PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
SEJARAH PERKEMBANGAN GEREJA PROTESTAN DI INDONESIA BAGIAN BARAT (GPIB) JEMAAT BETHESDA MARAU (IMPLIKASINYA TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT) 1970-2012 SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh :
SISKA PRILINGGA NIM : 091314036
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
SEJARAH PERKEMBANGAN GEREJA PROTESTAN DI INDONESIA BAGIAN BARAT (GPIB) JEMAAT BETHESDA MARAU (IMPLIKASINYA TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT) 1970-2012 SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh :
SISKA PRILINGGA NIM : 091314036
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015 i
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada : 1. Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan berkat dan rahmat-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, 2. Kedua orang tuaku terkasih, Bapak Soter Christianto dan Ibu Sonya Plorensia, yang telah membesarkanku dengan penuh kasih sayang, membimbingku dengan penuh kesabaran, dan selalu memotivasiku untuk terus belajar, 3. Kedua adikku terkasih, Feni Febriani Priska dan Triska Prigia, yang telah menjadi motivasiku untuk segera menyelesaikan skripsi ini, 4. Jemaat GPIB Bethesda Marau yang telah memberikan ijin kepada saya untuk menulis Sejarah Gereja GPIB Bethesda Marau.
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
MOTTO
Aku mau membuka mulut mengatakan amsal, aku mau mengucapkan teka teki dari zaman purbakala, yang telah kami dengar dan kami ketahui, dan yang diceritakan kepada kami oleh nenek moyang kami. (Mazmur 78:2-3) “Jas Merah” Jangan sekali-kali melupakan sejarah, tapi jangan juga sekalikali meratapi sejarah, karena yang seharusnya kita lakukan adalah belajar dari sejarah. (Soekarno – Dian Pradana – Siska Prilingga)
Tak ada kesulitan yang tak terkalahkan. Bahkan kesulitan yang bersifat khayalan pun bisa diatasi dengan berfikir yang benar. (Norman Vincent Peale)
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRAK
SEJARAH PERKEMBANGAN GEREJA PROTESTAN DI INDONESIA BAGIAN BARAT (GPIB) JEMAAT BETHESDA MARAU (IMPLIKASINYA TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT) 1970-2012
Siska Prilingga Universitas Sanata Dharma 2015
Tujuan skripsi ini adalah untuk mendeskripsikan tiga permasalahan pokok, yaitu : 1) Konteks sosio-historis masyarakat di wilayah pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau; 2) Tahap-tahap perkembangan GPIB Jemaat Bethesda Marau; 3) Implikasi dari kehadiran GPIB Jemaat Bethesda Marau terhadap kehidupan masyarakat. Penelitian
ini
menggunakan
metode
penelitian
historis,
dengan
menggunakan pendekatan sosial budaya. Metode penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-analitis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : 1) Suku Dayak Kendawangan tinggal di wilayah Kecamatan Marau. Kehidupan sosial-budaya masih mengikuti adat istiadat nenek moyang, dan secara ekonomi mengandalkan hasil hutan. 2) Tahap-tahap perkembangan GPIB Jemaat Bethesda Marau : periode masuknya injil di wilayah Kecamatan Marau (1970-1985), masa persiapan pelembagaan (1986-1990), masa pelembagaan (1991), dan masa Gereja Dewasa (1991-2012). 3) Implikasi hadirnya GPIB Jemaat Bethesda Marau : dibangunnya sekolah SMP Kristen Siloam Marau, upacara adat perkawinan dilakukan setelah adanya pemberkatan perkawinan di Gereja, dan terlaksananya program kerja GPIB : pengobatan gratis dan terbentuknya kelompok-kelompok usaha tani kelapa sawit.
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT
A HISTORY OF DEVELOPMENT OF THE BETHESDA PROTESTANT CHURCH IN WESTERN PART OF INDONESIA (GPIB BETHESDA) IN MARAU (IMPLICATION FOR THE LIFE OF COMMUNITY) 1970-2012
SiskaPrilingga Sanata Dharma University 2015
The purpose of this undergraduate thesis is to describe three main problems in the ministry of the Bethesda Protestant Church in Western Part of Indonesia (Bethesda Church) in Marau, West Borneo: 1) Socio-historical context of society in the service area of Bethesda Church; 2) Developmental stages of Bethesda Church; 3) Implication of the presence of Bethesda Church in the life of community in Marau. This study uses the method of historical research with socio-cultural approach. Moreover, the method of writing in this research is descriptiveanalytical. The results of this study are: 1) Dayak Kendawangan tribe lives in Marau. The socio-cultural life of Dayak people still follows the tradition of the elders, and economically rely on forest products. 2) Stages of development in Bethesda Church: the period of the entry of the gospel in Marau (1970-1985), the preparation
period
of
institutionalization
(1986-1990),
the
period
of
institutionalization (1991), and the period of full-fledged Church (1991-2012). 3) The implication of the presence of Bethesda Church in Marau include the establishment of the Siloam Christian Junior High School in Marau, traditional wedding ceremony performed after the blessing of the marriage in the Church and the implementation of the programs of Bethesda Church such as free treatment and the formation of groups of palm plantation farmers. ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan rahmat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Sejarah Perkembangan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Bethesda Marau (Implikasinya terhadap Kehidupan Masyarakat) 1970-2012”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan meraih gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Sanata Dharma, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, Program Studi Pendidikan Sejarah. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak mungkin dapat diselesaikan jika tanpa bantuan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Johanes Eka Priyatma, M.Sc, Ph.D., selaku Rektor Universitas Sanata Dharma
yang
telah
memberikan
kesempatan
untuk
belajar
dan
mengembangkan kepribadian penulis. 2. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 3. Bapak Indra Darmawan, S.E, M.Si, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Sanata Dharma. 4. Ibu Dra. Theresia Sumini, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 5. Bapak Drs. B. Musidi, M.Pd, selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar membimbing, memberikan banyak pengarahan dan masukkan, serta saran selama proses penulisan dan penyusunan skripsi ini. 6. Seluruh dosen dan pihak sekretariat Program Studi Pendidikan Sejarah, yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama penulis menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma.
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... iv HALAMAN MOTTO ............................................................................................v HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................ vi LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................... vii ABSTRAK .......................................................................................................... viii ABSTRACT .......................................................................................................... ix KATA PENGANTAR ............................................................................................x DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1 A. Latar Belakang ...........................................................................................1 B. Rumusan Masalah ......................................................................................8 C. Tujuan Penulisan ........................................................................................9 D. Manfaat Penulisan ......................................................................................9 E. Tinjauan Pustaka.......................................................................................10 F. Landasan Teori..........................................................................................13 G. Metodologi Penelitian ..............................................................................18 H. Sistematika Penulisan...............................................................................26 BAB II KONTEKS SOSIO-HISTORIS MASYARAKAT DI WILAYAH PELAYANAN GPIB JEMAAT BETHESDA MARAU ...................................................................................................28 A. Letak Geografis Kecamatan Marau..........................................................28 B. Asal-Usul Masyarakat di Wilayah Kecamatan Marau............ .................29 C. Agama dan Kepercayaan Asli Masyarakat di Wilayah Pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau. .................................................................31 D. Kehidupan Sosial-Budaya Masyarakat di Wilayah Pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau .................................................................34 xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
E. Mata Pencaharian Masyarakat di wilayah Pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau ............................................................................36 BAB III TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN GPIB JEMAAT BETHESDA MARAU...........................................................................38 A. Masuknya Injil di Wilayah Kecamatan Marau (1970-1985) ...................38 1. Periode Datangnya Para Penginjil dan Berdirinya Sekolah ...............38 2. Gereja Protestan Marau menjadi bagian dari Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat ..................................................................45 B. Masa Persiapan Pelembagaan (1986-1990)..............................................47 1. Pra Pelembagaan .................................................................................47 2. Kegiatan Pendewasaan .......................................................................48 C. Masa Pelembagaan (1991) ......................................................................52 D. Masa Gereja Dewasa (1991-2012) ..........................................................54 BAB IV IMPLIKASI KEHADIRAN GPIB JEMAAT BETHESDA MARAU TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT ..................58 A. Bidang Pendidikan ...................................................................................59 B. Bidang Sosial ...........................................................................................61 C. Bidang Budaya ........................................................................................62 D. Bidang Kesehatan ....................................................................................64 E. Bidang Ekonomi ......................................................................................65 BAB V PENUTUP ................................................................................................67 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................70 LAMPIRAN .........................................................................................................75
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Silabus ....................................................................................................................75 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ......................................................................80 Arsip-arsip Gereja ................................................................................................105 Nama-nama dan foto Ketua Majelis Jemaat GPIB Bethesda Marau ...................118 Daftar nama responden dan foto ..........................................................................119 Daftar Gambar ......................................................................................................121
xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) merupakan salah satu Gereja perintis Pekabaran Injil di pedalaman Kalimantan Barat, khususnya di wilayah Kecamatan Marau, Kabupaten Ketapang. Berdasarkan sejarahnya, GPIB lahir dari latar belakang Gereja Belanda. Semula, sebelum menjadi Gereja Mandiri, GPIB adalah bagian dari Gereja Protestan Indonesia (GPI) yang dulunya bernama “Indische Kerk”1 sebagaimana telah disetujui dan diputuskan melalui Surat Keputusan Wakil Tinggi Kerajaan di Indonesia tertanggal 1 Desember 1948 No 2.2 Itulah sebabnya GPIB selaku cabang dari GPI tidak memiliki latar belakang historis yang berpangkal pada kegiatan Zending secara langsung,3 melainkan terbentuknya GPIB ini sebagai hasil usaha dari GPI untuk manyatukan jemaat-jemaatnya yang ada di Indonesia bagian Barat, yang tidak terjangkau oleh Gereja-Gereja yang ada di Indonsia bagian Timur seperti Gereja Masehi Injili Minahasa (GMIM), Gereja Protestan Maluku (GPM), dan Gereja Masehi Injili Timor (GMIT). GPIB sebagai Gereja yang berdiri sendiri dalam lingkungan GPI, diresmikan pada tanggal 31 Oktober 1948, yang pada waktu itu bernama “De Protestantsche
1
Sopater Sularso, dkk, Gereja dan Kontekstualisasi, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1998, hlm. 15. 2 Situs resmi GPIB, http://id.m.wikipedia.org/wiki/Gereja_Protestan_di _Indonesia_bagian_Barat, diakses tanggal 14 April 2014. 3 http://immanueldepok.info/info-tentang-pembinaan-katekisasi-gpib/konteks-gereja/299-materi32-mengenal-gpib-secara-singkat-dan-jelas, diakses tanggal 14 April 2014.
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
Kerk in Westelijk Indonesie”.4 Teologi Gereja ini didasarkan pada ajaran Reformasi dari Yohanes Calvin, seorang Reformator Perancis. Pengaruh Calvin ini terlihat jelas pada sistem pemerintahan yang dianut oleh GPIB, yaitu sistem “Presbiterial-Sinodal”. Ketika pertama kali terbentuk pada tahun 1948, GPIB mempunyai 7 buah Klasis (kini disebut Mupel atau Musyawarah Pelayanan) dengan 53 Jemaat, yaitu: 1. Klasis Jabar (Jawa Barat), meliputi 9 Jemaat : Jakarta, Tanjung Priok, Jatinegara, Depok, Bogor,Cimahi, Bandung, Cirebon, dan Sukabumi. 2. Klasis Jateng (Jawa Tengah), meliputi 6 Jemaat : Semarang, Magelang, Yogyakarta, Cilacap, Nusakambangan, dan Surakarta. 3. Klasis Jatim (Jawa Timur), meliputi 12 Jemaat : Madiun, Kediri, Madura, Surabaya, Mojokerto, Malang, Jember, Bondowoso, Banyuwangi, Singaraja, Denpasar, dan Mataram. 4. Klasis Sumatra, meliputi 7 Jemaat : Sabang, Kotaraja, Medan, Pematang Siantar, Padang, Telukbayur, dan Palembang. 5. Klasis Bangka dan Riau, meliputi 4 Jemaat : Tanjung Pinang, Pangkal Pinang, Muntok, dan Tanjungpandan. 6. Klasis Kalimantan, meliputi 8 Jemaat : Singkawang, Pontianak, Banjarmasin, Samarinda, Balikpapan, Tarakan, Sanga-sanga, dan Kotabaru. 7. Klasis Sulawesi, meliputi 7 Jemaat : Makassar, Pare-pare, Watansopeng, Raha, Palopo, Bone, dan Malino.5 Dengan jumlah warga Jemaat GPIB pada saat itu sekitar 10% dari jumlah anggota GPI yang pada tahun 1973 berjumlah 720.000 warga GPI. Dalam sejarah perkembangannya, GPIB sebagai salah satu Gereja Mandiri dari lingkungan Gereja Protestan Indonesia (GPI), memiliki tantangan untuk mengubah tradisi yang telah tertanam di dalam kehidupan GPIB, yang mana Gereja dianggap sebagai Gereja Pejabat atau Gereja Pendeta, sehingga memunculkan persepsi bahwa yang boleh melayani di Gereja dan Jemaatnya 4
Thomas van den End, Sejarah Gereja di Indonesia 2 1860-sekarang : Ragi Cerita, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1987, hlm. 54. 5 Situs Resmi GPIB, http://www.gpib.org/tentang-gpib, diakses tanggal 14 April 2014.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
hanyalah Pendeta atau para Pejabat. Hal inilah yang membuat GPIB pada masamasa awal kemandiriannya mengalami kesulitan di dalam menggerakkan warga jemaatnya untuk ikut serta di dalam pelayanan. Maka, untuk mengatasi persoalan yang sedang dihadapi Gerejanya, GPIB merancang suatu program baru yang diharapkan dapat membuka wawasan berpikir warga jemaat serta pejabatpejabatnya. Maka pada tahun 1960, melalui Sidang Sinode VI di Gadog, Jawa Barat, dibahaslah mengenai “pemahaman ekklesiologis GPIB dan kehadiran yang Missioner”. Melalui pembahasan ini, ditekankan bahwa Gereja itu ada karena panggilanNya dan oleh karenanya Gereja harus hidup sedemikian rupa sehingga Injil diberitakan dan diterjemahkan dalam berbagai bentuk untuk membaharui masyarakat, baik secara struktural maupun secara fungsional. Maksud GPIB dalam hal ini adalah supaya Gereja dan warga masyarakat bersama-sama membangun masa depannya. Maka, melalui Sidang Sinode ke VI ini, diproklamirkan bahwa GPIB adalah Gereja yang Missioner dan seluruh wilayah pelayanan GPIB adalah sasaran Pekabaran Injil. Pada perkembangan selanjutnya, konsep Jemaat Missioner6 inilah yang menjadi kunci penting dalam upaya konsolidasi pelayanan dan organisasi GPIB, serta memberikan arah baru bagi Tata Gereja GPIB, tanpa meninggalkan sistem “Presbiterial-Sinodal”.7 Pemahaman tentang Jemaat Missioner, dilaksanakan GPIB melalui berbagai bentuk kegiatan seperti : pembinaan jemaat dan para pejabat, serta melaksanakan berbagai proyek Pekabaran Injil di desa-desa. Usaha Pekabaran Injil ini 6
Situs Resmi GPIB, GPIB Menuju Jemaat Yang Missioner, http://www.gpib.org/artikel/gpibmenuju-jemaat-yang-misioner, diakses tanggal 12 Februari 2014. 7 Ongirwalu, H, Sejarah Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) 1948-1990, hlm. 6-7.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
dilaksanakan oleh GPIB di beberapa daerah seperti di Banten Selatan, Subang, Comal, Kerinci, Lampung, Riau, Bangka, Kalimantan Barat, Timur dan Selatan, serta Banyuwangi. Dalam usaha pelaksanaan Pekabaran Injil tersebut, GPIB mengadakan kerja sama dengan badan-badan pelayanan Pekabaran Injil seperti OMF tahun 1963, YPPII Batu Malang tahun 1964, dan ZNHK tahun 1968.8 Di Kalimantan Barat, khususnya di wilayah pedalaman Kalimantan Barat, GPIB hadir dengan menggandeng Yayasan Pelayanan Pekabaran Injil Indonesia (YPPII) Batu Malang, Jawa Timur. YPPII Batu Malang ini dijadikan sebagai wadah dari pelayanan Pekabaran Injil yang akan dilaksanakan oleh mahasiswamahasiswa praktikan dari Institut Injil Indonesia Batu Malang. Ada 2 alasan mengapa wilayah Kalimantan Barat dijadikan sebagai salah satu tempat dilaksanakannya Pekabaran Injil. Alasan pertama adalah karena secara historis, sejak semula Kalimantan Barat itu merupakan wilayah pelayanan dari Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB). Alasan kedua merupakan alasan teologis yang berkaitan dengan konsep “Jemaat Missioner”, di mana Misi Gereja adalah untuk memberitakan firman, yang dilaksanakan dalam bentuk Pemberitaan Injil ke berbagai wilayah, dan salah satu wilayah yang dijadikan sebagai pusat Pekabaran Injil adalah wilayah Kalimantan Barat. Semula, sebelum
kegiatan penginjilan
dilaksanakan
di
pedalaman
Kalimantan Barat, pada tahun 1968 Rektor Institut Injil Indonesia bersama YPPII Batu Malang Jawa Timur mengadakan kunjungan ke Jemaat GPIB “Siloam”
8
Ibid., hlm. 8.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
Pontianak9, Kalimantan Barat. Maksud dari dilaksanakannya kunjungan tersebut adalah untuk mencari informasi mengenai wilayah pedalaman Kalimantan Barat, sekaligus mengajak Jemaat GPIB “Siloam” Pontianak untuk bersama-sama melaksanakan kegiatan penginjilan di pedalaman Kalimantan Barat. Maksud tersebut mendapat respon yang cukup baik, sehingga tak lama setelah itu, kegiatan penginjilan di pedalaman Kalimantan Barat pun mulai dilaksanakan.10 Pada tahun 1970, para penginjil tersebut memulai perjalanan mereka. Para penginjil yang dikirim oleh Institut Injil Indonesia Batu Malang Jawa Timur ini berada di bawah pimpinan Bapak SA. Kelly yang pada saat itu merupakan salah satu mahasiswa senior Institut Injil Indonesia Batu Malang. Para penginjil ini mulai memasuki pedalaman Kalimantan Barat melalui kota Pontianak, untuk kemudian melanjutkan perjalanan mereka ke Kabupaten Ketapang. Setibanya di Kabupaten Ketapang, mereka bertemu dengan Jemaat GPIB “Ebenhezer” Ketapang (dulu disebut Gereja Ketapang karena merupakan satu-satunya Gereja Kristen Protestan yang ada di Ketapang namun belum memiliki nama).11 Jemaat GPIB “Ebenhezer” Ketapang pada saat itu juga menerima pelayanan dari para penginjil utusan dari Institut Injil Indonesia Batu Malang, dan dari Jemaat GPIB “Ebenhezer” Ketapang jugalah para penginjil ini mendapatkan informasi mengenai Marau (Kecamatan Marau). Para penginjil memasuki daerah Marau melalui jalur Pesaguan–Pengancing–Tumbang Titi, baru kemudian tiba di Marau 9
Jemaat GPIB “Siloam” Pontianak merupakan salah satu dari 53 Jemaat GPIB pada saat pertama kali terbentuk tahun 1948. 10 Wawancara dengan Pendeta Urbanus Latudasan, tokoh Penginjil tahun 1970-an, 1 Oktober 2013. 11 Majelis Jemaat GPIB Ebenhezer Ketapang, Sejarah Gereja GPIB EBENHEZER Ketapang, Ketapang, Majelis Jemaat GPIB Ebenhezer Ketapang, 2009, hlm. 25-26.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6
(Kecamatan Marau).12 Setibanya di Marau, para penginjil pun mulai membuka pos-pos pelayanan. Mereka mulai mengajarkan tentang agama Protestan kepada masyarakat sekitar, dan ternyata hal tersebut bisa diterima dengan cukup baik oleh masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah Kecamatan Marau tersebut, terutama masyarakat yang ada di Dusun Tempayak Desa Sukakarya, tempat di mana pos pelayanan pertama kali dibuka di wilayah Kecamatan Marau. 13 Adanya penerimaan yang baik dari masyarakat setempat membuat agama Protestan terus mengalami perkembangan yang signifikan. Perkembangan agama Protestan di wilayah Kecamatan Marau pun semakin pesat, terlebih setelah dibangunnya Sekolah Menengah Pertama (SMP Kristen Siloam Marau) pada tahun 1972. Selain sekolah, dibangun pula Asrama Propeka yang diperuntukkan bagi anak-anak sekolah, di mana pada awal dibukannya, Asrama Propeka ini berhasil menampung kurang lebih sekitar 70 anak-anak sekolah yang bersekolah di SMP Kristen Siloam Marau.14 Sedangkan gedung gerejanya sendiri sudah dibangun sejak tahun 1971,15 tak lama setelah para penginjil tiba di Marau (Kecamatan Marau). GPIB “Bethesda” Marau yang semula bernama GPIB “Siloam” Marau ini pertama kali dibangun pada tahun 1971. Gedung gereja pertama dibangun dengan bentuk yang masih sangat sederhana. Luas bangunan gedung gerejanya kurang
12
Idem. Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu Malang Jawa Timur, Pendeta Urbanus Latudasan, 1Oktober 2013. 14 Majelis Jemaat GPIB Ebenhezer Ketapang, op. cit., hlm. 59. 15 Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu Malang Jawa Timur, Pendeta Urbanus Latudasan, 1 Oktober 2013. 13
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
lebih sekitar 4 x 6 meter.16 Gedung gereja ini merupakan gedung gereja pertama yang dibangun di wilayah Kecamatan Marau. Letak gedung gereja ini berada di Dusun Tempayak Desa Sukakarya. GPIB “Bethesda” Marau yang berhasil didewasakan pada tanggal 25 Agustus 199117 ini adalah Gereja induk bagi GerejaGereja Protestan yang berada di wilayah Kecamatan Marau dan sekitarnya. Sebagai Gereja Dewasa dan Mandiri, GPIB “Bethesda” Marau mempunyai daerah pelayanan yang berada di 3 Kecamatan, yakni Kecamatan Marau, Kecamatan Manis Mata, dan Kecamatan Jelai Hulu, yang terdiri dari 23 Pos Pelkes (Pelayanan dan Kesaksian), dengan jumlah kepala keluarga 925 KK, serta jumlah jiwa sebanyak 2.972 Jiwa.18 Peneliti memilih judul “Sejarah Perkembangan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Bethesda Marau (Implikasinya terhadap kehidupan masyarakat) 1970-2012” sebagai obyek penelitiannya, alasannya adalah selain untuk menceritakan kembali melalui media tulisan tentang sejarah perkembangan GPIB Jemaat “Bethesda” Marau yang ternyata selama ini belum banyak diketahui oleh warga jemaat GPIB “Bethesda” Marau secara khusus dan umat GPIB secara umum, juga untuk melihat makna dari hadirnya GPIB Jemaat Bethesda Marau di tengah-tengah kehidupan masyarakat di wilayah Kecamatan Marau.
16
Wawancara dengan Majelis Jemaat GPIB Bethesda Marau, Penatua Soter, 25 Juli 2013. Arsip Jemaat GPIB Bethesda Marau, Laporan keadaan pos-pos Pelkes GPIB Bethesda Marau, 1991. 18 Arsip Jemaat GPIB Bethesda Marau, Rekapitulasi data Jemaat GPIB Bethesda Marau, 2012. 17
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penulisan yang telah dikemukakan di atas, maka penulis mengajukan beberapa pokok permasalahan, sebagai berikut : 1. Bagaimanakah konteks sosio-historis masyarakat di wilayah pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau? 2. Bagaimanakah tahap-tahap perkembangan GPIB Jemaat Bethesda Marau? 3. Bagaimanakah implikasi dari kehadiran GPIB Jemaat Bethesda Marau terhadap kehidupan masyarakat sekitar?
Persoalan pertama, membahas letak geografis Kecamatan Marau, asal-usul masyarakat, agama dan kepercayaan asli masyarakat, kehidupan sosial-budaya masyarakat, serta mata pencaharian masyarakat di wilayah pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau. Persoalan kedua, membahas tahap-tahap perkembangan GPIB Jemaat Bethesda Marau, yaitu periode masuknya Injil di wilayah Kecamatan Marau (1970-1985), masa persiapan pelembagaan (1986-1990), masa pelembagaan (1991), dan masa Gereja dewasa (1991-2012). Persoalan ketiga, membahas pengaruh kehadiran GPIB Jemaat Bethesda Marau terhadap kehidupan masyarakat sekitar dalam berbagai bidang kehidupan, yaitu dalam bidang pendidikan, sosial, budaya, kesehatan, dan ekonomi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9
C. Tujuan Penulisan Tujuan dari diadakannya penulisan Sejarah Gereja ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk memaparkan latar belakang kehidupan sosial masyarakat di wilayah pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau. 2. Untuk menguraikan tahap-tahap perkembangan GPIB Jemaat Bethesda Marau. 3. Untuk memaparkan implikasi dari kehadiran GPIB Jemaat Bethesda Marau terhadap kehidupan masyarakat sekitar.
D. Manfaat Penulisan Manfaat dari diadakannya penulisan Sejarah Gereja ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan Penulisan sejarah Gereja ini diharapkan mampu memberikan sumbangan ilmu pengetahuan mengenai sejarah Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat, serta mampu melihat lebih mendalam mengenai pengaruh kehadiran Gereja di tengah kehidupan masyarakat. 2. Bagi Gereja-Gereja di Indonesia Gereja dapat berefleksi dan mengevaluasi kehadirannya di tengah-tengah masyarakat, untuk selanjutnya menentukan langkah-langkah strategis dalam mewujudkan aksi nyata demi mewujudkan masyarakat yang lebih berdaya guna dan berhasil guna.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
10
3. Bagi GPIB Jemaat Bethesda Marau Penulisan sejarah Gereja ini dapat menjadi sarana bagi jemaat GPIB untuk memperoleh gambaran yang cukup mendalam tentang perkembangan GPIB Jemaat Bethesda Marau, serta menjadi dokumen historis tertulis pertama yang akan menjadi sumbangsih bagi penulisan Sejarah GPIB Jemaat Bethesda Marau pada khususnya dan data Jemaat GPIB pada umumnya. 4. Bagi Pengembangan Diri Penelitian dan penulisan sejarah Gereja ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis mengenai sejarah Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat secara umum, serta sejarah GPIB Jemaat Bethesda Marau secara khusus. Selain itu, melalui penulisan sejarah ini, penulis dapat belajar menulis sejarah dan menganalisis setiap permasalahan yang terjadi, agar kelak bisa menjadi guru serta menjadi penulis sejarah yang bisa dibanggakan.
E. Tinjauan Pustaka Dalam penulisan Sejarah Gereja dengan judul “Sejarah Perkembangan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Bethesda Marau (Implikasinya Terhadap Kehidupan Masyarakat) 1970-2012” ini, peneliti menggunakan beberapa buku sebagai acuan untuk menganalisis berbagai permasalahan yang akan dipecahkan. Beberapa diantaranya adalah : Sejarah Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) 1948-1990, ditulis oleh Pdt. H. Ongirwalu, M. Th. Buku ini berisi tentang kisah perjalanan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) sejak bedirinya tahun 1948
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11
sampai tahun 1990. Selain itu, dijelaskan pula mengenai perjuangan GPIB untuk keluar dari keadaan yang lama yang berhubungan dengan warisan-warisan Gereja Protestan Indonesia (GPI), dan memasuki keadaan yang baru, yaitu untuk menemukan diri sebagai satu Gereja Mandiri di tengah pergumulan masyarakat. Menurut buku ini, periodisasi sejarah GPIB dibagi ke dalam 3 periode : periode pertama (1948-1970) disebut sebagai Konsolidasi, periode kedua (1970-1982) disebut Masa Pembangunan (konsep Jemaat Missioner), periode ketiga (19821990) adalah Masa Kemandirian GPIB, dalam arti bahwa GPIB bukan hanya mandiri dalam daya dan dana, tetapi juga merumuskan visi dan misinya mengenai hakekat hidup dan pelayanannya sebagai Gereja. Sejarah Gereja di Indonesia, ditulis oleh Dr. Th. Muller Kruger, diterbitkan di Jakarta tahun 1966 oleh BPK Gunung Mulia. Buku ini berisi tentang penanaman dan perkembangan Gereja di Indonesia sejak zaman Portugis hingga kemunduran VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie). Di dalamnya termuat permulaan Gereja pada zaman Portugis, penyebaran Gereja di Indonesia pada zaman VOC, Gereja Protestan Indonesia (GPI) “Indische Kerk” sebagai pengganti Gereja VOC, dan persebaran Gereja di berbagai wilayah, termasuk wilayah Kalimantan Barat. Menurut buku ini, penginjilan di Kalimantan Barat telah dimulai sekitar tahun 1839, di mana “American Board of Commissioner for Foreign Missions” memulai usaha Pekabaran Injil di Pontianak dan sekitarnya, namun karena kesulitan bahasa mengakibatkan usaha tersebut dihentikan (1850). Baru pada tahun 1906, Pekabaran Injil Methodis dimulai kembali di Pontianak, di mana masih ada beberapa orang Kristen Tionghoa tamatan pendidikan Methodis
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12
di Singapura yang berhasil dalam proses penginjilan, sehingga jumlah orangorang Kristen mulai berlipat ganda. Tempat pekerjaannya ialah di Singkawang, Pontianak, dan Pemangkat. Sejarah Gereja di Indonesia 2 1860-sekarang (Ragi Cerita), ditulis oleh Dr. Thomas van den End, diterbitkan di Jakarta tahun 1987 oleh BPK Gunung Mulia. Buku ini menjelaskan tentang sejarah Gereja Protestan di Indonesia, Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat, Pekabaran Injil dan persebaran Gereja di banyak pulau di Indonesia, termasuk di pulau Kalimantan, dan pengaruh Gereja bagi kehidupan masyarakat. Menurut buku ini, antara tahun 1839-1850 sudah terdapat tenaga zending dari Amerika di daerah Kalimantan Barat, tetapi usaha mereka tidak membawa hasil yang nyata, sehingga dihentikan. Pada tahun 1906, “Board of Foreign Missions of the Methodist Episcopal Church” di Amerika, yang telah bekerja di Serawak, menangani Pekabaran Injil di kalangan orang Cina di Pontianak dan sekitarnya. Karya ini meluas dengan cepat, sehingga pada tahun 1922, karya Pekabaran Injil tersebut telah mencakup orang Dayak di daerah tersebut. Tetapi pada tahun 1928, Zending Methodist menarik diri dari Kalimantan (dan Jawa). Usaha Pekabaran Injil di Kalimantan Barat diserahkan kepada Gereja Protestan Indonesia (GPI), yang meneruskannya dalam kerjasama Basler Mission. Sejarah Perkembangan Iman Dari Awal Sampai Dengan Masa Kini dan Sejarah Perkembangan Iman di Indonesia, ditulis oleh Christ Verhaak, tahun 1987 di Yogyakarta, penerbit Pradnyawidya. Buku ini berisi tentang sejarah perkembangan iman di Indonesia pada masa kuno, masa penjajahan, masa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13
kemerdekaan, hingga masa Konsili Vatikan II dan sesudahnya. Di dalam buku ini, Verhaak menjelaskan bahwa tonggak sejarah perkembangan iman di Indonesia sudah dimulai pada saat VOC dibubarkan pada tahun 1799. Kebebasan beragama mulai diberikan oleh pemerintah penjajah dalam hal ini Negara Belanda yang pada saat itu menggantikan kedudukan VOC di Indonesia. Dari sinilah, GerejaGereja di Indonesia terus mengusahakan perkembangan dengan melakukan berbagai macam hal mulai dari membuat suatu persepakatan resmi mengenai pemisahan Gereja dengan Negara, hingga melaksanakan pewartaan dan penghayatan iman di seluruh wilayah Nusantara yang menghasilkan berbagai macam karya kehidupan baik dalam bidang pengajaran agama, pendidikan di sekolah-sekolah, kesehatan, maupun pelayanan kepada masyarakat. Walaupun mengalami banyak kesulitan, namun Gereja di Indonesia tidak pernah menyerah dan terus berkembang untuk menjadi Gereja yang dewasa dan mandiri.
F. Landasan Teori 1. Sejarah Kata “sejarah” berasal dari bahasa Arab, yaitu syajara yang berarti terjadi, syajarah yang berarti pohon, syajarah an-nasab berarti pohon silsilah.19 Menurut bahasa Arab, sejarah sama artinya dengan sebuah pohon yang terus berkembang dari tingkat sederhana, ke tingkat yang lebih maju. Dalam bahasa Inggris, kata “sejarah” (history)20 berarti masa lampau umat
19 20
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta, PT Bentang Pustaka, 1995, hlm. 1. Idem.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14
manusia. Sedangkan dalam bahasa Jerman, kata “sejarah” (geschichte) berarti sesuatu yang telah terjadi.21 Dengan demikian, sejarah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia dan bahkan berkembang sesuai dengan perkembangan kehidupan manusia dari tingkat yang sederhana ke tingkat yang lebih modern. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang ditulis oleh W.J.S Poerwadarminta, sejarah mengandung tiga pengertian : Pertama, sejarah berarti silsilah atau asal usul. Kedua, sejarah berarti kejadian dan peristiwa yang benarbenar terjadi pada masa lampau. Ketiga, sejarah berarti ilmu pengetahuan atau uraian tentang kejadian atau peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau.22
2. Perkembangan Menurut Kamus Terbaru Bahasa Indonesia, perkembangan adalah perihal berkembang.23 Berkembang berarti mekar terbuka atau membentang, menjadi besar, luas, dan banyak, serta menjadi bertambah sempurna dalam hal kepribadian, pikiran, pengetahuan, dan sebagainya. Dalam “Dictionary of Psychology (1971) dan The Penguin Dictionary of Prychology (1988)”, Perkembangan diartikan sebagai tahapan-tahapan perubahan yang progresif yang terjadi dalam rentang kehidupan manusia dan organisme
21
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, Jakarta, Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, 1975, hlm. 27. 22 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1966, hlm. 208-209. 23 Tim Reality, Kamus Terbaru Bahasa Indonesia, Surabaya, Reality Publisher, 2008, hlm. 356.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15
lainnya tanpa membedakan aspek-aspek yang terdapat dalam diri organisme tersebut. Neil. J. Salkind dalam bukunya “Teori-teori perkembangan Manusia” menyatakan bahwa “Perkembangan (development) adalah serangkaian perubahan yang bergerak maju dalam pola yang terukur sebagai hasil interaksi antara faktor biologis dan lingkungan”.24 Selain itu, Elizabeth B. Hurlock dalam bukunya “Psikologi Perkembangan” juga menyatakan bahwa istilah perkembangan berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman.25 Maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan adalah serangkaian perubahan yang terjadi secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, yang terjadi dalam diri individu sebagai hasil dari interaksi.
3. Gereja Istilah gereja berasal dari bahasa Portugis yaitu igreja, yang berarti kawanan domba yang dikumpulkan oleh gembala. Dalam pemakaiannya saat ini, kata igreja merupakan bentuk terjemahan dari bahasa Yunani yaitu kyriake, yang berarti sebutan bagi orang-orang yang menjadi milik Tuhan. Artinya, mereka yang percaya dalam iman yang sungguh kepada Yesus Kristus sebagai Juru Selamat. Dalam bahasa Yunani, ada suatu kata lain yang berarti “gereja” yaitu “ekklesia” yang berarti mereka yang dipanggil. 24
Neil J. Salkind, Teori-teori perkembangan manusia : Sejarah Kemunculan, Konsepsi Dasar, Analisis Komparatif dan Aplikasi, Bandung, Nusamed, 2009, hlm. 4. 25 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi perkembangan : suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. edisi kelima, Jakarta, Erlangga, 1980, hlm 2.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16
Thomas van den End dalam bukunya yang berjudul “Harta Dalam Bejana” mendefinisikan Gereja sebagai persekutuan orang yang dipersatukan dalam Kristus, dibimbing oleh Roh Kudus dalam ziarah mereka menuju Kerajaan Bapa, dan yang telah menerima warta keselamatan untuk disampaikan kesemua orang.26 Dalam Kamus Terbaru Bahasa Indonesia, Gereja diartikan sebagai tempat ibadah orang Kristen.27 Gereja dengan huruf awal “g” dan bukan “G” dapat dimengerti sebagai suatu gedung (rumah) tempat berdoa dan melakukan upacara agama (Kristen).28 Dalam lingkup GPIB, Gereja diartikan sebagai persekutuan orang percaya, sebagai umat yang terpanggil dan dihimpun oleh Allah Bapa, keluar dari kegelapan menuju kepada Yesus Kristus yang adalah terang dunia.29
4. Jemaat Kata “Jemaat” adalah kata serapan dari bahasa Arab. Menurut Kamus Terbaru Bahasa Indonesia, Jemaat adalah himpunan umat.30 Maka dapat disimpulkan bahwa kata Jemaat yang dimaksudkan dalam judul skripsi ini adalah himpunan umat yang dipanggil keluar untuk menjadi murid Kristus.
5. Implikasi Implikasi dapat kita temukan artinya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 26
Thomas van den End, Harta Dalam Bejana, Jakarta, BPK Gunung Mulia, hlm. 7. Tim Reality, op. cit., hlm. 260. 28 W.J.S. Poerwadarminta, op. cit., hlm. 318. 29 Majelis Sinode GPIB, Pokok-pokok Kebijakan Umum Panggilan dan Pengutusan Gereja (PKUPPG) Buku II, Jakarta, Majelis Sinode GPIB, 2010, hlm. 6. 30 Tim Reality, op. cit., hlm. 318. 27
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
yang bermakna keterlibatan atau keadaan terlibat, yang termasuk atau tersimpul yang disugestikan, tetapi tidak dinyatakan.31 Arti luasnya ialah mempunyai hubungan keterlibatan, kepentingan umum / kepentingan pribadi sebagai anggota masyarakat. Jadi, penulis mengambil kesimpulan bahwa yang dimaksud implikasi dalam judul skripsi ini adalah mengenai pengaruh yang dimunculkan dari hadirnya agama Protestan, khususnya Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Bethesda Marau terhadap kehidupan masyarakat di lingkungan sekitar tempat di mana Gereja tumbuh dan berkembang.
6. Masyarakat Dalam bahasa Inggris, masyarakat disebut society, asal katanya socius yang berarti kawan. Istilah “masyarakat” berasal dari bahasa Arab, yaitu syirk, artinya bergaul. Para ahli seperti Maclver, J.L.Gillin dan J.P.Gillin berpendapat bahwa masyarakat merupakan suatu kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu, yang bersifat berkelanjutan dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama.32 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, masyarakat diartikan sebagai sehimpunan manusia yang hidup bersama dalam suatu tempat dengan ikatanikatan aturan tertentu.33
31
Suharso, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Semarang, Widya Karya, 2011, hlm. 178. Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar : Teori dan Konsep Ilmu Sosial, Bandung, PT Eresco, 1986, hlm. 26. 33 Suharso, op. cit., hlm. 312. 32
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
G. Metodologi Penelitian Metodologi didefinisikan sebagai ilmu atau kajian tentang metode.34 Metode adalah cara atau prosedur untuk mendapatkan objek. Metode juga dikatakan sebagai cara untuk berbuat atau mengerjakan sesuatu dalam suatu sistem yang terencana dan teratur. Jadi, metode selalu erat hubungannya dengan prosedur, proses, atau teknik yang sistematis untuk melakukan penelitian disiplin tertentu. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan objek penelitian.35 Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan Sejarah Gereja dengan judul “Sejarah Perkembangan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Bethesda Marau (Implikasinya terhadap kehidupan masyarakat) 19702012”, mencakup lima tahapan penelitian, yaitu ; pemilihan topik, heuristik (pengumpulan sumber), verifikasi (kritik sejarah atau keabsahan sumber), interpretasi (analisis dan sintesis), dan historiografi (penulisan).36 1) Pemilihan Topik Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan topik, yaitu ; kedekatan emosional, kedekatan intelektual, dan rencana penelitian.37 Dalam melaksanakan penelitian, peneliti dapat menggunakan beberapa acuan pertanyaan seperti ; a) where, menunjuk pada daerah mana yang menjadi objek penelitian, b) when, menunjuk pada batasan waktu yang dipilih, c) who, menunjuk pada siapa saja yang terlibat didalamnya, d) what, menunjuk pada apa yang dilakukan oleh
34
Suhartono W. Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2010, hlm. 11. Idem. 36 Kuntowijoyo, op. cit., hlm. 90. 37 Ibid., hlm. 91. 35
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
19
pelaku, e) why, menunjuk pada pertanyaan mengapa pelaku melakukan perbuatan itu, dan f) how, menunjuk pada pertanyaan bagaimana terjadinya peristiwa itu.38 Penulisan Sejarah Gereja ini dilakukan oleh peneliti karena adanya kedekatan emosional dan intelektual antara peneliti dengan topik penelitian yang berjudul “Sejarah Perkembangan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Bethesda Marau (Implikasinya terhadap kehidupan masyarakat) 1970-2012”. Dalam hal ini, kedekatan emosional peneliti dapat diketahui dari ketertarikan peneliti terhadap topik penelitian, yang mana objek penelitiannya berada di lingkungan di mana peneliti tumbuh dan besar di sana. Selain itu, orang tua peneliti yang juga merupakan pejabat Gereja, memberikan kemudahan kepada peneliti untuk memperoleh data. Sedangkan kedekatan intelektual peneliti dapat dilihat melalui ketertarikan peneliti terhadap buku-buku bacaan yang berkaitan dengan objek penelitian, seperti Sejarah Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) 1948-1990, yang ditulis oleh Pendeta H. Ongirwalu, M. Th.
2) Heuristik (Pengumpulan Sumber) Sumber (sumber sejarah disebut juga data sejarah; bahasa inggris datum bentuk tunggal, data bentuk jamak; bahasa inggris datum berarti pemberian) yang dikumpulkan harus sesuai dengan jenis sejarah yang akan ditulis. Sumber menurut bahannya, dibagi menjadi dua, yaitu tertulis dan tidak tertulis, atau dokumen dan artifact. Sedangkan menurut urutan penyampaiannya, sumber sejarah dibagi 38
Yoel Febriantoro, “Sejarah Gereja Kristen Injili Indonesia di Bengko, Rejang Lebong, Bengkulu 1983-2008 : Mengembala di Tengah Lebatnya Rimba Sumatra”, Skripsi Sarjana Pendidikan, Perpustakaan USD, Yogyakarta, 2013, hlm. 23.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
kedalam sumber primer dan sumber sekunder. Sumber sejarah disebut primer bila disampaikan oleh pelaku sejarah atau saksi mata, misalnya catatan rapat, daftar anggota organisasi, dan arsip-arsip laporan seseorang. Sedangkan sumber sekunder menurut ilmu sejarah ialah yang disampaikan oleh bukan saksi mata.39 Sumber sekunder ini merupakan sumber pendukung dari sumber utama (sumber primer). Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data-data penelitian melalui : a) Studi Kepustakaan Studi kepustakaan dilakukan oleh penulis untuk menjaring data primer dan data sekunder melalui perpustakaan-perpustakaan, media massa, dan arsip-arsip dari instansi-instansi yang berkaitan dengan permasalahan. Dalam hal ini, peneliti mengumpulkan data-data dari dokumen arsip milik kantor Gereja Protestan yang beralamat di Dusun Tempayak, Desa Sukakarya, Kecamatan Marau, Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat. Arsiparsip Gereja ini meliputi Laporan Keadaan Pos-Pos Pelkes GPIB “Bethesda” Marau tahun 1991, Surat Keputusan Majelis Sinode GPIB tentang Pelembagaan Jemaat GPIB “Bethesda” Marau – Kalimantan Barat tahun 1991, dan Surat Keputusan Majelis Sinode GPIB tentang Pengangkatan Penatua dan Diaken selaku anggota-anggota Majelis Jemaat GPIB “Bethesda” Marau masa tugas 1988-1992. Selain itu, penulis juga menggunakan buku-buku yang relevan dengan topik yang diajukan, seperti buku Sejarah Gereja GPIB “Ebenhezer” 39
Kuntowijoyo, op. cit,. hlm. 97.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21
Ketapang dan buku Sejarah Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) 1948-1990 yang ditulis oleh Pendeta H. Ongirwalu, M. Th. b) Wawancara Wawancara merupakan proses pengumpulan data secara lisan, dengan cara melakukan tanya jawab dengan orang-orang yang terkait dengan topik penelitian. Dalam hal ini, wawancara dilakukan terhadap informan yang terdiri dari para penginjil, para pendeta, pejabat-pejabat Gereja (Penatua/Diaken), serta masyarakat setempat yang berada di wilayah obyek penelitian. Pelaku penginjilan yang berhasil diwawancarai oleh penulis terdiri dari dua orang, yaitu Pendeta Urabanus Latudasan (69 tahun), Bapak Yonatan A. Kabu (65 tahun). Kedua orang ini merupakan para penginjil yang berasal dari Institut Injil Indonesia Batu Malang, Jawa Timur. Selain kedua orang penginjil ini, penulis juga berhasil mewawancarai masyarakat setempat yang menerima penginjilan dan juga pernah menjabat pejabat Gereja GPIB “Bethesda” Marau, yaitu Bapak Kimtia (72 tahun) dan Bapak Kristianto Persen (72 tahun). c) Observasi Observasi dilakukan dengan jalan mengadakan pengamatan secara langsung terhadap obyek penelitian sejarah40, yaitu gedung gereja GPIB “Bethesda” Marau. Dari hasil observasi ini, diketahui bahwa terdapat dua bangunan gedung gereja. Bangunan gedung gereja pertama berukuran 5 x 10 meter, dibangun pada tahun 1976. Bangunan gedung gereja pertama ini
40
Wariso RAM, dkk, Pemukiman Sebagai Kesatuan Ekosistem Daerah Kalimantan Barat, Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986, hlm. 3.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
22
sekarang berfungsi sebagai gedung serba guna. Bangunan gedung gereja kedua berukuran 10 x 22 meter, berfungsi sebagai tempat ibadah. Gedung gereja ini terdiri dari ruang konsistori (Kantor Gereja) dan ruang ibadah. Selain itu, dibelakang bangunan gedung gereja juga terdapat bangunan gedung SMP Kristen Siloam Marau yang dibangun pada tahun 1972. SMP ini juga merupakan hasil dari kegiatan penginjilan.
3) Verifikasi (Kritik Sumber atau Keabsahan Sumber) Setelah sumber-sumber yang diperlukan dalam penelitian berhasil dikumpulkan, langkah berikutnya adalah melakukan kritik sumber. Tujuan dari kritik sumber ini adalah untuk mengetahui kebenaran informasi atau untuk menguji otentisitas dan kredibilitasnya. Kritik sumber terdiri dari dua macam, yaitu kritik ekstern (autentisitas / keaslian sumber) dan kritik intern (kredibilitas / kebiasaan dipercayai).41 Kritik ekstern, dilakukan dengan cara meneliti data dalam dokumen yang akan digunakan, melalui pemakaian bahasa, corak penulisannya, dan lain sebagainya. Kritik intern, dilakukan dengan cara membandingkan berbagai sumber untuk mendapatkan data yang jelas dan lengkap. Dalam penelitian ini, sumber primer yang digunakan oleh penulis adalah dokumen arsip, hasil wawancara, dan hasil observasi. Dokumen arsip yang merupakan Surat Keputusan dari Majelis Sinode GPIB yang beralamat di Jl. Merdeka Timur No. 10 Jakarta Pusat ini dibuat pada tahun 1991, dan bentuk tulisannya pun terlihat masih kaku, yaitu masih menggunakan mesin ketik lama. 41
Kuntowijoyo, op. cit., hlm. 100.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
Sedangkan dari hasil wawancara yang dilakukan, apa yang disampaikan oleh para informan dengan yang ada di dalam buku, memiliki banyak kesamaan, seperti data tentang kedatangan para penginjil, proses pelembagaan dan tanggal pelembagaan. Jadi, bisa dibuktikan bahwa sumber yang digunakan oleh penulis ini adalah asli dan dapat dipercaya. Selain itu, dari hasil observasi yang penulis lakukan, dengan melihat bentuk bangunan-bangunan, baik itu gedung gereja, sekolah, maupun pastori (rumah tempat tinggal pendeta), terlihat jelas perbedaan antara bangunan lama dan bangunan baru, seperti dari segi bahan bangunan, bentuk, dan ukuran bangunan tersebut.
4) Interpretasi (Anlisis dan Sintesis) Interpretasi merupakan suatu langkah yang ditempuh oleh peneliti dalam menafsirkan fakta-fakta yang telah diuji dan menganalisis sumber-sumber supaya dapat menghasilkan suatu fakta yang kebenarannya dapat dipercaya. Dalam interpretasi terdapat dua kegiatan pokok yang harus dilalui, yaitu analisis yang berarti menguraikan, dan sintesis yang berarti menyatukan data atau fakta-fakta yang telah dikumpulkan.42 Dalam interpretasi ini, analisis dilakukan karena kadang-kadang sebuah sumber bisa mengandung beberapa kemungkinan. Oleh karenanya data-data yang telah berhasil dikumpulkan seperti dokumen arsip, hasil wawancara, dan hasil observasi, setelah melalui kritik sumber, kemudian dianalisis untuk bisa menemukan fakta-fakta sejarah. Demikian juga ketika penulis melakukan analisis 42
Ibid., hlm. 102-103.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
terhadap sumber-sumber yang berkaitan dengan Sejarah Perkembangan GPIB Jemaat “Bethesda” Marau, ditemukan fakta-fakta sejarah yang membuktikan bahwa GPIB Jemaat “Bethesda” Marau ini mengalami perkembangan dan berhasil dilembagakan menjadi Gereja Dewasa dan Mandiri pada 25 Agustus 1991. Setelah melalui proses analisis dan menemukan fakta-fakta bahwa telah terjadi perkembangan, maka proses selanjutnya adalah menyatukan data-data atau fakta-fakta yang telah dikumpulkan, untuk kemudian menjadi sebuah bentuk generalisasi konseptual.
5) Pendekatan dan Penulisan Sejarah (Historiografi) Dalam penulisan sejarah, sebuah pendekatan menjadi satu hal yang sangat penting, karena hasil penulisan sejarah yang baik sangat ditentukan oleh jenis pendekatan yang dipakai. Pengertian pendekatan dalam penelitian sejarah adalah pola pikir atau cara pandang dari penulis terhadap suatu kejadian atau peristiwa sejarah dari sudut tertentu. Pendekatan diperlukan sebagai cara pandang penulis atau sejarawan untuk memandang suatu peristiwa atau kejadian. Pendekatan akan membantu sejarawan dalam menentukan berbagai ilmu sosial mana yang perlu digunakan dan dimensi-dimensi yang tepat diungkapkan dalam penulisan. Pada penelitian kali ini, pendekatan yang digunakan oleh penulis adalah pendekatan sosial dan budaya. Dalam penulisan sejarah, aspek kronologi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
sangatlah penting,43 maka secara kronologi penulis akan menguraikan tahap-tahap perkembangan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Bethesda Marau. Melalui pendekatan sosial, penulis menganalisa hubungan sosial Gereja, baik di dalam maupun di luar lingkungan Gereja. Sedangkan melalui pendekatan budaya, penulis berusaha mendapatkan gambaran yang tepat mengenai pengaruh Gereja terhadap budaya daerah. Historiografi sendiri adalah proses penyusunan fakta-fakta sejarah dan berbagai sumber yang telah diseleksi dalam sebuah bentuk penulisan sejarah. Berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan penulis dalam proses penulisan hasil penelitian sejarah, yaitu : (1) Mengumpulkan data hasil penelitian (2) Membuat laporan sementara secara bertahap (3) Membuat garis besar laporan hasil penelitian (4) Menyusun hasil penelitian (5) Editing
Penyajian penelitian dalam bentuk tulisan terdiri dari tiga bagian, yaitu : a) Pengantar Dalam pengantar, harus dikemukakan permasalahan, latar belakang, historiografi dan pendapat-pendapat kita tentang tulisan orang lain, pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian, teori dan konsep yang dipakai, dan sumber-sumber sejarah. 43
Ibid., hlm. 105.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26
b) Hasil Penelitian Profesionalisme penulis tampak dalam pertanggungjawaban. Tanggung jawab terletak dalam catatan dan lampiran. Setiap fakta yang ditulis harus disertai data yang mendukung. c) Simpulan Dalam simpulan, dikemukakan generalization dari yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, dan social significance penelitian yang peneliti lakukan.44
H. Sistematika Penulisan Skripsi yang berjudul “Sejarah Perkembangan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Bethesda Marau (Implikasinya terhadap Kehidupan Masyarakat) 1970-2012” ini menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut : Bab I
merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, tinjauan pustaka, landasan teori, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II
menguraikan tentang letak geografis Kecamatan Marau, asal-usul masyarakat, agama dan kepercayaan asli masyarakat, kehidupan sosial-budaya masyarakat, serta mata pencaharian masyarakat di wilayah pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau.
44
Ibid., hlm. 105-106.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
Bab III
memaparkan tentang tahap-tahap perkembangan GPIB Jemaat Bethesda Marau, yaitu periode masuknya Injil di wilayah Kecamatan Marau (1970-1985), masa persiapan pelembagaan (1986-1990), masa pelembagaan (1991), dan masa gereja dewasa (1991-2012).
Bab IV
menguraikan tentang pengaruh kehadiran GPIB Jemaat Bethesda Marau terhadap kehidupan masyarakat sekitar dalam berbagai bidang kehidupan, yaitu dalam bidang pendidikan, sosial, budaya, kesehatan, dan ekonomi.
Bab V
merupakan bab penutup yang memuat kesimpulan dari bab II, III, dan IV.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II KONTEKS SOSIO-HISTORIS MASYARAKAT DI WILAYAH PELAYANAN GPIB JEMAAT BETHESDA MARAU
A. Letak Geografis Kecamatan Marau Marau merupakan sebuah kecamatan yang terletak di wilayah Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat.44 Kecamatan Marau ini memiliki batasbatas wilayah, di sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tumbang Titi, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Air Upas, di sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kendawangan, dan di sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Jelai Hulu. Luas wilayah Kecamatan Marau kurang lebih sekitar
. Berdasarkan data tahun 2011, jumlah penduduk di
Kecamatan Marau sebanyak 12.297 jiwa.45 Kecamatan Marau memiliki 10 desa, yaitu Desa Karya Baru, Desa Runjai Jaya, Desa Sukakarya, Desa Belaban, Desa Randai, Desa Riam Batu Gading, Desa Batu Payung Dua, Desa Batan Sari, Desa Pelanjau Jaya, dan Desa Rangkung.46 Masing-masing desa ini terdiri dari beberapa dusun yang jumlah keseluruhannya sebanyak 32 dusun.47 Desa Sukakarya terdiri dari 3 dusun, yaitu Dusun Awatan, Dusun Tempayak, dan Dusun Batu Menang.48 Di Dusun Tempayak inilah agama Protestan pertama kali 44
http://id.wikipedia.org/wiki/Marau,_Ketapang, diakses tanggal 11 November 2013. Pemerintah Daerah Kabupaten Ketapang, Kecamatan Marau dalam angka 2012, Ketapang, Badan Pusat Statistika dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ketapang, 2012, hlm. 119. 46 Ibid., hlm. 4. 47 Ibid., hlm. 23. 48 Pemerintah Kabupaten Ketapang Kecamatan Marau Desa Sukakarya, Peraturan Desa Sukakarya Kecamatan Marau Kabupaten Ketapang Tentang Rencana Pembangunan jangka Menengah Desa 2011-2015, Ketapang, 2011, hlm. 10. 45
28
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29
diperkenalkan kepada masyarakat yang ada di wilayah Kecamatan Marau. Sebelum terjadinya pemekaran di wilayah Kecamatan Marau, Dusun Tempayak ini belum memiliki nama, namun karena lokasinya dekat dengan Desa Marau (sekarang Kecamatan Marau), maka penduduk yang ada di Dusun Tempayak ini terhitung sebagai bagian dari penduduk Desa Marau. Masyarakat yang saat ini tinggal di wilayah Kecamatan Marau terdiri dari berbagai suku, yaitu suku Dayak, Melayu, Batak, Toraja, Flores, Timor, Tionghoa, Jawa, Bugis dan Madura.49
B. Asal-Usul Masyarakat di Wilayah Kecamatan Marau Berbicara mengenai asal-usul masyarakat di wilayah Kecamatan Marau, tentunya tidak dapat dilepaskan dari proses terbentuknya Kecamatan Marau. Marau dibentuk menjadi sebuah kecamatan pada tahun 1987.50 Tidak dapat dijelaskan secara rinci bagaimana proses pembentukannya, hal ini dikarenakan minimnya data-data mengenai wilayah Kecamatan Marau. Namun, berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat yang ada di wilayah Kecamatan Marau, didapatlah informasi mengenai Kecamatan Marau bahwa pada awal terbentuknya, Kecamatan Marau ini hanya terdiri dari beberapa desa, seperti Desa Marau, Desa Penyiuran, Desa Riam Kusik, Desa Batu Perak, dan Desa Carik.51 Secara umum, masyarakat yang mendiami desa-desa di wilayah Kecamatan Marau ini adalah masyarakat yang berasal dari suku bangsa Dayak dan suku bangsa Melayu. Untuk menjelaskan suku bangsa mana yang pertama kali mendiami wilayah Kecamatan
49
Ibid., hlm. 11. Wawancara dengan masyarakat di wilayah Kecamatan Marau, Bapak Kristianto Parsin, 7 Juli 2013. 51 Idem. 50
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
30
Marau, penulis menggunakan konsep masuknya penduduk asli di wilayah Kalimantan Barat berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa sejarahwan asli Indonesia, yang mana hasil penelitian tersebut mereka tulis dalam sebuah buku yang berjudul “Sistem Gotong Royong dalam Masyarakat Pedesaan Daerah Kalimantan Barat”. Secara kronologis, jika dilihat dari asal-usul suku-suku bangsa di Kalimantan Barat, suku bangsa pertama yang mendiami wilayah ini adalah suku bangsa Dayak, baru kemudian muncul suku bangsa Melayu. Semula, nama suku bangsa Dayak ini belum dikenal sebagai suku bangsa Dayak seperti sekarang, nama ini baru muncul setelah mereka (suku bangsa Dayak) terdesak ke daerah pedalaman oleh pendatang baru (suku bangsa Melayu). Di daerah Kalimantan Barat sendiri, mula-mula mereka mendiami daerah pantai dan tepian sungai Kapuas. Kemudian karena terdesak oleh kaum pendatang, mereka terpaksa menyingkir ke daerah pedalaman dan hulu sungai. Oleh karena itulah mereka dikenal sebagai orang hulu yang menurut istilah setempat adalah orang Dayak (dayak artinya hulu atau darat) dan terciptalah nama suku Dayak. Suku bangsa yang mendesak mereka ke daerah hulu atau ke daerah pedalaman tersebut ialah suku bangsa Melayu yang sekarang mendiami daerah pantai baik pantai laut maupun tepian sungai-sungai besar (Sungai Kapuas).52 Dari apa yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa masyarakat pertama yang mendiami wilayah Kecamatan Marau adalah masyarakat yang berasal dari suku bangsa Dayak. Masyarakat suku Dayak yang 52
Pandil Sastrowardoyo, dkk, Sistem Gotong Royong dalam Masyarakat Pedesaan Daerah Kalimantan Barat, Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Kebudayaan Daerah, 1983, hlm. 19.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
31
mendiami wilayah Kecamatan Marau menamai diri mereka sebagai masyarakat suku Dayak Kendawangan. Nama suku ini diambil dari nama sebuah sungai yang ada di daerah tempat tinggal mereka, yaitu Sungai Kendawangan. Jadi orang Dayak Kendawangan adalah orang Dayak yang berdomisili di hulu Sungai Kendawangan. Masyarakat Dayak Kendawangan inilah yang pada perkembangan selanjutnya menerima pengajaran mengenai agama Protestan di wilayah Kecamatan Marau.
C. Agama dan Kepercayaan Asli Masyarakat di Wilayah Pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau Masyarakat di wilayah Kecamatan Marau sekarang menganut tiga agama, yaitu agama Islam, agama Katolik, dan agama Protestan. Menurut penuturan para narasumber yang berhasil diwawancarai, dari ketiga agama tersebut, agama Protestan adalah agama terakhir yang diperkenalkan di wilayah Kecamatan Marau. Pada saat penginjilan masuk ke wilayah Kecamatan Marau, sebagian masyarakat yang ada di beberapa desa di wilayah Kecamatan Marau telah mengenal dua agama, yaitu agama Islam dan agama Katolik. Agama Islam sebagian besar dianut oleh masyarakat yang berasal dari suku bangsa Melayu, sedangkan agama Katolik dianut oleh masyarakat yang berasal dari suku bangsa Dayak. Tidak diketahui dengan pasti alasan mengapa masyarakat di sekitar Kecamatan Marau tidak dengan cepat mendapatkan pengaruh dari kedua agama yang telah dulu hadir di wilayah tersebut, padahal jarak antara desa yang satu dengan desa yang lainnya cukup berdekatan, sehingga sangat dimungkinkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
32
kehadiran kedua agama ini bisa memberi pengaruh besar bagi kepercayaan masyarakat sekitar. Namun, hal ini mungkin saja terjadi karena disebabkan oleh beberapa faktor : Pertama, berasal dari dalam masyarakat itu sendiri, yaitu sistem kepercayaan atau adat lokal masyarakat setempat yang masih sangat kuat bisa saja menjadi kendala masuknya agama Islam dan Katolik di daerah tersebut. Kedua, berasal dari luar masyarakat itu sendiri, seperti tidak adanya para pelaku utama penyebaran agama yang sudah dikenalkan di daerah tersebut. Hal ini dimungkinkan terjadi karena jarak dari kota Kabupaten ke wilayah Kecamatan Marau sangat jauh (jika menggunakan kendaraan bermotor, maka waktu yang diperlukan kurang lebih 6-7 jam). Selain itu belum tersedianya alat transportasi darat dan keadaan alam yang masih berupa hutan rimba, juga bisa menjadi kendala-kendala utama terhambatnya pelaksanaan kegiatan-kegiatan Misi Katolik dan Mubalig-Mubalig Islam. Di wilayah Kecamatan Marau, agama Protestan diperkenalkan oleh para penginjil yang berasal dari Institut Injil Indonesia Batu Malang, Jawa Timur. Agama ini diperkenalkan pada masyarakat suka Dayak di wilayah Kecamatan Marau yang belum mengenal agama. Semula, sebelum mengenal agama Protestan, masyarakat suku Dayak ini adalah masyarakat Animis. Animisme merupakan suatu faham yang memandang bahwa semua benda-benda yang ada di alam semesta ini, baik itu gunung, hutan, lautan, sungai, maupun pohon-pohon besar, semuanya itu dipercaya mempunyai roh yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Pada umumnya, roh-roh itu mempunyai sifat jahat yang sewaktu-waktu dapat mencelakakan manusia, karena itu manusia harus mentaati
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
kemauannya dan memujanya. Misalnya “roh padi”, masyarakat Dayak yang berada di wilayah Kecamatan Marau ini sangat menghormati roh padi. Mereka percaya bahwa padi harus disimpan secara baik di tempat yang terhormat. Jika tidak, rohnya akan pergi dan tidak akan datang lagi, dan ini berarti bahwa pada tahun-tahun mendatang, tanaman padi tidak akan berhasil ditanam.53 Oleh karena itu, untuk menghormati roh padi tersebut, masyarakat suku Dayak yang berada di wilayah Kecamatan Marau ini membuat Jurung54 sebagai tempat menyimpan padi. Selain roh padi, roh nenek moyang juga sangat dihormati oleh masyarakat setempat. Roh nenek moyang yang baik dianggap sebagai dewata yang menjadi pesuruh dari Jubata atau Tuhan. Roh-roh ini dapat dipanggil dan diminta tolong untuk menyampaikan permohonan kepada Jubata. Mereka percaya bahwa roh yang terlantar karena tidak dimuliakan, seperti tidak diberi makan, tidak pernah diundang ke pesta dan sebagainya akan menjadi roh yang jahat dan akan mengacau kehidupan manusia.55 Oleh karenanya, masyarakat suku Dayak yang ada di wilayah Kecamatan Marau yang pada saat itu belum mengenal agama, sering sekali mengadakan upacara-upacara adat demi untuk menghormati roh-roh nenek moyang. Selain itu, masyarakat suku Dayak juga telah mengenal agama suku, yaitu agama Kaharingan.56 Ini merupakan kepercayaan asli suku bangsa Dayak. Kaharingan berasal dari kata haring yang artinya hidup. Kaharingan ini
53
Kasim Taha, dkk, Upacara Tradisional Daerah Kalimantan Barat, Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Kebudayaan Daerah, 1985, hlm. 17. 54 Jurung adalah tempat menyimpan padi bagi masyarakat suku Dayak. 55 Kasim Taha, dkk., op. cit., hlm. 17. 56 Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu Malang Jawa Timur, Pendeta Urbanus Latudasan, 1 Oktober 2013.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
34
telah ada sejak awal penciptaan, yaitu sejak awal Ranying57 Hatalla58 menciptakan manusia. Sejak adanya kehidupan, Ranying Hatalla telah mengatur segala sesuatunya untuk menuju jalan kehidupan ke arah kesempurnaan yang kekal dan abadi.59 Dalam Kaharingan, diyakini bahwa setiap orang dalam kehidupannya mempunyai tugas dan misi tertentu. Misi utama Kaharingan ialah mengajak manusia menuju jalan yang benar dengan berbakti dan mengagungagungkan Ranying Hatalla dalam setiap sikap dan perbuatan.60 Namun, masyarakat di Kecamatan Marau tidak terlalu tahu tentang agama Kaharingan, pemahaman mereka tentang agama tersebut hanya sampai pada tahap pengenalan bahwa agama Kaharingan adalah agama asli masyarakat suku Dayak. Hal ini mungkin terjadi karena tidak adanya usaha pewarisan agama suku dari para tuatua kepada anak-anaknya, sehingga agama Kaharingan pun perlahan tapi pasti mulai menghilang dari kehidupan masyarakat suku Dayak. Sampai pada masuknya agama-agama seperti agama Islam, Katolik dan Protestan, agama Kaharingan benar-benar menjadi asing di antara masyarakat suku Dayak yang berada di wilayah Kecamatan Marau, hingga akhirnya agama ini tidak lagi dikenal bahkan lenyap dari kehidupan masyarakat di wilayah tersebut.
D. Kehidupan Sosial-Budaya Masyarakat di Wilayah Pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau 57
Ranying artinya Maha Tunggal, maha Agung, Maha Mulia, Maha Jujur, Maha Lurus, Maha Kuasa, Maha Tahu, Maha Suci, Maha Pengasih dan Penyayang, Maha Adil, Maha Kekal Abadi, Maha Mendengar. 58 Hatalla artinya Maha Pencipta. 59 Tjilik Riwut, Maneser Panatau Tatu Hiang Menyelami kekayaan Leluhur, Palangka Raya, Pusakalima, 2003, hlm. 478. 60 Ibid., hlm. 480.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
35
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa penduduk asli yang mendiami wilayah Kecamatan Marau adalah masyarakat yang berasal dari suku bangsa Dayak dan suku bangsa Melayu. Kedua kelompok masyarakat yang memiliki latar belakang suku dan budaya yang berbeda ini hidup terpisah bersama kelompoknya masingmasing. Pemisahan ini terlihat nyata dari tata desanya, di mana masyarakat suku Melayu menempati wilayah bagian Selatan, sedangkan suku Dayak menempati wilayah bagian Utara. Pemisahan tempat tinggal ini tidak dilakukan dengan sengaja, melainkan terjadi secara begitu saja. Namun jika dilihat dari keadaan masyarakat pada saat itu, pemisahan ini dimungkinkan terjadi karena masyarakat berusaha memenuhi kebutuhan ekonominya, di mana masyarakat pada waktu itu hidup dengan hanya mengandalkan hasil alam.61 Selain itu, keadaan wilayah yang juga masih sangat luas dikarenakan belum banyaknya penduduk yang mendiami daerah tersebut merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya pemisahan wilayah tempat tinggal masyarakat suku Melayu dan suku Dayak di wilayah Kecamatan Marau. Dalam bidang pendidikan, sekitar tahun 1970-an masyarakat di wilayah Kecamatan Marau ini masih tergolong masyarakat buta huruf. Memang pada saat itu sudah terdapat satu sekolah dasar, namun sekolah itu sebenarnya dikhususkan untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak, sedangkan para orang tua yang masih buta huruf tidak mendapatkan pendidikan khusus sebagai usaha pemberantasan buta huruf. Selain itu, jarak yang jauh dari satu desa ke desa yang lain, serta belum tersedianya alat transportasi darat merupakan faktor-faktor 61
Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu Malang Jawa Timur, Pendeta Urbanus Latudasan dan Bapak Yonathan A. Kabu, 1 Agustus dan 1 Oktober 2013.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
penyebab terhambatnya proses pemerataan pendidikan di wilayah Kecamatan Marau. Dalam bidang budaya, kehidupan masyarakatnya didominasi oleh adat masyarakat setempat. Animisme masih sangat kuat melekat dalam kehidupan masyarakat di wilayah Kecamatan Marau. Upacara-upacara penghormatan terhadap roh-roh nenek moyang masih sering dilakukan, sedangkan agama belum benar-benar berpengaruh di dalam kehidupan masyarakat.
E. Mata Pencaharian Masyarakat di Wilayah Pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau Masyarakat yang tinggal di wilayah Kecamatan Marau, semula hidup dengan hanya mengandalkan hasil alam.62 Mereka memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bertani, berkebun, menyadap karet, dan berburu. Sebagian besar penduduk yang berada di wilayah Kecamatan Marau ini bekerja di bidang pertanian, yaitu dengan menggunakan sistem perladangan berpindah-pindah. Perladangan berpindah-pindah ini merupakan sistem usaha tani padi yang dilakukan oleh para petani dengan cara mencari lahan yang memiliki tingkat kesuburan tanah yang tinggi. Bila lahan itu telah menjadi tandus, petani akan meninggalkannya begitu saja dan mencari lahan baru yang lebih subur. Sistem perladangan ini dilakukan tanpa harus mengolah tanah seperti yang biasa dilakukan oleh petani-petani sawah. Dalam perladangan berpindah-pindah, sistem perladangan dilakukan dengan cara menebang pohon dan menebas hutan, kemudian membakar hasil
62
Idem.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
37
tebangan tersebut, setelah itu menanami lahan tersebut dengan padi, yaitu dengan cara menugal lahan yang sudah siap untuk dijadikan ladang. Menugal artinya membuat lubang-lubang di tanah dengan tugal (kayu yang runcing), untuk kemudian lubang-lubang tersebut diisi dengan benih atau biji-biji padi.63 Usaha tani lain yang dilakukan oleh masyarakat setempat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ialah berkebun. Tanaman perkebunan yang biasa mereka tanam ialah karet, kopi, dan kelapa sawit. Hampir seluruh masyarakat di Kecamatan Marau ini menjadi petani karet, baik di kebunnya sendiri maupun yang melakukan bagi hasil. Selain itu, ada juga kebun kopi, namun usaha tani kopi ini hanya dijadikan sebagai usaha sampingan (dilakukan sebagai pengisi waktu luang), jadi hanya diusahakan secara kecil-kecilan. Sedangkan perkebunan kelapa sawit baru mulai didayagunakan akhir-akhir ini dan hampir semua masyarakat di Kecamatan Marau memiliki kebun kelapa sawit. Selain berladang dan berkebun, masyarakat di wilayah Kecamatan Marau ini juga ahli dalam menangkap ikan. Masyarakat setempat menangkap ikan dengan menggunakan alat-alat tradisional seperti pancing64, bubu65, dan pukat66. Hasil tangkapan inilah yang kemudian menjadi lauk-pauk saat mereka makan.
63
Kasim Taha, dkk., op. cit., hlm. 11-12. Pancing adalah kail untuk menangkap ikan dengan umpan. 65 Bubu adalah alat penangkap ikan yang terbuat dari bambu, berbentuk lonjong. 66 Pukat adalah Jaring besar dan panjang yang digunakan untuk menangkap ikan. 64
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN GPIB JEMAAT BETHESDA MARAU
A. Masuknya Injil di Wilayah Kecamatan Marau (1970-1985) 1. Periode Datangnya Para Penginjil dan Berdirinya Sekolah Masuknya Injil di wilayah Kecamatan Marau, diawali dengan datangnya rombongan penginjil dari Batu Malang, Jawa Timur. Permulaan dilaksanakannya kegiatan penginjilan di wilayah pedalaman Kalimantan Barat ini berawal dari diadakannya kunjungan oleh Rektor Institut Injil Indonesia bersama Yayasan Pelayanan Pekabaran Injil Indonesia (YPPII) Batu Malang Jawa Timur ke Jemaat GPIB “Siloam” Pontianak67, yang berada di wilayah Kalimantan Barat. Maksud dari dilaksanakannya kunjungan tersebut adalah untuk mencari informasi mengenai wilayah pedalaman Kalimantan Barat, sekaligus mengajak Jemaat GPIB
“Siloam” Pontianak untuk
bersama-sama melaksanakan
kegiatan
penginjilan di pedalaman Kalimantan Barat. Maksud tersebut tampaknya mendapat respon yang cukup baik, sehingga tak lama setelah itu, kegiatan penginjilan di pedalaman Kalimantan Barat yang digagas berdasarkan konsep “Jemaat Missioner”68 ini pun mulai dilaksanakan.69
67
Jemaat GPIB “Siloam” Pontianak merupakan salah satu dari 53 Jemaat GPIB pada saat pertama kali terbentuk tahun 1948. 68 Jemaat Misioner merupakan jemaat yang menjalankan tugas panggilan dan pengutusan, bukan saja dalam arti terbatas melaksanakan Amanat Agung (Matius 28:19-20), tetapi menjalankan seluruh aspek kehidupannya, dengan berpedoman pada ajaran Kristus Raja Gereja yang terdapat dalam Kitab Suci Kristen Perjanjian Baru. 69 Wawancara dengan Pendeta Urbanus Latudasan, tokoh Penginjil tahun 1970-an, 1 Oktober 2013.
38
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
39
Proses penginjilan di pedalaman Kalimantan Barat ini dimulai dari wilayah Ketapang (Kabupaten Ketapang). Menurut beberapa narasumber yang berhasil diwawancarai, kedatangan para penginjil ini terbagi kedalam beberapa tahap. Tahap pertama pada tahun 1970, terdiri dari : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Urbanus Latudasan Iwan Gunawan Rusdi Johan Adni Wahai70 Pdt. Wem Fanggidae Swedi Nabin71
Tahap kedua, para penginjil ini datang secara silih berganti, yaitu antara tahun 1971-1973, terdiri dari : 1. Pdt. SA. Kelly 2. Simson Lala 3. Musa Saefatu 4. Nimrod 5. Yonathan A. Kabu 6. Fince Saudale 7. Urbanus Latudasan72 8. Mica 9. Swedi Nabin 10. Masri 11. Ibrahim 12. Wahidin 13. Alfonso One73 14. Budri 15. Erika 16. Lusi Coa 17. Oktaf 18. Jurkasi 19. Dwiyono74 70
Idem. Majelis Jemaat GPIB Ebenhezer Ketapang, op. cit., hlm. 58. 72 Idem. 73 Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu Malang Jawa Timur, Pendeta Urbanus Latudasan, 1 Oktober 2013. 74 Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu Malang Jawa Timur, Bapak Yonathan. A. Kabu, 1 Agustus 2013. 71
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
40
Tahap ketiga, merupakan periode datangnya para penginjil beserta guruguru yang datang sekitar tahun 1973-1975, terdiri dari : 1. Didimus Bole 2. Dorta Ota 3. Suan 4. Sudomo 5. Herry L 6. Markus Pingar 7. Yance Raung 8. Andri Lumik 9. Samuel Ranuparesa75 10. Budi Lembong 11. Petrus Londong 12. Taat Aryoko76 13. Exlopas F. Neno77
Para penginjil ini datang dari Batu Malang Jawa Timur melewati kota Pontianak, kemudian melanjutkan perjalanan ke Kabupaten Ketapang.78 Pada saat itu, di Ketapang sudah terdapat Gereja Kristen Protestan (sebut saja Gereja Ketapang karena merupakan satu-satunya Gereja Kristen Protestan yang ada di Ketapang, namun belum memiliki nama atau lembaga untuk tempat mereka bernaung). Gereja Ketapang tersebut kedatangan tamu yaitu rombongan penginjil dari Institut Injil Indonesia Batu Malang, Jawa Timur. Rombongan penginjil ini berada di bawah pimpinan Bapak S.A. Kelly (seorang mahasiswa senior dari Institut Injil Indonesia Batu Malang).79 Sebenarnya, tempat yang dituju oleh rombongan penginjil ini adalah pedalaman Kalimantan Barat. Maka, setelah
75
Majelis Jemaat GPIB Ebenhezer Ketapang, op. cit., hlm 59. Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu Malang Jawa Timur, Bapak Yonathan. A. Kabu, 1 Agustus 2013. 77 Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu Malang Jawa Timur, Pendeta Urbanus Latudasan, 1 Oktober 2013. 78 Idem. 79 Majelis Jemaat GPIB Ebenhezer, op. cit., hlm. 26. 76
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
41
sampai di Ketapang dan bertemu dengan warga jemaat Gereja Ketapang, para penginjil ini pun mencari informasi mengenai wilayah pedalaman Kalimantan Barat, dan didapatlah informasi mengenai keberadaan daerah Marau (Kecamatan Marau)80 yang berdasarkan informasinya, masyarakat yang tinggal di daerah tersebut belum memiliki suatu kepercayaan, maka rombongan penginjil ini pun memutuskan untuk mendatangi daerah Marau tersebut. Rombongan penginjil ini mulai masuk ke daerah Marau melalui jalur Pesaguan, kemudian melewati daerah Tumbang Titi, untuk selanjutnya melanjutkan perjalanan mereka ke wilayah Marau81, tepatnya di Dusun Tempayak, Desa Sukakarya, Kecamatan Marau. Pada saat rombongan penginjil ini masuk ke wilayah Kecamatan Marau, masyarakat pertama yang menerima penginjilan tersebut adalah masyarakat yang tinggal di Dusun Tempayak. Pada saat itu, baru ada lima keluarga yang mendiami dusun tersebut, yaitu keluarga Bapak Kristianto Parsin, keluarga Bapak Kimtia, keluarga Ibu Oning, keluarga Bapak Kusum, dan keluarga Bapak Tingal.82 Karena kelima keluarga ini belum memiliki suatu kepercayaan, maka para penginjil ini pun mengenalkan mereka pada agama Protestan dan mulai membuka Pos-pos Pekabaran Injil di wilayah Kecamatan Marau dan sekitarnya. Dusun Tempayak merupakan tempat pertama dibukanya Pos Pekabaran Injil di wilayah Kecamatan Marau. Penginjil pertama yang pada saat itu ditempatkan di Dusun Tempayak adalah Saudara Urbanus Latudasan dan Saudara Iwan Gunawan. Mereka mengajak masyarakat yang ada di tempat itu beribadah, membaca alkitab, belajar 80
Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu Malang Jawa Timur, Pendeta Urbanus Latudasan, 1 Oktober 2013. 81 Majelis Jemaat GPIB Ebenhaezer Ketapang, op. cit., hlm. 26. 82 Wawancara dengan masyarakat di wilayah Kecamatan Marau, Bapak Kristianto Parsin, 25 Juli 2013.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
42
bernyanyi lagu-lagu Gereja dan belajar berdoa. Proses penginjilan yang dilakukan oleh para penginjil ini tampaknya mengalami keberhasilan. Hal ini terbukti dengan sudah mulai dilaksanakannya baptisan kudus bagi mereka yang mengaku percaya dan mau dibaptis. Baptisan kudus ini dilakukan oleh Pendeta SA. Kelly dengan dibantu oleh beberapa penginjil seperti Saudara Urbanus, Saudara Oktaf, dan Saudara Jurkasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan Pendeta Urbanus Latudasan, ada sekitar 3.500 orang yang mengaku percaya dan bersedia dibaptis. Karena merasa mendapat respon yang baik dari masyarakat setempat, kegiatan pengenalan agama Protestan ini pun terus dilakukan. Sekitar tahun 1971, di Dusun Tempayak sudah mulai dibangun gedung gereja pertama walaupun masih dengan bahan bangunan seadanya83, yaitu berlantaikan tanah, berdindingkan papan, dan beratapkan sirap. Selain melaksanakan kewajibannya untuk mengenalkan agama Protestan kepada masyarakat, para penginjil ini juga membagikan pengetahuan-pengetahuan mereka kepada masyarakat setempat dengan cara memberikan pengajaran kepada mereka yang masih buta huruf bagaimana caranya menulis dan membaca. Selain itu, mereka juga memberikan pendidikan kepada anak-anak. Hal ini terbukti dengan berhasil dibangunnya Sekolah Dasar (SD) Kristen, meskipun dengan kondisi darurat. Salah seorang penginjil yang ditugaskan untuk mengepalai SD Kristen yang baru dibangun itu adalah Saudara Simson Lala. Selain sekolah, dibangun pula Asrama Propeka yang diperuntukkan bagi anak-anak yang bersekolah di SD Kristen tersebut. Pembangunan Asrama Propeka ini, selain
83
Idem.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
bertujuan untuk menampung anak-anak yang memiliki tempat tinggal yang sangat jauh dari lingkungan sekolah tempat mereka belajar, juga bertujuan untuk membantu anak-anak tersebut dalam hal bantuan makanan, akomodasi, dan biaya sekolah. Salah seorang penginjil, yaitu Saudara Musa Saefatu dipercaya untuk menjadi ketua Asrama Propeka tersebut.
84
Dalam buku yang berjudul “Sejarah
Gereja GPIB Ebenhezer Ketapang”, dijelaskan bahwa pada awal dibukanya, Asrama Propeka yang dibangun oleh para penginjil beserta masyarakat ini berhasil menampung kurang lebih sekitar 70 anak-anak sekolah.85 Maka, dapat dikatakan
bahwa
usaha
pemerataan
pendidikan
bagi
masyarakat
dan
pembangunan gedung yang dilakukan oleh para penginjil ini terbukti memberikan hasil yang cukup baik. Kemudian, pada tahun 1972 mulai dibangun pula gedung Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kristen Marau (sekarang disebut SMP Kristen Siloam Marau). SMP Kristen ini diresmikan penggunaannya pada tanggal 4 Maret 1973. Kepala Sekolah SMP Kristen tersebut juga dipercayakan kepada salah satu penginjil yaitu Saudara Herry L, dan dibantu oleh Saudara Peter Limbung bersama Ev. Sudomo. SMP Kristen Siloam Marau ini merupakan SMP pertama yang ada di wilayah Kecamatan Marau, dan sekolah ini masih ada sampai sekarang. Selama periode 1970-1980, masyarakat di wilayah Kecamatan Marau, terkhusus di Dusun Tempayak terus mengalami perkembangan yang signifikan baik dalam hal iman maupun dalam pendidikan dan kehidupan sosialnya. Hal ini 84 85
Majelis Jemaat GPIB Ebenhaezer Ketapang, op. cit., hlm. 59. Idem.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
44
tentu bisa terwujud berkat kerjasama yang baik antara para penginjil dan masyarakat setempat. Banyak hal positif yang masyarakat dapatkan dari para penginjil, demikian juga sebaliknya, banyak pelajaran berharga yang para penginjil dapatkan dari kesediaannya membimbing masyarakat yang ada di wilayah Kecamatan Marau. Dari sekian banyak penginjil yang datang, Saudara Urbanus Latudasan adalah salah seorang penginjil yang bertahan selama kurang lebih 10 tahun untuk melaksanakan penginjilan di Dusun Tempayak dan di sekitar wilayah Kecamatan Marau. Kepindahan Saudara Urbanus Latudasan ketempat tugas yang baru, sempat membuat kegiatan penginjilan di Dusun Tempayak dan sekitarnya mengalami kemunduran, karena terjadinya kekosongan pelayan di wilayah yang terbilang masih baru dan masih sangat memerlukan pelayanan yang berkelanjutan ini. Namun, hal tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat setempat. Masyarakat setempat beserta para guru yang mengajar di SMP Kristen Siloam Marau ini, terus mengusahakan perkembangan baik dalam hal kepercayaan maupun pendidikan yang sudah dimulai oleh para penginjil ini. Untuk selanjutnya, pelayanan di Dusun Tempayak dan sekitarnya ini diserahkan kepada Jemaat GPIB “Siloam” Pontianak. Hal ini terus berlangsung hingga pertengahan tahun 1986, dan pada tanggal 18 Mei 1986, yaitu bertepatan dengan dilembagakannya GPIB “Ebenhezer” Ketapang menjadi Gereja Dewasa dan Mandiri, Gereja Marau yang semula merupakan Pos Pelayanan dari GPIB “Siloam” Pontianak, beralih menjadi Pos Pelayanan dari GPIB “Ebenhezer” Ketapang dengan nama GPIB “Siloam” Marau.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
45
2. Gereja Protestan Marau menjadi bagian dari Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat Gereja Protestan yang ada di Dusun Tempayak (sebut saja Gereja Marau) merupakan Gereja Protestan pertama yang dibangun dalam lingkup wilayah Kecamatan Marau. Gereja ini sudah dibangun sejak tahun 1971.86 Seperti yang sudah disinggung pada pembahasan sebelumnya, Gereja Protestan pertama yang ada di wilayah Kecamatan Marau ini dibangun dengan bentuk yang masih sangat sederhana, yaitu dengan hanya berlantaikan tanah, berdinding papan, dan beratapkan sirap. Luas bangunan gedung gereja pertamanya pun kurang lebih sekitar 4 x 6 meter. Hal ini sangat dimungkinkan terjadi karena melihat kehidupan perekonomian masyarakat setempat yang pada saat itu masih sangat sederhana. Namun, tak lama kemudian, yaitu sekitar tahun 197687, masyarakat setempat yang pada perkembangan selanjutnya sudah mengalami kemajuan perekonomian, bersama-sama dengan para penginjil yang ada, mulai membangun gedung gereja yang kedua. Gedung gereja kedua ini dibangun dengan menggunakan bahanbahan bangunan yang cukup baik, di mana semua elemen yang ada pada bangunan gedung gereja tersebut berbahan dasar kayu. Luas bangunan gedung gereja yang kedua ini kurang lebih sekitar 5 x 10 meter.88 Semula, Gereja Marau ini belum memiliki nama dan status Gereja, karena pada saat penginjilan masuk ke wilayah tersebut, Gereja Marau masih termasuk dalam Pos Pekabaran Injil yang berpusat di kota Pontianak (GPIB “Siloam” 86
Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu Malang Jawa Timur, Pendeta Urbanus Latudasan, 1 Oktober 2013. 87 Idem. 88 Arsip Jemaat GPIB Bethesda Marau, Laporan keadaan pos-pos Pelkes GPIB Bethesda Marau, 1991.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
46
Pontianak). Walaupun belum diketahui status Gerejanya, satu hal yang pasti adalah semua kegiatan penginjilan yang dilakukan di wilayah Kalimantan Barat ini berada di bawah naungan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB). Alasan mengapa semua kegiatan penginjilan yang dilaksanakan pada saat itu berada di bawah naungan GPIB adalah selain karena Gereja yang sudah ada pada saat itu adalah Gereja GPIB yang letaknya berada di kota Pontianak (GPIB “Siloam” Pontianak), juga karena sejak semula kegiatan penginjilan yang dilaksanakan oleh YPPII ini adalah gagasan dari GPIB yang ingin menjadikan diri sebagai Jemaat yang Missioner. Oleh karenanya, semua jiwa yang telah dimenangkan oleh mahasiswa-mahasiswa praktek yang dikenal dengan sebutan para penginjil ini, diserahkan kepada GPIB yang kebetulan sudah ada pada waktu itu. Oleh sebab itu, pusat pelayanannya tidak lagi berpusat di Batu Malang Jawa Timur, tetapi berada di kota Pontianak, tepatnya di GPIB “Siloam” Pontianak.89 Oleh sebab itu jugalah, Gereja Ketapang yang juga sempat menerima pelayanan dari Para Penginjil utusan dari Institut Injil Indonesia Batu Malang ini pun sepakat bergabung dan menyatakan diri sebagai Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat. Hal ini bermula pada tahun 1971, bertepatan dengan datangnya salah seorang perwakilan dari Sinode GPIB Jakarta yaitu Ibu Maitimu yang sedang melakukan kunjungan ke Ketapang. Setelah disahkan oleh Majelis Sinode GPIB Jakarta, pada tahun 1972 Gereja Ketapang pun dimasukkan dalam wilayah pelayanan GPIB “Siloam” Pontianak, dan Gereja Ketapang dikenal dengan nama GPIB “Ebenhezer” Ketapang. 89
Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu Malang Jawa Timur, Bapak Yonathan. A. Kabu, 1 Agustus 2013.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
47
Pada saat GPIB “Ebenhezer” Ketapang resmi menjadi Pos Pelayanan dari GPIB Siloam Pontianak, status Gereja Marau masih merupakan Pos Pekabaran Injil. Baru kemudian, setelah melihat kondisi Gereja Marau yang terus mengalami perkembangan dan jumlah jemaat yang semakin bertambah banyak, maka Gereja Marau juga dimasukkan dalam wilayah Pelayanan GPIB “Siloam” Pontianak. Oleh karena sudah memiliki status Gereja yang jelas, maka Gereja Marau pun berganti nama menjadi GPIB “Siloam” Marau.
B. Masa Persiapan Pelembagaan (1986-1990) 1. Pra Pelembagaan Pada tahun 1986, tepatnya pada tanggal 15 Mei 1986, Majelis Sinode GPIB dengan Surat Keputusan Nomor : 1796/86/MS. XIII/Kpts, melembagakan Jemaat bagian GPIB “Ebenhezer” Ketapang dari Jemaat GPIB “Siloam” Pontianak menjadi Jemaat GPIB “Ebenhezer” Ketapang.90 Dengan dilembagakannya GPIB “Ebenhezer” Ketapang menjadi Gereja yang Dewasa dan Mandiri, maka secara administratif GPIB “Siloam” Marau menjadi Pos Pelayanan dari GPIB “Ebenhezer” Ketapang, sehingga segala bentuk tanggungjawab pelayanan baik dalam hal pendanaan maupun dalam hal pengadaan Pelayan Firman baik itu Vikaris atau Pendeta, yang sebelumnya kesemuanya itu adalah tanggungjawab dari Jemaat GPIB “Siloam” Pontianak, berubah menjadi tanggungjawab dari Jemaat GPIB “Ebenhezer” Ketapang.
90
Arsip Jemaat GPIB Ebenhezer Ketapang, Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Majelis Sinode, 1991.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
48
Sejak menjadi Pos Pelayanan dari Jemaat GPIB “Ebenhezer” Ketapang, GPIB ”Siloam” Marau terus mengalami perkembangan, karena jemaat yang ada di Pos Pelayanan ini terus mengusahakan diri untuk berkembang dan menjadi lebih baik. Perkembangan yang terjadi dalam kehidupan berjemaat di GPIB “Siloam” Marau ini pun tampak dari adanya pertambahan jumlah jemaat dan terlaksananya pembangunan gedung-gedung, baik gedung gereja, sekolah, maupun pastori.91 Melihat perkembangan yang dialami oleh pos pelayanannya, maka Jemaat Induk yakni GPIB “Ebenhezer” Ketapang, merekomendasikan GPIB “Siloam” Marau untuk bisa dilembagakan.
2. Kegiatan Pendewasaan Dalam lingkup GPIB, sistem pemerintahan tertinggi GPIB adalah “Presbiterial Sinodal”, dengan titik tolaknya ialah Jemaat (Gereja) setempat. Pimpinan Gereja dipercayakan pada Presbiter yang beranggotakan pejabat-pejabat Gerejawi, yang bersama-sama memikirkan, merencanakan, menerapkan, dan mempertanggungjawabkan seluruh kegiatan pelayanan dan pengutusan Gereja. Dengan sistem pemerintahan yang demikian, di dalam menjalankan visi dan misinya, GPIB berpeluang untuk lebih fleksibel, kreatif, dan independen, untuk merespon dan beradaptasi dengan kebutuhan dan dinamika masyarakat sekitarnya. Visi GPIB dalam hal ini adalah “GPIB menjadi Gereja yang mewujudkan damai sejahtera bagi seluruh ciptaanNya”, dan Misinya adalah “Mewujudkan kehadiran GPIB yang membawa damai sejahtera Allah agar menjadi berkat ditengah91
Pastori adalah fasilitas rumah dari milik Gereja/Jemaat yang diperuntukkan bagi tempat tinggal Pendeta dan keluarganya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
49
tengah masyarakat dan dunia”.92 Oleh kerena itu, demi terlaksananya visi dan misi GPIB, serta terwujudnya cita-cita GPIB, maka dibuatlah peraturan-peraturan Gereja yang bertumpu pada Tata-Dasar yang di dalamnya tertampung semua Gagasan Dasar Perlengkapan GPIB. Maka, berdasarkan asas “Presbiterial Sinodal” yang tertuang dalam Tata Dasar Gereja GPIB yang terdiri dari tiga komponen, yaitu Jemaat, Persidangan Sinode, dan Majelis Sinode93, yang untuk selanjutnya, ketiga komponen inilah yang menjadi pedoman utama bagi Gereja GPIB untuk bertumbuh serta melaksanakan tugas panggilan dan pengutusan yang sebenarnya. GPIB “Siloam” Marau dalam usahanya untuk memposisikan diri sebagai Gereja yang Dewasa dan Mandiri melalui proses pelembagaan yang dilakukan oleh Majelis Sinode GPIB, terus berupaya memperlengkapi diri dengan berbagai hal yang telah menjadi syarat baku di dalam pemerintahan GPIB. Syarat-syarat tersebut tercantum dalam Tata Dasar Gereja GPIB yang menjadi pedoman utama bagi Gereja GPIB untuk terus bertumbuh dalam usahanya untuk melaksanakan panggilan dan pengutusan Gereja. Berikut adalah syarat-syarat pendewasaan dan pelembagaan jemaat yang harus dipenuhi oleh GPIB “Siloam” Marau sebagai Bajem (Bakal Jemaat), yang tercantum dalam buku Tata Gereja GPIB, peraturan nomor 8 pasal 1 dan 2 :
92
http://www.gpib.org/artikel/gpib-menuju-jemaat-yang-misioner, diakses tanggal 12 Februari
2014. 93
Majelis Sinode GPIB, Tata Gereja GPIB Buku III, Jakarta, Majelis Sinode GPIB, 2010, hlm. 1213.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
50
Pasal 1 mengenai syarat-syarat Pendewasaan Jemaat94 : a. Adanya pertumbuhan yang terukur jelas dan memenuhi semua ketentuan yang dipersyaratkan sebagai suatu Jemaat Dewasa. b. Direkomendasikan oleh Jemaat Induk setelah mendengar aspirasi warga jemaat dari “Sektor” atau “Pos Pelayanan” yang bersangkutan, dengan mempertimbangkan sumber daya yang ada, baik sumber daya manusia maupun sumber daya lainnya.95
a. b.
c.
d. e. f.
Pasal 2 mengenai syarat-syarat Pelembagaan Jemaat96 : Jumlah warga Jemaat dalam Bajem tersebut sudah mencapai sekurangkurangnya 75 Kepala Keluarga. Pengembangan persekutuan, pelayanan dan kesaksian dalam Bajem yang akan dilembagakan menunjukan hasil pertumbuhan yang baik / signifikan. Tersedianya presbiter yang bertanggung jawab atas persekutuan, pelayanan dan kesaksian serta pembinaan warga jemaat serta pengelolaan perbendaharaan jemaat. Adanya wilayah pelayanan di mana terdapat prospek terjadinya konsentrasi warga jemaat bermukim. Dirokemendasikan oleh Jemaat Induk. Memiliki tempat ibadah tetap termasuk fasilitas pastori.97
GPIB “Siloam” Marau, berdasarkan rekomendasi dari Jemaat Induk, dengan berpedoman pada syarat-syarat di atas, maka dibentuklah Panitia Persiapan Pelembagaan berdasarkan “Surat Keputusan Majelis Sinode GPIB Nomor 178/91/MS.XV/Kpts tanggal 6 Februari 1991 tentang Pembentukan Panitia Persiapan Pelembagaan bagian Jemaat “Ebenhezer” Ketapang di wilayah pelayanan “Siloam” Marau.”98 Panitia Persiapan Pelembagaan ini dibentuk
94
Pendewasaan Jemaat adalah proses penyiapan suatu persekutuan warga GPIB yang sebelumnya telah diwadahi dalam suatu bentuk persekutuan seperti “sektor” dari suatu jemaat yang sudah melembaga atau “pos pelayanan”, yang karena pertumbuhannya menunjukkan prospek yang baik, sehingga perlu segera ditingkatkan statusnya menjadi “Bakal Jemaat” disingkat “Bajem”. 95 Majelis Sinode GPIB, op. cit., hlm. 144. 96 Pelembagaan Jemaat adalah proses penyiapan suatu Bajem untuk ditetapkan secara hukum menjadi satu jemaat mandiri. 97 Majelis Sinode GPIB, op. cit., hlm. 145. 98 Arsip Jemaat GPIB Ebenhezer Ketapang, Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Majelis Sinode, 1991.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
51
oleh Majelis Jemaat Induk, dalam hal ini adalah Jemaat GPIB “Ebenhezer” Ketapang, dengan mengikutsertakan Presbiter dan warga jemaat dari Bajem yang akan dilembagakan dan ditetapkan oleh Majelis Sinode. Berikut adalah tugastugas Panitia Persiapan Pelembagaan yang juga tercantum dalam Tata Gereja GPIB : a. Melakukan penelitian yang lebih medalam tentang wilayah pelayanan serta jumlah warga jemaat yang bermukim di wilayah tersebut. b. Melakukan penelitian tentang pengembangan kemajuan ekonomi warga jemaat untuk memenuhi biaya rutin jemaat setiap bulan c. Melakukan penelitian terhadap perkembangan masyarakat di wilayah tersebut khususnya tentang tingkat kerukunan agama. d. Melakukan penelitian tentang kemungkinan pengadaan Gedung Gereja, Pastori, Kantor dan lain-lain di wilayah pelayanan tersebut.99 Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Panitia Persiapan Pelembagaan, maka didapatlah hasil penelitian sebagai berikut : GPIB “Siloam” Marau yang terletak di Pusat Kecamatan (Kecamatan Marau), yang semula pada periode datangnya para penginjil sekitar tahun 1970-an hanya terdiri dari 5 Kepala Keluarga. Namun, sekitar tahun 1980-1990’an meningkat menjadi 30 Kepala Keluarga. Selain itu, di GPIB “Siloam” Marau juga sudah terdapat beberapa Presbiter yang bertanggung jawab atas Persekutuan, Pelayanan dan Kesaksian di GPIB “Siloam” Marau. Presbiter yang ada di GPIB “Siloam” Marau pada saat itu terdiri dari 5 orang yaitu Bapak Kristanto Persen, Bapak Exlopas F. Neno, Bapak Kurniawan Kusum, Bapak Sudin Situmorang, Bapak Petrus P.L. Londong.100 Selain itu, GPIB “Siloam” Marau juga sudah memiliki gedung gereja sebagai tempat ibadah dan Pastori sebagai tempat tinggal 99
Majelis Sinode GPIB, op. cit., hlm. 145-146. Arsip Jemaat GPIB Ebenhezer Ketapang, Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Majelis Sinode, 1991. 100
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
52
vikaris atau pendeta yang bertugas di wilayah Kecamatan Marau. Kehidupan jemaatnya juga sudah mengalami perkembangan, yang semula hidup dengan hanya mengandalkan hasil hutan, namun sekitar tahun 1980-1990’an, beberapa jemaat sudah ada yang memiliki pekerjaan tetap yaitu sebagai Guru, Pegawai Pemerintahan, dan Wiraswasta. Setelah melihat berbagai aspek yang ada, terlihat bahwa GPIB “Siloam” Marau siap untuk dilembagakan dan menjadi Gereja Dewasa.
C. Masa Pelembagaan (1991) Terhitung mulai tanggal 25 Agustus 1991101, Jemaat GPIB “Siloam” Marau yang terletak di Dusun Tempayak, Desa Sukakarya, Kecamatan Marau berhasil didewasakan. GPIB “Siloam” Marau berhasil dilembagakan dengan nama GPIB “Bethesda” Marau. Hal ini dapat diketahui dari Surat Gereja tanggal 2 Oktober 1991 yang ditandatangani oleh Penatua S.N. Pasaribu dan Pendeta Jacob Daan Engel (Ketua Majelis Jemaat GPIB “Ebenhezer” Ketapang), yang ditujukan kepada Majelis Sinode GPIB, yang isinya melaporkan bahwa Panitia Persiapan Pelembagaan GPIB “Bethesda” Marau yang dibentuk sesuai Surat Keputusan Majelis Sinode GPIB Nomor ; 178/91/MS.XV/Kpts, tanggal 6 Februari 1991, telah melaksanakan tugas Pelembagaan dan Pendewasaan GPIB “Bethesda” Marau, dan sekaligus melaporkan keuangan dalam pelaksanaan tersebut.102
101
Arsip Jemaat GPIB Bethesda Marau, Laporan keadaan pos-pos Pelkes GPIB Bethesda Marau, dan Arsip Jemaat GPIB Ebenhezer Ketapang, Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Majelis Sinode, 1991. 102 Majelis Jemaat GPIB Ebenhaezer Ketapang, op. cit., hlm. 60-61.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
53
Sebagaimana Laporan Keuangan yang ditandatangani oleh Bendahara Majelis GPIB “Ebenhezer” Ketapang yakni Diaken Soediro, bahwa untuk melaksanakan pelembagaan dan pendewasaan GPIB “Bethesda” Marau, anggaran yang diperlukan adalah sebesar Rp. 2. 154.600,00, dengan penerimaan sebesar Rp. 2.360.300,00, dan saldo sejumlah Rp. 205.700,00, diserahkan oleh Bapak A.Y. Manurung (salah satu anggota Panitia Persiapan Pelembagaan) kepada Penatua A. Simarmata yang mewakil Majelis GPIB “Ebenhezer” Ketapang. Penyerahan saldo tersebut bertempat di Rumah kediaman Bapak A.Y. Manurung, jalan RM. Sudiono pada hari sabtu tanggal 28 September 1991.103 Sejak dilembagakan pada tanggal 25 Agustus 1991, GPIB “Bethesda” Marau mempunyai daerah Pelayanan yang berada di 3 Kecamatan, yakni Kecamatan Marau, Kecamatan Manis Mata, dan Kecamatan Jelai Hulu, yang terdiri dari 20 Pos Pelkes (Pelayanan dan Kesaksian), dengan jumlah kepala keluarga 469 KK, serta jumlah jiwa 1.128 Jiwa. Berikut ini adalah nama-nama tempat yang menjadi Pos Pelayanan dari Jemaat GPIB “Bethesda” Marau: 1. Pos Pelayanan Tempayak 2. Pos Pelayanan Penyiuran 3. Pos Pelayanan Riam Kusik 4. Pos Pelayanan Jemayas 5. Pos Pelayanan Putaran 6. Pos Pelayanan Carik 7. Pos Pelayanan Sengkuan 8. Pos Pelayanan Batu Payung 9. Pos Pelayanan Sekakai 10. Pos Pelayanan Batu Keling 11. Pos Pelayanan Perendaman 12. Pos Pelayanan Singkup 13. Pos Pelayanan Perimping 14. Pos Pelayanan SP V 103
Ibid., hlm. 61.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
54
15. Pos Pelayanan Air Durian 16. Pos Pelayanan Lipat Gunting 17. Pos Pelayanan Batu Leman 18. Pos Pelayanan Kuala Asam 19. Pos Pelayanan Suak Burung 20. Pos Pelayanan Sungkai104
D. Masa Gereja Dewasa (1991-2012) Setelah resmi dilembagakan pada tanggal 25 Agustus 1991, Jemaat GPIB “Bethesda” Marau adalah Jemaat yang Dewasa dan Mandiri dalam lingkungan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB). Pendeta pertama yang ditempatkan sebagai Ketua Majelis Jemaat (KMJ) di Jemaat GPIB “Bethesda” Marau adalah Pdt. Simorangkir Mahlin. S.Th. Berikut adalah nama-nama pendeta yang pernah menjadi Ketua Majelis Jemaat (KMJ) GPIB “Bethesda” Marau : 1. Pdt. Simorangkir Mahlin. S. Th. (1991-1993) 2. Pdt. Marhten Leiwakabessy. S.Th. (1994-1997) 3. Pdt. Oeke Vally Hattu. S. Th. (1997-2003)105 4. Pdt. Simson Nelson Salouw. S. Th. (2004-2008) 5. Pdt. Radius Aditia Jonar. S. Th. (2009-2012) Tahun 2001, GPIB “Bethesda” Marau kembali membangun gedung gereja yang ketiga. Hal ini dikarenakan gedung gereja yang lama sudah tidak cukup untuk menampung Jemaat yang selalu mengalami pertambahan dalam hal jumlah. Selain itu, perekonomian jemaat yang juga sudah mengalami peningkatan,
104
Arsip Jemaat GPIB Bethesda Marau, Laporan keadaan pos-pos Pelkes GPIB Bethesda Marau, 1991. 105 http://www.gpib.org/pendeta/, diakses tanggal 12 Februari 2014.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
55
memungkinkan Jemaat GPIB “Bethesda” Marau untuk membangun tempat ibadah mereka yang baru. Gedung gereja yang ketiga ini sudah mulai dirancang pembangunannya sejak Pendeta Marthen Leiwakabessy S.Th menjadi Ketua Majelis Jemaat GPIB Jemaat “Bethesda” Marau. Peletakan batu pertama dilaksanakan oleh Pendeta Oeke Vally Hattu S.Th. Gedung Gereja yang ketiga ini berukuran 10 x 22 meter, dibangun dengan menggunakan bahan-bahan baku bangunan seperti papan, semen, genteng, dan bahan-bahan lain yang sudah cukup modern pada saat itu. Sebagai Gereja Dewasa dan Mandiri, Jemaat GPIB “Bethesda” Marau berkewajiban melaksanakan tugas Panggilan dan Pengutusan-Nya melalui “Tri Dharma Gereja”, yaitu Persekutuan, Pelayanan, dan Kesaksian, yang dituangkan dalam Pokok-Pokok Kebijakan Umum Panggilan dan Pengutusan Gereja (PKUPPG). Pada Program Jangka Panjang Pertama GPIB (1986-2006), PKUPPG ini semula dikenal dengan nama Garis-garis Besar Kebijakan Umum Pelayanan Gereja (GBKUPG), perubahan terjadi karena GPIB selalu diarahkan untuk mengalami pembaharuan demi keberhasilan dalam pencapaian Misi dengan terang Visi GPIB.106 Sekarang, GPIB sudah memasuki Program Jangka Panjang Kedua (20062026). Melalui PKUPPG Jangka Panjang tahap kedua ini, GPIB diharapkan dapat melakukan tugas Misinya : “Memantapkan spiritualitas umat untuk membangun dan mengembangkan GPIB sebagai Gereja Misioner yang membawa damai sejahtera Yesus Kristus di tengah-tengah masyarakat dan dunia”. Maka, tugas 106
Majelis Sinode GPIB, Pokok-pokok Kebijakan Umum Panggilan dan Pengutusan Gereja (PKUPPG), Jakarta, Majelis Sinode GPIB, 2010, hlm. 8.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
56
Panggilan dan Pengutusan Gereja ini pun dilaksanakan melalui “Tri Dharma Gereja”, yaitu Persekutuan, Pelayanan, dan Kesaksian, yang dijabarkan kedalam sepuluh bidang pelayanan107 sebagai berikut :
PERSEKUTUAN 1. IAI (Iman Ajaran Ibadah) 4. PENDIDIKAN
7. ORKOM (Organisasi dan Komunikasi) 8. LITBANG (Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan).
PELAYANAN 2. PELKES (Pelayanan dan Kesaksian) 5. PPSDI (Pembinaan Pengembangan Sumber Daya Insani) 9. DADA (Daya dan Dana)
KESAKSIAN 3. GERMAS (Gereja dan Masyarakat) 6. BPK (Bidang Pelayanan Kategorial) 10. Umum
Kemudian ke-10 bidang/program ini, masing-masing dikelompokkan lagi sesuai fungsinya108 : MISIONER IAI Germas Pelkes PPSDI Pendidikan BPK
INSTITUSIONAL Orkom Litbang
PENUNJANG Daya dan Dana Umum
Melalui ke sepuluh bidang pelayanan inilah GPIB “Bethesda” Marau selalu berusaha mewujudkan Visi dan Misi GPIB, serta melaksanakan tugas Panggilan dan Pengutusannya di dalam kehidupan berjemaat di GPIB “Bethesda” Marau.
107 108
Ibid., hlm. 19. Ibid., hlm. 23.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
57
Sekarang dalam perkembangannya, Jemaat GPIB “Bethesda” Marau memiliki wilayah pelayanan yang terdiri dari 23 Pos Pelkes (Pelayanan dan Kesaksian), dengan jumlah kepala keluarga 925 KK, serta jumlah jiwa 2946 jiwa. Ke-23 Pos Pelkes tersebut berada di daerah Tempayak, Carik, Penyiuran, Cilingan, Riam Kusik, Putaran/Langsat, Jemayas, Batu Payung, SP 1 Singkup, SP 8 Selimatan, Batang Belian, Sengkuang, Perendaman, Perimping, Batu Keling, Air Durian, Gajah, Kebanteng, Air Mengaris, Kuala Asam, Lipat Gunting, Batu Leman, dan Km 12/Maya.109
109
Arsip Jemaat GPIB Bethesda Marau, Rekapitulasi data Jemaat GPIB Bethesda Marau, 2012.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV IMPLIKASI KEHADIRAN GPIB JEMAAT BETHESDA MARAU TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT
GPIB “Bethesda” Marau yang dilembagakan pada tanggal 25 Agustus 1991110 ini dalam perkembangannya telah memberikan sumbangan dan pengaruh yang cukup besar bagi kehidupan masyarakat yang berada di sekitar wilayah pelayanan GPIB Jemaat “Bethesda” Marau. Hal ini sangat mungkin terjadi karena sebagai Gereja Dewasa dan Mandiri, GPIB “Bethesda” Marau memiliki kewajiban untuk melaksanakan tugas Panggilan dan Pengutusan-Nya melalui “Tri Dharma Gereja”, yaitu Persekutuan, Pelayanan, dan Kesaksian111 yang diwujudnyatakan GPIB ke dalam sepuluh bidang pelayanan seperti : IAI (Iman Ajaran Ibadah), PELKES (Pelayanan dan Kesaksian), GERMASA (Gereja dan Masyarakat), PENDIDIKAN, PPSDI (Pembinaan Pengembangan Sumber Daya Insani), BPK (Bidang Pelayanan Kategorial), ORKOM (Organisasi dan Komunikasi), LITBANG (Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan), DADA (Daya dan Dana), dan Umum112. Hal ini sangat sesuai dengan Misi GPIB dalam Pokok-pokok Kebijakan Umum Panggilan dan Pengutusan Gereja (PKUPPG), yaitu “Memantapkan spiritualitas umat untuk membangun dan mengembangkan GPIB sebagai Gereja Misioner yang membawa damai sejahtera Yesus Kristus di
110
Arsip Jemaat GPIB Bethesda Marau, Laporan keadaan pos-pos Pelkes GPIB Bethesda Marau, dan Arsip Jemaat GPIB Ebenhezer Ketapang, Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Majelis Sinode, tahun 1991. 111 Majelis Sinode GPIB, op. cit., hlm. 24. 112 Ibid., hlm. 19.
58
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
59
tengah-tengah masyarakat dan dunia”.113 Oleh karena itulah, ruang lingkup pelayanan GPIB juga tidak hanya terbatas pada memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menjadi warga jemaatnya saja, tetapi juga bagi masyarakat luar, baik yang berada di sekitar wilayah pelayanan GPIB sendiri, maupun masyarakat yang berada di daerah lain yang mampu dijangkau oleh GPIB. Maka, untuk melaksanakan tugas Panggilan dan Pegutusan-Nya, serta mewujudkan Misinya untuk membawa damai sejahtera Yesus Kristus di tengah-tengah masyarakat dan dunia inilah, GPIB “Bethesda” Marau berusaha mewujudnyatakan pelayanannya tersebut ke dalam berbagai bidang kehidupan yang ternyata memberikan pengaruh yang cukup besar bagi kehidupan masyarakat yang ada di sekitar wilayah pelayanannya. Hal ini terlihat di dalam berbagai bidang kehidupan berikut : A. Bidang Pendidikan GPIB Bethesda Marau, dalam perjalanan sejarahnya di wilayah Kecamatan Marau, memiliki andil yang cukup besar dalam bidang pendidikan di wilayah tersebut. Hal ini terbukti dengan dibangunnya SMP Kristen Siloam Marau. SMP Kristen Siloam Marau ini berada di bawah naungan YAPENDIK (Yayasan Pendidikan) GPIB. Sebagai salah satu unit Missioner, Yapendik GPIB juga mengemban tugas Panggilan dan Pengutusan Gereja untuk memberitakan Injil Yesus Kristus melalui pelayanan dalam bidang pendidikan. Selain itu, Yapendik juga ikut serta dalam upaya untuk membangun kualitas sumber daya insani melalui lembaga pendidikan.114
113 114
Ibid., hlm. 17. www.gpib.org.com, diakses tanggal 2 September 2014.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
60
Dibangunnya SMP Kristen Siloam Marau ini adalah sebagai usaha dari Gereja, khususnya GPIB Bethesda Marau untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat di sekitar wilayah pelayanannya. Letak bangunan SMP Kristen Siloam Marau ini sekarang tepat berada di belakang bangunan gedung Gereja GPIB Bethesda Marau. Pembangunan gedung SMP Kristen Siloam Marau ini sudah dimulai sejak tahun 1972, dan diresmikan penggunaanya pada tanggal 4 Maret 1973. SMP Kristen Siloam Marau ini bisa dikatakan sebagai salah satu sekolah perintis di wilayah Kecamatan Marau, karena SMP Kristen Siloam Marau merupakan SMP pertama yang dibangun di wilayah tersebut. Setelah diresmikan penggunaannya, angkatan pertama yang bersekolah di SMP Kristen Siloam Marau ini berjumlah 10 orang, yang terdiri dari 2 siswa perempuan dan 8 siswa laki-laki. Siswa-siswi ini merupakan lulusan dari SDN 01 Marau.115 Diketahui bahwa dari 10 orang siswa, 7 orang siswa beragama Islam dan 3 orang siswa beragama Protestan.116 Dalam perkembangan selanjutnya, kehadiran SMP Kristen Siloam Marau ini ternyata memberikan pengaruh yang sangat positif terhadap perkembangan kehidupan masyarakat yang ada di wilayah Kecamatan Marau. Di mana sebelum dibangunnya SMP Kristen Siloam Marau, siswa-siswi lulusan dari SDN 01 Marau, jika mereka ingin melanjutkan pendidikan, mereka harus pergi ke Kota Kabupaten yang jaraknya sangat jauh. Selain jaraknya yang sangat jauh, belum tersedianya trasportasi darat seperti motor dan mobil, serta kehidupan 115
SDN 01 Marau merupakan Sekolah Dasar Negeri yang pertama kali dibangun di Kecamatan Marau. 116 Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an yang juga pernah menjadi guru di SMP Kriten Siloam Marau, Pendeta Urbanus Latudasan, 1 Agustus 2013.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
61
perekonomian mereka yang masih sangat sederhana, juga menjadi kendala bagi para siswa ini untuk melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi. Maka, dengan dibangunnya SMP Kristen Siloam Marau ini, secara tidak langsung akan mempermudah para siswa lulusan SDN 01 Marau ini untuk melanjutkan pendidikan mereka. Dampak tidak langsung lainnya adalah bertambahnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang berpendidikan, yang kemudian juga berpengaruh pada bertambah luasnya wawasan masyarakat setempat yang telah mendapatkan pendidikan tersebut. Selain itu juga diketahui bahwa banyak lulusan dari SMP Kristen Siloam Marau ini menjadi orang yang berhasil di kemudian hari, seperti ada yang menjadi Majelis Jemaat GPIB Bethesda Marau, guru, pegawai pemerintahan, bahkan ada yang merantau keluar daerah dan menjadi wakil rakyat.
B. Bidang Sosial Pengaruh kehadiran GPIB Jemaat Bethesda Marau dalam bidang sosial ini lebih terasa pengaruhnya bagi Jemaat GPIB sendiri, di mana Gereja melalui para pengkhotbahnya (baik itu para Penginjil, Vikaris, Pendeta, dan Para Majelis) memberikan pemahaman-pemahaman baru untuk mengembangkan pola hidup dan pola pikir masyarakatnya melalui khotbah-khotbahnya yang didasarkan pada Firman Tuhan, baik di Gereja maupun di rumah-rumah jemaat, tentang kehidupan berpancasila, yang mana kita sebagai masyarakat memiliki kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, harus saling menghargai antar pemeluk agama yang satu dengan pemeluk agama yang lainnya, dan harus saling tolong menolong antara manusia satu dengan manusia lainnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
62
C. Bidang Budaya Dalam bidang budaya, pengaruh yang di dapat oleh masyarakat yang ada di wilayah pelayanan GPIB Bethesda Marau ini adalah berubahnya pola pikir masyarakat, terutama dalam hal upacara-upacara adat yang sangat identik dengan pemujaan kepada roh nenek moyang. Hal ini terlihat jelas dalam beberapa hal seperti dalam upacara perkawinan, upacara kematian, dan upacara sapat tahun117 yang biasa dilaksanakan oleh masyarakat suku Dayak Kendawangan. Dalam upacara perkawinan, sebelum agama Protestan di perkenalkan dalam kehidupan masyarakat suku Dayak Kendawangan, dengan hanya melaksanakan upacara perkawinan adat saja, seorang laki-laki dan seorang perempuan berdasarkan adat istiadat suku Dayak Kendawangn, sudah dianggap sah menjadi suami dan istri oleh masyarakat setempat. Namun, setelah masyarakatnya memeluk agama Protestan, upacara perkawinan ini pun diperbaharui dan disesuaikan aturannya dengan hukum perkawinan Gereja. Sekarang, setelah mengalami pembaharuan dari Gereja, untuk bisa menjadi suami-istri dan dianggap sah oleh Negara, seorang laki-laki dan seorang perempuan harus menikah di Gereja terlebih dahulu yang dipimpin oleh pendeta, baru kemudian jika ingin dilanjutkan dengan nikah adat, maka upacara adat perkawinan yang dipimpin oleh ketua adat ini baru boleh dilaksanakan setelah terlaksananya pemberkatan nikah di Gereja. Demikian pula halnya dengan upacara kematian, masyarakat yang sudah mengenal agama Protestan tidak lagi melaksanakan upacara kematian tersebut 117
Upacara Sapat Tahun adalah upacara yang dilakukan oleh masyarakat Suku Dayak untuk meminta atau memohon perlindungan kepada makhluk-makhluk halus dan roh nenek moyang, dengan cara memberikan sesajian sebagai upah dan imbalan kepada roh-roh halus, agar seluruh warga masyarakat terhindar dari berbagai bala bencana seperti kekeringan, kebanjiran, wabah penyakit, dan hama tanaman.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
63
dengan tradisi lama, karena dianggap bertentangan dengan ajaran Yesus Kristus. Untuk pelaksanaan upacara kematian, Sinode GPIB sudah menetapkan liturgi upacara pemakaman yang meliputi upacara di rumah dan di kuburan, yang berisi doa disertai nyanyian, yang dipimpin oleh seorang pendeta. Setelah itu dilaksanakan juga ibadah penghiburan di rumah keluarga yang berduka dengan tujuan untuk memberikan penghiburan kepada keluarga yang ditinggalkan. Sedangkan dalam upacara sapat tahun, yang semula pelaksanaan upacara ini dimaksudkan untuk memberi ucapan syukur kepada Duatak (Tuhannya orang Dayak), yang dilakukan dengan cara begendang dan minum arak tuak, serta beigal118, sekarang setelah masyarakat yang ada di wilayah Kecamatan Marau ini mengenal agama Protestan, pola pikir mereka pun mulai terbuka dengan pembaharuan yang lebih masuk akal, yang dilakukan oleh Gereja GPIB. Pengaruh agama Protestan ini sangat terlihat jelas pada saat pelaksanaan upacara adat sapat tahun, yang mana sebelum dimulainya upacara tersebut, masyarakat suku Dayak Kendawangan harus terlebih dahulu mengucap syukur kepada Tuhan, dengan cara mengangkat puji-pujian, berdoa, dan mendengarakan Firman-Nya. Setelah itu baru bisa dilanjutkan dengan pelaksanaan upacara adat masyarakat suku Dayak Kendawangan. Dalam hal ini, Gereja tidak berusaha meninggalkan ataupun menghilangkan adat istiadat lama, Gereja hanya melakukan transformasi budaya dengan cara memperbaharui nilai-nilai budaya di masyarakat yang dianggap menyimpang dari ajaran Gereja, serta memberikan pemaknaan baru terhadap budaya itu sendiri. 118
Elisabeth Lilies, 2008, Pengetahuan Adat dan Tradisi Dayak Jalai, Pontianak : Institut Dayakologi, hlm. 39.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
64
D. Bidang Kesehatan Kehadiran GPIB Jemaat Bethesda Marau juga membawa pengaruh positif dalam bidang kesehatan. GPIB yang bekerjasama dengan Departemen Pelayanan dan Kesaksian (Pelkes) memberikan pelayanan pengobatan gratis kepada masyarakat yang kurang mampu. Dalam hal ini, GPIB bekerjasama dengan pegawai-pegawai gereja yang berprofesi sebagai dokter. Orang-orang dari Departemen Pelkes ini setiap beberapa tahun sekali selalu melakukan kunjungan ke berbagai daerah pedalaman, seperti di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.119 Hal ini dimaksudkan untuk memberikan bantuan kepada masyarakat sekitar yang berada di wilayah pelayanan GPIB. Bantuan tersebut berupa bantuan makanan dan obat-obatan. Selain itu, mereka juga memberikan pembinaan-pembinaan seperti pembinaan mengenai pengembangan infrastruktur pos pelkes dan penyuluhan kesehatan.120 Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang Majelis Jemaat GPIB Bethesda Marau, diketahui bahwa orang-orang dari Departemen Pelkes ini sudah beberapa kali hadir di wilayah pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau. Kunjungan pertama Pelkes di wilayah Pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau ini dilaksanakan pada tahun 2000. Dilaksanakannya kunjungan oleh orangorang dari Departemen Pelkes ini adalah dalam rangka penempatan pendetapendeta di pos-pos Pelkes yang merupakan Jemaat dari GPIB Bethesda Marau. Kunjungan kedua, dilaksanakan pada tahun 2002. Agendanya adalah pengobatan gratis di wilayah pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau, terutama 119 120
Arsip Video GPIB Bethesda Marau, Pelkes GPIB-film Pelaksanaan Pelkes 2010-2015. Idem.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
65
di Desa Penyiuran dan Air Durian. Kunjungan ketiga ini dilaksanakan pada tahun 2007. Agendanya adalah pelaksanaan pengobatan gratis di wilayah pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau, terutama di Kecamatan Manis Mata yang letaknya berada di sebelah selatan Gereja Induk. Kunjungan keempat, dilaksanakan pada tahun 2009. Kunjungan orang-orang dari Departemen Pelkes kali ini adalah dalam rangka pembinaan tahap 1 pemberian materi pelembagaan kepada Jemaat GPIB Bethesda Marau yang bertempat di Desa Sengkuang. Kunjungan kelima, dilaksanakan pada tahun 2010. Kunjungan orang-orang dari Departemen Pelkes ini adalah dalam rangka Pentahbisan Gereja-Gereja pos Pelkes sekaligus dilaksanakan juga pengobatan gratis di pos-pos Pelkes Jemaat GPIB Bethesda Marau.121 Kehadiran orang-orang dari Departemen Pelkes di wilayah pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau ini memberikan pengaruh yang sangat positif bagi kehidupan masyarakat, terutama bagi masyarakat yang berada di sekitar wilayah pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau.
E. Bidang Ekonomi Pengaruh yang ditimbulkan dari hadirnya GPIB Bethesda Marau terhadap kehidupan masyarakat dalam bidang ekonomi dapat dilihat melalui kegiatankegiatan yang dilakukan oleh orang-orang dari Departemen Pelkes. Pelkes GPIB 121
Wawancara Majelis Jemaat GPIB Bethesda Marau, Penatua Soter Christianto, 2 September 2014.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
66
yang hadir sebagai bentuk keterlibatan Gereja untuk mewujudkan tanda-tanda kerajaan Allah di tengah-tengah dunia ini, melaksanakan tugasnya melalui beberapa jenis kegiatan, salah satunya yaitu dengan dilaksanakannya kegiatan Pengembangan Usaha Pedesaan (PUP) yang dilakukan melalui Unit Pembinaan dan Pemberdayaan Masyarakat (UP2M) yang berkedudukan di Bogor. 122 UP2M ini meliputi : Pengembangan Infrastruktur di Pos Pelkes, Program Les, Pelayanan dan Penyuluhan Kesehatan, serta Pembentukan kelompok Usaha Tani123 Di wilayah pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau sendiri, program kerja dari UP2M ini cukup terlaksana dengan baik. Hal ini terbukti dengan berhasil dibentuknya kelompok-kelompok usaha tani seperti kelompok usaha tani perikanan air tawar, dan kelompok usaha tani kelapa sawit. Khusus di Jemaat Induk yang ada di Dusun Tempayak Desa Sukakarya Kecamatan Marau, salah satu kelompok usaha tani yang sekarang mengalami perkembangan yang sangat baik adalah kelompok usaha tani kelapa sawit. Setiap bulannya, Jemaat GPIB Bethesda Marau yang termasuk didalam kelompok usaha tani kelapa sawit ini selalu mendapatkan tambahan penghasilan yang cukup membantu perekonomian mereka. Berapa banyaknya rupiah yang mereka dapat setiap bulannya ini sangat tergantung dari hasil panen kelapa sawit mereka, jika hasil panennya baik, maka rupiahnya pun akan baik, dan tentunya hal ini akan berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat setempat.
122 123
Arsip Video GPIB Bethesda Marau, Pelkes GPIB-film Pelaksanaan Pelkes 2010-2015. Idem.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V PENUTUP
Berdasarkan pembahasan dari bab II sampai bab IV, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Marau merupakan sebuah kecamatan yang terletak di wilayah Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat. Marau dibentuk menjadi sebuah kecamatan pada tahun 1987. Masyarakat yang tinggal di daerah tersebut adalah masyarakat suku Dayak dan Melayu. Suku Dayak merupakan suku pertama yang menerima penginjilan di wilayah Kecamatan Marau. Semula, sebelum mengenal agama Protestan, masyarakat suku Dayak Kendawangan ini masih merupakan masyarakat animis yang memandang bahwa benda-benda yang ada di alam semesta ini, baik gunung, hutan, lautan, sungai, maupun pohon-pohon besar, semuanya itu dipercaya mempunyai roh yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Selain itu, mereka juga telah mengenal agama suku, yaitu agama Kaharingan yang merupakan kepercayaan asli masyarakat suku bangsa Dayak. Kehidupan sosial-budaya masyarakat yang tinggal di wilayah Kecamatan Marau ini tergolong masih sangat sederhana, hal ini terlihat dalam beberapa bidang kehidupan seperti : (1) Dalam bidang pendidikan, sekitar tahun 1970-an, masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah Kecamatan Marau ini masih merupakan masyarakat buta huruf, karena belum adanya lembaga pendidikan di wilayah tersebut. (2) Dalam bidang budaya, kehidupan masyarakatnya masih didominasi oleh adat masyarakat setempat. Hal ini terbukti dengan masih sering 67
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
68
dilaksanakannya upacara-upacara penghormatan terhadap roh-roh nenek moyang. (3) Dalam bidang ekonomi, masyarakat yang tinggal di wilayah Kecamatan Marau ini, memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan masih mengandalkan hasil hutan, yaitu dengan cara bertani, berkebun, menyadap karet, dan berburu. GPIB “Bethesda” Marau sebelum manjadi Gereja Dewasa dan Mandiri, pada awal masuknya Injil di wilayah Kecamatan Marau pada tahun 1970, masih merupakan pos Pekabaran Injil dari GPIB Siloam Pontianak. Namun, setelah melihat kondisi Gerejanya yang terus mengalami perkembangan dalam hal pertambahan jumlah jemaat dan kondisi fisik gedung gereja yang semakin membaik, maka GPIB “Bethesda” Marau pun dijadikan sebagai Pos Pelayanan dari Jemaat GPIB Siloam Pontianak, dengan nama GPIB “Siloam” Marau. Baru kemudian, setelah GPIB Ebenhezer Ketapang dilembagakan pada 15 Mei 1986, GPIB ”Siloam” Marau secara otomatis menjadi Pos Pelayanan dari Jemaat GPIB Ebenhezer Ketapang, karena berada dalam wilayah administratif GPIB Ebenhezer Ketapang. GPIB “Siloam” Marau sendiri berhasil dilembagakan dengan nama GPIB “Bethesda” Marau. Sejak dilembagakan pada tanggal 25 Agustus 1991, GPIB “Bethesda” Marau menjadi Gereja Induk dari 20 Pos Pelkes (Pelayanan dan Kesaksian). Setelah menjadi Gereja yang Dewasa dan Mandiri, GPIB Bethesda Marau terus mengusahakan perkembangan dengan melaksanakan tugas Panggilan dan Pengutusannya melalui “Tri Dharma Gereja” demi terwujudnya Visi dan Misi GPIB “…membawa damai sejahtera Yesus Kristus di tengah-tengah masyarakat dan dunia”.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
69
Kehadiran GPIB Bethesda Marau di tengah-tengah kehidupan masyarakat di wilayah Kecamatan Marau ini ternyata memberikan pengaruh yang cukup baik bagi masyarakatnya. Pengaruhnya ini terlihat dalam beberapa hal, seperti : (1) Dalam bidang pendidikkan, GPIB Bethesda Marau yang bekerjasama dengan YAPENDIK (Yayasan Pendidikan) berhasil membangun sebuah Sekolah Menengah Pertama (SMP Kristen Siloam Marau). Seperti yang sudah diketahui, SMP ini merupakan SMP pertama yang dibangun di wilayah Kecamatan Marau. SMP ini telah banyak menghasilkan lulusan-lulusan yang berdaya guna dan berhasil guna di kemudian hari. (2) Dalam bidang sosial, GPIB Bethesda Marau melalui para pengkhotbah dan jemaatnya memberikan pemahaman-pemahaman baru untuk mengembangkan pola hidup dan pola pikir masyarakatnya. (3) Dalam bidang budaya, kehadiran GPIB Bethesda Marau ini sangat berpengaruh di dalam proses pembaharuan nilai-nilai budaya di masyarakat yang dianggap menyimpang dari ajaran Gereja. Dalam hal ini, Gereja melakukan transformasi budaya. (4) Dalam bidang kesehatan, GPIB Bethesda Marau yang bekerjasama dengan Departemen
Pelkes
(Pelayanan
dan
Kesaksian)
memberikan
pelayanan
pengobatan gratis kepada jemaat GPIB dan juga kepada masyarakat yang kurang mampu. (5) Dalam bidang ekonomi, GPIB Bethesda Marau dalam usahanya meningkatkan perekonomian masyarakatnya,
melaksanakan pembentukkan
kelompok-kelompok usaha tani, salah satunya adalah pembentukkan kelompok usaha tani kelapa sawit. Hasil yang didapat dari usaha tani kelapa sawit ini cukup mampu meningkatkan taraf hidup masyarakatnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku : End, Thomas van den. Harta Dalam Bejana : Sejarah Gereja Ringkas. Jakarta : BPK Gunung Mulia. _________________ . (1993). Ragi Cerita : Sejarah Gereja di Indonesia 2, 1860 an - sekarang. Jakarta : BPK Gunung Mulia. Gottschalk, Louis. (1975). Mengerti Sejarah. Jakarta : Yayasan Penerbit Universitas Indonesia. Hurlock, Elisabeth B. (1991). Psikologi Perkembangan : Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (edisi 5). Jakarta : Erlangga. Kasim Taha, dkk. (1985). Upacara Tradisional Daerah Kalimantan Barat. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Kebudayaan Daerah. Kruger, Theodor Muller. (1966). Sejarah Gereja di Indonesia. Jakarta : BPK Gunung Mulia. Kuntowijoyo. (1995). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta : PT Bentang Pustaka. Lilies, Elisabeth. (2008). Pengetahuan Adat dan Tradisi Dayak Jalai. Pontianak : Institut Dayakologi. Locher, Gerrit P H. (1997). Tata Gereja - Gereja Protestan di Indonesia. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
70
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
71
Majelis Jemaat GPIB Ebenhezer Ketapang. (2009). Sejarah Gereja GPIB EBENHEZER Ketapang. Ketapang : Majelis Jemaat GPIB Ebenhezer Ketapang. Majelis Sinode GPIB. (2010). Pokok-pokok Kebijakan Umum Panggilan dan Pengutusan Gereja (PKUPPG) Buku II. Jakarta : Majelis Sinode GPIB. __________________ . (2010). Tata Gereja GPIB Buku III. Jakarta : Majelis Sinode GPIB. Manandar Soelaeman. (1986). Ilmu Sosial Dasar (Teori dan Konsep Ilmu Sosial). Bandung : PT Eresco. Mardalis. (1990). Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta : Bumi Aksara. Nasution, S. dan Thomas, M. (2005). Buku Penuntun Membuat Tesis, Skripsi, Disertasi, Makalah. Jakarta : Bumi Aksara. Ongirwalu, H. Sejarah Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) 19481990. Pandil Sastrowardoyo, dkk. (1983). Sistem Gotong Royong dalam Masyarakat Pedesaan Daerah Kalimantan Barat. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Kebudayaan Daerah. Pemerintah Daerah Kabupaten Ketapang. (2012). Kecamatan Marau Dalam Angka 2012. Ketapang : Badan Pusat Statistika dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ketapang. Pemerintah Kabupaten Ketapang Kecamatan Marau Desa Sukakarya. (2011). Peraturan Desa Sukakarya Kecamatan Marau Kabupaten Ketapang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
72
(Tentang Rencana Pembangunan jangka Menengah Desa 2011-2015). Ketapang. Poerwadarminta, W.J.S. (1966). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Pranoto, Suhartono. W. (2010). Teori dan Metodologi Sejarah. Yogyakarta : Balai Pustaka. Riwut, Tjilik. (2003). Maneser Panatau Tatu Hiang : Menyelami Kekayaan Leluhur. Palangkaraya : Pusakalima. Salkind, Neil J. (2009). Teori-teori Perkembangan Manusia : Sejarah Kemunculan,
Konsep
Dasar,
Analisis
Komparatif
dan
Aplikasi.
Yogyakarta : Nusa Media. Sopater Sularso, dkk. (1998). Gereja dan Kontekstualisasi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Suharso. (2011). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang : Widya Karya. Tim Reality. (2008). Kamus Terbaru Bahasa Indonesia. Surabaya : Reality Publisher. Verhaak, Christ. (1987). Sejarah Perkembangan Iman Dari Awal Sampai Dengan Masa Kini dan Sejarah Perkembangan Iman di Indonesia. Yogyakarta : Sekolah Tinggi Filsafat Kateketik “PRADNYAWIDYA”. Wariso RAM, dkk. (1986). Pemukiman Sebagai Kesatuan Ekosistem Daerah Kalimantan Barat. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
73
Arsip : Arsip Jemaat GPIB Bethesda Marau. Laporan keadaan pos-pos Pelkes GPIB Bethesda Marau. 1991. Arsip Jemaat GPIB Ebenhezer Ketapang. Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Majelis Sinode. 1991. Arsip Jemaat GPIB Bethesda Marau. Rekapitulasi data Jemaat GPIB Jemaat Bethesda Marau. 2012. Arsip Video GPIB Bethesda Marau. Pelkes GPIB-film Pelaksanaan Pelkes 20102015.
Sumber Wawancara : Wawancara dengan salah seorang masyarakat di wilayah Kecamatan Marau, Bapak Kimtia. Marau, 4 Juli 2013. Wawancara dengan salah seorang masyarakat di wilayah Kecamatan Marau, yang juga pernah menjabat sebagai Majelis Jemaat GPIB Bethesda Marau, Bapak Kristianto Parsin. Marau, 7 Juli 2013. Wawancara dengan Majelis Jemaat GPIB Bethesda Marau, Penatua Soter Christianto. Marau, 25 Juli 2013. Wawancara dengan tokoh Penginjil tahun 1970-an sekaligus alumni Institut Injil Indonesia Batu Malang, Bapak Yonatan A. Kabu. Sengkuang, 1 Agustus 2013.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
74
Wawancara via handphone dengan Pdt. Urbanus Latudasan (Tokoh Penginjil tahun 1970-an, sekaligus alumni Institut Injil Indonesia Batu Malang). Yogyakarta, 1 Oktober 2013.
Internet : http://id.wikipedia.org/wiki/Marau,_Ketapang. Diakses tanggal 11 November 2013. http://www.gpib.org/artikel/gpib-menuju-jemaat-yang-misioner. Diakses tanggal 12 Februari 2014. http://id.m.wikipedia.org/wiki/Gereja_Protestan_di _Indonesia_bagian_Barat. Diakses tanggal 14 April 2014. http://immanueldepok.info/info-tentang-pembinaan-katekisasi-gpib/konteksgereja/299-materi-32-mengenal-gpib-secara-singkat-dan-jelas. Diakses tanggal 14 April 2014. http://www.gpib.org/tentang-gpib. Diakses tanggal 14 April 2014. www.gpib.org.com. Diakses tanggal 2 September 2014.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
SILABUS
Nama Sekolah
: SMA Negeri 11 Yogyakarta
Mata Pelajaran
: Sejarah Indonesia
Kelas
: XI
Kompetensi Inti
:
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. 2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif, dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. 3. Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. 4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
75
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Kompetensi Dasar
Materi Pokok
3.5 Mengidentifikasi
Sejarah Perkembangan
dampak politik, sosial,
Gereja Protestan di
budaya, sosial-
Indonesia bagian Barat
ekonomi dan
(GPIB) Jemaat
pendidikan pada masa
Bethesda Marau
penjajahan Barat
(Implikasinya terhadap
dalam kehidupan
Kehidupan
Pembelajaran
Penilaian
Alokasi
Sumber
Waktu
Belajar
bangsa Indonesia masa Masyarakat) 1970-2012 kini. Konteks sosio-
Mengamati
Observasi : Mengamati
2 x 45
Sistem
menit
Gotong
historis masyarakat
Siswa mengamati
kegiatan peserta didik
di wilayah pelayanan
sebuah gambar yang
dalam diskusi dan
Royong
GPIB Jemaat
berkaitan dengan sejarah
presentasi
dalam
Bethesda Marau
perkembangan Gereja
Masyarakat
Protestan di Indonesia
Tes Tertulis : Menilai
Pedesaan
Tahap-tahap
bagian Barat (GPIB)
kemampuan peserta
Daerah
perkembangan GPIB
Jemaat Bethesda Marau
didik dalam memahami
Kalimantan 76
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Jemaat Bethesda Marau
Menanya Siswa bertanya dan
materi tentang sejarah
Barat
perkembangan Gereja
Upacara
menyampaikan pendapat Protestan di Indonesia
Tradisional
Implikasi dari
tentang sejarah
bagian Barat (GPIB)
daerah
kehadiran GPIB
perkembangan Gereja
Jemaat Bethesda Marau
Kalimantan
Jemaat Bethesda
Protestan di Indonesia
Marau terhadap
bagian Barat (GPIB)
Tugas Terstruktur :
Maneser
kehidupan
Jemaat Bethesda Marau
Membuat makalah
Panatau Tatu
tentang pengaruh
Hiang
Siswa mengumpulkan
hadirnya GPIB Bethesda
Menyelami
informasi tentang
Marau terhadap
kekayaan
konteks sosio-historis
kehidupan masyarakat
masyarakat
Mengumpulkan Informasi
masyarakat di wilayah pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau, tahaptahap perkembangannya, dan implikasi dari hadirnya GPIB Jemaat
Barat
Leluhur
Sejarah Gereja GPIB Ebenhezer Ketapang Internet
Bethesda Marau dalam 77
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
kehidupan masyarakat sekitar melalui bukubuku bacaan, internet, dan sumber-sumber lainnya Mengasosiasi Menganalisis informasi dan data yang didapat dari buku-buku bacaan maupun sumber-sumber terkait lainnya, yang dilanjutkan dengan diskusi kelompok, untuk mendapatkan kesimpulan tentang konteks sosio-historis masyarakat di wilayah pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau, tahap78
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
tahap perkembangan GPIB Bethesda Marau, dan implikasi dari kehadiran GPIB Jemaat Bethesda Marau terhadap kehidupan masyarakat sekitar, kemudian hasilnya dicatat pada kertas Mengkomunikasikan Hasil diskusi kelompok tersebut dipresentasikan, kemudian dilakukan sesi tanya jawab, setelah itu dilaporkan dalam bentuk tulisan.
79
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Satuan Pendidikan
: SMA Negeri 11 Yogyakarta
Kelas/Semester
: XI/Gasal
Mata Pelajaran
: Sejarah Indonesia
Materi Pokok
: Sejarah Perkembangan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Bethesda Marau (Implikasinya terhadap Kehidupan Masyarakat) 1970-2012
Pertemuan ke
: 1 (Satu)
A. Kompetensi Inti : 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. 2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif, dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. 3. Memahami,
menerapkan,
dan
menganalisis
konseptual, prosedural berdasarkan
pengetahuan
faktual,
rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. 4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
80
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
81
B. Kompetensi Dasar 3.5 Mengidentifikasi dampak politik, sosial, budaya, sosial-ekonomi dan pendidikan pada masa penjajahan Barat dalam kehidupan bangsa Indonesia masa kini.
C. Indikator Pencapaian Kompetensi 1. Menunjukkan sikap syukur kepada Tuhan atas perkembangan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Bethesda Marau dan implikasinya terhadap kehidupan masyarakat sekitar. 2. Menunjukkan sikap tanggung jawab dan disiplin dalam mengerjakan tugas-tugas pembelajaran sejarah, terkait dengan materi pelajaran tentang sejarah perkembangan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Bethesda Marau dan implikasinya terhadap kehidupan masyarakat sekitar. 3. Menunjukkan
sikap
tanggung
jawab,
peduli
terhadap
sejarah
perkembangan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Bethesda Marau dan implikasinya terhadap kehidupan masyarakat sekitar. 4. Menunjukkan sikap responsif dan pro-aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran di kelas. 5. Mendeskripsikan sejarah kehidupan sosial masyarakat di wilayah pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau. 6. Mendeskripsikan tahap-tahap perkembangan GPIB Jemaat Bethesda Marau. 7. Menganalisis implikasi dari kehadiran GPIB Jemaat Bethesda Marau terhadap kehidupan masyarakat. 8. Menyajikan laporan lisan dalam bentuk presentasi mengenai sejarah kehidupan sosial masyarakat di wilayah pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
82
9. Mengolah informasi dalam bentuk artikel mengenai sejarah perkembangan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Bethesda Marau dan implikasinya terhadap kehidupan masyarakat sekitar.
D. Tujuan Pembelajaran Melalui diskusi, mengamati dan membaca referensi siswa dapat : 1. Menunjukkan sikap syukur kepada Tuhan atas perkembangan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Bethesda Marau dan implikasinya terhadap kehidupan masyarakat sekitar. 2. Menunjukkan sikap tanggung jawab dan disiplin dalam mengerjakan tugas-tugas pembelajaran sejarah, terkait dengan materi pelajaran tentang sejarah perkembangan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Bethesda Marau dan implikasinya terhadap kehidupan masyarakat sekitar. 3. Menunjukkan
sikap
tanggung
jawab,
peduli
terhadap
sejarah
perkembangan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Bethesda Marau dan implikasinya terhadap kehidupan masyarakat sekitar. 4. Menunjukkan sikap responsif dan pro-aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran di kelas. 5. Mendeskripsikan sejarah kehidupan sosial masyarakat di wilayah pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau. 6. Mendeskripsikan tahap-tahap perkembangan GPIB Jemaat Bethesda Marau. 7. Menganalisis implikasi dari kehadiran GPIB Jemaat Bethesda Marau terhadap kehidupan masyarakat. 8. Menyajikan laporan lisan dalam bentuk presentasi mengenai sejarah kehidupan sosial masyarakat di wilayah pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
83
9. Mengolah informasi dalam bentuk artikel mengenai sejarah perkembangan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Bethesda Marau dan implikasinya terhadap kehidupan masyarakat sekitar.
E. Materi Ajar 1. Konteks sosio-historis masyarakat di wilayah pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau. 2. Tahap-tahap perkembangan GPIB Jemaat Bethesda Marau. 3. Implikasi dari kehadiran GPIB Jemaat Bethesda Marau terhadap kehidupan masyarakat.
F. Alokasi Waktu 2 x 45 menit
G. Pendekatan, Model dan Metode Pembelajaran Pendekatan : Scientifik Model
: Discovery Learning
Metode
: Ceramah, diskusi, observasi, presentasi, dan tanya jawab.
H. Kegiatan Pembelajaran Kegiatan Pendahuluan
Deskripsi a. Guru mempersilahkan salah satu siswa memimpin doa. b. Guru memberikan salam. c. Guru menanyakan kepada siswa kesiapan dan kenyamanan untuk belajar. d. Guru menanyakan kehadiran siswa. e. Guru mengajukan beberapa pertanyaan mengenai materi pembelajaran yang akan
Alokasi Waktu 10 menit
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
84
dipelajari. f. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran. g. Guru menyampaikan rencana kegiatan pembelajaran Inti
Mengamati Siswa mengamati sebuah gambar yang berkaitan dengan sejarah perkembangan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Bethesda Marau dan implikasinya terhadap kehidupan masyarakat sekitar. Menanya Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan mengomentari gambar tersebut. Siswa bertanya dan menyampaikan pendapatnya. Guru memfasilitasi peserta didik untuk menyampaikan jawaban atas pertanyaanpertanyaan. Mengeksplorasikan / Menalar Peserta didik diminta untuk mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan sejarah perkembangan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Bethesda Marau dan implikasinya terhadap kehidupan masyarakat sekitar, melalui buku-buku bacaan, internet, dan sumber-sumber lainnya. Mengasosiasi Peserta didik menganalisis informasi dan datadata yang didapat, baik dari buku-buku bacaan,
60 menit
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
85
maupun sumber terkait lainnya. Mengkomunikasikan Peserta didik berdiskusi dalam sebuah kelompok untuk mendapatkan kesimpulan mengenai sejarah perkembangan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Bethesda Marau dan implikasinya terhadap kehidupan masyarakat sekitar. Masing-masing kelompok diberi kesempatan untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Masing-masing kelompok diskusi diminta untuk memberikan laporan akhir berupa kesimpulan dari materi sejarah perkembangan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Bethesda Marau dan implikasinya terhadap kehidupan masyarakat sekitar. Penutup
a. Kesimpulan Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan materi pelajaran tentang sejarah perkembangan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Bethesda Marau dan implikasinya terhadap kehidupan masyarakat sekitar. b. Refleksi Masing-masing peserta didik menyampaikan nilai-nilai apa saja yang diperoleh dari pelajaran hari ini. c. Tugas Lanjutan Siswa membuat makalah tentang sejarah
20 menit
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
86
perkembangan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Bethesda Marau dan implikasinya terhadap kehidupan masyarakat sekitar. d. Mengucapkan Salam Guru memberikan salam.
I. Penilaian Hasil Belajar a. Test : Uraian (terlampir) b. Non Test : 1. Lembar pengamatan sikap (terlampir) 2. Lembar pengamatan diskusi kelompok (terlampir) 3. Lembar penilaian presentasi (terlampir) 4. Membuat makalah tentang pengaruh hadirnya GPIB Bethesda Marau terhadap kehidupan masyarakat sekitar (kriteria penilaian terlampir). Format penulisan makalah : BAB I
Pendahuluan
BAB II
Isi
BAB III
Penutup a. Kesimpulan b. Saran
Catatan : Makalah diketik dengan menggunakan huruf Timer New Roman, ukuran huruf 12, spasi 1,5, print-out kertas A4.
J. Sumber dan Media Belajar 1. Pustaka a. Sumber buku : Ongirwalu, H. Sejarah Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) 1948-1990.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
87
Majelis Jemaat GPIB Ebenhezer Ketapang. (2009). Sejarah Gereja GPIB EBENHEZER Ketapang. Ketapang : Majelis Jemaat GPIB Ebenhezer Ketapang. Pandil Sastrowardoyo, dkk. (1983). Sistem Gotong Royong dalam Masyarakat Pedesaan Daerah Kalimantan Barat. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Kebudayaan Daerah. Riwut Tjilik. (2003). Maneser Panatau Tatu Hiang Menyelami Kekayaan Leluhur. Palangka Raya : Pusakalima. End, Thomas van den. (1987). Sejarah Gereja di Indonesia 2 1860sekarang (Ragi Cerita). Jakarta : BPK Gunung Mulia. Kasim Taha, dkk. (1985). Upacara Tradisional Daerah Kalimantan Barat. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Kebudayaan Daerah. b. Internet c. Gambar-gambar
2. Media a. White board / black board b. LCD c. Power point
Mengetahui,
Yogyakarta, 6 Juni 2014
Kepala Sekolah,
Guru Mapel
Dra. Baniyah
Siska Prilingga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
88
Lampiran 1 : Ringkasan Materi
A. KONTEKS SOSIO-HISTORIS MASYARAKAT DI WILAYAH PELAYANAN GPIB JEMAAT BETHESDA MARAU 1. Letak Geografis Kecamatan Marau Marau merupakan sebuah kecamatan yang terletak di wilayah Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat. Kecamatan Marau ini memiliki batas-batas wilayah, di sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tumbang Titi, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Air Upas, di sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kendawangan, dan di sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Jelai Hulu. Luas wilayah Kecamatan Marau kurang lebih sekitar . Berdasarkan data tahun 2011, jumlah penduduk di Kecamatan Marau sebanyak 12.297 jiwa. Masyarakat yang saat ini tinggal di wilayah Kecamatan Marau terdiri dari berbagai suku, yaitu suku Dayak, Melayu, Batak, Toraja, Flores, Timor, Tionghoa, Jawa, Bugis dan Madura. 2. Asal-Usul Masyarakat di Wilayah Kecamatan Marau Secara umum, masyarakat yang mendiami desa-desa di wilayah Kecamatan Marau ini adalah masyarakat yang berasal dari suku bangsa Dayak dan suku bangsa Melayu. Secara kronologis, jika dilihat dari asal-usul suku-suku bangsa di Kalimantan Barat, suku bangsa pertama yang mendiami wilayah ini adalah suku bangsa Dayak, baru kemudian muncul suku bangsa Melayu. 3. Agama dan Kepercayaan Asli Masyarakat di Wilayah Pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau Di wilayah Kecamatan Marau, agama Protestan diperkenalkan oleh para penginjil yang berasal dari Institut Injil Indonesia Batu Malang, Jawa Timur. Agama ini diperkenalkan pada masyarakat suka Dayak di wilayah Kecamatan Marau yang belum mengenal agama. Semula, sebelum mengenal agama Protestan, masyarakat suku Dayak ini adalah masyarakat Animis. Animisme merupakan suatu faham yang memandang bahwa semua benda-benda yang ada di alam semesta ini, baik itu gunung, hutan, lautan, sungai, maupun pohon-pohon besar, semuanya itu dipercaya mempunyai roh yang dapat mempengaruhi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
89
kehidupan manusia. Selain itu, masyarakat suku Dayak juga telah mengenal agama suku, yaitu agama Kaharingan. Ini merupakan kepercayaan asli suku bangsa Dayak. Kaharingan berasal dari kata haring yang artinya hidup. 4. Kehidupan Sosial-Budaya Masyarakat di Wilayah Pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau Penduduk asli yang mendiami wilayah Kecamatan Marau adalah masyarakat yang berasal dari suku bangsa Dayak dan suku bangsa Melayu. Kedua kelompok masyarakat yang memiliki latar belakang suku dan budaya yang berbeda ini hidup terpisah bersama kelompoknya masing-masing. Pemisahan ini terlihat nyata dari tata desanya, di mana masyarakat suku Melayu menempati wilayah bagian Selatan, sedangkan suku Dayak menempati wilayah bagian Utara. Dalam bidang pendidikan, sekitar tahun 1970-an masyarakat di wilayah Kecamatan Marau ini masih tergolong masyarakat buta huruf. Sedangkan dalam bidang budaya, kehidupan masyarakatnya didominasi oleh adat masyarakat setempat. Animisme masih sangat kuat melekat dalam kehidupan masyarakat di wilayah Kecamatan Marau. Upacara-upacara penghormatan terhadap roh-roh nenek moyang masih sering dilakukan, sedangkan agama belum benar-benar berpengaruh di dalam kehidupan masyarakat. 5. Mata Pencaharian Masyarakat di Wilayah Pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau Masyarakat yang tinggal di wilayah Kecamatan Marau, semula hidup dengan hanya mengandalkan hasil alam. Mereka memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bertani, berkebun, menyadap karet, dan berburu. Sebagian besar penduduk yang berada di wilayah Kecamatan Marau ini bekerja di bidang pertanian, yaitu dengan menggunakan sistem perladangan berpindah-pindah.
B. TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN GPIB JEMAAT BETHESDA MARAU 1. Masuknya Injil di Wilayah Kecamatan Marau (1970-1985)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
90
a. Periode Datangnya Para Penginjil Masuknya Injil di wilayah Kecamatan Marau, diawali dengan datangnya rombongan penginjil dari Batu Malang, Jawa Timur. Rombongan penginjil ini datang dari Batu Malang Jawa Timur melewati kota Pontianak, kemudian melanjutkan perjalanan ke Kabupaten Ketapang. Rombongan penginjil ini berada di bawah pimpinan Bapak S.A. Kelly (seorang mahasiswa senior dari Institut Injil Indonesia Batu Malang). Setelah sampai di Ketapang dan bertemu dengan warga jemaat Gereja Ketapang, para penginjil ini pun mendapat informasi mengenai keberadaan daerah Marau (Kecamatan Marau) yang berdasarkan informasinya, masyarakat yang tinggal di daerah tersebut belum memiliki suatu kepercayaan, maka rombongan penginjil ini pun memutuskan untuk mendatangi daerah Marau tersebut. Rombongan penginjil ini mulai masuk ke daerah Marau melalui jalur Pesaguan-Tumbang Titi-Kecamatan Marau, tepatnya di Dusun Tempayak, Desa Sukakarya, Kecamatan Marau.
b. Gereja Protestan Marau menjadi bagian dari Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat Gereja Protestan yang ada di Dusun Tempayak (sebut saja Gereja Marau) merupakan Gereja Protestan pertama yang dibangun dalam lingkup wilayah Kecamatan Marau. Gereja ini sudah dibangun sejak tahun 1971. Semula, Gereja Marau ini belum memiliki nama dan status Gereja, karena pada saat penginjilan masuk ke wilayah tersebut, Gereja Marau masih termasuk dalam Pos Pekabaran Injil yang berpusat di kota Pontianak (GPIB “Siloam” Pontianak). Baru kemudian, setelah melihat kondisi Gereja Marau yang terus mengalami perkembangan dan jumlah jemaat yang semakin bertambah banyak, maka Gereja Marau juga dimasukkan dalam wilayah Pelayanan GPIB “Siloam” Pontianak. Oleh karena sudah memiliki status Gereja yang jelas, maka Gereja Marau pun berganti nama menjadi GPIB “Siloam” Marau.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
91
2. Masa Persiapan Pelembagaan (1986-1990) 1) Pra Pelembagaan Pada tahun 1986, tepatnya pada tanggal 15 Mei 1986, Majelis Sinode GPIB
dengan
Surat
Keputusan
Nomor
:
1796/86/MS.
XIII/Kpts,
melembagakan Jemaat bagian GPIB “Ebenhezer” Ketapang dari Jemaat GPIB “Siloam” Pontianak menjadi Jemaat GPIB “Ebenhezer” Ketapang. Dengan dilembagakannya GPIB “Ebenhezer” Ketapang menjadi Gereja yang Dewasa dan Mandiri, maka secara administratif GPIB “Siloam” Marau menjadi Pos Pelayanan dari GPIB “Ebenhezer” Ketapang, sehingga segala bentuk tanggungjawab pelayanan baik dalam hal pendanaan maupun dalam hal pengadaan Pelayan Firman baik itu Vikaris atau Pendeta, yang sebelumnya kesemuanya itu adalah tanggungjawab dari Jemaat GPIB “Siloam” Pontianak, berubah menjadi tanggungjawab dari Jemaat GPIB “Ebenhezer” Ketapang. Perkembangan yang terjadi dalam kehidupan berjemaat di GPIB “Siloam” Marau ini pun tampak dari adanya pertambahan jumlah jemaat dan terlaksananya pembangunan gedung-gedung, baik gedung gereja, sekolah, maupun pastori. Melihat perkembangan yang dialami oleh pos pelayanannya, maka Jemaat Induk yakni GPIB “Ebenhezer” Ketapang, merekomendasikan GPIB “Siloam” Marau untuk bisa dilembagakan. 2) Kegiatan Pendewasaan GPIB “Siloam” Marau, berdasarkan rekomendasi dari Jemaat Induk, dengan berpedoman pada syarat-syarat di atas, maka dibentuklah Panitia Persiapan Pelembagaan berdasarkan “Surat Keputusan Majelis Sinode GPIB Nomor 178/91/MS.XV/Kpts tanggal 6 Februari 1991 tentang Pembentukan
Panitia
Persiapan
Pelembagaan
bagian
Jemaat
“Ebenhezer” Ketapang di wilayah pelayanan “Siloam” Marau.” Panitia Persiapan Pelembagaan ini dibentuk oleh Majelis Jemaat Induk, dalam hal ini adalah Jemaat GPIB “Ebenhezer” Ketapang, dengan mengikutsertakan Presbiter dan warga jemaat dari Bajem yang akan dilembagakan dan ditetapkan oleh Majelis Sinode.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
92
3. Masa Pelembagaan (1991) Terhitung mulai tanggal 25 Agustus 1991, Jemaat GPIB “Siloam” Marau yang terletak di Dusun Tempayak, Desa Sukakarya, Kecamatan Marau berhasil didewasakan. GPIB “Siloam” Marau berhasil dilembagakan dengan nama GPIB “Bethesda” Marau. Hal ini dapat diketahui dari Surat Gereja tanggal 2 Oktober 1991 yang ditandatangani oleh Penatua S.N. Pasaribu dan Pendeta Jacob Daan Engel (Ketua Majelis Jemaat GPIB “Ebenhezer” Ketapang), yang ditujukan kepada Majelis Sinode GPIB, yang isinya melaporkan bahwa Panitia Persiapan Pelembagaan GPIB “Bethesda” Marau yang dibentuk sesuai Surat Keputusan Majelis Sinode GPIB Nomor ; 178/91/MS.XV/Kpts, tanggal 6 Februari 1991, telah melaksanakan tugas Pelembagaan dan Pendewasaan GPIB “Bethesda” Marau, dan sekaligus melaporkan keuangan dalam pelaksanaan tersebut. 4. Masa Gereja Dewasa (1991-2012) Sebagai Gereja Dewasa dan Mandiri, Jemaat GPIB “Bethesda” Marau berkewajiban melaksanakan tugas Panggilan dan Pengutusan-Nya melalui “Tri Dharma Gereja”, yaitu Persekutuan, Pelayanan, dan Kesaksian, yang dituangkan dalam Pokok-Pokok Kebijakan Umum Panggilan dan Pengutusan Gereja (PKUPPG). Pada Program Jangka Panjang Pertama GPIB (1986-2006), PKUPPG ini semula dikenal dengan nama Garis-garis Besar Kebijakan Umum Pelayanan Gereja (GBKUPG), perubahan terjadi karena GPIB selalu diarahkan untuk mengalami pembaharuan demi keberhasilan dalam pencapaian Misi dengan terang Visi GPIB.
C. IMPLIKASI KEHADIRAN GPIB JEMAAT BETHESDA MARAU TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT 1. Bidang Pendidikan GPIB Bethesda Marau, dalam perjalanan sejarahnya di wilayah Kecamatan Marau, memiliki andil yang cukup besar dalam bidang pendidikan di wilayah tersebut. Hal ini terbukti dengan dibangunnya SMP Kristen Siloam Marau. Dalam perkembangan selanjutnya, kehadiran SMP Kristen Siloam Marau ini ternyata memberikan pengaruh yang sangat positif terhadap perkembangan kehidupan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
93
masyarakat yang ada di wilayah Kecamatan Marau. Di mana sebelum dibangunnya SMP Kristen Siloam Marau, siswa-siswi lulusan dari SDN 01 Marau, jika mereka ingin melanjutkan pendidikan, mereka harus pergi ke Kota Kabupaten yang jaraknya sangat jauh. Selain jaraknya yang sangat jauh, belum tersedianya trasportasi darat seperti motor dan mobil, serta kehidupan perekonomian mereka yang masih sangat sederhana, juga menjadi kendala bagi para siswa ini untuk melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi. Maka, dengan dibangunnya SMP Kristen Siloam Marau ini, secara tidak langsung akan mempermudah para siswa lulusan SDN 01 Marau ini untuk melanjutkan pendidikan mereka. Dampak tidak langsung lainnya adalah bertambahnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang berpendidikan, yang kemudian juga berpengaruh pada bertambah luasnya wawasan masyarakat setempat yang telah mendapatkan pendidikan tersebut. Selain itu juga diketahui bahwa banyak lulusan dari SMP Kristen Siloam Marau ini menjadi orang yang berhasil di kemudian hari, seperti ada yang menjadi Majelis Jemaat GPIB Bethesda Marau, guru, pegawai pemerintahan, bahkan ada yang merantau keluar daerah dan menjadi wakil rakyat. 2. Bidang Sosial Pengaruh kehadiran GPIB Jemaat Bethesda Marau dalam bidang sosial ini lebih terasa pengaruhnya bagi Jemaat GPIB sendiri, di mana Gereja melalui para pengkhotbahnya (baik itu para Penginjil, Vikaris, Pendeta, dan Para Majelis) memberikan pemahaman-pemahaman baru untuk mengembangkan pola hidup dan pola pikir masyarakatnya melalui khotbah-khotbahnya yang didasarkan pada Firman Tuhan, baik di Gereja maupun di rumah-rumah jemaat, tentang kehidupan berpancasila, yang mana kita sebagai masyarakat memiliki kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, harus saling menghargai antar pemeluk agama yang satu dengan pemeluk agama yang lainnya, dan harus saling tolong menolong antara manusia satu dengan manusia lainnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
94
3. Bidang Budaya Dalam bidang budaya, pengaruh yang di dapat oleh masyarakat yang ada di wilayah pelayanan GPIB Bethesda Marau ini adalah berubahnya pola pikir masyarakat, terutama dalam hal upacara-upacara adat yang sangat identik dengan pemujaan kepada roh nenek moyang. Hal ini terlihat jelas dalam beberapa hal seperti dalam upacara perkawinan, upacara kematian, dan upacara sapat tahun yang biasa dilaksanakan oleh masyarakat suku Dayak Kendawangan. 4. Bidang Kesehatan Kehadiran GPIB Jemaat Bethesda Marau juga membawa pengaruh positif dalam bidang kesehatan. GPIB yang bekerjasama dengan Departemen Pelayanan dan Kesaksian (Pelkes) memberikan pelayanan pengobatan gratis kepada masyarakat yang kurang mampu. Dalam hal ini, GPIB bekerjasama dengan pegawai-pegawai gereja yang berprofesi sebagai dokter. Orang-orang dari Departemen Pelkes ini setiap beberapa tahun sekali selalu melakukan kunjungan ke berbagai daerah pedalaman, seperti di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan bantuan kepada masyarakat sekitar yang berada di wilayah pelayanan GPIB. Bantuan tersebut berupa bantuan makanan dan obat-obatan. Selain itu, mereka juga memberikan pembinaan-pembinaan seperti pembinaan mengenai pengembangan infrastruktur pos pelkes dan penyuluhan kesehatan. 5. Bidang Ekonomi Pengaruh yang ditimbulkan dari hadirnya GPIB Bethesda Marau terhadap kehidupan masyarakat dalam bidang ekonomi dapat dilihat melalui kegiatankegiatan yang dilakukan oleh orang-orang dari Departemen Pelkes. Pelkes GPIB yang hadir sebagai bentuk keterlibatan Gereja untuk mewujudkan tanda-tanda kerajaan Allah di tengah-tengah dunia ini, melaksanakan tugasnya melalui beberapa jenis kegiatan, salah satunya yaitu dengan dilaksanakannya kegiatan Pengembangan Usaha Pedesaan (PUP) yang dilakukan melalui Unit Pembinaan dan Pemberdayaan Masyarakat (UP2M) yang berkedudukan di Bogor. UP2M ini meliputi : Pengembangan Infrastruktur di Pos Pelkes, Program Les, Pelayanan dan Penyuluhan Kesehatan, serta Pembentukan kelompok Usaha Tani.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
95
Lampiran 2 : Soal Tes
Soal Uraian : 1. Jelaskan secara singkat agama dan kepercayaan asli masyarakat suku Dayak Kendawangan ! 2. Bagaimana kehidupan sosial ekonomi masyarakat suku Dayak Kendawangan sebelum masuknya agama protestan ? 3. Jelaskan mengapa GPIB berkembang di Kalimantan Barat ! 4. Jelaskan secara singkat tahap-tahap perkembangan GPIB Jemaat Bethesda Marau ! 5. Apa saja pengaruh dari hadirnya GPIB Jemaat Bethesda Marau bagi kehidupan masyarakat ?
Kunci Jawaban : 1. Agama dan Kepercayaan asli masyarakat suku Dayak Kendawangan : Agama Agama asli masyarakat suku Dayak adalah agama Kaharingan. Ini merupakan kepercayaan asli suku bangsa Dayak. Kaharingan berasal dari kata haring yang artinya hidup. Kaharingan ini telah ada sejak awal penciptaan, yaitu sejak awal Ranying Hatalla (maha kuasa) menciptakan manusia. Sejak adanya kehidupan, Ranying Hatalla telah mengatur segala sesuatunya untuk menuju jalan kehidupan ke arah kesempurnaan yang kekal dan abadi. Dalam Kaharingan, diyakini bahwa setiap orang dalam kehidupannya mempunyai tugas dan misi tertentu. Misi utama Kaharingan ialah mengajak manusia menuju jalan yang benar dengan berbakti dan mengagung-agungkan Ranying Hatalla dalam setiap sikap dan perbuatan. Kepercayaan Sebelum masuknya agama Protestan, masyarakat suku Dayak ini masih merupakan masyarakat Animis. Animisme merupakan suatu faham yang memandang bahwa semua benda-benda yang ada di alam semesta ini, baik itu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
96
gunung, hutan, lautan, sungai, maupun pohon-pohon besar, semuanya itu dipercaya mempunyai roh yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia.
2. Kehidupan sosial ekonomi masyarakat suku Dayak Kendawangan sebelum masuknya agama Protestan : Sosial Dalam bidang sosial, masyarakat suku Dayak Kendawangan pada saat itu masih merupakan masyarakat buta huruf karena belum tersedianya lembaga pendidikan yang cukup memadai. Selain itu, kehidupan sosial mereka juga masih sangat dipengaruhi oleh adat masyarakat setempat. Hal ini terbukti dengan masih sering dilaksanakannya upacara-upacara penghormatan kepada roh nenek moyang. Ekonomi Dalam bidang ekonomi, masyarakat yang tinggal di wilayah Kecamatan Marau, hidup dengan hanya mengandalkan hasil alam. Mereka memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bertani, berkebun, menyadap karet, dan berburu.
3. GPIB berkembang di Kalimantan Barat Ada dua alasan mengapa GPIB Berkembang di Kalimantan Barat : Secara historis, GPIB lahir dan berkembang di Indonesia bagian Barat, karena itulah secara tidak langsung Kalimantan Barat juga menjadi salah satu wilayah pelayanan dari GPIB karena letaknya yang berada di Indonesia bagian Barat. Alasan keduanya merupakan alasan teologis yang berkaitan dengan konsep “Jemaat Missioner”, di mana Misi GPIB adalah untuk memberitakan firman, yang dilaksanakan dalam bentuk Pemberitaan Injil ke berbagai wilayah, dan salah satu wilayah yang dijadikan sebagai pusat Pekabaran Injil adalah wilayah Kalimantan Barat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
97
4. Tahap-tahap perkembangan GPIB Bethesda Marau : 1) Masuknya Injil di wilayah Kecamatan Marau Di wilayah Kecamatan Marau, Pekabaran Injil dilaksanakan oleh para penginjil yang berasal dari Institut Injil Indonesia Batu Malang, Jawa Timur. Para penginjil ini memasuki wilayah Kecamatan Marau melewati kota Pontianak-Kabupaten Ketapang-Pesaguan-Kecamatan Tumbang Titi, baru kemudian tiba di Kecamatan Marau. 2) Pembangunan gedung Gereja Di Dusun Tempayak, Desa Sukakarya, Kecamatan Marau, gedung Gereja pertama dibangun pada tahun 1971, dengan bentuk yang masih sangat sederhana. Kemudian, pada tahun 1976, seiring dengan bertambahnya jumlah jemaat dan meningkatnya perekonomian masyarakat setempat, maka dibangunlah gedung Gereja baru dengan bahan-bahan bangunan yang cukup baik. 3) GPIB Bethesda Marau menjadi Pos Pelayanan dari Gereja-gereja Induk Semula, sebelum menjadi Gereja Dewasa dan Mandiri, GPIB “Bethesda” Marau ini masih merupakan pos Pekabaran Injil dari GPIB Siloam Pontianak. Namun,
setelah
melihat
kondisi
Gerejanya
yang
terus
mengalami
perkembangan dalam hal pertambahan jumlah jemaat dan kondisi fisik gedung Gereja yang semakin membaik, maka GPIB “Bethesda” Marau pun dijadikan sebagai Pos Pelayanan dari GPIB Jemaat Siloam Pontianak, dengan nama GPIB “Siloam” Marau. Baru kemudian, setelah GPIB Ebenhezer Ketapang dilembagakan, GPIB ”Siloam” Marau secara otomatis menjadi Pos Pelayanan dari GPIB Jemaat Ebenhezer Ketapang, karena berada dalam wilayah administratif GPIB Ebenhezer Ketapang. 4) GPIB Bethesda Marau dilembagakan GPIB “Siloam” Marau dilembagakan dengan nama GPIB “Bethesda” Marau. Sejak dilembagakan pada tanggal 25 Agustus 1991, GPIB “Bethesda” Marau menjadi Gereja Induk dari 20 Pos Pelkes (Pelayanan dan Kesaksian). 5) GPIB Bethesda Marau sebagai Gereja Dewasa dan Mandiri
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
98
Setelah menjadi Gereja yang Dewasa dan Mandiri, GPIB Bethesda Marau terus mengusahakan perkembangan dengan melaksanakan tugas Panggilan dan Pengutusannya melalui “Tri Dharma Gereja” demi terwujudnya Visi dan Misi GPIB “…membawa damai sejahtera Yesus Kristus di tengah-tengah masyarakat dan dunia”.
5. Pengaruh dari hadirnya GPIB Jemaat Bethesda Marau bagi Kehidupan Masyarakat : (1) Dalam bidang Pendidikkan : GPIB Bethesda Marau yang bekerjasama dengan YAPENDIK (Yayasan Pendidikan) berhasil membangun sebuah Sekolah Menengah Pertama (SMP Kristen Siloam Marau). Seperti yang sudah diketahui, SMP ini merupakan SMP pertama yang di bangun di wilayah Kecamatan Marau. SMP ini telah banyak menghasilkan lulusan-lulusan yang berdaya guna dan berhasil guna di kemudian hari. (2) Dalam bidang Sosial : GPIB Bethesda Marau melalui para pengkhotbah dan jemaatnya memberikan pemahaman-pemahaman baru untuk mengembangkan pola hidup dan pola pikir masyarakatnya. (3) Dalam bidang Budaya : Kehadiran GPIB Bethesda Marau ini sangat berpengaruh di dalam proses pembaharuan nilai-nilai budaya di masyarakat yang di anggap menyimpang dari ajaran Gereja. Dalam hal ini, Gereja melakukan transformasi budaya. (4) Dalam bidang Kesehatan : GPIB Bethesda Marau yang bekerjasama dengan Departemen Pelkes (Pelayanan dan Kesaksian) memberikan pelayanan pengobatan gratis kepada jemaat GPIB dan juga kepada masyarakat yang kurang mampu. (5) Dalam bidang Ekonomi : GPIB Bethesda Marau dalam usahanya meningkatkan perekonomian masyarakatnya, melaksanakan pembentukkan kelompok-kelompok usaha tani, salah satunya adalah pembentukkan kelompok usaha tani kelapa sawit. Hasil
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
99
yang di dapat dari usaha tani kelapa sawit ini cukup mampu meningkatkan taraf hidup masyarakatnya.
Kriteria Penilaian : a. Soal 1 skornya 20 b. Soal 2 skornya 20 c. Soal 3 skornya 20 d. Soal 4 skornya 20 e. Soal 5 skornya 20
Pedoman penilaian produk : No
Skor
Nilai
1
86-100
Baik Sekali
2
71-75
Baik
3
56-70
Cukup
4
< 55
Kurang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
100
Lampiran 3 : Lembar Pengamatan Sikap
No
Nama
Religiusitas
Tanggung Jawab
Disiplin
Peduli
Skor Maksimal = 30
Kriterian penilaian untuk masing-masing aspek : 5
Sangat Baik
4
Baik
3
Cukup
2
Kurang Baik
1
Tidak Baik
Responsif
Proaktif
Jmlh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
101
Lampiran 4 : Lembar Pengamatan Diskusi Kelompok
Aspek Pengamatan No
Nama
Kerja sama
Mengkomuni kasikan
Toleransi
Keaktifan
Pendapat
Menghargai
Jmlh
Pendapat
Skor
Teman
Keterangan Skor : Masing-masing kolom diisi dengan kriteria 4
Baik Sekali
3
Baik
2
Cukup
1
Kurang
x 100
Kriteria Nilai A
80-100
Baik Sekali
B
70-79
Baik
C
60-69
Cukup
D
< 60
Kurang
Nilai
Ket
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
102
Lampiran 5 : Lembar Penilaian Presentasi
Aspek Penilaian No
Nama
Komuni
Sistematika
Wawa
Kebe
Antu
Gesture &
kasi
Penyampaian
san
ranian
sias
Penampilan
Keterangan Skor : Masing-masing kolom diisi dengan kriteria 4
Baik Sekali
3
Baik
2
Cukup
1
Kurang
Kriteria Nilai A
80-100
Baik Sekali
B
70-79
Baik
C
60-69
Cukup
D
< 60
Kurang
Jmlh Skor
Nilai
Ket
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
103
Lampiran 6 : Format Penilaian Makalah
Struktur Makalah Pendahuluan
Indikator Menunjukkan dengan tepat isi : Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penulisan
Isi
Ketepatan pemilihan gambar Orisinalitas makalah Mendeskripsikan tentang pengaruh hadirnya GPIB Bethesda Marau terhadap kehidupan masyarakat Struktur penulisan disusun dengan jelas sesuai metode yang dipakai Bahasa yang digunakan sesuai EYD dan komunikatif Daftar pustaka yang dapat dipertanggungjawabkan (ilmiah) Menghindari sumber (akun) yang belum dikaji secara ilmiah
Penutup
Kesimpulan sesuai dengan rumusan masalah Saran relevan dengan kajian, dan berisi pesan untuk peningkatan kepedulian terhadap hasil peninggalan sejarah GPIB
Jumlah
Nilai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
104
Kriteria Penilaian untuk masing-masing indikator : Sangat sesuai
4
Sesuai
3
Cukup
2
Kurang
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
117
REKAPITULASI DATA JEMAAT GPIB BETHESDA MARAU KABUPATEN KETAPANG – KALIMANTAN BARAT
NO
JUMLAH
POS PELAYANAN dan KESAKSIAN
KK
JIWA
SIDI
1
Tempayak
48
172
125
2
Carik
34
105
76
3
Penyiuran
157
477
264
4
Cilingan
50
186
102
5
Riam Kusik
37
128
37
6
Putaran/Langsat
66
225
126
7
Jemayas
53
187
102
8
Batu Payung
38
93
80
9
SP 1 Singkup
21
68
33
10
SP 8 Selimatan
19
85
43
11
Batang Belian
24
80
31
12
Sengkuang
49
180
42
13
Perendaman
29
83
39
14
Perimping
24
66
40
15
Batu Keling
74
241
112
16
Air Durian
53
165
89
17
Gajah
11
40
15
18
Kebanteng
13
44
20
19
Air Mengaris
19
60
30
20
Kuala Asam
30
82
38
21
Lipat Gunting
43
122
32
22
Batu Leman
16
45
32
23
Km 12 / Maya
16
38
26
TOTAL
925
2972
1534
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
118
Nama-nama Ketua Majelis Jemaat GPIB Bethesda Marau 1. Pdt Simorangkir Mahlin, S. Th. (1991-1993)
2. Pdt. Leiwakabessy Marthen, S. Th. (1994-1997)
3. Pdt. Oeke Vally Hattu, S. Th. (1997-2003 )
4. Pdt. Simson Nelson Salouw. S. Th. (2004-2008)
5. Pdt. Radius Aditia Jonar. S. Th. (2009-2012)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
119 Daftar Nama Responden dan Foto
1. Pendeta Urbanus Latudasan Nama : Urbanus Dasan Laiskodat T.T.L : Kupang, 15 Oktober 1945 Pekerjaan : Pendeta GPIB Jemaat Kharisma Tanggerang Alamat : Kota Tanggerang
2. Bapak Yonathan A. Kabu Nama : Yonathan A. Kabu T.T.L : SOE, 25 Juli 1949 Pekerjaan : Penginjil Alamat : Sengkuang, Desa Harapan Baru, Kec. Air Upas, Kab. Ketapang, Kalimantan Barat
3. Bapak Kristianto Persen Nama : Kristianto Persen T.T.L : Penyiuran, 1 April 1942 Pekerjaan : Pensiunan Alamat : Jl. Daeng Utih No. 34, RT 002, RW 001, Dusun Tempayak, Desa Sukakarya, Kec. Marau, Kab. Ketapang, Kalimantan Barat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
120 4. Bapak Toni Kimtia Nama : Toni Kimtia T.T.L : Rangkung, 28 Agustus 1940 Pekerjaan : Petani Alamat : Dusun Tempayak, Desa Sukakarya, Kec. Marau, Kab. Ketapang, Kalimantan Barat.
5. Bapak Penatua Soter Christianto Nama : Soter Christianto T.T.L : Marau, 7 Juli 1966 Pekerjaan : PNS Alamat : Dusun Tempayak, Desa Sukakarya, Kec. Marau, Kab. Ketapang, Kalimantan Barat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Daftar Gambar
Gambar 1 : Peta Kabupaten Ketapang
121
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
122
Gambar 2 : Gereja-Gereja Warisan Belanda
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
123
Gambar 3 : GPIB Bethesda Marau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
124
Gambar 4 : Jemaat GPIB Bethesda Marau Pos Carik
Gambar 5 : Jemaat GPIB Bethesda Marau Pos SP 8 Selimatan
Gambar 6 : Jemaat Bethesda Marau Pos SP 1 Singkup
Gambar 7 : Jemaat GPIB Bethesda Marau Pos Kuala Asam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
125
Gambar 8 : Jemaat GPIB Bethesda Marau Pos Penyiuran
Gambar 9 : Jemaat GPIB Bethesda Marau Pos Batu Payung
Gambar 10 : Jemaat GPIB Bethesda Marau Pos Riam Kusik
Gambar 11 : Jemaat GPIB Bethesda Marau Pos Batang Belian
Gambar 12 : Jemaat GPIB Bethesda Marau Pos Putaran
Gambar 13 : Jemaat GPIB Bethesda Marau Pos Sengkuang
Gambar 14 : Jemaat GPIB Bethesda Marau Pos Jemayas
Gambar 15 : Jemaat GPIB Bethesda Marau Pos Perendaman
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
126
Gambar 16 : Jemaat GPIB Bethesda Marau Pos Perimping
Gambar 17 : Jemaat GPIB Bethesda Marau Pos Lipat Gunting
Gambar 18 : Jemaat GPIB Bethesda Marau Pos Batu Keling
Gambar 19 : Jemaat GPIB Bethesda Marau Pos Batu Leman
Gambar 20 : Jemaat GPIB Bethesda Marau Pos Air Durian