RINGKASAN
ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan produsen karet terbesar kedua di dunia setelah Thailand. Produksi karet alam Indonesia sebagian besar untuk tujuan ekspor. Rata-rata karet alam yang diekspor adalah di atas 90 persen total produksi per tahunnya, sedangkan sisanya digunakan untuk konsumsi dalam negeri. Di samping sebagai sumber devisa utama dari sektor pertanian dan sebagai pelestari lingkungan hidup, yang lebih penting lagi adalah bahwa sektor usaha karet mampu menyediakan lapangan kerja yang cukup luas dan menyerap tenaga kerja yang besar karena rangkaian kegiatan usaha karet yang cukup luas dari mulai proses penanaman, proses produksi atau penyadapan, pengolahan, hingga pemasaran. Komoditi karet yang masuk dalam pasar internasional memiliki peranan penting. Setiap negara produsen berusaha untuk memanfaatkan karet sebagai penghasil devisa bagi masing-masing negara produsen. Munculnya negara industri baru, perkembangan ekonomi dunia dan pertumbuhan penduduk menyebabkan karet akan terus termanfaatkan. Tujuan penelitian ini adalah: 1) Menganalisis besarnya indeks daya penyebaran ke depan dan daya penyebaran ke belakang sektor perkebunan karet di Indonesia serta sektor-sektor mana saja yang menjadi sektor kunci atau sektor unggulan, 2) Menganalisis besarnya efek pengganda yang dihasilkan oleh sektor perkebunan karet yang meliputi sisi output, pendapatan dan tenaga kerja di Indonesia, 3) Menganalisis dampak perubahan ekspor karet alam Indonesia terhadap perekonomian Indonesia, khususnya terhadap output, pendapatan dan tenaga kerja. Penelitian ini menggunakan metode analisis Input-Output sisi permintaan untuk mengkaji dampak perubahan ekspor karet alam terhadap perekonomian Indonesia. Data yang digunakan adalah data sekunder yang berasal dari Tabel Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen yang terdapat pada Tabel Input-Output Indonesia 2003. Pada penelitian ini dilakukan simulasi berupa shock pada bagian ekspor karet. Shock ini dilakukan untuk mengetahui sektor mana yang terkena dampak akibat peningkatan ekspor karet alam Indonesia. Besarnya shock diperoleh dari nilai presentase rata-rata volume ekspor karet alam tahun 2000-2005. Dari hasil tersebut diperoleh volume rata-rata ekspor karet alam Indonesia, yaitu 8,0344 persen atau mendekati 8 persen. Nilai pertumbuhan ini digunakan untuk melakukan shock pada ekspor sektor perkebunan karet. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kurs Rupiah terhadap Dollar dan harga adalah tetap. Setelah nilai volume rata-rata ekspor karet senilai 8 persen tersebut di shock terhadap nilai ekspor karet alam Indonesia pada tahun 2005 sebesar Rp 25.196.227,0841 juta, maka diperoleh peningkatan nilai ekspor karet alam Indonesia sebesar Rp 2.015.698,1667 juta Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor perkebunan karet tidak mempunyai kemampuan yang kuat untuk menarik pertumbuhan sektor hulunya
dan untuk mendorong pertumbuhan sektor hilirnya. Adapun sektor-sektor yang menjadi sektor unggulan, antara lain sektor industri bahan makanan, minuman dan rokok, industri tekstil, industri kimia, industri mineral dan logam serta jasa angkutan dan komunikasi. Analisis pengganda menunjukkan bahwa kemampuan sektor perkebunan karet untuk mempengaruhi pembentukan output, pendapatan dan tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian tidak terlalu kuat. Peningkatan nilai ekspor karet alam Indonesia pada tahun 2006 akan berpengaruh terhadap peningkatan output, pendapatan dan tenaga kerja di berbagai sektor baik yang berpengaruh secara langsung maupun yang berpengaruh secara tidak langsung dalam perekonomian secara keseluruhan. Dampak terhadap output, pendapatan dan tenaga kerja baik pada sektor pertanian, industri dan jasa dialami oleh sektor yang sama, dimana dampak tertinggi dialami oleh sub sektor perkebunan karet, industri kimia dan jasa-jasa. Sedangkan dampak terendah dialami oleh sub sektor perikanan, industri lainnya serta listrik, gas dan air bersih. Berdasarkan hasil penelitian, maka perlu adanya perbaikan pada sektor perkebunan karet. Dalam hal ini, peran pemerintah juga sangat diperlukan. Peran pemerintah merupakan fisilitator bagi upaya untuk mendorong sektor-sektor perekonomian, khususnya sektor perkebunan karet agar senantiasa melakukan perbaikan dan meningkatkan daya saingnya. Pemerintah dapat mempengaruhi aksesibilitas masing-masing sektor perekonomian tersebut melalui kebijakankebijakannya. Seiring dengan pengembangan industri hilir berbahan baku karet diharapkan ekspor karet Indonesia yang selama ini sebesar 90 persen terdiri dari produk primer atau setengah jadi dapat bergeser menjadi barang jadi.Hasil analisis dalam penelitian ini hanya melihat dampak peningkatan nilai ekspor karet alam Indonesia terhadap output, pendapatan dan tenaga kerja secara umum, belum dapat memperhitungkan dampaknya secara spesifik. Oleh karena itu, diharapkan pada penelitian yang selanjutnya akan mampu mengatasi kelemahan yang terdapat dalam penelitian ini.
ANALISIS DAMPAK PENINGKATAN EKSPOR KARET ALAM TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: SUATU PENDEKATAN ANALISIS INPUT-OUTPUT
Oleh ISVENTINA H14102124
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Isventina
Nomor Registrasi Pokok
: H14102124
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Dr. Djoni Hartono
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2006
Isventina H14102124
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Isventina dilahirkan di Bogor pada tanggal 19 April 1984. Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan Drs. Paidjo Pudjosumarto dan Sri Sugiwangsih. Penulis memulai pendidikan di TK Bhayangkari, Rembang, Jawa Tengah pada tahun 1989, lalu melanjutkan ke SD Negeri Tempelan 1 Blora, Jawa Tengah pada tahun 1990 dan lulus pada tahun 1996. Penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Depok dan lulus pada tahun 1999. Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 1 Depok merupakan tempat penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. Lulus tahun 2002 dari SMUN 1 Depok, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah S.W.T yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Indonesia merupakan negara produsen karet terbesar kedua di dunia setelah Thailand. Sebagian besar karet yang dihasilkan Indonesia digunakan untuk ekspor. Rata-rata karet alam yang diekspor adalah di atas 90 persen dari total produksi per tahunnya, sedangkan sisanya digunakan untuk konsumsi dalam negeri. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa karet merupakan salah satu komoditi yang dapat digunakan sebagai penghasil devisa bagi Indonesia. Hal inilah yang membuat penulis menjadi sangat tertarik untuk meneliti kegiatan ekspor karet alam Indonesia tahun 2006. Skripsi ini berjudul “Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output.” Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Dalam hal ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Djoni Hartono yang telah memberikan bimbingan dan wawasan yang sangat berharga selama penulis menyelesaikan skripsi ini. 2. Para dosen penguji yang telah memberikan masukan dan menguji skripsi penulis. 3. Kepada para staf Badan Pusat Statistik (BPS), staf Departemen Perdagangan, staf Departemen Pertanian serta para staf Perpustakaan LSI IPB dan Perpustakaan BPS yang telah bersedia membantu penulis dalam pengambilan data dan informasi yang berhubungan dengan skripsi penulis. 4. Orang tua dan kakak-kakakku yang telah memberikan curahan kasih sayang, semangat dan inspirasi hidup serta do’a yang tulus.
5. Seluruh staf pengajar dan staf akademik Departemen Ilmu Ekonomi, FEM IPB yang telah membantu penulis selama penulis menyelesaikan pendidikan di Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB. 6. Seluruh staf akademik FEM IPB yang telah membantu penulis selama penulis menyelesaikan pendidikan di FEM IPB. 7. Teman-temanku di Departemen Ilmu Ekonomi Angkatan 39, yang selalu bersama-sama membuat kenangan indah selama masa-masa perkuliahan, dan teman-temanku satu bimbingan skripsi, yang selalu berjuang bersama-sama menyelesaikan skripsi. 8. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Semoga Allah memberikan pahala atas kebaikannya. Tidak ada gading yang tak retak. Skripsi ini masih banyak kekurangannya. Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik membangun untuk perbaikan selanjutnya. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kemaslahatan dan bernilai ibadah dalam pandangan Allah S.W.T. Amien.
Bogor, Agustus 2006
Isventina H14102124
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ...........................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................
v
I. PENDAHULUAN ....................................................................................
1
1.1. Latar Belakang ...................................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ...........................................................................
4
1.3. Tujuan Penelitian ...............................................................................
7
1.4. Manfaat Penelitian .............................................................................
7
1.5. Ruang Lingkup ...................................................................................
8
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ..................
9
2.1. Instabilitas Ekspor dan Pembangunan Ekonomi ...............................
9
2.2. Peran Ekspor Bersih dalam Perekonomian Terbuka..........................
10
2.3. Revitalisasi Sektor Perkebunan..........................................................
12
2.4. Penelitian Terdahulu ..........................................................................
12
2.5. Kerangka Pemikiran Teoritis .............................................................
14
2.5.1. Model Input-Output .................................................................
14
2.5.2. Struktur Tabel Input-Output ....................................................
16
2.5.3. Asumsi dan Keterbatasan Tabel Input-Output.........................
20
2.5.4. Analisis Input-Output Sisi Penawaran dan Sisi Permintaan ........................................................................
22
2.5.5. Analisis Input-Output...............................................................
22
2.5.5.1. Analisis Dampak Penyebaran .....................................
23
2.5.5.2. Analisis Pengganda .....................................................
23
2.5.6. Kerangka Dasar Tabel Input-Output Indonesia 2003 ..............
26
2.6. Kerangka Pemikiran Konseptual .......................................................
29
III. METODE PENELITIAN .........................................................................
32
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................
32
3.2. Jenis dan Sumber Data ......................................................................
32
3.3. Metode Analisis ................................................................................
33
3.3.1. Model Input-Output .................................................................
33
3.3.2. Analisis Input-Output Sisi Permintaan ....................................
33
3.3.3. Analisis Dampak Penyabaran ..................................................
35
3.3.4. Analisis Pengganda ..................................................................
37
3.3.5. Koefisien Pendapatan...............................................................
42
3.3.6. Koefisien Tenaga Kerja ...........................................................
42
3.3.7. Dampak Ekspor........................................................................
43
3.4. Definisi Operasional .........................................................................
19
IV. GAMBARAN UMUM KARET ALAM DAN EKSPOR INDONESIA............................................................................................
44
4.1. Sejarah Perkaretan Nasional .............................................................
44
4.2. Produksi dan Konsumsi Karet Alam.................................................
44
4.3. Harga Karet Alam .............................................................................
46
4.4. Ekspor Dalam Pembangunan Ekonomi ............................................
47
4.5. Ekspor Karet Alam ...........................................................................
49
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 5.1. Peranan Sektor Perkebunan Karet Terhadap Perekonomian Indonesia ...................................................................
52 52
5.2. Analisis Dampak Penyebaran ...........................................................
53
5.2.1. Koefisien Penyebaran
........................................................
53
5.2.2. Kepekaan Penyebaran .............................................................
54
5.3. Analisis Pengganda ..........................................................................
55
5.3.1. Pengganda Output ..................................................................
57
5.3.2. Pengganda Pendapatan...........................................................
57
5.3.3. Pengganda Tenaga Kerja .......................................................
58
5.4. Struktur Ekspor Indonesia dan Analisis Dampak Peningkatan Nilai Ekspor Karet Alam Indonesia ............................
58
5.4.1. Dampak Terhadap Output......................................................
60
5.4.2. Dampak Terhadap Output......................................................
63
5.4.3. Dampak Terhadap Tenaga Kerja ...........................................
66
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................
70
6.1. Kesimpulan .....................................................................................
70
6.2. Saran ...............................................................................................
71
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
73
LAMPIRAN ....................................................................................................
75
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1. Produksi Karet Alam Indonesia Tahun 2000-2005 ................................
1
1.2. Nilai Ekspor Karet Alam Indonesia Menurut Negara Tujuan .............
2
2.1. Ilustrasi Tabel Input-Output....................................................................
17
3.1. Ringkasan Rumus Pengganda Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja ...........................................................................................
41
4.1. Perkembangan Produksi Karet Alam Menurut Negara Produsen Utama Periode 2000 – 2005....................................................
45
4.2. Perkembangan Konsumsi Karet Alam Beberapa Negara Konsumen Utama Periode 2000 – 2005 .................................................
46
4.3. Perkembangan Harga Karet Alam ..........................................................
47
4.4. Realisasi Ekspor Karet Alam Per Negara Tujuan Tahun 2003 – 2005 .................................................................................
49
4.5. Perkembangan Volume Ekspor Karet Alam Negara Produsen Utama Periode 2000 – 2005....................................................
50
5.1. Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Sektor-sektor Perekonomian Indonesia .........................................................................
52
5.2. Analisis Dampak Penyebaran Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2003.............................................................................
54
5.3. Nilai Pengganda Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2003..............................
56
5.4. Ekspor Indonesia Tahun 2003 ................................................................
59
5.5. Volume Ekspor Karet Alam Indonesia Tahun 2000-2005 .....................
60
5.6. Output Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2003 .............................
61
5.7. Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Indonesia Terhadap Output Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia......................................
62
5.8. Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Indonesia Terhadap Pendapatan Sektor-sektor Perekonomian Indonesia ...............................
65
5.9. Jumlah Tenaga Kerja Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2003 .............................................................................................
67
5.10. Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Indonesia Terhadap Jumlah Tenaga Kerja Sektor Perekonomian Indonesia ..........................
68
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.1. Perkiraan Kebutuhan Karet Dunia Tahun 2005-2035 ...........................
4
2.1. Kerangka Pemikiran Koseptual .............................................................
31
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor 1.
Halaman
Klasifikasi 22 Sektor Agregasi Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2003 .............................................................................................
75
2.
Perhitungan Nilai Shock Ekspor Karet Alam Indonesia .........................
76
3.
Matriks Koefisien Input ..........................................................................
77
4.
Matriks Kebalikan Leontief Terbuka......................................................
78
5.
Matriks Kebalikan Leontief Tertutup ....................................................
79
1
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditi karet merupakan komoditas yang cukup penting bagi pembangunan ekonomi Indonesia, mengingat Indonesia merupakan negara produsen karet terbesar kedua di dunia setelah Thailand. Sebagai negara produsen karet terbesar kedua di dunia, produksi karet Indonesia terus mengalami peningkatan (Tabel 1.1). Tabel 1.1. Produksi Karet Alam Indonesia Tahun 2000-2005 (000 Ton) No. Tahun 1. 2000 2. 2001 3. 2002 4. 2003 5. 2004 6. 2005 Sumber: Departemen Perdagangan, 2006
Produksi Karet Alam Indonesia 1.501,10 1.607,30 1.630,00 1.792,20 2.066,20 2.146,00
Disamping sebagai sumber devisa utama dari sektor pertanian dan sebagai pelestari lingkungan hidup, yang lebih penting lagi adalah bahwa sektor usaha karet mampu menyediakan lapangan kerja yang cukup luas dan menyerap tenaga kerja yang besar karena rangkaian kegiatan usaha karet yang cukup luas dari mulai proses penanaman, proses produksi atau penyadapan, pengolahan, hingga pemasaran. Di sektor pertanian, karet menyerap lebih dari 2,5 juta tenaga kerja (petani) dan mampu menghidupi 8 juta orang lebih anggota keluarganya. Sebagai penghasil devisa, volume ekspor karet alam Indonesia mengalami kenaikan, sehingga dapat dikatakan bahwa penerimaan negara yang berasal dari ekspor juga mengalami peningkatan. Jika pada tahun 2003 ekspornya tercatat sebesar 1,67 juta
2
ton, maka pada tahun 2004 naik menjadi 1,88 juta ton atau mengalami kenaikan 12,9 persen, dan pada tahun 2005 naik menjadi 2,02 juta ton (Departemen Perdagangan, 2006). Pada kurun waktu 2001-2005 nilai ekspor karet alam Indonesia ke berbagai negara tujuan juga cukup berfluktuatif. Tahun 2001 nilai ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat sebesar US$ 3.969.928, sedangkan tahun 2005 nilai ekspornya turun menjadi US$ 1.324.197 atau 26,4 persen dari total nilai ekspor, lihat Tabel 1.2. Sementara itu, nilai ekspor karet alam Indonesia ke negara lainnya, seperti ke negara Jepang, Cina, Jerman dan negara lainnya jumlahnya lebih kecil bila dibandingkan ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat. Tabel 1.2. Nilai Ekspor Karet Alam Indonesia Menurut Negara Tujuan Tahun 2001-2005 (US$) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Negara USA Jepang RRC Jerman Korea Selatan Selandia Baru Perancis Singapura Total
2001 3.969.928 361.955 202.400 591.758
2002 1.091.985 1.210.594 443.540 931.864
2003 1.356.823 1.671.490 500.163 967.671
2004 2.788.619 1.745.490 1.285.681 923.702
2005 1.324.197 1.338.449 235.872 179.213
Total 10.531.552 6.327.978 2.667.656 3.594.208
468.724
471.823
685.128
748.832
47.181
2.421.688
468.724 34.585 246.108 5.923.640
361.756 20.472 214.060 4.746.094
828.671 325.675 1.028.398 7.364.019
678.122 598.055 445.463 9.213.964
154.940 0 339.964 3.619.916
2.071.671 978.787 2.273.993
Sumber: Departemen Perdagangan, 2006
Fluktuasi nilai ekspor tidak hanya berpengaruh pada neraca pembayaran Indonesia, tetapi juga akan mempengaruhi kondisi perekonomian dalam negeri. Pengaruhnya akan terlihat pada fluktuasi pendapatan dari sektor perdagangan dan sektor penerimaan masyarakat. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa selagi perdagangan luar negeri dipandang sebagai unsur utama dari penerimaan devisa,
3
maka sektor pertanian khususnya sub-sektor perkebunan karet tentunya akan memainkan peran penting. Areal pertanaman karet tersebar dibeberapa wilayah, dimana yang terbesar terdapat di pulau Sumatera dengan luasan 2.579.528 ha, pulau Kalimantan seluas 921.779 ha dan sisanya tersebar dibeberapa wilayah, seperti Jawa dan Sulawesi dan beberapa propinsi lainnya dengan presentase yang tidak besar (BPS, 2004). Produksi karet alam Indonesia sebagian besar untuk tujuan ekspor. Ratarata karet alam yang diekspor adalah di atas 90 persen dari total produksi per tahunnya, sedangkan sisanya digunakan untuk konsumsi dalam negeri. Dibandingkan komoditi perkebunan yang lain, perkaretan dalam negeri tahun lalu bisa dibilang cukup baik, meskipun di tengah kondisi perkebunan karet nasional saat ini, dimana ada tantangan berat yang harus dibenahi, yaitu melakukan peremajaan kebun karet rakyat yang sudah tua dengan menggunakan klon unggul yang telah disertifikasi balai penelitian karet. Peremajaan kebun karet sudah mulai dilakukan pada tahun 2005 lalu. Departemen Pertanian sendiri menargetkan selama 2005 sampai dengan 2009 ada sekitar 400.000 ha lahan perkebunan karet rakyat memerlukan peremajaan. Sekarang ini, 80 persen perkebunan karet Indonesia adalah perkebunan rakyat dan umurnya sudah tua, sekitar 20 tahun sehingga hal itu berdampak terhadap rendahnya produksi karet alam nasional. Karena itu, dengan adanya peremajaan tanaman karet, terutama pada perkebunan rakyat yang diperkirakan seluas 400.000 ha, produksi karet alam Indonesia pada tahun-tahun mendatang diharapkan bakal melampaui Thailand (Departemen Pertanian, 2005).
4
Tanpa dilakukannya peremajaan, dikhawatirkan produksi dan kinerja ekspor karet alam Indonesia akan stagnan meski pada saat bersamaan terjadi lonjakan permintaan baik di pasar dalam negeri maupun di pasar internasional. Kondisi itu membuat Indonesia akan sulit mencapai target menjadi negara penghasil karet nomor satu di dunia. Dalam hal ini diperlukan bantuan dana dari pemerintah guna peremajaan kebun karet. Petani tidak mempunyai kemampuan untuk meremajakan karena biayanya cukup tinggi, antara lain untuk bibit, pembukaan lahan, pupuk dan lainnya (Thahar, 2005) Gelombang globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai pada tahun 2003 telah membawa keseimbangan baru dalam permintaan dan penawaran komoditas karet di pasaran internasional. Adapun perkiraan kebutuhan karet dunia dapat dilihat pada grafik di Gambar 1.1.
(000) Ton
Karet Alam 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Karet Alam
2005
2010
2015
2020
2025
2030
2035
Tahun
Sumber: Bulletin Karet, 2006
Gambar 1.1. Perkiraan Kebutuhan Karet Dunia Tahun 2005-2035
1.2. Perumusan Masalah Dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia, perkebunan merupakan sumber yang masih memberikan peluang untuk terus berkembang dan dapat diandalkan sebagai sumber devisa selain dari sektor migas yang terus mengalami kemunduran
5
dan sifatnya yang tidak dapat diperbaharui. Perkebunan masih memberikan peluang yang luas selain masih tersedianya lahan perkebunan baru, juga tersedianya tenaga kerja dan konsumen akhir yang terus
mengalami
perkembangan setiap tahunnya. Bagi Indonesia, kecenderungan menguatnya tuntutan ekspor sebagai penghela kemajuan ekonomi, telah memacu Indonesia untuk menjadikan basis ekspornya, terutama karet alam sebagai andalan penghasil devisa. Karet adalah komoditas perkebunan utama Indonesia yang memiliki pengaruh di pasar dunia. Komoditi karet yang masuk dalam pasar internasional memiliki peranan penting. Setiap negara produsen berusaha untuk memanfaatkan karet sebagai penghasil devisa bagi masing-masing negara produsen. Munculnya negara industri baru, perkembangan ekonomi dunia dan pertumbuhan penduduk menyebabkan karet akan terus termanfaatkan. Menurut data yang diperoleh dari International Rubber Study Group (IRSG) dalam Bulletin Karet 2006, produksi karet alam dunia tahun 2005 adalah sekitar 8,7 juta ton atau meningkat sebesar 4,3 persen dibanding produksi tahun 2004 sebesar 8,4 juta ton. Kenaikan produksi dunia tersebut adalah karena terjadinya peningkatan produksi dari negara-negara produsen utama, seperti Thailand, Indonesia dan Malaysia. Peningkatan jumlah produksi karet alam tersebut justru membawa keuntungan bagi Indonesia. Tipisnya persediaan di negara-negara pemakai karet yang mengalami kekurangan pasokan dari dalam negerinya sendiri menjadikan permintaan karet alam dari Indonesia pun menjadi besar. Apalagi pembeli lebih suka memilih karet asal Indonesia yang menawarkan
6
harga lebih menarik. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap volume dan nilai ekspor karet alam Indonesia serta terhadap jumlah produksinya. Dengan meningkatnya permintaan terhadap karet alam Indonesia, otomatis output yang harus dihasilkan, yang dalam hal ini adalah produksi karet alam Indonesia pun harus ditingkatkan. Dengan adanya peningkatan pada satu sektor yang dalam hal ini adalah sektor perkebunan karet, akan berpengaruh terhadap peningkatan pada sektor lainnya di dalam perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan atas konsep keseimbangan umum (General Equilibrium) yang terdapat pada model InputOutput, dimana dalam keseimbangan umum, seluruh sektor dalam perekonomian adalah satu kesatuan sistem, dengan keseimbangan (atau ketidakseimbangan) pada satu sektor berpengaruh terhadap keseimbangan (atau ketidakseimbangan) pada sektor lain. Namun demikian, perlu dipelajari dengan lebih baik mengenai peranan ekspor karet alam Indonesia terhadap perekonomian Indonesia, khususnya terhadap output, pendapatan dan tenaga kerja. Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan, ada beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan, antara lain: 1. Berapa besar indeks daya penyebaran ke depan dan daya penyebaran ke belakang sektor perkebunan karet di Indonesia serta sektor-sektor mana saja yang menjadi sektor kunci atau sektor unggulan? 2. Berapa besar efek pengganda yang dihasilkan oleh sektor perkebunan karet yang meliputi sisi output, pendapatan dan tenaga kerja di Indonesia? 3. Guna melihat peranan ekspor karet alam terhadap perekonomian Indonesia, bagaimanakah dampak perubahan ekspor karet alam terhadap
7
perekonomian Indonesia, khususnya terhadap output, pendapatan dan tenaga kerja?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh dari perubahan ekspor karet alam Indonesia, khususnya pada tahun 2006 terhadap perekonomian Indonesia. Sedangkan tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini, antara lain: 1. Menganalisis besarnya indeks daya penyebaran ke depan dan daya penyebaran ke belakang sektor perkebunan karet di Indonesia serta sektorsektor mana saja yang menjadi sektor kunci atau sektor unggulan. 2. Menganalisis besarnya efek pengganda yang dihasilkan oleh sektor perkebunan karet yang meliputi sisi output, pendapatan dan tenaga kerja di Indonesia. 3. Menganalisis dampak perubahan ekspor karet alam Indonesia terhadap perekonomian Indonesia, khususnya terhadap output, pendapatan dan tenaga kerja.
1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan informasi dan rujukan bagi yang terlibat dalam industri perkaretan, seperti petani, pengusaha dan produsen karet serta eksportir. Selain itu, penelitian ini diharapkan juga dapat berguna bagi penelitian selanjutnya, khususnya penelitian dengan topik karet.
8
Sedangkan bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dalam penyusunan kebijaksanaan perkaretan nasional khususnya yang menyangkut strategi pengembangan kegiatan ekspor karet Indonesia, dengan mempertimbangkan kondisi negara produsen lainnya.
1.5. Ruang Lingkup Seperti yang telah disebutkan semula bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak dari perubahan ekspor karet alam Indonesia, khususnya pada tahun 2006 terhadap perekonomian Indonesia. Dalam penelitian ini, peneliti hanya menganalisis dampak ekspor
karet alam terhadap
perekonomian Indonesia, khususnya terhadap output, pendapatan dan tenaga kerja. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis Input-Output dengan menggunakan Tabel Input-Output Indonesia 2003. Sebelum melihat dampak perubahan nilai ekspor karet alam terhadap output, pendapatan dan tenaga kerja, terlebih dahulu dianalisis mengenai besarnya indeks daya penyebaran ke depan dan indeks daya penyebaran ke belakang sub sektor perkebunan karet di Indonesia. Dari hasil analisis indeks daya penyebaran tersebut dapat diketahui sektor-sektor mana saja yang menjadi sektor unggulan di Indonesia. Selain itu, juga dianalisis efek pengganda yang dihasilkan oleh sektor perkebunan karet, baik itu pengganda output, pengganda pendapatan ataupun pengganda tenaga kerja.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Instabilitas Ekspor dan Pembangunan Ekonomi Terlepas dari kemerosotan nilai tukar perdagangan dalam jangka panjang, negara berkembang juga dihadapkan pada resiko fluktuasi jangka pendek dalam tingkat harga, pendapatan dan volume ekspornya yang dapat membawa akibat serius terhadap proses pembangunan nasionalnya. Dominick Salvatore (1997), menganalisis dari sudut pandang teoritis berbagai penyebab dan akibat fluktuasi jangka pendek dalam harga, pendapatan ekspor negara-negara berkembang. Negara-negara berkembang acapkali mengalami fluktuasi yang sangat tajam dalam harga komoditi-komoditi primer yang menjadi andalan ekspornya. Pada dasarnya hal ini disebabkan oleh karakter permintaan dan penawaran atas komoditi-komoditi primer itu sendiri yang inelastis dan tidak stabil. Permintaan atas sebagian besar komoditi primer yang menjadi andalan ekspor negara berkembang itu harganya inelastis, karena masing-masing rumah tangga di negara maju yang menjadi pembelinya hanya menyisihkan sebagian kecil dari pendapatan mereka untuk memperoleh berbagai komoditi primer tersebut. Konsekuensinya, apabila harga-harga atas berbegai komoditi primer tersebut berubah, maka rumah tangga di negara maju secara keseluruhan tidak akan mengadakan perubahan yang berarti atas nilai pembelian mereka untuk memperoleh komoditi-komoditi tersebut. Itulah sebabnya permintaan terhadap komoditi primer tersebut harganya inelastis. Lebih jauh, permintaan atas komoditi primer yang menjadi ekspor negara berkembang itu tidak stabil karena fluktuasi siklus bisnis di negara-negara maju juga sering terjadi.
10
Pada sisi penawaran, didapati bahwa penawaran atas komoditi primer ekspor negara berkembang itu juga memiliki harga inelastis (artinya, kuantitas yang ditawarkan tidak terlalu peka terhadap perubahan-perubahan harganya). Hal tersebut dikarenakan adanya kekakuan internal atau fleksibilitas dalam pengerahan sumber daya di sebagian negara berkembang, khususnya dalam komoditi tanaman keras yang memerlukan masa penanaman yang lama. Akibat tajamnya fluktuasi harga ekspor itu, maka pendapatan ekspor bagi negara berkembang juga senantiasa berubah-ubah dari tahun ke tahun. Begitu pendapatan ekspor turun, maka terjadilah kontraksi besar-besaran atas pendapatan nasional, tabungan dan investasi secara keseluruhan di negara berkembang yang bersangkutan.
2.2. Peran Ekspor Bersih dalam Perekonomian Terbuka Jika diperhatikan mengenai pengeluaran pada output barang dan jasa suatu perekonomian, dalam perekonomian tertutup, seluruh output dijual secara domestik dan pengeluaran dibagi menjadi tiga komponen, yaitu konsumsi, investasi dan pembelian pemerintah. Sedangkan dalam perekonomian terbuka, sebagian output dijual secara domestik dan sebagian diekspor ke luar negeri. Mankiw (2000), menyatakan bahwa sebagian besar perekonomian adalah terbuka. Suatu negara mengekspor barang dan jasa ke luar negeri, mengimpor barang dan jasa dari luar negeri serta meminjam dan memberi pinjaman pada pasar keuangan dunia.
11
Persamaan, Y = C + I + G + NX menyatakan bahwa pengeluaran pada output domestik adalah jumlah dari konsumsi, pembelian pemerintah dan ekspor bersih. Ini adalah bentuk identitas pos pendapatan nasional yang paling umum. Identitas pos pendapatan menunjukkan bagaimana output domestik, pengeluaran domestik dan ekspor bersih dikaitkan. Dengan demikian, NX = Y – (C + I + G) dimana, NX adalah ekspor bersih, Y adalah output dan (C + I + G) adalah pengeluaran domestik. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa dalam perekonomian terbuka, pengeluaran domestik tidak perlu sama dengan output barang dan jasa. Jika output melebihi pengeluaran domestik, artinya ekspor bersih adalah positif. Namun, jika output lebih kecil dari pengeluaran domestik, berarti ekspor bersih adalah negatif. Irawan dan Suparmoko (1999), mengungkapkan bahwa suatu negara berpeluang
untuk mendapatkan keuntungan dari perdagangan apabila negara
yang bersangkutan menganut kebijakan ekonomi terbuka dan mampu mengekspor barang-barang yang memiliki terms of trade (dasar pertukaran) yang relatif baik.
2.3. Revitalisasi Sektor Perkebunan Pada sub sektor perkebunan, Bungaran dalam Bulletin Karet, 2006 berpendapat bahwa revitalisasi di sub sektor perkebunan bisa dijalankan dengan lebih kongkrit karena sub sektor ini telah didukung oleh Undang-Undang (UU) No. 18 Tahun 2004 tentang perkebunan. Landasan hukum ini membuat posisi dan status perkebunan menjadi lebih kuat.
12
2.4. Penelitian Terdahulu Ada beberapa penelitian mengenai karet yang telah lebih dahulu dilakukan. Pada umumnya penelitian tersebut memaparkan tentang pengaruh dari berbagai faktor terhadap ekspor karet Indonesia. Sinuraya (2000), menyimpulkan bahwa perubahan dalam pasar, yaitu depresiasi Rupiah dan peningkatan harga karet alam dunia merupakan kondisi terbaik bagi pelaku ekonomi (petani dan pengusaha karet) dan penerimaan devisa ekspor karet. Agar tidak bergantung pada depresiasi Rupiah perlu dilakukan efisiensi di bidang produksi dan peningkatan produktivitas, serta untuk meningkatkan harga karet dunia perlu dilakukan upaya menurunkan jumlah ekspor, peningkatan mutu, produk karet olahan, diversifikasi pasar ekspor maupun kerjasama eksportir domestik dan dunia. Elwamendri (2000), menyimpulkan bahwa harga ekspor karet di negara produsen utama baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang tidak responsif terhadap perubahan harga di pasar Amerika Serikat. Harga ekspor karet Indonesia lebih ditentukan oleh perubahan nilai tukar dibanding Malaysia dan Thailand. Harga karet di Amerika Serikat ditentukan oleh ekspor karet dari negara produsen utama, tetapi tidak responsif terhadap perubahan ekspor karet di negara produsen utama. Bagi ketiga negara produsen utama, produksi karet masih menjadi potensi dalam meningkatkan kemampuan ekspor karet ke Amerika Serikat. Di lain pihak, konsumsi karet alam dalam negeri merupakan aktivitas yang potensial untuk mengurangi kemampuan ekspor karet ke Amerika Serikat.
13
Perubahan produksi karet di tiga negara produsen utama akan menguntungkan Indonesia dan Thailand, sebaliknya Malaysia akan mengalami kerugian berupa penurunan devisa. Amerika Serikat juga akan mendapatkan keuntungan berupa penghematan devisa akibat kondisi tersebut. Tety (2002), menyimpulkan bahwa produksi karet alam Indonesia dipengaruhi oleh harga domestik, luas areal, upah tenaga kerja dan produksi karet alam beda kala, tetapi tidak responsif (inelastis) terhadap perubahan harga domestis, luas areal dan upah tenaga kerja di sektor perkebunan. Penawaran ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang lebih responsif terhadap perubahan produksi dibandingkan terhadap perubahan harga ekspor, nilai tukar Rupiah terhadap US$ dan pajak ekspor. Sedangkan penawaran ekspor karet alam Indonesia ke Korea Selatan lebih responsif terhadap perubahan harga ekspor dalam jangka pendek atau jangka panjang. Selain itu, juga responsif terhadap pajak ekspor dalam jangka panjang. Harga ekspor karet alam Indonesia lebih responsif terhadap perubahan harga karet alam internasional dalam jangka panjang. Sedangkan harga domestik dipengaruhi oleh harga ekspor, jumlah permintaan domestik, nilai tukar dan harga domestik beda kala, dimana harga domestik sangat responsif terhadap perubahan jumlah permintaan domestik dalam jangka panjang. Peningkatan upah, apresiasi nilai tukar Rupiah terhadap US$, peningkatan pajak ekspor, penurunan produksi karet alam Indonesia, kombinasi depresiasi Rupiah dan peningkatan pajak ekspor, depresiasi nilai tukar mata uang negara pesaing, kenaikan produksi karet alam negara pesaing dan depresiasi nilai tukar
14
mata uang negara importir berdampak terhadap penurunan produksi karet alam Indonesia. Sedangkan depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap US$, kombinasi peningkatan upah dan depresiasi Rupiah, penurunan produksi karet alam negara pesaing, apresiasi nilai tukar mata uang negara importir, peningkatan pendapatan perkapita negara importir serta kombinasi depresiasi nilai tukar mata uang negara importir dan peningkatan pendapatan perkapita negara importir menyebabkan peningkatan produksi karet alam Indonesia. Namun, alternatif penurunan produksi karet alam negara pesaing memberi dampak relatif lebih besar terhadap perubahan harga internasional. Dari berbagai penelitian terdahulu tersebut, maka kita dapat melihat berbagai faktor yang mempengaruhi ekspor karet alam Indonesia dan perkembangan ekspor karet alam Indonesia. Berdasarkan penelitian terdahulu, maka kita juga dapat mengatahui bahwa perlu dilakukan suatu perubahan terhadap industri karet Indonesia dengan harapan dapat meningkatkan daya saing produk karet alam Indonesia di pasaran internasional.
2.5. Kerangka Pemikiran Teoritis 2.5.1. Model Input-Output Model Input-Output (I-O) merupakan salah satu alat analisis yang dapat melihat hubungan antar sektor dalam perekonomian. Model ini menggunakan konsep keseimbangan umum (General Equilibrium) yang didasarkan pada arus transaksi antar pelaku perekonomian. Analisis ini didasarkan pada suatu situasi perekonomian, dan bukan pendekatan teoritis semata. Dalam keseimbangan
15
umum, seluruh sektor dalam perekonomian adalah satu kesatuan sistem, dengan keseimbangan (atau ketidakseimbangan) pada satu sektor berpengaruh terhadap keseimbangan (atau ketidakseimbangan) pada sektor lain. Keseimbangan analisis Input-Output didasarkan pada arus transaksi antar pelaku ekonomi. Penekanan utama pada analisis Input-Output adalah pada sisi produksi. Teknologi produksi yang digunakan oleh perekonomian memegang peranan penting dalam analisis ini, khususnya teknologi dalam penggunaan input antara. Sampai pada tahap tertentu, input primer dianggap sebagai variabel eksogen dan permintaan akhir juga dijadikan sebagai variabel endogen (Nazara, 1997). Menurut BPS (2003), sebagai metode kuantitatif, Tabel Input-Output memberikan gambaran menyeluruh mengenai: 1. Struktur perekonomian suatu wilayah yang mencakup output dan nilai tambah masing-masing sektor. 2. Struktur input antara, yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antara sektor-sektor produksi. 3. Struktur penyediaan barang dan jasa, baik berupa permintaan oleh berbagai sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi, investasi dan ekspor. Adapun beberapa kegunaan dari analisis Input-Output menurut BPS (2003), antara lain: 1. Untuk memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah, impor, penerimaan pajak dan penyerapan tenaga kerja di berbagai sektor produksi.
16
2. Untuk melihat komposisi penyediaan barang dan penggunaan barang dan jasa, terutama dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan substitusinya. 3. Untuk menganalisis perubahan harga, yaitu dengan melihat pengaruh secara langsung dari perubahan harga input terhadap output. 4. Untuk mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan terhadap pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan ekonomi. 5. Untuk
menggambarkan
perekonomian
suatu
wilayah
dan
mengidentifikasikan karakteristik struktural suatu perekonomian wilayah.
2.5.2. Struktur Tabel Input-Output Bentuk penyajian Tabel Input-Output adalah matriks, dimana masingmasing barisnya menunjukkan bagaimana output suatu sektor dialokasikan untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir, sedangkan masing-masing kolomnya menunjukkan pemakaian input antara dan input primer oleh suatu sektor dalam proses produksinya (BPS, 2004). Di dalam Tabel Input-Output ini menggambarkan transaksi barang dan jasa dari berbagai sektor ekonomi yang berkaitan dan mempunyai hubungan saling ketergantungan. Distribusi output yang dihasilkan oleh suatu sektor untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir ditunjukkan oleh isian sepanjang baris Tabel Input-Output. Permintaan antara menunjukkan penjualan produksi sebuah sektor kepada sektor lain. Permintaan akhir merupakan kolom tambahan yang
17
berisikan catatan penjualan produksi sebuah sektor ke pasar akhir, seperti konsumsi rumah tangga atau konsumsi pemerintah. Sedangkan sepanjang kolomnya menunjukkan komposisi input yang digunakan oleh setiap sektor dalam proses produksi, baik yang berupa input primer maupun input antara. Input primer merupakan kolom tambahan yang berisikan input yang bukan berasal dari sektor lainnya, seperti tenaga kerja. Input antara berisi komposisi input yang disediakan oleh sektor-sektor lainnya. Adapun ilustrasi Tabel Input-Output dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini. Tabel 2.1. Ilustrasi Tabel Input-Output
Alokasi Output Susunan Input
Input Antara
Permintaan Antara Sektor Produksi (j)
Sektor Produksi (i)
Output
F1
X1
x21 x22 x23 … x2n
F2
X2
x31 x32 x33 … x3n
F3
X3
:
:
Fn
Xn
:
:
:
:
Kuadran I
V1
V2
X1
X2
Kuadran II
V3 … Vn Kuadran III
Jumlah Input
Akhir
x11 x12 x13 … x1n
xn1 xn2 xn3 … xnn
Jumlah Input Primer
Permintaan Jumlah
Kuadran IV
X3 … Xn
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia Updating, 2003
Tabel I-O dikelompokkan ke dalam empat kuadran yang masing-masing kuadran menggambarkan suatu hubungan tertentu.
18
Kuadran pertama menjelaskan arus barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektorsektor kemudian digunakan kembali oleh sektor itu sendiri atau sektor lain sebagai bahan baku atau bahan pelengkap (input antara). Dengan kata lain kuadran ini menunjukkan distribusi penggunaan barang dan jasa untuk suatu proses produksi. Sehingga dari kuadran ini dapat dilihat hubungan yang saling terkait antar sektor dalam perekonomian. Kuadran kedua menunjukkan permintaan akhir dimana output yang dihasilkan oleh sektor-sektor tidak digunakan untuk proses produksi. Komponen kuadran ini biasanya terdiri dari pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok dan ekspor barang dan jasa. Kuadran ketiga menunjukkan input-input primer dari kegiatan produksi barang dan jasa. Input primer tersebut bukan merupakan hasil kegiatan produksi dari suatu sektor melainkan semua balas jasa atas penggunaan faktor produksi. Komponen input primer ini biasanya terdiri dari upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan impor barang dan jasa. Kuadran keempat memperlihatkan hubungan antara komponen input primer dengan komponen permintaan akhir. Pada kuadran ini input primer akan digunakan atau didistribusikan langsung ke komponen permintaan akhir tanpa melalui proses produksi. Analisis Input-Output sebagai alat analisis yang menggunakan konsep keseimbangan umum dan bersifat linear sehingga jika disusun secara
19
horizontal/baris maka alokasi output keseluruhan dapat dituliskan dalam persamaan aljabar sebagai berikut: X1
=
x11 + x12 + x13 + … + x1n + F1
X2
=
x21 + x22 + x23 + … + x2n + F2
X3
=
x31 + x32 + x33 + … + x3n + F3
:
: =
Xn
:
:
:
:
(2.1)
:
xn1 + xn2 + xn3 + … + xnn + Fn
Secara umum persamaan di atas adalah: i
Xi = ∑ xij + Fi, untuk i = 1,2,3,…, dimana: j=1
Xi merupakan total output untuk sektor i, xij merupakan output sektor i yang digunakan oleh sektor j sebagai input untuk proses produksi, dan Fi merupakan total permintaan akhir dari sektor i atau total output dari sektor i yang langsung dikonsumsi
(tidak
digunakan
untuk
proses
produksi).
Adapun
secara
vertikal/kolom keseluruhan alokasi input dapat dituliskan dalam bentuk persamaan aljabar sebagai berikut: X1
=
x11 + x21 + x31 + … + xn1 + V1
X2
=
x12 + x22 + x32 + … + xn2 + V2
X3
=
x13 + x23 + x33 + … + xn3 + V3
:
: =
Xn
:
:
:
:
x1n + x2n + x3n + … + xnn + Vn
Secara umum persamaan di atas adalah: j
Xj = ∑ xij + Vj, untuk j = 1,2,3,... i=1
:
(2.2)
20
dimana, Xj merupakan total input untuk sektor j dan Vj merupakan input primer dari sektor j.
2.5.3. Asumsi dan Keterbatasan Tabel Input-Output Tabel Input-Output sebagai model matematis memiliki asumsi dasar dalam penyusunannya. Asumsi–asumsi tersebut, antara lain: 1. Keseragaman (homogenity), yaitu asumsi bahwa setiap sektor ekonomi hanya memproduksi satu jenis barang atau jasa dengan susunan input tunggal (seragam) dan tidak ada substitusi otomatis terhadap input dan output sektor yang bebeda. 2. Kesebandingan (proportionality), yaitu asumsi bahwa hubungan antar input dan output pada setiap sektor produksi merupakan fungsi linier, artinya kenaikan dan penurunan output suatu sektor akan sebanding dengan kenaikan dan penurunan input yang digunakan oleh sektor tersebut. 3. Penjumlahan (additivity), yaitu asumsi bahwa total efek dan kegiatan produksi di berbagai sektor merupakan penjumlahan dari efek pada masing-masing kegiatan. Namun demikian, alat analisis Input-Output ini bukanlah suatu alat analisis yang paling canggih pada saat ini. Masih banyak permasalahan yang dihadapi dalam melakukan penyusunan Tabel Input-Output. Dalam hal ini bagaimana mencatat dan menyajikan berbagai kegiatan ekonomi yang sangat beragam sifatnya, cara berproduksi serta cara untuk memindahkan transaksi ke
21
dalam suatu tabel yang lengkap dan komprehensif. Selain daripada itu, Tabel Input-Output sebagai model kuantitatif memiliki keterbatasan, yaitu: 1. Koefisien input atau koefisien teknis diasumsikan tetap (konstan) selama periode analisis atau proyeksi. Karena koefisien teknis dianggap konstan, maka teknologi yang digunakan oleh sektor-sektor ekonomi dalam proses produksi pun dianggap konstan. Akibatnya, perubahan kuantitas dan harga input akan selalu sebanding dengan perubahan kuantitas harga output. 2. Besarnya biaya yang harus dikeluarkan dalam penyusunan tabel InputOutput dengan menggunakan metode survey. 3. Semakin banyak agregasi yang dilakukan terhadap sektor-sektor yang ada akan menyebabkan semakin besar pula kecenderungan pelanggaran terhadap asumsi homogenitas dan akan semakin banyak informasi ekonomi yang terperinci tidak terungkap dalam analisisnya. Walaupun mempunyai keterbatasan-keterbatasan, namun Tabel InputOutput masih merupakan alat analisa yang lengkap dan komprehensif karena sebagai metode kuantitatif penggunaan Tabel Input-Output memiliki manfaat, antara lain: 1. Model Input-Output memberikan deskripsi yang detail mengenai perekonomian
nasional
maupun
perekonomian
regional
dengan
mengkuantifikasikan ketergantungan pada sektor dan asal (sumber) dari ekspor dan impor.
22
2. Untuk suatu set permintaan akhir dapat ditentukan besarnya output dari setiap sektor, dan kebutuhannya akan faktor produksi dan sumberdaya. 3. Dampak perubahan permintaan terhadap perekonomian baik yang disebabkan oleh swasta maupun pemerintah dapat ditelusuri dan diramalkan secara terperinci. 4. Perubahan-perubahan teknologi dan harga relatif dapat diintegrasikan ke dalam model melalui perubahan koefisien teknis.
2.5.4. Analisis Input-Output Sisi Penawaran dan Sisi Permintaan Analisis I-O sisi penawaran berbeda dengan analisis I-O sisi permintaan dalam hal faktor eksogennya. Analisis I-O sisi permintaan menggunakan faktor permintaan akhir sebagai faktor eksogennya sedangkan analisis I-O sisi penawaran menggunakan faktor input primer sebagai faktor eksogennya. Faktor endogen utama dalam kedua analisis tersebut tetap sama, yaitu output.
2.5.5. Analisis Input-Output Tabel Input-Output merupakan alat fundamental karena berkaitan dengan input primer dan juga permintaan akhir pada setiap tingkat produksi. Analisa yang akan diuraikan berdasarkan matriks kebalikan output maupun input adalah analisis penyebaran, analisis pengganda (multiplier) dan analisis dampak terhadap output, pendapatan dan tenaga kerja.
23
2.5.5.1. Analisis Dampak Penyebaran Analisis
dampak
penyebaran
merupakan
gambaran
dari
analisis
keterkaitan terutama keterkaitan langsung dan tidak langsung, karena analisis ini membandingkan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung yang telah dikalikan dengan sejumlah sektor yang ada dengan total nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung disemua sektor. Ada dua macam analisis dampak penyebaran, yaitu koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran. Koefisien penyebaran digunakan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan suatu sektor dalam mendorong pertumbuhan sektor hulunya. Sedangkan kepekaan penyebaran digunakan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan suatu sektor dalam mendorong pertumbuhan sektor hilirnya.
2.5.5.2. Analisis Pengganda Analisis pengganda merupakan suatu analisis yang digunakan untuk melihat apa yang terjadi terhadap variabel-variabel endogen tertentu apabila terjadi perubahan pada variabel-variabel eksogen, seperti permintaan akhir dalam perekonomian. Terdapat tiga variabel utama dalam analisis pengganda, yaitu output sektor-sektor produksi, pendapatan rumah tangga dan lapangan pekerjaan. Oleh karena itu, dalam analisis ini dikenal pengganda output, pengganda pendapatan dan pengganda tenaga kerja serta pengganda tipe I dan tipe II (Nazara, 1997).
24
a. Pengganda Output Pengganda output dihitung dalam per unit perubahan output sebagai efek awal (initial effect), yaitu kenaikan atau penurunan output sebesar satu unit satuan moneter.
Sedangkan
setiap
elemen
dalam
matriks
kebalikan
Leontief
menunjukkan total pembelian input baik langsung maupun tidak langsung dari sektor i yang disebabkan karena peningkatan penjualan dari sektor i sebesar satu unit satuan moneter kepada permintaan akhir. b. Pengganda Pendapatan Pengganda pendapatan mengukur peningkatan pendapatan akibat adanya perubahan output dalam perekonomian. Dalam Tabel Input-Output, pendapatan adalah upah dan gaji yang diterima oleh rumah tangga. Pengertian pendapatan di sini tidak hanya menyangkut beberapa jenis pendapatan yang pada umumnya diklasifikasikan sebagai pendapatan rumah tangga, tetapi juga deviden dan bunga bank. c. Pengganda Tenaga Kerja Pengganda tenaga kerja menunjukkan perubahan tenaga kerja yang disebabkan oleh perubahan dari sisi output. Pengganda tenaga kerja tidak diperoleh dari elemen Tabel Input-Output karena tabel ini tidak mengandung elemen yang berhubungan dengan tenaga kerja. Untuk memperoleh pengganda tenaga kerja, Tabel Input-Output harus ditambah baris yang menunjukkan jumlah tenaga kerja untuk setiap sektor dalam perekonomian. Penambahan baris ini adalah untuk menambahkan koefisien tenaga kerja. Cara untuk memperoleh koefisien tenaga kerja adalah dengan membagi setiap jumlah tenaga kerja tiap
25
sektor perekonomian wilayah atau negara dengan jumlah total input dari tiap sektor tersebut. Pengganda tipe I dan tipe II, digunakan untuk mengukur efek dari output, pendapatan maupun tenaga kerja masing-masing sektor perekonomian yang disebabkan karena adanya perubahan dalam jumlah output, pendapatan dan tenaga kerja yang ada di suatu wilayah. Efek pengganda output, pendapatan dan tenaga kerja dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a.
Dampak Awal (Initial Impact), merupakan stimulus perekonomian yang diasumsikan sebagai peningkatan atau penurunan penjualan dalam satu unit satuan moneter. Dari sisi output, dampak awal ini diasumsikan sebagai peningkatan penjualan ke permintaan akhir sebesar satu unit satuan moneter. Peningkatan output tersebut akan memberikan efek terhadap peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja. Efek awal dari sisi pendapatan ditunjukkan oleh koefisien pendapatan rumah tangga (hi). Sedangkan efek awal dari sisi tenaga kerja ditunjukkan oleh koefisien tenaga kerja (ei).
b.
Efek Putaran Pertama (First Round Effect), menunjukkan efek langsung dari pembelian masing-masing sektor untuk setiap peningkatan output sebesar satu unit satuan moneter. Dari sisi output, efek putaran pertama ditunjukkan oleh koefisien langsung (koefisien input-output/aij). Sedangkan efek putaran pertama dari sisi pendapatan menunjukkan adanya peningkatan pendapatan dari setiap sektor akibat adanya efek putaran pertama dari sisi output. Sementara efek putaran pertama dari sisi tenaga kerja menunjukkan
26
peningkatan penyerapan tenaga kerja akibat adanya efek putaran pertama dari sisi output. c.
Efek Dukungan Industri (Industrial Support Effect), dari sisi output menunjukkan efek dari peningkatan output putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya stimulus ekonomi. Dari sisi pendapatan dan tenaga kerja menunjukkan adanya efek peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya dukungan industri yang menghasilkan output.
d.
Efek Induksi Konsumsi (Consumption Induced Effect), dari sisi output menunjukkan adanya suatu pengaruh induksi (peningkatan konsumsi rumah tangga) akibat pendapatan rumah tangga yang meningkat. Dari sisi pendapatan dan tenaga kerja, efek induksi konsumsi diperoleh masingmasing dengan mengalikan efek induksi konsumsi output dengan koefisien pendapatan rumah tangga dan koefisien tenaga kerja.
e.
Efek Lanjutan (Flow-on-Effect), merupakan efek (dari output, pendapatan dan tenaga kerja) yang terjadi pada semua sektor perekonomian dalam suatu negara atau wilayah akibat adanya peningkatan penjualan dari suatu sektor. Efek lanjutan dapat diperoleh dari pengurangan efek total dengan efek awal.
2.5.6. Kerangka Dasar Tabel Input-Output Indonesia 2003 Dalam Tabel I-O Indonesia 2003, data utama yang digunakan adalah data dasar yang digunakan dalam perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Sedangkan data pendukung lainnya adalah data tentang rasio struktur
27
input yang dipoeroleh melalui data perekonomian yang berkaitan dengan produksi dan distribusi dari output yang dihasilkan oleh sektor-sektor ekonomi dan Tabel Input-Output 2000 sebagai basis penyusunannya. Untuk memudahkan penyusunannya, klasifikasi sektor dibuat berdasarkan klasifikasi lain yang sudah ada. Untuk keperluan Tabel I-O Indonesia 2003, penyusunan sektor didasarkan pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Konsistensi antara sektor-sektor dalam Tabel I-O Indonesia 2003 ini dengan Tabel-tabel I-O terdahulu tetap dipertahankan, kecuali bila muncul teknologi baru yang dapat menggeser struktur komoditi. Tabel I-O Indonesia 2003 disusun berdasarkan klasifikasi 66 sektor, hal ini mengingat keterbatasan sumber data dan metode non survey yang digunakan. Berbeda dengan Tabel I-O Indonesia 2000 berdasarkan klasifikasi 175 sektor yang menjelaskan sektor/komoditi secara rinci dan ditunjang sumber data yang memadai. Salah satu tabel yang disajikan dalam Tabel I-O Indonesia 2003 ini adalah tabel dasar yang terdiri dari: a. Tabel Transaksi Total Atas Dasar Harga Pembeli Pada tabel transaksi total atas dasar harga pembeli, semua nilai transaksi yang disajikan merupakan nilai total transaksi yang terjadi dan dinilai atas dasar harga pembeli. Dengan demikian, nilai transaksi pada tabel ini sudah mencakup margin perdagangan dan biaya transpor. Tabel transaksi total atas dasar harga pembeli menunjukkan transaksi pasar yang sebenarnya antar sektor ekonomi,
28
sebab semua barang dan jasa dalam tabel ini dinilai berdasarkan harga beli yang dibayar oleh pembeli. b. Tabel Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen Disebut sebagai tabel transaksi total atas dasar harga produsen karena semua transaksi yang disajikan merupakan nilai dari total transaksi yang dinilai berdasarkan harga produsen. Nilai-nilai transaksi pada tabel ini tidak mencakup margin perdagangan dan biaya transpor. Nilai margin dalam tabel ini diperlakukan sebagai input yang berasal dari sektor perdagangan dan sektor angkutan. Tabel transaksi total atas dasar harga produsen memperlihatkan hubungan langsung antar sektor tanpa dipengaruhi margin perdagangan dan biaya transpor. c. Tabel Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Pembeli Tabel transaksi domestik mencerminkan jalinan saling terkait antar sektor ekonomi atas barang dan jasa dari domestik tanpa ada komponen impor. Untuk keseimbangan input-output dan permintaan-penyediaan disediakan baris (sel) untuk nilai impor setiap komoditi/sektornya (kode 200). Transaksi domestik atas dasar harga pembeli memperlihatkan transaksi antar sektor produk barang dan jasa domestik yang dinilai atas dasar harga pembeli. Pada tabel ini sudah mencakup margin perdagangan dan biaya transpor atau transaksi yang terjadi dinilai atas harga pasar. d. Tabel Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen Semua nilai transaksi pada tabel transaksi domestik atas dasar harga produsen hanya mencakup barang dan jasa produksi dalam negeri dan dinilai atas
29
dasar harga produsen. Tabel transaksi domestik atas dasar harga produsen menunjukkan hubungan langsung antara sektor penghasil produksi dalam negeri dengan sektor pemakainya, tanpa dipengaruhi lagi oleh komponen impor dan margin perdagangan dan biaya transpor. Oleh karena itu, koefisien teknis yang diturunkan dari jenis tabel ini lebih memiliki keunggulan analisis karena setiap kenaikan permintaan dapat diukur langsung pengaruhnya terhadap kenaikan produksi dalam negeri.
2.6. Kerangka Pemikiran Konseptual Karet merupakan salah satu komoditi unggulan ekspor Indonesia, karena sebagian besar produksi karet Indonesia ditujukan untuk pasar ekspor. Ekspor merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah selain dari pinjaman luar negeri dan pajak. Pajak itu sendiri dibagi menjadi dua, yaitu pajak langsung dan pajak tak langsung. Dalam hal ini peneliti hanya menganalisis penerimaan pemerintah yang berasal dari ekspor, sedangkan pinjaman luar negeri dan pajak tidak dianalisis. Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis besarnya indeks daya penyebaran sektor perkebunan karet Indonesia, menganalisis efek pengganda dan menganalisis dampak perubahan ekspor karet alam Indonesia terhadap perekonomian, khususnya terhadap output pendapatan dan tenaga kerja.
30
Dalam penelitian ini terdapat beberapa penelitian terdahulu yang digunakan. Selain penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan komoditi yang diteliti, dalam penelitian ini juga terdapat beberapa teori. Model Input-Output merupakan alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini. Model Input-Output itu sendiri merupakan salah satu alat analisis yang dapat melihat hubungan antar sektor dalam perekonomian. Model ini menggunakan konsep keseimbangan umum (General Equilibrium) yang didasarkan pada arus transaksi antar pelaku perekonomian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Tabel I-O Indonesia 2003 untuk melihat dampak perubahan nilai ekspor karet alam Indonesia tahun 2006 terhadap perekonomian Indonesia, khususnya terhadap output, pendapatan dan tenaga kerja. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan informasi dan rujukan bagi yang terlibat dalam industri perkaretan, seperti petani, pengusaha dan produsen serta eksportir. Selain itu, penelitian ini diharapkan juga dapat berguna bagi penelitian selanjutnya, khususnya penelitian tentang karet. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.1.
31
Penerimaan Pemerintah
Ekspor
Pinjaman Luar Negeri
Pajak
Pajak Langsung
Ekspor Karet Alam
Pajak Tak Langsung
Analisis Input-Output
Dampak Ekspor Karet Alam
Output
Sektor Pertanian
Analisis Pengganda
Pendapatan
Analisis Dampak Penyebaran
Tenaga Kerja
Sektor Industri
Sektor Jasa
Pengaruhnya terhadap Perekonomian Indonesia
Keterangan :
: dianalisis di dalam penelitian ---------------- : tidak dianalisis di dalam penelitian
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Konseptual
32
III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lingkup penelitian ini adalah wilayah Indonesia dengan lokasi penelitian adalah tempat pengambilan data, yaitu Badan Pusat Statistik (BPS). Penelitian ini dimulai pada bulan Februari 2006. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi pengumpulan data, asumsi pembuatan definisi mengenai karet alam dan ekspor karet alam Indonesia, pengolahan data, analisis data hingga penulisan laporan penelitian dalam bentuk akhir berupa skripsi.
3.2. Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah berupa data sekunder yang bersumber dari BPS berupa data Tabel Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen yang terdapat dalam Tabel I-O Indonesia tahun 2003 klasifikasi 66 sektor. Dalam penelitian ini Tabel I-O Indonesia tahun 2003 diagregasi menjadi 22 sektor. Sistematika pengagregasian ini didasarkan dari eratnya keterkaitan antar sektor-sektor tertentu dan juga didasarkan atas asas kesatuan komoditi, yaitu asas yang mendasarkan pengelompokkan pada keseragaman wujud fisik komoditi (BPS, 2004). Data juga diperoleh dengan melakukan studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang bersumber dari buku-buku literatur yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti guna mendalami dan memperoleh penjelasan yang lengkap. Data-data penunjang tersebut didapat dari BPS, Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian, perpustakaan BPS, dan
33
perpustakaan LSI-Institut Pertanian Bogor. Selain dari buku, data-data penunjang juga diperoleh dari internet.
3.3. Metode Analisis 3.3.1. Model Input-Output Alat analisis yang digunakan untuk menganalisis dampak kenaikan ekspor karet alam Indonesia terhadap sektor-sektor di dalam perekonomian adalah analisis Input-Output sisi permintaan. Penggunaan analisis Input-Output sisi permintaan
dikarenakan
kenaikan
ekspor
karet
alam
Indonesia
akan
mempengaruhi permintaan akhir yang terletak pada kuadran II. Dampak kenaikan ekspor karet alam Indonesia terhadap perubahan jumlah output, pendapatan dan tenaga kerja dapat diketahui dengan menggunakan metode analisis Input-Output lanjutan berdasarkan sisi permintaan. Keterkaitan dan peran ekspor karet alam Indonesia terhadap sektor-sektor di dalam perekonomian dapat dikaji berdasarkan analisa struktur input antara dan permintaan antara. Analisis dampak penyebaran dan pengganda dapat memperlihatkan
kemampuan
dari
sebuah
sektor
untuk
mempengaruhi
perekonomian.
3.3.2. Analisis Input-Output Sisi Permintaan Elemen matriks koefisien teknis (aij) merupakan jumlah output sektor i yang digunakan sebagai input oleh sektor j (xij) dibagi dengan total input sektor j
34
(Xj). Secara matematik, elemen matriks koefisien teknis dapat dituliskan sebagai berikut: aij = xij / Xj
(3.1)
Setelah mendapakan elemen matriks koefisien teknis (aij) di atas, maka persamaan (2.1) dapat dituliskan menjadi: X1
=
a11X1 + a12X2 + a13X3 + … + a1nXn + F1
X2
=
a21X1 + a22X2 + a23X3 + … + a2nXn + F2
X3
=
a31X1 + a32X2 + a33X3 + … + a3nXn + F3
: Xn
: =
:
:
:
:
(3.2)
:
an1X1 + an2X2 + an3X3 + … + annXn + Fn
Persamaan aljabar di atas dapat diubah ke dalam bentuk matriks, yaitu:
X1
a11
a12
a13
…
a1n
X1
F1
X2
a21
a22
a23
…
a2n
X2
F2
a31
a32
a33
…
a3n
X3
:
:
:
:
:
:
:
:
Xn
an1
an2
an3
…
ann
Xn
Fn
X1
a11
a12
a13
…
a1n
F1
X2
a21
a22
a23
…
a2n
F2
a31
a32
a33
…
a3n
:
:
:
:
:
:
:
Xn
an1
an2
an3
…
ann
Fn
X3
=
+
Jika:
X=
X3
A=
dan F =
F3
F3
35
maka, persamaan matriks di atas dapat dituliskan menjadi: X = AX + F F = X – AX Berdasarkan kaidah matriks, persamaan di atas dapat diubah menjadi: X = (I – A)-1F
(3.3)
dimana: X
= jumlah output,
I
=
matriks identitas,
A
=
matriks koefisien teknis,
F
=
matriks dari jumlah permintaan akhir di setiap sektor, dan
(I-A)-1 = matriks kebalikan Leontief. Dari persamaan (3.3), terlihat bahwa output setiap sektor memiliki hubungan fungsional terhadap permintaan akhir, dengan (I-A)-1 sebagai koefisien antaranya. Matriks kebalikan ini mempunyai peranan penting sebagai alat analisis ekonomi karena menunjukkan adanya saling keterkaitan antara tingkat permintaan akhir terhadap tingkat produksi.
3.3.3. Analisis Dampak Penyebaran a)
Koefisien Penyebaran Konsep ini sering diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk
meningkatkan pertumbuhan industri hulunya. Sektor j dikatakan memiliki keterkaitan ke belakang yang tinggi apabila Pdj memilki nilai lebih besar dari
36
satu, dan sebaliknya jika nilai Pdj lebih kecil dari satu. Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien ini adalah: n
Pd j =
n∑ aij n
i =1 n
∑∑ a i =1 j =1
(3.4) ij
dimana:
b)
Pdj
= indeks daya penyebaran sektor j,
aij
= unsur matriks kebalikan Leontief terbuka, dan
n
= jumlah sektor.
Kepekaan Penyebaran Konsep ini sering diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk
mendorong pertumbuhan produksi sektor lainnya yang memakai input dari sektor ini. Sektor i dikatakan memiliki kepekaan penyebaran yang tinggi apabila Sdi lebih besar dari satu, dan sebaliknya jika Sdi lebih kecil dari satu. Rumus yang digunakan untuk mencari nilai kepekaan penyebaran adalah: n
Sdi =
n∑ aij j =1
n
(3.5)
n
∑∑ a i =1 j =1
ij
dimana:
Sdi
= kepekaan penyebaran sektor i,
aij
= unsur matriks kebalikan Leontief terbuka, dan
n
= jumlah sektor.
37
3.3.4. Analisis Pengganda Dalam analisis Input-Output terdapat dua model analisis, yaitu analisis terbuka dan tertutup. Analisis terbuka memperlakukan rumah tangga sebagai faktor eksogen, angka pengganda yang dihasilkan dari analisis terbuka ini akan menghasilkan angka pengganda biasa (simple multiplier). Sedangkan analisis tertutup memperlakukan rumah tangga sebagai faktor endogen, hasil angka pengganda dengan analisa ini akan menghasilkan angka pengganda total (total
multiplier), pengganda total ini selain memperhitungkan dampak langsung dan tidak langsung juga memperhitungkan dampak tambahan, yaitu berupa induced
effect, akibat masuknya rumah tangga sebagai suatu sektor produksi dalam perekonomian. Berdasarkan matriks kebalikan Leontief, baik untuk model terbuka maupun tertutup dapat ditentukan nilai-nilai pengganda biasa dan pengganda total. Nilai pengganda tipe I dan tipe II dari pengganda output, pendapatan dan tenaga kerja didapatkan dengan cara membagi nilai pengganda biasa dan pengganda total dengan efek awal (koefisien pendapatan atau koefisien tenaga kerja sektor yang bersangkutan). a. Pengganda Output Tipe I (Biasa) Analisis pengganda output tipe I bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh kenaikan satu satuan permintaan akhir suatu sektor di dalam perekonomian suatu wilayah terhadap output sektor lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk menghitung pengganda output tipe I digunakan rumus sebagai berikut:
38
Oj
n
=
∑a i =1
ij
(3.6)
dimana:
Oj
= pengganda output tipe I sektor j, dan
αij
= matriks kebalikan Leontief terbuka.
b. Pengganda Output Tipe II (Total) Analisis pengganda output tipe II bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh kenaikan satu satuan permintaan akhir suatu sektor di dalam perekonomian suatu wilayah terhadap output sektor lain baik secara langsung maupun tidak langsung ditambah dengan efek induksi rumah tangga. Untuk menghitung pengganda output tipe II digunakan rumus sebagai berikut: Oj =
n +1
∑a i =1
ij
(3.7)
dimana:
Oj
= pengganda output tipe II sektor j, dan
___
αij
= matriks kebalikan Leontief tertutup.
c. Pengganda Pendapatan Tipe I (Biasa) Pengganda pendapatan tipe I menunjukkan besarnya pendapatan pada seluruh sektor akibat meningkatnya permintaan akhir output sektor tersebut sebesar satu satuan. Artinya, apabila permintaan akhir terhadap output sektor tertentu meningkat sebesar satu satuan, maka akan meningkatkan total pendapatan rumah tangga seluruh sektor dalam perekonomian sebesar nilai pengganda pendapatan sektor yang bersangkutan. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai pengganda ini adalah:
39
n
Hj Yj
=
∑a i =1
=
n +1,i
aij
Hj
(3.8)
a n +1, j
dimana: Hj
= pengganda pendapatan biasa sektor j,
Yj
= pengganda pendapatan tipe I sektor j,
aij
= matriks kebalikan Leontief terbuka, dan
an+1,j
= koefisien pendapatan sektor j.
d. Pengganda Pendapatan Tipe II (Total) Analisis pengganda pendapatan tipe II ini digunakan untuk mengetahui akibat dari peningkatan permintaan akhir suatu sektor terhadap pendapatan semua sektor baik secara langsung maupun tidak langsung serta efek induksi rumah tangga. Rumus yang digunakan adalah: Hj =
Yj
=
n +1
∑a i =1
n +1,i
aij
Hj a n +1, j
dimana: Hj
= pengganda pandapatan total sektor j,
Yj
= pengganda pandapatan tipe II sektor j,
___
αij
= matriks kebalikan Leontief tertutup, dan
an+1,j
= koefisien pendapatan sektor j.
(3.9)
40
e. Pengganda Tenaga Kerja Tipe I (Biasa) Pengganda ini digunakan untuk mengetahui akibat dari peningkatan permintaan akhir suatu sektor terhadap perubahan tenaga kerja pada semua sektor. Rumus yang digunakan adalah: n
Ej
=
∑w i =1
Wj =
n +1,i
aij
Ej
(3.10)
wn +1, j
dimana: Wj
= pengganda tenaga kerja tipe I sektor j,
Ej
= pengganda tenaga kerja biasa sektor j,
aij
= matriks kebalikan Leontief terbuka, dan
wn+1,j = koefisien tenaga kerja sektor j.
f. Pengganda Tenaga Kerja Tipe II (Total) Analisis ini dgunakan untuk mengetahui akibat dari peningkatan permintaan akhir suatu sektor terhadap perubahan tenaga kerja semua sektor, baik secara langsung maupun tidak langsung serta efek induksi rumah tangga. Rumus yang digunakan adalah sebagai berkut: n +1
Ej
=
Wj
=
∑w i =1
n +1,i
a ij
Ej wn +1, j
dimana:
Wj
= pengganda tenaga kerja tipe II sektor j,
(3.11)
41
Ej
= pengganda tenaga kerja total sektor j,
___
αij
= matriks kebalikan Leontief tertutup, dan
wn+1,j = koefisien tenaga kerja sektor j. Ringkasan rumus pengganda output, pendapatan dan tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Ringkasan Rumus Pengganda Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja Pengganda Output Tipe I (Biasa) Tipe II (Total) Pengganda Pendapatan Biasa Total Tipe I
n
Oj
i =1
Total Tipe I
∑a
Hj
∑a
ij
i =1
Hj = Yj
=
Yj
=
Ej
=
Ej
=
n +1,i
i =1
n +1,i
aij
Hj a n +1, j Hj a n +1, j
∑w i =1
n +1,i
n +1
∑w i =1
=
aij
n +1
∑a
n
Wj = Wj
i =1 n
=
Tipe II
Sumber: Miller dan Blair (1985)
ij
n +1
Oj =
Tipe II
Pengganda Tenaga Kerja Biasa
∑a
=
n +1,i
Ej wn +1, j Ej wn +1, j
aij a ij
42
3.3.5. Koefisien Pendapatan (δ) Koefisien pendapatan menunjukkan besarnya jumlah pendapatan yang diterima oleh pekerja yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit output. Koefisien pendapatan diperlukan untuk mencari dampak perubahan ekspor karet terhadap pembentukan pendapatan. Koefisien pendapatan dirumuskan sebagai berikut:
δj =
Sj
(3.12)
Xj
δj adalah koefisien pendapatan sektor j, Sj adalah jumlah upah dan gaji sektor j dan Xj adalah jumlah output total sektor j.
3.3.6. Koefisien Tenaga Kerja (β) Koefisien tenaga kerja menunjukkan besarnya jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit output. Koefisien tenaga kerja diperlukan untuk mencari dampak perubahan ekspor karet terhadap pembentukan tenaga kerja. Koefisien tenaga kerja dirumuskan sebagai berikut:
βj =
Tj
(3.13)
Xj
βj adalah koefisien tenaga kerja sektor j, Tj adalah jumlah tenaga kerja sektor j dan Xj jumlah output total sektor j
43
3.3.7. Dampak Ekspor Untuk
melihat
dampak
ekspor
karet
alam
Indonesia
terhadap
perekonomian, digunakan rumus sebagai berikut: a. Dampak terhadap output (ΔX): ΔX = (I – A)-1 ΔF
(3.14)
b. Dampak terhadap pendapatan (ΔI): ΔI = δ (I – A)-1 ΔF
(3.15)
c. Dampak terhadap tenaga kerja (ΔT): ΔT = β (I – A)-1 ΔF
(3.16)
dimana: ΔX
= matriks kolom dampak terhadap output,
ΔI
= matriks kolom dampak terhadap pendapatan,
ΔT
= matriks kolom dampak terhadap tenaga kerja,
ΔF
= perubahan nilai ekspor karet alam Indonesia,
(I – A)-1
= matriks kebalikan Leontief terbuka,
δ
= koefisien pendapatan, dan
β
= koefisien tenaga kerja.
Pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini menggunakan perangkat lunak komputer program Microsoft Excel dan perangkat lunak komputer lainnya. Penggunaan perangkat lunak tersebut bertujuan untuk mempermudah dalam perhitungan serta hasil yang lebih akurat.
44
IV. GAMBARAN UMUM KARET ALAM DAN EKSPOR INDONESIA 4.1. Sejarah Perkaretan Nasional Karet (Havea Braziliensis) yang ada di Indonesia, bukanlah tanaman asli Indonesia. Karet yang sekarang ini ada di Indonesia sebetulnya berasal dari Amerika Selatan, tepatnya dari Negara Brazilia. Karet pertama kali dibawa ke Indonesia dan ditanam di Bogor pada tahun 1876 oleh orang Inggris. Kemudian, karet ini dibudidayakan di Sumatera Utara dan selanjutnya menyebar ke seluruh Indonesia (Kusmiran, 2005). Pembangunan perkebunan karet dengan skala besar baru dimulai di Sumatera pada tahun 1902 dan di Jawa tahun 1906. Sejak saat itulah perkebunan karet mengalami perluasan yang cepat. Di samping berkembangnya perkebunan besar yang diusahakan oleh para pengusaha-pengusaha perkebunan, mulai tahun 1904 berkembang pula perkebunan-perkebunan rakyat yang diusahakan oleh rakyat terutama di luar Jawa yang masih banyak tanah untuk dijadikan perkebunan karet. Karet berkembang dengan pesat sehingga luas areal dan produksinya lebih besar daripada perkebunan Besar Negara (Bulletin Karet Indonesia, 2005).
4.2. Produksi dan Konsumsi Karet Alam Produksi karet alam selain terkonsentrasi di Indonesia, juga terkonsentrasi pada dua negara produsen utama lainnya, yaitu Thailand dan Malaysia. Tabel 4.1 menunjukkan bahwa pada kurun waktu 2000–2005, produksi karet alam Indonesia
45
dan Thailand cenderung meningkat, sementara untuk Malaysia laju pertumbuhan produksinya berfluktuasi. Tabel 4.1. Perkembangan Produksi Karet Alam Menurut Negara Produsen Utama Periode 2000-2005 (000 Ton) Negara Thailand Indonesia Malaysia India China Srilangka Vietnam Lainnya Total
2000 2.346,4 1.501,1 927,6 629 445 87,6 293 504,3 6.734
2001 2.319,6 1.607,3 882,1 631,5 464 86,2 331 932,3 7.254
2002 2.615,1 1.630 889,8 640,8 468 90,5 372 633,8 7.340
2003 2.876 1.792,2 985,6 707,1 480 92,1 380 673 7.986
2004 2.984,3 2.066,2 1.168,7 742,6 486 94,1 415 683,1 8.640
2005 3.119,5 2.146 1.245,2 771,4 496 93,2 445,1 755,5 9.071
Total 16.260,9 10.742,8 6.099 4.122,4 2.839 543,7 2.236,1 4.182
Sumber: Departemen Perdagangan, 2006
Meningkatnya produksi karet alam Indonesia diharapkan juga mampu meningkatkan
ekspornya,
mengingat
bahwa
gelombang
globalisasi
dan
perdagangan bebas yang dimulai pada tahun 2003 telah membawa keseimbangan baru dalam permintaan dan penawaran komoditas karet di pasaran internasional. Negara-negara produsen karet alam utama umumnya juga merupakan negaranegara pengekspor karet alam utama dunia. Hal ini disebabkan karena produsen karet alam adalah negara berkembang yang kegiatan industri dalam negerinya belum terlalu besar, sehingga sebagian besar produksinya dialokasikan untuk ekspor. Karet mempunyai posisi yang unik diantara produk pertanian dalam menunjang pembangunan dunia industri. Sumber utama karet alam berasal dari negara-negara berkembang, baik dari perkebunan negara, swasta maupun dari perkebunan rakyat. Di dalam penggunaannya pada berbagai industri, karet alam dipandang sebagai bahan yang lebih disukai dibandingkan karet sintetis untuk
46
berbagai produk. Karet alam terus memainkan peranan penting terutama di pasar internasional karena karet alam mempunyai sifat-sifat yang dibutuhkan dalam pembuatan produk-produk yang berbahan baku karet, yang tidak bisa digantikan oleh karet sintetis. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa Amerika Serikat merupakan negara konsumen terbesar karet alam, dimana pada tahun 2005 pangsa konsumsi Amerika Serikat sebesar 1.090,1 ribu ton. Sementara itu, jika dilihat perkembangan konsumsi karet alam, terlihat bahwa pada kurun waktu 2000-2005 Cina mempunyai tingkat pertumbuhan konsumsi yang terbesar. Tabel 4.2. Perkembangan Konsumsi Karet Alam Beberapa Negara Konsumen Utama Periode 2000–2005 (000 Ton) Negara USA China Jepang Jerman Lainnya Total
2000 1.194,8 1.080 751,8 250 3.015,7 6.292,3
2001 974,1 1.215 729,2 246 2.983,3 6.147,6
2002 1.110,8 1.310 749 247 3.075,9 6.492,7
2003 1.078,5 1.485 784,2 260,3 3.193,9 6.801,9
2004 1.143,6 1.630 814,8 255 3.381,5 7.224,9
2005 1.090,1 1.720,8 846,1 258 3.410,7 7.325,7
Total 6.591,9 8.440,8 4.675,1 1.516,3 19.061
Sumber: Departemen Perdagangan, 2006
4.3. Harga Karet Alam Dilihat dari sisi harga karet alam, ternyata harga karet alam baik di pasar domestik maupun di pasar internasional cukup fluktuatif (Tabel 4.3). Fluktuasi harga ini cenderung menimbulkan pesimisme ekspor, terutama karena andalan ekspor adalah komoditi primer yang dalam realitas selalu dirongrong oleh ketidakstabilan harga pasar terutama dalam jangka pendek. Sedangkan dalam jangka panjang, komoditi primer menghadapi trend sirkuler harga yang cenderung menurun. Padahal dalam persaingan komoditi yang sama di pasar internasional,
47
Indonesia harus berkompetisi dengan sesama negara produsen karet alam yang memiliki keunggulan komparatif sama. Tabel 4.3. Perkembangan Harga Karet Alam Tahun Harga Domestik (Rp/Kg) 2000 5.117 2001 3.169 2002 3.698 2003 4.423 2004 6.333 2005 Sumber: Departemen Perdagangan, 2006
Harga Ekspor (US$/Ton) 629,2 515,3 751,5 991,6 1.208,9 1.322,9
4.4. Ekspor Dalam Pembangunan Ekonomi Setiap negara di dunia melakukan pembangunan ekonomi dalam menjalankan roda pemerintahannya. Pembangunan ekonomi dipandang sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka penjang, salah satunya melalui perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara secara umum bertujuan untuk memperoleh manfaat ekonomi yang lebih tinggi bagi masing-masing negara. Perdagangan antar negara ini dapat berupa ekspor barang dan jasa. Dalam pasal 1 Undang-Undang (UU) No. 32/1964 tentang peraturan lalu lintas devisa, menyebutkan bahwa ekspor adalah pengiriman barang keluar Indonesia. Ekspor juga merupakan hubungan perdagangan suatu negara dengan negara lainnya yang terjadi karena adanya perbedaan potensi dan sumber daya, biaya produksi, harga, selera, ketersediaan barang, jumlah penduduk dan pendapatan negara. Hubungan perdagangan tersebut dapat meningkatkan pendayagunaan sumber daya domestik suatu negara yang tidak dapat diserap oleh
48
pasar domestik dan meningkatkan efisiensi produksi. Selain itu, ekspor juga dapat meningkatkan devisa dan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Besarnya keuntungan yang diperoleh suatu negara dari kegiatan ekspor tergantung dari kekuatan
permintaan
dan
penawaran
pasar
terhadap
komoditi
yang
diperdagangkan. Ekspor suatu komoditi terjadi karena adanya kelebihan penawaran atau excess supply pada negara pengekspor. Penilaian kinerja ekspor tidak hanya diukur dari laju pertumbuhan (nilai dan volume), tetapi juga dari perubahan struktur atau tingkat diversifikasinya, baik dalam pengertian variasi produk (pendalaman struktur) maupun dalam arti diversifikasi pasar (negara tujuan). Laju pertumbuhan yang tinggi hanya merupakan satu sisi dari keberhasilan pengembangan ekspor suatu negara. Sisi lainnya adalah perluasan jenis-jenis komoditi ekspor dan luas pasar. Indonesia baru bisa dianggap berhasil dalam strategi pengembangan ekspor jika presentase pertumbuhan ekspor rata-rata per tahun tinggi dan produkproduk Indonesia sudah masuk ke pasar di seluruh dunia. Jepang dan Amerika Serikat adalah contoh kongkrit dari dua negara yang memiliki kinerja ekspor yang sangat baik dalam arti pertumbuhan dan diversifikasinya. Dalam perdagangan komoditi, pemerintah dapat membuat beberapa kebijakan-kebijakan
ekspor
maupun
impor
terhadap
komoditi
yang
diperdagangkan. Berbagai kebijaksanaan yang mungkin dapat ditempuh antara lain pengenaan pajak ekspor, tarif impor dan kebijaksanaan menaikkan atau menurunkan nilai tukar. Kebijaksanaan pajak/tarif secara langsung akan mempengaruhi ekspor/impor melalui harga.
49
Dari sisi ekspor, penyesuaian harga dilakukan dengan mengkonversi nilai mata uang negara pengekspor menjadi nilai mata uang asing yang disebut dengan nilai tukar. Lebih lanjut, depresiasi atau apresiasi mata uang sendiri terhadap mata uang asing dapat mempengaruhi nilai dan volume ekspor karena menjadi bertambah murah atau mahalnya komoditas ekspor tersebut di pasar internasional (Aiz, 2005).
4.5. Ekspor Karet Alam Untuk komoditi karet alam Indonesia, Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor utama. Amerika Serikat merupakan pasar yang potensial dengan persaingan yang kompetitif, sehingga besarnya ekspor karet alam Indonesia tergantung pada permintaan dan penawaran di pasar Amerika Serikat. Tabel 4.4. Realisasi Ekspor Karet Alam Per Negara Tujuan Tahun 2003–2005 Negara Tujuan
2003 Berat (Kg)
2004 Nilai (US$)
Berat (Kg)
AS
1.728.458
1.356.823
Jepang
1.049.242
1.671.490
943.052
638.339
500.163
1.109.294
1.300.297
967.671
1.161.045
Korea Selatan
560.093
685.128
Selandia Baru
1.102.247
828.671
RRC Jerman
Perancis
2.429.971
2005
Nilai (US$) 2.788.619
Berat (Kg)
Nilai (US$)
1.096.835
1.324.197
1.745.490
268.254
1.338.449
1.285.681
201.600
235.872
923.702
208.854
179.213
641.488
748.832
68.707
47.181
737.912
678.122
199.780
154.940
76.103
325.675
113.760
598.055
0
0
Singapura
690.857
1.028.398
630.340
445.463
529.884
339.964
Belanda
300.590
304.386
264.330
397.149
298.462
484.824
19.200
19.200
383.040
413.461
0
0
379.757
223.681
332.522
320.301
27.325
25.920 580.957
Turki Taiwan Brasilia
54.860
43.286
201.881
262.869
358.154
Pakistan
32.000
18.330
201.600
249.963
0
0
5.902
31.827
60.625
75.912
20.000
98.000
0
0
141.120
160.876
0
0
Italia Kolumbia Lainnya Total
5.476.263
3.906.991
337.694
375.322
114.600
198.261
13.414.208
11.911.720
9.689.674
11.469.817
3.392.455
5.007.778
Sumber: Departemen Perdagangan, 2006
50
Selain Amerika Serikat, ada beberapa negara tujuan lainnya bagi ekspor komoditi karet alam Indonesia. Berdasarkan data Departemen Perdagangan, 2006, realisasi ekspor karet alam per negara tujuan tahun 2003-2005 dapat dilihat pada Tabel 4.4. Setiap negara produsen karet alam berusaha untuk terus mengembangkan produksinya guna mengoptimalkan pasar ekspor. Sebagian dari produksi karet alam dikonsumsi sebagai bahan baku industri, seperti industri rumah tangga, spareparts dan industri farmasi, sehingga perkembangan terhadap konsumsi karet alam akan sangat dipengaruhi oleh perkembangan industri pengolahan, khususnya industri yang menggunakan bahan baku karet. Dengan demikian, Indonesia yang kini menjadi negara produsen karet alam terbesar kedua di dunia, berharap produksi karet alamnya tahun ini bisa meningkat, sehingga dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan ekspor dan dikonsumsi sebagai bahan baku industri. Tabel 4.5 menunjukkan bahwa pertumbuhan ekspor karet alam Indonesia pada kurun waktu 2000–2005 mengalami peningkatan. Prestasi ekspor ini sejalan dengan peningkatan produksi karet alam Indonesia. Tabel 4.5. Perkembangan Volume Ekspor Karet Alam Negara Produsen Utama Periode 2000–2005 (000 Ton) Negara Thailand Indonesia Malaysia Vietnam Srilangka Lainnya Total
2000 2.166,2 1.392,4 196,4 254 32,6 869,4 4.911
2001 2.006,4 1.453,3 162,1 283 32 1.108,2 5.045
2002 2.354,4 1.495,9 430 325 36,1 526,1 5.167,5
Sumber: Departemen Perdagangan, 2006
2003 2.573,4 1.660,9 509,7 325 35,4 514,1 5.618,5
2004 2.637,1 1.875,1 679,9 351 40,6 522,1 6.105,8
2005 2.685,6 2.024,6 779 375,7 37,7 519,2 6.421,8
Total 14.423,1 9.902,2 2.757,1 1.913,7 214,4 4.059,1
51
Mengingat lebih dari 90 persen produksi karet alam Indonesia adalah untuk tujuan ekspor, maka perkembangan harga karet di dalam negeri sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh perkembangan harga di luar negeri. Perkembangan harga di luar negeri beberapa tahun terakhir ini nampak semakin melemah. Hal ini juga sebagai dampak dari melemahnya permintaan dan konsumsi karet alam dunia sebagai akibat krisis ekonomi yang melanda berbagai negara. Adapun yang menjadi parameter perkembangan harga di luar negeri adalah harga yang berlaku di berbagai bursa komoditi karet di luar negeri, seperti Singapura, London dan New York. Dari harga yang berlaku di ketiga bursa tersebut dicatat setiap hari dan dihimpun setiap minggu, serta diolah kembali setiap bulan untuk mencari harga rata-rata per bulan dan harga rata-rata per tahun. Kebutuhan konsumsi karet di tingkat dunia sangat menentukan fluktuasi harga karet di tingkat pengusaha dan petani karet. Harga karet ditentukan oleh mekanisme pasar global. Hukum ekonomi berlaku di sini, semakin besar permintaan pasar, maka harga akan naik. Sebaliknya, jika permintaan kurang dan persediaan barang cukup banyak, maka harga akan turun. Di samping itu, negaranegara penghasil karet alam (produsen), seperti Thailand, Indonesia dan Malaysia, bersaing memperebutkan harga di pasaran internasional untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
52
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Perkebunan Karet Terhadap Perekonomian Indonesia Dari Tabel Input-Output Indonesia 2003 dapat dilihat gambaran perekonomian Indonesia, dimana gambaran struktur perekonomian tersebut terdiri dari jumlah permintaan yang merupakan permintaan sektor-sektor produksi, permintaan oleh konsumen akhir domestik serta permintaan ekspor. Tabel 5.1. Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia (Juta Rupiah) Sektor Tanaman pertanian Karet Tanaman perkebunan lainnya Peternakan Hasil hutan Perikanan Pertambangan dan penggalian Industri bahan makanan, minuman dan rokok Industri tekstil Industri kerajinan Industri kimia Industri barang karet dan plastik Industri mineral dan logam Industri mesin dan alat berat Industri lainnya Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan Restoran dan hotel Angkutan dan komunikasi Lembaga keuangan dan usaha lainnya Jasa-jasa Total
Permintaan Antara 108.816.876 15.693.094 55.851.990 48.448.301 22.412.723 15.990.032 104.674.197
Permintaan Akhir 82.049.486 162.859 12.511.057 54.499.959 1.111.227 44.485.791 104.174.162
Jumlah Permintaan 190.866.361 15.855.953 68.363.047 102.948.260 23.523.950 60.475.824 208.848.358
122.145.415 90.034.472 60.683.848 126.402.542 58.468.796 206.250.372 57.527.031 1.817.193 44.518.207 25.990.946 229.147.886 30.167.898 150.726.395 126.031.787 77.186.343 1.778.986.345
289.952.916 125.547.002 80.228.113 59.136.118 42.392.342 125.547.324 151.930.429 13.502.920 25.912.816 305.103.901 204.022.192 123.427.653 117.328.521 128.226.670 280.947.612 2.372.201.070
412.098.331 215.581.473 140.911.961 185.538.660 100.861.138 331.797.696 209.457.460 15.320.113 70.431.023 331.094.846 433.170.079 153.595.552 268.054.916 254.258.458 358.133.954 4.151.187.415
Sumber: Tabel I-O Indonesia 2003, klasifikasi 22 sektor (diolah)
Berdasarkan Tabel 5.1 di atas diketahui bahwa sektor perkebunan karet menyediakan sekitar Rp 15 triliun atau sekitar 0,8821 persen dari total permintaan
53
antara untuk memenuhi kebutuhan input sektor-sektor lain bagi keperluan produksi. Untuk memenuhi permintaan barang dan jasa bagi keperluan konsumsi, sektor perkebunan karet menyediakan Rp 163 miliar atau hanya 0,0068 persen dari total permintaan akhir. Sektor perkebunan karet memberikan kontribusi sekitar Rp 16 triliun atau 0,3819 persen terhadap perekonomian Indonesia.
5.2. Analisis Dampak Penyebaran Analisis dampak penyebaran dibagi menjadi dua, yaitu koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran. Koefisien penyebaran menunjukkan kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya. Untuk kepekaan penyebaran, mengindikasikan kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan sektor hilir yang menggunakan output sektor tersebut.
5.2.1. Koefisien Penyebaran Berdasarkan Tabel 5.2, terdapat sektor yang mempunyai nilai koefisien penyebaran lebih dari satu. Hal tersebut berarti bahwa sektor yang memiliki nilai lebih dari satu mampu meningkatkan output sektor yang menyediakan input bagi sektor tersebut dengan signifikan. Koefisien penyebaran dapat juga disebut sebagai daya penyebaran ke belakang. Nilai koefisien penyebaran sektor perkebunan karet sebesar 0,8273 menerangkan bahwa sektor ini tidak mampu mempengaruhi pembentukan output sektor yang menyediakan input bagi sektor perkebunan karet (sektor hulunya) dengan kuat. Sementara itu, sektor-sektor lainnya yang memiliki nilai koefisien penyebaran lebih dari satu yang artinya
54
bahwa sektor tersebut mampu mempengaruhi pembentukan output sektor yang menyediakan input bagi sektor tersebut dengan kuat, antara lain peternakan, industri bahan makanan, minuman dan rokok, industri tekstil, industri kerajinan, industri kimia, industri barang karet dan plastik, industri mineral dan logam, industri mesin dan alat berat, industri lainnya, listrik, gas dan air bersih, bangunan, restoran dan hotel, angkutan dan komunikasi serta sektor jasa-jasa. Tabel 5.2. Analisis Dampak Penyebaran Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2003 Sektor Tanaman pertanian Karet Tanaman perkebunan lainnya Peternakan Hasil hutan Perikanan Pertambangan dan penggalian Industri bahan makanan, minuman dan rokok Industri tekstil Industri kerajinan Industri kimia Industri barang karet dan plastik Industri mineral dan logam Industri mesin dan alat berat Industri lainnya Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan Restoran dan hotel Angkutan dan komunikasi Lembaga keuangan dan usaha lainnya Jasa-jasa
Koefisien Penyebaran 0,6848 0,8273 0,8345 1,0461 0,7627 0,7691 0,7141 1,1409 1,1326 1,0577 1,2922 1,2488 1,0320 1,0260 1,2160 1,1896 1,1308 0,9260 1,0812 1,0241 0,8537 1,0099
Kepekaan Penyebaran 0,9600 0,8061 0,9429 0,8733 0,7168 0,6538 1,2974 1,1435 1,0375 0,8451 1,5125 0,9761 1,4135 0,8422 0,6031 0,8822 0,7040 1,6609 0,7024 1,3123 1,1566 0,9578
Sumber: Tabel I-O Indonesia 2003, klasifikasi 22 sektor (diolah)
5.2.2. Kepekaan Penyebaran Kepekaan penyebaran dapat juga disebut sebagai daya penyebaran ke depan. Nilai kepekaan penyebaran sektor perkebunan karet adalah sebesar 0,8061
55
menerangkan bahwa sektor ini tidak mampu mempengaruhi pembentukan output sektor yang menggunakan input dari sektor perkebunan karet (sektor hilirnya) dengan kuat atau dengan kata lain tidak mempunyai daya penyebaran ke depan yang kuat. Terdapat delapan sektor yang memiliki nilai kepekaan penyebaran lebih dari satu. Lima besar nilai kepekaan penyebaran yang lebih dari satu adalah sektor perdagangan, industri kimia, industri mineral dan logam, angkutan dan komunikasi dan sektor pertambangan dan penggalian. Dengan demikian, pertumbuhan sektor-sektor tersebut diharapkan dapat menjadi pemicu bagi sektor lainnya. Berdasarkan nilai koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran dapat diketahui sektor-sektor mana saja yang menjadi sektor kunci atau sektor unggulan. Sektor-sektor tersebut, antara lain industri bahan makanan, minuman dan rokok, industri tekstil, industri kimia, industri mineral dan logam serta jasa angkutan dan komunikasi.
5.3. Analisis Pengganda Analisis pengganda digunakan untuk melihat apa yang akan terjadi pada variabel-variabel endogen tertentu apabila terjadi perubahan dalam variabelvariabel eksogen, seperti variabel permintaan akhir pada analisis input-output sisi permintaan. Analisis pengganda yang dibahas dalam penelitian ini adalah pengganda output, pendapatan dan tenaga kerja. Dari ketiga analisis tersebut, masing-masing dibagi menjadi dua tipe utama, yaitu tipe I dan tipe II. Pengganda
56
tipe I diperoleh dari pengolahan lebih lanjut matriks kebalikan Leontief terbuka dan Pengganda tipe II diperoleh dari matriks kebalikan Leontief tertutup. Nilai pengganda tipe I menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan variabel eksogen sebesar satu satuan, maka variabel endogen diseluruh sektor perekonomian akan meningkat sebesar nilai tersebut. Nilai pengganda tipe II menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan variabel eksogen sebesar satu satuan, maka variabel endogen diseluruh sektor perekonomian akan meningkat sebesar nilai tersebut, setelah ditambah dengan efek induksi dari konsumsi rumah tangga. Tabel 5.3. Nilai Pengganda Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja SektorSektor Perekonomian Indonesia Tahun 2003 Sektor
Pengganda output
Pengganda Pendapatan
Pengganda Tenaga Kerja
Tipe I
Tipe II
Tipe I
Tipe II
Tipe I
Tanaman pertanian
1,1680
1,2697
1,1747
1,2762
1,1151
Tipe II 1,1511
Karet
1,4111
1,7270
1,2683
1,3778
1,2121
1,2510
Tanaman perkebunan lainnya
1,4233
1,5926
1,3347
1,4500
1,1398
1,1806
Peternakan
1,7842
1,9609
1,5763
1,7124
1,3413
1,3896
Hasil hutan
1,3009
1,4393
1,4210
1,5437
1,1311
1,1747
Perikanan
1,3118
1,4276
1,3282
1,4429
1,1958
1,2365
Pertambangan dan penggalian
1,2179
1,2877
1,2930
1,4047
1,7356
2,2759
Industri bahan makanan, minuman dan rokok
1,9459
2,0798
2,4433
2,6543
7,9877
8,5682
Industri tekstil
1,9317
2,0802
2,0459
2,2226
3,6257
4,1117
Industri kerajinan
1,8040
1,9389
1,9763
2,1470
4,3521
4,8215
Industri kimia
2,2040
2,3563
2,4553
2,6673
4,4555
5,0388
Industri barang karet dan plastik
2,1300
2,2888
2,5627
2,7841
6,5527
7,1616
Industri mineral dan logam
1,7602
1,8588
1,9613
2,1307
2,4030
2,8689
Industri mesin dan alat berat
1,7499
1,8695
1,8086
1,9648
2,4911
2,9207
Industri lainnya
2,0740
2,2285
2,0074
2,1808
3,3595
3,8364
Listrik, gas dan air bersih
2,0290
2,1251
2,6032
2,8280
3,9104
4,9981
Bangunan
1,9287
2,0869
1,6646
1,8084
2,0074
2,3479
Perdagangan
1,5794
1,7165
1,4926
1,6215
1,3234
1,4547
Restoran dan hotel
1,8442
2,0187
1,6981
1,8447
2,1051
2,2545
Angkutan dan komunikasi
1,7467
1,8739
1,9537
2,1224
1,7675
1,9503
Lembaga keuangan dan usaha lainnya
1,4560
1,5856
1,5930
1,7306
2,4826
3,1613
Jasa-jasa
1,7225
2,0231
1,3282
1,4430
1,5874
1,8820
Sumber: Tabel I-O Indonesia 2003, klasifikasi 22 sektor (diolah)
57
5.3.1. Pengganda Output Sektor perkebunan karet mempunyai nilai pengganda output tipe I sebesar 1,4111 (Tabel 5.3). Nilai ini menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir pada sektor perkebunan karet sebesar Rp 1 juta, maka akan meningkatkan output di seluruh sektor perekonomian sebesar Rp 1,4111 juta. Sedangkan nilai pengganda output tipe II untuk sektor perkebunan karet adalah sebesar 1,7270, yang artinya bahwa jika terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga akibat adanya peningkatan prmintaan akhir sebesar Rp 1 juta pada sektor perkebunan karet, akan meningkatkan output diseluruh sektor perekonomian sebesar Rp 1,7270 juta. Sektor lain yang memiliki nilai pengganda output tipe I dan II paling besar adalah sektor industri lainnya, yaitu sebesar 2,0740 dan 2,2285.
5.3.2. Pengganda Pendapatan Pada Tabel 5.3. dapat dilihat bahwa nilai pengganda pendapatan tipe I untuk sektor perkebunan karet adalah sebesar 1,2683. Angka tersebut menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir pada sektor perkebunan karet sebesar Rp 1 juta, maka akan meningkatkan pendapatan diseluruh sektor perekonomian sebesar Rp 1,2683 juta. Nilai pengganda pendapatan tipe II sebesar 1,3778 menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga akibat adanya peningkatan permintaan akhir pada sektor perkebunan karet sebesar Rp 1 juta, maka akan meningkatkan pendapatan diseluruh sektor perekonomian sebesar Rp 1,3778 juta.
58
5.3.3. Pengganda Tenaga Kerja Nilai pengganda tenaga kerja tipe I sektor perkebunan karet sebesar 1,2121 (Tabel 5.3), menunjukkan bahwa jika permintaan akhir pada sektor perkebunan karet meningkat sebesar Rp 1 juta, maka akan menciptakan lapangan pekerjaan untuk 1,2121 orang pada seluruh sektor perekonomian. Sedangkan nilai pengganda tenaga kerja tipe II sektor perkebunan karet sebesar 1,2510, berarti bahwa jika terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga akibat adanya peningkatan permintaan akhir pada sektor perkebunan karet sebesar Rp 1 juta, maka akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja diseluruh sektor perekonomian sebanyak 1,2510 orang.
5.4. Struktur Ekspor Indonesia dan Analisis Dampak Peningkatan Nilai Ekspor Karet Alam Indonesia Total ekspor Indonesia pada tahun 2003 adalah sekitar 568 trilyun (Tabel 5.4). Nilai ekspor sektor pertanian menempati urutan ketiga setelah industri pengolahan dan perdagangan, hotel dan restoran yang mencapai sekitar 17 trilyun atau 2,99 persen dari total ekspor. Nilai ekspor terbesar dari sektor pertanian adalah sub sektor perikanan (51,89 persen), perkebunan (34,41 persen), dimana nilai ekspor karet termasuk di dalamnya, peternakan (7,55 persen), tanaman pertanian (4,51 persen) dan kehutanan (1,63 persen). Nilai ekspor sektor pertanian menunjukkan bahwa kontribusi terhadap perekonomiannya rendah. Hal ini tidak berarti bahwa peranan sektor pertanian terhadap devisa negara berkurang, justru semakin rendahnya ekspor bahan baku pertanian, termasuk karet, diharapkan akan dapat meningkatkan nilai tambah dan devisa yang dihasilkan. Dengan adanya
59
pengolahan komoditi primer pertanian menjadi komoditi sekunder melalui industri pengolahan tentunya akan memberi nilai tambah ekspor yang lebih tinggi. Tabel 5.4. Ekspor Indonesia Tahun 2003 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
Sektor Tanaman Pertanian Karet Tanaman Perkebunan Lainnya Peternakan Hasil Hutan Perikanan PERTANIAN Pertambangan dan Penggalian Industri Bahan Makanan, Minuman dan Rokok Industri Tekstil Industri Kerajinan Industri Kimia Industri Barang Karet dan Plastik Industri Mineral dan Logam Industri Mesin dan Alat Berat Industri Lainnya INDUSTRI Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran dan Hotel Angkutan dan Komunikasi Lembaga Keuangan dan Usaha Lainnya Jasa-jasa JASA Total
Ekspor (Juta Rupiah) 766.714 9.042 5.841.469 1.284.047 277.479 8.822.742 17.001.493 105.608.085 32.420.163 72.053.741 61.033.523 22.952.445 26.068.162 83.626.964 75.169.753 8.665.189 487.598.025 0 0 62.712.823 0 0 0 0 62.712.823 568.212.343
% 4,51 0,05 34,35 7,55 1,63 51,89 2,99 21,66 7,06 14,78 12,52 4,71 5,35 17,15 15.42 1,78 85,81 0 0 100 0 0 0 0 11,04 100
Sumber: Tabel I-O Indonesia 2003, klasifikasi 22 sektor (diolah)
Pada penelitian ini dilakukan simulasi berupa shock pada bagian ekspor karet. Shock ini dilakukan untuk mengetahui sektor mana yang terkena dampak akibat peningkatan ekspor karet alam Indonesia. Besarnya shock diperoleh dari nilai presentase rata-rata volume ekspor karet alam tahun 2000-2005. Berdasarkan Tabel 5.5, diperoleh volume rata-rata ekspor karet alam Indonesia adalah 8,0344 persen atau mendekati 8 persen. Nilai pertumbuhan ini
60
digunakan untuk melakukan shock pada ekspor sektor perkebunan karet. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kurs Rupiah terhadap Dollar dan harga adalah tetap. Setelah nilai volume rata-rata ekspor karet senilai 8 persen tersebut di shock terhadap nilai ekspor karet alam Indonesia pada tahun 2005 sebesar Rp 25.196.227,0841 juta, maka diperoleh peningkatan nilai ekspor karet alam Indonesia sebesar Rp 2.015.698,1667 juta (Lampiran 2). Adapun analisis dampak ekspor karet alam Indonesia dibagi menjadi tiga sektor besar, yaitu pertanian, industri dan jasa. Tabel 5.5. Volume Ekspor Karet Alam Indonesia Tahun 2000-2005 Tahun Volume Ekspor (Ton) 2000 1.379.612 2001 1.453.382 2002 1.495.987 2003 1.660.920 2004 1.875.061 2005 2.024.608 Rata-rata pertumbuhan per tahun
Pertumbuhan (%) 5,3472 2,9314 11,0250 12,8929 7,9756 8,0344
Sumber: Departemen Perdagangan, 2006 (diolah)
5.4.1. Dampak Terhadap Output Output merupakan nilai produksi (barang dan jasa) yang dihasilkan oleh sektor perekonomian. Berdasarkan Tabel 5.6 dapat diketahui bahwa output total perekonomian Indonesia adalah sebesar Rp 4.151,19 trilyun. Output sub sektor perkebunan karet mencapai Rp 15,86 trilyun atau sekitar 0,38 persen dari total output. Sub sektor perkebunan karet merupakan salah satu sub sektor dari sektor pertanian, dan dalam hal ini sektor pertanian menempati urutan ketiga setelah sektor industri pengolahan dan sektor jasa sebagai penyumbang output terbesar dalam perekonomian Indonesia.
61
Tabel 5.6. Output Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2003 (Juta Rupiah) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
Sektor Tanaman Pertanian Karet Tanaman Perkebunan Lainnya Peternakan Hasil Hutan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Bahan Makanan, Minuman dan Rokok Industri Tekstil Industri Kerajinan Industri Kimia Industri Barang Karet dan Plastik Industri Mineral dan Logam Industri Mesin dan Alat Berat Industri Lainnya Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran dan Hotel Angkutan dan Komunikasi Lembaga Keuangan dan Usaha Lainnya Jasa-jasa Total
Output 190.866.362 15.855.953 68.363.047 102.948.260 23.523.950 60.475.824 208.848.358 412.098.331 215.581.473 140.911.961 185.538.660 100.861.138 331.797.696 209.457.460 15.320.113 70.431.023 331.094.846 433.170.079 153.595.552 268.054.916 254.258.458 358.133.954 4.151.187.415
Sumber: Tabel I-O Indonesia 2003, klasifikasi 22 sektor (diolah)
Jika dilihat secara keseluruhan, pada Tabel 5.7 terlihat bahwa peningkatan nilai ekspor karet alam Indonesia pada tahun 2006 sebesar Rp 2.015.698,1667 juta akan meningkatkan jumlah output total sebesar Rp 2.844.394,9621 juta atau 0,0685 persen. Dari ketiga sektor perekonomian, yaitu sektor pertanian, sektor industri dan sektor jasa, kenaikan jumlah output tertinggi dirasakan oleh sektor pertanian sebesar Rp 2.474.267,6828 juta atau 0,5355 persen, kemudian sektor industri sebesar Rp 189.024,5126 juta atau 0,0104 persen, dan kenaikan jumlah output terendah dialami oleh sektor jasa sebesar Rp 181.102,7668 juta atau 0,0097 persen.
62
Namun, bila dilihat dari persentase total peningkatan jumlah output pada setiap sektor di dalam perekonomian, maka pada sektor pertanian, kenaikan jumlah output tertinggi dialami oleh sub sektor perkebunan karet yang mencapai Rp 2.364.515,4395 juta atau 95,5643 persen, sedangkan peningkatan jumlah output terendah dialami oleh sub sektor perikanan yang memiliki angka kenaikan sebesar Rp 315,5164 juta atau 0,0128 persen. Tabel 5.7. Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Indonesia Terhadap Output Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Sektor
Tanaman pertanian
Kondisi Awal Output (Juta Rupiah)
Peningkatan Ekspor Nilai (Juta Rupiah) %
% Dari Total Peningkatan
190.866.361,8400
4.069,6778
0,0021
0,1645
Karet
15.855.952,5442
2.364.515,4395
14,9125
95,5643
Tanaman perkebunan lainnya
68.363.047,1677
97.565,9208
0,1427
3,9432
102.948.260,0133
5.465,4732
0,0053
0,2209
Hasil hutan
23.523.950,0023
2.335,6551
0,0099
0,0944
Perikanan
60.475.823,6636
315,5164
0,0005
0,0128
PERTANIAN
462.033.395,2312
2.474.267,6828
0,5355
100,0000
Pertambangan dan penggalian
208.848.358,4448
8.914,6598
0,0043
4,7161
Industri bahan makanan, minuman dan rokok
412.098.331,1600
6.598,5444
0,0016
3,4908
Industri tekstil
215.581.473,2950
6.365,9254
0,0030
3,3678
Industri kerajinan
140.911.961,2277
6.619,2411
0,0047
3,5018
Industri kimia
185.538.660,0009
132.750,6947
0,0715
70,2294
Peternakan
Industri barang karet dan plastik
100.861.138,0859
5.297,7107
0,0053
2,8027
Industri mineral dan logam
331.797.696,1982
16.998,7078
0,0051
8,9929
Industri mesin dan alat berat
209.457.459,9902
5.138,0204
0,0025
2,7182
15.320.113,2095
341,0084
0,0022
0,1804
1.820.415.191,6121
189.024,5126
0,0104
100,0000
70.431.023,4037
6.003,8658
0,0085
3,3152
Bangunan
331.094.846,1071
13.672,7847
0,0041
7,5497
Perdagangan
433.170.078,9762
52.816,2080
0,0122
29,1637
Restoran dan hotel
153.595.551,5266
4.983,7783
0,0032
2,7519
Angkutan dan komunikasi
268.054.915,9000
31.517,3667
0,0118
17,4030
Industri lainnya INDUSTRI Listrik, gas dan air bersih
Lembaga keuangan dan usaha lainnya
254.258.457,8656
17.943,3211
0,0071
9,9078
Jasa-jasa
358.133.954,4675
54.165,4421
0,0151
29,9087
JASA
1.868.738.828,2466
181.102,7668
0,0097
100,0000
Total
4.151.187.415,0898
2.844.394,9621
0,0685
300,0000
Sumber: Tabel I-O Indonesia 2003, klasifikasi 22 sektor (diolah)
63
Pada sektor industri, sub sektor industri kimia merupakan sub sektor tertinggi yang mengalami peningkatan jumlah output, yaitu sebesar Rp 132.750,6947 juta atau 70,2294 persen, sedangkan peningkatan jumlah output sebesar Rp 341,0084 juta atau 0,1804 persen dirasakan oleh sub sektor industri lainnya, yang merupakan salah satu sub sektor dalam sektor industri yang menerima dampak kenaikan jumlah output terendah akibat adanya peningkatan nilai ekspor karet alam. Pada sektor jasa, peningkatan jumlah output tertinggi, yaitu sebesar Rp 54.165,4421 juta atau 29,9087 persen dialami oleh sub sektor jasa-jasa, sedangkan sub sektor jasa restoran dan hotel mengalami kenaikan jumlah output terendah sebesar Rp 4.983,7783 juta atau 2,7519 persen.
5.4.2. Dampak Terhadap Pendapatan Berdasarkan sisi pendapatan, dampak peningkatan nilai ekspor karet alam Indonesia akan berpengaruh terhadap jumlah pendapatan dari sektor-sektor yang ada dalam perekonomian. Pada awalnya, kenaikan nilai ekspor karet alam ini sangat dirasakan sekali dampaknya oleh sektor perkebunan karet itu sendiri. Akibat meningkatnya pendapatan tersebut, biaya produksi menjadi bertambah, sehingga output yang dihasilkan oleh sektor ini pun menjadi lebih banyak. Dengan bertambahnya jumlah output yang dihasillkan, secara otomatis sektor ini membutuhkan tenaga kerja yang jumlahnya lebih banyak. Dengan demikian, hal ini juga akan berdampak pada meningkatnya jumlah tenaga kerja.
64
Dampak yang sama akibat peningkatan nilai ekspor karet alam juga dirasakan oleh sektor-sektor perekonomian lainnya. Dengan bertambahnya output yang dihasilkan dari sektor perkebunan karet akan mengakibatkan bertambahnya input bagi sektor-sektor lainnya. Sehingga output yang dihasilkan dan tenaga kerja yang digunakan oleh sektor-sektor lain tersebut juga menjadi bertambah. Adapun dampak peningkatan nilai ekspor karet alam Indonesia terhadap output telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, sedangkan dampak peningkatan nilai ekspor karet alam Indonesia terhadap pendapatan dan tenaga kerja akan dijelaskan pada bagian ini dan bagian berikutnya. Berdasarkan sisi pendapatan (Tabel 5.8), jika dilihat secara keseluruhan, maka dampak peningkatan nilai ekspor karet alam Indonesia tahun 2006 sebesar Rp 2.015.698,1667 juta akan meningkatkan jumlah pendapatan total sebesar Rp 1.091.999,0638 juta atau 0,1741 persen. Kenaikan pendapatan tertinggi terjadi di sektor pertanian, yaitu sebesar Rp 1.033.342,2905 juta atau 1,2488 persen. Sektor kedua yang menerima dampak kenaikan pendapatan adalah sektor jasa sebesar Rp 38.858,9904 juta atau 0,0108 persen. Dan peningkatan pendapatan terendah dialami oleh sektor industri yang memiliki angka kenaikan pendapatan sebesar Rp 19.797,7829 juta atau 0,0106 persen. Jika dilihat dari persentase total peningkatan pendapatan, maka pada sektor pertanian, sub sektor yang menerima dampak kenaikan pendapatan tertinggi adalah sub sektor perkebunan karet, yaitu sebesar Rp 1.010.024,7263 juta atau 97,7435 persen. Sedangkan untuk sub sektor perikanan hanya mengalami kenaikan pendapatan sebesar Rp 47,1748 juta atau 0,0046 persen yang berarti
65
bahwa sub sektor ini merupakan sub sektor di dalam sektor pertanian yang menerima dampak kenaikan pendapatan terendah akibat meningkatnya nilai ekspor karet alam pada tahun 2006. Tabel 5.8. Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Indonesia Terhadap Pendapatan Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Sektor
Tanaman pertanian
Kondisi Awal Pendapatan (Juta Rupiah)
Peningkatan Ekspor Nilai (Juta Rupiah) %
% Dari Total Peningkatan
28.333.941,5822
604,1400
0,0021
0,0585
6.773.017,3637
1.010.024,7263
14,9125
97,7435
Tanaman perkebunan lainnya
14.872.045,7128
21.224,9877
0,1427
2,0540
Peternakan
19.798.069,7213
1.051,0699
0,0053
0,1017
Hasil hutan
3.929.882,9288
390,1917
0,0099
0,0378
Karet
Perikanan
9.042.112,2802
47,1748
0,0005
0,0046
PERTANIAN
82.749.069,5891
1.033.342,2905
1,2488
100,0000
Pertambangan dan penggalian
19.323.186,4461
824,8072
0,0043
4,1662
Industri bahan makanan, minuman dan rokok
38.752.275,8810
620,5039
0,0016
3,1342
Industri tekstil
26.833.622,6192
792,3725
0,0030
4,0023
Industri kerajinan
16.494.075,6200
774,7977
0,0047
3,9136
Industri kimia
19.748.176,1568
14.129,5841
0,0715
71,3695
Industri barang karet dan plastik
10.721.394,1828
563,1390
0,0053
2,8445
Industri mineral dan logam
28.593.034,3601
1.464,8825
0,0051
7,3992
Industri mesin dan alat berat
23.753.796,2700
582,6839
0,0025
2,9432
2.022.206,1469
45,0120
0,0022
0,2274
186.241.767,6828
19.797,7829
0,0106
100,0000
4.463.354,8151
380,4770
0,0085
0,9791
Bangunan
53.999.216,4916
2.229,9340
0,0041
5,7385
Perdagangan
68.256.700,8424
8.322,5049
0,0122
21,4172
Restoran dan hotel
27.080.631,4684
878,6964
0,0032
2,2612
Angkutan dan komunikasi
29.941.286,2800
3.520,4372
0,0118
9,0595
Industri lainnya INDUSTRI Listrik, gas dan air bersih
Lembaga keuangan dan usaha lainnya
35.473.559,4183
2.503,4112
0,0071
6,4423
Jasa-jasa
139.004.492,9600
21.023,5297
0,0151
54,1021
JASA
358.219.242,2758
38.858,9904
0,0108
100,0000
Total
627.210.079,5478
1.091.999,0638
0,1741
300,0000
Sumber: Tabel I-O Indonesia 2003, klasifikasi 22 sektor (diolah)
Pada sektor industri, meningkatnya nilai ekspor karet alam tahun 2006 menyebabkan sub sektor industri kimia menerima dampak peningkatan pendapatan tertinggi, yaitu sebesar Rp 14.129,5841 juta atau 71,3695 persen.
66
Peningkatan pendapatan terendah dirasakan oleh sub sektor industri lainnya sebesar Rp 45,0120 juta atau 0,2274 persen. Pada sektor jasa, kenaikan pendapatan karena meningkatnya nilai ekspor karet alam tahun 2006 juga menyebabkan terjadinya peningkatan pada masingmasing sub sektornya. Kenaikan pendapatan tertinggi dirasakan oleh sub sektor jasa-jasa sebesar Rp 21.023,5297 juta atau 54,1021 persen. Sedangkan dampak kenaikan pendapatan terendah dialami oleh sub sektor listrik, gas dan air bersih sebesar Rp 380,4770 juta atau 0,9791 persen.
5.4.3. Dampak Terhadap Tenaga Kerja Pada Tabel 5.9 menunjukkan jumlah tenaga kerja pada sektor-sektor perekonomian di Indonesia. Di tabel tersebut ditunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja yang peling besar dibandingkan sektor lainnya, yaitu sekitar 42 juta orang, sedangkan pada sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor industri pengolahan sekitar 16 juta orang dan 10 juta orang. Banyaknya penyerapan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian dikarenakan sektor ini merupakan sektor yang memiliki elastisitas penyerapan tenaga kerja yang relatif tinggi dibandingkan dengan sektor-sektor perekonomian lain. Jika terjadi pengurangan tenaga kerja pada sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor industri pengolahan, maka untuk mempertahankan kondisi perekonomian nasional sektor pertanian harus menyerap tenaga kerja lebih besar daripada tahun sebelumnya.
67
Tabel 5.9. Jumlah Tenaga Kerja Sektor-Sektor Perekonomian di Indonesia Tahun 2003 (orang) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
Sektor Tanaman Pertanian Karet Tanaman Perkebunan Lainnya Peternakan Hasil Hutan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Bahan Makanan, Minuman dan Rokok Industri Tekstil Industri Kerajinan Industri Kimia Industri Barang Karet dan Plastik Industri Mineral dan Logam Industri Mesin dan Alat Berat Industri Lainnya Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran dan Hotel Angkutan dan Komunikasi Lembaga Keuangan dan Usaha Lainnya Jasa-jasa Total
Jumlah Tenaga Kerja 14.381.627 3.437.821 7.548.693 10.049.024 1.994.714 4.589.559 719.266 2.536.922 1.756.666 1.079.786 1.292.816 701.877 1.871.846 1.555.045 132.384 166.139 4.106.597 12.060.879 4.785.116 4.976.928 1.294.832 9.746.381 90.784.917
Sumber: BPS, 2004 (diolah)
Untuk sisi tenaga kerja, bila dilihat secara keseluruhan, peningkatan nilai ekspor karet alam pada tahun 2006 menyebabkan jumlah tenaga kerja total mengalami peningkatan sekitar 529.733 orang atau 0,5835 persen. Di sektor pertanian, kenaikan ini meningkatkan kesempatan kerja di sektor ini sebesar 524.500 orang atau 1,2488 persen. Di sektor jasa, tenaga kerja meningkat sekitar 3.960 orang atau 0,0107 persen, sedangkan di sektor industri, sektor ini mengalami kenaikan jumlah tenaga kerja sebesar 1.273 atau 0,0109 persen akibat adanya kenaikan nilai ekspor karet alam Indonesia tahun 2006 (Tabel 5.10). Hal ini membuktikan bahwa sektor industri dan sektor jasa merupakan sektor padat
68
modal, sehingga pengaruh peningkatan nilai ekspor karet alam tidak terlalu signifikan mempengaruhi jumlah tenaga kerja yang ada. Sebaliknya, sektor pertanian merupakan sektor yang padat karya, sehingga pengaruh peningkatan nilai ekspor karet alam sangat signifikan terhadap perubahan tenaga kerja di sektor pertanian. Tabel 5.10. Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Indonesia Terhadap Jumlah Tenaga Kerja Sektor Perekonomian Indonesia Sektor
Tanaman pertanian Karet Tanaman perkebunan lainnya
Kondisi Awal Tenaga Kerja (orang)
Peningkatan Ekspor Nilai (orang)
%
% Dari Total Peningkatan
14.381.627,1075
306,6470
0,0021
0,0585
3.437.820,6559
512.664,2500
14,9125
97,7435
7.548.692,5843
10.773,2931
0,1427
2,0540
Peternakan
10.049.023,8515
533,4978
0,0053
0,1017
Hasil hutan
1.994.714,0222
198,0519
0,0099
0,0378
Perikanan PERTANIAN Pertambangan dan penggalian
4.589.558,6414
23,9448
0,0005
0,0046
42.001.436,8629
524.499,6846
1,2488
100,0000 2,4122
719.265,8191
30,7017
0,0043
Industri bahan makanan, minuman dan rokok
2.536.921,7057
40,6213
0,0016
3,1916
Industri tekstil
1.756.665,8529
51,8727
0,0030
4,0756
Industri kerajinan
1.079.786,3497
50,7222
0,0047
3,9852
Industri kimia
1.292.816,3746
924,9947
0,0715
72,6757
701.877,1682
36,8660
0,0053
2,8965
Industri mineral dan logam
1.871.845,9227
95,8987
0,0051
7,5346
Industri mesin dan alat berat
1.555.044,7055
38,1455
0,0025
2,9970
132.383,9325
2,9467
0,0022
0,2315
11.646.607,8310
1.272,7695
0,0109
100,0000
166.139,1906
14,1625
0,0085
0,3576
4.106.597,0000
169,5847
0,0041
4,2822 37,1337
Industri barang karet dan plastik
Industri lainnya INDUSTRI Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan
12.060.879,1251
1.470,5769
0,0122
Restoran dan hotel
4.785.115,8905
155,2646
0,0032
3,9206
Angkutan dan komunikasi
4.976.928,0000
585,1773
0,0118
14,7764
Lembaga keuangan dan usaha lainnya
1.294.832,0000
91,3778
0,0071
2,3074
Jasa-jasa
9.746.381,0000
1.474,0770
0,0151
37,2221
JASA
37.136.872,2062
3.960,2209
0,0107
100,0000
Total
90.784.916,9001
529.732,6750
0,5835
300,0000
Sumber: Tabel I-O Indonesia 2003, klasifikasi 22 sektor (diolah)
Bila dilihat berdasarkan persentase total peningkatan jumlah tenaga kerja, meningkatnya nilai ekspor karet alam Indonesia pada tahun 2006 menyebabkan
69
sub sektor-sub sektor di sektor pertanian menerima dampak kenaikan jumlah tenaga kerja. Sub sektor perkebunan karet adalah sub sektor yang menerima dampak peningkatan jumlah tenaga kerja tertinggi, yaitu sebesar 512.664 orang atau 97,7435 persen. Sedangkan peningkatan jumlah tenaga kerja terendah, yaitu sebesar 24 orang atau 0,0046 persen dialami oleh sub sektor perikanan. Pada sektor industri, sub sektor yang menerima dampak peningkatan jumlah tenaga kerja tertinggi karena meningkatnya nilai ekspor karet alam Indonesia pada tahun 2006 adalah sub sektor industri kimia yang mengalami peningkatan jumlah tenaga kerja sebesar 925 orang atau 72,6757 persen. Dan peningkatan jumlah tenaga kerja terendah dialami oleh sub sektor industri lainnya yang meningkat hanya sebesar 3 orang atau 0,2315 persen. Untuk sektor jasa, sub sektor jasa-jasa adalah sub sektor yang paling tinggi menerima dampak peningkatan jumlah tenaga kerja, yaitu sebesar 1.474 orang atau 37,2221 persen. Sedangkan peningkatan jumlah tenaga kerja terendah dialami oleh sub sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 14 orang atau 0,3576 persen. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa peningkatan nilai ekspor karet alam Indonesia pada tahun 2006 akan berpengaruh terhadap perubahan output, pendapatan dan tenaga kerja di berbagai sektor baik yang berpengaruh secara langsung maupun yang berpengaruh secara tidak langsung dalam perekonomian secara keseluruhan.
70
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Analisis dampak penyebaran menunjukkan bahwa sektor perkebunan karet tidak mempunyai kemampuan yang kuat untuk menarik pertumbuhan sektor hulunya dan untuk mendorong pertumbuhan sektor hilirnya karena nilai koefisien penyebaran dan nilai kepekaan penyebaran sektor ini hanya sebesar 0,8273 dan 0,8061 (lebih kecil dari satu). Dari analisis dampak penyebaran ini juga dapat diketahui sektor-sektor di dalam perekonomian yang menjadi sektor unggulan, antara lain sektor industri bahan makanan, minuman dan rokok, industri tekstil, industri kimia, industri mineral dan logam serta jasa angkutan dan komunikasi. 2. Analisis pengganda menunjukkan bahwa kemampuan sektor perkebunan karet untuk mempengaruhi pembentukan output, pendapatan dan tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian tidak terlalu kuat. Hal ini dapat dilihat pada nilai pengganda output, pendapatan dan tenaga kerja tipe I dan tipe II. 3. Peningkatan nilai ekspor karet alam Indonesia pada tahun 2006 akan berpengaruh terhadap peningkatan output, pendapatan dan tenaga kerja di berbagai sektor baik yang berpengaruh secara langsung maupun yang berpengaruh
secara
tidak
langsung
dalam
perekonomian
secara
keseluruhan. Dampak terhadap output, pendapatan dan tenaga kerja baik pada sektor pertanian, industri dan jasa dialami oleh sub sektor yang sama, dimana dampak tertinggi dialami oleh sub sektor perkebunan karet,
71
industri kimia dan jasa-jasa. Sedangkan dampak terendah dialami oleh sub sektor perikanan, industri lainnya serta listrik, gas dan air bersih.
6.2. Saran Indonesia termasuk penghasil karet alam kedua terbesar di dunia setelah Thailand. Karena itu, tidaklah heran jika pemerintah harus menggalakkan peremajaan perkebunan karet guna meningkatkan produktivitas dan mutu karet mengingat banyak perkebunan karet yang sudah tua atau rusak. Dalam hal ini, peran pemerintah juga sangat diperlukan. Peran pemerintah merupakan fisilitator bagi upaya untuk mendorong sektor-sektor perekonomian, khususnya sektor perkebunan karet agar senantiasa melakukan perbaikan dan meningkatkan daya saingnya. Pemerintah dapat mempengaruhi aksesibilitas masing-masing sektor perekonomian tersebut melalui kebijakan-kebijakannya. Pada sektor perkebunan karet, dengan adanya kebijakan peningkatan nilai tambah komoditas karet diharapkan agar nilai tambah hasil karet dapat dinikmati oleh petani dan produsen karet di dalam negeri. Seiring dengan pengembangan industri hilir berbahan baku karet diharapkan ekspor karet Indonesia yang selama ini sebesar 90 persen terdiri dari produk primer atau setengah jadi dapat bergeser menjadi barang jadi. Hasil analisis dalam penelitian ini hanya melihat dampak peningkatan nilai ekspor karet alam Indonesia terhadap output, pendapatan dan tenaga kerja secara umum, belum dapat memperhitungkan dampaknya secara spesifik. Oleh karena
72
itu, diharapkan pada penelitian yang selanjutnya akan mampu mengatasi kelemahan yang terdapat dalam penelitian ini.
73
DAFTAR PUSTAKA Aiz. 2005. “Ekspor Karet Naik Akibat Melemahnya Rupiah”. http://www.agroindonesia.com/agnews/ind/2005/agustus/24%20agustus%2013ht ml [24 Mei 2006]. Badan Pusat Statistik. 2003. Tabel Input-Output Up Dating 2003. Badan Pusat Statistik, Jakarta. _________________. 2004. Statistik Indonesia 2004. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Departemen Perdagangan, Direktorat Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan. 2006. Komoditi Ekspor Hasil Pertanian dan Agro di Pasar Luar Negeri. Departemen Perdagangan, Jakarta. Departemen Pertanian. 2005. “Kebijakan Peningkatan Produktivitas dan Mutu Karet”. http://www.deptan.go.id/ditbangbun/kebijakan.htm [24 Mei 2006]. Elwamendri. 2000. Perdagangan Karet Alam Antara Negara Produsen Utama dan Amerika Serikat [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Honggokusumo, S. 2005. Bulletin Karet Indonesia 2005. Gabungan Perusahaan Karet Indonesia, Jakarta. _______________. 2006. Bulletin Karet Indonesia 2006. Gabungan Perusahaan Karet Indonesia, Jakarta. Irawan dan Suparmoko, M. 1999. Ekonomika Pembangunan. Edisi ke-5. BPFEYogyakarta, Yogyakarta. Kusmiran, T. 2005. “Karet Masih Tetap Ngaret” [Kompas Online]. http://www.dayakologi.com/kr/ind/2005/122/utama.htm [24 Mei 2006]. Mankiw. 2000. Teori Makroekonomi. Edisi ke-4. Erlangga, Jakarta. Miller, R.E. dan P.D. Blair. 1985. Input-output Analysis: Foundation and Extension, Prentice Hall. New Jersey. Nazara, S. 1997. Analisis Input-Output. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Universitas Indonesia, Jakarta. Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi ke-5. Erlangga, Jakarta.
74
Sinuraya, J. 2000. Respon Produksi dan Ekspor Karet Sumatera Utara [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tety, E. 2000. Penawaran dan Permintaan Karet Alam Indonesia di Pasar Domestik dan Internasional [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Thahar, N. 2005. “Karet Penghasil Devisa, tapi Petani tetap Miskin” [Kompas Online].http://www.kompas.com/kompascetak/0508/04/ekonomi/453027. htm [24 Mei 2006].
75
LAMPIRAN
76
Lampiran 1. Klasifikasi 22 Sektor Agregasi Tabel I-O Indonesia Tahun 2003 Kode I-O 22 Sektor
Sektor
1
Tanaman pertanian
2
Karet
3
Kode I-O 66 Sektor
Kode I-O 22 Sektor
Sektor
Kode I-O 66 Sektor
1-6
180
Jumlah Permintaan Antara
180
7
190
Jumlah Input Antara
190
Tanaman perkebunan lainnya
8-17
200
Input Antara Impor
200
4
Peternakan
18-20
201
Upah dan Gaji
201
5
Hasil hutan
21,22
202
Surplus Usaha
202
6
Perikanan
23
203
Penyusutan
203
7
24-26
204
Pajak Tak Langsung
204
8
Pertambangan dan penggalian Industri bahan makanan, minuman dan rokok
27-34
205
Subsidi
205
9
Industri tekstil
35,36
209
Nilai Tambah Bruto
209
10
Industri kerajinan
37,38
210
Jumlah Input
210
11
Industri kimia
39,40
301
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
301
12
Industri barang karet dan plastik
302
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
302
13
Industri mineral dan logam
42 41,4347
303
Pembentukan Modal Tetap Bruto
303
14
Industri mesin dan alat berat
48,49
304
Perubahan Stok
304
15
Industri lainnya
50
305
Ekspor Barang Dagangan
305
16
Listrik, gas dan air bersih
51
306
Ekspor Jasa
306
17
Bangunan
52
309
Jumlah Permintaan Akhir
309
18
Perdagangan
53
310
Jumlah Permintaan
310
19
Restoran dan hotel
54
600
Jumlah Output
600
20
55-60
700
Jumlah Penyediaan
700
21
Angkutan dan komunikasi Lembaga keuangan dan usaha lainnya
22
Jasa-jasa
63-66
61,62
Sumber: Tabel I-O Indonesia 2003, klasifikasi 22 sektor (diolah)
77
Lampiran 2. Perhitungan Nilai Shock Ekspor Karet Alam Indonesia Dik: Nilai ekspor karet alam Indonesia tahun 2005 = US$ 2.583.963.397 Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar (kurs) tahun 2005 = Rp 9.751/US$ Rata-rata pertumbuhan per tahun volume ekspor karet alam Indonesia periode tahun 2000 - 2005 = 8,0344 atau sekitar 8 persen Maka, nilai ekspor karet alam Indonesia setelah dikonversi ke dalam Rupiah = US$ 2.583.963.397 x Rp 9.751/US$ = Rp 25.196.227.084.147 Jadi, nilai shock ekspor karet alam Indonesia yang menunjukkan peningkatan nilai ekspor karet alam Indonesia pada tahun 2006, yang kemudian akan digunakan untuk menghitung dampak peningkatan ekspor karet alam Indonesia terhadap output, pendapatan dan tenaga kerja = 8 % x Rp 25.196.227.084.147 = Rp 2.015.698.166.732 atau sebesar Rp 2.015.698,1667 juta
Lampiran 3. Matriks Koefisien Input Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 1 16 17 18 19 20 21 22
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
0.0475
0.0000
0.0165
0.0334
0.0000
0.0014
0.0000
0.2030
0.0000
0.0021
0.0001
0.0000
0.0004
0.0005
0.0042
0.0000
0.0000
0.0002
0.0503
0.0019
0.0000
0.0070
0.0000
0.1461
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0210
0.0006
0.0222
0.0457
0.0000
0.0000
0.0026
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0132
0.0385
0.0447
0.0048
0.0449
0.0594
0.0000
0.0711
0.0018
0.0429
0.0062
0.0612
0.0002
0.0000
0.0036
0.0000
0.0000
0.0000
0.0024
0.0001
0.0003
0.0024
0.0130
0.0005
0.0232
0.1368
0.0000
0.0004
0.0000
0.0193
0.0036
0.0030
0.0001
0.0002
0.0000
0.0000
0.0198
0.0000
0.0000
0.0000
0.1164
0.0039
0.0000
0.0051
0.0000
0.0003
0.0002
0.0000
0.0051
0.0004
0.0001
0.0002
0.0111
0.0878
0.0056
0.0089
0.0000
0.0002
0.0194
0.0000
0.0147
0.0000
0.0001
0.0000
0.0000
0.0005
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0342
0.0000
0.0271
0.0001
0.0000
0.0000
0.0001
0.0000
0.0000
0.0031
0.0000
0.0000
0.0000
0.0149
0.0006
0.0004
0.0004
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0471
0.0043
0.0001
0.0006
0.0222
0.0002
0.1547
0.0002
0.0011
0.4248
0.0220
0.0000
0.0000
0.0006
0.0000
0.0002
0.0000
0.0000
0.0040
0.1829
0.0000
0.0399
0.0000
0.1320
0.0136
0.0214
0.0068
0.0018
0.0001
0.0004
0.0114
0.0000
0.0000
0.0014
0.1230
0.0422
0.0007
0.0211
0.0001
0.0006
0.0003
0.0000
0.0004
0.0006
0.0003
0.0003
0.3177
0.0038
0.0079
0.0262
0.0008
0.0154
0.0371
0.0002
0.0012
0.0109
0.0005
0.0037
0.0017
0.0166
0.0001
0.0002
0.0004
0.0001
0.0009
0.0005
0.0003
0.0067
0.0036
0.1202
0.0116
0.0012
0.0011
0.0062
0.0148
0.0011
0.0333
0.0216
0.0003
0.0039
0.0114
0.0319
0.0149
0.0338
0.0694
0.0018
0.0005
0.0007
0.0033
0.0064
0.0121
0.0255
0.3223
0.0741
0.0740
0.0207
0.0913
0.0013
0.0077
0.0038
0.0004
0.0024
0.0041
0.0137
0.0000
0.0001
0.0006
0.0001
0.0000
0.0006
0.0001
0.0017
0.0054
0.0100
0.0061
0.2517
0.0008
0.0230
0.0150
0.0000
0.0086
0.0305
0.0000
0.0201
0.0004
0.0047
0.0001
0.0018
0.0040
0.0006
0.0064
0.0030
0.0182
0.0063
0.0080
0.0203
0.0142
0.0265
0.1319
0.0716
0.1909
0.0482
0.3111
0.0115
0.0004
0.0381
0.0050
0.0128
0.0000
0.0000
0.0007
0.0000
0.0058
0.0010
0.0117
0.0002
0.0001
0.0013
0.0011
0.0022
0.0140
0.0708
0.0009
0.0173
0.0007
0.0406
0.0001
0.0335
0.0109
0.0108
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.0001
0.0000
0.0005
0.0003
0.0002
0.0007
0.0017
0.0011
0.0001
0.0005
0.0126
0.0015
0.0000
0.0003
0.0000
0.0001
0.0002
0.0010
0.0000
0.0001
0.0002
0.0006
0.0006
0.0002
0.0003
0.0025
0.0148
0.0109
0.0194
0.0156
0.0144
0.0187
0.0115
0.1428
0.0005
0.0182
0.0010
0.0044
0.0051
0.0108
0.0002
0.0042
0.0067
0.0001
0.0115
0.0009
0.0074
0.0002
0.0004
0.0002
0.0015
0.0000
0.0017
0.0027
0.0002
0.0051
0.0004
0.0072
0.0002
0.0154
0.0131
0.0301
0.0178
0.0153
0.0204
0.0612
0.0079
0.0401
0.0061
0.0886
0.0540
0.0639
0.0143
0.0597
0.0308
0.0692
0.1191
0.0364
0.0913
0.0391
0.1899
0.0823
0.0210
0.0426
0.0000
0.0003
0.0003
0.0001
0.0020
0.0014
0.0019
0.0011
0.0011
0.0039
0.0068
0.0006
0.0032
0.0023
0.0022
0.0003
0.0047
0.0148
0.0001
0.0151
0.0051
0.0338
0.0027
0.0032
0.0025
0.0171
0.0029
0.0052
0.0210
0.0443
0.0263
0.0419
0.1080
0.0153
0.0243
0.0912
0.0193
0.0078
0.0158
0.0416
0.0028
0.0797
0.0248
0.0355
0.0002
0.0007
0.0023
0.0010
0.0047
0.0051
0.0180
0.0056
0.0104
0.0217
0.0407
0.0020
0.0103
0.0311
0.0175
0.0110
0.0256
0.0900
0.0010
0.0527
0.1037
0.0197
0.0019
0.0175
0.0423
0.0019
0.0891
0.0033
0.0041
0.0003
0.0001
0.0006
0.0003
0.0006
0.0006
0.0001
0.0010
0.0006
0.0096
0.0040
0.0018
0.0309
0.0693
0.1076
Sumber: Tabel I-O Indonesia 2003, klasifikasi 22 sektor (diolah)
Lampiran 4. Matriks Kebalikan Leontief Terbuka Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
1.0518
0.0020
0.0232
0.0949
0.0033
0.0139
0.0009
0.2520
0.0072
0.0124
0.0076
0.0046
0.0025
0.0038
0.0123
0.0012
0.0027
0.0040
0.0961
0.0174
0.0032
0.0204
0.0008
1.1731
0.0033
0.0008
0.0005
0.0006
0.0004
0.0015
0.0380
0.0038
0.0405
0.0778
0.0040
0.0044
0.0108
0.0008
0.0028
0.0037
0.0011
0.0029
0.0008
0.0025
0.0154
0.0484
1.0501
0.0270
0.0487
0.0690
0.0006
0.0943
0.0093
0.0612
0.0166
0.0925
0.0027
0.0050
0.0125
0.0011
0.0055
0.0060
0.0203
0.0088
0.0028
0.0102
0.0166
0.0027
0.0300
1.1670
0.0031
0.0042
0.0008
0.0336
0.0082
0.0084
0.0046
0.0045
0.0016
0.0023
0.0263
0.0009
0.0023
0.0036
0.1416
0.0102
0.0026
0.0144
0.0003
0.0012
0.0016
0.0008
1.0061
0.0009
0.0006
0.0019
0.0177
0.1016
0.0112
0.0146
0.0016
0.0026
0.0241
0.0010
0.0194
0.0037
0.0012
0.0021
0.0023
0.0060
0.0001
0.0002
0.0006
0.0071
0.0003
1.0369
0.0002
0.0328
0.0011
0.0012
0.0011
0.0005
0.0003
0.0005
0.0043
0.0002
0.0004
0.0007
0.0205
0.0028
0.0009
0.0024
0.0016
0.0044
0.0075
0.0053
0.0051
0.0029
1.0557
0.0130
0.0185
0.0181
0.0598
0.0283
0.2042
0.0331
0.0571
0.5371
0.0909
0.0183
0.0066
0.0188
0.0089
0.0177
0.0045
0.0033
0.0154
0.2495
0.0053
0.0505
0.0025
1.1665
0.0293
0.0364
0.0258
0.0106
0.0060
0.0102
0.0272
0.0032
0.0069
0.0103
0.1758
0.0616
0.0081
0.0417
0.0010
0.0032
0.0041
0.0030
0.0042
0.0026
0.0017
0.0046
1.4692
0.0110
0.0215
0.0566
0.0054
0.0300
0.0625
0.0035
0.0073
0.0217
0.0059
0.0124
0.0069
0.0312
0.0014
0.0033
0.0057
0.0057
0.0065
0.0032
0.0021
0.0139
0.0105
1.1424
0.0247
0.0086
0.0061
0.0135
0.0260
0.0051
0.0444
0.0301
0.0087
0.0129
0.0202
0.0464
0.0256
0.0659
0.1125
0.0137
0.0114
0.0112
0.0101
0.0321
0.0361
0.0593
1.4914
0.1702
0.1321
0.0534
0.1734
0.0177
0.0595
0.0204
0.0121
0.0222
0.0141
0.0356
0.0016
0.0026
0.0046
0.0068
0.0026
0.0040
0.0023
0.0110
0.0170
0.0226
0.0209
1.3448
0.0072
0.0424
0.0319
0.0051
0.0202
0.0480
0.0116
0.0375
0.0052
0.0146
0.0022
0.0084
0.0139
0.0088
0.0174
0.0078
0.0291
0.0186
0.0238
0.0394
0.0444
0.0551
1.1682
0.1056
0.2399
0.0873
0.3716
0.0313
0.0105
0.0668
0.0204
0.0403
0.0016
0.0025
0.0046
0.0070
0.0095
0.0045
0.0160
0.0098
0.0083
0.0113
0.0146
0.0125
0.0257
1.0890
0.0165
0.0345
0.0162
0.0520
0.0124
0.0487
0.0183
0.0210
0.0001
0.0002
0.0003
0.0002
0.0003
0.0001
0.0006
0.0005
0.0004
0.0011
0.0028
0.0019
0.0006
0.0009
1.0134
0.0021
0.0004
0.0006
0.0002
0.0004
0.0004
0.0014
0.0014
0.0030
0.0051
0.0052
0.0036
0.0025
0.0023
0.0086
0.0300
0.0207
0.0390
0.0335
0.0254
0.0316
0.0283
1.1714
0.0131
0.0277
0.0083
0.0134
0.0105
0.0201
0.0009
0.0068
0.0098
0.0024
0.0157
0.0025
0.0091
0.0040
0.0038
0.0053
0.0085
0.0044
0.0059
0.0076
0.0052
0.0120
1.0052
0.0114
0.0034
0.0212
0.0187
0.0367
0.0234
0.0262
0.0361
0.1074
0.0212
0.0542
0.0149
0.1306
0.0992
0.0987
0.0577
0.1064
0.0536
0.1057
0.1606
0.0609
0.1247
1.0684
0.2343
0.1229
0.0419
0.0837
0.0009
0.0025
0.0040
0.0031
0.0064
0.0031
0.0034
0.0053
0.0049
0.0088
0.0155
0.0055
0.0072
0.0076
0.0087
0.0039
0.0103
0.0187
1.0049
0.0214
0.0105
0.0415
0.0084
0.0156
0.0232
0.0430
0.0126
0.0142
0.0299
0.0717
0.0567
0.0716
0.1889
0.0554
0.0584
0.1278
0.0659
0.0349
0.0488
0.0649
0.0303
1.1112
0.0420
0.0628
0.0047
0.0089
0.0151
0.0178
0.0125
0.0139
0.0264
0.0283
0.0342
0.0477
0.0893
0.0284
0.0342
0.0620
0.0548
0.0371
0.0554
0.1169
0.0298
0.0844
1.1274
0.0434
0.0039
0.0269
0.0525
0.0076
0.1046
0.0092
0.0083
0.0112
0.0084
0.0209
0.0175
0.0132
0.0072
0.0108
0.0123
0.0081
0.0205
0.0172
0.0083
0.0468
0.0899
1.1284
Sumber: Tabel I-O Indonesia 2003, klasifikasi 22 sektor (diolah)
Lampiran 5. Matriks Kebalikan Leontief Tertutup Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
1,0599
0,0272
0,0367
0,1090
0,0143
0,0231
0,0065
0,2627
0,0190
0,0232
0,0197
0,0173
0,0104
0,0133
0,0246
0,0088
0,0154
0,0149
0,1100
0,0276
0,0136
0,0443
0,0011
1,1741
0,0038
0,0014
0,0010
0,0009
0,0007
0,0020
0,0384
0,0043
0,0410
0,0783
0,0043
0,0048
0,0113
0,0011
0,0033
0,0041
0,0016
0,0033
0,0012
0,0035
0,0177
0,0557
1,0540
0,0311
0,0519
0,0717
0,0022
0,0974
0,0128
0,0643
0,0201
0,0962
0,0049
0,0078
0,0161
0,0033
0,0091
0,0092
0,0244
0,0117
0,0058
0,0172
0,0208
0,0159
0,0370
1,1743
0,0088
0,0090
0,0037
0,0392
0,0144
0,0140
0,0110
0,0112
0,0057
0,0073
0,0327
0,0049
0,0089
0,0093
0,1489
0,0155
0,0080
0,0269
0,0007
0,0023
0,0022
0,0015
1,0066
0,0013
0,0008
0,0024
0,0182
0,1021
0,0118
0,0152
0,0019
0,0030
0,0247
0,0013
0,0200
0,0042
0,0019
0,0026
0,0028
0,0071
0,0024
0,0072
0,0044
0,0110
0,0034
1,0395
0,0017
0,0358
0,0045
0,0043
0,0045
0,0041
0,0025
0,0032
0,0077
0,0024
0,0040
0,0037
0,0244
0,0056
0,0038
0,0091
0,0035
0,0103
0,0106
0,0086
0,0077
0,0051
1,0570
0,0155
0,0212
0,0206
0,0627
0,0313
0,2061
0,0353
0,0600
0,5389
0,0939
0,0209
0,0098
0,0212
0,0113
0,0233
0,0220
0,0577
0,0445
0,2799
0,0292
0,0704
0,0145
1,1896
0,0548
0,0596
0,0520
0,0379
0,0229
0,0308
0,0538
0,0197
0,0341
0,0339
0,2058
0,0835
0,0304
0,0935
0,0052
0,0162
0,0111
0,0103
0,0099
0,0074
0,0046
0,0101
1,4753
0,0166
0,0278
0,0631
0,0095
0,0349
0,0689
0,0075
0,0138
0,0274
0,0131
0,0176
0,0123
0,0436
0,0033
0,0093
0,0089
0,0091
0,0091
0,0054
0,0035
0,0165
0,0133
1,1450
0,0276
0,0117
0,0080
0,0158
0,0289
0,0070
0,0474
0,0327
0,0120
0,0153
0,0227
0,0521
0,0300
0,0795
0,1198
0,0213
0,0173
0,0162
0,0131
0,0378
0,0425
0,0651
1,4980
0,1771
0,1363
0,0586
0,1801
0,0218
0,0663
0,0264
0,0196
0,0277
0,0197
0,0486
0,0035
0,0086
0,0078
0,0101
0,0053
0,0062
0,0037
0,0135
0,0199
0,0252
0,0238
1,3479
0,0091
0,0447
0,0348
0,0070
0,0232
0,0506
0,0150
0,0400
0,0077
0,0204
0,0058
0,0198
0,0200
0,0152
0,0224
0,0119
0,0316
0,0234
0,0291
0,0443
0,0499
0,0608
1,1717
0,1099
0,2455
0,0907
0,3773
0,0362
0,0168
0,0714
0,0250
0,0511
0,0061
0,0168
0,0122
0,0149
0,0157
0,0097
0,0191
0,0158
0,0150
0,0174
0,0215
0,0196
0,0302
1,0944
0,0235
0,0388
0,0233
0,0582
0,0203
0,0544
0,0241
0,0345
0,0002
0,0006
0,0005
0,0004
0,0005
0,0003
0,0007
0,0007
0,0007
0,0013
0,0030
0,0021
0,0007
0,0011
1,0136
0,0022
0,0006
0,0008
0,0005
0,0006
0,0006
0,0018
0,0036
0,0100
0,0089
0,0091
0,0067
0,0051
0,0039
0,0116
0,0332
0,0237
0,0424
0,0371
0,0275
0,0343
0,0317
1,1735
0,0166
0,0307
0,0122
0,0162
0,0134
0,0267
0,0015
0,0087
0,0108
0,0035
0,0166
0,0032
0,0095
0,0049
0,0047
0,0061
0,0094
0,0053
0,0065
0,0083
0,0062
0,0126
1,0062
0,0122
0,0045
0,0219
0,0195
0,0386
0,0341
0,0594
0,0539
0,1260
0,0358
0,0663
0,0222
0,1446
0,1148
0,1128
0,0738
0,1231
0,0640
0,1183
0,1768
0,0711
0,1414
1,0828
0,2527
0,1363
0,0556
0,1153
0,0068
0,0209
0,0139
0,0135
0,0145
0,0098
0,0075
0,0132
0,0136
0,0167
0,0244
0,0148
0,0130
0,0146
0,0177
0,0095
0,0196
0,0267
1,0151
0,0288
0,0181
0,0591
0,0169
0,0421
0,0374
0,0577
0,0242
0,0239
0,0357
0,0829
0,0691
0,0829
0,2016
0,0687
0,0666
0,1378
0,0789
0,0430
0,0621
0,0763
0,0449
1,1219
0,0529
0,0879
0,0133
0,0359
0,0296
0,0329
0,0243
0,0238
0,0323
0,0398
0,0469
0,0592
0,1023
0,0420
0,0427
0,0722
0,0680
0,0453
0,0690
0,1286
0,0447
0,0952
1,1385
0,0690
0,0110
0,0490
0,0643
0,0200
0,1142
0,0173
0,0132
0,0206
0,0188
0,0303
0,0281
0,0243
0,0141
0,0192
0,0231
0,0148
0,0315
0,0268
0,0205
0,0557
0,0990
1,1495
Sumber: Tabel I-O Indonesia 2003, klasifikasi 22 sektor (diolah)