Puncak Kesuksesan di Dunia “Yā ayyatuhan-nafsul muṭma’innah. Irji`ī ilā rabbiki rāḍiyatam-marḍīyyah. Fadkhulī fī `ibādī. Wadkhulī jannatī.” (QS Al-Fajr, 89: 27-30)
definisi yang berbeda tentang kesuksesan, tergantung latar belakang pendidikan, lingkungan sosial, ataupun agama. Bagi seorang pemburu kenikmatan hidup, ke suk sesan adalah ketika dia mampu meraih kenikmatan hidup yang sebanyak-banyaknya, tak ukses ... apakah itu sukses? Bagaimana peduli halal ataupun haram. Bagi seorang politikus, kita memaknai kesuksesan? Setiap orang kesuksesan adalah ketika dia dan kelompoknya memiliki persepsi yang berbeda tentang berhasil memenangkan pemilu sehingga dia mampu makna kesuksesan. Ada yang memaknai kesuksesan menduduki jabatan dalam pemerintahan. Seorang dari gelimangnya harta, luasnya pengaruh dan akademisi, seorang atlet, atau seorang pedagang pun banyaknya pengikut (fans), keluasan ilmu, keberha akan memaknai kesuksesan dengan sudut pandangnya silan dalam bisnis, masing-masing sama lain. popularitas, kekuatan Bagaimana dengan seorang Mukmin? Sama seperti fisik, dan lainnya. Boleh yang lainnya, seorang Mukmin akan memandang jadi, setiap orang memiliki makna kesuksesan sesuai dengan nilai-nilai yang
S
1
diyakininya. Dia akan mempersepsi makna kesuksesan berbeda dengan orang-orang yang jauh dari petunjuk wahyu Ilahi. Tentang bagaimana seorang Muslim memandang kesuksesan, di sini pun ada perbedaan pendapat. Namun, semuanya pasti bertitik tolak dari pandangan Al-Quran dan sunnah Nabi saw. Setidaknya, ada tiga penjabaran sukses menurut Islam. Pertama, ketika seseorang bisa memberikan yang terbaik kepada Allah. Seseorang dikatakan sukses apabila dia bisa beribadah dengan cara terbaik dan niat terbaik atau ikhlas. Seseorang dikatakan sukses apabila dia bisa menempatkan kehendak Allah di atas kehendak diri, mendahulukan kehendak Allah di atas kehendak nafsu, sehingga setiap amal perbuatan yang dilakukannya bisa bermakna di hadapan Allah. Dengan kata lain, orang sukses adalah orang yang dekat dengan Allah, hatinya senantiasa terpaut kepada-Nya, hidup dan matinya pun diserahkan untuk berkhidmat kepada-Nya. dia menghabiskan sisa hidupnya untuk menjalankan amal-amal yang disukai Allah. Orang yang sukses adalah orang yang Allah oriented. Artinya, segala hal yang dia pikirkan dan praktikkan berusaha dikaitkan dengan Allah Swt. Hal ini terungkap dalam surah Adz-Dzâriyat, 51:56 bahwa tidaklah Allah Ta’ala menciptakan jin dan manusia melainkan agar semua beribadah dan mengabdi kepada-Nya. Kedua, ketika seseorang mampu meniru akhlak Rasulullah saw. semaksimal yang dia mampu. Rasulullah saw diutus ke dunia untuk menjadi teladan dalam keimanan dan amal saleh sehingga Allah Swt menjamin kebenaran apa-apa yang diucapkan dan dilakukan oleh beliau. Allah Swt pun berjanji akan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada siapa saja yang berusaha mengimani dan meneladani sunnah-sunnahnya. Penghargaan itu bisa berupa harta kekayaan, kebahagiaan, kelapangan hidup, kemudahan rezeki, kesehatan, dan semua kebaikan. Adapun puncak penghargaan dari Allah Ta’ala adalah memasukkan dirinya ke surga bersama Rasulullah saw. di surga tertinggi. Anas bin Malik ra. mengisahkan, “Ada seseorang yang bertanya kepada Nabi saw., “Kapankah Kiamat akan datang?” Nabi saw. pun menjawab, “Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?” Orang itu menjawab, “Wahai Rasulullah, aku belum mempersiapkan shalat dan puasa yang banyak, hanya saja aku mencintai Allah dan rasul-Nya.” Maka, Rasulullah saw. bersabda, “Seseorang (pada Hari Kiamat) akan bersama orang yang dicintainya, dan engkau akan bersama yang engkau cintai.” Anas pun berkata, “Kami tidak lebih bahagia daripada mendengarkan sabda Nabi saw., ‘Engkau akan bersama orang yang engkau cintai.’” Anas kembali berkata, “Aku mencintai Nabi saw. Abu Bakar dan Umar. Aku pun berharap akan bisa bersama mereka (pada Hari Kiamat), dengan cintaku
ini kepada mereka, meskipun aku sendiri belum (bisa) beramal sebanyak amalan mereka.” (HR Al-Bukhari, Fathul-Bari, 10/557, No. 6171) Ketiga, ketika seseorang mampu memberi manfaat bagi orang-orang yang ada di sekitarnya. Selama dia belum bisa memberi manfaat untuk dirinya, orangtuanya, sanak saudaranya, tetanggatetangganya, dan lingkungan sekitarnya, dia belum dikatakan sukses, walaupun secara zahir dia termasuk orang kaya, terpelajar, tampan, terkenal, dan memiliki aneka kelebihan. Dia belum dikatakan sukses apabila belum bisa memanfaatkan kekayaannya, ilmunya, atau kedudukannya itu bagi kemaslahatan orang banyak. Sebab, kesuksesan yang hakiki tidak untuk kejayaan sendiri atau dinikmati sendiri. Yang namanya sukses adalah ketika seseorang bisa berbagi dan memberi manfaat bagi orang lain. Hal ini sesuai dengan yang disabdakan Rasulullah saw bahwa sebaik-baik orang adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya. Khairunnâs anfa’uhum linnâs. *** Sesungguhnya, ketiga jenis kesuksesan ini merupakan “tahap awal” atau “batu loncatan” bagi seorang manusia untuk menuju kesuksesan puncak di dunia. Apakah itu? “Meninggal dalam keadaan khusnul khatimah”. Kita meninggal saat keimanan kita tengah memuncak, saat semangat ibadah kita tengah menggebu, lisan kita tengah basah menyebut nama-Nya, kening kita tengah bersujud, tubuh kita tengah berkeringat di jalan-Nya, bahkan ketika tubuh kita bersimbah darah membela agama-Nya. Ketika itu, Allah Ta’ala ridha dengan kematian kita. Dia berkenan menerima kembalinya kita kepadaNya. Dia memerintahkan para malaikat menyambut dan membimbing kematian kita, menghadirkan ruh Rasulullah saw. beserta orang-orang saleh dalam proses sakaratul maut kita. Ketika itu, kita disambut dengan kata-kata lebut nan indah, “Ya ayyatuhannafsul mutma’innah. Irji`ī ilā rabbiki rāḍiyatammarḍīyyah. Fadkhulī fī `ibādī. Wadkhulī jannatī.” Allah Azza wa Jalla menyambut kita dengan sangat mesra, “Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka, masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS Al-Fajr, 89: 27-30) Maka, pahamlah kita bahwa sukses di dunia adalah sebuah proses; sebuah perjalanan yang berakhir di terminal kematian. Sakaratul maut adalah puncak karier kita di dunia yang harus kita lewati sebaik mungkin. Menjalani sakaratul maut dalam kebaikan menjadi harga mati yang harus kita perjuangankan seumur hidup. Untuk itu, sangat bijak apabila kita mengarahkan seluruh energi diri untuk mendapatkan husnul khatimah. Bukankah sikap terbaik dalam menyikapi kematian adalah secara sadar mempersiapkan diri sebaik-baiknya bagi kematian yang diberkahi? (Abie Tsuraya/TasQ) ***
e-NEWSLETTER TASDIQUL QUR’AN | EDISI 88 | SEPTEMBER 2016 | MINGGu ke-4
2
Konsultasi Teteh
Assalamu’alaikum wr.wb. Teteh, bagaimana cara mendisiplinkan tidur anak? Kebetulan saya punya anak yang sudah kelas 2 SD. Dia itu kalau sudah mengerjakan sesuatu, bikin keterampilan atau nonton sangat susah untuk diganggu. Makanya, dia jadi sering tidur malam sehingga ketika pagi hari susah sekali dibangunkan. Bahkan, shalat Subuh pun jadi terlewat. Mohon pencerahannya. (+62 853-173x-xxxx)
Mendisiplinkan Tidur Anak
W
a’alaikumussalam wr.wb. Kebiasaan tidur larut malam biasa membuat Tahajud dan shalat Subuh menjadi terganggu, bahkan ditinggalkan. Itulah mengapa, Rasulullah saw. memerintahkan umatnya untuk tidur lebih cepat dan bangun lebih cepat. Beliau tidur setelah shalat Isya dan bangun pada sepertiga malam terakhir untuk Tahajud. Dalam beberapa penelitian, tidur pukul 20.00 malam, ternyata dapat menyehatkan tubuh. Jam-jam itu termasuk saat utama untuk regenerasi sel-sel darah merah di tubuh kita, begitu pun proses detoksifikasi (pengeluaran racun di tubuh). Dilihat dari segi waktu, bangun di sepertiga malam terakhir memungkinkan kita belajar lebih banyak, mengevaluasi diri, mengatur strategi, dan lainnya. Akhirnya, kita pun memiliki waktu-waktu yang lebih produktif dan efektif. Terkait permasalahan yang Ibu tanyakan, setidaknya ada empat hal yang bisa kita lakukan untuk mendisiplinkan anak agar tidur lebih cepat. Pertama, beri pemahaman kepada anak akan pentingnya tidur lebih awal. Caranya, diskusikan dengan cara menyenangkan. Tidak harus serius, yang penting pesan kita bisa sampai kepadanya dan bisa dipahami dengan baik. Susunan Redaksi
Kedua, buat kesepakatan waktu tidur anak. Bukan orangtua yang membuat jadwal waktu tidur anak, akan tetapi anak sendiri yang harus memutuskan. Tentu atas kesepakatan bersama. Bentuk sanksinya pun harus dibuat oleh anak sendiri. Tulis dan tempel aturan itu di tempat yang mudah dilihat. Aturan yang disepakati bersama, akan membuat anak lebih bertanggung jawab dalam menjalankan aturan. Ketiga, ciptakan suasana yang mendukung untuk tidur lebih cepat. Hindarkan suara keras dari radio, televisi, gadget, dan lainnya. Suasana tenang dan nyaman akan membuat anak lebih mudah untuk segera tidur. Ada baiknya, apabila sudah agar malam, kita segera mematikan lampu di rumah. Keempat, latih anak agar terbiasa berwudhu sebelum tidur. Saat mengajak wudhu, ajak pula anak menyikat gigi, lalu pipis dulu supaya tidak ngompol. Sebelum tidur, Rasulullah pun terbiasa membaca surah Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Naas, Al-Kafirun, ayat Kursy, dan aneka zikir lainya. Apabila kita mampu mengajari anak untuk mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah saw. tersebut, insya Allah tidur pun menjadi bagian dari ibadah. ***
Penanggung Jawab: H. Dudung Abdulghani. Dewan Redaksi: Teh Ninih Muthmainnah, H. Dudung Abdulghani, Dr. Tauhid Nur Azhar, Yudi Firdaus. Pemimpin Redaksi: Emsoe Abdurrahman. Redaktur/ Reporter: Inayati Ashriyah, Abie Tsuraya. Layouter/Desainer: Mang Ule. Publikasi/Dokumentasi: Fajar Fakih, Yana Saputra. Sekretaris: Nita Yuliawati. Keuangan: Astri Febriyanti. Marketing/Sirkulasi: Dadi Suryadi. email:
[email protected].
e-NEWSLETTER TASDIQUL QUR’AN | EDISI 88 | SEPTEMBER 2016 | MINGGu ke-4
3
Asmaul Husna
A
ADH-DHÂRR AN-NÂFI’ Allah Yang Maha Pemberi Derita dan Maha Pemberi Manfaat
llah Ta’ala memperkenalkan diri-Nya sebagai Adh-Dhârr An-Nâfi’, Zat Yang Maha Pemberi Derita sekaligus Zat Yang Maha Pemberi Manfaat. Penyebutan kedua nama ini secara bersamaan mengindikasikan bahwa Allah-lah pemilik segala sesuatu dan sebagai bukti kesempurnaan-Nya. Ketika Allah mampu memberi derita, teguran, dan balasan kepada para pendosa, pada saat bersamaan Dia pun kuasa memberi manfaat sebesar-besarnya, pengampunan, dan aneka kenikmatan. Maka, ketika merujuk sifat Allah, kedua nama ini harus digabungkan tanpa kata penghubung. Hal ini untuk menjauhkan hadirnya kesan negatif kepada Allah Ta’ala dari sifat Adh-Dhârr. *** Kata Adh-Dhârr, Allah sebagai Zat Yang Memberikan Derita, pada kenyataannya sangat dijiwai oleh sifat kasih sayang-Nya. Hal ini terlihat dari pemakaian kata dhurr dalam Al-Quran yang disebutkan sebagai suatu pengandaian (jika). Dalam surah Al-An’âm, 6:17 misalnya, Allah Ta’ala berfirman, ”Jika Allah menyentuhkan suatu kemudaratan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Mahakuasa atas tiap-tiap sesuatu.” Penderitaan yang menimpa manusia, sesungguhnya bukan karena Allah berkehendak menyusahkan manusia, akan tetapi karena perbuatan manusia itu sendiri. Di dunia ini ada hukum sebab akibat yang telah
Allah tetapkan atas segenap makhluk-Nya. Apabila melakukan A, maka B akibatnya. Apabila melakukan B, maka C akibatnya, dan seterusnya. Setiap pilihan selalu membawa akibat tertentu. Hukuman yang berbuah penderitaan Allah Ta’ala tetapkan ketika manusia memilih untuk menderita, tidak mengindahkan aturan dan nilai-nilai yang telah ditetapkan-Nya. Walaupun demikian, penderitaan yang Allah timpakan kepada manusia, sesungguhnya jauh lebih sedikit dari kenikmatan yang diberikan-Nya. Kita bisa melihat dalam redaksi ayat dalam surah Al-An’âm, 6:17, bahwa Allah ”yamsaskum (menyentuhkan) mudharat”. Jadi, tidak menimpakan secara keseluruhan, akan tetapi hanya menyentuhkan. Itu pun akan berbuah pahala apabila kita sabar menjalaninya. *** Allah Ta’ala memperkenalkan diri-Nya sebagai AnNâfi’. Artinya Allah Yang Maha Pemberi Manfaat. Kata An-Nâfi’ tidak ditemukan dalam Al-Quran, baik dalam bentuk tunggal maupun jamak. Walaupun demikian, di dalam Al-Quran ditemukan ayat-ayat yang menguraikan tentang anugerah Allah sambil menyatakan manfaat yang dapat diraih manusia dari anugerah tersebut. Semua ini menunjukkan bahwa tiada satu pun ciptaan dan perbuatan Allah Ta’ala yang sia-sia atau tidak bermanfaat. Semuanya membawa manfaat dan aneka kebaikan. ***
e-NEWSLETTER TASDIQUL QUR’AN | EDISI 88 | SEPTEMBER 2016 | MINGGu ke-4
4
Asmaul Husna Dari sini kita bisa melihat bahwa Allah sebagai AdhDhârr An-Nâfi’ menunjukkan bahwa segala sesuatu berada dalam kekuasan dan pengendalian-Nya. Allah Mahakuasa memberi derita atau kemudharatan, akan tetapi Dia pun Mahakuasa memberi manfaat dan aneka keberuntungan. Tiada lagi yang memiliki peranan demikian sempurna selain diri-Nya. Maka, Allah Ta’ala memerintahkan kepada Rasulullah saw. ”Katakanlah,
’Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang gaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyakbanyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudaratan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman’.” (QS Al-A’râf, 7:188) ***
Mutiara Kisah
Anak Kecil pun Takut Neraka
S
uatu hari Abu Yazid Al-Busthami menunaikan shalat Tahajud. Tiba-tiba anaknya yang masih kecil berdiri shalat di sampingnya. Abu Yazid merasa kasihan melihat anaknya yang masih kecil itu ikut shalat bersamanya. Apalagi malam itu udara terasa begitu dingin, orang-orang dewasa pun akan merasa berat meninggalkan tempat tidur mereka. Abu Yazid pun berkata, “Tidurlah wahai anakku, malam masih panjang.” Anaknya menjawab, “Lalu mengapa ayah shalat?” Abu Yazid mengatakan, “Anakku, aku memang dituntut untuk shalat malam.” Anaknya malah menjawab dengan ayat Al-Quran, “Aku telah menghapal sebagian firman Allah yang berbunyi, ‘Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwa kamu berdiri shalat kurang dari dua pertiga malam atau seperdua malam atau sepertiganya dan demikian pula segolongan orang-orang yang bersama kamu (Nabi)’. Lalu siapa orang-orang yang berdiri shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Abu Yazid menjawab, “Tentu saja para sahabat beliau.” Anak Abu Yazid kembali mengatakan, “Jangan menghalangiku untuk meraih kemuliaan menyertaimu dalam ketaatan kepada Allah.” Abu Yazid dengan penuh kekaguman berkata, “Anakku, kamu masih bocah dan belum mencapai usia dewasa.” Anaknya menjawab, “Ayah, aku melihat ibu sewaktu menyalakan api dia memulai dengan potonganpotongan kayu kecil untuk menyalakan kayu-kayu yang besar. Maka, aku takut Allah memulai dengan para anak kecil sebelum orang dewasa pada Hari Kiamat nanti, jika kita lalai dari ketaatan kepada-Nya.” Abu Yazid pun tersentak dengan ucapan anaknya itu. Dia kagum dengan rasa takut kepada Allah yang dimiliki anaknya walaupun masih sangat kecil. Abu Yazid berkata, “Anakku berdirilah. Kamu lebih berhak dengan Allah daripada ayahmu!” Sumber: Ahmad Salim Baduailan, Ensiklopedi Kisah Generasi Salaf, Pustaka Elba.
e-NEWSLETTER TASDIQUL QUR’AN | EDISI 88 | SEPTEMBER 2016 | MINGGu ke-4
5
Kutipan Buku
Kala Rindu Memuncak, Dia Membawanya Pulang!
S
uatu hari pada tahun 2007, ada seorang gadis datang menemui saya. Dia menge nakan jilbab yang biasa-biasa saja, belum begitu sesuai dengan aturan syar’i. Pada mingguminggu berikutnya, dia sering mengikuti pengajian dengan saya. Kalau ke pengajian Muslimah, dia duduk di barisan tengah. Dia terlihat istiqamah. Pernah sekali waktu gadis itu memberikan buku tentang seorang ulama terkenal. Bukunya sangat tipis, tetapi bagi saya buku itu bagus sekali. Setiap minggu dia menghadiri pengajian, setiap kali itu juga gadis tersebut memberikan puisi yang katanya sebagai kenang-kenangan untuk saya. Puisinya bagusbagus, ada yang saya pajang di rumah. Di antara puisi-puisi itu, ada sebuah puisi yang begitu menyentuh hati saya, yaitu yang diakhiri dengan kalimat, “Aku merindukan-Mu, ya Allah. Aku merindukan kematian husnul khatimah”. Beberapa minggu kemudian, gadis itu tidak pernah terlihat lagi. Dia tidak lagi hadir dan duduk di barisan tengah di pengajian saya. Minggu demi minggu, bulan demi bulan, gadis itu tidak juga muncul. Ada rasa kehilangan dan rindu kepada si pembuat puisi. Saya pernah mencari tahu tentang kabar gadis itu, tetapi tidak berhasil. Suatu hari seorang ibu menelepon saya. Ternyata, penelepon ini adalah ibu dari gadis pembuat puisi-puisi indah itu. Dia mengatakan bahwa anaknya kini telah tiada. Anaknya ternyata telah meninggal dunia. Ibu itu bercerita bahwa anak ini menemukan Allah dalam hatinya setelah sebelumnya diuji dengan broken heart, patah hati oleh seseorang yang dicintainya. Namun kemudian, gadis itu menemukan kedamaian dan kehadiran Allah setelah yang dicintainya pergi dari kehidupannya. Dia telah meluruskan cintanya kepada yang memiliki segala cinta, Allah Ta’ala. Dia juga telah ridha akan apapun takdir Allah karena dia ingin Allah meridhainya. Saudaraku, kita layak “iri” kepada gadis itu. Bagaimana tidak? Dialah anak muda yang sedang rindu-rindunya kepada Allah; dan dalam kerinduannya itu Allah memanggilnya. Ini seperti seorang Spesifikasi Buku: Judul Buku Penulis Ukuran Harga *
: Bila Engkau Galau, Dekati Allah : Teh Ninih Muthmainnah : 13x19 cm / 208 Hlm. : Rp 40.000
Pemesanan Hubungi: Tlp/WA : 0838.2090.5097 PIN BB : 24D267E8 – 5E9C13E8
anak yang sedang dalam perantauan yang merindukan bertemu ibunya. Lalu, ibunya tibatiba memangil anak itu untuk pulang. Tentu saja, anak itu akan merasa bahagia tiada tara. Adapun kita ... belum tentu seperti itu! Kita masih harus berjuang untuk bisa kembali kepadaNya saat keimanan tengah memuncak. (Bila Engkau Galau Dekati Allah, Hlm. 47-48) ***
e-NEWSLETTER TASDIQUL QUR’AN | EDISI 88 | SEPTEMBER 2016 | MINGGu ke-4
6
INFO TEBAR WAKAF Program Tebar Wakaf Al-Quran pada minggu ke-4 September 2016 terasa lebih spesial karena dilaksanakan di wilayah luar Jawa, tepatnya Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Di Tanah Banjar ini, Tim TasQ menyampaikan titipan wakaf Al-Quran dari para donatur dilima tempat berbeda, yaitu di Rumah Tahfizh Darul Ihsan, Panti Asuhan Al-Mudakkir, Madrasah Ar-Rahmatul Abadiyyah, Rumah Tahfizh Al-Amanah, dan Yayasan Tahfizh Al-Quran Ummul Qura, Banjarmasin (10-11/09). Mushaf yang dibagikan berjumlah 500 eksemplar. ***
e-NEWSLETTER TASDIQUL QUR’AN | EDISI 88 | SEPTEMBER 2016 | MINGGu ke-4
7
e-NEWSLETTER TASDIQUL QUR’AN | EDISI 88 | SEPTEMBER 2016 | MINGGu ke-4
8