ISSN:0856-6694 VOL. 20,No.1 Ferbruari2012
WANITA MENJADI HAKIM, IMAM DAN KEPALA NEGARA
(Sebuah Wacana dalam Perbandingan Fiqih) H. FAIRUZZABADI KHITBAH DALAM PERSSPEKTIF HADIS NURBAITI KOMPARATIF TINGKAT PERKAWINAN DAN PERCERAIAN DI KOTA BENGKULU MASRIL SISTEM INFORMASI TERPADU UNTUK MENJALANKAN SISTEM BISNIS TERINTEGRASI ANDANG SUNARTO MENGQADHA SHALAT FARDHU (Studi Komparatif Pendapat Imam Mazhab) NENAN JULIR MEMAHAMI MAKNA IBADH SHOLAT SEBAGAI PENDIDIKAN TENTANG PRIBADI DAN KEMASYARAKATAN KHERMARINAH KONSEP PEMAHAMAN NEO-SUFISME SEBAGAI SOLUSI ALTERNATIF MENGATASI KRISIS SPIRITUAL KEAGAMAAN LUKMAN
ISSN:0856-6694 VOL. 20,No.1 Ferbruari2012
MEMAHAMI MAKNA IBADAH SHOLAT SEBAGAI PENDIDIKAN TENTANG PRIBADI DAN KEMASYARAKATAN
Dra. Khermarinah, M.Pd.I
Abstrak : Berdasarkan keterangan dalam Al-Quran dan hadits Nabi dapatlah dikatakan bahwa sholat adalah kewajiban pribadatan (formal) yang paling penting dalam sistem keagamaan Islam AL-Quran banyak memuat perintah agar kita menegakkan sholat (iqamat al-sholah), yakni menjalankannya dengan penuh kesungguhan, dan menggambarkan bahwa kebahagiaan kaum beriman adalah pertama-tama karena sholatnya yang dilakukan dengan penuh khusyu’. Dalam kehidupan yang hiruk pikuk dan kepentingan perebutan keuntungan pribadi, kita sering cenderung untuk melupakan tujuan sebenarnya. Manusia harus selalu mengingat kepada Allah dalam segala sikap dan perbuatannya, kegiatan mengingat inilah yang ditransformasikan menjadi ibadah # Dalam sholat itu kita mendapatkan ke insyafan akan tujuan akhir hidup yaitu penghambaan diri (ibadah) kepada Allah SWT.
Kata Kunci : Ibadah, Shalat, Pendidikan, pribadi dan Kemasyarakatan
Pendahuluan
Sholat ialah ibadah yang terdiri dari perkataan dan perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir bagi Allah SWT dan disudahi dengan memberi salam. Dan menempati kedudukan yang tak dapat ditandingi oleh ibadat manapun juga ia merupakan tiang agama dan tak dapat tegak kecuali dengannya.1 Berdasarkan keterangan dalam Al-Quran dan hadits Nabi dapatlah dikatakan bahwa sholat adalah kewajiban pribadatan (formal) yang paling penting dalam sistem keagamaan Islam AL-Quran banyak memuat 1
Syeikh Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah. Jilid I, Al Ma’rif. Bandung : 1991, hal. 191.
ISSN:0856-6694 VOL. 20,No.1 Ferbruari2012
perintah agar kita menegakkan sholat (iqamat al-sholah), yakni menjalankannya dengan penuh kesungguhan, dan menggambarkan bahwa kebahagiaan kaum beriman adalah pertama-tama karena sholatnya yang dilakukan dengan penuh khusyu’. Sebuah hadits Nabi menegaskan yang artinya “Yang pertama kali akan diperhitungkan tentang seorang hamba pada hari kiamat ialah, sholat ; Jika baik maka baik pulalah seluruh amalnya.2 Karena
demikian
banyaknya
penegasan-penegasan
tentang
pentingnya sholat yang kita dapatkan dalam sumber-sumber agama, tentu sepatutnya kita memahami makna sholat itu sebaik mungkin. Berdasarkan berbagai penegasan itu dapat di tarik kesimpulan bahwa agaknya sholat merupakan kapsul keseluruhan ajaran agama dan tujuan agama, yang di dalamnya termuat ekstrak atau sari pati semua bahan ajaran dan tujuan keagamaan. Dalam kehidupan yang hiruk pikuk dan kepentingan perebutan keuntungan pribadi, kita sering cenderung untuk melupakan tujuan sebenarnya. Manusia harus selalu mengingat kepada Allah dalam segala sikap
dan
perbuatannya,
kegiatan
mengingat
inilah
yang
ditransformasikan menjadi ibadah# Dalam sholat itu kita mendapatkan ke insyafan akan tujuan akhir hidup yaitu penghambaan diri (ibadah) kepada Allah SWT. Makna Sholat
1.
Makna intrinsik sholat Sholat disebut bermakna intrinsik (makna dalam dirinya sendiri), karena
ia merupakan tujuan pribadinya sendiri khususnya sholat sebagai peristiwa 2
Husein Al-Bajraesy, Hadits Shohih Bukhori. Al-Ikhlas. Surabaya : 1982, hal. 22
ISSN:0856-6694 VOL. 20,No.1 Ferbruari2012
menghadap Allah dan berkomunikasi dengan dia baik melalui bacaan, maupun melalui tingkah laku (khususnya rukuk dan sujud). Takbir pembukaan sholat itu dinamakan “takbir ihram” yang mengandung arti takbir yang mengharamkan segala tindakan dan tingkah laku yang tidak ada kaitannya dengan sholat sebagai peristiwa menghadap Tuhan. Takbir yang mengharamkan segala tindakan dan tingkah laku yang tidak ada kaitannya dengan sholat sebagai peristiwa menghadap Tuhan
dan
mengharamkan atau memutuskan diri dari semua bentuk hubungan dengan sesama manusia. Maka makna intrinsik sholat diisyaratkan dalam arti simbolik takbir pembukaan itu yang melambangkan hubungan dengan Allah dan menghambakan diri kepadanya. Maka wujud simbolik terpenting penghambaan itu ialah sholat yang dibuka dengan takbir tersebut, sebagai ucapan pernyataan dimulai nya sikap menghadap Allah.3 Sikap menghadap Allah itu kemudian dianjurkan untuk dikukuhkan dengan membaca do’a pembukaan (do’a iftitah) lalu dilanjutkan dengan seruan: “Sesungguhnya sholatku, darma baktiku, hidupku dan matiku untuk Allah, penjaga seluruh alam raya, tiada sekutu bagi-Nya. Begitulah aku diperintahkan, dan aku termasuk mereka yang pasrah (muslirn)” QS.6:1:61-162. Dalam sholat itu orang diharapkan hanya melakukan hubungan vertikal dengan Allah, selanjutnya dalam melakukan sholat hendaknya menyadari sedalam-dalamnya akan posisinya sebagai seorang makhluk yang sedang menghadap kholiknya, dengan penuh keharuan, kesyahduan, dan kekhusyukan. Sehingga menginsyafi sedalam-dalamnya bahwa kholiknya melihat dia, karena merupakan peristiwa menghadap Tuhan, sholat juga sering dilukiskan sebagai
Nurkholis Majid. Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah. Yayasan Paramadina. Jakarta : 1995. Hal. 399. 3
ISSN:0856-6694 VOL. 20,No.1 Ferbruari2012
mi’raj seorang mukmin, dalam analogi dengan mi’raj Nabi SAW yang menghadap Allah secara langsung ke sidra al-muntaha.
2.
Makna instrumental sholat Sholat disebut bermakna instrumental, karena ia dapat dipandang
sebagai sara untuk mencapai sesuatu di luar diri sendiri sesungguhnya adanya makna instrumental sholat itu sangat logis, justru sebagai konsekuensi makna instrinsiknya juga. Yaitu, jika seseorang dengan penuh kesungguhan dan keinsyafan menghayati kehadiran Tuhan dalam hidup kesehariannya, maka tentu dapat diharap bahwa keinsyafan itu akan mempunyai dampak pada tingkah laku dan pekertinya, yang tidak lain daripada dampak kebaikan. Tujuan sholat sebagai sarana pendidikan budi pekerti yang luhur dan perikemanusian itu yang dilambangkan dalam ucapan salam sebagai penutupnya. Ucapan salam tidak lain adalah do’a untuk keselamatan, kesejahteraan dan kesentosaan orang banyak, baik yang ada di depan kita maupun yang tidak, dan diucapkan sebagai pernyataan kemanusiaan dan solidaritas sosial. Dengan beg itu maka sholat dimulai dengan pernyataan hubungan dengan Allah (takbir) dan diakhiri dengan pernyataan dengan hubungan dengan manusia (taslim, ucapan salam) oleh karena itulah setiap ibadat yang benar tentu mempunyai dampak dalam pembentukan akhlak pelakunya dan dalam pendidikan jiwanya.
ISSN:0856-6694 VOL. 20,No.1 Ferbruari2012
Sholat sebagai pendidikan tentang pribadi dan kemasyarakatan
a.
Sholat sebagai pendidikan pribadi A1-Qur’an telah menyinggung persoalan sholat dari beberapa segi
dan menerangkan pengaruh sholat amat besar bagi kesucian jiwa dan kemurniannya.
Sebuah
hadits
menuturkan
tentang
sholat:
“Perumpamaan sholat lima waktu seperti sungai jernih yang berada di depan pintu rumah salah satu diantara kalian. Dia mandi di situ lima kali setiap hari maka tiada kotoran yang tinggal.4 Disebutkan dalam kitab suci bahwa sholat merupakan kewajiban berwaktu atas kaum beriman, yaitu: diwajibkan pada waktu-waktu tertentu, dimulai dari dini hari (subuh) diteruskan ke siang hari (dhuhur), kemudian sore hari (maghrib) dan akhirnya di malam hari (isya’). Hikmah dibalik penentuan waktu itu ialah agar kita jangan sampai lengah dan ingat di waktu pagi, kemudian saat kita istirahat sejenak dari kerja (DHUHUR), saat santai itulah biasanya dorongan dalam diri kita untuk mencari kebenaran menjadi lemah, mungkin malah kita tergelincir pada gelimang kesenangan dan kealpaan karena itulah ada pesan Ilahi agar kita mengisi waktu luang untuk bekerja keras mendekati Tuhan. Sejak dimulai sholat hingga selesai adalah merupakan tanjih rabb (mensucikan Tuhan), karena di dalam sholat itu ditunjukkan segala hajat manusia kepada-Nya, ditunjukkan kelemahan dan ketidakmampuannya, disebutkan di dalamnya keagungan, kemuliaan, ketinggian dan keluhuran Tuhan dari se gala kebutuhan.5
4 Syeikh Ali Ahmad Al-Jarjawi. Falsafah dan Hikmah Hukum Islam, Asyifa. Semarang : 1992. Hal. 88. 5 Ibid
ISSN:0856-6694 VOL. 20,No.1 Ferbruari2012
Seorang hamba setiap harinya tidak bisa lepas dari dosa , kesalahan, kehinaan, dan lalai dalam beribadat. Meskipun harnba merasa telah banyak mensyukuri nikrnat, namun menurut Allah baru sedikit saja, karena nikmat Allah yang diberikan kepadanya sesungguhnya sangat banyak sehingga ia tidak sanggup mensyukuri sebagian saja, apalagi mensyukuri makna itu, padahal hamba tidak mampu mensyukuri seluruh nikmat, maka diwajibkan sholat lima waktu guna membebaskan ketidakmampuannya tersebut.6 Sholat disamping ibadah kepribadian, juga merupakan ibadah kemasyarakatan, di dalamnya terdapat unsur kebersihan, kebersamaan, keterpaduan yang bertujuan untuk meningkatkan moralitas seseorang dalam masyarakat.
6
Ibid
ISSN:0856-6694 VOL. 20,No.1 Ferbruari2012
Referensi Abdullah Abbas. Konsep Sholat menurut Al-Qur’an . Firdausy. Jakarta . 1992. A. Syafi’i. Pengantar Sholat Yang Khusu ’. Remaja Rosdakarya. Bandung. 1999. Baihaqi, Prof. Dr. H. Fiqih Ibadah. M2S, Bandung, 1995. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya. Yayasan penterjemah A1-Qur’an. Jakarta, 1994. Ibnu Rusyd, Terjemah bidayatu A1-Mujtahid. Asy-Syifa’. Semarang, 1990. Husein A1-Bohreisv. Hadits Shohih Bukhori. Al-Ikhlas. Surabaya. 1988 Khalifah Abdul Hakim. Dr. Hidup Yang Islami. Rajawali, Jakarta, 1995. Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Al-Lu’Lu’ Wal Marjan. I. Bina Ilmu. Surabaya, 1982.
Nurkholis Majid, Dr. Kontekstua 1isasi Doktrin Islam Dalam Sejarah. Paramadina, Jakarta, 1995. Syeikh Sayyid Sabiq. Fiqih Sunnah . Jilid I. A1 Ma’arif. Bandung, 1991. Syeikh Mahmud Syaltut. Aqidah dan Syari‘ah Islam. Wijaya, Jakarta, 1986. Syahidin cs. Moral dan Koqnisi Islam. Alf abeta. Bandung, 1993. Syeikh A1i Ahmad A1-Jurjawi. Falsafah dan Hikmah Hukum Islam. Asyifa’. Semarang, 1992.