POLA DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN DI SUB DAS ALANG Distribution Pattern of Hourly Rainfall in Alang Sub Watershed SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Disusun oleh: ROPRI NURHIDAYAH NIM I 0106120
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
POLA DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN DI SUB DAS ALANG Distribution Pattern Rainfall in Alang Sub Watershed
SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Disusun Oleh : ROPRI NURHIDAYAH NIM : I 0106120
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
HALAMAN PERSETUJUAN
POLA DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN DI SUB DAS ALANG Distribution Pattern of Hourly Rainfall in Alang Sub Watershed
Disusun Oleh: ROPRI NURHIDAYAH NIM : I 0106120
SKRIPSI Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan tim penguji pendadaran Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Disetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Mamok Soeprapto R, M. Eng NIP 19510710 198103 1 003
Ir. Siti Qomariyah, MSc NIP 19580615 198501 2 001
HALAMAN PENGESAHAN
POLA DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN DI SUB DAS ALANG Distribution Pattern of Hourly Rainfall in Alang Sub Watershed
SKRIPSI Disusun Oleh: ROPRI NURHIDAYAH NIM : I 0106120 Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret pada hari Kamis, 5 Agustus 2010:
1.
Dr. Ir. Mamok Soeprapto R, M. Eng NIP. 19510710 198103 1 003
___________________
2.
Ir. Siti Qomariyah, MSc NIP. 19580615 198501 2 001
___________________
3.
Ir. Susilowati, MSi NIP. 19480610 198503 2 001
___________________
4.
Ir. Suyanto, MM NIP. 19520317 198503 1 001
___________________
Mengetahui, a.n Dekan Fakultas Teknik UNS Pembantu Dekan I
Disahkan oleh, Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UNS
Ir. Noegroho Djarwanti, MT NIP. 19561112 198403 2 007
Ir. Bambang Santosa, MT NIP. 19590823 198601 1 001
MOTTO
Yang paling DEKAT dengan kita adalah KEMATIAN Yang paling JAUH adalah MASA LALU Yang paling TAJAM adalah LIDAH Yang paling TUMPUL adalah PIKIRAN Yang paling BESAR adalah HAWA NAFSU Yang paling RINGAN adalah AMAL KITA
PERSEMBAHAN Kupersembahkan karya ku ini untuk: Bapak dan Almarhumah ibu tercinta atas seluruh limpahan cinta dan kasih sayang yang telah diberikan Kakak-kakak, keponakan ku dan seluruh anggota keluarga atas doa dan dukungannya Teman-teman satu perjuangan di peminatan Keairan Teman-teman penghuni basecamp MAMI dan seluruh teman seangkatan yang tidak bisa disebutkan satu persatu Teman-teman dan adik kost di Wisma Ageng yang telah member dorongan dan semangat Terima kasih yang sebanyak-banyak nya untuk Pak Mamok, Bu Siti Qomariyah atas bimbingannya selama ini Almamater, Universitas Sebelas Maret
Abstrak Ropri Nurhidayah, 2010, Pola Distribusi Hujan Jam-Jaman di Sub DAS Alang. Skripsi, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Waduk Wonogiri yang terletak di Kabupaten Wonogiri terdiri dari 7 sub-DAS. diantaranya Keduang, Tirtomoyo, Bengawan Solo, Alang, Ngunggahan, Temon, dan Wuryantoro. Peran dari ke 7 Sub DAS terhadap pengisian waduk Wonogiri tidak dapat diabaikan. Perubahan iklim secara global akan berpengaruh terhadap pola agihan hujan, dalam skala ruang, waktu dan besaran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas data hujan, mengetahui karakteristik hujan jam-jaman di Sub DAS Alang, dan mengetahui pola agihan hujan jam-jaman di Sub DAS Alang. Kepanggahan data hujan dilakukan dengan cara (Rescaled Adjusted Partial Sums). Karakteristik hujan ditentukan dengan cara pengelompokan data observasi berdasarkan durasi dan kejadian hujan. Pola agihan hujan jam-jaman observasi digunakan sebagai acuan kesesuaian dengan hasil empiris. Penentuan pola agihan hujan jam-jaman empiris dilakukan dengan penentuan intensitas hujan dengan metode Modified-Mononobe. Hasil analisis kepanggahan data hujan menunjukkan bahwa dari tiga stasiun pencatat hujan di Sub DAS Alang semuanya panggah. Hasil analisis karakteristik hujan menunjukkan bahwa hujan di Sub DAS Alang mempunyai karakteristik hujan dengan durasi tiga jam. Hasil analisis antara hasil observasi dan empiris menunjukkan pola agihan hujan jam-jaman durasi hujan 2 dan 6 jam sesuai dengan metode Modified-Mononobe sedangkan pola agihan hujan jam-jaman durasi hujan 3,4 dan 5 jam sesuai dengan metode Segitiga. Kata Kunci: perubahan iklim, karakteristik hujan, pola agihan hujan.
Abstract Ropri Nurhidayah, 2010, Distribution Pattern of Hourly Rainfall in Alang Sub Watershed. Skripsi, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Wonogiri reservoir is located at Wonogiri regency consisting of 7 Sub DAS. They are Keduang, Tirtomoyo, Bengawan Solo, Alang, Ngunggahan, Temon, and Wuryantoro. The role of 7 Sub DAS to the Wonogiri reservoir filling up cannot be neglected. The climate global changing will affect the rainy distribution types and to know the types of it. The data validation of rain can be identified by using Rescaled Adjusted Partial Sums (RAPS). The rainy characteristic can be identified by using categorization of observation based on duration and quality of rain. The observation of types of rainy distribution on an hourly basis is used as reference of empiric product. The types of rainy distribution on an hourly basis can be determinaed by using rain intensity with Modified-Mononobe method. The result of rainy data validation indicate that 3 rainy register stations at Sub DAS Alang are valid. The result of rainfall characteristics indicate that Sub DAS Alang has 3 hours duration. The product of observation and empiric show that the types of rainy distribution by duration 2 and 6 hours match with ModifiedMononobe methode. Where as the types of rainy distribution by duration by duration 3, 4, and 5 hours match with Triangle methode. Key Words: the climate changing, rain characteristics, the rainy distribution types changing.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan YME yang telah memberikan berkat dan kuasanya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi dengan judul “Pola Distribusi Hujan Jam-jaman di Sub DAS Alang” ini merupakan salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak, karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1.
Dr.Ir. Mamok Soeprapto R, M. Eng, selaku Dosen Pembimbing Skripsi I.
2.
Ir. Siti Qomariyah, M.Sc. selaku Dosen Pembimbing Skripsi II.
3.
Drs. Ugro Hari Murtiono, M.Si selaku pembimbing dari Balai Penelitian Kehutanan.
4.
Agus Setiya Budi, ST, MT selaku pembimbing akademis.
5.
Dosen-dosen Jurusan Teknik Sipil FT UNS khususnya KBK Keairan yang telah berkenan membantu dalam penyusunan skripsi ini.
6.
Badan Penelitian Kehutanan yang telah memberikan data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi.
7.
Dinas Pengairan Kabupaten Wonogiri yang telah memberikan data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi.
8.
Winda Agustin, Yunie Wiyasri, Awaludin F Aryanto, Ferdian Agung, M. Yushar Yahya, dan Nanang Sulistyanto selaku rekan di peminatan Keairan, Galuh Pinunjul atas bantuannya dalam belajar GIS.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Segala kekurangan dan keterbatasan ilmu yang dimiliki penulis menyebabkan kekurangsempurnaan tersebut. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya. Surakarta, Juli 2010
Penulis
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL........................................................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN .............................................................................................. ii LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................... iii MOTTO ........................................................................................................................ iv PERSEMBAHAN ........................................................................................................... v ABSTRAK...................................................................................................................... vi KATA PENGANTAR ...................................................................................................... viii DAFTAR ISI................................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ............................................................................................................ xii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... xiv DAFTAR NOTASI ………………………………………………………… ............................................ xv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Masalah .................................................................................... 1
1.2.
Rumusan Masalah............................................................................................. 1
1.3.
Batasan Masalah ............................................................................................... 2
1.4.
Tujuan Penelitian .............................................................................................. 2
1.5.
Manfaat Penelitian............................................................................................ 2
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1.
2.2.
Tinjauan Pustaka ............................................................................................... 3 2.1.1.
Perubahan Iklim Global ..................................................................... 3
2.1.2.
Perubahan Pola Distribusi Hujan ...................................................... 4
2.1.3.
Kualitas Data Hujan............................................................................ 4
2.1.4.
Seri Data Hidrologi............................................................................. 5
2.1.5.
Karakteristik Hujan di Sub DAS Alang ............................................... 7
2.1.6.
Pola Agihan Hujan.............................................................................. 8
Dasar Teori ........................................................................................................ 10 2.2.1.
DAS..................................................................................................... 10
2.2.2.
Interpretasi Data Hujan .................................................................... 10
2.2.3.
Uji Kepanggahan................................................................................ 11
2.2.4.
Uji Jaringan ....................................................................................... 12
2.2.5.
Analisis Frekuensi .............................................................................. 13
2.2.6.
Intensitas Hujan................................................................................. 16
2.2.7.
Pola Agihan Hujan ............................................................................. 17
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1.
Lokasi Penelitian................................................................................................ 19
3.2.
Data yang Dibutuhkan....................................................................................... 19
3.3.
Alat yang Digunakan.......................................................................................... 20
3.4.
Tahapan Penelitian............................................................................................ 20
3.5.
3.4.1.
Pengolahan Data Hujan dari Stasiun Otomatis ................................. 20
3.4.2.
Pengolahan Data Hujan dari Stasiun Manual .................................... 20
Diagram Alir Tahapan Penelitian....................................................................... 21
BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1.
Uji Kepanggahan Data Hujan ............................................................................ 22
4.2.
Uji Kerapatan Jaringan ...................................................................................... 24
4.3.
Hujan Wilayah .................................................................................................. 26
4.4.
Uji Kecocokan Jenis Agihan .............................................................................. 28 4.3.1.
Hujan Harian Maksimum Tahunan(Cara 1) ....................................... 29
4.3.2.
Hujan Harian Maksimum Tiap Stasiun Hujan ................................... 29
4.3.3.
Hujan Harian ..................................................................................... 31
4.5.
Hujan Rencana ................................................................................................. 32
4.6.
Durasi Hujan dan Waktu Konsentrasi ............................................................... 35 4.6.1.
Durasi Hujan ...................................................................................... 35
4.6.2.
Waktu Konsentrasi ............................................................................ 35
4.7.
Pola Agihan Hujan Cara Observasi ................................................................... 36
4.8.
Pola Agihan Hujan Cara Empiris ....................................................................... 38
4.9.
4.8.1.
Pola Agihan Hujan (Modified-Mononobe) ......................................... 38
4.8.2.
Pola Agihan ABM .............................................................................. 43
4.8.3.
Pola Agihan Hujan Segitiga ............................................................... 46
Kesesuaian Hasil Observasi dan Empiris .......................................................... 50
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.
Kesimpulan ....................................................................................................... 55
5.2.
Saran ................................................................................................................. 56
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 57 LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.
Distribusi Hujan Tadashi Tanimoto......................................................... 9
Tabel 2.2.
Nilai kritik Q dan R .................................................................................. 12
Tabel 4.1.
Data Hujan Stasiun Hujan Manual di Sub DAS Alang.............................. 22
Tabel 4.2.
Perhitungan Uji Kepanggahan dengan RAPS pada Stasiun Hujan Eromoko ....................................................................................... 23
Tabel 4.3.
Resume Hasil Uji Kepanggahan Metode RAPS ....................................... 23
Tabel 4.4.
Resume Nilai Parameter Statistik ........................................................... 24
Tabel 4.5.
Data Hujan Harian Maksimum Stasiun Hujan......................................... 26
Tabel 4.6.
Data Hujan Wilayah Harian Maksimum Sub DAS Alang ......................... 28
Tabel 4.7.
Resume Hasil Uji Chi Kuadrat.................................................................. 29
Tabel 4.8.
Resume Hasil Uji Smirnov-Kolmogrov .................................................... 29
Tabel 4.9.
Resume Hasil Uji Chi Kuadrat.................................................................. 30
Tabel 4.10. Resume Hasil Uji Smirnov-Kolmogorov .................................................. 30 Tabel 4.11. Resume Hasil Pengujian Parameter Statistik.......................................... 32 Tabel 4.12. Resume Hasil Uji Sebaran Data............................................................... 32 Tabel 4.13. Curah Hujan dengan Berbagai Kala Ulang Cara 1 ................................... 33 Tabel 4.14. Curah Hujan dengan Berbagai Kala Ulang Cara 2 .................................. 34 Tabel 4.15. Curah Hujan dengan Berbagai Kala Ulang Cara 3 ................................... 34 Tabel 4.16. Durasi hujan dan banyak kejadian hujan................................................ 35 Tabel 4.17. Agihan Hujan 2 Jam Sub DAS Alang ........................................................ 39 Tabel 4.18. Agihan Hujan 3 Jam Sub DAS Alang ........................................................ 39 Tabel 4.19. Agihan Hujan 4 Jam Sub DAS Alang ........................................................ 39 Tabel 4.20. Agihan Hujan 5 Jam Sub DAS Alang ....................................................... 40 Tabel 4.21. Agihan Hujan 6 Jam Sub DAS Alang ........................................................ 40 Tabel 4.22. Agihan Hujan 3 Jam (ABM) .................................................................... 43 Tabel 4.23. Agihan Hujan 4 Jam (ABM) ..................................................................... 44 Tabel 4.24. Agihan Hujan 5 Jam (ABM) ..................................................................... 44 Tabel 4.25. Agihan Hujan 3 Jam (Segitiga) ................................................................ 46 Tabel 4.26. Agihan Hujan 4 Jam (Segitiga) .................................................................. 47 Tabel 4.27. Agihan Hujan 5 Jam (Segitiga)................................................................. 47 Tabel 4.28. Persentase Hujan Tiap Jam (Segitiga) ..................................................... 49 Tabel 4.29. Kesesuaian Observasi dan Modified-Mononobe Hujan 2 Jam ............... 51 Tabel 4.30. Kesesuaian Observasi dan Modified-Mononobe Hujan 6 Jam ............... 51 Tabel 4.31. Kesesuaian Hasil Observasi dan Empiris (ABM dan Segitiga) Hujan durasi 3 Jam.................................................................................. 52 Tabel 4.32. Kesesuaian Hasil Observasi dan Empiris (ABM dan Segitiga)
Hujan durasi 4 Jam.................................................................................. 52 Tabel 4.33. Kesesuaian Hasil Observasi dan Empiris (ABM dan Segitiga) Hujan durasi 5 Jam.................................................................................. 53
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1.
Poligon Thiessen ................................................................................ 11
Gambar 3.1.
Peta Sub DAS Alang ........................................................................... 19
Gambar 3.2.
Bagan Alir Tahapan Penelitian........................................................... 21
Gambar 4.1.
Peta Superposisi Jaringan Stasiun Hujan pada Kagan ...................... 25
Gambar 4.2.
Poligon Thiessen Sub DAS Alang ....................................................... 27
Gambar 4.3.
Hujan Harian Maksimum Rerata Tiap Stasiun ................................... 30
Gambar 4.4.
Hujan Wilayah Harian Rerata Tahun 1989-2008 ............................... 31
Gambar 4.5.
Pola Agihan Hujan 2 Jam (observasi)................................................. 36
Gambar 4.6.
Pola Agihan Hujan 3 Jam (observasi)................................................. 36
Gambar 4.7.
Pola Agihan Hujan 4 Jam (observasi)................................................. 37
Gambar 4.8.
Pola Agihan Hujan 5 Jam (observasi)................................................. 37
Gambar 4.9.
Pola Agihan Hujan 6 Jam (observasi)................................................. 37
Gambar 4.10. Pola Agihan Hujan 2 Jam (Modified-Mononobe)............................... 41 Gambar 4.11. Pola Agihan Hujan 3 Jam (Modified-Mononobe)............................... 41 Gambar 4.12. Pola Agihan Hujan 4 Jam (Modified Mononobe) ............................... 42 Gambar 4.13. Pola Agihan Hujan 5Jam (Modified Mononobe) ................................ 42 Gambar 4.14. Pola Agihan Hujan 6 Jam (Modified Mononobe) ............................... 42 Gambar 4.15. Pola Agihan Hujan 3 Jam (ABM) ........................................................ 45 Gambar 4.16. Pola Agihan Hujan 4 Jam (ABM) ....................................................... 45 Gambar 4.17. Pola Agihan Hujan 5 Jam (ABM) ........................................................ 46 Gambar 4.18. Pola Agihan Hujan 3 Jam (Segitiga).................................................... 47 Gambar 4.19. Pola Agihan Hujan 4 Jam (Segitiga).................................................... 48 Gambar 4.20. Pola Agihan Hujan 5 Jam (Segitiga).................................................... 48 Gambar 4.21. Pola Agihan Hujan 3 Jam (Segitiga diagram batang) ......................... 49 Gambar 4.22. Pola Agihan Hujan 4 Jam (Segitiga diagram batang) ......................... 50 Gambar 4.23. Pola Agihan Hujan 5 Jam (Segitiga diagram batang) ........................ 50 Gambar 4.24. Kesesuaian Observasi dan Modified-Mononobe (2 jam)................... 51 Gambar 4.25. Kesesuaian Observasi dan Modified-Mononobe (6 jam)................... 52 Gambar 4.25. Kesesuaian Observasi, ABM dan Segitiga Hujan 3 Jam ..................... 53 Gambar 4.26. Kesesuaian Observasi, ABM dan Segitiga Hujan 4 Jam ..................... 54 Gambar 4.27. Kesesuaian Observasi, ABM dan Segitiga Hujan 5 Jam ..................... 54
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG MASALAH
Waduk Gajah Mungkur yang terletak di Wonogiri menampung air hujan yang berasal dari 7 (tujuh) sub DAS, yaitu: 1) Keduang, 2) Tirtomoyo, 3) Temon, 4) Bengawan Solo, 5) Alang, 6) Ngunggahan, 7) Wuryantoro. Sub DAS Alang merupakan sub DAS terluas keempat setelah sub DAS Bengawan Solo. Dengan demikian, peran sub DAS Alang terhadap proses pengisian waduk Gajah Mungkur tidak dapat diabaikan. Untuk mengetahui masukan air dari sub DAS Alang salah satunya dengan menghitung aliran dari data hujan yang tercatat di stasiun hujan pada sub DAS Alang. Dengan adanya fenomena alam mengenai perubahan iklim (climate change), yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap pola hujan di sub DAS Alang. Maka kualitas data hujan yang menjadi masukan utama dalam analisis transformasi hujan menjadi aliran, menjadi suatu hal yang sangat penting dan menarik untuk dikaji. Pola hujan yang berubah akibat perubahan iklim (climate change) dapat ditentukan dengan dua cara diantara nya adalah dengan cara empiris maupun berdasarkan data observasi. 1.2
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1.
Bagaimana kualitas data hujan yang ada pada sub DAS Alang?
2.
Bagaimana karakteristik hujan yang terjadi di sub DAS Alang?
3.
Bagaimana pola distribusi hujan jam-jaman pada sub DAS Alang?
1.3
BATASAN MASALAH
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Lokasi penelitian adalah sub DAS Alang di Kabupaten Wonogiri.
2.
Penelitian hanya mengenai pola distribusi hujan yang terjadi pada sub DAS Alang.
3.
Data curah hujan menggunakan data sekunder selama 20 tahun terakhir yang diperoleh dari Perum Jasa Tirta I (PJT I), sebagai pengelola Bendungan dan Dinas Pengairan Kabupaten Wonogiri.
4.
Data curah hujan stasiun hujan otomatis selama 2 tahun terakhir digunakan sebagai data observasi diperoleh dari Balai Penelitian Kehutanan Surakarta.
1.4
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Mengetahui kualitas data hujan yang ada pada sub DAS Alang.
2.
Mengetahui karakteristik hujan yang terjadi di sub DAS Alang.
3.
Mengetahui pola distribusi hujan jam-jaman pada sub DAS Alang selama dua puluh tahun terakhir.
1.5
MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian ini adalah: 1.
Manfaat teoritis: memberikan informasi keilmuan dalam bidang teknik sipil khususnya mengenai hidrologi, yaitu pola distribusi hujan yang terjadi pada suatu sub DAS.
2.
Manfaat praktis: memberikan informasi kualitas hujan yang handal sehingga dapat langsung digunakan dalam analisis tentang air.
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Perubahan Iklim Global Pemanasan global mengakibatkan suhu atmosfir meningkat. Atmosfir lebih hangat mengandung embun dalam jumlah lebih banyak sehingga meningkatkan intensitas hujan. Akibat perubahan pola dan peningkatan intensitas hujan, seringkali hujan dengan kala ulang tertentu terjadi kembali dalam waktu yang lebih singkat. Hal ini menyebabkan perencanaan sarana dan prasarana keairan menjadi beresiko jika tidak direncanakan secara tepat. Iklim di Indonesia telah menjadi lebih hangat selama abad 20. Suhu rata-rata tahunan telah meningkat sekitar 0,30C sejak 1900. Suhu tahun 1990an merupakan dekade terhangat dalam abad ini dan tahun 1998 merupakan tahun terhangat, yaitu hampir 10C di atas rata-rata tahun 1961-1990. Peningkatan suhu ini terjadi dalam semua musim di tahun itu. Curah hujan tahunan telah turun sebesar 2 hingga 3 persen di wilayah Indonesia di abad ini, dengan pengurangan tertinggi terjadi selama periode Desember- Februari, yang merupakan musim terbasah dalam setahun. Curah hujan di beberapa bagian di Indonesia dipengaruhi oleh kejadian El Nino. Kekeringan telah terjadi selama kejadian El Nino terakhir dalam tahun 1082/1983, 1986/1987 dan 1997/1998 (http.//www.dirgantara-lapan.or.id/apklimatling/index.htm). Perubahan iklim telah merubah pola distribusi hujan yang cenderung menjadikan daerah basah semakin basah, dan daerah kering semakin kering. Di negara dengan empat musim, siklus musim (seasonal cycle) telah terpengaruh oleh perubahan iklim yang ditandai dengan meningkatnya intensitas hujan pada musim dingin, berkurangnya hujan di musim panas, dan peningkatan suhu (Susan Steele-Dunne, dkk, 2008). Hujan rata-rata tahunan menunjukkan peningkatan sebesar 7%, dikarenakan meningkatnya intensitas hujan pada bulan Oktober sampai Maret dan
menurunnya intensitas hujan selama Juli sampai September (Hans Thodsen, 2007). 2.1.2 Perubahan Pola Distribusi Hujan Wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang dilintasi oleh garis Khatulistiwa. Dalam setahun, matahari melintasi ekuator sebanyak dua kali. Matahari tepat berada di ekuator setiap tanggal 23 Maret dan 22 September. Sekitar AprilSeptember matahari berada di utara ekuator dan pada Oktober-Maret matahari berada di selatan. Pergeseran posisi matahari setiap tahunnya menyebabkan sebagian besar wilayah Indonesia mempunyai dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pada saat matahari berada di utara ekuator, sebagian wilayah Indonesia mengalami musim penghujan. Hujan maksimum terjadi antara bulan Desember, Januari, dan Februari. Pada kondisi ini, matahari berada di garis balik selatan, sehingga udara di atas Australia mengalami tekanan rendah, sedangkan di Asia mengalami tekanan tinggi. Akibatnya, udara bergerak di atas laut dengan jarak cukup jauh, sehingga arus udara mampu membawa uap air cukup banyak (muson barat atau barat laut). Selanjutnya wilayah yang dilalui oleh muson barat akan mengalami hujan lebat. Untuk mempelajari perubahan ini diperlukan data curah hujan dalam seri yang panjang. Perubahan tersebut mengakibatkan musim kemarau panjang terjadi pada saat berakhirnya musim hujan yang mengakibatkan kekeringan. Musim hujan yang berlangsung cepat dengan intensitas curah hujan tinggi mengakibatkan banjir. 2.1.3 Kualitas Data Hujan Data hujan yang dibutuhkan adalah data ketebalan hujan harian yang diperoleh dari Stasiun Pengukur Curah Hujan, baik manual ataupun otomatis, yang terletak di sub DAS Alang. Data yang tersedia di sub DAS Alang hanya berasal dari stasiun hujan manual, yaitu: 1) Sambiroto, 2) Eromoko dan 3) Pracimantoro dengan tahun pencatatan 1989-2008. Kualitas data yang ada diharapkan memenuhi uji kualitas baik secara agihan waktu maupun ruang.
a. Kepanggahan atau Uji Konsistensi Satu seri data hujan untuk stasiun tertentu, dimungkinkan sifatnya tidak panggah (Sri Harto, 2000). Data semacam ini tidak bisa langsung dianalisis, karena sebenarnya data di dalamnya berasal dari populasi data yang berbeda. Ketidakpanggahan seperti ini biasanya terjadi karena berbagai sebab, yaitu: 1. Alat ukur yang diganti spesifikasi yang berbeda atau alat yang sama akan tetapi dipasang dengan patokan aturan yang berbeda. 2. Alat ukur dipindahkan dari tempat semula, tetapi secara administratif nama stasiun tersebut tidak diubah, misalnya karena masih dalam satu desa yang sama. 3. Alat ukur sama, tempat tidak dipindahkan akan tetapi lingkungan berubah, misalnya semula dipasang ditempat ideal menjadi berubah karena ada bangunan atau pohon besar. Uji konsistensi dapat dilakukan dengan lengkung massa ganda (Double Mass Curve) untuk stasiun hujan ≥ 3 (tiga), dan untuk individual stasiun (stand alone station) dengan cara RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums) (Sri Harto, 2000). b. Uji Jaringan Jumlah stasiun pencatat hujan yang harus ditempatkan pada DAS dengan persyaratan tertentu seperti luas, ketinggian, dan sebagainya, akan tetapi tanpa menyebutkan bagaimana penempatannya. Mengingat sifat-sifat hujan, jumlah alat pencatat hujan harus memenuhi kriteria yang sesuai dengan kejadian dan sebarannya. Cara Kagan cocok digunakan untuk memperkecil kesalahan pada kerapatan jaringan stasiun hujan yang dipilih (Sri Harto dan Sudjarwadi, 2000). 2.1.4 Seri Data Hidrologi Data yang digunakan dalam analisis frekuensi dapat dibedakan menjadi dua tipe berikut ini (Bambang Triatmodjo, 2008): a.
Partial duration series
Metode ini digunakan apabila jumlah data kurang dari 10 tahun data runtut waktu. Partial duration series yang juga disebut POT (peaks over treshold) adalah rangkaian data debit banjir/hujan yang besarnya di atas suatu nilai batas tertentu. Dengan demikian dalam satu tahun bisa terdapat lebih dari satu data yang digunakan dalam analisis. Dari setiap tahun data diperoleh 2 sampai 5 data tertinggi. b.
Annual maximum series
Metode ini digunakan apabila tersedia data debit atau hujan minimal 10 tahun runtut waktu. Tipe ini adalah dengan memilih satu data maksimum setiap tahun. Dalam satu tahun hanya ada satu data. Dengan cara ini, data terbesar kedua dalam suatu tahun yang mungkin lebih dari data maksimum pada tahun yang lain tidak diperhitungkan. Kualitas data sangat menentukan hasil analisis yang dilakukan. Panjang data yang tersedia juga mempunyai peranan yang cukup besar. Sri Harto (1993) mendapatkan bahwa perbedaan panjang data yang dipergunakan dalam analisis memberikan penyimpangan yang cukup berarti terhadap perkiraan hujan dengan kala ulang tertentu. Khusus untuk analisis frekuensi data hujan, pengambilan data hendaknya dilakukan dengan prosedur yang benar. Data hujan yang dimaksudkan dalam analisis adalah data hujan rata-rata DAS, sedangkan data yang diketahui adalah data hujan dari masing-masing stasiun hujan. Dalam praktek analisis frekuensi dijumpai lima cara penyiapan data. 1.
Data hujan DAS diperoleh dengan menghitung hujan rata-rata setiap hari sepanjang data yang tersedia. Bila tersedia data 20 tahun, berarti hitungan hujan rata-rata kawasan diulang sebanyak 20 x 365 = 7300 kali. Cara ini yang terbaik, tetapi waktu penyiapan data yang panjang.
2.
Pendekatan yang dapat dilakukan untuk menggantikan cara pertama dilakukan seperti berikut ini: a) Dalam satu tahun tertentu, untuk stasiun I dicari hujan maksimum tahunannya. Selanjutnya dicari hujan harian pada stasiun-stasiun lain pada
hari kejadian yang sama dalam tahun yang sama, dan kemudian dihitung hujan rata-rata DAS. Masih dalam tahun yang sama, dicari hujan harian untuk stasiun-stasiun lain dicari dan dirata-ratakan. Demikian selanjutnya sehingga dalam tahun itu akan terdapat N buah data hujan rata-rata DAS. b) Untuk tahun berikutnya cara yang sama dilakukan sampai seluruh data yang tersedia. 3.
Cara ketiga dengan menggunakan data pada salah satu stasiun (data maksimum) dan mengalikan data tersebut dengan koefisien reduksi.
4.
Cara penyiapan data lain adalah dengan mencari hujan-hujan maksimum harian setiap stasiun dalam satu tahun, kemudian dirata-ratakan untuk mendapatkan hujan DAS. Cara ini tidak dapt dijelaskan arti fisiknya, karena perata-rataan hujan dilakukan atas hujan masing-masing stasiun pada hari yang berbeda.
5.
Cara lain yaitu dengan analisis frekuensi data hujan setiap stasiun sepanjang data yang tersedia. Hasil analisis frekuensi tersebut selanjutnya dirata-ratakan sebagai hujan rata-rata DAS.
Dalam kaitan penyiapan data hanya cara yang pertama dan kedua yang dianjurkan untuk digunakan. 2.1.5 Karakteristik Hujan di sub DAS Tirtomoyo Hujan terjadi karena udara basah naik ke atmosfer dan mengalami pendinginan sehingga terjadi proses kondensasi. Naiknya udara ke atas dapat terjadi secara siklonik, orografik, dan konvektif. Di daerah tropis, pada musim kemarau, udara yang berada di dekat permukaan tanah mengalami pemanasan intensif. Pemanasan tersebut mengakibatkan rapat massa udara berkurang, udara basah naik ke atas dan mengalami pendinginan, sehingga terjadi kondensasi dan hujan. Hujan yang terjadi karena proses ini disebut hujan konvektif yang bersifat setempat, intensitas tinggi, dan durasi singkat (Bambang Triatmojo, 2008). Alat
penakar hujan yang berada di sub DAS Alang adalah alat penakar hujan manual. Karakteristik distribusi hujan dinyatakan dengan “koefisien distribusi” yaitu nisbah antara hujan tertinggi di suatu daerah dengan hujan rata-rata DAS. Hujan sangat bervariasi dalam skala ruang dan waktu (Chow dkk., 1988). Hujan dengan jumlah sama tidak jatuh secara seragam pada seluruh DAS (Ponce, 1989). Dalam analisis hidrologi, hujan terukur dikenal sebagai hujan titik (point rainfall) dan hujan wilayah (areal rainfall). Hujan titik merupakan dasar dalam analisis hidrologi (Chow dkk., 1988), karena teori yang ada untuk menghitung hujan wilayah didasarkan pada hujan titik. Kualitas dari data hujan sangat beragam dan tergantung pada alat, pengelolaan serta sistem arsip. Untuk keperluan analisis hujan rancangan diperlukan data hujan daerah aliran sungai atau hujan kawasan. Hujan kawasan dapat ditentukan dari hujan titik dengan berbagai cara, yaitu: 1) rerata aljabar, 2) poligon Thiessen, 3) isohiet. Cara rerata aritmatik dapat dipakai bila stasiun hujan tersebar merata diseluruh wilayah. Cara isohiet menghasilkan ketelitian paling tinggi, tetapi kurang didukung dengan ketersediaan data. Cara poligon Thiessen lebih sering digunakan dalam berbagai analisis. Sri Harto (1993) menyebutkan bahwa analisis intensitas hujan memerlukan analisis frekuensi dengan menggunakan seri data yang diperoleh dari rekaman data hujan. Dalam statistik dikenal empat macam distribusi frekuensi yang banyak digunakan dalam hidrologi, yaitu Normal, Log-Normal, Gumbel dan Log Pearson III. Untuk memilih distribusi yang sesuai dengan data yang ada maka diperlukan uji statistik. Pengujian biasanya dilakukan dengan uji Chi-kuadrat dan uji Smirnov-Kolmogrof. 2.1.6 Pola Agihan Hujan Untuk keperluan perancangan, curah hujan rancangan yang telah ditetapkan berdasarkan hasil analisis perlu diubah menjadi lengkung intensitas curah hujan. Lengkung tersebut dapat diperoleh berdasarkan data hujan dari stasiun hujan otomatik dengan rentang waktu yang pendek misal: menit atau jam (Mamok Suprapto, 2000). Dalam praktek, data hujan otomatik relatif sulit diperoleh, sehingga lengkung intensitas curah hujan untuk durasi pendek ditentukan
berdasarkan data hujan harian, dengan menggunakan rumus empirik. Rumus empirik yang digunakan adalah Modified-Mononobe. Berdasarkan hasil analisis hujan rancangan untuk berbagai kala ulang baik dengan metode Modified-Mononobe, maka lengkung intensitas hujan untuk durasi pendek dapat diperkirakan. Untuk hujan dengan durasi pendek (<2 jam), lengkung intensitas curah hujan dapat ditentukan berdasarkan rumus empiris Haspers (Anonim, 2003a; Anonim, 1989). Bila durasi hujan diperkirakan lebih dari 2 jam, maka untuk menghitung intensitas hujan jam-jaman dari hujan harian dapat digunakan metoda Modified-Mononobe (Sosrodarsono dan Takeda, 1983; Anonim, 1986). Perhitungan agihan hujan dapat dilakukan dengan menggunakan pola agihan Tadashi Tanimoto, seragam, Triangular Hyetograph Method (THM), atau Alternating Block Method (ABM). Dalam penentuan agihan hujan diperlukan data lama hujan yang biasanya didekati dengan menghitung waktu konsentrasinya atau dari hasil analisis yang didasarkan pada kejadian hujan. Model Tadashi Tanimoto adalah model yang dikembangkan berdasarkan distribusi hujan yang ada di pulau Jawa dengan menggunakan lama hujan 8 (delapan) jam. Model agihan tersebut ditunjukkan dalam Tabel 2.1 Tabel 2.1 Distribusi Hujan Tadashi Tanimoto Waktu (jam ke-)
1
2
3
4
5
6
7
8
% Distribusi hujan
26
24
17
13
7
5.5
4
3.5
% Distribusi hujan kumulatif
26
50
67
80
87
92.5 96.5 100
Model distribusi seragam adalah yang paling sederhana yaitu dengan menganggap hujan rancangan terdistribusi (P) secara merata selama durasi hujan rancangan (Td). Triangular Hyetograph Method (THM)/ segitiga menggunakan satu tinggi hujan untuk menentukan puncak hujan. Puncak hujan terjadi sekitar separuh waktu hujan. Alternating Block Method (ABM) adalah cara sederhana untuk membuat hyetograph rencana dari kurva Intensitas Durasi Frekuensi (IDF). Dari
hitungan pertambahan hujan dan interval waktu Δt, blok-blokpertambahan hujan disusun kedalam rangkaian waktu, dengan intensitas hujan maksimum berada di tengah-tengah durasi hujan (Td) dan blok-blok sisanya disusun dalam urutan secara bolak-balik pada kanan dan kiri blok maksimum.
2.2 DASAR TEORI 2.2.1 Daerah Aliran Sungai Daerah aliran sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi oleh punggung-punggung gunung atau pegunungan. Air hujan yang jatuh di daerah tersebut akan mengalir menuju sungai utama. Batas DAS adalah kontur tertinggi di sekitar sungai. 2.2.2 Interpretasi Data Hujan a. Hujan Analisis dan perencanaan hidrologi tidak hanya memerlukan volume atau ketinggian hujan, tetapi juga distribusi hujan terhadap tempat dan waktu. Intensitas hujan adalah jumlah curah hujan dalam satu satuan waktu. Lama waktu (durasi) adalah panjang waktu dimana hujan turun. Tinggi hujan adalah jumlah atau kedalaman hujan yang terjadi selama durasi hujan dan dinyatakan dalam ketebalan air diatas permukaan datar. Luas adalah luas geografis daerah sebaran hujan. b. Hujan Titik Hujan titik adalah hujan yang tercatat pada alat ukur. Hujan titik merupakan dasar perhitungan hujan wilayah. Kualitas dari data hujan sangat beragam dan tergantung pada alat, pengelolaan serta sistem arsip b. Hujan Wilayah
Cara polygon Thiessen menganggap bahwa hujan yang terjadi pada suatu titik di suatu wilayah memiliki ketebalan yang sama dengan hujan yang dicatat pada stasiun hujan terdekat. Ketinggian hujan yang tercatat pada suatu stasiun pencatat hujan dapat digunakan atau mewakili kedalaman hujan pada wilayah sampai dengan setengah jarak terhadap stasiun berikutnya. Cara ini lebih teliti dibandingkan dengan cara aritmatik, namun kurang luwes karena jaringan poligon baru harus dibuat jika ada perubahan jaringan stasiun hujan. Hujan wilayah dengan cara polygon Thiessen dapat dihitung dengan persamaan berikut:
P=
1 Aw
å
N i =1
Ai .Pi
(2.1)
dengan: = hujan Wilayah (mm), = hujan masing-masing stasiun pencatat hujan (mm), = luas wilayah (km2), = luas masing-masing poligon (km2), N
= jumlah stasiun pencatat hujan.
Gambar 2.1 Poligon Thiessen Poligon Thiessen adalah tetap untuk suatu jaringan stasiun hujan tertentu. Apabila terdapat perubahan jaringan stasiun hujan, seperti pemindahan, penambahan dan kerusakan stasiun hujan maka harus dibuat lagi poligon yang baru.
2.2.3 Uji Konsistensi (kepanggahan) Cara RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums) membandingkan hasil uji statistik dengan QRAPS / √n. Bila yang didapat lebih kecil dari nilai kritik untuk tahun dan confidence level yang sesuai, maka data dinyatakan panggah. Uji kepanggahan dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan-persamaan berikut: S k* = å (Yi - Y ) , dengan k = 1, 2, 3, ..., n
(2.2)
S 0* = 0
(2.3)
k
i =1
S k** =
* k
S , dengan k = 0, 1, 2, 3, ...., n Dy n
D =å 2 y
i =1
(Y
i
(2.4)
-Y ) n
2
(2.5)
dengan: Yi Y Dy n
= data hujan ke-i, = data hujan rerata –i, = deviasi standar, = jumlah data.
Untuk uji kepanggahan digunakan cara statistik: Q RAPS = maks | S k** | , 0 ≤ k ≤ n,
(2.6)
Atau nilai range
RRAPS = maksimum S k** - min imum S k** , dengan 0 ≤ k ≤ n
(2.7)
Nilai kritik QRAPS dan RRAPS setiap Confidence Interval (C.I) pada Tabel 2.2
n 10 20 30 40 50 100 ∞
90% 1.05 1.10 1.12 1.13 1.14 1.17 1.22
Tabel 2.2 Nilai kritik QRAPS dan RRAPS Q n 95% 99% 90% 1.14 1.29 1.21 1.22 1.42 1.34 1.24 1.46 1.40 1.26 1.50 1.42 1.27 1.52 1.44 1.29 1.55 1.50 1.36 1.63 1.62
R n 95% 1.28 1.43 1.50 1.53 1.55 1.62 1.75
99% 1.38 1.60 1.70 1.74 1.78 1.86 2.00
2.2.4 Uji Jaringan Cara Kagan menyarankan penempatan alat pencatat hujan sebaiknya berada pada simpul-simpul segitiga samasisi yang memiliki panjang sisi sesuai persamaan (1). Korelasi antar stasiun dapat dihitung dengan persamaan (2), dan kesalahan interpolasi dengan persamaan (3). Kagan dapat menetapkan jaringan stasiun hujan sesuai dengan kriteria kesalahan yang ditetapkan. Jumlah stasiun hujan yang diperlukan minimal sama dengan jumlah simpul segitiga samasisi yang terdapat di wilayah kajian.
A N
L = 1.07
(2.8)
dengan: L A N
= panjang sisi segitiga (km), = luas wilayah (km2), = jumlah stasiun pencatat hujan.
rd = r0 exp
(- d d 0 )
(2.9)
dengan: rd r0 d d0
= korelasi antar stasiun dengan jarak d km, = korelasi antar stasiun dengan jarak yang sangat kecil (± 0 km ), = jarak antar stasiun (km), = radius korelasi.
1 - r0 +
0.23 A
d0 N N
Z1 = Cv
(2.10)
dengan: Zl Cv A N
= kesalahan perataan (%), = koefisien varian, = luas wilayah (km2), = jumlah stasiun hujan.
Z 3 = Cv
1 - r0 3
+ 0.52
r0 d0
S N
(2.11)
dengan: Z3 S
= kesalahan interpolasi (%), = standar deviasi.
2.2.5 Analisis Frekuensi Analisis frekuensi bertujuan untuk mencari hubungan antara besarnya kejadian ekstrim terhadap frekuensi kejadian dengan menggunakan distribusi probabilitas. Rumus-rumus statistik yang digunakan untuk menentukan jenis distribusi adalah sebagai berikut.
é n 2 ù ê å (xi - X ) ú ú Standar deviasi, S = ê i =1 ê (n - 1) ú êë úû
Koefisien skewness, Cs =
Koefisien variasi, Cv =
Koefisien kurtosis, Ck =
0.5
n (n - 1)(n - 2 )s 3
(2.12)
å (x
3
n
i =1
i
- X)
(2.13)
S X
n2 (n - 1)(n - 2)(n - 3)S 4
(2.14)
å (x n
i =1
- X)
4
i
(2.15)
dengan: n X S
= panjang data, = tinggi hujan rerata, = standar deviasi.
Beberapa bentuk jenis distribusi yang dipakai dalam analisis frekuensi untuk hidrologi diantaranya: a. Distribusi Normal Persamaan yang dipakai dalam distribusi normal adalah: p=
1 T
(2.16)
1
é æ 1 öù 2 w = êlnçç 2 ÷÷ú , ë è p øû KT = z = w -
(0 < p £ 0.5)
2.515517 + 0.802853w + 0.010328w 2 1 + 1.432788w + 0.189269w 2 + 0.001308w 3
(2.17)
(2.18)
dengan: T
= kala ulang,
p
= probabilitas,
KT
= faktor frekuensi.
Sifat-sifat distribusi normal adalah nilai koefisien kemelencengan (skewness) sama dengan nol (Cs≈0) dan nilai koefisien kurtosis mendekati tiga (Ck≈3). Selain itu terdapar sifat-sifat distribusi frekuensi kumulatif berikut ini: P( x - s ) = 15,87%
(2.19)
P ( x ) = 50%
(2.20)
P ( x + s ) = 84,14%
(2.21)
b. Distribusi Lognormal Distribusi lognormal digunakan apabila nilai-nilai dari variabel random tidak mengikuti distribusi normal, tetapi nilai logaritmanya memenuhi distribusi normal. Sifat-sifat distribusi lognormal adalah sebagai berikut: Koefisien kemelencengan
: Cs=Cv3+3Cv
(2.22)
Koefisien kurtosis
: Ck=Cv8+6Cv6+15Cv4+16Cv2+3
(2.23)
c. Distribusi Gumbel Persamaan yang dipakai dalam distribusi gumbel adalah:
KT = -
ü 6 {0.5772 +ln éêlnæç T ö÷ùú ý p ë è T - 1 øû þ
(2.24)
dengan: KT T
= faktor frekuensi, = kala ulang.
Distribusi gumbel mempunyai sifat: Koefisien kemelencengan
: Cs=1,14
Koefisien kurtosis
: Ck=5,4
d. Distribusi Log Pearson III Distribusi log pearson III digunakan apabila parameter statistik tidak sesuai dengan model distribusi yang lain. Persamaan yang dipakai adalah:
(
)
KT = z + z2 -1 k +
(
)
(
)
1 3 1 z - 6 z k 2 - z 2 - 1 k 3 + zk 4 + k 5 3 3
(2.25)
dengan: KT
= faktor frekuensi, C = s 6
k
Untuk memilih distribusi yang sesuai dengan data yang ada, perlu dilakukan uji statistik. Pengujian biasanya dilakukan dengan uji Chi-kuadrat dan uji SmirnovKolmogorof. a. Uji Chi Kuadrat Pengujiaan chi-kuadrat dilakukan dengan menggunakan parameter c2, dengan rumus sebagai berikut: K
x =å 2
(Ef
i =1
dengan: c2 K Of Ef
: : : :
- Of ) Ef
2
harga Chi-kuadrat terhitung, banyaknya kelas, frekuensi terbaca pada setiap kelas, frekuensi yang diharapkan untuk setiap.
(2.26)
Nilai c2 hasil perhitungan dibandingkan dengan nilai c2 kritis. Nilai c2 kritis telah tersedia dalam bentuk tabel yaitu merupakan fungsi dari jumlah kelas, jumlah parmeter, dan derajat kegagalan. b. Uji Smirnov–Kolmogorov Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai Δ maksimum, yaitu selisih maksimum antara plot data dengan garis teoritis pada kertas probabilitas. Nilai Δ kritis (Δcr, Smirnov Kolmogorov Test) tergantung dari jumlah data (n) dan derajat kegagalan (α). Setelah ditentukan pola distribusi yang sesuai dengan data, maka hujan rencana dapat dihitung menggunakan persamaan: XT=µ+KT.σ
(2.27)
dengan: XT µ σ
= hujan rencana = rerata = standar deviasi
2.2.6 Intensitas Hujan Hujan (I) merupakan laju hujan rerata dalam mm/jam untuk suatu wilayah/luasan tertentu. Intensitas hujan tersebut dipilih berdasarkan lama hujan dan kala ulang (T) yang telah ditentukan. Lama hujan biasanya dihampiri dengan waktu konsentrasi (Tc) untuk wilayah tersebut, sedang kala ulang didasarkan pada standar yang ada. Besarnya intensitas hujan dapat diperoleh dari lengkung hubungan antara tinggi hujan, lama hujan dan frekuensi atau sering disebut sebagai lengkung hujan. Besarnya aliran dianggap mencapai puncak diakhir waktu konsentrasi. Waktu konsentrasi (Tc) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: Kirpich
: Tc = 0.066 L0, 77 S -0 ,385
(2.28)
Australian Rainfall-Runoff
: Tc = 0,76 A0,38
(2.29)
dengan: Tc
= waktu konsentrasi (jam),
= luas DAS (km2), = panjang sungai utama (km), = kemiringan sungai (m/m).
A L S
2.2.7 Pola Agihan Hujan Penentuan agihan hujan dapat dilakukan dengan berbagai cara pola agihan diantaranya: Tadashi Tanimoto, Alternating Block Method (ABM), Triangular Hyetograph Methode (THM), Instantaneous Intensity Methode (IIM), atau seragam. Untuk penentuan agihan hujan diperlukan data lama hujan yang didekati dengan menghitung waktu konsentrasinya. a)
Model agihan hujan Modified-Mononobe dapat dihitung dengan persamaan berikut: 2
æ RT , 24 öæ t c ö 3 ÷÷ç ÷ I Tt = çç t è c øè t ø
(2.30)
dengan:
I Tt RT,24 t tc
= intensitas hujan dengan kala ulang T untuk durasi t (mm/jam), = intensitas hujan harian untuk kala ulang T (mm/hari), = durasi hujan (jam), = waktu konsentrasi (jam).
b)
Model agihan hujan ABM dapat dihitung sesuai dengan persamaan Modified-Mononobe berikut: 2
æ RT , 24 öæ t c ö 3 ÷÷ç ÷ I Tt = çç t c è øè t ø dengan:
I Tt RT,24 t tc
= intensitas hujan dengan kala ulang T untuk durasi t (mm/jam), = intensitas hujan harian untuk kala ulang T (mm/hari), = durasi hujan (jam), = waktu konsentrasi (jam).
Setelah mendapatkan nilai pertambahan hujan dalam waktu interval ∆t maka pertambahan hujan (blok-blok) diurutkan kembali kedalam rangkaian waktu dengan intensitas hujan maksimum berada ditengah durasi hujan. Dan blok-blok
sisanya disusun dalam urutan menurun secara bolak-balik pada kanan dan kiri dari blok tengah. c)
Model agihan hujan Segitiga menganggap bahwa kedalaman hujan jam jaman terdistribusi mengikuti bentuk segitiga. Pola agihan segitiga bisa dibentuk setelah kedalaman hujan rencana dan durasi hujan diketahui. Untuk mendapatkan Intensitas hujan puncak dan waktu puncak digunakan rumus sebagai berikut:
Ip = dengan: Ip p Td
= intensitas hujan puncak untuk durasi t (mm/jam), = intensitas hujan harian untuk kala ulang T (mm/hari), = durasi hujan (jam).
Tp = r. Td dengan: Tp r Td
= waktu puncak (jam), = rasio ( 0.3 – 0.5 ), = durasi hujan (jam).
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah di Sub DAS Alang terletak di kabupaten Wonogiri, dan mempunyai 3 stasiun hujan yaitu: 1) Eromoko, 2) Pracimantoro dan 3) Sambiroto seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1
Gambar 3.1 Sub DAS Alang
3.2 Data yang Dibutuhkan Data yang dibutuhkan dalam analisis adalah: 1. Peta batas DAS Wonogiri 2. Peta DAS beserta letak lokasi stasiun hujan yang ada didalamnya. 3. Data hujan dari setiap stasiun hujan yang ada di sub DAS Alang 20 tahun terakhir, terdiri dari tiga stasiun hujan 1) Eromoko, 2) Pracimantoro, dan 3) Sambiroto.
4. Data hujan otomatis dari stasiun hujan otomatis di sub DAS Alang selama 2 tahun terakhir 2007-2008.
3.3 Alat yang digunakan Alat bantu yang digunakan adalah berupa: 1. Auto CAD dan GIS untuk pengolahan peta DAS. 2. Microsoft Office Excel atau perangkat lunak lain untuk pengolahan hidrologi. 3. GPS untuk mengetahui letak koordinat stasiun hujan manual.
3.4 Tahapan Penelitian 3.4.1 Pengolahan data hujan dari stasiun hujan otomatis 1.
. Mengelompokan data hujan berdasarkan durasi hujan dalam satuan jam.
2.
Menentukan durasi hujan sesuai dengan kejadian hujan.
3.
Membuat pola hujan jam-jaman.
3.4.2 Pengolahan data hujan dari stasiun hujan manual 1.
Melakukan uji jaringan pada peta DAS dan uji kepanggahan data pada stasiun hujan di dalam peta DAS.
2.
Melakukan plotting stasiun hujan dan pembuatan polygon thiessen.
3.
Menyiapkan seri data hujan.
4.
Menghitung parameter statistik data hujan.
5.
Melakukan uji kecocokan distribusi frekuensi data.
6.
Menghitung analisis frekuensi data.
7.
Menghitung hujan rencana.
8.
Menghitung waktu konsentrasi.
9.
Menghitung Mononobe.
intensitas
hujan
jam-jaman
dengan
metode
Modified
10.
Menentukan pola agihan hujan jam-jaman.
Tahapan penelitian ditunjukkan dalam bagan alir Gambar 3.2
3.5 Diagram Alir Tahapan Penelitian Mulai Data hujan dari Sta manual Uji: Jaringan Kepanggahan
Penyiapan seri data hujan: -Hujan Harian Maksimum Tahunan (Cara I) -Hujan Harian Max Tiap Sta (Cara II) -Hujan Harian (CaraIII)
Hujan wilayah Plot stasiun hujan Polygon thiessen
Parameter statistik
Uji kecocokan distribusi frekuensi
Cara I dan II Uji Chi Kuadrat dan Smornov Kolmogorov
Cara III Uji Parameter Statistik
Test jenis distribusi
Jenis distribusi frekuensi terpilih
Hujan rencana Data hujan dari Sta otomatis Durasi hujan dan waktu konsentrasi
Intensitas hujan
Pola agihan hujan jamjaman (empiris)
Selesai
Pengelompokan hujan berdasarkan durasi
Pola agihan hujan jam-jaman (observed)
Gambar 3.2. Bagan Alir Tahapan Penelitian
BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Uji Kepanggahan Data Hujan Jumlah stasiun hujan di Sub DAS Alang adalah tiga stasiun, maka jenis uji kepanggahan data hujan dari ketiga stasiun tersebut dilakukan dengan menggunakan metode Rescaled Adjusted Partial Sums (RAPS). Data hujan tahunan dari tiga stasiun hujan ditampilkan dalam Tabel 4.1 Tabel 4.1 Data Hujan Stasiun Hujan Manual Sub DAS Alang Tahun
Eromoko (mm) 1720 1736 1455 1933 1920 1454 1699 1122 0 0 0 0 196 1538 1100 1097 611 1426 1272 1581
1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Pracimantoro (mm) 1629 1671 1281 1918.5 1637.5 1465 2047 1541 778 1628 1576 1753 1162.5 992 1292 1100 741 1073.5 732 807
Sumber: Dinas Pengairan Kabupaten Wonogiri Keterangan: : Data hujan rusak
Sambiroto (mm) 0 0 0 0 0 0 1668 848 577 1327 1301 1590 1956 1316 1850 1406 1488 1230 1714 1382
Contoh hasil uji kepanggahan metode RAPS stasiun hujan Eromoko ditunjukkan dalam Tabel 4.2 Tabel 4.2 Perhitungan Uji Kepanggahan Metode RAPS Stasiun Hujan Eromoko
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Thn 1989 1990 1991 1992 1996 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
i 1720 1736 1455 1933 1122 196 1538 1100 1097 611 1426 1272 1581
i-Rerata 429 445 164 642 (169) (1,095) 247 (191) (194) (680) 135 (19) 290
Sk* Sk** 428.7 0.90 873.4 1.82 1,037.1 2.17 1,678.8 3.51 1,509.5 3.15 414.2 0.87 660.8 1.38 469.5 0.98 275.2 0.58 (405.1) (0.85) (270.4) (0.56) (289.7) (0.61) (0.0) (0.00)
Absolut 0.9 1.8 2.2 3.5 3.2 0.9 1.4 1.0 0.6 0.8 0.6 0.6 0.0
Q Abs Maks Abs 3.5
Q/sqrt(n) 1.0
Nilai Kritik < .90
Keterangan: = nilai absolut i
= hujan tahunan
Sk*
= kumulatif i-Rerata
Sk** = jumlah data
Dari contoh perhitungan di Tabel 4.2 nilai QRAPS hit (maks) terdapat pada tahun 1992, sesuai dengan Persamaan 2.6 dan Persamaan 2.7 maka diperoleh besaran QRAPShit / √n = 1.0. Nilai ini dibandingkan dengan nilai kritik yang terdapat pada Tabel 2.2 dengan n=13 dan Confidence Interval 90% dengan hasil nilai QRAPShit / √n < nilai QRAPSkritik. Hasil ini menunjukkan bahwa data hujan pada stasiun hujan Eromoko adalah panggah. Resume hasil perhitungan dengan metode RAPS ditunjukkan dalam Tabel 4.3
Tabel 4.3 Resume Hasil Uji Kepanggahan Metode RAPS Nama Stasiun
Nilai Q RAPS
Nilai Kritik (90%)
Keterangan
1. Eromoko
1.0
1.05
panggah
2. Sambiroto
0.94
1.10
panggah
3. Pracimantoro
1.0
1.05
panggah
4.2 Uji Kerapatan Jaringan Stasiun Hujan Untuk mengetahui kerapatan jaringan stasiun hujan digunakan metode Kagan dengan menggunakan data hujan bulanan. Data hujan bulanan stasiun hujan di Sub DAS Keduang dapat dilihat pada Lampiran A. Dari hasil analisis data hujan bulanan ketiga stasiun didapat besaran nilai parameter yang dapat dilihat pada Tabel 4.4 Tabel 4.4 Resume Nilai Parameter Statistik Eromoko
Mean Standard Error Median Mode Standard Deviation Sample Variance Kurtosis Skewness Range Minimum Maximum Sum Count Confidence Level(95.0%) Koef Varian, Cv=SD/Mean
108.73 14.55 47.00 0.00 142.58 20330.20 1.66 1.47 603.00 0.00 603.00 10438.00 96.00 28.52 1.31
Sambiroto
107.70 13.83 24.50 0.00 135.49 18356.99 -0.08 1.03 504.00 0.00 504.00 10339.00 96.00 27.10 1.26
Pracimantoro
104.13 14.76 0.00 0.00 144.66 20927.49 1.05 1.37 596.00 0.00 596.00 9996.50 96.00 28.94 1.39
Dari nilai parameter statistik dicari koefisien korelasi antara dua stasiun. Koefisien korelasi antar stasiun hujan dan perhitungan kesalahan interpolasi (Z1 dan Z2) dan panjang sisi segitiga Kagan dapat dilihat pada Lampiran B. 1. Kesalahan perataan (%) Z1 = 0.63
2. Kesalahan interpolasi (%) Z2 = 0.43 3. Panjang sisi segitiga (km) L = 8.04 Nilai L digunakan untuk menyusun jejaring Kagan. Setelah diperoleh jejaring Kagan, selanjutnya disuperposisi dengan lokasi stasiun pencatat hujan. Sedemikian rupa sehingga tiap stasiun mendekati atau berada pada titik simpul segitiga jejaring Kagan. Hasil superposisi terbaik dapat dilihat pada Gambar 4.1
Gambar 4.1 Peta Superposisi Jaringan Stasiun Pencatat Hujan pada Jejaring Kagan Sesuai dengan hasil superposisi pada Gambar 4.1, jumlah stasiun hujan yang diperlukan di Sub DAS Alang minimal sama dengan jumlah simpul segitiga samasisi. Dari hasil analisis ternyata diperoleh jumlah stasiun hujan untuk Sub DAS Alang adalah 4 stasiun hujan. Sedangkan jumlah stasiun hujan yang ada di sub DAS Alang saat ini hanya ada 3 stasiun hujan.
4.3 Hujan Wilayah Dalam analisis frekuensi diperlukan data hujan harian maksimum tiap tahun dari tiap stasiun yang berada di Sub DAS Alang. Data hujan maksimum tahunan Sub DAS Alang dapat dilihat pada Tabel 4.5 Tabel 4.5 Data Hujan Harian Maksimum Masing-Masing Stasiun Hujan Tahun 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Sambiroto (mm) 0 0 0 0 0 0 91 76 73 63 70 63 73 110 120 87 60 67 97 50
Eromoko (mm) 84 65 84 95 98 81 85 67 0 0 0 0 55 67 125 89 55 87 95 127
Pracimantoro (mm) 85 105 77 91 102 61 70 81 59 74 78 85 85 65 75 77 119 70 145 49
Sumber: Dinas Pengairan Kabupaten Wonogiri Keterangan:
: Data hujan rusak Untuk menentukan hujan wilayah Sub DAS Alang digunakan metode Poligon Thiessen narasi gambar poligon dapat dilihat pada Gambar 4.2 dengan luas masing-masing 3 wilayah Poligon Thiessen: 1. Sambiroto
: 79.9 km2
2. Eromoko
: 42.1 km2
3. Pracimantoro
: 47.4 km2
Luas total Sub DAS Alang
: 169.38 km2
Contoh perhitungan untuk mendapatkan hujan wilayah harian maksimum cara Poligon Thiessen (Persamaan 2.1) tahun 1995:
P=
= = 84 mm
Gambar 4.2 Poligon Thiessen Sub DAS Alang
Tabel 4.6 Data Hujan Wilayah Harian Maksimum Sub DAS Alang
No.
Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Hujan Wilayah Harian Maksimum (mm) 85 91 79 92 101 68 84 75 68 50 55 53 72 87 109 85 75 73 110 69
Poligon Thiessen akan berbeda jika jumlah stasiun hujan berbeda. Poligon Thiessen dengan jumlah stasiun yang berbeda dapat dilihat pada Lampiran B.
4.4 Uji Kecocokan Jenis Agihan
Untuk mengetahui jenis agihan yang sesuai digunakan uji agihan frekuensi. Analisis ini digunakan untuk dasar perhitungan hujan rencana dengan berbagai kala ulang. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui kesesuaian data. Adapun jenis agihan antara lain: agihan Normal, Log Normal, Gumbel, dan Log Pearson III. Dalam uji kecocokan jenis agihan digunakan tiga cara penyajian data, yaitu cara I, cara II, dan cara III.
4.4.1 Hujan Harian Maksimum Tahunan (Cara 1) Untuk memilih kesesuaian jenis agihan untuk data hujan harian maksimum tahunan pada Tabel 4.6 digunakan uji Chi Kuadrat dan Smirnov Kolmogrov. Hasil uji kesesuaian selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran B. Resume hasil kedua uji tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.7 dan Tabel 4.8 Tabel 4.7 Resume Hasil Uji Chi Kuadrat
Nilai Chi Kuadrat Derajat Kebebasan Chi Kritik Keterangan
Normal
Log normal
Gumbel
LogPerson III
4.974 2 5.9915
1.789 2 5.9915
0.737 2 5.9915
4.947 2 5.9915
diterima
diterima
diterima
diterima
Tabel 4.8 Resume Hasil Uji Smirnov Kolmogrov Agihan Normal Log normal Gumbell LogPerson III
∆ maks 0.075 0.089 0.121 0.091
keterangan diterima diterima diterima diterima
Dari Tabel 4.7 dan 4.8 dapat diperiksa bahwa nilai penyimpangan hasil uji Chi Kuadrat dan uji Smirnov Kolmogrov pada agihan Normal memiliki nilai
penyimpangan terkecil dibandingkan dengan agihan yang lainnya. Dengan demikian maka pemilihan agihan Normal dengan ∆ maks 0.075 adalah benar. 4.4.2 Hujan Harian Maksimum Tiap Stasiun Hujan (Cara 2) Hujan harian maksimum tiap stasiun diperoleh dengan mencari dalam satu tahun tertentu untuk stasiun I hujan maksimum tahunannya, selanjutnya dicari hujan harian pada stasiun-stasiun lain pada hari kejadian yang sama dalam tahun yang sama dan kemudian dihitung hujan wilayah DAS. Masih dalam tahun yang sama, dicari hujan maksimum tahunan untuk stasiun II. Untuk hari kejadian yang sama, hujan harian untuk stasiun-stasiun lain dicari dan dicari hujan wilayahnya. Demikian selanjutnya sehingga dalam tahun itu akan terdapat N buah data hujan wilayah DAS. Untuk tahun selanjutnya cara yang sama dilakukan sampai seluruh data yang tersedia. Hasil perhitungan hujan wilayah selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B. Hasil perhitungan hujan wilayah dapat dilihat pada Gambar 4.3
Gambar 4.3 Hujan Harian Maksimum Rerata Tiap Stasiun Untuk mengetahui jenis agihan yang sesuai digunakan uji agihan frekuensi. Analisis ini digunakan untuk dasar perhitungan hujan rencana dengan berbagai kala ulang. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui kesesuaian data. Adapun jenis agihan antara lain: agihan Normal, Log Normal, Gumbel, dan Log Pearson III.
Untuk memilih kesesuaian jenis agihan digunakan uji Chi Kuadrat dan Smirnov Kolmogrov. Hasil uji kesesuaian selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran B. Resume hasil kedua uji tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.9 dan Tabel 4.10 Tabel 4.9 Resume Hasil Uji Chi Kuadrat
Nilai Chi Kuadrat Derajat Kebebasan Chi Kritik Keterangan
Normal
Log normal
Gumbel
LogPerson III
5.474 2 5.9915
2.234 2 5.9915
2.894 2 5.9915
3.319 1 3.8413
diterima
diterima
diterima
diterima
Tabel 4.10 Resume Hasil Uji Smirnov-Kolmogrov ∆ maks
keterangan Normal diterima 0.1 Log normal diterima 0.109 Gumbell diterima 0.12 LogPerson III diterima 0.087 Dari Tabel 4.9 dan 4.10 dapat diperiksa bahwa nilai penyimpangan hasil uji Chi Kuadrat dan uji Smirnov Kolmogrov pada agihan Log Pearson III memiliki nilai penyimpangan terkecil dibandingkan dengan agihan yang lainnya. Dengan demikian maka pemilihan agihan Log Pearson III dengan ∆ maks 0.087 adalah benar. 4.4.3 Hujan Harian (Cara 3) Dalam analisis statistik terhadap deret data hujan harian dari tiap stasiun yang tersedia selama 20 tahun di Sub DAS Alang. Penentuan hujan wilayah sesuai Persamaan 2.1 hasil perhitungan hujan wilayah selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B. Hasil hujan wilayah harian rata-rata dapat dilihat pada Gambar 4.4 maka didapat besaran nilai parameter sebagai berikut:
Gambar 4.4 Hujan Wilayah Harian Rata-rata Tahun 1989-2008 Dari Gambar 4.4 diambil asumsi bila ketebalan hujan dibawah 5 mm dianggap tidak terjadi hujan maka musim kemarau mulai terjadi pada kejadian ke- 176 (pada tanggal 28 Juni), sedangkan musim hujan mulai terjadi kembali pada kejadian ke-323 (tepatnya tanggal 29 November) Berdasarkan analisis statistik terhadap deret data hujan wilayah harian diperoleh nilai parameter statistik sebagai berikut:
Nilai rerata (Mean)
: 9.92
Standar Deviasi
: 10.47
Skewness
: 2.13
Kurtosis
: 5.89
Koefisien Variasi
: 1.06
Jumlah data
: 2722
Untuk menentukan jenis agihan yang akan dipakai maka dilakukan pengujian untuk menghasilkan parameter statistik yang dapat dilihat dalam Tabel 4.11 Tabel 4.11 Resume Hasil Pengujian Parameter statistik No 1
Jenis Distribusi Normal
Syarat Cs = 0
Hasil Perhitungan Cs =
Keputusan 2.13
No
Ck = 3 2 3 4
Log Normal Log Pearson type III Gumbell
Ck =
5.89
No No
Cs (ln x) = 0
Cv3+3Cv
= 2.16
Cs =
-0.32
Ck (ln x) = 3
Cv8+6Cv6+15Cv4+16Cv2+3
= 12.27
Ck =
-0.43
No
Cs =
-0.32
Yes
Ck =
-0.43
Yes
Cs = 1,14
Cs =
2.13
No
Ck = 5,4
Ck =
5.89
No
Jika semua syarat tidak terpenuhi
Dari tabel 4,11 diketahui bahwa jenis agihan yang sesuai adalah Log Pearson III. Dengan demikian untuk analisis selanjutnya digunakan jenis agihan Log Pearson III.
4.5 Hujan Rencana Berdasarkan hasil uji sebaran data, sebaran yang sesuai untuk masing-masing cara dapat dilihat pada tabel 4.12 Tabel 4.12 Resume Hasil Uji Sebaran Data Cara Hujan Harian Maksimum Tahunan (Cara 1) Hujan Harian Maksimum Tiap Stasiun (Cara 2) Hujan Harian (Cara 3)
Jenis Sebaran Normal Log Pearson II Log Pearson III
Sesuai dengan jenis agihan Normal maka hujan rencana dapat dihitung. Contoh perhitungan hujan untuk kala ulang 1.1 tahun sesuai (Persamaan 2.16, 2.16, 2.17, dan 2.27) adalah: P = 1/T = 1/1.1 = 0.909 é æ 1 öù w = êlnçç 2 ÷÷ú ë è p øû
1
2
= 0.437 KT = z = w -
2.515517 + 0.802853 w + 0.010328 w 2 1 + 1.432788 w + 0.189269 w 2 + 0.001308 w 3
= -1.298 X1.1= µ + KT.σ = 79.02 + (-1.289 . 16.68 ) = 58.355 mm
Tabel 4.13 Curah Hujan dengan Berbagai Kala Ulang Cara 1 (Agihan Normal) No.
Kala Ulang
Hujan Rancangan
(tahun)
(mm)
1
1.1
58.355
2
2
79.579
3
5
93.970
4
10
101.499
5
20
107.715
6
25
109.526
7
50
114.710
8
100
119.372
9
500
128.807
10
1000
132.433
Tabel 4.14 Curah Hujan dengan Berbagai Kala Ulang Cara 2 (Agihan Log Pearson III) No.
Kala Ulang (tahun)
Hujan Rancangan (mm)
1
1.1
18.035
2
2
39.404
3
5
55.879
4
10
65.171
5
20
73.203
6
25
75.604
7
50
82.637
8
100
89.164
9
500
102.971
10
1000
108.493
Tabel 4.15 Curah Hujan dengan Berbagai Kala Ulang Cara 3 (Agihan Log Pearson III) No.
Kala Ulang
Hujan Rancangan
(tahun)
(mm)
1
1.1
7.623
2
2
38.389
3
5
87.750
4
10
126.241
5
20
158.388
6
25
215.663
7
50
252.967
8
100
289.206
10
1000
367.195
Dalam analisis selanjutnya dipakai hujan rencana harian maksimum cara I untuk kala ulang 1.1 karena memiliki ketebalan hujan rencana yang lebih besar.
4.6 Durasi Hujan dan Waktu Konsentrasi 4.6.1 Durasi Hujan Data hujan otomatis dari hasil observasi dapat digunakan secara langsung untuk mengetahui pola agihan hujan jam-jaman. Durasi hujan dan banyaknya kejadian hujan dari data otomatis dapat dilihat di Tabel 4.16 Tabel 4.16 Durasi Hujan dan Banyak Kejadian Hujan Durasi (jam) 2 3 4 5 6
Kejadian 73 47 24 18 1
Sesuai dengan Tabel 4.16 maka dapat diambil kesimpulan bahwa kejadian hujan yang dominan terjadi di Sub DAS Alang adalah hujan dengan durasi 2 jam. Sedangkan perhitungan untuk durasi hujan adalah sebagai berikut: Durasi =
å Durasihujanxkejadian å kejadian
(2 x73 + 3 x 47 + 4 x 24 + 5 x18 + 6 x1) 163 Durasi = 2.94 jam = 3 jam Durasi =
4.6.2 Waktu Konsentrasi Waktu konsentrasi dapat ditentukan dengan Persamaan 2.29 dengan perhitungan sebagai berikut: Diketahui: Luas Sub DAS Alang (A)
= 169.38 km2
Panjang Sungai Utama (L)
= 19.01 km
Slope (S)
= 0.03
Tc = 0.06628 L0, 77 S -0,385 Tc = 0.06628 x19.010 ,77 x 0.03 -0,385
Tc = 2.5 Jam
4.7 Pola Agihan Hujan Cara Observasi
Dari data hujan otomatis hasil observasi dapat ditentukan secara langsung pola agihan hujan jam-jaman di Sub DAS Alang.
Gambar 4.5 Pola Agihan Hujan 2 Jaman (Observasi)
Gambar 4.6 Pola Agihan Hujan 3 Jaman (Observasi)
Gambar 4.7 Pola Agihan Hujan 4 Jaman (Observasi)
Gambar 4.8 Pola Agihan Hujan 5 Jaman (Observasi)
Gambar 4.9 Pola Agihan Hujan 6 Jaman (Observasi)
4.8
Pola Agihan Hujan Cara Empiris
4.8.1
Pola Agihan Hujan (Modified-Mononobe) Selain dengan cara observasi pola agihan hujan dapat dicari dengan cara
empiris. Secara empiris untuk mengetahui pola agihan hujan jam-jaman dicari dengan rumus Modified-Mononobe sesuai dengan Persamaan 2.30, dengan durasi hujan 2 jam, 3 jam, 4 jam (hujan yang terjadi di Sub DAS Alang). Untuk waktu konsentrasi (Tc) dihitung berdasarkan Persamaan 2.28
Contoh perhitungan intensitas hujan dengan kala ulang T 1.1 , durasi 3 jam pada I jam pertama sesuai dengan Persamaan 2.30, untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B. R24
= 58.355 mm
tc
= 2.5 jam
t
= 1 jam (jam pertama) 2
æ R öæ t ö 3 I1t = çç T , 24 ÷÷ç c ÷ è tc øè t ø
2
æ 58.355 öæ 2.5 ö 3 =ç ÷ç ÷ è 2.5 øè 1 ø = 43.24 mm P = It . t = 43.24 . 1 = 43.24 mm Hasil perhitungan metode Modified-Mononobe dengan 3 cara penyajian data diperoleh hasil yang dapat dilihat pada Tabel 4.17 – 4.21
Tabel 4.17 Agihan Hujan 2 Jam Sub DAS Alang Cara Cara 1 Cara 2 Cara 3
t 1 2 1 2 1 2
It(mm/jam) 43.24 27.24 13.36 8.42 5.65 3.56
P (mm) 43.24 54.48 13.36 16.84 5.65 7.12
Delta (mm) 43.24 11.24 13.36 3.47 5.65 1.47
% 79.37 20.63 79.37 20.63 79.37 20.63
Tabel 4.18 Agihan Hujan 3 Jam Sub DAS Alang Cara Cara 1
Cara 2
Cara 3
t 1 2 3 1 2 3 1 2 3
It(mm/jam) 43.24 27.24 20.79 13.36 8.42 6.42 5.65 3.56 2.72
P (mm) 43.24 54.48 62.37 13.36 16.84 19.27 5.65 7.12 8.15
Delta (mm) 43.24 11.24 7.88 13.36 3.47 2.44 5.65 1.47 1.03
Tabel 4.19 Agihan Hujan 4 Jam Sub DAS Alang
% 69.34 18.02 12.64 69.34 18.02 12.64 69.34 18.02 12.64
Cara Cara 1
Cara 2
Cara 3
t 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
It(mm/jam) 43.24 27.24 20.79 17.16 13.36 8.42 6.42 5.30 5.65 3.56 2.72 2.24
P (mm) 43.24 54.48 62.37 68.64 13.36 16.84 19.27 21.21 5.65 7.12 8.15 8.97
Delta (mm) 43.24 11.24 7.88 6.28 13.36 3.47 2.44 1.94 5.65 1.47 1.03 0.82
% 63.00 16.37 11.49 9.14 63.00 16.37 11.49 9.14 63.00 16.37 11.49 9.14
Tabel 4.20 Agihan Hujan 5 Jam Sub DAS Alang
Cara Cara 1
Cara 2
Cara 3
t 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
It (mm/jam) 43.24 27.24 20.79 17.16 14.79 13.36 8.42 6.42 5.30 4.57 5.65 3.56 2.72 2.24 1.93
P (mm) 43.24 54.48 62.37 68.64 73.94 13.36 16.84 19.27 21.21 22.85 5.65 7.12 8.15 8.97 9.66
Delta (mm) 43.24 11.24 7.88 6.28 5.30 13.36 3.47 2.44 1.94 1.64 5.65 1.47 1.03 0.82 0.69
% 58.48 15.20 10.66 8.49 7.17 58.48 15.20 10.66 8.49 7.17 58.48 15.20 10.66 8.49 7.17
Tabel 4.21 Agihan Hujan 6 Jam Sub DAS Alang
Cara Cara 1
t 1
It (mm/jam) 43.24
P (mm) 43.24
Delta (mm) 43.24
% 55.03
Cara 2
Cara 3
2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
27.24 20.79 17.16 14.79 13.10 13.36 8.42 6.42 5.30 4.57 4.05 5.65 3.56 2.72 2.24 1.93 1.71
54.48 62.37 68.64 73.94 78.58 13.36 16.84 19.27 21.21 22.85 24.28 5.65 7.12 8.15 8.97 9.66 10.26
11.24 7.88 6.28 5.30 4.63 13.36 3.47 2.44 1.94 1.64 1.43 5.65 1.47 1.03 0.82 0.69 0.61
14.30 10.03 7.99 6.75 5.90 55.03 14.30 10.03 7.99 6.75 5.90 55.03 14.30 10.03 7.99 6.75 5.90
Dari hasil perhitungan metode Modified-Mononobe nampak bahwa dengan 3 cara penyajian data didapat prosentase hujan tiap jam adalah sama. Pola agihan hujan durasi 2-6 jam dapat dilihat pada Gambar 4.10 – 4.14
Gambar 4.10 Pola Agihan Hujan 2 Jam (Modified-Mononobe)
Gambar 4.11 Pola Agihan Hujan 3 Jam (Modified-Mononobe)
Gambar 4.12 Pola Agihan Hujan 4 Jam (Modified-Mononobe)
Gambar 4.13 Pola Agihan Hujan 5 Jam (Modified-Mononobe)
Gambar 4.14 Pola Agihan Hujan 6 Jam (Modified-Mononobe) 4.8.2
Pola Agihan ABM (Alternating Block Methode)
Dari pola agihan hujan observasi hujan durasi 3, 4, dan 5 jam hasil dari perhitungan empiris tidak sesuai jika memakai metode (Medified-Mononobe), maka digunakan metode ABM untuk mendapatkan kesesuaian yang paling dekat. Hasil perhitungan metode ABM dengan 3 cara penyajian data selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran B. Resume hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.22 – 4.24 Contoh perhitungan metode ABM adalah sebagai berikut: æ RT , 24 Rt = çç è tc
2
öæ tc ö 3 ÷÷ç ÷ øè t ø 2
æ 58.355 öæ 2.5 ö 3 =ç ÷ç ÷ è 2.5 øè 1 ø = 43 mm Rdepht = It . t = 43 . 1 = 43 mm Tabel 4.22 Agihan Hujan 3 Jam (ABM)
t
Rt
Rainfall depth
Cara
jam
mm/jam
mm
mm
%
mm actual
ABM
Cara 1
1
43.00
43.00
43.00
0.69
40.46
7.38
2
27.09
54.17
11.18
0.18
10.52
40.46
3
20.67
62.01
7.84
0.13
7.38
10.52
1
13.29
13.29
13.29
0.69
12.50
2.28
2
8.37
16.74
3.45
0.18
3.25
12.50
3
6.39
19.17
2.42
0.13
2.28
3.25
1
5.62
5.62
5.62
0.69
5.29
0.96
2
3.54
7.08
1.46
0.18
1.37
5.29
3
2.70
8.10
1.02
0.13
0.96
1.37
Cara 2
Cara 3
Incremental Depth
Incremental Depth
Tabel 4.23 Agihan Hujan 4 Jam (ABM)
t jam
Rt mm/jam
Rainfall depth mm
Cara 1
1 2 3 4
43.00 27.09 20.67 17.06
43.00 54.17 62.01 68.25
43.00 11.18 7.84 6.24
0.630 0.164 0.115 0.091
36.76 9.56 6.70 5.34
6.70 36.76 9.56 5.34
Cara 2
1 2 3 4
13.29 8.37 6.39 5.27
13.29 16.74 19.17 21.09
13.29 3.45 2.42 1.93
0.630 0.164 0.115 0.091
11.36 2.95 2.07 1.65
2.07 11.36 2.95 1.65
Cara 3
1 2 3 4
5.62 3.54 2.70 2.23
5.62 7.08 8.10 8.92
5.62 1.46 1.02 0.82
0.630 0.164 0.115 0.091
4.80 1.25 0.88 0.70
0.88 4.80 1.25 0.70
Cara
Incremental Depth mm
%
Incremental Depth mm actual
ABM
Tabel 4.24 Agihan Hujan 5 Jam (ABM)
Cara Cara 1
t jam 1 2
Rt mm/jam 43.00 27.09
Rainfall depth mm 43.00 54.17
Incremental Depth mm 43.00 11.18
% 0.58 0.15
Incremental Depth mm actual 34.13 8.87
ABM 4.18 6.22
Cara 2
Cara 3
3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
20.67 17.06 14.70 13.29 8.37 6.39 5.27 4.54 5.62 3.54 2.70 2.23 1.92
62.01 68.25 73.52 13.29 16.74 19.17 21.09 22.72 5.62 7.08 8.10 8.92 9.60
7.84 6.24 5.27 13.29 3.45 2.42 1.93 1.63 5.62 1.46 1.02 0.82 0.69
0.11 0.08 0.07 0.58 0.15 0.11 0.08 0.07 0.58 0.15 0.11 0.08 0.07
6.22 4.95 4.18 10.55 2.74 1.92 1.53 1.29 4.46 1.16 0.81 0.65 0.55
34.13 8.87 4.95 1.29 1.92 10.55 2.74 1.53 0.55 0.81 4.46 1.16 0.65
Dari hasil perhitungan metode ABM nampak bahwa dengan 3 cara penyajian data didapat prosentase hujan adalah sama. Pola agihan hujan durasi 3, 4, dan 5 jam dapat dilihat pada Gambar 4.15 – 4.17
Gambar 4.15 Pola Agihan Hujan 3 Jam (ABM)
Gambar 4.16 Pola Agihan Hujan 4 Jam (ABM)
Gambar 4.17 Pola Agihan Hujan 5 Jam (ABM)
4.8.3
Pola Agihan Hujan Segitiga
Model agihan hujan segitiga menganggap bahwa kedalaman hujan jam-jaman terdistribusi mengikuti bentuk segitiga. Perhitungan dengan metode Segitiga selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran B. Resume hasil perhitungan agihan hujan 3-5 jam dapat dilihat pada Tabel 4.25-27. Contoh perhitungan metode segitiga durasi 3 jam adalah sebagai berikut: Diketahui: P
= 58.35 mm
Td
= 3 jam
r
= 0.4 (nilai r 0.3-0.5)
Ip =
= 38.9 mm
= Tp = r. Td = 0.4 . 3
= 1.2 jam Tabel 4.25 Agihan Hujan 3 Jam (Segitiga)
Cara Cara 1 Cara 2 Cara 3
r ( rasio ) 0.4 0.4 0.4
Ip (Intensitas Hujan Puncak) (mm) 38.9 12.02 5.08
Tp (Waktu Puncak) 1.2 1.2 1.2
Tabel 4.26 Agihan Hujan 4 Jam (Segitiga)
Cara Cara 1 Cara 2 Cara 3
r ( rasio ) 0.3 0.3 0.3
Ip (Intensitas Hujan Puncak) (mm) 29.18 9.02 3.81
Tp (Waktu Puncak) 1.2 1.2 1.2
Tabel 4.27 Agihan Hujan 5 Jam (Segitiga) r
Ip (Intensitas Hujan Puncak)
Tp
Cara
( rasio )
(mm)
(Waktu Puncak)
Cara 1
0.3
23.34
1.5
Cara 2
0.3
7.21
1.5
Cara 3
0.3
3.05
1.5
Pola agihan hujan sesuai metode segitiga untuk hujan durasi 3, 4, dan 5 jam dapat dilihat pada Gambar 4.18 – 4.20
I Ip
30 20 10
Tp 1
2
Td
3
Gambar 4.18 Pola Agihan Hujan 3 Jam (Segitiga)
I Ip 30 20 10
Tp 1
2
3
4
Gambar 4.19 Pola Agihan Hujan 4 Jam (Segitiga)
I
30 Ip 20 10
Tp 1
2
3
4
5
Td
Gambar 4.20 Pola Agihan Hujan 5 Jam (Segitiga) Dari hasil perhitungan didapat bahwa pola agihan hujan 3, 4, dan 5 jam dari cara I, II, dan III adalah sama. Persentase tiap jam dapat dilihat pada Tabel 4.28. Pola agihan hujan 3, 4, dan 5 jam dapat dilihat pada Gambar 4.21-4.23
Tabel 4.28 Persentase Hujan Tiap Jam (Segitiga) t 1 1.2 3 1 1.2 3 4 1 1.5 3 4 5
% 36.65 47.44 15.91 19.35 45.38 26.37 8.90 10.62 39.90 26.71 17.12 5.65
Gambar 4.21 Pola Agihan Hujan 3 Jam (Segitiga dalam diagram batang)
Gambar 4.22 Pola Agihan Hujan 4 Jam (Segitiga dalam diagram batang)
Gambar 4.23 Pola Agihan Hujan 5 Jam (Segitiga dalam diagram batang)
4.9
Kesesuaian Hasil Observasi dengan Hasil Empiris
Dari hasil observasi dan empiris (Modified-Mononobe, ABM, dan Segitiga) dapat diambil kesimpulan dengan mencari nilai kesesuaian masing-masing hasil dari metode empiris dan hasil observasi. Untuk mencari kesesuaian yaitu dengan dicari nilai kesesuaian terkecil yaitu hasil empiris yang paling mendekati hasil observasi. Untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B. Nilai kesesuaian hasil observasi dan empiris (Modified-Mononobe) ditunjukkan pada Tabel 4.29 dan 4.30 Tabel 4.29 Kesesuaian Observasi dan Modified-Mononobe Hujan 2 jam Jam ke1 2
Kesesuaian (%) 32.70 -49.57
Tabel 4.30 Kesesuaian Observasi dan Modified-Mononobe Hujan 6 jam Jam ke1 2 3 4 5 6
Kesesuaian (%) 73.49 -28.43 -16.78 -36 -0.38 -38.61
Hasil kesesuaian hasil observasi dan empiris (Modified-Mononobe) hujan 2 dan 6 jam dapat dilihat pada Gambar 4.24 dan 4.25
Gambar 4.24 Kesesuaian Observasi dan Modified-Mononobe (2 jam)
Gambar 4.25 Kesesuaian Observasi dan Modified-Mononobe (6 jam) Nilai kesesuaian hasil observasi dan empiris (ABM dan Segitiga) ditunjukkan pada Tabel 4.31, 4.32 dan 4.33 Tabel 4.31 Kesesuaian Hasil Observasi dan Empiris (ABM dan Segitiga) hujan durasi 3 jam Jam
Kesesuaian Observasi dengan
ke-
ABM (%)
Segitiga (%)
1
-63.8
2.0
2
76.4
21.3
3
-27.9
-36.3
Tabel 4.32 Kesesuaian Hasil Observasi dan Empiris (ABM dan Segitiga) hujan durasi 4 jam Jam
Kesesuaian Observasi dengan
ke-
ABM (%)
Segitiga (%)
1
-54.4
-23.2
2
125.2
62.2
3
-38.7
-1.5
4
-54.6
-55.6
Tabel 4.33 Kesesuaian Hasil Observasi dan Empiris (ABM dan Segitiga) hujan durasi 5 jam Jam
Kesesuaian Observasi dengan
ke-
ABM (%)
Segitiga (%)
1
-69.75
-55.4
2
-67.94
19.6
3
147.67
13.1
4
22.19
37.6
5
25.6
-16.5
Hasil kesesuaian hasil observasi dan empiris (ABM dan Segitiga) hujan durasi3, 4, dan 5 jam dapat dilihat pada Gambar 4.26 - 4.28
Gambar 4.26 Kesesuaian Observasi, ABM dan Segitiga Hujan 3 Jam
Gambar 4.27 Kesesuaian Observasi, ABM dan Segitiga Hujan 4 Jam
Gambar 4.28 Kesesuaian Observasi, ABM dan Segitiga Hujan 5 Jam Dari tabel dan grafik kesesuaian dapat diamati bahwa pola agihan hujan observasi untuk durasi 3, 4 dan 5 jam lebih sesuai dengan pola agihan Segitiga jika dibandingkan dengan pola agihan ABM. Karena memiliki nilai penyimpangan yang lebih kecil daripada dengan pola agihan hujan ABM.
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan pada penelitian ini, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1.
Hasil analisis uji kepanggahan data hujan tahunan pada 3 stasiun hujan di Sub DAS Alang menunjukkan bahwa data dari ketiga stasiun hujan adalah panggah.
2.
Dari hasil analisis uji jaringan menunjukkan bahwa jumlah dan letak stasiun hujan tidak sesuai dengan ketentuan.
3.
Dari hasil pengelompokan data hujan di Sub DAS Alang didapat kejadian hujan 2,3,4,5 dan 6 jam, dengan kesimpulan bahwa karakteristik kejadian hujan adalah hujan durasi 3 jam.
4.
Dari hasil analisis kesesuaian didapat pola agihan hujan Modified-Mononobe tidak sesuai untuk semua agihan hujan, Modified-Mononobe hanya cocok untuk hujan dengan durasi 2 dan 6 jam.
5.
Dari hasil analisis kesesuaian didapat pola agihan hujan durasi 3, 4, dan 5 jam mengikuti pola agihan hujan Segitiga.
6.
Kesesuaian antara hasil observasi dan empiris menunjukkan adanya perbedaan yang cukup jauh. Dengan demikian pola agihan hujan jam-jaman di Sub DAS Alang sebaiknya mengikuti hasil dari observasi.
5.2 Saran
Beberapa saran yang berkaitan dengan penelitian ini adalah:
1.
Studi selanjutnya perlu menggunakan data-data hujan terbaru dan data dari stasiun otomatis dalam pengolahan data hidrologi.
2.
Untuk letak stasiun pencatat hujan yang tidak sesuai sebaiknya letaknya dipindah sesuai dengan letak stasiun pada jejaring Kagan.
3.
Studi selanjutnya perlu menganalisis lanjut tentang aliran dan masukan air dari masing-masing Sub DAS ke Waduk Gajah Mungkur.
DAFTAR PUSTAKA Bambang Triatmojo, 2008, Hidrologi Terapan. Beta Offset, Yogyakarta. CD Soemarto, (1986), Hidrologi Teknik. Usaha Nasional, Surabaya. Chow, Ven Te, dkk, 1998. Applied Hydrology. McGraw-Hill Book C0., Singapore. Dirgantara-Lapan, (2008), Perubahan Iklim Global Apa dan Bagaimana, Apklimatling, Jakarta. Mamok Soeprapto, (2000), Buku Pegangan Kuliah: Hidrologi. Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Sosrodarsono, S., dan Takeda., (1999), Hidrologi Untuk Pengairan. PT Pradnya Paramita, Jakarta. Sri Harto Br., (1993), Analisis Hidrologi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sri Harto Br., (2000), Hidrologi Teori Masalah Penyelesaian. Nafiri, Jakarta. Suripin, (2003), Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Andi, Yogyakarta. Susan Steele-Dunne, dkk.,2008, The impacts of climate change on hydrology in Ireland. University College, Dublin, Ireland. Thodsen, Hans. 2007. The influence of climate change on stream flow in Danish rivers. University of Compenhagen,Denmark.