RISALAH RAPAT KERJA PANSUS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MEREK Tahun Sidang
:
2015-2016
Masa Persidangan
:
I
Rapat ke-
:
12
Jenis Rapat
:
Rapat Dengar Pendapat Umum
Sifat Rapat
:
Tertutup
Hari, tanggal
:
Senin, 28 September 2015
Waktu
:
Pukul 13.00 WIB s.d. selesai
Tempat
:
Acara
:
Ruang Rapat Pansus B Gedung Nusantara II Lt.3 Jln. Jend. Gatot Subroto – Jakarta Memperoleh masukan mengenai Rancangan Undangundang tentang Merek
Ketua Rapat
:
Hj. Desi Ratnasari, M.Si., M.Psi. (Ketua Pansus Merek/F-PAN) Didampingi: 1. Drs. Wenny Warouw (Wakil Ketua/F-P.Gerindra) 2. H. Refrizal (Wakil Ketua/F-PKS) 3. H. Iskandar D. Syaichu, S.E. (Wakil Ketua/F-PPP)
Sekretaris Rapat
:
Drs. ULI SINTONG SIAHAAN, M.Si. (Kepala Bagian Pansus)
2
NO. ANGGOTA Pimpinan Pansus 1. 472 2. 387 3. 89 4. 531 Anggota Pansus 5. 208 6. 282 7. 321 8. 261 9. 372 10. 341 11. 399 12. 442 13. 408 14. 512 15. 554 NO.
NAMA
JABATAN/FRAKSI
Hj. Desi Ratnasari, M.Si., M.Psi. Drs. Wenny Warouw H. Refrizal H. Iskandar Dzulkarnain Syaichu, S.E.
Ketua/F-PAN Wakil Ketua/F-P. Gerindera Wakil Ketua/F-PKS Wakil Ketua/F-PPP
Marinus Gea, S.E. Ir. H. Adies Kadir, S.H., M.Hum. DR. Syaiful Bahri Buray, S.H., M.Si. Dra. Wenny Haryanto, S.H. Wihadi Wiyanto, S.H. H. Biem Triani Benjamin, B.Sc., M.M. Ruhut Poltak Sitompul, S.H. I Putu Sudiartana Wahyu Sanjaya, S.E. Achmad Fauzan Harun, S.H., M.Kom.I DR. H. Dossy Iskandar Prasetyo
Anggota/F-PDIP Anggota/F-PG Anggota/F-PG Anggota/F-PG Anggota/F-P. Gerindera Anggota/F-P. Gerindera Anggota/F-PD Anggota/F-PD Anggota/F-PD Anggota/F-PPP Anggota/F-P. Hanura
3
KETUA RAPAT (Hj. DESY RATNASARI, M.Si.,M.Psi) : Selamat siang, salam sejahtera bagi kita semua. Saya ucapkan selamat datang dan Terima kasih kepada Saudara Singgih Susilo Kartono dan juga Saudara DR. Hendri Sulistyo Budi, SH.,LLM dan juga seluruh Anggota Pansus. Serta hadirin yang berbahagia. Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan karunianya kepada kita semua sehingga kita bisa melakukan RDPU pada siang hari ini. Dan menurut laporan dari Sekertariat bahwa yang telah menandatangani daftar hadir itu ada, jumlahnya sebetulnya ada 14 orang, izin 3 orang dan yang hadir di sini sudah ada dari 4 Fraksi dan sedang menuju satu Fraksi lagi sedang jalan, menuju ke ruang rapat dan karena ini RDPU apakah kita siap akan melanjutkan rapat ini dengan hanya 5 Fraksi saja yang Insya Allah hadir atau akan kita skor lebih dahulu untuk menunggu rekanrekan yang akan hadir, bagaimana Anggota? ANGGOTA RAPAT : Lanjut saja. KETUA RAPAT (Hj. DESY RATNASARI, M.Si.,M.Psi) : Sambil menunggu rekan-rekan yang lain kita lanjut saja barang kali ya dan saya akan memberikan jangka waktu hingga pukul 15.30 saja rapat kita lakukan. Bagaimana? RAPAT SETUJU Baik, untuk mempercepat waktu rapat kita pada siang hari ini, kami mohon kepada Bapak Singgih Susilokartono untuk lebih dulu memberikan paparannya dalam rangka peembentukan Rancangan Undang-undang tentang Merek. Kami persilakan. NARASUMBER (SINGGIH SUSILOKARTONO) : Selamat siang. Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh
4
Terima kasih, saya sudah di undang dan diberikan kesempatan untuk bicara di dalam forum penyusunan Rancangan Undang-undang Merek ini. Saya hadir di sini bukan sebagai pakar hukum tetapi saya pelaku industri kreatif yang berhasil membangun merek dari sebuah desa menjadi sebuah merek yang terkenal di internasional. Brand yang saya bangun adalah Magno, mungkin untuk gambaran sekilas bisa diputarkan video, jadi untuk memberikan gambaran tentang kegiatan saya. Saya akan menyampaikan sedikit tentang latar belakang saya. Saya lahir di Desa Kandangan, Temanggung, 21 April 1968, oleh karena itu nama belakang saya Kartono. Dari kecil sampai SMA saya di Temanggung, mulai Tahun 1986 saya kuliah desain produk di ITB di Bandung, lulus 1992. Tahun 1994 saya memutuskan untuk pulang kampung membangun industry di desa saya. Tahun 1994 saya membangun industry dengan produk wooden toys untuk pasar ekspor di Eropa dengan brand Anomali. Kemudian saya resign tahun 2003. Tahun 2005 saya membangun perusahaan baru dengan Brand Magno dan tahun 2005 mulai produksi rutin dalam skala kecil. Tahun 2006, 2007, 2008 dia mulai bergulir. Tahun 2008, 2009 itu peak ya karena Magno banyak mendapat international award. Beberapa yang saya bisa sebutkan di sini adalah Good Design Award dari Jepang yang disebut G Mark. Jika Bapak/Ibu ke Jepang dan ada logo merah dengan tulisan G persegi garis-garis, itu adalah label produk yang berkwalitas dan Magno mendapat G Mark untuk semua item product. Kemudian tahun 2008 mendapat Design For Asia Awar, radio saya berkompetisi dengan Iphone yang pertama. Jadi mungkin di Indonesia belum banyak yang meengetahui, pada saat itu dewan juri terbagi 2 dan tidak bisa memutuskan siapa yang menang karena kedua-duanya memberikan suatu keunggulan yang berbeda. Jadi akhirnya juri sangat bijak dengan memberikan dua grand award. Sampai sekarang dari Indonesia belum pernah ada yang mendapat grand award di Design For Asi Award di Hongkong. Kemudian yang paling membanggakan bagi saya adalah award dari desain museum di London, tahun 2009 Magno terpilih menjadi product of the year. Kenapa ini menjadi sangat bergengsi, karena ilmu desain itu sebenarnya lahir di London, Inggris pada saat revolusi industry. Jadi bisa dibayangkan bahwa sebuah brand yang lahir di desa, itu sebenarnya bisa mencapai puncak tertinggi di penghargaan desain internasional. Kemudian yang terakhir saya mendapat penghargaan dari Kidz Design Award di Jepang tahun 2013. Itu menarik karena ini penghargaan untuk anak-anak. Sebenarnya produk saya untuk anak-anak tapi reasonnya sangat menarik karena ketika saya mendapat informasi dari mereka, mereka mengatakan bahwa produk dan filosofi dari produk-produk Magno ini memberikan inspirasi yang positif bagi masa depan generasi muda. Saya merasa berterima kasih dapat di undang di sini, tidak sebagai pakar hukum tapi pelaku industry kreatif dan terus terang saya pusing sekali
5
membaca pasal-pasal tapi saya usahakan untuk membaca dan saya melihat beberapa…. Pemutaran video Terima kasih. Video ini dibuat oleh sebuah portal di internet dimana saya menjadi salah satu pemenang untuk kategori kreatif hero. Sedikit tentang Brand Magno, Magno itu berasal dari kata Magnifying Glass jadi produk saya yang pertama bukan radio tapi kaca pembesar, saya mengaambil kata mengabadikan itu karena itu produk pertama, kemudian saya adalah orang yang sangat suka detail. Jadi jika melihat produk Magno itu detailnya akan tergarap sangat-sangat baik. Produk saya sering disalah persepsikan dengan produk dari skandinavia, jadi Bapak bisa melihat di Toko Buah Aksara, di Galeri Dialog. Bisa di ketik di Google search dengan kata kunci wooden radio. Magno radio itu ada di top rank dan itu tidak direkayasa, itu sangat natural seperti itu. Magno saya pilih sebagai kata yang singkat, kemudian saya menggunakan huruf G yang sebenarnya aneh logo ini karena brand Magno itu yang terbaca terbesar adalah huruf G seperti di kaos saya. Jadi gambar yang besar ini adalah huruf G tapi bacanya harus Magno. Jadi waktu pertamaini memang membuat sangat membuat susah, tapi brand itu sebuah gambar dan syaratnya untuk menjadi brand itu berhassil, dia harus sering di publikasikan. Jadi ini fenomena yang aneh, membaca huruf G yang besar tapi bunyinya Magno. Pemilihan huruf G ini alasannya karena dia adalah huruf yang paling cantik diantara kata Magno, jadi saya tidak peduli apa ityu ditengah, jadi tag line dari Magno adalah saya ingin membuat produk secantik huruf G meskipun itu ada di tengah dan itu juga melambangkan apa yang saya lakukan sekarang dengan membuat aktifitas di sebuah desa di pelosok. Jika kita melakukan sesuatu dengan sangat baik, tentu dia juga akan muncul. Jadi itu simbolisasi sebuah brand. Brand Magno sudah di daftarkan tahun 2006, jadi pada waktu itu ada program dari Pemerintah Trade Expo, saya ikut berpartisipasi kemudian di fasilitasi bagi peserta untuk mendaftar. Sekarang sudah keluar sertifikatnya, tapi yang saya agaak heran prosesnya itu demikian lama, saya hampir lupa bahwa saya sudah mendaftar dan sekarang ini sudah setahun lagi saya harus memperpanjang lagi. Jadi tahun 2006 dan selesai tahun 2016 dan saya harus memperpanjang lagi di situ. Jadi proses antara mendaftar dan menerima sertifikat, sertifikat ini pentingnya untuk segera di terima karena itu menjadi bukti hukum bagi kepemilikan sebuah merek. Di dalam kehidupan bisnis yang sangat cepat seperti sekarang ini perlindungan hukum yang lambat mucul ini akan memberikan dampak yang sangat fatal bagi sebuah brand dan brand itu kadang-kadang umurnya bisa tidak panjang karena perubahan itu sangat
6
cepat berganti. Dulu kita kenal friendster di internet sekarang anak-anak muda yang sekarang sudah tidak kenal lagi. Jadi ada proses berubah yang sangat cepat. Jadi antisipasi bahwa perlindungan hukum itu dibuat dengan proses yang cepat, itu akan lebih baik. Saya sudah membaca draft naskah akademik yang diusulkan, sudah ada usulan p[erbaikan-perbaikan tentang waktu pendaftaran dan itu menjadi lebih cepat. Kedua adalah perlunya membuat publikasi yang lebih luas dan lebih mudah di akses, diketahui oleh public. Jadi brand yang didaftarkan tau logo atau merek yang dudaftarkan itu memang harus dipublikasikan agar ada masukan bahwa itu meniru atau apa segala macam keberatan dan itu perlu segera disebarkan dengan sangat luas. Menurut saya mungkin sudah saatnya bagi institusi kehakiman atau institusi hukum untuk menggunakan media sosial untuk menggunakan menjadi saluran-saluran bagi publikasi seperti itu. Jadi masyarakat akan melihatnya dengan lebih cepat. Kemudain yang terakhir yang menarik sebenarnya dari catatan saya adalah bahwa ada pembahasan tentang Protocol Madrid. Protocol Madrid ini sebenarnya memberikan peluang untuk ,mendaftar di satu negara tapi kemudian secara otomatis bahwa merek itu terdaftar di beberapa negara lain yang terafiliasi dan meratifikasi Protocol Madrid. Saya fikir ini sesuatu yang harus dilakukan tapi saya tidak tau apa, ini masuk di dalam naskah Rancangan Undang-undang atau sebanrnya sesuatu yang harus dilakukan setelah Rancangan Undang-undang ini jadi dan kemudian dilakukan sebagai hubungan suatu aktifitas yang lain. Tapi dengan dunia yang semakin global seperti ini, mengaplikasi pendaftaran merek maupun hak cipta maupun paten secara internasional, menurut saya sebauh hal yang sanngat mutlak. Jadi kalau kita hanya melindungi di Indonesia ini akan sangat mudah bagi ornag untuk mendapatkan informasi itu dan memproduksi di negara lain dan ini akan menjadi sebuah masalah yang sangat besar. Kemudian hal yang lain yang saya mungkin perlu soroti adalah berapa hal yang baru saya diskusikan dengan Pak Hendri adalah pertanyaan-pertanyaan menganai jika saya mempunyai sebuah brand Magno, saya daftarkan dengan kelas kerajinan kayu. Kemudian ada orang melihat bahwa brand Magno ini sangat kuat karena dia sudah mewakili produk dengan high class dan high market, jadi Magno itu dijual dihampir semua kota utama di dunia, pernah ya dulu, sekarang sudah tidak tapi di New York, Tokyo, London hampir semua negara penting di dunia, sampai Moscow itu pernah menjual produk ini dan dia hanya ada di high class tidak pernah ada di kelas yang bawah. Jadi Magno ini sebenarnya sudah punya class, punya brand nah ini akan menarik orang untuk melihatnya dan orang yang tau ketentuan hukum, dia akan dengan mudah, wah saya pakai aja ini untuk brand, katakanlah seperti tadi yang disampaikan oleh Pak Hendry adalah brand parfum, karena dia sudah mewakili kelas yang atas, dia tidak terdaftar di kelas parfum dan secara hukum saya tidak bisa apa-apa walaupun jelas bahwa itu adalah ssebuah
7
itikad buruk, karena kalau itu dibuat dengan persis sama berarti seakan-akan dia di produksi oleh Magno dan seakan-akan itu perusahaan saya. Jadi kalau Bapak tadi melihat video sebenarnya yang ada di belakang dari brand Magno itu adalah sikap-sikap atau fikiran-fikiran saya. Jadi ketika orang menjual parfum dengan brand Magno, bisa jadi orang akan mengafilisasikan bahwa ini karya Mas Singgih yang lain, padahalini bukan. Jadi saya fikir ini suatu hal yang sangat penting untuk di akomodasi di dalam penyusunan merek yang sekarang. Kemudian hal yang lain lagi yang saya amati adalah bahasa asing itu adalah bahasa yang eksotis, jadi artinya bahasa Indonesia, bahasa Jawa, bahasa Bali, bahasa-bahasa di Sumatera itu adalah eksotis bagi negara lain dan merek itu adalah rata-rata kata-kata yang eksotis dan kita sudah lihat bahwa coklat monggo, itu dibalik coklat monggo itukan orang Belgia kalau tidak salah, bukan orang Indonesia. Saya sekarang berusaha di perusahaan, saya tidak bekerja ya, saya menjadi desainer dari sebuah perusahaan Jerman, nama perusahaan dan brandnya adalah santai, itu kata-kata Indonesia. Dan kalau orang yang bergerak di computer, dia akan tau bahasa program adalah java, apakah kita akan membiarkan seperti ini untuk menjadi milik bangsa lain, atau seperti apa. menurut saya Pemerintah sebaiknya di dalam Rancangan Undang-undang ini memasukan hal-hal yang terkait dengan yang seperti tadi, itu hanya boleh di daftarkan oleh oraang Indonesia atau orang yang berkewarga negaraan Indonesia, sehingga itu memberikan proteksi seperti itu. Tentu saja ada cara-cara mengakali hukum tapi minimal dengan cara seperti itu akan terlindungi, ada banyak hal yang sebenarnya harus dilindungi, saya tidak tau apakah ini masuk di dalam definisi identitas geografis atau apa, tapi saya melihat pentingnya itu. Kemudian icon-icon grafis, jadi bukan hanya kata-kata tapi icon-icon grafis, katakanlah kalau Jakarta ini Monas, kalau di Jawa Tengah ada Borobudur, kemudian wayang. Di dalam draft Rancangan Undang-undang ini saya membaca ada beberapa hal yang sudah baru yaitu menyangkut kemungkinan pendaftaran untuk merek yang berbentuk tiga dimensi, suara, aroma, itu masuk ya. Ini menarik, tapi menurut saya akan sangat penting juga bagi kita untuk melindungi kekayaan budaya kita sendiri dan saya fikir ini akan cepat sekali terjadi. Nanti akan muncul merek-merek yang lain. Saya fikir itu hal-hal yang penting untuk dilakukan, kemudian hal yang lain adalah bagaimana Pemerintah ini dengan pola bahwa kita harus mendaftar ini apakah itu di akomodasi di dalam Rancangan Undang-undang atau nanti di dalam program pelaksanaannya oleh Pemerintah adalah untuk membantu indiustri-industri kecil. Jadi industry-industri kecil ini sebenarnya punya peluang atau punya potensi untuk menjadi brand internasional atau brand regional atau brand nasional. Jadi misalnya da seseorang yang punya talenta membuat makanan yang sangat enak dengan bentuk yang sangat menarik, tapi dia modalnya sangat kecil, tiba-tiba karena interaksi komonikasi itu sudah sangat mudah
8
dilakukan, datang orang yang punya modal besar dan tiba-tiba dia di ambil begitu saja. Jadi hal –hal seperti ini mungkin perlu di bantu. Saya kira mungkin masukan saya yang terpenting seperti itu dan saya berharap bahwa masukan-masukan itu bisa di akomodasi di dalam Rancangan Undang-undang yang baru. Terima kasih. Assalamualaikum Warrohmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT (Hj. DESY RATNASARI, M.Si.,M.Psi) : Terima kasih Pak Singgih. Sebelum dilanjutkan, saya mau bertanya berapa lama waktu itu Bapak daftar merek nya Pak? NARASUMBER (SINGGIH SUSILOKARTONO) : Mungkin sekitar 5 tahun saya terima itu KETUA RAPAT (Hj. DESY RATNASARI, M.Si.,M.Psi) : Dari trade expo yang Bapak di fasilitasi itu? NARASUMBER (SINGGIH SUSILOKARTONO) : Tahun 2006 saya terima sekitar tahun 2011. KETUA RAPAT (Hj. DESY RATNASARI, M.Si.,M.Psi) : Baik, Terima kasih Pak Singgih. Selanjutnya kami persilakan kepada DR. Hendry untuk memberikan paparannya. NARA SUMBER (DR. HENRY SULISTIO BUDI) : Ibu Pimpinan yang saya hormati. Bapak Ibu Anggota DPR Yang Terhormat. Terlebih dahulu saya ucapkan Terima kasih atas undangan ini, sesuatu yang saya kira sangat prestisius bagi saya untuk saya berkesempatan bisa sharing dalam beberapa apek yang mungkin menarik. Namun demikian mohon saya di izinkan untuk membatasi dari, dari 103 Pasal yang disiapkan dalam Rancangan Undang-undang saya hanya akan suppotting beberapa isu saja, karena saya tau dinamika pembahasan nanti akan sangat menarik dan punya banyak kemungkinan untuk berubah. Oleh karena itu saya membatasi hal-hal yang sifatnya substansial saja.
9
Saya menyiapkan satu bahan paparan, namun demikian ada kesalahan di dalam pengetikan, join Protocol Madrid sebagai isu pertama yang ingin saya haturkan ke dalam diskusi forum pada siang hari ini. Bukan sistim pendapatan tetapi sistim pendaftaran. Seingat saya tadi sudah saya perbaiki, tetapi kok ya yang muncul masih file ini. Saya mohon maaf untuk itu. Tapi yang slide kedua saya kira sudah aman. Ibu Pimpinan Pansus yang saya homati, Bapak-Bapak Anggota DPR Yang Terhormat. Salah satu sisi dari konsekwensi ke ikut sertaan di dalam perjanjian traktat atau yang lebih rendah dari itu agreement atau protocol seperti ini adalah konsekwensi yang terkait dengan dampak hukum, ekonomi dan sosial. Saya kira ini yang menjadi wilayah saya untuk saya kaji dari sisi akademik, 16 tahun saya sebagai tenaga law maker, sebagai tenaga perancang perundangundangan, saya merasakan ada semacam metodologi cost and benefits atau economic and ….. of law yang sekarang ini populer yang harus dikuasai oleh law maker. Jadi tidak hanya sekedar keluar dengan satu gagasan yang kesannya hebat, tetapi tidak di dasari oleh satu kajian yang mendalam. Saya tidak ingin bersebrangan dengan Pemerintah di dalam menyusun rancangan ini apalagi di sebelah saya ada Pak Singgih yang sudah mendahului ambil posisi untuk oke dengan joint protocol karena pertimbangan yang sangat kasuistik pada kepentigan beliau, saya ingin melihat pada posisi yang lebih makro, bahwa joint protocol membawa beberapa konsekwensi yang perlu kita cermati. Secara konseptual memang benar, itu bisa ditebak bahwa Protocol Madrid memberikan satu tawaran efesiensi dan efektifitas di dalam pendaftaran merek. memberikan impact yang posistif di dalam kehidupan ekonomi nasional tetapi apakah itu riil atau masih sebatas asumsi, saya melihat konsep one application, one number of registration, one renewal, one currency saya tempatkan diatas sebagai satu bahasa yang indah yang iming-iming, yang ujungnya adalah memang oke dari sisi ekonomi menjadi sanagat sederhana. Tetapi dalam konteks Indonesia secara prosedural saya melihat bahwa mengajukan pendaftaran di lm konteks registrasi internasional memerlukan dukungan staffing dan system yang tidak sederhana. Pengalaman kita dahulu mengadopsi pattern law treaty, ….. dan ke dalam aspek operasionalnya itu tidak mudah, banyak terminologi-terminologi berbahasa Inggris yang kita memperdebatkan dan tidak ketemu bagaimana kita harus memaknai secara tunggal. Dalam konteks Protocol Madrid, maslah yang sama akan kita hadapi bagaimana kita mengajukan pendaftaran internasional untuk menentukan kelas apa yang tekstualnya dalam nis agreement itu dalam bahasa Inggris. Apakah itu mempunyai padanan kata dalam bahasa Indonesia yang kita persepsikan sama seperti maunya kita, dengan kata lain kalau saya sandingkan translasi nis agreement yang berisi jenis-jenis barang-barang yang dikelakan ke dalam pengelompokan-pengelompokan itu, apakah persis seperti makna dalam bahasa aslinya. Ini satu masuk pintu pertama yang tidak
10
mudah bagi kita, saya mohon maaf ada rekan-rekan yang membisikan saya, are you sure? Dengan kapasitas dari kantor merek untuk bisa nge-run satu system yang dengan bahasa seperti itu, ini pertanyaan kepada saya. Saya lama di birokrasi, saya merasakan memang salah satu kendala kita di dalam mengoptimalkan kinerja adalah kemampuan bahasa. Selalu ini menjadi persoalan yang menjadikan kita left behind dan menjadi seringkali menghadapkan kita kepada kesulitan-kesulitan ketika kita harus mengadministrasikan sesuatu. Ibu Pimpinan yang saya hormati. Membangun alur kerja baru, mungkin bisa, kita bisa cloning dari …. Atau vietnam yang sudah jalan lebih dulu, Filipina juga sudah mengadopsi ini tetapi sekali lagi mereka tetap menggunakan bahasa mereka. Gagasan untuk mengadopsi Protocol Madrid harus juga dilihat dari sisi cost and benefit study, bagaimanapun pendaftaran ini mempunyai suatu konsekwensi waktu yang sangat rigid, saya seperti di ingatkan kembali oleh Mas Singgih, pendaftaran yang normal-normal saja bisa lebih dari 4 tahun. Bagaimana kita mengadministrasikan satu permintaan pendaftaran internasional dengan segala kenadala yang masih melekat, sementara di situ ada batasan 12 bulan plus 6 bulan harus mengambil keputusan. Keputusannya apa, kita harus menyatakan menolak kakalu kepentingan kita atau system internal kita menjadi masalah, ada aplikasi yang di diktekan, mohon maaf bahasa saya, disodorkan dari permintaan pendaftaran merek dari Jepang misalnya masuk ke Indonesia, bagaimana kita mengtrit aplikasi yang baru masuk tadi dalam batas waktu 12 bulan dengan ekstensi 6 bulan harus mengambil posisi yes or no. Kalau kita diam maka yang terjadi adalah kita harus mendaftar dan komit memberikan perlindungan. Jangka waktu yang sangat eksa seperti in apa juga sudah dikalkulasi dikaitkan dengan capacity building kita. Kapasitas dari institusi kita, saya tidak menginginkan ada satu kritik tetapi setidaksetidaknya kalau ini dikalkulasikan dihadapkan pada pengalaman temanteman pelaku usaha yang hampir frustasi karena pendaftaran yang demikian lama, bagaimana kita menghandel persoalan aplikasi internasional ini baik yang sifatnya keluar maupun yang ke dalam yang harus kita putuskan, terutama program bahasa terkait dengan interpretasi kelas barang yang tadi saya haturkan. Ibu Pimpinan Pansus yang saya hormati, Bapak-Bapak Anggota Pansus Yang Terhormat. Ada 3 assesment yang saya lakukan. Pertama pertanyaan yang provokatif, apa benar plaku usaha diuntungkan? Beberapa kawan pelaku usaha mengatakan iya, karena merek dengan mudah akan go internasional. Tetapi go internasional ke mana? Berapa banyak negara yang kita mau masuk. Apakah negara-negara itu sudah kita cek dan memang menjadi anggota dari Protocol Madrid. Dari 80 negara memang pasar-pasar besar seperti Amerika, Korea, Inggris dan Jerman memang negara-negara ini sudah
11
mengikuti joint Protocol Madrid, tetapi apa iya kita sangat confidence untuk kita memang ……. Ke situ sehingga kita seperti diberi jembatan dengan karpet merah untuk mudah kita masuk ke sana. Ini masing-masing memerlukan kalkulasi bisnis yang tidak sederhana. Apa iya produknya Mas Singgih ini ke Amerika? Secara pasar, besar, tetapi apa iya itu marketable di sana. Karena ada sentuhan-sentuhan emosional dan kultural yang mungkin tidak nyambung. Pasar itu juga punya nuansa kultural juga, kalau Jepang kalau Asean mungkin ada nuansa itu yang menjadi pertimbangan daya serap pasar. Ibu Pimpinan, saya juga melakukan assesmen terhadap kondisi pasar di dalam negeri sendiri. Potensi ekonomi kreatif, ini menjadi andalan dan sedang digalakan, saya menjadi pendukung gagasan itu, tetapi dikaitkan dengan karakter pelaku usaha Indonesia, apa iya pelkau usaha kita seperti Pak Singgih semua yang punya fighting spirit seperti itu. Apa bukan angotangotan yang sedang mengikuti trend saja, ini juga harus kita baca. Kemudian dar pengalaman menjadi negosiator untuk beberapa perundingan di tingkat Asean, para pelaku bisnis itu sesungguhnya relactan untuk ikut di dalam negosiasi itu karena berfikir sederhana, its not my market, pelaku bisnis Indonesia masih berfikir domestik, pasar kita sangat besar, itu saja belum bisa kita penuhi semuanya, apakah iya kita akan ekspansi ketingkat Asean, sementara produknya relatif sama, produk Indonesia, Vietnam, Thailand, Filipina itu relatif sama untuk ekonomi kreatif. Bagaimana kita melihat pasar Asean versus pasar domestik, ini juga harus kita sounding kp para pelaku usaha kita. Apa memang benar mereka punya preferensi untuk masuk ke sana. Kesimpulannya kemudian bagaimana dengan pasar yang non-Asean, dengan beberapa pertimbangan tadi apakah tidak ada satu arah pendekatan one by one atau case by case registration apa iya approach seperti ini masih tidak valid untuk konteks sekarang ini dengan situasi yang kita hadapi dalam perekonomian nasional kita. Ibu Bapak sekalian, assesmen dari sisi teknis substantif, merek punya suatu norma, kaidah, ketentuan yang berbeda dengan bidang-bidang HKI lainnya, dia punya kriteria substantif dengan filter similarity tidak boleh ada persamaan pada pokoknya atau pada keseluruhannya. Bagaimana kita membaca filter similarity ini ketika ini diletakan pada pasar global. Saya mengambil contoh misalnya merek Mas Singgih tadi Magno, bagaimana dihadapkan dengan magnolia, bagaimana dengan es rim magnum, kemudian tropical, minyak goreng kita, ada hotel tropic, ada tropicana yang itu kalau Ibu Bapak sekalian travelling keliling Asean, banyak sekali. Apa iya kita tidak akan mental-mentak ketika kita menunjuk satu negara untuk kita masuk ke situ, sama seperti juga sikap kita merespon aplikasi secara internasional yang diajukan oleh Thailand, karena bahasa kita sama dengan Malaysia, merek kecuali yang inventif word selalu berpangkal dari kamus-kamus yang nota bene sama. apa tidak kusut, saya belum berani membayangkan tetapi
12
setidak-tidaknya satu faktor ini akan menimbulkan reaksi bolak-balik aplikasi kita ke Malaysia punya probabilitas untuk di tolak karena dianggap sama dengan bahasa mereka. Kita pun punya defensif yang sama ketika aplikasi internasional dari Asean misalnya masuk ternyata mirip yang kita punya karena filter similarity tadi. Bagaimana dengan motif bad fits, pengalaman selama ini banyak sekali pengadilan harus di sibukan dengan kasus-kasus terkait dengan motif bad fits yang di miliki oleh para pelaku usaha kita. Mereka banyak mengambil merek-merek asing yang belum di daftarkan atau setidak-tidaknya mengambil sekmen kela yang belum di daftar karena konsep kita ini sangat teknis Ibu Pimpinan. Saya yakin ini benar-benar masalah yang krusial terkait dengan cara kita mengadministrasikan pendaftaran karena harus dibayar sesuai dengan kelas atau jenis barang tetapi setidak-tidaknya untuk satu kelas yang sama yang terdiri dari katakanlah 20 jenis barang kalau pemilik merek hanya mendaftar 10 saja, sisanya bisa di isi oleh orang lain. Apa iya kita masih bisa hidup dengan …… dengan persaingan yang damai, sama-sama memiliki sama-sama tidak akan mepersoalkan. Bapak-Bapak Anggota DPR yang saya hormati. Dari sisi requirenment registerbility kita juga punya moral value dan ukuran-ukuran public order yang kita pakai untuk menolak satu pendaftar. Kasus Kido, kido itu diambil dari kata Kid prouksinya konimex membuat permen coklat yang dimaksudkan untuk konsumsi dengan market anak-anak. Tetapi supaya tidak semata-mata diambil dari kamus, kemudian di buat, di modifikasi menjadi Kido. Kita di protes oleh komunitas masyarakat di Manggarai Barat di NTT, karena kido itu mengandung arti bersetubuh, saya mohonmaaf, menurut lawyernya, kalau ada pria yang berkunjung ke wanita dalam rangka pendekatan dia bawa permen itu. bahasa simbol supya self explanatory, dia bicara sendiri. Akhirnya merek seperti itu di gugat pembatalannya dan berhasil. Kita mungkin tidak menduga bahwa komunitas masyarakat kita yang jauh dari Jakarta ternyata punya kamus yang sangat sensitif. Itu sebabnya bagaimana kita mengukur moral value dan public order ini dalam konteks yang lebih makro, lebih global. Jangan-jangan kita brmainmain dengan invented word, misalnya Humpuss, tiba-tiba Humpuss itu punya arti yang negatif di satu komunitas misalnya, apa yang terjadi dengan nasib pendaftaran kalau ini lintas negara dan itu diperluas, difasilitasi oleh Protocol Madrid ini. Itu sesuatu yang memang tidak bisa kita elakan, ini bukan keniscayaan untuk kita menolak Protocol Madrid, tetapi saya hanya ingin memastikan bahwa Proocol Madrid bukan segalanya untuk memudahkan kita, potensi penolakan tetap ada karena beberapa hal yang mungkin kita tidak pernah menduga. Kemudian juga terkait dengan klausul penghapusan merek karena non jus, apa iya kita sudah memperhitungkan market produk raio kayunya mas singgih ini akan kita masukan misalnya di Belanda. Ada hubungan emosional dan kultur di sana, tetapi apa iya ini punya markt misalnya di Belgia yang
13
relatif bertetangga, rasanya mungkin tidak. Ketika sama-sama mengamankan pasar Belanda dengan menggandengkan dengan pasar Belgia, mungkin di Belgia tidak akan di gunakan karena tidak ada markt di sana tetapi sudah terlanjur di daftar ini akan besar kemungkinannya terkena pembatalan karena non jus, ya memang ada aspek teknisnya untuk bisa terungkap bahwa ini non jus, ada masukan-masukan dari kalangan bisnis yang berkepentingan. Belajar dari pengalaman mengadministrasikan sistem hukum merek di domestik saja, kita sebenarnya bisa membangun satu asumsi-asumsi besar bagaimana nasib kita nanti ketika kita joint Protocol Madrid ini. Yang menjadi kerisauan rekan-rekan konsultan HKI adalah Protocol Madrid akan merugikan mereka, pertanyaan saya, apa iya konsultan HKI akan dirugikan. Ada hitung-hitungannya economic lost-nya mereka menghitung kalau 1 aplikasi itu 3000 US Dollar termasuk biaya konsultan fee nya, dan kalau misalnya aplikasi, saya tidak tau pertahun berapa ya, saya dengar dari teman-teman ada sekitar 4000 karena dari hitungan kemarin pada 3 tahun terakhir itu ada 12000 sekian dan kemudian ada catatan ded lock itu ada 100.000, berarti as abig number aplikasi yang yeraly itu masuk. Maka cash flow yang ada itu akan ada sekitar 1,2 juta US Dollar. Ini kalau di hitung dari pajak yang diterima oleh Pemerintah itu sekitar 10%, it’s a big money. Ini yang harus kita hitung ulang akan ada penurunan yang sangat besar, aplikasi-aplikasi yang semula di administrasikan melalui konsultan-konsultan merek atau konsultan HKI kita itu aka menjadi kurang besar. Singapur dari pengalaman mereka setelah melakukan asesi dari Protocol Madrid aplikasi mereka turun 40 sampai 60%, tetapi bagi mereka it’s a good news karena mereka punya sistem yang sangat efesien, orang-orangnya terbatas, human resourcessnya terbatas. Kalau aplikasi aplikasinya lebih rendah tetapi bisa masuk back door melalui Protocol Madrid, mereka tidak teralu repot dengan pengurusan ini dari awal. Dulu mereka hanya menggantungkan kepada aplikasi karena negara common well menggantungkan kepada British System setelah harus mengurus dirinya sendiri memang mereka mengaku kesulitan dengan penyiapan SDM nya. Ibu Pimpinan dan Bapak Anggota DPR yang saya hormati. Saya juga menghitung dari rasio penurunan aplikasi ini, apa iya bisa dikompensasi dengan peningkatan litigasi, dua hal yang berbeda tetapi seperti pengayem-ayem, oh iya aplikasi turun tapi nanti sengketa akan banyak. dari mana muaranya, dari benturan-benturan yang lintas negara tadi, tapi akan seberapa besar minat mereka untuk kemudian mngajukan legal action di Indonesia karena merek nya benturan dengan merek kita, ini harus di hitung dan bagaimanapun ini tetap tidak sebanding dengan aplikasi internasional yang masuk melalui system tadi. Dari sisi cost and benefits and…… saya melihat, ini rinciannya dari sisi benefitnya akan benar go internasional, akan lebih mudah dan murah karena prinsip five one tadi, kemudian kita akan menjadi good boy di forum internasional karena kita memfasilitasi pelaku usaha internasional. Di mata
14
internasional kita akan mejadi negara yang baik karena kita taat asas dan joint dengan komunitas Protocol Madrid ini dan juga mengurangi beban kerja kantor merek dalam batas tertentu, tetapi dari sisi cost nya, memang benar pekerjaan konsultan domestik akan turun sangat banyak, fee dan tax akan menurun kemudian juga yang perlu kita pertimbangkan, sudah mulai masuknya law fim – lawa firm asing di Indonesia yang mereka dengan mudah akan menjadi agent bagi aplikasi-aplikasi, misalnya pengusaha-pengusaha Jepang mereka akan mengajukan permintaan pendaftaran merek di sini, mereka akan menggunakan law firm nya Jepang atau law firm nya yang berafiliasi ke law firm Jepang. Law firm domestik akan diragukan oleh mereka, saya tidak tau, ini saya kira wajar, ini faktor trust, apa iya demikian yang akan berjalan, saya kira itu perlu kita cermat. Kita juga perlu mengembangkan satu mekanisme pembatalan merek-merek yang sudah terdaftar karena back door registration, saya menggunakan istilah yang dipakai oleh rekan dari Kanada. Kita seperti di todong melalui pintu belakang kita untuk mendaftar merek asing ketika mereka masuknya melalui Kanada, Inggris atau Jerman, tiba-tiba kita harus meng-creat, bagaimana kalu ternyata domestik MAK itu ternyata sama. apakah kita dengan mudah serta merta akan mentorpedo pendaftaran domestik yang dulu kita administrasikan semata-mata karena sudah masuk merek asing yang originaly yang memang true ownernya memang dari mereka. Ini satu konsekwensi yang harus di jawab bagaimana kita bisa meyakinkan bahwa it’s a good boy ternyata tidak hanya sekedar joint, tetapi konsekwensi ikutan teknis administratif SDM dan sistemnya ternyata panjang dan bagi masyarakat\, Mas Singgih mungkin jauh melampaui pemahaman comment people yang aktif di bidang industri kreatif, konomi kreatif, karena belaiu secara pendidikan di ITB. Kesadaran dan pemahamannya sudah cukup tinggi, tetapi bagaimana dengan yang lain. Ini juga menuntut adanya sosialisai yang intensif untuk Protocol Madrid bisa dipahami. Saya tidak nrni mengatakan ini konklusi tetapi ini hanya asumsi saja, yang terjadi adalah Protocol Madrid akan memfailitasi for rent trade mark holder untuk menjadi lebih menguntungkan. Ekonomi kreatif dan pelaku bisnis domestik tidak bisa mengoptimalkan manfaat keanggotaan pada Protocol Madrid, apabila aspek pemahaman tidak dibangun melalui sosialisasi yang intensif dan kedua, tidak diberi pemahaman rasio-rasio bisnis seperti tadi yang sudah sy haturkan ketika para negosiator dari ABAK dari Kadin, ketika mereka harus berlelah-lelah di forum negosiasi di Asean mereka sebenarnya sudah merasa, maaf, bahasa luasnya ogah karena mereka merasa Asean bukan pasar mereka, jadi untuk apa ikut-ikutan negosiator delegasi Indonesia untuk ikut memperjuangkan karena tidak ada sesuatu yang ingin mereka perjuangkan. Untuk mengurus pasar omestik saja investasinya masih kurang, mereka belum bisa memenuhi untuk hal yang sifatnya umum tetapi untuk prouk-produk yang sifatnya spesifik saya kira
15
pendekatannya akan beda. Pertanyaan would be as a good boy kalau kita join Protocol Madrid, menurut saya ini masih menjadi pertanyaan dan detailiring jawaban masalah ini, saya termasuk yang pesimis, saya cenderung untuk mendorong mengoptimalkan existing system. Sistem yang ada sekarang saja di optimalkan kalau mau menjadi good boy. Kenapa? Karena sistem administrasi pendaftaran merek masih merupakan wajah buruk kita di mata internasional yang sampai saat ini belum bisa kita perbaiki secara optimal. Bagaimana kita bisa mengefektifkan penegakan hukum, saya kira saya tidak mengarah semata-mata kepada Dirjen HKI atau Dirjen KI tetapi potret ini merupakan potret besar penegakan hukum kita, salah satunya menyangkut mengenai merek, diluar irtu ada hak cipta danlain-lain saya kira ini komulatif, tetapi yang pasti penegakan hukum kita masih belum bisa kita andalkan. Ini persoalan kemarin terkait dengan stelsel pidana akan seperti apa ini saya kira, mungkin akan muncul suatu breakthrogh di sini pemikiran-pemikiran yang out of the box yang tidak sekedar berfikir oh negara lain punya stelsel, delik aduan dan ini karena private right dan sebagainya itu gagasan-gagasan yang secara akademik benar tetapi secara realitas itu harus di gugat. Ibu Pimpian Pansus yang saya hormati. Ibu dan Bapak Anggota DPR. Saya ingin mengakhiri dengan 4 isu lain. Selama ini kita punya masalah terkait dengan bagaimana kita membuktikan bahwa aplicant, orang yang mendaftarkan merek itu memang punya itikad baik, Undang-undang yang sekarang tidak mengatur adanya declaration of owner shape hal ini hanya diatur di dalam PP mengenai tata cara pendaftaran merek, kalau tidak salah Pasal 2. Diturunkan derajatnya, padahal secara konseptual ketika saya dulu ditugasi ikut merancang gagasan bagaimana mengefktifkan sistem hukum merek kita. Declaration of owner shapes merupakan salah satu persyaratan yang bisa menjadi dasar bagi pembatalan merek apabila pernyataan tadi tidak benar. Saya mohon izin untuk sedkit bicara teknis, Declaration of owner shapes adalah surat pernyataan dari orang yang mengajukan permintaan pendaftaran merek yang menyatakan bahwa dirinya adalah pemilik merek tadi. Di Vietnam sekalipun bahkan Declaration of owner shapes dituangkan dalam satu format yang standar, tetapi di tempat kita tidak muncul di dalam Undang-undang tetapi hanya muncul di dalam PP. di dalam Rancangan Undang-undang yang baru sudah ada tetapi apakah, Declaration of owner shapes dipahami sebagai satu evidence untuk menyatakan niat baiknya. Saya mengambil simulasi misalnya saya mengajukan pendaftaran merek Pierre Cardin, karena di syaratkan harus ada Declaration of owner shapes saya buat pernyataan bahwa Pierre Cardin adalah merek saya, tibatiba ketika saya proses semuanya ini dan sudah saya daftarkan dan dapatkan, belakangan Mister Pierre Cardin datang ke Indonesia sampai ketemu ke Ibu Tien Soeharto pada waktu itu untuk mempertanyakan apa iya ada orang Indonesia bernama Pierre Cardin, tidak ada, tapi kenapa kok ini di
16
daftar atas nama orang Indonesia dan ada Declaration of owner shapes bahwa ini milik orang Indonesia. Ibu Pimpinan, Bapak Ibu Anggota DPR yang saya hormati. Seharusnya requirement Declaration of owner shapes di beri bobot yang lebih substansial tidak sekedar persyaratan administratif bahwa iya ini adalah milik saya, tetapi kejujuran dan kebenaran yang di buat itu akan menjadi pancingan if someday ada true ownernya, pemilik yang sesungguhnya bukan Henry tapi Pierre Cardin datang menyatakan itu milik saya, maka dengan serta merta kantor merek punya bukti bahwa si aplikan Henry ini sudah membuat keterangan palsu, membuat pernyataan palsu. Kalau pernyataan saya palsu maka persyaratan yang harus saya penuhi berarti tidak terpenuhi. Dengan demikian kantor merek punya posisi dengan mudah untuk melakukan pembatalan exofficio. Sekarang ini yang terjadi sudah ada Declaration of owner shapes tapi harus fight ke pengadilan karena pengadilan sama sekali tidak mau melihat dalam konteks, hey si aplikan ini sudah berniat tidak baik dan niat tidak baik itu fatal bagi sistem hukum merek karena sistem ini di bangun dari konsep itikad baik. Ketika ini di sikapi dengan pernyataan yang niatnya tidak baik, seharusnya …… system, harus ada instrumen pembatalan yang bisa menyelesaikan permasalahan itu, apakah ada orang yang mengajukan keberatan setelah pasca pendaftaran, mohon maaf maksud saya, tetapi pada saat secara system pada saat proses memang di buka ada moment waktu untuk oposisi. Ketika oposisi ini dibuka ada yang keberatana maka akan dipertimbangkan dan seterusnya. Ibu Pimpinan yang saya hormati, Bapak Ibu Anggota DPR. Itu gagasan provokatif yang saya ingatkan kembali kepada temanteman di dl pengadministrasian system ini jangan hanya mengartikan Declaration of owner shapes sekedar persyaratan administratif saja. kemudian dari sisi perpanjangan pendaftaran merek. Ini juga punya rasio legis yang sama kalau memang perpanjangan pendaftaran merek itu menjadi hak aplicant, apa iya kantor merek tidak punya kewenangan untuk melakukan review terhadap proses pemeriksaan yang dahulu di lakukan. Ketika tahun 2000 merek ini di daftar dan oke di terima register, karena persyaratanpersyaratan terpenuhi. Dalam perjalanannya ternyata ini jadi ramai karena muncul ada orang yang mengaku sebagai pemilik dan punya bukti-bukti yang lebih kuat daripada si pemilik ini. Apa kantor merek menutup mata th gegeran seperti itu dan kemudian pada saat yang bersangkutan datang tiba-tiba minta diperpanjang, lalu kantor merek dengan serta merta memperpanjang. Bagaimana dengan keributan di luar itu, apa memang solusinya harus selalu settlement by cord, apa tidak ada satu kewenangan untuk menyelesaikan problema-problema seperti yang dahulu di alami oleh Pierre Cardin sampai menghadap ke Pak Ismail Saleh, Menteri Kehakiman pada waktu itu menhadap ke Ibu tien Soeharto untuk minta bantuan penyelesaian, tetapi by law memang tidak mungkin.
17
Apa tidak ada satu solusi cerdas, say memang pernah menguji gagasan ini dan di kritik oleh senior saya Pak Bambang Kesowo “Hen, do you really trust to the people those administrate the system?” dengan kata lain beliau ingin mengingatkan saya secara gagasan oke, tetapi kalau ini di operasikan oleh orang-orang yang tidak punya tanggung jawab saya kira akan punya peluang abuse of power, dengan mudah saya bisa ngomporin temen-temen untuk bikin geger. Kalau sudah geger kemudian saya punya dasar untuk request kepada kantor merek, ini masalah, karena kalau saya berperkara di pengadilan, biaya tinggi, bayar pengacara, waktunya lama dan sebagainya. Secara gagasan baik tetapi harus dijalankan dengan hati-hati dan saya tidak bisa menjawab ketika dipertanyakan apakah kamu percaya dengan teman-teman kamu yang akan menjalankan sistem ini. Ibu pimpinan Pansus, dua hal terakhir menyangkut mengenai merek terkenal. Saya ingin sharing dan ini benar-benar sharing saya. Ketika dahulu saya terlibat dalam penyusunan Undang-undang Merek yang sekarang berlaku tahun 2001, kita sangat sensitif san hati-hati dengan nomenklatur merek terkenal ini. Pada saat itu di forum internasional sudah ada perundingan untuk expert meeting untuk menentukan apa sih yang dimasud dengan well known mark, kita terjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan padanan katanya yaitu merek terkenal. Well known mark sampai saat ini tidak berhasil mndapatkan definisi hukum yang bisa di pegang, karena kami menyadari bahwa well known mark bisa memperulit posisi kita ketika kita mengadministrasi kan sistem ini, maka kita keluar dari persoalan teknis bahasa, kita hanya menggunakan bahasa yang cair. Kalau Ibu Bapak sekalian memeriksa Undang-undang Merek yang sekarang ini berlaku, kita menyebutnya merek yang sudah terkenal. Dengan kata merek yang sudah terkenal cair seperti itu maka kita terhidar dari kewajiban memberikan definisi pada Pasal 1, apa yang dimaksud dengan merek terkenal. Tetapi di dalam pasal yang sekarang dalam Rancangan Undang-undang ini kita berani menggunakan nomenklatur merek terkenal tapi saya cek di Pasal 1 nya tidak ada definisi. Jadi kita menaruh bom di pasar kita, ketika nanti ada orang yang mengclaim merek saya adalah merek terkenal, kemudian pihak yang menggunakan akan mengatakan tidak, bukan merek terkenal, maka tidak ada satu hakimpun yang mmpunyai guidence. Ini berat menurut saya, apalagi kita masih akan mengulangi janji kita, sudah kita set, baik berfikirnya membuka ruang untuk kita gegeran tentang definisi merek terkenal, kita masih membuat janji lagi, saya lupa di psal berapa yang mengatakan bahwa perlindungan terhadap merek terkenal juga berlaku terhadap barang yang tidak sejenis yang akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Undang-undang merek tahun 2001 sudah mengatakan seperti itu, tapi sekarang 2015, Peraturan Pemerintah mengenai itu belum ada, 14 tahun dan ini akan kita perpanjang, janji kita ini akan kita perpanjang. Saya juga punya jiwa tetap yang tidak hilang pada diri saya adalah sebagai law maker, sebagai
18
tenaga penyusun perundang-undangan. Saya merasakan bukan hla yang mudah tapi di sini di letakan lagi pasal yang seperti itu. sementara di Mahkamah Agung, saya mendorong Bapak Ibu sekalian untuk juga mengundang dari Mahkamah Agung untuk memberikan update perkembangan legitasi kita. Sekarang sudah ada kevenderungan Hakim Agung yang menolak memberikan perlindungan dengan status merek terkenal bagi produk yang tidak sejenis karena Peraturan Pemerintah mengenai itu belum ada, dianggap sebagai bolong, karena tidak ada. Bagaimana kita bisa keluar dari persoalan ini, saya kira kita harus mereview kembali pasal-pasal yang berjaring seperti itu yang masih mendelegasikan lebih lanjut tapi kita tau itu bukan hal yang mudah. Kalau memang decision kita mau mengatakan perlindungan bagi merek terkenal berlaku bagi merek yang sejenis maupun yang tidak sejenis, geber saja, karena untuk kepentingan yang lebih jelas dan tinggal di beri acuan, oh yang dimaksud dengan merek terkenal adalah ini, diberi rasio legis, mengapa lintas jenis , lintas kelas, karena ini menyangkut reputasi. Reputasi itu tidak ada batasan, kalau Magno misalnya sudah mempunyai status sebagai merek yang terkenal, maka punya reputasi dan reputasi inii merupakan asset bagi perusahaan yang di milikinya. Ibu Pimpinan saya mohon izin sekali lagi yang terakhir ini menyangkut tim ahli indikasi geografis. Saya tidak tau sejarahnya tetapi ketika di awal-awal dulu ada gagasan merevisi Undang-undang Merek sampai diskusi di Bandung, saya masih terlibat, tidak ada ini. Sekarang saya melihat Rancangan Undang-undang Merek ini ada 10 pasal yang bicara mengenai indikasi geografis. Kalau memang indikasi geografis menjadi substansi yang besar, judul Undang-undang ini adalh Undang-undang Merek dan Indikasi Geografis , sebab secara karakter sebetulnya indikasi geografis itu bukan merek, itu berbeda, ketika ini di sisipkan dulu, karena kita hanya ingin fesien saja. dulu Undang-undang merek kita gendong norma mengenai indikasi geografis hanya beberapa pasal tapi sekarang sudah di elaborasi dalam eksploratif, bahkan sampai pembatalan gugatan dan sebagainya. Tapi judulnya Undang-undang Merek, orang asing nanti kalau mau tanya, saya mau cari perlindungan indikasi geografis, oh adanya di merek. Secara konseptual, itu saya kira kliru. Sekarang ada satu lagi, di desain adanya tim ahli indikasi geografis, memang ada Pak Surip di Banyuwangi, ada Made Ada di Bali yang mengetahui mengenai kopi Kintamani. Indikasi geografis kita selain tembakau, kebanyakan kopi, ada madu dari Sumbawa, tetapi pertanyaannya, apa urgensinya kita harus membentuk tim ahli indikasi geografis. Aplikasinya coba dilihat berapa banyak dan seberapa sulit untuk membuat penilaian terhadap ……… dari indikasi geografis, memang ada, kenapa tidak dilokalisir pada ahli-ahli yang ada di situ dan sifatnya ad hoc. Kalau dibentuk seperti ini, kritik saya, ini pasti pemborosan, ini birikratis, lalu pertanyaannya siapa?
19
Karena saya kenal Pak Wihadi lalu saya dimasukan jadi anggota itu, mohon maaf bukan KKN tetapi pola kita masih sering kali seperti itu. Terima kasih. KETUA RAPAT (Hj. DESY RATNASARI, M.Si.,M.Psi) : Baik, Terima kasih Pak Hendri yg sangat komprehensif sekali masukannya. Merupakan sebuah pencerahan bagi kami di sini untuk kemudian lebih bisa mempersiapkan nanti di Panja barang kali bagaimana isiisi dari klausul-klausul pasal-pasal di Rancangan Undang-undang Merek yang Insya Allah bisa mendekati kesempurnaan. Barangkali ada tanggapan dari rekan-rekan, tapi sebelumnya in kan Insya Allah 5 menit lagi dari waktu yang kita janjikan yaitu 15.30, kita perpanjang sampai pukul 16.00? barangkali nanti bagi Anggota yang ingin menyampaikan kalau memang sekiranya pernyataan atau pertanyaannya sama bisa di titipkan barang kali kepada rekan yang lain. Untuk yang pertama silakan Pak Biem. F GERINDRA (H. BIEM TRIANI BENJAMIN, B.Sc.,MM) : Assalamualaikum Warrohmatullahi Wabarakatuh. Ini sangat menarik sekali apa yang di paparkan Pak DR. Hendri. Satu aja dan ini sangat kruisial, pertanyaannya apakah menurut Bapak itu di Protocol Madrid itu kita join atau tidak? Kalau tidak kapan waktunya kita kaan join di Protocol Madrid itu, karena memang yang namanya dunia sudah mengglobal, sudah menjadi satu dan sudah pasti kita tidak bisa sendiri, maksudnya ada komitmen secara global yang harus kita ikuti. Jadi yang ingin saya tau, usulan Bapak itu terhadap Protocol madrid itu seperti apa, apakah sistem yang sudah ada saja dan mengabaikan Protocol Madrid atau kira-kira kapan kita bisa join dengan Protocol Madrid itu? Saya rasa itu saja Pak. Terima kasih. KETUA RAPAT (Hj. DESY RATNASARI, M.Si.,M.Psi) : Barangkali ada yang lain? FPG (Dra. WENNY HARYANTO, SH) : Yang Terhormat Pimpinan beserta rekan-rekan. Yang Terhormat Bapak Hendri dan Bapak Singgih.
20
Baik Pak Hendri tadi Bapak menjelaskan mengenai masih adanya citra buruk internasional terhadap Indonesia, sekarang bagaimana Pansus Merek ini bisa menghilangkan citra buruk internasional terhadap Indonesia terkait pendaftaran merek yang akan kita buat itu supaya tertib apabial kita belum meratifikasi Protocol Madrid. Itu saja Pak. Terima kasih. KETUA RAPAT (Hj. DESY RATNASARI, M.Si.,M.Psi) : Dari Anggota yang lain barangkali? FPG (DR. SAIFUL BAHRI BURAY, SH.,M.Si) : Terima kasih Ketua. Yang Terhormat Pak Hendri dan Pak Singgih. Saya ingin bertanya Pak Hendri, selain Protocol Madrid kita tau ada ketentuan WIPO (World Intelectual Property Organization) yang bermarkas di Genewa, apa perlu Undang-undang Merek kita ini juga mereferensi ke sana. Kalau Protocol Madrid memang ada pembicaraan dari Universitas Indonesia dan Padjadjaran memang jangan terlalu cepat-cepat karena infrastruktur industri kreatif kita belum pada siap. Mereka membandingkan dengan China, China itu menolak Protocol Madrid tapi perang dagang global sekarang, Amerika pun sekarang megapmegap di mata China. Saya ingat dimana Hillary Clinton pada kabinet sebelumnya itu meminta-minta datang ke China untuk segera China berinvestasi di Amerika. Kita bisa lihat sekarang mata uang China sedang menguasai dunia. Apakah Undang-undang kita ini harus merujuk pula kepada ketentuanketentuan WIPO yang bermarkas di Genewa? Itu saja Pak. Terima kasih. KETUA RAPAT (Hj. DESY RATNASARI, M.Si.,M.Psi) : Pak Wih barang kali? F GERINDRA (WIHADI WIYANTO, SH) : Terima kasih Pimpinan. Saya sebenarnya tidak mau mengomentari senior saya, guru saya Pak Hendri, tapi ini karena untuk kepentingan negara, jadi saya hanya ingin menegaskan kembali. Apakah dengan draft Rancangan Undang-undang yang sekarang ini layak untuk diteruskan atau apakah perlu ada revisi ulang.
21
Melihat begitu banyaknya permasalahan-permasalahan yang sebenarnya sangat krusial dan in adalah ke depannya justru akan menjebak kita ke dalam sistem yang tidak melindungi tetapi yang merugikan negara kita ini. Nah ini yang perlu kami tau sehingga sikap kami pun dengan kajiankajian akademis bukan karena kajian emosional tapi kajian kademis dan juga ooportunity ke depan itu bisa membuat kiat berfikir bahwa sepertinya perlu ada satu kajian ulang terhadap Undang-undang ini dan juga adanya suatu audit terhadap kinerja dari pada Direktorat HKI karena melihat pada saat itu seperti yang Pak Hendri sampaikan, qda 14 tahun PP belum ada dan itu menimbulkan polemik hukum saat ini dan itu mungkin saya kaitkan dengan kasus IKEA yang barusan terjadi di mana pada PK kasus tersebut dari Mahkamah Agung memenangkan IKEA yang dipunyai oleh pabrik lokal di Surabaya. Ini perlu kiranya apakah memang sampai sejauh itu kita harus masuk ke dalam Pansus Merek ini. Saya kira itu aja. Terima kasih. KETUA RAPAT (Hj. DESY RATNASARI, M.Si.,M.Psi) : Baik, barangkali Pak Putu ada yang ingin disampaikan juga? Nanti Pak Fauzan sekalian mungkin. Silakan Pak. FPD (I PUTU SUDIARTANA) : Terima kasih Pimpinan. Saya hanya ke Pak Singgih, karena Bapak ini seperti artis, kalau artis itu no care, tapi bagus itu Pak untuk di luar negeri tapi kita ini di rumah rakyat Pak. tadi disampaikan pemaparan dengan sangat bagus tapi kami belum ngerti Pak karena art work itu kan susah di nilai Pak, artis artinya artistik menurut Bapak itu good bagi orang asing tapi kita kan belum mengerti. Saya berterima kasih atas masukan ini, karena produk Bapak itukan naturan apalagi Bapak dengan penampilan yang asli Bapak, kalau pelukis di Bali itu pakai celana pendek dan baju tidak pakai Pak, salah satunya mungkin karena pengaruh seperti itu Pak. ini kan gaya-gaya srtistik, seniman, saya juga terkejut sekali melihat Bapak ini. Ada positifnya Pak yang saya dapat karena terkait dengan Dapil kami, apa yang Bapak lakukan itu gampang sekali di duplikasikan Pak karena teknologi sekarang itu sudah jauh apa yang kita rasakan 25 tahun yang lalu. Saya hanya menyampaikan Bapak itu menyentuh hati kami dari Dapil Bali. Terima kasih KETUA RAPAT (Hj. DESY RATNASARI, M.Si.,M.Psi) :
22
Baik, Terima kasih Pak Putu. Pak Fauzan silakan.
F PPP (H. ACHMAD FAUZAN HARUN, SH.,M.Kom.I) : Terima kasih. Saya sama dengan Pak Putu, melihat Pak Singgih ini menarik Pak, produk Bapak itu apa Pak? KETUA RAPAT (Hj. DESY RATNASARI, M.Si.,M.Psi) : Radio kayu. F PPP (H. ACHMAD FAUZAN HARUN, SH.,M.Kom.I) : Soalnya saya dengar magnum, jadi agak sama dengan produk makanan itu. Pak Hendri tadi, banyak sekali penjelasan-penjelasan yang kita terima, namun secara keseluruhan kesimpulannya itu pesimis. Artinya kita harus berhati-hati terhadap Rancangan Undang-undang yang akan kita golkan ini, oleh karena itu dari Tim Rancangan Undang-undang ini memang harus melakukan pertimbangan yang lebih jauh, apakah dengan audit dan lebih memperdalam lagi. Kira-kira dari pengamatan Bapak solusi yang terbaik untuk Indonesia in iyg citra Indonesia kurang baik itu sebab apa yang terus-menerus di lakukan, sampai 14 tahun yang mestinya sudah terbit oleh Pemerintah tidak diterbitkan. Ini apa yang terkandung di dalam ini, kita tidak mengerti rahasia yang di dalam nya itu. Barangkali itu dulu Bu. Terima kasih. KETUA RAPAT (Hj. DESY RATNASARI, M.Si.,M.Psi) : Baik, Terima kasih. Nanti barangkali bisa ditanggapi oleh DR. Hendri ataupun Baak Singgih secara bergantian. Yang terpenting barangkali apa yang kita inginkan hadir di sisni dari Anggota Pansustentunya Undang-undang ini ketika sudah menjadi Undang-undang bisa melindungi pelaku usaha lokal khususnya adalah ekonomi menengah ke bawah itu yang sangat di inginkan sekali, sehingga tadi Pak Wih meyatakan kalau memang tidak usah ya tidak usah jadi, balikin lagi aja, barangkali kasarnya seperti itu. Tapi kalau memang ini sekiranya sambil berjalan kita bisa menyempurnakan apa pun kekurangan
23
yang dilakukan oleh Pemerintah dalam hal ini kali ini adalah merupakan inisitaif Pemerintah itu bisa dilakukan sambil berjalan, itu akan lebih baik barangkali Pak ya, karena keputusan yang terlalu ekstrim saya rasa juga itu kurang bijaksana. Akan lebih baik jika itu bisa disempurnakan sambil berjalan, kenapa tidak? Dan tentunya kehadiran Bapak-Bapak di sini untuk menyempurnakan apa yang menjadi keinginan dari Pemerintah untuk kemudian mengganti Undang-undang Merek yang sudah ada. Sebelum Bapak dan Pak Singgih ataupun Pak DR. Hendri menyampaikan saran, saya mohon izin untuk meninggalkan rapat ini dan akan dilanjutkan oleh Pak Refrizal. Mohon maaf ekali Bapak, saya ucapkan Terima kasih sekali sudah bisa memberikan pandangannya dan Insya Allah di kemudian hari pada saat penyempurnaan Rancangan Undang-undang kita bisa terus komunikasi. Terima kasih Silakan Pak Refrizal. KETUA RAPAT (H. REFRIZAL) : Silakan lanjut, terserah mau duluan Pak Singgih apa Pak Hendri? NARASUMBER (SINGGIH S. KARTONO) : Terima kasih. Saya sebenarnya malah belajar dari Pak Hendry, karena saya praktisi di industri kreatif tapi saya tidak mendalami di pasal-pasal tentang merek, saya pernah mendaftar, saya punya pegalaman dan kebetulan saya bisa membangun brand untuk yang internasional. Jika saya boleh mengomentari dai uraian berdasarkan yang disampaikan oleh Pak Hendry tadi, memang saya lihat jika kita melihatnya secara lebih utuh, Undang-undang yang baru yang diajukan ini membutuhkan suatu kesiapan yang sangat baik di level birokrasi yang akan melaksanakan nanti. Pengalaman saya dengan mendaftar tahun 2006 dan baru selesai sekitar 5 tahun, itu juga membuktikan bahwa untuk pendaftaran merek yang sederhana itu juga membutuhkan waktu yang sangat lama. Yang kedua adalah tentang Protocol Madrid, jadi memang perlu kajian dari yang ahli danperlu pertimbangan yang sangat mendalam apakah itu akan diratifikasi atau tidak. Komentar saya pada saat memberikan pandangan yang pertama adalah karena saya melihat dari sisi praktis ketika saya mengaplikasi di satu tempat, di satu negara kemudian dia otomatis teraplikasi di negara yang melakukan ratifikasi. Ternyata setelah di dalami lebih jauh, itu mengisyaratkan suatu kondisi-kondisi kesiapan di perangkat atau pelaksana di Indonesia dan juga harus dipertimbangkan dampak positif dan negatifnya
24
terhadap pelaku industri yang sebenarnya ingin berharap diuntungkan dari Protocol Madrid tersebut. Jadi saya kira kalau dari sisi saya, saya melihat lebih menarik lagi ketika tadi juga dibahas tentang penamaan dari Rancangan Undang-undang Merek ini. Saya setuju dan saya merasakan pada saat membaca naskah ini kok ada 2 esensi yang berbeda antara merek dan indikasi geografis. Saya orang yang tidak mendalami di hukum tentu saya tidak mempunyai ke pekaan seperti Pak Hendri, tapi saya punya perasaan situ. Jadi apa yang disampaikan Pak Hendri tadi menurut saya adalah suatu yang masuk akal untuk dimungkinkan untuk memperbaiki judul Rancangan Undang-undang itu sendiri, karena say melihat ini ada 2 esensi yang berbeda. Saya kira itu yang bisa saya sampaikan, saya mengkoreksi kembali tentang masalah bahwa saya mendukung ratifikasi Protocol Madrid tapi setelah saya mndengar penjelasan yang lebih dalam, ini harus dipertimbangkan kembali lebi dalam dan saya berharap bahwa nanti Rancangan Undang-undang yang nanti kaan terbentuk itu betul-betul sesuai dengan kondisi sekarang dan secara bertahap itu juga kan membangun, bersinergi dengan kondisi riil di dalam industri atau bisnis yang akan di bangun di lokal maupun internasional. Saya kira demikian. Terima kasih. KETUA RAPAT (H. REFRIZAL) : Lanjut Pak DR. Hendri, silakan. NARASUMBER (DR. HENDRI) : Terima kasih Bapak Pimpinan Pansus. Jika di izinkan saya mulai dari Pak Achmad Fauzan terlebih dahulu, terkait dengan sistem administrasi kita, saya kira saya tidak terlalu optimis kalau harus diberi opsi joint, kecuali saya bisa diyakinkan kalau kita siap. Elemen kesiapan itu bukan hanya administrasi di kantor merek dengan segala sistem dan orang-orangnya, tetapi masyarakat kita juga yang akan kita entertaint dengan sistem yang baru ini, apa iya pelaku usaha kita memang benar-benar membutuhkan itu dan mengerti tentang manfaat dari Protocol Madrid ini. Sederhananya Pak, kalau misalnya sekedar menunjuk negara mana saya mau jualan, iya saya bisa menunjuk dengan bayangan Inggris, Amerika, Perancis, Itali dan Jepang itu adalah pasar-pasar besar, tetapi pakah iya itu pasar saya? Itu kan tahap asessment ekonomi, yang saya tidak yakin jika teman-teman pelaku usaha ini tidak di beri informasi yang memadai, tadi Pak Putu juga menyinggung tentang karya Pak Singgih, apa ya kira-kira dan dimana, saya melihat ini produk budaya bukan produk masif yang seperti
25
barang elektronik, hand phone dan sebagainya. Nilai jualnya terletak pada nilai budaya juga. Nah bagaimana dalam pengamatan Pak putu tadi, apakah Amerika memahami ini sebagai suatu komoditas yang kemudian sellable di sana. Kirakira saya termasuk yang pesimis kalau ini bisa memberi jawaban terhadap the real interest pelaku industri kreatif kita. Lebih baik di bimbing, diberi arahan, di dorong dalam satu komunitas bersama baru kemudian secara bersamasama, secara kolektif bergerak bersama, tetapi bukan sistemnya yang kita sendiri masih bingung yang kita siapkan. Pak Benjamin yang saya hormati, joint atau tidak, menurut saya tidak, lalu kapan? Ini sangat kondisional sifatnya. Saya melihat Pemerintah keliru melihat pasar, seakan-akan kita hanya terkesima dengan pasar global dengan magnitude dengan daya serapnya yang sangat besar, tetapi apa iya produk-produk kita in punya daya serap seperti yang ditawarkan oleh pasar global. Batik saja kita sekarang ini sudah di hantam oleh produk tekstilnya China yang seperti itu. yang produk legendaris kita, kita mau membanggakan motof-motif kita, dengan mudah mereka sudah membuat desain-desain serupa dengan yang sama. bahkan kita pun sulit untuk membedakan ini batik atau tekstil. Bahwa ini suatu pengalaman yang traumataik saya kira, ketika masuk ke pasar global, rival kita akan serta merta muncul dan akan menghadirkan suatu biaya produksi yang lebih efesien, lebih murah, dan sebagainya. Memasuki pasar global harus ada kalkulasi yang benar-benar cerdas, bagaimana proteksinya, bukan hanya proteksi merek tetapi juga proteksipoteksi yang lain, yang saya kira teman-teman pelaku bisnis yang lebih mengerti hal seperti itu. Lalu bagaimana solusinya? Dulu kita pernah mengadopsi PCT (Pattern Co-operataion Threaty) ada instrumen-instrumen, Prof. Hikmanto memperkenalkan yang istilahnya transplantasi, konsep hukum di sana kita transplan di sini, kita bisa adopsi atu kita adaptasi. Sistem hukum internasional bisa kita nasionalkan dengan berbagai cara tadi. Pilihannya bagaimana kalau Protocol Madrid ini? Secara hirarki sebenarnya protocol ini hanya masalah administrasi. Jadi tidak ada substansinya kalau agreement ada substansinya, tapi kalau hanya protocol seperti Protocol Kyoto, itu hanya masalah administrasi murni Pak. Jadi kalau harus kemudian di adopsi di sini dengan diberi wadah Undang-undang , saya mohon maaf, kasian lembaganya. Lembag yang mmbuat Undang-undang itu Pemerintah dan DPR, kalau hanya masalah teknis administrasi seperti itu, lha wong Paris Convention saja kita ratifikasi dengan Perpres kok. Materi muatannya ini lho Pak, kok di bawa ke DPR di beri wadah Undang-undang . kalau sekedar mau joint, di ratifikasi dengan Perpres dan soal teknisnya nanti diatur dengan apakah Peraturan Menteri atau apa, itu urusan sanalah, tetapi jangan bawa DPR yang sesuatu sebetulnya, mohon
26
maaf agak remeh temeh. Kenapa harus di tampung di sini, apakah kita tidak bisa menggunakan instrumen ratifikasi melalui Perpres. Kedua, saya ingin mengkaitkan dengan apa yang tadi disampaikan oleh Pak Wih, saya sebenarnya ikut berdosa 14 tahun tidak ada PP itu, karena lahirnya Undang-undang itu y ada di situ Pak. saya 30 tahun saya di Sekertariat Negara, 16 tahun saya sebagai tenaga perancang Undangundang. Undang-undang Merek in saya terlibat. Saya tau bahwa ini blunder, dulu kita hanya sekedar ecape close karena tidak bisa kita nunggu saja, nanti kalau forum internasional berhasil ….. dengan apa definisi merek terkenal? Kita pakai itu. Tetapi mereka tidak berhasil sampai sekarang, nah kita bawa ke sana, karena tidak berhasil berhentilah sampai dengan janji. Saya tau teman-teman di Pemerintah, saya juga masih PNS meskipun sekarang saya ful di Perguruan Tinggi sebagai pejabat fungsional. Di Pemerintah memang tidak mudah untuk bisa membuat PP ini karena mau gima apakah 12 kriteria merek terkenal itu yang akan kita translasikan ke dalam Bahasa Indonesia untuk kita pakai sebagai muatan PP. Berbahaya juga, karena itu nanti internasional akan menggugat kita menggunakan itu sebagai pedoman, sementara kita tidak siap. Jika terkait dengan point Pak Wihadi, apakah kemudian kita harus set, kita tolak saja, kembalikan kepada Pemerintah. Saya juga takut berdosa kalau menyarankan seperti itu, whatever the quality. Ini sudah diantarkan ke DPR melalui Perpres, melalui surat Presiden. Dulu dalam Inpres 1570, sifatnya Ampres, sekarang ini diantarkan oleh Presiden ke DPR. Jadi kemudian kalau kita kembalikan rasanya secara etika kelembagaan, munkin jg atdk baik. Saya sampai pada satu usia, ini karena Pak wihadi masih muda, mungkin masih punya energi yang berkobar-kobar untuk itu. Saya tidak mengatakan kalau saya lebih bijak dari Pak Wih, tapi rasanya saya ingin mengajak, tadi karena saya disebut seniornya, saya ingin lebih mengajak yunior saya untuk kita lebih coba kita petakan satu persatu permasalahannya dan dalam tugas yang mulia ini kita bisa menyelesaikan dengan sebaikbaiknya untuk kepntingan rakyat. Audit saya kira perlu untuk bisa meyakinkan kita kalau memang iya, with or without aturan mengenai Protocol Madrid apakah nanti di ratifikasi dengan Perpres yang penting kita punya satu bukti bahwa kita itu sudah siap. Tingkat kesiapan di ukur dari potret kinerja yang kemarin, karena kalau kemarin masih pontang-panting harus menghandel beban pekerjaan yang baru lagi yang relatif juga punya masalah yang besar, jangan-jangan nanti 200 ribu deadlock nya. In makintdk karu-karuan saya kira, audit saya kira harus menjadi salah satu bahan pertimbangan untuk kita bisa mendapatkan bahan pertimbangan pemikiran yang lebih tepat. Mohon izin Pak Syaiful, Bapak benar, ada beberapa komitmen kita dalam kerangka WTO dan keanggotaan kita di PBB, kita juga harus complied dengan seluruh 21 atau 23 peraturan perjanjian internasional yang dijanjikan
27
oleh WIPO, kita memang harus melihat salah satu yang relevan dengan substansi Rancangan Undang-undang ini adalah Trade Mark Law Threaty, tetapi stelah saya dalami substansinya sebetulnya itu sudah teradopsi di dalam. Yang berbeda memang menyangkut mengenai Protocol Madrid ini. Ibu Wenny, saya tidak bisa menghaturkan satu terapi yang permanen atau yang benar-benar bisa menjawab, tetapi dalam pemahaman saya sebetulnya sistem hukum merek kita itu sudah embangun satu filter dari hulu ke hilir. Di hulu itu sudah di cegah dengan Pasal 56 Undang-undang Merek kita yang ada jangan sampai ada persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya, kemudian jangan sampai ada persamaan dengan merek yang sudah terkenal, itu di sini sudah di cegah, filter pertama. Filter kedua apabila ternyata kantor merek lolos tetap memberikan pendaftaran, misalnya seperti Baby Dior, saya sampai tidak habis mengerti Baby Dior, kata Dior yang sudah sangat iconic seperti itu bisa di daftar atas nama orang Indonesia dengan di kombinasi kata depan Baby. Ketika ini masuk di pengadilan, sampai dipertanyakan “what the reason behind it?” ada penguraian dari pemilik merknya, Baby Dior itu singkatan, Baby-nya saya lupa sedangkan Dior-nya iru singkatan dari Dia Itu Orang Ramah. Saya bisa pelesetkan, kalau gitu saya punya anak saya beri nama Lestari Vitri nanti saya bisa bikin logo LV, bisa kemana-mana. Nah hal seperti ini yang, kalau filter di depan sudah bobol sebetulnya da 2 instrumen koreksi yang kita sebut dengan gugatan pembatalan dan gugatan penghapusan. Pembatalan apabila sudah register tetapi ada masalah terkait dengan persyaratan-persyaratan, maka pihak yang berkeberatan bisa mengajukan gugatan pembatalan. Lalu yang kedua, kalau itu ternyata tidak di gunakan, ada gugatan penghapusan, itu di tengah-tengah, di akhir ini yang tadi saya haturkan, mustinya terhadap merek-merek yang punya masalah seperti itu, di depan dicegah, ditangkal tidak berhasil, lolos di sini di gugat pembatalannya. Mohon izin yang namanya Baby dior itu putusan Pengadilan membolehkan, jadi itu dimiliki oleh orang Indonesia dengan segala kontroversinya. Ini mestinya bisa dicegah di hilirnya, ketika dia mengajukan permintaan perpanjangan, seharusnya bisa. Da satu instrumen koreksi yang dilekatkan kepada kantor merek untuk bisa membereskan yang itu. yang ini yang bolong, di hulu sampai di tengah-tengah ada mekanism koreksi tapi diterakhirnya tidak ada, diserahkan ke Pengadilan untuk silakan nanti gugat pembatalannya di Pengadilan. Ternyata salah satu kasusnya kemudian yang IKEA kemarin di Surabaya, juga menggelikan putusannya. Ibu Wenny, kalau boleh saya menyimpulkan, dari hulu sampai hilir harus kita petakan lagi, kita beri instrumen-instrumen mulai dari administrasi sampai dengan koreksinya, kemudian yang harus kita ingatkan adalah operatornya. Sebagai sistem mungkin sudah bagus, tetapi kalau ini dijalankan tetap harus ada dedikasi yang kuat, teman-teman yang menjalankan juga harus punya komitmen yang sama untuk bersih dari segala kekusutan ini. Kalau misalnya salah satu cara untuk mempercepat pendaftaran itu dengan
28
sistem otomasi, dengan komputerisasi, ya jangan di jebol sistemnya, jangan di rusak kan mudah kalau mau membreak down sistem yang tadinya sudah mauk online. Saya juga khawatir, oke pendaftaran bisa online tetapi kalau onlinenya tiba-tiba kemudian karena kepentingan, di destroy dengan cara yang tidak bertanggung jawab, akhirnya jadi manual lagi. Tumpukantumpukan yang seratus ribu tadi bisa menjadi bisnis besar, tumpukan yang di bawah bisa ke atas dan seterusnya. Ini cerita lama, ketika saya masih di awal-awal dahulu mengikuti perkembangan bagaimana suara-suara itu saya dengarkan, rasanya ini tidak lagi terjadi. Tetapi kenapa tidak kita juga harus hati-hati, karena peluang itu meskipun otomatis , tetap saja sistem itu bisa dijebol dan kalau sampai 3 bulan harus repair dan proses harus jalan, saya kira selama manual ini apa yang terjadi Wallahualam. Saya kira itu yang saya haturkan kepada Ibu Wenny. Bapak Pimpinan demikian yang bisa saya haturkan. KETUA RAPAT (H. REFRIZAL) : Sudah? Masih ada ya? Tadi Ibu dessy memperpanjang sampai Pukul 16.00. Tidak ada ya, kalau masih ada saya perpanjang. Terima kasih Pak DR. Hendry. F GERINDRA (H. BIEM TRIANI BENJAMIN, B.Sc.,MM) : Pimpinan. Ini saran saja, ini Pak Hendru luar biasa, saya menginginkan nanti Pimpinan juga tetap mengakomodir, tetap mengikutsertakan Pak Hendry ini untuk pembahasan-pembahan lebih lanjut lagi. Terima kasih. KETUA RAPAT (H. REFRIZAL) : Terima kasih sekali lagi saya ucapkan kepada DR. Hendry yang telah memberikan masukan kepada kita. Seperti permintaan dari teman-teman, kalau bisa ini di kawal Pak sampai selesai Pak, di bantu karena ini untuk kepentingan bangsa dan negara dan juga untuk praktisi kita Pak Singgih juga kita minta. Undang-undang ini jika jadi akan digunakan oleh semua elemen bangsa khususnya adalah praktisi. Sekali lagi kami atas nama Pimpinan dan Anggota Pansus Merek berterima kasih dan kami mohon ada kelanjutannya sampai Undang-undang ini selesai. Nanti bisa berhubungan dengan sekertariat kami untuk memberikan masukan-masukan bila ada perkembangan-perkembangan yang menarik. Memang pasti ad kontroversinya ya, Protocol Madrid saja ada dua pendapat,
29
misalnya tadi masalah delik saja kita, delik aaduan apa delik biasa juga kita dua pendapat. Nanti kita buatlah yang terbaik untuk kita tuangkan dalam Undangundang ini. Saya kira itu yang bisa saya sampaikan. Terima kasih sekali lagi. Wassalamualaikum Warrohmatullahi Wabarakatuh. RAPAT DITUTUP PUKUL 16.00 WIB Jakarta, 28 September 2015 a.n Ketua Rapat SEKRETARIS RAPAT, ttd. DRS. ULI SINTONG SIAHAAN, M.SI. NIP. 19601108 199003 1002