RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. . . TAHUN. . . TENTANG PROTOKOL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
: a. bahwa negara menghormati kedudukan para pejabat negara, pejabat pemerintah, pejabat penyelengara pemerintahan daerah, tokoh masyarakat, dan perwakilan negara asing dengan protokol; b. bahwa dalam usaha mencapai pengaturan protokol yang tumbuh dan berkembang berdasarkan nilai sosial dan budaya bangsa, dipandang perlu untuk mengatur protokol secara menyeluruh; c. bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1987 tentang Protokol sudah tidak sesuai dengan perkembangan sistem ketatanegaraan sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk UndangUndang tentang Protokol;
Mengingat
: Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PROTOKOL.
Draf RUU Protokol
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Protokol adalah serangkaian aturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang meliputi aturan mengenai tata tempat, tata upacara, dan tata penghormatan sebagai bentuk penghormatan kepada seseorang sesuai dengan jabatan dan/atau kedudukannya dalam negara, pemerintahan, atau masyarakat. 2. Acara kenegaraan adalah acara yang bersifat kenegaraan, dilakukan oleh lembaga negara yang diatur dan dilaksanakan secara terpusat, dihadiri oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden. 3. Acara resmi adalah acara yang bersifat resmi yang diatur dan dilaksanakan oleh pemerintah atau lembaga negara dalam melaksanakan tugas dan fungsi tertentu, dan dihadiri oleh pejabat negara dan/atau pejabat pemerintah serta undangan lainnya. 4. Tata tempat adalah aturan mengenai urutan tempat bagi pejabat negara, pejabat pemerintah, pejabat penyelengara pemerintahan daerah, tokoh masyarakat, dan perwakilan negara asing dalam acara kenegaraan atau acara resmi. 5. Tata upacara adalah aturan untuk melaksanakan upacara dalam acara kenegaraan atau acara resmi. 6. Tata penghormatan adalah aturan untuk pemberian hormat bagi pejabat negara pejabat pemerintah, tokoh masyarakat, dan perwakilan negara asing dalam acara kenegaraan atau acara resmi. 7. Pejabat negara adalah pimpinan dan anggota lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau pejabat negara yang ditentukan dengan atau dalam undangundang. 8. Pejabat pemerintah adalah pejabat yang menduduki jabatan tertentu dalam pemerintahan. 9. Pejabat penyelenggara pemerintahan daerah adalah gubernur bupati/walikota serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
dan
10. Tokoh masyarakat adalah tokoh masyarakat tertentu yang karena kedudukan sosialnya menerima kehormatan dari masyarakat dan/atau pemerintah. 11. Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Bendera Negara adalah Sang Merah Putih. 12. Lagu Kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Lagu Kebangsaan adalah Indonesia Raya. 13. Upacara bendera adalah upacara yang diselenggarakan dengan pengibaran atau penurunan bendera. 14. Upacara bukan upacara bendera adalah upacara yang diselenggarakan tidak disertai dengan pengibaran atau penurunan bendera.
2
Draf RUU Protokol
BAB II ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP Pasal 2 Protokol diatur berdasarkan asas: a. kebangsaan; b. ketertiban dan kepastian hukum; c. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan; dan d. timbal balik. Pasal 3 Pengaturan protokol bertujuan untuk: a. memberikan penghormatan kepada pejabat negara, pejabat pemerintah, pejabat penyelenggara pemerintahan daerah, tokoh masyarakat, dan perwakilan negara asing sesuai dengan kedudukan dalam negara, pemerintahan, dan masyarakat; b. memberikan pedoman penyelenggaraan suatu acara berjalan tertib, rapi, lancar, dan teratur sesuai ketentuan dan kebiasaan yang berlaku baik secara nasional maupun internasional; dan c. menciptakan hubungan baik dalam tata pergaulan antar bangsa. Pasal 4 (1) Pengaturan protokol dilaksanakan dalam acara kenegaraan dan acara resmi. (2) Pengaturan protokol sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. tata tempat; b. tata upacara; dan c. tata penghormatan.
BAB III ACARA KENEGARAAN DAN ACARA RESMI Pasal 5 (1) Acara kenegaraan dan acara resmi dilaksanakan dengan upacara bendera atau upacara bukan upacara bendera. (2) Dalam acara kenegaraan dan acara resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Pasal 6 (1) Penyelenggaraan acara kenegaraan dilakukan oleh lembaga negara yang kewenangannya disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (2) Penyelenggaraan acara kenegaraan dapat dilaksanakan di Ibukota Negara Republik Indonesia atau di luar Ibukota Negara Republik Indonesia. Pasal 7 (1) Penyelenggaraan acara resmi dilaksanakan oleh: a. lembaga negara yang kewenangannya disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 3
Draf RUU Protokol
b. lembaga negara yang dibentuk dengan atau dalam undang-undang; c. kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian; dan d. instansi pemerintah pusat dan daerah. (2) Penyelenggaraan acara resmi dapat dilaksanakan di Ibukota Negara Republik Indonesia atau di luar Ibukota Negara Republik Indonesia.
BAB IV TATA TEMPAT Pasal 8 Pejabat negara, pejabat pemerintah, pejabat penyelenggara pemerintahan daerah, tokoh masyarakat, dan perwakilan negara asing dalam acara kenegaraan atau acara resmi mendapat tempat sesuai dengan ketentuan tata tempat. Pasal 9 (1)
Tata tempat dalam acara kenegaraan dan acara resmi di Ibukota Negara Republik Indonesia ditentukan dengan urutan: a. Presiden Republik Indonesia; b. Wakil Presiden Republik Indonesia; c. Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat; d. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat; e. Ketua Dewan Perwakilan Daerah; f. Ketua Mahkamah Agung; g. Ketua Mahkamah Konstitusi; h. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan; i. mantan presiden dan mantan wakil presiden Republik Indonesia; j. perintis pergerakan kebangsaan/kemerdekaan; k. duta besar negara asing untuk Republik Indonesia; l. wakil ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat, wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah, Wakil Ketua Mahkamah Agung, Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Ketua Komisi Yudisial, Gubernur Bank Indonesia, dan Ketua Komisi Pemilihan Umum; m. pimpinan partai politik yang memiliki wakil-wakil di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan pimpinan tertinggi representasi organisasi keagamaan tingkat nasional; n. anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah; o. menteri, Jaksa Agung, Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, duta besar Luar Biasa Berkuasa Penuh Republik Indonesia, hakim agung pada Mahkamah Agung, hakim Mahkamah Konstitusi, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan; p. wakil ketua dan anggota Komisi Yudisial, deputi gubernur senior dan deputi gubernur Bank Indonesia, serta wakil ketua dan anggota Komisi Pemilihan Umum; q. ketua/pimpinan dan/atau anggota lembaga pemegang tugas pemerintahan yang dibentuk dengan atau dalam undang-undang; r. kepala staf angkatan Tentara Nasional Indonesia; s. gubernur; t. pemilik tanda jasa dan tanda kehormatan; 4
Draf RUU Protokol
u. pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian, pejabat tertentu (eselon Ia/pejabat setingkat), ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, dan pimpinan badan usaha milik negara; v. sekretaris daerah provinsi (eselon Ia) dan pejabat setingkat; w. bupati/walikota dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota; dan x. pejabat eselon II a/setingkat. (2)
Tata tempat dalam acara kenegaraan dan acara resmi yang diselenggarakan di luar Ibukota Negara Republik Indonesia diatur dengan berpedoman kepada tata urutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 10
(1)
Tata tempat dalam acara kenegaraan dan acara resmi di provinsi ditentukan dengan urutan: a. gubernur; b. wakil gubernur; c. ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi; d. ketua pengadilan tinggi semua badan peradilan, panglima/komandan tertinggi Tentara Nasional Indonesia semua angkatan di provinsi, kepala kepolisian di provinsi, dan kepala kejaksaan tinggi; e. wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi; f. konsul atau perwakilan negara asing untuk Republik Indonesia; g. pimpinan partai politik di provinsi yang memiliki wakil-wakil di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi; h. anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi; i. kepala perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan di daerah; j. mantan gubernur dan wakil gubernur; k. kepala kantor perwakilan Bank Indonesia di daerah dan pimpinan perwakilan lembaga negara yang dibentuk dengan atau dalam undangundang yang berkedudukan di provinsi; l. sekretaris daerah provinsi, bupati/walikota, dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota; m. kepala dinas di provinsi, kepala kantor kementerian di provinsi, asisten sekretaris daerah provinsi, kepala badan provinsi, dan pejabat eselon IIa/setingkat; n. pimpinan tertinggi representasi organisasi keagamaan tingkat provinsi, tokoh adat, dan tokoh masyarakat provinsi; o. wakil bupati, wakil walikota, dan wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota; p. kepala biro pemerintah daerah provinsi dan pejabat eselon II b/setingkat; dan q. kepala bagian pemerintah daerah provinsi dan pejabat eselon III a/setingkat.
(2)
Dalam hal pejabat negara, pejabat pemerintah, tokoh masyarakat, dan perwakilan negara asing sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) hadir dalam acara resmi di provinsi menempati urutan tata tempat terlebih dahulu. Pasal 11
(1)
Tata tempat dalam acara kenegaraan dan acara resmi di kabupaten/kota ditentukan dengan urutan: a. bupati/walikota; b. wakil bupati/wakil walikota; 5
Draf RUU Protokol
c. ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota; d. ketua pengadilan semua badan peradilan, komandan tertinggi Tentara Nasional Indonesia semua angkatan di kabupaten/kota, kepala kepolisian di kabupaten/kota, dan kepala kejaksaan negeri; e. wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota; f. pimpinan partai politik di kabupaten/kota yang memiliki wakil-wakil di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota; g. anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota; h. mantan bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota; i. kepala kantor perwakilan Bank Indonesia di daerah dan pimpinan perwakilan lembaga negara yang dibentuk dengan atau dalam undangundang yang berkedudukan di kabupaten/kota; j. sekretaris daerah kabupaten/kota; k. asisten sekretaris daerah kabupaten/kota, kepala dinas kabupaten/kota, kepala kantor kementerian di kabupaten/kota, kepala badan kabupaten/kota, dan pejabat eselon II a/setingkat; l. pimpinan tertinggi representasi organisasi keagamaan kabupaten/kota tokoh adat, dan tokoh masyarakat kabupaten/kota; m. kepala bagian pemerintah daerah kabupaten/kota, camat, dan pejabat eselon III.a/setingkat; dan n. lurah/kepala desa atau sebutan lain. (2)
Dalam hal pejabat negara, pejabat pemerintah, pejabat penyelenggara pemerintahan daerah, tokoh masyarakat, dan perwakilan negara asing sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 10 ayat (1) hadir dalam acara resmi di kabupaten/kota menempati urutan tata tempat terlebih dahulu. Pasal 12
Tata tempat bagi pejabat yang menjadi tuan rumah dalam pelaksanaan acara resmi: a. dalam hal acara resmi dihadiri Presiden dan/atau Wakil Presiden, pejabat tersebut mendampingi Presiden dan/atau Wakil Presiden; atau b. dalam hal acara resmi tidak dihadiri Presiden dan/atau Wakil Presiden, pejabat tersebut mendampingi pejabat negara dan/atau pejabat pemerintah yang tertinggi kedudukannya. Pasal 13 (1). Pejabat negara, pejabat pemerintah, pejabat penyelenggara pemerintahan daerah, tokoh masyarakat, dan perwakilan negara asing dalam acara resmi dan/atau acara kenegaraan dapat didampingi istri atau suami. (2). Istri atau suami sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menempati urutan sesuai tata tempat. (3). Tata tempat bagi istri atau sebagaimana dimaksud pada ayat (1): a. Istri yang mendampingi suami mendapat tempat sesuai dengan urutan tata tempat suami. b. Suami yang mendampingi istri mendapat tempat sesuai dengan urutan tata tempat istri. Pasal 14 Dalam hal pejabat negara berhalangan hadir pada acara kenegaraan atau acara resmi, maka tempatnya ditempati oleh pejabat negara yang mewakilinya. 6
Draf RUU Protokol
Pasal 15 (1)
Dalam hal pejabat pemerintah atau tokoh masyarakat berhalangan hadir pada acara kenegaraan atau acara resmi, maka tempatnya tidak ditempati oleh yang mewakili.
(2)
Seorang yang mewakili pejabat pemerintah atau tokoh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mendapat tempat sesuai dengan kedudukan sosial dan kehormatan yang diterimanya atau jabatannya.
BAB V TATA UPACARA Bagian Kesatu Upacara Bendera Pasal 16 Upacara bendera hanya dapat dilaksanakan untuk acara kenegaraan atau acara resmi: a. hari ulang tahun kemerdekaan; b. hari besar nasional tertentu; c. hari ulang tahun lahirnya lembaga negara; d. hari ulang tahun lahirnya instansi pemerintah; dan e. hari ulang tahun lahirnya provinsi, dan kabupaten/kota. Pasal 17 Tata upacara bendera dalam penyelenggaraan acara kenegaraan dan acara resmi meliputi: a. tata urutan upacara bendera; b. tata Bendera Negara dalam upacara bendera; c. tata Lagu Kebangsaan dalam upacara bendera; dan d. tata pakaian upacara bendera. Pasal 18 Tata urutan upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a meliputi tata urutan upacara bendera dan tata urutan upacara bendera dalam rangka peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia Pasal 19 (1)
Tata urutan upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a sekurang-kurangnya meliputi: a. pengibaran Bendera Negara diiringi dengan Lagu Kebangsaan; b. mengheningkan cipta; c. pembacaan naskah Pancasila; d. pembacaan naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan e. pembacaan doa.
7
Draf RUU Protokol
(2)
Tata urutan upacara bendera dalam rangka peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, sekurang-kurangnya meliputi: a. pengibaran Bendera Negara diiringi dengan Lagu Kebangsaan dilakukan pada pagi hari; b. mengheningkan cipta; c. detik-detik Proklamasi diiringi dengan tembakan meriam, sirine, bedug, lonceng gereja dan lain-lain selama satu menit; d. pembacaan Teks Proklamasi; dan e. pembacaan doa.
(3)
Upacara penurunan Bendera Negara dalam upacara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pada waktu terbenamnya matahari tanpa diiringi Lagu Kebangsaan.
(4)
Upacara penurunan Bendera Negara dalam acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan pada waktu terbenamnya matahari dengan diiringi Lagu Kebangsaan. Pasal 20
Tata Bendera Negara dalam upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b meliputi: a. bendera dikibarkan sampai saat matahari terbenam; b. tiang bendera didirikan di tempat upacara; dan c. penghormatan pada saat pengibaran atau penurunan bendera. Pasal 21 Tata Lagu Kebangsaan dalam upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf c meliputi: a. pengibaran atau penurunan Bendera Negara diiringi dengan nyanyian Lagu Kebangsaan; b. seluruh peserta upacara mengambil sikap sempurna dan memberikan penghormatan menurut keadaan setempat; c. iringan nyanyian Lagu Kebangsaan dalam pengibaran atau penurunan Bendera Negara dilakukan oleh korps musik/genderang dan/atau sangkakala; d. apabila tidak ada korps musik/genderang dan atau sangkakala, pengibaran/penurunan Bendera Negara diringi dengan nyanyian bersama Lagu Kebangsaan oleh seluruh peserta upacara; dan e. pada waktu mengiringi pengibaran/penurunan bendera tidak dibenarkan dengan menggunakan musik dari alat rekam.
Pasal 22 (1) Tata pakaian upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf d dalam acara kenegaraan atau acara resmi disesuaikan menurut jenis acara. (2) Dalam acara kenegaraan digunakan pakaian sipil lengkap, pakaian dinas, pakaian kebesaran atau pakaian nasional yang berlaku sesuai dengan jabatannya atau kedudukannya dalam masyarakat. (3) Dalam acara resmi digunakan pakaian sipil harian atau seragam resmi lainnya yang telah ditentukan.
8
Draf RUU Protokol
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pakaian sipil lengkap, pakaian dinas, pakaian kebesaran, pakaian nasional, pakaian sipil harian atau seragam resmi diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 23 (1) Untuk melaksanakan upacara bendera dalam acara kenegaraan atau acara resmi diperlukan kelengkapan dan perlengkapan. (2) Kelengkapan upacara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. inspektur upacara; b. komandan upacara, c. penanggung jawab upacara; d. peserta upacara; e. pembawa naskah; f. pembaca naskah; dan g. pembawa acara. (3) Perlengkapan upacara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya meliputi: a. bendera; b. tiang bendera dengan tali; c. mimbar upacara; d. naskah Proklamasi; e. naskah Pancasila; f. naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan g. teks doa. Bagian Kedua Upacara Bukan Upacara Bendera Pasal 24 Upacara bukan upacara bendera dapat dilaksanakan untuk acara kenegaraan atau acara resmi: a. pembukaan konferensi/sidang/rapat; b. pelantikan pejabat negara dan/atau pejabat pemerintah; c. peresmian proyek; d. penandatanganan kerjasama internasional; dan e. penyambutan tamu. Pasal 25 Tata upacara bukan upacara bendera dalam penyelenggaraan acara kenegaraan dan acara resmi meliputi tata urutan upacara bukan upacara bendera dan tata pakaian upacara. Pasal 26 Tata urutan upacara bukan upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dalam acara kenegaraan atau resmi sekurang-kurangnya meliputi: a. menyanyikan atau mendengarkan Lagu Kebangsaan; b. pembukaan/sambutan; c. acara pokok; dan d. penutup. 9
Draf RUU Protokol
Pasal 27 (1) Tata pakaian upacara bukan upacara bendera dalam acara kenegaraan atau acara resmi disesuaikan menurut jenis acara. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata pakaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 28 Bendera Negara dalam acara kenegaraan atau acara resmi upacara bukan upacara bendera dipasang pada sebuah tiang bendera dan diletakkan di sebelah kanan mimbar. BAB VI TATA PENGHORMATAN Pasal 29 (1) Pejabat negara, pejabat pemerintah, pejabat penyelenggara pemerintaan daerah, tokoh masyarakat, dan perwakilan negara asing dalam acara kenegaraan atau acara resmi mendapat penghormatan. (2) Penghormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. penghormatan dengan Bendera Negara; b. penghormatan dengan Lagu Kebangsaan; c. penghormatan kepada jenazah; dan/atau d. bentuk penghormatan lain. Pasal 30 Tata penghormatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 31 (1) Penghormatan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf d dapat berupa bantuan sarana dan pemberian perlindungan ketertiban dan keamanan yang diperlukan dalam acara kenegaraan dan acara resmi. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penghormatan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VII TAMU NEGARA Pasal 32 (1)
Tamu negara yang berkunjung secara resmi ke Negara Indonesia mendapat protokol sebagai penghormatan kepada negaranya sesuai tata pergaulan internasional.
(2)
Tamu negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tamu yang berkunjung secara resmi ke negara Indonesia yang dilakukan oleh: 10
Draf RUU Protokol
a. kepala atau wakil kepala negara; b. kepala atau wakil kepala pemerintahan; dan/atau c. menteri/pejabat setingkat menteri. (3)
Kunjungan tamu negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. kunjungan kenegaraan; b. kunjungan resmi; c. kunjungan kerja; atau d. kunjungan pribadi. Pasal 33
(1)
Urutan acara penyambutan tamu negara meliputi: a. acara penyambutan kedatangan tamu negara; b. acara pokok kunjungan; dan c. pelepasan tamu negara.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyambutan tamu negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VIII PENYELENGGARAAN PROTOKOL Pasal 34 Penyelenggaraan protokol dilaksanakan oleh pelaksana tugas protokol yang merupakan bagian dari kesekretariatan lembaga negara atau instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya menyelenggarakan protokol di tempat penyelenggaraan acara resmi dan acara kenegaraan. Pasal 35 Dalam hal pelaksana tugas protokol lalai atau tidak melaksanaakan tugas protokol sesuai dengan peraturan perundang-undangan dikenai sanksi administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB IX KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 36 Penyelenggaraan protokol di daerah khusus atau daerah istimewa dilaksanakan dengan menghormati kekhususan atau keistimewaan daerah tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini. Pasal 37 Pembiayaan protokol dalam acara kenegaraan dan acara resmi dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
11
Draf RUU Protokol
BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 38 Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1987 tentang Protokol (Lembaran Negara Tahun 1987 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3363) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 39 Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1987 tentang Protokol (Lembaran Negara Tahun 1987 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3363) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini. Pasal 40 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan UndangUndang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal … PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal ... MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, Ttd PATRIALIS AKBAR LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN . . . NOMOR…
12
Draf RUU Protokol
PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. . . TAHUN. . . TENTANG PROTOKOL
I. UMUM Undang-Undang ini mengatur tentang tatacara penghormatan dan perlakuan terhadap seseorang dalam suatu acara yang meliputi tata tempat, tata upacara, dan tata penghormatan maupun pemberian penghormatan dan perlakuan sesuai dengan kedudukan dan martabat jabatannya. Tata penghormatan ini meliputi juga tata penghormatan terhadap bendera negara, lagu kebangsaan, pataka, dan jenazah. Penghormatan dan perlakuan terhadap seseorang dalam keadaan tertentu meliputi juga pemberian perlindungan, ketertiban, dan keamanan dalam menjalankan tugas. Dengan demikian Undang-Undang ini juga bersifat pengakuan tentang status dan kedudukan protokol seseorang sesuai dengan jabatannya dalam negara, pemerintahan, dan kedudukannya dalam masyarakat. Lingkup pengaturan dalam Undang-Undang ini meliputi pengaturan protokol bagi pejabat negara, pejabat pemerintah, dan tokoh masyarakat, serta kebiasaan yang berlaku dalam tata pergaulan internasional. Pengaturan ini diperlukan karena sesuai dengan perkembangan kehidupan ketatanegaraan dan politik bangsa, telah terjadi perubahan yang mendasar dalam tatanan kenegaraan setelah berlakunya perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perubahan sistem ketatanegaraan tersebut berimplikasi pada perubahan susunan dan kedudukan lembaga permusyawaratan, lahirnya Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Konstitusi, dan komisi-komisi negara, serta berbagai lembaga yang pengaturanya dilakukan dengan undang-undang. Pejabat negara dalam Undang-Undang ini meliputi pimpinan dan anggota lembaga negara yang disebut dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau pejabat negara yang ditentukan oleh undangundang. Ketentuan protokol bagi Kepala Perwakilan Negara Asing di Negara Republik Indonesia diperlakukan berdasarkan asas resiprositas sesuai dengan kebiasaan internasional. Hal lain yang perlu diperhatikan ialah adanya kenyataan tentang eratnya keterkaitan antara protokol dan acara-acara yang bersangkutan, yaitu acara kenegaraan ataupun acara resmi. Protokol dalam acara kenegaraan atau acara resmi tersebut harus tetap memperhatikan nilai sosial dan budaya bangsa Indonesia sendiri yang berkembang, tanpa mengabaikan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam pergaulan internasional.
13
Draf RUU Protokol
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Huruf a Yang dimaksud dengan “kebangsaan” adalah protokol harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinnekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia. Huruf b Yang dimaksud dengan “ketertiban dan kepastian hukum'' adalah protokol harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui adanya kepastian hukum. Huruf c Yang dimaksud dengan “keseimbangan, keserasian, dan keselarasan” adalah protokol harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara. Huruf d Yang dimaksud dengan “timbal balik” adalah adalah protokol diberikan setimpal atau balas jasa terhadap protokol dari negara lain. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Ayat (1) Lembaga negara yang kewenangannya disebutkan dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahuh 1945 terdiri dari Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial dan Badan Pemeriksa Keuangan. Ayat (2) Cukup Jelas. Pasal 7 Ayat (1) Cukup Jelas. Ayat (2) Cukup Jelas. Pasal 8 Cukup jelas.
14
Draf RUU Protokol
Pasal 9 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Huruf l Cukup jelas. Huruf m Yang dimaksud dengan ‘’pimpinan partai politik‘’ adalah ketua umum atau sebutan lain pemimpin tertinggi partai politik sesuai dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga partai politik. Yang dimaksud dengan “pimpinan tertinggi representasi organisasi keagamaan nasional” adalah Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, Ketua Presidium Konferensi Wali-wali Gereja Indonesia, Ketua Persekutuan Gereja-gereja Indonesia, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia, Ketua Perwalian Umat Budha Indonesia, dan Ketua Umum Organisasi Keagamaan yang diakui oleh peraturan perundang-undangan. Huruf n Cukup jelas. Huruf o Cukup jelas. Huruf p Cukup jelas. Huruf q Cukup jelas. Huruf r Cukup jelas. Huruf s Cukup jelas. Huruf t Yang dimaksud dengan ‘’pemilik tanda jasa dan tanda kehormatan’’ adalah pemilik tanda kehormatan Bintang Republik Indonesia. 15
Draf RUU Protokol
Huruf u Cukup jelas. Huruf v Cukup jelas. Huruf w Cukup jelas. Huruf x Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 10 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Yang dimaksud dengan ‘’pimpinan partai politik di kabupaten/kota‘’ adalah ketua cabang atau sebutan lain pemimpin tertinggi partai politik di kabupaten/kota sesuai dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga partai politik. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Huruf l Yang dimaksud dengan “pimpinan tertinggi representasi organisasi keagamaan di provinsi” adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia, Ketua Konferensi Wali-wali Gereja Indonesia, Ketua Persekutuan Gereja-gereja Indonesia, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia, Ketua Perwalian Umat Budha Indonesia, dan Ketua Umum Organisasi Keagamaan yang diakui oleh peraturan perundang-undangan di provinsi. Tokoh masyarakat provinsi antara lain rektor perguruan tinggi di provinsi. Huruf k Cukup jelas. Huruf l Cukup jelas. Huruf q Cukup jelas. 16
Draf RUU Protokol
Pasal 11 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Yang dimaksud dengan ‘’pimpinan partai politik di provinsi‘’ adalah ketua wilayah atau sebutan lain pemimpin tertinggi partai politik di provinsi sesuai dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga partai politik. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Huruf l Cukup jelas. Huruf m Cukup jelas. Huruf n Yang dimaksud dengan “pimpinan tertinggi representasi organisasi keagamaan di kabupaten/kota” adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia, Ketua Konferensi Wali-wali Gereja Indonesia, Ketua Persekutuan Gereja-gereja Indonesia, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia, Ketua Perwalian Umat Budha Indonesia, dan Ketua Umum Organisasi Keagamaan yang diakui oleh peraturan perundang-undangan di kabupaten/kota. Tokoh masyarakat di kabupaten/kota antara lain rektor perguruan tinggi di kabupaten/kota. Huruf o Cukup jelas. Huruf p Cukup jelas. Huruf q Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. 17
Draf RUU Protokol
Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Pengibaran bendera diiringi dengan lagu kebangsaan pada pagi hari dilakukan menjelang detik-detik proklamasi Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Pelaksanaan upacara penurunan bendera dilaksanakan dengan menghormati waktu kegiatan keagamaan. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas.
18
Draf RUU Protokol
Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan “kunjungan kenegaraan” adalah merupakan kunjungan yang dilakukan oleh kepala negara (Raja, Presiden, Sultan, Ratu, Paus, Kanselir, Yang Dipertuan Agong) dalam suatu periode masa jabatan dan baru pertama kali diadakan dengan tujuan memperkenalkan diri atau mengawali suatu perjanjian kerjasama kedua negara dalam bidang tertentu. Huruf b Yang dimaksud dengan “kunjungan resmi” adalah kunjungan yang dilakukan perdana menteri/kepala pemerintahan untuk pertama kalinya atau kunjungan kepala negara untuk kedua kalinya atau lebihn denga tujuan menindaklanjuti atau mengembangkan suatu perjanjian kerjasama yang disepakati sebelumnya atau berdasarkan undangan negara yang bersangkutan. Huruf c Yang dimaksud dengan “kunjungan kerja” adalah kunjungan yang ketiga kali atau lebih oleh kepala negara/pemerintahan ke negara yang sama atau dalam rangka menghadiri pertemuan-pertemuan internasional, seperti konferensi tingkat tinggi. Huruf d Yang dimaksud dengan “kunjungan pribadi” adalah kunjungan yang dilakukan karena keperluan pribadi/khusus dan semaksimal mungkin mengurangi hal-hal yang bersifat protokol. Pasal 33 Cukup jelas. 19
Draf RUU Protokol
Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR...
20