR PUSTAKA
Hasbullah, 2006, Otonomi Pendidikan, Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya terhadap Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta : Divisi Buku Perguruan Tinggi, PT. Raja Grafindo Persada. Koswara, E., 2001, Teori Pemerintahan Daerah, Institusi Ilmu Pemerintahan Press, Jakarta. Sugiyono, 2001, Metode Penelitian Administrasi, Bandung : Penerbit Alfabeta. Sastropoetra, 1986, Partisipasi, Mc Graw-Hill Book Company. Suradinata, E., 1998, Filsafat dan Metodologi Ilmu Pemerintahan, Bandung : Ramadhan. Taliziduhu, Ndraha, 1999, Metodologi Ilmu Pemerintahan, Jakarta : PT. Rineka Cipta.
DOKUMEN Inovasi, Jurnal Seri Mutu Madrasah dan Pondok Pesantren, Volume 1 Jilid 3, Oktober – Nopember 2005, Madrasah Development Center (MDC) Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi Jawa Barat UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
87