BAB II KAJIAN TEORI
Pada bagian ini peneliti akan memaparkan teori yang dipakai sebagai dasar untuk menganalisa permasalahan dan hasil dari penelitian. Penelitian ini mencari tahu tentang bagaimana konsep diri cosplayer berdasarkan Komunikasi Simbolik, untuk itu perlu adanya teori yang sudah ada untuk mendukung penelitian ini. Berikut beberapa teori tersebut.
2.1. Komunikasi Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari bahasa Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti “sama”. “Sama” disini maksudnya adalah satu makna. Jadi, jika dua orang terlibat dalam komunikasi maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dikomunikasikan, yakni baik si penerima maupun si pengirim sepaham mengenai suatu pesan tertentu (Effendy, 2009: 9). Untuk memahami pengertian komunikasi hingga dapat dilancarkan secara efektif, terdapat paradigma yang ditemukan oleh Harold Lasswell dalam karyanya “The Structure and Function of Communication in Society”. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjalaskan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut Who Say What In Which Channel To Whom With What Effect?Yang berarti “Siapa mengatakan apa melalui saluran apa kepada siapa dengan efek apa”. Menurut paradigma tersebut, Lasswell mengartikan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator melalui media yang menimbulkan efek tertentu. (Effendi, 2000:253). Proses Komunikasi terjadi dalam kehidupan sehari-hari cosplayer, baik sebelum, pada saat atau sesudah menjadi cosplayer. Dalam penelitian ini, cosplayer bertindak
sebagai komunikator yang menyampaikan pesan kepada orang-orang disekitarnya. Dalam menyampaikan pesan, proses komunikasi dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu : 1)
Komunikasi Verbal Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Hampir semua rangsangan wicara yang kita sadari termasuk ke dalam kategori pesan verbal disengaja, yaitu usahausaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan. Bahasa dapat juga dianggap sebagai suatu sistem kode verbal(Mulyana, 2007: 237). Dalam proses komunikasi yang dilakukan oleh anggota lama dalam komunitas Cosplay, komunikasi tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan komunikasiverbal, yaitu dengan komunikasi lisan yang secara langsung dilakukan dengan orang-orang disekitarnya menggunakan kata-kata atau ucapan.
2)
Komunikasi Non-Verbal Secara sederhana pesan non-verbal adalah semua isyarat yang bukan berupa kata-kata. Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter, komunikasi non-verbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima (Mulyana, 2007: 237). Dalam proses komunikasi yang dilakukan oleh anggota lama dalam komunitas Cosplay, komunikasi tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
komunikasi
menggunakan
gerakan
non-verbal,
tubuh
atau
yaitu
ekspresi
komunikasi kepada
dengan
orang-orang
disekitarnya. Hal tersebut terilhat dalam komunikasi yang terjadi dalam kehidupan cosplayer, baik sehari-hari maupun saat melakukan kegiatan cosplay, dan mengenakan kostum. Selain dengan komunikasi lisan atau dengan kata-kata seperti yang telah dijelaskan dalam pengertian
komunikasi verbal, komunikasi juga dilakukan dengan gerakan tubuh dan ekpresi wajah. Hal tersebut terlihat dalam kehidupan sehari-hari maupun saat cosplay. Komuikasi non-verbal sangat membantu dan mendukung tersampaikannya pesan oleh cosplayer, agar makna dari pesan yang disampikan dapat diterima oleh audience dan orang-orang yang ada di sekitar cosplayer dalam kehidupan sehari-hari.
2.2. Unsur-unsurKomunikasi Dalammelakukankomunikasi, setiapindividuberharaptujuandarikomunikasiitusendiridapattercapai, danuntukmencapainyaadaunsur-unsur
yang
harusdipahami,
menurutOnongUchjanaEffendydalambukunya yang berjudul “DinamikaKomunikasi”, bahwadariberbagaipengertiankomunikasi
yang
tampakadanyasejumlahkomponenatauunsur
yang
merupakanpersyaratanterjadinyakomunikasi.
telahada, dicakup,
yang
Komponenatauunsur-
unsurtersebutadalahsebagaiberikut:
Komunikator, adalah orang yang menyampaikan pesan
Pesan, adalah pernyataan yang didukung oleh lambang
Komunikan, adalah orang yang menerima pesan
Media, adalah sarana atau saluran yang mendukung pesan bila komunikan jauh tempatnya atau banyak jumlahnya
Efek, adalah dampak sebagai pengaruh dari pesan. (Effendy, 2009: 6)
Dalam penelitian ini unsur-unsur komunikasi dapat dijaleaskan sebagai berikut, anggota lama dalam komunitas Cosplay Jaico akan bertindak sebagai komunikator, yang menyampaikan pesan secara verbal maupun non-verbal kepada orang-orang disekitarnya yang menjadi komunikan dalam kehidupan sehari-hari dan juga
kepada
audience
yang
melihat
pertunjukannya
saat
cosplay.
PengaruhatauEfekdaripesantersebutadalahtimbalbalikdari
orang-orang
disekitarnyayaitukomunikan yang menerimapesan.
2.3. InteraksionisSimbolik Herbert Mead mengembangkan teori Interaksionisme Simbolik pada tahun 1920an
ketika
beliau
menjadi
profesor
filsafat
di
Universitas
Chicago.Namungagasan-gagasannyamengenai interaksionisme simbolik berkembang pesat setelah paramahasiswanya menerbitkan catatan dan kuliah-kuliahnya, terutama melalui bukuyang menjadi rujukan utama teori interaksionisme simbolik, yakni mind, self andsociety (Mulyana, 2001: 68). Penyebaran dan pengembangan teori Mead juga berlangsung melalui interpretasidan penjabaran lebih lanjut yang dilakukan para mahasiswa yang beliau didik, terutama HerbertBlumer. Justru Blumer-lah yang menciptakan istilah “interaksi simbolik” padatahun (1937) dan mempopulerkannya di kalangan komunitas akademis (Mulyana,2001 : 68) Interaksi simbolik merupakan suatu aktivitas yang merupakan ciri khasmanusia,yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Blumermenyatukan gagasan-gagasan tentang interaksi simbolik lewat tulisannya, danjuga diperkaya dengan gagasan-gagasan dari John Dewey, William I. Thomas,dan Charles H. Cooley (Mulyana, 2001 : 68). Ada tiga premis yang dibangun dalam interaksi simbolik yaitu : pertama, manusia bertindak berdasarkan makna-makna; kedua, makna tersebut didapatkan dari interaksi dengan orang lain; dan ketiga makna tersebut berkembang disempurnakan ketika interaksi tersebut berlangsung.(Mulyana, 2007:35) Menurut teoritisi yang di kutip dari buku Dr. DeddyMulyana,M.A yang berjudul Metodelogi Penelitian Kualitatif, interaksi simbolik adalah“Kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia denganmenggunakan simbol-simbol. Mereka
tertarik pada cara manusiamenggunakan simbol-simbol yang mempresentasikan apa yang merekamaksudkan untuk berkomunikasi dengan sesamanya dan juga pengaruh yangditimbulkan penafsiran atas simbol-simbol ini terhadap perilaku pihakpihakyang terlibat dalam interaksi sosial”. Secara ringkas interaksi simbolik dadasarkan pada premis-premis berikut: a) Individumeresponsuatusituasisimbolik. Merekameresponlingkungan,termasukobjekfisik
(benda)
(perilakumanusia)berdasarkanmakna
dikandungkomponen-
yang
danobjek
komponenlingkungantersebutbagimereka. Ketikamerekamengahadapisuatusituasi, responmerekatidakbersifatmekanis.
Tidak
pula
ditentukanolehfactor
eksternal. Responmerekabergantungpadabagaimanamerekamendefinisikansituasi yang
dihadapidalaminteraksi.Jadiindividulah
yang
dipandangaktifuntukmenentukanlingkunganmerekasendiri. b) Maknaadalahprodukinteraksi,
karenaitumaknatidakmelekatpadaobjek,
melainkandinegosiasikanmelaluipenggunaanbahasa.Negosiasiitudimungk inkankarenamanusiamampumenamaisegalasesuatu, bukanhanyaobjekfisik,
tindakanatauperistiwa
(bahkantanpakehadiranobjekfisik,
tindakanatauperistiwaitu),
namunjugagagasanyang abstrak. c) Makna yang di interpretasikanindividudapatberubahdariwaktukewaktu, sejalandenganperubahansituasi
yang
ditemukandalaminteraksisosial.
Perubahaninterpretasidimungkinkankarenaindividudapatmelakukan proses
mental,
yakniberkomunikasidengandirinyasendiri.Manusiamembayangkanataume rencanakanapa yang akanmerekalakukaan.(Mulyana, 2008: 71) Saat melakukan pertunjukan, Cosplayer melakukan komunikasi dengan audience. Komunikasi yang dilakukan adalah untuk menyampaikan pesan mengenai
karakter yang dia bawakan pada saat pertunjukan, agar pesan tersebut tersampaikan kepada audience maka Cosplayer menyampaikannya dengan menggunakan simbolsimbol.
2.4. Proses PengelolaanKesan Kita sudah mengetahui orang lain menilai kita berdasarkan petunjuk-petunjuk yang kita berikan, dan dari penilaian itu mereka memperlakukan kita. Teori tentang pengelolaan kesan menjadi penutup dalam pembahasan tentang Presentation of Self in Everyday Life, yang membahas teori dramaturgi. Istilah dramaturgi dipopulerkan oleh Erving Goffman, salah seorang sosiolog yang paling berpengaruh pada abad 20. Dalam bukunya yang berjudul The Presentation of Self in Everyday Life yang diterbitkan pada tahun 1959, Goffman memperkenalkan konsep dramaturgi yang bersifat penampilan teateris, yaitu memusatkan perhatian atas kehidupan sosial sebagai serangkaian pertunjukan drama yang mirip dengan pertunjukan drama di panggung. Ada aktor dan penonton. Tugas aktor hanya mempersiapkan dirinya dengan berbagai atribut pendukung dari peran yang ia mainkan, sedangkan bagaimana makna itu tercipta, masyarakatlah (penonton) yang memberi interpretasi.
Kajian Dramaturgis membagi wilayah yang biasa digunakan individu dalam pengelolaan kesan adalah : a. Panggung Depan (Front Stage) Panggung depan adalah merupakan suatu panggung yang terdiri dari bagian pertunjukkan atas penampilan(appearance) dan gaya(manner). Pada lingkungan yang menjadi front stage inilah dimunculkan identitas palsu
oleh
individu
tersebut
guna
memaksimalkan
peran
yang
dimainkannya dalam area front stage tersebut dimana ia dapat menyesuaikan diri dengan situasi penontonnya. (Rakhmat, 2008 : 97)
Panggung depan seorang cosplayer dalam penelitian ini adalah ketika cosplayer tersebut menampilkan petunjuk-petunjuk tertentu dan ketika mereka mengenakan kostum dan membawakan karakter yang sesuai dengan karakter yang dia bawakan di atas panggung maupun saat berlangsungnya event cosplay. segala sesuatu yang berkaitan dengan panggung depan seorang cospayer adalah kostum, suara latar, dan juga tata panggung. Hal tersebut mendukung berlangsungya permainan peran yang dilakukan seorang cosplayer.
b. Panggung Belakang (Back Stage) Panggung belakang adalah ruang privat yang tidak diketahui orang lain, tempat seseorang atau sekelompok orang leluasa untuk menampilkan wajah aslinya dan juga dapat menjadi wilayah dimana sesorang dapat mempersiapkan segala atribut yang berguna untuk “pertunjukan” di panggung depan . (Mulyana, 2010 :58)
Beberpa hal penting yang menjadi bagian back stage ini antara lain :
Make Up (Tata rias)
Pakaian
SikapdanPerilaku
BahasaTubuh
MimikWajah
Isi Pesan
Cara Bertuturatau Gaya Bahasa (Sukidin, 2002 : 49-51)
Panggung
belakang
cosplayer
adalah
ketika
dia
berhadapan
dan
berkomunikasi dengan orang terdekat, misalnya dalam keluarga, yang pada umumnya mengetahui secara spesifik sifat-sifat asli seorang cosplayer, yang berarti seorang
cosplayer menunjukkan sifat asli mereka tanpa harus banyak melakukan pengelolaan kesan. Panggung belakang juga merupakan tempat bagi cosplayer dalam mempersiapkan semua atribut yang akan mendukung “pertunjukan” yang ada di front stage. Pada umumnya pengelolaan kesan mengarah pada kehati-hatian terhadap serentetan tindakan yang tidak diharapkan, seperti gerak-isyarat yang tidak diharapkan, gangguan yang tidak menguntungkan, kesalahan bicara atau bertindak maupun tindakan yang diharapkan seperti membuat adegan. Goffman tertarik pada berbagai metode yang menjelaskan masalah seperti itu. Pertama, ada sekumpulan metode yang melibatkan tindakan yang bertujuan menciptakan loyalitas dramaturgis, misalnya dengan memupuk kesetiakawanan dalam anggota kelompok, mencegah anggota tim mengenali penonton, dan mengubah penonton secara periodik. Kedua, Goffman menunjukkan berbagai bentuk disiplin dramaturgis, seperti menjaga kesadaran untuk menjaga kesadaran untuk menghindari kekeliruan, mempertahankan pengendalian diri, dan mengelola ekspresi muka dan nada suara. Ketiga, Goffman menampilkan berbagai tipe kehati-hatian dramaturgis seperti menujukkan terlebih dahulu bagaimana cara pertunjukan diselenggarakan, merencanakan untuk keadaan darurat, memilih teman satu tim yang setia, memilih audien yang baik. (Ritzer, 2003 : 301-302)
2.5. Konsep Diri Konsep diri adalah pandangan kita mengenai siapa diri kita, penilaian kita terhadap diri kita, dan itu hanya bisa kitaperolehlewatinformasi yang diberikan orang lain
kepadakita.
Geoge
Herbert
Mead
mengatakansetiapmanusiamengembangkankonsepdirinyamelaluiinteraksidengan orang
laindalammasyarakatdanitudilakukandengankomunikasi.
Jadikitamengenaldirikitalewat orang lain. Terdapatduakomponendalamkonsepdiri: yaitukomponenkognitifdankomponenafektif.
Dalampsikologi,
komponenkognitifdisebutdenganself
image
dankomponenafektifdisebutdenganself mempengaruhiKonsepDiriadalah
esteem
orang
(hargadiri).
(citradiri), Faktor-faktor
yang
laindankelompokrujukan.
Orang
lainberpengaruhpadakonsepdirikitakarenabagaimanapersepsimaupunsikap
orang
terhadapkitaseringmenjadiukurankitamenilaidirikita.
Orang
berpengaruhdalampembentukankonsepdiriterutamaadalah
lain orang
yang yang
terdekatdengankita. Kemudiankelompokrujukanjugaberpengaruhpadapembentukankonsepdiri.Dalamhidu pbergauldenganmasyarakat, kitapastipernahbergabungmenjadianggotasuatukelompokataukomunitas.Ada kelompok
yang
secaraemosionalmengikatkitadanberpengaruhterhadappembentukankonsepdiri.Ini yang
disebutdengankelompokrujukan.Denganmelihatkelompokini,
orang
mengarahkanperilakunyadanmenyesuaikandirinyadenganciri-cirikelompoknya. (Rakhmat, 2008 : 99-104)
2.5.1. JenisKonsepDiri Konsepdirimenurut James F Calhoun dan Joan Ross Acocella (1995: 72-74) jenisnyaada 2 yaitukonsepdiri negative dankonsepdiripositif. a) KonsepDiriNegatif Muncul karena pandangan seseorang tentang dirinya sendiri benarbenar tidakteratur. Dia tidak tahu apa kekuatan dan kelemahannya/ apa yang dia hargai dalamhidupnya dan juga konsep diri yang terlalu teratur dengan kata lain kaku. Hal initerjadi mungkin karena di didik dengan sangat keras sehingga individu tersebutmenciptakan citra diri yang tidak mengijinkan adanya penyimpangan dari hukumyang keras dan kaku yang dalam pikirannya merupakan cara hidup yang tepat.Dalamkaitannya dengan penilaian diri, konsep diri yang negatif merupakan penilaian negatifterhadap diri sendiri. Apapun yang diperoleh tampaknya tidak berharga dibandingkandengan apa yang
diperoleh orang lain. Jadi ciri konsep diri yang negatif adalahpengetahuan yang tidak tepat tentang diri sendiri, harapan yang tidak realistis danharga diri yang rendah. Ciri orang yang memiliki konsep diri negatif adalah:
Individumudahuntukmarahdannaikpitamsertatahanterhadapkritika nyang diterimanya.
Individuresponsifsekaliterhadappujian yang diberikanoleh orang lainpadadirinya.
Individutidakpandaidantidaksanggupuntukmengungkapkanpengha rgaan/pengakuankelebihan yang dimilikioleh orang lain.
Individucenderungmerasatidakdisenangiolah orang lain.
Individubersikappesimisterhadapkompetisi, keengganannyauntukbersaingdengan
orang
lain
dalammembuatprestasi (JalaludinRahmat, 1996: 105).
b) KonsepDiriPositif Orang dengan konsep diri positif dapat memahami dan menerima sejumlahfakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri. Konsep diri positifcukup luas untuk menampung seluruh pengalaman seseorang, maka penilaian tentangdirinya sendiri secara apa adanya. Hal ini tidak berarti bahwa dia tidak pernah kecewaterhadap dirinya sendiri. Dengan menerima dirinya sendiri, dia juga dapat menerimaorang lain.Orang dengan konsep diri positif akan mempunyai harapan danmerancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan dirinya dan realistis. Artinya memilikikemungkinan besar untuk dapat mencapai tujuan tersebut. Ciri-ciri orang yangmemiliki konsep diri positif adalah:
Dapatmenerimadanmengenaldirinyadenganbaik.
Dapatmenyimpaninformasitentangdirinyasendiribaikituinformasi yangpositifmaupun
yang
negative.
Jadimerekadapatmemahamidanmenerimafakta
yang
bermaca-
macamtentangdirinya.
Dapatmenyerappengalamanmasalahnya.
Apabilamerekamemilikipengharapanselalumerancangtujuantujuan yangsesuaidanrealistis.
Selalumemiliki
ide
yang
diberikannyapadakehidupannyadanbagaimanaseharusnyadirinyam endekatidunia.Individumeyadaribahwatiap memilikiperasaan,
keingimanadanperilaku
orang yang
tidakseharusnyadisetujuiolehmasyarakat (James F Calhoun,1995: 72-74).
1.6. PenelitianSebelumnya Berikut akan penulis aparkan beberapa penelitian yang sudah ada sebelumnya, yang membahas tentang cosplay, ataupun tentang pengelolaan kesan. Penelitian sebelumnya yang membahas tentang cosplay adalah penelitian oleh Maria Mawati Puspa, mahasiswa jurusan Komunikasi, Universitas Komputer Indonesia. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui bagaimana Studi Dramaturgis denganPendekatan Interaksi Simbolik Mengenai Pengelolaan Kesan Pemain Kostum Kartun Jepang dalam Event“Second Anniversary Cosplay Bandung” Di Braga CityWalk dengan indikator Panggung Belakang,Panggung Tengah, Panggung Depan, dan Dramaturgis.Hasil dari penelitian tersebut menjelaskan bahwa cosplayer melakukan pengelolaan kesan baik di panggung belakang, ataupun pada panggung depan. Pada penelitian sebelumnya, terdapat penelitian yang dilakukan oleh Helmi Rizal yang berjudul “impression management seorang penyiar pria di station radio di
Kota Bandung (Studi dramaturgi tentang pengelolaan kesan di kehidupan panggung depan dan panggung belakang pada diri seorang penyiar pria di station radio kota Bandung)?“. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui pengelolaan kesan yang dilakukan oleh penyiar pria dari radio di Kota Bandung baik pada panggung depan (saat siaran) atau saat panggung belakang (tidak siaran). Hasil dari penelitian tersebut menjelaskan bahwa untuk mendapatkan citra positif dari masyarakat khususnya yang menjadi target sasaran pendengar radio di Kota Bandung, seorang penyiar pria melakukan pengelolaan kesan baik saat berada di panggung depan yaitu saat mereka on air maupun saat berada di belakang panggung atau saat tidak on air, diwujudkan dalam intonasi, gaya bicara dan nada yang ditunjukkan saat mereka siaran. Hal tersebut terbukti dapat menghasilkan citra positif penyiar tersebut bagi para pedengar radio mereka. Penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa, komunitas Jaico juga pernah menjadi subyek penelitian. Angga Wahyu, mahasiswa UNNES (Universitas Negeri Semarang) yang juga merupakan anggota komunitas Jaico melakukan penelitian tentang komunitas Jaico, yang berjudul “Gaya Hidup Komunitas Pencinta Budaya Jepang Di Kalangan Mahasiswa Unnes (Studi Kasus Pada Komunitas Jaico)”. Penelitian yang dilakukan oleh Angga Wahyu tersebut bertujuan untuk mengetahui latar belakang yang mendorong mahasiswa mengikuti gaya hidup dan budaya Pop Jepang dan juga untuk mengetahui bagaimana gaya
hidup mahasiswa pencinta
budaya Jepang yang tergabung dalam komunitas Jaico. Hasil dari penelitian tersebt menjelaskan latar belakang mengikuti gaya hidup dan budaya Jepang yaitu ditunjukkan dalam faktor internal yaitu dorongan dari dalam diri untuk mengonsumsi budaya baru yang berbeda, membuat mahasiswa tertarik untuk mengikuti gaya hidup dan budaya Pop Jepang, dan juga faktor eksternal anggota komunitas Jaico yang pada saat ini sangat mudah memperoleh informasi mengenai budaya pop Jepang melalui media massa untuk mencari tahu informasi-informasi tentang budaya Jepang yang akhirnya mereka terpengaruh untuk mengonsumsinya, dan juga pengaruh teman
sebaya karena tertarik melihat perilaku dan penampilannya yang juga mempengaruhi untuk mengikuti gaya hidup dan budaya Pop Jepang.
1.7. KerangkaPemikiran
Konsep Diri Sebelum
Cosplayer
Menjadi Cosplayer
Interaksi Simbolik Simbolik
Panggung Belakang
Panggung Depan
(Back Stage)
(front stage)
Konsep Diri Setelah Menjadi Cosplayer
Gambar 2 Kerangka Pikir Penelitian
Penjelasan dari kerangka pikir penelitian ini adalah, cosplayer memiliki konsep diri sebelum menjadi cosplayer dan bergabung dalam komunitas cosplay Jaico dan menjadi cosplayer, yang penulis sebut dengan Konsep diri awal, dengan latar belakang yang ada membuat mereka tertarik dengan berbagai hal tentang Jepang, pada akhirnya memutuskan untuk bergabung menjadi anggota komunitas cosplay Jaico dan aktif menjadi cosplayer. Dalam kehidupan sehari-hari sebelum, saat melakukan kegiatan cosplay, ataupun sesudah menjadi cosplayer, mereka melakukan komunikasi dengan orang-orang disekitarnya dan juga audience yang melihat pertunjukan cosplaynya di atas panggung. Dalam komunikasi nya, cosplayer melakukan pengelolaan kesan yang dibagi menjadi penggung depan dan panggung belakang. Panggung depan adalah suatu situasi dimana cosplayer tersebut melakukan kegiatan cosplay, kemudian memainkan dan memunculkan karakter yang di cosplaykan, yang tidak sama dengan karakternya sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan panggung belakang adalah situasi dalam kehidupan sehari-hari cosplayer, dimana pada panggung belakang ini cosplayer memunculkan sifat atau karakter asli mereka saat berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bergabung dan terlibat nya menjadi cosplayer dalam komunitas cosplay Jaico, maka hasil dari penelitian ini akan menjelaskan tentang konsep diri mereka setelah menjadi cosplayer, apakah ada perubahan yang terjadi dan bagaimanakah perubahan yang terjadi, konsep diri negatif ataukah positif.