PERSEPSI MASYARAKAT DI BALIK MITOS POHON BERINGIN DI PURA KEHEN DESA ADAT CEMPAGA, KECAMATAN BANGLI, KABUPATEN BANGLI A.A. Putri Candra Purnama Dewi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Sejarah Universitas Mahasaraswati Denpasar ABSTRAK Pura Kehen letaknya tinggi berteras-teras yang dibagi menjadi delapan halaman. Teras pertama sampai kelima merupakan halaman luar, teras keenam merupakan halaman tengah pertama dimana pada halaman tengah ini terdapat pohon beringin yang memiliki mitos yang sangat di percayai oleh masyarakat. Pintu masuk ke halaman ini melalui candi kurung yang diapit oleh dua buah candi bentar pada ujung sebelah timur dan barat. Teras ketujuh merupakan halaman tengah kedua dan untuk masuk ke halaman ini melalui candi bentar. Teras kedelapan adalah jeroan, dan pintu masuk halaman ini melalui gapura berbentuk candi bentar dengan undaknya yang tinggi. Rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah persepsi masyarakat Bangli terhadap mitos pohon beringin di Pura Kehen? (2) Apakah masyarakat Bangli masih percaya terhadap mitos tersebut? Sesuai dengan pokok permasalahan, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat Bangli terhadap mitos pohon beringin yang hingga saat ini mitos tersebut masih berkembang di lingkungan masyarakat dan apakah masyarakat sekarang masih mempercayai mitos tersebut. Dalam penelitian ini teori yang dijadikan sebagai kerangka acuan seperti : teori kebudayaan, teori masyarakat, pengertian Desa Adat, tinjauan tentang Pura, dan teori mitos. Metode yang digunakan adalah metode pengumpulan data melalui observasi, wawancara, studi kepustakaan dan dokumentasi sehingga diperoleh suatu simpulan. Hasil penelitian ini mendapatkan suatu persepsi mengenai mitos pohon beringin yang terdapat di Pura Kehen Bangli dari informan yang mengetahui mengenai mitos tersebut. Mitos pohon beringin di Pura Kehen pernah terjadi tiga kali yaitu pada tahun 1964 yang meninggal setelah dahan pohon beringin patah adalah Raja Bangli yang terakhir kemudian tahun 1976 Ida Pedande Gde Tajung meninggal dunia dan tahun 1980 Prajuru Adat Bebanuan. Mitos pohon beringin sangat dipercayai oleh masyarakat Bangli. Kepercayaan mereka dibuktikan dari masih dikembangkannya / dilestarikannya cerita mitos tersebut kepada generasi muda yang disampaikan dari mulut ke mulut dan setiap tahunnya pada saat ulang tahun kota Bangli selalu dibacakan lintasan sejarah mengenai Pura Kehen dan mitosnya yang ada kaitannya dengan sejarah Kota Bangli yang membuat masyarakat selalu mengingatnya. Kata kunci : Persepsi, Mitos, Pohon Beringin.
1
ABSTRACT Pura Kehen high lying terraces are divided into eight pages. The first to the fifth terrace is an outdoor courtyard, patio sixth is the first central courtyard where in the middle of the page there is a banyan tree which has a very mythical in trust by the public. The entrance to this page through the brackets temple flanked by two temple briefly at the end of the east and west. Seventh terrace is the second central courtyard and to come to this page through the temple briefly. Eighth terrace is offal, and the entrance is through an archway shaped courtyard temple briefly with undaknya high. The formulation of the issues raised in this study were (1) How is the public perception of the myth Bangli banyan tree in the temple Kehen? (2) Is Bangli people still believe in the myth? According to subject matter, the purpose of this study was to determine how the public perception of the myth Bangli banyan tree, which until now is still evolving myth in society and whether society still believe in the myth. In this research, the theory is used as a frame of reference such as: cultural theory, theory of society, understanding Indigenous Village, an overview of the temple, and the theory of myth. The method used is the method of collecting data through observation, interviews, library research and documentation in order to obtain a conclusion. Results of this study to get a perception of the myth that there is a banyan tree in the temple of Bangli Kehen informants who know about these myths. Myth banyan tree in the temple Kehen never happened three times, namely in 1964 who died after the banyan tree limb fracture was the last king of Bangli then Pedande Gde 1976 Ida died Tajung and Indigenous Bebanuan prajuru 1980. Myth of the banyan tree is very trusted by the people of Bangli. Their confidence was evident from the development / preservation of the myth stories to younger generations that passed from mouth to mouth, and every year on the anniversary of the city of Bangli always read about the historical trajectory Pura Kehen and myth that has to do with the history of Bangli town that makes people always remember. Keywords: Perception, Myth, Banyan Tree.
tetapi
PENDAHULUAN
yang
magnet tersendiri bagi wisatawan untuk
Bali
juga
merupakan
salah
satu
Pura
Khayangan Jagat yang terletak di Desa
berkunjung ke Bali. Bali tidak hanya
Adat
indah karena hamparan sawahnya yang yang
itu
sebagai daya pikat wisata. Pura Kehen
yang begitu kaya akan budaya memiliki
pantai
daripada
memiliki sejuta rahasia nenek moyang
Tidak dapat dipungkiri Pulau Bali
menghijau,
lebih
Cempaga,
Kecamatan
Bangli,
Kabupaten Bangli pada ujung timur laut
membentang
kota Bangli. Pura Kehen merupakan salah
indah, serta gemulai tari sang penari Bali
satu obyek wisata yang paling banyak 2
diminati oleh wisatawan. Pura yang
terdepan untuk masuk ke Pura, sedangkan
terletak pada kaki bagian selatan bukit
Pura pada umumnya di Bali untuk pintu
Bangli, dan dengan agungnya berdiri di
masuk terdepan memakai Candi Bentar.
pinggir
besar
Selain hal tersebut yang menarik perhatian
menghadap ke selatan. Di depannya,
bale-kulkul yang berada pada pohon
diseberang jalan sebelah selatan terdapat
beringin di Jaba Pura. Oleh karena
Pura kecil bernama Pura Penyimpenan
berbagai daya tariknya dan keindahan
yang juga merupakan salah satu bagian
yang dimiliki oleh Pura Kehen sering
dari
mendapat kunjungan dari para wisatawan
sebelah
kompleks
utara
Pura
jalan
Kehen
secara
baik dari dalam maupun luar negeri.
keseluruhan. selatan
Selain keunikan dan keindahan yang
merupakan suatu perkampungan kecil
begitu mempesona di Pura ini juga
bernama Banjar Pekuwon. Di belakang di
terdapat nuansa magis tentang pohon
sebelah utara Pura terbentang keindahan
beringin yang mitosnya jika batang pohon
panorama
sebelah
beringin tersebut ada yang patah maka
tenggaranya kurang lebih 200 m dari Pura
akan terjadi grubug (musibah). Mitosnya
Kehen terdapat Balai Sasana Budaya
letak bagian yang patah juga diyakini
Bangli yang semula berperan menyajikan
sebagai pertanda musibah tertentu akan
berbagai jenis hasil kesenian Bali untuk
melanda orang tertentu. Misalnya pada
dapat dinikmati para pengunjung. Posisi
saat Raja Bangli meninggal dunia, dahan
Pura yang tinggi dan berteras-teras, di
pohon beringin yang letaknya di Kaja
bagian depan pada kiri kanan tangga
Kangin (Timur Laut) patah. Kemudian
masuk penuh dihiasi dengan arca-arca
jika ada pendeta yang meninggal, maka
yang melukiskan cerita pewayangan. Pura
dahan pohon beringin sebelah Kaja Kauh
ini memiliki kekhasan tersendiri dan
(Barat Laut) patah. Sedangkan jika bagian
memiliki perbedaan dengan keadaan Pura
yang
pada umumnya di Bali. Pura Kehen
(Tenggara) dan Kelod Kauh (Barat Daya)
memakai Candi Kurung yang dihiasi
maka diyakini akan ada musibah yang
ukiran yang sangat indah sebagai gapura
menimpa masyarakat. Mitos ini sudah
Di
sebelah
Bukit
barat
Bangli.
dan
Di
3
patah
letaknya
Kelod
Kangin
beredar secara turun temurun di daerah
penandaan (signification), sebuah bentuk.
Bangli dan sekitarnya.
Atas dasar itu maka digunakanlah bahasa, wacana, tuturan, dan lain-lain, untuk
Dalam kenyataannya sampai saat ini
menunjuk segala unit atau sistensis yang
mitos mengenai pohon beringin tersebut
mengandung makna, baik bentuk verbal
masih sangat dipercayai oleh masyarakat
ataupun visual (Barthes, 2009:151).
Bangli terbukti dari masyarakat Bangli yang terus meneruskan cerita tentang
Beranjak dari uraian di atas penulis
mitos tersebut kepada keturunannya agar
tertarik untuk mengungkap lebih jauh
keturunan
bagaimana
mereka
tahu
bahwa
dulu
persepsi
atau
pandangan
kejadian tersebut pernah terjadi dan dapat
masyarakat Bangli pada saat ini terhadap
mengambil tindakan bila hal tersebut
mitos pohon beringin di Pura Kehen Desa
terjadi kembali, maka dari generasi ke
Adat
generasi mitos tersebut terus diturunkan
Kabupaten Bangli.
dan dilestarikan di kalangan masyarakat
1. Bagaimanakah adanya
kenyataan
Kecamatan
persepsi
di Pura Kehen? 2. Apakah
maka harapan ke depannya agar mitos
masyarakat
dapat berakibat buruk bagi masyarakat
1.2 Tujuan Penelitian
setempat
selama
Bangli
masih
percaya terhadap mitos tersebut?
tersebut tidak pernah terjadi kembali yang
diceritakan
masyarakat
Bangli terhadap mitos pohon beringin
di
lapangan seperti yang di jelaskan di atas
seperti
Bangli,
1.1 Rumusan Masalah
Bangli. Dengan
Cempaga,
apa
yang
telah
1. Untuk mengetahui persepsi masyarakat
ini
secara
turun
Bangli mengenai mitos pohon beringin yang ada di Pura Kehen Desa Adat
temurun kepada mereka.
Cempaga,
Mitos merupakan sistem komunikasi,
Kecamatan
Bangli,
Kabupaten Bangli.
bahwa dia adalah sebuah pesan. Hal itu
2. Untuk
memungkinkan orang akan berpandangan
mengetahui
masyarakat
bahwa mitos tidak bisa menjadi sebuah
terhadap
kepercayaan mitos
pohon
beringin yang ada di Pura Kehen Desa
objek, konsep, atau ide; mitos adalah cara
4
Adat Cempaga, Kecamatan Bangli,
5.
Lingkungan Sidembunut
Kabupaten Bangli.
6.
Lingkungan Cempaga
7.
Lingkungan Pande, dan
8.
Lingkungan Brahmana Pande
METODE PENELITIAN Penelitian ini mengunakan metode
Jumlah
penelitian kualitatif yaitu penelitian yang
penduduk
Kelurahan
menghasilkan data deskriptif berupa kata-
Cempaga sebanyak 8029 jiwa yang terdiri
kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dari 4004 laki-laki dan 4025 perempuan.
dan prilaku yang dapat diamati. Instrumen
Untuk mengetahui keadaan umum
yang digunakan dalam mencari data pada
wilayah Kelurahan Cempaga dapat dilihat
penelitian
dari peta di bawah ini:
ini
adalah
berupa
daftar
pertanyaan sebagai pemandu wawancara. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Daerah Penelitian Kelurahan Cempaga memiliki luas wilayah 589 ha. Kelurahan Cempaga berada pada ketinggian antara 500 s/d 550 meter di atas permukaan laut. Kelurahan Cempaga beriklim tropis sehingga udara relative sejuk dimana sepanjang tahun curah hujan yang cukup dengan rata-rata pertahunnya 2000-2500 mm pertahun, sehingga kelembaban udara tergolong sedang dengan suhu rata-rata 27 C.
Gambar 1. Peta Kelurahan Cempaga Sebagai suatu organisasi, Kelurahan
Wilayah Kelurahan Cempaga terdiri
Cempaga memiliki anggota dan tentunya
dari 8 lingkungan yaitu:
juga pengurus. Di bawah ini penulis 1.
Lingkungan Brahmana Bukit
kemukakan struktur organisasi Kelurahan
2.
Lingkungan Gunaksa
Cempaga
3.
Lingkungan Puri Bukit
berikut:
4.
Lingkungan Pekuwon
5
dalam
bagan
4.2
sebagai
Gambar 3. Pura Kehen di Kabupaten Bangli Dr. R. Goris dalam bukunya “Sejarah Bali Kuno” menduga bahwa Bhatara Guru Sri Adhikunti adalah istri dari raja bernama
Bhatara
Guru
yang
telah
mangkat. Dalam prasasti ketiga ini juga disebutkan Pura-Pura yang mempunyai
Gambar 2. Struktur Organisasi Kelurahan Cempaga Kabupaten Bangli Sejarah Berdirinya Pura Kehen
hubungan kesatuan yakni: Hyang Hatu, Hyang Kedaton, Hyang Daha Bangli,
Sampai saat ini masih sangat sulit
Hyang Pande, Hyang Wukir, Hyang
untuk menentukan kapan sebenarnya Pura
Tegal,
Kehen didirikan namun dari ketiga buah
Pahumbukan, Hyang Buhitan, Hyang
prasasti tembaga yang ditemukan di Pura
Peken, Hyang Lor, Hyang Peken Kidul
Kehen, prasasti ketiga terdapat petunjuk-
dan Hyang Kehen (Suarsana, 2012 : 4).
petunjuk untuk para penduduk pada waktu
Hyang
Mengingat
Waringin,
nama
Hyang
Hyang
Kehen
ada upacara-upacara besar di Pura Kehen,
tercantum dalam hubungan kesatuan ini,
bertarikh Saka 1126 (1204 Masehi).
dapatlah ditafsirkan bahwa kompleks Pura
Prasasti ini memuat nama raja Sri
Kehen yang sekarang ini, dulunya belum
Dhanadhiraja
beserta
bernama Pura Kehen. Hal ini sesuai
Bhatara
Dhanadewi.
Sri
permaisurinya Raja
Sri
dengan uraian A. J. Bernert Kempers
Dhanadhiraja adalah putra raja Bhatara
dalam
Parameswara
Bhatara
(terjemahan Drs. R. Soekarmono) yang
Parameswara adalah Bhatara Guru Sri
mengatakan: bahwa di Bali ada Pura yang
Adhikunti.
sangat tersohor bernama Pura Kehen dan
dan
ibu
raja
bukunya
“Bali
Purbakala”
nama itu diambilkan dari nama Pura kecil yang berada di depannya. Mungkin nama Hyang Api pada prasasti pertama berubah menjadi Hyang Kehen
dalam
prasasti
ketiga
(kehen=keren=tempat api). Begitu juga 6
Hyang Karinama di Simpat-Bunut dulu,
jeroan
(berjumlah
16
pemangku).
sekarang menjadi Pura Penataran di
Sedangkan Pemaksan adalah pembantu
Sidembunut. Walaupun prasasti ketiga ini
Pemangku (Dangka) yang berjumlah 17
bertarikh Saka 1126 (1204 M) tidaklah
orang. Pemangku yang berjumlah 33 orang
berarti bahwa Pura Kehen didirikan pada
itu dipimpin oleh dua orang Pemangku
tahun 1204 Masehi itu.
utama yakni Jro Mangku Gede sebagai Gebog Domas dan Bebanuan Pura
ketua dan Jero Mangku Pasek sebagai
Kehen
wakil ketua. Kedua Pemangku utama ini dibantu oleh Jero Mangku Penyarikan
Gebog Domas Pura Kehen adalah yang
(sekretaris)
semuanya membayar peturunan sebagai
(bendahar).
desa untuk membantu ritual-ritual yang
Upacara di Pura Kehen
kelompok
masyarakat
besar
dan
Jero
Mangku
Catu
secara teratur diadakan di pura itu.
Sebagai Pura besar, upacara di Pura
Sebagai warisan peninggalan Pura besar
Kehen berlangsung pada Hari Raya
kerajaan dari Zaman Bali Kuno, Pura
Pagerwesi, setiap enam bulan sekali,
Kehen diemong/diempon oleh masyarakat
namun upacara besarnya berlangsung
Gebog Domas dari empat buah desa adat
setiap tiga tahun sekali. Upacara-upacara
atau desa pakraman yakni: Cempaga,
keagamaan yang diselenggarakan di Pura
Kawan, Kubu, dan Bebalang ditambah
Kehen dibedakan atas 3 tingkatan upacara
masyarakat Desa Pakraman Demulih,
yakni tingkatan utama, madya, dan nista. Upacara
Susut, dan Sulahan.
tingkatan
utama
Pura Kehen diempon oleh 33 orang
diselenggarakan tiga tahun sekali, pada
pemangku yang berasal dari desa-desa
Sasih Kelima dengan sebutan Karya
panyungsung
Agung Bhatara Turun Kabeh. Upacara ini
Pura
yang
mempunyai yang
juga disebut Ngusaba Dewa. Pada tahun
dibedakan atas 2 golongan yang disebut
2012, pelaksanaan upacara ini bertepatan
Dangka dan Pemaksan. Dangka adalah
dengan Purnama Kalima, Soma Umanis
Pemangku
Wuku Medangkungan tanggal 29 Oktober
berbagai
tugas
yang
dan
kewajiban
mengempon
khusus
perampean atau pelinggih-pelinggih di
7
2012. Upacara biasanya berlangsung 9
tempat
tinggalnya,
sehingga
Desa
sampai 11 hari.
Bangli kosong. Ketika itu tercatat lewat
Upacara tingkatan madya yang secara
Prasasti 705 Bangli, Pura Kehen C,
rutin dilaksanakan di Pura Kehen adalah
Raja Ida Bhatara Guru Sri Adhikunti
Piodalan yang jatuh pada setiap Buda
Ketana, tepatnya pada waktu Krulut,
Kliwon Wuku Sinta atau Pagerwesi.
Purnama Kedasa, menitahkan kepada Sri
Upacara dalam tingkat nista yang
Dhanadhirajalancana
dengan
mana upacara ini berskala kecil, tetapi
permaisurinya, Paduka Bhatari Sri
merupakan
Dhanadewiketu,
kewajiban
yang
harus
agar
memanggil-
dipenuhi setiap saat. Upacara ini antara
memulangkan kembali tanayam thani
lain secara rutin diselenggarakan pada
karaman I Bangli (warga masyarakat
Odalan Saraswati, Ulian, Sugimanek,
Bangli), barang siapa yang tidak mau
Purnama-Tilem, Kajeng Kliwon, serta
kembali ke Bangli dan membangun
setiap rahina Buda Kliwon.
Bangli akan diberikan suatu kutukan.
Persepsi Masyarakat Dibalik Mitos
Pada saat kejadian tersebut masyarakat
Pohon Beringin di Pura Kehen Bangli
akhirnya kembali ke Bangli dan sejak
Mengenai
persepsi
itu pula mitos pohon beringin ada dan
masyarakat
tentang mitos pohon beringin yang saat ini
berkembang
di
masih berkembang dan dipercayai maka
zaman
masyarakat
hasil wawancaranya sebagai berikut :
Bangli
itu
sudah
masyarakat.
khususnya
mengenal
mengetahui
mengenai
mitos
beringin yang ada di Pura Kehen yaitu
tersebut adalah dimana mitos tersebut
jika batang pohon beringin tersebut ada
sudah ada sejak zaman kerajaan Raja
yang patah maka akan terjadi grubug
Ratu Ida Bhatara Guru Sri Adhikunti
(musibah). Mitos pohon beringin di
Ketana yang merupakan raja ke-18
Pura Kehen sudah pernah terjadi tiga
yang memimpin Bangli. pada saat itu
kali. Yang pertama pada tahun 1964,
terjadi
yang
pada saat itu Raja Bangli yang terakhir
membuwat masyarakat Desa Bangli
yaitu Anak Agung Ngurah meninggal
berbondong-bondong
dunia, dahan pohon beringin yang
wabah
tentang
penyakit
meninggalkan
8
mitos
dan
“Menurut penuturan Jero Gede Kehen persepsi
tentang
Sejak
pohon
patah adalah di sebelah selatan karena
tentang
wisama
tempat tinggal beliau di selatan Pura
mitosnya.
Pura
Kehen
dan
Kehen Bangli. Kejadian yang kedua
Menurut Jro Gede Kehen mitos ini sudah
terjadi pada tahun 1976 pada saat itu
berkembang secara turun temurun di
yang meninggal adalah Ida Pedande
Daerah
Gede Tajung dari Griya Mangis, dahan
masyarakat
pohon beringin yang patah adalah
mempercayai mitos tersebut sampai saat
disebelah kaja kangin (Timur Laut)
ini. Namun selama ini mitos tersebut
karena tempat tinggal beliau disebelah
tidak
timur
masyarakat berharap hal tersebut tidak
laut
Pura
Kehen
Bangli
Bangli
dan
Bangli
pernah
terjadi
sekitarnya dan masih
sangat
kembali
dan
terjadi kembali tutur Jro Gede Kehen”.
kemudian yang terakhir adalah tahun
Dari
1980 pada saat itu yang meninggal
hasil
wawancara
di
atas
dunia adalah prajuru adat bebanuan
mengenai persepsi masyarakat tentang
yang bernama Made Bawa, sebelum
mitos pohon beringin di Pura Kehen.
beliau meninggal dahan pohon beringin
Masyarakat sampai saat ini masih sangat
yang patah adalah disebelah timur
mempercayai mitos tersebut karena mitos
karena tempat tinggal beliau di bagian
tersebut telah diwariskan sejak zaman
timur Pura Kehen. Dimanapun arah
kerajaan Raja Bhatara Sri Adhikunti
dahan pohon beringin itu patah pasti
Ketana yang merupakan Raja ke-18 yang
yang akan meninggal adalah yang
memimpin Bangli. Mitos tersebut juga
memiliki tempat tinggal atau rumah
dikatakan pernah terjadi selama tiga kali
yang sesuai dengan arah patahnya
di Bangli yang menimpa tokoh-tokoh
dahan pohon beringin tersebut. Sejak
masyarakat. Masyarakat juga berpendapat
kejadian
bahwa suatu mitos tersebut ada dan harus
tersebut
kepercayaan tersebut
diyakini karena meskipun tidak pernah
semakin kuat. Selain hal tersebut setiap
melihat secara langsung kejadian mitos
tahun setiap ulang tahun Kota Bangli
tersebut namun hal tersebut pasti pernah
pasti dibacakan lintasan sejarah Kota
terjadi di masa lampau sehingga sampai
Bangli yang ada kaitannya dengan Pura
saat ini mitos tersebut masih dilestarikan.
masyarakat
akan
mitos
Kehen. Disana selalu disampaikan
9
Mitos pohon beringin yang sampai
dengan masyarakat mengetahui mengenai
saat ini masih sangat di percayai oleh
mitos tersebut dapat mewaspadai akan
masyarakat
khususnya
terjadinya hal tersebut kembali dengan
sangatlah dapat dipahami dan di mengerti.
mengetahui hal-hal apa sajakah yang
Jika dikaitkan dengan teori mitologi dari
harus dilakukan ketik hal tersebut terjadi
Roland Barthes (2009 : 151) yang
kembali
mengatakan bahwa “mitos merupakan
setempat menjadi resah.
Bangli
pada
dan
membuat
Masyarakat
sistem komunikasi, bahwa dia adalah
masyarakat
Bangli
dalam
sebuah pesan”. Dari pengertian mitos
melestarikan mitos tersebut mereka selalu
yang dikatakan oleh Roland Barthes
menjaga warisan leluhur mereka dan
dalam bukunya yang berjudul Mitologi
menjalankannya
maka mitos pohon beringin yang terdapat
memberitahukan
di Pura Kehen Bangli merupakan suatu
tersebut kepada keturunan mereka dan
pesan bagi masyarakat setempat dimana
memberikan suatu pemahaman mengenai
masyarakat
pernah
mitos tersebut bahwa peristiwa tersebut
menyaksikan langsung kejadian tersebut
benar pernah terjadi dimasa lalu dan kita
juga dapat mengetahuinya melalui cerita
sebagai penerus sebaiknya menjaga dan
yang telah diberikan oleh para orang tua
melestarikan warisan tersebut dengan
mereka.
selalu berbuat baik dan tidak memotong
yang
tidak
dengan mengenai
cara peristiwa
pohon beringin yang terdapat di Pura
Pesan atau cerita yang telah turun
Kehen sembarangan.
temurun di wariskan oleh orang tua mereka masing-masing yang sampai saat
Cerita atau pesan ini pun disampaikan
ini hal tersebut masih dilakukan untuk
kepada keturunan mereka atau generasi
menjaga suatu amanah atau pesan yang
muda
telah
temurun
memberitahukan suatu kedisiplinan atau
diwariskan agar tidak punah dan agar
hal-hal yang bermanfaat untuk anak-anak
masyarakat
yang
mereka jadi tidak memerlukan hari atau
berikutnya dapat mengetahui juga bahwa
waktu yang khusus dalam penyampaian
pada zaman dahulu hal tersebut benar-
cerita tersebut, disaat berkumpul dengan
dari
dahulu
atau
turun
keturunan
benar pernah terjadi. Selain hal tersebut
10
pada
saat
para
orang
tua
keluargapun hal tersebut bisa mereka
kepeng tersebut dihitung berapa jumlah
lakukan.
uang kepeng tersebut berarti sebanyak itulah penduduk Bangli. Dari upacara tersebut kita dapat mengetahui apakah penduduk
Bangli
berkurang
atau
tidak”. Dari penuturan Jero Gede Kehen mengenai upacara yang dilakukan jika mitos tersebut terjadi kembali maka
Gambar 4. Wawancara dengan Jro Gede Kehen Selain mengenai keberadaan pohon beringin
di
Pura
Kehen
masyarakat Bangli akan melaksanakan upacara yang disebut dengan upacara
sampai
demengala agung meguru piduka naur
kepercayaan masyarakat tentang mitos tersebut, menuturkan
Jero
Gede
Kehen
juga
mengenai
upacara
yang
ketekan
yaitu suatu upacara dimana
tujuannya
adalah
untuk
menghitung
jumlah penduduk Bangli atau bebanuan
dilakukan jika mitos tersebut terjadi
dengan menyerahkan atau mengumpulkan
sebagai berikut :
uang kepeng (pis bolong). Pada saat
“Jro Gede Kehen juga menuturkan
upacara
mengenai upacara yang dilakukan jika
tersebut
masyarakat
mitos tersebut terjadi. Jika mitos
semuanya
tersebut terjadi atau dahan pohon
dilaksanakan
Bangli di
Pura
akan
berkumpul
Kehen
dilakukannya upacara tersebut maka akan
Bangli akan melaksanakan upacara
dapat diketahui apakah jumlah penduduk
demengala agung meguru piduka naur
Bangli ada yang berkurang atau tidak.
ketekan yaitu suatu upacara dimana tujuannya adalah untuk menghitung
Kepercayaan
jumlah
Terhadap Mitos Pohon Beringin
Bangli
untuk
menyerahkan uang kepeng tersebut. Dari
beringin patah tanpa sebab, masyarakat
penduduk
maka
atau
Masyarakat
Bangli
bebanuan dengan menyerahkan atau mengumpulkan
uang
kepeng
Kepercayaan
(pis
berasal
dari
kata
percaya, artinya mengakui atau meyakini
bolong). Setelah terkumpul maka uang
11
akan kebenaran. Kepercayaan adalah hal-
masih mempercayai mitos tersebut
hal yang berhubungan dengan pengakuan
karena menurut mereka hal tersebut
atau keyakinan akan kebenaran. Dasar
kemungkinan besar pernah terjadi pada
kepercayaan adalah kebenaran. Sumber
masa lalu sehingga mitos tersebut terus
kebenaran adalah manusia.
diwariskan turun temurun oleh orang-
Hasil wawancara dengan Bapak I
orang tua kepada anak dan cucunya,
Nengah Mustika selaku Lurah Cempaga
tetapi tidak menutup kemungkinan ada
mengenai kepercayaan terhadap mitos
segelintir
pohon beringin di Pura Kehen Bangli (8
kepercayaannya akan mitos tersebut
Desember 2012) sebagai berikut:
karena seiring dengan kemajuan zaman
orang
yang
berkurang
“Menurut pendapat Bapak I Nengah
dan perkembangan teknologi saat ini.
Mustika / Lurah Cempaga mitos pohon
Tetapi tidak mungkin orang-orang yang
beringin yang ada di Pura Kehen
seperti
memang
langsung
sudah
turun
temurun
itu
mengungkapkan ketidak saat
secara
percayaannya.
diwariskan lewat suatu cerita dari
Namun
sampai
ini
mulut kemulut. Sehingga kebenaran
sebagian
besar
akan mitos tersebut pernah terjadi atau
sangat mempercayai keberadaan mitos
tidak pada saat masa lalu sangat susah
tersebut”.
masyarakat
memang masih
untuk diungkapkan karena generasi sekarang ini mengetahui akan mitos tersebut karena orang tua merekalah yang memberitahukannya. Sehingga mitos tersebut berkembang sampai saat ini. Mengenai percaya atau tidak percaya akan mitos tersebut juga tidak
kita
Gambar 5. Wawancara dengan Bapak I Nengah Mustika / Lurah Cempaga Hasil wawancara dengan Jero Gede
sekarang ini tidak pernah melihat
Kehen mengenai kepercayaan terhadap
secara langsung kejadian seperti itu.
mitos pohon beringin di Pura Kehen
dapat dijelaskan dengan pasti karena memang
Tetapi
dalam
kenyataannya
masyarakat
sebagian
besar
12
Bangli ( 8 Desember 2012) sebagai
Mitos pohon beringin di Pura Kehen
berikut:
sudah pernah terjadi tiga kali. Yang
“Keberadaan mitos pohon beringin yang
pertama pada tahun 1964, pada saat itu
ada di Pura Kehen memang sudah turun
Raja Bangli yang terakhir yaitu Anak
temurun diwariskan kepada generasi
Agung Ngurah meninggal dunia, dahan
muda karena pada tahun 1991 saat
pohon beringin yang patah adalah di
pemerintahan Bupati Bangli yaitu Ida
sebelah selatan karena tempat tinggal
Bagus
beliau
beliau di selatan Pura Kehen Bangli.
membuka dan mendalami prasasti yang
Kejadian yang kedua terjadi pada tahun
ada di Pura Kehen dan mulai saat itu
1976 pada saat itu yang meninggal
barulah diketahui hari lahirnya Kota
adalah Ida Pedande Gede Tajung dari
Bangli yang sampai saat ini masih tetap
Griya Mangis, dahan pohon beringin
dirayakan setiap tahunnya adalah tanggal
yang patah adalah disebelah kaja
10 Mei. Dari hasil pendalaman beliau
kangin (Timur Laut) karena tempat
mengenai prasasti Pura Kehen tersebut
tinggal beliau disebelah timur laut Pura
kemudian
menceritakannya
Kehen Bangli kemudian yang terakhir
kepada banua yang ada di Pura Kehen
adalah tahun 1980 pada saat itu yang
dan sejak itu masyarakat sangat yakin
meninggal dunia adalah prajuru adat
dan
semua
bebanuan yang bernama Made Bawa,
tentang Bangli dan Pura Kehen begitu
sebelum beliau meninggal dahan pohon
juga
beringin yang patah adalah disebelah
Gede
Agung
beliau
mempercayai
dengan
mitos
Ladip
mengenai
pohon
beringi. yang
timur karena tempat tinggal beliau di
diturunkan dari zaman dahulu maka
bagian timur Pura Kehen.Dari cerita
masyarakat akan tetap menjalankannya
tersebut masyarakat mulai tahu bahwa
dan pasti mempercayainya. Seperti mitos
mitos tersebut pada zaman dahulu
pohon
benar-benar
Apapun
yang
beringin
diberikan
tersebut
atau
masyarakat
pernah
terjadi
dan
masih terus melestarikannya dan selalu
masyarakat sangat mempercayai hal
menceritakan kepada keturunannya agar
tersebut. Selain hal tersebut, mitos
apa
pohon
yang menjadi
warisan
budaya
beringin
wariskan
tersebut tidak akan pernah hilang.
13
atau
terus
menerus
diceritakan
di
kepada
generasi penerus sampai saat ini yang
pernah menyaksikan peristiwa tersebut
bertujuan agar masyarakat sekarang ini
secara langsung.
juga dapat mengetahui bahwa mitos
Berdasarkan penuturan Jero Gede
pohon beringin di Pura Kehen memang
Kehen yang pada saat peristiwa mitos
benar pernah terjadi. Meskipun dalam
tersebut
kenyataan sekarang ini masyarakat
tersebut sangatlah meresahkan masyarakat
tidak
secara
setempat apalagi pada saat itu ada wabah
langsung peristiwa tersebut namun
penyakit yang menyerang masyarakat
masyarakat tetap percaya akan mitos
Bangli yang membuat masyarakat Bangli
pohon
meninggalkan
pernah
menyaksikan
beringin
tersebut.
Harapan
terjadi,
memang
tempat Bangli
peristiwa
tinggalnya menjadi
dan
masyarakat agar kejadian tersebut tidak
membiarkan
kosong.
pernah terjadi kembali yang dapat
Selain hal tersebut tiga peristiwa yang
meresahkan masyarakat setempat”.
terjadi pada tahun 1964, pada saat Raja Bangli yang terakhir meninggal kemudian tahun 1976 Ida Pedande Gede Tajung yang meninggal dunia terakhir tahun 1980 prajuru adat bebanuan meninggal dunia setelah dahan pohon beringin patah sesuai dengan
tokoh
kepercayaan
masyarakat terhadap
bahwa
sampai
diwariskan kepada masyarakat melalui
pohon
saat
cerita dari mulut kemulut yang sampai saat ini masih terus dilestarikan.
ini
Hasil wawancara dengan Bapak I
masyarakat Bangli sebagian besar masih sangat
mempercayai
mitos
mereka
sejak itulah peristiwa tersebut mulai
beringin di Pura Kehen maka dapat diketahui
tinggal
mitos tersebut menjadi semakin kuat. Dari
mengenai
mitos
tempat
membuat kepercayaan masyarakat akan
Gambar 6. wawancara dengan Jero Gede Kehen Berdasarkan hasil wawancara dengan dua
arah
Nengah Mustika mengenai hal-hal lain
tersebut
yang berkaitan dengan Pura Kehen dan
meskipun mereka hanya mengetahuinya
pohon beringin di Pura Kehen Bangli (5
lewat cerita dari mulut kemulut dan tidak
Mei 2013) sebagai berikut :
14
“Bapak I Nengah Mustika menuturkan
Ketika
beberapa hal yang berkaitan dengan
lingkungan pura ada suatu aturan yang
Pura Kehen beserta pohon beringin di
tidak boleh dilanggar yaitu mencoret
Pura Kehen yaitu masyarakat Bangli
coret tembok yang ada di lingkungan
tidak boleh sembarangan memotong
pura dan juga tidak boleh memiliki niat
pohon beringin biasanya masyarakat
yang jelek karena dapat menimbulkan
akan
masalah
menghaturkan
dahulu
sebelum
sesaji
terlebih
memotong
masyarakat
terhadap
berada
dalam
dirinya
sendiri
ataupun keluarganya yang terjadi cepat
pohon
beringin tersebut kalau dalam bahasa
atau
bali istilahnya ngaturang piuning di
tentunya wanita yang sedang datang
Pura Kehen dan di pohon beringin
bulan tidak boleh memasuki areal pura
tersebut,
yang
begitu juga masyarakat yang cuntaka
dihaturkan adalah pejati di Pura Kehen
karena ada keluarga yang meninggal
dan di pohon beringin tersebut. Setelah
juga tidak diperbolehkan pergi ke pura.
itu barulah dahan pohon beringin
Pada saat menjelang upacara besar di
tersebut dapat di potong. Pelestarian
Pura Kehen tepatnya tanggal 21 Mei
yang
pohon
2011 ada suatu kejadian yang membuat
beringin tersebut adalah pelestarian
masyarakat Bangli lebih berhati hati
atau
dalam berprilaku. pada Saat itu Jero
sesaji
atau
dilakukan
terhadap
pemeliharaan
seperti
banten
secara
spiritual
kesehariannya
lambat.
Mangku
selalu
Selain
Suci
hal
yang
tersebut
seharusnya
menghaturkan canang dan juga ada
mendapatkan giliran ngayah di Pura
piodalan
Kehen tidak melaksanakan tugasnya
khusus
untuk
di
pohon
beringin tersebut yang dilaksanakan
malah
setiap tumpek wariga, upacara yang
menggantikannya
dilakukan adalah upacara ngatag pohon
Kehen. Kemudian beliau karena sudah
beringin dahulu bantennya memakai
ada yang menggantikan ngayah beliau
bebangkit
cukup
memutuskan untuk berjualan bubur di
setiap
Pura
dengan
namun
soroan.
sekarang Selain
itu
mencari
Kehen,
pengganti ngayah
dan
di
ternyata
untuk Pura
yang
purnama tilem dihaturkan segehan
menggantikannya ngayah juga tidak
disamping dihaturkan canang ajuman.
ngayah
15
akhirnya
ketika
beliau
berjualan di dekat pohon beringin tiba-
sangat menjunjung tinggi apa yang telah
tiba dahan pohon beringin patah dan
di wariskan oleh leluhur mereka seperti
menimpa tepat di dagangan yang beliau
mitos pohon beringin di Pura Kehen
bawa, sontak beliau dan pembeli bubur
Bangli.
kaget dan merasa ketakutan. Setelah
KESIMPULAN
kejadian tersebut masyarakat Bangli takut
untuk
melanggar
Persepsi Masyarakat Dibalik Mitos
atau
Pohon Beringin di Pura Kehen Bangli
menghindari tugas yang seharusnya
1.
mereka jalankan. Keesokan harinya
Masyarakat berpendapat bahwa mitos
beliau melakukan upacara maguru
pohon beringin di Pura Kehen sudah
piduka (memohon maaf kepada tuhan)
ada dan berkembang sejak zaman
melalui upacara yang dihaturkan di
kerajaan Raja Ida Bhatara Guru Sri
Pura Kehen”.
Adhikunti Ketana yang merupakan Raja Bangli yang ke-18.
Dari penjelasan Bapak I Nengah 2.
Mustika dapat diketahui bahwa kita
Masyarakat juga mengatakan mitos
seharusnya
pohon beringin pernah terjadi tiga
menjalankan apa yang menjadi kewajiban
kali di Bangli yang menimpa tokoh-
kita, karena jika tidak cepat atau lambat
tokoh masyarakat yaitu tahun 1964
balasan dari apa yang kita lakukan akan
Raja Bangli yang terakhir meninggal
kita dapatkan. Khususnya di Pura Kehen
dunia, tahun 1976 Ida Pedande Gede
Bangli, masyarakat Bangli tahu bahwa
Tajung dan yang terakhir tahun 1980
mereka
Prajuru Adat Bebanuan yang bernama
sebagai
umat
tidak
beragama
boleh
bertindak
yang
Made Bawa.
sewenang wenang, mempunyai niat buruk 3.
dan hal-hal yang negatif karena mereka
Selain kedua hal tersebut di atas
percaya cepat atau lambat jika hal tersebut
masyarakat
mereka lakukan maka akan mendapatkan
mengenai upacara yang dilakukan
suatu ganjaran dari tuhan atau secara
jika mitos tersebut terjadi kembali
niskala baik terjadi sekarang atau pun
adalah upacara Demengala Agung
nanti yang menimpa keturunan mereka.
Meguru Piduka Naur Ketekan.
Itulah salah satunya masyarakat Bangli
16
juga
mengemukakan
Bangli
Arikunto, Suharsimi. 1995. Manajemen Penelitian Cetakan Ke III. Jakarta: Rineka Cipta.
Masyarakat Bangli memelihara mitos
Barthes, Roland. 2009. Mitologi. (Penerjemah : Nurhadi dan A. Sihabul Millah). Yogyakarta : Kreasi Wacana.
Kepercayaan
Masyarakat
Terhadap Mitos Pohon Beringin 1.
tersebut
dengan
cara
terus
menurunkan atau menceritakan cerita mitos tersebut kepada generasi muda
Bawa, I Wayan. 1990. Ringkasan Metodologi Penelitian. Singaraja : Bioma.
dengan tujuan agar generasi muda
Dharmayuda, I Made Suasthawa. 2001. Desa Adat Kesatuan Masyarakat Hukum Adat di Propinsi Bali. Denpasar : PT. Upada Sastra.
mengetahui bahwa peristiwa tersebut pernah terjadi dimasa lalu dan agar dapat mengantisipasi jika kejadian tersebut terulang kembali. 2.
Dalam
kenyataannya
Geria, I Wayan. 1999. Interaksi Desa Adat dan Pariwisata, Studi Kasus Desa Adat Sangeh Badung. Denpasar : Fakultas Sastra Universitas Udayana.
masyarakat
sekarang ini tidak pernah mengalami secara langsung kejadian tersebut
Koentjaraninggrat. 1982. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta : PT. Gramedia.
namun mereka mempercayai mitos tersebut karena cerita mengenai mitos tersebut sudah turun menurun di
Koentjaraninggrat. 2008. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
wariskan kepada mereka. 3.
Sebagai
bukti
dari
mereka,
masyarakat
kepercayaan Bangli
pada Laporan Kependudukan Kelurahan Cempaga Tahun 2012.
khususnya tetap mewariskan cerita mengenai
mitos
pohon
beringin
Mantra, Ida Bagus. 2004. Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
tersebut terhadap keturunan mereka. Mereka meyakini jika ada dahan pohon beringin yang patah tanpa
Moleong, Lexy J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.
sebab merupakan suatu petanda akan terjadi sesuatu di desa mereka.
Profil Kelurahan Cempaga Pemerintahan Kabupaten Bangli Tahun 2012
DAFTAR PUSTAKA
17
Ridwan. 2005. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung : Alfabeta.
Udayana University Press. 2009. Taman Gumi Banten Ensiklopedi Tanaman Upakara. Denpasar: Udayana University Press.
Smith,
Wiana, I Ketut. 2004. Mengapa Bali disebut Bali. Surabaya: Paramita.
Llyod E. 2011. Menelusuri Mitologi Yunani dan Romawi. Surabaya: Portico Publishing.
Zuriah,
Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : CV. Rajawali. Suarsana, Komang. 2003. Pura Kehen Pemersatu Krama Bangli. Terbitan Khusus : Karya Bhatara Turun Kabeh Pura Kehen Bangli.
Nurul. 2005. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Bandung : Bumi Aksara.
http://id.wikipedia.org/wiki/persepsi http://id.m.wikipedia.org/wiki/Mitos
Suarsana, Komang. 2012. Gebog Domas dan Bebanuan Pura Kehen. Terbitan Khusus Karya Agung Bhatara Turun Kabeh Pura Kehen Bangli Tahun 2012. Subagyo, P. Joko. 1991. Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Sukrawati, Ni Wayan dkk. 2007. Kaidah Beryadnya Orang-Orang Suci dan Tempat Suci. Surabaya : Paramita. Suprayogo, Imam dan Tambroni. 2001. Metodologi Penelitian SosialAgama. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya. Sura, Sindhu dan Dalem. 1994. Agama Hindu Sebuah Pengantar. Denpasar : CV. Kayumas Agung. Surpha, I Wayan. 1993. Eksistensi Desa Adat di Bali. Dengan diundangkannya undang-undang no. 5 Tahun 1979 (tentang pemerintahan desa): Upada Sastra.
18