i
TANGGUNGJAWAB ORANGTUA ATAS KECELAKAAN LALULINTAS OLEH ANAK DIBAWAH UMUR YANG KARENA KELALAIANNYA MENGAKIBATKAN HILANGNYA NYAWA ORANG LAIN, DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA INDONESIA (TINJAUAN YURIDIS ATAS PUTUSAN M.A NO. : 579/PID.SUS/2013/PN.DPS)
SKRIPSI
OLEH : ABD. ROHIM NPM : 12120002
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA 2016
i
TANGGUNGJAWAB ORANGTUA ATAS KECELAKAAN LALULINTAS OLEH ANAK DIBAWAH UMUR YANG KARENA KELALAIANNYA MENGAKIBATKAN HILANGNYA NYAWA ORANG LAIN, DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA INDONESIA (TINJAUAN YURIDIS ATAS PUTUSAN M.A NO. : 579/PID.SUS/2013/PN.DPS)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salahsatu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH : ABD. ROHIM NPM : 12120002
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA 2016
ii
iii
MOTTO
“ jadilah seperti karang dilautan yang kuat dihantam ombak dan kerjakanlah hal yang bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain, karena hidup hanyalah sekali. Ingat, hanya pada Alloh apapun dan dimanapun kita berada kepada Nya lah tempat meminta dan memohon”
“pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua” (aristoteles)
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT Tuhan Yang Maha ESA atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “tanggungjawab orang tua atas kelalaian anak dibawah umur yang menegmudikan kendaraan bermotor sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain dalam perspektif hukum pidana Indonesia (tinjauan yuridis putusan M.A no. 579/Pid.Sus/2013/PN.DPS)” untuk menyelesaikan masa studi strata I dan melengkapi tugas-tugas serta memenuhi syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya. Dalam rangka penyelesaian tugas akhir ini saya telah banyak mendapatkan wawasan, penegetahuan, dan masukan yang sangat berharga dari banyak pihak, untuk itu dalam kesempatan ini saya ingin menghaturkan rasa hormat dan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 1. Bp. H. Budi Endarto SH., M. Hum. Rektor Universitas Wijaya Putra Surabaya 2. Ibu Tri Wahyu Andayani SH., CN., MH. (Almh) Dekan Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya 3. Bp. Andy Usmina Wijaya SH., MH. Dekan Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya 4. Bp. Dr. H. Taufiqurrahman SH., M. Hum. selaku pembimbing skripsi saya yang telah dengan sabar dan penuh pengertian hingga terselesaikannya skripsi ini. 5. Bp. Andy Usmina Wijaya SH., MH. dan Bp. Djasim Siswojo SH., MH. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini.
v
6. Para dosen Fakultas Hukum Universiats Wijaya Putra Surabaya yang telah membagikan ilmunya baik disaat perkuliahan maupun diluar perkuliahan Rasa terima kasih yang tidak terhingga serta penghargaan yang setinggitingginya juga saya sampaikan kepada orang tua saya, Ibunda Sulastri dan ayahanda Mastur yang telah membesarkan, mendidik, memberikan kasih sayang dan mencurahkan segala perhatian dan doanya kepada saya. Rasa terima kasih yang sebesar – besarnya juga saya sampaikan kepada istri saya tercinta Noor Sholihah S.Pd.I dan putra – putri saya Muhammad Fachri Dzul Akhyar Arrosali dan Ariej Fachirotul Azizah Arrosali yang setia memberikan semangat, pengertian, kasih sayang dan mengorbankan hak – hak mereka dari saya, semoga Alloh SWT mengganti segalanya dengan nikmat yang lebih baik. Terima kasih juga saya sampaikan kepada teman – teman Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya, bantuan kalian sangatlah berarti dalam terselesaikannya penulisan skripsi ini. Sebagai manusia biasa saya menyadari bahwa penulisan skripsi ini memiliki banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran senantiasa saya harapkan guna penyempurnaan di masa yang akan datang. Atas segala ucapan dan perbuatan yang tidak berkenan selama ini saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Akhir kata saya selaku penulis mengharapkan agar kelak skripsi ini dapat memberi sumbangan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Surabaya,14 Agustus 2014 Penulis
Abd. Rohim
vi
DAFTAR ISI
Halam Judul ………………………………………………………………………….
i
Halaman pengesahan ………………………………………………………………. ii Motto ………………………………………………………………………………….. iii Kata Pengantar ………………………………………………………………………. iv BAB I : Pendahuluan ……………..…………………………………………………
1
1.
Latar belakang masalah …………………..…………………………………..
1
2.
Rumusan masalah ………………………..………………………………........ 10
3.
Penjelasan judul …………………………..……………………………….…… 10
4.
Alasan pemilihan judul ……………………..…………………………….……. 13
5.
Tujuan penelitian …………………………..…………………………………… 13
6.
Manfaat penelitian ………………………….………………………………….. 14
7.
Metode penelitian ………………………….…………………………………... 14
8.
Sistematika pertanggungjawaban …………..………………………...……… 17
BAB II : PERAN DAN TANGGUNGJAWAB ORANG TUA TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR ………………………………………………..…………………. 21 1. Peran orang tua ……………………..………………………..……………...… 21 2. Tanggungjawab orang tua ………..…………………………..………………. 24 2.1. Tanggungjawab orang tua secara sosial ……………….………………. 24 2.2. Tanggungjawab orang tua dalam perspektif hukum …….…….………. 25 2.2.1. Dalam perspektif hukum perdata ……………...………………… 28 2.2.2. Dalam perspektif hukum pidana ….....….………………………… 34
vii
BAB
III
:
PERTIMBANGAN
HUKUM,
HAKIM
PENGADILAN
NEGERI
DENPASAR ……………………………………………………………………….. 37 1. Dasar – dasar pertimbangan hakim dalam pengambilan keputusan ….. 37 2. Pertimbangan hakim …………………………………………………..…... 43 3. Tugas dan wewenang hakim ……………………………………….…….. 44 3.1. Tugas hakim ….……………………………………….…............. . 44 3.2. Wewenang hakim ….………………………………….…….…….
45
4. Putusan hakim …………………………………,…………………….…..... 46 BAB IV : PENUTUP …………………..………………,……..………..…….…… 53 1. Simpulan ……………………………………….………………………….. 53 2. Saran …………………………………………….………………………… 56 DAFTAR BACAAN ……………………………….…….……………………....… 58
1
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar belakang masalah Negara Republik Indonesia adalah merupakan salah satu Negara berkembang
di
masyarakatnya.
dunia. Seiring
Mobilisasi dengan
sangat
pesatnya
mempengaruhi pembangunan
perkembangan dan
kemajuan
ekonominya, semakin meningkat pula taraf hidup masyarakatnya. Hal itu ditandai dengan meningkatnya gaya hidup (life style) masyarakat. Perlu kita ketahui, sebagaimana tercantum dalam pasal 1 ayat 3 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum1. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tatanan ataupun aturan dalam hubungan sesama warga Negara maupun dengan Pemerintah mutlak adanya agar tercapai kedamaian dan keadilan. Negara sebagai wadah dari suatu bangsa untuk mencapai cita-cita atau tujuan bangsanya, sementara hukum merupakan suatu himpunan peraturanperaturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu, jadi secara sederhana negara hukum adalah Negara yang penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Dalam
Negara
hukum,
kekuasaan
menjalankan
pemerintahan
berdasarkan kedaulatan hukum dan bertujuan untuk menjalankan ketertiban
1
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Apollo Lestari, Surabaya
2
hukum.
Banyak
dijumpai
permasalahan
yang
berkaitan
dengan
pelanggaran tata tertib di masyarakat, mulai dari yang ringan hingga yang berat, dimana setiap
pelanggaran yang dilakukan pasti ada akibatnya yaitu berupa penjatuhan sanksi. Keluarga adalah merupakan bagian dari masyarakat yang paling kecil. Dalam keluarga tiap - tiap individu mempunyai peran dan tanggung jawabnya masing – masing. Anak merupakan bagian dari generasi muda yang merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa sekaligus merupakan modal sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Anak adalah generasi penerus bangsa yang mempunyai hak dan kewajiban ikut serta membangun negara dan bangsa Indonesia. Karena itu kualitas anak tersebut sangat ditentukan oleh proses dan bentuk perlakuan terhadap mereka dimasa kini. Anak Indonesia adalah manusia Indonesia yang di besarkan dan ditumbuhkembangkan sebagai manusia seutuhnya, sehingga mempunyai kemampuan untuk melaksanakan hak dan kewajiban sebagai warga negara yang rasional, bermanfaat dan bertanggung jawab. Anak Indonesia sebagai anak bangsa sebagian besar mempunyai kemampuan dalam mengembangkan dirinya untuk dapat melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara yang bertanggung jawab dan bermanfaat untuk sesama manusia. Kondisi fisik dan mental seorang anak yang masih sangat lemah seringkali memungkinkan dirinya disalahgunakan secara legal atau ilegal, secara langsung atau tidak langsung oleh orang-orang di sekelilingnya tanpa dapat berbuat sesuatu. Kondisi buruk bagi anak ini, dapat berkembang secara terus-menerus dan mempengaruhi kehidupanya dalam keluarga, masyarakat dan negara. Situasi
3
yang seperti ini dapat membahayakan negara, karena pada dasarnya maju atau mundurnya suatu bangsa sangat tergantung bagaimana bangsa itu mendidik anak-anaknya. Oleh karena itu, perlindungan anak perlu mendapatkan perhatian khusus didalam pembangunan bangsa. Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga Negaranya, termasuk perlindungan terhadap anak yang merupakan hak asasi manusia. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi, serta berhak mendapatkan perlindungan dari tindak pidana dan diskriminasi serta hak sipil atas kebebasan. Arti dari anak dalam penjelasan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyebutkan bahwa anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 2 Sebelum anak-anak tumbuh dan berkembang menjadi dewasa, maka sebelumnya, terlebih dahulu anak-anak tersebut akan mengalami masa-masa atau dunia anak-anak. Selanjutnya dunia anak-anaklah yang akan membentuk dan mempersiapkan bagaimana proses pendewasaan nanti. Oleh karena itu, setiap anak perlu mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental, sosial dan berakhlak mulia. Upaya perlindungan dan pembinaan terhadap anak perlu dilakukan dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan atas hak-haknya serta perlakuan tanpa diskriminasi.
2
Undang – undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, media centre. Surabaya 2006
4
Salah satu persoalan yang sering muncul ke permukaan dalam kehidupan
masyarakat
ialah
tentang
kejahatan
berupa
pencurian,
penyalahgunaan narkoba dan pelanggaran lalulintas. Kejahatan pencurian, penyalahgunaan dan pelanggaran lalulintas tersebut tidak hanya dilakukan oleh orang-orang dewasa saja, akan tetapi juga anak-anak yang dikategorikan oleh hukum masih dibawah umur sebagai pelakunya. Perbuatan anak yang nyatanyata bersifat melawan hukum, dirasakan sangat mengganggu kehidupan masyarakat. Sebagai akibatnya, kehidupan masyarakant menjadi resah, timbul perasaan tidak aman dan nyaman. Oleh karena itu, diperlukan adanya perhatian terhadap usaha penanggulangan dan penanganannya, khususnya dibidang hukum pidana beserta hukum acaranya. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara sangat perlu dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak dan terbinanya anak-anak ke arah kehidupan yang terbaik
bagi
anak
sebagai
penerus
bangsa
yang
potensial,
tangguh,
nasionalisme, berakhlak mulia, serta anak-anak berprilaku positif dan terhindar dari tindak kejahatan atau perbuatan melawan hukum. Adapun hukuman atau pemidanaan yang dijatuhkan terhadap anak dibawah umur yang melakukan tindak pidana yang di atur dalam perundang-undangan ataupun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Anak yang dikategorikan sebagai anak dibawah umur adalah bila anak tersebut belum berusia delapan belas (18) tahun. Setiap anak memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan social secara utuh, serasi, selaras dan seimbang. Pembinaan dan perlindungan anak ini tak
5
mengecualikan pelaku tindak pidana anak, yang kerap disebut sebagai anak nakal. Selama ini, penanganan perkara pidana yang pelakunya masih tergolong anak dibawah umur, dapat dikatakan hampir sama penanganannya dengan perkara-perkara pidana yang pelakunya adalah orang dewasa. Anak adalah merupakan aset bagi perkembangan dan kemajuan suatu bangsa. Karenanya Negara memberikan perlindungan hukum kepada anak dalam bentuk Undang – Undang. Ada beberapa Undang – Undang yang dibuat untuk memberikan perlindungan kepada anak diantaranya: 1. Undang – Undang Perlindungan Anak 2. Undang – Undang Sistem Peradilan Anak Indonesia 3. Undang – Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga 4. Undang – Undang Trafficking (perdagangan orang), dan 5. Undang – Undang Anti Pornografi Perlindungan terhadap anak menjadi tanggungjawab seluruh elemen bangsa, sebagaimana disebutkan dalam pasal 20 Undang – Undang Perlindungan Anak “Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua atau Wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak”3. Dalam tumbuhkembangnya anak, orang tua dan masyarakat mempunyai peran yang sangat besar untuk membentuk karakter seorang anak. Dan peran paling utama adalah orang tua. Karenanya peran dan tanggungjawab orang tua juga diatur dalam undang – undang tersebut. Sementara itu dalam Kitab Undang – Undang Hukum Perdata menyatakan dalam pasal 45 ayat 1 bahwa :
3
Undang – Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang – Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
6
Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak mereka sebaik – baiknya4. Namun dalam kenyataannya masih sering kita lihat orang tua yang kurang bahkan ada yang tidak peduli terhadap tumbuhkembang anak-anaknya. Bahkan tak jarang kita lihat dan dengar ataupun baca diberbagai media akan adanya penelantaran bahkan penganiayaan oleh orang tua terhadap anaknya sendiri. Seiring dengan meningkatnya tingkat kemakmuran hidup masyarakat, berubah pula gaya hidup masyarakat. Bahkan acapkali orang tua salah dalam memanjakan anak. Salah dalam memberikan kasih sayang, dan melupakan perhatian dan tanggungjawab terhadap tumbuhkembang anak terlebih dari segi mentalitas. Sehingga orang tua tidak mengetahui apa yang dilakukan anak dalam pergaulannya. Kendaraan bermotor saat ini sudah merupakan salah satu sarana transportasi yang harus dimiliki hampir setiap orang, bahkan mobil – mobil mewah sekarang sudah banyak yang masuk diwilayah perdesaan. Mobil mewah bukan lagi dominasi masyarakat kota. Bahkan tak jarang satu keluarga (rumah) memiliki lebih dari satu kendaraan bermotor. Mengendara kendaraan beromtor sekarang sudah tak lagi dominasi kaum laki – laki dan dewasa. Kaum wanita bahkan anak – anak yang masih dibawah umur sekarang setiap hari menghiasi jalanan, apakah itu dalam rangka untuk keperluan belajar ataukah sekedar bermain – main bersama rekan – rekannya.
4
R. Subekti. Kitab Undang – Undang Hukum Perdata. Pradnya Paramita, Jakarta 2004
7
Di kalangan masyarakat, memiliki anak – anak dibawah umur mampu mengendarai kendaraan bermotor seakan merupakan suatu kebanggan. Bahkan sampai hadiah ulang tahun anak yang masih belajar di bangku Sekolah Menengah Pertama (SLTP), beberapa orang tua malah membelikannya kendaraan bermotor. Mereka para orang tua seakan tak menyadari kesalahan dan bahaya yang besar telah mengancam mental dan jiwa anak mereka juga mengancam keselamatan dan nyawa orang lain. Akhir – akhir ini sering kita lihat anak – anak dibawah umur berangkat ke sekolah maupun melakukan aktifitas lainnya dengan mengendarai motor, bahkan ada yang mengendarai mobil. Dan apa yang dilakukan anak – anak tersebut bukan tanpa sepengetahuan orang tua mereka, tapi malah mendapat dukungan bahkan ada yang sengaja disuruh dan dibelikan secara khusus oleh orang tua mereka. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dijalan wajib memiliki Surat Ijin Mengemudi sesuai dengan jenis Kendaraan Bermotor yang dikemudikan5. Dan untuk mendapatkan Surat Ijin Mengemudi tersebut ada persyaratan usia dan kesehatan, usia minimal 17 tahun.6 Sebagai orang tua seharusnya memberikan teladan dan pengawasan serta pendidikan kepada anak – anak mereka agar berperilaku taat hukum, bukan mengajarkan atau membiarkan mereka belajar untuk melanggar hukum. Karena anak adalah generasi penerus bangsa, jika sejak usia dini sudah dibiasakan untuk melanggar aturan atau hukum, maka kelak akan menjadi generasi pelanggar hukum atau generasi pelawan hukum.
5
Undang – Undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pasal
6
ibid, pasal 81
77
8
Di Indonesia, jumlah kendaraan bermotor yang meningkat setiap tahunnya dan kelalaian manusia, menjadi faktor utama terjadinya peningkatan kecelakaan lalu lintas. Data Kepolisian RI menyebutkan, pada 2012 terjadi 109.038 kasus kecelakaan dengan korban meninggal dunia sebanyak 27.441 orang, dengan potensi kerugian sosial ekonomi sekitar Rp 203 triliun - Rp 217 triliun per tahun (2,9% - 3,1 % dari Pendapatan Domestik Bruto/PDB Indonesia). Sedangkan pada 2011, terjadi kecelakaan sebanyak 109.776 kasus, dengan korban meninggal sebanyak 31.185 orang.7 Sementara itu, tingginya angka kecelakaan lalu lintas yang mencapai 52 ribu kejadian pada tahun 2014 hingga bulan Juni di Indonesia menjadi alasan Polda Jatim menjalin kerjasama dengan dua perguruan tinggi. Dari jumlah kasus kecelakaan tersebut, sebanyak 12 ribu lebih korban meninggal dunia, 14 ribu lebih korban luka berat, dan 58 ribu lebih korban luka ringan.
Kapolda Jatim Irjen Pol Anas Yusuf mengatakan, sebanyak 20 persen kejadian kecelakaan di antaranya melibatkan remaja dibawah 17 tahun8. Dan menjelang akhir tahun 2013 anak musisi terkenal Ahmad Dani, AQJ yang masih berusia 13 tahun mengalami kecelakaan lalu lintas di Tol Jagorawi saat mengemudikan mobil Mercedes yang karena kelalaiannya mengakibatkan hilangnya 6 nyawa orang lain9. Pada tahun 2013 juga di Denpasar Bali seoarang anak laki – laki berusia 15 tahun, karena kelalaiannya dalam mengemudikan sepeda motornya mengakibatkan hilangnya nyawa seorang ibu muda. Demikian juga di Makasar
7
http://www.bin.go.id/awas/detil/197/4/21/03/2013/kecelakaan-lalu-lintas-menjadipembunuh-terbesar-ketiga#sthash.dQQ1hLar.dpuf 8
SURYA Online, SURABAYA 22 Sept 2014, diunduh tgl 25 Mei 2016
9
M.tempo.co/read/news 8 Sept 2013, diunduh 28 Mei 2016
9
pada tahun yang sama seorang anak perempuan yang masih dibawah umur karena
kelalaiannya
dalam
mengemudikan
kendaraan
bermotornya
mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Orang tua seharusnya dapat mencegah terjadinya kecelakaan yang diakibatkan oleh kelalaian yang dilakukan anak – anak dibawah umur dengan tidak mengijinkan atau memfasilitasi mereka untuk mengendarai kendaraan bermotor. Hilangnya nyawa seseorang akibat kecelakaan lalu lintas karena kelalaian anak – anak dibawah umur dalam mengemudikan kendaraan bermotor dapat dihindari dengan melarang mereka dan memberikan pengetahuan atau pemahaman tentang aturan mengendarai kendaraan bermotor dijalan. Kelalaian yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain tersebut bukanlah semata kesalahan anak. Peran serta orang tua dalam pengawasan dan pendidikan anak haruslah dimintakan pertanggungjawabannya. Namun sejauh ini selalu anak semata yang dipersalahkan jika terjadi kecelakaan lalulintas yang dilakukan oleh anak dibawah umur. Penyidik POLRI maupun Kejaksaan tidak pernah melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap orang tua yang anak dibawah-umurnya melakukan pidana kelalaian yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas dan mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Salah satu tujuan pemidanaan adalah untuk memberikan efek jera kepada pelaku agar tidak terjadi pengulangan terhadap pelanggaran atau kejahatan yang telah ia lakukan dan untuk mencegah terjadinya tindak pelanggaran atau kejahatan hukum yang sama oleh masyarakat diwaktu atau masa yang akan datang.
10
2. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang diatas, penelitian ini difokuskan pada lingkup hukum dengan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana peran dan tanggungjawab orang tua terhadap anak dibawah umur
yang
mengemudikan
kendaraan
bermotor
dan
karena
kelalaiannya mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain 2. Apa yang menjadi pertimbangan hukum, hakim Pengadilan Negeri Denpasar dalam menjatuhkan pidana terhadap tindak pidana kelalaian dalam mengemudikan kendaraan bermotor oleh anak dibawah umur 3. Penjelasan Judul Dalam skripsi ini, dipilih judul Tanggungjawab orang tua terhadap kelalaian anak dibawah umur yang mengemudikan kendaraan bermotor dan mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain, dalam perspektif hukum pidana
Indonesia
(Tinjauan
Yuridis
atas
Putusan
M.A
No.
:
579/Pid.Sus/2013/PN.DPS) Tanggungjawab, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi sesuatu / apa-apa dapat dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya) Orang tua, adalah ayah atau ibu kandung, ayah atau ibu tiri, dan ayah atau ibu angkat10. Kelalaian, adalah culpa. Merupakan kesalahan, dalam pengetahuan ilmu hukum mempunyai arti yaitu suatu macam kesalahan si pelaku tindak pidana yang tidak
10
Undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak pasal 1 angka 4
11
seberat seperti kesengajaan, yaitu kurang berhati-hati sehingga akibat yang tidak sengaja terjadi11. Anak dibawah umur adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, namun telah berumur 12 (dua belas) tahun12 Mengemudikan adalah memegang kemudi (untuk mengatur arah perjalanan perahu, mobil, pesawat terbang, dan sebagainya)13 Kendaraan Bermotor adalah sesuatu yang digunakan dikendarai atau dinaiki yang memakai mesin untuk menjalankannya14 Mengakibatkan adalah menyebabkan atau meninggalkan peristiwa atau keadaan tertentu, mendatangkan akibat15 Hilang nyawa adalah mati atau meninggal dunia Orang lain adalah selain dari diri sendiri Perspektif adalah cara memandang, sudut pandang Hukum Pidana Indonesia adalah Hukum Pidana yang berlaku di Indonesia Tinjauan Yuridis adalah dipandang atau dikaji menurut ilmu hukum16 Putusan Nomor : 579/Pid.Sus/2013/PN.DPS adalah putusan Pengadilan Negeri Denpasar dengan nomor putusan : 579/Pid.Sus/2013/PN.DPS atas tindak pidana
11
Wirjono Prodjodikoro, asas-asas hukum pidana di Indonesia. Hal 72.< Dikutip dari hukum online.com, adakah kelalaian dalam hukum pidana>. www.hukumonline.com 12 Undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak pasal 1 angka 3 13 www.kamuskbbi.web.id 14 www.kamuskbbi.web.id/kendaraan 15 ibid 16 Ibid
12
kelalaian dalam mengemudikan kendaraan bermotor yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain oleh terdakwa anak dibawah umur. Maksud pembuatan skripsi ini dengan judul tersebut adalah karena melihat kekosongan hukum. Sebenarnya ada tindakan hukum yang lebih tepat dan tegas yang bisa dilakukan oleh Penyidik POLRI maupun Kejaksaan dalam kasus diatas, sehingga rasa keadilan dalam penegakkan hukum di Indonesia dapat terwujud. Sejauh ini kedua institusi tersebut dalam melakukan penegakkan hukum atas kasus kecelakaan lalulintas oleh anak dibawah umur yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain hanya pada pelaku anak. Sementara penyebab anak melakukan pelanggaran pidana tidak pernah tersentuh oleh hukum. Padahal anak dibawah umur merupakan tanggungjawab orang tua sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang – Undang, dan jelas disebutkan dalam Undang – Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak maupun Undang – Undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang – Undang nomor 23 tahun 2002. Juga disebutkan dalam Kitab Undang – Undang Hukum Perdata dalam pasal 45 ayat 1. Dalam kasus tersebut diatas sebenarnya ada dua tindak pidana yang seharusnya dilakukan proses hukumnya, bukan hanya pelanggaran yang dilakukan oleh anak dibawah umur tapi juga kelalaian orang tua dalam pengawasan, pemeliharaan dan pendidikan anak yang mengakibatkan anak melakukan tindak pidana kelalaian dalam mengemudikan kendaraan bermotor sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa orang orang lain.
13
4.
Alasan Pemilihan Judul Pemilihan judul skripsi Tanggungjawab orang tua atas kecelakaan
lalulintas
oleh
anak
dibawah
umur
yang
karena
kelalaiannya
mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain, dalam perspektif hukum pidana
Indonesia
(Tinjauan
Yuridis
atas
Putusan
M.A
No.
:
579/Pid.Sus/2013/PN.DPS), dikarenakan: 1. Semakin rendahnya rasa tanggung jawab orang tua terhadap tumbuhkembangnya anak, yang merupakan aset bagi kemajuan dan kelangsungan bangsa. Karena anak – anak adalah tunas bangsa. 2. Kurang
maksimalnya
penanganan
permasalahan
hukum
dan
penegakan hukum (tindak pidana) oleh aparat penegak hukum di Indonesia. 5. Tujuan Penelitian 1. Untuk menegakkan peran dan tanggungjawab orangtua terhadap anak dibawah umur yang melakukan tindak pidana kelalaian dalam mengemudikan kendaraan bermotor yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain dalam perspektif hukum pidana Indonesia. 2. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan atas kelalaian yang dilakukan oleh anak dibawah umur dalam mengemudikan kendaraan bermotor dan mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. 6.
Manfaat Penelitian 1. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum pidana khususnya mengenai tindak pidana kecelakaan lalu lintas menyebabkan kematian yang dilakukan oleh anak, bagi mahasiswa
14
hukum, khususnya mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Wiajaya Putra Surabaya. 2. Memberikan sumbangan pemikiran / masukan kepada pihak aparat penegak hukum, khususnya dalam menangani tindak pidana kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain yang dilakukan oleh anak di wilayah hukum Kepolisian Republik Indonesia (POLRI). 7.
Metode Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, metode penelitian yang digunakan adalah : metode penelitian hukum normative, yaitu suatu penelitian yang didasarkan pada bahan pustaka yang ada. Dalam hal ini adalah berdasarkan bahan hukum Primer dan Sekunder. 1. Mengkaji peran dan tanggungjawab orangtua atas pelanggaran yang telah dilakukan oleh anak dalam pelanggaran lalulintas yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain menurut Undang – Undang Perlindungan Anak dan Kitab Undang – Undang hukum Pidana. 2. Mengkaji alasan majelis hakim Pengadilan Negeri Denpasar , Bali dalam putusannya nomor 579/Pid.Sus/2013/PN.DPS berdasarkan Undang – Undang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan anak dan Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana. 3. Untuk
mengkaji
penegakan
hukum
terhadap
Peran
dan
Tanggungjawab orangtua atas pelanggaran lalulintas yang dilakukan oleh anak yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang.
15
4. Melalui pendekatan kasus akan dikaji bagaimana majelis hakim Pengadilan Negeri Denpasar Bali dalam menganalisa perkara pidana oleh anak sebelum memberikan putusan pengadilan pada putusan nomor 579/Pid.Sus/2013/PN.DPS. Dan pembahasan masalah dalam penulisan skripsi ini di batasi dalam beberapa perundang – undangan saja, yaitu : -
Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP)
-
Undang – undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas undang – undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
-
Undang – undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan
-
Undang – Undang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak Dalam penelitian ini menggunakan beberapa Bahan hukum, yaitu terdiri dari: 1. Bahan Hukum Primer -
Putusan
Pengadilan
Pengadilan
Negeri
Denpasar
Nomor
579/Pid.Sus/2013/PN.DPS -
Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP)
-
Undang – undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas undang – undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
-
Undang – undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan
16
-
Undang – Undang nomor 11
tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Anak 2. Penelitian Kepustakaan (library research), Yaitu melakukan pengumpulan data dengan cara membaca sejumlah literatur yang relevan dengan tinjauan tindak pidana kelalaian anak dibawah umur dalam mengemudikan kendaraan bermotor yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. 3. Dari internet, Selain itu, juga melakukan pengumpulan data dari internet atau media elektronik lainnya untuk mendapatkan informasi mengenai permasalahan yang berkaitan dengan kelalaian anak dibawah umur yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini selanjutnya diolah dengan cara kualitatif, yaitu pengolahan data dengan cara menggunakan kata – kata dan kalimat sehingga diperoleh bahasan yang sistematis dan mudah difahami. 8.
Sistematika Pertanggungjawaban 1.
Judul Dalam penulisan skripsi ini, memilih judul Tanggungjawab orang
tua atas kecelakaan lalulintas oleh anak dibawah umur yang karena kelalaiannya mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain, dalam perspektif hukum pidana Indonesia (Tinjauan Yuridis atas Putusan M.A No. : 579/Pid.Sus/2013/PN.DPS)
17
2.
BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Dalam Latar belakang ini menjelaskan mengenai permasalahan hukum khususnya mengenai Perlindungan Anak dan kaitannya dengan tanggungjawab orang tua dalam perspektif hukum Pidana 2.
Rumusan masalah Dari uraian permasalahan diawal, terdapat 2 (dua) permasalahan pokok: 1. Bagaimana peran dan tanggungjawab orang tua terhadap anak dibawah umur yang mengemudikan kendaraan bermotor dan mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain dalam perspektif hukum pidana 2. Apa
yang
Pengadilan terhadap
menjadi Negeri tindak
pertimbangan Denpasar
pidana
hukum
dalam
kecelakaan
majelis
hakim
menjatuhkan
pidana
lalu
lintas
yang
menyebabkan hilangnhya nyawa orang lain yang dilakukan oleh anak dalam Putusan Nomor : 579/Pid.Sus/2013/PN.DPS
3.
Tujuan dan Manfaat Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk terwujudnya penegakan hukum yang berkeadilan, Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Bagaimana peran dan tanggungjawab orang tua terhadap anak dibawah umur yang mengemudikan kendaraan bermotor dan
18
mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain dalam perspektif hukum pidana 2. Untuk mengetahui apa yang dijadikan pertimbangan hukum hakim Pengadilan Negeri Denpasar dalam menjatuhkan pidana terhadap tindak pidana kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain yang dilakukan oleh anak
dalam
Putusan Nomor : 579/Pid.Sus/2013/PN.DPS Dan Manfaat dari Penelitian ini adalah sebagai bahan kajian mahasiswa hukum, sebagai masukan bagi para penegak hukum terlebih para Penyelidik dan Penyidik POLRI dan Kejaksaan dalam menangani permasalahan hukum yang dilakukan oleh anak dibawah umur. 4.
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan Metode Penelitian Normatif, dengan pendekatan perundang – undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach) terhadap permasalahan yang terkait dengan permasalahan hukum pidana.
3. BAB II PERAN DAN TANGGUNGJAWAB ORANG TUA TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR Dalam bab ini diuraikan mengenai tanggungjawab orang tua, kaitannya dengan Undang – undang nomor 35 tahun 2014 perubahan Undang – undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mupun kitab Undang – Undang Hukum Pidana. Bagaimana peran dan tanggungjawab
19
orang tua dilihat dalam perspektif hukum pidana atas kelalaian yang dilakukan oleh anak dibawah umur dalam mengemudikan kendaraan bermotor yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Serta bagaimana tindakan aparat penegak hukum dalam pelanggaran pidana tersebut. 4.
BAB III
PERTIMBANGAN HUKUM, HAKIM PENGADILAN NEGERI DENPASAR Dalam bab ini membahas dasar – dasar yang menjadi pertimbangan majelis
hakim
dalam
menganalisa
permasalahan
hukum,
serta
bagaimana analisa majelis hakim terhadap fakta di persidangan dalam memutus delik kelalaian dalam mengemudikan kendaraan bermotor oleh anak dibawah umur yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain dalam
putusan
Pengadilan
Negeri
Denpasar
Nomor
:
579/Pid.Sus/2013/PN.DPS serta bagaimana kaitannya dengan pasal 60 Undang – Undang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak maupun pasal 45 KUHP. 5. BAB IV PENUTUP 1.
Simpulan
Simpulan atas permasalahan delik Pidana kelalaian yang dilakukan oleh anak dibawah umur dalam mengemudikan kendaraan bermotor yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain, kaitannya dengan peran dan tanggungjawab orang tua atas kelalaian tersebut.
20
2.
Saran
Apa yang seharusnya dilakukan oleh para aparat penegak hukum khususnya dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan atas delik pidana kelalaian dalam mengemudikan kendaraan bermotor oleh anak dibawah umur yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain.
21
BAB II PERAN DAN TANGGUNGJAWAB ORANG TUA TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR 1.
Peran Orang Tua Orang tua adalah teladan bagi anak – anak dalam sebuah keluarga,
pendidikan anak yang utama adalah merupakan tanggung jawab orang tua, selain peran masyarakat dan pemerintah. Karakter maupun mantal seorang anak dibangun dari keluarga terlebih dahulu. Jika salah orang tua dalam menanamkan pendidikan kepada anak, maka akan rapuh dan mudah terjebak dalam perilaku yang salah dikemudian hari. Karena pendidikan usia dini adalah merupakan pondasi dalam pembentukan karakter maupun mental seorang anak. Orang tua juga harus mampu mengembangkan potensi yang ada pada diri anak. Orang tua harus menanamkan nilai – nilai kebenaran, dan tidak membiarkan anak terjerumus dalam pergaulan yang salah. Tindakan kriminal yang dilakukan oleh anak, hendaknya tidak hanya dipandang dari perspektif hukum saja. Kerena pelanggaran yang dilakukan oleh anak juga banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam teori control social, memiliki asumsi dasar bahwa individu masyarakat cenderung sama dengan masyarakat di sekitarnya17. Orang tua yang merupakan sarana pembelajaran primer dan paling penting bagi anak, memiki peran utama dalam pembentukan kepribadian dan prilaku anak. Dari orang tualah anak mendapatkan contoh utama dalam berperilaku18
17
Yunika Sholikati, Anak Berkonflik Hukum (ABH), Tanggungjawab Orang Tua atau Negara?, seminar psikologi & kemanusiaan, UMM 2015. 18 ibid
22
Untuk mengetahui bagaimana semestinya peran dan tanggungjawab orang tua terhadap anak yang melakukan kelalaian dalam mengemudikan kendaraan bermotor dan mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain, dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan dalam penelitian ini. Sebagaimana tersebut dalam pasal 9 undang – undang nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, bahwa orang tua adalah yang pertama – tama bertanggungjawab atas terwujudnya kesejahteraan anak baik secara rohani, jasmani maupun sosial19. Bahkan dalam pasal 10 ayat 1 undang – undang tersebut, ditegaskan bahwa orang tua yang terbukti melalaikan tanggungjawabnya sebagaimana termaksud dalam pasal 9, sehingga timbulnya hambatan dalam pertumbuhan dan perkemabangan anak, dapat dicabut kuasa asuhnya sebagai orang tua terhadap anaknya. Dalam hal itu ditunjuk orang atau badan sebagai wali20. Sedangkan dalam ayat (2) menegaskan pencabutan kuasa asuh tidak menghapuskan kewajiban orang tua untuk membiayai sesuai kemampuan21. Dan untuk mencabut maupun mengembalikan kuasa asuh, dalam ayat (3) dinyatakan ditetapkan melalui putusan hakim22. Kemudian dalam Undang – undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas undang – undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menyatakan kewajiban dan tanggungjawab orang tua dalam pasal 28, bahwa : 1) Orangtua berkewajiban dan bertanggungjawab untuk: a) Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak 19
Perlindungan Anak UU RI No 23 tahun 2002 – UU No. 4 tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak, Media Centre, Surabaya 2006 20
Ibid Ibid 22 Ibid 21
23
b) Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya c) Mencegah terjadinya perkawinan pada usia dini, dan d) Memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada anak23 2) Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena sesuatu sebab tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggungjawabnya, kewajiban dan tanggungjawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan24. Sedangkan secara umum, artinya kepada siapa saja dalam hal ini termasuk orang tua dilarang menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam situasi perlakuan yang salah dan penelantaran. Hal ini disebutkan dalam pasal 76B. dan bagi pelanggarnya diancam pidana paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 100.000.000.00 (seratus juta rupiah)25. Selanjutnya dalam Kitab Undang – undang Hukum Pidana terdapat dalam pasal 304 sampai dengan pasal 309, dan lebih khusus disebutkan dalam pasal 307 yaitu bahwa jika yang melakukan kejahatan berdasar pasal
23
UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak 24 Ibid 25 Ibid
24
305 adalah bapak atau ibu dari anak itu, maka pidana yang ditentukan dalam pasal 305 dan 306 dapat ditambah dengan sepertiga26. 2.
Tanggungjawab Orang Tua 2.1. Tanggungjawab orangtua secara sosial Tanggungjawab orang tua bukan hanya sebatas memberi makan dan pakaian serta tempat tinggal bagi anak, tapi juga pendidikan. Kesalahan dalam memberikan pendidikan kepada anak akan melahirkan generasi yang salah pula. Untuk itu setiap orang tua dituntut mampu memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak – anaknya. Baik pendidikan secara jasmani maupun rohani. Orangtua menjadi tempat mengadu dan bersandar bagi anak – anak, baik dikala mendapat kesenangan maupun kesedihan. Mencarikan sarana pendidikan, baik yang formal maupun informal agar minat dan bakat dapat tersalurkan dengan tepat. Mengajarkan nilai – nilai budi pekerti, kesopanan, tanggungjawab , agama, kedisiplinan dan kepedulian atau toleransi antar sesama. Membantu anak untuk menemukan jatidirinya, membentuk karakter anak dengan karakter yang baik, sehingga anak memiliki kepribadian yang luhur. Melindungi anak dari berbagai macam prasarana yang dapat merusak dan mengganggu psikologi anak. Melindungi anak dari lingkungan dan pergaulan yang salah.
26
R. Soesilo, Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar – Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Poelita, Bogor 1991
25
2.2. Tanggungjawab orang tua dalam perspektif hukum Anak yang melakukan tindak pidana, sepatutnya tidaklah serta merta dipersalahkan sepenuhnya. Seharusnya dicari akar masalah penyebab terjadinya tindak pidana yang dilakukan oleh anak. Karena tanggungjawab pengawasan perkembangan anak adalah pada orang tua. Sehingga sebenarnya orangtua dapat dipersalahkan dengan pasal 55 ayat (1) angka (2) Kitab Undang – undang Hukum Pidana, yaitu menyatakan bahwa dapat dipidana sebagai pelaku tindak pidana : 1) Mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan. 2) Mereka yang dengan memberi atau menjajikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan27. Artinya terhadap orang tua dapat dikategorikan melakukan penyesatan dengan menganjurkan anak dibawah umur mengendarai kendaraan bermotor, karena kondisi fisik maupun psikis anak yang belum cukup serta menyalahi ketentuan peraturan perundang – undangan yang belaku, dalam hal ini Undang – undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Sebagaimana bunyi pasal 77 yang menyatakan bahwa :
27
Ibid
26
1) setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dijalan wajib memiliki surat izin mengemudi sesuai dengan jenis kendaraan bermotor yang dikemudikan. Sedangkan untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi (SIM), ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Hal tersebut disebutkan dalam ayat (3) dan (4). 3) Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi, calon pengemudi harus memiliki kompetensi mengemudi yang dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan atau belajar sendiri 4) Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi kendaraan bermotor Umum, calon pengemudi wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan Pengemudi Angkutan Umum. Kemudian dalam pasal 81 dijelaskan lebih lanjut, bahwa: 1) Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud dalam pasal 77, setiap orang harus memenuhi persyaratan usia, administratif, kesehatan, dan lulus ujian. 2) Sysarat usia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan paling rendah sebagi berikut: a. Usia 17 (tujuh belas) tahun untuk Surat Izin Mengemudi A, Surat Izin Mengemudi C dan Surat Izin Mengemudi D b. Usia 20 (dua puluh) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B I, dan c. Usia 21 (dua puluh satu) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B II 3) Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk
27
b. Pengisian formulir permohonan, dan c. Rumusan sidik jari Dengan demikian anak yang masih berumur dibawah 17 (tujuh belas) tahun dan belum memiliki Kartu Tanda Penduduk tidak mungkin mendapatkan atau dapat memiliki Surat Izin Mengemudi atau SIM, sehingga jika orang tua menganjurkan atau bahkan menyuruh anak dibawah umur mengemudikan kendaraan bermotor dijalan maka orang tua tersebut telah menjerumuskan anaknya untuk melakukan pelanggaran undang – undang atau melakukan tindakan melawan hukum. Karena sejatinya orang tua telah mengetahui peraturan atau ketentuan hukum mengenai berkendara dijalan. Selain itu orang tua juga dapat dipersalahkan dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengendarai kendaraan bermotor atau membiarkan anak melakukan hal tersebut. Sehingga menurut pasal 55 sebenarnya orang tua dapat dituntut pidana sebagaimana pelaku tindak pidana. Meskipun orang tua tidak terlibat secara langsung dalam tindak pidana tersebut, namun sebenarnya orang tua telah tahu akibat apa yang akan terjadi dengan membiarkan, menfasilitasi, mengizinkan atu menyuruh anak dibawah umur mengemudikan kendaraan bermotor. Atau setidak –tidaknya dapat diperslahakan dengan pasal 56 ayat (2) yang menyatakan bahwa Dihukum sebagai orang yang membantu melakukan kejahatan:
28
2) barang siapa dengan sengaja memberi kesempatan, daya upaya atau keterangan untuk melakukan kejahatan itu28. 2.2.1. Dalam Perspektif Hukum Perdata Dalam kaitannya peran dan tanggungjawab orang tua atas kelalainnya terhadap anak sehingga anak melakukan kelalaian dalam mengendarai kendaraan bermotor dan mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain, secara pasti dalam hukum perdata telah diatur sebagai penanggungjawab atas kewajiban akibat hukum yang telah dilakukan oleh anak. Hal ini tersebut dalam pasal 1367 ayat (1) dan (2) Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUHPerdata): 1) Seseorang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang – orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang – barang yang berada dibawah pengawasannya 2) Orang tua dan wali bertanggungjawab tentang kerugian yang disebabkan oleh anak – anak yang belum dewasa, yang tinggal pada mereka dan terhadap siapa mereka melakukan kekuasaan orang tua atau wali.29 Dengan demikian secara perdata orangtua wajib menanggung akibat hukum yang telah dilakukan oleh anak dibawah umur yang menjadi tanggungannya. Sebagaimana yang terdapat dalam putusan Pengadilan Negeri Bandung nomor 423/PDT/G/2011/PN.BDG dimana tergugat
28 29
Ibid R. Subekti, Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita. Jakarta 2004
29
merupakan ayah kandung dari anak pelaku kecelakaan lalulintas yang mengakibatkan luka berat terhadap korban yang merupakan penggugat dalam kasus tersebut. Sebelumnya, pengadilan telah menyatakan anak Tergugat telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “karena
kelalaiannya
menyebabkan
kecelakaan
lalulintas
yang
mengakibatkan orang lain luka berat”30, dan anak tergugat dihukum pidana penjara selama 1 (satu) tahun31. Akibat perbuatan yang dilakukan oleh anak kandung Tergugat Penggugat mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum dan meminta Terguagat membayar sejumlah ganti rugi atas biaya pengobatan yang telah dikeluarkan oleh Tergugat dan kerugian immaterial. Dengan mempertimbangkan pasal 1367 KUHPerdata, majelis hakim menyatakan bahwa Tergugat dapat dibebani membayar kerugian yang diakibatkan perbuatan melawan hukum dari anaknya yang belum dewasa dan belum menikah tersebut. Dan
dalam
putusannya,
majelis
hakim
memerintahkan
Tergugat
membayar ganti rugi sebesar Rp. 82.5 juta (delapan puluh dua juta lima ratus ribu rupiah). Putusan Pengadilan Negeri Bandung nomor 423/PDT/G/2011/PN.BDG
30
UU RI nomor 22 tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan jalan pasal 310 ayat (3) www.hukumonline.com.
, 3 januari 2016. diunduh 15 Juni 2016 31
30
Dalam
putusannya,
majelis
hakim
mengemukakan
beberapa
pertimbangan hukum yang menjadi dasar putusannya. Pertimbangan hukum tersebut sebagai berikut: Pertimbangan Hukum : Dalam Eksepsi Menimbang, bahwa sebelum mempertimbangkan pokok perkara akan dipertimbangkan terlebih dahulu eksepsi dari Tergugat, sebagai berikut : 1. Gugatan kabur, tumpang tindih, dan tidak jelas (obscuur libel). a) Hal ini disebabkan karena Penggugat tumpang tindih memformulasikan Tergugat dalam dua kualitas, yaitu mencampur adukkan peranan Paulus Kurniawan sebagai subjek hukum yang menurut Penggugat telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menggunakan Pas al 1365 KUHPerdata, dan Paulus Kurniawan sebagai subjek hukum yang melakukan kekuasaan orang tua / wali dengan menggunakan Pasal 1367 KUHPerdata ; b) Penggugat telah menggunakan Pasal 1365 KUHPerdata untuk perbuatan sendiri bukan atas kesalahan orang lain. Sedangkan penggunaan Pasal 1367 ayat (2) KUHPerdata adalah tuntutan ganti rugi atas kerugian yang disebabkan oleh anak-anak yang belum dewasa yaitu anak Tergugat Michael Mandala Putra ; 2. Gugatan Penggugat salah alamat (error in persona), karena Penggugat menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum, seharusnya perbuatan melawan hukum dilakukan langsung oleh Tergugat dan pertanggungjawabanya dibebankan langsung kepada Tergugat. Dan ternyata Tergugat tidak pernah melakukan perbuatan melawan hukum ; Menimbang, bahwa setelah Majelis mempelajari secara cermat dan teliti inti gugatan Penggugat, maka Majelis berkesimpulan yang melakukan perbuatan melawan hukum pada dasarnya adalah Michael Mandala Putra anak kandung dari Penggugat yang secara hukum perdata masih dibawah umur. Akibat perbuatan melawan hukum yang merugikan Penggugat tersebut beban ganti kerugiannya dibebankan kepada Penggugat sebagai orang tua dari Michael Mandala Putra ; Menimbang, bahwa berdasarkan kesimpulan Majelis tersebut maka gugatan Penggugat pada dasarnya tidak kabur, tumpang tindih, dan tidak jelas (obscuur libel), dan oleh karena itu eksepsi pertama dari Tergugat harus dinyatakan ditolak ; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan pada eksepsi pertama diatas, maka diajukannya gugatan kepada Tergugat sebagai orang tua kandung Michael Mandala Putra (masih
31
dibawah umur), yang telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap Penggugat telah bersesuaian dengan Pasal 1367 KUHPerdata yaitu, “orang tua dan wali bertanggung jawab terhadap kerugian yang disebabkan oleh anak-anak yang belum dewasa, yang tinggal pada mereka dan terhadap siapa mereka melakukan kekuasaan orang tua atau wali” ; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan hukum tersebut, maka eksepsi kedua inipun harus dinyatakan ditolak ; Menimbang, bahwa karena eksepsi Tergugat telah ditolak, maka selanjutnya Majelis akan mempetimbangkan perkara pokoknya32
Sedangkan dalam Pokok Perkara, pertimbangan majelis Hakim adalah sebagai berikut: Menimbang, bahwa pokok perkara gugatan ini pada dasarnya adalah, Michael Mandala Putra pada 22 Pebuari 2010 telah menabrak Penggugat, dan akibat tabrakan tersebut Penggugat telah dirawat dan menjalani operasi tulang di Rumah Sakit Halmahera Bandung. Selanjutnya Penggugat menuntut ganti rugi baik kerugian materiel berupa semua biaya perawatan maupun ganti rugi immateriel kepada Tergugat sebagai orang tua kandung dari Michael Mandala Putra yang masih dibawah umur ; Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut Tergugat menyatakan menolak karena tuntuan Penggugat menggunakan Pasal 1367 KUHPerdata tidak berdasar hukum, karena Pasal 1367 KUHPerdata merupakan gugatan atau tuntutan gantu rugi tanpa kesalahan Tergugat sendiri atau kesalahan orang lain ; Menimbang, bahwa untuk meneguhkan dalil gugatannya, Penggugat telah mengajukan 22 (dua puluh dua) bukti surat dan 3 (tiga) orang saksi. Sedangkan Tergugat untuk meneguhkan dalil bantahannya telah mengajukan 2 (dua) bukti surat dan seorang saksi ; Menimbang, bahwa dari bukti surat P1 berupa Putusan Pengadilan Negeri Klas IA Khusus Bandung, dimana Michael Mandara Putra telah dinyatakan bersalah melakukan perbuatan, “karena kelalaiannya menyebabkan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan orang lain luka berat”. Putusan tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap ; Menimbang, bahwa terhadap putusan tersebut Majelis tidak mempunyai kewenangan mempertimbangkan lagi tentang benar atau tidaknya perbuatan terdakwa Michael Mandala Putra anak kandung Tergugat ; Menimbang, bahwa berdasarkan putusan tersebut maka dapat dinyatakan Michael Mandala Putra anak kandung Tergugat telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum. Dan selanjutnya 32
Mahkamah Agung Republik Indonesia. diunduh 20 juni 2016
32
akan dibuktikan apakah akibat perbuatan melawan hukum tersebut Penggugat mengalami kerugian ; Menimbang, bahwa berdasarkan bukti surat P 2 sampai P 22 berupa bukti pembayaran biaya perawatan selama Penggugat dirawat di Rumah Sakit Halmahera akibat mengalami patah tulang akibat ditabrak Michael Mandala Putra anak dibawah umur putra kandung Tergugat. Demikian pula saksi dokter Husodo Dewo Adi yang pada pokoknya menerangkan benar telah melakukan operasi akibat Penggugat mengalami patah tulang dibagian belakang dan pinggul. Dr. Husodo selanjutnya menerangkan walaupun terhadap Penggugat telah dilakukan operasi, namun Penggugat tidak dapat sembuh 100 %. Demikian pula keterangan saksi Suster Bertha dan Suter Retno Sukmaningsih yang pada pokoknya menerangkan bahwa Penggugat benar telah dirawat dan dioperasi tulang belakangnya di Rumah Sakit Halmahera ; Menimbang, bahwa berdasarkan alat-alat bukti yang telah dikemukakan Penggugat tersebut, dapat dinyatakan bahwa benar Pengguat telah mengalami kerugian akibat perbuatan melawan hukum dari Michael Mandala Putra anak dibawah umur dari Tergugat ; Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum tersebut maka ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata yaitu : “Setiap perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain, mewajibkan bagi orang yang mengakibatkan kerugian tersebut, mengganti kerugian dimaksud” ; Menimbang, bahwa Michael Mandala Putra adalah anak kandung Tergugat yang belum berumur lebih dari 21 (dua puluh satu) tahun, dan tidak terbukti bahwa Michael Mandala putra telah melangsungkan pernikahan (vide Pasal 330 KUHPerdata). Karena Michael Mandala Putra telah dinyatakan terbukti melakukan perbuatan melawan hukum, maka terhadap anak yang belum dewasa tersebut menurut hukum belum dapat dibebani membayar ganti kerugian atas perbuatannya. Terhadap keadaan semacam ini maka diaturlah dalam Pasal 1367 KUHPerdata, bahwa “Orang tua dan wali bertanggung jawab tentang kerugian yang disebabkan oleh anak-anaknnya yang belum dewasa yang tinggal pada mereka, dan terhadap siapa mereka melakukan kekuasaan orang tua atau wali” ; Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1367 KUHPerdata tersebut, maka Penggugat sebagai orang tua kandung dari Michael Mandala Putra patut dipertanggung jawabkan atas perbuatan yang mengakibatkan kerugian bagi Penggugat ; Menimbang, bahwa sebagaimana alat bukti yang diajukan Tergugat berupa Surat Keterangan dari Rika dan Suster Retno Sukmaningsih, serta keterangan saksi Rika yang pada pokoknya menyatakan, bahwa pada dasarnya yang melarang Penggugat untuk bertemu dan membantu biaya perawatan Penggugat di Rumah Sakit Halmahera adalah keluarga Penggugat sendiri ;
33
Menimbang, bahwa menurut hemat Majelis sikap atau pernyataan keluarga Penggugat tersebut dilakukan karena terjadi salah pengertian atau kesalah pahaman antara keluarga Penggugat dan Tergugat. Oleh karena itu pernyataan atau sikap tidak bersedia ditemui Tergugat ataupun menerima bantuan dari Tergugat tidak berakibat hapusnya ketentuan Pasal 1367 KUHPerdata. Dengan demikian terhadap Tergugat tetap dapat dibebani membayar kerugian yang diakibatkan perbuatan melawan hukum dari anaknya yang belum dewasa dan belum menikah tersebut ; Menimbang, bahwa kerugian materil sampai diajukannya gugatan ini berdasarkan alat bukti pembayaran biaya perawatan dan operasi di Rumah Sakit Halmahera sebesar Rp. 110.340.700,- (seratus sepuluh juta tiga ratus empat puluh ribu tujuh ratus rupiah). Selain kerugian riel tersebut Penggugat masih akan dibebani lagi biaya pengambilan besi yang ditanam ditulang belakangnya. Dan berapakah Tergugat harus dibebani mengganti kerugian yang dialami Penggugat tersebut ; Menimbang, bahwa menurut kepatutan dan rasa keadilan Majelis, karena Penggugat masih dibebani biaya operasi pengambilan besi di tulang belakangnya, maka pada Tergugat patut dibebani membantu biaya sebesar ¾ (tiga perempat) dari biaya riel yang telah dikeluarkan Penggugat tersebut, sebesar Rp. 82.755.525,- (delapan puluh dua juta tujuh ratus lima puluh lima ribu lima ratus dua puluh lima rupiah) ; Menimbang, bahwa terhadap tuntutan kerugian immateril, karena tidak didukung alat bukti dan sulit pengukurannya, maka menurut hemat Majelis tidak dapat dikabulkan. Demikian pula terhadap tuntutan putusan serta merta atau uitvoerbaar bij voorrad, karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 180 HIR tidak dapat dikabulkan. Juga terhadap tuntutan agar terhadap harta benda Tergugat dilakukan penyitaan tidak dapat dikabulkan karena tidak nyata milik Tergugat. Sedangkan untuk tuntutan dwangsom tidak dapat dikabulkan, karena sebagaimana ketentuan Pasal 606 Rv uang paksa tidak dapat dikenakan pada putusan pembayaran sejumlah uang ; Menimbang, bahwa walau gugatan Penggugat ini dikabulkan sebagian maka beban biaya perkara dibebankan pada Tergugat ; Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 1365 dan 1367 KUHPerdata;33 Putusan Majelis Hakim Kemudian dalam amar putusannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa:
33
Ibid
34
a.
Dalam Eksepsi : - Menolak eksepsi Tergugat seluruhnya ; b. Dalam Pokok Perkara : - Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian ; - Menyatakan Michael Mandala Putra telah melakukan perbuatan melawan hukum ; - Memerintahkan agar Tergugat sebagai orang tua Michael Mandala Putra mengganti kerugian materil sebesar Rp. 82.755.525,- (delapan puluh dua juta tujuh ratus lima puluh lima ribu lima ratus dua puluh lima rupiah) - Membebankan biaya perkara sebesar Rp.616.000,- ( Enam ratus enam belas ribu rupiah) kepada Tergugat ;34
Demikian
putusan
dalam
musyawarah
Majelis
Hakim
Pengadilan Negeri Bandung yang dipimpim oleh Dr. H. Syahrul Machmud, SH.,MH. sebagai Ketua Majelis, Dr. Hj. Nur Aslam B, SH.,MH. dan Harry Suptanto, SH. masing-masing sebagai Hakim Anggota, dan putusan telah
diucapkan pada persidangan yang
terbuka untuk umum pada hari Selasa tanggal 27 Maret 2012 yang telah dihadiri pula oleh yang mewakili Kuasa Penggugat dan kuasaTergugat 2.2.2. Dalam Perspektif Hukum Pidana Dalam asas hukum pidana tidak mengenal adanya peralihan tanggung jawab pidana, artinya kesalahan yang dilakukan oleh anak dibawah umur tersebut tidak dapat dilimpahkan tanggungjawabnya kepada orangtuanya. Menurut pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir, bahwa asas hukum pidana secara tegas mengatur bahwa tanggungjawab pidana itu tidak bisa dialihkan
34
Ibid
35
kepada orang lain. Termasuk jika pengalihan itu diberikan kepada keluarga si pelaku tindak pidana35. Namun bukan berarti orang tua tidak memiliki tanggungjawab didalam hukum Pidana. Dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 304 menyatakan “barang siapa dengan sengaja menempatkan
atau
membiarkan
seseorang
dalam
keadaan
sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau atas persetujuan dia wajib memberi kehidupan kepada orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 4.500,- (empat ribu lima ratus rupiah)”. Yang dimaksud menurut pasal ini adalah orang yang dengan sengaja menyebabkan atau membiarkan orang dalam kesengsaraan, sedang ia wajib memberi kehidupan , perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu karena hukum yang berlaku atau karena perjanjian, misalnya orang tua yang membiarkan anknya dalam keadaan sengsara, pun demikian dengan wali terhadap anak peliharaannya. Sedangkan dalam pasal 305 menyatakan bahwa barang siapa yang menempatkan anak yang umurnya belum 7 ( tujuh) tahun untuk ditemukan atau meninggalkan anak itu dengan maksud untuk melepaskan diri daripadanya, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun 6 (enam) bulan. Secara tegas disebutkan dalam pasal 309 bahwa jika yang melakukan kejahatan berdasarkan pasal 305 adalah bapak atau ibu 35
www.hukumonline.com. <Pakar: Tanggungjawab Pidana Tidak Dapat Dialihkan> , 09 september 2013, diunduh 20 Juni 2016
36
dari anak itu, maka pidana yang ditentukan dalam pasal 305 dan 306 dapat ditambah sepertiga. Selain itu juga diatur dalam Undang Undang Nomor 23 tahun 2009 tentang
Penghapusan
kekerasan
Dalam
Rumah
Tangga,
sebagaimana bunyi pasal 9 ayat (1) undang – undang tersebut yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Menelantarkan anak bukan hanya bermakna sebatas tidak memberi makan, pakaian, maupun tempat tinggal. Lebih dari itu, yaitu kebutuhan akan kasih sayang, perhatian dan cinta, termasuk mendidik anak. Orang tua yang salah memberikan pendidikan kepada anak sehingga anak berada dalam situasi perlakuan yang salah dapat dikenakan pidana. Hal tersebut diatur dalam undang – undang nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak pasal 76B yang
berbunyi
bahwa
Setiap
orang
dilarang
menempatkan,
melibatkan, membiarkan, menyuruh melibatkan Anak dalam situasi perlakuan salah dan penelantaran. Dan bagi pelanggarnya diancam pidana sebagamana bunyi pasal 77 B, yaitu bahwa Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76B dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000.00(seratus juta rupiah).
37
BAB III PERTIMBANGAN HUKUM, HAKIM PENGADILAN NEGERI DENPASAR
1.
Dasar – dasar pertimbangan hakim dalam pengambilan keputusan. Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang terbuka untuk umum untuk menyelesaikan suatu perkara. Putusan dapat dijatuhkan setelah pemeriksaan perkara selesai dan oleh pihak – pihak yang berperkara sudah tidak ada lagi
yang ingin dikemukankan. Putusan pengadilan
merupakan suatu yang sangat diharapkan oleh pihak – pihak yang berperkara, sebab dengan putusan pengadilan tersebut pihak – pihak yang berperkara mengharap adanya keputusan hukum yang dalam perkara yang mereka hadapi. Untuk memberikan putusan pengadilan yang benar – benar menciptakan kepastian yang mencerminkan keadilan, hakim
yang
melaksanakan peradilan harus benar – benar mengetahui duduk perkara yang sebenarnya dan peraturan hukum
yang mengaturnya untuk
diterapkan, baik peraturuan hukum tertulis dalam perundang – undangan maupun hukum yang tidak tertulis dalam hukum adat. Namun dalam kenyataannya tidak selalu sejalan dengan gagasan normatifnya. Tidak selamanya hakim memiliki kesadaran didalam hatinya bahwa kelak ia akan mempertanggungjawabkan hasil pekerjaannya di dunia kepada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena tidak jarang terdapat putusan – putusan yang tidak mencerminkan rasa keadilan. Tidak semua hakim memiliki rasa takut bahwa kelak ia akan bertanggungjawab kepada Tuhan yang Maha Esa tentang apa yang telah ia putuskan didunia.
38
Tidaklah mudah untuk mengukur secara matematis, apakah suatu putusan hakim telah memenuhi rasa keadilan. Akan tetapi tentunya ada indikator – indikator untuk dapat melihat dan merasakan apakah suatu putusan hakim telah memenuhi rasa keadlilan atau tidak. Indikator – indicator tersebut dapat dilihat dalam pertimbangan hukum yang digunakan oleh hakim. Pertimbangan hukum merupakan dasar argumentasi hakim dalam memutus suatu perkara. Dalam hukum pidana terdapat berbagai unsur, untuk mengetahui adanya tindak pidana maka dalam peraturan perundang – undangan pidana dirumuskan tentang perbuatan – perbuatan yang dilarang dan disertai dengan sanksinya. Dalam perbuatan tersebut ditentukan beberapa unsur atau syarat yang menjadi ciri sifat khas dari larangan tadi sehingga dapat dengan jelas dibedakan dari perbuatan lain yang tidak dilarang. Berikut ini adalah beberapa unsur yang terdapat dalam tindak pidana. 1. Unsur – unsur tindak pidana menurut para ahli a. Menurut simson, unsur – unsur tindak pidana (strafbaar) adalah suatu perbuatan manusia baik yang positif maupun yang negatif, berbuat atau tidak berbuat maupun membiarkan, diancam dengan pidana (statbaar gesteld) melawan hukum (onrechmatig) dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband stand) dan dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab (teorekeningsvatoaar person). Simon juga menyebut adanya unsur obyektif dan unsur subyektif dari tindak pidana36.
36
www.pusathukum.blogspot.co.id.. 19 Oktober 2015. Diunduh 2 juni 2016
39
b. Lamintang mengatakan bahwa rumusan pokok – pokok
tindak
pidana ada tiga sifat. Wederrechtjek (melanggar hukum), aan schuld te wijten (telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja), dan strafbaar (dapat dihukum)37. c. Cristhine dan Cansil memberikan lima rumusan, selain harus melanggar
hukum
perbuatan
pidana
haruslah
merupakan
Handeling (perbuatan manusia), strafbaar gesteld diancam dengan pidana), teorekeningsvatbaar (dilakukan oleh sesorang yang mampu bertanggungjawab), dan adanya Schuld (terjadi karena kesalahan)38. d. Sedangkan
Moeljatno
mengatakan
bahwa
unsur
–
unsur
perbuatan pidana adalah perbuatan manusia yang memenuhi rumusan dalam undang – undang (syarat formil), bersifat melawan hukum (syarat materiil)39. e. Namun Menurut Van Hamael ada lima unsure dalam tindak pidana, yaitu: 1. Diancam dengan pidana oleh hukum 2. Bertentangan dengan hukum 3. Dilakukan oleh sesorang dengan kesalahan (schuld) 4. Seseorang
itu
dipandang
bertanggungjawab
perbuatannya 5. Sifat perbuatan yang mempunyai sifat dapat dihukum40
37 38 39
ibid ibid ibid
atas
40
2. Unsur Formal Perbuatan manusia, yaitu perbuatan dalam arti yang luas Melanggar Peraturan pidana, artinya bahwa sesuatu akan dihukum apabila sudah ada peraturan pidana sebelumnya
yang mengatur
perbuatan tersebut. Diancam dengan hukuman, artinya bahwa kitab Undang-undang Hukum Pidana mengatur hukuman yang berbeda berdasarkan tindak pidana yang dilakukan. Dilakukan oleh orang yang bersalah, unsur-unsurnya yaitu harus ada kehendak, adanya keinginan atau kemauan dari orang yang melakukan tindak pidana tersebut dengan sengaja, mengetahui dan sadar sebelumnya akan akaibat dari perbuatannya. Sedangkan dalam arti yang sempit, kesalahan dimaknai sebagai kesalahan yang dilakukan oleh si pembuat karena kurang memperhatikan akibat yang tidak dikehendaki oleh unddang – undang. Pertanggungjawaban, dimana hal ini menentukan bahwa orang yang tidak sehat ingatannya tidak dapat dimintai pertanggungjawabannya. Dasar pertanggungjawaban seseorang terletak pada keadaan jiwanya. 3. Unsur Materiil Bersifat bertentangan dengan hukum, yaitu harus benar – benar dirasakan oleh masyarakat bahwa perbuatan tersebut tidak patut dilakukan. Artinya meskipun perbuatan tersebut telah memenuhi 40
www.aritonang.blogspot.co.id. . 16 Desember 2014 diunduh 2 juni 2016
41
rumusan undang – undang, namun apabila tidak bersifat melawan hukum, maka perbuatan tersebut tidak dapat dinyatakan sebagai suatu tindak pidana. Unsur – unsur tindak pidana dalam ilmu hukum pidana dibedakan menjadi 2, yaitu unsur obyektif dan unsur subyektif. Unsur obyektif yaitu unsur yang terdapat diluar pelaku tindak pidana, yaitu meliputi: Perbuatan atau kelakuan manusia, yaitu perbuatan atau kelakuan manusia itu yang bersifat aktif (berbuat sesuatu), contohnya membunuh (pasal 338 KUHP), menganiaya (pasal 351 KUHP). Akibat yang menjadi syarat mutlak dari delik. Hal ini terdapat dalam delik material atau delik yang telah dirumuskan secara material, contohnya pembunuhan (pasal 338 KUHP), penganiayaan (pasal 351 KUHP), Dan lainnya. Melawan Hukum. Adanya unsur melawan hukum, setiap perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh peraturan perundang – undangan hukum pidana haruslah bersifat melawan hukum, sekalipun unsur tersebut tidak dinyatakan dengan tegas dalam perumusan. 4. Unsur yang menentukan tindak pidana. Ada bebebrapa tindak pidana yang untuk dapat menentukan sifat tindak pidananya harus disertai hal – hal obyektif yang menyertainya. Sebagai contoh, penghasutan (pasal 160 KUHP), melanggar kesusilaan (pasal 281 KUHP), pengemisan (pasal 504 KUHP), mabuk (pasal 561 KUHP), dan tindak pidan tersebut harus dilakukan dimuka umum.
42
5. Unsur yang memberatkan tidak pidana. Yaitu karena timbulnya akibat tertentu, maka ancaman pidanya diperberat. Sebagai contoh merampas kemerdekaan seseorang (pasal 333 KUHP) diancam dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun, jika perbuatan tersebut mengakibatkan luka – luka berat ancaman pidananya diperberat lagimenjadi pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun 6. Unsur berdasarkan KUHP. Dimana dalam buku II KUHP, memuat rumusan – rumusan tentang tindak pidan tertentu yang masuk kedalam kelompok kejahatan, dan buku III KUHP mengatur mengenai pelanggarannya. Yaitu mengenai tingkah laku atau perbuatan sekalipun ada pengecualian seperti pada pasal 351 tentang penganiayaan. Dalam rumusan tindak pidana tertentu dalam
KUHP terdapat 11
unsur tindak pidana: 1. Unsur tingkah laku 2. Unsur melawan hukum 3. Unsur kesahan 4. Unsur akibat konstitutif 5. Unsur keadaan yang menyertai 6. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana 7. Unsur syarat tamabahan untuk memperberat pidana 8. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana 9. Unsur obyek tidak pidana 10. Unsur kualitas subyek hukum tindak pidana
43
11. Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana Dari kesebelas unsur tersebut dua diantaranya adalah unsur subyektif
yaitu
kesalahan
dan
melawan
hukum,
sedangkan
selebihnya adalah merupakan unsur – unsur obyektif. Namun adakalanya unsur melawan hukum bisa bersifat obyektif, contohnya perbuatan mengambil dan tindak pidana pencurian (pasal 362 KUHP),
dimana
dalam
mengambil
sesuatu
tersebut
tanpa
persetujuan atau kehendak pemiliknya, atau dalam pasal 251 pada kalimat tanpa ijin pemerintah. Sedangkan rumusan delik yang terdapat dalam KUHP ada dua unsur delik, yaitu: a) Unsur perbuatan (obyektif) yaitu: 1. Mencocokkan rumusan delik 2. Melawan hukum (tidak ada alasan pembenar) b) Unsur pembuat 1. Adanya kesalahan (terdiri dari dolus atau culpa) 2. Dapat dipertanggungjawabkan (tidak ada alasan pemaaf). 2. Pertimbangan Hakim Putusan hakim pada dasarnya adalah suatu karya menemukan hukum, yaitu menetapkan bagaimanakah seharusnya menurut hukum setiap peristiwa yang menyangkut kehidupan dalam suatu negara hukum. Pengertian lain mengenai putusan hakim adalah hasil musyawarah yang bertitk tolak dari surat dakwaan dengan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang pengadilan. Dalam pasal 1 butir 11 Kitab Undang –
44
Undang Hukum Acara Pidana disebutkan bahwa putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam perundang – undangan ini41. Sedangkan tujuan pemidanaan menurut
teori adalah sebagai
berikut: 1. Menurut teori absolut dikatakan bahwa setiap kejahatan harus diikuti dengan pidana tidak boleh tidak. Tanpa melihat apakah masyarakat akan dirugikan atau tidak. 2. Sedangkan menurut teori relatif, suatu kejahatan tidak harus mutlak diikuti dengan suatu pidana, tapi harus dilihat dulu manfaat bagi masyarakat maupun terpidana itu sendiri 3. Dan menurut teori integratif atau teori gabungan mengatakan bahwa pemidaan
bertujuan
mengutamakan
untuk
perlindungan
atau tata
sebagai tertib
pembalasan masyarakat,
yang namun
pembalasan tersebut tidak boleh melebihi dari apa yang telah diperbuat oleh terpidana 3.
Tugas dan Wewenang Hakim 3.1. Tugas hakim Tugas hakim secara normatif telah diatur dalam Undang – undang Republik
Indonesia
nomor
48
tahun
2009
tentang
kekuasaan
kehakiman, yaitu:
41
juni 2016
http://mustofa.com/2011/08/16 . diunduh pada tanggal 15
45
1) Mengadili menurut hukum dengan tidak membeda – bedakan orang. (pasal 4 ayat 1) 2) Membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan (pasal 4 ayat 2) 3) Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai – nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat ( pasal 5 ayat 1) 4) Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya (pasal 10 ayat 1) 5) Dalam mempertimbangkan berat-ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa (pasal 8 ayat 2) 3.2. Wewenang Hakim Landasan hukum kewenangan hakim dapat dilihat dalam Kitab Undang – undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), undang – undang nomor 8 tahun 2004 tentang Peradilan, dan Undang – Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Tugas dan wewenang hakim ketika menangani perkara, baik itu perkara pidana maupu perkara perdata, yang antara lain sebagai beriku: 1. Untuk kepentingan pemeriksaan hakim disidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan (pasal 20 ayat 3 dan pasal 26 ayat 1 KUHAP)
46
2. Memberikan penangguhan penahan dengan atau tanpa jaminan utang atas jaminan orang berdasarkan syarat yang ditentukan (pasal 31 ayat 1 KUHAP) 3. Mengeluarkan
penetapan
agar
terdakwa
yang
tidak
hadir
dipersidangan tanpa alasan yang sah setelah dipanggil secara sah untuk kedua kalinya, dihadirkan dengan paksa pada siding pertama berikutnya (pasal 154 ayat 6 KUHAP) 4. Memberikan penjelasan terhadap hukum yang berlaku jika dipandang perlu dipersidangan, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan terdakwa atau penasehat hukumnya (pasal 221 KUHAP) 5. Memberikan
perintah
kepada
seseorang
untuk
mengucapkan
sumpah atau janji diluar sidang (pasal 223 ayat 1 KUHAP) 4. Putusan Hakim Dalam
putusan
Pengadilan
Negeri
Denpasar
nomor
579/Pid.Sus/2013/PN.DPS, terdapat beberapa pertimbangan yang menjadi dasar hakim untuk memutus perkara pidana atas terdakwa anak. Beberapa pertimbangan tersebut adalah: 1. Dakwaan Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Denpasar 2. Keterangan saksi dari ketiga saksi yang dihadirkan jaksa Penuntut Umum di persidangan 3. Penyataan
terdakwa
anak
yang
membenarkan
terjadinya
kecelakaan 4. Pembuktian unsur – unsur dalam pasal 310 ayat 4 Undang – Undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
47
5. Adanya korban (meninggal dunia) Ni Wayan Susianti 6. Pengakuan dan penyesalan terdakwa, sopan di persidangan, dan masih memerlukan bimbingan orang tua. 7. Adanya
perdamaian
dengan
keluarga
korban
dan
telah
memberikan santunan kepada keluarga korban. 8. Terdakwa masih berstatus sebagai pelajar. Dari pertimbangan – pertimbangan tersebut diatas, hakim Pengadilan Negeri Denpasar telah menjatuhkan putusan menghukum terdakwa anak dengan pidana penjara selama 4 (empat) bulan. Dan menyatakan bahwa pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali dikemudian hari hakim memerintahkan lain karena adanya perbuatan pidanan yang dilakukan terdakwa selama masa percobaan 6 (enam) bulan. 1. Dilihat dari pasal 60 ayat 3 dan 4 Undang – Undang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, putusan hakim Pengadilan Negeri Denpasar adalah batal demi hukum. Karena sebagaimana bunyi pasal tersebut dalam ayat 3 menyatakan bahwa
hakim
wajib
mempertimbangkan
laporan
penelitian
kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan sebelum menjatuhkan putusan perkara. Sedangkan ayat 4 menyatakan bahwa dalam hal laporan penelitian kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak dipertimbangkan dalam putusan hakim, putusan batal demi hukum. Sehingga putusan Pengadilan Negeri Denpasar dengan nomor 579/Pid.Sus/2013/PN.DPS adalah batal demi hukum. Meskipun
48
pada kenyataannya terdakwa tidak harus menjalani pidana penjara, namun itu bukan karena batalnya putusan tersebut melainkan karena perintah hakim dalam putusan tersebut. Jika melihat masa berlakunya Undang – undang nomor 11 Tahun 2012 yang baru mulai diberlakukan setelah 2 (dua) tahun dari saat pengesahannya
atau
diundangkan,
maka
putusan
Hakim
Pengadilan Negeri Denpasar tersebut tetap sah42. Namun demikian Hakim Harus tetap mmperhatikan pasal 59 ayat (1) dan (2) Undang – undang nomor 03 tahun 1997 tentang Peradilan Anak yang menyatakan bahwa : 1) Sebelum mengucapkan putusannya, hakim memberikan kesempatan kepada kedua orang tua, wali, atau orang tua asuh untuk mengemukakan hal ikhwal yang bermanfaat bagi anak. 2) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mempertimbangkan laporan penelitia kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan43 2. Sedangkan dalam kaitannya dengan Kitab Undang – undang hukum pidana, sebagaimana tersebut dalam pasal 45 dinyatakan bahwa dalam penuntutan dimuka hakim pidana dari seorang yang belum dewasa, tentang suatu perbuatan yang dilakukan sebelum orang itu mencapai usia 16 (enam belas) tahun, maka pengadilan dapat :
42
Undang – undang nomor 11 Tahun 2012 Bab XIV Ketentuan Penutup pasal 108 Undang – undang nomor 03 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak dan nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Media Centre, Surabaya 2006 43
49
1. Memerintahkan, bahwa si bersalah akan dikembalikan kepada orang tua, wali, atau pemelihara, tanpa menjatuhkan hukuman pidana 2. Apabila perbuatannya masuk golongan “kejahatan” atau salah satu dari “pelanggaran-pelanggaran” yang termuat dalam pasal 489, 490,492, 497, 503-504,517-519,526, 531, 532,536, dan 540. Dan lagi dilakukan sebelum 2 tahun setelah penghukuman orang itu karena salah satu dari pelanggaran – pelanggaran
tersebut
atau
karena
suatu
kejahatan,
memerintahkan, bahwa si terdakwa diserahkan dibawah kekuasaan pemerintah, tanpa menjatuhkan suatu hukuman pidana44. Dengan demikian putusan hakim Denpasar tersebut yang menghukum terdakwa anak dengan hukuman penjara 4 (empat) bulan adalah tidak sesuai dan bertentangan dengan pasal 45 kitab Undang – Undang Hukum Pidana. Sebagaimana bunyi ayat 1 tersebut diatas, bahwa si terdakwa anak dikembalikan kepada orang tua, wali, atau pemelihara, tanpa menjatuhkan hukuman pidana. Dalam kasus kelalaian dalam mengemudikan kendaraan bermotor yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain yang diputus Pengadilan Negeri Denpasar dalam putusan nomor 579/Pid.Sus/2013/PN.DPS dengan terdakwa anak, dimana kecelakaan tersebut dikarenakan terdakwa panik sesaat setelah menerima pesan singkat di telepon genggamnya dari temannya yang menanyakan keberadaannya dimana dan tiba – tiba datang seorang perempuan
44
KUHP,Gramedia Press, Surabaya 2012
50
(korban Ni Wayan Susianti) membonceng dimotornya dan minta diantar pulang, bersamaan dengan itu dilihat ada beberapa orang yang sedang mengejar korban, maka tanpa berfikirpanjang terdakwa anak melarikan motor dengan kencang beserta korban dengan melawan arah jalan. Saat sampai diperempatan jalan melati terdakwa tidak dapat mengendalikan kendaraannya hingga naik ke trotoar dan menabrak pot bunga, terdakwa dn korban terjatuh dan korban akhirnya meninggal dunia. Karena peristiwa tersebut, Hakim Pengadilan Negeri Denpasar menjatuhkan hukuman 4 (empat) bulan penjara kepada terdakwa anak, namun Hakim memerintahkan untuk dikembalikan kepada orangtuanya. Dalam menjatuhkan putusan pidana kepada terdakwa anak, hakim berpedoman pada pasal 310 ayat (4) undang – undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, dimana hukuman maksimalnya adalah 6 (enam) tahun penjara dan denda Rp. 12.000.000.00 (dua belas juta rupiah)45. Dan untuk terpidana anak maksimal hukumannya adalah ½ (setengah) dari maksimal hukuman orang dewasa46. Dalam
pertimbangannya
hakim
Pengadilan
Negeri
Denpasar
berpedoman bahwa terdakwa masih sekolah, mengakui kesalahannya dan menyesali serta berjanji tidak akan mengulanginya. Keluarga terdakwa anak juga telah memberikan santunan dan bersama keluarga korban telah terjadi kesepakatan damai. Sehingga hal ini menjadi bahan pertimbangan hakim yang meringankan hukuman bagi terdakwa anak.
45
Undang Undang Republik Indonesia nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan 46 www.hukumonline.com, , diunduh 23 mei 2013. Pasal 81 ayat (2)
51
Akta perdamaian antara keluarga korban dan terdakwa anak tidak menggugurkan tuntutan. Dalam pasal 235 Undang – undang lalu lintas dan angkutan jalan menyatakan bahwa: 1) Jika korban meninggal dunia akibat kecelakaan sebagaimana dimkasud pasal 229 ayat (1) huruf c, pengemudi, pemilik, dan/atau perusahaan angkutan umum wajib memberikan bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan perkara pidana47. Jelaslah kiranya mengapa tuntutan pidana kepada terdakwa anak tetap berlanjut, tidak gugur meskipun antara keluarga korban dan terdakwa (dan keluarganya) telah terjadi kesepakatan damai. Karena pemberian santunan dan biaya pemakaman merupakan amanah undang – undang, sedangkan akta perdamaian dijadikan majelis hakim untuk meringankan hukuman / pidana terhadap
terdakwa.
Sebagai
pembanding
adalah
putusan
MA
nomor
1187K/Pid/2011 dan putusan MA nomor 2174K/Pid/2009, sedangkan putusan yang memberatkan karena tidak adanya akta perdamaian dapat dilihat dalam putusan MA nomor 403k/Pid/2011 ataupun putusan MA nomor 553K/Pid/2012, karena pelaku dianggap tidak memiliki itikad baik untuk melakukan perdamaian kepada keluarga korban, sehingga menurut hakim dengan tidak adanya akta perdamaian dijadikan alasan pemberat hukuman bagi terdakwa. Mencermati putusan hakim yang memutus hukuman pidana 4 (empat) bulan penjara kepada terdakwa anak, meskipun hakim memerintahkan terdakwa dikembalikan kepada orangtuanya dan tidak perlu menjalani hukuman penjara tersebut. Dalam pertimbangannya hakim tidak menyertakan laporan penelitian 47
Undang Undang Republik Indonesia, op.cit.
52
kemasyarakatan dari pembimbing kemasyarakatan sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 57 ayat (2) yang menyatakan bahwa setelah surat dakwaan dibacakan, hakim memerintahkan Pembimbing Kemasyarakatan membacakan laporan hasil penelitian kemasyarakatan mengenai anak yang bersangkutan, tanpa kehadiran anak, kecuali hakim berpendapat lain48. Jika dilihat dari pasal 60 ayat (3) dan (4) Undang – Undang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang menyatakan dalam ayat (3) bahwa Hakim wajib mempertimbangkan
laporan
penelitian
kemasyarakatan
dari
Pembimbing
Kemasyarakatan sebelum menjatuhkan putusan perkara49, dan ayat (4) menyatakan bahwa Dalam hal laporan penelitian kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak dipertimbangkan dalam putusan hakim, putusan batal demi humum50. maka apapun putusan hakim Pengadilan Negeri Denpasar tersebut telah batal demi hukum. Artinya kebatalan tersebut berdasarkan undang – undang, dengan akibat semua perbuatan hukum yang bersangkutan dianggap tidak pernah ada51. Namun karena undang - undang tersebut mulai berlaku setelah 2 (dua) tahun dari pengesahannnya, makan putusan hakim Pengadilan Negeri Denpasar adalah sah dan Tidak Batal Demi Hukum. Karena putusan tersebut diambil atau diputuskan pada tahun 2013, yang artinya baru selang 1 (satu) tahun dari pengesahan undang – undang nomor 11 tahun 2102 tentang System Peradilan Pidana Anak. Hal tersebut ditegaskan dalam Bab Peralihan dan Penutup pasal 108.
48
Ibid Ibid 50 Ibid 51 Zulkifli Umar, Kamus Hukum (dictionary of law), Graha Media Press. Surabaya 2012 49
53
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan 1. Negara Republik Indonesia telah dengan tegas menyatakan sebagai sebuah Negara Hukum, hal ini tersebut dengan jelas dalam Bab I tentang Bentuk dan Kedaulatan, pasal 1 ayat (3).yang menyatakan bahwa Negara Indinesia adalah Negara Hukum. Hukum bertujuan untuk menciptakan kedamaian dengan membangun ketertiban di masyarakat
dalam
berkehidupan berbangsa dan bernegara. Semua elemen Negara mulai dari pemerintahan sampai masyarakat harus menjunjung tinggi hukum. Keluarga sebagai emelen masyarakat yang terkecil mempunyai peran yang sangat besar dan penting dalam pembentukan karakter anak sebagai generasi penerus perjuangan bangsa. Berawal dari keluargalah anak memulai kehidupannya, apa yang mereka lihat, dengan dan rasakan akan menjadi pondasi dalam karakter mereka. Karenanya orang tua sebagai orang terdekat dan yang paling bertanggungjawab terhadap perkembangan, tumbuh kembang dan pendidikan anak hendaknya benar – benar memberikan perhatian dan pendidikan yang terbaik untuk anak. Apabila salah orang tua dalam membangun karakter anak maka akan mengancam kelangsungan Negara dimasa yang akan datang. Bahkan Negara telah mengamanahkan kepada semua elemen masyarakat yang tertuang dalam Undang – Undang nomor 35 Tahun 2014 pasal 20, bahwa Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua atau Wali berkewajiban dan
54
bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak. Artinya
tanggungjawab
terhadap anak
secara
umum
merupakan
tanggungjawab semuanya, namun hal tersebut sesuai dengan fungsinya masing – masing. Tindakan orang tua yang membiarkan bahkan memfasilitasi anak serta menyuruh anak mengemudikan kendaraan bermotor dijalanan umum merupakan tindakan yang dapat merusak karakter atau mentalitas anak, karena anak secara tidak langsung telah dididik atau diajari menjadi pelanggar hukum. Dimana dalam ketentuannya sebagaimana yang telah tertuang dalam Undang – Undang nomor 22 Tahun 2009 pasal 81 menentukan bahwa untuk mendapatkan atau memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) harus telah berumur serendah – rendahnya 17 (tujuh belas) tahun dan atau telah memiliki Kartu Identitas Diri (KTP). Fiat Justitia Ruat Caelum, yang dalam bahasa Indonesia kita dengan makna “tegakkan keadilan, meskipun langit akan runtuh”. Artinya bagaimanapun keadaannya, hukum harus ditegakkan. Namun dalam kenyataannya penegakkan hukum tidak selalu sejalan dengan gagasan normatifnya. Kenyataan dilapangan mengharuskan seorang hakim harus mampu
memberikan
berdasarkan
putusan
ketetapan
pengadilan
hukum
belaka,
yang tapi
buakan juga
hanya harus
mempertimbangkan rasa keadilan dan nilai – nilai hukum dan kearifan lokal yang berkembang dimasyarakat. 2. Putusan hakim pada dasarnya
merupakan suatu karya menemukan
hukum, karena putusan Hakim selain sebagai sebuah ketetapan hukum
55
yang memberikan kepastian kepada para pihak yang terlibat juga dapat dijadikan sebagai yurisprudensi bagi hakim lain. Pada
putusan
Pengadilan
Negeri
Denpasar
nomor
579/Pid.Sus/2013/PN.DPS, hakim telah memutuskan hukuman penjara 4 (empat) bulan kepada terdakwa anak, namun memerintahkan untuk tidak menjalani hukuman penjara tersebut dan mengembalikannya kepada orang tua terdakwa. Dalam analisanya hakim berpedoman pada pertimbangan – pertimbangan berikut: 1. Dakwaan Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Denpasar 2. Keterangan saksi dari ketiga saksi yang dihadirkan jaksa Penuntut Umum di persidangan 3. Penyataan
terdakwa
anak
yang
membenarkan
terjadinya
kecelakaan 4. Pembuktian unsur – unsur dalam pasal 310 ayat 4 Undang – Undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan 5. Adanya korban (meninggal dunia) Ni Wayan Susianti 6. Pengakuan dan penyesalan terdakwa, sopan di persidangan, dan masih memerlukan bimbingan orang tua. 7. Adanya
perdamaian
dengan
keluarga
korban
dan
telah
memberikan santunan kepada keluarga korban. 8. Terdakwa masih berstatus sebagai pelajar Namun jika kita kita lihat bunyi pasal 60 ayat 3 dan 4 Undang – Undang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, putusan hakim Pengadilan Negeri Denpasar adalah batal demi hukum. Karena
56
sebagaimana bunyi pasal tersebut dalam ayat 3 menyatakan bahwa hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan sebelum menjatuhkan putusan perkara. Sedangkan ayat 4 menyatakan bahwa dalam hal laporan penelitian kemasyarakatan
sebagaimana
dimaksud
dalam
ayat
(3)
tidak
dipertimbangkan dalam putusan hakim, putusan batal demi hukum. Akan tetapi karena pemberlakuan Undang - undang tersebut setelah 2 (dua) tahun dari sajak diundangkannya, maka putusan Hakim Pengadilan Negeri Denpasar nomor 579/Pid.Sus/2013/PN.DPS tetap sah, karena putusan
tersebut
baru
berselang
1
(satu)
tahun
dari
waktu
diundangkannya Undang – Undang tersebut. Kesepakatan damai yang telah dilakukan kedua belah pihak tidak secara langsung menggugurkan proses hukum, kepolisian memiliki kewenangan untuk melakukan diskresi dalam penangnan perkara pidana anak. Dalam kasus pidana yang dilakukan oleh terdakwa anak sebagaimana tersebut diatas, kepolisisan sebenarnya bisa melakukan diskresi dengan mengoptimalkan kesepakatan damai tersebut untuk mencapai terciptanya Diversi , sehingga restorative justice dapat terwujud. B. Saran 1. Meningkatkan sosialisasi
peran
dan tanggung
jawab
orang tua
sebagaimana amanah Undang – undang Republik Indonesia nomor 35 Tahun 2015 tentang Perlindungan Anak, hal ini harus dilakukan bersama – sama oleh Pemerintah maupun masyarakat termasuk lembaga – lembaga non pemerintah (NGO).
57
2. Peningkatan Kemahiran Hukum para Hakim, terlebih yang menjadi hakim di Peradilan Anak. Selain itu dalam penunjukan Hakim Peradilan Anak hendaknya dipilih hakim yang telah memiliki pengalaman yang cukup sebagai hakim. Agar dalam melakukan pertimbangan hukum memiliki wawasan yang cukup dan mampu menghasilkan putusan yang memiliki nilai atau rasa keadilan. Selain itu diperlukan peningkatan pengetahuan dan pemahaman oleh aparat penegak hukum (kepolisian, kejaksaan maupun kehakiman) mengenai Undang – Undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2012 Sistem Peradilan Pidana Anak. Peningkatan wawasan hukum aparat penyidik khususnya dari kepolisian untuk melakukan terobosan dalam menangani perkara pidana yang dilakukan oleh anak dibawah umur untuk menemukan pelaku atau tersangka yang lain yang berkaitan dengan perkara pidana yang dilakukan oleh tersangka . Penyidik kepolisian harus mampu menjerat orang tua anak pelaku pidana kelalaian dalam mengemudikan kendaraan bermotor yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain sebagai pelaku pidana karena kelalaiannya dalam memberikan pendidikan atau keteladanan kepadana anaknya bahkan dapat dikategorikan telah menjerumuskan anak kedalam pendidikan yang salah kerena telah mengajari anak untuk menjadi pelanggar hukum, sehingga efek jera sebagai tujuan pemidanaan dapat tercapai.
58
DAFTAR BACAAN
Buku : Soesilo, R. Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar – Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Poelita, Bogor 1991 Subekti. R, Kitab Undang – Undang Hukum Perdata. Pradnya Paramita, Jakarta 2004 Umar , Zulkifli, Kamus Hukum (dictionary of law), Graha Media Press. Surabaya 2012
Perundang – undangan :
Perlindungan Anak UU RI No 23 tahun 2002 – UU No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Media Centre, Surabaya 2006 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Apollo Lestari, Surabaya Undang – undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, media centre. Surabaya 2006 Undang – Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang – Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Undang – Undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Dari Internet :
http://www.bin.go.id/awas/detil/197/4/21/03/2013/kecelakaan-lalu-lintas-menjadipembunuh-terbesar-ketiga#sthash.dQQ1hLar.dpuf Mahkamah Agung Republik Indonesia, putusan Pengadilan Negeri Bandung nomor 423/PDT/G/2011/PN.BGD M.tempo.co/read/news 8 Sept 2013
59
Prodjodikoro, Wirjono. asas-asas hukum pidana di Indonesia.. Dikutip dari hukum online.com, adakah kelalaian dalam hukum pidana. www.hukumonline.com SURYA Online, SURABAYA 22 Sept 2014 www.hukumonline.com. , 3 januari 2016. www.hukumonline.com. <Pakar: Tanggungjawab Pidana Tidak Dapat Dialihkan> 09 september 2013 www.kamuskbbi.web.id www.kamuskbbi.web.id