Jurnal Tugas Akhir Teknik Informatika 2014
Sistem Deteksi Kebocoran pada Jaringan PipaAir PDAM MenggunakanAnalisisTekanandenganMetode Support Vector Machine Tri Anugrah Rahmadani1, Klarana Ulfah R.1, A. Ejah Umraeni2, Syafruddin Syarif2 1
Program Studi S1 Teknik Informatika Universitas Hasanuddin 2
Program Studi S1 Teknik Elektro Universitas Hasanuddin
Abstrak--- Tingkat pelayanan air bersih PDAM Makassar masih tergolong rendah, yaitu 106.005 sambungan atau 40% dan total rumah tangga sebanyak 262.037 KK. Hal ini disebabkan oleh seringnya terjadi kebocoran pipa.Kebocoran pipa menyebabkan terjadinya perubahan tekanan pada setiap junction node (titik persimpangan) dalam jaringan pipa air. Pola perubahan tekanan ini dapat dianalisis secara komputasi untuk dapat mendeteksi letak dan besar kebocoran yang terjadi pada jaringan pipa. Dalam penelitian ini, akan dibuat pendeteksi kebocoran pipa secara komputerisasi menggunakan analisis tekanan sebagai penentu adanya kebocoran di suatu pipa. Sebagai bahan penelitian, digunakan sistem jaringan pipa pada Perumahan Taman Khayangan Makassar yang dibuat menggunakan software EPANET 2.0. Data Sistem jaringan pipa tersebut diperoleh dari data PDAM Makassar.Deteksi kebocoran pipa dalam penelitian ini menggunakan metode Support Vector machine (SVM) untuk membuat sebuah model deteksi.Variabel prediktornya menggunakan data tekanan dari sistem jaringan pipa.Output dari sistem deteksi kebocoran ini berupa model yang mendeteksi besar kebocoran serta letak kebocoran pada pipa maupun junction/ sambungan pipa. Hasil simulasi deteksi kebocoran pipa1138menghasilkan RMSE = 0.0709 untuk besar kebocoran dan RMSE = 0.1812 untuk letak kebocoran. Sedangkan hasil simulasi deteksi kebocoranpipa 7-8 menghasilkan RMSE= 0.0648 untuk besar kebocoran dan RMSE = 0.0952 untuk letak kebocoran. Kata kunci--- Support Vector machine (SVM), EPANET 2.0, Kebocoran Pipa, RMSE. aliran air untuk memperkirakan lokasi atau besarnya kebocoranair[3]. Step test diperlukan untuk menentukan prioritas pengawasan jaringan terhadap kebocoran. Pelaksanaan step test merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mengidentifikasi kebocoran air pada jaringan distribusi. Tahap selanjutnya yang dilakukan untuk menentukan letak kebocoran secara pasti dilakukan dengan teknik sounding. Teknik sounding adalah teknik dengan menggunakan alat portable yang mendeteksi gelombang suara yang timbul sepanjang pipa yang mengindikasikan adanya titik lubang kebocoran pada pipa. Namun, kedua metode tersebut terbukti tidak terlalu efektif dalam menangani kebocoran. Hal ini disebabkan oleh kurangnya tenaga kerja yang berpengalaman dan alat pendeteksi yang terbatas. Kebocoran pipa sendiri menyebabkan terjadinya perubahan tekanan pada setiap junction node (titik persimpangan) dalam jaringan pipa air. Pola perubahan tekanan ini dapat dianalisis secara komputasi untuk dapat mendeteksi
1.Pendahuluan PDAM merupakan perusahaan yang memberikan pelayanan air minum untuk penduduk wilayah kota Makassar secara keseluruhan, khususnya untuk penyediaan air bersih untuk rumah tangga. Namun, pelayanan air bersih PDAM Makassar masih tergolong rendah, yaitu 106.005 sambungan atau 40% dan total rumah tangga sebanyak 262.037 KK. Hal ini disebabkan oleh seringnya terjadi kebocoran pipa. Tingkat kebocoran rata-rata air PDAM adalah 50%. Berdasarkan Metro TV News pada tanggal 28 Mei 2013, kerugian yang diderita PDAM Kota Makassar, Sulawesi Selatan, akibat kebocoran mencapai Rp73,7 miliar sepanjang 2012 atau meningkat dibandingkan dengan 2011 senilai Rp65,9 miliar[1].Hal ini merupakan suatu masalah yang cukup serius untuk ditangani. Sejauh ini, PDAM melakukan dua tahap untuk mendeteksi kebocoran, yaitu metode analisis pelaksanaan step test dan metode sounding[2]. Step test merupakan suatu metode yang diterapkan sebagai langkah penapisan (scoping) jaringan dalam upaya mempersempit wilayah atau area
D421101061, D421102601
1
Jurnal Tugas Akhir Teknik Informatika 2014 letak dan besar kebocoran yang terjadi pada jaringan pipa. Salah satu cara untuk menganalisis pola perubahan tekanan tersebut adalah dengan pemakaian metode kecerdasan buatan untuk mengenali pola berdasarkan data-data hasil pengukuran tekanan air, kecepatan aliran air dan kadang-kadang suhu di setiap node.[4]. Oleh karena itu, penulis ingin menerapkan kecerdasan buatan untuk mendeteksi kebocoran pipa dengan teknik analisis pola tekanan tersebut. Teknik pengenalan pola yang dapat digunakan untuk masalah ini adalah Support Vector Machine (SVM), yaitu metode learning machine yang bekerja atas prinsip Structural Risk Minimization (SRM) dengan tujuan menemukan hyperplane terbaik yang memisahkan dua buah class pada input space dan dapat mengolah data berdimensi tinggi.[5]
dan tangki air atau reservoir.Program ini menganalisa aliran air di tiap pipa, kondisi tekanan air di tiap titik dan kondisi konsentrasi bahan kimia yang mengalir di dalam pipa selama dalam periode pengaliran. Faktor usia air (water age) dan pelacakan sumber juga dapat disimulasikan di program ini. Epanet dapat membantu dalam mengatur strategi untuk merealisasikan qualitas air dalam suatu system. Semua itu mencakup : Alternatif penggunaan berbagai sumber dalam satu sistem. Alternatif pemompaan didalam penjadwalan pengisian/pengosongan tangki. Penggunaan treatment, misal khlorinasi pada tangki penyimpan. Pen-target-an waktu pembersihan dan penggantian pipa. Epanet memodelkan sistem distribusi air sebagai kumpulan garis yang menghubungkan titiktitik yang di sebut sebagai node.Garis menggambarkan pipa, pompa dan katub kontrol.Sedangkan node menggambarkan sambungan (Junction), tangki, dan reservoir.
2. Penelitian Terkait Penelitian yang terkait dengan penelitian ini salah satunya adalah penelitian Mahasiswa Universitas Hasanuddin Prodi Teknik Informatika, Buyamin Musfidar dan Al Ghazaly, dengan judul Sistem Deteksi Kebocoran Air pada Jaringan Pipa Menggunakan Analisis Tekanan dengan Metode Artificial Neural Network (ANN) Algoritma Radial Basis Function (2013). Metode RBFNN ini memiliki tingkat keakuratan yang tinggi, kecepatan melatih data cukup cepat dibandingkan dengan metode-metode Neural Network lainnya. Data yang di training pada prediksi letak dan besar kebocoran pipa ini adalah data variabel input (data tekanan pada setiap junction pipa). Sedangkan data target yang digunakan adalah data letak dan besar kebocoran pipa. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tekanan pada junction saat terjadi kebocoran dengan besar kebocoran berkisar antara 0-0.6 L/s. Untuk mendeteksi letak kebocoran dengan rentang besar kebocoran tersebut digunakan model per pipa berdasarkan fungsi RBFNN pada matlab dengan penentuan nilai Spread dan MN. [2]
3.3 Support Vector Machine (SVM) Support vector machine adalah salah satu metode yang akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian sebagai state of the art dalam pattern recognition [6],[7]. Boser, Guyon dan Vapnik adalah para pengembang dari metode Support Vector Machine (SVM). Metode SVM ini dipresentasikan pertama kali di Annual Workshop on Computational Learning Theory pada tahun 1992.SVM berusaha mencari hyperplane yang terbaik pada input space. Prinsip dari SVM adalah linier classifier, namun terus dikembangkan agar dapat bekerja pada problem yang non-linier, yaitu dengan memasukkan konsep kernel trick pada ruang kerja berdimensi tinggi [5].Untuk mendapatkan hyperplane terbaik yang memisahkan kedua kelas, maka dicari margin yang paling maksimal. Margin sendiri merupakan jarak antara hyperplane dengan pattern terdekat dari masingmasing kelas yang disebut sebagai support vector. [8]
3. Teori Dasar 3.1. Kebocoran Teknis dan Non Teknis Tingkat kebocoran ini terdiri dari kebocoran teknik dan non teknis. Kebocoran teknik adalah kebocoran yang disebabkan oleh bocornya pipa dan perlengkapannya. Sedangkan kebocoran non teknis adalah kebocoran yang disebabkan oleh pencurian air, sambungan liar, pembacaan meter yang tidak benar, dan akurasi meter yang rendah.
4. Metodologi Penelitian 4.1 Jenis Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data perubahan tekanan pada setiapjunction/persimpangan pipa dan saluran pipa yang terletak di perumahan Taman Khayangan Makassar pada saat terjadi kebocoran.Data tekanan ini yang kemudian digunakan untuk memprediksi letak dan besar kebocoran yang terjadi pada
3.2 Epanet Epanet adalah program komputer yang menggambarkan simulasi hidrolis dan kecenderungan kualitas air yang mengalir di dalam jaringan pipa. Jaringan hidrolis itu sendiri terdiri dari Pipa, Node (titik koneksi pipa), pompa, katub,
D421101061, D421102601
2
Jurnal Tugas Akhir Teknik Informatika 2014 jaringan pipa dengan menerapkan metode Support Vector Machine (SVM). Dalam proses pengolahan data dengan metode Support Vector Machine (SVM) untuk memperoleh hasil prediksi yang baik dengan tingkat akurasi yang tinggi, sangat memerlukan banyak data training sehingga dibutuhkan data kebocoran pipa secara aktual yang terdapat di lapangan sebagai data Training yang dapat diperoleh dari hasil simulasi dengan menggunakan software jaringan pipa yaitu EPANET 2.0 yang merupkan software sistem hidrolik yang digunakan oleh PDAM dalam hal monitoring jaringan pipa.
Setelah sistem jaringan pipa telah selesai dirancang dengan software EPANET 2.0, maka tahap selajutnya yang akan dilakukan yaitu membuat simulasi kebocoran dengan mengubah koefisien emitter pada junction yang akan dijadikan sebagai titik kebocoran. Emitters adalah peralatan yang berkaitan dengan junction yang merupakan model dari aliran yang melalui nozzle atau orifice yang dilepaskan ke udara bebas. Fungsi emitter pada EPANET adalah sebagai berikut: EC = Q/ P P exp Di mana EC adalah koefisien emitter, Q adalah debit air, P adalah tekanan fluida, P exp adalah eksponen tekanan.Sehingga koefisien emitter merupakan debit per unit tekanan dengan satuan liter per detik per meter tekanan (L s-1 m-1).Untuk head nozzle dan sprinkler P exp sebanding dengan 0,5.Koefisien emitter yang digunakan untuk training simulasi kebocoran adalah dari 0.0005 sampai 0.01 dengan selang 0.0005. Besar tekanan rata-rata pada jaringan pipa adalah 15.81486172 m. Sehingga untuk koefisien emitter 0.0005 menghasilkan kebocoran sebesar 0.007 L/s. Jadi, besar kebocoran yang disimulasikan berkisar antara 0.007 L/s hingga 0.14 L/s. Simulasi kebocoran pipa dilakukan pada dua pipa, yaitu pipa 11-38 dan pipa 7-8. Simulasi kebocoran pertama (pipa 11-38) dibuat sebanyak 29 set kasus kebocoran pada junction dan 580 set kasus kebocoran pada pipa, serta simulasi kebocoran pipa kedua (pipa 7-8) dibuat sebanyak 25 set kasus kebocoran pada junction dan 100 set kasus kebocoran pada pipa. Kedua kebocoran pipa dilakukan disetiap titik kebocoran berjarak 4 meter dengan koefisien emitter sebesar 0.0005 – 0.01. Jadi, secara keseluruhan terdapat 19320 data kebocoran untuk besar dan letak kebocoran yang beragam.
4.2 Teknik Pengambilan Data Dalam hal teknik pengambilan data, terdapat beberapa hal yang harus dilakukan diantaranya yaitu membuat sebuah jaringan pipa dengan mengguakan software EPANET 2.0 dengan mengatur data masukan yang telah diperoleh dari PDAM kota Makassar berupa besar debit air pada reservoir yang merupakan sumber utama aliran air pada jaringan pipa, panjang dan diameter pipa, besarnya elevasi dan demand (kebutuhan air ratarata pada setiap junction), dan tingkat kekasaran/roughness pada setiap pipa sesuai dengan data di lapangan dari yang terletak di Perumahan Taman Khayangan Makassar. Mulai
Pengumpulan Data Sistem Jaringan Perpipaan PDAM Perumahan Taman Khayangan Kota Makassar
Pembuatan Simulasi Kebocoran menggunakan software EPANET 2.0 Pengolahan data tekanan pada jaringan pipa hasil simulasi kebocoran ke dalam Microsoft Excel
Stop
4.3 Metodologi Penelitian dengan metode SVMyang dilakukan bertujuan untuk memperoleh data yang akurat dalam memprediksi letak dan besarnya kebocoran pada saluran pipa dari junction/ persimpangan pipa berdasarkan data perubahan tekanan normal pada saat terjadi kebocoran pada setiap junction maupun pada setiap jarak 4 meter saluran pipa sesuai data real di lapangan.
Gambar 4.1 Tahapan Pengumpulan Data
Gambar 4.2 Sistem Jaringan Pipa Perumahan Taman Khayangan Makassar dengan menggunakan software EPANET 2.0
D421101061, D421102601
3
Jurnal Tugas Akhir Teknik Informatika 2014
Mulai ulai
Mulai Pengumpulan dan pengolahan data tekanan tiap junction pada saat terjadi kebocoran pipa
Input data_ins (Tekanan pada setiap node)
Pembentukan model SVM
Input data_lab (besar kebocoran atau letak kebocoran)
Pembuatan Interface Sistem Deteksi Kebocoran menggunakan GUIDE MATLAB
Pemetaan fitur data awal ke dimensi yang lebih tinggi dengan menggunakan kernel Radial Basis Function (RBF)
Nilai Alpha
Stop
Gambar 4.3 Tahapan Penelitian Secara Umum Nilai w
4.4 Implementasi Support Vector Machine (SVM) Pemilihan metode penelitian sistem Support Vector Machine (SVM) dilakukan dengan pertimbangan sifatnya yangglobal optima, yaitu memberikan model yang sama dan solusi dengan margin maksimal. SVM juga tidak membutuhkan pemilihan parameter-parameter seperti pada metode ANN. SVM menghasilkan prediksi letak dan besar kebocoran pipa dalam bentuk nilai kuantitatif yaitu hasil prediksi berupa numerik. SVM berusaha mencari hyperplane yang terbaik pada input space. Untuk mendapatkan hyperplane terbaik yang memisahkan kedua kelas, maka dicari margin yang paling maksimal. Margin sendiri merupakan jarak antara hyperplane dengan pattern terdekat dari masing-masing kelas yang disebut sebagai support vector. Prinsip dari SVM adalah linier classifier, namun terus dikembangkan agar dapat bekerja pada problem yang non-linier, yaitu dengan memasukkan konsep kernel trick pada ruang kerja berdimensi tinggi. [5] Kernel trick memberikan berbagai kemudahan, karena dalam proses pembelajaran SVM, untuk menentukan support vector, cukup mengetahui fungsi kernel yang dipakai, dan tidak perlu mengetahui wujud dari fungsi non-linier Φ. Setelah pengambilan data, kemudian dilakukan perancangan sistem SVM menggunakan aplikasi Matlab R2008a.
D421101061, D421102601
Nilai b
Nilai prediksi dan grafik
RMSE Terkecil
tidak
ya Selesai
Gambar 4.4 Diagram alir Support Vector Machine (SVM) 5. Hasil dan Pembahasan 5.1 Analisis Hasil Prediksi Besar dan Letak Kebocoran dengan Support Vector Machine (SVM) Pelatihan pada metode Support Vector Machine (SVM) untuk pipa 1138 bertujuan agar sistem ini dapat mempelajari pola data dari junction 1 sampai 29 pada masing-masing besar kebocoran dan letak kebocoran. Data training yang digunakan adalah data inputan berupatekanan dari junction 1 sampai 29 yang disimbolkan dengan data_ins, sedangkan data_lab untuk besar kebocoran dan letak kebocoran. Data inputan ini kemudian diolah dengan kernel Radial Basis Function (RBF). Tujuan penentuan kernel adalah untuk memudahkan proses pembelajaran SVM dan untuk menentukan support vector. Proses prediksi letak dan besar kebocoran pada junction/persimpangan pipa maupun pada saluran pipa dalam sistem ini menggunakan 1 variabel input, yaitu data tekanan pada setiap junction. Untuk mendeteksi kebocoran yang terjadi pada pipa yang berbeda menggunakan model yang berbeda pula.Hal ini disebabkan oleh
4
Jurnal Tugas Akhir Teknik Informatika 2014 pola perubahan tekanan pada junction saat terjadi kebocoran berbeda untuk setiap pipa. Langkah-langkah dalam proses pelatihan Support Vector Machine adalah sebagai berikut : 1. Memuat data setiap variable input dari data tekanan pipa sebagai data training, dimana data inputannya merupakan data dari tiap junction dan data target merupakan besar dan letak kebocoran. 2. Menghitung matriks kernel dengan kernel Radial Basis Function (RBF) untuk menghasilkan nilai K. 3. Mencari nilai a yang optimal. 4. Penentuan Super vector, yaitu jika a≠0 5. Mencari nilai w dan b menggunakan super vector yang telah di tentukan. Hasil prediksi besar dan letak kebocoran data training sebagai data uji pada pipa 11-38 (pipa dari junction 11 sampai junction 38) dapat dilihat pada gambar berikut.
Berikut adalah sampel hasil prediksi besar dan letak kebocoran data uji diluar data training pada pipa 11-38 yang diambil secara acak. Tabel 5.1 hasil prediksi besar dan letak kebocoran pada pipa 11-38 dengan data uji diluar data training. Aktual
Prediksi
Koefisien Emitter
Jarak dari junc 11
Koefisien Emitter
Jarak dari junc 11
0.0005
5
0.0005
4
0.0092
5
0.0095
4
0.0064
7
0.0065
8
0.0041
13
0.004
12
0.0025
23
0.0025
20
0.0055
23
0.0055
32
0.0071
25
0.007
24
0.0059
37
0.006
36
0.0091
39
0.009
40
0.0031
41
0.003
44
0.0032
98
0.004
116
0.0014
111
0.002
112
Gambar 5.1 grafik hasil prediksi besar kebocoran dengan data training sebagai data uji pada pipa 1138.
Gambar 5.3 grafik hasil prediksi besar kebocoran data uji diluar data training pada pipa 11-38.
Gambar 5.2 grafik hasil prediksi letak kebocoran dengan data training sebagai data uji pada pipa 1138.
D421101061, D421102601
5
Jurnal Tugas Akhir Teknik Informatika 2014 1 sampai 40 pada masing-masing besar kebocoran dan letak kebocoran. Data training yang digunakan adalah data inputan berupa tekanan dari junction 1 sampai 40 yang disimbolkan dengan data_ins, sedangkan data_lab untuk besar kebocoran dan letak kebocoran. Data inputan ini kemudian diolah dengan kernel RBF. Tujuan penentuan kernel adalah untuk memudahkan proses pembelajaran SVM dan untuk menentukan support vector. Proses prediksi letak dan besar kebocoran pada junction/persimpangan pipa maupun pada saluran pipa dalam sistem ini menggunakan 1 variabel inputyaitu data tekanan pada setiap junction. Untuk mendeteksi kebocoran yang terjadi pada pipa yang berbeda menggunakan model yang berbeda pula.Hal ini disebabkan oleh pola perubahan tekanan pada junction saat terjadi kebocoran berbeda untuk setiap pipa. Hasil prediksi besar dan letak kebocoran data training sebagai data uji pada pipa 7-8 (pipa dari junction 7 sampai junction 8) dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 5.4 grafik hasil prediksi letak kebocoran data uji diluar data training pada pipa 11-38. Validasi merupakan proses yang dilakukan untuk melihat kehandalan model dalam melakukan prediksi. Besar kesalahan (error) hasil prediksi dari model yang terbentuk dapat diketahui dengan menggunakan perhitungan RMSE (Root Mean Square Error). Besarnya nilai error menunjukkan besar perbedaan antara hasil prediksi dengan data aktual. Semakin kecil nilai RMSE maka semakin akurat prediksi yang dihasilkan.Untuk mengetahui perbandingan tingkat keakuratan kinerja dari prediksi metode Support Vector Machine (SVM)dapat dilihat dari nilai Root Mean Square Error (RMSE).Untuk menghitung RMSE dilakukan oleh SVM.Adapun perhitungannya menggunakan rumus sebagai berikut: 1
𝑅𝑀𝑆𝐸 =
𝑁
𝑛 𝑖=1
𝑃 − 𝑎 2-
𝑃𝑚𝑎𝑥 − 𝑃𝑚𝑖𝑛
Dimana : N P a Pmax Pmin
: Jumlah data masukan : Nilai aktual : Nilai hasil prediksi : Nilai maksimal data aktual : Nilai minimum data aktual
Gambar 5.5 grafik hasil prediksi besar kebocoran data training sebagai data uji pada pipa 7-8.
Setelah dilakukan perhitungan prediksi data training sebagai data uji pada pipa 11-38 dengan Support Vector Machine (SVM), didapatkan nilai RMSE = 1.0739e-007 = 0.00000010379 untuk prediksi besar kebocoran dan nilai RMSE = 0.0269 untuk prediksi letak kebocoran. Adapun untuk data uji diluar data training menghasilkan RMSE = 0.0709 untuk besar kebocoran dan RMSE = 0.1812 untuk letak kebocoran. Untuk pelatihan metode Support Vector Machine (SVM) pada pipa 7-8 bertujuan agar sistem ini dapat mempelajari pola data dari junction
D421101061, D421102601
Gambar 5.6 grafik hasil prediksi letak kebocoran data training sebagai data uji pada pipa 7-8.
6
Jurnal Tugas Akhir Teknik Informatika 2014 Berikut adalah sampel hasil prediksi besar dan letak kebocoran data uji diluar data training pada pipa 7-8 yang diambil secara acak. Tabel 5.2 hasil prediksi besar dan letak kebocoran pada pipa 7-8 dengan data uji diluar data training Aktual
Prediksi
Koefisien Emitter
Jarak dari junc 7
Koefisien Emitter
Jarak dari junc 7
0.0034
5
0.0035
4
0.01
7
0.01
8
0.0013
14
0.0015
12
0.0012
17
0.001
16
0.0021
21
0.002
20
0.0055
20
0.0054
21
0.0055
20
0.0056
21
0.0065
20
0.0063
21
0.0070
20
0.0072
21
0.0075
20
0.0077
21
0.0085
20
0.0084
21
Gambar 5.8 grafik hasil prediksi letak kebocoran data uji diluar data training pada pipa 7-8. Validasi merupakan proses yang dilakukan untuk melihat kehandalan model dalam melakukan prediksi. Besar kesalahan (error) hasil prediksi dari model yang terbentuk dapat diketahui dengan menggunakan perhitungan RMSE (Root Mean Square Error). Besarnya nilai error menunjukkan besar perbedaan antara hasil prediksi dengan data aktual. Semakin kecil nilai RMSE maka semakin akurat prediksi yang dihasilkan.Untuk mengetahui perbandingan tingkat keakuratan kinerja dari prediksi metode Support Vector Machine (SVM)dapat dilihat dari nilai Root Mean Square Error (RMSE). Untuk menghitung RMSE dilakukan oleh SVM, Adapun perhitungannya menggunakan rumus sebagai berikut 1
𝑅𝑀𝑆𝐸 =
𝑁
𝑛 𝑖=1
𝑃 − 𝑎 2-
𝑃𝑚𝑎𝑥 − 𝑃𝑚𝑖𝑛
Dimana : N P a Pmax Pmin Gambar 5.7 grafik hasil prediksi besar kebocoran data uji diluar data training pada pipa 7-8.
: Jumlah data masukan : Nilai aktual : Nilai hasil prediksi : Nilai maksimal data aktual : Nilai minimum data aktual
Setelah dilakukan perhitungan prediksi data training sebagai data uji pada pipa 7-8 dengan Support Vector Machine (SVM), didapatkan nilai RMSE = 5.0000e-007 = 0.0000005 untuk prediksi besar kebocoran dan nilai RMSE = 0.0320 untuk prediksi letak kebocoran. Adapun untuk data uji diluar data training menghasilkan RMSE = 0.0648 untuk besar kebocoran dan RMSE = 0.0952 untuk letak kebocoran. 5.2Interface Sistem Deteksi Kebocoran Pipa Air Dengan menggunakan Interface GUI, penggunaan sistem ini akan lebih memudahkan
D421101061, D421102601
7
Jurnal Tugas Akhir Teknik Informatika 2014 user dalam mendeteksi kebocoran. dengan menggunakan tombol yang ada, penginputan data tekanan yang akan di uji dapat dilakukan dengan mudah, dan tampilan hasil dari program yang dijalankan yang berupa letak dan besar kebocoran dapat langsung terlihat. Interface dari sistem pendeteksi kebocoran pipa air dapat dilihat pada gambar 5.9 berikut.
2.
3.
uji diluar data training pada pipa 11-38 menghasilkan RMSE = 0.0709 untuk besar kebocoran dan RMSE = 0.1812 untuk letak kebocoran. Adapun untuk pipa7-8 menghasilkan RMSE = 0.0648 untuk besar kebocoran dan RMSE = 0.0952untuk letak kebocoran. Akurasi prediksi besar kebocoran danletak kebocoran untuk pipa11-38 adalah 81.97% dan 67.83%. Sedangkan akurasi prediksi besar kebocoran dan letak kebocoran untuk pipa7-8 adalah 89.4% dan 84.45%.
6.2 Saran 1. Penelitian ini menghasilkan sistem yang dapat mendeteksi besar dan letak pada satu titik kebocoran. Untuk dapat mendeteksi kebocoran pada dua titik kebocoran atau lebih, perlu untuk mengetahui korelasi antardua atau lebih titik kebocoran serta menggunakan komputer dengan performansi yang tinggi untuk dapat mengolah data dalam jumlah besar. 2. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan sistem ini dapat melakukan prediksi pada data ujibesar dan letak kebocoran diluar data training dengan akurat.
Gambar 5.9 Interface Sistem Simulasi Deteksi kebocoran Pipa Air. Terdapat dua tombol, tombol “masukkan data” digunakan untuk memasukkandata tekanan setiap junction untuk dideteksi dan tombol “prediksi” untuk melihat hasil prediksi besar dan letak kebocoran. Field “Keterangan” akan menampilkan hasil prediksi dan pada peta lokasi akan muncul penanda berupa titik berwarna merah yang berkedip pada titik kebocoran.
DAFTAR PUSTAKA
Berikut langkah-langkah penggunaan Interface GUI. 1. Klik tombol “masukkan data”. Setelah mengklik tombol tersebut, secara otomatis akan membuka file Ms. Excel. Masukan data pada tabel yang tersedia kemudian save dan close file Excel. 2. Klik tombol “Prediksi”.
[1] Utami, Patna Budi. 2013. Metro TV news: KerugianakibatKebocoran Air PDAM Makassar. http://www.metrotvnews.com/metronews/read/201 3/05/28/6/157060/Kerugian-akibat-Kebocoran-AirPDAM-Makassar-Rp737-Miliar (Diakses pada tanggal 26 Desember 2013)
[2] Musfidar, Buyamin dan Al Ghazaly. 2013. Skripsi: Sistem Deteksi Kebocoran Air pada Jaringan Pipa Menggunakan Analisis Tekanan dengan Metode Artificial Neural Network (ANN) Algoritma Radial Basis Function. Universitas Hasanuddin.
Posisi letak kebocoran pipa
[3] Annisa, Luthfiana. 2013. Step Test untuk Mengatasi Kebocoran. http://pdamsragen.com/index.php?option=com_con tent&view=article&id=250%3Astep&catid=34%3 Ademo&Itemid=117#.UsAS4oU1iZQ (Diakses pada tanggal 26 Desember 2013)
Gambar 5.10 tampilan hasil prediksi pada GUI 6. Penutup 6.1 Kesimpulan 1. Kebocoran pipa menggunakan metode SVM, membuktikkan ke akuratan informasi besar dan letak titik kebocoran yang terjadi. Sehingga dapat membantu dalam memperkecil wilayah pendeteksi ketika terjadi kebocoran pada observasi tersebut.
D421101061, D421102601
Perhitungan besar kesalahan (Error) prediksi data
[4] Maxford, John.2009. An Application of Pattern Recognition for the Location and Sizing of Leaks in Pipe Networks.Urban Water Security Research Alliance.
8
Jurnal Tugas Akhir Teknik Informatika 2014 [5] Nugroho, AntoSatrio. 2003. Support Vector Machine: Teori dan Aplikasinya dalam Bioinformatika. IlmuKomputer.com (.pdf) [6] Byun H, Lee S W. 2003. A Survey on PatternRecognition Applications of Support VectorMachines.International Journal of PatternRecognition and Artificial Intelligence,Vol.17, No.3, pp.459-486. [7] Tsuda K. 2000. Overview of Support VectorMachine.Journal of IEICE, Vol.83, No.6, pp.460-466. [8] Prasetyo, Eko. 2012. Data Mining: Konsep dan Aplikasi menggunakan Matlab. Yogyakarta: Penerbit Andi. Tri Anugrah Rahmadani, lahir di Makassar pada tangal 7 Maret 1993, merupakan mahasiswa S1 Teknik Elektro Program Studi Teknik Informatika Universita Hasanuddin pada tahun 2010 yang sebelumnya bersekolah di SMA Ummul Mukminin Makassar. Klarana Ulfah Ratnawaty.S lahir di Pare-pare pada tanggal 28 Oktober 1992. Merupakan mahasiswa S1 Fakultas Teknik jurusan
Teknik
Elektro
Program
Studi
Teknik
Informatika
D421101061, D421102601
9