POLA PERESEPAN TANAMAN OBAT ANTIDIABETES DI RUMAH RISET JAMU “HORTUS MEDICUS” TAWANGMANGU PERIODE JANUARI-MARET 2016 Herbal Prescribing for Diabetic Patients at Jamu Research Center “Hortus Medicus” Tawangmangu during January-March 2016 Tyas Friska Dewi*, Saryanto, Danang Ardiyanto, dan Tofan Aries Mana Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional, Kementerian Kesehatan RI, Tawangmangu, 57792, Indonesia *email:
[email protected]
ABSTRAK Diabetes merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan hiperglikemia yang angkanya cukup tinggi di Indonesia. Pola hidup masyarakat yang telah banyak berubah merupakan faktor resiko terjadinya DM. Penyakit ini selain dapat diatasi dengan obat-obatan modern juga dapat diatasi dengan pengobatan alami dengan memanfaatkan tanaman obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pemilihan jenis simplisia untuk pasien DM yang diresepkan pada RRJ Hortus Medicus pada periode Januari-Maret 2016. Desain penelitian potong lintang deskriptif retrospektif dengan sampel 242 resep pasien yang berobat di Rumah Riset Jamu ”Hortus Medicus” Tawangmangu pada bulan Januari tahun 2016 dengan pasien yang terdiagnosis oleh dokter menderita DM, dan mendapatkan jamu dalam bentuk simplisia. Tanaman obat yang yang paling banyak diresepkan pada pasien DM adalah salam (Eugenia polyantha) 239 resep (98,72%) dan brotowali (Tinospora crispa) 236 (97,44%), sedangkan yang terkadang digunakan adalah pegagan (Centela asiatica) 146 resep (60,26%), alang (Imperata cylindrica) 133 resep (55,13%) dan pulosari (Alexia reindwartii) 133 resep (55,13%). Pola peresepan antidiabetes yang paling banyak digunakan adalah kombinasi brotowali, salam, dan pegagan sebanyak 113 resep (46,69%) dan kombinasi brotowali dan salam sebanyak 99 resep (40,91%). Kata kunci : tanaman obat, antidiabetes, pola peresepan ABSTRACT Diabetes is a degenerative disease characterized by hyperglycemia condition. The change of lifestyle is the main risk factor of DM. In addition to the conventional treatment using modern drug, medicinal plants can be used as complementary therapy. The aim of this study was to identify the prescribing profiles of medicinal plants used to treat patients with DM during January-March 2016. Retrospective descriptive cross sectional study design was used in this study with 242 diabetic related prescriptions from January to March were evaluated. Medicinal plant that prescribed most for DM were bay leaf 239 prescriptions (98,72%), Tinospora crispa 236 prescriptions (97,44%), while gotu kola 146 prescriptions (60,26%), cogone grass 133 prescriptions (55,13%) and alexia 133 prescriptions (55,13%) were prescribed often. Prescribing profile that widely used were a combination of Tinospora crispa, bay leaf and gotu kola as many as 113 prescriptions (46.69%) and combination of Tinospora crispa and bay leaf as many as 99 prescriptions (40.91%). Keywords: herbal medicine, antidiabetes, prescribing profile
58
Volume 9, No. 2, Desember 2016
POLA PERESEPAN TANAMAN OBAT ANTIDIABETES DI RUMAH RISET JAMU “HORTUS MEDICUS” TAWANGMANGU PERIODE JANUARI-MARET 2016 Herbal Prescribing for Diabetic Patients at Jamu Research Center “Hortus Medicus” Tawangmangu during JanuaryMarch 2016
PENDAHULUAN Indonesia menempati peringkat kedua terbesar dalam keanekaragaman biodiversitas setelah Brazil, termasuk keanekaragaman dalam tanaman obat. Indonesia memiliki sekitar 25.000-30.000 spesies tanaman yang merupakan 80% dari jenis tanaman di dunia dan 90% dari jenis tanaman di Asia (Erdelen et al., 1999; Pramono, 2002), dimana 3.500 diantaranya dilaporkan sebagai tanaman obat namun baru sekitar 283 jenis tanaman obat yang digunakan untuk bahan baku industri obat tradisional (Dewoto, 2007). Tanaman obat itu telah dimanfaatkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia sejak jaman dahulu dan dikenal dengan jamu dan TOGA (Taman Obat Keluarga) (Tukiman, 2004). Berdasarkan data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2010 menunjukkan bahwa penduduk Indonesia yang pernah mengkonsumsi jamu sebanyak 59,12% yang terdapat pada semua kelompok umur, jenis kelamin, di desa maupun perkotaan. Pola hidup masyarakat yang telah banyak berubah, sebagai contoh kebiasaan berolahraga, paparan stres, diet makanan tinggi karbohidrat dan lemak, kurangnya aktivitas fisik, paparan asap rokok merupakan faktor risiko terjadinya penyakit metabolik seperti Diabetes Melitus (DM) (Trisnawati dan Setyorogo, 2013). Diabetes Melitus merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan hiperglikemia. Hiperglikemia disebabkan oleh penurunan sekresi insulin, resistensi insulin ataupun keduanya (American Diabetes Association, 2014). Angka penderita DM di Indonesia masih cukup tinggi (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013). Pengobatan DM selain dapat dilakukan secara medis dengan obat-obatan modern juga dapat diatasi dengan pengobatan alami dengan memanfaatkan tanaman obat (Wijayakusuma, 2004).
Tanaman obat dapat digunakan di fasilitas kesehatan jika memenuhi syarat keamanan dan khasiat yang teruji secara ilmiah sehingga Kementerian Kesehatan RI mencanangkan program unggulan Saintifikasi Jamu, yang salah satunya dilakukan di Rumah Riset Jamu (RRJ) Hortus Medicus di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) Tawangmangu. Penyakit DM menempati urutan ketiga jumlah penyakit terbesar yang ditangani di RRJ Hortus Medicus. Penelitian ini merupakan bagian dari program Saintifikasi Jamu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pemilihan jenis tanaman obat dan kombinasinya untuk pasien DM yang diresepkan pada RRJ Hortus Medicus pada periode Januari-Maret 2016.
METODE PENELITIAN Lokasi Lokasi penelitian ini adalah RRJ Hortus Medicus Tawangmangu. Bahan Bahan penelitian adalah seluruh resep pasien RRJ bulan Januari-Maret 2016. Metode Desain penelitian ini adalah potong lintang deskriptif retrospektif menggunakan resep di griya jamu RRJ Hortus Medicus. Kriteria inklusi sampel adalah resep pasien baik pasien baru atau lama, terdiagnosis oleh dokter menderita DM, dan mendapatkan jamu dalam bentuk simplisia. Kriteria eksklusi adalah resep pasien nonDM, mendapatkan jamu dalam bentuk kapsul, dan datanya tidak lengkap. Data dianalisis dan disajikan secara deskriptif, meliputi persentase karakteristik umum pasien (umur, jenis kelamin) dan persentase simplisia yang diresepkan. Data Volume 9, No. 2, Desember 2016
59
Tyas Friska Dewi, Saryanto, Danang Ardiyanto, dan Tofan Aries Mana
hasil pengkajian peresepan simplisia dibuat peringkat berdasarkan persentasenya (%). Penelitian ini tidak menganalisis keberhasilan terapi DM dengan simplisia yang digunakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Resep yang memenuhi kriteria inklusi berjumlah 242 lembar. Karakteristik pasien DM yang didapat dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Pasien DM Umur (tahun) ≤ 40 41-50 51-60 >60 Jumlah
Laki-laki 9 33 65 36 143
Perempuan 9 42 33 15 99
Tabel 1 menunjukkan karakteristik pasien DM bila dilihat dari umur, terlihat bahwa jumlah pasien DM meningkat seiring usia hingga tertinggi pada usia 51-60 tahun, kemudian jumlahnya menurun pada kelompok usia selanjutnya. Hal ini juga sejalan dengan Hasil Riskesdas 2013 yang menyebutkan bahwa proporsi penderita DM meningkat seiring meningkatnya usia. Penyakit DM yang tidak terkontrol dalam waktu yang lama akan menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah dan saraf. Kerusakan pada pembuluh darah dapat menimbulkan penyakit komplikasi seperti jantung koroner, serangan jantung mendadak, luka iskemik karena rusaknya pembuluh darah tepi, stroke, dapat mengenai pembuluh darah retina sehingga menyebabkan kebutaan, dan dapat terjadi kerusakan pada pembuluh darah ginjal yang akan menyebabkan nefropati diabetikum.
Jumlah 18 75 98 51 242
Kerusakan pada saraf dapat menimbulkan kebas, kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, serta kelemahan pada tangan dan kaki. Menurut data yang diperoleh dari analisa resep, pasien DM yang berkunjung ke RRJ Hortus Medicus, sebanyak 78 pasien menderita DM tanpa komplikasi, dan sisanya sebanyak 164 pasien menderita DM dengan komplikasi. Tanaman obat yang digunakan dalam pengobatan DM di RRJ Hortus Medicus adalah berupa simplisia yang disiapkan dengan cara perebusan pada suhu ±90°C. Tanaman obat antidiabetes yang digunakan pada RRJ telah dihitung persentasenya. Hasil pada Tabel 2 menunjukkan bahwa salam dan brotowali sering digunakan untuk pasien DM (> 75%), sedangkan pegagan, alang, dan pulosari terkadang digunakan untuk pasien DM (<50%).
Tabel 2. Karakteristik Penyakit DM Karakteristik Penyakit DM tanpa komplikasi DM dengan komplikasi Jumlah
Peresepan tanaman obat untuk setiap pasien yang berobat dapat lebih dari satu
60
Volume 9, No. 2 Desember 2016
Jumlah pasien 78 164 242
Presentase 32,23 67,77 100
jenis. Gambaran penggunaan tanaman obat dapat dilihat pada Tabel 3.
POLA PERESEPAN TANAMAN OBAT ANTIDIABETES DI RUMAH RISET JAMU “HORTUS MEDICUS” TAWANGMANGU PERIODE JANUARI-MARET 2016 Herbal Prescribing for Diabetic Patients at Jamu Research Center “Hortus Medicus” Tawangmangu during JanuaryMarch 2016
Tabel 3. Penggunaan Tanaman Obat No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Nama Lokal Salam Brotowali Pegagan Alang Pulosari Jati cina Jati belanda Seledri Kayu manis Jinten hitam Sambiloto
Nama Latin Eugenia polyantha Tinospora crispa Centella asiatica Imperata cylindrica Alexia reinwadtii Cassia angustifolia Guazuma ulmifolia
Bagian tanaman yang digunakan Daun Batang Herba Rimpang (akar) Kulit batang Daun Daun
Jumlah Resep 239 236 146 133 133 96 90
Presentase (%) 98,72 97,44 60,26 55,13 55,13 39,74 37,18
Apium graveolens Cinnamomum burmannii
Herba Kayu
71 53
29,49 21,79
Nigella sativa
Biji
31
12,82
Andrographis paniculata
Daun
25
10,26
Salam merupakan tanaman obat yang paling banyak diresepkan pada pasien DM di RRJ Hortus Medicus (98,72%). Penggunaan salam lebih disukai karena rasanya tidak pahit sehingga meningkatkan kepatuhan terapi. Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada pasien DM, diketahui hambatan terbesar dalam terapi DM menggunakan tanaman obat adalah rasanya yang pahit. Hal ini menyebabkan pasien enggan meminum jamu secara rutin. Seringkali pasien DM yang sebelumnya menerima terapi DM tanpa salam, pada kunjungan berikutnya meminta untuk diresepkan terapi DM yang tidak terlalu pahit, sehingga digunakan salam. Kandungan kimia dari daun salam yaitu golongan flavonoid, alkaloid, eugenol, saponin, seskuiterpen (Robinson, 1951), zat tannin, dan minyak atsiri (Kurniawati, 2010). Golongan flavonoid, fenolik, alkaloid, dan terpenoid merupakan golongan senyawa yang berpotensi menurunkan kadar glukosa darah (Nublah, 2011). Mekanisme hipoglikemik diduga disebabkan oleh flavonoid yang dapat menghambat reabsorbsi glukosa dari ginjal (Lukacinova et al., 2008) dan dapat meningkatkan kelarutan glukosa darah sehingga mudah
diekskresikan melalui urin (Chairul et al., 2000), mengatur kerja enzim yang terlibat pada jalur metabolisme karbohidrat, dan meningkatkan sekresi insulin (Brahmachari, 2011). Brotowali merupakan tanaman obat terbanyak kedua yang diresepkan pada pasien DM di RRJ Hortus Medicus (97,44%). Penelitian tentang brotowali sebagai antidiabetes telah banyak dilakukan dan memberikan hasil yang mendukung pemilihan brotowali pada peresepan pasien DM di RRJ Hortus Medicus. Infusa dan dekokta brotowali telah digunakan untuk mengatasi gula darah tinggi di Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina (Heyne, 1987; Green, 2006). Mekanisme aktivitas hipoglikemik brotowali telah diteliti oleh Noor & Ashcroft (1998) yang melaporkan bahwa ekstrak air batang brotowali mengandung komponen yang menginisiasi sekresi insulin melalui mekanisme pengaturan konsentrasi Ca2+ ekstraseluler sel β pankreas. Penelitian lain dilakukan terhadap efek sari air brotowali terhadap transport glukosa pada skeletal muscle cellline, menunjukkan bahwa sari air brotowali pada konsentrasi 4 mg/mL secara bermakna meningkatkan glukosa uptake Volume 9, No. 2, Desember 2016
61
Tyas Friska Dewi, Saryanto, Danang Ardiyanto, dan Tofan Aries Mana
pada sceletal cell line, L6 myoblast dengan efek yang tergantung kepada dosis dan waktu dengan waktu paruh 24 jam (196.60±11.09%) (Noipha et al., 2008). Pegagan, alang-alang dan pulasari berdasarkan Tabel 2, terkadang digunakan digunakan dalam pengobatan diabetes. Penelitian pegagan sebagai tanaman obat antidiabetes sudah banyak dilakukan. Aktivitas antidiabetes dimungkinkan karena herba pegagan meningkatkan sekresi pankreas atau dengan meningkatkan glucose uptake (Chauhan et al., 2010). Pegagan juga digunakan untuk mengatasi komplikasi dari DM. Jus segar pegagan diketahui dapat menurunkan tekanan darah, menurunkan detak jantung, dan melancarkan aliran darah pada tikus hipertensi (Barnes et al., 2007). Kandungan kimia utama dari herba pegagan adalah triterpenoid. Fraksi total triterpenoid herba pegagan dapat digunakan sebagai antidiabetes
mikroangiopati dengan meningkatkan mikrosirkulasi dan menurunkan permeabilitas kapiler (Jamil et al., 2007). Asiatikosida dapat digunakan sebagai antioksidan pada kondisi neuropati tikus diabetes dalam dosis 1 mg/kg BB (Thipkaew et al., 2012). Alang-alang dan pulasari berfungsi dalam pengobatan hipertensi yang merupakan penyakit yang berkaitan erat dengan DM (Widiyastuti dkk., 2011). Resep pasien DM di RRJ Hortus Medicus diketahui tidak ada yang dalam bentuk tanaman obat tunggal. Terdapat berbagai variasi kombinasi yang digunakan dalam peresepan pasien DM dan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kombinasi Tanaman Obat No 1 2 3 4. 5. 6.
Kombinasi Simplisia Brotowali dan pegagan Salam dan pegagan Brotowali dan salam Brotowali, salam, dan pegagan Brotowali, salam, dan sambiloto Brotowali, salam, pegagan, dan sambiloto Jumlah
Penggunaan tanaman obat untuk DM pada RRJ Hortus Medicus selalu dalam bentuk kombinasi. Brotowali, salam, dan pegagan merupakan kombinasi tanaman yang paling banyak diresepkan. Kombinasi ini digunakan pada pasien DM dengan komplikasi yang jumlah penderitanya lebih banyak daripada pasien DM tanpa komplikasi. Brotowali, salam, dan pegagan berinteraksi secara sinergis sehingga diharapkan dapat meningkatkan efek hipoglikemik. Selain itu, pegagan juga digunakan untuk mengatasi komplikasi dari
62
Volume 9, No. 2 Desember 2016
Jumlah resep 6 6 99 113 9 9 242
Presentase (%) 2,48 2,48 40,91 46,69 3,72 3,72 100,00
DM seperti hipertensi, stroke, dan diabetes mikroangiopati. Kombinasi brotowali dan salam digunakan pada pasien DM tanpa komplikasi. Brotowali dan salam berinteraksi secara sinergis sehingga efek hipoglikemik akan meningkat. Selain itu berdasarkan wawancara pada pasien DM, kombinasi brotowali dan salam merupakan kombinasi yang rasanya paling disukai pasien sehingga meningkatkan kepatuhan pasien dalam meminum jamu. Kombinasi ini disukai karena rasa manis dan aroma pada
POLA PERESEPAN TANAMAN OBAT ANTIDIABETES DI RUMAH RISET JAMU “HORTUS MEDICUS” TAWANGMANGU PERIODE JANUARI-MARET 2016 Herbal Prescribing for Diabetic Patients at Jamu Research Center “Hortus Medicus” Tawangmangu during JanuaryMarch 2016
daun salam dapat menutupi rasa dan aroma brotowali yang pahit. Kombinasi brotowali pegagan dan salam pegagan diresepkan pada pasien DM ringan dengan kadar gula darah tidak terlalu tinggi namun memiliki komplikasi hipertensi. Pola kombinasi yang lain yaitu brotowali salam sambiloto dan brotowali salam sambiloto pegagan digunakan pada pasien dengan kadar gula darah tinggi (lebih dari 300 mg/dL). Kedua pola kombinasi ini merupakan yang paling tidak disukai oleh pasien karena penambahan sambiloto membuat rasa jamu menjadi sangat pahit. Pada beberapa pasien, penggunaan sambiloto bahkan dapat menimbulkan iritasi lambung, mual dan muntah.
KESIMPULAN Tanaman obat yang paling banyak digunakan sebagai antidiabetes di RRJ Hortus Medicus pada periode Januari-Maret 2016 adalah salam dan brotowali, sedangkan pegagan, alang-alang, dan pulasari terkadang digunakan. Tanaman obat antidiabetes tidak pernah diresepkan dalam bentuk tunggal. Kombinasi tanaman obat yang paling sering digunakan adalah kombinasi brotowali, salam, pegagan dan kombinasi brotowali dan salam.
DAFTAR PUSTAKA American Diabetes Association. 2014. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care, 37(Supplement 1) : S81-S90 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta. Barnes J., Anderson LA., and Phillipson JD. 2007. Herbal Medicines 3rd Ed., Pharmaceutical Press London.
Brahmachari G. 2011. Bio-Flavonoids With Promosing Antidiabetic Potentials: A Critical Survey. Research Signpost. Chairul Y., Jamal, dan Zainul Z. 2000. Efek Hipoglikemik Ekstrak Herba Meniran (Phyllanthus niruri L.) pada Kelinci Putih Jantan. Berita Biologi, 5(1): 93-100. Chauhan P., Pandey I., and Dhatwalia VK. 2010. Evaluation of the anti-diabetic effect of ethanolic and methanolic extracts of Centella asiatica leaves extract on alloxan induced diabetic rats. Advanced in Biological Research, 4: 27-30. Dewoto HR. 2007. Pengembangan Obat Tradisional Indonesia menjadi Fitofarmaka. Majalah kedokteran Indonesia, 57(7): 205-211. Erdelen WR., Adimihardja K., Moesdarsono H., and Sidik. 1999. Biodiversity, traditional medicine and the sustainable use of indigenous medicinal plants of Indonesia. Indigenous Knowledge and Develpoment Monitor, 7(3): 3-6. Green A. 2006. Field Guide to Herbs and Spices: How to Identify, Select, and Use Virtually Every Seasoning at the Market. Quirk Production, Inc. Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid II (Terjemahan). Badan Litbang Departemen Kehutanan. Yayasan Sarana Wana Jaya. Jakarta. Jamil SS., Nizami Q., and Salam M. 2007. Centella asiatica (Linn.) Urban: a review. Natural Product Radiance, 6(2):158-170. Kurniawati N. 2010. Sehat dan Cantik Alami Berkat Khasiat Bumbu Dapur. Mizan Pustaka. Bandung. Lukacinova A., Mojzis J., Benacka R., Keller J., Maguth T., Kurila P., Vasko L., Racz O., Nistiar F. 2008. Preventive Effect Of Flavonoids On Alloxan-Induced Diabetes Mellitus In Rats, Acta Veterina Brno, 77: 175-182. Noipha K., Juntipa P., Angkana H., and Suvina R. 2008. In vitro glucose uptake activity of Tinospora crispa in skeletal muscle cells. Asian Biomedicine, 2(5): 415-420. Volume 9, No. 2, Desember 2016
63
Tyas Friska Dewi, Saryanto, Danang Ardiyanto, dan Tofan Aries Mana
Noor H. dan Ashcroft SJ. 1998. Pharmacological characterization of the antihyperglycaemic properties of Tinospora crispa extract. Journal of Ethnopharmacology, 62: 7-13.
Trisnawati SK. dan Setyorogo S. 2013. Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6-11.
Nublah. 2011. Identifikasi Golongan Senyawa Penurun Kadar Glukosa Darah Tikus Putih (Rattus norvegicus Berkenhout, 1769) Hiperglikemia pada Daun Sukun (Artocarpus altilis (park.) fosberg ). Tesis. Universitas Gajah Mada.
Tukiman. 2004. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) untuk Kesehatan Keluarga. Fakultas Kesehatan Masyarakat. USU. http:tumbuhan obat.co.id [akses : 30 Oktober 2010] Medan.
Pramono S. 2002. Kontribusi bahan obat alam dalam mengatasi krisis bahan obat di Indonesia. Jurnal Bahan Alam Indonesia, 1(1): 18-20.
Widiyastuti Y., Kusumadewi AP., Haryanti S., Supriyati N., Katno, Wahyono S., Damayanti A., Subositi D., Widodo H., Ardiyanto D., Ismoyo SPT., Saryanto, Adi MBS., Widayanti E., Sugiarso S., Sudrajad H., Ratnawati G. 2011. Vademekum Tanaman Obat untuk Saintifikasi Jamu Jilid 2. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
Robinson JBD. 1951. A brief review of sugarcane manuring in Barbados. Proceedings 1951 Mtg B.W.I. Sugar Technology, 73-77. Thipkaew C., Wattanathorn J., and Muchimapura S. 2012. The Beneficial effect of Asiaticoside on Experimental Neuropathy in Diabetic Rat. American Journal of Applied Sciences, 9(11): 1782178.
64
Volume 9, No. 2 Desember 2016
Wijayakusuma H. 2004. Bebas Diabetes Mellitus Ala Hembing. Jakarta: Puspa Swara.