PERTUMBUHAN SAPI FRIESIAN HOLSTEIN DAN LIMOUSIN BETINA BERDASARKAN MORFOMETRIK DENGAN MENGGUNAKAN CITRA DIGITAL
ANNISA HAKIM
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pertumbuhan Sapi Friesian Holstein dan Limousin Betina Berdasarkan Morfometrik dengan Menggunakan Citra Digital adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2016 Annisa Hakim NIM D151130221
RINGKASAN ANNISA HAKIM. Pertumbuhan Sapi Friesian Holstein dan Limousin Betina Berdasarkan Morfometrik dengan Menggunakan Citra Digital. Dibimbing oleh HENNY NURAINI dan RUDY PRIYANTO. Penelitian mengenai citra digital telah dilakukan sebagai metode untuk mengukur dimensi tubuh, menentukan bobot tubuh, dan pertumbuhan ternak. Tujuan dari penelitian ini diantaranya untuk membandingkan metode pengukuran tubuh sapi, yaitu secara manual dan menggunkan citra digital, menentukan koefisien pertumbuhan relatif sapi Friesian Holstein (FH) dan Limousin betina, dan membandingkan ukuran dan dimensi tubuh kedua bangsa sapi tersebut. Pengukuran karakteristik morfometrik sapi FH dan Limousin betina yang digunakan merupakan hasil dari perhitungan citra digital. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 53 ekor sapi FH dan 63 sapi Limousin betina. Pengukuran dimensi tubuh dilakukan secara langsung (manual) dengan menggunakan alat ukur pada performa umum tubuh, sumbu tubuh, alat gerak depan dan alat gerak belakang sapi. Data pengukuran dimensi linear kerangka tubuh yang diperoleh dianalisis menggunakan uji-t, sedangkan pertumbuhan relatif sapi dilakukan melalui analisis perhitungan dengan persamaan alometrik menurut Huxley Y=aXb. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran tubuh sapi dengan menggunakan kedua metode tersebut tidak berbeda nyata dan metode pengukuran secara digital memiliki koefisien keragaman yang lebih rendah daripada pengukuran manual. Berdasarkan hasil tersebut metode pengukuran secara digital dapat diaplikasikan dalam pengukuran morfometrik. Koefisien pertumbuhan relatif dimensi linear kerangka tubuh sapi FH dan Limousin memiliki perbedaan yang signifikan. Perbedaan tersebut terdapat pada panjang tulang thoraxic vertebrae, radius-ulna, metatarsus, dan jarak antar tulang ischium. Metatarsus merupakan tulang yang paling dini tumbuh pada sapi FH, sedangkan yang paling lambat terdapat pada jarak antar tulang coxae. Pada sapi Limousin, metacarpus merupakan tulang yang paling dini tumbuh, dan tulang cervicalis vertebrae merupakan tulang yang paling lama umbuh. Karakteristik morfometrik sapi FH dan Limousin menunjukkan bahwa FH memiliki ukuran kerangka tubuh yang lebih besar daripada Limousin namun memiliki bobot tubuh yang lebih rendah. Perbedaan bangsa menyebabkan perbedaan dalam performa morfologi. FH memiliki tulang thoraxic vertebrae, tinggi badan, jarak antar tulang ischium dan jarak tulang coxae ischium yang lebih panjang. Sedangkan sapi Limousin memiliki tulang cervicalis vertebrae, sacral vertebrae, dan tulang scapula yang lebih panjang daripada FH. Kata kunci: alometrik, citra digital, dimensi tubuh, Friesian Holstein, Limousin
SUMMARY ANNISA HAKIM. The Growth of Frisien Holstein and Limousin Cows Based on Morphometrics Using Digital Image Analysis. Supervised by HENNY NURAINI and RUDY PRIYANTO. Digital image analysis have been applied to study linear body measurement, live weights, and animal growth. The objectives on this study were to compare linear body measurement (BMs) by manual and digital image analysis methods, relative growth pattern of Friesian Holstein (FH) and Limousin cows and to compare size and body dimension of these cows. The number of animal used was 53 heads of FH and 63 heads of Limousin cows. In this study, the BMs of FH and Limousin cows was determined using digital image analysis (IA). Linear body measurements include primary morphometrics, part of columna vertebralis, fore and hind leg of the cows. The data of linear body measurements from FH and Limousin cows were analysed using T-test, while relative skeletal growth was analysed using equation according to Huxley, Y=aXb. Both methods, manual and digital image analysis, gave simillar results of BMs. Nevertheless, the IA method produced lower coefficient of variation (CV), which indicated that this method could be used for morphometric study. Significant between breed differences were found in relative growth coefficiensts of thoraxic vertebrae, radius-ulna, metatarsus, and distance between tuber ischii. Metatarsus was earliest growth in FH, and the latest was distance between tuber coxae. In Limousin cows, metacarpus was the earliest growth and the latest was cervicalis vertebrae bone. Based on linear body dimension measurements, the FH cow, a dairy cattle, had larger frame size but lower body weight than the Limousin cow, a beef cattle. FH had longer thoraxoc vertebrae, wither height, distance between tuber ischii, and between tuber coxae to tuber ischii than Limousin. Limousin had longer cervicalis vertebrae, sacral vertebrae and scapula. Key words: allometric growth, body dimension, digital image analysis, Friesian Holstein, Limousin
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PERTUMBUHAN SAPI FRIESIAN HOLSTEIN DAN LIMOUSIN BETINA BERDASARKAN MORFOMETRIK DENGAN MENGGUNAKAN CITRA DIGITAL
ANNISA HAKIM
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Afton Atabany, MSi
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah morfometrik, dengan judul Pertumbuhan Sapi Friesien Holstein dan Limousin Betina Berdasarkan Morfometrik dengan Menggunakan Citra Digital. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Henny Nuraini, MSi dan Bapak Dr Ir Rudy Priyanto sebagai komisi pembimbing atas bimbingannya, serta Bapak Dr Ir Afton Atabany, MSi dan Ibu Dr Ir Niken Ulupi, MS atas sarannya pada ujian tesis. Penulis juga sampaikan terima kasih kepada Ibu Ir Tri Harsi, MP dari Balai Embrio Ternak Cipelang yang telah memberikan izin penelitian. Bapak Bramada Winiar Putra, SPt MSi dan Bapak Muhammad Ismail, SPt MSi yang telah banyak memberi saran. Ibu Yuni, SPt MSi, Bapak drh Samsul, Bapak Junaedi, Bapak Ocid, Bapak Cecep, SPt, Dewi Wahyuni, SPt dan Fiqy Hilmawan, SPt terima kasih atas bantuannya selama penelitian. Rekan-rekan ITP Pascasarjana 2013, atas kebersamaannya penulis ucapkan terima kasih. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua Nandang Hanafiah dan Entin Sumartinah (almh.), suami Muhammad Zia Ulhaq dan putri kami Athajinan Azzahra, ayah ibu mertua Mir Purnama dan Diah Sutarsih, serta seluruh keluarga besar, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2016 Annisa Hakim
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 2 3 3
2 METODE Waktu dan Tempat Materi Penelitian Prosedur Penelitian Analisis Data
3 3 3 4 7
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Perbandingan Metode Pengukuran Dimensi Linear Kerangka Tubuh Sapi Secara Manual dan Menggunakan Citra Digital Pertumbuhan Alometrik Dimensi Linear Kerangka Tubuh Sapi FH dan Limousin Betina Karakteristik Morfologi sapi FH dan Limousin Betina Frame Score Sapi FH dan Limousin Betina Hubungan Ukuran Tubuh dengan Estimasi Deposisi Perdagingan pada Sapi FH dan Limousin Betina Hubungan Ukuran Tubuh dengan Tingkah Laku Lokomosi Sapi FH dan Limousin Betina
8
11 16 20
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
24 24 24
DAFTAR PUSTAKA
25
LAMPIRAN
31
RIWAYAT HIDUP
40
8
22 23
DAFTAR TABEL 1 Perbandingan nilai pengukuran morfometrik sapi FH dan Limousin dengan metode pengukuran secara manual dan digital 2 Koefisien pertumbuhan alometrik (b) berdasarkan ukuran dimensi linear kerangka tubuh sapi FH dan Limousin betina 3 Rataan dimensi linear kerangka tubuh sapi FH dan Limousin betina dewasa
10 13 19
DAFTAR GAMBAR 1 Contoh pengukuran tongkat pembanding menggunakan Corel Draw X4 2 Contoh pengukuran parameter tubuh (cervicalis vertebrae) menggunakan Corel Draw X4 3 Contoh perhitungan hasil pengukuran menggunakan MS. Excel 4 Contoh pengambilan foto dan pengukuran parameter tubuh sapi 5 Nilai koefisien pertumbuhan relatif dimensi linear kerangka tubuh sapi FH betina 6 Nilai koefisien pertumbuhan relatif dimensi linear kerangka tubuh sapi Limousin betina 7 Diagram scatter pertumbuhan bobot badan, panjang badan, tinggi badan dan dalam dada sapi FH dan Limousin betina 8 Potongan komersial karkas sapi
4 5 5 6 15 16 17 22
DAFTAR LAMPIRAN 1 Analisis uji t metode pengukuran morfometrik manual dan digital sapi FH betina dewasa 2 Analisis uji t metode pengukuran morfometrik manual dan digital sapi Limousin betina dewasa 3 Analisis uji t karakteristik morfometrik sapi FH dan Limousin betina dewasa
31 33 36
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu tolak ukur produktivitas ternak sapi adalah pertumbuhan. Pertumbuhan merupakan perubahan ukuran yang meliputi perubahan berat, bentuk, dimensi linear dan komposisi tubuh, termasuk perubahan komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ serta komponen kimia terutama air, lemak protein dan abu pada karkas (Soeparno 2005). Ukuran pertumbuhan didasarkan pada dua hal, yaitu pertumbuhan tubuh yang ditandai dengan bertambahnya bobot badan dan besarnya tubuh yang ditandai dengan perubahan ukuran-ukuran tubuh. Ukuran tubuh ditentukan oleh tulang kerangka yang mencapai ukuran maksimum secara dini dibandingkan komponen tubuh lainnya seperti otot dan lemak. Menurut Lawrance dan Fowler (2002), pengukuran tubuh antara linier dan lingkar merupakan refleksi dari pertumbuhan tulang atau kerangka hewan ketika diambil dari periode waktu yang teratur. Pertumbuhan berlangsung dengan kadar laju yang berbeda dan menghasilkan diferensiasi atau pembedaan karakteristik setiap individu. Lawrance et al. (2012) menyatakan bahwa terdapat tiga metode dalam pengukuran dan pendugaan bobot hidup serta perubahan konformasi tubuh ternak, diantaranya penimbangan langsung, pengukuran parameter tubuh, dan melalui analisis video dan gambar. Pada penelitian ini dilakukan tiga metode pengukuran pertumbuhan tersebut pada sapi yang memiliki ukuran kerangka tubuh yang besar (Bos taurus), yaitu Friesian Holstein dan Limousin. Sapi dengan ukuran kerangka tubuh yang besar memiliki produktivitas yang tinggi. Ukuran kerangka yang besar memiliki bobot potong yang besar dan memungkinkan tempat berkembangnya daging yang lebih luas sehingga produktivitas yang dihasilkan tinggi (Firdausi et al. 2012). Selain itu, sapi dengan kerangka tubuh yang besar memiliki laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan kerangka tubuh sedang dan kecil. Pengukuran dimensi tubuh ternak biasanya dilakukan secara langsung dengan menggunakan alat ukur berupa tongat ukur, pita ukur dan jangka ukur. Pengukuran bagian-bagian permukaan tubuh tersebut diambil ketika hewan dalam kondisi berdiri normal dengan kepala tegak dan bobot badan bertumpu pada keempat kakinya. Menurut Fisher (1975), terdapat tiga hal yang dapat menjadi sumber eror dalam pengukuran tubuh ternak, yaitu: (1) identifikasi dalam penentuan titik tubuh yang akan diukur; (2) distorsi anatomi tubuh yang dihasilkan oleh ternak yang mengubah posisi atau posturnya atau dikarenakan perubahan otot; dan (3) eror yang disebabkan pada saat pengukuran pada berbagai posisi tubuh ternak, yang banyak terjadi saat menggunakan pita ukur. Oleh karena itu, pengukuran dimensi tubuh pada penelitian ini selain dilakukan secara langsung (manual) juga dilakukan melalui analisis gambar (citra digital) untuk mengurangi eror tersebut. Citra adalah istilah lain dari gambar yang merupakan informasi berbentuk visual. Pengambilan citra bisa dilakukan oleh kamera atau alat lain yang bisa digunakan untuk mentransfer gambar. Data yang dihasilkan oleh suatu citra harus dilakukan pengolahan informasi dan analisis yang banyak melibatkan persepsi visual dengan computer vision. Computer vision merupakan ilmu yang memungkinkan informasi dalam suatu gambar dapat dihasilkan dari pengolahan komputer secara
2 teoritis dengan menggunakan algoritma. Analisis gambar dengan metode ini memiliki banyak kelebihan, diantaranya menghemat waktu, keakuratan dan ekonomis. Penelitian mengenai citra digital yang berkaitan dengan bidang peternakan telah banyak dilakukan, dalam hal ini metode yang digunakan melibatkan analisis tekstur atau piksel dalam suatu gambar yang diolah menggunakan algoritma perhitungan komputer (computer vision) (Tasdemir et al. 2011). Penelitian Tasdemir et al. (2011) melakukan pengukuran dimensi tubuh dan pendugaan bobot badan sapi FH dengan menggunakan teknik pengukuran digital (photogrammetry), yaitu melalui foto jarak dekat dengan pengambilan secara berganda dari perspektif yang berbeda untuk menghasilkan model 3D yang akurat dan diolah menggunakan IA software. Hasil penelitian tersebut menunjukkan keakuratan metode untuk pengukuran dimensi tubuh sebesar 95-98%. Penelitian lain yang menggunakan metode tersebut diantaranya identifikasi kesegaran daging sapi (Kiswanto 2012), pendugaan bobot badan sapi (Lasfeto et al. 2008), klasifikasi jenis-jenis tekstur dan identifikasi warna daging sapi dan babi (Budianita et al. 2015), dan pendugaan genetik komposisi karkas dengan analisis gambar (Pabiou 2012). Selain itu, penelitian citra digital juga dilakukan untuk mengukur dimensi tubuh sapi dan pendugaan bobot badan dengan menggunakan infrared thermal camera (Stajnko et al. 2008). Sistem analisis gambar pada penelitian ini berdasar pada penggunaan kombinasi kamera dan komputer, yaitu melalui pengambilan gambar sapi dan menganalisis parameter tubuhnya dengan software Corel Draw X4. Prinsip metode ini adalah dengan mengambil foto dari ternak menggunakan kamera dengan menggunakan tongkat pembanding dan diolah dengan matematis sederhana. Ternak yang akan diambil gambarnya ditempatkan pada area yang datar dan lurus sehingga dapat diambil gambar seluruh tubuh dan diletakkan tongkat pembanding sejajar dengan kaki. Gambar diambil dari samping dan belakang tegak lurus tubuh ternak. Munoz-Munoz dan Perpinan (2010) membandingkan pengukuran manual dan komputerisasi dalam studi morfometrik. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengukuran morfometrik dengan komputerisasi memberikan pengaruh yang rendah dalam peningkatan standar eror daripada pengukuran manual. Pengukuran tubuh ternak sapi dengan menggunakan metode citra digital diharapkan dapat memberikan metode yang praktis dan akurat dalam penilaian ukuran tubuh ternak serta untuk meminimalisir eror yang dihasilkan dari pengukuran manual. Pada penelitian ini juga dikaji pertumbuhan alometrik dari sapi FH dan Limousin melalui pengukuran dimensi linear kerangka tubuh dari kedua bangsa sapi sebagai aplikasi dari metode pengukuran secara digital. Alometrik atau kajian tentang pertumbuhan relatif, yaitu perubahan proporsi dibandingkan dengan kenaikan ukuran tubuh (Soeparno 2005). Metode matematis yang digunakan untuk mengukur hubungan alometrik adalah Y=aXb (Huxley 1932).
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan: 1. Membandingkan keakuratan hasil pengukuran morfometrik secara manual dan digital 2. Menentukan koefisien pertumbuhan relatif sapi Friesian Holstein dan Limousin betina berdasarkan morfometrik
3 3. Membandingkan karakteristik ukuran tubuh sapi Friesian Holstein dan Limousin betina dewasa.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini akan dijadikan sebagai informasi dan pengenalan metode citra digital dalam penentuan ukuran linear tubuh sapi dengan tingkat keakuratan yang dihasilkan. Metode ini dapat digunakan sebagai metode yang praktis untuk peneliti maupun peternak sebagai pengganti pengukuran morfometrik manual. Selain itu, pertumbuhan berdasarkan ukuran tubuh dapat dijadikan sebagai standar pertumbuhan sapi FH dan Limousin dan menentukan karakteristik tubuh sapi tipe perah dan pedaging.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilaksanakan secara bertahap yang terdiri atas: Tahap ke-1 penelitian pendahuluan yang meliputi cara-cara handling dan memposisikan ternak saat akan dilakukan pengambilan gambar. Tahap ke-2 melakukan penelitian dengan penimbangan, pengukuran manual, dan pengambilan gambar dengan citra digital. Tahap ke-3 analisis gambar dengan software Corel Draw X4 untuk menentukan ukuran tubuh ternak dan melakukan analisis data keseluruhan dengan program SAS 9.1.3.
2 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2015. Pengukuran dimensi linear kerangka tubuh secara manual dan pengambilan foto sapi Friesian Holstein dan Limousin dilaksanakan di Balai Embrio Ternak (BET) Cipelang, Bogor.
Materi Penelitian Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah sapi Friesian Holstein dan Limousin betina pedet hingga dewasa, masing-masing sebanyak 53 dan 63 ekor. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah tongkat ukur (ketelitian 1 cm), pita ukur Rondo, tongkat pembanding (1 m), kamera Nikon D3200, timbangan digital, alat tulis dan laptop yang dilengkapi dengan software Corel Draw X4 dan SAS 9.1.3.
4 Prosedur Penelitian Penelitian ini diawali dengan penentuan umur sapi berdasarkan hasil recording di Balai Embrio Ternak, penimbangan sapi, pengukuran dimensi linear kerangka tubuh secara manual, pengambilan foto sapi, dan analisis foto. Prosedur penimbangan, pengukuran secara manual dan pengambilan foto dapat dilakukan secara bersamaan di dalam kandang jepit atau dilakukan secara terpisah satu per satu. Pengukuran sapi secara manual dilakukan menggunakan tongkat dan pita ukur. Sapi yang diukur ditempatkan pada kandang jepit untuk memudahkan pengukuran. Apabila tidak dimasukkan kandang jepit, sapi dalam kandang koloni yang tidak terikat harus diikat terlebih dahulu untuk memudahkan handling saat pengukuran. Pengukuran sapi secara digital diawali dengan pengambilan gambar sapi. Sapi yang difoto ditempatkan pada area yang datar dan lurus sehingga dapat diambil gambar seluruh tubuh secara jelas. Gambar diambil dari samping dan belakang tegak lurus tubuh ternak dengan tongkat pembanding yang berada di samping tubuhnya. Kemudian dari hasil pencitraan tersebut dilakukan pengukuran parameter morfometrik. Pengukuran parameter ukuran tubuh dianalisis dengan menggunakan Corel Draw X4, yaitu dengan mengukur panjang tongkat pembanding dengan masing-masing ukuran tubuh ternak yang kemudian akan dikalkulasikan secara matematis (Gambar 1, 2 dan 3).
c a b
Gambar 1 Contoh pengukuran tongkat pembanding menggunakan Corel Draw X4
Gambar 1 menunjukan contoh pengukuran sapi secara digital, yaitu dengan menggunakan software Corel Draw X4. Adapun tahapan dari pengukurannya adalah sebagai berikut: 1. Launch aplikasi Corel Draw X4 Blank Document 2. Import foto sapi yang akan diukur
5 3. Klik Freehand Tool (a) aplikasikan pada tongkat ukur dari ujung atas ke ujung bawah 4. Drag hasil pengukuran tongkat tersebut ke blank space (b) 5. Lihat hasil pengukuran panjang tongkat pada kolom Object(s) size (c) 6. Buat rumus phytagoras dan perkalian silang pada program aplikasi Excel (Gambar 3) 7. Pindahkan angka yang terdapat pada Object(s) size (c) ke program Excel untuk mengetahui nilai objek pada foto dibandingkan dengan panjang objek sebenarnya (untuk tongkat pembanding) 8. Ulangi prosedur tersebut untuk mengukur parameter tubuh lainnya (Gambar 2 dan Gambar 4)
c a
Gambar
b
2 Contoh pengukuran parameter menggunakan Corel Draw X4
Gambar 3
tubuh
(cervicalis
vertebrae)
Contoh perhitungan hasil pengukuran menggunakan Ms. Excel
6 Pengukuran objek dapat dilakukan dengan penggunaan program aplikasi Ms. Excel untuk memudahkan perhitungan. Rumus phytagoras dalam hal ini digunakan untuk menghitung kemiringan objek dari gambar hasil pengukuran. Pengukuran pada Gambar 1 menunjukan bahwa tongkat pembanding pada foto tidak berdiri tegak, maka kemiringan tongkat tersebut harus diukur untuk mengetahui nilai yang sebenarnya, sama halnya dengan pengukuran parameter tubuh lainnya seperti pada Gambar 2. Gambar 3 merupakan contoh hasil perhitungan objek pada foto, berdasarkan hasil pengukuran tersebut dapat dilihat bahwa hasil pengukuran digital terhadap panjang tulang cervicalis vertebrae adalah 29.91 cm.
(a)
(b)
Gambar 4 Contoh pengambilan foto dan pengukuran parameter tubuh sapi. (a) tampak samping; dan (b) tampak belakang
1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Gambar 4 merupakan parameter morfometrik yang diamati, diantaranya: Panjang kelompok tulang Cervicalis vertebrae. Diukur dari batas Axio-Atlas hingga pangkal leher bagian dorsal. Pada sapi yang berpunuk diukur tepat di depan punuk. Panjang kelompok tulang Thoracic vertebrae. Diukur dari pangkal leher hingga titik tengah tubuh bagian dorsal. Panjang kelompok tulang Lumbar vertebrae. Diukur dari titik tengah tubuh bagian dorsal hingga Processus spinosus pertama tulang Sacrum. Panjang kelompok tulang Sacral vertebrae. Diukur di sepanjang tulang sacrum. Panjang tulang Scapulla. Diukur dari titik tertinggi tubuh (untuk sapi berpunuk diukur dari pangkal punuk) hingga Tuber humerus. Panjang tulang Humerus. Diukur dari Tuber humerus hingga di titik tengah Tuber radius-ulna Panjang tulang Radius-Ulna. Diukur dari Tuber radius-ulna hingga Os carpal. Panjang tulang Metacarpus. Diukur dari Os carpal hingga pangkal Os Phalank 1.
7 9. Panjang tulang Femur. Diukur dari Tuber illium hingga Tuber femoris. 10. Panjang tulang Tibia-Fibulla. Diukur dari Tuber femoris hingga Tuber calcis 11. Panjang tulang Metatarsal. Diukur dari pangkal Os tarsus hingga Os phalank 1. 12. Panjang badan. Diukur dari Tuber humerus hingga Tuber ischium. 13. Tinggi badan. Diukur tepat di belakang Os scapulla dari titik dorsal hingga tanah. 14. Dalam dada. Diukur tepat di belakang Os scapulla dari titik dorsal hingga ventral. 15. Tinggi hip. Diukur lurus dari Os Coxae hingga tanah. 16. Jarak antar Coxae. Diukur dari Tuber coxae kiri dan Tuber coxae kanan. 17. Jarak antar Ischium. Diukur dari Tuber ischium kiri dan Tuber ischium kanan. 18. Jarak Coxae-Ischium. Diukur dari Tuber coxae kiri dan Tuber ischium kanan.
Analisis Data Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif, yaitu dengan rataan, standar deviasi, dan koefisien keragaman. Pengukuran manual dan digital dianalisis dengan uji t-student, dengan rumus matematis menurut Stell dan Torrie (1991) adalah sebagai berikut:
Keterangan : t
= nilai t hitung yang akan dibandingkan dengan t tabel untuk menentukan penerimaan hipotesis = selisih rata-rata sampel a (manual) dan b (digital) = selisih rata-rata populasi a dan b = nilai standar deviasi
Nilai koefisien pertumbuhan relatif (b) dimensi tubuh terhadap bobot tubuh sapi dilakukan analisis dengan menggunakan persamaan Huxley (1932), yaitu Y=aXb yang dalam penggunaannya ditransformasikan ke dalam bentuk persamaan logaritma. Log Y = log a + b Log X keterangan : Y = Parameter tubuh yang diukur X = Total ukuran panjang tulang cervicalis vertebrae, thoraxic vertebrae, lumbar vertebrae, sacral vertebrae, scapulla, humerus, radius-ulna, metacarpus, femur, tibia-fibula, metatarsus (TULPT) a = Intersep b = Koefisien pertumbuhan relatif. Pertumbuhan linier tulang pada sapi FH dan Limousin dimulai dari tulang dengan koefisien pertumbuhan rendah mengarah ke tulang dengan nilai koefisien
8 pertumbuhan yang lebih tinggi. Kecepatan pertumbuhan tulang pada sapi PO dan kerbau dibandingkan dengan menggunakan uji t-student. Nilai frame score dihitung berdasarkan tinggi hip berdasarkan metode BIF (2002), yaitu membandingkan antara ukuran tinggi hip sapi betina pada umur 5-21 bulan. Analisis data dilakukan dengan prosedur General Linear Model (GLM) pada program SAS 9.1.3.
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan merupakan perubahan ukuran yang meliputi perubahan berat hidup, bentuk, dimensi linear dan komposisi tubuh (Soeparno 2005). Pertumbuhan dapat dilihat berdasarkan ukuran kerangka (panjang dan tinggi tulang), yang merupakan komponen tubuh yang mengalami pertumbuhan paling dini. Menurut Natasasmita (1990), pola pertumbuhan ternak dapat diduga atas dasar pengukuran ukuran-ukuran tubuh yang erat kaitannya dengan pertumbuhan kerangka tubuh ternak. Ukuran-ukuran tubuh juga dapat menggambarkan ciri khas dari suatu bangsa. Menurut Lawrance dan Fowler (2002), terdapat beberapa teknik yang digunakan dalam mengukur pertumbuhan pada ternak maupun hewan lainnya, baik secara objektif maupun subjektif. Penimbangan ternak, pengukuran dimensi tubuh, dan analisis gambar merupakan metode pengukuran pertumbuhan yang dilakukan secara objektif. Pada penelitian ini dilakukan tiga metode pengukuran pertumbuhan tersebut pada sapi yang memiliki ukuran kerangka tubuh yang besar (Bos taurus), yaitu Friesian Holstein dan Limousin. Sapi dengan ukuran kerangka tubuh yang besar memiliki produktivitas yang tinggi. Ukuran kerangka yang besar memiliki bobot potong yang besar dan memungkinkan tempat berkembangnya daging yang lebih luas sehingga produktivitas yang dihasilkan tinggi (Firdausi et al. 2012). Selain itu, sapi dengan kerangka tubuh yang besar memiliki laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan kerangka tubuh sedang dan kecil. Menurut Williams (1982), bangsa ternak yang besar akan lahir lebih berat, tumbuh lebih cepat dan lebih berat saat mencapai dewasa daripada bangsa pada ternak kecil.
Perbandingan Metode Pengukuran Dimensi Linear Kerangka Tubuh Sapi Secara Manual dan Menggunakan Citra Digital Pengukuran dimensi linear kerangka tubuh ternak biasanya dilakukan secara langsung dengan menggunakan alat ukur berupa tongat ukur, pita ukur dan jangka ukur. Pengukuran bagian-bagian permukaan tubuh tersebut diambil ketika hewan dalam kondisi berdiri normal dengan kepala tegak dan bobot badan bertumpu pada keempat kakinya. Kelebihan dari pengukuran secara manual adalah data yang dihasilkan langsung diperoleh tanpa harus mengolah terlebih dahulu. Pengukuran secara manual ini akan efektif bila dilakukan pada ternak dengan jumlah yang sedikit dan ternak yang memiliki agonistik rendah (tempramen tenang). Menurut Fisher (1975), terdapat tiga hal yang dapat menjadi
9 sumber eror dalam pengukuran tubuh ternak, yaitu: (1) identifikasi dalam penentuan titik tubuh yang akan diukur; (2) distorsi anatomi tubuh yang dihasilkan oleh ternak yang mengubah posisi atau posturnya atau dikarenakan perubahan otot; dan (3) eror yang disebabkan pada saat pengukuran pada berbagai posisi tubuh ternak, yang banyak terjadi saat menggunakan pita ukur. Oleh karena itu, pengukuran dimensi tubuh pada penelitian ini selain dilakukan secara langsung (manual) juga dilakukan melalui analisis gambar (citra digital) untuk mengurangi eror tersebut. Sistem analisis gambar pada penelitian ini dilakukan dengan pengambilan gambar sapi dan menganalisis parameter tubuhnya dengan software untuk menganalisis gambar (corel draw). Prinsip metode ini adalah dengan mengambil foto digital dari ternak pada jarak tertentu menggunakan kamera digital sehingga didapatkan foto ternak full frame dengan menggunakan tongkat pembanding. Ternak yang akan diambil gambarnya ditempatkan pada area yang datar dan lurus sehingga dapat diambil gambar seluruh tubuh dan diletakkan tongkat pembanding sejajar dengan kaki. Gambar diambil dari samping tegak lurus tubuh ternak. Tongkat pembanding dalam hal ini berfungsi sebagai penentu ukuran objek sebenarnya saat dilakukan perhitungan secara matematis sederhana. Kamera yang digunakan dalam penelitian ini dapat berupa kamera handphone, pocket, atau DSLR karena tidak membutuhkan spesifikasi yang tinggi seperti pada penelitian citra digital dengan analisis tekstur, piksel, dan diolah dengan algoritma. Pengukuran tubuh secara langsung (manual) dilakukan dan hasilnya dibandingkan dengan pengukuran melalui analisis gambar (citra digital) untuk mengetahui keakuratan metode pengukuran digital. Hal ini dilakukan agar dapat digunakan dalam mempermudah dan meminimalkan resiko yang disebabkan dari pengukuran manual, karena objek yang digunakan dalam pengukuran morfometrik adalah hewan hidup yang memiliki karakteristik agonistik yang berbeda. Hasil analisis perbandingan metode pengukuran dimensi tubuh sapi FH dan Limousin secara manual dan digital ditunjukkan pada Tabel 1. Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa metode pengukuran dimensi tubuh secara manual dan digital tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Selain itu, sebagian besar hasil pengukuran dimensi tubuh dengan metode citra digital memiliki nilai standar deviasi dan koefisien keragaman yang lebih rendah dibandingkan pada metode manual, dengan demikian tingkat keakuratan pada metode digital lebih tinggi daripada manual. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat Munoz-Munoz dan Perpinan (2010), yaitu pengukuran morfometrik dengan komputerisasi memberikan pengaruh yang rendah dalam peningkatan standar eror daripada pengukuran manual. Menurut Tasdemir et al. (2011), photogrammetry (mengukur objek dari foto) merupakan teknik yang akurat dalam teknik pengukuran objek. Jika dibandingkan dengan teknik manual, photogrammetry lebih efisien, cepat, dan aman. Data pada Tabel 2 juga menunjukkan koefisien keragaman pada pengukuran manual sapi FH lebih tinggi daripada Limousin. Hal ini dikarenakan pada saat dilakukan pengukuran secara manual, pergerakan sapi FH lebih tinggi daripada sapi Limousin sehingga lebih sulit dilakukan. Dengan demikian, pengukuran secara digital dapat dilakukan untuk menggantikan pengukuran manual sehingga metode ini dapat diaplikasikan dalam penelitian morfometrik yang melibatkan ternak yang memiliki agresifitas yang berbeda.
Sumbu Tubuh Cervicalis vertebrae Thoraxic vertebrae Lumbar vertebrae Sacral vertebrae Alat Gerak Depan Scapulla Humerus Radius-Ulna Metacarpus Alat Gerak Belakang Femur Tibia-Fibula Metatarsus Performa Umum Panjang Badan Tinggi Badan Tinggi Hip Dalam dada Jarak antar Coxae Jarak antar Ischium Jarak Coxae-Ischium
Parameter 11.93 13.62 16.20 10.06 14.77 9.37 12.47 11.49 10.44 10.45 11.47 10.95 8.74 7.27 9.84 9.65 17.07 9.48
49.52 ± 7.32 39.48 ± 3.70 38.48 ± 4.80 26.40 ± 3.03
47.80 ± 4.99 46.32 ± 4.85 32.96 ± 4.20
155.84 ± 17.07 138.56 ± 12.11 139.84 ± 10.17 76.40 ± 7.52 53.12 ± 5.13 22.44 ± 3.83 51.64 ± 4.90
KK (%)
41.56 ± 4.96 59.76 ± 8.14 41.96 ± 6.80 20.52 ± 2.06
Manual (cm)
157.07 ± 16.55 136.58 ± 11.92 138.44 ± 9.92 75.92 ± 7.14 53.75 ± 4.47 22.53 ± 3.03 51.95 ± 5.21
47.45 ± 4.66 44.97 ± 4.00 28.55 ± 2.87
48.49 ± 4.65 38.76 ± 3.26 39.22 ± 3.26 24.25 ± 2.09
36.92 ± 3.02 57.18 ± 4.74 40.97 ± 3.86 20.98 ± 1.28
FH Digital (cm)
10.54 8.72 7.17 9.40 8.32 13.44 10.04
9.82 8.91 10.05
9.59 8.40 8.40 8.62
8.17 8.29 9.41 6.11
KK (%)
160.75 ± 17.49 133.75 ± 8.52 140.12 ± 8.59 72.25 ± 6.24 49.54 ± 4.98 19.88 ± 2.47 47.46 ± 3.65
50.42 ± 4.07 46.12 ± 3.93 37.08 ± 2.90
50.88 ± 3.39 40.95 ± 4.04 37.38 ± 3.37 23.46 ± 2.54
43.92 ± 2.62 54.29 ± 3.59 43.50 ± 4.23 22.29 ± 2.24
Manual (cm)
10.88 6.37 6.13 8.63 10.05 12.44 7.68
8.08 8.51 7.83
6.67 9.88 9.23 10.81
5.96 6.62 9.73 10.02
156.26 ± 13.37 134.68 ± 7.76 140.70 ± 7.77 71.72 ± 5.54 47.49 ± 4.22 18.97 ± 1.39 47.27 ± 3.32
50.43 ± 3.91 46.81 ± 3.18 36.53 ± 2.72
49.94 ± 2.70 38.48 ± 3.65 36.41 ± 3.33 22.75 ± 1.99
42.36 ± 1.81 54.94 ± 3.08 44.23 ± 2.98 21.76 ± 2.11
Limousin KK (%) Digital (cm)
Tabel 1 Perbandingan nilai pengukuran morfometrik sapi FH dan Limousin dengan metode pengukuran secara manual dan digital
8.56 5.76 5.52 7.72 8.88 7.33 7.02
7.75 6.80 7.47
5.40 9.48 9.15 8.73
4.26 5.61 6.75 9.67
KK (%)
10
11 Pengukuran morfometrik dengan metode citra digital ini memiliki kelebihan dibandingkan dengan pengukuran manual, diantaranya: (1) dapat memperkecil resiko ternak stress selama pengukuran, (2) memperkecil resiko keselamatan peneliti akibat serangan ternak yang agresif, (3) pelaksanaan di kandang lebih mudah dan cepat, karena handling tidak membutuhkan waktu yang lama, (4) hasil pengukuran memiliki tingkat keakuratan yang lebih tinggi, dan (5) dapat mengurangi eror yang dapat disebabkan oleh pengukuran manual menurut Fisher (1975). Menurut Tasdemir et al. (2011), masalah dalam biaya, kesulitan dalam pengukuran, keterbatasan personel, resiko dan stress pada ternak dapat diatasi dengan metode pengukuran digital. Kelemahan dari metode ini adalah hanya dapat merepresentasikan gambar dua dimensi, sehingga data yang didapatkan adalah panjang, lebar dan tinggi, tidak dapat mengukur parameter yang berupa lingkar. Kelemahan pada metode ini juga pada saat pengambilan gambar posisi ternak harus tegak lurus dengan posisi kamera dan tongkat pembanding harus sejajar dengan tubuh ternak, sehingga untuk ternak yang memiliki tingkat agonistik tinggi dan tidak dikandangkan sulit dilakukan karena sulit untuk memposisikan tongkat pembanding tersebut. Selain itu, untuk melakukan pengukuran tubuh ternak secara digital harus memiliki kemampuan dalam menentukan titik-titik bagian tubuh yang akan diukur karena apabila titik ukur tersebut tidak sesuai, ukuran yang dihasilkan tidak akan akurat. Keakuratan pengukuran secara digital ini dapat ditentukan oleh karakteristik dari ternak yang akan diukur. Metode ini sulit dilakukan pada ternak yang memiliki rambut tebal, warna gelap, dan gemuk, karena hal tersebut dapat menjadi penghambat dalam menentukan titik tubuh ternak (tonjolan tulang).
Pertumbuhan Alometrik Dimensi Linear Kerangka Tubuh Sapi FH dan Limousin Betina Pengkajian mengenai tulang atau sistem kerangka merupakan salah satu hal penting. Sistem rangka berfungsi sebagai penyokong tubuh, khususnya pada tulang panjang, juga berfungsi sebagai tempat melekat dan pergerakan otot, serta untuk melindungi organ vital. Adapun fungsi lain sistem kerangka pada hewan vertebrata adalah untuk menunjukkan tingkah laku hewan tersebut,seperti lokomosi, agonistik, ingestive, dan aktivitas lainnya (Frandson et al. 2012). Semakin bertambahnya umur, tulang kaku dan semakin rapuh (Campbell et al. 2005). Tulang tumbuh saat periode prenatal dan postnatal. Tulang pada hewan dewasa terdiri dari 50% mineral (hydroxyapatite) dan 50% bahan organik (kolagen dan material celular) dan air. Perbedaan distribusi pertumbuhan tulang berhubungan dengan fungsi dari peningkatan ukuran tubuh, namun tidak ditemukan kesesuaian pertumbuhan tulang dengan pertumbuhan kelompok otot yang melekat pada tulang tersebut (Shimizu et al. 1984). Lawrance dan Fowler (2002) mengemukakan bahwa pengukuran dimensi tubuh pada ternak hidup bukan merupakan metode yang akurat dalam memprediksi komposisi utama jaringan tubuh ternak, seperti tulang, otot, dan lemak. Hal ini dikarenakan hewan memiliki keragaman bentuk dan ukuran yang tinggi sehingga pengukuran ternak hidup juga tidak dapat
12 memprediksi bobot tubuh secara akurat. Adapun metode yang dilakukan untuk memprediksi komposisi jaringan tubuh dapat dilakukan dengan modifikasi pengukuran linear tubuh pada dimensi volume. Pengukuran dimensi tubuh hanya dapat menggambarkan perkembangan kerangka dan bentuk geometri dasar dari hewan tersebut. Metode yang dapat dilakukan untuk menunjukkan perkembangan dimensi sistem kerangka dari hewan dapat dilakukan dengan pengukuran secara alometrik, yang dapat mengasumsikan proporsi yang tetap dari ukuran kerangka tubuh hewan tersebut (Lawrance dan Fowler 2002). Menurut Kidwell et al.(1952), keragaman konformasi tubuh merupakan hasil dari perbedaan nilai pertumbuhan relatif pada berbagai dimensi tubuh. Kajian mengenai pertumbuhan relatif atau alometrik memberikan pendekatan untuk permasalahan konformasi tubuh. Pada penelitian ini dikaji pertumbuhan alometrik sistem kerangka dari sapi FH dan Limousin melalui pengukuran dimensi linear kerangka tubuhnya. Alometrik atau kajian tentang pertumbuhan relatif, yaitu perubahan proporsi dibandingkan dengan kenaikan ukuran tubuh (Soeparno 2005). Huxley (1932) menunjukkan bahwa parameter dari persamaan alometrik menghasilkan nilai sederhana untuk membandingkan pola pertumbuhan dari bagian tubuh, organ, dan dimensi tubuh. Pengkajian mengenai pertumbuhan relatif jaringan utama tubuh ternak (otot, tulang, lemak) telah dilakukan terhadap ternak pedaging yang berhubungan dengan komposisi karkas. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tulang tumbuh terlebih dulu dibandingkan dengan komponen tubuh yang lainnya, tetapi pertumbuhannya berjalan lambat. Sedangkan otot berkembang sedang namun pertumbuhannya cepat, dengan proporsi lemak yang tinggi yang terdeposit pada akhir pertumbuhannya. Perhatian pertumbuhan relatif tulang terhadap jumlah bobot tulang yang menunjukkan pertumbuhan dengan arah centripetal, yaitu dari distal ke arah proximal tubuh, dan anterior-posterior pada sepanjang dorsal telah dilakukan pada domba, babi, sapi, dan tikus. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk membandingkan pertumbuhan relatif dengan distribusi bobot tulang pada beberapa bangsa babi dan sapi yang menunjukkan bahwa koefisien pertumbuhan homogen antar bangsa untuk setiap tulang, namun distribusinya menghasilkan perbedaan yang signifikan pada spesiesnya. Hal ini mengasumsikan bahwa perbedaan yang signifikan tersebut dihasilkan dari perbedaan tahap kedewasaan (Shimizu et al. 1984). Penelitian mengenai pertumbuhan relatif pada hewan domestik yang telah dilakukan perhatiannya sebagian besar terletak pada pertumbuhan yang berhubungan dengan komposisi karkas, bukan pertumbuhan panjang tulang. Oleh karena itu, pada penelitian kali ini dilakukan pengkajian mengenai pertumbuhan relatif panjang tulang sapi yang berbeda tipe namun memiliki kerangka besar (Bos taurus), yaitu FH dan Limousin. Pertumbuhan relatif dimensi linear kerangka tubuh kedua sapi tersebut ditunjukkan pada Tabel 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada sapi FH, bagian tulang yang tumbuh lebih dini dan memiliki potensi pertumbuhan yang rendah (b<1) terdapat pada tulang radius-ulna, metacarpus, tibia-fibula, dan metatarsus, sedangkan pada performa umum pada tinggi hip. Bagian tulang yang tumbuh lebih lambat dan memiliki potensi pertumbuhan yang cepat (b>1) adalah pada tulang cervicalis dan thoraxic vertebrae, scapula, jarak antar tulang coxae dan jarak antar tulang coxae-ischium, sedangkan pada performa umum terdapat pada panjang badan dan
13 dalam dada. Bagian tulang yang memiliki pertumbuhan sejalan dengan seluruh dimensi tubuh dan memiliki potensi pertumbuhan yang sedang (b=1) adalah pada tulang lumbar dan sacral vertebrae, humerus, dan femur, sedangkan pada performa umum adalah tinggi badan.
Tabel 2 Koefisien pertumbuhan alometrik (b) berdasarkan ukuran dimensi linear kerangka tubuh sapi FH dan Limousin betina Parameter Cervicalis v. Thoraxic v. Lumbar v. Sacral v. Scapula Humerus Radius Ulna Metacarpus Femur Tibia-Fibulla Metatarsus Panjang badan Tinggi badan Dalam dada Tinggi hip Jarak Antar Coxae Jarak Antar Ischium Jarak Coxae-Ischium
FH b 1.447 1.627a 1.062 0.925 1.163 0.993 0.784a 0.660 1.020 0.677 0.408a 1.268 0.958 1.242 0.863 1.747 1.419a 1.396
Limousin SE 0.062 0.058 0.058 0.058 0.046 0.051 0.050 0.063 0.061 0.049 0.061 0.059 0.046 0.053 0.042 0.108 0.104 0.078
b 1.619 1.223b 1.058 1.231 1.070 1.056 0.612b 0.478 1.132 0.697 0.788b 1.142 0.962 1.188 0.867 1.587 1.037b 1.279
SE 0.076 0.055 0.064 0.088 0.050 0.062 0.063 0.085 0.045 0.061 0.064 0.063 0.028 0.045 0.028 0.096 0.113 0.085
Keterangan: Superkrip berbeda pada baris yang sama (nilai b) menunjukkan perbedaan yang nyata
Koefisien pertumbuhan relatif pada sapi Limousin menunjukkan bahwa bagian tulang yang tumbuh lebih dini dan memiliki potensi pertumbuhan yang rendah (b<1) terdapat pada tulang radius-ulna, metacarpus, tibia-fibula, dan metatarsus, sedangkan pada performa umum adalah tinggi hip. Bagian tulang yang tumbuh lebih lambat dan memiliki potensi pertumbuhan yang cepat (b>1) adalah pada tulang cervicalis, thoraxic, dan sacral vertebrae, femur, jarak antar tulang coxae, jarak antar tulang ischium dan jarak antar tulang coxae-ischium, sedangkan pada performa umum terdapat pada panjang badan dan dalam dada. Bagian tulang yang memiliki pertumbuhan sejalan dengan seluruh dimensi tubuh dan memiliki potensi pertumbuhan yang sedang (b=1) adalah pada tulang lumbar vertebrae, scapula, humerus, dan tulang antar ischium sedangkan pada performa umum adalah tinggi badan. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak adalah bangsa. Perbedaan laju pertumbuhan diantara bangsa dan individu suatu ternak disebabkan oleh perbedaan ukuran badan saat dewasa (Berg dan Butterfield 1976). Perbedaan koefisien pertumbuhan pada kedua bangsa sapi yang berbeda signifikan (P<0.05) terdapat pada tulang thoraxic vertebrae, radius-ulna,
14 metatarsus, dan jarak antar tulang ischium. Nilai koefisien pertumbuhan relatif tulang thoraxic vertebrae, radius-ulna, dan jarak antar tulang ischium pada sapi FH lebih tinggi daripada sapi Limousin. Hal ini menunjukkan bahwa potensi pertumbuhan tulang-tulang tersebut lebih tinggi pada sapi FH namun lebih lambat tumbuh. Data pada Tabel 3 juga menunjukkan bahwa ukuran-ukuran tulang tersebut lebih panjang pada sapi FH betina umur dewasa dibandingkan pada sapi Limousin. Nilai koefisien relatif tulang metatarsus pada sapi Limousin lebih tinggi daripada sapi FH, yang ditunjukkan dengan ukuran tulang tersebut lebih panjang saat dewasa (Tabel 3). Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa nilai koefisien pertumbuhan relatif dapat menentukan ukuran dimensi linear panjang tubuh ternak saat dewasa. Hal ini sesuai dengan pendapat Shimizu et al. (1984) yang menyatakan bahwa distribusi nilai pertumbuhan relatif berbeda signifikan pada setiap spesies yang dihasilkan dari perbedaan tahap dalam mencapai kedewasaan. Hasil dari nilai pertumbuhan relatif yang tidak berbeda nyata mengindikasikan bahwa pada bangsa sapi yang berbeda memiliki pola pertumbuhan yang relatif sama terhadap pertumbuhan tulang pada dimensi linear tubuh. Hasil penelitian mengenai pertumbuhan relatif dimensi tubuh sapi FH dan Limousin ini tidak sejalan dengan penelitian Sampurna dan Suatha (2010) yang melakukan penelitian terhadap pertumbuhan alometrik dimensi tubuh sapi Bali jantan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dimensi panjang leher lebih dini tumbuh dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya, kemudian disusul oleh panjang kepala, panjang tubuh bagian belakang dan panjang tubuh bagian depan. Lawrance dan Fowler (2002) menyatakan bahwa pertumbuhan tulang pada alat gerak diawali dengan bagian metacarpus dan metatarsus, radius-ulna dan tibia-fibula, humerus dan femur, dan scapula dan pelvis. Butterfield (1963) menjelaskan bahwa bagian lumbar menggambarkan sebagai bagian terakhir dari tubuh mencapai laju pertumbuhan maksimum dan kedewasaan terakhir. Sutardi (1983) menyebutkan bahwa ukuran tulang terutama pada bagian dada sapi, menentukan kapasitas rongga bagian dalam dan merupakan tempat terdapatnya alat vital seperti paru-paru, jantung dan alat pencernaan. Rusuk merupakan komponen tulang yang mengalami perkembangan paling akhir. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa dalam dada memiliki nilai koefisien pertumbuhan relatif yang tinggi (b>1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada sapi FH terlihat pertumbuhan tulang alat gerak diawali dengan metatarsus, metacarpus, tibia fibula, radius ulna, humerus, femur, dan scapula. Sedangkan pada sapi Limousin diawali dengan metacarpus, radius ulna, tibia fibula, metatarsus, humerus, scapula, dan femur. Pelvis pada sapi FH memiliki nilai koefisien yang tinggi (jarak tulang coxae, ischium, dan coxae sampai ischium yang menunjukkan bahwa tulang tersebut tumbuh paling akhir namun memiliki potensi pertumbuhan yang tinggi, sesuai dengan fungsinya untuk mendukung reproduksi. Perbedaan perkembangan bagian-bagian tubuh sapi disebabkan oleh perbedaan fungsi dan perbedaan komponen yang menyusun bagian-bagian tubuh tersebut. Bagian tubuh yang berfungsi lebih awal atau lebih dini akan berkembang lebih dulu, demikian juga bagian tubuh yang komponennya sebagian besar terdiri dari tulang. Misalnya pada bagian tulang alat gerak tumbuh lebih dini dibandingkan pada tulang yang menyusun sumbu tubuh, hal ini dikarenakan sapi sebagai hewan mamalia yang bersifat precocial, yaitu lahir dengan mata
15 terbuka dan dapat segera berdiri dan berjalan sehingga dibutuhkan perkembangan alat gerak yang lebih dini (Allaby, 1999). Menurut Butterfield (1963), anak sapi saat lahir akan membutuhkan suatu gerak dari induknya dan butuh perkembangan otot kaki dan perkembangan otot dorsal trunk. Anggorodi (1979) menyatakan bahwa semua bagian dari tubuh hewan tumbuh dengan cara teratur, namun tidak tumbuh dengan suatu kesatuan karena berbagai jaringan tumbuh dengan laju yang berbeda dari lahir sampai dewasa. Gambar 5 dan 6 menunjukkan arah pertumbuhan alometrik dimensi tubuh sapi FH dan Limousin betina. Arah pertumbuhan pada sapi FH (Gambar 5) diawali dari distal kaki mengarah ke badan (proksimal). Bagian belakang tubuh terlihat tumbuh lebih dini, yang diawali dengan pertumbuhan kaki belakang mengarah ke bagian atas tubuh secara berurutan (metatarsus, tibia-fibula, femur), diikuti pertumbuhan bagian sacral vertebrae mengarah ke bagian depan sumbu tubuh (thoraxic vertebrae). Sedangkan pada bagian tubuh depan, pertumbuhan diawali dari kaki secara berturutan (metacarpus, radius ulna, humerus, scapula), diikuti dengan pertumbuhan bagian cervicalis vertebrae mengarah ke bagian tengah tubuh (thoraxic vertebrae). Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa pertemuan pola pertumbuhan dimensi linear panjang tubuh pada sapi FH terjadi pada bagian tengah sumbu tubuh, dengan bagian tulang metatarsus tumbuh paling dini dan thoraxic vertebrae mengalami pertumbuhan yang paling akhir. Gambar 6 menunjukkan arah pertumbuhan relatif dimensi linear kerangka tubuh sapi Limousin. Gambar tersebut memperlihatkan bagian tubuh yang mengalami pertumbuhan lebih awal adalah pada bagian alat gerak depan. Arah pertumbuhan terlihat dari distal kaki mengarah ke badan (proksimal), dengan urutan pertumbuhan pada bagian metacarpus, radius-ulna, humerus dan scapula. Alat gerak belakang yang mengalami pertumbuhan lebih dini adalah pada bagian tibia fibula menuju metatarsus, dan diikuti oleh pertumbuhan femur yang mengarah pada bagian sacral vertebrae. Arah pertumbuhan relatif sumbu tubuh berawal dari bagian tulang lumbar mengarah ke depan, yaitu thoraxic dan cervicalis vertebrae, dengan bagian tubuh yang tumbuh paling akhir adalah tulang cervicalis vertebrae.
Gambar 5 Nilai koefisien pertumbuhan relatif dimensi linear kerangka tubuh sapi FH betina
16
Gambar 6 Nilai koefisien pertumbuhan relatif pada dimensi linear kerangka tubuh sapi Limousin betina
Pertumbuhan tulang dapat dipengaruhi oleh dua hal, yaitu faktor yang berasal dari luar tubuh (nutrisi) dan dari dalam tubuh (hormonal). Kedua faktor ini saling berinteraksi dalam mempengaruhi pertumbuhan tulang. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tulang diantaranya hormon paratiroid, calcitonin, vitamin D, A, C, hormon tiroid, corticosteroid, tetosteron, estrogen, dan hormon pertumbuhan (Lawrance dan Fowler 2002). Tillman (1986) menyatakan bahwa kecepatan pertumbuhan tulang kepala dan kaki, panjang badan dan otot, bagian dalam badan dan lemak, terlepas dari pengaruh makanan, sehingga tulang dan kaki berkembang paling dini yang kemudian disusul oleh panjang badan dan otot, sedangkan lemak tumbuh paling lambat. Berg dan Butterfield (1976) melakukan penelitian mengenai pengaruh rencana pemberian nutrisi terhadap komposisi karkas sapi steer. Parameter yang diamati adalah persentase komposisi karkas yang diberi perlakuan pemberian pakan yang memiliki tingkat nutrisi dari sedang ke tinggi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa bobot tulang pada setiap perlakuan tidak memberikan perbedaan yang nyata, sedangkan persentase otot dan lemak pada setiap perlakuan berbeda nyata. Selain itu, persentase distribusi tulang pada bagian tubuh depan dan belakang tidak berbeda antara sapi bull dengan steer.
Karakteristik Morfologi Sapi FH dan Limousin Betina Penilaian secara fisik merupakan bagian yang penting dalam proses seleksi. Hal tersebut dapat menjadi indikator yang baik dalam menentukan frame size, struktur otot dan tubuh, struktur kaki, dan karakteristik dari suatu bangsa sapi (Barham et al. 2005). Hasil pengukuran karakteristik fisik seperti bobot badan, panjang badan, tinggi badan, dan dalam dada sapi dapat dilihat pada Gambar 7.
17
Gambar 7 Diagram scatter pertumbuhan bobot badan, panjang badan, tinggi badan, dan dalam dada sapi FH ( ) dan Limousin (----) betina.
18 Rataan bobot badan sapi Limousin dewasa lebih tinggi (643.17±36.33 kg) daripada sapi FH (507.09±62.99 kg). Peningkatan ukuran tubuh akan menyebabkan peningkatan yang proporsional dari bobot tubuh, karena bobot tubuh merupakan fungsi dari volume. Namun berdasarkan hasil penelitian pada Gambar 7 menunjukkan bahwa bobot badan sapi Limousin lebih tinggi daripada sapi FH, sedangkan nilai ukuran tubuh dominan lebih tinggi pada sapi FH. Hal ini membuktikan bahwa bobot badan tidak dapat ditentukan oleh ukuran tubuh, karena banyak faktor yang dapat mempengaruhi bobot badan. Faktor tersebut diantaranya terdapat perbedaan ketebalan otot, lingkar dan kepadatan tulang, serta komponen non-karkas sapi (seperti komposisi organ dalam, darah, dan kulit). Menurut Berg dan Butterfield (1976), sapi pada bobot potong yang sama memiliki perbedaan dalam perototan dan pertulangannya. Tulang yang dihasilkan sangat beragam, bobot tulangnya ringan sampai berat, ukurannya kecil sampai besar, dan kepadatannya ada yang padat dan memiliki poros, sehingga bobot tulang secara visual tidak dapat ditentukan. Bobot otot juga tidak bisa dinilai secara visual karena memiliki keragaman pada arsitektur masing-masing individu dengan bagian potongan karkas yang berbeda. Misalnya terdapat perbedaan ketebalan otot yang ekstrim pada bagian shank belakang sampai ke chuck. Pada round dan chuck yang lebar maka bagian loin dan rib akan lebih sempit pada bentuk dan ukuran alaminya. Gambar 7 menunjukkan bahwa perbedaan kenaikan bobot badan mulai terlihat sejak sapi berumur 7 bulan. Pertumbuhan setelah pedet lahir menjadi semakin cepat hingga usia penyapihan, dari usia penyapihan hingga pubertas laju pertumbuhan masih bertahan pesat. Sapi pada usia pubertas hingga usia jual, laju pertumbuhan mulai menurun d an terus menurun hingga usia dewasa, dan akhirnya pertumbuhan terhenti. Menurut Hammack dan Gill (2009), ukuran tubuh dan bobot tubuh saling berhubungan, namun terdapat perbedaan dalam mencapai tingkat kedewasaannya. Pada umur 7 bulan, tinggi sapi telah mencapai 80%, sedangkan bobot sapi baru tercapai 35-40%. Sapi pada umur 12 bulan mencapai tinggi 90%, sedangkan bobot baru tercapai 50-60%. Hasil pengukuran performa morfometrik dengan analisa citra digital dapat dilihat pada Tabel 3. Data pada Tabel 3 merupakan ukuran tubuh pada sapi betina dewasa (umur 50-90 bulan). Sapi betina dewasa harus dilakukan pengafkiran yang disebabkan oleh beberapa hal, sebagian dari sapi afkir tersebut langsung disembelih (dikarenakan luka atau penyakit) ataupun digemukkan terlebih dahulu sebelum penyembelihan (Phillips 2010). Sapi perah betina dewasa pada umumnya dilakukan pengafkiran pada usia 5-6 tahun (Campbell et al. 2005), sedangkan umur afkir sapi Limousin betina di atas 3 tahun, dengan rataan bobot karkas mencapai 58.33%. Sapi betina Limousin mencapai perkembangan morfologi secara penuh pada umur 6-8 tahun dan konstan sampai umur 10-12 tahun. Secara umum, persentase karkas pada sapi betina afkir adalah 44-55%, dengan proporsi tulang 17-32%, lemak 7-30% dan otot 49-63%. Menurut Barham et al. (2005), sapi betina harus memiliki kepala dan leher yang panjang. Bentuk tubuh secara keseluruhan menyudut dengan kulit yang tipis dan melipat dari tenggorokan ke arah brisket. Alderson (1999) melakukan penelitian terhadap perkembangan ukuran tubuh linear pada sapi betina umur 24 dan 60 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan tinggi hip terjadi paling cepat, yaitu mencapai 93-94% dari ukuran tubuh pada umur 24 bulan. Dalam dada berkembang lebih
19 lambat, yaitu mencapai 97.8% dari ukuran tubuh pada umur 60 bulan. Panjang tulang kaki mencapai ukuran penuh pada umur 12 bulan. Tabel 3 Rataan dimensi linear kerangka tubuh sapi FH dan Limousin betina dewasa (50-90 bulan) FH KK Limousin KK Parameter (cm) (%) (cm) (%) Sumbu Tubuh Cervicalis vertebrae 36.92 ± 3.02a 8.17 42.36 ± 1.81b 4.26 a Thoraxic vertebrae 57.18 ± 4.74 8.29 54.94 ± 3.08b 5.61 Lumbar vertebrae 40.97 ± 3.86 9.41 44.23 ± 2.98 6.75 Sacral vertebrae 20.98 ± 1.28a 6.11 21.76 ± 2.11b 9.67 Alat Gerak Depan Scapula 48.49 ± 4.65a 9.59 49.94 ± 2.70b 5.40 Humerus 38.76 ± 3.26 8.40 38.48 ± 3.65 9.48 Radius-Ulna 39.22 ± 3.26 8.40 36.41 ± 3.33 9.15 Metacarpus 24.25 ± 2.09 8.62 22.75 ± 1.99 8.73 Alat Gerak Belakang Femur 47.45 ± 4.66 9.82 50.43 ± 3.91 7.75 Tibia-Fibula 44.97 ± 4.00 8.91 46.81 ± 3.18 6.80 Metatarsus 28.55 ± 2.87 10.05 36.53 ± 2.72 7.47 Performa Umum Jarak antar Coxae 53.75 ± 4.47 8.32 47.49 ± 4.22 8.88 a b Jarak antar Ischium 22.53 ± 3.03 13.44 18.97 ± 1.39 7.33 Jarak Coxae-Ischium 51.95 ± 5.21a 10.04 47.27 ± 3.32b 7.02 Panjang Badan 157.07 ± 16.55 10.54 156.26 ± 13.37 8.56 Dalam dada 75.92 ± 7.14 9.40 71.72 ± 5.54 7.72 a b Tinggi Badan 136.58 ± 11.92 8.72 134.68 ± 7.76 5.76 Tinggi Hip 138.44 ± 9.92 7.17 140.70 ± 7.77 5.52 Tinggi Hip 5-21 bulan 47.22 ± 2.77 5.87 44.82 ± 4.09 9.12 Frame Score 6.06 ± 0.81 13.37 5.06 ± 0.95 18.78 Keterangan: Superkrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyat a (P<0.05).
Pengukuran morfometrik pada kedua bangsa sapi betina menghasilkan ukuran sumbu tubuh, yaitu tulang cervicalis, thoraxic dan sacral yang berbeda nyata (Tabel 3). Tulang scapulla, jarak antar tulang ischium, dan jarak antar tulang coxae-ischium pada kedua bangsa sapi tersebut juga menghasilkan perbedaan yang nyata. Tulang cervicalis, sacral dan scapulla pada sapi betina Limousin memiliki rataan yang lebih tinggi, sedangkan nilai rataan tulang thoraxic, tinggi badan, jarak antar tulang ischium dan jarak antar coxae-ischium lebih tinggi pada sapi betina FH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sapi FH merupakan sapi yang bertubuh jenjang, memiliki tulang rusuk yang panjang dengan dada yang dalam (yang menunjukkan bahwa proporsi organ dalam sapi FH lebih tinggi), dan merupakan sapi yang memiliki lokomosi lebih baik dari sapi Limousin. Selain itu,
20 sapi FH memiliki pertulangan yang lebih lebar pada bagian belakang tubuh (jarak coxae, ischium, dan coxae-ischium) dibandingkan sapi Limousin dikarenakan sapi FH merupakan bangsa tipe perah dan bagian tubuh tersebut berfungsi sebagai penunjang reproduksi. Menurut Barham et al. (2005), sapi betina harus memiliki tulang coxae, ischium dan jarak antar coxae-ischium yang lebih panjang, lebar dan dalam yang dapat berfungsi untuk memudahkan dalam melahirkan. Menurut Shimizu et al. (1984), seksual dimorfisme terdapat pada tulang pelvis. Hal ini dikarenakan fungsi dari tulang tersebut yang lebih berperan pada betina. Sapi Limousin memiliki kriteria sapi tipe pedaging yang baik, yang ditandai dengan memiliki sumbu tubuh lebih panjang, konformasi tubuh bagian depan berkembang baik, dan memiliki bagian rump lebih baik dari sapi FH. Menurut Alderson (1999), sapi Limousin merupakan sapi tipe pedaging yang memiliki produktivitas daging yang tinggi, dengan flavor yang baik, rendah lemak, dan memiliki marbling yang baik. Shimizu et al. (1984) menambahkan bahwa bentuk tubuh sapi tipe pedaging berbeda dengan tipe perah. Bentuk tubuh merupakan hal penting dalam penilaian komposisi karkas, khususnya pada tipe pedaging. Perbedaan bentuk tubuh tersebut merupakan hasil dari perbedaan tingkat pertumbuhan antar individu selama masa pertumbuhan yang dapat dipicu oleh perubahan fisiologi dan efisiensi ekonomi. Berg dan Butterfield (1976) melakukan penelitian lain terhadap fungsi dari panjang tulang pada sapi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang dan bobot tulang femur dan tibia sejalan dari lahir hingga dewasa. Sedangkan distribusi otot pada sapi yang baru lahir menunjukkan tidak terdapat perbedaan regangan otot pasif pada panjang kedua tulang tersebut, namun terdapat perbedaan pertumbuhan terhadap otot yang melekat pada tulang tersebut. Tulang scapula dan humerus mengalami penurunan pertumbuhan bobot dan panjang akibat dari proses kastrasi. Pada kasus lain, penurunan ukuran tulang akibat kastrasi juga terjadi pada panjang tulang thoraxic (sekitar 7%) yang berhubungan dengan berat otot pada bagian leher. Tulang pelvis pada sapi kastrasi lebih ringan dan pendek dan belum terjadi perkembangan proporsi otot yang tinggi seperti pada sapi bull. Penelitian lain dilakukan terhadap pertumbuhan tulang pada loin. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tulang lumbar tumbuh dengan laju yang sama dengan total tulang pada sapi, dan otot yang terdapat pada bagian lumbar juga tumbuh dengan laju yang sama dengan total otot (Berg dan Butterfield 1976). Frame Score Sapi FH dan Limousin Betina Frame score (FS) dapat digunakan untuk menggambarkan ukuran kerangka tubuh sapi. FS juga dapat dijadikan sebagai dasar untuk seleksi ternak karena dapat mengidentifikasi ukuran saat mencapai dewasa. Ukuran kerangka tubuh dapat diukur dari panjang tulang tertentu atau tinggi tubuh dan tinggi hip. EAAP dan FAO menggunakan tinggi tubuh sebagai indikator utama dalam penentuan tipe sapi (Alderson 1999). BIF merekomendasikan metode pengukuran tinggi untuk FS dilakukan secara lurus pada titik hip sampai permukaan tanah dengan posisi keempat kaki sejajar dan seimbang pada umur sapi 5-21 bulan (BIF 2002). Nilai FS berada pada kisaran 1-9, semakin kecil nilai FS menunjukkan bahwa sapi tinggi tubuh sapi lebih pendek pada umurnya dan cenderung akan mencapai dewasa lebih cepat. Echols (2011) mengestimasi kandungan lemak pada
21 ternak yang memiliki perbedaan FS dan bobot tubuh. Bobot dewasa tubuh pada sapi yang berbeda ukuran tubuhnya tercapai saat kandungan lemak tubuh mencapai 34-37%. Perbedaan bangsa sapi dapat menyebabkan keragaman ukuran kerangka tubuh dan jumlah sel otot (Hammond 1961). Frame score sapi FH dan Limousin betina pada penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 3. Field dan Taylor (1999) menyebutkan bahwa nilai FS untuk sapi betina optimum pada 4-6. Hasil pengukuran terhadap nilai FS sapi FH dan Limousin betina berkisar antara 5-6. Nilai FS 5 berarti ukuran tubuh sapi di atas rata-rata, hal ini berarti sapi tersebut memiliki ukuran kerangka sedikit lebih besar dari ratarata, memiliki tulang yang panjang dan perdagingan yang panjang dan dalam yang ditunjukkan oleh otot yang melekat pada bagian lengan depan. FS dengan nilai 6 menunjukkan bahwa sapi memiliki pertumbuhan yang besar, tubuh yang panjang, kaki yang tinggi, memiliki otot yang lebih lembut dari ukuran rata-rata dan memiliki ukuran dewasa tubuh yang lebih besar (Echols 2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sapi FH memiliki ukuran tubuh (FS) yang lebih besar daripada sapi Limousin, namun bobot badan sapi Limousin lebih tinggi daripada FH. Hal ini sesuai degan Cundiff dan Gregory (1999) yang menyebutkan bahwa ukuran tubuh sapi FH lebih tinggi daripada sapi Limousin. Penelitian mengenai hubungan antara FS dengan bobot tubuh masih sangat terbatas. Pada nilai FS yang sama bobot tubuh sangat beragam, hal ini disebabkan oleh deposisi otot yang melekat pada kerangka tubuh sapi. Menurut Hammack dan Gill (2009), bobot sapi jantan dewasa lebih tinggi 55-60% daripada betina pada nilai FS yang sama. Bobot badan yang tinggi pada sapi Limousin dan frame size yang lebih besar pada sapi FH dapat disebabkan oleh perbedaan fungsi dari kedua bangsa tersebut, dimana sapi Limousin berfungsi sebagai ternak pedaging, sedangkan sapi FH merupakan ternak perah. Menurut Campbell et al. (2005), perbedaan bentuk dan fungsi (tipe) dari bangsa tertentu merupakan hasil dari seleksi. Perbedaan tersebut secara umum terlihat dari bentuk tubuhnya. Bangsa sapi perah telah diseleksi dari produksi susunya yang tinggi dan melebihi kebutuhan anaknya sehingga nutrisi yang masuk ke dalam tubuh tidak terdeposisi menjadi otot. Sedangkan pada sapi Limousin yang memiliki ukuran kerangka tubuh yang lebih rendah lebih efisien dalam menghasilkan persentase karkas yang tinggi. Hasil penelitian telah membuktikan keberhasilan seleksi yang telah dilakukan terhadap bangsa sapi tipe pedaging, yaitu untuk menghasilkan bobot yang tinggi tidak diperlukan sapi dengan kerangka tubuh yang lebih besar. Menurut Troxel et al. (2006), frame size berhubungan dengan potensi pertumbuhan, periode finishing dan bobot potong. Frame size dijadikan indikator untuk memperkirakan pertumbuhan, nutrisi yang dibutuhkan pada sapi dan menggambarkan feed intake pada ternak sapi. Sapi yang memiliki frame size lebih tinggi menghasilkan bobot potong yang lebih tinggi namun presentase karkas yang tidak berbeda nyata. Sapi yang memiliki frame size yang tinggi juga tidak efisien secara ekonomi karena membutuhkan biaya pemeliharaan yang lebih tinggi karena konsumsi pakannya lebih tinggi. Sapi perah memiliki persentase karkas yang lebih rendah dan rasio otot tulang yang lebih rendah daripada sapi tipe pedaging (Campbell et al. 2005). Keane (2011) telah melakukan penelitian pada berbagai bangsa sapi untuk mengetahui komposisi otot, tulang, dan lemak pada sapi jantan dengan bobot karkas 280 kg, 340 kg dan 400 kg. Pada sapi FH rataan rasio otot tulang dan
22 lemaknya masing-masing adalah 59.2%, 18.33%, dan 22.47%, sedangkan pada sapi Limousin masing-masing adalah 63.3%, 16.9%, dan 19.5%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sapi FH memiiki proporsi tulang dan lemak yang lebih tinggi daripada sapi Limousin. Hubungan Ukuran Tubuh dengan Estimasi Deposisi Perdagingan pada Sapi FH dan Limousin Betina Data ukuran dimensi linear kerangka tubuh pada Tabel 3 dapat mengasumsikan deposisi perdagingan dan perlemakan pada karkas yang dihasilkan kedua bangsa sapi. Deposisi perdagingan ini dapat dilihat dari potongan komersial karkas sapi (Gambar 8).
Gambar 8 Potongan komersial karkas sapi
Sapi Limousin memiliki rataan nilai cervicalis, lumbar, sacral, scapula, femur dan tibia-fibula yang lebih tinggi. Hal ini dapat menunjukkan bahwa deposisi perdagingan/perlemakan pada bagian potongan daging chuck, loin dan round lebih tinggi daripada sapi FH. Hal ini sesuai dengan pendapat Barham et al. (2005) yang menyebutkan bahwa bagian neck pada sapi tipe pedaging lebih panjang, yang merupakan indikator dari pertumbuhannya. Selain itu, bagian loin, rump, dan round juga panjang dan lebar, yang menyebabkan bagian sumbu tubuh sapi tipe pedaging lebih panjang. Sapi tipe pedaging juga memiliki proporsi yang sedang pada bagian flank dan brisket. Tulang thoraxic dan radius ulna sapi FH lebih tinggi daripada sapi limousin, proporsi ribs dan brisket lebih tinggi pada FH. Menurut Barham et al. (2005), sapi betina memiliki deposit lemak yang lebih banyak pada bagian brisket, bagian bawah tubuh, dan pada ribs serta bagian punggung dibandingkan pada sapi jantan. Sapi Limousin merupakan sapi penghasil daging dengan kualitas yang tinggi, memiliki persentase karkas mencapai 62-65% yang terdiri dari otot di atas 75%, rendah lemak, dan memiliki sistem kerangka yang baik. Hammond mengemukakan bahwa perubahan proporsi otot bereaksi terhadap perubahan proporsi dan sudut tulang yang terbentuk, yang mengikuti fungsi dari otot dan tulang tersebut (Berg dan Butterfield 1976). Peningkatan panjang tulang menyebabkan peningkatan produksi regangan otot pasif, dengan demikian perbedaan pertumbuhan tulang dapat menjelaskan perbedaan
23 pertumbuhan otot yang terbentuk. Menurut Berg dan Butterfield (1976), terdapat 9 kelompok otot standar pada sapi, diantaranya: Kelompok 1: Otot yang terdapat pada bagian pelvis yang muncul dari os coxae Kelompok 2: Otot yang muncul dari bagian tengah distal dari femur, dari tibia, atau dari fibula Kelompok 3: Otot yang berkembang di sekitar tulang belakang pada bagian thorax dan lumbar Kelompok 4: Otot di sekitar dinding perut Kelompok 5: Otot yang terdapat pada bagian thoraxic yang muncul dari scapula atau pada setengah bagian depan tubuh dari humerus Kelompok 6: Otot yang terdapat pada bagian thoraxic yang muncul pada setengah bagian belakang tubuh dari humerus, dari radius atau dari ulna Kelompok 7: Otot pada thorax yang menempel pada bagian thoraxic Kelompok 8: Otot pada bagian leher yang menempel pada bagian thoraxic Kelompok 9: Otot yang terdapat pada bagian leher dan thorax ‘expensive group’: gabungan antara otot pada kelompok 1, 3, dan 5. Hasil pengukuran dimensi linear kerangka tubuh sapi FH dan Limousin betina menunjukkan bahwa sapi Limousin memiliki potensi perkembangan otot yang lebih baik pada kelompok 1, 2, 3, 5, 8, 9, dan memiliki proporsi ‘expensive group’ yang lebih baik daripada sapi FH. Sapi FH memiliki potensi perkembangan otot yang baik pada kelompok 1, 4, 6, 7, dan 9. Namun pada sapi FH betina, bagian kelompok otot 1 tidak berkembang baik, karena memiliki fungsi fisiologis tersendiri, yaitu sebagai penghasil susu sehingga kondisi bagian pelvis sapi tersebut tidak memiliki perkembangan otot yang baik. Perbedaan utama antar bangsa sapi tipe perah dan daging terletak pada ciri dari pendistribusian lemak di antara depot lemaknya. Karkas tipe perah cenderung memiliki proporsi lemak internal yang lebih tinggi dan proporsi lemak subkutan yang lebih rendah dibanding dengan tipe daging (Field dan Taylor 1999). Lemak memiliki pengaruh yang besar dalam membentuk karkas. Lemak subkutan memberikan pengaruh yang lebih besar, sedangkan lemak intermuskular menyebabkan otot lebih besar (Field dan Taylor 1999). Deposisi lemak yang tinggi dapat meningkatkan bobot hidup. Deposisi lemak yang tinggi terdapat pada bagian flank dan brisket, juga pada sepanjang loin dan rib. Deposisi lemak yang rendah terdapat pada bagian lengan depan dan paha bagian depan. Jones et al. (1980) melakukan penelitian mengenai proporsi lemak pada potongan komersial sapi tipe pedaging dan perah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa lemak yang tinggi terdeposisi pada bagian brisket, flank, chuck, loin dan round. Hubungan Ukuran Tubuh dengan Tingkah Laku Lokomosi Sapi FH dan Limousin Betina Panjang tulang pada alat gerak dapat menentukan tingkah laku lokomosi dari hewan tersebut (Gould 1966); Habib dan Ruff 2008; Barham et al. 2005). Berdasarkan data hasil penelitian pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa alat gerak depan (tulang radius-ulna dan metacarpus) pada sapi FH lebih tinggi daripada sapi Limousin. Tulang radius-ulna berfingsi sebagai alat gerak yang lebih fleksibel, memiliki perputaran terbatas, dan penunjang dalam pergerakan serta menentukan kemampuan kecepatan gerak (Camillo 2013). Hal ini dapat membuktikan bahwa pada sapi FH memiliki pergerakan atau daya jelajah yang
24 lebih baik daripada sapi Limousin. Kaki yang kecil, lemah, dan melengkung dapat membuat pergerakan menjadi lambat dan terbatas (Barham et al. 2005). Alat gerak merupakan komponen non karkas yang dapat menyebabkan berkurangnya proporsi karkas sehingga proporsi non karkas pada sapi FH lebih tinggi daripada sapi Limousin. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Keane (2011) yang membandingkan karakteristik karkas antara sapi perah dengan sapi pedaging. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada sapi perah memiliki proporsi organ eksternal (kepala, kaki dan ekor), proporsi lemak offal dan saluran pencernaan yang lebih tinggi daripada sapi pedaging. Selain itu, bangsa sapi perah juga secara keseluruhan memiliki proporsi non karkas yang lebih tinggi dan persentase karkas dingin yang lebih rendah daripada sapi tipe pedaging.
4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Metode pengukuran melalui citra digital tidak berbeda nyata dengan pengukuran secara manual, sehingga dapat diaplikasikan untuk pengukuran dimensi linear kerangka tubuh ternak. Arah pertumbuhan sapi FH dan Limousin hampir sama, namun keduanya memiliki nilai koefisien pertumbuhan relatif yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat disebabkan perbedaan ukuran saat dewasa, dimana tulang yang memiliki ukuran lebih panjang memiliki nilai koefisien pertumbuhan yang lebih besar. Sapi FH betina memiliki ukuran tubuh yang lebih besar daripada sapi Limousin, namun bobot badan sapi Limousin lebih tinggi yang disebabkan oleh perbedaan tipe dari kedua sapi tersebut. Saran Penggunaan metode pengukuran morfometrik dengan citra digital dapat diaplikasikan oleh peneliti maupun peternak untuk melihat produktivitas suatu bangsa ternak berdasarkan ukuran kerangka tubuhnya. Penelitian ini perlu dilakukan pengembangan metode sehingga dapat melihat produktivitas dari aspek lainnya, seperti pendugaan bobot badan dan luas permukaan tubuh. Berdasarkan hasil penelitian, perlu dilakukan penelitian dengan membandingkan antara ukuran dimensi tubuh dengan komposisi karkas yang dihasilkan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui hubungan dimensi tubuh sapi dengan distribusi otot yang dihasilkan.
25
DAFTAR PUSTAKA [BIF] Beef Improvement Federation. 2002. Guidelines for Uniform Beef Improvement Programs. Ed ke-8. Beef Improvement Federation. Manhattan (US): Kansas State University. Alderson GLH. 1999. The development of a system of linear measurements to provide an assessment of type and function of beef cattle. Anim Genet Resour Inf 25: 45–56. Allaby M. 1999. A Dictionary of Zoology. Oxford (UK): Oxford Univ. Pr. Anggorodi R. 1979. Ilmu Makanan Ternak. Jakarta (ID): Gramedia Pr. Barham B, Jones ST, Troxel TR. 2005. An Analysis of Beef Cattle Conformation. United States (US): University of Arkansas. Berg RT, Butterfield RM. 1976. New Concept of Cattle Growth. Sydney (AU): Sydney University Pr. Budianita E, Jasril, Handayani L. 2015. Implementasi pengolahan citra dan klasifikasi K-Nearest Neighbour untuk membangun aplikasi pembeda daging sapi dan babi. J Sci Tek dan Industri 12 (2): 242-247. Butterfield RM. 1963. Relative Growth of Musculature of the Ox in Carcass Composition and Appraisal of Meat Animals. Melbourne (AUS): CSIRO. Camillo VD. 2013. The bone basics [Internet] [Diunduh 2015 20 Oktober]. Tersedia pada: http://www.entomology.cornell.edu/cals/entomology/ extension/outrea ch/ upload/SarahUCudneyULocomotionUanatomy.pdf. Campbell JR, Keneal MD, Campbell KL, Campbell J, Kenealy M, Campbell K. 2005. Animal Sciences: The Biology, Care, and Production of Domestic Animals. Ed ke-4. New York (US): McGraw-Hill Pub. Cundiff LV, Gregory KE. 1999. What is systematic crossbreeding? Proceedings of Cattlemens College, National Cattlemens Beef Association, Charlotte, NC. Echols AC. 2011. Relationship among lifetime measures of growth and frame size for commercial beef females in pasture-based production system in the Appalachian region of the United States [Tesis]. United States (US): Virginia Polytechnic Institute and State University. Field TG, Taylor RE. 1999. Beef Production and Management Decisions. Ed ke3. New Jersey (US): Pearson Prentice Hall. Firdausi A, Susilawati T, Nasich M, Kuswati. 2012. Pertambahan bobot badan harian sapi brahman cross pada bobot badan dan frame size yang berbeda. J Ternak Tropika 13 (1): 48-62. Fisher AV. 1975. The accuracy of some body measurements on live beef steers. Livestock Prod Sci 2: 357-366. Frandson RD, Wilke WL, Fails AD. 2012. Anatomy and Physiology of Farm Animals. 7th Ed. Colorado (US): Wiley-Blackwell Pub. Gould SJ. 1966. Allometry and size in ontogeny and phylogeny. Biol Rev 41: 587-640. Habib MB, Ruff CB. 2008. The effects of locomotion on the structural characteristics of avian limb bones. Zool J of the Linnean Society 153 (3): 601–624.
26 Hammack SP, Gill RJ. 2009. Texas adapted genetic strategies for beef cattle x: rame score, frame size, and weight. Agrilife Extention: 1-4. Hammond J. 1961. Growth in size and body proportion in farm animals. In: Growth in Living Systems. New York (US): Basic Books. Huxley JS. 1932. Problems of Relative Growth. 1st Ed. London (UK): Methuen. Jones SDM, Price MA, Berg RT. 1980. Fat distribution among the wholesale cuts. J Anim Sci 60: 851-856. Keane MG. 2011. Relative tissue growth patterns and carcass composition in beet cattle. Netherland (NL): Teagasc, Occasional Series No. 7, Grange Beef Research Centre. Kidwell JF, Gregory PW, Guilbert HR. 1952. A genetic investigation of allometric growth in Hereford cattle. Genetics 37: 158-172. Kiswanto. 2012. Identifikasi citra untuk mengidentifikasi jenis daging sapi dengan menggunakan transformasi wafelet haar [Tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Lasfeto DB, Susanto A, Agus A. 2008. Aplikasi pengolahan citra untuk estimasi bobot badan ternak sapi. Buletin Peternakan 32 (3): 167-176. Lawrence TLJ, Fowler VR, Vovakofski J. 2012. Growth of Farm Animals. Ed ke3. Cambridge (US): CABI Pub. Lawrence TLJ, Fowler VR. 2002. Growth of Farm Animals. Ed ke-2. Oxon (UK): CABI Pub. Munoz-Munoz F, Perpinan D. 2010. Measurement error in morphometric studies: comparison between manual and computerized methods. Ann Zool Fennici 47: 46-56. Natasasmita A, Mudikdjo K. 1979. Beternak Sapi Pedaging. Bogor (ID): Fakultas Peternakan IPB. Pabiou T, Fikse WF, Amer PR, Cromie AR, Nasholm A, Berry DP. 2011. Genetics variation in wholesale Irish carcass cuts predicted from video image analysis. Animal 5 (11): 1720-1727. Sampurna IP, Suatha IK. 2010. Pertumbuhan alometrik dimensi panjang dan lingkar tubuh sapi bali jantan. J Veteriner 11 (1): 46-51.. Shimizu H, Yamadate T, Awata T, Ueda J, Hachinohe Y. 1984. A modification in skeletal bone growth by the selection for boy weight in mice. J Fak Hokkaido Univ 62 (1): 36-54. Soeparno. 2005. Ilmu Teknologi Daging. Ed Ke-4.Yogyakarta (ID): UGM Pr. Stajnko D, Brus M, Hocevar M. 2008. Estimation of bull weight through thermographically measured body dimensions. Comp and Electrons in Agr 61: 233-240. Steel RGD, Torrie JH. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan: Bambang S. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Sutardi T. 1983. Pengaruh kelamin dan kondisi tubuh terhadap hubungan bobot dengan lingkar dada pada sapi perah. Media Petern 8 (2): 32-43. Tasdemir S, Urkmez A, Inal S. 2011. Determination of body measurement on the Holstein cows using digital image analysis and estimation of live weight regression analysis. Comp and Electrons in Agr 76: 189-197. Tillman ADH, Hartadi S, Reksohadiprojo S, Prawirokusumo S, Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogjakarta (ID): UGM Pr.
27 Troxel TR, Lusby KS, Gadberry MS, Basrham BI, Poling R, Riley T, Eddington S, Justice T. 2006. The Arkansas beef industry- A Self Assessment. The Professional Anim Sci 23: 104-115. Williams IH. 1982. A Course Manual in Manual in Nutrition and Growth. Melbourne (AUS): Australian Choncellors-Committe.
LAMPIRAN
31 Lampiran 1
Analisis uji t metode pengukuran morfometrik manual dan digital sapi FH betina dewasa
Dependent Variable: Cervicalis V. Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Model 1 9.7290023 9.7290023 1.13 Error 42 361.6743864 8.6112949 Corrected Total 43 371.4033886
Dependent Variable: Thoraxic V. Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Model 1 23.403820 23.403820 0.31 Error 42 3220.926859 76.688735 Corrected Total 43 3244.330680
Pr > F 0.2939
Pr > F 0.5836
Dependent Variable: Lumbar V. Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 13.530909 13.530909 0.41 0.5251 Error 42 1383.482655 32.940063 Corrected Total 43 1397.013564
Dependent Variable: Sacral V. Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 1.26142045 1.26142045 0.67 0.4191 Error 42 79.57805909 1.89471569 Corrected Total 43 80.83947955
Dependent Variable: Scapula Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 12.819602 12.819602 0.23 0.6319 Error 42 2311.612186 55.038385 Corrected Total 43 2324.431789
Dependent Variable: Humerus Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 42.6899000 42.6899000 2.29 0.1377 Error 42 783.0167636 18.6432563 Corrected Total 43 825.7066636
32 Dependent Variable: Radius Ulna Source DF Sum of Squares Mean Square Model 1 3.3716455 3.3716455 Error 42 967.5797091 23.0376121 Corrected Total 43 970.9513545
F Value Pr > F 0.15 0.7040
Dependent Variable: Metacarpus Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 2.9484568 2.9484568 0.61 0.4398 Error 42 203.5825864 4.8472044 Corrected Total 43 206.5310432
Dependent Variable: Femur Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 1.476445 1.476445 0.06 0.8128 Error 42 1092.101345 26.002413 Corrected Total 43 1093.577791
Dependent Variable: Tibia-Fibula Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 78.284457 78.284457 2.64 0.1117 Error 42 1245.315641 29.650372 Corrected Total 43 1323.600098
Dependent Variable: Metatarsus Source DF Sum of Squares Mean Square Model 1 66.1500568 66.1500568 Error 42 752.5561318 17.9180031 Corrected Total 43 818.7061886
Dependent Variable: Panjang Badan Source DF Sum of Squares Mean Square Model 1 70.08138 70.08138 Error 42 11378.96824 270.92782 Corrected Total 43 11449.04963
F Value Pr > F 3.69 0.0615
F Value Pr > F 0.26 0.6137
Dependent Variable: Tinggi Badan Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 9.384145 9.384145 0.07 0.7962 Error 42 5835.739109 138.946169 Corrected Total 43 5845.123255
33 Dependent Variable: Dalam Dada Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 0.913536 0.913536 0.02 0.8975 Error 42 2286.211764 54.433613 Corrected Total 43 2287.125300
Dependent Variable: Tinggi Hip Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 5.327184 5.327184 0.06 0.8114 Error 42 3881.858605 92.425205 Corrected Total 43 3887.185789
Dependent Variable: jarak antar Coxae Source DF Sum of Squares Mean Square Model 1 4.8114205 4.8114205 Error 42 871.5801682 20.7519088 Corrected Total 43 876.3915886
F Value Pr > F 0.23 0.6327
Dependent Variable: jarak antar Ischium Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 0.0023273 0.0023273 0.00 0.9893 Error 42 534.2389273 12.7199745 Corrected Total 43 534.2412545
Dependent Variable: jarak antar Coxae-Ischium Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 0.354602 0.354602 0.01 0.9076 Error 42 1092.795623 26.018943 Corrected Total 43 1093.150225
Lampiran 2
Analisis uji t metode pengukuran morfometrik manual dan digital sapi Limousin betina dewasa
Dependent Variable: Cervicalis V. Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 0.2976750 0.2976750 0.10 0.7516 Error 46 135.0815167 2.9365547 Corrected Total 47 135.3791917
34 Dependent Variable: Thoraxic V. Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 4.4774083 4.4774083 0.46 0.5002 Error 46 446.1001167 9.6978286 Corrected Total 47 450.5775250
Dependent Variable: Lumbar V. Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 5.1090750 5.1090750 0.46 0.5030 Error 46 515.7251167 11.2114156 Corrected Total 47 520.8341917
Dependent Variable: Sacral V. Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 6.4827000 6.4827000 0.48 0.4904 Error 46 616.9540000 13.4120435 Corrected Total 47 623.4367000
Dependent Variable: Scapula Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 3.3549187 3.3549187 0.71 0.4037 Error 46 217.2316292 4.7224267 Corrected Total 47 220.5865479
Dependent Variable: Humerus Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 10.5375021 10.5375021 1.12 0.2950 Error 46 431.9017958 9.3891695 Corrected Total 47 442.4392979
Dependent Variable: Radius-Ulna Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 4.7817187 4.7817187 0.44 0.5123 Error 46 504.3244292 10.9635745 Corrected Total 47 509.1061479
Dependent Variable: Metacarpus Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 11.1650521 11.1650521 0.99 0.3241 Error 46 516.9910958 11.2389369 Corrected Total 47 528.1561479
35 Dependent Variable: Femur Source DF Sum of Squares Mean Square Model 1 6.0847521 6.0847521 Error 46 238.7078958 5.1893021 Corrected Total 47 244.7926479
F Value Pr > F 1.17 0.2845
Dependent Variable: Tibia-Fibula Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 0.6052521 0.6052521 0.06 0.8097 Error 46 474.8071292 10.3218941 Corrected Total 47 475.4123813
Dependent Variable: Metatarsus Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 5.5965021 5.5965021 0.44 0.5113 Error 46 587.5987958 12.7738869 Corrected Total 47 593.1952979
Dependent Variable: Panjang Badan Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 3.6300000 3.6300000 0.46 0.5022 Error 46 365.0200667 7.9352188 Corrected Total 47 368.6500667
Dependent Variable: Tinggi Badan Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 241.74163 241.74163 1.00 0.3232 Error 46 11150.32953 242.39847 Corrected Total 47 11392.07117
Dependent Variable: Dalam Dada Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 10.462669 10.462669 0.16 0.6932 Error 46 3053.340963 66.376977 Corrected Total 47 3063.803631
Dependent Variable: Tinggi Hip Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 3.397352 3.397352 0.10 0.7561 Error 46 1600.359996 34.790435 Corrected Total 47 1603.757348
36 Dependent Variable: jarak antar Coxae Source DF Sum of Squares Mean Square Model 1 4.007852 4.007852 Error 46 3087.851696 67.127211 Corrected Total 47 3091.859548
F Value Pr > F 0.06 0.8080
Dependent Variable: jarak antar Ischium Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 50.491519 50.491519 2.37 0.1303 Error 46 978.675229 21.275548 Corrected Total 47 1029.166748
Dependent Variable: jarak Coxae-Ischium Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 9.8464083 9.8464083 2.45 0.1246 Error 46 185.1157833 4.0242562 Corrected Total 47 194.9621917
Lampiran 3
Analisis uji t karakteristik morfologi sapi FH dan Limousin betina
Dependent Variable: Cervicalis V. Source DF Sum of Squares Mean Square Model 1 340.0142720 340.0142720 Error 44 266.2066606 6.0501514 Corrected Total 45 606.2209326
F Value Pr > F 56.20 <.0001
Dependent Variable: Thoraxic V. Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 57.2626673 57.2626673 3.65 0.0626 Error 44 690.2863697 15.6883266 Corrected Total 45 747.5490370
Dependent Variable: Lumbar V. Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 122.1565115 122.1565115 10.39 0.0024 Error 44 517.2348364 11.7553372 Corrected Total 45 639.3913478
37 Dependent Variable: Sacral V. Source DF Sum of Squares Mean Square Model 1 7.1258498 7.1258498 Error 44 136.7604458 3.1081920 Corrected Total 45 143.8862957
Dependent Variable: Scapula Source DF Sum of Squares Mean Square Model 1 24.1090929 24.1090929 Error 44 620.9562549 14.1126422 Corrected Total 45 645.0653478
Dependent Variable: Humerus Source DF Sum of Squares Mean Square Model 1 0.8984354 0.8984354 Error 44 528.8760864 12.0199111 Corrected Total 45 529.7745217
Dependent Variable: Radius-Ulna Source DF Sum of Squares Mean Square Model 1 90.5479941 90.5479941 Error 44 422.4530777 9.6012063 Corrected Total 45 513.0010717
Dependent Variable: Metacarpus Source DF Sum of Squares Mean Square Model 1 26.1282701 26.1282701 Error 44 182.4685125 4.1470116 Corrected Total 45 208.5967826
Dependent Variable: Femur Source DF Sum of Squares Mean Square Model 1 101.5509820 101.5509820 Error 44 807.4790898 18.3517975 Corrected Total 45 909.0300717
Dependent Variable: Tibia-Fibula Source DF Sum of Squares Mean Square Model 1 38.8304059 38.8304059 Error 44 570.0612549 12.9559376 Corrected Total 45 608.8916609
F Value Pr > F 2.29 0.1371
F Value Pr > F 1.71 0.1980
F Value Pr > F 0.07 0.7858
F Value Pr > F 9.43 0.0037
F Value Pr > F 6.30 0.0158
F Value Pr > F 5.53 0.0232
F Value Pr > F 3.00 0.0904
38 Dependent Variable: Metatarsus Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 731.967596 731.967596 93.53 <.0001 Error 44 344.338320 7.825871 Corrected Total 45 1076.305915
Dependent Variable: Panjang Badan Source DF Sum of Squares Mean Square Model 1 7.491495 7.491495 Error 44 9869.343229 224.303255 Corrected Total 45 9876.834724
Dependent Variable: Tinggi Badan Source DF Sum of Squares Mean Square Model 1 41.114974 41.114974 Error 44 4367.080072 99.251820 Corrected Total 45 4408.195046
Dependent Variable: Dalam Dada Source DF Sum of Squares Mean Square Model 1 41.114974 41.114974 Error 44 4367.080072 99.251820 Corrected Total 45 4408.195046
Dependent Variable: Tinggi Hip Source DF Sum of Squares Mean Square Model 1 58.754174 58.754174 Error 44 3456.494391 78.556691 Corrected Total 45 3515.248565
Dependent Variable: jarak antar Coxae Source DF Sum of Squares Mean Square Model 1 450.072266 450.072266 Error 44 828.478882 18.829066 Corrected Total 45 1278.551148
F Value Pr > F 0.03 0.8558
F Value Pr > F 0.41 0.5232
F Value Pr > F 0.41 0.5232
F Value Pr > F 0.75 0.3918
F Value Pr > F 23.90 <.0001
39 Dependent Variable: jarak antar Ischium Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 145.6133218 145.6133218 27.00 <.0001 Error 44 237.2751652 5.3926174 Corrected Total 45 382.8884870
Dependent Variable: jarak Coxae-Ischium Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 1 251.914488 251.914488 13.45 0.0007 Error 44 824.364036 18.735546 Corrected Total 45 1076.278524
40
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 13 Februari 1989 di Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Nandang Hanafiah dan Ibu Entin Sumartinah (alm.). Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB), lulus tahun 2011. Tahun 2011 Penulis bekerja menjadi staff pengajar di bimbingan belajar Ganesha Executive, Bandung. Tahun 2012-2013 Penulis bekerja di perusahaan FMCG PT Garuda Food Putra Putri Jaya BU Clevo. Pada tahun 2013, penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan ke program magister pada Program Pascasarjana IPB dengan program studi yang sama. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (BPPDN). Sebuah artikel telah diterbitkan dengan judul Karakteristik Morfologi Sapi Friesian Holstein dan Limousin Betina dengan Citra Digital pada jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan.