SIKLUS KEDUA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT DI KELAS IV SEKOLAH DASAR DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK
Hongki Julie, St. Suwarsono, dan Dwi Juniati Staf pengajar di Universitas Sanata Dharma, Staf pengajar di Universitas Sanata Dharma, Staf pengajar di Universitas Negeri Surabaya E-mail:
[email protected] ABSTRAK: Ada 4 pertanyaan yang akan dicoba untuk dijawab dalam makalah ini, yaitu (1) apa konteks yang dapat dipergunakan untuk mengenalkan bilangan bulat negatif?, (2) bagaimana menggunakan konteks tersebut untuk membuat siswa mengkonstruksi pemahaman tentang bilangan bulat negatif?(3) bagaimana menggunakan konteks tersebut sedimikan hingga siswa juga dapat mengkonstruksi tentang (a) membandingkan dua bilangan bulat, (b) mengurutkan beberapa bilangan bulat, dan (c) menjumlahkan dan mengurangkan dua bilangan bulat, dan (4) apa dampak revisi proses pembelajaran siklus pertama yang dirancang oleh peneliti terhadap proses konstruksi pengetahuan siswa? Pendekatan pembelajaran yang dipergunakan oleh peneliti di dalam merancang proses pembelajaran bilangan bulat adalah pendekatan matematika realistik. Rancangan pembelajaran yang dibuat oleh peneliti adalah untuk siswa kelas IV SD. Ada tiga prinsip utama dalam pendekatan matematika realistik, yaitu (1) Penemuan kembali secara terbimbing (guided reinvention) dan matematisasi progresif (progressive mathematizing), (2) fenomenologi didaktis (didactical phenomenology), dan (3) mengembangkan modelmodel sendiri (self-developed models).Jenis penelitian yang dipergunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah penelitian pengembangan (design research). Menurut Akker, Gravemeijer, McKeney, dan Nieveen (dalam Akker, Gravemeijer, McKeney, dan Nieveen, 2006), karakteristik penelitian pengembangan adalah (1) intervensionis, (2) iteratif, (3) berorientasi pada proses, (4) Berorientasi pada kegunaan, dan (5) berorientasi pada teori. Menurut Gravemeijer dan Cobb (dalam Akker, Gravemeijer, McKeney, dan Nieveen, 2006) ada 3 fase dalam penelitian pengembangan, yaitu (1) persiapan uji coba desain, (2) uji coba desain, dan (3) analisis retrospektif. Hasil yang disajikan dalam makalah ini adalah hasil yang diperoleh oleh peneliti pada siklus kedua dari 2 siklus yang direncanakan oleh peneliti. Kata Kunci: bilangan bulat, pendekatan matematika realistik, dan penelitian pengembangan.
Pada siklus pertama, peneliti mengembangkan konteks permainan lempar dadu untuk mengenalkan bilangan bulat negatif. Selain itu, ada hal lain yang dapat dipelajari oleh siswa setelah siswa melakukan proses permainan lempar dadu, yaitu (1) jika ada 2 bilangan bulat yang berbeda, maka siswa dapat menentukan bilangan bulat manakah yang lebih besar atau lebih kecil, (2) mengurutkan beberapa
bilangan bulat dari yang terkecil atau yang terbesar, (3) menentukan hasil penjumlahan 2 bilangan bulat jika (a) bilangan bulat yang ditambah dan penambahnya adalah bilangan bulat positif, (b) bilangan bulat yang ditambah negatif dan penambahnya adalah bilangan bulat positif, dan (4) menentukan hasil pengurangan 2 bilangan bulat (a) jika bilangan bulat yang dikurangi dan pengurangnya adalah
77
Julie, dkk, Siklus Kedua Pengembangan Pembelajaran Bilangan Bulat, 78
bilangan bulat positif, (b) bilangan bulat yang dikurangi negatif dan pengurangnya adalah bilangan bulat positif. Dari siklus pertama proses penelitian yang dilakukan oleh peneliti ditemukan hasil bahwa siswa masih mengalami kesulitan ketika harus menentukan manakah yang lebih besar atau lebih kecil dari 2 bilangan bulat negatif, dan mengurutkan beberapa bilangan negatif. Karena itu, untuk siklus kedua, pada saat siswa menjelaskan hasil permainan lempar dadu, guru diminta membuat beberapa soal tentang menentukan manakah yang lebih besar atau lebih kecil dari dua bilangan bulat negatif, dan mengurutkan beberapa bilangan bulat negatif yang diambil dari hasil yang diperoleh kelompok tersebut. Selain itu dari siklus pertama proses penelitian yang dilakukan oleh peneliti juga ditemukan hasil bahwa proses abstraksi siswa terhadap proses penjumlahan dan pengurangan menggunakan garis bilangan, khususnya yang melibatkan bilangan bulat negatif masih belum terjadi. Dalam menyelesaikan soal penjumlahan dan pengurangan dengan menggunakan garis bilangan, siswa masih dimungkinkan membilang satu demi satu ketika melakukan proses penjumlahan, dan pengurangan. Karena hasil dari proses penjumlahan, dan pengurangan yang dilakukan di garis bilangan yang tersedia rentangnya belum terlalu lebar, sehingga proses penggambarannya masih dapat dilakukan oleh siswa dengan membilang satu demi satu. Strategi ini tidak dapat dilakukan oleh siswa untuk menyelesaikan soal-soal penjumlahan, dan pengurangan yang rentang bilangan yang dijumlahkan datau dikurangkan cukup jauh. Jadi, penulis dapat mengatakan bahwa masih ada jurang yang belum dijembatani dalam proses abstraksi siswa dalam proses menjumlahkan, dan mengurangkan yang
melibatkan bilangan bulat negatif. Penulis perlu menambahkan beberapa aktivitas lagi dalam proses pembelajaran yang dapat membantu siswa melakukan proses abstraksi dari strategi yang dilakukan siswa untuk menyelesaikan soal-soal penjumlahan dan pengurangan dengan menggunakan garis bilangan. PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) Pendidikan Matematika Realistik (PMR) pada awalnya dikembangkan oleh Hans Freudenthal di Belanda sekitar 40 tahun yang lalu. PMR masih dikembangkan di Belanda hingga saat ini oleh Freudenthal Institute. Filosofi dasar dari PMR adalah matematika sebagai aktivitas manusia, artinya matematika dalam pembelajaran dihubungkan dengan matematika sebagai suatu kegiatan manusia (Freudenthal, 1971, 1973 dalam Gravemeijer, 1994). Dengan kata lain, belajar matematika seharusnya dapat membuat siswa berpandangan bahwa matematika ada di dalam kegiatan manusia dan dapat digunakan dalam kehidupan nyata yang dijalani oleh manusia. Ada tiga prinsip utama di dalam PMR (Gravemeijer, 1994), yaitu: 1. Penemuan kembali secara terbimbing (guided reinvention) dan matematisasi progresif (progressive mathematizing); 2. Fenomenologi didaktis (didactical phenomenology); 3. Mengembangkan model-model sendiri (self-developed models); Treffers (1987 dalam Gravemeijer, 1994) merekonstruksi suatu domain dari dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik. Treffers berhasil menyusun lima karakteristik dari matematisasi progresif yang ia padukan dengan prinsip penemuan kembali. Matematisasi progresif dapat dilekatkan dengan teori Van Hiele (1973, 1985 dalam
79, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
Gravemeijer, 1994) dan fenomenologi didaktis yang dikembangkan oleh Freudenthal (1983 dalam Gravemeijer, 1994). Menurut Traffers (1987 dalam Gravemeijer, 1994) proses matematisasi progresif dapat dikarakaterisasi oleh lima karakter berikut: 1. Eksplorasi fenomenologis Sejalan dengan ide Freudenthal tentang fenomenologi didaktis, penekanan terletak pada eksplorasi fenomenologi. Mulai dengan fenomena-fenomena, kemudian fenomenafenomena tersebut diorganisasikan. 2. Menggunakan instrumen-instrumen vertikal Perhatian yang besar diberikan untuk model-model lebih dari pada memberikan kebenaran. Model-model situasi dan skema dimunculkan dari aktivitas penyelesaian masalah dan sesudah itu dapat membantu untuk menjembatani jurang antara level intuitif dan level sistematis. 3. Kontribusi siswa Elemen konstruktif tampak dalam kontribusi yang banyak dalam pengajaran yang berasal dari konstruksikonstruksi yang dibuat oleh siswa dan hasil-hasil yang dicapai oleh siswa. 4. Interaktivitas Proses negosiasi, intervensi, diskusi, kerja sama, dan evaluasi yang eksplisit adalah elemen-elemen yang mendasar dalam suatu proses pembelajaran yang konstruktif, dimana dalam proses pembelajaran tersebut, metode-metode informal dari siswa dipergunakan sebagai pengungkit untuk mencapai level formal. 5. Jalinan (intertwining) Pendekatan holistik, yang memasukkan aplikasi-aplikasi, menyatakan secara tidak langsung bahwa rangkaian pembelajaran tidak dapat diperlakukan sebagai sesuatu yang
sungguh-sungguh terpisah, sebaliknya, rangkaian pembelajaran harus diperlakukan sebagai suatu jalinan yang terkait satu sama lain. PENELITIAN PENGEMBANGAN Menurut Gravemeijer dan Cobb (dalam Akker, Gravemeijer, McKeney, dan Nieveen, 2006) ada 3 fase dalam penelitian pengembangan, yaitu 1. Fase pertama: persiapan uji coba desain Menurut Gravemeijer dan Cobb (dalam Akker, Gravemeijer, McKeney, dan Nieveen, 2006), persiapan untuk uji coba desain dimulai dengan mengklarifikasi tujuan-tujuan yang akan dicapai oleh siswa setelah mereka belajar matematika (endpoints). Setelah selesai menetapkan tujuan yang akan dicapai siswa, peneliti kemudian harus menentukan titik-titik awal pembelajaran (starting points). Sesudah tujuan yang akan dicapai siswa dan titik-titik awal pembelajaran selesai diformulasikan, maka tugas selanjutnya dari peneliti adalah memformulasikan dugaan teori pembelajaran lokal (a conjecturer local instruction theory) dari desain yang akan diujicobakan. Teori pembelajaran lokal berisi: dugaan bagaimana proses pembelajaran akan terjadi, dugaan aktivitas pembelajaran yang produktif, budaya kelas yang diimpikan, dugaan bagaimana guru dapat berperan secara proaktif dalam pembelajaran, dan dugaan bagaimana siswa berpikir dalam proses pembelajaran tersebut. 2. Fase Kedua: uji coba desain Menurut Gravemeijer dan Cobb (dalam Akker, Gravemeijer, McKeney, dan Nieveen, 2006), tujuan dari uji coba desain adalah menguji dan meningkatkan dugaan teori pembelajaran lokal (a conjecture local instruction theory) yang sudah dikembangkan pada fase pertama,
Julie, dkk, Siklus Kedua Pengembangan Pembelajaran Bilangan Bulat, 80
serta mengembangkan pemahaman bagaimana desain tersebut bekerja. Menurut Gravemeijer dan Cobb (dalam Akker, Gravemeijer, McKeney, dan Nieveen, 2006), kunci dari proses pengujian, peningkatan, dan pemahaman adalah proses siklik yang terintegrasi dari desain dan proses analisis. Menurut Gravemeijer dan Cobb (dalam Akker, Gravemeijer, McKeney, dan Nieveen, 2006), jantung dari penelitian pengembangan terletak pada proses siklik dari proses pembuatan/ pembuatan ulang desain dan menguji aktivitas pembelajaran dan aspek-aspek lain yang ada dalam desain. Dalam setiap siklus, tim peneliti membuat suatu eksperimen dalam pikiran yang bersifat antisipatif (an anticipatory thought expe riment) dengan membayangkan bagaimana aktivitas pembelajaran yang diusulkan dapat direalisasikan dalam interaksi di dalam kelas, dan apa yang siswa pelajari setelah berpartisipasi dalam aktivitas pembelajaran yang dirancang oleh peneliti. Selama pembuatan aktivitas pembelajaran di dalam kelas dan dalam peninjauan kembali, peneliti mencoba untuk menganalisis proses aktual partisipasi dan belajar siswa. Berdasarkan hasil analisis ini, peneliti membuat keputusan tentang kevalidan dugaan teori pembelajaran lokal yang diwujudkan dalam aktivitas pembelajaran, pembentukan norma-norma tertentu, dan revisi aspek-aspek tertentu dari desain. Uji coba desain terdiri atas proses-proses siklik dari eksperimen dalam pikiran (thought experiment) dan eksperimen pembelajaran (instruction experiment). Proses siklik dari eksperimen dalam pikiran (thought experiment) dan eksperimen pembelajaran (instruction experiment) digambarkan oleh Freudenthal (1991 dalam Akker, Gravemeijer, McKeney, dan Nieveen, 2006) seperti tampak dalam gambar 1.
Gambar 1 Penelitian pengembangan, suatu akumulasi proses-proses siklik (Akker, Gravemeijer, McKeney, dan Nieveen, 2006, 25)
3. Fase ketiga : analisis retrospektif Menurut Gravemeijer dan Cobb (dalam Akker, Gravemeijer, McKeney, dan Nieveen, 2006), tujuan dari analisis retrospektif tergantung pada tujuan secara teori penelitian pengembangan dilakukan. Lebih lanjut diutarakan bahwa salah satu dari tujuan utama diadakan analisis retrospektif adalah untuk mengembangkan teori pembelajaran lokal (local instruction theory). Meskipun adanya perbedaanperbedaan dalam tujuan secara teori dilakukannya penelitian pengembangan direfleksikan dalam perbedaan-perbedaan analisis retrospektif, tetapi bentuk analisis perlu meliputi suatu proses iteratif yang menganalisis sekumpulan data yang masuk. HASIL DAN PEMBAHASAN Fase 1 Siklus II Tujuan yang ingin dicapai dari desain yang dibuat peneliti adalah (1) mengenalkan bilangan bulat negatif, (2) jika ada 2 bilangan bulat yang berbeda, maka siswa dapat menentukan bilangan bulat manakah yang lebih besar atau lebih kecil, (3) mengurutkan beberapa bilangan bulat dari yang terkecil atau yang terbesar, (4) menentukan hasil penjumlahan 2 bilangan bulat jika (a) bilangan bulat yang ditambah dan penambahnya adalah bilangan bulat positif, (b) bilangan bulat yang ditambah negatif dan penambahnya
81, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
adalah bilangan bulat positif, dan (5) menentukan hasil pengurangan 2 bilangan bulat (a) jika bilangan bulat yang dikurangi dan pengurangnya adalah bilangan bulat negatif, (b) bilangan bulat yang dikurangi negatif dan pengurangnya adalah bilangan bulat positif. Sebelum siswa mengalami proses pembelajaran yang didesain oleh peneliti, siswa sudah mempelajari tentang bilangan cacah, membandingkan 2 bilangan cacah, mengurutkan bilangan cacah, dan menjumlahkan dan mengurangkan 2 bilangan cacah. Bilangan cacah yang dipelajari oleh siswa sebelumnya adalah bilangan cacah sampai dengan 10.000. Fase 2 Siklus II Secara garis besar, langkahlangkah pembelajaran yang dilalui oleh siswa dalam rancangan yang dirancang oleh peneliti adalah sebagai berikut: 1. Permainan lempar dadu. Pada kesempatan ini, siswa memainkan permainan lempar dadu dalam kelompok yang terdiri dari 4 siswa. Perlengkapan permainan lempar dadu: a. Papan permainan lempar dadu (dapat dilihat pada gambar 2).
c. Pemenang dari permainan ini adalah siswa yang mencapai posisi 10 untuk pertama kali setelah siswa melemparkan dadu 2 kali dalam setiap kesempatannya. Pemain yang kalah dalam permainan ini adalah siswa yang mencapai posisi – 10. d. Jika tidak ada pemain yang mencapai posisi 10 atau – 10, maka permainan dihentikan setelah 15 putaran. Urutan pemenang dalam permainan ditentukan posisi terakhir pion. 2. Mencatat hasil permainan lempar dadu. Setelah setiap kelompok selesai memainkan permainan lempar dadu, siswa diminta memainkan lagi permainan lempar dadu. Pada kesempatan kedua ini, siswa diminta untuk mencatat semua hasil lemparan dadu setiap pemain dalam tabel berikut:
Gambar 3 tabel untuk mencatat hasil permainan lempar dadu Gambar 2 papan permainan lempar dadu
b. Empat buah pion. c. Satu buah dadu. Aturan permainan lempar dadu: a. Siswa menentukan urutan melemparkan dadu dengan hom pim pa atau melemparkan dadu. b. Tiap siswa mendapat kesempatan melempar dadu sebanyak 2 kali. Hasil lemparan dadu yang pertama menyatakan banyak langkah pion ke kanan, sedangkan lemparan dadu yang kedua menyatakan banyak langkah pion ke kiri.
Sesudah semua kelompok menyelesaikan permainan lempar dadu, maka guru meminta satu atau dua kelompok untuk menceritakan proses permainan yang terjadi, dan menampilkan hasil permainan lempar dadu yang diperoleh kelompok tersebut. Jika ada kekeliruan yang dilakukan oleh siswa, maka guru dapat mendiskusikan kekeliruan tersebut. Guru memberikan beberapa soal tentang menentukan manakah yang lebih besar atau lebih kecil dari dua bilangan bulat negatif dari hasil permainan lempar
Julie, dkk, Siklus Kedua Pengembangan Pembelajaran Bilangan Bulat, 82
dadu yang disajikan oleh siswa, misal guru menanyakan untuk putaran yang ke... (disesuaikan dengan hasil yang diperoleh siswa, dimana ada 2 siswa yang memperoleh posisi di bilangan bulat negatif), siapakah yang memenangkan putaran tersebut. Beberapa siswa diminta untuk menjelaskan jawabannya atas pertanyaan guru tersebut. Guru memberikan beberapa soal tentang mengurutkan beberapa bilangan bulat negatif dari hasil permainan lempar dadu yang disajikan oleh siswa, misal: guru menanyakan untuk putaran yang ke... (disesuaikan dengan hasil yang diperoleh siswa, dimana ada 4 siswa yang memperoleh posisi di bilangan bulat negatif), siapakah yang memenangkan putaran tersebut. Beberapa siswa diminta untuk menjelaskan jawabannya atas pertanyaan guru tersebut. 3. Menentukan hasil permainan lempar dadu untuk satu putaran. Siswa diminta menyelesaikan 10 soal yang terkait dengan permainan lempar dadu. Pada kesempatan ini, siswa diminta menentukan posisi pion dan menggambarkan langkah pion pada garis bilangan jika diketahui posisi awal, hasil lemparan dadu pertama dan kedua. Berikut adalah contoh soal yang diselesaikan oleh siswa:
Gambar 4 contoh soal menentukan hasil permainan lempar dadu untuk satu putaran
Setelah semua siswa menyelesaikan kesepuluh soal tersebut, maka guru meminta 10 siswa satu demi satu untuk menuliskan jawabannya di papan tulis. Kemudian guru mendiskusikan jawaban siswa-siswa tersebut. Setelah itu, guru meminta siswa menuliskan kalimat matematika untuk
setiap soal. Setelah siswa menyelesaikan, maka guru meminta 10 siswa satu demi satu untuk menuliskan jawabannya di papan tulis. Kemudian guru mendiskusikan jawaban siswa-siswa tersebut. 4. Menentukan hasil permainan lempar dadu untuk dua putaran. Siswa diminta menyelesaikan 8 soal yang terkait dengan permainan lempar dadu. Pada kesempatan ini, siswa diminta menentukan posisi pion dan menggambarkan langkah pion pada garis bilangan jika diketahui posisi awal, hasil lemparan dadu pertama dan kedua pada lemparan pertama dan kedua. Berikut adalah contoh soal yang diselesaikan oleh siswa:
Gambar 5 contoh soal menentukan hasil permainan lempar dadu untuk dua putaran
Setelah semua siswa menyelesaikan kedelapan soal tersebut, maka guru meminta 8 siswa satu demi satu untuk menuliskan jawabannya di papan tulis. Kemudian guru mendiskusikan jawaban siswa-siswa tersebut. Setelah itu, guru meminta siswa menuliskan kalimat matematika untuk setiap soal. Setelah siswa menyelesaikan, maka guru meminta 8 siswa satu demi satu untuk menuliskan jawabannya di papan tulis. Kemudian guru mendiskusikan jawaban siswa-siswa tersebut. 5. Menentukan hasil permainan lempar dadu untuk 15 putaran. Siswa diminta menyelesaikan 15 soal yang terkait dengan permainan lempar dadu. Pada kesempatan ini, siswa diminta menentukan posisi pion dan menentukan pemenang permainan lempar dadu setiap
83, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
putaran jika diketahui hasil lemparan dadu pertama dan kedua untuk 15 putaran dengan 4 orang pemain. Berikut adalah contoh soal yang diselesaikan oleh siswa:
Gambar 6 soal menentukan hasil permainan lempar dadu untuk 15 putaran
Setelah semua siswa menyelesaikan kelima belas soal tersebut, maka guru meminta 15 siswa satu demi satu untuk menuliskan jawabannya di papan tulis. Kemudian guru mendiskusikan jawaban siswa-siswa tersebut. 6. Menentukan hasil penjumlahan dan pengurangan dua bilangan bulat dengan menggunakan garis bilangan. Siswa diminta menyelesaikan 10 soal penjumlahan dan pengurangan dengan menggunakan garis bilangan. Pada kesempatan ini, siswa diminta menggambarkan proses penyelesaian penjumlahan dan pengurangan di garis bilangan. Berikut adalah contoh soal yang diselesaikan oleh siswa:
Gambar 7 soal menentukan hasil penjumlahan dan pengurangan dengan menggunakan garis bilangan
Setelah semua siswa menyelesaikan kesepuluh belas soal tersebut, maka guru meminta 10 siswa satu demi satu untuk menuliskan jawabannya di papan tulis. Kemudian guru mendiskusikan jawaban siswa-siswa tersebut.
7. Menentukan hasil penjumlahan atau pengurangan dengan menggunakan garis bilangan kosong. Siswa diminta menyelesaikan 10 soal penjumlahan atau pengurangan dengan menggunakan garis bilangan kosong. Pada kesempatan ini, siswa diminta menggambarkan proses penyelesaian penjumlahan atau pengurangan di garis bilangan kosong. Berikut adalah contoh soal yang diselesaikan oleh siswa:
Gambar 8 soal menentukan hasil penjumlahan atau pengurangan dengan menggunakan garis bilangan kosong
Setelah semua siswa menyelesaikan kesepuluh belas soal tersebut, maka guru meminta 10 siswa satu demi satu untuk menuliskan jawabannya di papan tulis. Kemudian guru mendiskusikan jawaban siswa-siswa tersebut. 8. Menentukan hasil penjumlahan dan pengurangan dengan menggunakan garis bilangan kosong. Siswa diminta menyelesaikan 10 soal penjumlahan dan pengurangan dengan menggunakan dua garis bilangan kosong. Pada kesempatan ini, siswa diminta menggambarkan proses penyelesaian penjumlahan dan pengurangan di dua garis bilangan kosong. Berikut adalah contoh soal yang diselesaikan oleh siswa:
Gambar 9 soal menentukan hasil penjumlahan dan pengurangan dengan menggunakan 2 garis bilangan kosong
Setelah semua siswa menyelesaikan kesepuluh belas soal tersebut, maka guru meminta 10 siswa satu demi satu untuk menuliskan jawabannya di papan tulis. Kemudian guru mendiskusikan jawaban siswa-siswa tersebut.
Julie, dkk, Siklus Kedua Pengembangan Pembelajaran Bilangan Bulat, 84
9. Menentukan hasil penjumlahan dan pengurangan dua bilangan bulat. Siswa diminta menyelesaikan 20 soal penjumlahan dan pengurangan. Berikut adalah soal-soal yang diselesaikan oleh siswa:
kan langkahnya pada garis bilangan. Bagian keempat ini terdiri dari 5 soal. e. Siswa menentukan hasil penjumlahan dan pengurangan. Bagian kelima terdiri dari 5 soal. Fase 3 Siklus II Berikut adalah hasil evaluasi siswa: Tabel 1 Kesalahan yang dibuat oleh siswa. Bagian
II
Gambar 10 soal menentukan hasil penjumlahan dan pengurangan
IV
Kesalahan yang dibuat siswa Siswa tidak memperhatikan tanda, dan mengurutkan dari yang terbesar Untuk bilangan bulat negatif, siswa mengurutkan dari yang terbesar Tidak lengkap Salah meletakkan 3 Salah mulai, seharusnya mulai dari -3, tetapi siswa mulai dari 3 Salah mulai, seharusnya mulai dari -2, tetapi siswa mulai dari 2 - 4 digambar 4, dan +15 digambar 15 Kelebihan satu langkah ketika -9 Salah di langkah +15 Salah mulai Salah di langkah -22 5 + (-22) = 13 5 - 22 = 17
Setelah semua siswa menyelesaikan kedua puluh soal tersebut, maka guru meminta 20 siswa satu demi satu untuk menuliskan jawabannya di papan tulis. Kemudian guru mendiskusikan jawaban siswa-siswa tersebut. V 10. Evaluasi -25 + 20 = 5 Sesudah semua rangkaian proses -10-15 = 5 pembelajaran di atas, maka peneliti mengadakan evaluasi untuk melihat perkembangan pengetahuan siswa. Evalu- Tabel 2 Perbandingan persentase tingkat kebenaran jawaban siswa pada siklus I asi ini terdiri dari 5 bagian, yaitu: dan II a. Siswa membandingkan dua bilangan Persentase Persentase bulat, dan mengisi dengan tanda <, >, tingkat tingkat atau =. Bagian pertama terdiri dari 5 Bagian Nomer kebenaran kebenaran pada soal. pada siklus II b. Siswa mengurutkan beberapa bilangan siklus I bulat. Bagian kedua terdiri dari 5 soal. 1 80,95 88,89 c. Siswa menggambarkan hasil permainan 2 97,62 100,00 lemparan dadu untuk 5 putaran dari 2 I 3 80,95 100,00 pemain. Setelah itu, siswa diminta 4 71,43 92,59 menentukan posisi dari hasil permainan 5 85,71 96,30 lemparan dadu untuk 5 putaran dari 2 1 69,05 88,89 pemain yang langkah pionnya sudah 2 66,67 85,19 digambarkan pada soal sebelumnya. II 3 50,00 85,19 d. Siswa menentukan hasil penjumlahan 4 40,48 81,48 dan pengurangan dengan menggambar-
85, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
III (gambar)
III (tabel 1)
III (tabel 2)
IV
V
5
47,62
74,07
1
26,19
37,04
2
23,81
40,74
1
90,48
92,59
2
54,76
77,78
3
50,00
59,26
4
40,48
44,44
5
35,71
37,04
1
78,57
85,19
2
50,00
70,37
3
42,86
51,85
4
33,33
40,74
5
30,95
40,74
1
71,43
88,89
2
78,57
88,89
3
54,76
81,48
4
78,57
77,78
5
71,43
88,89
1
66,67
92,59
2
33,33
70,37
3
21,43
51,85
4
16,67
55,56
5
16,67
44,44
KESIMPULAN Beberapa hal yang dapat diperoleh terhadap hasil evaluasi siswa. 1. Siswa yang mengalami kesulitan ketika harus menentukan manakah yang lebih besar atau lebih kecil dari 2 bilangan bulat negatif sudah mulai berkurang. 2. Hasil temuan nomer 1 sejalan dengan hasil siswa pada bagian II. Pada bagian II, siswa yang kesulitan mengurutkan bilangan-bilangan negatif mulai berkurang juga. Hal ini dapat dilihat pada
tingkat kesalahan siswa untuk nomer 4, dan 5 sudah mulai berkurang, di mana pada kedua nomer tersebut, bilangan yang harus diurutkan oleh siswa semuanya bilangan bulat negatif. 3. Dari hasil siswa pada bagian V, nampak bahwa proses abstraksi siswa terhadap proses penjumlahan dan pengurangan menggunakan garis bilangan, khususnya yang melibatkan bilangan bulat negatif sudah mulai meningkat. Hal ini dapat dilihat dari tingkat kesalahan pada bagian V untuk siklus II sudah menurun jika dibandingkan pada siklus I. Meskipun demikian, tingkat kesalahan ini masih cukup tinggi, khususnya untuk soal nomer 3, 4, dan 5. Jadi, menurut penulis, jurang yang belum dijembatani dalam proses abstraksi siswa dalam proses menjumlahkan, dan mengurangkan yang melibatkan bilangan bulat negatif masih ada meskipun tidak sedalam pada siklus I. Ini berarti, penulis perlu membuat beberapa aktivitas lagi yang membantu siswa mengembangkan strategi yang dipergunakan siswa untuk menyelesaikan soal pada bagian IV sedemikian hingga siswa dapat menyelesaikan soal pada bagian V. Dengan kata lain, penulis perlu menambahkan beberapa aktivitas lagi dalam proses pembelajaran yang dapat membantu siswa melakukan proses abstraksi dari strategi yang dilakukan siswa untuk menyelesaikan soal-soal pada bagian IV.
DAFTAR RUJUKAN
Akker, Jan Van Den, Gravemeijer K., McKenney S., dan Nieveen N.. 2006. Educational Design Re-
search. New York: Taylor and Francis Group.
Julie, dkk, Siklus Kedua Pengembangan Pembelajaran Bilangan Bulat, 86
Ariyadi Wijaya. 2012. Pendidikan Matematika Realistik: Suatu Alternatif Pendekatan Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Gravemeijer, K.P.G. (1994). Developing Realistic Mathematics Education. Utrecht: Freudenthal Institute. Steefland, L. (editor). 1991. Realistic Mathematics Education in Primary School. Utrecht: CD-β Press.