Romi dan Yuli dari Cikeusik Karya: Denny JA /1/ Juleha namanya, asli Betawi. Sejak remaja Yuli panggilannya – Dan ia suka. Di atas sajadah Masih juga tersedu si Yuli. Jam 3.00 dini hari Ia lantunkan doa pedih Lirih. Ya, Tuhan gerakkan hatiku1 Berikan aku isyarat menuju cahaya Kebimbangan ini menyiksaku. Foto Romi di tangannya, Kekasihnya; Diingatnya Ayah Yang membesarkannya – Mengapa aku tak bisa memiliki keduanya? Ah, yang seorang umat Ahmadiyah Seorang lagi Muslim garis keras. Pedas, keras ucapan ibunya Setiap kali perempuan itu memperingatkannya, Kita di Indonesia, tidak di Amerika. Di sini agama di atas segala Tak terkecuali cinta remaja.
/2/ Ditatapnya sekali lagi foto Romi Pria penuh kasih dan sayang. Paduan jiwaku, soul-mate, Calon suamiku. Masa silam pun melintas adegan demi adegan: Ketika itu Yuli lagi patah hati Menderita penyakit sulit disembuhkan Karena itulah kekasih lamanya pergi Menikah dengan gadis lain. Di masa segalanya terasa kosong, Di masa semuanya tercecap hambar, Muncullah seorang pemuda Romi namanya – membawa aroma berbeda; Ditemaninya gadis itu ke dokter, Ditemaninya mencoba resep herbal, Ditemaninya berdoa Mengharapkan keajaiban. Tasbih pemberian Romi di ulang tahunnya Tak pernah lepas dari tangannya: Keduanya senantiasa berzikir bersama. Selembar puisi menempel di dinding kamarnya Kata dirangkai dalam larik, Larik ditata dalam bait, Menyihirnya setiap kali menjelang tidur. Tak terdengar isak tangis Yuli Yang dalam, yang berkepanjangan. Dibayangkannya Romi, Dibayangkannya dirinya sendiri Terombang-ambing dalam bayang-bayang kenyataan Yang kelam: harus pupus cinta karena beda paham agama.
/3/ Rokhmat nama aslinya, Romi panggilannya Nama yang pas untuk orang kota, katanya, Berasal dari keluarga kurang berada
Tinggal di salah sebuah kantong permukiman Satu dari banyak pemukiman Jemaah Ahmadiyah. Ancaman serius bagi akidah, Kata sebagian orang. Ia tak mau lagi mewarisi kemiskinan Tak mau begitu saja menyerah Dan berkat kecerdasannya ia peroleh beasiswa Belajar ilmu bisnis ke mancanegara. Ayahnya pengurus Ahmadiyah Itu ia tak minta Sejak kecil dididik oleh lingkungannya Juga itu ia tak minta, Demikianlah, ia pun menjadi seorang Ahmadi. Dipelajarinya filsafat dan pengetahuan Barat Ajaran Ahmadiyah mengalir dalam darahnya. Namun, tidak fanatik ia! Semua agama warisan dunia Bisa diikuti siapa saja Bisa diambil inti sarinya Untuk kebaikan semua, Begitu selalu katanya.
/4/ Saat pertama berjumpa Romi Di taman kampus itu Dalam sebuah pagelaran seni antaruniversitas Yuli terdengar melafalkan sajak Kahlil Gibran, Bila cinta tlah memanggilmu, ikutlah jalannya walau mungkin berliku Dan bilamana sayapnya mendekapmu… Ia lupa kata selanjutnya Diulanginya lagi potongan kalimat Kahlil Gibran itu, Dan bilamana sayapnya mendekapmu… Tetap saja tak diingatnya lanjutan larik itu; Saat itulah terdengar suara dari belakang Menyambungnya, Dan bilamana sayapnya mendekapmu, pasrah dan menyerahlah, Walau pedang yang bersembunyi di sayap itu menghunusmu…
Laki-laki yang menyahut itu memperkenalkan diri, Saya Romi. Itulah awal mula segala Yuli mahasiswi Romi pengusaha franchise Yang juga dosen muda dari universitas lain. Keduanya bertemu lagi Bertemu dan bertemu lagi Di kampus Di toko buku Di bioskop Di rumah makan Di rumah masing-masing. Sampai pada suatu hari Yuli dan Romi tersadar: Bunga tampak lebih indah sore itu Padahal bunga yang sama, Burung lebih lincah dari sedia kala Padahal burung yang itu juga. Ya, ya, bunga dan burung boleh saja sama Tetapi hati yang telah berubah Mampu menyulap apa pun yang kasat mata Tampak lebih indah. Di mana pun mereka senantiasa bersama Tertawa-tawa, berbisik-bisik, Tukar-menukar kata tentang ini dan itu, Tentang Yang Di Sana dan yang di sini: Demikianlah maka mereka pun dikenal Sebagai Romeo dan Juleha, pasangan pecinta puisi. Sampai jugalah hari itu: Rencana pernikahan pun dirundingkan. Dua keluarga berjumpa Dua keluarga bulat mufakat Tanggal, bulan, dan tahun pernikahan Semua sepakat – Tanpa bicara paham agama: Undangan pernikahan segera disiapkan.
/5/ Tak ada hujan tak ada badai Tak ada petir tak ada kilat Mendadak pernikahan batal Langit pun terkejut. Penyebabnya peristiwa itu! Tanggal 6 bulan Februari tahun 2011 Kampung Romi di Cikeusik dilanda huru-hara. Ketika Jemaah Ahmadiyah sedang mengadakan pertemuan Massa menyerang – Dan nyawa empat orang2 Melayang! Kebetulan Romi menyaksikan peristiwa itu Di layar kaca Ketika ia dan Yuli makan siang Di sebuah restoran Jepang.Wajahnya tampak tegang Itu teman-temanku, ujar Romi; Yuli tersentak. Maksudmu? Kamu pengikut Ahmadiyah? Romi mengangguk, pelan. Mengapa kamu tidak pernah cerita? Romi terdiam.Yang sedang ditayangkan itu Bukan sebuah drama Bukan pula sinema Tapi rekaman peristiwa di kampung sana. Orang-orang berbekal kayu dan senjata tajam Meneriakkan Allahu Akbar! Mereka garang Mereka menyerang Dan beberapa nyawa melayang.
Yuli ikut sedih, dan hanya bisa berkata lirih, Pulang sajalah kau, Romi, sekarang. Cari kabar keadaan orang tuamu Cari tahu nasib teman-temanmu. Romi menahan air matanya, lalu dikatakannya, Maafkan aku Yuli, Aku tak pernah cerita itu; Bagiku perbedaan paham agama Tak perlu menjadi sengketa. Romi pun bercerita, Ahmadiyah itu bla…bla…bla… Ra…ra…ra… Ra…ri…ru…. Mereka dituding sesat karena bla…bla…bla… Padahal ra…ra…ra… Romi diam sejenak, lalu dilanjutkannya, Mereka tidak mendudukkan al-Tazkirah sebagai Kitab Suci dan menganggapnya sebagai karya Ghulam Ahmad Tiada lebih. Mereka berkeyakinan sama dengan umumnya akidah Islam Menjalankan ibadah sesuai lima rukun Islam karena bla…bla…bla… Ra…ra…ra… Romi mengambil nafas panjang Kembali berkicau, Polemik Ahmadiyah sering terjadi sejak 1925 Dulu semua damai saja Tapi orang sekarang pendek sumbunya Tidak lagi sanggup menenggang perbedaan Padahal bla…bla…bla… Ra…ra…ra… Romi menuturkan semua pengetahuannya, Yuli menyimaknya Dengan airmata Yang terus mengalir di kedua pipinya.
Setelah agak reda Yuli masuk ke inti perkara, Ya Romi Itu kan Ahmadiyah versimu Versi ayahku jauh berbeda. Kamu tahu, ayahku pengurus masjid Yang punya paham anti-Ahmadiyah. Yuli melanjutkan, sambil menyeka air matanya, Menurut ayahku, Ahmadiyah itu Ta…ta…ta… Bla…bla…bla… Karena mereka La…la…la… Bla…bla…bla… Mereka berdua larut dalam diam Hati mereka berpelukan Tapi pikiran mereka bersilangan. Melihat wajah Yuli yang memucat Romi kuatir penyakit lamanya kambuh.
/6/ Sejak huru-hara Cikeusik itu Yuli mulai berubah Ia tampak senantiasa gelisah Kalau ayah dan ibunya tahu Siapa sebenarnya si Romi itu Cinta mereka harus tamat Harus kiamat mat-mat-mat-mat. Hampir tiap malam Orang berkumpul di rumah Yuli
Dan huru-hara Cikeusik yang kelam Jadi pusat gunjingan, jadi inti. Allahu Akbar! Allahu Akbar! Tak jarang teriakan itu terdengar Di sela-sela kata-kata yang marah, Di sela-sela sumpah-serapah. Ayah Yuli aktivis Islam yang tegak Di garis keras. Yuli pun berusaha mencari jalan Untuk melunakkan hati ayahnya, Untuk mengendorkan kepalan tangannya; Dicarinya pandangan lain Dari kalangan pembela hak asasi, Dari ulama moderat, Dari tokoh agama yang bisa menjembatani. Konon, sumber kekerasan adalah sebuah fatwa: Ahmadiyah dinyatakan sesat tahun 2005. Dan sejak itulah Azab-sengsara menimpa para Ahmadi. 9 Juli 2005, Perguruan al-Mubarok milik Ahmadiyah di Parung, Bogor Diserang massa.3 Sejak tahun 2006 hingga entah kapan Di Mataram ratusan jemaah Ahmadiyah diserbu Mereka dipaksa mengungsi.4 27 April 2008 Masjid Al-Furqon milik Ahmadiyah Di Parakansalak, Sukabumi Dibakar massa: para Ahmadi lari lintang-pukang Tiga bangunan madrasah rata dengan tanah.5 Juni 2008 Terbit Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, Dan Jaksa Agung. Isinya: Titah bagi jemaat Ahmadiyah Untuk menghentikan semua kegiatan
Yang tidak sesuai Dengan penafsiran Islam. Tetapi para pembela hak-hak asasi manusia Menilai Surat Keputusan Bersama tak adil, Melanggar hak-hak asasi manusia, Bertentangan dengan Undang-undang Dasar ‘45, Dan tidak akan mengakhiri masalah.6 Yuli semakin bingung, Semakin banyak yang ia dengar Semakin beragam isinya Semakin kabur semua baginya. Satu-satunya hal yang pasti: Ayah dan Ibu mengubah pikiran Rencana pernikahan pasti dibatalkan. Kecuali jika ada mukjizat.
/7/ Suatu malam Yuli mengajak orang tuanya berbincang: Disampaikannya cerita tentang Romi Apa adanya: korban Cikeusik itu kerabatnya. Orang tua Yuli bagai kena setrum Bagai tersambar halilintar: Dan dalam kegeraman mereka berkata, Demi nama baik keluarga Pernikahan harus dibatalkan! Ayah Yuli berteriak mengatakan, Ahmadiyah telah menyimpang dari Islam yang benar Ajarannya sudah dinyatakan sesat Dalam agama berlaku prinsip Bla..bla..bla… Ra…ra..ra… Yuli mencoba menjawab, Ahmadiyah itu Islam juga Karena ta…ta…ta… La…la…la…
Hari itu, Yuli dan ayahnya berdebat keras Lirih Yuli berkata, Ayah, aku hidup di zaman yang berbeda Jangan paksakan pikiran Ayah padaku Aku memang anak Ayah. Tapi batinku dan pikiranku bukan punya Ayah. Ini bukan pikiran Ayah, Yuli. Ini perintah agama! sahut ayahnya. Percakapan pun selesai, tak ada jalan lagi Kecuali yang buntu. Ayah dan Ibu sepakat bulat, Agama Allah tak boleh kalah Oleh cinta sesaat para remaja.
/8/ Di Cikeusik, Romi pun tertunduk Di hadapan orang tua, Berterus terang bahwa ayah Yuli Adalah aktivis organisasi anti-Ahmadiyah. Ayah Romi kaget, dikatakannya, Kita semua sedang berduka, Nak, Kita tahu sikap mereka Kita merasakan horor yang mereka taburkan. Mereka itu bla…bla…bla… Sedangkan kita tra…la…la…tra…li…li… Romi mencoba mencoba meluruskan, Ayah, antara Ahmadiyah dan garis keras itu Sebenarnya ra…ra…ra… Ra…ri…ru…
Penjelasan Romi terbang terbawa angin; Ayah memutuskan Rencana pernikahan dibatalkan, Stop! Hentikan semua hubungan! Romi terus menentang Ia merasa punya hak untuk berbeda Ia tak ingin mewarisi permusuhan ayahnya, Perselisihan Ahmadiyah dan garis keras tak menariknya. Dikutipnya syair dari Kahlil Gibran, Ayah, dengarkan ya Ayah, ‘Anak-anakmu bukanlah anakmu Mereka anak-anak kehidupan. Pada mereka engkau boleh berikan cintamu Tapi jangan kau paksakan bentuk pikiranmu Jangan membuat mereka menyerupaimu Karena mereka tinggal di rumah esok.’ Ayah membentak Romi keras sekali, Romi, sekarang kamu dengarkan Ayah. Kedudukan agama itu di atas puisi! Jangan kaubandingkan penyair dengan Nabi!
/9/ Walaupun orang tua tidak setuju Romi dan Yuli tetap rajin bertemu Tanpa orang tahu; Romi tak letih-letihnya mencari jalan Untuk menikahi Yuli. Yuli, kita bukan anak durhaka Kita tak hendak melawan orang tua Tapi kita punya hak atas hidup kita sendiri. Peradaban menjadi maju Karena di semua zaman Selalu ada anak-anak yang berani berbeda dengan orang tua, Tegas Romi. Yuli hanya menunduk diam. Sebagai laki-laki Romi tak harus dinikahkan orang tua, Tetapi Yuli perempuan
Baginya izin orang tua diperlukan. Itu adalah keharusan nikah yang sah menurut agama. Romi, kau tahu pendirianku. Aku pun tak suka dibatasi hanya karena aku perempuan. Tapi tanpa izin orang tuaku, kita tak akan sah menikah. Itu hukum agama, karena aku perempuan, jawab Yuli. Kedua anak muda itu menatap kosong Hanya jalan buntu yang terbayang. Bagaimana jika kita kawin lari, ujar Romi Mencoba meyakinkan Yuli. Diceritakannya tabungan dan kesiapannya Dan jika anak kita lahir nanti, Agama apa pun sah ia ikuti. Yuli, oh, Yuli, ujar Romi, Tak usahlah kita menjadi korban, Tak usahlah kita terbawa Oleh huru-hara yang mereka cipta. Mulut Yuli terkatup rapat Tapi hatinya yang semakin pahit Melengking, menjerit. Tak pernah ada dalam pikirannya Untuk melawan Ayah Untuk melawan Ibu Yang melahirkannya. Oh Tuhan, Tunjukkan keajaiban. Romi, ikhlaskan saja aku – Aku tak bisa menemui lagi. Cinta tak harus bersatu Mungkin ini pertanda kita harus berpisah. Yuli berlari, menangis, Menembus malam Didera keputus-asaan. Romi pun melompat bangkit, Disambarnya tangan Yuli Dan dengan keras dikatakannya,
Yuli, kita hanya akan pisah Jika ada di antara kita berbuat salah. Punya paham agama berbeda itu normal! Itu bukan kriminal! Teguhkan janjimu Bajakan hatimu, Cinta kita tak boleh lemah! Yuli diam Lalu pelan ia mengangguk Tanda setuju. Diyakinkannya lagi Yuli, Ayo Yuli, sihir hatimu, Katakan: ‘Cinta kalahkan segala.’ Ya Rom,’ balas Yuli pelan, ‘Cinta kalahkan segala!’ Ingat, Romi, jangan kira Aku tak berupaya. Air tumpah dari mata Yuli Air menggenang di mata Romi – Ya, sebagai lelaki, hampir tak pernah Matanya basah. Tekad sudah diikrarkan Tetapi di lubuk hati paling dalam Diam-diam Romi merasa Saat berpisah akan datang jua. Dan saat itu tak lama lagi Pasti tiba. Rasa itu begitu saja menyusup di hatinya. Yuli berlari menerjang malam Yang dirasanya semakin kelam, Ia hujat dirinya sendiri, Ya Allah, mengapa Kau sodorkan padaku Pilihan ini, Malapetaka ini? Romi terpaku Malam seperti batu Menindihnya.
/10/ Di rumah, ayah dan ibu Yuli ikhtiar Romi harus segera disingkirkan; Yuli perlu jodoh yang baru Pemuda Muslim dari keluarga baik-baik. Mereka pun teringat akan Hartono, Seorang pemuda santun, Pacar Yuli pertama, Baru pulang sekolah dari Mesir tiga bulan lalu; Kepada ibunya ia suka bertanya Tentang kabar Yuli, pacarnya dulu. Demikianlah maka kedua pasang orang tua Merancang pertemuan anak-anak mereka: Sekali Dua kali Dan ini kali ketiga. Hati Yuli pernah merekah Oleh kasih Hartono – Tapi itu sudah lama lampau. Hartono berniat menyambung kembali Hubungan yang terputus Semenjak ia pergi ke Mesir. Tetapi hati Yuli sudah tertutup baginya Tak kuasa lagi ia membukanya: Romi tidak bersalah, Dan janjinya, ‘Cinta kalahkan segala.’
/11/ Jam menunjukkan pukul 6.00 pagi Yuli berzikir sejak dini hari, Tubuhnya semakin letih, melemah; Semua tenaga ia tumpahkan, Semua daya ia curahkan. Ia pun pingsan. Ketika ibunya membuka pintu kamar Dilihatnya Yuli terkapar, Ia pun menjerit – dan pingsan. Seisi rumah ribut: kalang kabut
Bawa ke rumah sakit, segera! Bawa ke rumah sakit sekarang juga! Penyakit lama Yuli kambuh. Kanker getah bening stadium dua, Kata dokter, ia masih bisa disembuhkan Asalkan pikirannya lebih tenang. Ayah dan ibunya terdiam Dan menangis berangkulan. Ketika gadis itu siuman Dengan lembut dipanggilnya ayah-ibunya, Dan ditanyakannya, Apakah Ayah dan Ibu mencintai saya penuh seluruh? Tampaknya ajal tak lagi jauh, ujar Yuli. Ayah dan Ibu menangis lagi, Umur di tangan Tuhan, anakku, sahut Ayah. Hartono, pria yang akan dijodohkan itu Hadir pula di sana; Mendengar percakapan itu Buru-buru ia minta pamit. Tentu ada rahasia Yang ingin disampaikan Yuli, pikirnya. Bisakah Ayah dan Ibu mengabulkan permintaanku? Yuli meneruskan bicaranya, Inilah satu-satunya suara Yang berdengung dalam ruang-ruang hatiku –selalu. Suara ayahnya terbata-bata, Pasti akan kami kabulkan jika mampu. Dengan pandangan yang lembut Yuli pun berkata, Aku ingin segera dinikahkan dengan Romi Dialah jodohku! Halilintar kembali menyambar-nyambar, Angin topan kembali berputar-putar Di jantung sepasang laki-bini itu. Apa yang akan kukatakan nanti Kepada pengurus masjid Jika anakku yang semata wayang Menikah dengan seorang musuh? Serunya kepada diri sendiri.
Namun, ia pikir, jika mereka bersikeras Yuli akan tak lagi punya semangat hidup. Oh Tuhan, ujar Ibu, Mengapa Kau-sodorkan kepada kami Pilihan yang pelik ini?
/12/ Meski Yuli belum juga pulih Keluarga memutuskan Untuk berobat jalan saja. Rumah sakit semakin mahal, ujar ibunya. Maklum, mereka keluarga sederhana. Sudah tiga hari berlalu Ayah dan Ibu seperti bisu, Hati mereka bagai dibelah: Paham agama dan cinta putrinya. Jangan-jangan itu benar permintaan terakhir, Pikir mereka. Hari-hari pun dipenuhi shalat istikharah Meminta petunjuk Allah, Ya Allah, Kami pasrah. Bukakan hati kami Tunjukan jalan bagi kami. Dalam pikiran yang carut-marut Ayah Yuli sempat berpikir Bagaimana jika Yuli dan Romi kawin lari? Ini solusi mujarab, pikirnya, Agar mereka terhindar dari kemarahan tetangga Agar bisa bebas dari cemooh kelompok masjid Agar bisa lepas dari rasa malu Terhadap keluarga Hartono. Namun ibu Yuli malah menangis. Yuli anak satu-satunya Dan ingin dilepaskannya masa lajang Yuli Dengan tangannya sendiri – Apalagi kesehatan Yuli semakin buruk, Katanya kepada suami.
Hari demi hari merayap Terasa pelan sekali Tercecap pahit sekali. Ya Allah, tunjukanlah jalan bagi kami. Seminggu kemudian Keputusan diambil, walau tidak bulat: Mereka merestui hubungan Yuli dengan Romi. Di dalam hati Ayah dan Ibu masih tak yakin Apakah mereka bisa dibenarkan Allah. Mereka dahulukan cinta anaknya di atas paham agama Mereka hanya ikuti suara hati. Mereka menyesali diri Karena tak kuasa meneladani Nabi Ibrahim Yang rela menyembelih anaknya demi agama Walau Tuhan akhirnya menyelamatkan anak Ibrahim. Sedangkan mereka Memilih mengorbankan keyakinan agama Demi nasib putrinya, semata wayang. Betapa berat pengorbanan!
/13/ Akan segera disampaikan Kabar baik itu Kepada Yuli. Ayah dan ibunya membayangkan Betapa bahagia akan menyapu derita, Betapa mukjizat ini Akan menyembuhkan anaknya. Namun, tak terdengar sahutan apa pun Ketika kamar Yuli diketuk. Dan ketika pintu dibuka paksa Mereka menyaksikan akhir sebuah cerita: Yuli sudah tergeletak Tanpa nyawa, Yuli sudah menghadap Yang Mahakuasa. Kisah duka sudah dituntaskan Bagi manusia,
Layar Agung sudah diturunkan Dari atas Sana. Yuli sudah tiada Sebelum sempat mendengar berita bahagia. Ayah Yuli terjatuh lunglai Ibunya menjerit histeris, Nama Tuhan disebut bercampur air mata Luka yang mahaperkasa bertahta. *** 1. Dan tatkala Musa menghadap ke negeri Madyan ia berdoa, semoga Tuhanku membimbingku ke jalan yang benar. (Al-Qashash: 22) 2. Untuk detail kronologi penyerangan jemaah Ahmadiyah di Cikeusik, lihat http://www.ahmadiyya.or.id/index.php?option=com_content &view=article&id=95:pers-release-jemaat-ahmadiyah-ttg-peristiwacikeusik&catid=41:info&Itemid=61. 3. Kampus Mubarak merupakan kantor Pengurus Besar Jamaah Ahmadiyah Indonesia yang beralamat di jalan Raya Parung No. 27 Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor. Mereka diserang oleh sekelompok massa yang menamakan dirinya Gerakan Umat Islam yang dipimpin oleh di antaranya Habib Abdurahman Assegaf dan M. Amin Djamaludin. Aksi penyerangan tersebut mengakibatkan rusaknya aset-asetnya Jamaah Ahmadiyah dan jatuhnya korban luka-luka pada beberapa orang anggotanya dan aksi itu berujung pada penutupan secara paksa Kampus Jamaah Ahmadiyah Indonesia tersebut oleh Musyawarah Pimpinan Daerah Kabupaten Bogor melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) atas desakan dari massa penyerang. Sumber: http://www.bantuanhukum.or.id/index.php/ id/menukasuslbh/ minoritas/penganut-agamakepercayaan/183-ahmadiah. 4. Ketika para pengungsi Ahmadiyah ini hendak pulang kembali ke kampung mereka di Gegerung Lingsar pada 26 November 2010, mereka kembali diserang warga setempat. Warga merusak sedikitnya 22 rumah milik pengikut Ahmadiyah. Karena itu, para pengikut Ahmadiyah itu kembali mengungsi ke Asrama Transito. Ada lebih dari 180 pengikut Ahmadiyah di NTB. Sekitar 130 orang tinggal di Asrama Transito Mataram, dan sisanya di Lombok Tengah. Sumber: http://nasional.vivanews.com/news/read/ 220474-ntb-atasi-ahmadiyah-dengan-dakwah-lisan. 5. Untuk laporan yang lebih detail peristiwa penyerangan ini lihat, “Hangusnya Masjid di Lembah Sejuk”, http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/ 2008/05/05/LU/ mbm.20080505.LU127087.id.html. 6. SKB tiga menteri itu memang tidak berhasil menyelesaikan masalah. Konflik dan tindak kekerasan tetap terjadi. Penyerangan dan pembantaian anggota jemaat Ahmadiyah di Cikeusik pada 6 Februari 2011 merupakan puncak kekerasan menimpa jemaat Ahmadiyah Indonesia. Untuk data dan laporan lengkap kasus Cikeusik bisa dibaca dalam
Laporan yang disusun oleh Tim Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) berjudul: Negara Tak Kunjung Terusik, www.kontras.org/data/laporan. Ironisnya, hakim yang mengadili kasus itu pada 28 Juli 2011 hanya menjatuhkan hukuman 3-6 bulan penjara saja kepada 12 terdakwa pelaku penyerangan (www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/ 2011/07/110728_cikeusikverdict.shtml).