Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
ROMANTISME CINTA RASÛLULLÂH: TELADAN DALAM MEMBINA KELUARGA YANG HARMONIS
[caption id="attachment_198" align="alignleft" width="123"]
Fathurrahmân al-Katitanji, SHI[/caption] Muqaddimah Sesungguhnya perkataan paling jujur adalah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam, seburuk-buruk sesuatu adalah mengada-ada, setiap yang mengada-ada adalah bid’ah, setiap yang bid’ah adalah kesesatan, dan setiap yang sesat adalah di neraka tempatnya. Cinta kepada Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam itu adalah ibadah, cinta kepadanya adalah ketaatan yang wajib, cinta kepadanya adalah keimanan yang mendapatkan diri seorang hamba kepada Yang Maha Esa.[1] Di antara tanda kasih sayang Allah Azza wa Jalla terhadap manusia adalah diutusnya Rasul ditengah-tengah mereka. Inilah nikmat paling besar yang Allah Azza wa Jalla karuniakan kepada manusia. Agar para Rasul menjadi penerang bagi orang-orang yang salah jalan. Menjadi penunjuk bagi orang-orang yang tersesat. Hal paling utama dan berharga yang dipersembahkan para Rasul kepada manusia setelah penunjukan jalan hidayah Allah Azza wa Jalla adalah mereka, para Rasul sebagai contoh teladan bagi yang meniti jalan menuju Allah Azza wa Jalla, agar orang beriman mengambil apa yang mereka contohkan dalam segenap urusan dan bidang, di dunia maupun di akhirat.[2] Allah Azza wa Jalla berfirman tentang pribadi Nabi kita Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasûlullâh itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS al-Ahzâb [33]: 21) Berkata Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat ini: “Inilah ayat mendasar yang berisikan anjuran menjadikan Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam sebagai suri teladan, dalam ucapan, perbuatan dan keadannya.” Dan bukti kemurahan Allah Azza wa Jalla terhadap umat Islam ini adalah, bahwa sirah atau perjalanan hidup Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam. baik berupa ucapan, perbuatan dan keadaannya direkam dan dijaga oleh para tokoh –ahli hadits- yang mukhlis. Dan mereka menyampaikan apa yang datang dari Rasûlullâh kepada orang lain dengan sangat amanah.
1 / 21
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
Rumah tangga yang bahagia dan harmonis merupakan idaman bagi setiap mukmin. Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam telah memberi teladan kepada kita, mengenai cara membina keharmonisan rumah tangga. Sungguh pada diri Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam itu terdapat teladan yang paling baik. Dan seorang suami harus menyadari, bahwa dalam rumahnya itu ada pahlawan di balik layar, pembawa ketenangan dan kesejukan, yakni sang istri. Contoh sederhana adalah tentang petunjuk Nabi bagaimana ia makan, cara minum, berpakaian, berhias, bagaimana beliau tidur dan ketika terjaga, ketika beliau mukim atau sedang safar, ketika beliau tertawa atau menangis, dalam kesungguhan atau canda, dalam suasana ibadah atau hubungan sosial, perihal urusan agama atau dunia, ketika kondisi damai atau saat perang, dalam berinteraksi dengan kerabat atau orang yang jauh, menghadapi teman atau lawan, sampai pada sisi-sisi yang menurut orang bilang “intim” dalam hubungan suamiistri. Semuanya terekam, tercatat dan diriwayatkan dengan sahih dalam sirah perjalanan hidup beliau saw. Dalam tulisan singkat ini, mari kita lebih dekat mengenal Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam untuk meneladaninya. Penulis akan sampaikan beberapa hal penting di dalam “Romantisme Cinta Rasûlullâh: Teladan dalam Membina Keluarga yang Harmonis”. Penulis membagi dalam berbapa bagian, Rasûlullâh sang teladan sepanjang masa, membina keluarga harmonis ala Rasûlullâh, mencintai dan mendidik anak ala Rasûlullâh. Rasûlullâh Sang Teladan Sepanjang Masa Salah satu watak bawaan manusia sejak diciptakan Allah Azza wa Jalla adalah kecenderungan untuk selalu meniru dan mengikuti orang lain yang dikaguminya, baik dalam kebaikan maupun keburukan. Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ruh-ruh manusia adalah kelompok yang selalu bersama, maka yang saling bersesuaian di antara mereka akan saling dekat, dan yang tidak bersesuaian akan saling berselisih” (HR Bukhari dan Muslim)[3] Oleh karena itulah, metode pendidikan dengan menampilkan contoh figur untuk diteladani adalah termasuk salah satu metode pendidikan yang sangat efektif dan bermanfaat. Dalam banyak ayat al-Qur’an, Allah Azza wa Jalla menceritakan kisah-kisah keteladanan para Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam untuk menjadi panutan bagi orang-orang yang beriman dalam meneguhkan keimanan mereka.[4] Allah Azza wa Jalla berfirman, “Dan semua kisah para rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman” (QS Hûd [11]:120) Ketika menjelaskan makna ayat ini, syaikh Abdurrahman al-Sa’di berkata, “Yaitu supaya hatimu tenang dan teguh (dalam keimanan), dan (supaya kamu) bersabar seperti sabarnya para Rasul karena jiwa manusia (cenderung) senang meniru dan mengikuti (orang lain), dan (ini menjadikannya lebih) bersemangat dalam beramal shaleh, serta berlomba dalam mengerjakan kebaikan…”[5] Sebagai seorang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tentu kita wajib menjadikan
2 / 21
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
Muahmmad saw sebagai teladan dalam pelbagai lini kehidupan, baik keluarga maupun bermu’amalah yang akan memberi manfaat bagi pembinaan rohani. Dalam hal ini, teladan terbaik bagi seorang Muslim adalah Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam, yang diutus oleh Allah Ta’ala untuk menyempurnakan akhlak yang mulia, sebagaimana sabda beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam, “Aku diutus (oleh Allah) untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (HR Ahmad dan Hakim)[6] Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling kuat dan sempurna dalam menjalankan petunjuk Allah Azza wa Jalla, mengamalkan isi al-Qur’an, menegakkan hukum-hukumnya dan menghiasi diri dengan adab-adabnya.[7] Oleh karena itulah Allah Ta’ala sendiri yang memuji keluhuran budi pekerti beliau dalam firman-Nya,
???????? ?????? ?????? ??????? “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung” (QS al-Qalam [68]:4). Dan ketika Ummul Mu’minin ‘Aisyah radhiyallâhu ‘anha ditanya tentang akhlak (tingkah laku) Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam, beliau menjawab, “Sungguh akhlak Rasûlullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah al-Qur’an“. (HR Muslim)[8] Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam adalah sosok teladan yang sempurna bagi orangorang yang beriman kepada Allah yang menginginkan kebaikan dan keutamaan dalam hidup mereka. Allah Ta’ala berfirman, ô‰s)©9 tb%x. öNä3s9 ’Îû ÉAqß™u‘ «!$# îouqó™é& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ö•tƒ ©!$# tPöqu‹ø9$#ur t•ÅzFy$# t•x.sŒur ©!$# #ZŽ•ÏVx. . ?????? ????? ?????? ??? ???????? ????? ???????? ???????? ?????? ????? ????????? ????? ??????????? ????????? ???????? ????? ????????? “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasûlullâh itu teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (balasan kebaikan pada) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS al-Ahzâb [33]:21). Dalam ayat yang mulia ini, Allah Azza wa Jalla sendiri yang menamakan semua perbuatan Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam sebagai “teladan yang baik“, yang ini menunjukkan bahwa orang yang meneladani sunnah Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam berarti dia telah menempuh al-shirâth al-mustaqîm (jalan yang lurus) yang akan membawanya mendapatkan kemuliaan dan rahmat Allah.[9] Dengan menjadikan Nabi shallallâhu alaihi wa sallam sebagai teladan sepanjang masa, maka Allah akan menurunkan rahmatnya kepadanya.
Membina Keluarga Harmonis ala Rasûlullâh Suasana harmonis sangat ditentukan dengan kerja sama yang bagus antara suami istri dalam
3 / 21
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
menciptakan suasana yang kondusif dan hangat, tidak membosankan, apalagi menjemukan. Rasûlullâh adalah sosok manusia yang paling sempurna akhlaknya di antara makhluk ciptaan Allah. Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam adalah sebagai sosok teladan yang paling baik dalam membina keluarga, sehingga patut dijadikan contoh bagi seluruh umat manusia di muka bumi ini. Dalam sebuah riwayat disebutkan, dari Aisyah radhiyallâhu ‘anha Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memukul siapapun dengan tangannya, tidak pada perempuan, tidak juga pada pembantu, kecuali perang di jalan Allah. Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam juga ketika diperlakukan sahabatnya secara buruk tidak pernah membalas, kecuali kalau ada pelanggaran atas kehormatan Allah, maka ia akan membalas atas nama Allah. (HR Muslim). Bagaimapun sibuknya kita, luangkan waktu bersama istri dan keluarga. Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam adalah insan yang paling sibuk. Beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam memegang tampuk pemerintahan negara, memimpin ribuan tentara, menghabiskan waktunya untuk agama, tetapi beliau tetap meluangkan waktu bersama istri dan kelaurga, seperti yang dikatakannya: “Orang terbaik di antara kalian (suami) adalah yang terbaik bagi keluarganya dan akulah di antara kalian yang paling baik terhadap keluargaku, tidak memuliakan wanita kecuali orang yang hina,” (HR Ibnu Asakir dari Ali bin Abi Thalib).[10] Dari beberapa literatur, penulis akan berbagi tips kepada pembaca yang budmian, bagaimana cara membina keluarga harmonis ala Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Tips ini insya Allah akan membawa kita pada keluarga idaman. 1. 1. Panggilan Kesayangan Suasana harmonis dalam rumah tangga Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam ialah ia memanggil ‘Aisyah radhiyallahu 'anha dengan panggilan kesayangan dan mengabarkan kepadanya berita yang membuat jiwa 'Asiyah menjadi sangat bahagia. ‘Aisyah radhiyallâhu 'anha bercerita sebagai berikut, pada suatu hari Rasûlullâh berkata kepadanya. ??? ???????, ????? ?????????? ?????????? ?????????? “Wahai ‘Aisy[11] Malaikat Jibril tadi menyampaikan salam buatmu.” (HR Muttafaqun ‘alaihi). Itulah salah satu contoh cara menciptakan suasana harmonis dalam rumah tangga yaitu memanggil istri dengan panggilan kesayangan. Kita masih sering melihat kaum suami yang memanggil istrinya seenaknya saja. Kadang kala memanggil istrinya dengan cacat dan kekurangannya. Kalau begitu sikap suami, bagaimana mungkin keharmonisan dapat tercipta? Bagaimana mungkin akan tumbuh rasa cinta istri kepada suami? 1. 2. Suami Isteri Mandi Bersama Kemesraan lain yang telah Nabi Muhammad saw lakukan terhadap istri-istrinya adalah mandi bersama. Suami-istri diperbolehkan mandi bersama dalam satu ruangan meski masing-masing saling melihat aurat pasangannya. Dalam sebuah riwayat disebutkan, dari Aisyah radhiyallâhu
4 / 21
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
'anha, ia berkata; ?????? ?????????? ????? ?? ???????? ????? ???? ??????? ??????? Aku biasa mandi berdua bersama Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam dari satu bejana. (HR Bukhari). Dalam redaksi yang lain disebutkan Aisyah radhiyallâhu 'anha berkata; “Aku pernah mendi berdua bersama Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam dari satu wadah yang terletak di antara aku dan beliau. Tangan kami berebutan menciduk air yang ada di dalamnya. Beliau memang dalam perebutan itu, sampai aku katakan, “Sisakan untuk saya..., sisakan untuk saya...! kami dalam keadaan junub.”[12] (HR Bukhari Muslim)[13] Ibnu ‘Urwah al-Hambali berkata dalam kitab al-Kawâkib (575/29/1), “Diperbolehkan untuk setiap pasangan suami-istri untuk melihat seluruh bagian tubuh pasangannya dan menyentuhnya sampai kemaluan sekalipun. Karena kemaluan dihalalkan untuk bersenangsenang dengannya, maka melihatnya dan menyentuhnya juga diperbolehkan sebagaimana bagian tubuh yang lain.”[14] Demi hadirnya sebuah keluarga yang harmonis atau keluarga yang mawadah wa rahmah suami-istri diperkenankan mandi bersama dan saling memandang satu dengan yang lain. 1. 3. Makan dan Minum dalam Satu Tempat Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam -selaku Nabi umat ini yang paling sempurna akhlaknya dan paling tinggi derajatnya- telah memberikan sebuah contoh yang berharga dalam hal berlaku baik kepada sang istri dan dalam hal kerendahan hati, serta dalam hal mengetahui keinginan dan kecemburuan wanita. Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menempatkan mereka pada kedudukan yang diidam-idamkan oleh seluruh kaum hawa. Yaitu menjadi seorang istri yang memiliki kedudukan terhormat di samping suaminya. ‘Aisyah radhiallâhu 'anha menuturkan: ????????????????????????????,???????????????????????????????????????????????? ???? ?? ??????????? ???????? ??????????????? ?? ?????? ????? ??? ???????? ???? “Suatu ketika aku minum, ketika itu aku sedang haidh, lantas aku memberikan gelasku kepada Rasûlullâh dan beliau meminumnya dari mulut gelas tempat aku minum. Dalam kesempatan lain aku memakan sepotong daging, lantas beliau mengambil potongan daging itu dan memakannya tepat di tempat aku memakannya.” (HR Muslim) Begitulah kemesraan dapat tercipta, yaitu menciptakan rasa saling memiliki, senasib dan sepenanggungan. Sepiring berdua, segelas berdua, makan berjama'ah serta beberapa hal lain yang dianjurkan oleh Rasûlullâh agar dilakukan bersama oleh sepasang suami istri! Dengan demikian akan tercipta rasa saling memahami satu sama lain. Sekarang ini jarang kita lihat suami yang peka terhadap perasaan istrinya. Si istri makan ala kadar di rumah sementara suami jajan sepuasnya di luar! Wajar bila rasa saling curiga tumbuh sedikit demi sedikit. Bahkan tidak sedikit pasangan suami istri yang cekcok gara-gara perkara sepele.[15]
5 / 21
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
1. 4. Mencium Kening Istri Dalam kesempatan lain Rasûlullâh saw tidak malu untuk bermesraan walaupun hanya sekedar mencium istri sebelum keluar rumah. Diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiallâhu 'anha bahwa ia berkata: ????? ????????? ??????? ????????? ???? ????????? ????? ?????? ????? ?????????? ?????? ??????????? “Sungguh Rasûlullâh pernah mencium salah seorang istri beliau baru kemudian berangkat menunaikan shalat tanpa memperbaharuhi wudhu” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi) Budaya mencium istri agaknya masih asing di tengah masyarakat kita, khususnya masyarakat timur. Bahkan masih banyak yang menggapnya tabu, mereka mengklaimnya sebagai budaya barat. Namun anggapan itu terbantah dengan riwayat yang kita bawakan tadi. Tentu saja mencium istri yang kita maksud di sini bukanlah mencium istri di depan umum atau di hadapan orang banyak. Sebenarnya banyak sekali hikmah sering-sering mencium istri. Sering kita lihat sepasang suami istri yang saling cuek. Kadang kala si suami pergi tanpa diketahui oleh istrinya kemana suaminya pergi. Buru-buru melepasnya dengan ciuman, menanyakan kemana perginya saja tidak sempat. Sang suami keburu pergi menghilang, kadang kala tanpa pamit dan tanpa salam!? Coba lihat bagaimana Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa sallam bergaul dengan istri-istri beliau. Sampai-sampai Rasûlullâh menyempatkan mencium istri beliau sebelum berangkat ke masjid.[16] 1. 5. Ajak Istri Beribadah Bersama! Demikianlah suasana rumah tangga Rasûlullâh, suasana harmonis seperti itu hanya dapat terwujud dengan bimbingan taufik dan hidayah dari Allah. Salah satu faktor terbinanya rumah tangga yang harmonis bahkan merupakan pilar utamanya adalah beribadah bersama. Suami hendaklah mengajak istrinya untuk beribadah bersama, seperti shalat malam bersama, shaum sunnat bersama, dan beberapa ibadah lain yang bisa dilakukan bersama-sama. Rasûlullâh s hallallâhu alaihi wa sallam telah mencontohkan hal itu. Beliau senantiasa menganjurkan istriistri beliau untuk giat beribadah serta membantu mereka dalam melaksanakan ibadah, sesuai dengan perintah Allah Azza wa Jalla. ö•ãBù&ur y7n=÷dr& Ío4qn=¢Á9$$Î/ ÷ŽÉ9sÜô¹$#ur $pköŽn=tæ ( Ÿw y7è=t«ó¡nS $]%ø—Í‘ ( ß`øtªU y7è%ã—ö•tR 3 èpt6É)»yèø9$#ur 3“uqø)G=Ï9 . “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. kami tidak meminta rezqi kepadamu, kamilah yang memberi rezqi kepadamu dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertaqwa.” (QS Thâhâ [20]: 132). Dalam kesempatan lain, ‘Aisyah radhiyallâhu 'anha menceritakan: ????? ????????? ???????? ??????? ????????? ???????????? ????? ?????????, ??????? ??????? ???? ??????? ???????????
6 / 21
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
“Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa sallam biasa mengerjakan shalat malam sementara aku tidur melintang di hadapan beliau. Beliau akan membangunkanku bila hendak mengerjakan shalat witir.” [HR Muttafaqun ‘alaihi]. Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa sallam menghimbau umatnya untuk mengerjakan shalat malam dan menganjurkan agar suami istri hendaknya saling membantu dalam mengerjakannya. Sampai-sampai sang istri boleh menggunakan cara terbaik untuk itu, yaitu dengan memercikkan air ke wajah suaminya! demikian pula sebaliknya. Abu Hurairah radhiyallâhu 'anhu meriwayatkan sebuah hadits dari Rasûlullâh bahwa beliau bersabda: ?????? ????? ??????? ????? ???? ????????? ???????? ?????????? ??????????? ????????? ?????? ?????? ?????? ??? ????????? ???????,?????? ????? ????????? ??????? ???? ????????????????????????????????????????????????????????????????????????????? ??????? “Semoga Allah merahmati seorang suami yang bangun pada malam hari untuk mengerjakan shalat malam lalu membangunkan istrinya untuk shalat bersama. Bila si istri enggan, ia memercikkan air ke wajah istrinya (supaya bangun). “Semoga Allah Subhanaahu wa Ta'ala merahmati seorang istri yang bangun pada malam hari untuk mengerjakan shalat malam lalu membangunkan suaminya untuk shalat bersama. Bila si suami enggan, ia memercikkan air ke wajah suaminya (supaya bangun) (HR Ahmad).[17]
1. 6. Berlaku Ramah dan Lembut Masing-masing pihak suami istri harus bertekad untuk bersikap ramah dan lembut kepada pasangannya, bersenda gurau dengannya, dan bercanda dengannya. Umar bin Khaththab radhiyallâhu ‘anhu, meskipun mempunyai sifat keras dan tegas, mengatakan: “Sudah selayaknya seorang laki-laki menjadi seperti anak kecil di tengah keluarganya. Bila dia di tengah kaumnya, maka hendaknya dia menjadi seorang laki-laki.” Aisyah radhiyallâhu ‘anha menceritakan, “Adalah Rasûlullâh ketika bersama istri-istrinya, beliau aadalah manusia lembut dan paling pemurah. Gampang tertawa dan gampang tersenyum.” (HR Ibnu Asakir)[18] Karena itu, sudah benar dan adil bila suami istri saling memaafkan kesalahan-kesalahan dan kekeliruan yang muncul tiba-tiba. Berlaku lemah lembutlah dalam menjalankan kehidupan supaya keharmonisan dapat tercapai dalam lingkungan keluarga, sebagaimana Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa sallam, “Janganlah seorang mukmin (suami) membenci seorang mukminah (istri). Jika ia tidak menyukai salah satu akhlaknya, ia pasti ridha kepada akhlaknya yang lain.” (HR Muslim)[19] Sikap ramah dan lembut Rasûlullâh ditunjukkan kepada keluarganya. Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa sallam bersenda gurau dengan istri dan anak-anaknya, menghibur, dan mengampuni kesalahan mereka, menyebar senyum bahagia serta mengisi rumah mereka dengan hal-hal
7 / 21
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
yang menyenangkan. Suatu ketika Anas bin Malik, pembantu beliau melukiskan keadaan keadaan beliau dengan mengatakan, “Aku telah melayani Rasûlullâh selama sepuluh tahun. Selama itu belum pernah beliau menegur atas apa yang aku lakukan, “Mengapa kamu tidak melakukan ini?” Beliau juga beliau belum pernah mengatakan kepadaku sesuatu yang belum aku kerjakan, “Mengapa kamu belum melakukan ini?”[20] Sikap Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa sallam tersebut menunjukkan beliau memiliki sifat murah hati yang begitu tinggi, budi pekerti yang luhur dan perilaku lembut dalam berintraksi dengan orang lain. Setiap orang yang bersahabat dengannya akan merasakan kasih sayang dan sikap murah hati yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Kasih sayang Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa sallam telah menembus hati mereka semua, sehingga setiap jiwa selalu merindukannya.[21] Oleh karena itu, berlemah lembutlah pada keluarga supaya harmonisasi keluarga dapat tercapai sebagaimana keluarga Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa sallam.
1. 7. Saling Memberi Hadiah Saling memberi hadiah diantara suami istri –terutama hadiah dari suami untuk istri- merupakan salah sebab tertanam rasa cinta di antara keduanya. Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa sallam bersabda, “Hendaknya kalian sering memberi hadiah, niscaya kalian akan saling mencintai.”[22] Karena hadiah merupakan ekspresi kasih sayang dan mampu mencairkan kebekuan dan rutinitas hubungan manusia. Efek dari hadiah semacam ini juga bekerja pada teman-teman dan kenalan. Penharuh atau efek hadia terhadap suami istri jauh lebih efektif dan besar. Hadiah tidak disyaratkan berupa barang-barang kepemilikan yang mahal lagi mewah karena tujuan dari hadiah pada awalnya adalah mengekspresikan kasih sayang dan kesatuan. Hal ini dapat diwujudkan dalam materi hadiah dengan nilai seberapa pun. Tapi jika hadiah tersebut berupa sesuatu yang mahal, maka itu akan menyebabkan kebahgiaan berlipat ganda dan kasih sayang makin bertambah.[23] 1. 8. Cemburu Itu Indah Rasa cemburu dianggap sebagai watak dasar para wanita, tidak ada wanita yang selamat dari watak ini, bahkan para Ummahat al-Mukminin yang merupakan istri-istri Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa sallam. Aisyah selalu mencemburui Khadijah radhiyallâhu ‘anha walaupun ia tidak pernah bertemu dengan Khadijah. Aisyah mengingkari pujian dan sanjungan Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa sallam kepada Khadijah dengan mengatakan, “Allah telah memberikan ganti yang lebih baik darinya.”[24] Jika ini sikap Aisyah kepada Khadijah, maka bisa dibayangkan sikap wanita lainnya kepada madunya! Kecemburan yang baik memengaruhi hubungan suami istri dengan syarat tidak berlebihan dalam cemburu, namun proporsional dan penuh pertimbangan. Dengan demikian, cemburu menjadi indikator rasa cinta pasangan kepada pasangannya, disinilah cemburu itu akan nampak indah. Untuk itu suami harus bersikap proporsional dalam masalah ini, dan tidak boleh berburuk sangka, dan mencari-cari kesalahan. Dalam keluarga Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa
8 / 21
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
sallam telah memberikan teladan yang baik dalam perkara rasa cemburu, yang dirasakan oleh istri-istrinya.[25] Aisyah radhiyallâhu ‘anha pernah cemburu pada Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa sallam, ia menceritakan sendiri bahwa pada suatu malam Rasûlullâh pergi dari sisinya. Ia berkata, “Aku mencemburuinya karena jangan-jangan beliau mendatangi salah satu istrinya. Lalu datanglah beliau dan melihat keadaanku. Rasûlullâh bersabda, “Apakah engkau cemburu?” Jawabku, “Apakah orang sepertiku tidak pantas untuk cemburu terhadap orang sepertimu?” Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh setanmu telah datang”. (HR Muslim dan Nasa’i)[26] Aisyah radhiyallâhu ‘anha juga pernah berkata, “Aku tidak melihat yang pandai memasak seperti Shafiyah. Ia memasak makanan untuk Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa sallam saat belaiu ada dirumahku. Timbullah rasa cemburuku, aku merebut piring yang berisi makanan tersebut dan membantingnya sampai pecah. Tetapi aku menyesal, lalu berkata, “Ya Rasûlullâh, apa kifarat bagi perbuatan yang telah aku lakukan?” Nabi shallallâhu alaihi wa sallam menjawab, “Gantilah piring itu dengan piring yang serupa, demikian pula makanannya.” (HR Abu Dawud dan Nasa’i)[27] Sebagaian rasa cemburu ada yang terpuji dan dianjurkan, sebagian lagi dibenci dan tercela. Rasa cemburu kepada istri yang berselingkuh, kalau memang benar telah terbukti, dikatagorikan sebagai rasa cemburu yang terpuji. Adapun rasa cemburu yang disebabkan oleh persaiangan dalam mengejar hal-hal duniawi, atau dilandasi perasaan waswas yang belum jelas kebenarannya, maka kecemburuan ini termasuk yang dibenci. Jabir bin ‘Atik meriwayatkan bahwa Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa sallam bersabda, “Cemburu itu ada yang dicintai Allah dan ada pula yang dibenci-Nya. Adapun yang dicintai Allah adalah cemburu terhadap hal-hal yang bisa menimbulkan tuduhan keragu-raguan. Sendangkan cemburu yang dibenci Allah adalah cemburu terhadap hal-hal yang tidak menyebabkan tuduhan dan keraguraguan.” (HR Abu Dawud)[28]
1. 9. Ajak Istri Bermusyawarah Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa sallam mengajak istri-istrinya bermusyawarah dalam banyak urusan. Beliau sangat menghargai pendapat-pendapat mereka. Padahal wanita pada masa jahiliyah, sebelum datangnya Islam diperlakukan seperti barang dagangan semata, dijual dan dibeli, tidak dianggap pendapatnya, meskipun itu berkaitan dengan urusan yang langsung dan khusus dengannya. Islam datang mengangkat martabat wanita, bahwa mereka sejajar dengan laki-laki, kecuali hak qawamah atau kepemimpinan keluarga, berada ditangan laki-laki. Allah Azza wa Jalla berfirman: “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS al Baqarah [2]: 228)
9 / 21
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
Adalah pendapat dari Ummu Salamah radhiyallâhu ‘anha pada peristiwa Hudaibiyah, membawa berkah dan keselamatan bagi umat Islam. Ummu Salamah memberi masukan kepada Nabi agar keluar menemui para sahabat tanpa berbicara dengan siapa pun, langsung menyembelih hadyu atau seekor domba dan mencukur rambutnya. Ketika beliau melaksanakan hal itu, para sahabat dengan serta-merta menjalankan perintah Nabi shallallâhu alaihi wa sallam, padahal sebelumnya mereka tidak mau melaksanakan perintah Rasul, karena mereka merasa pada pihak yang kalah pada peristiwa itu. Mereka melihat bahwa syarat yang diajukan kaum kafir Quraisy tidak menguntungkan kaum muslimin.[29] 1. 10. Sesekali Bercanda bersama Istri Bercanda bersama istri akan memupuk rasa kasih sayang terhadap istri dan keluarga, disamping itu juga bercanda akan melepaskan rasa penat ketika selesai bekerja diluar rumah. Dengan bercanda kita akan sangat mudah tersenyum dan ketawa. Namun tidaklah ketawa berlebihan karena hal itu akan membawa mudharat. Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa sallam bersabda, “Celakalah bagi orang yang berkata dengan berdusta untuk menjadikan orang lain ketawa. Celakalah dia, celakalah dia.” (HR Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan Hakim).[30] Canda Rasûlullâh bersama istri dan keluarganya dilakukan saat sedang melakukan perjalanan dan saat sedang berada di rumahnya. Aisyah radhiyallâhu ‘anha meriwayatkan, bahwa pernah ia bersama Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa sallam dalam suatu perjalanan. Maka aku mengajak Beliau lomba lari dan aku berhasil mendahului beliau dengan kedua kakiku. Ketika aku menjadi gemuk, aku mengajak Beliau lomba lari lagi. Akhirnya Beliau berhasil mengalahkan aku dan bersabda, “Ini sebagai balasan atas perlombaan yang dulu itu. (HR Abû Dâwud)[31] Mendidik dan Mencintai Anak ala Rasûlullâh Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa sallam menunjukkan kasih sayangnya baik kepada orang-orang dekatnya maupun orang lain. Beliau selalu berusaha meringankan beban orang yang sedang ditimpa kesulitan. Dalam perkara mendidik dan mencintai anak, maka Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa sallam adalah teladan yang paling tepat sepanjang masa. Orang yang memenhi seruan Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa sallam ini akan mampu mewujudkan cinta dalam dirinya, yang akan menjadikannya berada di puncak kesehatan jiwa dan kebahgiaan, lebih-lebih lagi akan mendatang keharmonisan dalam keluarga. Rasûlullâh mengajak umatnya untuk mencintai anak-anak, mendidik dan memperhatikan mereka dengan baik. Dalam mewujudkan keluarga yang harmonis, maka cintai dan didiklah anak-anak (suami-istri) dengan meneladani kehidupan Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa sallam tatkala mendidik dan mencintai anak-anaknya. Ada beberapa tips dari Rasûlullâh untuk mendidik dan mencintai anak-anak. 1. 1. Mencium dan Memeluknya Nabi shallallâhu alaihi wa sallam mencintai kedua cucunya, Hasan dan Husain. Anas meriwayatkan bahwa Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa sallam berkata kepada Fathimah, “Panggilah kedua anakku!” lalu (setelah meraka datang) beliau mencium dan mendekap
10 / 21
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
keduanya.” (HR Tirmidzi)[32] Abu Hurairah berkata “suatu hari, Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa sallam. Mengecup Hasan bin Alî. Saat itu, disamping beliau duduk al-Aqra’ bin Hâbis al-Taimi. Al-Aqra’ berkata , ‘saya mempunyai 10 orang anak, tetapi tidak satu pun yang pernah saya kecup.’ Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa sallam. Menatapnya, lalu bersabda, ‘Orang yang tidak menyayangi, tidak akan disayang.”(HR Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud)[33] Aisyah berkata, “Seorang Badui datang menemui Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa sallam. Lalu beliau bertanya, “Apakah kalian menciumi anak-anak?’ Ia menjawab, ‘Kami tidak pernah mencium mereka. ‘Beliau berkata, ‘Adakah aku mampu meletakkan rasa kasih pada dirimu setelah Allah mencabutnya dari hatimu?”(HR Bukhari dan Muslim)[34] Burairah berkata, ‘Ketika Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa sallam sedang berkhutbah, datang H asan dan Husain memakai pakaian merah. Keduanya berjalan dan kemudian terjatuh. Beliau shallallâhu alaihi wa sallam turun dari mimbar kemudian menggendong keduanya dan mendudukkan di hadapannya. Kemudian beliau shallallâhu alaihi wa sallam berkata, “ Maha benar Allah dengan firman-Nya, bahwa harta dan anak-anak kalian adalah ujian. Aku melihat kedua anak ini berjalan dan terjatuh. Aku tidak tahan hingga aku memutus khutbahku dan mengangkat keduanya.”(HR Tirmidzi)[35] 1. 2. Asyiknya Bercanda dengan Anak Nampak asyik Rasûlullâh saat bercanda dengan anak-anak (kedua cucunya), sering kali Rasûlullâh digelantungi oleh mereka berdua. Al-Barrâ berkata, “Aku melihat Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa sallam digelantungi Hasan, dan Beliau berkata, ‘Ya Allah, sesungguhnya aku mencintainya, maka cintailah ia.” (HR Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi).32 Al-Barra’ juga mengatakan, “Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa sallam memperhatikan Hasan dan Husain, lalu berkata, ‘Ya Allah, sesungguhnya aku mencintai keduanya, maka cintailah keduanya.”(HR Tirmidzi)[36]
1. 3. Bahagianya Punya Anak Perempuan Begitu bahagianya bagi mereka yang mempunyai anak perempuan, ada jaminan dari Allah yaitu surga dan dijauhkan dari api neraka. Pada masa jahiliyah anak perempuan adalah aib bagi keluarganya, ketika anak perempuan lahir seketika itu langsung di kubur hidup-hidup. Namun setelah hadirnya Islam ditengah-tengah mereka, maka Islam mengangkat derajat perempuan, dan memberi jaminan surga bagi orang tua yang ikhlas merawat anak perempuan serta menjadi dinding yang mengahalangi dari api neraka. Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa sallam menasihati kaum muslimin agar merawat anak-anak mereka dengan baik, terutama anak perempuan. Beliau menjanjikan ampunan dan surga bagi orang yang memelihara anak perempuan mereka dengan baik. Ibnu ‘Abbas meriwayatkan bahwa Nabi shallallâhu alaihi wa sallam, bersabda, “Barangsiapa mempunyai anak perempuan
11 / 21
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
kemudian tidak membebaninya, tidak melemahkanny, dan tidak mengutamakan anak laki-laki atasnya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga.”(HR Abu Dawud)[37] Aisyah berkata, “Seorang wanita disertai dua anak perempuannya datang meminta sesuatu dariku. Aku tidak mempunyai apa-apa selain selain buah kurma yang kuberikan kepadanya. Wanita itu kemudian mebelahnya dan memberikan kepada dua anaknya, lalu pergi. Ketika Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa sallam datang, aku menceritakan hal itu. Beliau bersabda, ‘Barangsiapa diuji dengan anak perempuan, lalu ia berbuat baik kepada mereka, maka perbuatannya itu dapat menjadi dinding yang menghalanginya dari api neraka.” (HR Bukhari, Muslim dan Tirmidzi )[38]
1. 4. Ajari Anak Ibadah Sejak Dini Banyak riwayat yang menunjukkan bahwa cara Rasûlullâh mengajari anak ibadah sejak dini, melalui mengajak mereka ke masjid. Disebutkan dalam riwayat bahwa, sering kali saat beliau bermaksud melamakan shalatnya, terdengar tangis bayi yang menyebabkan beliau mengurungkan niatnya dan mempercepat shalatnya karena kasihan kepada ibu si bayi tersebut. Ketika cucunya, Umâmah putri Zainab, menangis, beliau menggendongnya sambil terus melakukan shalat. Ketika sampai pada sujud beliau meletakkannya dan kembali menggendongnya saat berdiri.(HR Bukhari dan Muslim)[39] Suatu ketika beliau sedang bersujud dalam shalat. Lalu Hasan, cucu beliau, naik ke atas punggungnya. Beliau lalu memperlama sujudnya setelah selesai shalat beliau menjelaskan kepada para sahabatnya, “Cucuku naik ke atas punggungku (saat shalat). Aku tidak ingin mengangkat kepalaku sampai dia turun (dari punggungku).”(HR Ahmad dan Nasa’i)[40] Di lain kesempatan Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa sallam bersabda, “Siapa di antara kalian yang menjadi imam shalat bagi manusia maka hendaknya dia meringankan shalatnya. Sebab di antara mereka ada orang tua, anak kecil, orang yang sakit dan orang yang memiliki keperluan.”[41]Dan kepada Mu’adz ibn Jabal yang memperlama shalat ketika menjadi imam, beliau pun menegur, “Apakah kamu ingin membuat fitnah hai Mu’adz?”(HR Bukhari dan Muslim)[42] Jika kita perhatikan hadits-hadits ini menunjukkan bahwa cara Rasûlullâh mengajari anak-anak dengan mengajaknya ke masjid, dengan demikian apa yang anak-anak lihat di dalam masjid adalah orang yang sedang shalat atau ibadah lainnya. Secara tidak langsung proses pendidikan dalam mengajari anak ibadah sejak dini sangat tepat karena anak-anak langsung praktek dengan apa yang dilakukan oleh orang tuanya yang sedang shalat. 1. 5. Mendidik Anak itu Menyenangkan Mendidik anak itu menyenangkan, hal ini dapat dirasakan oleh orang tua yang menjadikan anak sebagai anugerah besar yang Allah berikan, disamping itu juga anak yang lahir adalah amanah dari Allah, sehingga motivasi dalam mendidik anak adalah mendapatkan ridha Allah. Cinta
12 / 21
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
seorang bapak atau ibu kepada anak-anaknya diwujud dalam bentuk pemeliharaan, pembimbingan, pengarahan, dan pendidikan yang baik terhadap anak-anaknya. Sehingga mereka tumbuh menjadi warga negara yang baik. Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa sallam telah mewasiatkan dan mendorong kaum Muslim agar mendidik anak-anak mereka dengan baik, dan memotivasi mereka dengan pahala yang besar. Jabir bin Samurah meriwayatkan bahwa Nabi shallallâhu alaihi wa sallam bersabda , “Usaha seseorang mendidik anaknya pasti lebih baik dibandingkan dengan ia bersedekah satu sha’.” (HR Tirmidzi)[43] Ayyub bin Musa meriwayatkan dari ayahnya, dari kakek-nya bahwa Rasululloh shallallâhu alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada pemberian yang lebih utama dari seorang ayah kebada anaknya daripada pendidikan yang baik,” (HR Tirmidzi)[44] Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa sallam menaruh perhatian yang demikian besar terhadap proses pertumbuhan anak sejak kecil. Rasûlullâh shallallâhu alaihi wa sallam menyuruh para orangtua memberikan pendidikan dan pengawasan yang baik agar umbuh sifat-sifat terpuji dan sikap santun dalam diri anak. Fase ini merupakan fase yang oleh psikologi modern dianggap penting dalam pemberntukan kepribadian anak. Fase ini memiliki pengaruh besar dalam membentuk perilaku dalam menghadapi kehidupan di masa selanjutnya.[45] Ikhtitâm Menggambarkan sosok Muhammad sebagai teladan dalam setiap lini kehidupan, tak cukup waktu untuk menjelaskannya. Tak pernah habis menceritakan sosok Muhammad sebagai teladan pada zaman. Berapa banyak para sejarawan menulis buku-buku tentang kehidupan Muhammad, baik ia sebagai Rasul, pedagang, panglima perang, suami, ayah, guru, dan sebagainya. Dalam membina keluarga Rasûlullâh adalah jagonya, sangat patut untuk dijadikan contoh bagi mereka yang menginginkan keluarga yang mawaddah wa rahmah dalam bahasa kita adalah keluarga yang harmonis. Apa yang penulis uraikan tentang kehidupan keluarga Rasûlullâh di atas masih sedikit sekali dibandingkan dengan ribuan kitab-kitab hadits dan sejarah yang telah ulama lahirkan di perpustakaan. Dalam tulisan ini, penulis sadar bahwa tulisan ini merupakan bagian kecil dari kisah Muhammad shallallâhu alaihi wa sallam yang mencoba penulis uraikan dari jubelan buku-buku yang ada di perpustakaan. Perjalanan yang cukup panjang untuk mencapai sebuah pemahaman yang sempurna terhadap sosok Muhammad. Oleh karena itu penulis menyarankan pada pembaca untuk menyempurnakan pengembaraannya pada literatur lain, apa yang ada hadapan pembaca hanya pengantar. Maka tidaklah elok untuk menyimpulkan apa yang penulis sampaikan pada tulisan ini. Sekiranya para pembaca yang budiman mampu mengambil hikmah dari tulisan ini adalah prestasi yang luar biasa. Wallâhu A’lam bi al-Shawwâb.[] Marâji’ Aidh Abdullah al-Qarni. 1423H. Al-Misk wa al-Anbar fî Khuthab al-Minbar. tkp: Maktabah al-‘Abikin
13 / 21
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
Abu Ihsan Al-Atsari. 2002. Membina Rumah Tangga Harmonis, di dalam Majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun VI/1423H. Surakarta: Yayasan Lajnah Istiqomah. Abdullah bin Taslim al-Buthoni. Yang seharusnya Jadi Idola Keluarga Muslim, di dalam http://www.muslim.or.id, diunduh pada hari Kamis, 12 Januari 2012 Amru Khalid dan Aidh al-Qarni. 2008. Kangen Bersama Rasul. cet.ke-1. Jakarta: Zaman. Muhammad Nashiruddin Al-Bani. 1409 H. Adâbu al-Zifâf fi al-Sunnah al-Muthahharah. Bairut: alMaktabah al-Islami Muhammad Utsman Najati. 2008. The Ultimate Psychology; Psikologi Sempurna ala Nabi saw. Bandung: Pustaka Hidayah. Muhammad Sulaiman dan Aizuddinur Zakaria. 2010. Jejak Bisnis Rasul. Jakarta Selatan: Hikmah. Ulis Tofa. Muhammad Sebagai Seorang Suami, di dalam http://www.dakwatuna.com, diunduh pada hari Kamis, 12 Januari 2012
* Penulis adalah Alumni Ma’had al-Jâmi’ah al-Islamiyah al-Indonisiyah bi Jogjakarta
[1] Aidh Abdullah al-Qarni, Al-Misk wa al-Anbar fî Khuthab al-Minbar, (tkp: Maktabah al-‘Abikin, 1423 H), Terj., Kuwais, Sentuhan Spiritual Aidh al-Qarni, (Jakarta: Al-Qalam, 2006), hlm. 375
[2] Ulis Tofa, Muhammad Sebagai Seorang Suami, di dalam http://www.dakwatuna.com, diunduh pada hari Kamis, 12 Januari 2012
14 / 21
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
[3] Hadits ini terdapat di dalam kitab Shahih Bukhari No. 3158 dan Shahih Muslim No. 2638.
[4] Abdullah bin Taslim al-Buthoni, Yang seharusnya Jadi Idola Keluarga Muslim, di dalam http://www.muslim.or.id, diunduh pada hari Kamis, 12 Januari 2012
[5] Abdurrahman al-Sa’di, Taisîrul Karîmir Rahmân, hlm. 392, di dalam Abdullah bin Taslim alButhoni, Yang seharusnya Jadi Idola Keluarga Muslim, di dalam http://www.muslim.or.id, diunduh pada hari Kamis, 12 Januari 2012
[6] HR Ahmad No. 2/381 dan al-Hakim No 4221, dishahihkan oleh al-Hakim dan disetujui oleh adz-Dzahabi, serta dinyatakan hasan oleh syaikh al-Albani dalam “Silsilatul ahâdîtsish shahîhah” No 45.
[7] Lihat keterangan Imam an-Nawawi dalam kitab “Syarh shahih Muslim” No. 6/26.
[8] HR Muslim No.746
[9] Abdurrahman al-Sa’di, Taisîrul Karîmir Rahmân, hlm. 481,
15 / 21
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
[10] Muhammad Sulaiman dan Aizuddinur Zakaria, Jejak Bisnis Rasul, (Jakarta Selatan: Hikmah, 2010), hlm. 127
[11] Panggilan kesayangan ‘Aisyah radhiyallâhu 'anha
[12] Diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim dan Abu Awanah dalam kitab Shahih karya mereka. Konteks lafazhnya dari Muslim, berikut dengan tambahannya yang juga diriwayatkan oleh Bukhari dalam riwayat lain. Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bâri’ (1/290) mengatakan: “Al-Dawud menjadikan hadits ini sebagai dalil yang menunjukkan bolehnya seorang laki-laki melihat aurat istrinya dan begitu juga sebaliknya.”
[13] Muhammad Nashiruddin Al-Bani, Adâbu al-Zifâf fi al-Sunnah al-Muthahharah, (Bairut: alMaktabah al-Islami, 1409 H), Terj. Farid Abdul Aziz, Agar Nikah Lebih Barakah, (Yogyakarta: Pro-U Media, 2010), hlm. 50
[14] Muhammad Nashiruddin Al-Bani, Adâbu al-Zifâf fi., dalam penjelasan foot note 26, hlm. 52
[15] Abu Ihsan Al-Atsari, Membina Rumah Tangga Harmonis, di dalam Majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun VI/1423H (Surakarta: Yayasan Lajnah Istiqomah, 2002), dan lihat juga di www.almanhaj.or.id, http://edho-sikumbang.blogspot.com, diunduh pada hari Kamis, 12 Jan 2012
16 / 21
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
[16] Abu Ihsan Al-Atsari, Membina Rumah Tangga Harmonis, di dalam Majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun VI/1423H
[17] Abu Ihsan Al-Atsari, Membina Rumah Tangga Harmonis,
[18] Muhammad Sulaiman dan Aizuddinur Zakaria, Jejak Bisnis., hlm127
[19] HR Muslim No. 2672, di dalam Amatullâh binti Abdul Muthalib, Agar Cinta., hlm 165
[20] Amru Khalid dan Aidh al-Qarni, Kangen Bersama Rasul, cet.ke-1, (Jakarta: Zaman, 2008), hlm. 91-92
[21] Ibid. hlm. 92
[22] HR Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad No 612 dan al-Bani menganggap hasan isnadnya dalam irwâ’ No 1601,
[23] Amatullâh binti Abdul Muthalib, Agar Cinta., hlm. 167
17 / 21
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
[24] Ini ucapan Aisyah radhiyallâhu ‘anha. HR Bukhari No 3536 dan Muslim No 4467
[25] Amatullâh binti Abdul Muthalib, Agar Cinta., hlm. 167
[26] lihat di dalam al-Syaibânî, vol.III, hlm. 246, dalam Muhammad Utsman Najati, The Ultimate Psychology; Psikologi Sempurna ala Nabi saw, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2008), hlm118
[27] Muhammad Utsman Najati, The Ultimate Psychology; Psikologi Sempurna ala Nabi saw, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2008), hlm119
[28] Ibid. hlm. 119
[29] Ulis Tofa, Muhammad Sebagai Seorang Suami.
[30] Muhammad Sulaiman dan Aizuddinur Zakaria, Jejak Bisnis., hlm. 129
18 / 21
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
[31] HR Abû Dâwud No. 2214, di dalam Amatullâh binti Abdul Muthalib, Agar Cinta Terawat Indah di Rumah Kita, (Yogyakarta: Pro-U Media, 2010), hlm.165
[32] Muhammad Utsman Najati, The Ultimate Psychology., hlm. 97
[33] Ibid., hlm. 97, HR Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud, dalam Nâshif, vol.V, hlm 7
[34] Ibid., hlm. 97, HR Bukhari dan Muslim, dalam Nâshif, vol.V, hlm 7
[35] Ibid. hlm. 98, HR Tirmidzi, dalam Nâshif, vol.III, hlm 359
[36] Ibid. hlm. 97, HR Tirmidzi, dalam Nâshif, vol.III, hlm. 358
[37] HR Abu Dawud, dalam Nâshif, vol.V, hlm. 7, di dalam Muhammad Utsman Najati, The Ultimate Psychology., hlm. 98
19 / 21
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
[38] Ibid. 98, HR Bukhari, Muslim dan Tirmidzi, dalam Nâshif, vol.V, hlm. 7
[39] HR Bukhari, No 516, Muslim, No. 543 dari Abi Qatadah radhiyallâhu ‘anhu, di dalam Amru Khalid dan Aidh al-Qarni, Kangen Bersama Rasul, cet.ke-1, (Jakarta: Zaman, 2008), hlm. 94
[40] Ibid. hlm. 94, HR Ahmad No. 27100, dan Nasa’i dari Syadâd ibn al-Hâd radhiyallâhu ‘anhu.
[41] Ibid. HR Bukhari, No. 701 dan Muslim, No. 476, dari Abu Hurairah
[42] Ibid. HR Bukhari, No. 705 dan Muslim, No. 6160, No. 465, dari Jâbir ibn Abdullah radhiyallâhu ‘anhu.
[43] HR Tirmidzi, dalam Nâshif, vol.V, hlm. 8, di dalam Muhammad Utsman Najati, The Ultimate Psychology., hlm. 99
[44] Ibid. hlm. 99, HR Tirmidzi, dalam Nâshif, vol.V, hlm. 8
20 / 21
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
[45] Ibid. hlm. 99
21 / 21 Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)