PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN Jl. Ir. H. Djuanda No. 35 Jakarta 10120 Indonesia
KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita semua. Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberi kita kelapangan, kesempatan dan kemampuan untuk dapat mengelola dan mengembangkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk kepentingan bangsa dan negara, khususnya membantu penegak hukum dalam mencegah dan memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Asal. Sebagai pertanggung jawaban kami kepada Presiden RI dan DPR RI, setiap enam bulan PPATK menyampaikan Laporan sebagaimana diatur di dalam UndangUndang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU). Dalam Laporan Tahunan Tahun 2011 ini akan disampaikan capaian-capaian yang telah diperoleh dan begitu pula dengan kendalakendala yang dihadapi selama tahun berjalan. Kita menyadari bahwa semakin hari gerak, dinamika dan perubahanperubahan adalah bagian dari keniscayaan yang harus kita hadapi. Menyikapi hal ini, kita dituntut untuk dapat melakukan adaptasi setiap saat dalam menjalaninya. Dalam arti yang lebih luas, perubahan adalah esensi dan pertanda kehidupan itu sendiri. Perubahan-perubahan dan dinamika yang terus berkembang tersebut, mengasah kita agar selalu awas terhadap perkembangan yang terjadi. Modus-modus operandi yang dilakukan oleh para pelaku tindak pidana pencucian uang terus berkembang dan mengambil celah agar sulit terlacak. Trend penggunaan rekening pihak ketiga dalam melakukan pencucian uang dengan menggunakan rekening istri dan anak serta usaha yang legal misalnya, suatu hal yang perlu dilihat secara jeli. Uang hasil tindak pidana ini kemudian diinvestasikan ke dalam berbagai instrument keuangan seperti deposito, SBI, perusahaan asuransi, serta instrumen lainnya.
iii
Selain daripada itu pada tahun 2011 ditemukan pula modus penggunaan Voucher Multi Guna dengan melibatkan penyelenggara negara yang melakukan transaksi yang berindikasi tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Pola yang dilakukan adalah, bendahara membeli Voucher Multiguna (VMG) di bank dengan menggunakan dana uang negara. VMG itu kemudian diberikan kepada penyelenggara negara dan dicairkan oleh pihak lain, untuk selanjutnya dana hasil pencairan kemudian digunakan untuk membuka deposito, disetorkan ke rekening tabungan dan untuk pembayaran keperluan lainnya seperti pembayaran kartu kredit. Ini sebahagian modus yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana pencucian uang, dan masih banyak modus lain yang dilakukan. Hal-hal seperti ini terus berkembang dengan berbagai macam cara dan instrumen yang dilakukan oleh pelaku kejahatan. Akhir kata kami ingin menyampaikan terimakasih kepada seluruh lembaga dan instansi terkait, Penyedia Jasa Keuangan, Penyedia Jasa dan Barang, stakeholder lainnya dan khususnya kepada Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden RI yang telah memberikan kepercayaan kepada kami untuk dapat memimpin lembaga ini. Sebagai abdi negara, kami meyakini bahwa komitmen yang kuat, ikhlas dan sungguh-sungguh akan memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara ini. Semoga laporan tahunan ini bermanfaat bagi bangsa dan negara Republik Indonesia. Amin. Wassalamu'alaikum Wr. Wb. Jakarta, Januari 2012
MUHAMMAD YUSUF Kepala PPATK
iv
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ....................................................................................................
iii
Laporan Pelaksanaan Program Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Tahun 2011 .........................................................................................
1
I.
TINJAUAN UMUM ....................................................................................
1
II.
FUNGSI DAN TIGAS POKOK ...................................................................
4
III. VISI DAN MISI ...........................................................................................
5
IV.
PELAKSANAAN PROGRAM KERJA ........................................................
7
A. Riset dan Analisis ................................................................................
7
1. 2. 3. 4. B.
Riset .............................................................................................. Tipologi Berdasarkan Temuan PPATK ........................................ Tren Modus Operandi .................................................................. Kondisi Faktual Hasil Analisis Selama Tahun 2011 ....................
8 14 15 17
Pengawasan Kepatuhan ......................................................................
19
1. 2. 3. 4.
Kegiatan Audit kepatuhan ............................................................ Penyusunan Pengaturan .............................................................. Kegiatan Penerimaan LTKM, KTKT, dan LPUT..........................
20 22 24
Kegiatan Pelatihan Identifikasi TKM dan Tata Cara Pelaporan Bagi PJK.. Kegiatan Koordinasi Terkait Pengawasan Kepatuhan .......................... Kegiatan Scanning dan Indexing .......................................................... Penanganan Laporan Penundaan Transaksi.........................................
24 24 24 25
5. 6. 7.
v
C.
Kerjasama Dalam Negeri dan Luar Negeri ...................................................
26
1. 2.
Kerjasama Hubungan Dalam Negeri .................................................... Kerjasama Hubungan Luar Negeri .......................................................
26 28
D. Hukum dan Regulasi .....................................................................................
30
1. 2.
Implementasi UU TPPU ........................................................................ Rincian Kegiatan ......................................................................................
30 32
Sistem Teknologi Informasi Pengembangan Aplikasi Sistem .....................
44
1. 2.
Operasi Sistem ....................................................................................... Perencanaan Teknologi dan Infrastruktur TI PPATK ..........................
45 46
Administrasi ..................................................................................................
48
1. 2. 3.
Sumber Daya Manusia .......................................................................... Keuangan ............................................................................................... Umum ....................................................................................................
48 50 55
Audit Internal ................................................................................................
57
PENUTUP ..............................................................................................................
58
Lampiran Daftar Singkatan.................................................................................................... Daftar Tabel...........................................................................................................
59 60
E.
F.
G. V.
~O~
vi
LAPORAN PELAKSANAAN PROGRAM KERJA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN TAHUN 2011
I TINJAUAN UMUM
R
ealitas memperlihatkan dengan sangat jelas bahwa kemajuan peradaban kita (manusia) di berbagai bidang kehidupan tidak hanya memberi dampak yang positif terhadap perbaikan kualitas hidup, akan tetapi sebaliknya juga menimbulkan dampak negatif seiring dengan berkembangnya berbagai bentuk kejahatan, khususnya kejahatan yang bertujuan untuk mendapat keuntungan ekonomis. Bentuk kejahatan bermotif ekonomi ini, yang lebih dikenal sebagai “tindak pidana ekonomi” seperti pencurian, penipuan dan penggelapan, pada awalnya bersifat konvensional. Namun, lama-kelaman telah berkembang menjadi semakin canggih dan kompleks karena melibatkan orang-orang yang ahli di bidangnya masing-masing seperti advokat, akuntan, bankir, notaris, dan pialang (broker) pasar modal, dengan dukungan kemajuan di bidang teknologi-informasi (komputer) pula, sehingga tindak pidana ekonomi ini menjadi suatu aksi kejahatan yang bersifat transnasional (transnational crime) dan terorganisir (organized crime). Jenis kejahatan seperti ini, selain menghasilkan banyak harta kekayaan sekaligus juga melibatkan banyak dana untuk membiayai peralatan-peralatan, sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan tindak pidana tersebut. Dengan kompleksitas seperti ini menyebabkan tindak pidana ekonomi sekarang – seperti praktik korupsi, kolusi dan nepostisme (KKN) -- menjadi jauh lebih sulit ditangani oleh penegak hukum. Tugas dan tanggungjawab penegak hukum menjadi semakin berat karena tindak pidana ekonomi lainnya, seperti penyelundupan barang, peredaran narkotik dan psikotropika, perdagangan manusia dan senjata illegal, kerap pula terjadi di tanah air kita. Kesemuan jenis tindak pidana ekonomi tersebut merupakan aksi kejahatan yang dapat merusak dan
1
Laporan Tahunan
menghancurkan aspek-aspek kehidupan masyarakat di suatu negara, bahkan tatanan perekonomian dunia. Sebagai gambaran, World Bank (2009) memperkirakan aliran lintas batas (cross border) dari hasil kejahatan korupsi dan penggelapan pajak saja mencapai 1 hingga 1,6 triliun USD per tahun. Tragisnya, setengah dari jumlah uang hasil kejahatan tersebut dijarah dari negara-negara berkembang dan transisi. Sebanyak 20 hingga 40 miliar USD dari aliran uang lintas batas (transnational crime) ini berasal dari praktik suap yang diterima oleh pejabat publik dari negara-negara berkembang dan transisi. Dalam Kongres PBB Ke-VII tentang “Prevention of Crime and the Treatment of Offenders” di Milan pada tahun 1985, telah dibicarakan suatu tema yang tidak klasik sifatnya, yaitu “Dimensi Baru Kejahatan Dalam Konteks Pembangunan”. Dalam salah satu pembicaraan tentang “dimensi baru” ini, yang memperoleh sorotan adalah tentang terjadi dan meningkatnya “penyalahgunaan kekuasaan” (abuse of power) oleh pejabat publik, yang kemudian meluas dan dikenal sebagai “korupsi sistemik”, yang kadangkala dimaknai representasi kelembagaan negara, karenanya sering dikatakan pula “korupsi kelembagaan”. Penyalahgunaan kekuasaan di bidang ekonomi ini melibatkan pihak-pihak “upper economic class” (konglomerat) maupun “upper power class” (pejabat tinggi) yang melakukan konspirasi dan bertujuan untuk kepentingan ekonomi kelompok tertentu, sehingga pada akhirnya menimbulkan tindak pidana ekonomi (“economis crime”). Prof. Michael Levi dalam bukunya Regulating Fraud, White Collar Crime and the Crimial Process (1987) menunjukkan adanya suatu kejahatan yang melibatkan pejabat publik sebagai karakteristik White Collar Crime. Di samping tingkat pembuktiannya sangat sulit, kejahatan yang melibatkan pejabat publik ini pun sulit menentukan status pelakunya dan selalu dapat berlindung dengan justifikasi lemahnya norma legislasi, bahkan beyond the law dengan memanfaatkan norma dibalik asas legalitas yang relatif. Sementara Prof. August Bequai dalam th bukunya White Collar Crime: A 20 Century Crisis (1978) mengakui bahwa “korupsi kelembagaan” merupakan karakteristik dari krisis di abad ke-20 ini. Aparat penegak hukum yang menangani kejahatan kerah putih seringkali berhadapan dengan pejabat negara atau pejabat pemerintah yang mempunyai kekuasaan politik yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi proses penegakan hukum. Bahkan, berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, aparat penegak hukum di Indonesia masih harus meminta persetujuan Presiden untuk melaksanakan suatu tindakan hukum terhadap pejabat tertentu yang diduga melakukan tindak pidana korupsi. Hal semacam ini tentunya mempersulit penanganan kasus korupsi tersebut. Kesulitan akan bertambah apabila pelaku kriminal menginvestasikan hasil-hasil tindak pidana (proceeds of crime) yang diperolehnya itu ke dalam suatu kegiatan usaha yang sah dan selanjutnya dipindahtangankan pula kepada pihak ketiga, misalnya dengan memanfaatkan instrumen investasi yang beragam di dalam atau luar negeri. Tujuan utama dari para pelaku kriminal dengan motif ekonomi adalah untuk mendapatkan harta kekayaan yang sebanyak-banyaknya. Sementara harta kekayaan (hasilhasil kejahatan) bagi pelakunya merupakan lifeblood of crime (“darah yang menghidupi kejahatan itu sendiri”), sehingga cara yang paling efektif untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan terhadap tindak pidana dengan motif ekonomi adalah membunuh kehidupan dari kejahatan dengan cara merampas hasil dan intrumen tindak pidana tersebut. Argumen ini tentunya tidak mengecilkan arti dari hukuman pidana badan terhadap para pelaku kriminal.
2
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
Namun harus diakui pula bahwa sekedar menjatuhkan pidana badan terbukti tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku kriminal. Berdasarkan uraian di atas, terlihat perlunya pengembangan suatu sistem hukum, baik melalui jalur litigasi maupun non-litigasi, yang dapat merampas seluruh harta kekayaan yang dihasilkan dari suatu tindak pidana serta seluruh sarana yang memungkinkan terlaksananya tindak pidana terutama tindak pidana bermotif ekonomi. Oleh karena itu, pengaturan dalam suatu peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur tentang penyitaan dan perampasan hasil dan instrumen tindak pidana menjadi suatu kebutuhan yang sangat penting bagi proses penegakan hukum di Indonesia. Terlebih lagi mengingat ketentuan-kentuan yang ada tentang masalah tersebut masih tersebar di berbagai perundang-undangan dan belum diatur secara jelas sehingga belum memperlihatkan hasil yang signifikan. Selain itu, ketentuan yang mengatur mengenai penyitaan dan perampasan hasil dan instrumen tindak pidana yang berlaku saat ini adalah melalui prosedur penegakan hukum pidana. Padahal dalam perkembangannya, sejalan dengan penegakan rezim anti pencucian uang telah dikenal dan bahkan telah diterapkan oleh berbagai Negara, sebagai suatu sistem perampasan melalui prosedur gugatan perdata terhadap bendanya (forfeiture in rem atau non-conviction based asset forfeiture), serta sistem perampasan melalui prosedur administrasi (administrative forfeiture). Penerapan kedua sistem tersebut terbukti mampu secara efektif “membunuh kehidupan” dari tindak pidana yang bermotifkan ekonomi. Sebagai sebuah negara yang berdasarkan pada hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat) maka pemerintah Indonesia berkewajiban untuk mensinergikan upaya penegakan hukum yang berlandaskan pada nilai-nilai keadilan dengan upaya pencapaian tujuan nasional guna mewujudkan kesejahteraan umum bagi masyarakat. Berdasarkan pemikiran seperti ini, penanganan tindak pidana dengan motif ekonomi harus dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang berkeadilan bagi masyarakat melalui pengembalian hasil dan instrumen tindak pidana kepada negara untuk kepentingan masyarakat. Dari kondisi di atas, terlihat adanya kebutuhan yang nyata terhadap suatu sistem yang memungkinkan dilakukannya penyitaan dan perampasan hasil dan instrumen tindak pidana secara efektif dan efisien. Namun hal tersebut tentu dilakukan dengan tetap memperhatikan nilai-nilai keadilan dengan tidak melanggar hak-hak asasi manusia.
3
Laporan Tahunan
II FUNGSI DAN TUGAS POKOK PPATK
S
esuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU), PPATK sebagai financial inteligence unit (FIU) di Indonesia mempunyai tugas untuk mencegah dan memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU); mengelola data dan informasi yang diperoleh dari Pihak Pelapor, serta instansi terkait di dalam negeri dan luar negeri; pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor; analisis dan/atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan yang berindikasi TPPU dan/atau tindak pidana lain. Dalam melaksanakan fungsi pencegahan dan pemberantasan TPPU, PPATK berwenang meminta dan mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data dan informasi, termasuk dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang menerima laporan dari profesi tertentu; menetapkan pedoman identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan; mengkoordinasikan upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dengan instansi terkait; memberikan rekomendasi kepada Pemerintah mengenai upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU; mewakili Pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi dan forum internasional yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan TPPU; menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan anti-pencuian uang; dan menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan TPPU. Dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor, PPATK berwenang : menetapkan ketentuan dan pedoman tata cara pelaporan bagi Pihak Pelapor; menetapkan kategori Pengguna Jasa yang berpotensi melakukan TPPU; melakukan audit kepatuhan atau audit khusus; menyampaikan informasi dari hasil audit kepada lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Pihak Pelapor; memberikan peringatan kepada Pihak Pelapor yang melanggar kewajiban pelaporan; merekomendasikan kepada lembaga yang berwenang mencabut izin usaha Pihak Pelapor; dan menetapkan ketentuan pelaksanaan prinsip mengenali Pengguna Jasa bagi Pihak Pelapor yang tidak memiliki Lembaga Pengawas dan Pengatur. Dalam rangka melaksanakan fungsi análisis atau pemeriksaan laporan dan informasi, PPATK dapat : meminta dan menerima laporan dan informasi dari Pihak Pelapor; meminta informasi kepada instansi atau pihak terkait; meminta informasi kepada Pihak Pelapor berdasarkan permintaan dari instansi penegak hukum atau mitra kerja di luar negeri; meneruskan informasi dan/atau hasil análisis kepada instansi peminta, baik di dalam maupun di luar negeri; menerima laporan dan/atau informasi dari masyarakat mengenai adanya dugaan TPPU; meminta keterangan kepada Pihak Pelapor dan pihak lain yang terkait dengan dugaan tindak pidana Pencucian Uang; merekomendasikan kepada instansi penegak hukum mengenai pentingnya melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; meminta penyedia jasa keuangan (PJK) untuk menghentikan sementara seluruh atau sebahagian Transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana; meminta informasi perkembangan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal dan TPPU; mengadakan kegiatan adminstratif lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini; dan meneruskan hasil análisis atau pemeriksaan kepada penyidik.
4
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
III VISI DAN MISI PPATK
U
ntuk memberikan arah pandangan ke depan terkait dengan kinerja PPATK selama periode lima tahun, PPATK membuat Rencana Strategis tahun 2010-2014, dengan merumuskan visi secara praktis dan realistis untuk dapat dicapai dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki, dengan harapan dapat memberikan tantangan dan menumbuhkan motivasi yang kuat bagi seluruh pegawai PPATK untuk mewujudkannya. Visi tersebut merupakan keadaan yang ingin diwujudkan PPATK, yaitu : ”Menjadi lembaga independen di bidang informasi keuangan yang berperan aktif dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan teroris”. PPATK sebagai lembaga independen berharap dapat melaksanakan tugas dan kewenangannya secara bebas dari intervensi dan pengaruh dari pihak manapun dalam rangka mencegah dam memberantas tindak pidana pencucian uang dan pendanaan teroris. Setiap pihak tidak boleh melakukan segala bentuk campur tangan yang mengakibatkan berkurangnya independensi PPATK dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya. Sebagai lembaga independen di bidang informasi keuangan, PPATK selalu berupaya untuk dapat meningkatkan efektifitas pengelolaan informasi di bidang keuangan yang bersifat rahasia terkait dengan dugaan adanya TPPU dan pendanaan teroris untuk kepentingan penegakan hukum. Oleh karena itu, sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangannya, PPATK akan selalu berusaha untuk dapat lebih berperan aktif dalam berbagai kesempatan sehingga upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan teroris di Indonesia dapat berhasil dengan baik. Untuk mewujudkan pencapaian visi yang telah ditetapkan, maka PPATK merumuskan misi, yang merupakan rumusan upaya-upaya yang akan dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok, fungsi, dan kewenangannya, serta sesuai dengan sumber daya yang dimilikinya, PPATK memiliki misi yang terbagi dalam 5 (lima) area : 1.
Meningkatkan Kualitas Pengaturan dan Kepatuhan Pihak Pelapor Peran aktif PPATK dalam rangka pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan teroris dilakukan melalui berbagai upaya sesuai dengan tugas dan kewenanganya, antara lain melalui peningkatkan kualitas pengaturan dan kepatuhan Pihak Pelapor. Upaya tersebut diwujudkan dalam berbagai kegiatan antara lain penerbitan dan penyempurnaan pedoman pelaporan, serta peningkatan efektifitas audit kepatuhan bagi PJK, dengan tujuan agar terus terjadi peningkatan pemahaman dan kesadaran bagi seluruh pihak pelapor berkenaan dengan kewajibannya untuk menyampaikan laporan ke PPATK. Kondisi seperti ini diharapkan dapat meningkatkan kewaspadaan bagi PJK terhadap para kriminal yang memanfaatkan sistem keuangan sebagai sarana pencucian uang, serta dapat meningkatkan jumlah dan kualitas laporan yang disampaikan ke PPATK, sehingga upaya pencegahan secara dini dan
5
Laporan Tahunan
pemberantasan terhadap kemungkinan terjadinya TPPU dan pendanaan teroris dalam transaksi keuangan di Indonesia dapat dilaksanakan secara lebih optimal. 2.
Meningkatkan Efektifitas Pengelolaan Informasi dan Kualitas Hasil Analisis yang Berbasis Teknologi Informasi Keberhasilan peran aktif PPATK dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan teroris sangat tergantung pula pada tingkat kualitas Informasi Hasil Analisis (IHA) dan Laporan Hasil Analisis (LHA) yang dihasilkan. Oleh karena itu, PPATK berupaya untuk terus meningkatkan efektifitas pengelolaan informasi antara lain melalui penyempurnaan mekanisme penyampaian laporan ke PPATK, serta pengembangan sistem teknologi informasi dan pengolahan data laporan transaksi keuangan secara lebih efektif dan efisien. Sedangkan upaya untuk meningkatkan kualitas hasil analisis dilakukan melalui berbagai kegiatan, antara lain pelaksanaan riset terhadap tipologi TPPU, peningkatan kemampuan tenaga riset dan analis, serta penyempurnaan pedoman riset dan analisis. Dengan semakin meningkatnya kualitas hasil analisis, diharapkan pihak-pahak yang membutuhkan dapat memanfaatkannya secara lebih optimal dalam kerangka pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan teroris.
3.
Meningkatkan efektivitas penyampaian dan pemantauan tindak lanjut Laporan Hasil Analisis, Pemberian Nasihat dan Bantuan Hukum, serta Pemberian Rekomendasi kepada Pemerintah PPATK memiliki peranan yang sangat strategis dalam proses penegakan hukum di bidang TPPU dan pendanaan teroris. Efektifitas penyampaian dan pemantauan tindak lanjut Laporan Hasil Analisis (LHA) kepada penegak hukum sangat berpengaruh terhadap keberhasilan penyelesaian masalah TPPU dan pendanaan teroris. Nasihat dan bantuan hukum dari PPATK masih diperlukan oleh penegak hukum dalam penanganan TPPU. Oleh karena itu, PPATK akan terus berupaya untuk dapat meningkatkan efektifitas penyampaian LHA kepada penegak hukum dan pemantauan atas tindaklanjutnya, meningkatkan kualitas dan efektivitas pemberian nasihat dan bantuan hukum, serta meningkatkan kualitas rekomendasi yang dapat diberikan kepada Pemerintah, sehingga upaya pencegahan dan pemberantasa TPPU dan pendanaan teroris dapat berhasil dengan baik.
4.
Meningkatkan kerjasama dalam dan luar negeri di bidang pencegahan dan pemberantasan TPPU dan Pendanaan Teroris Dalam upaya mencegah dan memberantas TPPU dan pendanaan teroris diperlukan dukungan dan kerjasama semua pihak yang terkait. Dalam misi ini, PPATK berharap dapat menjalin kerjasama yang lebih baik lagi dengan instansi dalam negeri, dan memperkuat kerjasama internasional. Agar kerjasama dan koordinasi lintas sektoral dapat terwujud secara efektif dan efisien diperlukan suatu kerangka berpikir, orientasi dan pemahaman yang sama dalam penanganan TPPU. Sedangkan untuk meningkatkan kerjasama internasional, PPATK perlu
6
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
menggalang dan memperkuat kerjasama dengan FIU negara-negara lain sehingga proses pertukaran informasi intelijen di bidang keuangan menjadi semakin mudah dan cepat, tanpa perlu mengorbankan aspek kerahasiaan dan kedaulatan negara. 5.
Meningkatkan efektifitas pelaksanaan Manajemen Internal untuk mewujudkan Good Governance dengan memanfaatkan Teknologi Informasi secara efektif dan efisien Efektifitas pelaksanaan manajemen internal PPATK merupakan salah satu faktor penting keberhasilan pencapaian visi PPATK. Dengan ditetapkannya misi PPATK terkait dengan upaya untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan manajemen internal dengan memanfaatkan reknologi informasi secara efektif dan efisien, diharapkan dapat mewujudkan good governance dan clean government di lingkungan PPATK. Misi ini dilaksanakan melalui peningkatan kinerja pelayanan umum (internal dan eksternal), pengembangan sistem manajemen sumber daya manusia, pengembangan sistem manajemen keuangan, dan optimalisasi pelaksanaan pengawasan internal. Dengan demikian, maka tugas dan fungsi pelayanan dan pengelolaan sumber daya serta pengawasan terhadap pelaksanaannya dapat dilakukan secara lebih baik, yang pada akhirnya dapat mendukung keberhasilan pencapaian seluruh misi PPATK.
IV PELAKSANAAN PROGRAM KERJA A.
RISET DAN ANALISIS Dalam kerangka pelaksanaan fungsi PPATK sebagaimana tertuang dalam Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU), PPATK melakukan analisis terhadap Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) yang disampaikan oleh Pihak Pelapor sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 17 ayat (1) UU TPPU (Pihak Pelapor). Proses analisis LTKM ini dilakukan oleh Direktorat Riset dan Analisis (DRA) PPATK. Sesuai dengan tugas yang diemban, produk utama yang dihasilkan adalah berupa Hasil Analisis dan Hasil Pemeriksaan yang diharapkan dapat dijadikan dasar bagi aparat penegak hukum dalam melakukan proses penegakan hukum sesuai dengan tugas dan kewenangannya dan ketentuan yang berlaku. Terkait dengan output tersebut, dapat dijelaskan secara ringkas perbedaan masing-masing output sebagai berikut: (1)
Hasil Analisis/HA pada dasarnya adalah merupakan output utama dari proses analisis yang dilakukan melalui beberapa jenjang/tahapan proses internal yang diawali dengan penerimaan data (LTKM/LTKT/LPUTLB) yang telah melalui proses pre-cleansing pada Direktorat Pengawas
7
Laporan Tahunan
Kepatuhan PPATK, untuk selanjutnya dilakukan proses analisis awal, termasuk melakukan eksplorasi database PPATK dengan menggunakan analytical tools yang dimiliki beserta proses inquiry dari PPATK kepada seluruh PJK terkait. Output berupa HA diperoleh dengan menggabungkan berbagai informasi dari berbagai sumber termasuk baik atas profil terlapor, sumber pendanaan, tujuan penggunaan dana, underlying transaction setiap transaksi yang dilakukan, kesesuaian antara nilai tranasksi dengan profil terlapor serta hal-hal lainnya yang dipandang perlu untuk dapat dijadikan informasi ataupun data pendukung. (2)
Hasil Pemeriksaan/HP secara umum adalah merupakan pengembangan mendalam dari proses analisis. HP dapat diperoleh dari pengembangan HA ataupun merupakan penanganan dari Laporan yang diterima oleh PPATK yang dipandang perlu dilakukan pemeriksaan ke lapangan mengingat urgensi, signifikansi nilai transaksi, kuatnya dugaan tindak pidana berdasarkan informasi awal, dampak maupun pertimbangan-pertimbangan lainnya sehingga dipandang perlu untuk dilakukan pemeriksaan oleh PPATK. Perbedaan mendasar dari HA dan HP adalah pada langkah-langkah yang bisa ditempuh oleh PPATK dalam memperoleh data atau informasi. HA berdasarkan informasi/laporan yang diterima PPATK, sedangkan HP merupakan perluasan HA dengan melakukan pemeriksaan ke lapangan termasuk dalam hal ini antara lain adalah penghentian sementara transaksi, serta melakukan permintaan keterangan kepada pihak-pihak lainnya.
(3)
Informasi Hasil Analisis (IHA), adalah output dari proses analisis dengan proses seperti butir (1), namun hasilnya berupa informasi yang disampaikan kepada instansi atau lembaga terkait yang telah mempunyai nota kesepahaman (MoU) dengan PPATK, hal ini dimaksudkan dalam upaya pencegahan TPPU.
PPATK selalu berupaya meningkatkan kualitas dari setiap HA yang dihasilkan dan diharapkan HA yang disampaikan kepada penegak hukum mampu memberikan informasi yang relevan atas kemungkinan terjadinya tindak pidana asal ataupun dilakukannya upaya penegakan hukum atas TPPU yang diduga dilakukan oleh pihak terlapor. 1.
Riset a)
Pelaksanaan riset Pada Tahun 2011, PPATK telah berhasil melakukan riset terkait “analisis strategis dan tipologi”, dengan rincian sebagai berikut: ~
Hasil riset analisis strategis Dalam riset analisis strategis, PPATK menaruh perhatian besar terhadap beberapa isu yang cukup penting, diantarannya adalah analisis strategis yang mengaitkan antara data LTKM dan LTKT
8
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(Laporan Transaksi Keuangan Tunai) dan LPUT (Laporan Pembawaan Uang Tunai), dan juga analisis strategis yang terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat pemerintah daerah (Pemda). Berikut beberapa hasil terrkait riset analisis strategis yang telah berhasil dilaksanakan: (1)
Riset analisis strategis pada Semester I tahun 2011 dilakukan pada periode Januari 2011 sampai dengan Juni 2011 dengan fokus utama pada upaya melakukan koneksitas antara data yang diterima oleh PPATK pada periode Januari 2009 sampai dengan Desember 2010 (24 bulan) dan menemukan jenis tindak pidana dominan yang terindikasi berdasarkan data yang dimiliki oleh PPATK. Beberapa temuan yang diperoleh dari kajian analisis strategis adalah sebagai berikut: Berdasarkan Laporan Hasil Riset Analisis Strategis Periode I Tahun 2011 diketahui bahwa indikasi tindak pidana yang dapat digambarkan dari Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan/LTKM adalah tindak pidana korupsi sebanyak 823 LTKM (74,5%), diikuti oleh TPPU sejumlah 223 LTKM (20,2%) dan tindak pidana penipuan sejumlah 58 LTKM (5,3%).
(2)
Riset analisis strategis pada Semester II tahun 2011 dilakukan pada periode Juli 2011 sampai dengan Desember 2011 dengan fokus utama pada riset atas dugaan tindak pidana korupsi oleh aparatur negara pada pemerintahan daerah. Riset yang telah dilakukan dan data yang dipergunakan pada periode ini adalah LTKM dengan kategori high selama periode Januari 2006 sampai dengan Juni 2011 yang berjumlah 10,702 LTKM dan data HA proaktif yang disampaikan kepada penegak hukum yang berjumlah 1000 HA Proaktif. Beberapa temuan yang diperoleh dari kajian analisis strategis Semester II sebagai berikut: (i)
Seluruh propinsi terdapat LTKM yang terkait dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat pemerintah daerah.
(Ii)
Terdapat 3 (tiga) provinsi terbanyak yang terindikasi tindak pidana korupsi dengan melibatkan aparat pemerntah daerah yaitu DKI Jakarta sebesar 101 LTKM (12.9%), Kalimantan Timur sejumlah 96
9
Laporan Tahunan
LTKM (12.3%) dan Sumatera Utara sejumlah 84 LTKM (10.7%), dari total keseluruhan sebesar 783 LTKM. b)
Hasil Riset Tipologi (i)
Riset Tipologi Semester I Tahun 2011 dilakukan dalam periode Januari 2011 sampai dengan Juni 2011 dengan fokus atas materi Tindak Pidana Korupsi, Tindak Pidana Perdagangan Narkotika dan Pendanaan Terorisme. Basis data yang dipergunakan adalah berupa data LTKM, HA, Inquiry serta sebaran questioner kepada penegak hukum di Indonesia. PPATK melakukan kerjasama dengan KPK, POLRI, Kejaksaan Agung, BNN, Densus 88, Satgas TP Terorisme dan Lintas Negara Kejaksaan Agung. Berdasarkan pengolahan data baik data internal maupun data eksternal, diperoleh kesimpulan: ~
Modus TP Korupsi Modus dominan TPPU terkait dengan tindak pidana korupsi berdasarkan data internal adalah penggunaan fasilitas perbankan seperti travel cheque, pembelian polis asuransi oleh aparat pemda dengan menggunakan dana yang berasal dari anggaran pemerintah daerah, memindahkan dana ke rekening pribadi PNS untuk menampung dana milik pemerintah daerah.
~
Modus TP Narkotika Modus dominan TPPU terkait dengan TP asal Perdagangan Narkotika adalah perdagangan narkotika dilakuan dengan cara diselundupkan yang berasal dari luar negeri. Selain itu perdagangan narkotika dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan.
~
Modus TP Pendanaan Terorisme Sumber dana yang paling dominan dalam hal pendanaan terorisme berdasarkan kajian adalah berasal dari fai dan sumbangan dari pihak lainnya.
(ii)
10
Riset Tipologi Semester II Tahun 2011 dilakukan dalam periode Juli 2011 sampai dengan Desember 2011 dengan fokus atas materi TPPU dengan harta kekayaan yang berasal dari dan terkait dengan tindak pidana di bidang kehutanan di Indonesia. Data yang menjadi acuan riset adalah data yang
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
diperoleh oleh PPATK dalam periode Januari 2004 sampai dengan Juni 2011. ~
Metode Transaksi dalam Tindak Pidana di Bidang Kehutanan Berdasarkan data yang diperoleh pada periode yang menjadi basis data, diketahui bahwa metode transaksi yang menjadi pilihan adalah sebagai berikut (diurut berdasarkan peringkat dominan): (i)
Penggunaan transfer antar rekening menjadi pilihan dominan para pelaku (41%).
(ii)
Kemudian di peringkat berikutnya adalah melakukan setoran dan penarikan tunai (38,5%).
(iii) Penggunaan travel cheque pada peringkat ketiga (10,3%). (iv) Penggunaan rekening deposito dan instrumen non bank lainnya (3,8%). (v) ~
Penggunaan rekening keluarga dan joint account (1,3%).
Profil Dominan dalam Tindak Pidana di Bidang Kehutanan. Adapun profil dominan/beresiko tingi dalam melakukan tindak pidana di bidang kehutanan berdasarkan HA Proaktif adalah: (i)
PNS dan wiraswasta (26,6%).
(ii)
Pejabat Negara dan pegawai swasta (14,1%).
(iii) Perusahaan dan TNI/POLRI (7,8%). (iv) Ibu Rumah Tangga dan Notaris (1.5%). c)
Statistik Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Selama tahun 2011, telah dibuat sebanyak 14 publikasi statistik yang terdiri dari: 2 Buku Statistik Semesteran. 12 buletin statistik bulanan.
11
Laporan Tahunan
Berdasarkan catatan statistik pelaporan dan analisis transaksi keuangan beberapa catatan penting yang diperoleh adalah sebagai berikut: (1)
Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan sampai dengan 31 Desember 2011 telah mencapai 84.146 laporan, yang dilaporkan oleh 359 PJK. LTKM yang diterima sebagian besar masih berasal dari PJK Bank yaitu sebesar 54,7 persen, dan selebihnya sebesar 45,3 persen berasal dari PJK Non-Bank. Berikut adalah tabel perekembangan penerimaan LTKM sejak tahun 2007 hingga 31 Desember 2011.
Tabel 1: Perekembangan penerimaan LTKM sejak tahun 2007 hingga 31 Desember 2011
(2)
Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) Laporan Transaksi Keuangan Tunai sampai dengan 31 Desember 2011 telah mencapai 10,2 juta laporan, yang telah dilaporkan 396 PJK. LTK yang diterima sebesar 99,8 persennya berasal dari PJK Bank dan selebihnya berasal dari PJK Non-Bank. Tabel 2: Penerimaan LTKT hingga 31 Desember 2011
12
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(3)
Laporan Pembawaan Uang Tunai Laporan Pembawaan Uang Tunai sampai dengan 31 Desember 2011 telah mencapai 6.944 laporan, yang telah dilaporkan oleh Ditjen Bea dan Cukai Republik Indonesia. Sebanyak 4.086 laporan atau 58,8 persen berasal dari Jakarta.
Tabel 3: Penerimaan LPUT hingga 31 Desember 2011
b)
Hasil Analisis dan Hasil Pemeriksaan Hasil analisis yang telah dihasilkan oleh PPATK, sebagian besar telah disampaikan kepada penyidik dan sebagai informasi hasil analisis juga telah disampaikan kepada instansi lain yang telah menjalin nota kesepahaman dengan PPATK. Sampai dengan 31 Desember 2011 sebanyak 1.873 HA telah disampaikan kepada penyidik, baik kepada Kepolisian, Kejaksaan, KPK, BNN, dan Ditjen Pajak. Jumlah HA selama 2011 sebanyak 442 HA yang terdiri dari 297 Hasil Analisis proaktif dan 145 HA inquiry. PPATK juga telah menyampaikan sebanyak 5 hasil pemeriksaan kepada Kepolisian, Kejaksaan dan KPK. Selain itu juga telah disampaikan Informasi Hasil Pemeriksaan kepada instansi lain sebanyak 4 IHP kepada Gubernur BI dan Bapepam LK.
13
Laporan Tahunan
Tabel 4: HA yang disampaikan kepada Penyidik dan IHA kepada Instansi terkait
Keterangan :
-
2.
HA. Proaktif adalah Hasil Analsis yang disampaikan atas insiatif PPATK. HA. Inquiry adalah Hasil Analisis yang disampaikan atas permintaan dari Penyidik.
Tipologi Berdasarkan Temuan PPATK Berikut beberapa tipologi yang berhasil diidentifikasi berdasarkan dugaan TPPU dan dugaan tindak pidana asal: a.
Tipologi Tindak Pidana Korupsi Penggunaan rekening pihak ketiga Modus yang digunakan dalam melakukan pencucian uang adalah dengan menggunakan rekening istri dan anak serta usaha yang legal untuk melakukan pencucian uang yang berasal dari tindak pidana korupsi. Uang hasil korupsi ini diinvestasikan ke dalam berbagai instrument keuangan seperti deposito, SBI serta perusahaan asuransi. Penyetoran secara tunai kasus korupsi berupa pembebasan lahan yang melibatkan pejabat penting di pemerintahaan seperti Bupati, Kepala Pertanahan dan Camat. Polanya adalah dilakukan oleh ketiga dengan cara melakukan penyetoran secara tunai dengan nilai signifikan yang kemudian ditarik dalam waktu yang tidak terlalu lama (pola pass by).
14
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
Pennggunaan rekening pribadi bendaharawan Melibatkan kepada daerah dan bendahara pemerintah daerah dengan menyalahgunakan APBD dengan membuka rekening pribadi di Bank sebagai rekening penampungan dana. Dana digunakan untuk keperluan kampanye pemenangan pemilu kepala daerah. b.
Tipologi Tindak Pidana Perdagangan Narkotika Seseorang dengan profesi sebagai pengepul hasil pertanian melakukan transaksi dengan jumlah signifikan secara tunai dimana dana tersebut kemudian ditarik tunai dalam waktu yang singkat. Selanjutnya bertransaksi dengan pihak lain yang tidak diketahui hubungannya. Pihak terkait berprofesi sebagai pedagang pakaian, seluler, pemilik warung sembako, pedagang gorden dan ibu rumah tangga.
c.
Tipologi Tindak Pidana Perdagangan Terorisme Melibatkan profesi wartawan yang menerima transfer ataupun setoran tunai dari beberapa orang yang terindikasi teroris. Selanjutnya dana tersebut dilakukan penarikan tunai ataupun memindahkan ke rekening orang lain yang diduga tersangka teoris. Modus yang digunakan co mingling , dimana menggabungkan dana sumbangan untuk kegiatan terorisme dengan usaha yang sah.
d.
Tipologi Tindak Pidana di Bidang Kehutanan: Melibatkan kepala derah yang melakukan pemalsuan Surat Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) sehingga terjadi pembalakan liar yang sebenarnya tidak memiliki ijin untuk memberikan keuntungan bagi beberapa pihak. Pola transaksi pada dominan dengan setoran dan tarikan secara tunai. Selain itu juga menggunakan pihak ketiga dalam melakukan transaksi. Pihak ketiga yang dilibatkan adalah staff yang bersangkutan, istri serta anaknya. Pola pencucian uang yang digunakan, dana yang telah masuk ke rekening kemudian ditarik secara tunai oleh ybs , ditarik tunai oleh pihak ketiga dan ditransfer ke rekening anak dan istri.
3.
Trend Modus Operandi Berdasarkan data Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) yang diterima oleh PPATK selama periode Januari s/d Desember 2011 serta penelitian atas LTKM dan hasil analisis LTKM yang telah disampaikan
15
Laporan Tahunan
oleh PPATK kepada penegak hukum selama periode yang sama, diketahui bahwa kecenderungan tindak pidana asal dapat dibagi dalam beberapa kategori sesuai trend masing-masing tindak pidana asal yang diketahui. Trend dimaksud adalah sebagai berikut: a.
Trend meningkat Tindak pidana korupsi masih menjadi salah satu tindak pidana yang menempati urutan pertama berdasarkan hasil analisis di PPATK yaitu 43,4 persen hasil analisis terindikasi tindak pidana korupsi. Trend tindak pidana korupsi menunjukan peningkatan secara signifikan. Peningkatan dugaan tindak pidana korupsi berdasarkan HA dari tahun 2010 hingga 2011 menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan yaitu sebesar 71,0 persen. Peningkatan juga terjadi pada dugaan tindak pidana penyuapan dan narkotika. Peningkatan dugaan tindak pidana narkotika mengalami peningkatan sebesar 150,0 persen dibandingkan dengan keadaaan tahun 2010, sedangkan tindak pidana penyuapan mengalami peningkatan 114,3 persen dibandingkan keadaan tahun 2010.
b.
Trend yang berkelanjutan Berdasarkan atas peningkatan jumlah HA yang dilaporkan maka tindak korupsi, penipuan, narkotika dan penyuapan diperkirakan akan masih tetap banyak dilakukan. Pada tindak pidana korupsi modus oparandi yang berkelanjutan adalah transaksi keuangan yang dilakukan oleh PEP dengan melibatkan pihak ketiga dan penyalahgunaan APBN/APBD oleh bendahara/pemegang kas di instansi-instansi pemerintah. Selain itu, trend lainnya yang masih berlanjut ditemukan oleh PPATK adalah cuckoo smurfing. Dengan modus ini, pelaku tindak pidana menggunakan money remmitance untuk sarana pencucian uang hasil tindak pidana psikotropika.
c.
Trend menurun Terdapat beberapa dugaaan tindak pidana yang menunjukkan tren penurunan selama periode 2010 hingga 2011. Salah satu dugaan tindak pidana yang mengalami penurunan adalah dugaan tindak pidana penipuan yang mengalami penurunan sebesar 39,0 persen dibandingkan tahun 2010.
16
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
4.
Kondisi Faktual Hasil Analisis Selama Tahun 2011 Berdasarkan Hasil analisis selama tahun 2011, terdapat beberapa profil terlapor berdasarkan dugaan tindak pidana, pekerjaan terlapor, umur terlapor dan nominal transaksi yang tercatat berdasarkan Hasil Analisis.
Berdasarkan Hasil analisis selama tahun 2011 dugaan tindak pidana korupsi masih mendominasi yaitu sebesar 59,5 persen, disusul oleh tindak pidana penyuapan.
Tabel 5: Jumlah terlapor berdasarkan Hasil Analisis Proaktif menurut dugaan tindak pidana, selama tahun 2011
Tabel 6: Jumlah Terlapor berdasarkan Hasil Analisis Proaktif menurut Pekerjaan Terlapor, selama tahun 2011
17
Laporan Tahunan
Berdasarkan Hasil analisis selama tahun 2011 terlapor yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil mencapai 50,3 persen dengan persentase terbanyak berasal dari PNS daerah yaitu sebesar 22,8 persen sedangkan PNS Pusat sebesar 29,3 persen.
Tabel 7: Jumlah Terlapor berdasarkan Hasil Analisis Proaktif menurut Nominal Transaksi, selama tahun 2011
Berdasarkan Hasil analisis selama tahun 2011 terlapor dengan nominal transaksi yang berhasil diidentifikasi 23,8 persen antara 1 Milyar hingga kurang dari 2 Milyar Rupiah.
Tabel 8: Jumlah Terlapor berdasarkan Hasil Analisis Proaktif menurut Kelompok Umur Terlapor, selama tahun 2011
Berdasarkan Hasil analisis selama tahun 2011 terlapor mayoritas berumur dibawah 40 tahun sebesar 21,4 persen, dan terlapor yang berumur antara 40 hingga 49 tahun sebesr 28,9 persen, sedangkan terlapor yang berumur di atas 50 tahun sebesar 45,6 persen.
18
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
B.
PENGAWASAN KEPATUHAN Guna efektifitas pengawasan kepatuhan yang dilakukan oleh Pihak Pelapor, PPATK melalui Direktorat Pengawasan Kepatuhan (DPK) mengawasi pelaksanaan kepatuhan oleh Penyedia Jasa Keuangan (PJK) dalam hal pemenuhan persyaratan pelaporan seperti yang ditentukan oleh peraturan perundangan. Direktorat Pengawasan Kepatuhan (DPK) PPATK menyelenggarakan fungsi : 1)
Pengawasan audit secara langsung maupun tidak langsung untuk memastikan kepatuhan penyedia jasa keuangan atas ketentuan yang berlaku;
2)
Pengawasan tindak lanjut terhadap pihak-pihak yang melanggar ketentuan yang berlaku;
3)
Pengawasan pemberian informasi kepada PJK secara berkala mengenai syarat-syarat pelaporan berikut rincian isi dan waktu;
4)
Pengawasan evaluasi kelengkapan dan akurasi LTKM;
5)
Pengawasan analisis pelaporan dan kecenderungan kepatuhan untuk meminimalkan kemungkinan ketidakpatuhan.
Berdasarkan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) dinyatakan bahwa PPATK berwenang antara lain menetapkan pedoman identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan. Selanjutnya dalam Pasal 43 disebutkan bahwa dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor, PPATK berwenang: 1)
Menetapkan ketentuan dan pedoman tata cara pelaporan bagi Pihak Pelapor;
2)
Menetapkan kategori pengguna jasa yang berpotensi melakukan tindak pidana pencucian uang;
3)
Melakukan audit kepatuhan atau audit khusus;
4)
Menyampaikan informasi dari hasil audit kepada lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Pihak Pelapor;
5)
Memberikan peringatan kepada Pihak Pelapor yang melanggar kewajiban pelaporan;
6)
Merekomendasikan kepada lembaga yang berwenang mencabut izin usaha Pihak Pelapor; dan
19
Laporan Tahunan
7)
Menetapkan ketentuan pelaksanaan prinsip mengenali Pengguna Jasa bagi Pihak Pelapor yang tidak memiliki Lembaga Pengawas dan Pengatur.
Sehubungan dengan pelaksanaan kewenangan PPATK tersebut di atas, di dalam Pasal 3 huruf b Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2011 ditetapkan bahwa PPATK berwenang menetapkan pedoman identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan, yang pengaturannya lebih rinci dimuat pada Pasal 5. Selanjutnya dalam Pasal 13 Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2011 diatur pula lebih rinci tentang pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor. 1.
Kegiatan Audit Kepatuhan Secara umum pencapaian kinerja untuk tahun 2011 sudah tercapai dengan baik dengan total sumber daya auditor sebanyak 24 orang. Pada tahun 2011 PPATK telah mampu melaksanakan sebanyak 97 kegiatan audit kepatuhan, audit khusus, joint audit dan, pemantauan pasca audit dengan rincian sebagai berikut:
a.
Audit Kepatuhan Rekapitulasi hasil penilaian audit kepatuhan adalah sebagai berikut:
20
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
b.
Kegiatan Joint Audit dan Pemantauan Pasca Audit Kepatuhan Pelaksanaan joint audit kepatuhan merupakan kegiatan audit kepatuhan yang dilakukan bersama dengan LPP yang inisiasi pelaksanaanya dapat berasal dari LPP atau dari PPATK. Selama tahun 2011 telah dilakukan joint audit dengan Pedagang Valuta Asing yang dilakukan bersama dengan Direktorat Pengelolaan Moneter Bank Indonesia selaku LPP untuk industri Pedagang Valuta Asing. Objek sasaran pada pelaksanaan joint audit di tahun 2011 adalah audit umum dan audit atas kepatuhan PVA terhadap kewajiban pelaporan dan ketentuan perundang-undangan terkait Anti Pencucian Uang. Rekapitulasi pelaksanaan joint audit dapat disampaikan pada tabel berikut :
Pelaksanaan audit kepatuhan sudah dilakukan dari tahun 2004 hingga tahun 2011, selama kurun waktu tersebut terdapat pengulangan pelaksanaan audit pada PJK yang sama untuk mengetahui bagaimana perbaikan yang telah dilakukan oleh PJK dan bagaimana komitmen pelaksanaan PJK dalam menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi tim audit PPATK. Pada tahun 2011, DPK memiliki rencana kerja pemantauan pasca audit kepatuhan yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana kepatuhan dan komitmen PJK atas temuan dan rekomendasi audit kepatuhan sebelumnya. Selama periode tahun 2011 telah dilaksanakan 7 (tujuh) kegiatan pemantauan pasca audit sebagaiman disampaikan dalam tabel berikut :
21
Laporan Tahunan
c.
Kegiatan Audit Khusus Kegiatan audit khusus merupakan salah satu kewenangan PPATK berdasarkan Pasal 43 ayat (1) UU TPPU, dan dalam Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2010 mengenai Tata Cara Kewenangan PPATK, disebutkan bahwa pelaksanaan audit khusus dapat dilaksanakan dalam hal : a.
PPATK memerlukan dokumen dan/atau keterangan dari Pihak Pelapor yang tidak dapat diperoleh melalui mekanisme pelaporan TKM, TKT, transfer dana, dan transaksi Rp. 500.000.000.-
b.
PPATK memerlukan keterangan dari Pihak Pelapor untuk kepentingan analisis dan/atau pemeriksaan.
c.
PPATK memerlukan informasi berdasarkan permintaan lembaga atau instansi yang berwenang.
d.
Pihak Pelapor diduga tidak melaksanakan kewajiban pelaporan atau melaksanakan pelaporan tidak sebagaimana mestinya.
e.
Pihak Pelapor diduga terlibat dalam kasus terkait tindak pidana pencucian dan/atau tindak pidana lain,
Selama periode tahun 2011, PPATK telah melakukan 26 (dua puluh enam) audit khusus kepada PJK yang dilatarbelakangi oleh kasuskasus tertentu, baik yang berasal atas inisiatif PPATK sendiri atau atas permintaan instansi lain. 2.
Penyusunan Pengaturan Sebagai upaya pelaksanaan amanat UU PP TPPU dan Perpres No. 50 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Tata Cara Kewenangan PPATK, pada tahun 2011 DPK telah merencanakan dan melaksanakan serangkaian kegiatan dalam rangka mendukung fungsi pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor, berupa : a.
Penyusunan ketentuan pelaksanaan prinsip mengenali Pengguna Jasa (PMPJ) bagi Pihak Pelapor yang tidak memiliki Lembaga Pengawas dan Pengatur yang mencakup antara lain : 2 (dua) Peraturan Kepala PPATK tentang Penerapan PMPJ bagi Pihak Pelapor pada industri Pegadaian, Perposan serta 1 (satu) Peraturan Kepala PPATK tentang Penerapan PMPJ bagi Penyedia Barang dan/atau Jasa Lainnya. Adapun terkait ketentuan PMPJ bagi Pihak Pelapor pada
22
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
industri yang telah memiliki Lembaga Pengawas dan Pengatur (LPP) tersendiri yaitu perdagangan berjangka komoditi, Koperasi,Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (KUPU), penyelenggara Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) dan penyelenggara uang elektronik (e-money dan e-wallet) dipandang perlu untuk dilaksanakan sinkronisasi materi PMPJ yang mengacu kepada pokok-pokok sebagaimana diatur UU PP TPPU dan/atau FATF Recommendation. b.
Penyusunan pedoman identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan dengan ruang lingkup pengaturan terhadap seluruh Pihak Pelapor Penyedia Jasa Keuangan dari berbagai industri baik yang memiliki LPP sendiri atau yang belum memiliki LPP. Sebagai informasi, DPK telah menyusun 1 (satu) rancangan Perka Pedoman Identifikasi TKM bagi seluruh Pihak Pelapor PJK.
c.
Penyusunan ketentuan dan pedoman tata cara pelaporan bagi : Pihak Pelapor Penyedia Barang dan/atau Jasa Lain berupa 1 (satu) Perka Tata Cara Pelaporan Bagi Penyedia Barang dan/atau Jasa Lainnya. Pihak Pelapor PJK berupa berupa 1 (satu) rancangan Perka Tata Cara Pelaporan Transaksi Keuangan Tunai bagi Penyedia Jasa Keuangan.
d.
Berkenaan dengan penyusunan ketentuan terkait pelaksanaan Audit Kepatuhan dan Audit Khusus terhadap Pihak Pelapor, pada tahun 2011 DPK telah menyusun 1 (satu) rancangan Perka yang lebih berorientasi untuk pengaturan terhadap pihak ekstern dan 1 (satu) rancangan SPO yang mengatur pelaksanaan audit oleh DPK.
e.
Selain itu, dalam perjalanan waktu pada tahun 2011 DPK telah melaksanakan kegiatan pengaturan yang dipandang perlu untuk segera ditindaklanjuti karena adanya kebutuhan penanganan laporan yang disampaikan Pihak Pelapor Penyedia Jasa Keuangan, antara lain mencakup: Penanganan pelaporan penundaan transaksi oleh PJK, yaitu berupa 1 (satu) SPO Penundaan Transaksi bagi Penyedia Jasa Keuangan. Penanganan registrasi GRIPS dan penanganan LTKM GRIPS, yaitu berupa 2 (dua) SPO yaitu Registrasi Tata Cara Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan secara Elektronis dan Penanganan.
23
Laporan Tahunan
f.
Dalam rangka lebih menyempurnakan fungsi pengawasan kepatuhan terhadap Pihak Pelapor, dipandang perlu untuk menindaklanjuti beberapa kegiatan pada tahun 2012 antara lain sebagai berikut : Penyusunan Perka mengenai sanksi berkenaan dengan kewajiban pelaporan oleh Pihak Pelapor; Penyempurnaan Perka LTKM online; dan Kajian mengenai Pengguna Jasa yang berpotensi TPPU.
3.
Kegiatan Penerimaan LTKM, LTKT dan LPUT Salah satu tugas utama DPK selain melaksanakan audit kepatuhan adalah menangani penerimaan laporan TKM, TKT dan Transfer dana. Pada periode maret tahun 2011, PPATK telah mewajibkan seluruh PJK untuk melaporkan TKM melalui aplikasi Gathering Reports Processing Information System (GRIPS) sehingga statistik yang disampaikan untuk penerimaan LTKM yang disampaikan merupakan gabungan jumlah LTKM manual dan online.
4.
Kegiatan Pelatihan Identifikasi TKM dan Tata Cara Pelaporan Bagi PJK Selama tahun 2011 DPK telah melaksanakan 9 (sembilan) kegiatan Pelatihan Identifikasi TKM dan Tata Cara Pelaporan Bagi PJK dan PBJ, baik yang dikoordinir oleh DPK maupun yang dilaksanakan melalui kerjasama dengan AUSTRAC yang dilaksanakan di Jakarta, Surabaya, Medan, Makasar, dan Bali.
5.
Kegiatan Koordinasi Terkait Pengawasan Kepatuhan Pada tahun 2011 DPK telah melaksanakan 16 (enam belas) kegiatan koordinasi dengan Regulator/Lembaga Pengawas dan Pengatur dalam rangka pembahasan mengenai pengawasan kepatuhan dan kewajiban pelaporan.
6.
Kegiatan Scanning dan Indexing Pada bulan maret 2011 seluruh pelaporan LTKM oleh PJK diwajibkan menggunakan aplikasi GRIPS, dengan demikian seluruh laporan manual baik LTKM dan LTKT yang telah diterima oleh PPATK akan dilakukan scanning dan indexing. LTKM manual yang masuk akan dilakukan penginputan oleh DRA sedangkan untuk LTKT akan dilakukan scanning dan indexing kedalam aplikasi GRIPS, pelaksanaan scanning dan indexing tersebut akan dilakukan oleh Vendor yang ditunjuk.
24
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
Selama tahun 2011 telah dilakukan dua tahap kegiatan scanning dan indexing atas LTKT manual sebagaimana disampaikan berikut : Kegiatan Scanning dan indexing Tahap I Periode pelaksanaan : 31 Mei s.d 3 Agustus 2011 Jumlah Dokumen : 100.000 LTKT Kegiatan Scanning dan Indexing Tahap II Periode Pelaksanaan : 1 Des s.d 21 Des 2011 Jumlah dokumen versi A3 : 30,705 LTKT Jumlah Dokumen versi A4 : 58,685 LTKT Dengan pelaksanaan scanning dan indexing yang telah dilakukan diharapkan informasi dari laporan TKM dan TKT dapat lebih efisien dan lebih bermanfaat untuk menjadi bahan analisis oleh DRA dan menghasilkan laporan hasil analisis yang lebih komprehensif. 7.
Penanganan Laporan Penundaan Transaksi Pada tahun 2011 DPK juga melaksanakan kegiatan tambahan berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (6) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dimana disebutkan bahwa PPATK wajib memastikan pelaksanaan penundaan transaksi yang dilakukan oleh PJK sesuai/tidak dengan Undang-Undang dimana pelaksanaan tugas tersebut telah disepakati akan dilaksanakan oleh DPK. Selama tahun 2011, PPATK telah menerima 19 laporan penundaan transaksi dimana beberapa diantaranya diteruskan kepada instansi lain untuk dilakukan penanganan tindak lanjut. Rekapitulasi penerimaan dan penanganan laporan penundaan transaksi selama tahun 2011 dapat disampaikan sebagai berikut :
Sumber: Database Penundaan Transaksi 2011.
Sebagai panduan personil DPK dalam melaksanakan penanganan laporan penundaan transaksi, DPK telah membuat dan telah mengimplemnetasikan Prosedur Operasional Standar (POS) Tata Cara penanganan laporan penundaan transaksi. Dengan adanya POS ini diharapkan personil yang ditunjuk melaksanakan kegiatan penundaan transaksi telah memiliki pemahaman.
25
Laporan Tahunan
C.
KERJASAMA DALAM NEGERI DAN LUAR NEGERI Penguatan kerjasama dan koordinasi dalam rangka pencegahan dan pemberantasan TPPU serta pendanaan terorisme dilakukan dengan upaya peningkatan hubungan kerjasama dengan instansi-instansi lain baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Berdasarkan Pasal 88 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) bahwa PPATK dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, dapat melakukan kerjasama dengan pihak yang terkait baik nasional maupun internasional. Pelaksanaan kerjasama sebagaimana dimaksud dilaksanakan oleh Direktorat Kerjasama Antar Lembaga, sebagai direktorat yang berperan dalam melakukan kerjasama dan koordinasi dengan instansi terkait baik dalam maupun luar negeri. Selama tahun 2011, PPATK telah melakukan berbagai macam kegiatan yang bertujuan dalam rangka meningkatkan hubungan kerjasama dengan berbagai macam instansi terkait, seperti antara lain dengan menjalin kerjasama dengan 9 (sembilan) instansi/lembaga/universitas dalam negeri dan 5 (lima) Financial Intelligence Unit (FIU), sehingga sampai dengan tahun 2011 PPATK telah mempunyai 50 Nota Kesepahaman dengan instansi/lembaga/universitas di dalam negeri dan 42 MoU dengan FIU negara lain. 1.
Kerjasama Hubungan Dalam Negeri Dalam rangka menindaklanjuti implementasi Nota Kesepahaman yang telah dilakukan PPATK dengan instansi dalam negeri, telah dilakukan koordinasi dan kerjasama dengan instansi/lembaga/universitas dalam negeri. Beberapa kegiatan yang dilakukan selama tahun 2011 antara lain dengan mengadakan kegiatan Expert Group Meeting yang membahas permasalahan terkini terkait korupsi, TPPU, dan pendanaan terorisme serta beberapa Seminar dan Workshop yang melibatkan berbagai instansi/lembaga/universitas. Selain itu, selama tahun 2011 PPATK telah pula mengadakan pertemuan Tim Teknis, Tim Kerja, dan Komite TPPU yang bertujuan untuk melakukan evaluasi pelaksanaan Strategi Nasional tahun 2011 serta penyusunan Strategi Nasional periode 2012-2016. Sebagai implementasi dari Pasal 44 ayat (1) huruf j UU TPPU bahwa “Dalam rangka melaksanakan fungsi analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf d, PPATK dapat meminta informasi perkembangan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal dan tindak pidana Pencucian Uang”, maka PPATK telah melakukan beberapa kegiatan untuk memperoleh informasi mengenai tindak lanjut atas Laporan Hasil Analisis (LHA) yang disampaikan oleh PPATK kepada Penyidik. Kegiatan tersebut dilakukan baik di kantor PPATK maupun kunjungan langsung ke kesatuan penyidik di daerah/wilayah. Kegiatan yang dilakukan dalam bentuk koordinasi yang intensif serta pembahasan penanganan LHA dan perkara TPPU yang sedang ditangani. Selama tahun 2011, telah dilakukan pertemuan koordinasi dan kunjungan ke beberapa Kepolisian Daerah
26
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(Polda) dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) di provinsi. Melalui kegiatan ini diharapkan LHA yang disampaikan dapat ditindaklanjuti sesuai dengan yang diharapkan dan kerjasama/koordinasi dengan PPATK menjadi lebih baik dan meningkat lagi. Terkait dengan pemenuhan permintaan informasi (inquiry) dari instansi dalam negeri, selama tahun 2011 PPATK telah menyampaikan jawaban informasi kepada instansi penegak hukum dan instansi terkait lainnya di dalam negeri sebanyak 210 informasi sehingga total keseluruhan sampai dengan bulan Desember 2011 berjumlah 1032 informasi. Untuk pemenuhan permintaan informasi intelijen keuangan dari Financial Intelligence Unit (FIU) negara lain, sampai dengan bulan Desember 2011 PPATK telah menyampaikan informasi intelijen keuangan sebanyak 96 kali. Dengan demikian, total keseluruhan berjumlah 502 informasi. Bentuk kerjasama hubungan dalam negeri lainnya yaitu berupa pengembangan sistem pertukaran informasi melalui media Secure Online Communication (SOC) dengan POLRI dan KPK. Program ini bertujuan untuk mewujudkan pertukaran informasi antara PPATK dengan instansi penegak hukum (POLRI dan KPK) yang cepat, akurat, tertib dan aman secara efektif serta efisien yang biasanya dilakukan secara manual, selanjutnya dikembangkan secara elektronis melalui sistem SOC. Pada tahun 2011, PPATK memfasilitasi rapat koordinasi dengan instansi terkait dalam rangka menindaklanjuti rekomendasi Non Profit Organization (NPO) Domestic Review sebagaimana direkomendasikan dalam FATF 40+9 Reccomendations untuk menghindari penyalahgunaan NPO sebagai sarana dan sasaran tindak pidana pencucian uang maupun pendanaan terorisme. Dalam rangka mengevaluasi implementasi Strategi Nasional 2007-2011 dan penyusunan Strategi Nasional 2012-2016 serta perubahan Peraturan Presiden mengenai Komite TPPU, PPATK menyelenggarakan pertemuan Komite Koordinasi Nasional TPPU, Tim Kerja Komite TPPU, dan Tim Teknis Komite TPPU. Di samping itu, koordinasi antar lembaga dilaksanakan antara lain melalui koordinasi dengan Penegak Hukum dan Penyedia Jasa Keuangan (PJK) mengenai penyusunan format surat penundaan transaksi, pemblokiran, permintaan keterangan harta kekayaan ke PJK, dan rekomendasi intersepsi/penyadapan, serta koordinasi dengan Apgakkum terkait riset tipologi penanganan perkara korupsi, narkoba, pendanaan terorisme dan TPPU di 5 (lima) kota, yaitu: Jakarta, Jayapura, Medan, Semarang dan Samarinda (terkait penanganan kasus korupsi dan narkoba berikut penyampaian hasil riset dimaksud). Dalam rangka implementasi NPO Domestic Review, maka telah dilaksanakan kunjungan koordinasi dalam bentuk outreach ke Surabaya dan Yogyakarta, serta pelaksanaan Workshop Implementasi Rekomendasi NPO. Selanjutnya, guna meningkatkan pengetahuan secara teoristis dan
27
Laporan Tahunan
praktis maka dilaksanakan Forum Komunikasi Akademisi Anti Pencucian Uang dengan tema “Kajian tentang NPO” dan “Penggabungan TPPU dengan Dakwaan/Sangkaan Tindak Pidana Korupsi” yang melibatkan expert pencucian uang dan akademisi dalam bidang hukum pidana. Dalam rangka peningkatan bentuk kerjasama antara UNODC dan IWGFF dalam pencegahan PP TPPU maka dilaksanakan penyusunan materi silabus serta kegiatan joint training tindak pidana kehutanan dan TPPU. Adapun dalam rangka meningkatkan koordinasi dan pemahaman yang sama dalam penanganan perkara pencegahan dan pemberantasan TPPU dan tindak pidana asal, maka dilaksanakan rapat koordinasi mengenai Pasal 72, Pasal 95 dan Pasal 99 UU TPPU bersama dengan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) POLRI, Kejaksaan Agung, dan Forum Komunikasi Direktur Kepatuhan Perbankan (FKDKP). 2.
Kerjasama Hubungan Luar Negeri Selain memperkuat kerjasama dengan intansi terkait di dalam negari, selama tahun 2011 PPATK juga secara konsisten tetap berperan aktif dalam berbagai kegiatan baik di fora internasional, antara lain forum Asia-Pacific Group on Money Laundering (APG) dan The Egmont Group (EG), maupun dalam menjalin kerjasama bilateral dengan Financial Intelligence Unit (FIU) negara lain. Dalam menjalin kerjasama bilateral, berbagai kegiatan telah lakukan dalam upaya mewujudkan kerjasama yang terjalin melalui penandatandatanganan melalui Memorandum of Understanding (MoU) sebelumnya. Pada tahun 2011, PPATK menerima kedatangan tamu dari FIU Jepang serta FIU dan Parlemen Bangladesh yang bertujuan untuk melakukan benchmarking rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia. Selain itu, PPATK juga menerima kunjungan lembaga anti korupsi Timor Leste yang bertujuan untuk mengetahui peranan FIU dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Dalam rangka memperluas kerjasama dengan FIU negara lain, selama tahun 2011 pula PPATK telah melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) dengan 5 (lima) FIU, yaitu: India, Belanda, Luxemburg, Arab Saudi, dan Samoa. Dengan demikian hingga akhir tahun 2011 PPATK telah menandatangani MoU dengan 42 FIU. Dalam kaitan dengan keanggotaan Indonesia dalam organisasi APG, selama tahun 2011 Indonesia, dalam hal ini diwakili PPATK, telah berperan aktif dalam beberapa kegiatan APG, antara turut memberikan asistensi kepada Timor Leste dalam rangka pendirian Komite TPPU, menjadi narasumber dalam Donor Coordination Meeting di Islamabad, Pakistan bersama dengan APG mission , menjadi narasumber dalam Strategic Implementation Plan (SIP) MER Meeting di Samoa bersama dengan APG Mission, serta menjadi salah satu assessor dalam kegiatan Mutual
28
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
Evaluation tehadap Timor Leste. Selain berperan aktif dalam beberapa kegiatan APG, PPATK tetap memberikan kontribusi pada saat menghadiri 14th APG Annual Meeting di Kochi, India pada bulan Juli 2011 serta APG Typologies Workshop di Busan, Korea pada bulan Desember 2011. Sementara itu sebagai anggota The Egmont Group sejak tahun 2004, PPATK juga semakin memberikan kontribusi yang positif bagi organisasi tersebut dan dunia internasional. Selama tahun 2011 PPATK telah menjadi sponsor FIU Samoa (bersama dengan FIU Malaysia) dan FIU Solomon Island (FIU Australia dan FIU Cook Islands). Sebagai sponsor keanggotaan Egmont Group, PPATK melakukan preliminary assessment terhadap pendirian FIU, onsite visit untuk memastikan operasionalisasi FIU serta berkoordinasi dengan para FIU sponsor dan Egmont Committee. Selanjutnya PPATK melakukan presentasi hasil kajian dan onsite visit di Outreach Working Group serta Legal Working Group mewakili FIU sponsor lainnya pada pertemuan Egmont Working Group (EWG) di Oranjestad, Aruba bulan Maret 2011 dan Yerevan, Armenia bulan Juni 2011. Berdasarkan hasil presentasi tersebut, Samoa FIU dan Solomon Islands FIU secara resmi diterima menjadi anggota organisasi FIU se-dunia, The th Egmont Group, pada pertemuan 19 Egmont Plenary bulan Juni 2011 di Yerevan, Armenia. Pada lingkup yang lain, kerjasama antara PPATK dengan beberapa donor tetap terjalin dengan baik. Pada tahun 2011, salah satu kerjasama yang intensif dilakukan adalah melalui PPATK-AUSTRAC Partnership Program (PAPP) tahap 2 yang memfokuskan pada penyusunan restrukturisasi organisasi PPATK, implementasi kewajiban pelaporan untuk Penyedia Barang dan Jasa (PBJ) sesuai dengan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, serta peningkatan kapasitas untuk penyidik TPPU. Selain itu pada bulan November 2011, PPATK juga telah berhasil menyelenggarakan pertemuan koordinasi antara para donor dengan instansi-instansi di Indonesia. Pertemuan koordinasi dimaksudkan untuk menyampaikan perkembangan rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia, perkembangan pelaksanaan bantuan teknis dari donor, serta pembahasan bantuan teknis yang dibutuhkan oleh instansi terkait dan kemungkinan pemberian bantuan oleh para donor yang bertujuan untuk menghindari duplikasi pemberian bantuan. Dalam fora regional & internasional lainnya, PPATK telah berpartisipasi pula sebagai bagian dari Delegasi Pemerintah RI (Delri) bersama instansi lain. Beberapa kegiatan yang telah dihadiri sebagai bagian dari Delri antara lain adalah Expert Group Meeting on Preventing the Abuse of the NonProfit Sector for the Purposes of Terrorist Financing di London, Inggris; Countering the Financing of Terrorism (CFT) Draft Law Comparison Study di Washington & Chicago, USA; The Whole of Government Seminar of Intelligence Agencies di Perth, Australia; G20 Meeting (Working Group on th nd Discussion ) di Bali, Indonesia; 11 SOMTC di Singapura; 2 th Intergovernmental Working Group on Prevention of Corruption dan 5
29
Laporan Tahunan
Intergovernmental Working Group on Asset Recovery di Wina, Austria; Financial Investigation Course (ILEA) di Bangkok, Thailand; PakistanSoutheast Asia Workshop on Implementing the Legal Framework on Countering the Financing of Terrorism (CFT) di Kuala Lumpur, Malaysia; Counter Financing of Terrorism Workshop di Australia; Joint Working th Group on Counter Terrorism RI-Pakistan di Islamabad, Pakistan; 4 UNCAC Conference di Marrakech, Morocco; ICPO - Interpol Plenary di Hanoi, Vietnam; Seminar on Combating Corruption Through Coordination: Strengthening AML Outcomes di Kuala Lumpur, Malaysia; Regional Advanced Analysis Workshop di Virginia, USA; dan UNODC's Workshop on Sub-regional High Level Focus Group Meeting: Joint Elaboration for the Implementation of CFT Legal Regime di Bangkok, Thailand; serta Joint Commission Meeting on Counter Terrorism RI-India di Semarang, Indonesia.
D.
HUKUM DAN REGULASI Segera setelah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) disahkan dan diundangkan pada tanggal 22 Oktober 2010, PPATK menetapkan blue print dan road map PPATK. Blueprint dan roadmap tersebut dimaksudkan sebagai panduan dan percepatan implementasi UU TPPU yang baru. Ruang lingkup blueprint dan roadmap tersebut meliputi aspek legislasi, diseminasi, penataan organisasi atau tata kerja, tata laksana, termasuk bussiness process dan Standard Operational Procedure (SOP), dan Sumber Daya Manusia (SDM), redifinisi dan revitalisasi hubungan dengan stakeholder, dan pengembangan teknologi informasi. Adapun realisasi program kerja tersebut dibagi menjadi Jangka Pendek (1 tahun), Jangka Menengah (2-3 tahun), dan Jangka Panjang (4-5 tahun). 1.
Implementasi UU TPPU Sebagai langkah untuk melakukan implementasi terhadap UU TPPU, PPATK telah melakukan pemetaan mengenai materi peraturan perundangundangan yang sudah ada dan dinilai masih relevan dengan pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang PPATK. Selanjutnya, setelah melakukan pemetaan materi peraturan perundang-undangan, kegiatan difokuskan pada penyusunan peraturan perundangan-undangan yang diamanatkan oleh UU TPPU. Pemetaan dan penyusunan peraturan pelaksana tersebut diharapkan dapat mewujudkan efektifitas pelaksanaan tugas dan fungsi PPATK serta para pemangku kepentingan (stakehorlders) dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang (TPPU). Secara umum, ada 15 (lima belas) peraturan pelaksana yang diamanatkan oleh UU TPPU, yaitu: Peraturan Pemerintah mengenai Pihak Pelapor Lain, yang diamanatkan dalam Pasal 17 ayat (2) yang akan direalisasikan pada Tahun 2012-2013;
30
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
Peraturan Kepala PPATK mengenai Prinsip Mengenali Pengguna Jasa dan Pengawasan Bagi Pihak Pelapor yang Belum Memiliki Lembaga Pengawas dan Pengatur, yang diamanatkan dalam Pasal 18 ayat (6) yang akan direalisasikan pada Januari-Desember 2011; Keputusan Kepala PPATK mengenai Perubahan Besaran Jumlah Transaksi Keuangan Tunai, yang diamanatkan dalam Pasal 23 ayat (2) yang akan direalisasikan pada Tahun 2012-2013; Peraturan Kepala PPATK mengenai Besaran Jumlah Transaksi Keuangan Transfer Dana Dari dan ke Luar Negeri Yang Wajib Dilaporkan, yang diamanatkan dalam Pasal 23 ayat (3) yang akan direalisasikan pada Tahun 2012-2013; Peraturan Kepala PPATK mengena Bentuk, Jenis, dan Tata Cara Penyampaian Laporan TKM, TKT dan IFTI, yang diamanatkan dalam Pasal 25 ayat (5) yang akan direalisasikan pada Januari-Desember 2011; Peraturan Kepala PPATK mengenai Tata Cara Pemberian Sanksi Administratif, yang diamanatkan dalam Pasal 30 ayat (5) yang akan direalisasikan pada Januari-Desember 2011; Peraturan Pemerintah mengenai Tata Cara Pemberitahuan Pembawaan Uang Tunai dan/atau Instrumen Pembayaran Lain, Pengenaan Sanksi Administratif, dan Penyetoran ke Kas Negara, yang diamanatkan dalam Pasal 36 yang akan direalisasikan pada tahun 2012-2013; Peraturan Pemerintah mengenai Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi oleh Instansi Pemerintah dan/atau Lembaga Swasta, yang diamanatkan dalam Pasal 41 ayat (3) yang akan direalisasikan pada Januari-Desember 2011; Menyusun Rancangan Peraturan Presiden tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan PPATK, yang diamanatkan dalam Pasal 46 UU TPPU yang akan direalisasikan pada Januari-Desember 2011; Peraturan Pemerintah tentang Penghasilan, Hak-Hak Lain, Penghargaan, dan Fasilitas bagi Kepala dan Wakil Kepala PPATK, yang diamanatkan dalam Pasal 58 ayat (2) yang akan direalisasikan pada Januari-Desember 2011; Peraturan Presiden tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja PPATK, yang diamanatkan dalam Pasal 60 yang akan direalisasikan pada Januari-Desember 2011;
31
Laporan Tahunan
Peraturan Pemerintah tentang Manajemen Sumber Daya Manusia PPATK, yang diamanatkan dalam Pasal 62 ayat (3) yang akan direalisasikan pada Januari-Desember 2011; Peraturan Presiden mengenai Pembentukan Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang diamanatkan dalam Pasal 92 ayat (2) yang akan direalisasikan pada tahun 2012-2013; Peraturan mengenai Tata Cara Pemberian Pelindungan Khusus Bagi Setiap Orang yang Melaporkan Adanya Dugaan TPPU, yang diamanatkan dalam Pasal 84 ayat (2) yang akan direalisasikan pada tahu 2011-2015; Peraturan mengenai Tata Cara Pemberian Pelindungan Khusus Bagi Setiap Orang yang Memberikan Keterangan dalam Pemeriksaan Perkara TPPU, yang diamanatkan dalam Pasal 86 ayat (2) yang akan direalisasikan pada tahun 2011-2015. Dari 15 (lima belas) ada 5 (lima) peraturan pelaksanan yang merupakan prioritas dan telah pula memperoleh izin prakarsa, yaitu: Rancangan Peraturan Presiden tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan PPATK (Amanat Pasal 46); Rancangan Peraturan Presiden tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja PPATK (Amanat Pasal 60); Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penghasilan, Hak-Hak Lain, Penghargaan, dan Fasilitas bagi Kepala dan Wakil Kepala PPATK (Amanat Pasal 58 ayat (2)); Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi oleh Instansi Pemerintah dan/atau Lembaga Swasta (Amanat Pasal 41 ayat (3) UU No.8 Tahun 2010); dan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Manajemen Sumber Daya Manusia PPATK (Amanat Pasal 62 ayat (3)); 2.
Rincian Kegiatan Rincian kegiatan selama periode laporan sebagaimana diuraikan berikut ini: a.
Sosialisasi Rezim Anti Pencucian Uang Sosialisasi rezim anti pencucian uang terus menerus diselenggarakan di beberapa kota besar di Indonesia. Penentuan kota-kota tujuan
32
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
sosialisasi dilihat dari kebutuhan informasi umum akan rezim anti pencucian uang dan implementasi UU TPPU. Tujuan dari kegiatan ini agar adanya persamaan persepsi akan UU TPPU baik di kalangan aparat penegak hukum, penyedia jasa keuangan, new reporting parties, akademisi dan masyarakat umum. Di dalam rencana kegiatan Direktorat Hukum dan Regulasi Tahun 2011, semula direncanakan untuk dilakukan sosialisasi di 12 (dua belas) kota di Indonesia, namun dengan adanya pemangkasan anggaran maka ditetapkan untuk penyelenggaraan sosialisasi di 10 (sepuluh) kota dan terealisasi di 8 (delapan) kota, yaitu Jember, Batam, Banjarmasin, Palembang, Manado, Jambi, Makassar dan Yogyakarta. Adapun audience dari sosialisasi rezim anti pencucian uang meliputi aparat penegak hukum, penyedia jasa keuangan, akademisi dan masyarakat yang diwakilkan oleh Pemerintah Daerah setempat. Untuk mencapai tujuan efektif dari sosialisasi, PPATK dalam melaksanakan sosialisasi rezim anti pencucian uang juga melakukan kerjasama dengan Bank Indonesia sebagai regulator dari perbankan, meminta partisipasi aparat penegak hukum termasuk di dalamnya penyidik-penyidik TPPU sebagaimana tercantum dalam UU TPPU, serta turut melibatkan pemerintah daerah dan universitas setempat. b.
Analisis Hukum Putusan terkait TPPU terhitung sejak tahun 2005 sampai dengan pertengahan tahun 2011 telah berjumlah 40 putusan dan anotasi putusannya telah dibuat dalam rangka analisis hukum. Putusan terkait TPPU erdasarkan tindak pidana asalnya yaitu: penggelapan (11 putusan); penipuan (7 putusan); narkotika (1 putusan); psikotropika (2 putusan); pencurian (1 putusan); korupsi (6 putusan); pemalsuan surat (4 putusan); perbankan (3 putusan); penyuapan (1 putusan); tindak pidana lain yang berkaitan dengan TPPU (1 putusan); dan pelanggaran pembawaan uang tunai (1 putusan).
c.
Memberikan Keterangan Ahli Direktorat Hukum dan Regulasi telah memberikan bantuan kepada aparat penegak hukum terkait dengan keterangan ahli. Sampai dengan akhir tahun 2011, jumlah pemberian keterangan ahli adalah sebesar 80 kasus. Jumlah permintaan pemberian keterangan ahli terkait tindak pidana pencucian uang meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun, yang diharapkan dapat meningkatkan jumlah putusan pengadilan terkait TPPU. Adapun pemberian keterangan ahli terkait TPPU, yaitu: Bareskrim (11 permintaan); Polda (35 permintaan); Kejaksaan (24 permintaan); Badan Narkotika Nasional (8 permintaan); Komisi Informasi Pusat (1 permintaan); dan Pengadilan Militer (1 permintaan).
33
Laporan Tahunan
d.
Menyelenggarakan Seminar/Workshop/Diskusi Hukum Selain penyelenggaraan program sosialisasi, Direktorat Hukum dan Regulasi juga memiliki program kegiatan seminar hukum/workshop/ diskusi hukum yang mengangkat isu-isu terkait penanganan perkara TPPU. Sampai dengan pertengahan tahun 2011, DHR telah mengadakan 5 (lima) kegiatan yaitu :
e.
i.
Seminar Nasional ”Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Melalui Implementasi UndangUndang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana”;
ii.
Workshop Terpadu ”Penanganan Tindak Pidana Asal dan Pencucian Uang oleh Aparat Penegak Hukum”.
iii.
Seminar Nasional “Rezim Perampasan Aset Untuk Mendukung Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang”;
iv.
Seminar Nasional “Pelaksanaan Penghentian Sementara dan Penundaan Transaksi Di Bidang Perbankan, Asuransi dan Pasar Modal Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010”; dan
v.
Seminar Nasional “Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Di Lingkungan Birokrasi Dalam Rangka Mewujudkan Aparatur Negara yang Berintegritas dan Profesional”.
Kunjungan Mahasiswa Selain bertindak aktif untuk memberikan sosialisasi Rezim Anti Pencucian Uang sebagaimana telah direncanakan dan tertuang dalam Rencana Kegiatan 2011, PPATK menerima permohonan kunjungan untuk pemaparan mengenai Rezim Anti Pencucian Uang. Sepanjang tahun 2011, PPATK telah menerima permohonan untuk melaksanakan kegiatan pemaparan Rezim Anti Pencucian Uang dari Universitas Muslim Indonesia, Siswa Pusdikreskrim Brigadir Lidik TP Money Laundering, Fakultas Hukum Universitas Janabadra, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta; STIH-M Lampung; dan Pasca Sarjana Universitas Bandar Lampung.
f.
Penyusunan Modul Media penyampaian dan juga penyamaan persepsi termasuk upayaupaya pemerintah dalam mencegah dan memberantas TPPU dilakukan tidak hanya melalui kegiatan berupa sosialisasi, seminar, workshop ataupun diskusi. Pada tahun 2011 ini, demi terciptanya keefektifan penegakan hukum di bidang TPPU, telah dilakukan
34
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
penyusunan modul hasil kerjasama PPATK dengan para instansi penyidik TPPU di antaranya Polri, KPK, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, BNN, dan Kejaksaan Agung. Modul tersebut diharapkan dapat menjadi pedoman bagi instansiinstansi terkait dalam penyelenggaraan pelatihan yang akan dilaksanakan berkenaan dengan upaya penanganan perkara TPPU. Sistematika modul Penanganan Tindak Pidana Asal dan Pencucian Uang meliputi: i.
Silabus Workshop Terpadu Penanganan Tindak Pidana Asal dan Pencucian Uang;
ii.
Rezim Anti Pencucian Uang di Indonesia;
iii.
Fungsi dan Tugas Pokok PPATK;
iv.
Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang;
v.
Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi dan TPPU oleh KPK;
vi.
Penyidikan Tindak Pidana Narkotika dan TPPU oleh BNN;
vii.
Penyidikan Tindak Pidana Di Bidang Kepabeanan dan Cukai dan TPPU Oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
viii. Penyidikan Di Bidang Perpajakan dan TPPU Oleh Direktorat Jenderal Pajak; ix.
Pemeriksaan Perkara dan Penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Selain itu, PPATK juga telah menyusun Modul Sosialisasi Rezim Anti Pencucian Uang dengan bekerjasama dengan Lembaga Anti Pencucian Uang Indonesia (LAPI). Adapun modul tersebut adalah sebagai berikut: Silabus Program Sosialisasi Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme di Indonesia. Modul 1: Rezim Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme di Indonesia. Modul 2: Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme di Indonesia. Modul 3: Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme Bagi Industri Perbankan.
35
Laporan Tahunan
Modul 4: Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme Bagi Industri Pasar Modal. Modul 5: Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme Bagi Lembaga Keuangan Non Bank. Modul 6: Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme Bagi Penyedia Barang dan/atau Jasa. g.
Peraturan Perundang-Undangan 1)
Rancangan UU Perampasan Aset Tindak Pidana Guna memenuhi salah satu ketentuan UNCAC terutama mengenai BAB V tentang Pengembalian Aset (Pasal 51 Pasal 57 UNCAC), Pemerintah pada saat ini telah melakukan pembahasan dan penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana (RUU Perampasan Aset). Penyusunan RUU tersebut dimaksudkan memperkuat sistem hukum yang memungkinkan dilakukannya pengembalian aset hasil tindak pidana tanpa putusan pengadilan dalam perkara pidana. Dengan mekanisme ini diharapkan terbuka kesempatan yang luas untuk merampas segala aset yang diduga merupakan hasil pidana (proceed of crimes) dan aset-aset lain yang patut diduga akan digunakan atau telah digunakan sebagai sarana (instrumentalities) untuk melakukan tindak pidana, khususnya yang termasuk dalam kejahatan lintas negara yang terorganisir (transnational organized crime) maupun kejahatan-kejahatan yang ancaman pidana penjaranya 4 (empat) tahun atau lebih. Penyusunan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana ini merupakan tindak lanjut dari ratifikasi konvensi internasional yang telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, yaitu: Konvensi PBB Menentang Korupsi Tahun 2003 (United Nation Convension Against Corruption/UNCAC, 2003) yang telah diratifikasi dengan UU No. 7 Tahun 2006 dan Konvensi PBB menentang Kejahatan Transnasional Terorganisir (United Nations Convention Against Transnational Organized Crimes/UN-CATOC) telah diratifikasi dengan UU No. 5 Tahun 2009. Sebagaimana dikatahui, kedua konvensi tersebut menekankan pentingnya negara pihak (state party) untuk mengatur secara khusus perampasan aset hasil kejahatan tanpa putusan pengadilan dalam perkara pidana. Bagi PPATK penyusunan RUU tersebut sejalan dengan rekomendasi ke-3 Financial Action Task Force (FATF) atau Revised 40+9 Recommendations, yang merupakan standar internasional di bidang pencegahan dan pemberantasan TPPU.
36
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
Disamping itu, Penyusunan RUU dimaksud sejalan dengan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2007-2011 yang peluncurannya dilakukan secara langsung oleh Presiden RI pada tanggal 17 April 2007. Strategi Nasional dengan tegas menyatakan perlunya pengefektifan penerapan penyitaan aset (asset forfeiture) dan pengembalian aset (asset recovery). Penyusunan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana dilakukan oleh sebuah Panitia yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM. Panitia tersebut beranggotakan wakil dari instansi-instansi terkait seperti Kepolisian, Kejaksaan, KPK, PPATK, Deplu, Depkeu, Kantor Meneg PAN, Setneg, dan Depkumham sebagai ”focal point”. Dalam rangka penyusunan RUU tersebut, Panitia juga telah melakukan serangkaian diskusi di dalam negeri dengan pakar dari Amerika Serikat, Perancis, Colombia, Swiss, Inggris (UK) serta Expert dari StAR Inisiative World Bank. RUU ini masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) pada Masa Bakti DPR-RI 2009-2014 dan menjadi RUU yang diprioritaskan untuk dibahas pada tahun 2011. Pembahasan RUU ini telah sampai pada tahap harmonisasi (penghalusan) antar kementerian yang dilakukan pada 11-13 Mei 2011. Adapun kementerian atau instansi yang terlibat antara lain Sekretariat Negara, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta PPATK. Adapun sistematika dan substansi yang diatur dalam RUU tersebut adalah sebagai berikut: i.
Penelusuran, pemblokiran, penyitaan, dan perampasan;
ii.
Wewenang mengajukan permohonan perampasan aset dan Wewenang pengadilan untuk mengadili;
iii.
Pengelolaan aset;
iv.
Perlindungan dan kompensasi;
v.
Perlindungan terhadap pihak ketiga yang beritikad baik.
Berkaitan dengan penyusunan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana, pada tanggal 27-30 Juni 2011 telah dilakukan studi banding ke Canberra dan Perth, Australia yang melibatkan beberapa instansi di antaranya PPATK, Hakim Agung RI, Wakil Ketua KPK, Setneg, Kemenkeu, Kemenkumham, Mabes Polri, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, dan Satgas Pemberantasan Mafia
37
Laporan Tahunan
Hukum. Studi Komparatif tersebut diharapkan dapat membantu penyempurnaan RUU Perampasan aset Tindak Pidana khususnya pengaturan mengenai Unexplained Wealth Asset Forfeiture. Selanjutnya, sebagai bentuk studi banding dengan ketentuan terkait perampasan aset di Australia, PPATK berekerjasama dengan AUSTRAC mengadakan Workshop Unexplained Wealth (Illicit Enrichment) pada tanggal 25 Juli s.d 27 Juli 2011 yang dihadiri oleh aparat penegak hukum dan instansi terkait lainnya. 2)
RUU tentang Pencegahan dan Pendanaan Terorisme Penyusunan RUU tentang Pendanaan Terorisme dilatarbelakangi oleh realitas bahwa upaya penanggulangan tindak pidana terorisme tidak akan optimal tanpa diikuti dengan upaya pencegahan dan pemberantasan terhadap pendanaan terorisme. Sebagai negara yang beberapa kali mengalami serangan terorisme, maka perlu memperluas jangkauan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana terorisme dengan upaya memutus ”mata rantai” atau alur pendanaan terorisme di samping melakukan upaya-upaya untuk menangkap dan menghukum secara fisik para teroris. Penyusunan RUU juga dilatarbelakangi oleh masih minimnya pemenuhan standar internasional di bidang pencegahan dan pemberantasan pendanaan kegiatan terorisme sebagaimana tercermin dalam laporan hasil APG Mutual Evaluations terhadap Indonesia yang disahkan (adopted) pada siding Pleno Sidang Tahunan APG tanggal 9 Juli 2008 di Bali. Dari 9 (sembilan) rekomendasi khusus (Special Recommendations) pendanaan terorisme yang dikeluarkan oleh FATF, Indonesia sama sekali tidak memperoleh LC (Largely Compliant) terlebih-lebih C (Compliant). Dalam laporan hasil APG ME disebutkan, bahwa ketentuan mengenai tindak pidana pendanaan terorisme sebagaimana diatur dalam Pasal 11, Pasal 12 dan Pasal 13 UU No.15 Tahun 2003 tentang Anti Terorisme belum sejalan dengan Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan Terorisme, 1999 (International Convention for the Suppression of the Financing of Terorism, 1999) yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 2006. Laporan hasil APG ME juga memuat rekomendasi antara lain: -
38
Undang-Undang Anti Terorisme harus diamandemen guna menghilangkan kesan adanya persyaratan bahwa
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
tindak pidana pendanaan terorisme harus dikaitkan dengan aksi terorisme tertentu; -
Undang-Undang Anti Terorisme perlu diamandemen agar mencakup penjatuhan hukuman yang efektif, proporsional dan preventif, termasuk hukuman denda bagi subyek hukum perorangan dan hukuman administratif yang efektif bagi korporasi;
-
Harus dipastikan bahwa ketimpangan yang terjadi terkait dengan ketentuan mengenai tanggung jawab pidana korporasi dapat diatasi;
-
Pelaku tindak pidana pendanaan terorisme harus dimintakan pertanggunganjawabnya, dimana pihak yang berwenang dapat mempertimbangkan untuk mengadopsi sebuah pendekatan dimana seluruh dakwaan tentang tindak pidana Pembiayaan Terorisme ini harus berupa Dakwaan Kumulatif yang memerlukan satu putusan khusus untuk tindak pidana Pendanaan Terorisme; dan
-
Pihak yang berwenang harus menerapkan tindak pidana pendanaan terorisme untuk menuntut dan menghukum pelaku pendanaan terorisme yang dilakukan oleh kelompok-kelompok teroris dan individu yang keberadaannya telah diidentifikasi di Indonesia.
Disamping memenuhi konvensi, standar intenasional dan rekomendasi laporan hasil APG ME sebagaimana diuraikan di atas, penanganan masalah pendanaan terorisme sangat penting dan mendesak mengingat berbagai aksi terorisme yang terjadi di tanah air. Aksi-aksi terorisme tersebut terjadi karena adanya dukungan dana yang memadai baik untuk biaya pembuatan bom, biaya operasional ataupun biaya hidup anggota jaringan teroris. Karena itu Pemberantasan terorisme harus disertai juga dengan pencegahan dan pemberantasan pembiayaan terorisme dengan mengejar sumber uangnya (follow the money). Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pendanaan Terorisme. Draft awal (initial draft) telah disiapkan oleh Tim Antardep dari PPATK, Departemen Hukum dan HAM (dhi. Wakil dari BPHN dan Ditjen Peraturan Perundangundangan), Kejaksaan Agung (Jampidsus dan Biro Hukum), Mabes POLRI (Densus 88 dan Divisi Hukum), Desk Anti Terrorism Kantor Menko Polhukam, Direktorat KIPS Ditjen Multilateral Deplu, dan perwakilan dari DPNP Bank Indonesia.
39
Laporan Tahunan
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagaimana tersebut di atas, RUU ini telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) pada masa bakti DPR-RI 2009-2014, namun bukan merupakan RUU yang diprioritaskan untuk dilakukan pembahasan pada tahun 2011. Pembahasan RUU ini telah masuk pada tahap harmonisasi (penghalusan) yang dilakukan antar kementerian. Penyusunan RUU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pendanaan Terorisme bertujuan untuk: i.
memberikan dasar hukum yang kuat dan kemudahan dalam pendeteksian, pembekuan, penyitaan dan perampasan pendanaan kegiataan terorisme;
ii.
mendukung dan meningkatkan efektivitas upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana terorisme dan pendanaan kegiatan terorisme;
iii.
menyesuaikan pengaturan mengenai pencegahan dan pemberantasan pendanaan kegiatan terorisme sehingga sejalan dengan konvensi yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dan standar internasional di bidang pencegahan dan pemberantasan pendanaan kegiatan terorisme.
Adapun sasaran yang ingin dicapai dari penyusunan RUU Pencegahan dan Pemberantasan Pendanaan terorisme, adalah: i.
ikut memelihara dan menjaga stabilitas ekonomi, sosial budaya, dan keamanan dan ketertiban nasional;
ii.
memutus alur pendanaan kegiatan terorisme sekaligus mencegah terjadinya lagi serangan atau aksi-aksi terorisme di seluruh tanah air; dan
iii.
menunjukkan komitmen Indonesia yang kuat dan serius dalam pencegahan dan pemberantasan pendanaan terorisme.
Sehubungan dengan hal tersebut, PPATK mengambil inisiatif untuk menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Teorisme. RUU tersebut mengatur secara komprehensif mengenai: i. ii. iii.
40
Kriminalisasi perbuatan pendanaan terorisme; Tindak Pidana Lain Yang Berkaitan Dengan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme; Upaya-upaya Pencegahan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme;
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
iv.
Pengaturan mengenai publikasi organisasi internasional (international list) dan publikasi pemerintah (domestic list) terkait para teroris dan organisasi teroris; v. Ketentuan yang mengatur tentang keberatan terhadap daftar teroris dan organisasi teroris; vi. Ketentuan mengenai pemblokiran serta merta (freezing without delay) termasuk prosedur keberatan atas pemblokiran serta merta; vii. Di dalam ketentuan pemblokiran sertamerta juga diatur tentang pengecualian pemblokiran serta merta atas basic necessities; viii. Ketentuan mengenai penanganan dana yang diblokir; ix. Pembawaan Uang Tunai Kedalam atau Keluar Daerah Pabean Indonesia; x. Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan; xi. Pemeriksaan disidang pengadilan melalui alat komunikasi audio visual dilakukan terhadap saksi; dan xii. Kerjasama Dalam Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. RUU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme memang telah dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional Tahun 2009-2014 (long list). Namun sangat disayangkan, RUU belum menjadi salah satu RUU Prioritas 2011 dan juga 2012. Padahal Pemerintah Indonesia melalui Menteri Keuangan telah menyampaikan komitmen secara tertulis untuk segera menyelesaikan RUU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Dikhawatirkan, molornya penyelesaian RUU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme akan menjadi perhatian serius masyarakat internasional khususnya Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF). Bahkan FATF telah mengirim “sinyal” akan menurunkan kembali status Indonesia atau membuat penyataan resmi (FATF Public Statment) mengenai ketidakpatuhan Indonesia terhadap standar internasional di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. 3)
Alternative Remittance System dan Wire Transfer Sejalan dengan FATF IX Special Recommendation (SR) terutama terkait Alternative Remittance System (ARS) dan Wire Transfer, pada tanggal 23 Maret 2011 Pemerintah telah mengesahkan UndangUndang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana (UU Transfer Dana).
41
Laporan Tahunan
Penyusunan UU Transfer Dana melibatkan beberapa pihak dan instansi pemerintah antara lain praktisi perbankan, akademisi, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Bank Indonesia, Kepolisian, Kejaksaan, dan PPATK. Kegiatan transfer dana merupakan salah aspek perhatian dalam rezim Anti pencucian uang dan pendanaan terorisme. Pengundangan UU Transfer Dana merupakan bagian yang mendukung pemenuhan FATF IX Special Recommendation VI dan VII. Dalam spesial rekomendasi VI disebutkan bahwa setiap negara harus mengambil tindakan untuk memastikan bahwa orang atau badan hukum, termasuk agen, yang menyediakan layanan untuk pengiriman uang, termasuk melalui uang informal atau sistem nilai transfer atau jaringan, harus memiliki ijin atau terdaftar dan tunduk pada semua Rekomendasi FATF yang diberlakukan terhadap bank dan lembaga keuangan non-bank. Setiap negara harus menjamin bahwa orang atau badan hukum yang melaksanakan layanan ini secara ilegal dikenakan sanksi administratif, perdata atau pidana. Ketentuan mengenai hal tersebut diatas telah diakomodir dalam Pasal 1 angka 2, Pasal 69 dan Ketentuan Pidana (Pasal 79 Pasal 88). Adapun lingkup pengaturan Undang-Undang Transfer Dana meliputi: 1.
Prinsip umum Transfer Dana;
2.
Pelaksanaan Transfer Dana;
3.
Perizinan dan Pemantauan Penyelenggara Transfer Dana;
4.
Keterlambatan dan Kekeliruan Transfer Dana;
5.
Transfer Kredit dan Transfer Debit;
6.
Biaya Transfer Dana; dan
7.
Ketentuan Pidana.
Berkenaan dengan keterkaitan Undang-Undang Transfer Dana dengan TPPU, telah dilakukan Seminar Nasional pada tanggal 6 Juni 2011 di Jakarta. 4)
Implementasi UU TPPU Di bidang legislasi, pada Tahun 2011 PPATK telah memprakrsai penyusunan peraturan pelaksana dari UU TPPU dan menetapkan peraturan-peraturan yang bersifat teknis dalam rangka mendukung implementasi UU TPPU yang baru. Adapun peraturan-peraturan yang
42
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
telah disahkan pada tahun 2011 sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan; Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-10/1.02.2/PPATK/10/2011 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi PenyediaBarangdan/atauJasaLain; Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-11/1.02.2/PPATK/10/2011 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi PenyelenggaraPos; Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-12/1.02.2/PPATK/10/2011 tentang Tata Cara Pelaporan Transaksi Bagi Penyedia Barang dan/atauJasaLain; Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-14/1.02.2/PPATK/10/2011 tentangPenerapanPMPJBagiPergadaian; Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-15/1.02.2/PPATK/10/2011 tentangBantuanHukumdanPerlindunganKeamanan; Surat Edaran Kepala PPATK Nomor S-124A/1.02/PPATK/03/2011 tanggal 28 Maret 2011 perihal Penundaan Transaksi oleh Penyedia JasaKeuangan; Surat Edaran Kepala PPATK Nomor S-124B/1.02/PPATK/03/2011 tanggal 28 maret 2011 perihal Penghentian sementara Transaksi olehPenyediaJasaKeuanganatasPermintaanPPATK; Surat Edaran Kepala PPATK Nomor S-125C/1.02.1/PPATK/03/2011 tanggal 28 Maret 2011 perihal Penundaan Transaksi oleh Penyedia JasaKeuanganatasPermintaanAparatPenegakHukum;dan Surat Edaran Kepala PPATK Nomor S-316/1.02.1/PPATK/09/2011 tanggal 8 September 2011 perihal Pelaksanaan Penundaan Transaksi yang Berindikasi Tindak Pidana Pendanaan Terorisme oleh Penyedia JasaKeuangan.
Selanjutnya, sampai dengan akhir Tahun 2011, PPATK masih menantikan pengesahan 3 (tiga) rancangan peraturan yang sangat penting dan merupakan amanat UU TPPU, yaitu pengesahan: 1. 2.
3.
Rancangan Peraturan Presiden tentang Organisasi dan Tata Kerja PPATK; Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penghasilan, Hak-hak Lain, Penghargaan, dan Fasilitas Bagi Kepala dan Wakil Kepala PPATK; Rancangan Peraturan Presiden tentang Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
43
Laporan Tahunan
Naskah ketiga rancangan peraturan tersebut telah dibahas sesuai ketentuan yang berlaku dan telah pula disampaikan kepada pihak-pihak yang berwenang untuk diproses pengesahannya. PPATK berharap ketiga rancangan peraturan yang merupakan amanat UU TPPU yang baru dapat disahkan di awal tahun 2012 ini. Di samping itu, untuk mengukuhkan peran aktif Indonesia khususnya PPATK dalam fora internasional, telah diterbitkan:
E.
1.
Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 2011 tentang Penetapan Keanggotaan Indonesia pada Asia Pacific Group on Money Laundering; dan
2.
Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2011 tentang Penetapan Keanggotan pada The Egmont Group.
TEKNOLOGI INFORMASI DAN PENGEMBANGAN APLIKASI SISTEM Dalam rangka mendukung tercapainya kinerja PPATK, kegiatan peningkatan peranan teknologi dan informasi di bidang pengembangan aplikasi sistem telah dirumuskan sebagaimana termuat didalam Rencana Kegiatan (Rengiat) Direktorat Pengembangan Aplikasi Sistem (DPAS) Tahun 2010. Beberapa kegiatan Direktorat Pengembangan Aplikasi Sistem yang telah dilakukan, antara lain : Kegiatan pembuatan Cetak Biru yang merupakan kerangka kerja terperinci sebagai landasan dalam pembuatan kebijakan pengembangan sisem informasi dan teknologi informasi 2010-2014, kerangka kerja tersebut tertuang dalam roadmap target dan sasaran cetak biru system informasi dan teknologi informasi. Khusus untuk Pengembangan Sistem Informasi direncanakan tahapan pengembangannya sebagai berikut : 2010: konsolidasi sumber daya system informasi dan teknologi informasi. 2011 : integrasi database-aplikasi dengan datawarehouse & SIAPUPPT. 2012 : penggunaan sistem informasi sebagai pengganti kertas (paperless). 2013 : keseluruhan kegiatan dapat terpantau dan terkontrol. 2014 : pengembangan organisasi berbasis pengetahuan. Pengembangan Aplikasi GRIPS (Gathering Reports and Information Processing System) yang merupakan aplikasi utama dari Sistem Informasi PPATK dibangun dan dikembangkan untuk mengelola data dan informasi terdiri dari 9 modul utama sejak dari proses registrasi dan pembuatan laporan di reporting parties, proses penerimaan laporan sampai dengan pembuatan dan diseminasi Laporan Hasil Analisis. Aplikasi GRIPS yang dibangun ini diharapkan mampu menjalankan bisnis proses utama PPATK dan mampu mengantisipasi perubahanperubahan yang terkait dengan implementasi UU TPPU. Selain itu juga telah berhasil dikembangkan Aplikasi Eksplorasi Database (AED) yang digunakan sebagai analytical tool untuk menggambarkan keterhubungan dan aliran dana.
44
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
Terkait pengembangan aplikasi GRIPS, yang merupakan pengembangan dari aplikasi pelaporan sebelumnya yaitu TRACES, telah dilaksanakan sosialisasi kepada pengguna aplikasi seperti Bank, Pedagang Valuta Asing, Modal Ventura, Perantara Pedagang Efek, BPR, serta Dana Pensiun untuk tata cara pelaporan dan penggunaan aplikasi tersebut. Aplikasi GRIPS ini direncanakan akan diluncurkan pada Januari 2011. Pelaksanaan tugas sebagai realisasi dari rencana kegiatan sampai dengan akhir tahun 2010 secara umum berjalan sesuai dengan jadwal walaupun disertai beberapa hambatan baik berupa hambatan strategis maupun hambatan teknis. Dalam rangka mendukung tercapainya kinerja PPATK, kegiatan peningkatan peranan teknologi dan informasi di bidang pengembangan aplikasi sistem telah dirumuskan sebagaimana termuat didalam Rencana Kegiatan Direktorat Pengembangan Aplikasi Sistem (DPAS) Tahun 2010. Kegiatan di Direktorat Pengembangan Aplikasi Sistem meliputi program kerja yang harus melewati proses pengadaan barang dan jasa dan program kerja yang dilakukan secara inpenerapan operasional Sistem Teknologi Informasi PPATK, beberapa kegiatan di Direktorat Operasi Sistem (DOS) telah dilaksanakan sesuai dengan rencana antara lain : pemeliharaan infrastruktur komputer dan jaringan, implementasi Storage Area Network (hibah dari Millenium Challenge Corporation/MCC sampai dengan tahap pelatihan), pelaksanaan tugas Help Desk, backup data, peningkatan pelayanan melalui pengaktifan remote assistance, migrasi IP Address ke kelas yang lebih tinggi, mengimplementasikan IPS/management Bandwith, implementasi alert system melalui SMS Gateway, download dan implementasi patches/service packs dan anti virus definitions secara periodik serta penerapan System Expert dan Pemeliharaan Kualitas (Quality Assurance). 1.
Operasi Sistem Operasi sistem PPATK, sesuai dengan ketentuan Pasal 34 Keputusan Kepala PPATK No.3/3/KEP.PPATK/2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja PPATK, Direktorat Operasi Sistem (DOS) mempunyai tugas melakukan perencanaan implementasi dan infrastruktur sistem aplikasi anti pencucian uang, melakukan pemeliharaan kualitas teknologi dan sistem informasi, serta pengawasan implementasi sistem aplikasi anti pencucian uang agar tetap memenuhi standar kualitas. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas, Direktorat Operasi Sistem menyelenggarakan fungsi: 1.
Perencanaan operasi dan infrastruktur sistem aplikasi anti pencucian uang;
2.
Pengawasan pemeliharaan kualitas teknologi dan sistem informasi;
3.
Pengawasan implementasi sistem aplikasi anti pencucian uang.
45
Laporan Tahunan
Perencanaan operasi dan infrastruktur dilakukan untuk menentukan strategi, tindakan dan melakukan identifikasi atas kontribusi terbaik yang dapat diberikan oleh Teknologi Informasi (TI) untuk mendukung PPATK dalam mencapai tujuannya. Tindakan perencanaan ini dilanjutkan dengan tahapan implementasi terhadap rencana operasi dan infrastruktur serta pemeliharaannya yang tercakup dalam tugas pengawasan pemeliharaan kualitas teknologi dan sistem informasi dan termasuk didalamnya adalah kegiatan pengawasan keamanan teknologi informasi. Direktorat Operasi Sistem juga turut membantu Direktorat Pengembangan Aplikasi Sistem dalam implementasi sistem aplikasi anti pencucian uang dengan melakukan pengawasan atas kestabilan sistem yang berjalan maupun yang akan diterapkan. 2.
Perencanaan Teknologi dan Infrastruktur TI PPATK Rencana Strategis PPATK 2010-2014 memperlihatkan 4 (empat) sasaran strategis yang hendak dicapai oleh Direktorat Operasi Sistem, yakni: 1.
Rencana teknologi dan infrastruktur teknologi informasi yang sejalan dengan tujuan dan rencana strategis PPATK.
2.
Operasional dan pelayanan teknologi informasi PPATK yang handal untuk mendukung business process PPATK.
3.
Penjaminan kualitas (quality assurance) teknologi informasi.
4.
Sistem Keamanan Teknologi Informasi PPATK.
Keempat sasaran strategis di atas dicapai dengan melaksanakan kegiatan pengembangan, pengelolaan, dan pengendalian kualitas operasional, infrastruktur, layanan, dan keamanan teknologi informasi PPATK dengan indikator kinerja sebagai berikut: 1.
Dokumen Perencanaan Teknologi dan Infrastruktur TI PPATK.
2.
Operasional dan Layanan Bantuan TI PPATK.
3.
Dokumen Penjaminan kualitas TI PPATK.
4.
Laporan Pengelolaan Keamanan Sistem TI PPATK.
Perencanaan Teknologi dan Infrastruktur TI PPATK direalisasikan melalui penyusunan topologi jaringan dan infrastruktur TI baik untuk Data Center (DC) maupun untuk Disaster Recovery Center (DRC). Untuk merealisasikan rencana tersebut telah dilakukan pengadaan perangkat TI untuk DC dan DRC, peremajaan perangkat dan teknologi telah melewati usia teknis pemakaian serta pengadaan perangkat lunak (software) guna mendukung layanan operasional TI PPATK.
46
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
Sedangkan dari operasional dan layanan bantuan, pada tahun 2011 telah dimplementasikan aplikasi Layanan Bantuan, penyempurnaan pedoman layanan TI dan prosedur, petunjuk teknis terkait. Disamping hal tersebut di atas, DOS bersama Direktorat Pengembangan Aplikasi Sistem dan Direktorat Kerjasama Antar Lembaga telah berhasil mendukung implementasi system aplikasi pertukaran informasi dengan menggunakan aplikasi Secure Online Communication (SOC) antara PPATK dengan aparat penegak hukum. Guna mendukung pencapaian dokumen penjaminan kualitas TI, telah dibuat dokumen standar kualitas Layanan TI dan dokumen kegiatan Assesment Quality Assurance. Hasil penilaian ini didapatkan kesimpulan bahwa posisi level maturity (kedewasaan) TI/DOS PPATK terhadap organisasi mempunyai nilai level 2.68. Apabila dipetakan ke dalam COBIT Quick Start nilai level tersebut mempunyai arti, yaitu sudah ada komitmen untuk melakukan pemecahan-pemecahan masalah dalam Manajemen Kualitas. Dalam rangka Pengelolaan Keamanan Sistem TI, melalui Peraturan kepala PPATK telah menetapkan peraturan tentang Tata Kelola Keamanan Informasi, dan Kebijakan dan Pengamanan Informasi. Beberapa upaya untuk peningkatan keamanan dan kemudahan melakukan monitoring perangkat TI telah dilaksanakan kegiatan sebagai berikut: 1.
Meningkatkan security jaringan, sosialisasi security awareness di lingkungan PPATK.
2.
Pelaksanaan audit keamanan Teknologi informasi (penetration test) .
3.
Mengimplementasikan software network monitoring system (NMS).
Untuk dapat mengimplementasikan Kebijakan Pengamanan Informasi di PPATK, telah disusun kebijakan Tata kelola keamanan informasi yang mengatur: Organisasi Keamanan Informasi, Manajemen Aset Informasi, Pengendalian Akses Informasi, Pengendalian Keamanan Fisik dan Lingkungan, Aspek SDM dalam Keamanan Informasi, Pengamanan Pengembangan dan Pemeliharaan Aplikasi Sistem, Pengamanan Operasional Sistem Informasi, Manajemen Insiden Keamanan Informasi dan Kelangsungan Operasi, Kepatuhan Terhadap Kebijakan dan Pedoman Tata Kelola Keamanan Informasi. Upaya lain yang telah dilakukan dalam meningkatkan keamanan data yang bersifat rahasia dan hanya dapat diakses oleh kalangan tertentu, telah dilakukan melalui upaya pemisahan jalur akses secara fisik antara jaringan internet dan email dari jaringan akses database guna menghindari kebocoran data dan akses dari pihak-pihak yang tidak memiliki otorisasi.
47
Laporan Tahunan
F.
ADMINISTRASI 1.
Sumber Daya Manusia (SDM) Direktorat Sumber Daya Manusia selama tahun laporan telah melaksanakan tugas pengawasan perencanaan, pengelolaan, pengembangan dan pengadministrasian sumber daya manusia. Selain itu, Direktorat SDM juga telah melakukan fungsi pengawasan pelaksanaan perencanaan sumber daya manusia, pengawasan pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia serta pengadministrasian sumber daya manusia. Dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut selama tahun 2011 Direktorat SDM telah melaksanakan berbagai kegiatan. Kegiatan-kegiatan tersebut tercakup dalam lima komponen utama yaitu pengembangan pegawai, penyusunan formasi pegawai, penataan organisasi dan ketatalaksanaan, pengelolaan administrasi kepegawaian serta pengelolaan data penilaian kinerja. Kegiatan dalam rangka pengembangan pegawai antara lain melaksanakan orientasi kerja bagi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) PPATK yang direkrut pada tahun 2010. Selain itu, Direktorat SDM juga telah melaksanakan pendidikan dan pelatihan pra jabatan bagi para CPNS PPATK yang direkrut pada tahun 2009 bekerjasama dengan Balai Pendidikan dan Pelatihan Pekerjaan Umum Wilayah II Bandung Kementerian Pekerjaan Umum. Kegiatan lain terkait dengan pengembangan pegawai yang telah dilaksanakan antara lain memberikan kesempatan bagi 5 (lima) orang pegawai untuk melanjutkan pendidikan program strata-2 di beberapa universitas negeri dalam bentuk pemberian beasiswa. Sampai dengan akhir tahun 2011, terdapat 7 (tujuh) orang pegawai yang mendapatkan beasiswa dari PPATK dan tengah menjalani pendidikan di berbagai universitas dalam negeri dengan jurusan yang sesuai kebutuhan PPATK. Selama masa pendidikan, para pegawai tersebut diberikan status sebagai pegawai yang melaksanakan Tugas Belajar. Selanjutnya, Direktorat SDM telah memfasilitasi pegawai PPATK yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atas biaya pribadi dan tidak mengganggu tugastugas di PPATK dengan memberikan status Izin Belajar. Fasilitasi juga diberikan bagi pegawai yang memperoleh beasiswa pendidikan lanjutan di luar negeri dari pihak donor yaitu dengan pemberian status sebagai pegawai yang melaksanakan Tugas Belajar. Pada bulan April 2011, Direktorat SDM telah melaksanakan kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Intelejen bekerjasama dengan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Reserse Kriminologi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pendidikan ini dilaksanakan dengan cara mengirimkan 50 orang pegawai PPATK untuk menjalani pendidikan dan pelatihan dimaksud yang terbagi dalam dua gelombang. Dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan kompetensi pegawai PPATK, telah pula dilaksanakan berbagai pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugas berdasarkan usulan dari masing-masing Direktorat. Lebih dari 50%
48
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
rencana penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan tersebut telah terlaksana selama tahun 2011. Kegiatan pengembangan pegawai lainnya yang dilaksanakan oleh Direktorat SDM adalah beberapa In-House Training antara lain mengenai Professional Presentation & Public Speaking dan Creative Problem Solving & Decision Making serta penyelenggaraan berbagai seminar, sosialisasi dan diseminasi antara lain tentang asuransi kesehatan, standar prosedur operasi dan keprotokolan. Kegiatan yang terkait dengan penyusunan formasi pegawai belum dapat terlaksana sehubungan dengan adanya moratorium pegawai yang ditetapkan oleh Pemerintah yang dimulai sejak tahun 2011. Penataan organisasi dan ketatalaksanaan dilaksanakan dengan melakukan kegiatan penyusunan Rancangan Peraturan Presiden (RPP) tentang Organisasi dan Tata Kerja PPATK yang baru, kemudian diusulkan kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta dilakukan pembahasan antar instansi yang terkait. Sebagai tindak lanjut penyusunan RPP tersebut telah dilaksanakan reviu terhadap peraturan atau keputusan yang berkaitan dengan bidang sumber daya manusia antara lain RPP tentang Manajemen Sumber Daya Manusia serta Peraturan Kepala PPATK untuk pelaksanaannya. Terkait dengan penyusunan standar kompetensi dan penilaian kinerja, telah dilaksanakan analisis jabatan dan analisis beban kerja yang akan menjadi dasar penyusunan standar dimaksud. Dalam rangka pengelolaan administrasi kepegawaian dan penilaian kinerja, berbagai kegiatan telah dilaksanakan seperti pengelolaan absensi pegawai, pengelolaan data dan arsip kepegawaian, penerbitan berbagai macam surat keputusan seperti kenaikan pangkat, kenaikan level, kenaikan tunjangan berkala, mutasi pegawai, perpanjangan atau pengembalian pegawai yang dipekerjakan ke instansi asal. Momentum penting pada tahun 2011 ini adalah Direktorat Sumber Daya Manusia telah memproses pindah instansi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang Dipekerjakan pada PPATK menjadi PNS PPATK sebanyak 85 orang. Kegiatan administrasi kepegawaian lainnya adalah pelantikan dan pengambilan sumpah bagi pejabat dan pegawai baru serta pengembangan sistem informasi kepegawaian. Adapun komposisi pegawai PPATK pada akhir tahun 2011 adalah sebagaimana tertera dalam tabel berikut ini.
49
Laporan Tahunan
2.
Keuangan Sebagaimana diatur dalam Pasal 63 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, disebutkan bahwa biaya untuk pelaksanaan tugas PPATK dibebankan kepada APBN. Sehubungan dengan hal tersebut, maka seluruh kegiatan pengelolaan anggaran, yang meliputi perencanaan dan penganggaran, perbendaharaan, serta akuntansi dan pelaporan pertanggungjawaban anggaran, harus dilaksanakan berdasarkanperaturanperundang-undanganyangberlaku. Anggaran PPATK tahun 2011 diupayakan untuk dapat dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku, dengan memperhatikan prinsip-prinsip dalam pelaksanaan anggaran, antara lain hemat, tidak mewah, efisien, efektif, transparan, terkendali sesuai dengan rencana program/kegiatan, serta berdasarkan tugas, fungsi, dan wewenang PPATK. Upaya tersebut dilakukan dengan harapan target kinerja yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan baik, danlaporanpertanggungjawabandapatdisusunsecara benar danakuntabel. a.
Anggaran PPATK Tahun 2011 Berdasarkan DIPA PPATK tahun 2011 nomor SP: 0001/07801.1.0/00/2011 tanggal 20 Desember 2010, pagu anggaran PPATK tahun 2011 adalah sebesar Rp. 97.900.000.000,- Kemudian PPATK memperoleh tambahan pagu sebesar Rp.385.406.000,- sebagai reward atas penghematan dalam pelaksanaan anggaran tahun 2010, sehingga pagu anggaran PPATK tahun 2011 berubah menjadi Rp.98.285.406.000,- sebagaimana tertuang dalam Revisi I DIPA PPATK Nomor : 0001/078-01/00/2011 tanggal 7 September 2011. Anggaran PPATK tahun 2011 sebesar Rp.98.285.406.000,- tersebut dialokasikan untuk membiayai 3 (tiga) program, yaitu : 1)
50
Program Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Kode : 078.01.06) dengan anggaran sebesar Rp.33.885.406.000,- merupakan program teknis PPATK, yang terdiridari6(enam)kegiatansebagaiberikut:
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
b.
2)
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya PPATK (Kode : 078.01.01) dengan anggaran sebesar Rp. 56.900.000.000,- merupakan program penunjang, terdiri dari 4 (empat) kegiatan sebagai berikut :
3)
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur PPATK (Kode : 078.01.02) dengan anggaran sebesar Rp.7.500.000.000,- merupakan program penunjang, terdiri hanya satu kegiatan yaitu :
Realisasi Anggaran Belanja PPATK Tahun 2011 Realisasi anggaran belanja PPATK sampai dengan 31 Desember 2011 adalah sebesar Rp. 48.017.333.116,- atau sebesar 48,86% dari total pagu. Realisasi anggaran tersebut terdiri dari : 1)
Realisasi anggaran Program Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Kode : 078.01.06) sebesar Rp.16.266.928.725,- dengan rincian sebagai berikut :
51
Laporan Tahunan
52
2)
Realisasi anggaran Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya PPATK (Kode : 078.01.01) adalah sebesar Rp.29.420.726.326,- dengan rincian sebagai berikut :
3)
Realisasi anggaran Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur PPATK (Kode : 078.01.02) sebesar Rp.2.329.678.085,- yaitu :
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
Realisasi anggaran PPATK tahun 2011 belum optimal, hanya mencapai 48,86%. Sehubungan dengan kemampuan daya serap anggaran PPATK tahun 2011 tersebut, dan pertimbangan faktor lainnya, maka pagu anggaran PPATK tahun 2012 disesuaikan menjadi hanya Rp79.134.312.000,sebagaimana tertuang dalam DIPA PPATK tahun 2012 Nomor : 0001/07801.1.01/00/2012 tangal 9 Desember 2011. Secara umum, rendahnya realisasi anggaran PPATK tahun 2011 disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
c.
1)
Selama ini, PPATK selalu berupaya untuk melaksanakan anggaran sesuai ketentuan yang berlaku dengan memperhatikan prinsipprinsip dalam pelaksanaan anggaran, seperti hemat, tidak mewah, efisien, efektif, dan terkendali sesuai dengan rencana program/kegiatan, serta tugas dan fungsi PPATK. Sehubungan dengan upaya tersebut, maka terjadi beberapa penghematan dalam pelaksanaan anggaran, misalnya penghematan anggaran kegiatan yang memerlukan biaya perjalanan dinas.
2)
Hingga 31 Desember 2011, PPATK baru memiliki 29 (dua puluh sembilan) Pegawai Tetap. Perpindahan Pegawai Dipekerjakan dari beberapa instansi lain menjadi Pegawai Tetap PPATK hingga akhir Desember 2011 masih dalam proses di Instansi asal, sehingga dalam tahun 2011 PPATK hanya melaksanakan pembayaran Gaji Pegawai Tetap dalam jumlah yang sangat kecil. Hal ini berakibat masih rendahnya realisasi Belanja Pegawai Tahun 2011.
3)
Pada tahun 2011 terdapat kebijakan Pemerintah dalam melakukan penghematan terhadap anggaran seluruh Kementerian/Lembaga sebesar 10% dari total pagu. Dalam pelaksanaannya, PPATK diijinkan untuk merealisasikan anggaran penghematan sebesar 10% tersebut untuk membiayai rencana kegiatan yang telah ditetapkan sebelumnya. Namun persetujuan atas penggunaan penghematan anggaran sebesar 10% tersebut diterima PPATK pada bulan Oktober 2011, sehingga mengakibatkan seluruh direktorat mengalami kesulitan dalam upaya mempercepat pelaksanaan kegiatan yang terkait dengan anggaran penghematan tersebut.
4)
Beberapa lelang pengadaan barang dan jasa PPATK tahun 2011 mengalami kegagalan, sehingga realisasi anggaran belanja modal rendah.
Capaian Kinerja Kegiatan Pengelolaan Perencanaan dan Penganggaran, Perbendaharaan, serta Administrasi Keuangan PPATK 1)
Bidang Perencanaan dan Penganggaran
53
Laporan Tahunan
Kegiatan perencanaan dan penganggaran telah diterapkan 3 (tiga) pendekatan penyusunan anggaran, yaitu penganggaran terpadu, penganggaran berbasis kinerja (PBK), dan kerangka pembangunan jangka menengah (KPJM). Pada tahun 2011, PPATK telah melaksanakan berbagai kegiatan perencanaan dan panganggaran, antara lain menyelenggarakan kegiatan sosialisasi perencanaan dan penganggaran, dan menyusun Rencana Kerja (Renja) PPATK tahun 2012 dan menuangkannya ke dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA-KL) PPATK tahun 2012 dengan pendekatan penganggaran terpadu, PBK, dan KPJM. Dengan pendekatan penganggaran terpadu, Renja PPATK tahun 2012 disusun dengan mengintegrasikan Rencana Kerja seluruh direktorat di lingkungan PPATK, dan menuangkannya ke dalam RKA-KL dengan klasifikasi anggaran menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Dengan keterpaduan proses perencanaan dan penganggaran tersebut diharapkan tidak terjadi duplikasi penyediaan anggaran yang bersifat investasi dan untuk keperluan biaya operasional tahun 2012 antar direktorat di lingkungan PPATK. Dengan pendekatan penganggaran berbasis kinerja, Renja PPATK tahun 2012 disusun dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dan kinerja yang akan dicapai dalam tahun 2012, dan memperhatikan efisiensi dalam pencapaian kinerja tersebut. Yang dimaksud kinerja adalah output suatu kegiatan atau hasil dari suatu program yang akan dicapai dengan adanya anggaran yang telah dialokasikan. Sedangkan dengan pendekatan KPJM, maka Renja PPATK tahun 2012 disusun dengan memperhatikan rencana pembangunan jangka menengah, antara lain sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) PPATK tahun 2010-2014. Dengan pendekatan KPJM tersebut maka diharapkan terjadi kesinambungan pelaksanaan kegiatan PPATK dalam periode Renstra yang telah ditetapkan. 2)
Bidang Pelaksanaan Anggaran Selama tahun 2011, PPATK selalu berupaya untuk dapat melaksanakan anggaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan memperhatikan prinsip-prinsip dalam pelaksanaan anggaran, antara lain efektif, efisien, transparan, terkendali, dan akuntabel. Koordinasi pelaksanaan anggaran selalu dilakukan antar para pejabat perbendaharaan maupun pejabat struktural terkait, serta dilakukan verifikasi terhadap setiap dokumen pembayaran, dengan harapan tidak terjadi kesalahan dalam pembebanan maupun pembayaran suatu kegiatan atas beban DIPA PPATK tahun 2011, baik pembayaran atas beban anggaran belanja pegawai, belanja barang, maupun belanja modal.
54
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
3)
Bidang Akuntansi dan Pelaporan Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2011 PPATK telah melaksanakan berbagai kegiatan terkait dengan sistem akuntansi dan penyusunan Laporan Keuangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pada tahun 2011, PPATK telah menyusun Laporan Kinerja Triwulanan untuk disampaikan kepada Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas, dan menyusun Laporan Keuangan PPATK tahun 2010, baik unaudited maupun audited, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Atas hasil pemeriksaan BPK, Laporan Keuangan PPATK tahun 2010 tersebut mendapat opini seperti tahun-tahun sebelumnya, yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Disamping itu, dalam rangka penyusunan Laporan Keuangan Bulanan, telah dilakukan rekonsiliasi secara rutin dan tepat waktu antara Unit Akuntansi Pengelola Anggaran (UAKPA) dengan Unit Akuntansi Pengguna Barang (UAKPB) di lingkungan PPATK, maupun antara PPATK dengan pihak KPPN Jakarta I.
3.
Umum Sebagai unit kerja yang menunjang pelaksanaan tugas PPATK secara umum, Direktorat Umum selain melaksanakan tugas-tugas sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Keputusan Kepala PPATK tentang Organisasi dan tata Kerja PPATK juga melaksanakan tugas pengadaan barang dan jasa. Pengadaan barang dan jasa PPATK pada tahun anggaran 2011 telah ditetapkan oleh Kuasa Pengguna Anggaran sebanyak 52 paket pengadaan. Untuk pengadaan barang dan jasa, PPATK bekerjasama dengan Pusat Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kementerian Keuangan sejak akhir tahun 2009. Pelelangan umum dalam rangka pengadaan barang dan jasa PPATK, dilakukan secara elektronik dengan menggunakan fasilitas yang dimiliki oleh LPSE Kementerian Keuangan. Sampai dengan akhir tahun 2011 jumlah pengadaan barang dan jasa yang telah dilaksanakan s e b a n y a k 2 6 6 kontrak/perjanjian dengan nilai sebesar Rp. 15.429.078.182,- dengan rincian berdasarkan nilai kontrak/perjanjian sebagaimana diterakan dalam Tabel 21 berikut ini:
55
Laporan Tahunan
Kontrak/perjanjian pekerjaan meliputi kontrak pekerjaan dalam rangka pemeliharaan sarana dan prasarana, paket meeting, pengadaan peralatan/mesin, pengadaan peralatan teknologi informasi, pengadaan software lisensi dan sebagainya. Terkait dengan pekerjaan pengadaan barang dan jasa, pada tahun 2011 ini pula dalam rangka mempersiapkan Unit Layanan Pengadaan (ULP) sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010, Direktorat Umum telah melakukan persiapan-persiapan antara lain penunjukan pejabat/pegawai khusus yang mengelola pengadaan barang/jasa. Selain melaksanakan fungsi layanan pengadaan barang dan jasa, Direktorat Umum juga melaksanakan tugas-tugas terkait dengan pengelolaan barang milik negara. Sampai dengan akhir tahun 2011 nilai aset PPATK adalah sebesar Rp. 197.074.295.000,- sebagaimana diterakan dalam Tabel 22 berikut ini :
Kegiatan Kehumasan Hubungan Masyarakat sebagai bagian dari Direktorat Umum dalam tahun anggaran telah melakukan kunjungan keberbagai media massa cetak dan elektronik di daerah-daerah. Hal ini dilakukan sebagai upaya didalam membangun komunikasi dan kerjasama yang baik antara PPATK dengan Media Massa. Diharapkan dengan terjalinnya komunikasi dan hubungan yang baik ini, media massa diberbagai daerah dapat menyampaikan informasi, melakukan edukasi kepada pembaca, pemirsa dan pendengar dari masing-masing stakeholder-nya. Media Massa yang telah dikunjungi selama tahun 2011 Koran Fajar Bali, Bali TV, Harian Umum Waspada (Medan), Radio Trijaya (Medan), Jogja TV, Harian Kedaulatan Rakyat (Jogya) dan Harian Solo Pos (Solo). Terkait dengan informasi penting yang akan disampaikan kepada masyarakat, Humas PPATK melakukan konprensi pers dengan mengundang wartawan media cetak maupun elektronik. Selain sebagai sarana didalam
56
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
mempertajam pemahaman wartawan, sekaligus juga edukasi terhadap publik melalui tulisan-tulisan yang disampaikan oleh wartawan melalui media masing-masing. Humas PPATK secara langsung memberikan pemahaman kepada masyarakat terhadap fungsi, tugas dan tanggung jawab PPATK dengan mengikuti pameran yang dilakukan oleh instansi terkait, seperti yang dilakukan oleh Kementerian Hukum dan HAM dalam Legal Expo Institusi Pelaku Pembangunan yang dilakukan setiap tahunnya di Jakarta. G.
AUDIT INTERNAL Dalam rangka mewujudkan tata kelola Pemerintahan yang baik (good governance) di lingkungan PPATK, Direktorat Audit Internal (DAI) PPATK telah melaksanakan tugas pokok yang diemban oleh Direktorat ini, antara lain : a.
Melaksanakan Review terhadap Laporan Keuangan (Neraca, Laporan Realisasi Anggaran, dan Catatan Atas Laporan Keuangan) PPATK untuk Tahun Anggaran berjalan, sebagaimana diamanatkan dalam UndangUndang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 59 Tahun 2005 tentang Sistem dan Pelaporan Keuangan Pemerintah, yang menyatakan bahwa setiap laporan Keuangan Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen diwajibkan untuk dilakukan reviu oleh Satuan Pengawasan Internal (SPI).
b.
Melakukan audit terhadap Pengadaan Barang dan Jasa di lingkungan PPATK sesuai dengan amanat Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang menyatakan bahwa aparat pengawasan intern bertugas untuk melakukan audit terhadap Pengadaan Barang dan Jasa sesuai dengan ketentuan agar tujuan sasaran Pengadaan Barang/Jasa dapat tercapai secara lancar dan tepat.
c.
Melaksanakan analisis dan evaluasi kinerja dengan memperhatikan capaian indikator kinerja utama sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/09/M.PAN/5/2007 tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah. Analisis dan evaluasi kinerja tersebut digunakan untuk perbaikan kinerja dan peningkatan akuntabilitas kinerja.
d.
Melaksanakan evaluasi secara menyeluruh terhadap pelaksanaan sistem akuntabilitas kinerja unit kerja di lingkungan PPATK sesuai dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: KEP/135/M.Pan/9/2004 Tentang Pedoman Umum Evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Evaluasi Sistem Akuntabilitas Kinerja dilaksanakan dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN menuju tercapainya pemerintahan yang
57
Laporan Tahunan
baik (good governance) sebagai bentuk pertanggungjawaban dari penyelenggara PPATK. e.
Melaksanakan Pemantauan terhadap Tindak Lanjut atas Rekomendasi Hasil Pemeriksaan BPK berdasarkan ketentuan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Pemantauan Pelaksanaan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan.
f.
Melakukan kegiatan pengawasan lainnya berupa monitoring terhadap Pelaksanaan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.
V PENUTUP
L
aporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) yang diterima oleh PPATK dari Penyedia Jasa Keuangan, baik dari lembaga keuangan bank (LKB) maupun lembaga keuangan non bank (LKNB) sebagai pihak pelapor, dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Keadaan yang semakin membaik ini dapat tercipta seiring dengan peningkatan kemampuan SDM serta sarana dan prasarana pendukung dalam kegiatan pengawasan kepatuhan dan proses analisis suspicious transaction report sebagai core business PPATK dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenangnya. Dalam hubungan ini, PPATK secara terus menerus berupaya meningkatkan kinerja dan kualitas Hasil Analisis dan/atau Hasil Pemeriksaan (HA) yang dilakukan untuk dapat membantu penegak hukum secara lebih optimal dan berkeadianl dalam penegakan hukum. Begitu juga dengan program audit kepatuhan akan tetap dilakukan secara terprogram, tidak hanya dengan melakukan perluasan PJK yang akan diaudit melainkan juga peningkatan kualitas dengan penerapan metode dan teknik pengawasan kepatuhan yang sistematis dan efektif. Banyaknya HA yang telah disampaikan kepada penegak hukum selama tahun laporan belum begitu signifikat bila dibandingkan dengan kasus yang diteruskan ke proses penegakan hukum selanjutnya. Diharapkan kerjasama penegakan hukum oleh masing-masing instansi terkait penegakan hukum dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dapat lebih ditingkatkan lagi guna menekan laju tindak pidana, khususnya tindak pidana pencucian uang. ~0O0~
58
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
59
Laporan Tahunan
60
Telephone: +6221-3850455, +6221-3853922 Facsimili: +6221-3856809 +6221-3856826 Email:
[email protected] Website: www.ppatk.go.id