PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERBEDAAN KESIAPAN SEKOLAH ANTARA ANAK YANG MENGIKUTI MODEL PEMBELAJARAN MONTESSORI DENGAN ANAK YANG MENGIKUTI MODEL PEMBELAJARAN KONVENSIONAL SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi) Program Studi Psikologi
Disusun Oleh : Maharani Dyah Putri Wardani NIM: 099114106
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2014
i
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
SKRIPSI
PERBEDAAN KESIAPAN SEKOLAH ANTARA ANAK YANG MENGIKUTI MODEL PEMBELAJARAN MONTESSORI DENGAN ANAK YANG MENGIKUTI MODEL PEMBELAJARAN KONVENSIONAL
Disusun Oleh : Maharani Dyah Putri Wardani 099114106
Telah disetujui oleh :
Pembimbing
Ratri Sunar Astuti, M.Si.
Pada tanggal:
ii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
SKRIPSI
PERBEDAAN KESIAPAN SEKOLAH ANTARA ANAK YANG MENGIKUTI MODEL PEMBELAJARAN MONTESSORI DENGAN ANAK YANG MENGIKUTI MODEL PEMBELAJARAN KONVENSIONAL
Dipersiapkan dan ditulis oleh: Maharani Dyah Putri Wardani NIM: 099114106
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 18 Desember 2013 dan dinyatakan mememnuhi syarat
Susunan Panitia Penguji : Nama Lengkap
Tanda Tangan
Penguji I
: Ratri Sunar Astuti, M.Si.
I. ……………………
Penguji II
: Sylvia Carolina MYM., M.Si.
II. …………………...
Penguji III
: MM. Nimas Eki S., M.Si., Psi.
III. …………………..
Yogyakarta, Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Dekan,
Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. iii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Saat aku tersakiti, ajari aku memberi hati yang mengampuni Saat aku dihakimi, ajari aku memberi hati yang mengasihi Dan saat sulit untukku memahami dan mengerti ajar aku selalu bersyukur atas rancanganMu dalam hidupku…hingga tak ku ragukan rencanaMu
There’s always a way…and we’ll find the way, just believe and try…don’t ever give up -ran-
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Persembahan dari hati, untuk kalian yang teristimewa: Tuhan Yesus, terimakasih untuk mengajariku kasih yang selalu menguatkan Untuk yang aku tahu, aku tak kan pernah kehilangan…..ayah dan ibu, terimakasih karena kalian selalu ada saat yang lain bisa saja datang dan pergi Juga buat mas…adek…makasih karena menjagaku dan menghiburku dengan cara kalian Dan untukmu yang selalu mengucap doa dalam beda…my gravt
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan dalam daftar pustaka, sebagaiman layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, Penulis
Maharani Dyah Putri Wardani
vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERBEDAAN KESIAPAN SEKOLAH ANTARA ANAK YANG MENGIKUTI MODEL PEMBELAJARAN MONTESSORI DENGAN ANAK YANG MENGIKUTI MODEL PEMBELAJARAN KONVENSIONAL Maharani Dyah Putri Wardani ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan kesiapan sekolah antara anak yang mengikuti model pembelajaran Montessori dengan model pembelajaran konvensional. Subjek dalam penelitian ini adalah anak usia prasekolah sejumlah 50 siswa dari TK Bambini Montessori School sebagai sampel subjek dari kelompok Montessori dan 60 siswa dari TK Tarakanita Bumijo sebagai sampel subjek kelompok konvensional. Hipotesis dalam penelitian ini adalah kesiapan sekolah anak yang mengikuti model pembelajaran Montessori lebih baik jika dibandingkan anak yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Data diperoleh dengan menggunakan alat tes NST (Nijmeegse Schoolbekwaamheids Test) kemudian dianalisis menggunakan uji-t. Kesimpulan uji hipotesis ditentukan dengan melihat nilai signifikansi yang diperoleh, sementara untuk melihat mana yang memiliki kesiapan sekolah yang lebih tinggi dilihat dari nilai mean empiris tiap kelompok subjek. Hasil analisis data diperoleh nilai t=2.863 dengan nilai signifikansi sebesar 0,005 (p<0,05), yang berarti ada perbedaan kesiapan sekolah antara anak yang mengikuti model pembelajaran Montessori dengan anak yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Nilai mean empiris kelompok subjek konvensional sebesar 1038,87 lebih tinggi dari kelompok subjek Montessori sebesar 1018,08. Hal ini menunjukkan bahwa kesiapan sekolah anak yang mengikuti model pembelajaran konvensional lebih baik jika dibandingkan anak yang mengikuti model pembelajaran Montessori. Kata kunci: kesiapan sekolah, model pembelajaran, Montessori, konvensional
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DIFFERENCES OF SCHOOL READINESS BETWEEN CHILDREN WHO ATTEND MONTESSORI LEARNING MODELS WITH CHILDREN WHO ATTEND CONVENTIONAL LEARNING MODELS Maharani Dyah Putri Wardani ABSTRACT The purpose of this study is to look at the differences of school readiness between children with Montessori learning models and children with conventional learning models. Subjects in this study were 50 preschool students from Bambini Montessori School kindergarten as sample subjects of Montessori group and 60 students from Tarakanita Bumijo kindergarten as sample subjects conventional group. The hypothesis of this study is school readiness of children who attend Montessori learning models is better than children who attend conventional learning models . The data obtained using NST ( Nijmeegse Schoolbekwaamheids Test ) and then analyzed using t-test. The conclusion of hypothesis test is determined by looking at the value significance, while to see which one has the higher school readiness seen from the empirical mean value of each group of subjects. The results of the data analysis obtained value t=2,863 with a significance 0.005 ( p<0.05 ), which means that there is a differences of school readiness between children who attend Montessori learning models with children who attend conventional learning models. Empirical mean value of conventional group a number of 1038.87 is higher than the group of subjects Montessori at 1018.08. This result suggests that the school readiness of children who attend conventional learning models is better than children who attend Montessori learning models. Keywords : school readiness, learning models, Montessori, conventional
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma Nama
: Maharani Dyah Putri Wardani
Nomomr Mahasiswa
: 099114106
Demi pengnembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, karya ilmiah saya yang berjudul: Perbedaan Kesiapan Sekolah Antara Anak yang Mengikuti Model Pembelajaran Montessori dengan Anak yang Mengikuti Model Pembelajaran Konvensional Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin kepada saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 19 Februari 2014 Yang menyatakan,
(Maharani Dyah Putri Wardani)
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR Puji syukur pada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan, bimbingan dan dukungan dari semua pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Ayah dan ibu yang tersayang, terima kasih atas doa dan dukungannya. Ayah terimaksih sudah jadi teman diskusi yang sangat baik…I give my best for you, semoga bisa membanggakan…gereja bareng lagi ya, yah. Ibu terimakasih untuk doanya setiap malam, jadi teman curhat…wonder woman mah kalah sama ibuku. Sayang kalian yah, buk
2.
Dua jagoan di rumah selain ayah tentunya…mas, adek…makasih yaa udah ngilangin bosen kalau di rumah, walaupun caranya dengan ngebully salah satu dari kita sih.hehe..
3.
Dosen pembimbing, Ibu Ratri yang terhormat. Terima kasih atas bimbingan, bantuan dan dukungan serta kesabarannya dalam menyelesaikan skripsi ini.
4.
Seseorang yang sangat istimewa, terima kasih atas dukungan dan motivasinya. Terimakasih karena telah kembali, mengajariku tentang kasih yang terindah dan ketulusan….sungguh kisah yang mendewasakan bareng kamu mbun.
5.
Teman-teman cantik dan ganteng yang jadi teman curhat, teman merpus, teman ambil data…kalian the best lah pokoknya, maksih yaa
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6.
Seluruh dosen dan staf Fakultas Psikologi., terima kasih atas segala bentuk bantuan, dukungan dan semangat yang diberikan selama proses pembuatan skripsi ini.
7.
Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan. Terima kasih telah membantu dan mendukung proses pembuatan skripsi ini. Penulis mohon maaf apabila masih dalam penulisan skripsi ini masih
terdapat kesalahan dan kekurangan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk banyak pihak.
Yogyakarta, 19 Februari 2014 Penulis
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ...............................
ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................
iii
HALAMAN MOTTO ...................................................................................
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................
v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ....................................
vi
ABSTRAK ...................................................................................................
vii
ABSTRACT ...................................................................................................
viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ....................
ix
KATA PENGANTAR ..................................................................................
x
DAFTAR ISI ................................................................................................
xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................
xvi
DAFTAR SKEMA ....................................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xviii BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................
1
A.
Latar Belakang Masalah .......................................................
1
B.
Rumusan Masalah ................................................................
7
C.
Tujuan Penelitian .................................................................
8
D.
Manfaat Penelitian ...............................................................
8
1.
Manfaat Teoritis ............................................................
8
2.
Manfaat Praktis .............................................................
8
xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II
LANDASAN TEORI ....................................................................
10
A.
KESIAPAN SEKOLAH ......................................................
10
1.
Definisi Kesiapan Sekolah .........................................
10
2.
Dimensi Kesiapan Sekolah..........................................
10
3.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Sekolah .
13
ANAK USIA PRASEKOLAH .............................................
17
1.
Karakteristik Anak Usia Prasekolah ............................
17
2.
Perkembangan Anak Usia Prasekolah .........................
18
B.
C.
MODEL
PEMBELAJARAN
UNTUK
PENDIDIKAN
ANAK USIA DINI ..............................................................
25
1.
Model Pembelajaran Montessori .................................
26
2.
Model Pembelajaran Konvensional .............................
33
3.
Perbedaan antara Model Pembelajaran Montessori dan Model Pembelajaran Konvensional ......................
36
HIPOTESIS .........................................................................
42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................
44
D.
A.
Jenis Penelitian ....................................................................
44
B.
Variabel Penelitian ...............................................................
44
1.
Variabel Bebas............................................................
44
2.
Variabel Tergantung ...................................................
44
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
C.
Definisi Operasional ............................................................
44
1. Kesiapan Sekolah ...........................................................
44
2. Model Pembelajaran untuk Pendidikan Anak Usia Dini
45
D.
Subjek Penelitian .................................................................
46
E.
Metode Pengumpulan Data ..................................................
47
F.
Metode Analisis Data ...........................................................
48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..............................
49
BAB V
A.
Orientasi Kancah Penelitian .................................................
49
B.
Pelaksanaan Penelitian .........................................................
50
C.
Deskripsi Subjek ..................................................................
50
D.
Deskripsi Data Penelitian .....................................................
51
E.
Uji Asumsi Analisis Data .....................................................
52
1.
Uji Normalitas ............................................................
52
2.
Uji Homogenitas .........................................................
53
F.
Uji Hipotesis ........................................................................
54
G.
AnalisiTambahan .................................................................
55
H.
Pembahasan .........................................................................
57
KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................
62
A.
Kesimpulan..........................................................................
62
B.
Saran ...................................................................................
63
1.
Bagi Orangtua.............................................................
63
2.
Bagi Guru dan Pendidik ..............................................
64
3.
Bagi Penelitian Selanjutnya ........................................
66
xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
68
LAMPIRAN .................................................................................................
72
xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Tahapan Perkembangan Anak ................................................
Tabel 2
Perbedaan
Model
Pembelajaran
Montessori
30
dan
Konvensional .........................................................................
37
Tabel 3
Deskripsi Subjek Penelitian ....................................................
51
Tabel 4
Deskripsi Data Penelitian .......................................................
52
Tabel 5
Hasil Uji Normalitas ..............................................................
53
Tabel 6
Hasil Independent Sample T-Test Kesiapan Sekolah ...............
54
Tabel 7
Kategorisasi Kesiapan Sekolah ...............................................
56
Tabel 8
Kategorisasi Kesipalan Sekolah Anak yang mengikuti Model Pembelajaran Montessori .......................................................
Tabel 9
56
Kategorisasi Kesipalan Sekolah Anak yang mengikuti Model Pembelajaran Konvensional ...................................................
xvi
56
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR SKEMA
Skema 1
Perbedaan Model Pembelajaran Montessori dan Konvensional
xvii
43
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Penelitian .........................................................................
72
Lampiran 2 Uji Normalitas dan Uji Homogenitas ........................................
79
Lampiran 3 Uji Hipotesis ............................................................................
81
Lampiran 4 Surat Keterangan ......................................................................
83
xviii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Banyak orang berlomba-lomba untuk mendapatkan pendidikan sebaik mungkin, mulai dari merencanakan mencapai jenjang pendidikan setinggi-tingginya hingga pemilihan lembaga pendidikan yang akan dijalani. Penelitian yang dilakukannya, Ros dan Wu (1996) menyampaikan bahwa pendidikan memiliki dampak besar terhadap berbagai peluang kehidupan manusia untuk memperoleh kualitas hidup. Menurut Kementerian Pendidikan Nasional di Indonesia, pendidikan dibagi ke dalam 4 jenjang yakni Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar,
Pendidikan
Menengah
dan
Pendidikan
Tinggi
(www.paud.kemdiknas.go.id). Sejalan dengan prespektif psikologi mengenai rentang kehidupan (life-span prespective) bahwa perkembangan manusia saling berkaitan dengan tahap perkembangan lainnya (Santrock, 2002), keberhasilan pendidikan seseorang juga dipengaruhi oleh keberhasilan pendidikan di tingkat sebelumnya. Penelitian yang dilakukan pada tahun 1999 oleh Balibang Depdiknas dalam Setiawati (2011) menemukan bahwa lemahnya pembinaan anak pada usia dini diduga sebagai penyebab tingginya angka mengulang kelas di awal SD, yakni sebesar 13% di kelas 1 SD dan 8% d kelas 2 SD. Temuan ini didukung oleh hasil laporan yang dilakukan Unicef
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
yang menunjukkan bahwa hampir 70% anak putus sekolah pada usia SD karena
mereka
belum
(www.okezone.com).
siap
untuk
Temuan-temuan
mengikuti
pendidikan
tersebut
menunjukkan
di
SD
bahwa
ketidaksiapan sekolah dapat berdampak pada kelanjutan pendidikan seorang anak di tingkat selanjutnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penting bagi seorang anak untuk memiliki kesiapan sekolah yang memadai sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar. Kesiapan sekolah merupakan kesiapan belajar yang memungkinkan anak untuk dapat mengasimilasi kurikulum serta memenuhi kebutuhan yang ada di sekolah, meliputi kesiapan fisik, intelektual dan sosial (Kagan, 1990). Keterampilan yang dibutuhkan anak untuk dapat mengikuti pembelajaran menurut Wylie (1998) adalah keterampilan menyimak dan mendengarkan, keterampilan
akademik,
keterampilan
bekerja
secara
mandiri
dan
berkelompok, serta keterampilan berkomunikasi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk dapat mengembangkan kesiapan sekolah anak adalah dengan mengikutsertakan anak pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Sesuai dengan PP Nomor 17 Tahun 2010 pasal 61 ayat (1), PAUD berfungsi untuk membina, menumbuhkan, dan mengembangkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal sehingga terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahap perkembangannya agar memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan selanjutnya. Halimah dan Kawuryan (2010) menemukan bahwa anak yang mengikuti pendidikan prasekolah memiliki kesiapan sekolah yang lebih baik dibandingkan anak yang tidak mengikuti pendidikan prasekolah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan menyebutkan bahwa satuan PAUD terbagi menjadi 2 bentuk dan jenis yakni PAUD jalur formal yang terdiri dari TK, RA atau bentuk lain yang sederajat serta PAUD jalur non-formal yang terdiri dari KB, TPA, dan satuan PAUD yang sejenis. Data yang diperoleh dari Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini, estimasi jumlah anak usia 0-6 tahun pada tahun 2013 ini adalah 30,35 juta anak. Target sasaran angka partisipasi kasar (APK) PAUD sebesar 69,3% yang terdiri dari 19,6% target
PAUD formal dan
49,7% target PAUD non-formal dari jumlah anak usia 0-6 tahun di tahun tersebut.
Penyelenggaraan
PAUD
di
Indonesia
menerapkan
sistem
penyelenggaraan yang holistik dan integratif dengan memperhatikan semua aspek termasuk aspek kognitif, sosioemosi, spiritualitas, serta kesehatan fisik. PAUD yang dibahas dalam penelitian ini adalah PAUD formal, yaitu TK. Ismira Dewi (2008) menyebutkan bahwa kualitas program prasekolah yang
dijalankan
ikut
berpengaruh
pada
kesiapan
sekolah
(www.kabarindonesia.com). Berbicara mengenai program pendidikan yang dijalankan tentu berkaitan dengan model pembelajaran yang diterapkan oleh lembaga prasekolah tersebut. Model pembelajaran merupakan hasil rancangan analisis
terhadap
implementasi kurikulum dan implikasi
operasional di kelas berdasarkan turunan dari psikologi pendidikan dan teori belajar yang dijadikan landasan praktik dalam pembelajaran (Suprijono, 2009).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
Di Indonesia, model pembelajaran yang sering dijumpai adalah model pembelajaran konvensional di mana semua murid mengikuti instruksi dari guru (Chattin-McNichols, 1992). Selain model pembelajaran konvensional, saat ini di Indonesia juga terdapat TK yang menerapkan model pembelajaran Montessori. Model pembelajaran Montessori memiliki perbedaan dengan model pendidikan konvesional atau tradisional. Perbedaan tersebut meliputi lingkungan fisik, metode pembelajaran, dan sikap kelas (Lopata, 2005). Dalam kelas Montessori, penataan meja diatur untuk memungkinkan pembelajaran secara individu dan kelompok kecil dalam rentang lintas usia sampai tiga tahun, sementara dalam kelas konvensional, penataan meja diorientasikan untuk instruksi satu arah untuk seluruh kelompok dalam rentang usia yang sama (Chattin-McNichols, 1992). Di kelas konvensional, siswa mengikuti tugas yang diarahkan oleh guru (Chattin-McNichols, 1992), sementara dalam kelas Montessori, siswa lebih banyak menghabiskan waktu mengerjakan tugas yang dipilih sendiri oleh siswa atau oleh kelompok kecil (Baines & Snortum, 1973). Guru di kelas Montessori mengembangkan kedisiplinan dalam diri anak dengan cara membiarkan anak memilih dan mengatur sendiri aktivitasnya sehingga anak belajar bertanggung jawab dengan pilihannya, sementara di kelas konvensional guru cenderung mengarahkan bagaimana anak harus bersikap (Harris & Callender, 1995 dalam Lopata, 2005). Montessori pertama kali diperkenalkan oleh seorang filsuf pendidikan bernama Maria Montessori pada tahun 1907 dengan mendirikan Casai dei
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
Bambini di Roma. Yus (2011) menyampaikan tiga hal yang ditekankan dalam pendidikan Montessori yaitu pendidikan sendiri, masa peka, dan kebebasan. Masa peka yang dimiliki anak akan mengarahkan mereka untuk memilih tugas apa yang siap untuk mereka pelajari (Pickering, 1992). Pendidikan Montessori mengijinkan anak-anak didiknya untuk memilih kegiatan yang akan mereka pelajari sesuai dengan munculnya masa peka anak sehingga guru akan membantu menyediakan fasilitas yang sesuai (Yus, 2011). Montessori yakin bahwa anak memiliki potensi untuk berkembang secara mandiri (Yus, 2011). Dalam pendekatan Montessori, guru tidak memberikan pengarahan langsung dalam pembelajaran, namun mereka menghormati dan memberikan kesempatan pada anak didiknya untuk berupaya menguasai suatu keterampilan secara mandiri (Crain, 1992 dalam Lopata, 2005). Studi – studi yang dilakukan oleh Daux (1995), Dawson (1987), Takaces (1993) dalam Seldin (2002/03) dalam Lopata (2005) menyatakan, karakteristik penting lainnya dari pendekatan Montessori adalah bahwa pendekatan ini menghasilkan prestasi akademik yang lebih unggul. Namun, temuan ini tidak didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Lopata sendiri pada tahun 2005. Lopata (2005) menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua jenis sekolah tersebut. Pada tahun 2012, Lillard membuat penelitian di Virginia, Amerika serikat berkaitan dengan perkembangan anak serta kesiapan sekolah anak prasekolah pada program Montessori klasik, program yang dilengkapi Montessori, dan program konvensional untuk melihat penyebab ketidakonsistenan tersebut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kesiapan sekolah pada ketiga jenis sekolah tersebut yang dipengaruhi oleh kedisiplinan penerapan model Montessori. Meskipun Lillard telah melakukan penelitian serupa di Amerika Serikat, di Indonesia sendiri penelitian mengenai kesiapan sekolah berkaitan dengan model pembelajaran masih belum ditemukan. Ada perbedaan kebijaksanaan pendidikan antara Negara maju seperti Amerika dan Negara berkembang
seperti
Indonesia.
Di
Indonesia
pendidikannya
masih
berorientasi pada prestasi (achievement oriented) yang merupakan salah satu ciri kebijaksanaan pendidikan di Negara berkembang (Icksan, 1985). Hal tersebut menyebabkan munculnya tuntutan pencapaian akademik untuk anak usia prasekolah. Adanya tuntutan dari orangtua agar anaknya bisa baca dan hitung setelah lulus dari PAUD menyebabkan adanya perubahan orientasi pengajar PAUD menjadi lebih menitikberatkan pada upaya peningkatan kemampuan membaca dan menulis untuk anak didiknya (Setiawati, 2011) dalam pelaksanaan penyelenggaraan PAUD. Selain adanya perubahan orientasi pengajar PAUD dengan model pembelajaran tersebut, penerapan model pembelajaran Montessori di Indonesia sendiri masih menuai kritik. Seperti yang terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2013) yang menemukan bahwa penerapan model pembelajaran Montessori di Kelompok Bermain Talenta Kabupaten Bandung hanya diterapkan dua kali dalam seminggu dengan durasi masingmasing 30 menit dan belum diterapkan sepenuhnya di kelas. Selain itu, di KB
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
tersebut juga belum tersedia tenaga pengajar yang benar-benar menguasai model pembelajaran Montessori. Temuan tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rithaudin yang menunjukkan bahwa dalam melakukan adaptasi model Montessori untuk mata pelajaran pendidikan jasmani telah disesuaikan
dengan
muatan
kurikulum
di
TK
dan
SD
(staff.uny.ac.id/sites/default/.../Adaptasi%20metode%20montessori.pdf). Hasil temuan-temuan di atas mengindikasikan bahwa ada perubahan penerapan model pembelajaran Montessori maupun orientasi pengajaran model pembelajaran konvesional yang terjadi di Indonesia jika dibandingkan dengan yang terjadi di Negara-negara maju seperti Amerika. Berdasarkan uraian tersebut, dalam penelitian ini peneliti ingin melihat kembali apakah terdapat perbedaan kesiapan sekolah pada anak yang mengikuti model pembelajaran Montessori dengan anak yang mengikuti model pembelajaran konvensional.
B. Rumusan Masalah Uraian latar belakang diatas menjadi dasar munculnya pertanyaan yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu apakah terdapat perbedaan kesiapan sekolah pada anak yang bersekolah di TK dengan program pembelajaran Montessori dengan anak yang bersekolah di TK dengan progam pembelajaran konvensional?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan kesiapan sekolah anak TK dilihat dari model pembelajaran yang diikutinya.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai hubungan antara model pembelajaran dengan kesiapan sekolah. b. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi bagi penelitian-penelitian lain, terutama di ranah psikologi perkembangan khususnya mengenai kesiapan sekolah. c. Informasi dari hasil penelitian ini diharapkan pula dapat bermanfaat untuk dunia pendidikan mengenai model pembelajaran bagi anak usia dini. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Orangtua: 1) Hasil penelitian yang dilakukan ini nantinya diharapkan dapat menjadi referensi bagi orang tua untuk memilih program pembelajaran yang sesuai untuk anak mereka. 2) Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat membantu orang tua dan masyarakat luas untuk memahami pentingnya pendidikan anak usia dini berkaitan denngan kesiapan sekolah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9
b. Bagi Guru dan Pendidik: 1) Bagi para pendidik, penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi maupun referensi dalam mengembangkan rencana program pembelajaran yang sesuai bagi anak didiknya. 2) Melalui penelitian ini, guru atau pendidik dapat memperoleh gambaran mengenai program pembelajaran Montessori dan konvensional. c. Bagi Siswa: 1) Siswa yang menjadi subjek penelitian ini dapat mengetahui seberapa besar kesiapan sekolah mereka. 2) Berdasarkan gambaran kesiapan sekolah yang mereka miliki, siswa dibantu oleh orangtua dan guru dapat lebih meningkatkan kesiapan mereka untuk memasuki sekolah dasar.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kesiapan Sekolah 1.
Definisi Kesiapan Sekolah Kagan (1990) mendefinisikan kesiapan sekolah sebagai kesiapan belajar yang meliputi standar perkembangan fisik, intelektual dan sosial yang memungkinkan anak untuk dapat memenuhi kebutuhan sekolah serta untuk mengasimilasi kurikulum yang ada di sekolah. Rafoth, dkk dalam
laporan
National
Assosiation
of
School
Psychologist
menyampaikan bahwa konsep kesiapan sekolah, biasanya mengacu pada pencapaian emosional, keterampilan perilaku dan kognitif tertentu yang diperlukan anak untuk belajar, bekerja dan berfungsi dengan baik di sekolah. Dalam laporan National Education Goals Panel (2004), kesiapan sekolah membutuhkan keterampilan anak secara menyeluruh yaitu keterampilan fisik, kognitif maupun sosioemosi. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kesiapan sekolah merupakan kesiapan anak untuk belajar, menerima informasi, serta beradaptasi dengan lingkungan sekolah yang meliputi kesiapan fisik dan psikologis (kognitif dan sosioemosi). 2.
Dimensi Kesiapan Sekolah National Education Goals Panel (2004) menyampaikan, ada lima dimensi yang termasuk dalam kesiapan sekolah, yaitu kesehatan fisik dan
10
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
perkembangan
motorik,
perkembangan
sosial
dan
11
emosional,
perkembangan bahasa, pendekatan untuk belajar, serta kognitif dan pengetahuan umum. Kesehatan fisik dan perkembangan motorik merupakan dimensi yang paling erat kaitannya dengan kesiapan sekolah. Anak
dengan
kesehatan
dan
perkembangan
fisik
yang
baik
memungkinkan mereka untuk dapat memperoleh pengalaman belajar yang lebih maksimal (National Education Goals Panel, 2004). Mereka memiliki potensi fisik yang cukup untuk memberikan perhatian penuh dan terlibat secara aktif di kelas. Pada kasus anak dengan keterbatasan fisik seperti cacat atau penyakit kronis, mereka menggunakan kekuatan lain dalam diri mereka untuk keluar dari kesulitan yang membatasi potensi mereka dalam menerima pengalaman belajar di sekolah (National Education Goals Panel, 2004). Anak yang memiliki kesejahteraan pribadi dan dasar emosi yang stabil akan membuat mereka memiliki pengalaman sekolah yang lebih positif dan produktif (National Education Goals Panel, 2004). Menurut Narendra dan Moerhadi (2007), anak dengan keterampilan sosial yang baik akan membantu mereka untuk membangun interaksi sosial yang efektif. Kemampuan anak untuk dapat menghargai orang lain, mau memberi dan menerima dukungan orang lain, serta berhubungan dengan orang lain tanpa menjadi terlalu penurut atau sombong akan sangat membantu anak dalam berelasi dengan guru dan bergabung dengan kelompok teman seusianya di sekolah (National Education Goals Panel,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12
2004). Anak yang memiliki rasa percaya diri, tidak takut mengalami kegagalan, dan rasa ingin tahu yang besar akan membuat anak ingin mencoba pengalaman baru yang merupakan modal yang baik untuk memulai sekolah (Narendra & Moerhadi, 2007). Keterampilan berbahasa akan sangat diperlukan saat anak memasuki masa sekolah nantinya. Ada dua aspek keterampilan berbahasa yang diperlukan pada awal bersekolah, yaitu keterampilan untuk memahami perkataan orang lain dan keterampilan untuk menyampaikan sesuatu secara verbal yang dapat dipahami oleh orang lain (Narendra dan Moerhadi, 2007). Melalui bahasa, anak dapat saling bertukar cerita dan pengalaman dengan teman sekolah atau guru mereka dan juga menjadi dasar untuk belajar membaca dan menulis (Nation Education Goals Panel, 2004). Setiap anak memiliki caranya masing-masing untuk belajar. National Education Goals Panel (2004) menyebutkan, ada anak yang lebih senang untuk mempelajari hal-hal baru dan kurang tekun pada satu tugas, tetapi ada pula yang sebaliknya. Hal tersebut juga ikut mempengaruhi keberhasilan anak di sekolah selain keterampilan akademik yang mereka miliki. Pada masa sekolah anak-anak akan belajar bagaimana menganalisis sesuatu, memperhatikan dan mengingat informasi, serta tentang bagaimana memecahkan suatu masalah (Narendra & Moerhadi, 2007). Anak juga mulai memiliki gagasan dan keingintahuan tentang banyak hal yang terjadi di sekitar mereka.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13
Kemampuan kognitif serta pengetahuan yang mereka miliki di tahuntahun awal masa anak-anak akan membantu mereka untuk siap menerima informasi baru selama proses belajar di sekolah (National Education Goals Panel, 2004). Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Nijmeegse Schoolbekwaamheids Test (NST). Alat tes ini terdiri dari sepuluh subtes dan panduan wawancara untuk guru dan orangtua. Alat tes ini dirasa sudah cukup lengkap untuk mengukur ketiga aspek maupun dimensi kesiapan sekolah misalnya kesiapan fisik pada subtes II yang mengukur motorik halus, kesiapan kognitif pada subtes III yang mengukur pengertian mengenai ukuran dan jumlah, perkembangan bahasa pada subtes IX yang mengukur kemampuan menguraikan kembali sebuah cerita, dan perkembangan sosioemosi yang diukur melalui wawancara dengan guru dan orangtua tentang bagaimana anak beradaptasi dengan lingkungan sekolah dan teman sebayanya. 3.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Sekolah Berbicara mengenai kesiapan anak memasuki masa sekolah tentu saja kita akan menemui banyak hal yang terlibat di dalamnya. Ada beberapa hal yang menjadi faktor yang mempengaruhi kesiapan anak untuk bersekolah. Beberapa faktor yang diasosiasikan dengan kesiapan sekolah oleh Janus dan Duku (2007) adalah:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
a.
14
Status Sosial Ekonomi Status sosial ekonomi dalam hal ini berkaitan dengan pendapatan keluarga serta pendidikan dan pekerjaan orangtua. Anak yang memiliki kemampuan membaca dan kognitif yang lebih baik di taman kanak-kanak merupakan anak yang memiliki faktor resiko status sosial ekonomi (rendahnya pendidikan orangtua dan orangtua tunggal) yang lebih rendah (Janus & Duku, 2007). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Washbrook dan Waldfogel (2011) bahwa anak yang berasal dari keluarga dengan pendapatan
menengah
ke
bawah
perkembangan kemampuan kosakata
memiliki lima
keterlambatan
bulan di
bawah
kemampuan anak yang berasal dari keluarga dengan penghasilan yang lebih tinggi. Selain itu, anak dari keluarga dengan pendapatan menengah ke bawah juga cenderung memiliki masalah perilaku di awal masa sekolah (Washbrook & Waldfogel, 2011). b.
Keluarga Struktur keluarga juga memiliki kontribusi penting terhadap kesiapan anak untuk bersekolah. Keutuhan dalam keluarga memiliki dampak yang terkuat terhadap hiperaktifitas dan kerentanan bersekolah (Kerr dalam Janus & Duku, 2007). Masih dalam penelitian yang sama, Janus & Duku (2007) menemukan bahwa keutuhan keluarga memiliki korelasi yang lebih besar terhadap lima dimensi kesiapan sekolah yang diukur dengan Early Devolopment
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15
Instrument daripada tingkat penghasilan orangtua, kecuali dalam dimensi keterampilan komunikasi atau bahasa. Yang dimaksud dengan keutuhan keluarga dalam hal ini berkaitan dengan perceraian dan orangtua tunggal. c.
Kesehatan Seperti yang dilaporkan oleh Unicef untuk Indonesia pada Oktober 2012, kesiapan sekolah melibatkan perkembangan anak secara menyeluruh. Bukan hanya melibatkan kemampuan intelektual dan sosial, melainkan juga termasuk status kesehatan dan gizi. Dikatakan dalam laporan tersebut bahwa sebuah studi menemukan adanya korelasi antara keberhasilan pendidikan dengan anak yang bertubuh pendek (stunting). Sebuah studi yang dilaporkan dalam California Childcare Health Program (2006) menyatakan bahwa kesehatan fisik dan mental (seperti masalah perilaku) memiliki korelasi yang kuat dengan fungsi akademis. Anak yang memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik cenderung memiliki keberhasilan dalam bidang akademis. Selain ketiga faktor tersebut, presiden NEA, Dennis Van Roekel yang menyampaikan bahwa mengikutsertakan anak dalam program pendidikan usia dini yang berkualitas tinggi merupakan awal yang baik untuk mempersiapkan anak memasuki sekolah. Karakteristik dari program pendidikan usia dini yang berkualitas tinggi menurut Roekel adalah sebagai berikut:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1.
16
Kurikulum yang dirancang dengan baik untuk meningkatkan perkembangan kognitif, fisik, sosial, dan emosional anak
2.
Terdiri dari kelas-kelas kecil dengan rasio guru yang favorable
3.
Guru yang peduli dan terlatih dalam pendidikan dan perkembangan anak
4.
Layanan tambahan seperti ahli perkembangan dan supervisi kurikulum yang mendukung perkembangan anak
5.
Secara aktif melibatkan orangtua dalam meningkatkan hasil belajar anak secara tepat
6.
Program yang mencakup kesehatan dan nutrisi anak serta kebutuhan keluarga lainnya sebagai bagian dari layanan yang komperhensif Berdasarkan dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa ada
empat faktor yang mempengaruhi kesiapan sekolah. Keempat faktor tersebut adalah status sosial ekonomi, keluarga, kesehatan, dan kualitas program pendidikan usia dini yang diikuti anak. Berbicara mengenai kualitas program pendidikan usia dini yang diikuti anak, maka secara tidak langsung kita berbicara kurikulum yang merupakan bagian dari model pembelajaran yang diterapkan oleh lembaga pendidikan usia dini tersebut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
B. Anak Usia Prasekolah 1.
Karakteristik Anak Usia Prasekolah Seorang manusia akan mengalami beberapa fase perkembangan di sepanjang rentang kehidupannya. Salah satu fase yang harus dilewati adalah fase anak-anak. Santrock (2002) membaginya dalam dua tahap yaitu masa awal anak-anak serta masa pertengahan dan akhir anak-anak. Hurlock (1978) mengkatagorikan masa awal anak-anak dimulai dari usia 2 sampai 6 tahun, sementara usia 6-13 tahun dikelompokkan sebagai masa akhir anak-anak oleh Hurlock. Berdasarkan klasifikasi di atas, maka anak usia prasekolah termasuk dalam kategori masa awal anakanak. Menurut teori perkambangan yang dikembangkan oleh Piaget (Monks, dkk, 1987), pada usia tersebut anak memasuki tahap perkembangan
yang
disebut
dengan
tahap
perkembangan
pra-
operasional. Anak dalam tahap perkembangan ini mulai menunjukkan adanya perkembangan bahasa dan kemampuan berpikir dalam bentuk simbolis. Selain itu, anak juga mulai mampu berpikir logis namun masih mengalami kesulitan dalam memahami sudut pandang orang lain. Freud (Monks, dkk, 1987) dengan teori psikoanalisanya juga menyampaikan bahwa anak dalam usia tersebut memasuki fase phalik dimana anak mulai memahami mengenai identitas gender dan perbedaan jenis kelamin. Teori psikososial yang dikembangkan oleh Erickson (Santrock, 2002) mengkategorikan anak usia prasekolah ke dalam tahap inisiatif vs
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
rasa bersalah. Pada tahap ini anak mulai memiliki keinginan untuk mempelajari hal-hal baru di sekitar mereka. Mereka juga mulai tertarik untuk menghasilkan sesuatu sebagai sebuah prestasi. Apabila pada tahap ini anak banyak mendapat larangan untuk melakukan sesuatu maka mereka akan menimbulkan rasa bersalah dalam diri anak. 2.
Perkembangan Anak Usia Prasekolah a.
Aspek-aspek Perkembangan Anak Usia Prasekolah 1) Perkembangan Fisik Perkembangan fisik anak pada masa awal anak-anak mengalami pertumbuhan tinggi badan sebanyak 2,5 inchi dan berat 5-7 pon setiap tahunnya (Santrock, 2002). Pada masa prasekolah, Santrock (2002) menyampaikan bahwa batang tubuh anak akan berkembang semakin panjang sementara bentuk tubuh mereka semakin kecil. Selain itu, ukuran otak anak akan mendekati ukuran otak orang dewasa pada usia 5 tahun (Santrock, 2002). Perbedaan pola perkembangan fisik pada setiap anak sangat dipengaruhi oleh faktor keturunan, masalah gangguan fisik, atau masalah emosional (Santrock, 2002). Menurut Santrock (2002), pada usia 4-5 tahun anak masih suka melakukan gerakan-gerakan seperti melompat, berjingkrak, dan berlari. Mereka juga lebih berani untuk mengambil resiko dalam melakukan gerakan tersebut seperti memanjat (Santrock, 2002). Monks, dkk (1987) menyatakan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
19
bahwa anak telah memiliki keseimbangan yang cukup baik pada usia 5 tahun sehingga mereka sudah mampu melakukan gerakan-gerakan seperti melompat dengan kedua kaki, naik tangga, bahkan naik sepeda. Koordinasi motorik halus anak usia prasekolah semakin meningkat dan lebih tepat. Anak usia 4 tahun akan mulai membentuk menara balok dan berusaha menempatkan setiap balok dengan sempurna (Santrock, 2002). Pada usia 5 tahun anak mulai memiliki keinginan untuk membuat bangunan yang lebih kompleks (Santrock, 2002). Anak juga mampu untuk menggunakan gunting, menggambar dengan crayon, dan bermain lempar tangkap bola (Rochmah, 2005). 2) Perkembangan Kognitif Teori perkembangan kognitif yang disampaikan oleh Piaget menyebutkan bahwa anak usia prasekolah termasuk dalam kelompok masa perkembangan pra-operasional (Gunarsa, 1987). Pada masa ini, anak mulai menguasai bahasa yang sistematis, mampu mempergunakan simbol, melakukan imitasi (meniru), dan mulai memiliki bayangan mental (Monks, dkk, 1987). Oleh Piaget, pola berpikir anak pada tahap praoperasional ini dicirikan sebagai berikut (Monks, dkk, 1987):
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
a)
20
Egosentrik Pada masa ini anak cenderung melihat sesuatu dari perspekttifnya sendiri dan belum mampu untuk mengambil sudut pandang orang lain. Misalnya, bila anak ditunjukkan 3 deret benda dengan warna berbeda yaitu merah, putih, biru lalu diminta untuk menyebutkan urutan tersebut dari sudut pandang orang yang ada diseberangnya maka anak akan menjawab sesuai dengan urutan dari sudut pandangnya sendiri.
b) Memusat (centralized) Anak pada tahap berpikir pra-operasional belum mampu memusatkan perhatiannya pada dua dimensi sekaligus. Gunarsa (1987) menyampaikan bahwa ada 3 aspek dalam centralized, yaitu: i.
Menyusun benda sesuai ukuran Anak sudah mampu untuk melihat hubungan dua benda dengan ukuran berbeda, tapi belum mampu menyusun sejumlah benda berdasarkan ukurannya. Misalnya, anak mampu membedakan tongkat A lebih pendek dari tongkat B dan tongkat B lebih pendek dari tongkat C namun belum mampu merangkai ketiga tongkat tersebut dari yang paling pendek. Hal ini menunjukkan bahwa anak hanya mampu memusatkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21
perhatian pada satu hubungan saja dan bukan pada keseluruhan. ii.
Pengelompokan Piaget
membuat
suatu
percobaan
dengan
menunjukkan pada anak 20 kuncup bunga dari kertas, 18 berwarna coklat dan 2 berwarna putih. Ia kemudian menanyakan kuncup bunga mana yang lebih banyak, yang berwarna coklat atau yang terbuat dari kertas. Anak-anak
dalam
tahap
pra-operasional tersebut
kemudian menjawab bunga yang berwarna coklat. Dengan
demikian
anak
hanya
memusatkan
perhatiannya pada satu pengelompokan saja yakni warna,
coklat
dan
putih;
dan
mengabaikan
pengelompokan lain yakni bunga dari kertas. iii.
Konservasi Pada
tahap
ini,
anak
belum
mampu
mengkonversikan angka atau isi (jumlah). Misalnya, anak diperlihatkan 2 buah gelas, yang satu lebih ramping dan tinggi sementara yang lain lebar dan pendek. Kedua gelas tersebut diisi air dengan jumlah yang sama. Kepada anak kemudian ditanyakan gelas manakah yang berisi air lebih banyak. Anak cenderung akan menjawab gelas yang ramping dan tinggi karena
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
22
terlihat memiliki permukaan air yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa anak hanya tepusat pada satu dimensi tinggi saja dan bukan pada jumlah atau isinya. c)
Tidak dapat dibalik (irreversible) Sebagai ilustrasi, seorang anak diberikan sebuah informasi bahwa A memiliki saudara bernama B. Anak tersebut kemudian ditanya apakah B memiliki saudara, maka anak itu akan menjawab tidak. Hal ini menunjukkan bahwa anak belum mampu memikirkan suatu kejadian dari arah sebaliknya.
d) Statis Bila anak diminta untuk menggambar tongkat yang sedang roboh, maka anak akan menggambar tongkat yang berdiri
tegak
kemudian
menggambar
tongkat
yang
berbaring. Pemikiran anak yang seperti ini menunjukkan bahwa anak hanya memperhatikan situasi A kemudian situasi B saja dan mengabaikan perpindahan siatuasi A ke B. Jika Piaget menggambarkan pemikiran anak sebagai pemikiran tunggal dalam memahami informasi, Vygotsky memiliki pandangan yang sedikit berbeda dengan Piaget mengenai perkembangan kognitif anak. Meskipun samasama menyepakati bahwa keterlibatan aktif anak dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
lingkungan mempengaruhi perkembangan kognitif anak, namun
Vygostky
berpendapat
bahwa
anak
akan
memperoleh keterampilan kognitif melalui interaksi sosial. Anak akan belajar menguasai dan menginternalisasi pelajaran dengan bantuan dan arahan dari orang dewasa (Papalia, 2007). 3) Perkembangan Sosioemosional Teori psikososial yang dikembangkan oleh Erickson mengelompokan anak usia prasekolah ke dalam tahap mengembangkan inisiatif versus rasa bersalah (Santrock, 2002). Inisiatif yang dibentuk oleh anak terkadang tidak sesuai dengan kehendak orang dewasa sehingga anak harus mampu mengelola keinginannya (Gunarsa, 1987). Ketidakmampuan anak dalam mengelola hal tersebut dapat mengembangkan rasa bersalah dan membuat anak memiliki harga diri yang rendah (Santrock, 2002). Pada tahap ini, anak mulai mampu mengidentifikasi diri mereka (Santrock, 2002). Santrock (2002) juga menyampaikan bahwa anak mulai mengembangkan kata hati mereka sebagai bentuk
pengawasan
dan
pembimbing
diri
dalam
mengembangkan insiatif mereka sendiri. Anak mulai paham bahwa inisiatif yang mereka lakukan dapat menimbulkan hukuman ataupun hadiah bagi mereka (Santrock, 2002).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
Pada usia prasekolah, anak mulai meningkatkan relasi sosial dengan teman sebayanya (Hurlock, 1988). Mereka mulai bekerja sama dan menyesuaikan diri dengan teman-temannya saat bermain sehingga reaksi negatif terhadap teman sebayanya berkurang (Hurlock, 1988). Pada usia 3-4 tahun anak mulai telihat bermain dan berinteraksi dengan kelompok teman sebayanya. Mereka juga mampu menentukan siapa yang akan dipilih sebagai teman bermainnya. Berkaitan dengan relasi anak dengan orang dewasa, Hurlock (1988) menyampaikan bahwa anak juga mulai ingin terlihat mandiri dan lepas dari orangtua, namun mereka tetap mencari perhatian dan mengharapkan penerimaan dari dewasa. 4) Perkembangan Bahasa Perkembangan bahasa anak usia prasekolah dalam buku yang ditulis oleh Andriana (2011) menyebutkan bahwa anak usia 4-5 tahun memiliki perbendaharaan kata sebanyak 1.5002.100 kata dan mampu menggunakan 4-8 kata daalm satu kalimat. Anak mampu membuat cerita dengan dilebih-lebihkan serta menyebutkan warna dan nama-nama hari maupun bulan. Pada usia 4 tahun anak sudah mampu membuat analogi seperti bila es dingin, maka api panas. Di usia 5 tahun anak mampu untuk mengikuti 3 perintah sekaligus.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
b. Tugas Perkembangan Anak Usia Prasekolah Untuk dapat mengetahui apakah seorang anak telah mencapai perkembangannya dengan baik atau tidak, maka kita dapat melihatnya melalui tugas-tugas perkembangan yang harus dilalui oleh anak.
Havighurst (1953) mengelompokkan tugas-tugas
perkembangan anak dalam 2 kelompok yaitu kelompok usia 0-6 tahun dan kelompok usia 6-12 tahun. Berdasarkan klasifikasi tersebut, anak usia prasekolah masuk dalam kelompok yang pertama dengan tugas-tugas perkembangan yang meliputi: 1) Berjalan 2) Belajar makan makanan padat 3) Belajar bicara 4) Belajar mengatur pembuangan kotoran tubuh (toileting) 5) Mengenal perbedaan jenis kelamin dan cirri-cirinya 6) Mencapai stabilitas fisiologis 7) Membentuk konsep sederhana mengenai ralitas sosial dan fisik 8) Terlibat secara emosional dengan orang disekitarnya 9) Membedakan benar dan salah dan mengembangkan kata hati
C. Model Pembelajaran untuk Pendidikan Anak Usia Dini Di dalam dunia pendidikan mengenal istilah model pembelajaran. Model
pembelajaran
merupakan
hasil
rancangan
analisis
terhadap
implementasi kurikulum dan implikasi operasional di kelas berdasarkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26
turunan dari psikologi pendidikan dan teori belajar yang dijadikan landasan praktik dalam pembelajaran (Suprijono, 2009). Dalam program pendidikan anak usia dini sendiri banyak model pembelajaran yang dikemukakan oleh para filsuf pendidikan. Pemahaman mengenai model pembelajaran untuk PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) akan menentukan pemilihan pendekatan dan metode pembelajarannya di kelas. Suprijono (2009) mendefinisikan model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas, meliputi penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan petunjuk mengajar bagi guru. Model pembelajaran dapat pula diartikan sebagai prosedur sistematis dalam pelaksanaan pembelajaran yang meliputi strategi, metode, teknik, dan pendekatan pembelajaran di kelas (Uno, 2007). Dengan demikian, model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai pola sistematis mengenai kurikulum, metode, dan pendekatan pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran di kelas. Dua jenis model pembelajaran yang di gunakan dalam PAUD yang akan dibahas dalam penelitian
ini
adalah
model
pembelajaran
Montessori
dan
model
pembelajaran konvensional. 1.
Model Pembelajaran Montessori a.
Sejarah Montessori Model pembelajaran Montessori pertama kali diperkenalkan oleh seorang filsuf pendidikan bernama Maria Montessori. Maria Montessori adalah seorang dokter wanita pertama yang hidup pada
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
tahun 1870-1952 di Italia. Ketertarikan Montessori pada dunia anak bermula saat ia bekerja di sebuah klinik psikiatri yang khusus menangani anak berkebutuhan khusus dan gangguan mental. Dari sini lah kemudian Montessori memiliki pemikiran untuk membantu anak dengan gangguan mental melalui pendidikan. Ia percaya bahwa gangguan mental yang terjadi pada anak-anak bukan sekedar masalah medis semata namun lebih merupakan masalah yang berkaitan dengan pendagogik. Pemikiran Montessori tersebutlah yang
kemudian
memberikan
sumbangan
besar
bagi
dunia
pendidikan. Pada tahun 1907, Montessori kemudian mendirikan sebuah sekolah khusus bagi anak dengan gangguan mental. Sekolah tersebut didirikan di daerah kumuh di Roma dengan nama Casai dei Bambini yang berarti Rumah Anak-anak (Children’s House). Pembelajaran di tempat itu dirancang agar memungkinkan anak didik yang berusia kurang dari lima tahun melakukan berbagai kegiatan. Sekarang ini, materi belajar di Casai dei Bambini bukan lagi hanya diperuntukkan untuk anak dengan gangguan mental tetapi juga digunakan untuk mengukur akurasi diskriminasi sensoris. b. Karakteristik Montessori Model pembelajaran Montessori menerapkan pembelajaran yang lebih menekankan pada masa peka dan kebebasan yang dimiliki anak (Yus, 2011). Anak memiliki masa pekanya masing-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
masing untuk mempelajari sesuatu sehingga mereka akan memilih sendiri aktivitas yang akan mereka lakukan di kelas tanpa perlu diarahkan. Guru cukup menyediakan media atau alat bantu pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan anak dan berperan sebagai observer. Dengan demikian, aktivitas belajar lebih banyak dilakukan secara individu atau dalam kelompok kecil. Kelas Montessori dirancang untuk memungkinkan anak belajar secara individu maupun dalam kelompok kecil sesuai dengan aktivitas yang dipilihnya masing-masing (Chattin-McNichols, 1992). Selain itu, Chattin-McNichols (1992) juga menyebutkan bahwa kelas-kelas Montessori memungkinkan anak belajar dalam kelas rentang lintas usia hingga tiga tahun. Melalui rancangan kelas yang seperti ini, diharapkan anak yang usianya lebih tua dapat membantu anak lain yang usianya lebih muda, dan sebaliknya anak yang lebih muda dapat belajar dari anak yang usianya lebih tua. Dengan demikian, kelas Montessori dirancang berdasarkan prinsip kerjasama antar anak dan bukan persaingan. Pemberian
instruksi
maupun
penggunaan
instrumen
pembelajaran juga memiliki karakteristik tersendiri di kelas Montessori. Guru tidak memberikan instruksi pada anak melainkan memfasilitasi anak melakukan aktivitas yang mereka inginkan sesuai dengan perkembangannya (Yus, 2011). Guru Montessorian tidak menerapkan penghargaan dan hukuman (reward-punishment) pada
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29
anak karena dianggap dapat merusak independensi anak dan membuat anak bergantung pada otoritas di luar dirinya (Crain, 2007). Penggunaan media atau alat pembelajaran di sekolah Montessori menggunakan alat-alat manipulatif yang telah dirancang khusus oleh Montessori sendiri (Lopata, 2005). Alat tersebut dirancang agar memiliki kontrol atas kesalahan sehingga anak dapat menemukan dan memperbaiki sendiri kesalahannya (Yus, 2011). Sebagai contoh, pada permainan memasangkan silinder pada tempatnya dirancang apabila anak salah menempatkan silinder maka akan ada silinder yang tersisa. Program Montessori tidak menggunakan buku cetak, lembar kerja siswa, atau ujian-ujian dalam pembelajarannya (Haines, 1995 dalam Lopata, 2005). c.
Teori Perkembangan Montessori Montessori mengembangkan sebuah pandangannya sebagai sebuah teori mengenai perkembangan anak. Menurutnya, anak memiliki cara mereka sendiri untuk belajar yang muncul dari dorongan kedewasaan mereka (Montessori, 1964). Teori yang dikembangkan oleh Montessori memiliki komponen utama berupa konsep mengenai periode kepekaan atau periode sensitif (Crain, 2007). Yus (2011) mencantumkan sebuah tabel yang diberikan oleh Montessori sebagai panduan mengenali periode peka yang terbagi dalam sembilan tahap perkembangan, yaitu:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
30
Tabel 1 Tahapan Perkembangan Anak Usia Perkembangan (Tahun) 1,5
Masa penyerapan total (absorbed mind), perkenalan, dan pengalaman sensoris/panca indera
1,5 – 3
Perkembangan bahasa
1,5 – 4
Perkembangan dan koordinasi antara mata dan ototototnya Perhatian pada benda-benda kecil
2–4
Perkembangan dan penyempurnaan gerakan-gerakan Perhatian yang besar pada hal-hal yang nyata Mulai menyadari urutam waktu dan ruang
2,5 – 6 3–6
Penyempurnaan penggunaan pancaindra Peka terhadap pengaruh orang dewasa
3,5 – 4
Mulai mencorat-coret
4 – 4,5
Indra peraba mulai berkembang
4,5 – 5
Mulai tumbuh minat membaca
d. Dasar Pendidikan Montessori Ada 3 aspek yang menjadi dasar pendidikan Montessori, yaitu (Yus, 2011) :
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
31
1) Pendidikan Sendiri (Pedosentris) Montessori beranggapan bahwa anak memiliki potensi untuk berkembang secara mandiri. Anak memiliki keinginan untuk belajar, bekerja, sekaligus bersenang-senang yang muncul dari dalam dirinya sendiri. Keinginan tersebut muncul sebagai dorongan batin dan bukan sekedar dari rancangan pembelajaran di sekolah. Mereka akan selalu mencari hal baru yang lebih menantang untuk dikerjakan. Menurut Montessori, seorang anak tidak akan mendapatkan pengalaman dan keterampilan dalam pemecahan masalah apabila anak hanya pasif melihat orang lain melakukan sesuatu. 2) Masa Peka Keyakinan Montessori adalah bahwa seorang anak memiliki masa peka atau sensitif di awal tahun-tahun awal kehiduapan. Masa peka ialah masa dimana seorang anak siap mengembangkan potensi yang dimilikinya. Jika masa peka ini muncul, maka anak harus segera difasilitasi dengan alat permainan yang sesuai dengan potensi yang akan dikembangkan oleh anak. Misalnya, saat masa peka anak untuk belajar membaca muncul, maka guru dapat memberikan bantuan dengan memilih alat pembelajaran yang sesuai.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
32
3) Kebebasan Pada
pembelajaran
Montessori,
anak
diberikan
kebebasan untuk berpikir, berkarya, dan berlatih sesuka hatinya. Hal ini berkaitan dengan kemunculan masa peka yang tidak terduga dan berbeda antara satu anak dengan anak lainnya. Selain itu, kebebasan ini juga bermaksud agar pendidikan tidak menjadi suatu hal yang membebani anak. Untuk itu, lingkungan pembelajaran di sekolah-sekolah Montessori memungkinkan anak untuk mendapat kesempatan untuk mengeksplorasi diri anak didiknya secara bebas sehingga mampu mendukung perkembangan fisik, mental, dan spiritual anak. e.
Peran Montessori dalam Membangun Kesiapan Sekolah Kualitas pendidikan anak usia dini merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada kesiapan sekolah anak. Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa model pembelajaran Montessori memiliki beberapa karakteristik program pendidikan usia dini yang berkualitas tinggi. Kebebesan yang diterapkan dalam pembelajaran Montessori dianggap mampu mendukung perkembangan anak baik secara fisik maupun psikologis melalui eksplorasi diri yang dilakukan anak (Yus, 2011). Pembelajaran Montessori juga sangat memperhatikan
perkembangan
anak
dalam
pembelajarannya,
terutama perkembangan masa peka anak (Yus, 2011). Sebagian besar aktivitas yang dilakukan dalam kelas-kelas Montessori adalah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
aktivitas individu dan kelompok kecil (Chattin-McNichols, 1992) sehingga kelas-kelas Montessori pun terdiri dari kelas kecil dengan rasio guru dan murid yang besar untuk memungkinkan guru Montessorian memperhatikan setiap anak. Guru Montessorian berperan sebagai fasilitator yang memfasilitasi anak untuk belajar sesuai dengan keinginan yang muncul dari dalam diri anak, sehingga guru harus dapat memahami kebutuhan setiap anak (Yus, 2011). Kelas-kelas dalam model pembelajaran Montessori terdiri atas rentang usia hingga tiga tahun (Chattin-McNichols, 1992). Rancangan kelas seperti ini diharapkan anak yang lebih dewasa dapat membantu anak yang lain yang usianya lebih muda. Hal ini sesuai
dengan
teori
yang
disampaikan
Vygotsky
yang
menyampaikan bahwa perkembangan kognitif anak diperoleh melalui interaksi sosial, yakni anak akan belajar menguasai dan menginternalisasi pelajaran dengan bantuan dan arahan dari orang dewasa. 2.
Model Pembelajaran Konvensional a.
Pengertian Pembelajaran Konvensional Model pembelajaran konvensional sering disebut juga model pembelajaran tradisional yang didominasi oleh metode ceramah. Metode ceramah adalah suatu bentuk penyajian pembelajaran dengan menyampaikan informasi secara lisan (Djamarah & Zain, 2010). Menurut Djamarah dan Zain (2010), dalam metode ini guru
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
34
dituntut untuk lebih aktif dari pada peserta didiknya. Feire (1999) mengistilahkan metode seperti ini sebagai banking concept of educstion, yaitu aktifitas pembelajaran yang menekankan pada pemberian informasi dan bersifat hafalan. Di dalam pelaksanaannya, metode ceramah ini dapat juga dikombinasikan dengan metode lain seperti tanya jawab, pemberian tugas, dan diskusi (Djamarah & Zain, 2010). Rangkaian proses pembelajaran yang terjadi dalam model pembelajaran ini melibatkan pemberian informasi dan instruksi dimana guru menjadi pusat utamanya (Chattin-McNichols, 1992). Berdasarkan uraian di atas, yang dimaksud dengan model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran dimana guru berperan sebagai pusat aktivitas pembelajaran dan siswa sebagai pengikut dan pelaksana. Dengan demikian, model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang menempatkan guru sebagai pusat kegiatan belajar mengajar. Peran murid dalam pembelajaran model ini adalah sebagai penerima informasi dan pelaksana instruksi sehingga kurang terlibat aktif meskipun ada kesempatan untuk terlibat secara aktif. Kegiatannya pun lebih terarah dan klasikal (satu kegiatan untuk seluruh murid). b. Karakteristik Pembelajaran Konvensional Selain guru diposisikan sebagai pemegang peranan utama dalam pembelajaran konvensional, ada beberapa karakteristik lain
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
yang
dimiliki
oleh
model
pembelajaran
ini.
35
Kelas-kelas
pembelajaran konvensional dirancang agar semua siswa dapat menerima informasi dan mengikuti instruksi serta memusatkan perhatiannya pada guru (Chattin-McNichols, 1992). Hal ini karena dalam kelas konvensional, seluruh siswa akan melakukan satu aktivitas pembelajaran yang sama yang telah ditentukan oleh guru. Chattin-McNicholes
(1992)
juga
menyebutkan
bahwa
kelas
konvensional lebih bersifat kompetitif. Adanya penilaian pada masing-masing siswa membuat mereka berkompetisi satu sama lain. Aktivitas pembelajaran konvensional telah disusun sesuai kurikulum pembelajaran yang berlaku. Buku cetak, lembar kerja siswa, dan pemberian reward-punishment digunakan sebagai materi atau media pembelajaran dalam kelas konvensional sehingga pembelajaran terkesan bersifat abstrak dan teoritis (Haines, 1995 dalam Lopata, 2005). Pemberian reward-punishment dimaksudkan untuk membentuk perilaku disiplin anak. Pelaksanaan pembelajaran konvensional dalam program pendidikan usia dini lebih didominasi dengan permainanan dan diselingi kegiatan akademik dan tugas-tugas (Yus, 2011). Bentuk pelaksanaan pembelajaran yang disampaikan Yus (2011) akan dimulai dengan bentuk klasikal yakni memberikan gambaran dan instruksi mengenai aktivitas yang akan dilakukan saat itu. Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan melakukan aktivitas, bisa dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
bentuk individu maupun kelompok, namun masih dalam satu aktivitas yang sama sesuai dengan arahan dari guru. Guru akan memberikan penilaian terhadap hasil kerja anak sebagai hasil evaluasi belajar anak. 3.
Perbedaan antara Model Pembelajaran Montessori dan Model Pembelajaran Konvensional Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat dilihat bahwa ada perbedaan antara model pembelajaran Montessori dengan model pembelajaran konvensional. Perbedaan tersebut dapat dirangkum dalam sebuah tabel sebagai berikut:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
37
Tabel 2 Perbedaan Model Pembelajaran Montessori dan Konvensional Montessori Kelas
Konvensional
diklasifikasikan
rentang
usia
berbeda
dalam
Klasifikasi
kelas
cenderung
hingga
dalam rentang usia yang sama
rentang tiga tahun Berorientasi pada siswa
Berorientasi pada guru
Siswa bebas memilih aktivitas dan
Siswa mengikuti aktivitas yang
kelompok
telah dirancang oleh guru
belajar
yang
akan
diikutinya Aktivitas
dilakukan
secara
individu atau kelompok kecil
Aktivitas dilakukan oleh seluruh siswa
sesuai pilihan aktivitas anak Lebih bersifat kooperatif
Lebih bersifat kompetitif
Kontrol kesalahan ditemukan dan
Kontrol
dilakukan sendiri oleh anak
feedback dari guru
Pembelajaran
Pembelajaran
praktis
lebih
dengan
kesempatan
pada
bersifat
alat-alat
anak
buku, gambar, dan penjelasan
untuk
pembelajaran
dan teoritis
bersifat
abstrak
yang dapat dimainkan sendiri oleh anak
lebih
melalui
memberikan
memiliki pengalaman langsung melalui
kesalahan
melalui
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Montessori Alat
permainan
38
Konvensional dirancang
Permainan
dijadikan
sebagai
khusus agar memiliki kontrol
salah satu metode pembelajaran
kesalahan sehingga anak dapat
tanpa memperhatikan kontrol
menemukan
pada kesalahan
kesalahannya
sendiri
Kesiapan sekolah membutuhkan keterampilan anak secara menyeluruh, baik keterampilan fisik, kognitif, maupun sosioemosi anak (National Education Goals Panel, 2004). Untuk dapat memenuhi keterampilan yang dibutuhkan tersebut, maka perkembangan anak juga harus optimal. Adanya kebebasan anak untuk memilih aktivitas yang dilakukan menunjukkan bahwa Montessori memberikan kesempatan anak untuk mengembangkan inisiatifnya sesuai dengan perkembangan sosioemosi anak di usia prasekolah yakni tahap inisiatif vs rasa bersalah (Erickson dalam Gunarsa, 1981). Sementara dalam metode konvensional, aktivitas
anak
diarahkan
oleh
guru
sehingga
kurang
dapat
mengembangkan inisiatif yang dimiliki anak. Menurut teori perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget, anak usia pra sekolah berada pada tahap perkembangan praoperasional dimana anak mulai menggunakan simbol-simbol untuk mempresentasikan sesuatu yang tidak ada (Crain, 2007). Tahap pemikiran anak yang seperti ini diakomodasi dalam pembelajaran
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Montessori
dengan
menghadirkan
alat-alat
atau
39
materi-materi
pembelajaran yang bersifat praktis dimana anak dapat memanipulasi, yaitu menyentuh, menggerakkan, memindah dan mengubah alat tersebut sehingga menghadirkan pengalaman belajar langsung pada anak. Dengan mendapat pengalaman belajar langsung dan dikerjakan sendiri oleh anak, anak bisa memperoleh makna dari aktivitas yang dilakukan sehingga memperoleh pemahaman tentang apa yang dipelajari. Sementara pada pembelajaran konvensional, media atau alat pembelajarannya masih banyak yang berbentuk paper and pencil sehingga terkesan abstrak bagi anak karena harus membayangkan sendiri kejadian nyatanya dan akhirnya sulit bagi anak untuk memahami materi pembelajaran tersebut. Alat pembelajaran di Montessori dirancang agar memiliki kontrol atas kesalahan sehingga anak dapat menemukan dan memperbaiki sendiri kesalahannya (Yus, 2011). Untuk dapat memperbaiki kesalahannya, anak harus dapat memahami bagaimana seharusnya alat tersebut berfungsi. Melalui alat yang dirancang seperti ini, anak belajar bagaimana mengidentifikasi suatu masalah dan mencari solusi yang tepat serta mengembangkan pemahaman anak mengenai lingkungan disekitarnya. Hal ini akan membantu anak dalam mencapai tugas perkembangan tentang mengerti mengenai konsep realita fisik dan sosial (Havighurst, 1953). Sementara dalam pembelajaran konvensional yang diterapkan di TK, kesempatan untuk melakukan eksplorasi langsung pada suatu materi pelajaran seperti ini terbatas. Hasil belajar anak juga dievaluasi oleh guru
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
40
dan bukan anak sendiri sehingga mereka kurang dapat mengidentifikasi kesalahannya dan cenderung memerlukan bantuan orang lain juga untuk bisa menemukan solusi yang tepat. Model pemebelajaran yang seperti ini cenderung akan lebih mengembangkan rasa bersalah dalam diri anak karena dievaluasi secara terus menerus diabndingkan mengembangkan inisitifnya. Untuk mendukung perkembangan anak dalam berinteraksi dengan orang lain, racangan kelas Montessori yang menerapkan kelas antar rentang
usia
hingga
tiga
tahun
(Chattin-McNichols,
1992)
memungkinkan anak mengembangkan kemampuannya berinteraksi secara lebih luas. Anak tidak hanya berinteraksi dengan teman sebaya saja seperti yang terjadi pada kelas konvensional, tetapi juga berinteraksi dengan teman yang usianya lebih tua atau lebih muda. Kebebasan yang diberikan pada anak untuk memilih aktivitasnya sendiri yang diterapkan di Montessori (Crain, 2007) juga akan lebih melatih mereka untuk berinteraksi dengan orang dewasa (dalam hal ini guru) jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional karena anak yang mendapatkan pembelajaran Montessori terbiasa untuk menerima dan menyampaikan informasi kepada orang lain. Montessori juga
memliki
beberapa karakteristik program
pendidikan usia dini yang berkualitas tinggi. Salah satu karakteristiknya adalah terdiri dari kelas kecil yang juga diterapkan di kelas-kelas Montessori (Chattin-McNichols, 1992). Karena pembelajaran Montessori
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
41
memungkinkan anak untuk melakukan aktivitas yang berbeda, maka rasio guru dan murid pun tidak boleh terlalu besar. Rasio guru dan murid yang tidak terlalu besar seperti ini juga menjadi karakteristik lain dari program pendidikan usia dini yang berkualitas tinggi. Guru-guru Montessori juga dituntut untuk dapat memahami kebutuhan dan perkembangan anak agar dapat memfasilitasi keinginan belajar anak secara tepat (Yus, 2011), yang juga merupakan karakteristik lain dari program pendidikan usia dini berkualitas tinggi. Program pendidikan usia dini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesiapan sekolah anak. Laporan NEA yang ditulis oleh Roekel menyampaikan bahwa mengikutsertakan anak dalam program pendidikan usia dini yang berkualitas
tinggi
merupakan
langkah awal
yang
baik
dalam
disimpulkan
bahwa
mempersiapkan anak memasuki sekolah. Berdasarkan
uraian
tersebut
dapat
pembelajaran Montessori lebih banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan anak untuk memasuki SD (Sekolah Dasar) sesuai dengan dimensi-dimensi kesiapan sekolah dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Untuk itu, penulis menyimpulkan bahwa model pembelajaran Montessori dapat mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan untuk mencapai kesiapan sekolah secara lebih optimal dibandingkan model pembelajaran konvensional.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
42
D. Hipotesis Kesiapan sekolah anak yang mengikuti model pembelajaran Montessori lebih baik jika dibandingkan dengan anak yang mengikuti model pembelajaran konvensional.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Skema 1. Perbedaan Model Pembelajaran Montessori dan Konvensional Model Pembelajaran Prasekolah
Konvensional
Montessori
Mengembangkan inisiatif anak melalui penerapan kebebasan Alat pembelajaran manipulatif dan lebih bersifat praktis sehingga mudah dipahami anak Terdiri dari kelas-kelas kecil sehingga guru lebih fokus pada perkembangan tiap anak Kelas rentang lintas usia melatih anak untuk berinteraksi sosial secara lebih luas serta anak mampu menginternalisasi pelajaran dengan bantuan dari anak yang usianya lebih dewasa
Kualitas Program Tinggi
Anak lebih berinisiatif Anak terbiasa untuk mampu mengidentifikasi masalah dan mencari solusi Dalam berkomunikasi dan bahasa lebih terlatih Interaksi anak lebih luas Lebih menguasai dan menginternalisasi pelajaran
Kesiapan Sekolah Tinggi
Aktivitas diarahkan guru sehingga inisiatif kurang berkembang Alat pembelajaran masih menggunakan buku, gambar, dan lembar tugas sehingga lebih bersifat abstrak dan sulit dipahami anak Terdiri dari kelas-kelas besar sehingga guru sulit untuk fokus pada perkembangan tiap anak Kelas terdiri dari rentang usia yang relatif sama sehingga interaksi sosial anak terbatas pada teman sebaya
Kualitas Program Lebih Rendah
Anak kurang berinisiatif Anak kurang terbiasa untuk mampu mengidentifikasi masalah dan mencari solusi Dalam berkomunikasi dan bahasa kurang terlatih Interaksi anak terbatas Kurang menguasai dan menginternalisasi pelajaran
Kesiapan Sekolah Rendah
43
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif komparasi. Penelitian komparasi adalah penelitian yang bertujuan untuk membandingkan satu atau lebih variabel pada dua atau lebih populasi sampel atau waktu yang berbeda (Sugiyono, 2011). Pada penelitian ini, peneliti ingin membandingkan satu variable yaitu kesiapan sekolah pada dua populasi sampel yaitu siswa Montessori dan konvensional.
B. Variabel Penelitian 1.
Variabel Tergantung Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kesiapan sekolah.
2.
Variabel Bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran untuk pendidikan anak usia dini.
C. Definisi Operasional 1.
Kesiapan Sekolah (School Readinees) Kesiapan sekolah dapat didefinisikan sebagai kesiapan sekolah merupakan kesiapan anak untuk belajar, menerima informasi, serta beradaptasi dengan lingkungan sekolah yang meliputi kesiapan fisik dan
44
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
psikologis (kognitif dan sosioemosi).
45
Kesiapan sekolah diukur
menggunakan alat ukur NST (Nijmeegse Schoolbekwaamheids Test) yang mengukur ketiga aspek tersebut. Semakin tinggi skor yang diperoleh, maka semakin baik kesiapan sekolah yang dimiliki anak. 2.
Model Pembelajaran untuk Pendidikan Anak Usia Dini Model pembelajaran pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah prosedur pelaksanaan pembelajaran untuk PAUD yang merujuk pada karekteristik pembelajaran tertentu. Model pembelajaran PAUD dalam penelitian ini merujuk pada dua karakteristik pembelajaran, yaitu: a.
Model Pembelajaran Montessori Prosedur pelaksanaan pembelajaran Montessori memiliki karakteristik yaitu menekankan pada kebebasan anak untuk memilih aktivitas belajar yang diinginkan sesuai dengan masa peka yang muncul pada diri anak, dimana anak menjadi pusat pembelajaran dan guru sebagai fasilitator. Model pembelajaran ini diterapkan di sekolah-sekolah yang berbasis Montessori.
b.
Model Pembelajaran Konvensional Prosedur pelaksanaan pembelajaran konvensional memiliki karakteristik yakni menempatkan guru sebagai pusat pembelajaran dan kegiatan pembelajaran dilakukan secara klasikal (semua siswa melakukan satu kegiatan yang sama).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
46
D. Subjek Penelitian Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara klaster sampling (cluster sampling). Teknik sampling semacam ini dilakukan dengan cara mengambil kelompok subjek secara acak dan bukan pada individu subjek tersebut (Azwar, 2009). Subjek dalam penelitian ini adalah anak usia prasekolah yang mengikuti pendidikan di TK (Taman Kanak-Kanak) B yang akan memasuki SD (Sekolah Dasar). Subjek berasal dari TK yang menerapkan model pembelajaran Montessori dan TK yang menerapkan model pembelajaran konvensional sebagai program pendidikan. TK Bambini Montessori School, Yogyakarta dipilih sebagai tempat pengambilan data untuk kelompok subjek I karena TK ini merupakan TK satu-satunya
di
Yogyakarta
yang
menerapkan
model
pembelajaran
Montessori. Dilihat dari tingginya biaya pendidikan di TK tersebut, dapat disimpulkan bahwa anak yang bersekolah di sana berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi menengah ke atas. Karena status sosial ekonomi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesiapan sekolah, maka untuk memperoleh data dari kelompok subjek II diambil dari TK Tarakanita Bumijo. TK Tarakanita Bumijo dipilih oleh peneliti sebagai tempat penelitian karena TK tersebut menerapkan model pembelajaran konvensional. Hal tersebut terlihat dari hasil observasi yang dilakukan di TK tersebut. Kelaskelas di TK Tarakanita Bumijo terdiri dari kelas-kelas besar dengan rasio guru-murid
sebesar
1:25.
Aktivitas
yang
dilakukan
dalam
proses
pembelajaran ditentukan oleh guru dan murid mengikuti instruksi dari guru.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
47
Penataan meja di TK Tarakanita juga diatur untuk memungkinkan siswa agar dapat menerima satu instruksi dari guru. Hal tersebut merupa beberapa karakteristik dari sekolah dengan model pembelajaran konvensional.
E. Metode Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat ukur psikologi. Alat ukur yang digunakan adalah alat tes NST (Nijmeegse Schoolbekwaamheids Test). NST merupakan sebuah alat tes psikologi yang digunakan untuk mengukur kesiapan sekolah anak usia prasekolah yang akan masuk SD. Alat tes NST memiliki nilai validitas atara 0,22 sampai 0,51 dengan nilai reliabilitas sebesar 0,829 (Halimah & Kawuryan, 2010). Tes ini disajikan kepada seluruh subjek. Subjek dibagi ke dalam beberapa kelompok kemudian disajikan tes NST secara klasikal. Subjek diminta untuk mengerjakan kesepuluh subtes yang ada dalam tes NST dengan panduan dari tester. Tester akan memberikan instruksi sesuai dengan masing-masing subtes, kemuan subjek mengerjakan pada lembar jawab yang diberikan. Hasil tes yang berupa skor mentah kemudian diubah kedalam bentuk nilai norma yang ada. Dari nilai norma yang diperoleh tersebut, kemudian peneliti memasukkannya ke dalam kategori kesiapan sekolah untuk menentukan siap atau tidaknya anak mengikuti pembelajaran di sekolah dasar. Ada 3 kategori kesiapan sekolah yang tercantum dalam NST yaitu belum siap dengan nilai norma 70 ≤ X< 85, ragu-ragu dengan nilai norma 85 ≤ X < 95, dan siap sekolah dengan nilai norma 95 ≤ X ≤ 130.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
48
Ada 10 subtes yang mengukur 10 aspek kesiapan sekolah dalam alat tes NST, yaitu: 1.
Subtes I
: pengamatan dan daya membedakan
2.
Subtes II
: motorik halus
3.
Subtes III
: pengertian mengenai ukuran, jumlah dan perbandingan
4.
Subtes IV
: ketajaman penglihatan
5.
Subtes V
: pengamatan kritis
6.
Subtes VI
: konsentrasi
7.
Subtes VII
: daya ingat anak
8.
Subtes VIII : pengertian objek dan penilaian situasi
9.
Subtes IX
10. Subtes X
: menguraikan kembali sebuah cerita : menggambar orang
F. Metode Analisis Data Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada perbedaan kesiapan antara anak usia prasekolah yang mengikuti model pembelajaran Montessori dengan anak yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Untuk menguji hal tersebut, maka digunakan analisis independent sample t-test pada hasil pengukuran.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Orientasi Kancah Penelitian Penelitian ini dilakukan di TK Bambini Montessori School sebagai sampel subjek Montessori dan TK Tarakanita Bumijo sebagai sampel subjek konvensional. TK Bambini Montessori School terletak Jl. AM Sangaji 68-B Cokrodiningratan, Jetis, Yogyakarta 55233. Program di TK Bambini Montessori School dikembangkan sesuai dengan kesiapan masing-masing anak untuk mempelajari sesuatu. Aktivitas pembelajaran lebih banyak dilakukan dengan tugas-tugas praktis dibannding aktivitas mendengarkan dan baca tulis. Kurikulum pembelajaran di TK Bambini Montessori School memuat kegiatan practical life erxercise, sensorial education, language, mathematics, cultural studies, dan art, music andcreativity. Sedangkan TK Tarakanita Bumijo merupakan TK miliki Yayasan Tarakanita yang dikelola oleh Suster CB dari kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Santo Carolus Borromeus. TK Tarakanita terletak di Jl. Bumijo Lor, Sindunegaran, Bumijo, Jetis, Yogyakarta. Selain pembelajaran di dalam kelas, TK Tarakanita Bumijo kegiatan pembelajaran luar sekolah seperti kunjungan ke pabrik roti dan desa wisata setiap tahunnya. Murid dalam setiap kelas rata-rata berjumlah 25 anak dengan 1 guru kelas. Keseluruhan jumlah guru di TK Tarakanita Bumijo adalah 14 orang dengan 3 orang karyawan.
49
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
50
B. Pelaksanaan Penelitian Proses pengambilan data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua. Yang pertama adalah pengambilan data untuk sekolah Montessori, sedangkan yang kedua adalah pengambilan data untuk sekolah konvensional. Untuk mendapatkan data kesiapan sekolah anak dari sekolah Montessori, peneliti menggunakan data tes NST yang telah diambil pada tanggal 15 dan 22 Februari 2013 di TK Bambini Montessori School. Data tersebut diperoleh dari tim dosen yang diminta untuk melakukan pemberian tes kesiapan sekolah di TK tersebut. Sementara untuk pengambilan data dari sekolah konvensional dilaksanakan pada tanggal 18 dan 20 Juni 2013 di TK Tarakanita Bumijo sebagai sampel dari sekolah yang menerapkan model pembelajaran konvensional dalam kegiatan belajar mengajar. Tes NST diberikan kepada siswa kelas besar (TK B) dari masing-masing sekolah secara klasikal.
C. Deskripsi Subjek Subjek dalam penelitian ini adalah anak-anak siswa TK B yang akan memamsuki Sekolah Dasar (SD). Mereka berada pada rentang usia 5 – 7 tahun, yakni usia prasekolah. Subjek terbagi dalam dua kelompok subjek sesuai dengan model pembelajarannya, yaitu kelompok Montessori dan kelompok konvensional dengan persentase sebagai berikut:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
51
Tabel 3 Deskripsi Subjek Penelitian Model Pembelajaran
Jumlah Subjek
Persentase (%)
Montessori
50
45,45
Konvensional
60
54,55
Jumlah
110
100
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa subjek dari kelompok Montessori sebanyak 50 anak (45,45%) dan subjek kelompok konvensional sebanyak 60 anak (54,55%). Perbedaan jumlah subjek dari masing-masing kelompok terjadi karena jumlah siswa dari masing-masing sekolah berbeda. Perbedaan jumlah tersebut dipertahankan oleh peneliti dengan asumsi bahwa perbedaan tersebut tidak terlalu signifikan.
D. Deskripsi Data Penelitian Berdasarkan data penelitian dengan menggunakan alat ukur NST diperoleh skor terendah sebesar 906 dan skor tertinggi sebesar 1091 untuk kelompok subjek Montessori, sedangkan kelompok subjek konvensional memperoleh skor terendah sebesar 926 dan skor tertinggi sebesar 1109. Nilai mean untuk masing-masing kelompok subjek adalah sebesar 1018,08 untuk Montessori dan 1038,87 untuk konvensional. Data penelitian ini memiliki standar deviasi untuk kelompok Montessori sebesar 41,97 sedangkan untuk kelompok konvensional sebesar 34,187. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 110 anak yang terdiri dari 50 anak yang mengikuti model pembelajaran Montessori dan 60 anak yang mengikuti model pembelajaran
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
52
konvensional. Deskripsi data penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4 Diskripsi Data Penelitian Xmax
Xmin
Mean
SD
N
Montessori
1091
906
1018,08
41,97
50
Konvensional
1109
926
1038,87
34,187
60
E. Uji Asumsi Analisis Data 1.
Uji Normalitas Uji normalitas dalam sebuah penelitian bertujuan untuk melihat apakah data terdistribusi dengan normal atau tidak. Uji normalitas dalam penelitian
ini
dilakukan
dengan
menggunakan
uji
normalitas
Kolmogorov Smirnov dengan bantuan program SPSS 16.0. Penarikan kesimpulan uji normalitas didasarkan pada nilai probabilitas (p) yang diperoleh. Program tersebut menggunakan taraf signifikansi (p) sebesar 0,05. Data dikatakan normal apabila nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05 (p > 0,05) dan dikatakan tidak normal apabila nilai signifikansinya lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05). Hasil dari uji normalitas data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
53
Tabel 5 Hasil Uji Normalitas Montessori
Konvensional
Nilai Kolmogorov Smirnov
0,091
0,086
Nilai Signifikansi
2,00
2,00
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai kolmogorov smirnov dari data kelompok subjek Montessori sebesar 0,091 dengan nilai signifikansi 2,00, sementara kelompok subjek konvensional memiliki nilai kolmorov smirnov sebesar 0,086 dengan nilai signifikansi sebesar 2,00. Kedua data tersebut memiliki nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua data memiliki distribusi normal. 2.
Uji Homogenitas Uji homogenitas bertujian untuk melihat apakah kelompok data dari sebuah penelitian memiliki varian yang sama. Uji homogenitas dalam penelitian ini menggunakan uji Levene’s (uji F) dengan program SPSS 16.0. Jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka populasi memiliki varian yang sama, namun apabila signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka variannya berbeda. Hasil uji homogenitas dalam penelitian ini memperoleh nilai signifikansi sebersar 0,148 (p > 0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa kelompok data dalam penelitian ini memiliki varian yang sama.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
54
F. Uji Hipotesis Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan nilai rata-rata dari dua kelompok subjek, yaitu melihat perbedaan kesiapan sekolah antara anak yang mengikuti model pembelajaran Montessori dengan anak yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Hipotesis penelitian ini adalah kesiapan sekolah anak yang mengikuti model pembelajaran Montessori lebih baik jika dibandingkan dengan anak yang mengikuti model pembelajaran konvensional Hipotesis dalam penelitian ini akan diuji menggunakan Independent Sample T-test (uji-t) dengan program SPSS 16.0. Penarikan kesimpulan didasarkan pada hasil uji 2 sisi dengan taraf signifikansi 0,05. Hasil uji-t dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 6 Hasil Independent Sample T-test Kesiapan Sekolah N
Mean
Montessori
50
1018,08
Konvensional
60
1038,87
Ho :
t
2.863
Sig. (2-tailed) 0,005
Ket. p<0,05 signifikan
Tidak ada perbedaan kesiapan sekolah antara anak yang mengikuti model pembelajaran Montessori dengan anak yang mengikuti model pembelajaran konvensional.
Ha :
Ada perbedaan kesiapan sekolah antara anak yang mengikuti model pembelajaran Montessori dengan anak yang mengikuti model pembelajaran konvensional.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
55
Penarikan kesimpulan bedasarkan nilai signifikansi: Signifikansi > 0,05 Ho diterima Signifikansi < 0,05 Ho ditolak Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, diperoleh nilai t sebesar 2,863 dengan signifikansi 0,005 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kesiapan sekolah antara anak yang mengikuti model pembelajaran Montessori dengan anak yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Jika dilihat dari nilai mean masing-masing kelompok, Montessori memiliki nilai mean sebesar 1018,08 dan konvensional sebesar 1038,87. Hal ini menunjukkan bahwa kesiapan sekolah anak yang mengikuti model pembelajaran konvensional lebih tinggi jika dibandingkan anak yang mengikuti model pembelajaran Montessori. Hasil ini berarti bahwa hipotesis dalam penelitian ini ditolak.
G. Analisis Tambahan Penulis menyajikan pengkategorian hasil pengukuran masing-masing kelompok
subjek
sebagai
analisis
tambahan dalam
penelitian
ini.
Pengkategorian dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesiapan sekolah pada masing-masing kelompok. Penulis meenempatkan hasil pengukuran ke dalam tiga kategori kesiapan sekolah, yaitu: belum siap, ragu-ragu, dan siap berdasarkan kategorisasi yang terdapat dalam NST sebagai berikut:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
56
Tabel 7 Kategorisasi Kesiapan Sekolah Range
Kategori
700 ≤ X< 850*
Belum Siap
850 ≤ X < 950*
Ragu-ragu
950 ≤ X ≤ 1300*
Siap
Keterangan: * Skor x 10 subtes Berdasarkan norma kategorisasi diatas, maka kategorisasi skor kesiapan sekolah untuk masing-masing kelompok subjek adalah sebagai berikut:
Tabel 8 Kategorisasi Kesiapan Sekolah Anak yang Mengikuti Model Pembelajaran Montessori Range
Kategori
Frekuensi
Persentase
700 ≤ X< 850
Belum Siap
0
0%
850 ≤ X < 950
Ragu-ragu
3
6%
950 ≤ X ≤ 1300
Siap
47
94%
Tabel 9 Kategorisasi Kesiapan Sekolah Anak Yang Mengikuti Model Pembelajaran Konvensional Range
Kategori
Frekuensi
Persentase
700 ≤ X< 850
Belum Siap
0
0%
850 ≤ X < 950
Ragu-ragu
1
1,67%
950 ≤ X ≤ 1300
Siap
59
98,33%
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
57
H. Pembahasan Hasil analisis data menggunakan Independent Sample T-Test dalam penelitian ini menghasilkan nilai t=2.863 dengan nilai signifikansi sebesar p=0,005. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan kesiapan sekolah antara anak yang mengikuti model pembelajaran Montessori dengan anak yang mengikuti model pembelajaran konvensional (p<0,05). Anak yang mengikuti model pembelajaran konvensional ternyata memiliki kesiapan sekolah yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan anak yang mengikuti model pembelajaran Montessori. Hal ini ditunjukkan dari nilai mean yang diperoleh kelompok subjek konvensional sebesar 1038,87, sementara untuk kelompok Montessori sebesar 1018,08. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa jenis
model pembelajaran yang dipakai dalam pendidikan prasekolah berpengaruh terhadap kesiapan anak untuk memasuki sekolah. Model pembelajaran ini berkaitan dengan bagaimana proses belajar-mengajar dilakukan di kelas. Model pembelajaran meliputi strategi, metode, teknik, dan pendekatan pembelajaran di kelas (Uno, 2007). Suprijono (2009) juga menyampaikan bahwa model pembelajaran berkaitan dengan penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan petunjuk mengajar bagi guru. Dengan demikian, bagaimana pembelajaran berlangsung di kelas berpengaruh pada pengalaman belajar anak. Dilihat dari mean yang diperoleh masing-masing kelompok penelitian terhadap hasil pengukuran, diketahui bahwa kesiapan sekolah anak yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
58
mengikuti model pembelajran konvensional lebih tinggi dibandingkan anak yang mengikuti model pembelajran Montessori. Hal ini bertolak belakang dengan hipotesis penelitian yang menyebutkan bahwa anak yang mengikuti model pembelajaran Montessori memiliki kesiapan sekolah yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang mengikuti model pembelajran konvensional. Perbedaan kesimpulan ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor yang terkait dengan kesiapan sekolah. Kesiapan sekolah bukan hanya tentang kematangan anak, namun juga banyak faktor yang berpengaruh di dalamnya. Faktor yang paling dekat dengan anak adalah keluarga. Bagaimana peran keluarga, terutama orangtua dalam mengasuh anak juga berkontribusi terhadap kesiapan sekolah anak. Rendahnya kesiapan sekolah anak yang mengikuti model pembelajaran Montessori disebabkan karena program pendidikan Montessori merupakan program pendidikan yang masih jarang diterapkan di Indonesia. Hal ini menyebabkan banyak orang yang belum mengetahui apa dan bagaimana pembelajaran Montessori dilakukan, termasuk orang tua. Kesenjangan antara pembelajaran di sekolah dengan pembelajaran di rumah yang terjadi pada siswa Montessori ini menyebabkan keterlibatan orangtua dalam pembelajaran di rumah kurang optimal. Hal ini didukung oleh temuan Pandia, dkk (2012) yang menyatakan bahwa program pendidikan dan pelatihan bagi orangtua yang kurang terintegrasi menyebabkan keterlibatan orangtua dalam pembelajaran anak menjadi minim.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
59
Di sisi lain, tingginya kesiapan sekolah pada anak yang mengikuti model pembelajaran konvensional pada penelitian ini berkaitan dengan konsep yang dikemukakann oleh Vygotsky. Konsep perkembangan kognitif yang dikembangkan oleh Vygotsky menyatakan bahwa anak akan memperoleh
keterampilan
kognitif
melalui
interaksi
sosial.
Model
pembelajaran konvensional yang menempatkan guru sebagai pengarah aktivitas yang dilakukan anak menunjukkan bahwa model pembelajaran ini lebih responsif dengan konsep yang dikemukakan oleh Vygotsky. Anak akan belajar menguasai dan menginternalisasi pelajaran dengan bantuan dan arahan dari orang dewasa (Papalia, 2007) sesuai dengan sekolah yang menerapkan model pembelajaran konvensional. Selain itu, tingginya kesiapan sekolah anak yang mengikuti model pembelajaran konvensional juga terkait dengan isi program kegiatan belajar yang dibuat oleh pemerintah yang menunjukkan adanya kesinambungan program antara program kegiatan belajar TK menurut Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1990 dengan isi kurikulum pendidikan sekolah dasar menurut Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990. Hal ini berarti bahwa model pendidikan konvensional memang diprogram untuk mempersiapkan anak mengikuti kurikulum pendidikan di sekolah dasar nantinya. Pada sekolah Montessori yang menerapkan kebebasan dalam pelaksanaan pembelajaran tidak dapat sepenuhnya melaksanakan program dari pemerintah tersebut. Ketepatan alat ukur dalam penelitian ini juga ikut berpengaruh terhadap hasil analisis data yang dilakukan. Alat ukur NST yang digunakan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
60
dalam penelitian ini lebih mengukur keterampilan-keterampilan akademik untuk kesiapan sekolah seperti kesiapan menulis, menyimak, dan berhitung. Hal ini menunjukkan bahwa alat tes NST memang lebih cocok digunakan untuk mengukur kesiapan sekolah pada anak yang mengikuti model pembelajaran konvensional yang lebih banyak menyediakan porsi waktu untuk fokus mempelajari hal tersebut. Selain itu, anak-anak yang mengikuti model pembelajaran konvensional juga terbiasa dengan media paper and pencil seperti dalam tes NST jika dibandingkan dengan anak yang mengikuti model pembelajaran Montessori. Faktor lain yang berkaitan dengan alat ukur yang juga berpengaruh terhadap kesiapan sekolah adalah ketidakmampuan alat memfasilitasi anak yang kurang fasih berbahasa Indonesia. Hasil pengamatan selama pelaksanaan tes, penggunaan bahasa di sekolah Montessori didominasi oleh penggunaan bahasa Inggris. Selama pelaksanaan tes, didapati beberapa anak yang tidak paham pada kata-kata sederhana seperti pohon, kumbang, dan tengah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa anak di sekolah Montessori kurang memahami instruksi yang disampaikan karena terkendala bahasa sehingga berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh anak yang mengikuti model pembelajaran Montessori. Selain itu terkait dengan alat ukur, pada pelaksanaan penelitian peneliti tidak berhasil memperoleh data mengenai kemampuan sosioemosi pada anak yang mengikuti model pembelajaran Montessori. Padahal Model pembelajaran Montessori lebih menekankan pengalaman langsung yang dekat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
61
dengan kehidupan sehari-hari dalam proses pembelajarannya untuk melatih ketreampilan sosioemosi mereka. Pada penelitian yang dilakukan oleh Lillard (2012) dikatakan bahwa anak yang mengikuti model pembelajaran Montessori memiliki keterampilan sosial dan emosional yang lebih baik. Alat ukur NST yang digunakan dalam penelitian ini lebih mengukur keterampilanketerampilan akademik untuk kesiapan sekolah seperti kesiapan menulis, menyimak, dan berhitung yang bukan menjadi penekanan utama dalam model pembelajaran Montessori. Hasil analisis tambahan yang dilakukan menunjukkan bahwa anak yang dinyatakan siap sekolah dari kelompok Montessori adalah 94% dan ragu-ragu 6%. Anak yang siap sekolah dari kelompok konvensional sebesar 98,33% dan yang ragu-ragu sebesar 1,67%. Berdasarkan hasil analisis tersebut, baik anak yang mengikuti model pembelajaran Montessori maupun anak yang mengikuti model pembelajaran konvensional dinilai sudah memiliki kesiapan untuk memasuki sekolah dasar. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa baik anak dari sekolah Montessori maupun sekolah konvensional mampu untuk mengikuti pembelajaran di tingkat sekolah dasar dengan baik.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kesiapan sekolah antara anak yang mengikuti model pembelajaran Montessori dengan anak yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Kesiapan sekolah anak yang mengikuti model pembelajran konvensional lebih tinggi dibandingkan anak yang mengikuti model pembelajaran Montessori. Hasil tersebut kemungkinan disebabkan karena kurang optimalnya penerapan model pembelajaran Montessori pada sekolah yang dipilih kelompok subjek penelitian. Selain itu, adanya kesesuaian model pembelajaran konvensional dengan konsep perkembangan kognitif yang disampaikan Vygotsky dan didukung oleh kurikulum pendidikan pendidikan di Indonesia yang memiliki kesinambungan pada setiap jenjang ke jenjang berikutnya menjadi salah satu alasan model pembelajaran konvensional memperoleh hasil yang lebih optimal dalam penelitian ini. Faktor lain yang juga ikut berpengaruh terhadap hasil penelitian adalah ketepatan serta keterbatasan alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan temuan diatas, peneliti menyimpulkan bahwa ada pengaruh model pembelajaran pra-sekolah terhadap tingkat kesiapan sekolah anak didiknya. Model pembelajaran konvensional dirasa cenderung lebih mampu mengembangkan kesiapan sekolah anak usia prasekolah menurut
62
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
63
acuan pemerintah saat ini. Hal itu menunjukkan bahwa model pembelajaran konvensional cenderung lebih cocok diterapkan dalam sistem pendidikan prasekolah di Indonesia.
B. Saran 1.
Bagi Orangtua Kesadaran orangtua dan masyarakat tentang pentingnya kesiapan sekolah saat ini mulai meningkat. Gencarnya program pemerintah yang semakin memperhatikan pendidikan anak usia dini disadari oleh masyarakat bahwa pendidikan usia dini penting untuk mempersiapkan anak memasuki masa sekolah yang nantinya akan memiliki peran penting dalam kehidupan anak. Kesadaran ini ditunjukkan dengan sikap selektif orangtua dalam memilih lembaga pendidikan prasekolah bagi anak mereka. Kesesuaian program pendidikan prasekolah dengan program yang ada di sekolah dasar nantinya menjadi salah satu hal penting yang harus diperhatikan oleh orangtua. Disarankan bagi orangtua untuk memilih lembaga pendidikan prasekolah yang program pembelajarannya memang mendukung anak untuk mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan di jenjang pendidikan selanjutnya dan memiliki kesesuaian program dengan lembaga pendidikan di tingkat selanjutnya serta sesuai dengan karakteristik anak. Sekarang ini terdapat banyak sekali pilihan sekolah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
64
yang mengembangkan program yang sesuai dengan karakteristik anakanak yakni bermain. 2.
Bagi Guru dan Pendidik Penelitian ini tidak membicarakan mengenai mana model pembelajaran yang lebih baik dan mana yang lebih buruk. Setiap model pembelajaran memiliki kelemahan dan kelebihannya masing-masing. Kesesuaian program pedidikan di lembaga pendidikan pra-sekolah dengan tingkat pendidikan selanjutnya sangatlah penting untuk diperhatikan oleh pendidik dan lembaga pendidikan yang bersangkutan. Hal ini berkaitan pula dengan model pembelajaran dan standar kelulusan yang akan digunakan. Setiap sekolah dengan program pendidikan yang berbeda bisa jadi memiliki standar kelulusan yang berbeda pula bagi anak. Dengan mengetahui standar yang harus dicapai, maka hal tersebut akan membantu pendidik dalam menentukan model pembelajaran apa yang sesuai untuk diterapkan. Untuk lembaga pendidikan yang berbasis Montessori secara khusus, lembaga ini bisa jadi memiliki standar kelulusan yang berbeda yang harus dicapai oleh peserta didiknya untuk dapat dikatakan siap sekolah.
Hal
yang
menjadi
pokok
utama
dalam
program
pendidikannyapun mungkin berbeda dengan program yang telah disusun oleh pemerintah. Lembaga pendidikan yang mengadaptasi model program dari luar negeri seperti Montessori ini perlu memiliki sekolah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
65
lanjutan yang programnya sesuai dengan program pendidikan di jenjang sekolah berikutnya. 3.
Bagi Siswa Dilihat dari aspek-aspek yang diukur dalam NST, keterampilan yang mendukung kesiapan sekolah anak antara lain adalah kemampuan untuk membedakan (berkaitan dengan kemampuan membaca dan menulis untuk membedakan bentuk huruf dan angka), pengertian tentang perbandingan (berkaitan dengan kemampuan berhitung), motorik halus (berkaitan dengan kemampuan menulis), memahami cerita (berkaitan dengan kemampuan menyimak), konsentrasi, daya ingat, pengamatan kritis, ketajaman pengamatan, pengamatan tentang objek dan situasi, dan menggambar orang. Semua keterampilan tersebut sebagian besar berkaitan dengan kemampuan membaca, menulis, dan menghitung. Di sekolah yang menerapkan model pembelajaran konvensional, anak dibiasakan untuk membaca, menulis, dan berhitung dalam proses pembelajarannya, maka tidak heran jika nilai rata-rata dari kesepuluh subtes dalam kelompok ini masuk dalam kategori siap. Untuk sekolah Montessori, nilai rata-rata untuk subtes menggambar orang termasuk dalam kategori rata-rata. Kemampuan ini dapat ditingkatkan dengan memberikan stimulasi pada anak untuk mengenali anggota tubuhnya, misalnya melalui lagu.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
66
4. Bagi Penelitian Selanjutnya a. Penelitian ini tidak berhasil memperoleh data mengenai keterampilan sosioemosi anak yang mengikuti model pembelajaran Montessori. Untuk itu, pada penelitian selanjutnya diharapkan sedapat mungkin melengkapi data yang diperlukan mengenai kesiapan sekolah dan mengukur semua aspek dan dimensi kesiapan sekolah. b. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini kurang memfasilitasi anak yang kurang fasih berbahasa Indonesia sehingga sangat disarankan agar adaptasi terhadap alat ini terutama terkait dengan bahasa dapat diperbaiki. c. Salah satu penyebab tidak diterimanya hipotesis dalam penelitian ini adalah karena kurang optimalnya penerapan model pembelajaran Montessori pada sekolah yang dijadikan sampel penelitian. Untuk penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan agar pengambilan sampel
untuk
model
pembelajaran
Montessori
dipilih
yang
penerapannya lebih optimal. d. Terkait dengan data pada latar belakang yang menunjukkan rendahnya prestasi belajar di SD, penelitian ini membuktikan bahwa kesiapan sekolah berkaitan dengan model pembelajaran yang diterapkan tidak berpengaruh terhadap hal tersebut. Peneliti menyarankan agar dilakukan penelitian kembali untuk melihat kemungkinan faktor lain yang berpengaruh terhadap prestasi belajar di SD, misalnya penerapan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
67
pembelajaran di SD itu sendiri atau faktor lain dari kesiapan sekolah seperti faktor sosial ekonomi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA Adriana, D. (2011). Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak. Jakarta: Salemba Medika. Amaliafitri, Adhini. (2009). PAUD, Cerdaskan Anak Indonesia. http://lifestyle.okezone.com/read/2009/07/28/196/242819/paud-cerdaskananak-indonesia diakses pada 3 April 2013 11.50 WIB. Azwar, S. (2009). Metode Penelitian. Yogayakarta: Pusta Pelajar. Baines, M., Snortum, J. (1973). A Timesampling Analysis of Montessori versus Traditional Classroom Interaction. Journal of Educational Research, 66: 313-316. California Childcare Health Program. (2006). School Readiness and Health. San Fransisco, CA: Penulis. Chattin-McNichols, J. (1992). Montessori Programs in Public Schools. ERIC Digest. Crain, W. (2007). Teori Perkembangan: Konsep dan Aplikasi Edisi 3. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Dewi,
Ismira. (2008). Deteksi Dini Kesiapan Anak Besekolah. http://www.kabarindonesia.com/beritaprint.php?id=20080723074402 diakses pada 29 April 2013 14.34 WIB.
Direktorat PPAUD. (2011). Mengenal Pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia. http://paud.kemdiknas.go.id/index.php/home/bukalinkberitarss/1 diakses pada 23 April 2013 15.47 WIB. Djamarah, S. B., Zain, A. (2010). Jakarta: Rineka Cipta.
Strategi Belajar Mengajar (Edisi Revisi).
Freire, P. (1999). Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Gunarsa, Y. S. D. (1987). Psikologi Anak Bermasalah. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Halimah, N., Kawuryan, F. (2010). Kesiapan Memasuki Sekolah pada Anak yang Mengikuti pendidikan TK dengan yang Tidak Mengikuti Pendidikan TK di Kabupaten Kudus. Jurnal Psikologi Universitas Muria Kudus, 1(1): 1-8.
68
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
69
Hurlock, Elizabeth B. (1988). Perkembangan Anak, Edisi 6 Jilid 1. Jakrta: Erlangga. Huvighurst, R. J. (1953). Human Development and Education. London: Longmans. Icksan, M. Achmad. (1085). Mahasiswa dan Kebebasan Akademik. Malang: YP2LPM – Hanindita. Janus, M., Duku, E. (2007). The School Entry Gap: Socioeconomic, Family, and Health Factors Associated With Children’s School Readiness to Learn. Early Education and Development, 18(3): 375–403. Kagan, L. S. (1990). Readiness 2000: Rethinking and Responsibility. The Phi Delta Kappa, 72 (4): 272-279. Lillard, Angeline S. (2012). Preschool Children’s Development in Clasic Montessori, Supplemented Montessori, and Conventional Programs. Journal of Psychology, 50: 379-401. Lopata, C., Wallace, N. V., & Finn, K. V. (2005). Comparison of academic achievement between Montessori and traditional education programs. Journal of Research in Childhood Education. 20: 1-9. Monks, F. J., Knoers, A. M. P. (1987). Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya (Revisi I). Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Montessori, M. (1964). The Montessori Method. New York: Schocken Books. Narendra, B. M., Moerhadi, D. (2007). School Readiness (Kesiapan Sekolah). Sari Pediatri, 8 (4): 85-93. Getting A Good Start In School (Archieve). (2004). National Education Goals Panel. Pandia, W. S. S., dkk. (2012). Kesiapan Bersekolah dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Buletin SMERU, (33): 14-23. Papalia, D. E., Olds, S. W., Feldman, R. D. (2007). Human Development 10th Edition. New York: Mc. Graw Hill. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1990 Tentang Pendidikan Prasekolah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
70
Peraturan Pemerintah Nonor 28 Tahun 1990 Tentang Pendidikan Dasar. Pickering, J. S. (1992). Successful applications of Montessori methods with children at risk for learning disabilities. Annals of Dyslexia, 42: 90-109. Rafoth, M. A., dkk. (tanpa tahun). School Readiness-Preparing Children for Kindergarten and Beyond: Information for Parents. National Association of School Psychologists. Rithaudin, A. (tanpa tahun). Adaptasi Metode Montessori sebagai Metode Pembelajaran Pendidikan Jasmani di Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta: tidak diterbitkan. Diakses dari staff.uny.ac.id/sites/default/.../Adaptasi%20metode%20 montessori.pdf Rochmah, E. Y. (2005). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Teras. Roekel, D. V. (tanpa tahun). Early Childhood Education and School Readiness. An NEA Policy Brief. Ross, C., Wu, C.L. (1996). Education, age, and the cumulative advantage in health. Journal of Health and Social Behaviour, 37:104-120. Santrock, J. W. (2002). Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup Jilid II. Jakarta: Erlangga. Setiawati, D., Alwi, E. H., Chairulfatah, A. (2011). Perbedaan Kesiapan Sekolah Antara Anak yang Mengikuti dan Tidak Mengikuti PAUD Nonformal. J Indon Med Assoc, 61 (9): 352-357. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta. Suprijono, A. (2009). Cooperative Learning: Teori Aplikasi PAKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Susanti, I. (2013). Penerapan Metode Montessori dalam Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Anak di Kelompok Bermain Talenta Kabupaten Bandung. Disertasi Doktor PLS pada Program Pasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung. Bandung: tidak diterbitkan. Uno, H. B. (2007). Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
71
Washbrook, E., Waldfogel, J. (2011). On your marks: Measuring the school readiness of children in low-to-middle income families. Resolution Foundation. Wylie, Cathy. (1998). Six Years Old and Competent: The Second Stage of The Competent Children Project-A Summary of The Main Findings. New Zealand: New Zealand Council for Education Research. Yus, A. (2011). Model Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN
72
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 73
SKOR NST ANAK YANG MENGIKUTI MODEL PEMBELAJARAN MONTESSORI
SUBJEK Subjek 1 Subjek 2 Subjek 3 Subjek 4 Subjek 5 Subjek 6 Subjek 7 Subjek 8 Subjek 9 Subjek 10 Subjek 11 Subjek 12 Subjek 13 Subjek 14 Subjek 15 Subjek 16 Subjek 17 Subjek 18 Subjek 19 Subjek 20 Subjek 21
ST1 103 110 110 103 110 110 110 110 110 103 103 110 93 103 110 110 103 110 97 110 103
ST2 104 109 104 104 109 114 109 114 114 114 104 109 92 99 104 99 104 109 114 114 109
ST3 107 100 100 113 100 113 100 107 107 100 95 100 113 100 107 107 100 113 107 107 107
ST4 103 103 107 119 107 100 113 113 113 107 103 96 96 96 113 107 100 100 113 107 107
ST5 106 113 106 106 113 101 106 106 106 113 101 101 106 106 106 93 101 113 106 113 101
ST6 93 97 93 112 93 105 97 112 112 93 97 93 105 105 91 112 97 89 105 97 91
ST7 106 112 112 112 112 112 96 112 112 112 99 93 106 112 112 99 99 106 112 112 112
ST8 90 101 101 109 101 101 95 101 95 95 101 85 109 101 109 95 109 109 95 101 109
ST9 128 116 101 111 111 116 101 97 106 106 106 101 124 106 106 87 111 111 93 97 93
ST10 87 111 111 102 111 81 91 118 91 111 79 79 102 87 111 81 95 111 91 81 91
TOTAL 1027 1072 1045 1091 1067 1053 1018 1090 1066 1054 988 967 1046 1015 1069 990 1019 1071 1033 1039 1023
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 74
SUBJEK Subjek 22 Subjek 23 Subjek 24 Subjek 25 Subjek 26 Subjek 27 Subjek 28 Subjek 29 Subjek 30 Subjek 31 Subjek 32 Subjek 33 Subjek 34 Subjek 35 Subjek 36 Subjek 37 Subjek 38 Subjek 39 Subjek 40 Subjek 41 Subjek 42 Subjek 43 Subjek 44 Subjek 45
ST1 110 110 110 97 110 110 110 110 110 110 110 110 97 97 110 97 110 103 97 110 110 103 110 110
ST2 99 99 99 96 114 109 104 104 109 109 92 114 96 114 104 104 114 109 109 99 114 114 114 109
ST3 91 91 107 87 113 100 107 100 100 95 100 107 100 87 100 95 91 100 95 107 100 113 95 107
ST4 92 96 103 96 107 119 96 107 107 100 96 113 107 107 107 103 113 100 103 107 107 107 100 107
ST5 93 86 106 93 93 113 106 106 106 106 101 101 90 101 101 93 106 106 106 101 101 93 101 101
ST6 105 97 97 91 91 112 93 97 97 93 105 93 112 93 97 93 112 91 97 91 93 93 112 97
ST7 96 85 85 85 106 112 112 85 106 106 99 106 91 99 96 93 99 106 112 112 112 96 106 106
ST8 90 101 90 81 109 95 101 90 116 101 101 101 109 85 109 95 101 95 95 101 95 101 109 95
ST9 97 87 87 101 106 97 97 87 101 97 106 124 87 101 101 97 101 101 106 101 111 93 101 97
ST10 95 87 79 79 111 102 95 87 81 79 95 91 79 81 79 87 87 95 87 91 95 87 87 87
TOTAL 968 939 963 906 1060 1069 1021 973 1033 996 1005 1060 968 965 1004 957 1034 1006 1007 1020 1038 1000 1035 1016
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 75
SUBJEK Subjek 46 Subjek 47 Subjek 48 Subjek 49 Subjek 50
ST1 103 110 110 103 110
ST2 109 104 99 104 96
ST3 87 113 100 107 87
ST4 113 113 100 103 100
ST5 101 106 101 106 97
ST6 97 97 112 93 91
ST7 106 112 112 112 85
ST8 109 95 101 95 95
ST9 93 116 111 97 87
ST10 79 79 81 102 79
TOTAL 997 1045 1027 1022 927
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 76
SKOR NST ANAK YANG MENGIKUTI MODEL PEMBELAJARAN KONVENSIONAL
SUBJEK Subjek 1 Subjek 2 Subjek 3 Subjek 4 Subjek 5 Subjek 6 Subjek 7 Subjek 8 Subjek 9 Subjek 10 Subjek 11 Subjek 12 Subjek 13 Subjek 14 Subjek 15 Subjek 16 Subjek 17 Subjek 18 Subjek 19 Subjek 20 Subjek 21
ST1 110 110 110 110 110 110 103 110 110 110 110 110 110 110 110 110 103 103 110 97 103
ST2 104 92 114 109 114 114 109 114 109 109 109 114 114 114 96 104 104 104 104 104 104
ST3 100 95 107 107 113 107 107 113 107 107 107 107 107 113 100 113 95 95 113 91 107
ST4 113 96 107 113 119 119 119 113 113 113 113 119 113 119 100 107 96 113 119 103 103
ST5 101 101 106 101 106 106 106 106 106 113 106 106 113 106 106 106 101 101 106 106 106
ST6 93 105 105 105 105 105 97 105 93 97 97 93 97 105 91 89 93 93 105 82 91
ST7 106 85 96 96 112 106 106 112 99 106 93 112 112 106 106 99 96 90 99 85 91
ST8 109 95 101 109 109 101 109 101 116 109 116 90 101 109 116 109 109 116 109 90 90
ST9 111 93 111 97 106 106 106 101 106 101 101 97 106 116 106 106 116 87 106 87 101
ST10 111 95 111 87 111 111 111 102 111 73 87 111 111 111 111 81 81 91 111 81 95
TOTAL 1058 967 1068 1034 1105 1085 1073 1077 1070 1038 1039 1059 1084 1109 1042 1024 994 993 1082 926 991
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 77
SUBJEK Subjek 22 Subjek 23 Subjek 24 Subjek 25 Subjek 26 Subjek 27 Subjek 28 Subjek 29 Subjek 30 Subjek 31 Subjek 32 Subjek 33 Subjek 34 Subjek 35 Subjek 36 Subjek 37 Subjek 38 Subjek 39 Subjek 40 Subjek 41 Subjek 42 Subjek 43 Subjek 44 Subjek 45
ST1 110 110 110 103 103 110 110 110 103 110 110 103 103 110 110 110 103 110 110 110 110 103 103 103
ST2 104 114 109 104 104 114 99 109 109 114 96 114 96 99 114 109 109 104 109 104 99 99 109 104
ST3 107 107 113 107 113 113 113 107 107 107 107 100 107 113 107 107 100 107 107 113 107 107 113 107
ST4 107 119 107 113 113 113 107 113 100 113 107 107 113 103 107 107 107 107 113 113 113 113 113 113
ST5 106 106 101 93 106 106 106 106 106 106 97 101 106 106 106 106 106 106 106 106 113 101 106 106
ST6 93 93 82 97 93 97 97 105 91 105 97 93 97 93 82 93 93 93 93 91 75 91 97 97
ST7 106 106 99 93 99 106 99 99 99 106 99 85 112 91 96 106 112 112 112 112 99 112 112 112
ST8 109 109 116 90 95 101 109 90 95 109 90 90 85 101 101 109 90 81 95 95 95 85 85 81
ST9 101 93 101 111 116 111 111 106 106 106 93 106 116 116 97 93 97 106 101 101 101 97 106 116
ST10 95 111 91 91 111 111 111 111 91 111 95 111 111 102 111 102 91 91 91 87 111 87 111 91
TOTAL 1038 1068 1029 1002 1053 1082 1062 1056 1007 1087 991 1010 1046 1034 1031 1042 1008 1017 1037 1032 1023 995 1055 1030
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 78
SUBJEK Subjek 46 Subjek 47 Subjek 48 Subjek 49 Subjek 50 Subjek 51 Subjek 52 Subjek 53 Subjek 54 Subjek 55 Subjek 56 Subjek 57 Subjek 58 Subjek 59 Subjek 60
ST1 93 110 110 110 103 110 103 97 110 110 103 110 110 103 97
ST2 96 104 109 109 104 114 99 99 99 109 104 109 104 114 96
ST3 100 107 107 100 113 100 95 107 100 107 107 107 113 107 107
ST4 107 119 113 113 113 107 107 113 107 103 113 113 119 119 113
ST5 113 106 97 97 106 106 106 113 101 106 106 106 106 106 106
ST6 93 93 97 97 105 93 97 93 91 105 105 97 105 105 91
ST7 99 106 106 106 112 106 106 99 112 112 112 99 112 99 112
ST8 101 95 85 109 95 109 95 109 95 101 95 109 95 90 95
ST9 101 111 87 111 111 93 97 116 101 106 101 111 111 106 101
ST10 111 91 81 95 95 91 95 87 111 91 111 111 95 111 111
TOTAL 1014 1042 992 1047 1057 1029 1000 1033 1027 1050 1057 1072 1070 1060 1029
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN 2 UJI NORMALITAS DAN UJI HOMOGENITAS
79
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
80
UJI NORMALITAS
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Model Pembelajaran Kesiapan Sekolah
Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig. Statistic df
Sig.
Montessori
.091
50 .200*
.971
50 .263
Konvensional
.086
60 .200*
.976
60 .277
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
UJI HOMOGENITAS
Levene's Test for Equality of Variances F Kesiapan Sekolah
Equal variances assumed Equal variances not assumed
Sig. 2.123
.148
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN 3 UJI HIPOTESIS
81
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 82
UJI HIPOTESIS
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means Sig. (2-
F Kesiapan Sekolah Equal variances assumed
2.123
Sig. .148
Equal variances not assumed
t
df
tailed)
Mean
95% Confidence Interval of the Difference
Std. Error
Difference Difference
Lower
-2.863
108
.005
-20.787
7.260
-35.178
-6.395
-2.810
94.239
.006
-20.787
7.396
-35.472
-6.101
Group Statistics Model Pembelajaran Kesiapan Sekolah
Upper
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Montessori
50
1018.08
41.970
5.935
Konvensional
60
1038.87
34.187
4.413
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN 4 SURAT KETERANGAN PENELITIAN
83
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
84
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
85